PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Setiap pasangan pasti ingin merencanakan sebuah keluarga yang bahagia dengan menikah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menikah adalah ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama (KBBI, 2008). Di Amerika Serikat, menurut National Vital Statistics Reports (2009) jumlah penduduk pada tahun 2008 adalah sekitar 305,8 milyar dengan jumlah pernikahan yang tercatat adalah 2,162,000 orang yaitu 7,1/1000 populasi total. Terdapat penelitian menyatakan bahwa usia rata-rata pernikahan pertama perempuan adalah 25 tahun manakala lelaki 27 tahun (Goodwin, Mc Gill, & Chandra, 2002). Sementara itu, menurut United Nations Statistics Division (2009), jumlah penduduk di negara-negara Asia Tenggara yaitu Brunei adalah sebanyak 3,397,000 orang, Kemboja 148,054,000 orang, Malaysia 274,678,000 orang, Filipina 919,831,000 orang, Singapura 47,369,000 orang, Thailand 6,776,4000 orang dan Vietnam 880,689,000 orang. Menurut Demographic Yearbook (2007), jumlah pernikahan di Brunei sebanyak 2,176; Filipina 518,595; Singapore 23,960 dan Vietnam 480,064. Usia rata-rata pernikahan pertama di Brunei bagi perempuan adalah 25,1 tahun manakala lelaki 27,3 tahun; di Kemboja, perempuan 22,5 tahun manakala lelaki 24,2 tahun; di Malaysia, perempuan 22,5 tahun manakala lelaki 25,9 tahun; di Filipina, perempuan 24,1 tahun manakala lelaki 26,6 tahun; di Singapura, perempuan 26,5 tahun manakala lelaki 30,0 tahun; di Thailand, perempuan 23,5 tahun manakala lelaki 26,0 tahun (United Nations Statistics Division, 2008). Di Indonesia, menurut Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 213,375,287 orang dengan jumlah pernikahannya adalah sebanyak 47,156,902. Hasil data dari Federasi Kependudukan Internasional (IPPF) menyatakan bahwa usia rata-rata perkawinan
Universitas Sumatera Utara
pertama pada perempuan (usia 20-49) adalah 19,5 tahun manakala untuk laki-laki (usia 15-49) adalah 25,2 tahun (IPPF, 2006). Dalam Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 remaja berpendapat usia ideal menikah bagi perempuan adalah 23,1 tahun. Sedangkan usia ideal menikah bagi laki-laki 25,6 tahun yaitu terdapat kenaikan jika dibandingkan dengan hasil SKRRI 2002-2003 yaitu remaja berpendapat usia ideal menikah bagi perempuan 20,9 tahun. Sedangkan usia ideal menikah bagi pria 22,8 tahun. Menurut data yang telah diambil, peningkatan jumlah penduduk signifikan dengan peningkatan jumlah pernikahan sehingga meningkatkan lagi jumlah kelahiran bayi. Secara global, sekurang-kurangnya 7,6 juta bayi lahir setiap tahun dengan penyakit genetik. 90% daripadanya lahir pada negara pertengahan dan berpenghasilan rendah. Data prevalensi yang akurat sulit untuk dikumpul terutama di negara-negara berkembang karena masih terdapat banyak kasus yang tidak terdiagnosa. Di negara maju, penyakit genetik dan kelainan bawaan adalah penyebab kematian kedua yang paling umum pada bayi dan anak-anak dengan prevalensinya adalah 25-60 per 1000 (WHO, 2005). Kebanyakan kasus-kasus kelainan genetik yang dirawat di departemen anak di Seattle, Amerika Serikat adalah kecacatan kromosom (0.6%), gen tunggal (3.9%) dan poliogenik (48.9%); sementara di Montreal, Kanada masing-masing kasus adalah sebanyak 0.4%, 6.9% dan 29%. Sementara itu, terdapat penelitian yang menyatakan bahwa secara keseluruhan kasus kelainan genetik yang dirawat di rumah sakit adalah sebanyak 50%. 10% daripadanya meninggal saat perinatal manakala 40% meninggal pada tahun pertama (WHO, 2005). Di Indonesia, data-data seperti ini sulit untuk ditemukan. Laporan kasus penyakit genetik yang dirawat di RS. Ibu dan Anak Harapan Kita Jakarta (19901994) adalah seperti berikut; kecacatan kromosom (5.21%), gen tunggal (6.46%), poliogenik (8.84%) dan kasus secara keseluruhan adalah sebanyak 3.16%. Meskipun persentasi kasus di Indonesia lebih rendah berbanding di Amerika Serikat, namun sebenarnya banyak lagi kasus yang tidak terdiagnosa (Romi, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Saat ini Talasemia merupakan penyakit keturunan yang paling banyak di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat Talasemia sekitar 5-6 persen dari jumlah populasi. Jumlah pembawa sifat ini berbeda-beda dari satu propinsi ke propinsi lain. Yang tertinggi, Palembang; 10 persen. Menyusul kemudian, Ujung Pandang; 7,8 persen, Ambon; 5,8 persen, Jawa; 3-4 persen, Sumatera Utara; 1-1,5 persen. Bagi sebagian besar orang tua, mempunyai anak yang menderita talasemia merupakan beban yang sangat berat, baik moral maupun material. Pasalnya, selain harus terus memonitor tumbuh kembang si anak, biaya yang dibutuhkan untuk transfusi darah juga tergolong mahal, bisa menghabiskan jutaan rupiah tiap bulannya. (Tamam, 2009). Penyakit genetik sudah sering terjadi di dunia ini, banyak manusia yang telah menjadi penderita penyakit keturunan. Seringkali hal ini terjadi tanpa pencegahan ataupun penanganan dengan ilmu yang benar, terutama pada masyarakat kelas menengah ke bawah. Beberapa penyakit genetik yang paling umum (Talasemia, Cystic Fibrosis, penyakit darah dan Phenylketonuria) dapat dikelola dengan cukup sukses. Pendekatan pencegahan yang efektif untuk penyakit genetik telah dibuktikan di negara-negara di mana gen abnormal yang diwarisi dapat diidentifikasi. Misalnya di Siprus, Yunani dan Italia, penapisan (screening) untuk Talasemia merupakan praktek nasional yang standar. Pada pasangan yang berisiko ditawarkan diagnosis dini pada kehamilan pertama, sebagian besar di antaranya yang menggunakan layanan ini akan menghasilkan keturunan yang sehat (WHO, 2005). Program penapisan perlu didukung dengan edukasi kepada masyarakat dan undang-undang tertentu untuk memberdayakan masyarakat dengan membuat keputusan bijak diatas hasil tes agar dapat
melindungi dirinya dari
didiskriminasikan oleh pihak-pihak tertentu (WHO, 2005). Dari semua penelitian yang telah ada belum dijumpai penelitian yang membahas masalah upaya penapisan Talasemia untuk pasangan usia subur sebelum menikah.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirasakan perlu untuk dilakukan penelitian yang membahas “Bagaimana tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) angkatan 2005 dan 2006 tentang penapisan (screening) penyakit Talasemia sebagai persiapan pranikah?”.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.
Tujuan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2005 dan 2006 tahun 2010 terhadap penapisan penyakit Talasemia sebagai persiapan pranikah. 1.3.2.
Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1.
Mendapatkan sumber informasi mahasiswa FK USU angkatan 2005 dan 2006 tahun 2010 tentang penapisan Talasemia.
2.
Mendapatkan tingkat pengetahuan mahasiswa FK USU angkatan 2005 dan 2006 tahun 2010 terhadap penapisan Talasemia
3.
Mendapatkan tingkat pengetahuan mahasiswa FK USU angkatan 2005 dan 2006 tahun 2010 mengenai penyakit Talasemia
4.
Mendapatkan sikap mahasiswa FK USU angkatan 2005 dan 2006 tahun 2010 mengenai penapisan Talasemia.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk 1.
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2005 dan 2006 tahun 2010 supaya melakukan penapisan Talasemia sebagai persiapan awal pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Suatu masukan terutama masyarakat dan lembaga terkait kepada pasangan usia subur mengenai pentingnya untuk melakukan penapisan Talasemia sebagai pencegahan terhadap penyakit Talasemia.
3.
Dinas terkait sebagai masukan untuk dasar memberikan edukasi kepada pasangan usia subur untuk melakukan penapisan Talasemia sebagai persiapan awal pranikah untuk mencegah dari terjadinya pelbagai komplikasi selanjutnya.
4.
Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara