STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN TRIAGE DI IGD RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG Lidwina Triastuti L*, Lesta Livolina S.**, Maria Sheila Mantow*** ABSTRAK Triage, merupakan sistem di IGD bertujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya. Perawat triage dan key informant berkata, pernah melakukan kesalahan dalam memilah pasien yang berakibat pada keterlambatan dalam penanganan pasien di IGD. Penelitian dilakukan untuk mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi mengenai pengalaman perawat dalam melaksanakan triage. Hasil penelitian diharapkan berguna bagi Rumah Sakit dan IGD dalam mengupayakan peningkatan pelayanan kesehatan. Peneliti menggunakan desain penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian dilakukan di IGD RS Santo Borromeus. Hasil penelitian terhadap 6 informan diperoleh 5 tema, yaitu: (1) keterampilan teknikal, (2) prinsip triage, (3) kemampuan dalam pemilahan pasien, (4) sarana prasarana, dan (5) motivasi. Rumah sakit dan IGD disarankan untuk menambahkan pelatihan PALS, ENPC, CEN, dan pelatihan khusus triage bagi perawat triage, di harapkan dapat memberikam motivasi bagi para perawat triage, menyediakan label (untuk korban masal) pada ruang triage, serta perawat triage diharapkan dapat selalu berada di ruang triage untuk dapat melakukan pemilahan. Kata kunci: Triage, Pengalaman, Perawat PENDAHULUAN Menurut World Health Organization (WHO), rumah sakit merupakan suatu bagian yang berkesinambungan antara organisasi sosial dan kesehatan yang bertugas memberikan pelayanan yang paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) serta pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. Berdasarkan Permenkes No. 147 tahun 2010 mendefinisikan rumah sakit adalah suatu badan pelayanan yang memberikan pelayanan berupa pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Salah satu instalasi di rumah sakit yang memberikan
pelayanan adalah Instalasi Gawat Darurat (IGD). IGD merupakan gerbang utama jalan masuknya pasien gawat darurat sehingga di IGD perawat harus memiliki kemampuan untuk mengatasi klien gawat darurat karena kondisi klien yang datang ke IGD harus segera di berikan pelayanan kesehatan agar dapat menyelamatkan nyawa klien dan mencegah terjadinya kecacatan pada klien (Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tentang rumah sakit, 2009). Pemberian pelayanan gawat darurat yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian memerlukan kemampuan perawat untuk mengklasifikasikan atau memilah pasien yang membutuhkan prioritas penanganan yang di sebut triage (Oman, 2008). Triage mempunyai fungsi yang sangat penting di 26
IGD, terutama apabila banyak pasien yang datang ke IGD dan membutuhkan pertolongan. Triage akan membantu petugas kesehatan di IGD dalam mengurutkan serta menilai pasien berdasarkan pada tingkat kegawatan sehingga petugas kesehatan di IGD dapat memberikan pertolongan dengan tepat dan secepat mungkin untuk menyelamatkan nyawa pasien (Gilboy, 2005). Rumah Sakit Santo Borromeus merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap dalam pelayanan klien di IGD. Berdasarkan pada Pedoman Pelaksanaan Triage IGD Rumah Sakit Santo Borromeus (2014) sistem triage yang digunakan adalah Australasian Triage Scale (ATS). Perawat triage IGD Borromeus harus menempatkan pasien sesuai dengan kondisi ATS 1 pada ruang resusitasi yang terdiri dari 4 ruangan, ATS 2-4 pada ruang general 1-14 ruangan, ATS 5 pada poliklnik, dan pada pasien yang membutuhkan tindakan pada ruang surgery yang terdiri dari 4 ruangan (Standart Operasional Pelaksanaan RS Borromeus, 2014). Perawat pelaksana di IGD RS Santo Borromeus dikategorikan dalam 4 level perawat dan harus menguasai 9 kompetensi yaitu kompetensi Airway, Breathing, Circulation, Neurologic, Obsgyn, Poisioning, Trauma, dan Triage diman Perawat yang boleh melakukan triage adalah perawat dengan level 3 dan level 4, dimana terdapat 15 perawat triage dari 36 perawat yang dapat melakukan tindakan triage di depan pintu IGD RS Santo Borromeus. Berdasarkan data dari Medical Record RS Santo Borromeus, kunjungan pasien pada pelayanan IGD RS Santo Borromeus dari bulan January – November 2014 sebanyak 42.145 pasien dengan ratarata kunjungan per bulan 3.831,36
kunjungan dan total pasien yang meninggal tahun 2014 adalah 180 pasien. Saat melakukan observasi pada saat berdinas di IGD RS Santo Borromeus dari tanggal 24 November 2014 sampai tanggal 2 Desember 2014 peneliti menemukan bahwa ada pasien datang dengan keadaan somnolen. Berdasarkan hasil CT scan klien terkena stroke, pada saat datang ke IGD pasien ditempatkan pada ruang general, setelah dilakukan anamnesa dan diketahui mengalami somnolen klien dibawa ke ruang resusitasi. Terkadang perawat triage tidak ada di depan pintu IGD, karena membantu perawat lain dalam melakukan tindakan kepada pasien saat banyak pasien yang datang ke IGD. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada 2 orang perawat triage IGD dengan level 3 dan 4, perawat triage dengan level 3 mengatakan bahwa ia sudah lama berkerja di IGD selama 6 tahun, pelatihan yang telah ia didapatkan adalah pelatihan PPGD 1 kali, ACLS 1 kali, dan BTCLS 1 kali. Sedangkan pada perawat dengan level 4 ia mengatakan telah berkerja di IGD selama 21 tahun dan mendapatkan pelatihan ACLS 3 kali, PPGD 1 kali, dan BTCLS 1 kali. Kedua perawat mengatakan selalu melakukan triage pada pasien yang datang ke IGD, karena triage sangat penting dalam pemilahan pasien berdasarkan pada prioritas, agar dapat mengutamakan keselamatan nyawa pasien. Salah satu perawat dan key informant berkata, pernah melakukan kesalahan dalam memilah pasien yang berakibat pada keterlambatan dalam penanganan pasien di IGD. Perawat triage dengan level 3 mengatakan terkadang tidak melakukan pemeriksaan lengkap saat melakukan triage, hanya melakukan pemeriksaan secara kasat mata karena pasien dalam kondisi berjalan dan hanya mengeluhkan sakit perut sehingga di 27
simpulkan bahwa pasien dalam kondisi tidak gawat sehingga langsung di kirim ke poliklinik untuk mendapatkan tindakan, serta pada pasien dengan nyeri dada berat tidak dilakukan pemeriksaan karena disimpulkan pasien sedang dalam keadaan gawat sehingga pasien harus segera mendapat tindakan. Perawat IGD juga mengatakan motivasi kerjanya adalah melayani dan untuk mendapatkan gaji. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengalaman perawat dalam melaksanakan triage di IGD RS Santo Borromeus. METODE PENELITIAN Penelitian ini mengguakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian dilakukan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Informan dalam penelitian ini adalah perawat triage yang memiliki kompetensi level 3 dan kompetensi level 4 yang dapat melaksanakan triage. Data dikumpulkan dengan cara wawancara (In-depth Interview), observasi dan dokumentasi. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 6 orang triage officer atau perawat triage dengan level 3 dan level 4 yang boleh melaksanakan triage. Key informan dalam penelitian ini adalah wakil kepala bagian IGD Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung, yang mengetahui tentang apa yang dikerjakan oleh para informan. Saturasi data didapatkan jika dari informan tidak ada lagi muncul tema yang baru. Hasil penelitian di analisa dengan teknik analisa data Colaizzi. Sebelum melakukan penelitian, peneliti telah mengajukan surat permohonan penelitian kepada institusi dan diperbolehkan melakukan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberian pelayanan gawat darurat yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian memerlukan kemampuan perawat untuk mengklasifikasikan atau memilah pasien yang membutuhkan prioritas penanganan yang di sebut triage. Di butuhkan perawat yang mampu melakukan pemilahan dengan baik pada setiap pasien yang datang ke IGD. Peneliti menggali pengalaman dan pemahaman perawat triage dalam melaksanakan triage pada pasien yang datang ke IGD, dari hasil wawancara didapatkan tema, keterampilan teknikal, prinsip triage, keterampilan dalam pemilahan pasien, sarana prasarana dan motivasi. 1. Keterampian Teknikal Berdasarkan data hasil wawancara dengan 6 informan, yaitu perawat triage level 3 dan level 4 yang boleh melakukan triage. 6 informan mengatakan pelatihan yang rata-rata yang sudah mereka dapatkan adalah berupa pelatihan PPGD, BHD, BTLS dan ACLS hanya satu informan saja yang belum mendapatkan pelatihan BTLS. Mereka juga mengatakan belum ada pelatihan khusus untuk perawat triage, mereka hanya mendapat pelatihan berupa in house training atau pelatihan lokal dari kepala bagian yang di berikan saat breafing setiap pagi untuk mereview pengetahuan tentang triage kepada para perawat level 3 dan level 4. Berdasarkan uraian tugas perawat level 3 dan 4, kompetensi yang mereka miliki memungkin mereka untuk melakukan triage. Menurut Grossman dalam Oman 2008, merekomendasikan beberapa kualifikasi untuk seorang perawat triage sebagai berikut: 28
- Menunjukkan penguasaan terhadap program orientasi kedaruratan rumah sakit berdasarkan kompetensi. - Sertifikasi Advance Cardiac Life Support (ACLS) - Sertifikasi Pediatric Advanced Life Support (PALS) - Lulus Emergency Nurse Pediatric Course (ENPC) - Lulus Trauma Nurse Core Curriculum (TNCC) - Sertifikasi dalam keperawatan kedaruratan (Certification in emergency nursing; CEN). - Pengetahuan tentang kebijakan intradepartemen. - Pemahaman tentang pelbagai pelayanan kedaruratan setempat. - Keterampilan pengkajian yang tepat. - Keterampilan dan efektif dalam komunikasi, hubungan antar pribadi, penanganan konflik, pendelegasian, dan pengambilan keputusan. Di samping itu, perawat triage harus fleksible, dapat beradaptasi 2. Prinsip Triage Berdasarkan data hasil wawancara dengan 6 informan, ke 6 informan dalam melaksanakan triage, telah melakukan prinsip ABCD. Berdasarkan hasil observasi tanggal 22 April 2015 dan 23 April 2015 perawat triage atau triage officer juga telah menjalankan pemeriksaan mengkaji riwayat utama pasien, melihat keadaan umum dan mengkaji ABCD serta mengkaji TTV apabila di butuhkan pada setiap pasien yang datang ke IGD. Menurut, Oman 2008 triage komperhensif meliputi pengkajian “UGD” awal dengan memperhatikan keadaan umum pasien, jalan nafas (A,
Airway), pernafasan (B, Breathing), sirkulasi (C, Circulation) dan tingkat kesadaran/ disabilitas (D, Disability). Semua merupakan unsur penting dalam survey primer. Kemudian dilakukan pengkajian riwayat pasien dan pemeriksaan fisik yang mendalam, termasuk ekspose (E) dan tanda vital secara lengkap (F, full-set of vital sign). Agar lebih tepat, perawat dapat pula menilai tanda vital kelima yang berupa pemeriksaan oksimetri nadi (pulse oximetry) dan melaksanakan pengkajian nyeri. Hal ini juga sudah sesuai dengan pedoman alur triage bedasarka ATS yaitu
Sumber: Recommended triage method, Departemen of Health and Ageing, 2009.
3. Kemampuan dalam pemilahan pasien Berdasarkan hasil wawancara dengan 6 informan, masih ditemukan 6 informan dalam pemilahan ATS pernah melakukan kesalahan dalam menentukan tingkat kegawatan pada pasien saat melakukan triage, 5 informan mengatakan pernah melakukan kesalahan dalam 29
menentukan pasien yang mengeluhkan nyeri uluhati dan di simpulkan oleh perawat triage bahwa pasien menderita gastritis tetapi setelah di lakukan pemeriksaan jantung atau EKG ternyata pasien sedang mengalami serangan jantung. Berdasarkan hasil observasi tanggal 23 Juni 2015 pada jam 11.00, peneliti menemukan di ruang triage tidak terdapat perawat triage atau triage officer, di sana hanya terdapat seorang satpam yang menunggu, dari pukul 11.00 sampai pukul 12.00 perawat triage tidak ada di tempat nya sehingga pasien yang datang di terima oleh satpam dan di masukan ke dalam IGD. Triage mempunyai tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Oman, 2008). Rumah sakit khususnya IGD mempunyai tujuan agar tercapai pelayanan kesehatan yang optimal pada pasien secara cepat dan tepat serta terpadu dalam penanganan tingkat kegawatdaruratan sehingga mampu mencegah resiko kecacatan dan kematian (to save life and limb) dengan respon time selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam (Basoeki dkk, 2008 dalam Yanti Gurning). Oman (2008) mengatakan, bahwa seorang perawat triage harus ada selama 24 jam per hari dan 7 hari dalam seminggu di UGD. 4. Sarana Prasarana Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi di triage IGD Rumah Sakit Santo Borromeus, ke 6 informan mengatakan bahwa sarana prasarana di triage sudah mendukung dari hasil dokumentasi di dapatkan bahwa sudah terdapat kit pemeriksaan sederhana di ruang triage seperti, stetoskop, tensi
meter, thermometer, oxymetry, dan handscone. Sudah terdapat pula brankar dan kursi roda di dekat ruang triage, tetapi label pada korban missal di letakan di dalam IGD yang seharusnya di tempatkan di ruang triage. Surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 mengatakan bahwa rumah sakit tipe B atau rumah sakit level 3, harus memiliki sarana prasarana yang menunjang di IGD rumah sakit. Khususnya ruang triage memerlukan fasilitas seperti:
Standart fasilitas ruang triage
5. Motivasi Dari hasil wawancara di atas dengan 6 informan di dapatkan hasil bahwa, 1 informan memiliki motivasi intrinsik dan motivasi eksternal, 1 informan memiliki motivasi intrinsik, 1 informan mengatakan terpaksa, dan 3 informan mengatakan menjalankan tugas sebagai tanggung jawab saja yang di simpulkan dalam teori Frederick Herzberg bahwa tanggung jawab merupakan motivasi intrinsik. Di simpulkan bahwa 5 informan memiliki motivasi intrinsik dan terdapat satu orang informan yang terpaksa melaksanakan tugas-tugasnya. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg bahwa terdapat dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi dalam berkerja, yaitu faktor intrinsic 30
(motivator factors) dan ekstrinsik (hygiene factors) (Herzberg, 1966 dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kinerja Perawat Suatu Kajian Literatur, ). Motivasi intrinsic merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing seperti tanggung jawab, prestasi yang diraih, pengakuan orang alin, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan pengembangan dan kemajuan. Motivasi ekstrinsik, merupakan daya dorong yang datang dari luar diri seseorang seperti gaji, kebijakan dan aministrasi, kondisi kerja, hubungan kerja, prosedur perusahaan dan status (Manullang, 2001). KESIMPULAN Sertifikat ACLS, BHD, BTCLS dan PPGD, mengetahui tentang kebijakan intradepartemen, paham tentang pelbagai pelayanan kedaruratan, keterampilan pengkajian yang tepat, serta Keterampilan dan efektif dalam komunikasi, hubungan antar pribadi, penanganan konflik, pendelegasian, dan pengambilan keputusan. Di samping itu, perawat triage harus fleksible, dapat beradaptasi. Perawat triage juga sudah menjalankan triage dengan seharusnya dengan memeriksa ABCDE. Masih di temukan adanya kesalahan dalam pemilahan triage, terlebih pada pasien dengan nyeri uluhati yang ternyata mengalami serangan jantung. Sarana prasarana di ruang triage telah memenuhi syarat, hanya label (untuk korban missal) seharusnya di tempatkan di ruang triage bukan di dalam IGD. Berdasarkan tingkat motivasi ditemukan bahwa 1 informan memiliki motivasi intrinsik dan motivasi eksternal, 1 informan memiliki motivasi
intrinsik, 1 informan mengatakan terpaksa, dan 3 informan mengatakan menjalankan tugas sebagai tanggung jawab saja. SARAN 1. Bagi RS Santo Borromeus dan Instalasi Gawat Darurat Peneliti menyarankan agar pihak RS dan IGD rumah Sakit Santo Borromeus mengadakan tambahan pelatihan bagi perawat IGD Rumah Sakit Santo Borromeus, terlebih pada perawat triage atau triage officer seperti pelatihan PALS, ENPC, dan CEN. Serta mengadakan pelatihan khusus triage, mengadakan pelatihan secara berkala kepada perawat triage guna meriview dan memperbaharui pengetahuan atau teori yang baru agar semakin membantu perawat triage dalam melakukan pemilahan pada saat triage. IGD dan rumah sakit juga di sarankan untuk semakin meningkatkan dukungan pada perawat agar kinerja perawat triage semakin tinggi, perawat triage atau triage officer di harapkan selalu berada di ruang triage pada saat berdinas. Peneliti juga menyarankan untuk selalu menjalankan pemeriksaan tanda-tanda vital khusus nya tensi agar pemilahan triage semakin akurat. 2. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti menyarankan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat triage atau triage officer dalam melaksanakan triage berdasarkan tingkat kegawatan secara kuantitatif.
31
DAFTAR PUSTAKA Ali,
Zaidin. H. 2002. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika. Ayuningtyas, Harvita Yulian. 2012. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Objektivitas, Integritas dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Audit. Fakultas Ekonimika dan Bisnis Universita Diponegoro. Astuti, Zulmah dkk. 2014. Pengalaman Perawat Melakukan Triage Lima Level Pada Pasien Dengan Nyeri Dada. Jurnal, Magister Keperawatan, Universitas Brawijaya, 2014. Azwar, Saifuddin. 2000. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. College of Emergency Nursing Australia. 2013. Position Statement-Triage and Australian Triage Scale. Artikel. Tahun 2012. Departemen of Health and Ageing. 2009. Emergency Triage Education Kit Triage Workbook. Canberra: Australian Government. Dharma, Kelana Kusuma. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media. Gurning, Yanty, Darwin Karim, dan Misrawati. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Petugas Kesehatan IGD Terhadap Tindakan Triage Berdasarkan Prioritas. http://jom.unri.ac.id/index.php/J OMPSIK/article/viewFile/3530/ 3425 (di unduh 19 November 2014).
Hafizsurrachman dkk. 2011. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat Dalam Menjalankan Kebijakan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah, Artikel, Program Doktor, Universita Gajah Mada, 2011 Hasmoko, Emanuel Vensi. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Klinis Perawat Berdasarkan Penerapan Sistem Pengembangan Management Kinerja Klinis (SPMKK) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang tahun 2008. Tesis, Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro Semarang, 2008 Herwyndianata, Balqis, dan Dharmawansyah. 2013. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat Dalam Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Di Unit Rawat Inap Anutapura Palu Tahun 2013. http://repository.unhas.ac.id/bitst ream/handle/123456789/5882/Ju rnal%20MKMI%20windy.pdf?s equence=1( di unduh 20 Desember 2014). Juliani. Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSU dr. Pirngadi Medan Tahun 2007. Sekolah Pascasarjana UniversitasSumatera Utara. Medan; 2007.
32
Kartikawati, Dewi. 2012. Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba Medika. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standart Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Krisanty, Paula dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: TIM, 2009 Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Naswati, Hubungan Perilaku Pemimpin, Komitmen Organisasi dan Motivasi Perawat Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD Kendari Sulawesi Tenggara, Tesis, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta, 2001. Nurhayani, S. Analisis Faktor-Faktor Motivasi Kerja Yang Mempengaruhi Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bantul,Karya Tulis Ilmiah, Prodi Ilmu Keperawatan, FK UGM, Yogyakarta, 2002. Nursalam, Ferry Efendi. 2009. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. _____________________. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. ___________________. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
___________________. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. NSW Health Departemen. 2009. Mental Health For Emergency Departemen. Sydney: NSW Departemen of Health. Oman, Chathleen Jane, Koziol M & linda J.S (2008) Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Ridwan, Lutfi Fauji. 2013. Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kinerja Perawat Suatu Kajian Literatur. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/05/pustak a_unpad_Pengaruh_Motivasi_In trinsikpdf.pdf (di unduh 19 November 2014). Sabriyati, Wa Ode Nur Isnah, Andi Asadul Islam, dan Syafruddin Gaus. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Ketepatan Waktu Tanggap Penanganan Kasus Pada Respon Time I Di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan NonBedah RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo. http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/fil es/c4fb91d414809dc2f827bc656 13cb9fa.pdf (di unduh 15 Desember 2014). Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Syofyanti, Rika Aulia. 2014. Hubungan Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSSN Bukit Tinggi 2014. 33
http://jurnal.umsb.ac.id/wpcontent/uploads/2014/09/JurnalRicha-pdf.pdf (di unduh 15 November 2014). Wawan. A dan Dewi. M. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Prilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika. Zuhriana, Nurhayani, dan Balqis. 2012. Faktor Yang berhubungan Dengan Kinerja Perawat Di
Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bula Kabupaten Seram Bagian Timur. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/han dle/123456789/3332/FAKTOR %20YANG%20BERHUBUNG AN%20DENGAN%20KINERJ A%20PERAWAT.pdf?sequence =1 (di unduh 4 Januari 2015).
34