PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN DEMAMA BERDARAH DENGUE (DBD) HISWANI Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue ( DBD ), merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian terutama pada anak. Oleh karena itu wabah penyakit ini sering menimbulkan kepanikan masyarakat. Daerah yang mempunyai resiko untuk menjadi wabah demam berdarah dengue umumnya ialah kota atau desa dipantai yang penduudknya padat dan mobilitasnya tinggi.Kejadian luar biasa atau wabah penyakit ini dapat terjadi didaerah endemis maupun daerah yang seluruhnya tidak pernah ada kasus. Biasanya wabah demam berdarah dengue terjadi pada musim hujan, sesuai dengan musim penularan penyakit ini. Pengamatan selama dua puluh terakhir ini menunjukkan bahwa didaerah endemis, wabah DBD terjadi secara periodik, setiap lima tahun. Namun demikian pada umumnya kejadian luar biasa ( KLB ) demam berdarah dengue sulit diramalkan sebelumnya. Di Indonesia, penyakit demam berdarah dengue cenderung semakin meningkat jumlah penderitanya dan semakin menyebar luas. Pada tahun 1968 terjadi wabah demam berdarah dengue di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dan kematian 24 orang (41,3 % ). Selanjutnya penyakit DBD ini kemudian menyebar keseluruhan tanah air Indonesia dan mencapai punjak klimaksnya pada tahun 1988, yaitu 20 tahun sejak keberadaannya di Indonesia penyakit ini mengukir puncak tertinggi serangannya. Angka insiden pada waktu itu mencapai 27,09 per 100.000 penduduk dengan angka kematian 3,2 %. II. SEJARAH PERKEMBANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI INDONESIA. Di Indonesia penyakit demam berdarah dengue mulai dikenal pada tahun1968. Sejak awal masuknya penyakit ini di Indonesia hingga tahun 1974 upaya pemberantasan belum diprogramkan dan upaya pemberantasannya dimasukkan dalam program pemberantasan penyakit lain- lain. Kegiatan pokok pemberantasannya meliputi penemuan kasus, pengobatan penderita serta penyemprotan dilokasi kasus DBD. Mulai tahun 1974 s/d 1980 dibentuk subdit Arbovirosis pada Direktorat Jenderal PPM- PLP dan kegiatan pemberantasannya mulai diprogramkan yang meliputi: pengamatan, pengobatan penderita. Demikian pula dengan yang menangani pemberantasan penyakit DBD Dati- I dan dati- II. Pada tahun 1980 s/d 1985 program kegiatan DBD dikembangkan dengan melaksanakan abatisasi massal bagi kota- kota dengan endemisitas DBD tinggi yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Abatisasi massal telah dipertajam sasarannya sejak tahun1985 s/d 1989, melalui stratifikasi desa endemis dan non endemis. Di desa abatisasi terhadap tempat-tempat penampungan air yang ditemukan jentik nyamuk Aides Aegypti. Tahun 1992 s/d sekarang, stratifikasi desa disempurnakan manjadi 3 strata yaitu: Endemis, Sporadis dan Potensial/bebas. Tugas dan fungsi sundit Arbovirosis semakin jelas dengan terbitnya SK Menkes No. 581 tahun 1992 yang menetapkan bahwa
©2003 Digitized by USU digital library
1
upaya pemberantasan DBD dilakukan melalui kegiatan pencegahan , penemuan, pelaporan penderita, pengamatan penyakit dan penyelidikan Epidemiologi, penanggulangan seperlunya dan penyuluhan kepada masyarakat. III. PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE ( DBD ) Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi virus, terutama menyerang pada anak- anak dengan ciri- ciri demam tinggi mendadak dengan manifest asi pendarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang menyebabkan kematian. Penyebab penyakit ini adalah virus dengue, virus ini termasuk kelompok arthopode borne virus, famili Togaviridae dan termasuk genus Flavivirus dengue terbagi empat macam yaitu: 1. De ngue 1, diisolasioleh Sabin pada tahun 1944. 2. Dengue 2, diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944. 3. Dengue 3, diisolasi oleh Sather. 4. Dengue 4, diisolasi oleh Sather. Akibat infeksi virus dengue dapat menimbulkan bermacam- macam gejala seperti dibawah ini: 1. Asymtomatis. 2. Mild Undifferentiated Febrile Illnes. 3. Dengue Fever ( demam dengue ). 4. Dengue haemorrhagic Fever ( DHF- DBD ). 5. Dengue Shock Syndrome ( DSS ) Untuk mendignosa penyakit DBD ini dipakai patokan kriteria klinik Who ( 1975 ) sebagai berikut: 1. Demam tinggi mendadak dan terus- menerus selama 2- 7 hari. 2. Manifestasi pendarahan, termasuk setidak- tidaknya uji touniquet positif dan salah satu bentuk lain ( peteki, eximosis, epitexis, pendarahan gusi ), hemotomesis. 3. Pembesaran hati. 4. Shock, yang ditandai nadi lemah, cepat sisertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mm Hg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut. 5. Trombositopeni (100/mm3 atau kurang) biasanya dietmukan pada hari ke 3 sampai hari ke 7 sakit. Jadi paling kurang dilakukan pemeriksaan 2 kali yaitu pada hari ke 3 dan hari ke 5 sakit ). 6. Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak hematokrit pada masa konvalesan. Diagnosa klinik penyakit DBD dapat di tegakkan apabila ditemukan 2 atau 3 gejala klinik tersebut diatas disertai trombositopeni dan Hemokonsentrasi. Dengan patokan ini 87 % penderita yang tersangka penyakit demam berdarah dengue ternyata diagnosanya tepat ( dibuktikan oleh pemeriksaan serologis ). Untuk pemeriksaan serologis ialah dengan inovasi virus, digunakan spesimen darah/ filter paper atau serum, hasilnya dapat dilihat lebih kurang satu minggu, sedangkan untuk isolasi virus digunakan serum atau plasma atau jaringan/autopsi pasien, penyakit demam berdarah dengue, atau nyamuk aedes aegypti ( hasilnya dapat dilihat setelah lebih kurang 2 minggu ), sehingga untuk pengobatan kurang bermanfaat, karena lamanya menunggu hasil pemeriksaan. Berguna untuk
©2003 Digitized by USU digital library
2
konfirmasi diagnosa klinik dan untuk kepentingan Epidemiologi pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. IV. VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE. Sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue di indonesia terutama ialah nyamuk aedes aegypti dan mungkin juga aedes alboictus, kedua jenis penyakit ini terdapat hampir diseluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat -tempat yang mempunyai ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Aedes aegypti merupakan vektor yang paling penting dalam penyebaran penyakit demam berda rah dengue karena seseorang yang menderita penyakit DBD, dalam darahnya mengandung virus dengue. Virus dengue sudah mulai terdapat dalam darah ( viremia ) satu sampai dua hari sebelum penderita demam. V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Dewasa ini dikenal 4 type virus dengue di Indonesia, yaitu virus dengue type 1, 2, 3, dan 4. Menurut teori infeksi sekunder, seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh sakit, kecuali hanya merasa demam ringan. Namun bila orang tersebut terinfeksioleh 2 macam virus dengue, barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD. Penyebaran berbagai tipr virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang- orang yang terinfeksi virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain. Ditempat yang baru melalui gigitan nyanuk penulat DBD seperti Aedes Aedupty dan Aedes Albopictus menyebarkannya kepada orang lain disekitarnya. Penyebaran virus akan mudah terjadi di daerah yang padat penduduknya. Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM- PLP, diketahui bahwa dari 301 dati II yang ada di Indonesia , 255 buah Dati II telah terjangkit DBD. Ini artinya menunjukkan bahwa 84,7 % dati II diseluruh Indonesia telah diramba virus debgue dan cepat atau lambat , sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak ada manusia yang kebal virus DBD. VI. PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWA SPADAI. Sejak awal tahun 90- an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap- siap menghadapi kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993. perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan. Dimana kita lihat terjadi peningkatn jumlah kasus yang berulang secara teratur, yaitu pada tahun 1968, 1973, 1977/78, 1983 dan 1988. Ternyata jumlah penderiata pada tahun, 1993 , tidak meningkat dibandingkan dengan jumlah penderiar DBD tahun1993 sebanyak 17,418 orang, meningga l 418 orang ( CFR 2,4 % ). Sedangkan jumlah penderiat pada tahun 1992 sebanyak 17, 620 orang, meninggal 609 orang ( CFR 2,4 % ). Secara angka malah kelihatan jumlah penderita menurun sedikit, tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinyya, mengingat perkiraan semua pakar, yang akan terjadi ledakan jumlah penderiat tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah penderita DBD secara nasional. Semua ini tidak terlepas dari usaha- usaha pemerintah dan semua masyarakat, khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBd yang semakin intensif dibandingkan dengan tahun- tahun sebelumnya, antara lain penyuluhan
©2003 Digitized by USU digital library
3
melalui media masa, pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes Aegypti. Disamping itu, penurunan presentase penderita DBD yang meninggal 2,4 % disbanding 2, 9 % pada tahun 1992, juga sangat berarti. Ini semua berkat usaha paar klinikius di rumah sakit dan puskesmas. Juga berkat partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin. Meskipun demikian kita tidak boleh lalai, ke mungkinan akan terjadi ledakan jumlah penderita DBD ditahun 1994, tetap ada. Ini berdasarkan hasil laporan beberapa rumah sakit di Dati II di Jaw dan Bali, sampai dengan bulan Mei 1994, terlihat indikasi peningkatan jumlah penderiat yang dirawat, seperti DKI Jakarta, Rembang, Jawa Tengah, Sidoarjo, Kediri,Nganjuk, dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU denpasar bali. Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu, menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia, nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah- rumah maupun ditempat tempat umum, termasuk sekolah tempat ibadah, rumah makan, dan temapt penginapan. Rata- rata rumah dan tempat umum yang ditemukan jentik nyamuk aeds aegypti di 26 ibu kota propinsi, bervariasi antara 10- 26 %. VII. CARA PENCEGAHAN NYAMUK AEDES AEGY PTI. Pencegahan nyamuk aedes aegypti ini paling efektif dengan membasmi jentiknya, dengan cara menguras penampungan tempat air, sperti bak mandi/ wc, tempayan dan drum secara teratur sekurang- kurangnya sekali seminggu, serta memelihara kebersihan lingkunganrumah maupun tempat- tempat umum. Sedangkan untuk tempat penampungan air, yang sulit dikuras misalnya didaerah yang sulit air, tempat- tempat penampungan air ditutup rapat atau ditaburi bubuk pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah abatisasi. Dibeberapa kota bubuk pembasmi jentik ini tersedia ditoko- toko obat. Semau cara membasmi jentik aedes aegypti dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamuk 9 PSN ). Mengingat nyamuk aedes aegypti tersebar luas dimana- mana maka pemberantasan sarang nyamuk ini perlu dilakukan bersama- sama oleh seluruh masyarakat. Jika pemberantasan sarang nyamuk ini hanya dilakukan dibeberapa tempat saja, penyakit demam berdarah tidak akan dapat diberantas secara tuntas, sebab penularan penyakit demam berdarah dengue dapat terjadi dimana- mana, baik dirumah maupun ditempat umum. VIII. MASA PENULARAN PENYAKIT DBD. Masa penularan penyakit dbd biasanya terjadi disekitar musim hujan. Namun masing- masing daerah pola musiman ini berbeda-beda, bahkan untuk wilayah yangs sama musim penularan dapat berbeda dari tahun ketahun. Kadang- kadang paad awal atau akhir musim hujan, atua kadang- kadang sesudah musim hujan. Yang jelas penyakit ini dpat dating sewaktu-waktu. Oleh karena itu masyarakat harus selalu waspada terhadap tanda- tanda penyakit demam berdarah. Pada hari-hari pertama sakit, tanda-tanda penyakit demam berdarah sangat sulit dibedakan dengan influenza atau penyakit infeksi virus lain. Sering kali hanya ada demam atau panas saja yang timbul secara mendadak, badan lemah, e l su, kadang-kadang ada bintik- bintik merah diikuti seperti bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakan dapat dilakukan dengan cara merenggangkan kulit disekitar bintik merah iti. Jika bintik merah tidak hilang dengan peregnggangan kulit ini, hal ini merupakan salah satu tanda penyakit demam berdarah. Sebagian besar penderita akan sembuh tanpa obat-obat khusus. Tetapi pada sebagian penderita, bisa bertambah parah yaitu jika terjadi pendarahan disemua
©2003 Digitized by USU digital library
4
jaringan tubuh. Pendarahan ini bisa tampak dari luar berupa pendarahan dari mulut, hidung, atau bahkan muntah darah dan berak darah. Tetapi kadang- kadang pendarahan ini tidak tampak, yaitu bila pendarahannya terjadi pada alat- alat dalam tubuh sperti otak, limpa dan ginjal. Proses menjadi parah ini berlangsung cepat, bisa dalam beberapa jam atau beberapa hari. Kemudian bisa menimbulkan shock dan kematian. Keadaan kritis ini biasanya terjadi pada hari ke 3 atau hari ke 5 sakit, atau bisa lebih awal. Sayangnya sampai saat ini belum ditemukan cara pemeriksaan yang bisa meramalkan penderita- penderita mana yang akan menjadi parah. Oleh karena itu pada dasarnya semua penderiat penyakit demam berdarah dengue perlu dirawat inap, agar dapat diobservasi dan pemeriksaan laboratorium secara teratur, dengan maksud bila terjadi kea daan memburuk dapat segera diberikan tindakan pertolongan yang diperlukan. Karena sifatnya yang akut inilah, maka jika terdapat tanda-tanxda penyakit demam berdarah, masyarakat diharapkan untuk memeriksakan kepada dokter, rumah sakit atau puskesmas.
IX. PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE Upaya penanggulangan penyakit demam berdarah dengue yang dilakukan selama pelita V telah berhasil menurunkan angka kematian dan angka kesakitan penyakit DBd, namun wilayah yang terjangkit semakin luas. Angka kematian, angka kesakitan dan jumlah Dati II yang terjangkit DBD di Indonesia dalam pelita V. Tahun 1990 Tahun 1993 Angka kematian ( CFR ) 3, 6 % 2,4 % Angka kesakitan per 10.000 penduduk 1,27 % 0,92 % Jumlah Dati II Terjangkit 163 198 Bertambah luasnya wilayah yang terjangkit penyakit DBD tersebut terutama disebabkan karena masih tersebarnya nyamuk aedes aegypti, baik dirumah maupun di tempat umum termasuk sekolah. Meskipun angka bebas jentik meningkat dari 64 % pada tahun 1987 menjadi 72 % pada tahun 1992, yang berarti telah terjadi peningkatan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue, namun angka tersebut masih terlalu rendah untuk dapat menghentikan penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Kondisi yang diharapkan agar penyakit ini dapat mencapai 100% atau sekurang- kurangnya 95 %. Dalam pelita VI ini, mobiltas kepadatan penduduk akan semakin meningkat, atas dasar itu diperkirakan penyebaran wilayah yang terjangkit penyakit DBD masih akan terjadi, jika dilaksanakan upaya penanggulangannya secara lebih intensif. Mengingat hal tersebut diatas, maka penggerakan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue sebagai salah satu kegiatan strategis dalam upaya pemberantasan penyakit DBD perlu ditingkatkan. Disamping itu, Fongging massal di desa/ kelurahan endemis sebelum musim penularan dan tindakan kewaspadaan dini terhadap KLB/ wabah DBD juga perlu ditingkatkan. Untuk mencegah terjadinya KLB ( kejadian luar biasa ) wabah penyakit demam berdarah dengue. Dengan kegiatankegiatan tersebut diatas, maka sasaran program pemberantasan penyakit demam berdarah dengue pada pelita VI dapat dicapai yaitu: Angka kematian kurang dari 2,5 % sedangkan kesakitan dikecamatan endimes kurang dari 3 per 10.000 penduduk, dan angka bebas jentik terutama di kecamatan endemis 95 % atau lebih.
©2003 Digitized by USU digital library
5
Dasar pelaksanaan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue tersebut adalah keputusan Menteri Kesehatan No. 581/ Mkes/ SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit Demam Berdarh Dengue yang telah ditindak lanjuti dengan keputusan Dirjen PPM dan PLP dan surat - surat edaran Mendagri. Dirjen Dikdasmen Mendikbud dan Ketua Umum Tim penggerakan PKK tingkat pusat. Untuk memberantas penyakit DBD secara tuntas, keadaan yang diharapkan adalah pemberantasn sarang nyamuk demam berdarh dengue dilaksanakan oleh seluruh masyarakat baik dirumah maupun tempat umum termasuk sekolah, secara terus menerus melalui kegiatan seperti menguras/ mengganti air sekurangkurangnya sekali seminggu atau menutup rapat tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, drum, tempayan, dan lain-lain. Bagi tempat penampungan air yang tidak dapat dikuras atau ditutup rapat dapat digunakan bubuk abate yang dalam konsentrasi tertentu dapat membunuh jentik nyamuk tersebut. Dalam mencegah sarang nyamuk dapat juga dengan cara mengubur atau menyingkirkan barang- barang yang dapat menjadi tempat tertampungnya air., seperti ban bekas, vas bunga, pot tanaman air, tempat minum burung, dan lain- lain serta memelihara kebersihan lingkungan pada umumnya secara terus- menerus. Penyemprotan Insectisida hanya memberantas nyamuk dewasa, oleh karena itu perlu dilakukan usaha seperti disebut diatas upaya penyakit demam berdarah dengue dapat dicegah sebelum terjadi wabah. Dari uraian diatas, jelaslah bahwa untuk memberantas penularan demam berdarah secara tuntas yang paling penting adalah usaha-usaha masyarakat sendiri dalam memelihara kebersihan lingkungan rumah, tempat kerja dan tempat-tempat umum agar bebas dari nyamuk penular demam berdarah. Di beberapa Dati II di Jawa Timur dan Jawa Tengah, ibu- ibu kaderPKK ikut memberikan penerangan kepada masyarakat, dengan cara mengunjungi rumah- rumah secara berkala untuk mewawancarai secara langsung dan memeriksa ada tidaknya jentik aedes aegypri dirumah- rumah. Usaha begini di Kodya Mojokerto berhasil mengurangi presentase rumah yang ada jentik aedes aegypti dari 28 % menjadi 14 % pada tahun 1992. Hingga jumlah DBD turun dari 164 orang menjaddi 19 orang pada tahun 1992. Selain yang disebutkan diatas peny uluhan mengenai demam berdarah juga dapat disampaikan melalui mesia massa sehingga untuk disampaikan kepada masyarakat bisa lebih cepat dimengerti. Karena dengan penyuluhan tersebut bisa diperagakan dengan memberikan contoh-contoh secara langsung. Begitu juga pengetahuan tentang demam berdarah juga diberikan kepada murid- murid sekolah dasar dan pramuka serta pada pertemuan-pertemuan kelompok masyarakat pada berbagai kesempatan. X. KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA a. Dasar Kebijaksana an Mengingat vaksin belum tersdia, maka pemberantasan DBD dilakukan dengan memberantas vektornya. Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat, karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah. Daerah. Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan perilaku masyarakat. Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas, insiden meningkat disertai kematian , oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit dan mencegah KLB. b. kebijaksanaan pelaksanaan ( kepmenkes no. 581 tahun 1992 ) 1. penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat oleh petugas/ pejabat kesehatan dan sektor terkait,
©2003 Digitized by USU digital library
6
pemuka masyarakat dan orang yang mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue. 2. Upaya pencegahan DBD ditingkat desa/ kelurahan dilaksankan secara swadaay adan dikordinasiak oleh Pokja DBD/ LKMD. 3. Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD/ Tim pembinaLKMD ditiap tingkat adminitraso pemerintah. 4. Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi dan penaggulangan seperlunya. 5. Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan dan pencegahan KLB. c. Tujuan dan sasaran serta pokok- pokok kegiatan § Mencegah dan membatasi KLB § Membatasi angka kesakitan ( Insidens < 10 per 100.000 ). § Menurunkan angka kematian ( CFR < 2,5 % ). § Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis > 95 %. § Penemuan dan pengobatan penderita. § Kewaspadaan di terhadap KLb. § Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis. § Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif didesa / Kelurahan endemis. § Penyuluhan melalui mesia massa. § Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader. § Bimbingan teknis, pemantauan dan penelitiaan. d. Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI. Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per 100.000 penduduk dengan angka kematian 2 %. Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per 100.000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2, 5 % kondisi angka kesakitan DBD pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit DBD adalah sebesar 9, 17 per 100.000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2, 4 %
XI. ANALISA KEBERHASILAN UPAYA PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD a. Angka kematian DBD. Dari gambar grafik I tampak bahwa angka kematian DBD sejak penyakit ini masuk ke Indonesia pada tahun1968 hingga sekarang ( 1994 ) terus menunjukkan laju penurunan yang sangat bermakna. Hal ini mungkin karena makin baiknya upaya pertolongan dan pengobatan penderita baik dirumah sakit maupun puskesmas angka kematian pada tahun 1968 sebesar 41,3 % sedangkan pada tahun 1994 menurun menjadi 2, 5 % ( tabel I ). Angka kematian pada tahun 1994 telah sesuai dengan sasaran pelita VI DBD yang mencanangkan CFR kurang dari 2, 5 %. b. Angka kesakitan DBD. Dari gambar grafik 2 tampak bahwa insides DBD meningkat dari tahun 1968 sejak masuknya penyakit ini di Indoneisa hingga tahun 1988, yang merupakan tahun out break nas ional. Namun setelah insidenDBD ini terus menurun secara signifikan hingga sekarang tahun ( 1994 ). Inisens DBD pada tahun 1988 sebesar 27, 09/ 100. 000 penduduk, sedangkan pada tahun 1994 menurun menjadi 9, 72/ 100.000 penduduk (tabel 1 ). Hal ini mungkin berkaitan erat dengan keberhasilan upaya
©2003 Digitized by USU digital library
7
penanggulangan DBD yang selalu dikembangkan dari tahun ke tahun sesuai dengan pengalaman dan hasil- hasil penelitian yang telah dilakukan. c. Wilayah Dati II yang Terjangkit. Dari gambar grafik 3 tampak bahwa jumlah Dati II terjangkit secara kumulatif terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga pada tahun 1994 tercatat sudah 255 dari 301 Dati II ( 84, 7 % ) yang telah terjangkit DBD ( tabel 2 ). Diperkirakan dalam tempo sekitar 5 tahun lagi dati II seluruh Indonesia sudah akan terjangkit DBD. Dengan upaya penanggulangan DBD yang serentak dan menyeluruh terutama dalam upaya pemberantasan vektornya melalui Pokjanal dan Okja DBD yang hingga tahun 1994 ini telah terbentuk operasional desebagian Dati II di tanah air maka penyebaran dan penularan penyakit DBD dapat dikendalikan sehingga pada tahun 2010 penyakit DBD sudah dapat dieliminasi. Jumlah Dati II terjangkit Demam Berdarah dengue Per Propinsi di Indonesia tahun 1968 s/d 1994. No Propinsi Jumlah Dati II Tahun mulai terjangkit Seluruhnya Terjangkit 1. Aceh 10 8 1975 2. Sumatera Utara 17 16 1975 3. Sumatera Barat 14 6 1972 4. Riau 7 7 1973 5. Jambi 6 6 1975 6. Sumatera Selatan 10 10 1975 7. Bengkulu 4 3 1980 8. Lampung 4 4 1973 9. DKI Jakarta 5 5 1969 10. Jawa Barat 25 25 1973 11. Jawa Tengah 35 35 1969 12. D. I. Yogyakarta 5 5 1970 13. Jawa Timur 37 37 1968 14. Kalimantan Barat 7 6 1977 15. Kalimantan Tengah 6 6 1978 16. Kalimantan Selatan 10 10 1975 17. Kalimantan Timur 6 6 1975 18. Sulawes i Utara 7 6 1973 19. Sulawesi Tengah 4 2 1975 20. Sulawesi Selatan 23 20 1975 21. Sulawesi Tenggara 4 1 1980 22. Bali 9 9 1973 23. Nusa Tenggara Barat 6 2 1976 24. Nusa Tenggara Timur 12 11 1979 25. Maluku 5 4 1975 26. Irian jaya 9 4 1979 27. Timo r- Timur 13 1 1993 Jumlah 300 255
©2003 Digitized by USU digital library
8
Jumlah Kasus, Kematian DBD Dati II Terjangkit dan Insidens Per Tahun di Indonesia 1968- 1994. Tahun Kasus Kematian Case- Fatality Dati I Dati II Insedens Rate ( CFR Terjangkit Terjangkit Rate(per )% 100.000 penduduk) 1968 58 24 41,3 2 2 0,05 1969 167 40 23,9 2 7 0,14 1970 477 90 18,8 4 8 0,4 1971 267 40 14,9 3 7 0,22 1972 1.400 135 9,6 4 11 1,14 1973 10.189 470 4,6 10 67 8,14 1974 4.586 180 3,9 100 69 3,57 1975 4.563 368 8,1 19 89 3,47 1976 4.548 214 4,7 19 93 3,38 1977 7.826 320 4,1 16 112 5,69 1978 6.989 384 5,5 20 125 4,96 1979 3.422 165 4,8 23 105 2,37 1980 5.007 243 4,8 23 115 2,37 1981 5.978 231 3,9 24 125 3,96 1972 5.451 255 4,7 22 142 3,53 1983 13.668 491 3,6 22 162 8,65 1984 12.710 382 3 20 160 7,86 1985 13.588 460 3,4 19 155 8,14 1986 16.529 608 3,7 23 159 9,79 1987 23.864 1.105 4,6 20 160 13,50 1988 47.573 1.527 3,2 25 201 27,09 1989 10.362 464 4,5 24 163 6,09 1990 1991 1992 1993 1994
22.807 21.120 17.620 17.418 18.783
821 578 509 418 471
3,6 2,7 2,9 2,4 2,5
21 24 24 25 27
177 181 187 198 217
12,70 11,56 9,45 9,17 9,72
XII. KESIMPULAN Penyakit demam berdarah dengue ( DBD )pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun1968 dengan jumlah penderiata 58 orang dengan kematian 24 orang ( 41,3 $ ). Penyakit DBD menyebar keseluruh Indonesia dan mencapai puncak klimaksnya pada tahun 1988, yaitu 20 tahun sejak keberadaannya di Indonesia penyakit ini mengukir puncak tertinggi serangannya angka insidens pada waktu itu mencapai angka kematian 3,2 %. Untuk menekan indidens demam berdarah dengue perlu dilakukan penyuluhan ke rumah- rumah p[enduduk dan sekolah- sekolah, juga bisa dilakukan penyuluhan melalui media masa secara terpadu dan berkesinambungan. Untuk mencegah penyakit demam berdarah dengue yaitu dengan cara membasmi nyamuk aedes aegypti yaitu dengan membasmi jentiknya dengan cara menguras tempat penampungan air serta memelihara kebersihan lingkungan rumah maupun tempat-tempat umum sedangkan tempat penampungan air yang sulit
©2003 Digitized by USU digital library
9
dikuras tempat penampungan air tersebut dapat ditaburi bubuk pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah abatisasi. Dalam pelita Vi ini, mobilisasi dan kepadtan penduduk akan semakin meningkat atas dasar itu diperkirakan penyebaran wilayah yang terjangkit penyakit DBD masih akan berlangsung dan KLB/ wabah DBD masih akan terjadi, jika tidak dilaksanakan upaya penanggulangannya secara intensif.
DAFTAR PUSTAKA. Departemen Kesehatan RI., Jumlah dan Insidebs DBD per propinsi Ditjen PPm & PLp, laporan Dit. Arbovirosis Jakrta, 1990 hal 1. --------------------------------, Petunjuk Pelaksanaan Pengamatan dan Pencegahan Kejadian Luar Biasa Demam berdarah Dengue ( Kewaspadan Dini ), Ditjen PPm & PLP, Jakarta 1990 --------------------------------, Berita Epidemologi, edisi April Jakrta, 1995. --------------------------------, Berita Epidomologi, edisi Juni Jakarta, 1995. --------------------------------, Berita Epidomologi, edisi Juli Jakarta, 1994. Abednego H.M. perkiraan letusan wabah DBD tahun 1993 dapat kita hindari, tetapi penyakit DBD masih perlu terus di waspadai. Warta Bo. 11 tahun V jakarta, 1995. Suroso, T. Review program pemberantasan demam berdarah di Indonesia tahub 1968- 1983. Depkes RI, Jakrta, 1984. Departemen kesehatan RI, petunjuk teknis pengamatan penyakit demam berdarah dengue. Ditjen PPM & PLP Jakrta, 1992.
©2003 Digitized by USU digital library
10