PEMERINTAH PROVINSI BANTEN BLACKLIST 5 PERUSAHAAN
actual.co
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten mem-blacklist lima perusahaan yang mengerjakan proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) di Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten. Salah satu dari lima perusahaan yang masuk daftar blacklist tersebut yakni PT Mikkindo Adiguna Pratama, yang mengerjakan proyek alkes di Rumah Sakit Rujukan Banten pada tahun 2012 lalu yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena pekerjaannya bermasalah. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan, M Yanuar menegaskan, langkah mem-blacklist lima perusahaan tersebut dilakukan sebagai sanksi, karena perusahaanperusahaan tersebut tidak bisa menyelesaikan pekerjaanya. Untuk itu, selama dua tahun lima perusahaan tersebut akan dilarang ikut tender pengadaan di Pemprov Banten. "Saya sendiri tidak menghafal secara detail nama-nama perusahaan tersebut. Namun perusahaan tersebut beralamat di Serang,” tegas M Yanuar di Serang. M Yanuar mengungkapkan, saat ini pihaknya tengah melakukan pembenahan di Dinkes Banten, agar persoalan terkait berbagai proyek tidak terulang lagi. Karena itu, untuk menghindari kesalahan dalam pengadaan proyek pada tahun 2014, pihaknya telah memanggil Pejabat Pembuat Komitmen i (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan ii (PPTK) di Dinkes Banten. “PPK dan PPTK yang saya panggil ini juga, sebagai saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus pengadaan alkes di Pemprov Banten. Kami sudah mengetahui di mana letak kesalahan dalam pengadaan proyek alkes tersebut, yakni dalam pengadaan proyek itu ternyata tidak ada standar Harga Perkiraan Sendiri iii (HPS) sehingga terjadi kemahalan harga," kata M Yanuar. Menurut M Yanuar, agar pengadaan alkes pada tahun 2014 ini tidak terjadi kesalahan, maka standar HPS untuk pengadaan alkes sedang disusun oleh Dinkes Banten. “Jika standar HPS itu tersusun, maka dalam pelaksanaannya, penentuan harga akan mengikuti harga standar yang ditetapkan. Kami saat ini melakukan pembenahan, dan
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
sekaligus melakukan efesiensi anggaran, dan hasilnya terdapat Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) untuk pengadaan alkes saja mencapai Rp180 miliar," jelas M Yanuar. M Yanuar juga mengakui, tidak adanya standar harga untuk alkes di tingkat nasional. Pihaknya mengaku, pernah minta kepada Kementerian Kesehatan, namun di Kementerian Kesehatan juga tidak memiliki standar harga yang pasti untuk alkes. "Kami juga meminta kepada perusahaan-perusahaan dan sangat jarang perusahaan distributor, dan ternyata hanya satu perusahaan yang memberikan harga untuk alkes," terang M Yanuar. Secara terpisah, Kepala Biro Administrasi Pembangunan (Adpem) Provinsi Banten Refri Aroes mengatakan, Silpa yang ada di Pemprov Banten pada tahun 2013 bukan hanya diakibatan perusahaan yang rekeningnya diblokir KPK saja. "Beberapa proyek yang tidak bisa diselesaikan oleh perusahaan milik Tugabus Chaeri Wardana (TCW) itu dengan otomatis anggarannya tidak terserap. Anggaran itu kembali masuk ke kas daerah,” kata Refri Aroes. Pemerhati Ekonomi Sosial dan Pegiat Anti Korupsi Banten, Dahnil Anzar menilai langkah Pemprov Banten mem-blacklist empat perusahaan Wawan sebagai tindakan terlambat. ”Kenapa blacklist tidak dilakukan saat realisasi APBD Perubahan 2013 lalu.
Sumber berita: 1. suarapembaruan.com, Pemprov Banten Coret 5 Perusahaan Terkait Alkes, Rabu, 29 Januari 2014. 2. indopos.co.id, Dinkes Banten Blacklist 5 Perusahaan, Rabu, 29 Januari 2014.
Catatan: Blacklist atau daftar hitam adalah daftar yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa dan/atau Penerbit Jaminan yang dikenakan sanksi oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berupa larangan serta ikut serta dalam proses pengadaan barang/jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya (Pasal 1 angka 1 Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Operasional Daftar Hitam). Penerbit Jaminan adalah Bank Umum, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Penjaminan yang mengeluarkan jaminan untuk diserahkan oleh Penyedia Barang/Jasa kepada PPK/ULP untuk menjamin terpenuhinya kewajiban Penyedia Barang/Jasa sebagaimana dipersyaratkan dalam dokumen pengadaan/kontrak pengadaan barang/jasa (Pasal 1 angka 12 Peraturan Kepala LKPP Nomor 7 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Operasional Daftar Hitam).
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Peraturan Kepala LKPP Nomor 7 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Operasional Daftar Hitam ini diterbitkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sesuai amanat Pasal 134 ayat (2) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Berdasarkan Pasal 3 LKPP Nomor 7 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Operasional Daftar Hitam: a. Penyedia Barang/Jasa pada saat proses pemilihan yang dapat dikenakan sanksi daftar hitam apabila: 1. terbukti melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; 2. mempengaruhi Unit Layanan Pengadaan (ULP)/Pejabat Pengadaan/PPK/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan dokumen pengadaan dan/atau HPS yang mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat; 3. mempengaruhi ULP/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan/kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; 4. melakukan persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur harga penawaran di luar prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain; 5. membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam dokumen pengadaan; 6. mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan; 7. membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam dokumen pengadaan; 8. mengundurkan diri pada masa penawarannya masih berlaku dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan;
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
9.
menolak untuk menaikkan nilai jaminan pelaksanaan untuk penawaran di bawah 80% HPS; 10. mengundurkan diri/tidak hadir bagi calon pemenang dan calon pemenang cadangan 1 (satu) dan 2 (dua) pada saat pembuktian kualifikasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan dalam pelaksanaan pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya; 11. mengundurkan diri/tidak hadir bagi pemenang dan calon pemenang cadangan 1 (satu) dan 2 (dua) pada saat klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan dalam pelaksanaan pengadaan jasa konsultansi; 12. memalsukan data tentang tingkat komponen dalam negeri; 13. mengundurkan diri bagi pemenang dan pemenang cadangan 1 (satu) dan 2 (dua) pada saat penunjukan Penyedia Barang/Jasa dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh PPK; dan/atau 14. mengundurkan diri dari pelaksanaan penandatanganan kontrak dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh PPK. b. Penyedia Barang/Jasa yang telah terikat kontrak dikenakan sanksi daftar hitam apabila: 1. terbukti melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses pelaksanaan kontrak yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; 2. menolak menandatangani Berita Acara Serah Terima Pekerjaan; 3. mempengaruhi PPK dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; 4. melakukan pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak termasuk pertanggungjawaban keuangan; 5. melakukan perbuatan lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajiban dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sehingga dilakukan pemutusan kontrak sepihak oleh PPK; 6. meninggalkan pekerjaan sebagaimana yang diatur kontrak secara tidak bertanggung jawab; 7. memutuskan kontrak secara sepihak karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa; dan/atau 8. tidak menindaklanjuti hasil rekomendasi audit pihak yang berwenang yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara.
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
c. Penerbit Jaminan dikenakan sanksi Daftar Hitam apabila tidak mencairkan jaminan dengan tanpa syarat (unconditional) sebesar nilai jaminan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat pernyataan wanprestasi dari PPK/ULP diterima oleh Penerbit Jaminan.
i
PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa (Pasal 1 angka 7 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah). ii PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya (Pasal 1 angka 16 PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah) iii HPS adalah harga barang dan/atau jasa yang dikalkulasi secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum