PEMERIKSAAN Brucella sp. PADA SAMPEL PENYAKIT HEWAN DI BALAI BESAR UJI STANDAR KARANTINA PERTANIAN
SANDHI YUDHA PRAWIRA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemeriksaan Brucella sp. pada Sampel Penyakit Hewan di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 SANDHI YUDHA PRAWIRA NIM B04080058
ABSTRAK SANDHI YUDHA PRAWIRA. Pemeriksaan Brucella sp. pada Sampel Penyakit Hewan di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian. Dibimbing oleh RAHMAT HIDAYAT dan MUJIATUN. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan koleksi serum positif dan isolat bakteri Brucella sp. di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP). Identifikasi dilakukan dengan uji Rose Bengal Test (RBT) sebagai uji tapis, uji kultur dan Polymerase Chain Reaction (PCR) sebagai uji konfirmasi. RBT merupakan uji aglutinasi sederhana dengan menggunakan antigen yang direaksikan dengan reagen RBT dan dilakukan pada pH rendah. Hasil positif ditunjukan oleh adanya reaksi aglutinasi. Tiga ratus empat puluh delapan sampel serum sapi diperiksa dengan menggunakan metode RBT dan didapatkan 13 sero positif. Swab vagina dari sampel positif diperiksa dengan metode kultur dalam inkubator CO2 pada suhu 37 oC. Didapatkan satu sampel yang berhasil dibiakan pada media kultur. Hasil positif uji kultur selanjutnya diperiksa kembali dengan PCR. Pemeriksaan lanjutan ini dilakukan untuk memberikan bukti tambahan bahwa sampel berisikan bakteri Brucella sp. Kata Kunci: Brucella sp., kultur bakteri, PCR, RBT, pemamah biak.
ABSTRACT SANDHI YUDHA PRAWIRA. Examination of Brucella sp. In Samples Of Animal Disease in Center of Diagnostic Standard Agriculture Laboratory. Supervised by RAHMAT HIDAYAT and MUJIATUN. This research were designed to get significant result to finding positive sera and to get Brucella sp. isolate in Center of Diagnostic Standard Agriculture Laboratory. The methods that used to identified Brucella sp. are Rose Bengal Test (RBT) as screening test, culture test and Polymerase Chain Reaction (PCR) as confirmation tests. RBT is a simple spot agglutination test using antigen stained with Rose Bengal and buffered to a low pH. The positive result shown through agglutination reaction. A three hundred and fourty six samples of cow sera were examined using RBT method and 13 sera were positive. The vaginal swab of positive samples was propagated in culture test inside 5% CO2 incubator with the temperature 37°C. There was only one sample lived in media culture. Further examination for culture test was conducted through PCR. It was conducted to prove that the samples contain Brucella sp. Key words: Brucella sp., Culture, PCR, RBT, ruminants.
PEMERIKSAAN Brucella sp. PADA SAMPEL PENYAKIT HEWAN DI BALAI BESAR UJI STANDAR KARANTINA PERTANIAN
SANDHI YUDHA PRAWIRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah kasus Brucella sp. pada sampel koleksi penyakit hewan karantina, dengan judul Pemeriksaan Brucella sp. pada Sampel Penyakit Hewan di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh Rahmat Hidayat, MSi selaku pembimbing I dan Ibu Drh Mujiatun, MSi selaku pembimbing II, dan Bapak Prof Dr Ir Wasmen Manalu sebagai Pembimbing Akademik yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) Rawamangun Jakarta Timur yang telah membantu selama penelitian dan pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah dan Ibu, serta adik saya (Rangga), seluruh keluarga, Aulia Tryan Dinasti, Bayu Firmala, sahabat, serta teman Avenzoar 45 dan Acromion 47 atas segala bentuk dukungan baik doa, saran, semangat, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Sandhi Yudha Prawira
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA Etiologi Penyakit Bruselosis
2
Koleksi Standar
3
Diagnosa Serologi terhadap Bruselosis
3
MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian
4
Rancangan Penelitian
4
Bahan dan Alat
4
Metodologi Rose Bengal Test (RBT)
5
Metode Kultur
5
Prosedur Pembuatan Media Tryptone Soya Broth (TSB)
5
Prosedur Pembuatan Media Tryptone Soya Agar (TSA)
5
Persiapan Sampel Isolasi Brucella
5
Isolasi
5
Polymerase Chain Reaction (PCR) HASIL DAN PEMBAHASAN
6 6
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
9
Saran
9
DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
9 12
DAFTAR TABEL 1. Hasil pemeriksaan serologi serum sapi dengan menggunakan metode RBT 2. Hasil pemeriksaan Brucella sp. dengan menggunakan metode kultur
terhadap sapi berserum positif
7 7
DAFTAR GAMBAR 1. Peta distribusi bruselosis secara serologi 2. Hasil positif kultur Brucella pada media TSA
3. Hasil positif pembacaan PCR dengan menggunakan geldoc System
3 8 9
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk yang sangat tinggi di Asia Tenggara. Tingginya populasi penduduk harus diiringi dengan peningkatan ketahanan pangan antara lain beras, gandum, sayur, susu serta daging. Sapi merupakan hewan penghasil daging dan susu yang cukup digemari oleh penduduk Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), jumlah populasi sapi dan kerbau di Indonesia mengalami penyusutan dalam dua tahun terakhir. Penyusutan ini antara lain akibat dari kebijakan Kementerian Pertanian yang memperketat impor sapi bakalan maupun sapi potong dan akibat adanya berbagai penyakit yang menyerang sapi, antara lain bruselosis. Bruselosis di Indonesia dikenal oleh masyarakat sebagai penyakit reproduksi menular pada sapi, dan juga sebagai penyakit zoonosa. Pekerja kandang, peternak, pekerja RPH (rumah potong hewan), dokter hewan maupun pekerja laboratorium beresiko tinggi terinfeksi bruselosis. Kejadian bruselosis cenderung semakin meningkat baik dari segi jumlah (prevalensi/insidens reaktor) maupun dalam penyebarannya. Peningkatan ini dapat terjadi karena kurangnya tenaga ahli di lapangan, biaya kompensasi pengganti sapi reaktor positif yang mahal, sistem birokrasi dan kurangnya kesadaran dan pengetahuan peternak. Penelitian yang dilakukan Yaddi (2008) di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor, hasil secara serologi menunjukan sebagian besar sapi perah di wilayah Kecamatan Cisarua sero positif Brucella. Penelitian yang dilakukan Hidayat et al. (2010) di Kabupaten Bogor dan Sukabumi Propinsi Jawa Barat, sebanyak 95 sampel susu kandang yang diperiksa secara serologi dengan metode Milk Ring Test (MRT) menunjukkan bahwa semua sampel sero positif Brucella. Kejadian bruselosis mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Bruselosis sudah menyebar di 26 Provinsi dan bila tidak dilakukan pengendalian dengan baik, maka negara dirugikan 385 milyar/tahun (Bahri dan Martindah 2010). Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts/OT/140/3/2013 bruselosis termasuk ke dalam penyakit hewan menular strategis (Kepmentan 2013). Oleh karena itu, bruselosis menjadi salah satu prioritas nasional untuk dilakukan pencegahan, pengendalian dan pemberantasannya. Pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain surveilans, pengujian penyakit pada masa karantina, vaksinasi, desinfeksi, manajemen peternakan yang baik, serta test and slaugther. Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian sebagai laboratorium pusat untuk badan karantina pertanian yang tugas dan fungsinya adalah melakukan uji konfirmasi, uji rujukan, dan koleksi penyakit hewan karantina. Koleksi agen dan serum positif suatu penyakit merupakan salah satu cara dalam mendukung fungsi yang lainnya melalui kajian yang lebih mendalam terhadap suatu penyakit maupun terkait dengan validasi metode.
2 Tujuan Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mendapatkan koleksi serum positif dan isolat bakteri Brucella sp. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah, peneliti dan masyarakat tentang keberadaan ternak dan wilayah yang diduga terjangkit bakteri Brucella sp. serta untuk mendapatkan serum positif dan bakteri Brucella sp. sebagai sumber kontrol positif di BBUSKP.
TINJAUAN PUSTAKA Etiologi Penyakit Bruselosis Penyakit bruselosis, bangs disease atau penyakit abortus pada sapi disebabkan oleh Brucella abortus (Alton 1984). Di dalam tubuh inang bersifat patogen fakultatif intraseluler anaerobik. Jenis bakteri spesies Brucella yang juga dapat menyerang sapi antara lain Brucella suis dan Brucella meletensis, namun organisme tersebut biasanya tidak menunjukan gejala klinis yang jelas serta biasanya hanya terbatas di dalam sistem retikuloendotelial (Sriranganathan 2009). Taksomi dari B. abortus ini adalah: Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Class : Alphaproteobacteria Ordo : Rhizobiales Famili : Brucellaceae Genus : Brucella Berdasarkan hospes specific, bakteri ini dikelompokkan sebagai B. abortus (ternak ruminansia besar), B. canis (anjing), B. melitensis (kambing dan domba), B. neomatae (rodensia), B. ovis (domba) dan B. suis (babi) (Sriranganathan et al. 2009). Identifikasi kelompok dalam spesies Brucella lebih dikenal sebagai variasi biovar. Identifikasi subspesies, B. abortus diklasifikasikan menjadi biovar 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 9, B. suis diklasifikasikan menjadi biovar 1, 2, 3, 4 dan 5, serta B. melitensis diklasifikasikan menjadi serotype 1, 2 dan 3 (Verger et al.1987). Secara lengkap, isolat Brucella dengan variasi spesies dan biovar telah dikoleksi oleh American Type Culture Collection (ATCC) di Amerika, National Collection of Type Cultures-Great Britain (NCTC) di Inggris dan telah didistribusikan ke beberapa negara di dunia sebagai strain koleksi untuk laboratorium diagnosis bruselosis manusia dan hewan. Beberapa negara tersebut, antara lain Australia, Denmark, Perancis, Yunani, India, Jepang, Meksiko, Tunisia, Turki dan Yugoslavia (Lisgaris dan Salata 2005). Wilayah Indonesia juga termasuk ke dalam peta penyebaran bruselosis seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1.
3
Gambar 1 Peta distribusi bruselosis secara serologi (Sumber: Direktorat Kesehatan Hewan 2013) Brucella abortus bersifat gram negatif, tidak berspora, berbentuk kokobasilus (short rods) dengan panjang 0.6-1.5 μm, tidak berkapsul, tidak berflagella sehingga tidak bergerak (non motil). Dalam media biakan, koloni bakteri Brucella berbentuk seperti setetes madu bulat, halus, permukaannya cembung dan licin, mengkilap serta tembus cahaya dengan diameter 1-2 mm. Pertumbuhan bakteri memerlukan temperatur 20-40 oC dengan penambahan karbondioksida (CO2) 5-10% (Noor 2006). Brucella di luar tubuh induk semang dapat bertahan hidup pada berbagai kondisi lingkungan dalam waktu tertentu. Kemampuan daya tahan hidup bakteri Brucella pada tanah kering adalah selama 4 hari di luar suhu kamar, pada tanah yang lembab dapat bertahan hidup selama 66 hari dan pada tanah yang becek bertahan hidup selama 151-185 hari. Koleksi Standar Pengumpulan serum maupun bakteri koleksi terhadap kasus bruselosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan secara kultur. Pemeriksaan ini biasanya tergantung terhadap tanda-tanda klinis yang terjadi di lapangan. Alton (1988) menyebutkan bahwa sampel berharga seperti janin yang digugurkan, darah, selaput janin, swab vagina, susu, sperma, serta cairan higroma. Kultur dari hewan yang telah mati dapat dilakukan dengan mengambil bagian dari sistem retikulo-endotel. Pertumbuhan kultur akan terlihat setelah 3-4 hari. Pengambilan koleksi dari jaringan dapat dilakukan dengan cara aseptik serta menghilangkan bagian lain yang tidak dibutuhkan (contohnya lemak, potong kecil-kecil, tambahkan Phosphate Buffered Saline (PBS) dan dimaserasi dengan stomacher, hasilnya akan diinokulasi di media padat Tryptone Soya Agar (TSA). Koleksi dari swab vagina merupakan sumber yang sangat baik dan sangat aman bagi peneliti. Swab dapat langsung dibiakan di media padat (TSA) (Barber et al. 2008). Diagnosa Serologi terhadap Bruselosis Uji serologi yang dapat dilakukan adalah menggunakan Rose Bengal Test (RBT), Serum Agglutination Test (SAT), Complement Fixation Test (CFT) dan Enzyme-linked Immunosorbent assay (ELISA). Kendala pada uji serologi ini adalah munculnya reaksi positif palsu, reaksi silang dengan antibodi yang
4 ditimbulkan oleh bakteri lain seperti Yersinia enterocolitica, E. coli, Vibrio cholerae (Neta et al. 2010). Pemeriksaan ini prinsipnya menentukan adanya antibodi terhadap bakteri Brucella di dalam serum atau cairan tubuh. Beberapa cara yang sifatnya masih konvensional dapat dipakai dalam pengujian seperti: Uji RBT, dan CFT. Uji Rose Bengal menggunakan antigen bakteri Brucella yang diberi zat warna Rose Bengal, agar memudahkan pembacaan bila terjadi aglutinasi.
MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Pengambilan sampel dilakukan dari tanggal 9 Juli sampai 19 September 2013 di berbagai tempat di Indonesia antara lain Bandung, Lebak Pandeglang, Yogyakarta, Surabaya, Kebumen, Bandar Lampung, Singasari, dan Bandung Barat. Pengujian dimulai pada tanggal 14 Agustus 2013 yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Biosafety level 2+ enhanced, dan Laboratorium Biologi Molekuler BBUSKP. Pengujian RBT dimulai pada tanggal 14 Agustus 2013 di BSL2+ enhanced, pengujian kultur dimulai pada tanggal 22 Agustus 2013 di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium BSL2+ enhanced untuk kultur dan pemeriksaan PCR di Laboratorium Biologi Molekuler BBUSKP Jakarta. Rancangan Penelitian Sampel didapatkan dalam perjalanan koleksi pegawai BBUSKP ke wilayah Kota Bandung, Cilegon, Yogyakarta, Kebumen, Lampung, Malang, Bandung Barat dan Surabaya. Sampel berupa serum, swab vagina dan cairan higroma. Sampel berasal dari daerah yang diduga positif Brucella, dengan pengambilan sampel by judgement pada daerah tersebut. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah reagen RBT (BBALITVET®), komplemen, serbuk Tryptone Soya Agar (TSA), serbuk Tryptone Soya Broth (TSB) serta Brucella Supplement (OXIODTM). Bahan yang digunakan untuk ekstraksi metode PCR adalah Qiamp DNA mini kit yang terdiri dari proteinase K, buffer AL, buffer AW1, buffer AW2, buffer AE, mini spin column (kolom mini spin), dan collection tube, sedangkan bahan mastermix yang digunakan adalah 2x Reaction mix (Invitrogen SuperscriptTM III Platinum® One Step qRT-PCR), SuperscriptTM III Platinum ®Taq Mix, Forward Primer (JPF), Reverse Primer (JPR). Bahan elektroforesis metode PCR yang digunakan terdiri dari PCR grade water, TAE, agarose gel, ethidium bromide, dan blue loading dye. Alat yang digunakan adalah cawan metode RBT (WHO hemagglutimation tray), pengaduk (steril), singel channel pipet 10-100 µl, spuit 3 ml (steril), tabung reaksi, tabung enlermeyer, inkubator CO2, venojek, jarum venojek venojek holder, cawan petri, autoclave dan vortex serta geldoc (PCR Documentation System).
5 Metodologi Metode Deteksi Antibodi dengan Rose Bengal Test (RBT) Contoh serum sapi diambil menggunakan spuit steril). Lalu, serum dikumpulkan di tabung kecil dan diberi label. Contoh serum dan antigen harus disesuaikan dengan suhu kamar sebelum dilakukan pemeriksaan. Serum sebanyak 25 µl diambil dengan menggunakan mikropipet 10-100 µl dan reagen RBT (BBALITVET) sebanyak 25 µl diletakkan di sumur plat atau cawan plate (WHO hemagglutination tray). Cawan diletakkan diatas shaker agar tercampur rata. Setelah 4-5 menit reaksi aglutinasi dapat diamati. Hasil RBT positif terdiri dari hasil positif (+++) yaitu: aglutinasi sempurna (cairan jernih dan tampak jelas); Positif (++) yaitu: aglutinasi berupa pasir halus dengan cairan agak jernih dan batas cukup jelas; dan RBT positif (+) yaitu: aglutinasi berupa pasir halus, cairan tidak jernih dengan batas garis. Metode Kultur (TSB/TSA) Prosedur Pembuatan Media Tryptone Soya Broth (TSB) Serbuk TSB ditimbang sebanyak 30 g dan dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer. Aquades dituangkan sebanyak 600 ml ke dalam tabung yang telah berisikan TSB. Kemudian dipanaskan hingga mendidih di atas hot plate, dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu media disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121 oC dengan tekanan 15 lbs selama 15 menit. Prosedur Pembuatan Media Tryptone Soya Agar (TSA) Serbuk TSA ditimbang sebanyak 24 g dan dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer. Aquades dituangkan sebanyak 600 ml ke dalam tabung yang telah berisikan TSA. Kemudian media diaduk dengan menggunakan mesin kalibrasi. Setelah tercampur rata media dimasukkan ke dalam autoclave pada suhu 121 oC dalam waktu 15 menit. Selanjutnya media didinginkan pada suhu ruang hingga temperatur larutan seperti hangat kuku (50 oC), kemudian media dimasukkan secara cepat ke dalam cawan petri sebanyak 15-20 ml. Persiapan Sampel Isolasi Brucella Brucella Supplement (OXIODTM) mengandung polymyxin B, bacitracin, cycloheximide, nalidixic acid, nystatin, dan vancomycin. Pemakaian Brucella Supplement (OXIODTM), 1 vial untuk 500 ml media. Encerkan per 1 vial dengan 5 ml methanol ditambahkan 5 ml aquades steril. Media diinkubasi pada suhu 37 oC selama 15 menit. Pemakaian supplement 2 ml per 100 ml media TSB ataupun TSA. Supplement dimasukkan ke dalam media TSB dalam keadaan media suhu kamar dingin (20 oC), sedangkan pada media TSA supplement dimasukkan dalam keadaan hangat kuku (50 oC). Isolasi TSB yang sudah dicampur dengan supplement dalam tabung ditambahkan sampel berupa swab vagina. Kemudian media diinkubasi ke dalam inkubator 5% CO2 pada suhu 37 oC selama 3 sampai 11 hari, hingga keruh. Pada saat media TSB berubah menjadi keruh, kultur yang tumbuh dipindahkan ke media TSA secara duplo.
6 Media diinkubasi kembali dalam inkubator 5% CO2 37 oC selama 3 hari. Cawan yang dicurigai sebagai koloni Brucella diambil dan digoreskan lagi pada media TSA serta diinkubasi ke dalam inkubator 5% CO2 pada suhu 37 oC selama 3 hari. Hasil positif Brucella ditandai dengan adanya koloni seperti tetesan madu (OIE, 2009). Polymerase Chain Reaction (PCR) Sampel positif uji kultur diekstraksi menggunakan Qiamp DNA mini kit dengan cara diambil 1 koloni dan dimasukkan ke 700 µl buffer ATL. Setelah itu sampel akan diekstraksi menggunakan robot ekstraksi (Qiaqube) mengikuti instruksi dari alat. Sampel yang telah diekstraksi selanjutnya dilakukan proses mastermix dengan jumlah dan konsentrasi komponen PCR sebagai berikut: DNA Master Mix Kit Qiagen1 µl, forward primer (JPF (10 uM)) 1 µl, reverse primer (JPR (10 uM)) 1 µl, template DNA 5 µl, dan distilled water sebanyak 4.5 µl. Selanjutnya, PCR dilakukan dengan total volume 25 µl pertabung (tube) dalam termal cycler dengan menggunakan primer Omp2 Brucella sp. forward JPF (5’-GCG CTC AGG CTG CCG ACG CAA -3’) dan primer reverse JPR (5’ACC AGC CAT TGC GGT CGG TA -3’) dengan panjang produk PCR 193 bp (Leal-Klevezas et al. 2000). Pengujian PCR konvensional dilakukan dengan 1 siklus pada suhu 93 oC selama 5 menit, 35 siklus pada suhu 90 oC selama 1 menit, 64 oC selama 30 detik, dan 72 oC selama 1 menit, kemudian dilanjutkan dengan 1 siklus pada suhu 72 oC selama 10 menit. Setelah itu dilakukan visualisasi produk PCR menggunakan agarrose gel elektroforesis dengan tegangan 400 volt, dan arus listrik 100 A selama 60 menit dan dibaca dengan alat gel documentation system (geldoc system). Analisis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil pemeriksaan antibodi bakteri Brucella sp. menggunakan uji RBT. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil positif uji kultur dilanjutkan dengan uji PCR, hasilnya dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebanyak 348 serum sapi yang berasal dari Bandung, Lebak Pandeglang, Yogyakarta, Surabaya, Kebumen, Bandar Lampung, Singasari, dan Bandung Barat diperiksa secara serologi terhadap Brucella abortus. Sebanyak 13 sampel serum menunjukkan sero positif Brucella sp. dengan menggunakan reagen RBT Brucella abortus (Tabel 1). Uji RBT digunakan pada tahap screening test karena kemampuannya dalam mengikat antigen dan antibodi permukaan (Dewi 2009). Menurut Office International des Epizooties (OIE 2009), RBT dipakai dalam mengindentifikasi Brucella sebagai uji tapis (screening) karena RBT mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi namun dapat memberikan hasil positif palsu terhadap vaksin Brucella abortus S19. Sebaliknya, negatif palsu jarang sekali terjadi dan dapat diantisipasi dengan melakukan pengujian ulang ketika resampling.
7 Abdoel et al. (2008) menyatakan, metode RBT digunakan untuk screening test karena cepat, mudah dan praktis dilakukan, tidak membutuhkan peralatan yang banyak sehingga biasa digunakan dalam program pengawasan dan pengendalian. Sensitivitas RBT sangat tinggi sehingga dapat mendeteksi terjadinya infeksi lebih awal dan kecil kemungkinan hewan yang terinfeksi tidak terdeteksi. Seluruh hewan yang serumnya positif terhadap uji ini kemudian diuji lagi dengan metode lain untuk mengantisipasi keberadaan positif palsu. Hasil sero positif Brucella sp. terhadap uji RBT selanjutnya diuji dengan menggunakan metode kultur (Tabel 2). Metode kultur bakteri bertujuan untuk mendapatkan isolat bakteri Brucella sp. untuk kepentingan pengujian (sebagai kontrol positif) dan validasi di BBUSKP. Tabel 1 Hasil pemeriksaan serologi serum sapi dengan menggunakan metode RBT Asal ternak
Contoh
Bandung Lebak Pandeglang Yogyakarta Surabaya Kebumen Bandar Lampung Singasari Bandung Barat Jumlah
Serum Sapi 50 50 47 13 25 50 61 52 348
Teknik pemeriksaan RBT(%) Positif Negatif 6 (12.0%) 44 (88.0%) 0 50 (100.0%) 0 47 (100.0%) 0 13 (100.0%) 0 25 (100.0%) 0 50 (100.0%) 0 61 (100.0%) 7 (13.5%) 45 (86.5%) 13 (3.7%) 335 (96.3%)
Tabel 2 Hasil pemeriksaan Brucella sp. dengan menggunakan metode kultur terhadap sapi berserum positif Asal ternak
Bandung Bandung Barat Jumlah
Contoh Swab Vagina 6 7 13
Teknik pemeriksaan KULTUR(%) Positif Negatif 0 (0%) 6 (100.0%) 1 (14.3%) 6 (85.7%) 1 (7.7%) 12 (92.3%)
Uji kultur dilakukan secara duplo pada media TSA dan TSB yang ditambahkan Brucella supplement pada media tersebut dengan tujuan untuk menyeleksi spesies Brucella sp., sehingga tidak ditemukan bakteri lain (Atlas 1995). Hasil uji kultur bakteri Brucella berkembang baik ditandai dengan adanya koloni bakteri Brucella seperti tetesan madu pada cawan petri (Gambar 2). Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sulaiman (2006), strain virulen Brucella abortus pada media agar Brucella akan memiliki karakteristik berwarna putih madu, translucent, bertepi halus, bersifat lembab dan berdiameter 1-2 mm. Hasil positif ditunjukan oleh kode sampel RW.
8
Gambar 2 Hasil positif kultur Brucella pada media TSA. a. Koloni bakteri Brucella, berwarna putih madu dan bertepi halus. Teknik kultur ini digunakan sebagai teknik isolasi bakteri yang nantinya akan digunakan sebagai koleksi bakteri Brucella sp. di laboratorium karantina. Prosedur isolasi Brucella sp. merujuk pada pedoman OIE. Beberapa spesies dari Brucella memerlukan CO2 untuk tumbuh dan ada spesies yang tidak (Alton et al. 1988). Sampel Brucella sp. asal Bandung Barat tumbuh koloni spesifik Brucella sp. dikondisi inkubasi CO2. Kemampuan tumbuh Brucella sp. dalam inkubator bertekanan 5% CO2 cukup bervariasi. Karakteristik khas Brucella abortus untuk tumbuh dalam inkubator bertekanan 5% CO2 memiliki arti spesifik untuk membedakan variasi dalam spesies (Pratama et al. 2012). Bruselosis dapat dideteksi dengan uji serologi lain seperti complement fixation test (CFT), milk ring test (MRT), dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Uji CFT merupakan metode pemeriksaan serum untuk antibodi Brucella sp. dikarenakan sifat pengujian memiliki tingkat kekhasan yang tinggi (Siregar 2000). Kekurangan CFT antara lain membutuhkan fasilitas laboratorium yang baik, staf yang terlatih dan berpengalaman, sensitivitas uji yang rendah dan memerlukan waktu yang lebih lama dalam interpretasi hasil sehingga digantikan oleh uji ELISA (OIE 2009). Indirect ELISA (iELISA) dan complement ELISA (cELISA) juga memiliki kemampuannya dalam mendeteksi antibodi Brucella sp. metode cELISA lebih spesifik namun kurang sensitif dibandingkan iELISA (Nielsen et al. 1995 dan Weynants et al. 1996). Namun kedua metode tersebut tidak dilakukan pada penelitian ini karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat Brucella sp., sehingga uji lanjutan setelah uji RBT adalah dengan metode kultur dan PCR. Metode MRT tidak digunakan pada penelitian ini karena sampel berupa serum. Pengujian dengan metode PCR menggunakan sampel positif Brucella sp. pada uji kultur. Pemeriksaan lanjutan ini dilakukan untuk memberikan bukti tambahan bahwa sampel berisikan bakteri Brucella sp. Hasil identifikasi dengan menggunakan metode PCR dinyatakan positif Brucella sp. sejalan dengan hasil pada uji kultur (Gambar 3). Hal tersebut didukung dengan pernyataan bahwa hasil
9 terbaik sejauh ini telah diperoleh dengan menggabungkan uji kultur dan metode PCR pada sampel klinis (Leyla et al. 2003 dan Hinic et al. 2009). Hasil penelitian ini tidak dapat menghitung prevalensi karena pengambilan sampel dilakukan tidak mengikuti kaidah epidemiologi.
Gambar 3 Hasil positif pembacaan PCR dengan menggunakan geldoc system.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemeriksaan bruselosis dari 348 sampel serum dari Bandung, Lebak Pandeglang, Yogyakarta, Surabaya, Kebumen, Bandar Lampung, Singasari, dan Bandung Barat menunjukan hasil sero positif RBT sebanyak 13 serum. Setelah dilakukan uji lanjut dengan metode kultur dan PCR didapatkan 1 sampel positif kultur dan PCR. Saran Program surveilans dan pemberantasan secara berlanjut dan berkesinambungan dari pemerintah guna memberantas kasus bruselosis di Indonesia untuk mewujudkan Indonesia bebas bruselosis. Penerapan identitas ternak yang berisi riwayat vaksinasi dan kesehatan hewan baik sapi lokal maupun sapi impor.
10
DAFTAR PUSTAKA Abdoel T, Dias IT, Cardoso R, Smits HL. 2008. Simple and rapid field tests for brucellosis in livestock. J Vet Microbiol.130: 312–319. Alton GG, Jones LM, Angus RD, Verger JM. 1988. Technique in The Brucellosis Laboratory. Paris (FR): Institute National de la Recherche Agronomique. Alton GG. 1984. Report on consultansy in animal brucellosis. Bogor (ID): Research Institute for Veterinary Science. Atlas RM. 1995. Handbook of Microbiology Media for The Examination of Food. Amerika Serikat (US): CRC Pr. Bahri S, Martindah E. 2010. Lokakarya nasional ketersediaan IPTEK dalam pengendalian penyakit hewan strategis pada ternak ruminansia besar [Internet]. [diunduh pada 14 Maret2014]. Tersedia pada: http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/attachments/ 24770.pdf. Barber D, Rodriguez R, Salcedo G. 2008. Molecular profiles: A new tool to substantiate serum banks for evaluation of potential allergenicity of GMO. J Food Chem Toxicol. 46: 35-40. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah sapi ternak berkurang 2.5 juta ekor. [Internet]. [diunduh pada 14 Maret2014]. Tersedia pada: http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/ 440865-bps--jumlah-sapi-ternakberkurang-2-5-juta-ekor.html. Dewi AK. 2009. Kajian brucellosis pada sapi dan kambing potong yang dilalulintaskan di penyebrangan merak, banten [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Direktorat Kesehatan Hewan. 2013. Peta situasi penyebaran brucellosis di Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Kesehatan Hewan. Hidayat R, Afif U, Pasaribu FH. 2010. Pemeriksaan serologik brucellosis dan mikrobiologik susu di peternakan sapi perah Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Prosiding Seminar Nasional Sains III FMIPA IPB dan MIPA. Hal: 108. Hinic V, Brodard I, Thomann A, Holub M, Miserez R, Abril C. 2009. IS711based real-time PCR assay as a tool for detection of Brucella spp. in wild boars and comparison with bacterial isolation and serology. BMC Vet Res. 5:22. [Kepmentan] Keputusan menteri pertanian. 2013. Penetapan penyakit menular strategis. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian. Leal-Klevezas SD, Martinez-Vazquez OI, Garcoa-Cantua J, Lopez-Merino A,Marti-nez-Soriano PJ. 2000. Use of polymerase chain reaction to detect Brucella abortus biovar 1 in infected goats. J Vet Microbiol. 75: 91- 97. Leyla G, Kadri G, Umran O. 2003. Comparison of polymerase chain reaction and bacteriological culture for the diagnosis of sheep brucellosis using aborted fetus samples. J Vet Microbiol. 93:53–61. Lisgaris MV, Salatra. 2005. Brucellosis. [Internet]. [diunduh pada 19 November 2013]. Tersedia pada: http://wvnv.emedicine.com/med/topic248.html. Neta AVC, Mol JPS, Xavier MN, Paixao, TA, Lage AP, Santos RL. 2010. Pathogenesis of bovine brucellosis. J Vet. 184:146-155.
11 Nielsen KH, Kelly L, Gall D, Nicoletti P, Kelly W. 1995. Improved competitive enzyme immunoassay for the diagnosis of bovine brucellosis. J Vet Immunopathol. 46:285-91. Noor SM. 2006. Epidemiologi dan pengendalian brucellosis pada sapi perah di pulau Jawa. Prosiding Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Strategis pada Ternak Ruminansia Besar. [OIE] Office International des Epizooties. 2009. Bovine Brucellosis. Paris (FR): Office International des Epizooties. Pratama ML, Rochmi N, Maryono, Subekti W. 2012. Isolasi dan Reidentifikasi Brucella Abortus Bv. 1 di Balai Besar Veteriner (Bbvet) Wates. Wates (ID): Balai Besar Veteriner. Siregar EA. 2000. Pendekatan Epidemilogik Pengendalian Brucellosis Untuk Meningkatkan Populasi Sapi di Indonesia. Bogor (ID) Sriranganathan N, Seleem MN, Olsen SC, Samartino LE, Whatmore AM, Bricker B, O’Callaghan D, Halling SM, Crasta OR, Wattam AR, Purkayastha A, Sobral BW, Snyder EE, Williams KP, Xi Yu G, Ficht TA, Roop II RM, deFigueiredo P, Boyle SM, He Y, Tsolis RM. 2009. Brucella In Genome Mapping and Genomics in Animal-Associated Microbes. Jerman (DE): Berlin Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 1-64. Sulaiman I. 2006. Bovine Brucellosis (Bakteriologi-Isolasi dan Identifikasi). Dalam Pedoman Diagnosa Laboratorium Brucellosis Sapi. Wates (ID): Balai Besar Veteriner. Verger J, Grimont F, Grimont PAD, Grayon M. 1987. Taxonomy of The Genus Brucella. Annual Institute Pasteur Microbiology. 138:235–238. Weynants V, Gilson D, Cloeckaert A, Denoel PA, Tibor A, Thiange P. 1996. Characterization of a monoclonal antibody specific for Brucella smooth lipopolysaccharide and development of a competitive enzyme-linked immunosorbent assay to improve the serological diagnosis of brucellosis. Clin Diagn Lab Immunol. 3:309–14. Yaddi Y. 2008. Kejadian brucellosis pada sapi perah di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
12
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 30 Oktober 1990 dari pasangan Bapak Untung Santoso dan Ibu Ambarwati. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 7 Bandar Lampung pada tahun 2008 dan diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada berbagai kepanitiaan dan organisasi di dalam kampus. Penulis juga aktif dalam Himpunan Organisasi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (Himpro HKSA) mulai dari tahun 2009 dan di luar kampus, penulis aktif dalam Ikatan Alumni Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMA Negeri 7 Bandar Lampung. Selain itu penulis juga mengikuti magang liburan di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) Rawamangun Jakarta Timur pada tahun 2013.