Vol X Nomor 4Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
STUDI FENOMENOLOGI: PENGALAMAN PERAWAT DALAM MERAWAT PASIEN DENGAN DO NOT RESUSCITATE (DNR) DI RUANG ICU RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN Tia Amestiasih1, Retty Ratnawati2, Ika Setyo Rini3 1
Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universias Brawijaya Staf Pengajar Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya 3 Staf Pengajar Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
2
ABSTRAK Latar belakang : DNR merupakan satu tindakan yang belum lama dilegalkan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Berdasarkan hasil wawancara pada analisa data sebelum lapang di ketahui bahwa selama melakukan perawatan pada pasien yang didiagnosa DNR perawat mengalami empati dan perasaan bersalah, perawat juga memiliki pengalaman kegagalan komunikasi kepada pihak keluarga sehingga pernah pula mendapatkan penolakan dari keluarga, dan partisipan mengatakan bahwa pasien DNR di RS tersebut tidak diberikan perlakuan khusus terkait kunjungan karena pasien dengan DNR belum berhak ditemani keluarganya selama 24 jam setiap harinya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman perawat dalam merawat pasien dengan DNR di ruang ICU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretif. Peneliti melakukan wawancara mendalam menggunakan panduan wawancara yang berisi pertanyaan semi terstruktur dengan melibatkan 5 orang perawat di ruang ICU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Data yang sudah terkumpul dianalisa menggunakan analisis tematik menggunakan pendekatan Braun and Clarke. Hasil : Penelitian menghasilkan 10 tema yaitu (1) kesesuaian penerapan prosedur DNR, (2) sumber informasi DNR inadekuat, (3) penolakan labelling, (4) strategi penerimaan labeling, (5) kompleksitas eksistensi hak keluarga-pasien, (6) perawatan bermartabat, (7) dilema psikis, (8) empati, (9) inkonsistensi iklim kolaborasi, (10) perlindungan legalitas. Kesimpulan : DNR merupakan satu tindakan yang tidak mudah untuk diputuskan. Banyak faktor yang terkait dengan keputusan DNR. Informasi DNR yang dimiliki perawat haruslah adekuat agar keputusan tindakan DNR dilakukan dengan tepat. Adanya penolakan labelling oleh keluarga, empati dan dilema yang dirasakan perawat, iklim kolaborasi inkonsisten, ternyata tidak mengahalangi perawat untuk tetap mendapatkan perawatan bermartabat dengan tetap melihat kompleksitas eksistensi hak pasien-keluarga. Hal yang lebih penting lagi adalah bahwa setiap keputusan yang diambil haruslah dilegalkan dalam bentuk dokumentasi dan saksi diperlukan sebagai penguat jaminan perlinduungan legalitas.
Kata kunci: fenomenologi, DNR
PENDAHULUAN
dijumpainya DNR order (Weiss and Hite, 2000).
Pengambilan keputusan DNR cenderung meningkat
Fenomena
setiap tahunnya. Fenomena ini disampaikan oleh
menimbulkan dilema bagi perawat yang bertugas di
Saczynski, et al (2012) melalui penelitiannya bahwa
ruang ICU (Orser, 2008).
peningkatan
label
DNR
ini
dapat
dari total pasien yang berjumlah 4182 pasien antara
Pasien-pasien dengan DNRdapat dikatakan
tahun 2001 hingga 2007 di semua pusat kesehatan di
sebagai pasien end of life atau pasien menjelang ajal.
Massachusetts,
mendapatkan
Terlepas dari dilema yang dirasakan perawat dalam
tindakan DNR adalah sebanyak 1051 pasien. ICU
merawat pasien DNR di ruang ICU, tentunya perawat
merupakan
harus memberikan asuhan keperawatan yang optimal
total pasien
ruangan
dengan
yang
jumlah
terbanyak
1
Vol X Nomor 4Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
bagi pasien. Perawat yang bertugas di ICU memiliki
terkait dengan pengalaman partisipan dalam merawat
tugas penting dalam melakukan end of life care
pasien dengan DNR dengan cara menyelidiki,
(Kirchoff & Beckstrand, 2000).
menemukan,
Penegakkan diagnosa DNR menuntuk perawat
menggambarkan,
dan
menjelaskan
kualitas informasi.
untuk menemukan cara terbaik guna meningkatkan
Partisipan
kualitas end of life care yang dilakukan (Fields, 2007).
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang
End of life care yang perawat lakukan dengan baik
yang merupakan perawat di ruang ICU RSUP. Dr.
diharapkan dapat memberikan peacefull end of life
Soeradji Tirtonegoro Klaten. Pemilihan partisipan
bagi pasien, seperti yang digambarkan dalam teori
sebagai
keperawatan peacefull end of life oleh Rulland and
purposive sampling. Kriteri inklusi partisipan antara
Moore yang meliputi terhindar dari rasa sakit,
lain perawat yang secara langsung pernah menemukan
merasakan kenyamanan, penghormatan, kedamaian,
kasus pasien dengan DNR; mampu menceritakan
dan mendapatkan kesempatan untuk dekat dengan
pengalamannya dengan baik; bersedia menjadi
seseorang yang dapat merawatnya (Higgins, 2010).
partisipan.
Peneliti melakukan studi pendahuluan pada
narasumber
diperoleh
dengan
teknik
Pengumpulan data
tanggal 26 Juni 2015 dan diketahui bahwa diagnosa
Pengumpulan data dilakukan selama 3 hari yaitu
DNR di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada
sejak tanggal 27 Juni hingga 29 Juni 2015. Data
kenyataannya telah diterapkan sejak lama namun SOP
dikumpulkan melalui proses wawancara. Sebelum
khusus terkait dengan tindakan DNR baru secara resmi
melakukan
dikeluarkan pada awal tahun 2015. Jumlah pasien
mendapatkan keterangan kelayakan etik dari komite
dengan label DNR dari Bulan Januari hingga Juni
etik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
2015 adalah 5 pasien, dengan rata-rata lama perawatan
Analisa data
pengumpulan
data,
peneliti
telah
pasien DNR di ICU adalah 5 hari. Pasien dengan Mati
Data yang terkumpul kemudian . dianalisa
Batang Otak (MBO) merupakan pasien yang sering
menggunakan analisis tematik dengan pendekatan
diberikan label DNR. Perawat mengatakan pernah
Braun and Clarke (2006) melalui enam tahapan yaitu
mengalami perasaan bersalah, dilema, dan empati. Hal
mengenal data, melakukan pengkodean, mencari
yang mencolok dari pernyataan perawat adalah pasien
tema, mereview tema, mendefinisikan dan memberi
DNR tidak memiliki hak khusus untuk dapat ditemani
nama-nama tema, dan menuliskan hasil.
oleh keluarganya selama 24 jam. Ditemani oleh orang
HASIL PENELITIAN
terdekat merupakan salah satu bentuk pemberian end
Penelitian ini menghasilkan 10 tema yaitu (1)
of life care pada pasien DNR.
kesesuaian penerapan prosedur DNR, (2) sumber
METODE
informasi DNR inadekuat, (3) penolakan labelling, (4)
Desain Penelitian
strategi
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan
pendekatan
eksistensi
penerimaan hak
labeling,
keluarga-pasien,
(5)
kompleksitas
(6)
perawatan
fenomenologi
bermartabat, (7) dilema psikis, (8) empati, (9)
interpretif. Dalam penelitian ini peneliti ingin
inkonsistensi iklim kolaborasi, (10) perlindungan
memahami fenomena yang dialami oleh partisipan
legalitas
2
Vol X Nomor 4Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887 dengan organ failure, dan pasien yang tidak
1. Tema Kesesuaian Penerapan Prosedur DNR Tema kesesuaian penerapan prosedur DNR
memberikan respon terhadap pemberian terapi
ini dibangun dari tiga sub tema yaitu pengambil
“….kalau sudah pasien-pasien terminal…” (P1)
keputusan sesuai prosedur, kondisi fisik pasien,
“…organ-organnya
dan peniadaan pemberian tindakan CPR.
kerusakan yang irrefersible, yang sudah tidak
Pengambil keputusan DNR di ruang ICU RSUP
mungkin kembali ke semul..” (P3)
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten adalah dokter dan
“…kondisi pasien sudah mati batang otak..mati
dapat dipertimbangkan melalui usulan perawat.
paru-paru..” (P4)
“….di rumah sakit kami itu.. yang menentukan
itu
sudah
mengalami
Peniadaan pemberian tindakan CPR dapat
DNR itu dokter sendiri… “ (P1)
saja diasumsikan bahwa ketika pasien yang telah
“…. Kita harus pastikan dulu apakah e.. pasien
didiagnosa DNR mengalami henti jantung maka
sudah mendapatkan diagnose atau perintah
petugas kesehatan tidak memberikan bantuan CPR
dari dokter untuk DNR..” (P2)
pada pasien tersebut.
“….. Setiap kali dokter visit ke sini.. kita
“… kita tidak melakukan resusitasi jantung paru..
memberitahukan..” (P1)
karena sudah.. e.. terlabel DNR..” (P1)
Keterlibatan keluarga, di dalam SOP yang
“..jadi.. kalau henti jantung ya sudah..kan sudah tida ada guna..” (P4)
ada, merupakan satu hal mendasar yang harus dilakukan dalam setiap pengambilan keputusan
2. Tema Sumber Informasi DNR Inadekuat
“….habis itu dokter memanggil keluarga.. hmmm..
Sumber informasi DNR Inadekuat dalam
diberkan motifasi terus habis itu memutuskan
penelitian ini dibangun dari 2 sub tema yaitu sub
untuk DNR..” (P1)
tema belum terlaksananya pemberian informasi
“….. yang penting ada edukasi ke keluarga..” (P4)
DNR secara formal dan sub tema informasi
Keterlibatan sebagai
usaha
keluarga tim
dapat
kesehatan
diartikan
berdasarkan pengalaman.
untuk
Belum pernah ada pelatihan mengenai DNR
mengikutsertakan keluarga dalam pengambilan
yang diadakan di rumah sakit juga menjadi
keputusan DNR. Keterlibatan keluarga dalam
indikator
konteks ini juga dapat diartikan sebagai hak
informasi DNR secara formal.
keluarga untuk meminta tindakan DNR.
“… belum pernah ikut workshop…” (P3)
“….. pada akhirnya DNR nanti yang menentukan
“… belum pernah ikut pelatiihan DNR.. PPGD
adalah keluarga..” (P5)
saja..” (P1)
“….pernah pasien CKB, tidak memungkinkan
“… jadi, belum ada materi khusus yang
dilakukan tindakan operasi… dan keluarga
memberikan tentang DNR..” (P5)
menolak (tindakan medis)…” (P2)
belum
terlaksananya
pemberian
3. Tema Penolakan Labelling
Diagnosa DNR ditentukan juga dengan
Tema penolakan labelling didapatkan dari 2
melihat kondisi fisik pasien. Beberapa kondisi
sub tema yaitu sub tema penolakan terhadap
fisik pasien yang menjadi kriteria pengambilan
usulan DNR dan permintaan pemberian CPR.
keputusan DNR adalah pasien terminal, pasien
Penolakan labelling yang dilakukan oleh keluarga
3
Vol X Nomor 4Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
berupa penolakan terhadap usulan DNR yang
“..harus
disampaikan oleh dokter. Penolakan keluarga
dimengerti..” (P4)
terhadap usulan DNR dinyatakan dengan secara
“…bisa dengan menjelskan sedikit demi sedikit
langsung tidak menghendaki DNR.
berulang-ulang.. jadi ndak langsung..” (P2)
“…..keluarga kadang menolak..” (P1)
“..dengan bahasa yang agak panjang.. agak
“…tapi ya kadang kala keluarga pasien gak
muter..” (P3)
terima..” (P4)
bahasa
yang
dapat
Komunikasi efektif memerlukan membina
Penolakan labelling juga disampaikan oleh keluarga
menggunakan
pasien
dalam
bentuk
hubungan saling percaya (BHSP) terlebih dahulu
permintaan
antara petugas kesehatan dengan keluarga pasien
pemberian CPR. Permintaan pemberian CPR
“..yang pertama.. membina hubungan dulu dengan
sebagai upaya memaksimalkan terapi.
keluarga secara tidak formil gitu mbak..” (P3)
“…tetap meminta semua dimaksimalkan (dalam
“…jadi..pendekatane ke keluarga..” (P5)
arti, jika terjadi cardiac arrest pada pasien maka
Komunikasi efektif dapat juga dilakukan
tetap dilakukan pemberian tindakan CPR..” (P1)
dengan menggunakan pendekatan agama, dan
“… kadangkala juga ada keluarga pasien yang
melihat faktor lain seperti pendidikan dan
masih pengen pasien diusahakan untuk sembuh
ekonomi.
walaupun kemungkinannya Cuma 1%..” (P4)
“…mengetahui
agamanya
lalu..hmmm..memberikan
4. Tema Strategi Penerimaan Labelling
apa
sesuai
dulu dengan
keyakinan dia..” (P3)
Tema strategi penerimaan labelling dibangun atas 3 sub tema. Ketiga sub tema tersebut antara
“…kita juga harus lihat faktor pendidikannya…
lain komunikasi efektif, dan penerimaan kondisi
dan faktor ekonominya…” (P4)
pasien
Penerimaan kondisi pasien dapat dilakukan
Komunikasi efektif yang dapat dilakukan
dengan pasrah, dan ikhlas.
adalah dengan menyampaikan informasi dengan
“… tapi akhirnya kembali lagi.. itupun (CPR)
real atau nyata
tidak menyelesaikan masalah… akhirnya juga
“… kalau motivasi kita real kepada keluarga itu..
tidak tertolong…” (P5)
keluarga tidak mungkin ada…yang ibarate protes..
“…mungkin sudah yang terbaik..” (P3)
atau tanya-tanya..karena penjelasan ke keluarga
“…kalau pasiennya sudah terpasang ventilasi
itu kalo mengena..dan masuk akal..keluarga
mekanik (lalu di DNR).. rasanya sudah ikhlas..
mampu menerima..” (P2)
sudah menerima..” (P5)
Untuk
melakukan
komunikasi
efektif,
5. Tema Kompleksitas Eksistensi Hak Keluarga-
informasi juga disampaikan ecara bertahap,
Pasien
informasi disampaikan dengan rinci atau jelas,
Tema kompleksitas eksistensi hak pasien-
“…memang pelan-pelan menjelaskannya…” (P3)
keluarga dibangun berdasarkan 4 sub tema yaitu
“..kalau kita dapat menjelaskan dengan rinci,
sub tema mempersiapkan psikis menghadapi
keluarga dapat menerima..” (P4)
kedukaan, sub tema hak mengakhiri perawatan
4
Vol X Nomor 4Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
pasien, hak mendapatkan informasi seluas-
monitoring. Personal higien yang bisa dilakukan di
luasnya, dan hak didampingi 24 jam.
ruang ICU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
Sub tema mempersiapkan psikis keluarga
adalah sibin (memandikan pasien), oral higien, dan
menghadapi kedukaan dibentuk dari adanya
bentuk kegiatan memelihara kebersihan diri
pengkajian kesiapan psikis keluarga.
lainnya.
“… sekarang kita sudah ada.. apa namanya.. e..
“…ya tetap kita sibin.. terus kita bersihkan..” (P1)
pengkajian akhir hayat… itu untuk menilai pasien-
“..kita
pasien yang menjelang ajal.. keluarganya gimana
e…personal higien..oral higien..dan sebagainya..”
gitu..” (P2)
(P2)
“… sudah ada pengkajian akhir hayat.. jadi pasien
“…kita berikan kebersihan diri..dimandikan..”
yang sudah dinyatakan DNR otomatis kita harus
(P3)
memberikan bantuan higien..misalkan
mengkajikesiapan keluarga menghadapi akhir
Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar yang
hayat meliputi bagaimana mental keluarga..” (P5)
lainnya adalah monitoring. Monitoring atau
Pemberian informasi menjadi satu hak dari
pemantauan dilakukan oleh perawat di ruang ICU
pasien maupun keluarganya yang harus tetap
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten kepada
dipenuhi.
semua pasien. Monitoring dilakukan terhadap vital
“…jadi kita harus tetap berkomunikasi dengan
sign, balance cairan.
keluarga.. sebaiknya gimana…” (P1)
“…tapi kalau kami di sini juga e.. melakukan
“…tapi yang dulu dulu pernah kita DNR hanya
tindakan pada pasien DNR itu ya tetap sama..
sepihak… tidak ada persetujuan keluarga bahwa
tetap kita monitor…” (P1)
ini pasiennya DNR..” (P5)
“..tetap ada monitoring… balance cairan tetap kita lakukan.. vital sign tetap kita lakukan..” (P5)
Hak didampingi 24 jam oleh orang terdekat menjadi hak pasien selanjutnya yang harus tetap
Perawatan bermartabat selanjutnya adalah
dapat terpenuhi. Hak ini belum terpenuhi karena
perawatan dengan memandang martabat pasien.
masih adanya restriksi jam kunjung keluarga
perawatan memandang martabat pasien dapat
pasien.
berupa melibatkan keluarga. Memberikan motivasi
“…kita motivasi keluarga ya saat jam kunjung..”
pada
(P2)
mendoakan
“…keluarga kan masuk hanya saat jam kunjung
menggambarkan terlibatnya keluarga.
saja..” (P3)
“…kalau kita di sini tetep motivasi keluarga..”
sub tema yaitu sub tema pemenuhan kebutuhan dan
sub
tema
perawatan
dengan
personal
tindakan
yang
optimalisasi
asuhan.
Memberikan
pelayanan maksimal dan tetap menjaga kondisi
Pemenuhan kebutuhan dasar manusia dapat pemenuhan
menyarankan
Perawatan bermartabat juga dapat dilakukan
memandang martabat pasien.
berupa
merupakan
dan
“…kita sarankan mendoakan..” (P3)
Tema perawatan bermartabat dibangun dari 2
manusia
pasien
(P1)
6. Tema Perawatan Bermartabat
dasar
keluarga
higien,
pasien merupakan bentuk tindakan optimalisasi
dan
asuhan.
5
Vol X Nomor 4Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
“…kita tetap memberikan pelayanan maksimal..”
“…. Toh kalo kita pertahankan.. juga kita
(P1)
semakin.. ibarate menyalahi aturan.. karena
“…perawatan ET, kemudian juga alih baring..
ibarate kita memaksa mayat hidup untuk
kemudian juga ROM-nya atau bronkial suction…
bernafas..” (P2)
patensi airway tetep dijaga..” (P4)
“.. kadang-kadang dilema.. ini seperti
Perawatan secara alamiah juga merupakan gambaran
perawatan
memandang
melakukan euthanasia.. apakah dengan
martabat.
melakukan
sedanya dan minimal. tinggal
saya
melakukan
euthanasia…??” (P4)
Perawatan secara alamiah dilakukan dengan “…kita
DNR
8. Tema Empati
merawat
dengan
seadanya
Tema empati dalam penelitian ini dibentuk
ibarate..jadi misalkan oksigen dengan konsentrasi
oleh
sub-sub
tema
empati.
Empati
rendah.. misalkan terpasang ventilator itupun juga
berkembang dari perasan empati itu sendiri.
dapat
sesuai RR (respiration rate) nya.. tidak kita lebih-
“…. Nek saya pribadi ya empatinya ada..”
lebihkan..” (P2)
(P3)
“..obat
kan
otomatis
sudah
diminimalkan..
“…. Kalau ini keluarga kita bagaimana…”
ventilator juga dengan FiO2 minimal..” (P3).
(P4)
Bentuk perawatan memandang martabat selanjutnya
adalah
menganggap
manusiawi
yaitu
tetap
sebagai
manusia
dan
pasien
Empati juga dapat berkembang dari perasaan iba yang dirasakan perawat. “…. Perasaan saya ya ada rasa kasian dan
menyediakan bimbingan rohani.
sebagainya…” (P3)
“..tapi sebagai perawat.. biarpun itu mati dalam
“…...
arti DNR.. kita tetap harus memperlakukan
langsung..” (P3)
sebagai manusia..” (P4)
“… kadang-kadang saya merasa bersalah…”
“…kita sampaikan bahwa ada fasilitas bimbingan
(P4)
rohani..” (P5)
ndak tega lah istilahnya secara
9. Tema Iklim Kolaborasi Inkonsisten Tema
7. Tema Dilema Psikis
inkonsistensi
iklim
kolaborasi
Tema dilema psikis dalam penelitian ini
terbentuk dari adanya 5 sub tema yaitu sub tema
dibangun oleh sub-sub tema penolakan nurani
konsistensi pelaksanaan job disk penyampaian
dan juga dilema. Penolakan nurani merupakan
informasi, inkonsistensi penerapan job disk,
bentuk ketidaksepahaman antara tanggung jawab
pendelegasian
dan peran perawat dengan kata hati (nurani).
komunikasi
“….. nek kalau hati nurani saya sebenarnya DNR
ketidakberdayaan menjalankan peran.
sesuai antara
protap,
terbangunnya
perawat-dokter,
dan
itu kalau misal oksigen dikurangi, obat-obatan
“..kalo tentang medis.. itu nanti.. dokter yang
dikurangi… nggak sepaham dengan hati nurani
menyampaikan..” (P2)
saya…” (P1)
“…perawat yang diinformasikan ke keluarga ya tentang perawatan..” (P2)
Dilema dapat timbul karena adanya perasaan menyalahi aturan dan dilema itu sendiri.
6
Vol X Nomor 4Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati Terbangunnya komunikasi antara perawat-
ISSN : 1907 - 3887 disampaikan oleh perawat karena di sini dokternya tidak 24 jam di tempat…” (P5)
dokter diwujudkan dengan adanya diskusi antar tim kesehatan.
10. Tema Jaminan Perlindungan Legalitas
“... jadi..antar tim kesehatan (perawat dan
Tema jaminan perlindungan legalitas pada
dokter) sudah sependapat bahwa itu MBO dan
penelitian ini dibangun oleh 2 sub tema yaitu sub
DNR.. jadi tidak ada masalah..” (P3)
tema pentingnya dokumentasi dan saksi.
“… itu dibicarakan oleh dokter dan perawat
Informed consent dan penandatanganan
bahwa ini nanti DNR saja begitu..” (P5)
merupakan suatu proses mendokumentasikan
Ketidakberdayaan menjalankan peran dapat
tindakan DNR.
disebabkan karena adanya kebiasaan yanng sudah
“…..
ada
informed
terbangun.
pengamanan gitu..” (P4)
consent..
untuk
“…kita rawat sesuai dengan e… instruksi
“…. harus ada informed consentnya..” (P5)
(dokter)..” (P3)
saksinya..” (P4)
“…kita melakukan sesuai dengan e… opo…
Penandatanganan
merupakan
satu
bentuk
sesuai dengan order..” (P3)
keabsahan dari pernyataan yang telah disampaikan oleh
“… yang penting terapi yang ditentukan
keluarga. “…. Bertandatangan hitam di atas putih atas
dokter, yang dipilih dokter, yang sudah tertera
perintah dokter…” (P2)
dalam status pasien.. kita laksanakan..” (P5)
“….
Ketidakberdayaan menjalankan peran juga
Kita
sudah
tidak
lakukan
tindakan
penyelamatan.. dan itu sudah ditandatangani oleh
dapat dilihat dari tidak adanya kuasa menolak
keluarga yang bersangkutan maupun pasien..” (P2)
perintah dokter.
Saksi merupakan salah satu bentuk jamiinan
“…tapi kalau dokter sudah memutuskan itu
perlindungan legalitas.
kita juga tidak bisa menolak dokter kan mbak..
“..kalau mau mnejelaskan juga nek bisa jangan
(P1)
Cuma ke 1 orang saja..harus ada
“….tapi dokter sudah memutuskan itu mau
DISKUSI
bagaimana lagi..” (P5)
Penentuan DNR diputuskan oleh dokter sesuai
Inkonsistensi penerapan job disk dapat terlihat
dengan hasil pemeriksaan maupun berdasarkan usulan
dari adanya kondisi dimana perawat melampaui
perawat. Pengalaman dalam pengambilan keputusan
kewenangannya.
DNR terkait siapa yang berhak menentukan diagnosa
“…nah…kadang kala perawat melampaui
DNR tersebut didukung oleh Brizzi (2012) bahwa
batas kewenangannya untuk menjelaskan ke
diagnosa DNR ditentukan oleh dokter dengan melihat
keluarga bahwa pasien sudah mati batang
berbagai pertimbangan seperti kondisi pasien dan
otak.. apalagi di luar jam kerja.. karena
rekomendasi perawat.
keterbatasan dokter yang jaga… “ (P4)
Setelah rencana diagnosa DNR diambil maka
“.. kita biasanya menyampaikan kondisi mungkin
kondisinya
menurun
saat
sesegera mungkin keluarga diberikan informasi
ini
mengenai kondisi pasien dan rencana diagnosa DNR. Pemberian informasi dapat dilakukan oleh dokter
7
Vol X Nomor 4Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
sendiri ataupun bersama-sama dengan perawat.
tingginya harapan keluarga terhadap kesembuhan
penegakkan diagnosa DNR dapat diputuskan setelah
pasien, yang mana keluarga menyampaikan keinginan
didapatkan hasil dari proses penyampaian informasi
agar pasien tetap dapat mendapatkan terapi yang
kepada keluarga pasien. Keluarga pasien dapat saja
maksimal, termasuk pemberian CPR pada saat cardiac
menerima ataupun menolak rencana diagnosa DNR
arrest. Penolakan labelling yang dilakukan oleh
tersebut dengan pertimbangan-pertimbangan yang
keluarga setelah mendapatkan informasi terkait
telah disampaikan oleh dokter dan perawat.
kondisi pasien tetap menjadi hak yang harus dihormati
Ada kalanya keluarga pasien sendiri lah yang
(General Medical Council, 2014).
secara langsung meminta untuk tidak melanjutkan
Untuk mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan
terapi bahkan meminta tidak dilakukannya CPR pada
solusi,
pasien. Keterlibatan keluarga dalam proses penentuan
penerimaan labelling. Strategi penerimaan labelling
keputusan DNR dijelaskan oleh Pham, et al (2011)
diantaranya adalah dengan komunikasi yang efektif
menjelaskan bahwa keluarga memiliki hak untuk
dan dengan menerima kondisi pasien. Komunikasi
menentukan
perawatan
efektif yang dilakukan oleh perawat di ruang ICU
keluarganya. Hak keluarga tersebut termasuk pula hak
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten antara lain
menentukan
yang
dengan cara menyampaikan kondisi pasien dengan
juga dirasa sudah
real; rinci, jelas; bertahap; dengan membina hubungan
keputusan
DNR.
terhadap
Keterlibatan
tercermin dalam penelitian ini
keluarga
sesuai dengan SOP yang ada.
yang
dijelaskan
dalam
tema
strategi
saling percaya dengan keluarga pasien; dengan
Penentuan DNR juga didasarkan pada kondisi
pendekatan agama; dan dengan melihat faktor lain
pasien. Saczynski (2012) dan Michael (2002)
(faktor ekonomi dan pendidikan). Komunikasi adalah
menyampaikan beberapa kondisi pasien yang dapat
satu aspek penting dalam pengambilan keputusan
dijadikan kriteria pengambilan keputusan DNR seperti
DNR (Kirchoff et al, 2000).
umur, jenis kelamin, riwayat comorbid, dan harapan
The
hidup..
British
Medical
Association,
the
Resuscitation Council (UK), and the Royal Collage of
Kesesuaian penerapan prosedur DNR juga
Nursing (2014) menjelaskan bahwa komunikasi yang
menjelaskan bahwa terdapat peniadaan pemberian
diberikan haruslah diupayakan sedemikian rupa
CPR pada pasien-pasien DNR. Peniadaan pemberian
sehingga nantinya dapat diterima oleh keluarga pasien.
CPR ini sesuai dengan prosedur DNR yang berlaku di
Menjelaskan dengan rinci dan detail serta relevan
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. DNR sendiri
dengan kondisi yang dialami pasien saat ini dapat
didefinisikan sebagai suatu kegiatan penghentian
membantu keluarga untuk memahami apa yang terjadi
upaya memperpanjang umur klien dengan tidak
pada pasien.
memberikan CPR (Park, 2011; Morrison, et al, 2010).
Penerimaan kondisi pasien juga menjadi salah
Penolakan penegakkan diagnosa DNR menjadi
satu strategi yang dapat dilakukan agar pemberian
salah satu pertimbangan untuk tidak ditegakkannya
label DNR dapat diterima. The British Medical
diagnosa DNR. Penolakan penegakkan diagnosa DNR
Association, the Resuscitation Council (UK), and the
ini dijelaskan dalam tema penolakkan labelling.
Royal Collage of Nursing (2014) menjelaskan bahwa
Penolakan label DNR dapat dipengaruhi oleh masih
meyakinkan keluarga mengenai kondisi pasien yang
8
Vol X Nomor 4Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
tidak lagi dapat bertahan meskipun diberikan tindakan
merasakan empati, merasa iiba, dan bersalah. Perasan
CPR merupakan hal yang penting. Tim kesehatan
empati ini dapat disebabkan pula oleh keputusan DNR
dituntut untuk memiliki seni dalam hal tersebut,
yang ada dan tidak adekuatnya sumber informasi DNR
hingga keluarga pasien berada pada satu titik yaitu
yang dimiliki perawat. Perasaan empati yang muncul
menerima kondisi pasien. Penerimaan kondisi pasien
juga dapat menjadi dampak dari tingginya intensitas
juga harus dilakukan oleh perawat agar tidak
pertemuan antara perawat dengan pasien (Elpern, et al.
mempengaruhi
2005). Yand, et al (2001) mengatakan bahwa hampir
pengambilan
keputusan
DNR
(Kirchof, et al, 2005).
semua perawat yang pernah merawat pasien dengan
Fenomena peningkatan label DNR juga dapat
DNR pernah merasa empati.
menimbulkan dilema bagi perawat yang bertugas di
Kirchof, et al (2005) mengatakan, seperti halnya
ruang ICU (Orser, 2008). Keputusan DNR dapat
kondisi dilema yang dialami perawat, empati dapat
menimbulkan dilema psikis pada perawat di ruang
menjadi kendala dalam pemberian perawatan yang
ICU
Klaten
optimal pada pasien. Berdasarkan penelitian Yand, et
dikarenakan timbulnya penolakan dari hati nurani
al (2001) tersebut diketahui bahwa proses perawatan
perawat terhadap label DNR dan kondisi dilema itu
yang
sendiri. Timbulnya dilema psikis ini juga dapat
diakibatkan oleh empati yang dirasakan perawat.
RSUP
Dr.
Soeradji
Tirtonegoro
dilakukan
perawat
menjadi
terhambat
dipengaruhi oleh masih belum adekuatnya sumber
Kondisi dilema maupun empati yang dirasakan
informasi tentang DNR yang dimiliki oleh perawat.
perawat dapat juga disebabkan karena informasi DNR
Perawat tidak dapat terhindar dari perasaan dilema.
yang diperoleh mereka belum adekuat, hal ini
Merawat pasien setiap hari, melihat perkembangan
dijelasakan pada tema sumber informasi DNR
kondisi pasien, membuat rencana DNR seperti dua sisi
inadekuat. NEoLCP (2012) menjelaskan bahwa
mata uang bagi perawat, disatu sisi harus menerima
ketidakadekuatan sumber informasi mengenai DNR
bahwa pemberian tindakan CPR sudah tidak lagi
akan menimbulkan miskonsepsi terkait DNR itu
efektif untuk pasien namun di sisi lain muncul
sendiri.
perasaan
seolah-olah
pemahaman terhadap proses pengambilan keputusan,
keluarganya. Dua hal tersebut dapat menjadikan
hingga perawatan yang harus dilakukan pada pasien
perawat merasa dilema. Dilema menjadi salah satu
dengan DNR. Sumber informasi inadekuat juga
kondisi yang dapat mempengaruhi pemberian perawat
memicu timbulnya dilema dan empati pada perawat.
yang bermartabat kepada pasien. Kondisi ini didukung
Sumber informasi DNR yang inadekuat dapat pula
oleh penelitian Elpern, et al (2005) yang menjelaskan
menimbulkan penerapan iklim kolaborasi menjadi
bahwa dilema yang timbul dan dirasakan perawat akan
inkonsisten. Pada akhirnya sumber informasi DNR
menjadi satu kendala untuk memberikan perawatan
yang inadekuat dapat mempengaruhi tidak efektifnya
yang optimal.
pemberian perawatan yang bermartabat
iba
dan
melihat
pasien
DNR juga dapat menimbulkan perasaan empati
Miskonsepsi
ini
meliputi
kesalahan
Penegakkan diagnosa DNR tentunya akan
dari perawat. Munculnya perasaan empati pada
memunculkan
perawat di ruang ICU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
keluarganya. Hak-hak pasien dan keluarga dikemas di
Klaten kuatkan oleh pernyataan perawat yang pernah
dalam tema kompleksitas eksistensi hak pasien-
9
hak
baik
dari
pasien
maupun
Vol X Nomor 4Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887
keluarga. Hak-hak tersebut antara lain hak mendapat
perawatan end of life yang optimal. Pendokumentasian
informasi seluas-luasnya, hak mendapatkan persiapan
tersebut didukung oleh tema jaminan perlindungan
menghadapi kedukaan, hak mengakhiri perawatan,
legalitas. Dokumentasi dalam setiap tindakan yang
dan hak didampingi 24 jam. Hak mengakhiri
dilakukan pada pasien DNR haruslah meliputi
perawatan didukung oleh NEoLCP (2012) yang mana
dokumentasi yang tercatat dengan jelas (The British
di dalamnya dijelaskan bahwa pasien memiliki hak
Medical Association, the Resuscitation Council (UK),
untuk memutuskan perawatan yang akan diberikan
and the Royal Collage of Nursing, 2014). Informasi
kepadanya. Hak tersebut termasuk pula hak pasien dan
yang kita berikan pada pasien ataupun keluarganya
keluarga untuk memilih keputusan DNR. Kirchoff, et
terkait kondisi pasien dan rencana tindakan akan kita
al (2005) menjelaskan bahwa pasien dan keluarga
lakukan
memiliki hak untuk mendapatkan penjelasan dengan
menyertakan tujuan dan persetujuan (GMC, 2012).
haruslah
didokumentasikan
dengan
jelas, rinci, dan relevan. Higgins (2010) menyatakan
Pemberian perawatan bermartabat juga tetap
bahwa satu kebutuhan yang dapat kita penuhi pada
harus dilakukan. Pemberian perawatan bermartabat
pasien DNR adalah mendapatkan kesempatan untuk
merupakan bentuk dari pemberian end of life care
dekat dengan seseorang yang dapat merawatnya,
pada pasien DNR. GMC (2012) juga menjelaskan
dalam hal ini keluarga pasien. Dari hasil penelitian ini
perawatan yang bermartabat pada pasien end of life
diketahui bahwa pasien yang telah diberikan label
meliputi
DNR saja masih belum terpenuhi haknya untuk bisa
terhadap suku atau kelompok tertentu. Standart
selalu dekat dengan orang terdekat sebelum meniggal
perawatan yang sama akan membantu pelaksanaan
dunia.
perawatan bermartabat. Clark, et al
perawatan
tanpa
adanya
diskriminasi
(2007)
Hak-hak pasien maupun keluarganya tersebut
mendukung hasil penelitian yang didapatkan yaitu
dapat tidak terpenuhi apabila terdapat penerapan
pemberian perawatan bermartabat meliputi turut
kolaborasi antara perawat-dokter yang tidak kondusif,
melibatkan
hal ini tertuang di dalam tema iklim kolaborasi
emosi dan spiritual, memenuhi kenyamanan pasien.
inkonsisten. Boyd et al (2011) mengatakan bahwa
penelitian Chen (2008) dan Park (2011)
kondisi kolaborasi antara perawat dan dokter di
mengatakan bahwa pemenuhan perawatan yang
lapangan selama perawatan pasien juga masih belum
mendapatkan perawatan rutin seperti bed making,
optimal, dan perawat cenderung hanya menyetujui
morning care, monitoring vital sign, mengontrol suhu
delegasi perawatan tanpa terlibat diskusi dalam
tubuh, manajemen dan monitoring cairan IV,
pengambilan keputusan.
manajemen
Walau
bagaimanapun
kondisi
perawat,
keluarga,
mempertimbangkan
asam-basa/monitoring
faktor
yang
elektrolit,
manajemen drain tube, manajemen infeksi.
munculnya kondisi dilema dan empati dari perawat, munculnya penolakkan maupun persetujuan tindakan
KETERBATASAN PENELITIAN
DNR oleh keluarga, adanya kolaborasi yang tidak
Peneliti belum menggali pengalaman perawat
konsisten, dan informasi DNR perawat yang tidak
saat mendampingi pasien menghadapi kematian.
adekuat tentunya
tetap
Peneliti juga tidak menggali pengalaman perawat saat
pendokumentasian
yang
harus diikkuti dengan jelas
dan
pemberian
mengalami kondisi DNACPR.
10
Vol X Nomor 4Oktober 2015 - Jurnal Medika Respati
ISSN : 1907 - 3887 Higgins, P. A. (2010). Peaceful End of Life Theory. Nursing Theorist and Their Work. M. R.
KESIMPULAN
Alligood and A. M. Tomey. United State of
Keputusan DNR ditentutan oleh beberapa
America, Elsevier: 754.
kriteria dan keterlibatan keluarga sangat dibutuhkan dalam proses tersebut. Keputusan DNR ini akan
Beckstrand, R. L., L. C. Callister, et al. (2006).
menimbulkan beberapa kondisi pada perawat dan
"Providing a "Good Death": Critical Care
keluarga pasien seperti dilema, empati dan penolakan
Nurses' Suggestioons for Improving End-Of Life
keluarga.
tidak
Care"." American Journal of Critical Care 15(1).
menghambat pemberian perawatan optimal bagi
Braun, V. & Clarke, V. (2006) Using Thematic
Kondisi
tersebut
diharapkan
Analysis in Psychology. Qualitative research in
pasien.
Psychology, 3, 77-101. Pham, J.C., Trueger, S., hilton, J., Khare, R. K., Smith,
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih tak terhingga kepada Dr.
J. P., & Bernstein, S. L. (2011). Interventions to
Titin Andri Wihastuti, S.Kp, M.Kes dan Dr. Indah
Improve Patient-centered Care During Times of
Winarni, MA selaku penguji yang telah memberikan
Emergency Department Crowding. Academic
kontribusi terhadap perbaikan penelitian ini. Kepada
Emergency Medicine 18(12)
seluruh
partisipan
atas
informasi
yang
Park, Y.-R., J.-A. Kim, et al. (2011). "Changes in How ICU Nerses Perceive The DNR Decision and Their Nursing Activity After
telah
disampaikan.
REFERENSI Saczynski, J. S., E. Gabbay, et al. (2012). "Increase in The Proportion of Patients Hospitalized With Acute Myocardial Infarction With Do-NotResuscitate Orders Already in Place Between 2001 and 2007: A Nonconcurrent Prospective Study." Clinical Epidemiology 4: 267-274 Weiss, G. L. and C. A. Hite (2000). "The Do-NotResuscitate Decision: The Context, Process, and Consequences of DNR Orders." Death Studies 24(4): 307. Orser, L. A. (2008). "Critical Care Nurses' Perception of End-Of-Life Care." Proquest. Field, J. M., M. F. Hazinski, et al. (2010). "Part 1: Executive Summary: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care." Circulation 122.
11