1
PENGALAMAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PERAWATAN LUKA APPENDICTOMY DI RUANG MAWAR RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI Suyanti Verawati1), Wahyuningsih Safitri 2), Anis Nurhidayati 2) 1)Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2)Dosen Pembimbing STIKes Kusuma Husada Surakarta
ABSTRAK Kegiatan pelaksanaan tindakan keperawatan luka masih belum sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam SPO perawatan luka dan hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengalaman perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Jenis penelitian yang digunakan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Partisipan yang digunakan 5 orang dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan dengan metode Colaizi. Hasil penelitian menunjukkan Pengetahuan perawat dengan tema pengertian SPO, tujuan SPO, prinsip perawatan luka, pelaksanaan tindakan, hambatan teknik, keterbatasan sarana prasarana serta metode pelaksanaan. Kesimpulan dalam penelitian ini, pengalaman perawat dalam melaksanakan SPO belum sesuai karena keterbatasan bahan dan set medikasi Kata kunci: Pengalaman perawat, standar prosedur operasional, perawatan luka. ABSTRACT The implementation of wound nursing interventions is still not in compliance with the Standard Operating Procedure (SOP), and this may lead to nosocomial infections.The objective of the research is to investigate nurses’ experience in the implementation of the SOP of appendectomy wound care at Room Mawar of dr. Soediran Mangun Soemarso Local General Hospital of Wonogiri. The reseach used the qualitative phenomenological method. The samples of research were 5 persons. They were taken by using the purposive sampling technique. The data were analyzed by the using the Colaizi’s method. The result of the research shows tha there were several themes, namely: definition of SOP, objective of SOP, principles of wound care, implementation of wound care, technical obstacles, limitation of facility and infrastructure, and implementation method. Thus, the nurses’ experience in the implementation of the SOP of appendectomy wound care was appropriate due to the limited materials and medication sets. Keywords: Nurses’ experience, standard operating procedure, wound care. .
1
PENDAHULUAN Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2010). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial antara lain kuman penyakit, sumber infeksi, perantara atau pembawa kuman, daya tahan tubuh, keadaan rumah sakit yang meliputi prosedur kerja, alat, hygiene, kebersihan, jumlah pasien, pemakaian antibiotik yang irrisional dan kontruksi rumah sakit (Darmadi, 2008). Pengendalian infeksi nosokomial menjadi demikian penting karena semakin canggihnya peralatan–peralatan rumah sakit, namun di sisi yang lain semua upaya pemeriksaan cenderung dilakukan dengan prosedur invasif. Perawat profesional yang bertugas di rumah sakit semakin diakui eksistensinya dalam setiap tatanan pelayanan kesehatan, sehingga dalam memberikan pelayanan secara interdependen tidak terlepas dari kepatuhan perawat dalam setiap prosedural yang bersifat invasif dan non invasif tersebut seperti halnya perawatan luka operasi (Setiyawati & Supratman, 2008). Adapun cara pencegahan infeksi nosokomial dapat dilakukan dengan cara tindakan perawatan luka post operasi maupun tindakan invasif lainnya yaitu melaksanakan perawatan luka secara benar (Lubis, 2004). Prevalensi infeksi nosokomial di negara-negara berpendapatan tinggi berkisar antara 3,5% - 12%; sementara prevalensi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah berkisar antara 5,7% - 19,1% (Wikansari et al., 2012). DI Amerika sekitar 7% penduduk menjalani appendectomy dengan insidens 1,1/1000 penduduk
pertahun, sedangkan di Negara-negara Barat sekitar 16%. Insidens appendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi diantara kasus kegawatan abdomen lainnya yaitu sebesar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia (179.000 orang), hal ini terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (Taufik, 2011). Pembedahan diindikasikan jika terdiagnosa appendiksitis maka dilakukan tindakan operasi appendectomy secepat mungkin untuk mengurangi resiko perforasi. Adapun kasus appendectomy di ruangan Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri pada bulan September sampai November 2014 ada 450 pasien bedah dan 70 orang (6,4%) menderita appendiksitis.. Faktor ketidakpatuhan dari perawat yaitu perawat yang melakukan perawatan luka post operasi ditunjukkan dengan belum menggunakan prosedur dengan benar. Dari ketidakpatuhan perawat melakukan perawatan luka yang tidak sesuai dengan SPO maka akan mengakibatkan terjadinya infeksi nosokomial (Djusmalinar & Andriani, 2010). Pengertian dari Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka operasi (jahit) adalah melakukan tindakan perawatan dengan mengganti balutan, membersihkan luka pada luka yang dijahit (Anonim, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Pamuji, dkk (2008), yang tidak patuh terhadap pelaksanaan semua SPO yaitu 7,7%. Upaya mengantisipasi dan mencegah terjadinya infeksi perlu dilakukan pengkajian dari awal kemudian pengkajian ulang secara berkala mengenai risiko pasien, termasuk risiko potensial yang berhubungan dengan jadwal pemberian obat serta mengambil tindakan untuk mengurangi semua risiko yang telah diidentifikasikan tersebut (Darmadi, 2008). Hasil studi pendahuluan dengan observasi tentang kegiatan pelaksanaan tindakan keperawatan luka yang
2
dilaksanakan pada tanggal 4 sampai dengan 8 Desember 2014 di Ruang Mawar terhadap Standar Prosedur Operasional perawatan luka pada 10 perawat, menunjukkan beberapa hal yang masih belum dilakukan perawat sesuai dengan prosedur yang ditetapkan antara lain tidak membasahi plester dengan alkohol sebanyak 3 orang, pada saat melakukan tindakan mengganti balutan luka perawat tidak menyiapkan dan tidak menggunakan perlak dan pengalas, karena jumlah alat kurang sebanyak 2 orang, pada saat membersihkan luka tidak semuanya membersihkan sekitar luka dan bekas plester sebanyak 1 orang, tidak semua perawat membersihkan luka dengan mengunakan cairan NaCl sebanyak 1 orang, tidak semua perawat melakukan kompres betadin pada luka sebanyak 2 orang, dan tidak semua terpasang plester pada seluruh tepi kassa (4 sisi) yaitu sebanyak 1 orang. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu diadakan penelitian dengan judul “Pengalaman Perawat dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Perawatan Luka Appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Perawat dalam melaksanakan SPO sebagian sudah sesuai dan sebagian besar belum sesuai dengan SPO. Oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengalaman perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) perawatan luka appendictomy di Ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja di ruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso sebanyak 10 orang, dan diambil sampel sebanyak 5 orang dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi deskriptif dengan metode Colaizzi. HASIL DAN PEMBAHASAN Menganalisa pengalaman perawat dalam pelaksanaan SPO perawatan luka appendictomy 1. Pengertian SPO 1. Aturan Bagi partisipan aturan mewakili dari pengertian SPO. Ada juga partisipan yang mengatakan bahwa SPO adalah aturan baku. Aturan baku yang merupakan aturan yang sudah dibuat dan harus dilaksanakan tetapi pada kenyataannya yang ada aturan baku itu hanyalah sebuah tulisan yang dibuat dan dibiarkan begitu saja tanpa harus melaksanakannya. Ada salah satu partisipan yang mengatakan bahwa standar berarti aturan. Dalam pelaksanaannya partisipan yang mengatakan demikian juga tidak melaksanakan SPO sesuai dengan standar atau aturan yang yang telah dibuat. Menurut Perry dan Potter (2005), SPO adalah suatu aturan atau pedoman yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar prosedur operasional merupakan tata cara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. Selain itu, menurut Setyarini (2013), SPO adalah suatu
3
standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. SPO merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. 2 Standar Pernyataann yang dikemukakan pada Partisipan yang menyatakan bahwa SPO merupakan standar atau aturan baku yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan dalam hal ini adalah tindakan luka pasien. Menurut teori dari Perry dan Potter (2005) bahwa pengertian SPO adalah standar atau pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Menurut Poerwodarminto (2003), menjelaskan bahwa standar diartikan sebagai ukuran tertentu yang dijadikan patokan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa Standar Prosedur Operasional (SPO) merupakan tata cara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dihasilkan tanggapan seperti di atas bahwa kebanyakan partisipan mengetahui SPO itu adalah sebuah aturan padahal dalam teori yang telah dikemukakan Perry dan Potter (2005) di atas menyatakan bahwa SPO itu tidak hanya sebuah aturan saja. 2 Tujuan SPO 1. Pencegahan Infeksi Tujuan SPO diantaranya adalah pencegahan infeksi. Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti
tentang tujuan SPO perawatan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa tujuan SPO perawatan luka adalah mencegah terjadinya infeksi. Dari ungkapan partisipan tujuan dari SPO perawatan luka post operasi salah satunya adalah mencegah terjadinya infeksi. Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan lakukan perawatan luka post operasi tersebut untuk menegah terjadinya infeksi khususnya infeksi nosokomial. Luka merupakan hilangnya atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat, 2007). Perawatan luka bersih dilakukan pada luka bedah yang bergranulasi, sesuai kebijakan rumah sakit, yang terdiri atas membersihkan, mengompres luka dan membalut luka. Tujuan dari peraatan luka bersih adalah : menjaga luka dari trauma, mencegah kontaminasi mikroorganisme, mengkaji penyembuhan luka, mempercepat penyembuhan luka, dengan teknik moist/lembab, dan mencegah perdarahan serta mengobsori drainase (Brunner dan Suddarth, 2005). 2. Penyembuhan Luka Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang tujuan SPO perawatan luka yaitu membantu penyembuhan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa tujuan SPO perawatan luka adalah untuk membantu penyembuhan luka. Dari ungkapan partisipan tujuan dari SPO perawatan luka post operasi salah satunya adalah membantu penyembuhan luka. Dari hasil
4
observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan lakukan perawatan luka post operasi tersebut untuk membantu penyembuhan luka khususnya luka post operasi. Menurut Morison (2007), tujuan dari perawatan luka kotor antara lain menjaga luka dari trauma, mengkaji kondisi luka, mencegah kontaminasi mikro-organisme, meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis pasien, mengkaji penyembuhan luka, mempercepat penyembuhan luka dengan teknik lembab (moist), mencegah perdarahan, dan mengabsorpsi drainase dan debris luka. 3. Prinsip Perawatan Luka Prinsip Steril Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang prinsip perawatan luka sesuai dengan SPO perawatan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa prinsip perawatan luka sesuai SPO perawatan luka adalah prinsip steril. Dari ungkapan partisipan agar tujuan dari SPO perawatan luka post operasi tercapai adalah dengan prinsip steril. Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan lakukan perawatan luka post operasi tersebut untuk berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga prinsip steril. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Gitarja dan Hardian (2006), penyembuhan luka bedah melibatkan interaksi antara ekstrinsik dan intrinsik faktor. Faktor instrinsik adalah faktor yang mempengaruhi diantaranya usia, kondisi saat ini (penyakit, obat), status nutrisi, oksigenisasi dan perfusi jaringan. Adapun faktor ekstrinsik diantaranya persiapan fisik sebelum operasi, jenis pembedahan, teknik operasi merupakan
faktor yang penting dalam penyembuhan luka akut operasi. Persiapan operasi seperti pencukuran dapat mempengaruhi resiko terjadinya infeksi pada luka operasi begitu juga lama rawat sebelum operasi. Pada intraoperatif, jenis operasi, lamanya operasi, teknik jahitan mempengaruhi resiko infeksi dan proses penyembuhan luka. Pada post operasi stress yang berhubungan dengan operasi dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka seperti oksigenisasi, thermoregulasi, kondisi luka yang lembab, petugas kesehatan yang tidak bekerja sesuai dengan prinsi aseptik dan antiseptik serta penggunaan alat-alat kesehatan yang tidak memenuhi standar sterilitas. Mengetahui faktor pendukung dalam pelaksanaan SPO (Standar Operasional Prosedur) di lapangan 1. Tindakan Perawatan Luka Hasil penelitian pada partisipan dari pertanyaan tentang pelaksanaan tindakan perawatan luka di bangsal jarang menggunakan SPO perawatan luka yang sudah di berlakukan di RS tersebut. Hal ini ada yang menganggap yang penting tindakannya. Tindakan perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa atau jaringan lain, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan itu meliputi pembersihan luka, memasang balutan, mengganti balutan, pengisian (packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Bryant, 2007). Perawatan luka juga sebagai tindakan yang dilakukan pada luka bedah yang
5
bergranulasi, sesai kebijakan rumah sakit, yang terdiri atas membersihkan, mengompres luka dan membalut luka (Brunner dan Suddarth, 2005). 2. Pelaksanaan SPO di Bangsal Standar prosedur operasional merupakan tata cara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Perry dan Potter, 2005). Partisipan menyatakan jarang mempraktekkan SPO yang ada, di samping itu partisipan juga menyebutkan dalam pernyataannya jika semua sesuai dengan teori semua tindakan tidakakan selesai dan kebutuhan pasien tidak terpenuhi seutuhnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurulhuda (2013) menyebutkan bahwa 64% perawat di RSUD Pasar Rebo tidak selalu menerapkan seluruh prosedur universal precautions. Berdasarkan hasil penelitain didapatkan juga bahwa partisipan belum berfikir tentang pelaksanaan yang harus sesuai SPO untuk memenuhi kebutuhan pasien karena di sisi lain partisipan masih ketakutan akan semua tugas yang tidak akan terselesaikan. Mengetahui faktor penghambat dalam pelaksanaan SPO (Standar Operasional Prosedur ) 1. Hambatan Teknik Infeksi Nosokomial Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang dampak apabila tidak dilaksanakan perawatan luka sesuai dengan SPO. Dari ungkapan partisipan banyak dari penyebab jika perawatan luka operasi tidak dilakukan menurut SPO, salah satunya adalah infeksi nosokomial lebih tinggi. Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan lakukan
perawatan luka post operasi tersebut untuk menghindari meningkatnya infeksi nosokomial yang lebih tinggi atau banyak lagi. Infeksi nosokomial merupakan suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang bermutu (Darmadi, 2008). Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) sangat penting karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit. Apalagi akhir– akhir ini muncul berbagai penyakit infeksi baru (new emerging, emerging diseases dan re-emerging diseases) (Depkes RI, 2007). Di samping itu, menurut Bunner dan Suddath (2005) bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial pada tindakan perawatan luka post operasi maupun tindakan invasif lainnya bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan petugas dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien secara benar, karena sumber bakteri Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Surgical Site Infection (SSI) dapat berasal dari pasien, perawat dan tim, lingkungan, dan termasuk juga instrumentasi. Kebutuhan untuk pengendalian infeksi nosokomial akan semakin meningkat terlebih lagi dalam keadaan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan seperti yang tengah dihadapi Indonesia saat ini. Indikasi rawat pasien akan semakin ketat, pasien akan datang dalam keadaan yang semakin parah, sehingga perlu perawatan
6
yang lebih lama yang juga berarti pasien dapat memerlukan tindakan invasif yang lebih banyak. Secara keseluruhan berarti daya tahan pasien lebih rendah dan pasien cenderung untuk mengalami berbagai tindakan invasif yang akan memudahkan masuknya mikroor-ganisme penyebab infeksi nosokomial. 2. Keterbatasan Sarana Dan Prasarana 1. Keterbatasan Bahan Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang keterbatasan alat dalam perawatan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa hambatan dari perawatan luka sesuai SPO perawatan luka adalah keterbatasan alat misalnya kasa, plester dan betadin. Alat yang diperlukan dalam perawatan luka yaitu sarng tangan, kapas, larutan antiseptik, balutan dan resep (Brunner and Suddarth, 2002). Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Sadiman dan Ridwan (2009) menjelaskan bahwa faktor yang menghambat kelancaran operasi sectio caesarea diantaranya adalah tersedianya peralatan pembedahan yang ada dan juga ada tidaknya infeksi yang menyertainya. Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan lakukan perawatan luka post operasi tersebut untuk berusaha mengatasi hambatan adalah dengan meminta alat pada seksi pengadaan rumah sakit. Seperti apa yang sudah dikemukakan di tinjauan pustaka pada bab sebelumnya bahwa persiapan alat yang digunakan antara lain : Bak instrument steril yang berisi (Sarung tangan steril, pinset anatomis dua buah, pinset cirurgis satu buah, gunting luka, kassa steril, depfess, dan lidi kapas), korentang dan tempatnya, kom steril,
normal saline, salep perangsang pertumbuhan jaringan sesuai resep dokter, gunting perban, plester, bengkok dua buah, alkohol 70% dan perlak pengalas. 2. Set Medikasi Hasil penelitian ini didapatkan dari partisipan yang menjawab pertanyaan dari peneliti tentang keterbatasan alat set medikasi dalam perawatan luka sesuai dengan SPO perawatan luka. Kategori ini didapatkan dari pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa hambatan dari perawatan luka sesuai SPO perawatan luka adalah keterbatasan alat set medikasi. Menurut Setiyawati (2008), faktor ekstrinsik yang mempenga-ruhi faktor terjadinya infeksi pasca pembedahan yang berupa faktor ketidakpatuhan dari perawat yang melakukan perawatan luka post operasi ditunjukkan dengan belum menggunakan prosedur dengan benar, misalnya melakukan perawatan luka post operasi dengan 1 set medikasi digunakan untuk pasien secara bersama-sama (banyak pasien), perawat tidak mencuci tangan sebelum melakukan tindakan medikasi, perawat tidak memperhatikan teknik steril seperti tidak memakai sarung tangan steril saat medikasi. Hasil observasi yang dilakukan di rumah sakit umum dan rumah sakit pendidikan terhadap kegiatan perawatan luka belum sepenuhnya dilaksanakan berdasarkan SPO, misalnya belum menggunakan sarung tangan steril untuk tiap satu pasien, belum menggunakan pinset untuk satu pasien, dan tidak menggunakan masker padahal dari segi kecukupan peralatan tersedia sesuai kebutuhan. Tindakan perawatan luka juga kegiatan desinfeksi luka tidak dilakukan dengan cara mengusap satu arah. Disamping itu dan tidak ada penghargaan
7
maupun sanksi terkait ketaatan perawat dalam melakukan tindakan keperwatan yang sesuai SPO (Depkes, 2008). Mengetahui cara untuk mengatasi hambatan dari perawatan luka sesuai dengan pelaksanaan SPO (Standar Operasional Prosedur) Metode Pelaksanaan Tindakan 1. Cara Perawatan Luka Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan dalam melakukan perawatan luka post operasi tersebut untuk berusaha mengatasi hambatan adalah dengan memulai perawatan luka dari pasien luka bersih ke pasien luka kotor. Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa atau jaringan lain, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan itu meliputi pembersihan luka, memasang balutan, mengganti balutan, pengisian (packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Bryant, 2007). Tujuan perawatan luka adalah untuk memberikan lingkungan yang sesuai untuk penyembuhan luka, mengimobilisasi luka, melindungi luka dari cedera mekanik dan untuk hemostatis. Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan steril dan balutan yang kotor tidak dilepaskan dengan tangan telanjang (Brunner & Suddath, 2002). 2. Tindakan Aseptik Hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang partisipan dalam melakukan perawatan
luka post operasi tersebut untuk berusaha mengatasi resiko tertularnya penyakit, alat disterilkan dengan cara dimasukkan ke dalam alkohol. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Mariana dan Baharuddin (2014) menyebutkan bahwa teknik perawatan yang digunakan adalah dengan mengggunakan NaCl 0,9% dengan memperhatikan teknik aseptic. Balutan pertama diganti setelah hari ke 4-5, hal tersebut sesuai dengan teori manajemen perawatan luka terbaru, dimana balutan peratama diganti setelah 4-5 hari dengan rasional hari ke 4 fase inflamasi telah selesai. Menurut Dorland (2005), fase inflamasi ini akan berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira–kira hari kelima. Tindakan aseptik dilakukan untuk mengurangi inflamasi, sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor) (Dorland, 2005).
8
KESIMPULAN 1. Pengetahuan perawat tentang Pelaksanaan SPO Perawatan luka. Pengetahuan perawat tentang pelaksanaan SPO perawatan luka didapatkan tema pengertian SPO dengan kategori aturan dan standar, tujuan SPO dengan kategori pencegahan infeksi dan penyembuhan luka, serta prinsip perawatan luka dengan kategori prinsip steril. 2. Faktor pendukung dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) di lapangan. Faktor pendukung dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) di lapangan didapatkan tema pelaksanaan tindakan dengan kategori tindakan perawatan luka dan pelaksanaan SPO. 3. Faktor penghambat dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional). Faktor penghambat dalam pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional) dengan tema hambatan teknik dengan kategori infeksi nosokomial, keterbatasan sarana prasarana dengan kategori keterbatasan alat dan set medikasi. 4. Cara untuk mengatasi hambatan dari perawatan luka sesuai dengan SPO (Standar Prosedur Operasional). Cara untuk mengatasi hambatan dari perawatan luka sesuai dengan SPO (Standar Prosedur Operasional) didapatkan tema metode pelaksanaan tindakan dengan kategori cara perawatan luka dan tindakan aseptif. SARAN 1. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan untuk managemen di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada pasien khususnya pasien operasi dengan appendictomy.
2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan acuan bagi pendidikan tentang gambaran umum pengalaman perawat dalam melaksanakan standar operasional prosedur perawatan luka sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam proses belajar mengajar 3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat menjadi acuan oleh peneliti lain untuk meneliti tentang faktor yang mepengaruhi perawat dalam pelaksanaan SPO perawatan luka.
DAFTAR PUSTAKA
Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial Problematika, dan Pengendaliannya. Jakarta : Salemba Medika. Djusmalinar & Andriani. (2010). Gambaran Motivasi Perawat dalam Implementasi Perawatan Luka Post Operasi sesuai Standar Operasional Prosedur di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Akademi Kesehatan Sapta Bakti Bengkulu. Hidayat, Alimul. (2007). Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005). Jakarta: Balai Pustaka. KemenKes RI. 2011. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2011. Lubis,
Chairuddin P., (2004). Infeksi Nosokomial Pada Neonatus. Bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
9
Utara. Diunduh dari http://library. usu.ac.id/download/fk/anakchairuddin3.pdf. Morison, M.J. (2007). Manajemen Luka. Jakarta: EGC. Murti, B. (2006). Prinsip dan metode riset epidemiologi. Edisi Kedua, Jilid Pertama. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sunaryo. (2004). Psikologi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Untuk
Sukanto, (2004). Organisasi Perusahaan, Teori Struktur dan Perilaku. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada. Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Pamuji, T, Asrin, dan Kamaludin, R. (2008). Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Standar Prosedur Opersional (SPO) dengan Kepatuhan Perawat terhadap Pelaksanaan SPO Profesi Pelayanan Keperawatan di Instalasi Rawat Ionap RSUD Purbalingga. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Suplemen No. 1, 2014.
Taufik. (2011). Pendahuluan Karya Ilmiah Appendiktomi, http://bluesteam47. blogspot.com /2011/06/pendahuluankti-appendiktomi.html, diperoleh tanggal 1 Desember 214.
Perry
Wikansari, Nurvita, dkk. (2012). Pemeriksaan Total Kuman Udara dan Staphylococcus aureus di Ruang Rawat Inap RS X Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012.
& Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek. Edisi ke 4. Jakarta. EGC.
Setiyawati dan Supratman. (2008). Faktorfaktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Luka Operasi di Ruang Rawat Inap RSUD DR. Moewardi. Setyarini, Elizabeth Ari, dan Lusiana Lina Herlina. 2013. Kepatuhan Perawat Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pencegahan Pasien Resiko Jatuh di Gedung Yosep 3 Dago dan Surya Kencana Rumah Sakit Borromeus. Jurnal Kesehatan. STIKes Santo Borromeus. Sjamsudihidajat. (2007). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC.
WHO. (2010). Low Birth Weight : Country, Regional, and Global Estimates. New York : Unicef-WHO.
10