1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Belanja
daerah,
atau
yang
dikenal
dengan
pengeluaran
pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah (pemerintah daerah), di samping pos pendapatan pemerintah daerah. Semakin besar belanja daerah diharapkan akan makin meningkatkan kegiatan perekonomian daerah (terjadi ekspansi perekonomian). Di sisi lain, semakin besar pendapatan yang dihasilkan dari pajak-pajak dan retribusi atau penerimaan penerimaan yang bersumber dari masyarakat,
maka
akan
mengakibatkan
menurunnya
kegiatan
perekonomian (terjadi kontraksi perekonomian). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 menegaskan, belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan
pemerintah
daerah
(propinsi
kabupaten/kota) yang meliputi urusan wajib dan urusan pilihan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ataupun
2
GRAFIK 1.1 RASIO PERBANDINGAN BELANJA NEGARA DALAM APBN DAN APBN-P
Meningkatnya volume pembangunan dari tahun ke tahun dan ditambah dengan naiknya populasi penduduk dan kebutuhan hidup merupakan masalah dan beban pembangunan yang patut dicermati, upaya pemecahan masalah dan beban pembangunan tersebut menuntut peran pemerintah secara berkesinambungan. Meningkatnya peran pemerintah dalam pemecahan masalah tersebut berdampak pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan (Gomies dan Pattiasina, 2011). Pelaksanaan pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan pendayagunaan potensi-potensi yang dimiliki secara optimal. Dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan daerah tersebut memerlukan biaya yang cukup besar, agar pemerintah daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka diperlukan sumber-sumber pembiayaan yang cukup. Namun mengingat tidak semua sumber-sumber pembiayaan dapat diberikan kepada daerah,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
maka pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali segala sumbersumber keuangannya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sejak pelaksanaan otonomi daerah dimulai tanggal 1 Januari 2001, menghendaki pemerintah daerah untuk mencari sumber penerimaan yang dapat
membiayai
pengeluaran
pemerintah
daerah
dalam
rangka
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Berbagai alternatif sumber penerimaan yang mungkin dipungut oleh daerah. Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah menetapkan pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masingmasing daerah (Gomies dan Pattiasina, 2011). Otonomi daerah merupakan pelimpahan tanggungjawab dari pemerintah pusat kepada masing-masing daerah baik tingkat I maupun tingkat II untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangaundangan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum di UU Otonomi Daerah No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang telah menggantikan UU No. 22 Tahun 1999. Pergeseran paradigma terhadap pemerintahan saat ini, mendorong kita mewujudkan suatu pemerintahan yang baik (good governance). Perwujudan ini memerlukan perubahan paradigma pemerintahan baru yang menuntut suatu sistem yang mampu memberdayakan daerah agar mampu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
berkompetisi secara regional, nasional maupun internasional yang bukan hanya menjadi pemerintah daerah yang terus menerus bergantung pada pemerintah pusat. Dalam mewujudkan suatu sistem tata kepemerintahan yang baik, perlu adanya perubahan di bidang akuntansi pemerintahan karena melalui proses akuntansi pemerintahan karena melalu proses akuntansi dihasilkan informasi keuangan untuk berbagai pihak. Dengan diterbitkannya PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP yang akan digunakan untuk menghasilkan suatu laporan keuangan yang andal dan dapat dijadikan pijakan dalam pengambilan keputusan dan yang diharapkan dapat menjadi acuan, patokan serta standar untuk diterapkan dalam lingkup pemerintahan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah yang wajib untuk menyajikan laporan keuangan agar lebih terciptanya akuntabilitas dan transparasi dari pengelolaan keuangan daerah. Peraturan ini menjadi pedoman yang harus ditaati oleh setiap
Daerah
Otonom
Kabupaten/Kota
maupun
Propinsi
dalam
menyajikan laporan keuangan berbasis akrual pada pemerintah daerahnya. Menurut Brojonegoro dan Vazquez (dalam Iskandar,2012) sejak tahun anggaran 2001, pemerintah telah menerapkan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang – undang tersebut membawa Indonesia memasuki era baru dalam desentralisasi di bidang fiskal (fiscal decentralization atau fiscal federalism). Dampaknya terjadi perubahan struktural, di mana pada era
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
sebelumnya pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara sentralistik kemudian berubah menjadi desentralisasi. Tujuan umum dari perubahan tersebut adalah untuk membentuk dan membangun sistem publik yang dapat menyediakan barang dan jasa publik lokal yang semakin efektif dan efisien, dengan tetap menjaga stabilitas makro ekonomi. Hal ini akan berwujud dalam bentuk pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat kepada daerah. Seiring dengan proses pembaruan terhadap isu otonomi dan desentralisasi, pemerintah telah melakukan revisi atas UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah menjadi UU No. 33 Tahun 2004. Menurut undang-undang tersebut, sumber-sumber pendanaan kegiatan pemerintahan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan asli daerah terdiri dari komponen pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK). Secara umum Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) digolongkan ke dalam bentuk unconditional grants atau biasa disebut dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
bantuan tak bersyarat, sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) digolongkan ke dalam bentuk conditional grants atau biasa disebut dengan bantuan bersyarat. Kemampuan fiskal merupakan isu penting dan strategis, karena
di masa mendatang pemerintahan daerah diharapkan dapat
mengurangi ketergantungannya secara finansial kepada pemerintahan pusat. Sayangnya, alokasi transfer di negara-negara sedang berkembang pada umumnya
lebih banyak didasarkan pada aspek belanja tetapi
kurang memperhatikan kemampuan pengumpulan pajak lokal, sehingga dari tahun ke tahun pemerintahan daerah selalu menuntut transfer yang lebih besar lagi dari pusat, bukannya mengeksplorasi pajak lokal secara maksimal.
basis
Keadaan tersebut juga ditemui pada
kasus pemerintahan daerah kabupaten dan kota di Indonesia.
Terdapat suatu teori yang menjelaskan tentang perkembangan belanja pemerintahan,
di
antaranya
adalah
teori
Peacock
Wiseman.
Sumber: APBD 2013 (diolah)
GRAFIK 1.2 RASIO KETERGANTUNGAN AGREGAT PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dan
7
Grafik di atas memberikan potret rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana transfer (DAU, DBH, DAK) terhadap total pendapatan
seluruh pemda
yang dikelompokkan
per provinsi.
Perhitungannya dilakukan dengan menjumlahkan PAD seluruh pemda pada satu provinsi kemudian membaginya dengan total pendapatan untuk wilayah yang sama. Hal yang sama juga berlaku untuk rasio dana transfer. Secara agregat (provinsi, kabupaten, dan kota), rata -rata rasio PAD terhadap total pendapatan hanya sebesar 17% dan rata -rata rasio dana transfer terhadap total pendapatan mencapai hingga 82%, sedangkan sekitar 1% lainnya merupakan rasio Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terhadap total pendapatan.
Kenyataan ini tidak
sejalan dengan tujuan otonomi, yaitu memandirikan daerah dengan segala potensi yang dimilikinya. Saat pemerintahan daerah merespon (belanja) lebih banyak menggunakan
dana
transfer
daripada
menggunakan
kemampuan (pendapatan) sendiri, maka itu disebut flypaper effect. Flypaper
effect
merupakan
fenomena utama dalam penelitian ini
(Kuncoro, 2007: 2). Terdapat suatu teori yang menjelaskan tentang perkembangan belanja pemerintahan, Wiseman.
Peacock
di
antaranya
adalah
teori
Peacock
dan
dan Wiseman mengemukakan teori mengenai
perkembangan
belanja
menyebutkan
bahwa
pemerintahan. Teori Peacock dan Wiseman meningkatnya
pertumbuhan
ekonomi
menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
pajak tidak berubah (tetap), dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran Karenanya,
dalam
pemerintahan
juga semakin
meningkat.
keadaan normal, meningkatnya pertumbuhan
ekonomi akan menyebabkan penerimaan pemerintahan semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintahan yang menjadi semakin besar pula. Pengeluaran
tersebut
digunakan untuk administrasi
pembangunan dan kegiatan belanja pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting. Anggaran-anggaran
tersebut tentu akan
meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi (Purnomo, 2011:6). Berdasarkan
teori
pemerintahan daerah pendapatan
dari
tersebut,
harusnya
idealnya,
berkorelasi
optimalisasi pajak.
Namun,
peningkatan
belanja
dengan
peningkatan
pada
kenyataannya
banyak daerah yang masih tergantung pada dana transfer dari pusat karena minimalnya PAD. Data APBD 2013 menunjukkan rata-rata secara agregat komposisi
dana transfer
(DAU, DBH, dan DAK)
dalam pendapatan daerah mencapai 66,3 %.
Sumber: APBD 2013 (diolah)
GRAFIK 1.3 KOMPOSISI PENDAPATAN DAERAH
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Grafik menunjukkan besaran jumlah uang dan persentase dari
ketiga sumber pendapatan daerah. Terlihat bahwa dana
perimbangan masih mendominasi sumber Pendapatan Daerah, yaitu sebesar sebesar 66,3% atau Rp 432,697 triliun, sedangkan PAD hanya sebesar 21,5% atau sebesar Rp140,302
triliun dan Lain - lain
Pendapatan Daerah yang sah sebesar 12,2% atau sebesar Rp79,866 triliun (Ditjen Perimbangan Keuangan, 2013). Hal tersebut di atas menggambarkan
porsi bantuan dari
pemerintahan pusat masih sangat mendominasi pendapatan (penerimaan) daerah. Artinya, angka belanja daerah sudah tidak sinkron dengan angka PAD. Fenomena ini perlu dikaji karena jika dilihat berdasarkan data yang ada, potensi ekonomi yang dimiliki daerah untuk mengembangkan PAD masih cukup besar, namun potensi tersebut belum dapat digali dengan baik. Salah satu contohnya semakin besar pajak dan retribusi daerah yang diterima otomatis Pendapatan Asli Daerah (PAD) semakin meningkat. Kemandirian Pemkab/Pemko dapat dilihat dari besarnya PAD yang diperoleh Pemkab/Pemko. Semakin besar pajak dan retribusi yang diperoleh kabupaten dan kota tersebut dalam membiayai pengeluaran untuk
melaksanakan
wewenang dan
tanggung jawabnya
kepada
masyarakat seperti membantu dan memfasilitasi sarana dan prasarna
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
masyarakat misalnya, dalam sektor pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain-lain. Pajak dan retribusi daerah merupakan suatu sistem perpajakan di Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah dilakukan secara terpadu dengan pajak nasional. Pembinaan ini dilakukan secara terus menerus, terutama mengenai objek, tarif pajak dan retribusi, sehingga antara pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi. Retribusi daerah merupakan pembayaran wajib dari penduduk kepada negara dikarenakan ada jasa tertentu yang diberikan oleh pemerintah kepada individu secara perorangan. Pungutan dari masyarakat ini akan menjadi sumber pendapatan bagi daerah tersebut, dan bisa dijadikan sumber utama pendapatan daerah selain pajak daerah, bagian laba usaha daerah maupun nilai-nilai PAD yan sah. Sebagaimana diketahui bahwa retribusi daerah sebagai sumber penerimaan dalam negeri mempunyai potensi untuk dijadikan sumber pendapatan nasional, mengingat semakin banyak ornag peribadi maupun pihak swasta yang menggunakan jasa yang disediakan pemerintah sekarang
ini.
Pemerintah
perlu
memperhatikan
bagaimana
cara
mengoptimalkan pemungutan retribusi daerah sehinga memberikan hasil yang maskimal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Tercapainya
kemandirian
daerah
otonom
merupakan
harapan yang besar dari pemerintahan daerah untuk membangun daerah berdasarkan kemampuan dan inisiasi daerah sendiri. Penelitian Andri Devita (2014) menunjukan bahwa PAD dan DAU berpengaruh signifikan positif terhadap belanja daerah Provinsi Jambi. Lebih lanjut Yuriko Ferida (2013) dengan analsis regresi berganda metode Ordinary Least Square (OLS) menjelaskan bahwa PAD dan Dana Perimbangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah di Provinsi Jawa Timur. Melihat pentingnya dana perimbangan dan pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah seperti penelitian sebelumya di daerah Provinsi Jambi dan Provinsi Jawa Timur, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kembali untuk melihat seberapa besar perbandingan dana perimbangan, pendapatan asli daerah, domsetik regional bruto (PDRB), dan belanja daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang merupakan ibu kota negara Republik Indonesia, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul : “Analisis Perkembangan Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah, Dan Produk Domestik Regional Bruto, dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Pada Tahun 2011 – 2015”.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
B. Rumusan Masalah Penelitian Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka masalah penelitian yang akan dikaji dirumuskan sebagai berikut: 1.
Bagaimana perkembangan Dana Perimbangan di Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta?
2.
Bagaimana perkembangan Pendaptan Asli Daerah di Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta?
3.
Bagaimana perkembangan Produk Domestik Regional Bruto di Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta?
4.
Bagaimana
perkembangan
Belanja
Daerah
di
Pemerintahan
Kabupaten/kota di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk
menganalisis
perkembangan
Dana
Perimbangan
di
Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 2.
Untuk menganalisis perkembangan Pendapatan Asli Daerah di Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
3.
Untuk menganalisis perkembangan Produk Domestik Regional Bruto di Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan
4.
Untuk menganalisis perkembangan Belanja Daerah di Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
2. Kontribusi Penelitian a. Kontribusi Praktisi Sebagai tambahan informasi mengenai perkembangan dana perimbangan, pendapatan asli daerah , pendapatan domsetik regional bruto (PDRB), dan belanja daerah di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 1. Bagi Instansi Dengan penelitian ini dapat memberikan pandangan bagi instansi mengenai perkembangan dana perimbangan, pendapatan asli daerah , pendapatan domsetik regional bruto (PDRB), dan belanja daerah di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta 2011-2015. 2. Bagi Pemerintah Kontribusi
kebijakan,
memberi
masukan
bagi
pemerintahan daerah sebagai pertimbangan atau evaluasi dalam menentukan kebijakan penggunaan anggaran dari transfer pemerintahan pusat, sehingga pemerintahan daerah diharapkan
dapat
mengambil
langkah-langkah
untuk
memaksimalkan semua potensi pendapatan yang ada. b. Kontribusi Akademisi 1. Bagi Pengembangan Ilmu Penelitian ini diharapkan akan melengkapi temuan – temuan empiris yang telah ada di bidang Perpajakan dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Akuntansi Pemerintahan untuk kemajuan dan pengembangan karya ilmiah di masa yang akan datang. 2. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat memberikan
pengetahuan
secara
praktis
yang
dihubungkan dengan teori yang diperoleh. 3.
Bagi Peneliti Lain Kontribusi teori bagi calon peneliti selanjutnya, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan informasi atau sumber referensi terpercaya dalam upaya pengembangan penelitian yang lebih komprehensif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/