1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang Ginjal merupakan organ yang mempunyai fungsi vital pada manusia, organ ini memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring
(filtrasi)
sisa
hasil
metabolisme
toksin
dari
darah,
serta
mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit tubuh, yang kemudian dibuang melalui urin (Purnomo, 2012). Suwitra (2009) menyatakan bahwa banyak keadaan patologis pada organ ginjal yang membuat fungsi organ tidak berjalan semestinya, keadaan-keadaan tersebut mengarah ke keadaan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. Prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0.2 persen. Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0.5 persen, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0.4 persen. Sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur masing–masing 0.3 persen. Provinsi Sumetera Utara sebesar 0.2 persen (Riskesdas, 2013). Pada suatu derajat pasien tertentu gagal ginjal memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis ataupun transplantasi ginjal. Saat ini, karena keefektifannya, hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak digunakan. Pada terapi ini, fungsi ginjal dalam membersihkan dan mengatur kadar plasma digantikan oleh mesin. (Suwitra, 2009) Di dunia, telah terjadi peningkatan 165% dalam perawatan dialisis untuk EndStages Renal Disease (ESRD) selama dua dekade terakhir. Prevalensi global pengobatan ESRD dengan dialisis untuk negara-negara dengan akses dialisis universal yang meningkat sebesar 134% setelah disesuaikan untuk pertumbuhan populasi dan penuaan (145% pada wanita vs 123% pada pria). Untuk negaranegara yang populasi tidak memiliki akses dialisis universal, disesuaikan prevalensi meningkat sebesar 102% (116% untuk wanita, 90% untuk laki-laki).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2
Lima wilayah dunia tidak mengalami peningkatan yang substansial dalam prevalensi dialisis termasuk Oceania, Asia Selatan, tengah sub-Sahara Afrika, Eropa Timur, dan Amerika Latin tropis (American Society of Nephrology (ASN), 2013). Data dari United State Renal Data System (USRDS), tahun 2013 menyatakan bahwa insidensi ESRD yang menjalani hemodialisis di Amerika Serikat pada kuarter 4 tahun 2012, terdapat 29.152 orang, di mana 91,3 % menjalani hemodialisis. Hemodialisis adalah bentuk paling umum dari Renal Replacement Therapy di Asia, diikuti oleh dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal. Sekitar 500.000 pasien saat menerima perawatan dialisis, yang kebanyakan adalah di Cina dan Jepang (Abraham, 2008) Data Indonesian Renal Registry (IRR), tahun 2011 didapatkan jumlah diagnosis ESRD mencapai 13.619, ESRD merupakan penyakit utama yang terbanyak kasusnya, di wilayah Sumut tercatat sebanyak 392. Dari data ini juga memperlihatkan grafik pasien baru dan aktif di Indonesia tahun 2007-2011. Data pada tahun 2011, pasien baru tercatat 15.353 orang, dan pasien aktif 6.951. Jumlah pasien baru dan aktif tercatat lebih banyak karena jumlah unit hemodialisis yang melaporkan pun meningkat. Suhardjono, Rahardjo, & Susalit (2009) menyatakan bahwa kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi dialisis. Terdapat korelasi yang kuat antara adekuasi dialisis dengan angka morbiditas dan mortalitas pada pasien dialisis. Adekuasi dialisis diukur dengan menghitung ureum reduction ratio (URR) dan (KT/V). Lazarus et al(1993) juga menyatakan bahwa dibandingkan dengan pasien dengan URR 65 sampai 69 persen, pasien dengan nilai-nilai di bawah 60 persen memiliki risiko kematian yang lebih tinggi selama masa tindak lanjut (odds ratio: 1.28 pada URR 55 sampai 59 persen dan 1.39 pada URR di bawah 50 persen). Nurcahyati (2011) menuliskan bahwa hemodialisis merupakan terapi yang lama, mahal, serta membutuhkan restriksi cairan dan diet. Hal ini menyebabkan pasien kehilangan kebebasan, tergantung pada pemberi pelayanan kesehatan,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3
perpecahan dalam perkawinan, keluarga dan kehidupan sosial serta berkurang atau hilangnya pendapatan. Karena hal-hal tersebut maka aspek fisik, psikologis, sosioekonomi dan lingkungan dapat terpengaruh secara negatif, berdampak pada kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis. Data penelitiannya menunjukkan dari 95 orang, terdapat 56 orang yang tidak bekerja; terdapat 48 orang yang menjalani HD > 11 bulan. Unni et al (2012) menyatakan bahwa ESRD memiliki dampak yang cukup besar pada status fungsional dan Quality of Life (QoL) dirasakan oleh pasien. Bahkan dalam tahap relatif awal, bisa saja disertai dengan gejala yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari; terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis atau dialisis peritoneal sebagian dapat memperbaiki uremia dan juga membuat perubahan gaya hidup yang cukup besar. Aspek multidimensi kualitas hidup telah dilaporkan dalam literatur kesehatan terkait dan tidak hanya mencakup persepsi keseluruhan kualitas umum hidup seseorang, tetapi juga aspek-aspek tertentu dari fungsi fisik, fungsi psikologis, dan fungsi sosial. Dengan menggunakan WHOQOL-BREF, dari data penelitian menunjukkan sangat jelas terlihat dari aspek fisik perbedaan mean dari data kontrol (responden yang sehat) dari 100 responden adalah 68.89, sedangkan mean responden HD dari 75 orang adalah 44.05; dari aspek psikologis, mean kontrol didapatkan 80.83, sedangkan pada responden HD didapatkan 80.83; Demikian juga aspek sosial, mean kontrol sebanyak 90.28, dan mean responden HD sebanyak 55.43; sama seperti aspek lingkungan, dari hasil penelitian mean kontrol didapatkan 82.61, sedangkan mean HD sebanyak 55.93. Dalam 20 tahun terakhir, minat para peneliti tumbuh dalam QoL untuk menilai efektivitas intervensi terapeutik. Ukuran kualitas hidup sebagian besar telah berevolusi dari persepsi pribadi dan faktor-faktor kunci yang dianggap penting dalam menentukan kualitas hidup individu. Termasuk indikator kualitas hidup dalam pemantauan pasien ini penting tidak hanya karena itu adalah bagian dasar dari konsep kesehatan tetapi juga karena hubungan yang erat antara kualitas hidup, morbiditas, dan mortalitas. Hubungan ini jelas dari banyak faktor umum yang muncul ketika parameter tersebut dianalisis. Kelangsungan hidup lebih besar
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4
pada pasien dengan kualitas hidup yang lebih baik, status kinerja yang lebih baik dan kurang morbiditas (Unni et al, 2012). Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi (KSGH) Rasyida Medan adalah salah satu klinik yang memiliki unit hemodialisis di kota Medan. KSGH Rasyida Medan turut dalam pelayanan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) – Kesehatan. KSGH Rasyida Medan memiliki mesin hemodialisis yang banyak mesin HD dalam pelayanan kesehatannya, memungkinkan melayani pasien yang sudah terjadwal setiap harinya. Pasien-pasien hemodialisis ternyata banyak yang menjadi pasien tetap, walaupun beberapa pasien merupakan pasien travelling. Data rekam medis yang baik dan administrasi yang baik memungkinkan peneliti melakukan pengambilan sampel di tempat tersebut. Berdasarkan data dan paparan di atas, peneliti melihat bahwa kualitas hidup yang mencakup aspek fisik, aspek psikologis, aspek sosial, dan aspek lingkungan memiliki kemungkinan dipengaruhi oleh adekuasi hemodialisis. Oleh karena itu, peneliti berminat untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan adekuasi hemodialisis dengan “Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan”.
1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Meningkatnya prevalensi HD di Indonesia adalah tanda bahwa banyak masyarakat Indonesia mengalami gagal ginjal, khususnya gagal ginjal terminal. Ketidak
adekuatan hemodialisis yang dinilai dari ureum
reduction ratio yang tidak sesuai nilai minimal akan mengakibatkan peningkatan kerusakan ginjal yang progresif, sehingga meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pasien gagal ginjal. 2. HD mempengaruhi kualitas hidup, dilihat dari adekuasi hemodialisis, belum diketahui apakah ada dampak pada ada tidaknya evaluasi dan pemantauan terhadap tindakan hemodialisis, hal ini mengacu kepada penilaian kualitas hidup. Penilaian kualitas hidup merupakan salah satu
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5
indikator penting untuk menilai keefektifan tindakan hemodialisis yang dilakukan. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien hemodialisis di Unit Hemodialisis Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien hemodialisis di Unit Hemodialisis Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi
pencapaian
adekuasi
hemodialisis
pada
pasien
hemodialisis. 2. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien hemodialisis. 3. Mengidentifikasi aspek-aspek kualitas hidup pasien hemodialisis. 4. Menganalisis hubungan aspek-aspek kualitas hidup dengan kualitas hidup pasien hemodialisis
1.4.Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat : a. Memberikan masukan kepada institusi pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal untuk mencapai adekuasi hemodialisis sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis. b. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dalam praktik kedokteran yang tepat guna dan efektif untuk mencapai adekuasi hemodialisis sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
6
c. Penelitian ini dapat menjadi acuan dan data dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup pasien hemodialisis. d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peneliti dalam melakukan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara