Struktur Komunitas Nekton di Danau Pondok Lapan Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat (Community Structure of Nekton in Pondok Lapan Lake’s Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat North Sumatera) Nurul Azmi1), Yunasfi2), Ahmad Muhtadi2) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (Email:
[email protected]) 2) Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Abstract Nekton is organism that can swim and move on their own accord with example amphibians and aquatic insect. This study aims to determine the structure of nekton community and relation about physical and chemical conditions in the Lake Pondok Lapan . This study was carried out from January to March 2015. Data collection were nekton species composition and abundance, as well as water quality data as a supporter. Nekton retrieval used fish nett and fishing rod. The results showed there were 5 of the Ordo, of which 4 ordo belongs to fish and 1 ordo of shrimp. Sepat rawa (Trichogaster trichopterus) was found to be caught at most in the amount of 141 and 56% relative abundance. Diversity nekton in Pondok Lapan lake including low at 1,95. General dominance index value approaching 0 is equal to 0,23. It shows that almost no one species dominates. Value uniformity tends to 1. The figure shows the number of individuals of each type of deployment is the same. Pearson correlation analysis results showed that temperature, depth, water transparancy, pH ,DO and COD has a positive correlation with the abundance of nekton while turbidity and COD have a negative correlation or do not have the relationship with the abundance of nekton. Keywords: Pondok Lapan Lake, Structure Comunity, Nekton.
Pendahuluan Danau Pondok Lapan merupakan danau buatan yang terletak di antara perkebunan sawit. Adapun fungsi utama danau ini adalah sebagai sumber air bagi masyarakat sekitar untuk kegiatan pertanian. Data-data tentang danau tersebut sangatlah terbatas. Data-data terkait sumberdaya yang terdapat di danau sangat diperlukan untuk pengelolaan yang lebih tepat. Diantara beberapa-beberapa data yang dimaksud adalah organisme penyusun danau, seperti ikan, udang, plankton?dan lain lain. Ikan dan udang termasuk organisme nekton. Nekton merupakan organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif dengan kemauan sendiri, misalkan ikan, amfibi dan serangga air besar (Odum, 1994).
Banyaknya spesies nekton di suatu periran dapat memberikan gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Komunitas merupakan kumpulan dari berbagai macam jenis organisme dan ukuran populasi yang hidup dalam habitat tertentu. Komunitas merupakan satu kesatuan yang terorganisir dengan komponen-komponen individu dan fungsi metabolisme yang berdampingan dengan ekosistem. Keragaman spesies yang tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi, karena dalam komunitas itu terjadi interaksi spesies yang tinggi pula dan melibatkan transfer energi (jaring makanan), predasi, kompetisi dan pembagian relung). Dalam siklus hidupnya, ikan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan perairan karena ikan memiliki pola adaptasi yang
tinggi terhadap lingkungan fisik maupun kimia. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 sampai Maret 2015 di perairan Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Setelah didapat nekton akan dihitung kelimpahan dan morfometrinya. Pengambilan sampel dilakukan setiap satu bulan sekali dalam tiga bulan penelitian. Nekton diambil menggunakan alat tangkap jaring, bubu dan pancing. Sampel nekton yang didapat kemudian dihitung kelimpahan dan morfometrinya dan didokumentasikan Identifikasi ikan dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penentuan stasiun penelitian dipilih dengan metode Purposive Random Sampling. Adapun empat stasiun penelitian deskripsi stasiun sebagai berikut: 1. Stasiun I merupakan outlet atau daerah keluaran air Danau Pondok Lapan. Secara geografis terletak pada 3o30’27,02” LU dan 98o17’22,47” BT. 2. Stasiun II merupakan daerah outlet atau daerah keluaran air danau yang berjarak sekitar 533 meter dari stasiun I. Terletak di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Secara geografis terletak pada 3o30’43,97” LU dan 98o17’25,24” BT. 3. Stasiun III terletak sekitar 191 meter dari staiun II. Terletak di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Secara geografis terletak pada 3o30’38,05” LU dan 98o17’26,95” BT. 4. Stasiun IV ini merupakan daerah perkebunan yang berjarak sekitar 234 meter dari stasiun III. Terletak di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Secara geografis terletak pada 3o30’30,90” LU dan 98o17’28,81” BT.
Pengukuran kualitas air dilakukan bersamaan dengan penangkapan ikan. Parameter fisika antara lain pengukuran suhu, kekeruhan, kecerahan dan kedalaman. Parameter kimia terdiri dari pH, DO, BOD5,COD. Identifikasi morfometrik ikan diukur panjang total, panjang standart, panjang kepala, panjang batang ekor, panjang moncong, tinggi sirip punggung, panjang sirip punggung, diameter mata, tinggi batang ekor, tinggi badan, panjang sirip dada, panjang sirip perut. a. Kepadatan Populasi (K) Penghitungan kepadatan populasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut (Barus, 2004) : K= Keterangan: K : Kepadatan Populasi Ai : Jumlah Individu Suatu Spesies (ind) B : Luas Area (m2)
b. Kepadatan Relatif (KR) Perbandingan antara kelimpahan individu tiap jenis terhadap kelimpahan seluruh individu yang tertangkap dalam suatu komunitas (Brower, dkk., 1990) KR =
x 100 %
Keterangan : KR : Kelimpahan Relatif ni : Jumlah individu spesies ke-i N : Jumlah individu seluruh spesies
c. Frekuensi Kehadiran (FK) Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam sampling plot (Barus, 2004): FK =
J
a
an D J
Keterangan : FK = 0 - 25% FK = 25 - 50%
a T a
a
a
J n
x 100 %
: Kehadiran sangat jarang : Kehadiran jarang
FK = 50 - 75% : Kehadiran sedang FK = 75 - 100% : Kehadiran sering/absolute
Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai FK > 25% d. Indeks Diversitas Shannon’ (H’) menggunakan rumus sebagai berikut (Ludwig dan Reynolds, 1988) - ∑
Pi ln Pi
Keterangan : H’ = Indeks Diversitas ni = Jumlah spesies ke-i N = Jumlah semua spesies Pi = Peluang kepentingan untuk tiap spesies = ni/N) e. Indeks Evenness / Indeks Keseragaman (E) (Ludwig dan Reynolds, 1988). E=
g. Kemiripan Habitat Antar Stasiun (Krebs, 1989) Kemiripan habitat antar stasiun berdasarkan kesamaan sifat fisika dan kimia perairan dapat dihitung menggunakan Indeks Similaritas Canberra :
f. Indeks Dominansi Untuk mengetahui ada tidaknya, digunakan indeks dominan Simpson (Ludwig dan Reynolds, 1988) : C=∑
|
|
)]
h. Kemiripan Habitat Antar Spesies (Krebs, 1989) Kemiripan habitat antar spesies berdasarkan kesamaan sifat fisika dan kimia perairan dapat dihitung menggunakan Indeks Matrik Canberra : C=
= Keseragaman = Jumlah Jenis = Keanekaragaman Nekton
(
Keterangan : Ic = Indeks Similaritas Canberra n = Jumlah Parameter yang Dibandingkan X1i dan X2j = Nilai Parameter ke-i dan kej Pada Daerah yang Berbeda
Keterangan :
E S H’
[∑
Ic = 1 -
[∑
(
|
|
)]
Keterangan : C
n Xij, Xik
= Perbedaan Koefisien Matrik Canberra antara sampel j dan k = Jumlah Spesies Dalam Sampel = Jumlah Individu Dalam Spesies i Dalam Setiap Sampel
2
Keterangan: C = Indeks Dominansi Simpson Ni = Jumlah Individu spesies ke-i N = Jumlah individu semua spesies
Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1 indeks 1 menunjukkan dominansi oleh satu jenis spesies sangat tinggi (hanya terdapat satu jenis pada satu stasiun). Sedangkan indeks 0 menunjukkan bahwa diantara jenis yang ditemukan tidak ada yang dominansi.
Analisis Hasil Data Analisis hasil data dilakukan untuk mengetahui hubungan antara keanekaragaman dengan faktor fisika kimia perairan. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode komputerisasi SPSS versi 21. Hasil Kondisi Habitat Danau Pondok Lapan Hasil pengukuran parameter fisikkimia perairan selama pengamatan, klasifikasi nekton yang didapat dan ratarata morfometrik dapat dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan. STASIUN Parameter
I
Satuan
II
III
IV
Jan
Feb
Mar
Jan
Feb
Mar
Jan
Feb
Mar
Jan
Feb
Mar
29
32
30
30
30
30
30
31
31
31
31
31
17
32
9
22
26
Fisika Suhu
o
C
Kekeruhan (TSS)
5
mg/L
9
14
31
9
18
33
Kecerahan
Cm
89
90
80
112
111
98
119
118
113
103
103
95
Kedalaman
Cm
340
340
340
140
140
140
340
340
340
240
240
240
pH
-
6,6
7,2
6,9
6,6
6,7
6,8
6,8
7
7
6,7
7
6,9
DO
mg/L
5,6
7,4
7,2
3,5
3,4
3,2
5,4
6,2
6
6
6
5,2
BOD
mg/L
2,6
2,6
2,4
1,5
1,2
1,1
1,6
2,2
2,1
1,8
1,8
1,7
COD
mg/L
5,7
7,9
16,4
6,2
10
18
3,8
9,2
17
6,7
12
15,8
Kimia
Klasifikasi Nekton Tabel 2. Klasifikasi Nekton yang Didapat Pada Setiap Stasiun Penelitian di Beberapa Lokasi di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Filum
Chordata
Kelas
Actinopterygii
Ordo
Family
Cypriniformes
Cyprinidae
Osteoglossiformes Perciformes Cyprinodontiformes
Arthropoda
Malacostraca
Decapoda
Genus
Spesies
Osteochilus
Osteochilus hasselti
Cyclocheilichthys
Cyclocheilichthys apogon
Notopteridae
Notopterus
Notopterus notopterus
Osphronemidae
Trichogaster
Trichogaster trichopterus
Nandidae Aplocheilidae
Pristolepis
Pristolepis grooti
Aplocheilus
Aplocheilus panchax
Palaemonidae
Palaemonetes
Palaemonetes sp
Tabel 3. Rata- Rata Morfometrik Nekton di Danau Pondok Lapan Jenis Nekton Osteochilus hasselti Cyclocheilichthys apogon Notopterus notopterus Trichogaster trichopterus Pristolepis grooti Aplocheilus panchax
TL 15,1 11,3 18,5 6,6 8,4 4,2
SL 11,4 9,1 16 5,3 6,8 3,5
HL 2,7 2,75 3,5 1,45 2,5 0,4
CPL 1,36 0,5 0,2 0,4 0,3 0,2
SNL 0,57 0,5 1,4 0,2 0,3 0,2
Berdasarkan analisis data yang digunkan diperoleh nilai kepadatan populasi (K), Kelimpahan relatif (KR),
DD 2,31 2,45 2,1 1,08 1,6 0,3
DBL 4,72 1,82 0,5 1,23 4 0,6
ED 0,61 0,76 0,8 0,36 0,5 0,3
CPD 1,82 1,04 0,5 0,75 1,2 0,4
BD 3,45 3,51 4,5 2,1 3,4 0,6
PFL 2,17 2,17 2,5 1,2 1,9 0,7
VPL 2,02 2,27 1 1,63 1,8 1
dan frekuensi kehadiran (FK) nekton pada setiap staiun dapat dilihat pada Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8
Kepadatan Populasi ,Kepadatan Relatif , dan Frekuensi Kehadiran Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Tabel 6. Kepadatan Populasi (K) Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Stasiun (Ind/m2) I
Taksa
II
III
IV
Jan
Feb
Mar
Jan
Feb
Mar
Jan
Feb
Mar
Jan
Feb
Mar
Osteochilus hasselti
0,05
0,09
0,02
0,03
0,07
0,15
0,22
0,17
0,07
0,10
0,09
0,09
Cyclocheilichthys apogon
0,13
-
0,05
0,08
0,12
0,14
0,12
0,22
0,12
0,12
0,08
0,14
Notopterus notopterus
-
-
0,02
0,01
0,05
0,21
-
-
0,03
-
0,06
0,22
Trichogaster trichopterus
0,05
0,03
0,04
0,12
0,04
-
0,78
0,17
0,03
0,13
0,02
-
Pristolepis grooti
0,05
-
0,04
0,17
0,03
0,02
0,21
0,07
0,04
-
0,02
0,02
Aplocheilus panchax
-
0,13
0,23
-
-
-
-
0,08
0,19
-
-
-
Palaemonetes sp
0,02
-
0,07
-
-
-
0,05
-
0,25
-
-
-
TOTAL
0,30
0,25
0,47
0,41
0,31
0,52
1,38
0,71
0,73
0,35
0,27
0,47
Tabel 7. Kelimpahan Relatif (KR) Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat STASIUN (%) Spesies
I Jan
Feb
Mar
II Jan
Feb
Mar
III Jan
Feb
IV Mar
Jan
Feb
Mar
Osteochilus hasselti Cyclocheilichthys apogon Notopterus notopterus Trichogaster trichopterus
16,67
36,00
4,26
7,32
22,58
28,85
15,94
23,94
9,59
28,57
33,33
19,15
43,33
-
10,64
19,51
38,71
26,92
8,70
30,99
16,44
34,29
29,63
29,79
-
-
4,26
2,44
16,13
40,38
-
-
4,11
-
22,22
46,81
16,67
12,00
8,51
29,27
12,90
-
56,52
23,94
4,11
37,14
7,41
-
Pristolepis grooti
16,67
-
8,51
41,46
9,68
3,85
15,22
9,86
5,48
-
7,41
4,26
Aplocheilus panchax
-
52,00
48,94
-
-
-
-
11,27
26,03
-
-
-
Palaemonetes sp
6,67
-
14,89
-
-
-
3,62
-
34,25
-
-
-
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Tabel 8. Frekuensi Kehadiran Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapia Kabupaten Langkat (%) Jenis Ikan
Januari
Osteochilus hasselti Cyclocheilichthys apogon Notopterus notopterus Trichogaster trichopterus Pristolepis grooti Aplocheilus panchax Palaemonetes sp
100 100 25 100 75 0 50
Ffebruari 100 75 50 100 75 50 0
Maret 100 100 100 50 100 50 50
Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi nekton Secara umum, tingkat Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi di Danau Pondok Lapan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat INDEKS H' E C
STASIUN II III 1,58 1,95 0,81 1 0,21 0,16
I 1,72 0,88 0,21
IV 1,48 0,76 0,23
Kemiripan Habitat Antar Stasiun dan Kemiripan Habitat Antar Spesies di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Berdasarkan analisis data di peroleh nilai kemiripan habitat antar stasiun dan kemiripan habitat antar spesies di danau pondok lapan kecamatan salapian kabupaten langkat dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kemiripan Habitat Antar Stasiun dan Antar Spesies di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat STASIUN (%)
INDEKS 1&2
1&3
1&4
2& 3
2&4
3&4
Ic
83.75
94,8
94
88
92
85
C
43
59
43
73
89
67
Analisis Korelasi Pearson antara Keanekaragaman Nekton dan Faktor Fisika Kimia Perairan Berdasarkan analisis data yang menghubungkan antara keanekaragaman nekton dengan faktor fisika kimia perairan di Danau Pondok Lapan kecamatan salapian kabupaten langkat yang menggunakan SPSS versi 21 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11.Nilai Korelasi Pearson Antara Keanekaragaman dengan faktor fisika kimia perairan di Danau Pondok Lapan
Parameter Suhu (oC) Kekeruhan (cm) Kecerahan (cm) Kedalaman (m) Ph DO BOD COD
Analisis korelasi 0,14
kriteria/tingkat hubungan korelasi Sangat tidak erat
-0,43
Cukup erat
0,79
Sangat erat
0,43 0,43 0,08 -0,02 0,45
Cukup erat Cukup erat Sangat tidak erat Sangat tidak erat Cukup erat
Pembahasan Fisika perairan a. Suhu Suhu perairan pada keempat stasiun pengambilan contoh berkisar antara 3031oC dengan suhu terendah terdapat di stasiun II dan stasiun I. Suhu tertinggi pada stasiun IV . Suhu pada empat stasiun tersebut relatif sama, tidak mengalami fluktuasi secara berlebihan, karena keadaan cuaca pada saat pengukuran suhu relatif sama, sehingga suhu tidak mengalami perubahan. Variasi suhu tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan waktu dan pengaruh lebatnya vegetasi tumbuh-tumbuhan di sekitar perairan tersebut diduga menghalangi penetrasi sinar matahari yang masuk kedalam perairan. Dari hasil pengamatan, nilai kisaran suhu keempat stasiun tersebut masih tergolong dalam kisaran suhu normal dan masih layak bagi organisme perairan. Berdasarkan Effendi (2003), kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan nekton di perairan adalah 2030 oC. b. Kecerahan Nilai kecerahan pada keempat stasiun diperoleh kisaran antara 86,3−116,6 cm. Nilai terendah pada stasiun I dan tertinggi pada stasiun III. Nilai kecerahan yang rendah disebabkan oleh kondisi perairan stasiun I yang keruh dari akibat banyaknya limbah rumah tangga, aktivitas MCK dan limbah dari perkebunan, sehingga cahaya tidak menembus hingga ke dasar perairan. Berdasrkan Tarigan dkk.,
(2013) kecerahan rendah dikarenakan banyaknya aktivitas manusia yang menghasilkan limbah sehingga banyaknya partikel terlarut dan partikel tersuspensi yang berasal dari aktivitas manusia tersebut. Kisaran kecerahan ini masih berada pada ambang batas untuk perairan daerah tropis dan masih mendukung bagi kehidupan ikan. Nilai kecerahan tertinggi pada stasiun III, Disebabkan kondisi air yang tidak terlalu keruh dan kurangnya aktivitas pada kedalaman tersebut. Adanya kegiatan memancing masyarakat hanya dipinggiran danau sehingga dasar perairannya tidak terlalu keruh. Berdasarkan Odum (1994), interaksi antara faktor kekeruhan perairan dengan kedalaman perairan akan mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan, sehingga berpengaruh langsung pada kecerahan. c. Kedalaman Kedalaman danau dapat berubahubah sesuai keadaan lingkungan sekitarnya yang biasanya sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan keadaan substrat sendiri. Nilai kedalaman terendah pada stasiun II dan tertinggi di stasiun I dan III dengan kisaran antara 140 cm dan 340 cm. Hal ini dikarenakan pada stasiun II memang merupakan outlet tetapi kegiatan yang mempengaruhi kedalaman tidak ada. Substratnya sendiri memang berlumpur tetap tidak berpengaruh jauh terhadap kedalaman. Stasiun I dan III tinggi dikarenakan memang adanya aktivitas masyarakat yang sangat mendukung kedalaman dan juga sisa pupuk dari kegiatan pertanian yang sangat tampak pada permukaan perairan sendiri terkhusus stasiun I. Berdasarkan Mulya (2004) daerah buangan limbah atau masukan limbah industri dan aktvitas penduduk memiliki penetrasi cahaya yang rendah serta kedalaman yang tinggi. Ini juga menyebabkan keruhnya perairan di daerah tersebut.
d. Kekeruhan Kekeruhan air di Danau Pondok Lapan dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik. Kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun II berkisar antara 20 mg/l, hal ini disebabkan pada stasiun II karena pada stasiun ini masih dipenuhi oleh tumbuhan dan rawa. Kekeruhan terendah terdapat pada stasiun I dan III berkisar antara 18 mg/l. Terjadi perbedaan antara tingkat kekeruhan dan kecerahan dan kedalaman. Dikarenakan kekeruhan di tasiun 2 dan 4 dipengaruhi vegetasi tumbuhan yang berlimpah. Berdasarkan Effendi (2003) Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmeregulasi ikan seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air Kimia perairan a. pH Nilai pH perairan dipengaruhi oleh aktifitas biologi, suhu, kandungan oksigen dan keberadaan ion-ion perairan. Perubahan nilai pH pada suatu perairan menunjukan terjadinya perubahan proses biologi dan penyediaan unsur-unsur hara dalam perairan tersebut. Menurut Cole (1983) menyatakan bahwa adanya perbedaan nilai pH pada suatu perairan dikarenakan penambahan atau kehilangan CO2 melalui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di dalam air Berdasarkan hasil pengamatan, nilai pH di Danau Pondok Lapan masih cenderung netral dengan nilai mendekati 7 yaitu 6,7-6,9 . Dengan demikian, dapat dikatakan nilai derajat keasaman di Danau Pondok Lapan masih cukup baik untuk perikanan. Hal ini sesuai dengan Barus, (2004) yang menyatakan bahwa organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai
basah lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 – 8.5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. b. DO (Dissolved Oxygen) Berdasarkan hasil pengamatan, kandungan oksigen terlarut di Danau Pondok Lapan pada seluruh stasiun pengamatan berkisar antara 3,36 sampai 6,73 mg/l dengan nilai rata-rata sebesar 5,41 mg/l. Menurut Boyd (1990), kadar DO yang baik bagi pertumbuhan ikan adalah diatas 5 mg/l. Nilai DO terendah terdapat pada stasiun II yang diduga oleh banyaknya rawa dan juga vegetasi tumbuhan serta merupakan outlet. Berdasrkan Siagian (2009) kandungan oksigen sangat berperan di dalam menentukan kelangsungan hidup organisme perairan. Okigen dalam hal ini diperlukan organisme akuatik untuk mengoksidasi nutrien yang masuk ke dalam tubuhnya. c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) Hasil pengamatan diperoleh nilai BOD5 di Danau Pondok Lapan berkisar antara 1,26 mg/l - 2,53 mg/l dengan ratarata sebesar 1,87 mg/l. Hal ini sesuai dengan Brower, dkk. (1990) yang menyatakan bahwa perairan tergolong baik jika konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mg/l dan apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 – 20 mg/l akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mg/l. Kadar BOD5 tertinggi terdapat di stasiun I yaitu sebesar 2,53 mg/l. Hal ini disebabkan adanya pengaruh masukan bahan organik maupun anorganik dari limbah rumah tangga. Nilai BOD5 yang terendah terdapat pada stasiun II berkisar antara 1,5 mg/l. d. COD
Hasil yang diperoleh dari pengukuran rata-rata COD antar stasiun berada pada kisaran 10 – 11,56 mg/l. Ratarata nilai COD air tertinggi ditemukan pada stasiun IV sebesar 11,56 mg/l dan rata-rata nilai COD terendah ditemukan pada stasiun III sebesar 9,93 mg/l. Hal ini diduga karena dipengaruhi sebagian besar karena masuknya bahan organik, dan juga stasiun IV sendiri banyak vegetasi tumbuhannya tetapi jumlah ikan sendiri tidak banyak tertangkap pada stasiun IV. Berdasarkan Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secra kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Sumberdaya Hayati Nekton di Danau Pondok Lapan Sampling perolehan nekton tertinggi terdapat pada sampling ke I yakni pada saat bulan Januari perolehan nekton sebesar 244 ekor dan terendah pada saat sampling ke II yakni dengan perolehan nekton sebesar 154 ekor hal ini dipengaruhi oleh musim karena musim akan mempengaruhi migrasi vertikal dan horizontal ikan, hal ini sesuai dengan pernyataan Gonawi (2009) yang menyatakan bahwa musim penghujan memiliki kelimpahan nekton yang tinggi terutama dari jenis ikan karena banyaknya nekton melakukan aktifitasnya baik melakukan pemijahan, mencari makan, dan migrasi. Komposisi Nekton Jenis nekton yang paling banyak ditemukan adalah dari famili Osphronemidae yakni ikan sepat rawa (T.trichopterus) dan famili Cyprinidae yakni ikan Keperas (C.apogon) dan ikan Nilem (O.hasselti). Selanjutnya famili
Aplocheilus panchax 11%
Palaemonet es sp 0%
Osteochilus hasselti 19%
Pristolepis grooti 9% Trichogaste r trichopterus 27% Notopterus
Cyclocheili chthys apogon 24%
notopterus 10%
Gambar 1 . Presentase Kelimpahan Nekton Danau Pondok Lapan Kepadatan Relatif, Kepadatan Populasi dan Frekuensi Kehadiran Nekton Dari data yang diperoleh jenis ikan yang memiliki kepadatan relatif, kepadatan populasi dan frekuensi kehadiran yang paling tinggi dibandingan dengan ikan-ikan yang lain adalah ikan sepat rawa (T. trichopterus). Dikarenakan sepat rawa sendiri merupakan jenis nekton yang sering hidup di daerah yang memiliki vegetasi tumbuhan yang tinggi seperti rawa. Hal ini sesuai dengan Murjani (2009) Ikan sepat rawa menyukai rawa-rawa, danau, sungai dan parit-parit yang berair tenang terutama yang banyak ditumbuhi tumbuhan air. Juga kerap terbawa oleh banjir dan masuk ke kolam-kolam serta saluran saluran air hingga ke sawah. Ikan ini sering ditemui di tempat-tempat yang terlindung oleh vegetasi atau sampah-sampah yang menyangkut di tepi air. Kepadatan populasi nekton dapat dilihat pada Gambar 2. Osteochilus hasselti
6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 -
Cyclocheilichthys apogon Notopterus notopterus
JAN MAR FEB JAN MAR FEB
Kepadatan Populasi (ind/100m2)
Aplocheilida yakni ikan Kepala Timah (A.panchax) lalu famili Notopteridae yakni ikan Belida (N.notopterus), dan famili nandidae yakni ikan Katung (P.grooti) dan terakhir famili Palaemonidae yakni jenis udang Putih kecil (Palaemonetes sp). Secara keseluruhan, nekton yang tertangkap paling banyak terdapat pada stasiun III yaitu sebanyak 282 ekor yang didominasi oleh famili Osphronemidae dari jenis ikan Sepat rawa (T. trichopterus) sebanyak 98 ekor. Perolehan tertinggi pada stasiun III dikarenakan pada stasiun tersebut waktu pengambilan sampel pada siang hari sangat pas. Pergerakan ikan sepat dan juga umpan yang digunakan didalam bubu memang menarik ikan sepat untuk masuk kedalam perangkap. Daerah tersebut masih terdapat aktivitas masyarakat memancing yang meninggalkan sisa pakan yg menarik minat ikan sepat sendiri. Stasiun ini sendiri memiliki kisarahan suhu, ph yang normal Hal ini sesuai dengan Barus, (2004) yang menyatakan bahwa organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basah lemah. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Perolehan nekton yang sedikit terdapat di stasiun I yaitu sebanyak 106 ekor. Perolehan nekton sedikit diduga disebabkan oleh kondisi perairan yang keruh akibat banyaknya sampah-sampah di pinggiran danau dan antropogenik serta pembuangan limbah domestik yang dapat menganggu keberadaan nekton.Persentase kelimpahan nekton selama sampling dapat dilihat pada Gambar 1.
I
II
III
STASIUN
IV
Trichogaster trichopterus Pristolepis grooti Aplocheilus panchax Palaemonetes sp
Gambar 2. Kepadatan Populasi Nekton
100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 -
Frekuensi Kehadiran (%)
T.Trichopterus dan C.Apogon dengan nilai kepadatan relatif (KR) berkisar 8-16% pada stasiun I pada bulan Januari sampai Maret, 12-29% pada stasiun II bulan Januari sampai Maret, 4-56% pada stasiun III bulan Januari sampai Maret. Dan 7-37% pada stasiun IV bulan Januari sampai Maret. Dan pada spesies C.Apogon dengan nilai kepadatan relatif (KR) pada stasiun I dengan waktu pengambilan sampel antara Januari sampai Maret berkisar antara 1043%, pada stasiun II 19-38%, pada stasiun III 8-30% dan pada stasiun IV 29-34% (Gambar 25). Berdasarkan Barus (2002) yang menyatakan bahwa suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai KR>10%. Frekuensi kehadiran dapat dilihat pada Gambar 4. 120 100 80 60 40 20 0
JAN FEB MAR
Spesies
Osteochilus hasselti Cyclocheilichthys apogon Notopterus notopterus
JAN MAR FEB JAN MAR FEB
Kepadatan Relatif (%)
Dibandingkan pada bulan Januari yang sehari sebelum melakukan sampling lokasi dituruni hujan. Hal ini bisa mempengaruhi terhadap hasil penangkapan nekton, biasanya bila sudah masuk musim penghujan nekton jenis ikan banyak melakukan aktifitasnya baik melakukan pemijahan, mencari makan, dan migrasi. Nilai kepadatan populasi terendah terdapat pada spesies Palaemonetes sp. Pada stasiun 4 dan stasiun 2 di bulan februari dengan nilai kelimpahan populasi 0 ind/dm2 . Hal ini dikarenakan kondisi fisika kimia sendiri pada waktu sampling sangat tidak mendukung kehidupan crustacea. Selain itu banyak terdapat vegetasi tumbuhan sehingga kurang mendukung atau tidak cocok bagi kehidupan crustacea. Kepadatan relatif, kepadatan populasi dan frekuensi kehadiran tertinggi ditemukan pada stasiun 3 yakni masingmasing 56,52%, 26 ind/dm2 dan 100%. Hal ini disebabkan kondisi perairan yang mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan sepat rawa di Danau Pondok Lapan. Persentase kepadatan relatif nekton dapat dilihat pada Gambar 3.
I
II
III
STASIUN
IV
Trichogaster trichopterus Pristolepis grooti Aplocheilus panchax Palaemonetes sp
Gambar 3. Kepadatan Relatif Nekton di Danau Pondok Lapan Nilai kepadatan relatif (KR) didapat dari jumlah individu spesies ke-i yang dibagi dengan jumlah individu seluruh spesies. Jenis nekton yang yang habitatnya cocok di Danau Pondok Lapan ialah spesies
Gambar 4. Frekuensi kehadiran nekton di Danau Pondok Lapan Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi Nekton Berdasarkan Gambar 5. Menunjukkan nilai indeks keanekaragaman (H’), k ra a an (E), dan d nan (C) n k n. N a H’ r n rda a ada stasiun III sebesar 1,95 dan terendah pada stasiun I yakni sebesar 1,48. Hal ini diduga adanya variasi dari jumlah spesies yang tetangkap tiap stasiun menurut Brower dkk., (1990) menyatakan bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif merata. Dengan kata lain bahwa
apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman rendah. Indeks keanekaragaman keseragaman dan dominansi dapat dilihat 2,5 2 1,5
H'
1
E
0,5
C
0 I
II
III
STASIUN
IV
.
Ga bar 5. K an kara a an (H’), keseragaman (E),dan dominansi (C) nekton berdasarkan lokasi pengamatan. Ind k k an kara a an (H’) d Danau Pondok Lapan di setiap sampling berkisar 1,48-1,95 . Keanekaragaman yang paling tinggi didapatkan di stasiun III dan paling rendah di stasiun I. Keanekaragaman nekton yang terdapat di Danau Pondok Lapan memiliki keanekaragaman yang rendah, karena hanya ada 6 spesies ikan dan 1 spesies crustacea yang ditemukan dengan jumlah yang tidak merata. Odum (1994) menyebutkan ada dua hal penting dalam ruang lingkup keanekaragaman, yaitu banyaknya spesies yang ada dalam suatu komunitas dan kelimpahan dari masing-masing spesies tersebut. Semakin kecil jumlah spesies dan variasi jumlah individu tiap spesies atau ada beberapa individu yang jumlahnya mendominasi maka keanekaragaman suatu ekosistem akan mengecil. Indeks keseragaman bila dilihat berdasarkan stasiun berkisar 0,76- 1. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun III dengan nilai 1 dan terendah di stasiun IV dengan nilai 0,74. Nilai E terendah pada stasiun IV menunjukan penyebaran individu tidak merata, dimana beberapa individu memiliki jumlah yang sedikit serta ada spesies
tertentu yang memiliki jumlah individu yang besar, yaitu ikan mata merah. Nilai keseragaman pada empat stasiun mendekati nilai 1 menunjukan individu di Danau Pondok Lapan dikatakan seragam dan juga tidak adanya dominansi individu di Danau ini. Menurut Krebs, (1989) menyatakan bahwa semakin kecil nilai indeks keseragaman suatu populasi, yaitu penyebaran jumlah individu tiap spesies tidak sama serta ada kecendrungan suatu spesies mendominasi populasi tersebut. Nilai indeks dominansi pada tiap stasiun pengamatan berkisar 0,16-0,23. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 0,23 dan terendah pada stasiun III sebesar 0,16. Namun nilai indeks dominansinya masih tergolong rendah. Hal tersebut menunjukan bahwa secara temporal tidak ada spesies yang dominan. Diduga ada jenis spesies tertentu yang jumlah indivudu relatif banyak, yaitu ikan Mata merah. Hal ini sesuai dengan Ardani dan Organsastra (2009) yang menyatakan bahwa nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Apabila nilai D mendekati 0 maka dominansi rendah artinya tidak ada satu speies yang mendominasi, sebaliknya jika nilai D mendekati 1 maka dominansi tinggi artinya ada satu spesies yang mendominasi Kemiripan Habitat Antar Stasiun dan Kemiripan Habitat Antar Spesies di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kemiripan habitat antar stasiun di Danau Pondok Lapan dapat dilihat pada Tabel 8, didapat bahwa nilai dari keempat stasiun yang memiliki kemiripan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia perairan dengan menggunakan indeks Canberra adalah stasiun I dan III dengan nilai sebesar 94,8 %. Indeks similarita canberra dapat dilihat pada Gambar 6.
Matriks Canberra (%)
Similaritas Canberra%
Stasiun Gambar 6. Grafik Kemiripan Habitat antar Stasiun (Indeks Similaritas Canberra) di Danau Pondok Lapan Hasil ini menunjukkan bahwa stasiun I memiliki kesamaan karakteristik fisika kimia perairan dengan stasiun III, dikarenakan stasiun I dan III sendiri memiliki kesamaan jenis yaitu sama sama dipengaruhi oleh aktivitas masyrakat. Sementara stasiun II dan IV juga memiliki kesamaan namun lebih rendah dibandingkan dengan stasiun I dan III. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi nekton pada stasiun pengamatan di Danau Pondok Lapan memang di pengaruhi oleh kondisi lingkungannya yaitu parameter fisika dan kimia perairan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kemiripan habitat antar spesies nekton dengan menggunakan indeks SimilaritasCanberra dapat dilihat pada Tabel 9. menunjukkan bahwa stasiun II dan IV adalah yang mirip dan termasuk kedalam satu kelompok dengan nilai sebesar 89 %. Hal ini menunjukkan bahwa stasiun II dan stasiun IV memiliki komposisi nekton yang lebih sama dibandingkan stasiun I dan III. Pada stasiun II dan IV mirip disebabkan karena pada stasiun II dan IV memilki kondisi yang hampir sama yaitu dipenuhi rawa dan penetrasi cahaya yang rendah serta vegetasi tumbuhan yang berlimpah. Indeks matrik canberra pada Gambar 7.
Stasiun Gambar 7. Grafik Kemiripan Habitat Antar Spesies (Indeks Matrik Canberra) Dan juga substrat yang lebih berlumpur dari stasiun I ataupun stasiun III yang otomatis masih dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat. Hal ini sesuai dengan Jubaedah (2006) cahaya dibutuhkan oleh ikan untuk memangsa, menghindar diri dari predator, atau untuk beruaya. Pada daerah gelap yang penetrasi cahayanya kurang, hanya akan dihuni oleh ikan buas atau predator yang lebih menyukai tempat gel. Korelasi Pearson antara Keanekaragaman Nekton dan Faktor Fisika Kimia Perairan Dari hail uji korelasi antara suhu, kekeruhan, kedalaman, pH, DO, BOD, dan COD dengan keanekaragaman nekton dapat dilihat bahwa suhu, kedalaman, pH, DO, COD, berkorelasi positif terhadap keanekaragaman nekton serta kekeruhan dan BOD berkorelasi negatif terhadap keanekaragaman nekton. Maka hubungan korelasi antara suhu, kecerahan, kedalaman, pH, DO, COD terhadap keanekaragaman nekton masing-masing sebesar 0.143, 0.798, 0.43, 0.43, 0.085, dan 0.45 dinyatakan memiliki tingkat hubungan berkorelasi searah (+), sedangkan nilai korelasi kekeruhan dan BOD terhadap keanekaragaman nekton masing-masing sebesar -0.043 dan -0.025 dinyatakan mempunyai tingkat hubungan berlawanan arah (-). Selanjutnya hasil korelasi diperoleh bahwa parameter DO, BOD, dan suhu
mempunyai tingkat hubungan yang sangat tidak erat dengan keanekaragaman. COD, Ph, kedalaman, dan kekeruhan mempunyai tingkat hubungan yang cukup erat dengan keanekaragaman nekton. Sedangkan kecerahan mempunyai tingkat hubungan yang sangat erat dengan keanekaragaman nekton. Kesimpulan 1. Pengukuran morfometri jenis ikan yang memiliki kelimpahan tertinggi yaitu sepat rawa (T.trichopterus) yaitu dengan rata rata panjang total 66 mm, panjang standart 53 mm, panjang kepala 14,5 mm, panjang batang ekor 4 mm, panjang moncong 2 mm, dengan tinggi sirip punggung 10,8 mm, panjang sirip punggung 12,3 mm, diameter mata 3,6 mm, tinggi batang ekor 7,5 mm, tinggi badan 21 mm, panjang sirip dada 12 mm dan panjang sirip perut 16,3 mm. 2. Nilai keanekaragaman nekton di Danau Pondok Lapan tergolong rendah sebesar 1,95, dengan nilai indeks dominansi sebesar 0,23. Hal tersebut menunjukan secara umum Danau Pondok Lapan tidak ada spesies nekton yang mendominasi. Interpretasi ini diperkuat oleh nilai indeks keseragaman yaitu sebesar 1 menunjukan penyebaran jumlah individu tiap jenis relatif sedang. 3. Nilai interpretasi hubungan korelasi antara suhu, kecerahan, kedalaman, pH, DO, COD terhadap kelimpahan nekton masing-masing sebesar 0.14, 0.79, 0.43, 0.43, 0.08, dan 0.45 dinyatakan memiliki tingkat hubungan berkorelasi searah (+), sedangkan nilai korelasi kekeruhan dan BOD terhadap kelimpahan nekton masing- masing sebesar -0.04 dan -0.02 dinyatakan mempunyai tingkat hubungan berlawanan arah (-). Saran Penelitian lebih lanjut sebaiknya terkait kelimpahan nekton di perairan Danau Pondok Lapan, agar dapat
dibandingkan dengan jelas terhadap komposisi dan struktur komunitas nekton yang diperoleh serta kelimpahan pada masing-masing jenis nekton. Daftar Pustaka Ardani, B dan Organsastra. 2009. Struktur Komunitas Ikan di Danau Bagamat Petuk Bukit. Jurnal of Tropical Fisheries 4 (1): 356-367. Barus, T. 2002. Pengantar Limnologi. USU Press, Medan. Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press, Medan. Brower, J.E.,J.H.Zar dan C.N.Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods For General Ecology. 3nd ed. W.M.C. Brown Publisers, USA. Cole, G. A. 1983. Buku Teks Limnologi. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. Gonawi, G.R. 2009. Habitat Dan Struktur Komunitas Nekton Di Sungai Cihideung - Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Bogor : Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK. Institut Pertanian Bogor. Bogor Jubaedah, L. 2006. Pengelolaan Waduk Bagi Kelestarian Dan Keanekaragaman Hayati Ikan. Jurnal Penyuluhan Pertanian 1(1) :15-16. Krebs, C. J. 1989. Experimental Analysis of Distribution and Abundanc. Third Edition. Harper & Prow Publisher, New York. Ludwiq, J.A dan J.F. Reynold. 1988. Statistical Ecology A Primer On Methods And Computing A Willey-Interscience Publication, Canada.
Mulya, M.B. 2004. Keanekaragaman Ikan di Sungai Deli Propinsi Sumatera Utara, Serta Keterkaitannya dengan Faktor Fisik Kimia Perairan.Jurnal Komunikasi Penelitian 16(5): 1-7. Murjani, A. 2009. Budidaya Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) Dengan Pemberian Pakan Komersil. Penelitian Mandiri, Banjar Baru. Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Siagian, C. 2009. Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan Di Danau Toba Baliga Sumatera Utara. Program Pasca Sarjana USU, Medan. Tarigan, P.A, Yunasfi dan A. Suryanti. 2013. Struktur Komunitas Ikan di Sungai Naborsahan Danau Toba Sumatera Utara. USU, Medan.