PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KELEMBAGAAN KELOMPOK USAHA BERSAMA EKONOMI Studi Kasus KUBE Suka Makmur di Kelurahan Maha Ratu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru Provinsi Riau
SAFWANOR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir kajian pemberdayaan keluarga miskin ini berjudul “Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui Kelembagaan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi, Studi Kasus KUBE Suka Makmur di Kelurahan Maha Ratu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru Provinsi Riau” adalah benar karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir kajian ini.
Bogor,
Mei 2011
Safwanor NRP I354064125
ABSTRAK SAFWANOR. Judul Tesis: Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui Kelembagaan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi, Studi KUBE Suka Makmur Di Kelurahan Maha Ratu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Di bawah bimbingan Nuraini W. Prasodjo dan Yusman Syaukat Kemiskinan di Provinsi Riau masih cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 adalah 566.700 jiwa atau 10,63 persen dari total penduduk Provinsi Riau 5.189.154 jiwa, sedangkan Kota Pekanbaru jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 berjumlah 198.631 jiwa atau 17,7 persen dari total jumlah penduduk 378.219 jiwa (BPS, 2008) Untuk Penanggulangan kemiskinan tersebut pemerintah menerapkan beberapa program penguatan ekonomi kerakyatan dengan strategi mendorong kemandirian usaha-usaha kelompok masyarakat. Wujud kegiatan ini adalah pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang merupakan program Asistensi Kesejahteraan Sosial Keluarga. Pemerintah Provinsi Riau, telah melakukan penangulangan kemiskinan melalui program pengentasan K2I (pengentasan Kemiskinan, Kebodohan dan Inftrastruktur), melalui kegiatan peningkatan sumberdaya manusia, seperti peningkatan pendidikan, pengurangan masyarakat miskin dan perbaikan infrastruktur. Khusus untuk penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Provinsi Riau meluncurkan sejumlah program seperti bantuan Usaha Ekonomi Desa (UED-SP) dengan pendekatan pemberdayaaan masyarakat melalui pengembangan usaha pada kelompok usaha bersama (KUBE. Untuk itu perlu dikaji profil KUBE secara umum , baik SDM anggota, organisasi manajemen dan tahapan perkembangannya, mendeskripsikan kegiatan yang telah dilakukan KUBE dalam mengentaskan kemiskinan anggotanya, mendeskripsikan permasalahan yang dihadapi KUBE dalam pemenuhan kebutuhannya pada perkembangan organisasinya, serta menyusun strategi untuk mengembangkan KUBE berdasarkan tahapan perkembangan organisasinya Studi di KUBE Suka Makmur, Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai , Kota Pekanbaru, diketahui bahwa pada awal pelaksanaan kegiatan, KUBE Suka makmur secara kelembagaan maupun usahanya berkembang cukup baik bahkan telah mampu mengentaskan kemiskinan anggotanya, akan tetapi justru mengalami penurunan aktivitasnya setelah KUBE dinyatakan mandiri sesuai dengan tahapan perkembangannya oleh Dinas Sosial Provinsi Riau. Melemahnya kelembagaan KUBE Suka Makmur disebabkan tidak berkembangnya modal sosial yang ada pada KUBE serta tidak berjalannya sistem koordinasi dan sinergitas dalam melaksanakan program pembangunan pada beberapa satuan kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Hasil akhir yang diharapkan dari kajian ini adalah didapatnya strategi baru bagi pelaksanaan program pemberdayaan keluarga miskin berupa peningkatan kesejahteraan keluarga miskin melalui penguatan kelembagaan KUBE yang disinergikan dengan kelembagaan lain yang setingkat atau lebih besar untuk keberlanjutan usaha produktif kelompok masyarakat. Kata Kunci : Pemberdayaan, Kelembagaan, Modal Sosial, koordinasi dan sinergitas
ABSTRACT SAFWANOR. Thesis Title: Empowerment of the Poor through Economic Group Approach : Case Study on the KUBE Suka Makmur in Maharatu Village, Marpoyan Damai sub district, Riau Province. Supervised by Nuraini W. Prasodjo and Yusman Syaukat. Poverty in Riau province is still quite high. It can be seen by the high number of poor people in 2008. Some poverty alleviation programs such as Village Economic Enterprises (EUD-SP) and Economic Groups (KUBE) development are conducted by the government. This Study will describe; (1) KUBE Suka Makmur profile in general, (2) the KUBE organizational management, (3) the KUBE activities which can alleviate the poverty, (4) problems that are faced by the KUBE, (5) the formulation strategies of KUBE development. The finding of this study are; (1) the KUBE runs well and become part of the farmer association, (2) the rules of the economic groups (KUBE) have been built, (3) KUBE can runs the business well by using the financial capital that it already has, (4) standard of living of the people has increased, (5) coordination amongs units of the government bureaucracy still need to be developed. The final result expected from this study is the acquisition of the new strategies of empowerment program for poor families by strengthening the institutional KUBE. To strengthen the institutional KUBE, it is needed to encourage the cooperation among other institutions at a greater level of suistainable productive community groups. Keywords: Empowerment, Institutional, Social Capital, Coordination and Synergy
RINGKASAN SAFWANOR. Judul Tesis: Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui Kelembagaan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi, Studi Kasus KUBE Suka Makmur Di Kelurahan Maha Ratu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Di bawah bimbingan Nuraini W. Prasodjo dan Yusman Syaukat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat menjadi penting setelah reformasi di Indonesia bergulir serta membawa implikasi bagi bergesernya paradigma pembangunan. Kesadaran dari pentingnya menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan tercermin dari perubahan paradigma pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan (growth approach) menjadi mengutamakan kemandirian (self-reliance approach). Namun demikian, akibat telah termajinalisasi dalam waktu yang lama, masyarakat mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan otonominya sebagai pelaku utama pembangunan. Dalam konteks ini, pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan dalam strategi pengembangan masyarakat. Kemiskinan di Provinsi Riau masih cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 yaitu 566.700 jiwa atau 10,63 persen dari total penduduk Provinsi Riau, sedangkan jumlah penduduk miskin di Kota Pekanbaru pada tahun 2007 berjumlah 198.631 jiwa atau 17,7 persen dari total jumlah penduduk kota (BPS, 2008). Untuk menanggulangi kemiskinan tersebut pemerintah menerapkan beberapa program penguatan ekonomi kerakyatan dengan strategi mendorong kemandirian usaha-usaha kelompok masyarakat. Wujud kegiatan ini adalah pengembangan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE) yang merupakan program Asistensi Kesejahteraan Sosial Keluarga. Pemerintah Provinsi Riau, telah melakukan penanggulangan kemiskinan melalui program pengentasan K2I (pengentasan Kemiskinan, Kebodohan dan Inftrastruktur), melalui kegiatan peningkatan pendidikan, pengurangan masyarakat miskin dan perbaikan infrastruktur. Khusus untuk penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Provinsi Riau juga telah meluncurkan sejumlah program seperti bantuan Usaha Ekonomi Desa (UED-SP) dengan pendekatan pengembangan usaha pada kelompok usaha bersama ekonomi (KUBE). Tulisan ini ingin menyajikan bagaimana (1) profil KUBE secara umum; (2) mendeskripsikan kegiatan yang telah dilakukan KUBE dalam mengentaskan kemiskinan anggotanya; (3) mendeskripsikan permasalahan yang dihadapi KUBE dalam perkembangan organisasinya dan (4) menyusun strategi untuk mengembangkan KUBE berdasarkan tahapan perkembangan organisasinya. Kajian ini menghasilkan temuan sebagai berikut; (1) kelembagaan KUBE Suka Makmur telah berjalan baik dan menjadi bagian dari kelembagaan masyarakat yang lebih besar (gapoktan) serta terjadi peningkatan kegiatan usaha ekonomi produktif masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan; (2) disepakati dan berjalannya aturan main KUBE secara partisipatif oleh anggota kelompok dengan tujuan utama keberlanjutan usaha; (3) kelembagaan KUBE mampu mengelola permodalan yang telah berkembang serta mampu mencari sumber tambahan modal baru untuk penguatan modal yang telah ada; (4) meningkatnya taraf hidup keluraga miskin melalui penciptaan kesempatan kerja baru dengan
memanfaatkan sumber daya lokal potensial lainnya; (5) terjadinya sinergitas pelaksanaan program pembangunan melalui kegiatan koordinasi dan; (6) disepakatinya batasan pelaksanaan program di tingkat satuan kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau, yang menjamin keberlanjutan setiap kegiatan program pembangunan. Kata Kunci : Pemberdayaan, Kelembagaan, Modal Sosial, Koordinasi dan Sinergitas
@
Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KELEMBAGAAN KELOMPOK USAHA BERSAMA EKONOMI Studi Kasus KUBE Suka Makmur di Kelurahan Maha Ratu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru Provinsi Riau
SAFWANOR
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Ir. Fredian Tonny, MS
Judul Tugas Akhir
:
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: SAFWANOR : I354064125 : Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui Kelembagaan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi, Studi Kasus KUBE Suka Makmur di Kelurahan Maha Ratu Marpoyan Damai Kota Pekanbaru Provinsi Riau
Disetujui, Komisi Pembimbing :
Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS Ketua
Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc Anggota
Mengetahui :
Koordinator Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun penulisan kajian ini yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program Pascasarjana di Program Studi Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Kajian ini berjudul Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui Kelembagaan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi, Studi KUBE Suka Makmur di Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau Di bawah bimbingan Ir. Nuraiani W. Prasodjo, MS dan Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEC Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Ibu Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEC selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis. 3. Bapak dan ibu Dosen Program Studi Pengembangan Masyarakat, sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 4. Dinas Sosial Provinsi Riau, Kelurahan Maharatu, KUBE Suka Makmur, yang telah memberikan masukan dan kemudahan kepada penulis selama pelaksanaan kajian ini. 5. Rekan-rekan mahasiswa Program Profesional Pengembang Masyarakat, sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 6. Istri dan anak-anak tercinta yang selalu memberikan semangat dan inspirasi kepada penulis. Penulis manyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat berbagai kekurangan, nanum demikian penulis berharap bahwa hasil kajian ini akan tetap berguna terutama bagi para petugas pengambang masyarakat. Untuk itu penulis berharap adanya kritikan dan masukan guna kesempurnaan kajian ini. Bogor , Mei 2011 Safwanor NRP I354064125
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sungai Pakning, pada tanggal 11 Desember 1960, Pada Tahun 1987 penulis menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi Universitas Riau dan mendapat mendapat gelar Sarjana Ekonomi. Saat ini penulis bekerja di Dinas Sosial Provinsi Riau dan menjabat sebagai Kepala UPT. Pelayanan Sosial Karya Wanita. Penulis merupakan suami dari Syarifah Farida, SH. Dan dikaruniai dua orang putri dan satu orang putra, yaitu Arif Wafi, M. Rafi Hidayat, Ghina Kamilia dan Tussyah Diyah.
Bogor , Mei 2011
Safwanor NRP I354064125
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................ DAFTAR GAMBAR ........................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
iii iv v
I. 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
1 5 6 6
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................. Rumusan Masalah ........................................................................ Tujuan Kajian .............................................................................. Manfaat Kajian .............................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemberdayaan Masyarakat ........................................................... 2.2. Konsep Kemiskinan ..................................................................... 2.2.1. Ukuran Kemiskinan .......................................................... 2.4.2. Komunitas dan Pemberdayaan Keluarga Miskin ................. 2.3. Penguatan Kelembagaan .................................................................. 2.4. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) ................................................. 2.5. Partisipasi ......................................................................................... 2.6. Modal Sosial ..................................................................................... III. 3.1. 3.2. 3.3.
METODE KAJIAN Kerangka Pemikiran ........................................................................ Lokasi dan Waktu Kajian ............................................................ Metode Penelitian ........................................................................... 3.3.1. Metode Pengumpulan Data ................................................ 3.3.2. Sumber Data............................................................................ 3.3.3. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data........................... 3.4. Metode Perencanaan Program ......................................................
IV. GAMBARAN UMUM PROGRAM KUBE SUKA MAKMUR KELURAHAN MAHARATU 4.1. Gambaran Umum Pemberdayaan Keluarga Miskin .......................... 4.1.1.Kebijakan dan Perencanaan Sosial ........................................... 4.2. Gambaran Program KUBE dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan 4.2.1. Kegiatan KUBE dalam Pengembangan Ekonomi Masyarakat . Miskin di Kelurahan Maharatu .............................................. 4.3. Pengembangan Modal Sosial ............................................................ V. PETA SOSIAL KELURAHAN MAHARATU 5.1. Lokasi Kajian .................................................................................. 5.2. Aspek Pemerintahan .................................................................... 5.3. Struktur Komunitas ....................................................................... 5.3.1. Pelapisan Sosial .................................................................
8 12 16 19 21 23 25 26
28 31 32 32 33 35 35
36 40 41 46 49
52 53 53 53
ii
5.4.
5.5. 5.6. 5.7. 5.8.
5.3.2. Kepemimpinan ........................................................................ 5.3.3. Unsur Utama Pelapisan Sosial ................................................ 5.3.4. Pandangan Masyarakat terhadap Kepemimpinan ................... 5.3.5. Jejaring Sosial dalam Komunitas ............................................ Organisasi dan Kelembagaan ...................................................... 5.4.1. Lembaga Kemasyarakatan ................................................. 5.4.2. Fungsi Kontrol Sosial Lembaga.............................................. Sumber Daya Lokal dan Modal ................................................... Masalah Sosial ................................................................................... Kependudukan ................................................................................... Sistem Ekonomi.................................................................................
VI. PROFIL DAN DINAMIKA KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DI KELURAHAN MAHARATU 6.1. Penyusunan Program Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui Penguatan Kelembagaan KUBE ........................................................ 6.1.1. Deskripsi Kelembagaan dan Kegiatan KUBE Suka Makmur . 6.1.2. Kepemimpinan ......................................................................... 6.1.3. Aktivitas Kelembagaan KUBE Suka Makmur ........................ 6.1.4. Kerjasama dan jaringan Usaha KUBE ................................... 6.2. Profil KUBE Suka Makmur Setelah menjadi Gabungan Kelompok Tani Karya Makmur ........................................................................... VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU 7.1. Evaluasi dan Strategi Pemberdayaan Keluarga Miskin .................... 7.1.1. Evaluasi dan Strategi Pemberdayaan Keluarga Miskin ........... 7.1.2. Keragaan Keluarga Miskin ...................................................... 7.1.3. Analisis Permasalahan, Analisis Tujuan, serta Strategi KUBE pada Program Pemberdayaan Keluarga Miskin di Kelurahan Maharatu........................................................... 7.2. Rumusan Program Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui Kelembagaan KUBE ......................................................................... 7.2.1. Penyusunan Program Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui Penguatan Kelembagaan KUBE.............................................. 7.2.2. Tujuan Program ....................................................................... 7.2.3. Sasaran ..................................................................................... 7.2.4. Manfaat Program ..................................................................... 7.2.5. Hasil yang diharapkan ............................................................. 7.2.6. Alat Pencapaian .......................................................................
55 55 55 56 57 57 60 60 61 62 66
68 69 72 73 66 75
83 83 87
90 93 94 96 97 97 98 98
VIII. PENUTUP 8.2. Kesimpulan ....................................................................................... 8.2. Saran ..................................................................................................
102 103
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... LAMPIRAN ........................................................................................
105 107
DAFTAR TABEL Tabel
1.
Halaman
Jumlah Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Provinsi Riau ......................................................................................
2
2.
Jadwal Kajian ......................................................................................
32
3.
Matrik Kelengkapan Metode Pengumpulan Data ................................
34
4.
Nama Kelompok, Jumlah Anggota, Jenis Usaha dan Jumlah Bantuan KUBE .....................................................................................
48
5.
Penggunaan Tanah Kelurahan maharatu Tahun 2006 ..........................
53
6.
Nama-nama Kelompok Tani, Kelompok P4K dan Kelompok P2WKSS Di Kelurahan Maharatu Kota Pekanbaru ..............................................
59
7.
Data Penyandang Masalah Sosial di Kelurahan Maharatu Tahun 2006
61
8.
Komposisi Penduduk Kelurahan Maharatu berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2006 ..................................................
62
Komposisi Penduduk Kelurahan Maharatu berdasarkan Tingkat Pedidikan Tahun 2006 ..........................................................................
65
9.
10. Komposisi Penduduk Kelurahan Maharatu Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006 ........................................................................................... 62 11. Jumlah lembaga ekonomi/jenis usaha Kelurahan Maharatu Tahun 2006
67
12. Aktivitas Kelembagaan KUBE Suka Makmur dalam Kegiatan Produktif 74 13. Keragaan Kesejahteraan Keluarga Miskin setelah Bergabung dengan KUBE Suka Makmur ............................................................................
88
14. Kerangka Kerja Logis Program Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui Penguatan Kelembagaan KUBE ..............................................
99
DAFTAR GAMBAR Halaman
1.
Kerangka Fikir Kajian ..........................................................................
30
2.
Skema Pembentukan dan Pengembangan KUBE .................................
39
3.
Piramida penduduk Kelurahan Maharatu Tahun 2006 ..........................
63
4.
Struktur Organisasi KUBE Suka Makmur ............................................
70
5.
Struktur Organisasi Gabungan Kelompok (Gapoktan) Tani Karya Makmur ...............................................................................................
76
6.
Analisis Permasalahan Kelembagaan KUBE .......................................
91
7.
Analisis Tujuan Peningkatan Kelembagaan KUBE ..............................
92
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
1.
2.
Halaman
Perjanjian Kerjasama antara Departemen Sosial Provinsi Riau Dengan KUBE Suka Makmur ...............................................................
107
Dokumentasi Kegiatan Pemberdayaan Keluarga Miskin Dinas Sosial Provinsi Riau di KUBE Suka Makmur ..................................................
110
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia yang dilaksanakan secara berkesinambungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil dan merata. Hasil dari pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap diharapkan dapat memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat, baik pada tatanan
sosial,
ekonomi maupun budaya, namun demikian hasil kegiatan pembangunan belum dapat menghilangkan masalah kemiskinan secara menyeluruh. Hal ini dapat dibuktikan dengan cukup tingginya angka kemiskinan di Indonesia yaitu 14 persen pada tahun 2009 (www.bkkbn.go.id, 2009),
yang juga mengakibatkan
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di Indonesia masih cukup tinggi. Kemiskinan ini pada dasarnya dipicu oleh rendahnya produktivitas kegiatan masyarakat dengan penyebab kemiskinan yang kompleks dimulai dari kelembagaan ekonomi masyarakat tidak berkembang, sehingga menyulitkan masyarakat miskin untuk mengakses permodalan, tingkat pendidikan yang tergolong rendah, kondisi sosial budaya yang kurang mendukung, penyebab agensia seperti penguasaan lahan dan ekonomi yang begitu besar oleh beberapa perusahaan serta infrasrtruktur akses jalan dan pasar yang menyebabkan masyarakat menjadi hidup terpencil dan sulit melakukan kegiatan ekonomi. Pendekatan pemberdayaan masyarakat menjadi penting setelah reformasi di Indonesia bergulir serta membawa impilkasi bagi bergesernya paradigma pembangunan yang pada masa awalnya memandang kegiatan produksi sebagai bagian terpenting dalam pembangunan menjadi sebuah paradigma baru yang memandang pentingnya masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Pentingnya menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan menunjukkan perubahan paradigma pembengunan dari pendekatan pertumbuhan (growth approach) kepada pendekatan kemandirian (self-reliance approach). Namun demikian, akibat telah termajinalisasi dalam waktu yang lama, masyarakat mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan otonominya sebagai
2
pelaku utama pembangunan. Dalam konteks ini, pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan dalam strategi pengembangan masyarakat (Adi, 2001) Kemiskinan di Provinsi Riau masih cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 adalah 566.700 jiwa atau 10,63 persen dari total penduduk Provinsi Riau 5.189.154 jiwa, sedangkan Kota Pekanbaru jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 berjumlah 198.631 jiwa atau 17,7 persen dari total jumlah penduduk 378.219 jiwa (BPS, 2008). Data jumlah penduduk miskin yang ada di Provinsi Riau dari tahun 2005 sampai dengan 2007 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Jumlah Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Provinsi Riau Kabupaten/ Kota
Jumlah Penduduk
Persentase Penduduk
Miskin ( 000 )
Miskin ( % )
Garis Kemiskinan ( RP )
2005
2006
2007
2005
2006
2007
2005
2006
2007
Kuansing Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Pekanbaru Dumai
58.8 52.2 106.4 55.5 22.9 71.8 91.4 61.4 42.4 18.0 19.6
53.1 47.2 96.2 50.2 16.5 64.9 82.6 81.9 38.3 16.3 17.7
51.7 47.0 97.1 49.6 19.3 64.2 84.6 80.0 48.7 17.7 14.6
23.04 17.28 16.01 22.36 7.62 12.93 26.48 8.59 9.51 2.44 8.44
21.28 15.97 14.85 19.80 5.45 11.69 23.81 11.56 9.09 2.16 7.69
19.03 14.63 14.57 18.07 6.01 10.73 21.86 10.69 9.41 2.24 6.28
194.569 181.819 143.086 210.560 175.158 171.151 190.944 141.091 139.235 175.116 187.902
203.695 189.349 159.988 230.623 186.800 189.302 214.709 158.220 149.237 183.900 201.066
218.852 201.855 188.063 263.948 206.507 219.449 254.183 186.670 165.850 198.631 223.133
Jumlah
600.4
564.9
574.5
12.51
11.85
11.20
167.620
185.063
214.034
Sumber : BPS Provinsi Riau
Untuk
pengentasan
kemiskinan,
Pemerintah
Indonesia
melalui
Departemen Sosial RI sejak tahun 1999 telah melakukan berbagai upaya, salah satunya melalui pendekatan kelompok yang disebut sebagai kelompok-kelompok usaha. Pendekatan kelompok melalui kelompok usaha merupakan strategi pemberdayaan yang efektif untuk masyarakat lapisan bawah (Sumodiningrat, 1997) Hal ini sejalan dengan pendapat Supriyanto, 1997, yang menyatakan bahwa keberadaan kelompok akan memberikan manfaat lebih besar bagi anggotanya, karena
dapat
dipakai
untuk
meningkatkan
kemampuan
berusaha,
mengembangkan pengetahuan dan sistem nilai yang mendukung kehidupan
3
usaha, menyebarkan moralitas usaha yang baik, dan meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih luas seperti usaha, kerumahtanggaan kemasyarakatan dan sebagainya. Pemerintah menerapkan beberapa program penguatan ekonomi kerakyatan dengan strategi mendorong kemandirian usaha-usaha kelompok masyarakat, sebagai salah satu usaha penanggulangan kemiskinan. Wujud kegiatan ini adalah pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang merupakan program Asistensi Kesejahteraan Sosial Keluarga. Kegiatan ini merupakan program pemberdayaan masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan melalui bantuan dan jaminan sosial dengan melibatkan pendampingan sosial. Pendamping sosial merupakan agen perubahan yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi keluarga miskin yang disebabkan oleh lemahnya kondisi sumberdaya manusia untuk mengakses sumberdaya ekonomi dan sosial (Suharto, 2005). Pemerintah Provinsi Riau, telah melakukan penangulangan kemiskinan melalui program pengentasan K2I (pengentasan Kemiskinan, Kebodohan dan Inftrastruktur), melalui kegiatan peningkatan sumberdaya manusia, seperti peningkatan
pendidikan, pengurangan masyarakat miskin dan perbaikan
infrastruktur. Khusus untuk penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Provinsi Riau meluncurkan sejumlah program seperti bantuan Usaha Ekonomi Desa (UED-SP)
dengan
pendekatan
pemberdayaaan
masyarakat
melalui
pengembangan usaha pada kelompok usaha bersama (KUBE), Selain itu untuk pelaksanaan program K2I pemerintah juga membuat program kegiatan seperti pembengunan kebun rakyat, redistribusi asset melalui sertifikasi tanah rakyat, pembangunan rumah layak huni, pembangunan infrastruktur perdesaan dan lainnya melalui satuan kerja yang ada. Upaya tersebut dilakukan melalui kebijakan seperti indentifikasi potensi masyarakat miskin di Riau, membentuk komite penanggulangan kemiskinan tingkat provinsi. Pemerintah Daerah Provinsi mewujudkan program KUBE ini dengan pemberian bantuan yang secara langsung disalurkan oleh Dinas Sosial Provinsi. KUBE mempunyai tujuan yaitu: a) memastikan ketersedian kebutuhan pokok, b) meningkatkan pendapatan masyarakat secara signifikan, dan c) Pemberdayaan
4
masyarakat kearah kemandirian. Pada Prinsipnya program KUBE diproritaskan bagi masyarakat yang berada pada tingkat ekonomi menengah kebawah (Aftar Rumander, 2008). Berdasarkan tahap perkembangannya, Kelompok Usaha Bersama (KUBE) digolongkan kepada tiga tipologi, yaitu tumbuh, berkembang dan maju (mandiri). KUBE tumbuh merupakan kelompok usaha yang baru berjalan, telah menerima bantuan UEP dan telah memiliki pendamping. KUBE berkembang adalah kelompok usaha yang telah didasarkan atas pembagian kerja sesuai dengan kepengurusannya, keuntungan usaha telah berkembang dan telah terbentuk modal. KUBE maju adalah kelompok usaha yang telah menjalankan fungsi manajemen dengan baik (Departeman Sosial, 2005) Kelurahan Maharatu Kota Pekanbaru merupakan daerah urban yang banyak dihuni pendatang yang berasal dari luar Provinsi Riau, pendatang umumnya bekerja sebagai petani sayur berdaun lebar dengan status kepemilikan lahan adalah hak pakai (pinjam lahan). Kelurahan ini dikenal sebagai daerah penghasil sayur berdaun lebar. Jumlah penduduk di Kelurahan Maharatu pada tahun 2007 adalah 27.382 jiwa, dimana 27,77 persen penduduknya tergolong berpendidikan rendah, dengan rincian 3.44 persen tidak tamat sekolah dasar, 11,25 persen tamat sekolah dasar dan 13,08 persen tamat sekolah lanjutan tingkat pertama atau sederajat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kemiskinan di daerah ini salah satu penyebabnya adalah pendidikan yang rendah. Bagi
keluarga
miskin,
manfaat
KUBE
tidak
hanya
mencakup
perkembangan aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial. KUBE merupakan media untuk meningkatkan pendapatan, mengembangkan usaha, membangun interaksi dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dam sumber ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar, menyelesaikan berbagai masalah serta memenuhi kebutuhan (Departemen sosial, 2005) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Suka Makmur di Kelurahan Maharatu Kota Pekanbaru pada tahun 2003 terpilih sebagai KUBE paling sukses di Provinsi Riau. Kelompok usaha dalam bidang sayur ini mengalahkan 752 kelompok lainya yang ada di Provinsi Riau. Dalam melakukan pembinaan, Badan Kesejahteraan
5
Sosial Propinsi Riau (BKS) sendiri telah memberikan berbagai pelayanan terhadap kelompok tersebut. Baik berupa bantuan dana, penyuluhan, bibit maupun keperluan masyarakat lainnya. Bantuan tersebut diberikan sesuai dengan keperluan dan bidang usaha – usaha yang telah ada maupun yang akan dikembangkan oleh masyarakat. Dalam melakukan penilaian dari berbagai aspek yang positif. Diantaranya para petani yang bergabung dalam KUBE Suka Makmur telah meningkat kesejahteraannya, hal ini dapat dilihat bahwa anggota KUBE telah mampu
mempunyai rumah, kendaraan, dan berbagai penunjang
hidup lainya. Termasuk telah suksesnya mereka dalam bekerjasama sesama kelompok (Riau Online, 2003). KUBE Suka Makmur di Kelurahan Maharatu Kota Pekanbaru sudah dapat digolongkan sebagai KUBE maju atau mandiri, hal ini dapat dilihat dengan kemampuan kelompok usaha yang telah mampu menjalankan manajemen yang baik. Namun demikian mulai pada tahun 2008 yang lalu , telah terjadi penurunan aktivitas kelompok KUBE Suka Makmur, baik dalam kegiatan usaha ekonomi, kegiatan kelembagaan, pertemuaan kelompok dan lainnya. menjadi tertarik untuk mengkaji
Untuk itu penulis
kinerja KUBE Suka Makmur di Kelurahan
Maharatu, karena meski telah digolongkan kepada KUBE maju atau mandiri ternyata masih ada kelemahan – kelemahan yang dapat mendorong menurunnya aktivitas di dalam kelompok, namun demikian masih ada pula peluang untuk memperoleh keberhasilan kembali. Untuk itu dibutuhkan sebuah kajian untuk membuat suatu strategi yang dapat menjamin keberlanjutan dan kemandirian KUBE pada masa yang akan datang. 1.2. Rumusan Masalah Upaya peningkatan kesejahteraan sosial melalui Program Pemberdayaan Keluarga Miskin memberikan peluang bagi masyarakat miskin untuk membangun dirinya secara partisipatif. Konsep tersebut memberikan dasar dan sasaran dalam upaya perbaikan kondisi dan taraf hidup masyarakat, membangkitkan partisipasi masyarakat, dan penumbuhan kemampuan untuk berkembang secara mandiri dan berkelanjutan. KUBE Suka Makmur Kelurahan Maharatu telah mampu mengentaskan
6
kemiskinan anggota kelompoknya, hal ini diketahui dari 121 orang anggota kelompoknya, semuanya telah mampu mempunyai rumah sendiri, kendaraan sendiri, mampu memberikan pendidikan yang layak bagi anggota keluarganya, serta kemampuan untuk membentuk usaha secara mandiri, namun demikian hal ini bertolak belakang dengan perkembangan kelembagaan dan usaha KUBE sendiri yang terus mengalami penurunan dari dua tahun belakangan ini. Atas dasar gambaran latar belakang di atas maka dalam kajian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa saja kegiatan program KUBE, sesuai dengan tahapan perkembangan organisasinya? 2. Sampai sejauh mana kegiatan yang telah dilakukan KUBE dalam mengentaskan kemiskinan anggotanya ? 3. Bagaimana strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan KUBE berdasarkan tahapan perkembangan organisasinya ? 1.3.
Tujuan Kajian Tujuan yang ingin dicapai dari kajian ini adalah :
1.
Mendeskripsikan
program
KUBE
menurut
tahap
perkembangan
organisasinya 2.
Mengevaluasi peragaan KUBE dalam mengatasi kemiskinan.
3.
Merumuskan strategi untuk mengembangkan KUBE berdasarkan tahapan perkembangan organisasinya.
1.4. Manfaat Kajian Kajian ini berguna untuk menambah wacana pemikiran bagi penulis dan pekerja komunitas yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat. Bagi akademisi, kajian ini diharapkan dapat berguna sebagai perkembangan ilmu pengetahuan dibidang pemberdayaan komunitas. Dalam hasil kajian ini penulis berharap dapat menyumbangkan pemikiran pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, khususnya kegiatan
7
program kelompok usaha bersama (KUBE), terutama mengenai pengembangan strategi pemberdayaan komunitas pada kelompok untuk usaha bersama pada masa yang akan datang.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi tidak mampu untuk melepaskan
diri
dari
kemiskinan
dan
keterbelakangan.
Upaya
dalam
pemberdayaan masyarakat haruslah dimulai dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi atau daya yang dapat di kembangkan. Dalam hal ini pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran
akan
potensi
yang
dimilikinya
serta
berupaya
untuk
mengembangkannya (Kartasasmita, 2005). Selanjutnya Hikmat (2004), menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan yang menitik beratkan pada kepentingan dan kebutuhan rakyat yang mengarah pada kemandirian masyarakat, partisipasi jaringan kerja dan keadilan. Dengan kata lain pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial dan mencerminkan paradigma baru pembangunan yang bersifat people-centred, participatory, empowering, dan sustainable. Pemberdayaan masyarakat menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan (Sumodiningrat, 1997).
Pemberdayaan rakyat mengandung
makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan disegala bidang dan sektor kehidupan. Hal tersebut mengandung arti melindungi dan membela dengan berpihak pada yang lemah (Proyono, 1997). Menurut Suharto (2005), pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam :
9
1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan. 2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan. 3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep kemandirian, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan (Adimihardja. 2004). Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Pemberdayaan juga diartikan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik, dan hak-haknya menurut undang-undang (Rappopont,1987) dalam Suharto (2005). Ife (1995) mengemukakan bahwa pemberdayaan memuat dua pengertian kunci yaitu kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan diartikan bukan hanya menyangkut kekuatan politik melainkan kekuasaan atau penguasaan atas pilihanpilihan personil dan kesempatan-kesempatan hidup, pendevinisian gagasan kebutuhan, ide atau gagasan, lembaga-lembaga, sumber-sumber, dan reproduksi. Dengan demikian pemberdayaan adalah sebuah proses dari tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan merupakan serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu dari komunitas tertentu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan. Pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang di inginkan oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan, dan mempunyai pengetahuan serta kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemberdayaan dapat pula dipandang sebagai bagian dari aliran postmodernisme yang menitik beratkan pada sikap dan pendapat yang berorientasi pada jorgan antisistem, anti struktur, dan anti determinisme yang diaplikasikan pada kekuasaan. Menurut Vidhyandika (1996) yang dikutip Suharto (2005),
10
konsep pemberdayaan ini muncul akibat dari reaksi terhadap alam pikiran, tatamasyarakat, dan tata-budaya sebelumnya yang berkembang di suatu negara. Pemberdayaan merupakan gerakan yang dirancang untuk meningkatkan kehidupan seluruh komunitas dengan partisipasi aktif dan atas dasar prakarsa komunitas. Sejalan dengan kerangka berpikir tersebut, strategi pemberdayaan masyarakat secara partisipatif (participatory community empowment) merupakan strategi yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan. Permasalahan sosial yang terjadi pada masyarakat bukan hanya akibat dari adanya penyimpangan perilaku maupun masalah kepribadian Namun merupakan akibat masalah struktural, kebijakan yang keliru, implementasi yang tidak konsisten, dan tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan (ESCAP, 1999). Dalam kondisi yang demikian itu maka strategi pemberdayaan sangat diperlukan agar dalam upaya peningkatan kemampuan dan kapasitas masyarakat menjadi terarah dan mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Selanjutnya, Person (1994) menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Namun demikian, dalam beberapa situasi tertentu strategi pemberdayaan dapat dilakukan secara individual meskipun pada gilirannya strategi ini tetap berkaitan dengan kolektifitas yaitu dengan mengaitkan antara klien dengan sumber atau sistem di luar dirinya. Secara umum strategi pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras pemberdayaan (empowerment setting), sebagai berikut: 1. Aras Mikro, bahwa pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugastugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach). 2. Aras Mezzo, bahwa pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan ini dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi.
Pendidikan dan pelatihan,
dinamika
kelompok biasanya
digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
11
3. Aras Makro, pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar (largesystem strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetisi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang cepat untuk bertindak. (Suharto, 2004). Dalam proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dicapai melalui penerapan pendekatan pembangunan untuk menciptakan suasana yang memungkinkan potensi dan sumber yang ada dalam masyarakat dapat berkembang secara optimal. Pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat diperkuat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhankebutuhannya. Kelompok-kelompok lemah dilindungi agar tidak tertindas oleh kelompok-kelompok yang lebih kuat, serta menghindari persaingan yang tidak seimbang antar yang kuat dan yang lemah. Mencegah sedini mungkin terjadinya eksploitasi antara kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Oleh karena itu pemberdayaan diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. Bimbingan dan dukungan diberikan kepada masyarakat agar mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Dalam konteks ini pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh dalam keadaan yang semakin melemahkan. Situasi dan kondisi yang kondusip tetap dipelihara agar terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Oleh karenanya pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam berusaha memperbaiki kesejahteraan sosialnya. Prinsip pemberdayaan masyarakat yang berpusat pada rakyat dengan dukungan teknologi tepat guna, menegaskan bahwa masyarakat harus menjadi pelaku
utama
dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
dan
evaluasi
program
pembangunan. Hal ini berdampak pada perlu adanya restrukturisasi dalam strategi
12
pembangunan baik pada tingkat mikro, mezzo, maupun makro, sehingga masyarakat dapat mengembangkan potensi diri tanpa mengalami hambatan yang bersumber dari faktor-faktor eksternal maupun internal. 2.2.
Konsep Kemiskinan Kemiskinan pada hakekatnya merupakan masalah klasik yang telah ada
sejak adanya umat manusia. Persoalan kemiskinan senantiasa menjadi perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi. Beberapa konsep dan pendekatan pun terus menerus dikembangkan untuk mengentaskan kemiskinan. Pada umumnya, kemiskinan didefinisikan dari faktor lemahnya ekonomi, khususnya pendapatan dalam bentuk uang, ditambah dengan keuntungan-keuntungan non material yang diterima oleh seseorang. Namun secara luas kemiskinan juga sering didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh serba kekurangan serta keterbatasan dalam memperoleh akses bagi perkembangan kegiatan kehidupan seperti tidak ada akses modal, pendidikan yang rendah, keadaan kesehatan yang buruk, lemahnya sistem kelembagaan dan sosial serta sarana transportasi yang tidak baik yang menyebabkan keterpencilan komunitas. Yustika (2003) mendefenisikan kemiskinan dengan memahaminya sebagai akibat dari kebijakan yang timpang terhadap 1) kepemilikkan modal, 2) kepemilikkan tanah dan akses, serta 3) ketidakserasian aktifitas yang dikerjakan. Kemiskinan merupakan ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, kemampuan yang dimaksudkan di sini bukan hanya kemampuan individu itu sendiri, tetapi juga dalam konteks keluarga, artinya meskipun kemiskinan itu merupakan atribut bagi individu yang bersangkutan, tetapi pada kenyataannya keadaan tersebut terkait erat dengan keluarga. Selanjutnya Friedmann (1979) dalam Suharto, dkk (2005) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial tersebut meliputi : modal yang produktif atau aset, sumber-sumber keuangan, organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan, jejaring sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, dari lain-lain, pengetahuan dan keterampilan yang
13
memadai, dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan masyarakat. Atas dasar definisi-definisi kemiskinan di atas maka konsep kemiskinan dapat digambarkan sebagai kondisi yang serba kekurangan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan akan sandang, pangan, papan (tempat tinggal), kesehatan, dari pendidikan. Penyebab kemiskinan diungkapkan oleh Gunawan Sumodiningrat (2004) sebagai berikut; (1) Kemiskinan alami, yaitu kemiskinan yang disebabkan keterbatasan kualitas sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Sebagai akibatnya, sistem produksi beroperasi tidak optimal dengan efisiensi rendah; (2) Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang langsung atau tidak langsung diakibatkan
oleh
berbagai
kebijakan,
peraturan,
pembangunan; (3) Kemiskinan kultural adalah
dan
keputusan
dalam
kemiskinan yang lebih banyak
disebabkan sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku, atau budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan. Elis (1984) dalam suharto (2005), menyatakan bahwa "dimensi kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik, dan sosial-psikologis". Secara ekonomis, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut aspek finansial dan jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan konsepsi ini maka kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumber daya yang dimiliki melalui penggunaan standar baku yang disebut garis kemiskinan. Garis kemiskinan yang digunakan BPS sebesar 2.100 kalori per orang per hari yang disetarakan dengan pendapatan tertentu. Definisi kemiskinan yang menggunakan pendekatan kebutuhan dasar seperti ini diterapkan oleh depsos terutama dalam mendefinisikan fakir miskin. Bahwa yang disebut fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dan tingkat akses terhadap
14
kekuatan (power). Kekuatan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumber daya. Dalam konteks ini Friedman dalam suharto (2004) mendefinisikan kemiskinan dalam kaitannya dengan ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasi basis kekuasaan sosial yang meliputi: 1. Modal produksi atau aset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan) 2. Sumber keuangan (pekerjaan , kredit) 3. Organisasi sosial dan politik yang
dapat digunakan untuk mencapai
kepentingan bersama 4. Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa 5. Pengetahuan dan keterampilan 6. Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup. Sedangkan kemiskinan secara sosial - psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan struktur yang mendukung dalam mendapatkan kesempatankesempatan peningkatan produktifitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan faktor
sebagai
penghambat
kemiskinan yang
yang
mencegah
disebabkan atau
oleh
merintangi
adanya seseorang
faktor dalam
memanfaatkan kesempatan - kesempatan yang ada dalam masyarakat. Faktor penghambat tersebut dapat datang dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Faktor dari dalam seperti rendahnya tingkat pendidikan atau hambatan karena budaya. Sedangkan faktor dari luar seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan seperti ini sering disebut dengan kemiskinan struktural. Mengingat kemiskinan bersifat multidimensi, maka penyebabnya juga bersifat multidimensi yang diungkapkan oleh Djoharis Lubis (2004) diantaranya disebabkan oleh faktor bencana alam, kegagalan panen, etos kerja yang rendah, pendidikan dan kwalitas kesehatan rendah, serta sebab struktur dan proses transaksi politik, ekonomi dan sosial budaya yang tidak adil dan memiskinkan. Selanjutnya Sulistiati dkk, (2005) lebih jelas lagi menguraikan tentang faktorfaktor penyebab terjadinya kemiskinan yang dapat dikategorikan dalam dua hal sebagai berikut:
15
1. Faktor Internal Faktor - faktor internal (dari dalam individu atau keluarga fakir miskin) yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain berupa kurang Kemampuan dalam hal: a. Fisik (misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan) b. Intelektual (misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekurang tahuan informasi). c. Mental emosional (misalnya malas,
mudah menyerah,
putus asa,
temperamental). d. Spiritual (misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin). e. Sosial psikologis
(misalnya
kurang motivasi,
kurang percaya
diri,
depresi atau stres, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan). f. Keterampilan (misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja). g. Asset (misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan, dan modal kerja). 2. Faktor Eksternal Faktor-faktor
eksternal
(berada di
luar individu atau
keluarga)
yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain : a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar. b. Tidak dilindungi hak atas kepemilikkan tanah. c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usahausaha sektor informal. d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro. e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor ril masyarakat banyak. f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal (seperti zakat). g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (Stuctural
16
Adjusment Program / SAP). h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan. i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana. j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material, k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata. l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin. Faktor internal dan eksternal tersebut mengakibatkan kondisi kemiskinan tidak mampu dalam hal memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, menampilkan peranan sosial, mengatasi masalah-masalah sosial psikologis yang dihadapinya, mengembangkan potensi diri dan lingkungan, serta mengembangkan faktor-faktor produksi sendiri. Namun demikian, masyarakat yang dikategorikan miskin tersebut pada dasarnya memiliki kemampuan atau potensi diri sebagai modal dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya walaupun dalam keadaan sangat minim atau terbatas. Keluarga miskin secara faktual dapat dilihat bahwa mereka mampu merespon dan mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya. 2.2.1. Ukuran Kemiskinan Sebagaimana telah diuraikan terdahulu bahwa kemiskinan disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, namun belum menunjukkan indikator atau ukuran-ukuran kemiskinan tersebut. Untuk mengukur tingkat kemiskinan terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan absolut dan relatif. Disebutkan oleh Iwan Nugroho (2004) bahwa yang dimaksud Ukuran Kemiskinan absolut adalah pendekatan yang memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang bersifat mutlak yang bermuara atau berwujud sebagai garis, titik, atau batas kemiskinan. Sedangkan Ukuran Kemiskinan Relatif adalah pendekatan yang memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang dipengaruhi oleh ukuran-ukuran lainnya yang berhubungan dengan proporsi atau distribusi. Atas dasar pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa seseorang atau masyarakat yang tidak dapat keluar dari ukuran-ukuran tersebut dikelompokkan
17
sebagai masyarakat miskin. Ukuran tersebut antara lain berupa tingkat pendapatan, pengeluaran atau konsumsi, atau kalori seseorang atau keluarga dalam satuan waktu tertentu. Mengukur tingkat kemiskinan sangat diperlukan dalam menetapkan keluarga miskin yang menjadi sasaran dan ingin diberdayakan. Menurut World Bank (1993) yang dikutib oleh Iwan Nugroho (2004), mengukur kemiskinan bertujuan antara lain: 1. Melihat sejauh mana kemiskinan terjadi : lokasi, jumlah, sebaran, kondisi masyarakat, dan ketampakan lainnya; 2. Memberikan data statistik yang berguna bagi analisis dan perencanaan pembangunan serta penghapusan kemiskinan; 3. Mempengaruhi pola
kebijakan dan pengambilan keputusan yang kelak
diterapkan. Pengukuran kemiskinan dilakukan dengan cara menetapkan standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat hidup secara layak. Penetapan nilai ini standar ini digunakan untuk membedakan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Terdapat beberapa pendapat tentang penetapan mengenai nilai standar ini yang antara lain menurut Sajogyo (1975), bahwa garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat pendapatan untuk pedesaan dengan 360 kilogram beras per orang per tahun. Kriteria ini didasarkan atas jumlah kalori setara dengan 1.900 kalori per hari. BKKBN tahun 2008 menyebutkan bahwa, indiktor kemiskinan adalah : 1. Tidak mampu makan dua kali sehari 2. Tidak mampu mengkonsumsi daging/ikan/telor minimal sekali seminggu 3. Tidak mampu ke sarana kesehatan modern untuk ber KB atau berobat 4. Tidak mampu menyekolahkan anak usia SD dan SLTP 5. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penghasilan tetap
18
BPS tahun 2008 menyebutkan bahwa, indikator kemiskinan adalah : 1. Luas lantai rumah <8 meter persegi 2. Jenis lantai terluas (tanah/bambu/kayu murahan) 3. Jenis dinding bangunan (bambu/rumbia/ tembok tanpa pelster 4. Fasilitas buang air besar (tidak ada) 5. Sumber air minum 6. Sumber penerangan utama 7. Bahan bakar untuk masak (kayu/arang/minyak) 8. Tidak mampu beli daging/ikan/telur/susu minimal sekali seminggu 9. Makan kurang dari dua kali sehari 10. Tidak mampu membeli pakaian baru minimal satu stel setahun 11. Tidak mampu bayar untuk berobat ke sarana kesehatan modern 12. Luas sawah < 0,5 ha atau pendapatan
19
beras untuk orang miskin/santunan sosial). 3. Keterbatasan kepemilikkan pakaian untuk setiap anggota keluarga per tahun (hanya mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap per orang per bulan); 4. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit. 5. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya; 6. Tidak memiliki asset yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual untuk membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat miskin; 7. Tinggal di rumah yang tidak layak huni; 8. Sulit memperoleh air bersih. Indikator tersebut sifatnya multidimensi, artinya setiap keluarga miskin dapat berbeda tingkat kedalaman kemiskinannya. Secara umum jika terdapat tiga kriteria tersebut di atas terpenuhi, maka sudah dapat dikategorikan sebagai keluarga miskin yang layak untuk memperoleh pelayanan sosial. Semakin banyak kriteria yang terpenuhi maka kategori keluarga tersebut semakin miskin. 2.2.2. Komunitas dan Pemberdayaan Keluarga Miskin Di dalam proses pembangunan sosial ekonomi di berbagai bidang perekonomian, pertanian, kesehatan dan sebagainya selalu menggunakan komunitas sebagai titik masuk sebuah kebijakan. Oleh karena itu konsep komunitas menjadi penting artinya dalam proses pembangunan masyarakat. Koentjoroningrat (1996), mendefenisikan bahwa komunitas merupakan suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan berinteraksi secara kontiniu sesuai dengan suatu sistem adat istiadat dan terikat oleh suatu rasa identitas komunitas. Secara umum, gambaran sebuah struktur komunitas akan ditandai oleh serangkaian fenomena sebagai berikut:
1.
Prinsip saling berbagi (shared norms and expectation) di antara para anggota suatu komunitas.
20
2.
Pertukaran materi - informasi yang adil di antara individu-individu anggota sebuah komunitas.
3.
Kesatuan komunitas yang dibangun oleh to face communication yang akrab. (Tonny, 2005) Pemberdayaan merupakan salah satu pendekatan dalam meningkatkan
kualitas kehidupan dan mengangkat harkat dan martabat masyarakat bawah. Konsep ini menjadi sangat penting karena dapat memberikan perspektif positif terhadap masyarakat Pemberdayaan masyarakat dari partisipasi merupakan strategi dalam paradigma pembangunan yang tertumpu pada rakyat (people centered development) (Adimihardja, 2004). Strategi ini menyadari pentingnya peningkatan kapasitas masyarakat untuk kemandirian dengan kekuatan internal yang ada pada masyarakat. Dalam rangka pemberdayaan keluarga miskin, hal utama harus dilakukan adalah pengembangan kapasitas komunitas serta membangun jaringan kerja komunitas. Mengacu pada Unicef (1999) dalam Sumarti T. dkk (2005) , terdapat tujuh komponen kapasitas di tingkat komunitas yang dapat dikembangkan untuk dapat mendorong aktivitas-aktivitas ekonomi anggotanya melalui pembentukan kelompok-kelompok usaha ekonomi produktif seperti KUBE, yaitu :
1. Community leader ;
siapa
saja
orang-orang yang berpengaruh
dalam
masyarakat yang dapat mendorong penguatan kelompok usaha ekonomi produktif ? 2. Community technology ; teknologi apa yang digunakan oleh masyarakat untuk memproduksi sesuatu, apa konsekuensi dari suatu intervensi ? 3. Community fund ; apakah ada mekanisme penghimpunan dana dalam masyarakat ? 4. Community material: sarana apa saja yang ada di masyarakat yang berguna untuk pengembangan kelompok, apa modal usaha keluarga/'komunitas ? 5. Community knowledge ; apa persepsi masyarakat berkaitan dengan usaha mereka, apa harapan terhadap pelayanan ekonomi produktif, sejauh mana kepercayaan pada pelaku pelayanan ekonomi produktif ?
21
6. Community decision making; apakah masyarakat disertakan dalam program secara keseluruhan ? 7. Community organizations ; usaha ekonomi mana yang dapat berkembang menjadi organisasi ekonomi produktif ? Kelompok tani,
koperasi tani,
KUD/LSM, kelembagaan bagi hasil, kelembagaan pedagang, mitra kerja. Dalam pemberdayaan masyarakat, kelompok menempati posisi yang penting karena akan berperan dalam masyarakat dalam mengontrol suatu keputusan
program maupun kebijakan yang berpengaruh langsung
kepada
kehidupan komunitas. Di dalam pembahasan tentang pemberdayaan masyarakat dikenal suatu konsep modal sosial, yang secara umum dipahami sebagai bentuk institusi, relasi, dan norma-norma yang membentuk kualitas dari kuantitas dari interaksi sosial dalam masyarakat. Menurut pendapat saya dalam rangka pemberdayaan keluarga miskin maka pertama dan utama yang harus dilaksanakan adalah pengembangan kapasitas komunitas serta membangun jejaring mengacu pada Unicef (1999) dalam Sumarti T. Dkk (2005). 2.3. Penguatan Kelembagaan Apabila melihat peluang perubahan kelembagaan, maka ada baiknya menyiapkan perubahan tersebut. Hal ini menunjukkan paling tidak untuk pengembangan kelembagaan dalam konteks pembangunan yang berbasis pada pengembangan komunitas memerlukan roh yang jelas. Satu hal yang pokok dalam hal ini adalah mengingatkan akan pembangunan yang berkelanjutan (Lala Kolopaking dan Fredian Toni, 2007). Ada tiga pilar utama dari Pembangunan berkelanjutan, yaitu: (1) Pengentasan kemiskinan (poverty eradication). (2) Perubahan konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan (changing unsustainable pattern of coinsumption and production). (3) Perlindungan dan pengelolaan basis sumber daya alam bagi pembangun ekonomi dan sosial (protecting and managing the natural resouces basis of economic and social development). Ketiga pilar ini perlu diintergrasikan dan terkait dan tergantung satu sama lainnya (interdepedency). Pengembangan kelembagaan dan penguatan kapasitas masyarakat untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan melalui teknik - teknik
22
sosial yang diturunkan dari penerapan teknologi partisiptif, oleh karena itu bentuk kegiatannya beragam mulai dari pendampingan, melakukan pelatihan berbasis kompetensi, pemagangan, studi banding utuk melihat pola percontohan. Keberhasilan (best practice), penyusunan dan perencanaan aksi, bahkan sampai melakukan advokasi untuk melakukan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Hal yang utama dalam hal ini dilakukan dalam bentuk proses belajar sosial partisipatif yang diarahkan untuk menghasilkan aksi bersama yang produktif. Satu hal yang menjadi hasil (autcome) dari kegiatan-kegiatan ini adalah lahirnya kaderkader untuk ikut mengembangkan proses pemberdayaan masyarakat. Menurut Bertrand 1974, seperti dikutip Tonny dan Utomo 2004, kelembagaan adalah tata abstraksi yang lebih tinggi dari grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Artinya wujud konkrit dari pemahaman tentang kelembagaan dapat berupa grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Istilah ”lembaga” (institution) dan ”pengembangan kelembagaan” (institutional building), mempunyai arti yang berbeda - beda untuk orang yang berbeda pula. Disini pengembangan kelembagaan sinonim dengan pembinaan kelembagaan dan didefinisikan sebagai proses utntuk memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan sumber daya manusia dengan keuangan yang tersedia. Proses ini
secara internal dapat digerakkan oleh manager sebuah
lembaga atau dicampur tangani dan dipromosikan oleh pemerintah atau badanbadan pembangunan (Israel, A 1992). Pembangunan kelembagaan
(atau analisa kelembagaan) menyangkut
sistem manajemen termasuk pemantauan dan evaluasi; struktur dan perubahan organisasi; perencanaan, termasuk perencanaan untuk suatu proses investasi yang efisien ; kebijakan pengaturan staf dan personalia ; pelatihan staf, prestasi keuangan, termasuk manajemen keuangan dan perencanaan, penyusunan anggaran dan akunting; perawatan dan pengadaan (Israel, A 1992). Menurut Sugiyanto (2002) hasil akhir dari pembangunan lembaga menetapkan sederetan pengujian. Prinsip-prinsip dasarnya (1) harus diadakan norma-norma dan pola-pola yang baru di dalam organisasi yang relevan dengan lingkungan, baik organisasi maupun inovasi yang diwakilinya harus melembaga dan semua ini harus dinilai; (2) nilai intrisik yang diperoleh dapat dipandang
23
sebagai sumber daya yang memungkinkan para penghantar perubahan untuk mencapai tujuannya dengan biaya yang berkurang karena komitmen staf dan citra yang menguntungkan dan diproyeksi dalam lingkungan. Menurut Eade 1997 seperti dikutip Tonny dan Utomo 2004, pengembangan kapasitas sering digunakan secara sederhana untuk menjadikan suatu lembaga lebih efektif mengimplementasikan proyek-proyek pembangunan. 2.4. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah kelompok binaan sosial (KBS) yang atas bimbingan dan kesadaran bersama, diberi tanggung jawab untuk mengelola bantuan stimulan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Maksud pembentukan KUBE ini adalah meningkatkan motivasi, interaksi dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumber daya ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar dan menjalin kemitraan dengan pihak terkait (Departemen sosial, 2005) Jumlah KUBE didasarkan atas kebutuhan nyata di lapangan, bisa menjadi kelompok kecil (antara tiga sampai lima orang) atau kelompok besar (lebih dari lima orang). Banyak anggota KUBE dalam perkembangannya dapat berjumlah menjadi sangat banyak, namun untuk efektivitas pendekatan kelompok yang dilakukan pendamping sosial, jumlah anggota KUBE disarankan tidak terlalu banyak (lima sampai sepuluh orang), sehingga jumlah anggota KUBE yang banyak dapat dibagi – bagi dalam kelompok – kelompok yang lebih kecil. Proses pembentukan KUBE dilakukan berdasarkan; (1) kedekatan domisili dengan tujuan untuk memudahkan berkomunikasi dalam melaksanakan kegiatan maupun dalam mekanisme pembinaan; (2) mempunyai tujuan yang sama untuk merubah nasib; (3) jenis usaha dapat bervariatif atau satu jenis usaha dapat dikelola per individu asalkan terkait dalam satu kelompok; (4) saling mengenal dan saling percaya; (5) pemberian nama KUBE berdasarkan musyawarah anggota; (6) terdapat susunan pengurus yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota. Departemen sosial, 2005 menggolongkan KUBE berdasarkan tiga tahap perkembangannya, yaitu :
24
1. Tumbuh KUBE dikatakan dalam keadaan tumbuh mempunyai ciri – ciri; (1) sudah memiliki pendamping KUBE; (2) pernah mengikuti pelatihan; (3) pengurus dan organisasi telah dibentuk sebanyak sepuluh orang; (4) telah menerima bantuan UEP; (5) mempunyai papan nama KUBE;
dan (5) kegiatan kelompok baru
berjalan. 2. Berkembang KUBE dikatakan dalam keadaan berkembang mempunyai ciri – ciri; (1) Kegiatan kelompok telah berjalan sesuai dengan kepengurusannya; (2) keuntungan usaha ekonomi produktif (UEP) sudah ada untuk modal, kesejahteraan anggotadan iuran kesetiakawanan sosial (IKS); (3) kepercayaan dan harga diri dari anggota KUBE dan keluarga meningkat; (4) pergaulan antara anggota KUBE dengan masyarakat semakin meningkat; (5) hasil usaha sudah dapat dirasakan. 3. Maju atau Mandiri KUBE dikatakan dalam tahap maju atau mandiri memiliki ciri – ciri; (1) keuntungan usaha ekonomi produktif (UEP) meningkat dan modal semakin besar; (2) mampu menyisihkan dana iuran kesetiakawanan sosial (IKS) untuk anggota kelompok, keluarga miskin lainnya dan berpartisipasi dalam pembangunan lingkungannya; (3)Manajemen usaha prodiktif (UEP) telah dikelola dengan baik; (4) mempunyai hubungan baik dan saling menguntungkan dengan lembaga ekonomi dan pengusaha; (5) hubungan sosial dengan masyarakat dan lembaga – lembaga sosial semakin baik dan melembaga; (6) kegiatan usaha ekonomi produktif (UEP) semakin maju dan berkembang. Sebagai media pemberdayaan keluarga miskin KUBE dikatakan dapat berhasil apabila anggotanya telah berhasil mencapai tingkat kesejahteran, dengan beberapa indikator yaitu; (1) meningkatnya kemampuan memenuhi kebutuhan dasar manusia (pangan, sandang, papan) serta kesehatan dan pendidikan yang layak; (2) meningkatnya dinamika sosial baik dalam KUBE maupun dengan masyarakat
sekitarnya;
(3)meningkatnya
kemampuan
dan
pemecahan masalah; (4) berkembangnya kerjasama diantara
keterampilan
sesama anggota
KUBE dan dengan masyarakat sekitarnya; (5) mantapnya usaha KUBE; (6)
25
berkembangnya jenis usaha KUBE; (7)meningkatnya pendapatan anggota KUBE; (8) tumbuh kembangnya kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dalam bentuk pengumpulan iuran kesetiakawanan sosial (IKS). 2.5. Partisipasi Secara sederhana partisipasi mengadung makna peran serta seseorang atau kelompok orang atas suatu pihak dalam suatu kegiatan atau upaya mencapai sesuatu yang (secara sadar) diinginkan oleh pihak yang berperan serta tersebut. Partisipasi merupakan bentuk perilaku sadar. Partisipasi telah dianggap oleh para politisi sebagai dasar dari hak-hak demokrasi. Tetapi faktanya sering dihindari pertanyaan mengenai apakah masyarakat sendiri benar-benar ingin melibatkan diri atau tidak? Pertanyaan seperti itu tidak mudah dijawab (Conyers, 1984). Didunia ketiga sifat penduduk yang dianggap apatis dan kurang tertarik pada upaya-upaya pembangunan ternyata telah menjadi sumber frustasi bagi para perencana, politisi dan pemimpin komunitas serta agen-agen pembangunan lainnya. Berdasarkan hasil studi tentang keberhasilan dan
kegagalan dalam
partisipasi masyarakat menyimpulkan ada dua hal yang mendukung terjadinya partisipasi (oppenheim) 1973, yaitu (1) ada unsur yang mendukung untuk berprilaku tertentu pada diri seseorang (person inner determinant), (2) Terdapat iklim atau lingkungan (Enviruenveronmental factors) yang memungkinkan terjadinya perilaku tertentu itu. Oleh karena itu dalam mengembangkan partisipasi perlu memperhatikan kedua hal itu. Fakta menunjukkan adanya kecendrungan yang sangat nyata bahwa masyarakat (pihak-pihak yang diharapkan berpartisipasi) tidak akan berpartisipasi (dalam arti sebenarnya) atas kemauan sendiri atau dengan antusias yang tinggi dalam kegiatan perencanaan, kalau mereka merasa bahwa partisipasi mereka dalam perencanaan tersebut tidak mempunyai pengaruh pada perencanaan akhir (adanya
manfaat
dalam
penilaian
mereka.
Masyarakat
merasa
enggan
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang tidak menarik minat mereka atau aktifitas yang dapat mereka rasakan. Dari uraian tersebut jelaslah bahwa seseorang akan berpartisipasi apabila terpenuhi persyaratan untuk berpartisipasi, yaitu :
26
1. Kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa ia berpeluang untuk berpartisipasi. 2. Kemauan adanya sesuatu yang mendorong / menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotifasi, berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakanatas partisipasinya tersebut, dan 3. Kemampuan adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa ia mempunyai kemampun untuk berpartisipasi bisa berubah pikiran, tenggang / waktu atau sarana dan material lainnya. Apabila salah satu saja dan ketiga syarat itu ada, maka hampir dapat dipastikan bahwa partisipasi dalam arti sebenarnya itu tidak akan pernah terjadi. Penggerak pembangunan biasanya berhasil mengembangkan partisipasi dengan cara mengembangkan kondisi terwujudnya prasyarat partisipasi. Apabila suatu pembangunan tidak mendapat partisipasi masyarakat secara meluas kecendrungan yang terjadi adalah pembangun tersebut tidak bermafaat bagi rakyat, melainkan hanya bermanfaat pada segolongan pihak yang punya kepentingan dalam pembangunan. 2.6. Modal Sosial Dalam Pemberdayaan masyarakat, tujuan-tujuan organisasi akan tercapai secara efektif apabila didukung oleh sumberdaya yang memadai ( Suswanto, 2005). Sumberdaya dapat berupa human capital, social and instituonal assets, natural resaurces dan man mad assets (Syeaukat dan Hendrakusumaatmadja, 2005). Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa kelembagaan sebagai organisasi akan efektif dalam mencapai tujuannya apabila didukung oleh sumber daya. Salah satu sumber daya tersebut adalah modal sosial. Modal sosial menunjuk pada hubungan sosial, institusi dan struktur sosial serta hubungan dengan trust, resiprositas, hak dan kewajiban dan jejaringan sosial. Secara umum modal sosial didefenisikan sebagai ”informasi, kepercayaan, dan norma-norma timbal balik yang melekat dalam suatu sistem jejaring sosial” (Woolcock dalam Nasdian dan Utomo, 2005). Modal sosial merupakan suatu sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti
27
pandangan umum (wolrd view), kepercayaan (trust), pertukaran (reciprocity), pertukaran ekomoni dan informasi (informational and ecomonic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal groups, serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi memudahkan
modal-modal
lainnya
terjadinya
tindakan
(fisik, kolektif,
manusiawi,
budaya)
pertumbuhan
sehingga
ekomoni
dan
pembangunan (Colleta dan Cullen dalam Nasdian dan Utomo, 2005). Berbeda dengan modal fisik dan modal manusia yang sifatnya lebih kongkrit, dapat diukur dan dapat diperhitungkan secara eksak untuk proses produksi, wujud modal sosial tidak sejelas kedua jenis modal tersebut. Pemahaman tentang modal sosial menekankan pada hubungan timbal balik antara modal dan sifat sosial yang menjelaskan modal tersebut. Sifat sosial dalam modal sosial tidak bersifat
netral,
ditandai dengan
adanya hubungan
saling
menguntungkan antara dua orang, kelompok, kolektivitas atau kategori sosial atau manusia pada umumnya. Modal sosial menurut Grootaert yang dikutip Marliyantoro (2002) adalah kemampuan seseorang untuk memanfaatkan berbagai keunggulan jaringan sosial atau struktur sosial dimana ia menjadi anggotanya. Selanjutnya Hanifan dalam Marliyantoro (2002), menyatakan bahwa modal sosial sebagai kenyataan yang dimiliki warga berupa kehendak baik, simpati, persahabatan, hubungan antar individu dan antar keluarga yang dapat mengatasi persoalan warga masyarakat. Menurut Woolcock yang dikutip Colleta dan Cullen dalam Nasdian dan Utomo (2005), modal sosial memiliki empat dimensi, yaitu: 1.
Integrasi (integration), yaitu ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik dan agama.
2.
Pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal berupa jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan (civic association) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik dan agama.
3.
Integritas organisasional (organizational integrity), yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan.
4.
Sinergi (synergy), yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state-community relations).
28
III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan dari tinjauan pustaka pada bab terdahulu, dapat dibuat suatu kerangka pikir yang berupa hipotesa pengarah dalam melakukan kajian ini, hipotesis pengarah ini tidak berarti harus dikaji kebenarannya, akan tetapi dapat dijadikan arahan dan panduan bekerja di lapangan. Hal ini memungkinkan ditemukannya suatu temuan baru yang dapat memperkaya isi kajian ini, untuk itu kajian ini memakai metode kualitatif. Pemberdayaan keluarga miskin melalui kegiatan KUBE Suka Makmur telah dilakukan di Kelurahan Maharatu sejak tahun 2002, dengan berjalannya kegiatan KUBE dalam jangka waktu yang cukup lama, telah membawa perkembangan yang cukup banyak, baik dalam peningkatan ekonomi keluarga anggotanya, maupun perkembangan kelembagaan maupun jejaring sosialnya. KUBE Suka Makmur Kelurahan Maharatu didirikan dengan tujuan untuk menanggulangi kemiskinan anggotanya yang sebahagian besar merupakan petani sayuran berdaun lebar. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa KUBE Suka Makmur telah mampu mengentaskan kemiskinan anggota kelompoknya, hal ini diketahui dari 121 orang anggota kelompoknya, semuanya telah mampu mempunyai rumah sendiri, kendaraan sendiri, mampu memberikan pendidikan yang layak bagi anggota keluarganya, serta kemampuan untuk membentuk usaha secara mandiri, namun demikian hal ini bertolak belakang dengan perkembangan kelembagaan dan usaha KUBE sendiri yang terus mengalami penurunan dari dua tahun belakangan ini. Untuk itu kajian ini diarahkan untuk dapat mendeskripsikan kegiatan – kegiatan apa saja yang telah dilakukan KUBE dalam upaya mengentaskan kemiskinan anggotanya dengan menemukenali profil KUBE Suka Makmur seperti SDM anggotanya, organisasi manajemen dan tahapan perkembangannya, permasalahan
yang
dengan ada,
demikian seperti
dapat
diketahui
mismanajemen,
permasalahan
mispersepsi
–
terhadap
pengembangan modal usaha, melemahnya kelembagaan KUBE yang dapat dilihat dengan berkurangnya kegiatan berkumpul atau pertemuan kelompok serta usaha yang dilakukan secara bersama, persaingan pasar, sifat konsumtif.
29
KUBE Suka Makmur saat ini, berdasarkan perkembangannya telah tergolong pada tahap maju atau mandiri yang mendorong peningkatan kapasitas anggota, jejaring sosial yang berkembang, tingkat adopsi pada teknologi yang baik, persaingan usaha antar sesama anggota cukup tinggi. Hal ini justru membuat anggota kelompok lebih cenderung bekerja dan bersifat individual dalam kegiatan usahanya. Persoalan ini justru mendorong kelembagaan KUBE menjadi melemah karena nilai kebersamaan antara sesama anggota maupun masyarakat lainnya semakin berkurang. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan suatu strategi baru berupa Pendampingan usaha dan pemberian motivasi, penguatan kelembagaan, serta alternatif usaha bersama dalam bentuk kelembagaan yang lebih kolektif dan besar, sehingga keberlanjutan kelembagaan KUBE dan usaha komunitas dapat berjalan. Strategi ini diharapkan dapat menghasilkan output berupa peningkatan kerjasama dalam kelompok, meningkatnya pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan yang bersifat sosial, meningkatnya kemampuan memecahkan permasalahan, meningkatnya hubungan kerjasama dengan masyarakat baik jejaring sosial (BPR, koperasi, LKM), pendamping sosial, pemerintah dan pengusaha lokal dalam kegiatan usaha bersama. Hasil akhir dari strategi ini adalah keberlanjutan usaha KUBE yang mendorong keberlanjutan kesejahteraan anggota kelompok dan masyarakat. Hal ini dapat digambarkan pada Gambar 1 bagan kerangka pikir.
30
1
Kelembagaan KUBE :
KUBE MAJU/MANDIRI
1. Nilai-nilai usaha (Orientasi ke depan) 2. Kepengurusan/Organi sasi 3. Kepemimpinan 4. Aturan Main 5. Modal/simpanan 6. Perkembangan Usaha
Analisis Masalah
1. 2.
3. 4.
PERMASALAHAN KUBE Mis Mamajemen Mis Persepsi pada pengembangan modal usaha. Melemahnya Kelembagaan KUBE Benturan kegiatan program pembangunan oleh satuan kerja di Pemprov. Riau
1. Pendampingan Usaha dan Motivasi 2. Penguatan Kelembagaan 3. Pembentukan Usaha Bersama pada kelembagaan yang lebih besar, melalui kegiatan koordinasi dan sinergitas program satker terkait
Pemberdayaan: Usaha terorganisasi, kemampuan integrasi, peningkatan kualitas hidup.
Analisis Tujuan
Gambar 1. Kerangka Pikir Kajian
Strategi/ Rencana Program
Hasil Antara : 1. Peningkatan Kerjasama dalam kelompok 2. Meningkatnya pengetahuan dan Keterampilan Kewirausahaan sosial 3. Meningkatnya Kemampuan memecahkan masalah 4. Meningkatnya Hubungan Kerjasama dengan Masyarakat, pendamping, pemerintah dan pengusaha local 5. Koordinasi dan sinergitas pelaksanaan program pembengunan antar satker
OUT PUT/HASIL AKHIR
Peningkatan kesejahteraan keluarga miskin melalui penguatan kelembagaan KUBE yang disinergikan dengan kelembagaan lain yang setingkat atau lebih besar untuk keberlanjutan usaha produktif kelompok masyarakat
31
3.2. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian Pemberdayaan keluarga miskin melalui KUBE ini dilakukan di Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. Pengambilan lokasi tersebut dilakukan dengan sengaja dengan alasan atau pertimbangan bahwa kelurahan ini merupakan kelurahan miskin walaupun telah tersentuh oleh program - program pembangunan masyarakat, khususnya program penanggulangan kemiskinan. Secara geografis, Kelurahan Maharatu tersebut merupakan lokasi yang sangat strategis karena terletak di Ibukota Provinsi Riau yaitu Kota Pekanbaru. Jarak dari Ibu Kota Pekanbaru ke Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Kelurahan Maharatu sekitar 10 km dengan jarak tempuh kurang lebih 20 menit. Dipilihnya Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Suka Makmur di Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai sebagai tempat kajian dengan pertimbangan: 1. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Suka Makmur di Kelurahan Maharatu Merupakan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang telah berada pada golongan maju atau mandiri akan tetapi masih memerlukan pendampingan atau pembinaan. 2. Memiliki sarana dan prasaran yang memadai dapat dikembangkan namun pengembangannya belum maksimal. 3. KUBE Suka Makmur pernah menjadi KUBE terbaik di Provinsi Riau tahun 2003, kemajuan yang dialaminya justru membuat kelembagaan KUBE melemah, terutama dalam dua tahun terakhir. Kajian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Desember 2009 hingga April Juni 2010. Adapun jadwalnya pada tabel 2.
32
Tabel 2. Jadwal Kajian NO JENIS KEGIATAN 1 1. 2. 3. 4. 5. 6.
2
3
4
2009 BULAN 5 6 7 8 9 10 11 12 1
2010 BULAN 2 3 4 5
6
Survey lokasi Penyusunan Proposal Kolokium Kajian Lapangan Penyusunan Tugas Akhir Seminar dan Ujian 3.3.
Metode Penelitian
3.3.1 Metode Pengumpulan Data Cara pengumpulan data yang dipergunakan dalam kajian ini yaitu mengumpulkan data dari berbagai sumber baik melalui pengumpulan data primer (diskusi/wawancara langsung dengan tokoh formal maupun informal, diskusi kelompok, pengamatan lapangan); pengumpulan data sekunder (data stastistik, laporan dari instansi-intstansi, kajian-kajian pihak lain dan publikasi lainnya. Tahapan-tahapan dan pendekatan yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah:
1. Observasi lapangan, yaitu melakukan pengamatan pada subjek kajian di Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru. 2. Diskusi dan wawancara mendalam (deep inteview) yaitu menggali informasi dari unsur pemerintah provinsi (Dinas Sosial), LSM, aparat kelurahan, pengurus dan anggota KUBE Suka Makmur dan tokoh-tokoh masyarakat. Pengumpulan data sekunder berkaitan dengan kajian ini dikumpulkan dari Badan Statistik Provinsi Riau, Dinas Sosial Provinsi Riau dan Kantor Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru serta instasi pemerintah lainnya maupun sumber-sumber lainnya yang meliputi (a) keadaan fisik daerah (letak geografis, topologi dan lain-lain). (b) demografi kelurahan misalnya kependudukan dan lain-lain (c) potensi ekonomi kelurahan; (d) kelembagaan ekonomi kelurahan; (e) sosial ekonomi masyarakat seperti mata pencaharian, agama, pendidikan dan angkatan kerja.
2011 BULAN 2 3 4
33
Rancangan penelitian yang digunakan dalam melakukan kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan topik kajian “Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui Kelembagaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Suka Makmur di Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Kota Pekanbaru ”. Untuk mengetahui profil KUBE Suka Makmur, kegiatan yang telah dilakukan sebagai upaya pengentasan kemiskinan anggotanya, mengetahui permasalahan yang dihadapi KUBE
serta
menyusun
strategi
untuk
KUBE
bedasarkan
tahapan
perkembangannya. 3.3.2. Sumber Data Metode pengumpulan data lapangan dalam kajian ini dilakukan berdasarkan tujuan yang telah dirancang. Konsentrasinya meliputi; penentuan sumber data yakni melalui pemilihan informan yang berasal dari Dinas Sosial Provinsi Riau dan staff yang terdiri dari 1 orang Kepala Bidang dan 2 orang staf.
Kelurahan
Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, yang terdiri dari 1 orang Sekretaris , dan 2 orang staf. Pengurus KUBE Suka Makmur 3 orang, Anggota KUBE 6 Orang, Masyarakat umum 2 orang, dan tokoh masyarakat 2 orang. Data yang diambil berdasarkan kebutuhan setiap jenis data yang ingin dikumpulkan. Untuk proses pengklasifikasian pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 3.
34
Tabel 3. Matrik Kelengkapan Metode Pengumpulan Data Tujuan
Jenis Data
1. Mengetahui profil KUBE secara umum, baik SDM anggota, organisasi manajemen dan tahapan perkembangannya
1. Profil SDM anggota : a. Pengetahuan b. Keterampilan c. Kerjasama 2. Profil Organisasi a. Kepemimpinan atau pengurus b. Manajemen c. Kerjasama dan jejaring 1. Peta Sosial Kelurahan Maharatu 2. Gambaran Umum Program a. Gambaran umum pemberdayaan keluarga miskin b. Kelompok sasaran kegiatan dan besar bantuan c. Manajemen pengelolaan kegiatan (pengembangan ekonomi masyarakat, penguatan modal sosial, kebijakan dan perencanaan sosial) 3. Evaluasi Kegiatan KUBE Suka Makmur a. Bentuk dan pelaksanaan pembinaan b. Profil KUBE Suka Makmur c. Deskripsi kelembagaan dan kegiatan KUBE d. Kerjasama dan Jaringan Usaha KUBE e. Pertisipasi Masyarakat f. Persepsi masyarakat terhadap kegiatan usaha, sosial dan kemampuan penanggulangan kemiskinan anggota KUBE Suka Makmur 1. Kualitas SDM 2. Manajemen 3. Kepemimpinan 4. Kerjasama 5. Motivasi 6. Dukungan Masyarakat 7. Dukungan Pemerintah
2. Mendeskripsikan kegiatan yang telah dilakukan dalam program pemberdayaan keluarga miskin serta kegiatan KUBE dalam mengentaskan kemiskinan anggotanya.
4. Mendeskripsikan permasalahan yang dihadapi KUBE dalam pemenuhan kebutuhannya pada perkembangan organisasinya
5. Menyusun strategi untuk mengembangkan KUBE berdasarkan tahapan perkembangan organisasinya
1. Pendampingan Usaha dan Motivasi 2. Penguatan Kelembagaan 3. Pembentukan Usaha Bersama pada kelembagaan yang lebih besar
Sumber Data Informan : Pengurus dan Anggota KUBE
Analisis Data Analisis data kualitatif
Informan: Analisis data Pengurus dan kualitatif Anggota KUBE Staff Dinas Sosial,Staf Kelurahan, Masyarakat umum dan tokoh masyarakat
Informan: Pengurus dan Anggota KUBE Staff Dinas Sosial,Staf Kelurahan, Masyarakat umum dan tokoh masyarakat Informan: Pengurus dan Anggota KUBE Staff Dinas Sosial,Staf Kelurahan, Masyarakat umum dan tokoh masyarakat
Analisis data kualitatif
Analisis data kualitatif
35
3.3.3. Metode Pengolahan Data dan Analisa data
Metode analisa data kajian ini menggunakan analisis kualitatif yang diperoleh dilapangan kemudian diolah kembali dengan cara : 1. Reduksi data, yaitu melakukan pemilihan, pemilahan dan penyederhanaan data. Kegiatan dalam reduksi data ini adalah menyeleksi data, membuat ringkasan dan menggolongkan data. 2. Penyajian data, yaitu mengkonstruksikan data dalam bentuk narasi, matriks, grafik atau bagan, sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan. 3. Penarikan kesimpulan, yaitu menghubungkan antar data (fenomena) secara kualitatif dan berdasarkan landasan teoritis yang meliputi mencari arti tindakan masyarakat, mancari pola hubungan, penjelasan, alur sebab akibat dan proposisi. 4. Verifikasi kesimpulan, yaitu meninjau kembali kesimpulan yang telah dilakukan dengan meninjau catatan lapangan dan bertukar pikiran dengan staff Dinas Sosial Provinsi Riau, staff Kelurahan Maharatu, pengurus dan anggota KUBE Suka Makmur, masyarakat umum dan tokoh masyarakat Data tersebut diatas selanjutnya dihubungkan dengan pokok permasalahan dikaji, kemudian dianalisis guna memperoleh kesimpulan untuk digunakan sebagai bahan pembuatan program Keberlanjutan usaha KUBE yang mendorong keberlanjutan kesejahteraan anggota kelompok dan masyarakat. 3.4. Metode Perencanaan Program. Sumarjo (2003) menyatakan bahwa metode perencanaan program dalam kajian ini menggunakan metode Logical Framework Analisis (LFA), dimana dalam hal ini perencanaan dilakukan dengan merumuskan masalah-masalah yang ada serta tujuan-tujuan pemecahan masalah yang akan dicapai secara jelas sehingga ikut mendorong tercapai mufakat pada saat adanya pendapat dan harapan yang beda-beda. Tahapan perencanaan program yang akan dilaksanakan adalah : Tahapan pertama, melakukan analisis permasalahan berdasarkan hasil diskusi baik dengan anggota Kelompok Usaha Kerja Bersama (KUBE) maupun Ketua dan pemerintah. Tahapan kedua, melaksanakan analisis tujuan dari permasalahan yang telah dirumuskan. Tahap ketiga, menyusun analisis pihak terkait berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan pada tahap pendahuluan. Tahap keempat, menyusun matriks perencanan proyek melalui pembuatan kerangka kerja logis.
36
IV. GAMBARAN UMUM PROGRAM KUBE SUKAMAKUR KELURAHAN MAHARATU
4.1. Gambaran Umum Pemberdayaan Keluarga Miskin Dinas Sosial Provinsi Riau Kompleksitas masalah fakir miskin, jika tidak ditangani secara serius dalam bentuk jaminan sosial, rehabilitasi sosial, dan pemberdayaan sosial maka dampak sosial yang akan terjadi yaitu kerawanan sosial, tindak kejahatan dan dapat menjadi pemicu terjadinya disintegrasi sosial yang pada akhirnya menjadi beban sosial masyakat dan pemerintah, serta membutuhkan biaya pembangunan yang lebih besar dan secara potensial akan mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Berdasarkan hal tersebut pelayanan kesejahteraan sosial bagi keluarga miskin ditujukan untuk meningkatkan fungsi sosial bagi fakir miskin
agar aksesibitas terhadap pelayanan sosial dasar (lapangan kerja,
perumahan, pangan, pendidikan dasar, pelayanan kesehatan dasar, air bersih) dapat diperoleh atau ditingkatkan, sehingga kualitas hidup dan kesejahteraannya dapat semakin meningkat. Bantuan-bantuan sosial yang akan diberikan kepada fakir miskin bersifat mendidik, dan harus dikembangkan secara sistematis untuk memandirikan masyarakat miskin dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosialnya, melalui pendekatan yang bersifat individu/keluarga (familiy approach), pendekatan kelompok (group work approach) dan pengembangan masyarakat (community development approach). Pendekatan melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang telah menjadi identitas Departemen Sosial dalam penanggulangan kemiskinan perlu secara terus menerus dijalankan dan dikembangkan. Strategi yang digunakan pada program pemberdayaan keluarga miskin yang digunakan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau mengacu kepada pedoman umum program pemberdayaan fakir miskin yaitu : 1. Partisipasi Sosial Partispasi sosial mengandung makna keterlibatan seluruh sasaran pemberdayaan
fakir
miskin
dan
masyarakat
dalam
setiap
proses
37
pemberdayaan fakir miskin. Partisipasi sosial dilakukan dengan menyediakan informasi program, menumbuhkan pemahaman dan kesadaran terhadap permasalahan
kemiskinan,
melakukan
dialog,
menemukan
alternatif
pemecahan masalah, melaksanakan aksi dan evaluasi bersama. 2. Pengembangan Budaya Kewirausahaan Pengembangan budaya kewirausahaan mengandung makna tumbuh dan berkembangnya sikap mental fakir miskin untuk mau belajar dan melakukan usaha ekonomi produktif berdasarkan potensi dan kreativitas yang dimiliki. Pengembangan budaya kewirausahaan dilaksanakan melalui kegiatan bimbingan sosial, motivasi, pelatihan kewirausahaan, maganf kerja, pendampingan usaha dan akses terhadap sumber-sumber kesejahteraan sosial. 3. Pengembangan Budaya Menabung Pengembangan budaya menabung mengandung makna tumbuhnya pengertian, sikap mental dan kebiasaan fakir miskin untuk menyisihkan dan menyimpan sebahagian dari pendapatannya untuk kebutuhan peningkatan kualitas atau menjamin terpeliharanya kesejahteraan sosial dimasa yang akan datang. Pengembangan usaha menabung dilaksanakan melalui kegiatan pendidikan/pelatihan perencanaan dan pengelolaan keuangan, pengenalan sistem Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan perbankan, memberi insentif untuk meningkatkan jumlah tabungannya, dan membantu memelihara tabungannya untuk mencapai tujuan tertentu. 4. Kemitraan Sosial Kemitraan sosial mengandung makna terjalinnya kerjasama dengan berbagai pihak (dunia usaha, LSM/Orsos, perguruan tinggi, kalangan perbankan dan masyarakat umumnya) dalam pemberdayaan fakir miskin dengan mengedepankan nilai-nilai kesetaraan, saling percaya, menghargai dan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra. Kemitraan dapat dilaksanakan melalui pembentukan dan penguatan jaringan kerja, asosiasi, konsorsium, ikatan kerjasama/MoU dan aksi bersama. 5. Advokasi Sosial Advokasi sosial mengandung makna adanya upaya memberikan pendampingan sosial, perlindungan sosial dan pembelaan terhadap hak-hak
38
dasar fakir miskin yang dilanggar olah pihak lain agar dapat mendapatkan haknya kembali , terutama akses terhadap pelayanan sosial dasar, peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraannya. Advokasi sosial dilaksanakan melalui pelibatan fakir miskin dalam perumusan berbagai kebijakan, audiensi, dialog publik, kampanye dan aksi sosial. 6. Penguatan Kapasitas SDM dan Kelembagaan Penguatan kapasitas SDM dan kelembagaa mengandung makna peningkatan profesionalisme dan kinerja pelaku program, termasuk aparatur pemerintah di tingkat pusat maupun daerah, pendamping, masyarakat/ organisasi
sosial/
dunia
usaha
serta
penerimaan
pelayanan
dalam
pemberdayaan fakir miskin. Penguatan kapasitas SDM dan kelembagaan dilaksanakakn melalui pendidikan, pelatihan, studi lapang, studi banding, magang, pendampingan, pengkajian, penelitian dan pengembangan. 7. Aktualisasi Nilai-nilai Spiritualitas dan Kearifan Lokal Aktualisasi nilai-nilai spiritualitas dan kearifan lokal mengandung makna diimplementasikannya nilai-nilai keagamaan dan norma-norma adat setempat dalam pemberdayaan keluarga fakir miskin. Aktualisasi nilai-nilai spiritualitas dan kearifan lokal dilaksanakan melalui kegiatan pengkajian bimbingan dan mengimplementasikan nilai-nilai spritual maupun normanorma adat. Pembentukan dan pengembangan KUBE pada program pemberdayaan keluarga miskin direncanakan dilaksanakan dalam 5 tahap, yaitu: 1. Tahap Persiapan; Kegiatan pada tahap persiapan terdiri dari orientasi dan observasi, identifikasi, perencanaan program pelaksanaan,penyuluhan social umum, bimbingan sosial , bimbingan motivasi, dan evaluasi persiapan (oleh aparat desa, petugas pendamping, Pembina fungsional ) 2. Tahap Pelaksanaan; Kegiatan pada tahap pelaksanaan meliputi seleksi calon Keluarga binaan Sosial (KBS) , pembentukan pra-kelompok dan kelompok. pemilihan/penentuan
jenis
usaha,
pelatihan
pendamping,
pelatihan
keterampilan anggota KUBE, pemberian bantuan makanan atau santunan/ jaminan hidup, bantuan stimulant, pendampingan dan evaluasi (oleh aparat
39
desa, petugas pendamping, pembina dan instansi terkait). 3. Tahap Pengembanga Usaha; Kegiatan pada tahap pengembangan usaha meliputi bimbingan pengembang usaha, pemberian bantuan pengembangan usaha, pendampingan dan evaluasi (oleh petugas pendamping, petugas Pembina fungsional ) . 4. Tahap Kemitraan Usaha; Kegiatan pada tahap
ini meliput inventarisasi
sumber –sumber yang ada (sumber daya alam, sumber daya konomis, sumber daya sosial , dan sumberdaya manusia), membuat kesepakatankesepakatan pelaksanaan kemitraan usaha,bimbingan kemitraan usaha, perluasan jaringan kemitraan usaha, dan evaluasi (oleh petugas pendamping, petugas Pembina fungsional ) 5. Tahap Monitoring dan Evaluasi; kegiatan pada tahap ini meliputi pengendalian dan monitoring proses pelaksanaan yang sedang berjalan serta evaluasi terhadap keberhasilan yang sudah dicapai (oleh petugas pendamping, petugas Pembina fungsional ). Secara ringkas tahapan pembentukan dan pengembangan KUBE dilihat pada gambar 2. Persiapan
• Orientasi dan • • • • • •
observasi Registrasi dan identivikasi Perencanaan Program pelaksanaan Penyuluhan sosial umum Bibingan pengenalan masalah Bimbingan motivasi Evaluasi persiapan
Oleh : Aparat Desa, pendamping, Pembina fungsional, instansi Terkait
Perlaksanaan
• Seleksi Calon KBS • Pembentukan Pra Klp dan Kelompok
• Penentuan jenis usaha
• Pel. Pendamping • Pel. keterampilan • • • •
anggota KUBE Pemberian Jaminan Hidup Bantuan Stimulant permodalan Pendampingan Evaluasi
Oleh : Aparat Desa, pendamping, Pembina fungsional, instansi Terkait
Pengb. Usaha
• Bimbingan pengembanga usaha • Pemberian bantuan pengembangan usaha • Pendsampingan • Evaluasi
Kemitraan
• Inventarisasi
• • • •
Oleh : Aparat Desa, pendamping, Pembina fungsional, instansi Terkait
sumber (SDA,SDE,SDS dan SDM) membuat kesepakatan Pelaksanaan kemitraan usaha Bimbingan kemitraan usaha Perluasan jaringan kemitraan usaha Evaluasi
Monev
• • • •
Oleh : pendamping, Pembina fungsional,
7 bulan
Gambar 2. Skema Pembentukan dan Pengembangan KUBE
Supervisi Monitoring Evaluasi Pelaporan
Oleh : pendamping, Pembina fungsional,
2 bulan
40
4.1.1. Kebijakan dan Perencanaan Sosial Adapun arah yang ingin dicapai Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah untuk mempercepat penghapusan kemiskinan melalui: 1. Peningkatan kemampuan berusaha para anggota KUBE secara bersama dalam kelompok; 2. Peningkatan pendapatan; 3. Pengembangan usaha; 4. Peningkatan kepedulian dan kesetiakawanan sosial di antara para anggota KUBE dengan masyarakat sekitar. Dengan demikian pembentukan KUBE ditujukan untuk meningkatkan kemampuan
bagi
PMKS
(keluarga
miskin)
dalam
berwirausaha
dan
meningkatkan rasa gotong - royong baik di antara anggota maupun dengan masyarakat di sekitarnya. Melalui KUBE mereka dapat saling menopang dalam melaksanakan usaha. Masalah ekonomi dan sosial yang dihadapi dapat ditanggulangi secara bersama-sama. Dengan demikian program Kesejahteraan Sosial KUBE ini sekaligus dimaksudkan untuk menumbuhkan semangat kebersamaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial keluarga binaan sosial khususnya keluarga miskin. KUBE sebagai media pemberdayaan keluarga miskin dikatakan berhasil apabila dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya, dengan kata lain keberhasilan KUBE secara umum tercermin dengan meningkatnya taraf kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, ke depan direncanakan bahwa dalam usaha usaha kebun sayur tersebut akan ditingkatkan dengan membentuk sebuah Koperasi di mana anggotanya adalah anggota kelompok KUBE dan para pekerja upahan tersebut. Di samping itu dalam upaya peningkatan penghasilan akan dikembangkan juga peternakan dan perikanan dengan memanfaatkan bekas galian tanah yang diambil sebagai bahan usaha kebun sayur tersebut dijadikan kolam dan di atasnya akan dibuat kandang untuk peternakan ayam. Hai ini telah disepakati bersama oleh para anggota kelompok tersebut.
41
4.2. Gambaran Program KUBE dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan (KUBE Suka Makmur Kelurahan Maharatu) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Suka Makmur dibentuk sebagai upaya pengentasan kemiskinan anggotanya , khususnya masyarakat tani yang berada di Kelurahan Maharatu dan secara umum tempat usaha taninya berada disepanjang Jalan Kertama Pekanbaru. Secara umum masyarakat miskin yang ada dikelurahan maharatu merupakan petani kebun sayur dan merupakan penduduk pendatang, baik yang berasal dari pedesaan yang berada di kabupaten-kabupaten di Provnsi Riau, maupun yang berasal dari luar Provinsi Riau. Kemiskinan yang merupakan salah satu permasalahan sosial secara umum terjadi pada kota-kota besar,khususnya kota pekanbaru, jika tidak cepat ditangani secara cepat dan tepat akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial baru yang akan semakn sulit dientaskan, apalagi aturan regulasi penduduk ternyata belum mampu memperkecil arus urbanisasi dari desa ke kota. Untuk itu Pemerintah Provinsi Riau melakukan program pengentasan kemiskinan melalui penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat melalui kelompok usaha bersama (KUBE) ,dimana kegiatan ini juga dilaksanakan di Kelurahan Maharatu. Gambaran perkembangan keluarga miskin tersebut baik kelembagaan kelompok dan anggotanya sebagai berikut : 1. Gambaran umum kegiatan ekonomi keluarga miskin sebelum tergabung dalam KUBE Suka Makmur Keluarga miskin tersebut sebelum menjadi anggota KUBE Suka Makmur, pada umumnya mempunyai pekerjaan yang tidak tetap, seperti menjadi buruh bangunan, buruh harian lepas pada perusahaan kayu, dan sebagaian besar bekerja apa adanya saja dan tanpa adanya keahlian khusus dalam bekerja. Hal ini terjadi disebabkan Sumber daya Manusia keluarga miskin tersebut (khususnya kepala keluarga) umumnya rendah, serta rata – rata hanya berpendidikan sekolah dasar saja. Kedatangan mereka ke Kota Pekanbaru hanya untuk mencoba mengadu nasib untuk perbaikan ekonomi keluarga saja. Namun demikian dalam kenyataaanya setelah sampai di Kota Pekanbaru justru terjadi keadaan ekonomi semakin buruk, sanitasi lingkungan keluarga juga semakin jelek (rumah yang tidak layak huni dengan tingkat sanitas rendah) dan merupakan rumah dalam
42
skala sementara untuk dijadikan tempat tinggal. Kutipan wawancara dengan BS yang merupakan seorang anggota KUBE Suka Makmur sebagai berikut : “Saya dan keluarga sebenarnya berasal dari Kabupaten Rokan Hulu. Sebenarnya kami merupakan warga transmigrasi yang ditempatkan pemerintah di Kabupaten Rokan Hulu. Namun demikian keadaan ekonomi yang belum berkembang di sana membuat saya dan keluarga terpaksa memilih mengadu nasib untuk pidah ke Pekanbaru. Dengan berbekal hasil penjualan rumah dan tanah saya di sana saya dan keluarga pindah ke pekanbaru. Waktu itu dengan uang yang saya punya ternya tidak mampu membeli tanah atau rumah di sini. Untung pada waktu itu di tempat ini banyak tanah kosong pemiliknya mau meminjamkan tanahnya kepada saya untuk dikelola secara gratis, dengan syarat yang sederhana, yaitu tanah yang ada harus dibersihkan dan diusahakan untuk tidak menjadi semak belukar. Namun demikian usaha ini kurang berjalan efektif karena saya juga harus mencari pekerjaan tambahan untuk menghasilkan uang, baik sebagai buruh haraian lepas, tukang dan lain sebagainya, yang penting dapat membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Untung pada saat itu pemerintah membantu dan kami mendirikan KUBE Suka Makmur. Berbekal modal tersebut Alhamdulillah sekarang keadaan ekonomi keluarga saya sudah menggembirakan. Saya sudah mampu membeli kebun sendiri, mampu membengun rumah permanen seperti yang terlihat, serta anak-anak tidak mempunyai permasalahan lagi dalam pendidikannya. Saya sendiri sekarang sudah mempunyai usaha lainnya selain berkebun sayur (usaha dagang dan pembuatan sumur bor)
Peningkatan ekonomi keluarga miskin setelah tergabung ke dalam KUBE Suka Makmur dari hasil pengamatan kepada beberapa orang anggota KUBE Suka Makmur, secara umum diketahui bahwa telah terjadi peningkatan taraf hidup yang sangat baik. Semua anggota kelompok telah mampu mengentaskan kemiskinan yang terjadi di keluarganya. Bantuan modal usaha yang diberikan kepada anggota kelompok ternyata cukup untuk memberikan kentungan kepada mereka untuk melaksanakan kegiatan usaha kebun sayur secara berkelanjutan. Bantuan jatah hidup satu kali proses produksi telah mampu membuat anggota kelompok lebih fokus kepada kegiatan usaha kebun sayur. Sehingga pada saat itu semua usaha anggota berhasil mendatangkan keuntungan yang baik dan mampu mengerjakan
43
kegiatan usaha pada musim tanam berikutnya. Dari 23 orang anggota KUBE makmur telah mampu mengolah lahan usaha kebun sayur seluas 8,5 hektar dan telah dianggap berskala ekonomi. Kutipan wawancara dengan JM yang merupakan seorang anggota KUBE Suka Makmur sebagai berikut : “Setelah KUBE Suka Makmur terbentuk, kegiatan ekonomi yang selama ini dikerjakan sendiri- sendiri dengan resiko yang ditanggung sendiri, kemudian berubah menjadi kegiatan usaha bersama (walaupun keuntungan dinikmati sendiri). Semua bentuk permasalahan teknis yang dialami anggota kelompok kemudian selalu dibicarakan secara bersama dan dipecahkan bersama, sehingga tingkat kegagalan usaha menjadi sangat kecil. Kegiatan ekonomi anggota kelompok setelah KUBE terbentuk menjadi lebih fokus dan sesuai dengan sumber daya lokal yang ada di sekitar Kelurahan Maharatu yang besar yaitu kebun sayur. Dengan terbentuknya KUBE luas areal pertanaman sayuran yang selama ini tidak berskala eknomi kemudian menjadi berskala ekonomi sehingga secara bertahap terus menerus diperbesar sehingga keuntungan kepada anggota kelompok menjadi besar. Saat ini seluruh anggota telah mempunyai rumah secara pribadi, kendaraan pribadi, lahan usaha milik pribadi serta telah banyak anak anggota kelompok yang kuliah diperguruan tinggi. Saat ini telah banyak anggota kelompok yang mampu menambah kesempatan kerjanya melalui jenis usaha – usaha baru tetapi tidak meninggalkan usaha utama (kebun sayur) . Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekonomi keluarga miskin setelah KUBE Suka Makmur menjadi lebih fokus kepada usaha pertanian yaitu kebun sayur. Skala usaha anggota kelompok yang dulunya kecil dan tidak mempunyai keuntungan, setelah menjadi Anggota KUBE menjadi berskala ekonomi dan mendatangkan keuntungan dan menyebabkan usaha berkelanjutan,. Disamping itu telah mampu menciptakan peluang usaha baru seperti, pembuatan sumur bor, perdagangan kelontong, sarana produksi pertanian dan lainya. 2. Tahapan Perkembangan Kelembagaan KUBE Suka Makmur Perkembangan Kelembagaan KUBE Suka Makmur dalam perjalanan kelembagaannya dibagi menjadi empat tahap perkembangan, yaitu:
44
a. Tahap persiapan dan penumbuhan Tahap persiapan dan penumbuhan ini dimulai dari awal pembentukan KUBE Suka Makmur, setelah sosialisasi dilakukan, anggota kelompok mengadakan rapat untuk menyusun kegiatan usaha kelompok dan kemudian diajukan kepada Dinas Sosial Provinsi Riau. Hasil dari pengajuan atau proposal ini kemudian dicairkan dana usaha sebanyak Rp.23.000.000,- yang kemudian dibagikan kepada seluruh anggota untuk dipakai sebagai modal usaha. Selain itu bentuan jatah hidup seperti beras dan lauk pauk juga diberikan. Tahapan ini sukses disebabkan seluruh anggota telah mempunyai kesadaran dalam membayar kewajibannya kepada kelompok (mengembalikan modal usaha berikut jasanya). Pertemuan kelompok juga rutin dilaksanakan sehingga secara teknis pelaksanaan kegiatan usaha hampir tidak pernah menemukan permasalahan yang berarti. Pada tahap ini ditandai dengan mulai terjadinya kepercayaan diri anggota kelompok terhadap usaha yang dikerjakannya. Anggota kelompok juga sudah mulai mengetahui tujuan mereka dalam berkelompok. Walaupun tingkat kehadiran anggota kelompok dalam setiap pertemuan kelompok masih terbilang rendah, akan tetapi informasi mengenai perkembangan kelompok selalu diinformasikan kepada seluruh anggota oleh anggota kelompok yang hadir pada pertemuan kelompok. Kesadaran membayar iuran kelompok dan pinjaman masih kurang, kan tetapi dengan bantuan anggota kelompok yang aktif persoalan ini dapat diselesaikan melalui pendekatan-pendekatan secara personal oleh pengurus KUBE maupun anggota kelompok yang aktif. b. Tahap Pengembangan Pada tahap ini usaha kelompok maupun anggota kelompok KUBE Suka Makmur telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, modal usaha yang pada awalnya sebanyak Rp. 23.000.000 berkembang dengan pesat. Tahap ini terjadi pada tahun kedua dan ke tiga pelaksanaan program. Saat itu modal telah berkembang menjadi lebih dari Rp. 60.000.000 rupiah serta aset bergerak yang dinilai lebih kurang totalnya lebih dari seratus juta rupiah. Saat itu anggota kelompok telah mengerti dan paham mengenai fungsi dan tugas
45
nya, anggota cenderung bertambah , administrasi lengkap, sudah layak, pengurus KUBE mampu menyusun proposal, iuran dan tabungan meningkat, setiap lokasi modal digunakan untuk kegiatan produktif serta yang terpenting adalah semakin bertambahnya omset anggota maupun usaha kelompok. c. Tahap Mandiri Tahap ini terjadi setelah tahap pengembangan selesai dilalui, tahapan mandiri dinilai dan ditetapkan Dinas Sosial Provinsi Riau melalui beberapa kriteria dan ciri –ciri yang dilihat secara langsung seperti
rapat anggota
teratur, kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok lebih kurang persen,
AD/ART dijalankan dengan baik,
95
administrasi organisasi dan
keuangan lengkap dan tertib (laporan laba rugi), tabungan di Bank meningkat, jenis usaha beragam, pengeluaran efektif, kebutuhan akan kredit meningkat , kelompok dilibatkan dalam kegiatan pembangunan kelurahan, serta telah mulai mampu menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan mikro dan Bank Swasta atau Pemerintah. (khusus kriteria ini KUBE Suka Makmur belum mampu menjalankannya) d. Tahap Kemunduran Kelembagaan KUBE Suka Makmur Setelah KUBE Suka Makmur dianggap mandiri serta pendampingan tidak dilakukan lagi, terjadi kemunduran aktivitas pada kelembagaan KUBE Suka
Makmur.
Kemunduran
aktivitas
kelembagaan
ini
disebabkan
disepakatinya pembagian seluruh modal dan asset yang ada secara merata kepada seluruh anggota. Sejak dibagikannya modal dan asset ini pertemuan kelompok otomatis menjadi berkurang bahkan menjadi tidak ada sama sekali, sehingga secara efektif hanya pengurus KUBE Suka Makmur saja yang ada. Kemunduran aktivitas kelembagaan KUBE ini kemudian memicu meleburnya kelembagaan KUBE kepada institusi sosial masyarakt lainnya yaitu Gabungan Kelompok Tani Karya Makmur yang juga diketuai oleh Ketua KUBE Suka Makmur. Pelaburan ini juga terjadi disebabkan telah berubahnya institusi pembina komunitas dari Dinas Sosial Provinsi Riau kepada Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau. Hal ini juga disebabkan usaha anggota kelompok dominan pada bidang hortikultura.
46
4.2.1. Kegiatan KUBE dalam Pengembangan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kelurahan Maharatu Program
pemberdayaan
keluarga
miskin
melalui
pengembangan
kelembagaan kelompok usaha bersama (KUBE) di Kelurahan Maharatu diarahkan pada peningkatan pendapatan dan pengembangan kehidupan sosial yang dilaksanakan melalui bantuan stimulan ekonomi produktif melalui KUBE, bertujuan untuk meningkatkan motivasi masyarakat miskin untuk lebih maju, meningkatkan interaksi dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumber-sumber sosial-ekonomi di tingkat lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar dan menjalin kemitraan sosial ekonomi dengan berbagai pihak terkait. Kegiatan sosial ekonomi produktif yang di kembangkan di kelurahan maharatu meliputi bidang pertanian dan kegiatan ekonomi lainnya melalui penguatan kelembagaan KUBE. Dikelurahan Maharatu KUBE pertama sekali dibentuk adalah KUBE Suka Makmur dengan jumlah anggota sebanyak 23 orang. Kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat dilakukan dengan memberikan modal usaha yang diberikan kepada kelompok sebanyak Rp. 23.000.000,-. Modal usaha ini kemudian dikelola dalam bentuk usaha simpan pinjam dan kemudian diberikan kepada anggota kelompok sebagai bentuk modal usaha anggota kelompok tani dalam penyediaan sarana produksi pertanian seperti pupuk (organik dan organik), obat-obatan (pestisida) maupun benih sayur. Selain itu modal ini juga digunakan kelompok sebagai usaha kios untuk menjual sarana produksi pertanian, baik kepada anggota kelompok maupun masyarakat umum yang membutuhkan. Peminjaman modal usaha ini merupakan kredit skala mikro dengan jasa pengembalian yang rendah yaitu 6 persen setahun . Selain itu anggota kelompok juga diberi kewajiban untuk membiasakan diri menabung di kelompoknya baik dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukerela. Dana anggota kelompok yang terhimpun ini kemudian disepakati dapat menjadi tambahan modal usaha kelompok, sehingga setiap anggota kelompok mempunyai partisipasi yang cukup baik dalam kegiatan kelompok, yang secara sosial
47
KUBE dibentuk atas dasar filosofi dari, oleh, dan untuk anggota, demikian juga KUBE yang telah terbentuk di Kelurahan Maharatu. Adapun yang menjadi anggota KUBE tersebut adalah keluarga miskin yang secara bersama-sama dan memiliki tujuan yang sama. KUBE memiliki kegiatan - kegiatan seperti melakukan pertemuan kelompok, iuran kelompok. Kegiatan pokok dalam KUBE adalah usaha produktif baik yang dilakukan oleh anggota secara individu ataupun secara berkelompok, dimana usaha tersebut merupakan milik bersama anggota KUBE. KUBE Suka Makmur juga telah berhasil membangun dan memprakarsai terbentuknya KUBE baru di Kelurahan Maharatu. Nama jumlah anggota serta jenis kegiatan usaha dapat dilihat pada tabel 4.
48
Tabel 4. Nama Kelompok, Jumlah Anggota, Jenis Usaha dan Jumlah Bantuan KUBE No
Nama Kelompok
Jumlah Anggota awal (orang)
1
KUBE Suka Makmur
23
2
KUBE Karya Mandiri
10
3
KUBE Suka Maju
10
4
KUBE Tunas Mandiri
10
5
KUBE Elang Sakti
10
Jumlah
Jenis Usaha Produkitif Tanaman sayuran berdaun lebar, pengadaan saprodi pertanian Tanaman sayuran berdaun lebar, pengadaan saprodi pertanian Tanaman sayuran berdaun lebar, pengadaan saprodi pertanian Tanaman sayuran berdaun lebar, pengadaan saprodi pertanian Tanaman sayuran berdaun lebar, pengadaan saprodi pertanian
Tahun berdiri
Jumlah Bantuan (Rp)
1998
Rp.13.000.000
2009
Rp.30.000.000
2009
Rp.30.000.000
2010
-
2010
-
63
Keterangan : KUBE Tunas Mandiri dan Elang Sakti merupakan KUBE pengembangan, bantuan sedang dlam proses pencairan, jumlah bantuan Rp. 30.000.000,- per KUBE Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa Berdasarkan hal tersebut di atas KUBE yang ada dikelurahan maharatu yang merupakan dampingan dinas sosial Provinsi Riau telah memilih jenis usaha produktif yang akan dikembangkannya yaitu Usaha agribisnis tanaman sayur. Hal ini merupakan pilihan yang tepat disebabkan sumber daya alam dan manusia yang mendukung untuk kegiatan ini. Usaha tersebut dimulai sejak tahun 2001 yang lalu sebagai usaha alternatif, karena mengingat Kelurahan Maharatu memiliki lahan yang luas dan dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Usaha kebun sayur menjadi pilihan dengan pertimbangan
49
bahwa usaha tersebut belum banyak dilakukan oleh masyarakat di Kota Pelanbaru, selain itu kebutuhan sayur harian di Kota Pekanbaru sangat besar, mengingat masyarakat kota Pekanbaru mayoritas bekerja sebagai karyawan dan usaha perdaganganDalam melakukan usaha kebun sayur tersebut, sebagai modal awal berasal dari modal pribadi, karena usaha tersebut tidak banyak memerlukan biaya dan bahan yang harus dibeli. Keinginan untuk menambah modal memang muncul dari beberapa anggota kelompok, namun tidak ada keberanian untuk mengajukan pinjaman modal ke pihak luar, karena persyaratan yang mereka miliki kurang memenuhi syarat, disamping itu rasa takut usaha tersebut tidak berkembang sehingga tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Usaha kebun sayur merupakan salah satu terobosan baru sebagai usaha masayarakat dalam menambah penghasilan keluarga kota. Di samping itu, adanya kesempatan tersebut maka usaha usaha kebun sayur merupakan terobosan yang strategis sebagai usaha peningkatan ekonomi dan sekaligus penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. Untuk menjamin agar di antara masyarakat tidak terjadi kesenjangan maupun persaingan yang kurang sehat dengan keluarga miskin yang tergabung dalam usaha kebun sayur, maka keluarga miskin tersebut diorganisir dalam wadah Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Dalam upaya pemasaran hasil produksi, sejauh ini belum dilakukan dengan menjalin jejaring maupun dikelola dengan sistem penampungan hasil produksi. Para anggota KUBE Kebun Sayur belum dapat memenuhi kebutuhan luar Kota Pekanbaru. Harapan mereka bahwa hasil produksi kebun sayur tersebut ada pihak-pihak yang dapat dan mau mempromosikan hasil produksinya seperti Dinas Perindagkop maupun para pengusaha dan rekanan termasuk swalayan sehingga produksi dapat terus berlangsung tanpa henti sehingga dapat menjadi pekerjaan tetap bagi keluarga miskin. 4.3. Pengembangan Modal Sosial Modal Sosial menurut Fukuyama (2000) diartikan sebagai seperangkat nilai - nilai internal atau norma-norma yang disebarkan di antara anggota-anggota suatu kelompok yang mengijinkan mereka untuk bekerjasama antara satu dengan yang lainnya. la menambahkan bahwa prasarat penting untuk munculnya modal
50
sosial adalah adanya kepercayaan (trust), kejujuran (honesty), dan timba! baik (resiprosity). Selanjutnya Fukuyama juga mengatakan bahwa Modal sosial itu sendiri memiliki empat dimensi sosial, Pertama ; adanya ikatan yang kuat antara anggota keluarga dan keluarga dengan tetangga sekitarnya yang didasari ikatan-ikatan kekerabatan, etnik, dan agama. Kedua; adanya pertalian yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal seperti terbentuknya jejaring atau asosiasiasosiasi. Ketiga ; Adanya integritas organisasional yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara yang menjalankan fungsinya termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. Keempat ; adanya sinergi yaitu relasi antar pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas. Bertitik tolak dari pendapat di atas maka dalam kegiatan evaluasi terhadap kegiatan KUBE , dengan merujuk pada konsep modal sosial dapat dikatakan bahwa : a. Kelompok usaha bersama (KUBE) merupakan serangkaian norma dan jaringan yang dapat menggerakkan orang miskin di kelurahan baik sebagai perseorangan maupun keluarga untuk melakukan tindakan yang secara bersama dalam wadah kelompok usaha bersama,
baik dalam kegiatan
ekonomi, sosial maupun kegiatan lainnya. b. Bahwa dalam kegiatan usaha bersama dalam wadah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) usaha kebun sayur, di antara anggota didasari atas kepercayaan
(trust),
kejujuran,
sehingga
dapat
membentuk
kelembagaan/institusi yang cukup kuat sehingga dapat dijadikan sebagai wadah dalam
pemecahan
masalah
bersama
termasuk
dalam
upaya
penanggulangan kemiskinan anggotanya. c. Bahwa dalam KUBE terjalin ikatan yang kuat di antara anggota kelompok sehingga
mereka
dapat
bekerjasama
dengan
baik
termasuk
dalam
kesepakatan harga jual sayuran, sehingga tidak terdapat persaingan yang tidak sehat. Hai ini juga didasari oleh kekerabatan yang tinggi serta etnik yang sama. d. Bahwa di antara kelompok usaha bersama yang satu dengan kelompok yang lain telah terjalin ikatan dan hubungan yang baik sehingga di antara
51
kelompok tersebut dapat saling tolong menolong dalam usaha termasuk dalam upaya pemasaran produksi e. Program KUBE merupakan program pemberdayaan yang berupaya untuk mengembangkan aspek lokalitas dan menjembatani upaya penanggulangan kemiskinan di antara institusi yang terkait seperti pemerintah, swasta, pasar, maupun stakeholder yang lain sehingga tercipta sinergi dalam mewujudkan tujuan bersama dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) usaha kebun sayur tersebut merupakan sebuah gerakan sosial (Social Movement) dalam rangka upaya menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kesejahteraan sosial. KUBE dibentuk dan dibangun berangkat dari gejala kemiskinan dan pengharapan yang meningkat sehingga dengan terbentuknya KUBE tersebut memberikan momentum kemudahan dalam situasional, sehingga merupakan sebuah gerakan upaya memerangi kemiskinan. Sebagai saran untuk perbaikan bahwa dalam usaha tersebut, pertama perlunya perbaikan sistem pengorganisasian yang baik dan peningkatan jejaring sehingga dengan demikian eksistensi usaha lebih dapat dikembangkan dan dipertahankan. Kedua; menguatkan kapasitas kelompok dengan memperkuat kepengurusan dan kelembagaan karena dengan demikian akan lebih memberikan kepercayaan terhadap pihak luar yang berkaitan dengan usaha sehingga akan memberikan kemudahan dalam berusaha secara berkelanjutan.
52
V. PETA SOSIAL KELURAHAN MAHARATU 5.1. Lokasi Kajian Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai terletak di sebelah selatan Kota Pekanbaru dan dilihat dari arah mata angin posisi wilayah hukum Kelurahan Maharatu adalah: -
Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sidomulyo.
-
Sebelah selatan dengan Desa Kubang Raya Kabupaten Kampar
-
Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Simpang Tiga
-
Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sidomulyo Timur. Luas wilayah 16.982 m2. Untuk mengetahui orbitasi, jarak dan waktu
tempuh dari Kelurahan Maharatu ke Ibukota Kecamatan jaraknya 3,2 km dengan waktu tempuh 5 – 7 menit, dengan ibukota Pekanbaru jaraknya 9,0 km dengan jarak tempuh 22 – 27 menit dan jarak dengan Ibukota Propinsi 9,5 km dengan jarak tempuh
25 – 30 menit
dengan kondisi jalan aspal, hal ini akan
memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan pabrik dari pemerintah terutama pelayanan yang bersifat administratif. Berdasarkan
data
topografi
yang
dimiliki,
Kelurahan
Maharatu
mempunyai bentuk permukaan tanah yang berupa daratan dengan kemiringan 10 derajat. Disamping itu wilayah Kelurahan Maharatu mempunyai area pemukiman, Bandara (Airport), Pangkalan TNI-AU, perdagangan dan areal pertanian, penggunaan lahan tanah dapat dilihat pada tabel 5 berikut :
53 Tabel 5.Penggunaan Tanah Kelurahan Maharatu Tahun 2006 No. Penggunaan Tanah Luas (Ha) 1. Pemukiman/perumahan 598,2 Perkantoran/perdagangan/ 2. 192 fasilitas umum Tanah pertanian/ tanah 3. 850 kosong 4. Pemakaman 3 5. Perkarangan 55 Jumlah 1.698,2 Sumber Data : Potensi Kelurahan Maharatu 2006
Persentase (%) 35,23 11,31 50,05 0,18 3,23 100
Berdasarkan data penggunaan areal tanah/lahan Kelurahan Maharatu diketahui bahwa luas wilayah kelurahan banyak dipergunakan sebagai areal lahan pertanian/tanah kosong seluas 850 ha (50,05 persen) dan areal pemukiman seluas 598,2 ha (35,23 persen). 5.2.
Aspek Pemerintahan Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai merupakan kelurahan
baru dari pemekaran kelurahan induk yakni, sebagian wilayah berasal dari Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya dan sebagian lagi berasal dari Kelurahan Sidomulyo Timur, Kecamatan Tampan, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 4 Tahun 2003. Tanggal 23 Desember 2003 diresmikan Kelurahan Maharatu dengan 19 (sembilan belas) Rukun Warga (RW) dan 74 (tujuh puluh empat) Rukun Tetangga (RT). 5.3. Struktur Komunitas 5.3.1. Pelapisan Sosial Sistem pelapisan sosial dalam masyarakat dapat terbentuk dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu sendiri, namun dapat pula terbentuk dengan sengaja dirancang dan disusun untuk mencapai suatu tujuan. Adanya pelapisan sosial dapat dilihat dalam bentuk kelompok-kelompok orang yang mempunyai interest tertentu. Bentuk pelapisan sosial dapat berdasarkan atas
54 kesamaan tujuan, kesamaan masalah, kesamaan status, kesamaan pekerjaan ataupun kesamaan lainnya. Pelapisan sosial yang ada pada masyarakat Kelurahan Maharatu didasarkan pada : a. Agama Masyarakat Kelurahan Maharatu tergolong masyarakat yang agamis, dalam hal ini mayoritas penduduknya beragama Islam. Masyarakat memandang tinggi dan memberikan pelapisan sosial teratas terhadap tokoh-tokoh agama (Ustadz/ulama-ulama). Para ulama sebagai tokoh agama sekaligus tokoh masyarakat cenderung lebih banyak menggunakan pendekatan religius dalam mencermati persoalan masyarakat (umat) di Kelurahan Maharatu dalam mencari penyelesaiannya, baik itu dalam aspek penyuluhan. b. Pekerjaan Pelapisan sosial yang menduduki peringkat kedua setelah aspek agama di Kelurahan Maharatu adalah pekerjaan dan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang. Berdasarkan informasi dan pengamatan, masyarakat akan lebih menghargai dan menghormati seseorang yang memiliki pekerjaan, terlebih lagi jika jenis pekerjaannya seperti PNS, ABRI, pegawai swasta di Bank, pengusaha, pengajar/guru, dan dosen. Seseorang yang memiliki jenis pekerjaan tersebut menempati posisi pelapisan sosial yang baik. c. Pendidikan formal Semakin tinggi jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh seseorang, maka makin tinggi pula posisi pelapisan sosial yang disematkan masyarakat kepadanya. Demikian pula dengan masyarakat di Kelurahan Maharatu selain aspek agama dan pekerjaan,
aspek
pendidikan
oleh masyarakat sebagai faktor penentu
sangat
dalam
dipandang
sebuah
keputusan di forum-forum warga (dalam rapat-rapat RT atau RW).
penting
pengambilan
55 5.3.2. Kepemimpinan Berdasarkan informasi dan hasil pengamatan dari aparat Kelurahan Maharatu dan masyarakat setempat, sumber kepemimpinan yang muncul di Kelurahan Maharatu didasarkan pada: a. Berada di mana pelapisan sosial yang dimiliki oleh pemimpin tersebut. b. Posisi apa yang saat ini sedang dijabat oleh pemimpin tersebut. c. Adanya para pendukung yang menokohkan seseorang. d. Pada segmen mana tokoh tersebut berada. e. Seberapa banyak asset-aset yang dimiliki pemimpin tersebut. Berdasarkan
sumber-sumber
kepemimpinan
yang
dimiliki,
melahirkan tokoh-tokoh kepemimpinan seperti; (1) Tokoh formal; (2) Tokoh agama; (3) Tokoh masyarakat; (4) Tokoh pemuda 5.3.3. Unsur Utama Pelapisan Sosial Pelapisan sosial terjadi pada sebuah masyarakat karena adanya penghargaan terhadap aspek-aspek tertentu dalam masyarakat. Penilaian penghargaan yang lebih tinggi terhadap aspek-aspek tertentu di Kelurahan Maharatu didasarkan pada : a. Pengetahuan
agama
dan
aktifitas
dalam
kegiatan
keagamaan/kemasyarakatan. b. Pekerjaan c. Pendidikan formal yang ditempuh d. Kekuasaan e. Kekayaan 5.3.4. Pandangan Masyarakat Terhadap Kepemimpinan Masyarakat Maharatu dalam memandang kepemimpinan baik formal maupun informal di Kelurahan Maharatu cukup positif. Masyarakat memberi
56 dukungan dan kepercayaan yang tinggi bagi pemimpin yang memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapi masyarakat. Pemimpin formal pada umumnya perangkat Kelurahan yang memiliki peranan memberikan pelayanan kepada masyarakat menyangkut hal-hal yang bersifat administrasi, seperti pembuatan KTP, akte kelahiran, surat ijin mengadakan kegiatan/acara, administrasi jual-beli, surat waris, surat keterangan tidak mampu. Pada waktu-waktu tertentu aparat kelurahan juga bertanggung jawab dan berperan dalam kegiatan-kegiatan seperti istighosah, pengajian majelis ta'lim tiap bulan di Kelurahan, kegiatan Jumsih (jum'at bersih). Kepemimpinan informal yang banyak berperan di Kelurahan Maharatu adalah tokoh-tokoh agama(Ustads/Ulama-ulama), tokoh masyarakat (Ketua LPM, sesepuh di tingkat RW, veteran dan eks. Pejuang 45), untuk tokoh kepemudaan (Ketua Karang Taruna, Remaja Masjid, dan Ketua Pemuda). Kegiatan kepemudaan melalui wadah Karang Taruna dan Organisasi Pemuda di Kelurahan Maharatu, dapat dikatakan merupakan kegiatan yang paling digemari oleh kalangan remaja di Kelurahan Maharatu dikarenakan tingginya keaktifan dan relatifitasnya. Keberadaan pemimpin informal dan pemimpin formal saling berdampingan terutama pada saat pengambilan keputusan untuk menentukan skala prioritas pembangunan yang akan diusulkan ke kecamatan dan Pemerintah Kota Pekanbaru melalui kegiatan musyawarah kelurahan. 5.3.5. Jejaring Sosial dalam Komunitas Jejaring sosial kepemimpinan formal dalam membangun hubungan di luar komunitas dilakukan baik dengan pihak kecamatan, yaitu melalui rapat mingguan setiap satu bulan sekali. Keterkaitannya dengan pengelolaan generasi muda di Kelurahan Maharatu adalah bahwa baik pemimpin formal maupun informal bertanggung jawab dalam membina generasi muda di wilayahnya. Jejaring sosial dibangun antara tokoh pemuda , kelompok-kelompok kepemudaan (kelompok seni, kelompok olah raga, remaja masjid, kelompok preman) dan pengusaha muda yang berhasil dan berprestasi yang ada di Kelurahan Maharatu. Jejaring kemudian dikembangkan dengan instansi pemerintah yang berada dalam komunitas, yaitu karang taruna, LPM (Lembaga
57 Pemberdayaan Masyarakat), sub.bidang Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Maharatu dan sub.bidang Ekonomi Pembangunan Kelurahan Maharatu. Wujud pengembangan jejaring dalam bentuk interaksi diskusi, saran dan pendapat. Sedangkan jejaring sosial yang dibangun dengan pihak di luar komunitas. Misalnya dengan pihak sponsor kegiatan pentas seni, Pengusaha muda daerah lain baik yang masih di lingkungan Kota Pekanbaru maupun di luar Kota Pekanbaru, Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Pekanbaru, Dinas Sosial Propinsi Riau, Badan Pengembangan Perpustakaan Daerah Riau, perusahaan-perusahaan di wilayah Kota Pekanbaru dan kota/kabupaten lainnya 5.4.
Organisasi dan Kelembagaan
5.4.1. Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan Maharatu sebagi kelurahan yang relatif luas dan berpotensi memiliki berbagai bentuk kelembagaan yang telah tumbuh dan berkembang dengan baik. Lembaga-lembaga tersebut terbagi dalam Kelembagaan Politik yang terdiri dari Badan Perwakilan kelurahan (BPK), beberapa Partai Politik seperti Golongan Karya, PDI P, PKB, PAN, PKS dan PPP. Kelembagaan Pemerintah seperti : Pemerintahan kelurahan, Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu, PPL, Pengamat perairan, Sekolah Dasar dan SMP. antara lain : Pemerintahan Kelurahan, Badan Perwakilan Kelurahan (BPK), Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Puskesmas Pembantu, Poliklinik Kelurahan (Polindes), Lembaga Pendidikan TK, SD, SMP. Sedangkan kelembagaan Sosial terdiri dari : PKK, Posyandu, PPKBD, Sub PPKBD, Yasinan, Modin, Rukun Kematian, Keluarga miskinIndonesia. Di samping Kelembagaan di atas, dalam rangka mendukung dan mengembangkan masyarakat telah terbentuk beberapa lembaga ekonomi masyarakat yang meliputi : Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP), Inpres kelurahan Tertinggal, Arisan lingkungan (Arisan sembako), UP2K-PKK, UPPKS, Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Kelurahan Maharatu melangsungkan berbagai kegiatan kemasyarakatan. Keberadaan kelembagaan di masyarakat sangat berarti bagi proses kehidupan
58 masyarakat. Lembaga-lembaga kemasyarakatan di Kelurahan Maharatu berjalan baik. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya koordinasi dengan pemerintah Kelurahan maupun antar kelompok atau lembaga lainnya, sehingga tidak menimbulkan prasangka negatif, konflik, atau pertentangan. Dalam setiap kegiatannya, lembaga-lembaga tersebut menunjukkan sifat keakraban dan kegotong-royongan dengan baik : sehingga di antara lembaga saling dapat tolongmenolong untuk keberhasilan program pembangunan kelurahan. Dalam hai ini juga ditunjukkan dengan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) usaha kebun sayur bagi keluarga miskin merupakan KUBE yang dibentuk atas dasar dari, oleh, dan untuk masyarakat. KUBE tersebut terbentuk sejak tahun 2001 yaitu sebanyak empat kelompok KUBE yang berlokasi di Rey 5 atau RT 1 Kelurahan Maharatu, di mana dalam setiap kelompok terdiri dari 5 sampai 7 anggota. Sampai sekarang telah tercatat sebanyak 24 orang atau keluarga miskin telah tergabung dalam KUBE Tersebut. Bahwa dengan memperhatikan kondisi kemiskinan yang ada di kelurahan serta melihat peluang usaha ke depan maka keluarga miskin berinisiatif membentuk KUBE tersebut. Kelembagaan yang telah terbentuk selama ini di Kelurahan Maharatu dapat dilihat pada tabel 6.
59 Tabel 6. Nama-nama Kelompok Tani, Kelompok P4K dan Kelompok P2WKSS di Kelurahan Maharatu, Kota Pekanbaru. No.
Nama Kelompok
1 A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12. 13. 14. 15.
2 Kelompok Tani: SPP-SPMA I SPP-SPMA II SPP-SPMA III SPP-SPMA IV SPP-SPMA V Mustang I Mustang II Kartama Jaya Karya Nyata Panca Karya Makmur Jaya Rukun Sayur Sayur Daun Lebar Suka Makmur I Suka Makmur II
B. Kelompok P4K 1. Bayan 2. Manyar
Jml Anggota (org)
Kegiatan Usaha
Instansi Pembina
4
5
6
5 5 5 5 5 10 10 5 19 (3 P. eksport) 22 23 7 13 33 30 187
Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur Tanam Sayur
Kantor Pusat Informasi Penyuluhan Terpadu (KPIPT) Kota Pekanbaru
12 12
Industri RT, KPIPT Kota Usaha Kecil Pekanbaru dan Tani Sayur Industri RT, Usaha Kecil dan Tani Sayur
24 C. Kelompok P2WKSS 1. Maharatu
D. KUBE
30
30 63 24 265
Industri RT, Badan Usaha Kecil Pemberdayaan dan Tani Sayur Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Pekanbaru Tanam Sayur
Dinas Sosial
JUMLAH Catatan : P4K : Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani Nelayan Kecil P2WKSS : Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera
60 5.4.2. Fungsi Kontrol Sosial Lembaga Lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam menjalankan fungsi dan peranannya dikontrol berdasarkan acuan norma-norma, aturan-aturan dan nilainilai agama. Apabila terjadi hal-hal yang menyimpang biasanya akan muncul teguran, saran dan arahan dari tokoh agama dan para penyuluh jika sudah sangat meresahkan Masyarakat, maka akan dibahas di forum kelembagaan tersebut dan apabila tidak ada penyelesaian baru dibawa ke forum Rapat Kelurahan. Berdasarkan informasi yang diperoleh baik dari aparat maupun masyarakat, di Kelurahan Maharatu sejauh ini hubungan sosial antara kelompok cenderung bersifat kompetitif dalam pelaksanaan kegiatan meskipun, tidak terdapat konflik sosial atau pertentangan yang mengarah pada proses perpecahan. LPM yang mestinya sebagai wadah aspirasi masyarakat dalam rangka pembangunan daerah pada kenyataannya belum optimal. 5.5. Sumber Daya Lokal dan Modal Seperti halnya di wilayah urban pada umumnya, perbandingan antara daya dukung layanan ekologis dengan kepadatan populasi di wilayah Kelurahan Maharatu cukup mengkhawatirkan. Masalah pengelolaan sampah perkotaan, masalah sanitasi lingkungan, alih fungsi lahan pertanian ke pemukiman, dan minimnya jalur hijau, ke semua itu merupakan masalah klasik mismanajemen tata kota di Indonesia. Dalam hal ini masyarakat banyak mengalami kesulitan dalam mengakses sistem sumber daya yang terdapat di lingkungannya (lokal). Diperburuk dengan permasalahan sosial yang mengemuka dan lahir dari masalah pemerataan pembangunan ekonomi, masyarakat dan pemerintah luput untuk memahami krusialitas permasalahan daya dukung ekosistem wilayahnya. Modal terkait dengan modal ekonomi dan modal sosial yang dimiliki masyarakat. Modal ekonomi menyangkut aset produksi yang dimiliki oleh para pelaksana kegiatan ekonomi lokal (Kelompok Tani, P4K dan P2WKSS, KUBE) serta dana bagi investasi. Akses penduduk terhadap modal dan upaya-upaya pengembangan usaha difasilitasi melalui bantuan dari pihak pemerintah (Pusat,
61 Provinsi) berupa bantuan Koperasi sarana produksi, simpan pinjam dan Badan Kredit. Sedangkan modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat Kelurahan Maharatu adalah berupa perkumpulan dan kelompok-kelompok yang terbentuk karena adanya kepercayaan, kerjasama, dan jaringan kerja yang terbentuk dengan seperti Kelompok Tani, P4K dan P2WKSS arisan, KUBE, Pakem (panitia kemitraan) Kelurahan Maharatu, perkumpulan tukang ojeg motor, kelompok ibuibu pengajian. Nilai-nilai kegotong-royongan dan kepedulian sosial masyarakat Maharatu masih cukup tinggi, demi untuk tidak menyinggung sekelompok masyarakat yang tidak mampu maka digunakan istilah "Kaum Dhu'afa" bukan masyarakat miskin/orang miskin. Dengan demikian masyarakat yang kurang mampu tersebut juga tidak merasa menjadi golongan yang terpinggirkan dan harus dikasihani. 5.6. Masalah Sosial Masalah sosial adalah suatu kondisi yang berada di dalam masyarakat, yang karena sesuatu hal mereka tidak dapat melaksanakan fungsi dan perannya dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga perlu ditumbuhkan potensi dirinya supaya dapat mengatasi hambatan yang ada melalui program aksi sosial yang dilakukan secara kolektif. Di kelurahan Maharatu penyandang masalah sosial dilihat dari penduduk yang cacat mental dan fisik tidak ada, tetapi penyandang masalah sosial dilihat dari aspek lainnya dapat tergambar pada tabel 7. Tabel 7. Data Penyandang Masalah Sosial di Kelurahan Maharatu Tahun 2006 No.
Jenis masalah sosial
1.
Penduduk buta huruf
2.
Pengangguran
3.
Keluarga pra sejahtera / miskin
Jumlah 4 orang 871 orang 15 KK
4. Lansia 1.237 orang Sumber : Data potensi SDA Kelurahan Maharatu Tahun 2006. Dari data tersebut di atas terlihat tingkat pengangguran di Kelurahan Maharatu cukup tinggi, yakni 871 orang. Hal ini dampak dari tidak
62 berproduksinya ( tutup ) perusahaan pengolahan kayu yang ada di Kelurahan Maharatu, akibat tidak adanya bahan kayu karena intensifnya pemberantasan illegal logging oleh aparat keamanan, sebahagian lagi ada yang beralih profesi menjadi petani sayur yang menggarap lahan orang lain yang tidak dimanfaatkan yang lazim disebut petani penggarap. 5.7. Kependudukan Data
kependudukan
Kelurahan
Maharatu
Tahun
2006
jumlah
penduduknya 27.382 jiwa yang terdiri dari laki-laki 14.482 dan penduduk perempuan 12.900 jiwa. Kepadatan penduduk kelurahan Maharatu berkisar 161 jiwa per hektar atau 7.566 jiwa per Kilometer persegi. komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8.
Komposisi Penduduk Kelurahan Maharatu Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2006 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
No.
Kelompok Umur (Tahun)
Jumlah Jiwa
Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
1.
0–4
914
1.023
1.937
7,07
2.
5–9
1.048
1.106
2.154
7,86
3.
10 – 14
1.832
1.866
3.698
13,50
4.
15 – 19
1.772
1.438
3.210
11,72
5.
20 – 24
2.287
1.257
3.544
12,94
6.
25 – 29
828
789
1.617
5,90
7.
30 – 34
1.012
888
1.900
6,94
8.
35 – 39
983
900
1.883
6,88
9.
40 – 44
939
879
1.818
6,64
10.
45 – 49
883
836
1.719
6,28
11.
50 – 54
817
773
1.590
5,80
12.
55 – 59
583
492
1.075
3,95
13.
60 – 64
311
362
673
2,46
14.
65 +
273
291
564
2,06
Jumlah
14.482
12.900
27.382
100%
Sumber : Laporan Kependudukan Kelurahan Maharatu tahun 2006
63 Apabila digambarkan dalam bentuk piramida penduduk maka jumlah penduduk Kelurahan Maharatu berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar 3.
Keterangan : 1 : 500 orang : Laki-laki : Perempuan Gambar 3. Piramida penduduk Kelurahan Maharatu Tahun 2006 Berdasarkan bentuk piramida penduduk yang melebar pada bagian bawah piramida, untuk penduduk laki-laki maupun perempuan menunjukkan bahwa angka kelahiran masih tergolong cukup tinggi. Berkaitan dengan perubahan kelahiran dan kematian, perserikatan bangsabangsa mengkategorikan penduduk dalam tipe-tipe berikut : a. Kelahiran tinggi – kematian tinggi b. Kelahiran tinggi – kematian cukup tinggi/sedang menurun c. Kelahiran tinggi – kematian rendah d. Kelahiran sedang menurun – kematian rendah e. Kelahiran rendah – kematian rendah
64 Jika diterapkan pada konteks komposisi penduduk Kelurahan Maharatu, maka kelurahan ini termasuk ke dalam tipe “kelahiran tinggi dengan tingkat kematian rendah”. Bentuk piramida yang mengerucut ke atas menunjukkan bahwa penduduk Kelurahan Maharatu merupakan penduduk muda dengan sebagian besar berada pada usia muda. Perimbangan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk
perempuan
di
Kelurahan
Maharatu
dapat
diketahui
dengan
menggunakan ukuran Rasio Jenis Kelamin, pada tahun 2006 diperoleh Rasio jenis kelamin adalah 112. Hal ini berarti bahwa setiap 100 orang perempuan terdapat 112 laki-laki, hal ini melihatkan pola mortalitas dan migrasi laki-laki juga lebih tinggi dari perempuan. Besarnya Rasio Beban Tanggungan (RBT) penduduk merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk yang tidak produktif (usia dibawah 15 tahun dan usia 65 tahun ke atas), dengan banyaknya penduduk usia produktif (usia 15 – 64 tahun). Rasio beban tanggungan penduduk Kelurahan Maharatu adalah sebesar 44, yang berarti bahwa setiap 100 orang penduduk menanggung 44 orang penduduk yang tidak produktif. Dari perbandingan ini dapat diketahui bahwa jumlah pengangguran di Kelurahan Maharatu masih banyak. Jumlah penduduk yang termasuk usia angkatan kerja sangat besar. Sebagai contoh pada rentang usia angkatan kerja 20 tahun sampai 24 tahun saja jumlahnya sebesar 3.544 jiwa (12,94 persen). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat potensi yang besar pada ketersediaan angkatan kerja apabila ditunjang dengan tersedianya lapangan kerja serta pendidikan yang memadai, sedangkan Jumlah penduduk usia produktif yaitu antara usia 15 - 44 tahun menunjuk-kan jumlah yang cukup besar, yaitu 13.972 jiwa (51,03 persen). Hal ini menjadikan peluang yang cukup tinggi untuk bertambahnya angka kelahiran (fertilitas) di Kelurahan Maharatu, dan jumlah usia kerja digunakan untuk menilai apakah seseorang merupakan angkatan kerja atau bukan angkatan kerja, dipakai sebagai batas usia adalah 15 - 64 tahun. Jumlah penduduk usia kerja di Kelurahan Maharatu adalah sebanyak 69,49 persen atau 19.029 jiwa.
65 Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan - kekuatan yang menambah dan kekuatan - kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk. Secara kontinyu penduduk akan dipengaruhi oleh jumlah bayi yang lahir (menambah jumlah penduduk, tetapi dalam waktu yang bersamaan pula akan dikurangi oleh jumlah mortalitas yang terjadi pada semua golongan umur. Migrasi juga berperan dalam menambah dan melindungi jumlah penduduk. Komposisi jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Komposisi Penduduk Kelurahan Maharatu Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2006 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tingkat Pendidikan Belum sekolah Usia 7 - 45 tahun tidak pernah sekolah Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat Tamat SD / sederajat SLTP / sederajat SLTA / Sederajat D-1 D-2 D-3 S-1 S-2 S-3
Jumlah (jiwa) 2.212 14 943 3.080 3.581 4.245 105 129 6.395 6.625 45 8
Jumlah 27.382 Sumber : Profit Kelurahan Maharatu tahun 2006
Prosentase (%) 8,08 0,05 3,44 11,25 13,08 15,50 0,38 0,47 23,35 24,19 0,17 0,03 100
Berdasarkan tabel di atas, tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Maharatu termasuk pada kategori sedang, karena jumlah penduduk yang belum sekolah, tidak pernah sekolah serta yang tidak tamat SD dan tamat SD berjumlah 6.249 orang atau 22,82 persen Sedangkan untuk penduduk yang tamat SLTP 13,08 persen dan SLTA 15,50 persen, dan penduduk yang berpendidikan di atas SLTA/ sederajat (perguruan tinggi) sebesar 13.307 jiwa (48,60 persen).
66 5.8. Sistim Ekonomi Mata pencaharian pokok penduduk Kelurahan Maharatu sangat heterogen, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 10. Tabel 10. Komposisi Penduduk Kelurahan Maharatu Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006 No.
Jenis Mata Pencarian
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
1356
24,50
6
0,10
1
Petani
2
Pengrajin / Industri Kecil
3
Buruh Industri Besar
1497
27,04
4
Buruh Bangunan
354
6,39
5
Pedagang
215
3,88
6
Pengangkutan
55
1,00
7
PNS
795
14,36
8
TNI/Polri
1231
22,24
9
Dokter
5
0,09
10 Peternak
12
0,22
11 Pengusaha
10
0,18
Jumlah 5.536 Sumber : Ekspose Potensi Kelurahan Maharatu 2006
100
Dari data tabel 7 diketahui bahwa Penduduk Kelurahan Maharatu mempunyai mata pencaharian terbesar sebagai buruh terutama sebagai buruh di industri besar sebesar 1.497 jiwa (27,04 pesen) sedangkan Peringkat kedua adalah petani terutama petani sayur sebesar 1.356 jiwa (24,50 persen) dan sebahagian lagi banyak bekerja sebagai TNI/Polri serta PNS. Banyaknya penduduk yang bekerja sebagai TNI/Polri disebabkan di Kelurahan Maharatu terdapat asrama dan markas TNI AU. Jenis usaha lain di Kelurahan Maharatu adalah banyaknya usaha ekonomi lokal, berikut data kelembagaan ekonomi masyarakat tahun 2006 dapat dilihat pada tabel 11.
67 Tabel 11. Jumlah Lembaga Ekonomi/Jenis Usaha Kelurahan Maharatu Tahun 2006 No.
Lembaga Ekonomi/jenis usaha
Jumlah (buah)
1. Koperasi
1
2. Industri Makanan
2
3. Industri Kerajinan
5
4. Industri Pakaian
5
5. Industri Mebel
22
6. Usaha Perdagangan
95
7. Waning Makan
97
8. Kios Kelontong
79
9. Bengkel
38
10. Kelompok tani, P4K, P2WKSS
11
11 Percetakan dan Sablon
3
Jumlah Sumber : Ekspose Potensi Kelurahan Maharatu 2006
358
Dengan beragam dan banyaknya jenis usaha ekonomi lokal yang berjumlah 358 buah di Kelurahan Maharatu tersebut sebenarnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan di Kelurahan Maharatu. Akan tetapi, pada kenyataannya masalah permodalan dan pemasaran lagi-lagi menjadi kendala, dibarengi tingginya tingkat persaingan diantara para pelaku ekonomi lokal.
68
VI. PROFIL DAN DINAMIKA KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DI KELURAHAN MAHARATU
6.1. Profil KUBE Suka Makmur KUBE Suka Makmur
berada di Kelurahan Maharatu, Kecamatan
Marpoyan Damai Kota Pekanbaru,
berdiri pada tahun 1998. Kelompok ini
awalnya merupakan kumpulan petani sayuran yang berada disekitar jalan Kertama Kota Pekanbaru yang secara umum merupakan penduduk urban yang berasal dari Provinsi Lampung, Sumatera Utara dan Pulau Jawa. Dengan fasilitasi Dinas Sosial Provinsi Riau pada program pemberdayaan keluarga Miskin, pada tahun 1998 dibentuklah Kelompok Usaha Bersama (KUB) Suka Makmur yang pada awal pendiriannya beranggotakan 23 orang dengan luas areal kebun sayur 8,5 ha. Melalui program pemberdayaan keluarga miskin Dinas Sosial Provinsi Riau saat itu memberikan bantual awal modal usaha sebesar Rp. 13.000.000,- yang direncanakan akan dikembangkan melalui usaha simpan pinjam anggotanya, dan saat itu berhasil berkembang modalnya menjadi Rp. 26.000.000. Modal usaha ini digunakan untuk mencukupi kebutuhan sarana produksi pertanian kebun sayur seperti pupuk, benih dan obat-obatan pada setiap kegiatan usaha anggota KUBE Suka Makmur untuk sekali musim tanam. Dengan berhasilnya secara umum kegiatan usaha tani kebun sayur baik pada proses produksi maupun pemasarannya modal usaha ini menjadi berkembang lebih banyak. Pada tahun 2003 KUBE Suka Makmur berhasil meraih penghargaan sebagai KUBE teladan di Provinsi Riau. Sejak saat itu KUBE Suka Makmur telah dianggap sebagai KUBE Mandiri dan tidak mendapat pembinaan lagi oleh Dinas Sosial Provinsi Riau. Sejak tidak dilakukannya pendampingan lagi oleh Dinas sosial Provinsi Riau kelembagaan KUBE Suka Makmur menjadi semakin melemah, anggota KUBE semakin jarang melakukan pertemuan rutin dan tidak lagi merancanakan kegiatan usaha secara bersama-sama. Berdasarkan hasil kesepakatan bersama anggota KUBE Suka Makmur Pada Tahun 2004 modal usaha yang telah ada
69
tersebut kemudian dibagi secara merata kepada anggota KUBE akan tetapi kelembagaan KUBE sendiri tidak dibubarkan. KUBE Suka Makmur secara kelembagaan tetap ada sebagai lembaga yang digunakan untuk mencari jaringan kerja lainnya untuk mendukung kegiatan usaha anggotanya. 6.1.1. Deskripsi Kelembagaan dan Kegiatan KUBE Suka Makmur KUBE Suka Makmur merupakan kelompok usaha bersama yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam, pemasaran hasil serta pengadaan sarana produksi pertanian anggotanya maupun umum petani yang berada disekitar Kelurahan Maharatu. Kelembagaan KUBE Suka Makmur terbentuk sebagai akibat dari pelaksanaan program pemberdayaan keluarga miskin yang dikelola oleh Dinas Sosial Provinsi Riau. Kelembagaan KUBE Suka Makmur dibentuk berdasarkan hasil rapat anggota kelompok yang difasilitasi oleh pendamping program yang ditetapkan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau. Hasil Rapat memutuskan dan menetapkan Surapin sebagai Ketua KUBE Suka Makmur, serta rencana kegiatan kelompok. Kegiatan Kelompok yang disepakati adalah pengelolaan usaha simpan pinjam, penyediaan sarana produksi pertanian seperti pupuk, obat-obatan, benih serta alat pertanian . Struktur kelembagaan KUBE Suka makmur pada gambar 4.
70
PELINDUNG DINAS SOSIAL
RAPAT ANGGOTA Tanggung jawab
Tanggung jawab
PENGURUS Ketua : Surafin Sekretaris : Didin Bendahara : Ujang
mengawasi
Pengawas
Bidang Usaha Jasa dan Pemasaran melayani
Anggota KUBE
Bidang usaha simpan pinjam
melayani
Gambar 4. Struktur Organisasi KUBE Suka Makmur Struktur Organisasi KUBE Suka Makmur terdiri dari rapat anggota, pengurus, bidang dan anggota KUBE. Dari gambar 4, diketahui bahwa keputusan tertinggi pada kelembagaan KUBE berada pada rapat anggota. Pengurus dalam menjalankan organisasi bertanggung jawab kepada rapat anggota. Pengurus melalui kegiatan usaha yang ada pada bidang usaha jasa dan pemasaran, serta bidang usaha simpan pinjam bertuga melayani anggota KUBE dalam penyediaan modal usaha maupun pengadaan sarana produksi pertanian. Permasalahan yang terjadi pada kelembagaan KUBE Suka Makmur adalah belum ditetapkannya badan pengawas yang berasal dari anggota kelompok yang bertugas mengawasi dan memberi masukan kepada pengurus mengenai pelaksanaan kegiatan. KUBE, hal ini menyebabkan kurang seimbangnya struktur organisasi akibat tidak adanya badan pengawas yang bertugas mengawasi pengurus dalam menjalankan aktifitasnya. Akibatnya tidak adanya mekanisme mengenai pengawasan, memungkinkan pengurus dapat mengambil kebijakankebijakan yang keluar dari rencana kegiatan serta aturan main (AD/ART) KUBE yang ada.
71
Dalam pelaksanaan pendampingan kelembagaan pendamping komunitas yang ditetapkan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau masih terfokus kepada pelaksanaan teknis simpan pinjam, seperti manajemen pembukuan keuangan, mekanisme pencairan modal usaha, serta teknis budidaya hortikutura, dan belum banyak menyentuh mengenai persoalan dinamika kelompok untuk penguatan kelembagaan. Pendampingan juga belum diarahkan kepada pemberian motivasi dan pembuatan mekanisme aturan main yang mengarahkan kepada pemupukan modal dan keberlajutan usaha simpan pinjam KUBE di masa yang akan datang. Pendamping hanya bertugas untuk menjamin pembayaran atau perguliran dana untuk masa program dan pendampingan di lakukan, akan tetapi belum memikirkan bagaimana mekanisme keberlanjutan KUBE dan aktivitasnya pasca pendampingan tidak dilaksanakan lagi. Secara teknis Kelembagaan KUBE belum diarahkan untuk membentuk aturan main yang berwawasan keberlanjutan kelembagaan dan usahanya. Sejak tidak didampingi oleh Dinas Sosial Provinsi Riau Kelembagaan KUBE Suka Makmur berubah menjadi gabungan kelompok tani (Gapoktan) kebun sayur yang berada di sekitar Kelurahan Maharatu. Pada Tahun 2004 Gapoktan Karya Makmur telah mempunyai 10 kelompok tani yang berada dibawahnya, saat itu pembinaan Gapoktan telah beralih kepada Dinas Tanaman Pangan dan Hortikutura Provinsi Riau yang saat itu sedang mengadakan program pengembangan sayuran ekspor yang bekerjasama dengan Pemerintah Singapura untuk pemenuhan kebutuhan sayur organik ekspor bagi negaranya. Kelompok kelompok tani yang berada dibawah Gapoktan Suka Makmur ini mendapat bantuan berupa sedding net seluas 10,36 hektar bantuan peralatan pertanian, sarana produksi pertanian serta jaminan pemasaran sayuran ekspor. Selain itu program pengembangan sayuran berdaun lebar seperti kangkung, bayam serta jenis sawi-sawian lainnya juga dikembangkan oleh Dinas Tanaman Pangan dan hortikultura Provinsi Riau maupun Kota Pekanbaru. Hasil wawancara dengan Ketua KUBE Suka Makmur, SRP sebagai berikut:
72
“Setelah mendapatkan penghargaan sebagai KUBE teladan pada tahun 2003, KUBE Suka Makmur telah dianggap menjadi KUBE Mandiri dan sejak itu tidak ada lagi pembinaan dari Dinas Sosial Provinsi Riau. Dengan kedaan seperti ini kemudian anggota kelompok mengambil inisiatif untuk membagikan semua modal usaha yang telah berkembang tersebut secara merata, namun demikian anggota kelompok sepakat untuk tidak membubarkan KUBE Suka Makmur, Kelompok yang telah ada ini dipakai untuk mencari jaringan kerjasama baru dengan pihak-pihak lain untuk membantu kegiatan usaha anggota. Saat itu didapat bantuan pembinaan maupun modal usaha dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau untuk kegiatan usaha sayur ekspor maupun usaha pertanian kebun sayur. Untuk menyesuaikan bentuk program tersebut, KUBE Suka Makmur kemudian merubah bentuk kelembagaannya menjadi Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Karya Mammur yang awalnya membawahi 9 kelompok tani dan kemudian berkembang menjadi 10 kelompok tani sampai sekarang. Kelembagaan KUBE Suka Makmur saat ini masih berhubungan dengan Dinas Sosial Provinsi Riau, hal ini dilakukan untuk mencari kemungkinan dikembangkannya KUBE baru untuk masyarakat miskin di Kelurahan Maharatu yang belum tersentuh oleh bantuan pihak-pihak lainnya. Pada tahun 2009 telah terbentuk 2 buah KUBE pengambangan yang diberi nama KUBE Karya Mandiri dan KUBE Suka Maju, masing-masing beranggotakan 10 orang dengan luas lahan masing-masing KUBE sebanyak 5 hektar. KUBE pengembangan ini telah mendapat bantuan sebanyak Rp. 30.000.000, untuk masing-masing KUBE. Pada tahun 2010 telah terbentuk 2 KUBE pengembangan lagi yang diberi nama KUBE Tunas Mandiri dan KUBE Elang Sakti, masingmasing beranggotakan 10 orang dengan luas lahan masingmasing KUBE sebanyak 5 hektar. KUBE pengembangan ini telah mengajukan proposal bantuan modal sebanyak Rp. 30.000.000, untuk masing-masing KUBE dan direncakan akan cair tahun 2011 ini” 6.1.2. Kepemimpinan Kepemimpinan di KUBE Suka Makmur didapat melalui proses demokratis yang melibatkan partisipasi anggota kelompok dalam proses suksesi maupun mekanisme pelaksanaan kegiatan pemilihan, namun demikian dalam pelaksanaan pemilihan secara periode tidak pernah dilaksanakan. Sejak mulai berdiri pada tahun 1998 sampai dengan sekarang ketua kelompok maupun pengurus KUBE Suka Makmur (sekarang menjadi Kelompok Tani Suka Makmur) belum pernah
73
berubah (masih dijabat oleh Surafin), dan belum ada wacana untuk memilih ketua kelompok yang baru. Kejadian ini juga disebabkan belum adanya kesepakatan dan keputusan yang tertuang di AD/ART KUBE Suka Makmur mengenai mekanisme pemilihan ketua, baik masa jabatan, maupun tatacara pemilihan ketua. Kepemimpinan di Kelembagaan KUBE Suka Makmur tidak berkembang dan tidak mempunyai bentuk kaderisasi kepemimpinan. Kaderisasi kepemimpinan merupakan salah satu tolok ukur mengenai keberlanjutan suatu organisasi, sehingga diperlukan sebuah mekanisme yang jelas mengenai tataca pemilihan pemimpim suatu organisasi, dan harus jelas secara tertulis dicantumkan pada AD/ART suatu organisasi. Untuk itu perlu dibuat dan disepakati secara bersama mengenai tatacara pemilihan kepemimpinan di KUBE Suka Makmur untuk masa yang akan datang, yang saat ini telah menjadi Kelompok Tani Suka Makmur. 6.1.3. Aktifitas Kelembagaan KUBE Suka Makmur Aktifitas Kelembagaan KUBE Suka Makmur menyangkut kegiatan produktif KUBE seperti pengadaan dan penggunaan modal, tenaga kerja, tenaga kerja, pemasaran dan pengembangan usaha (investasi modal dan lahan) yang dapat diuraikan pada tabel 12.
74
Tabel 12. Aktivitas Kelembagaan KUBE Suka Makmur dalam Kegiatan Produktif No
Jenis Aktivitas
1
Pengadaan/penggunaan modal, tenaga kerja, teknologi dan saprotan
2
Pemasaran
3
Pengembangan usaha
4
Aturan main dan kontrol sosial
5
Pengelolaan Konflik
Uraian Kegiatan Modal usaha digunakan untuk kegiatan usaha pertanian hortikultura (kebun sayur), jumlah pembiayaan sesuai dengan rencana kerja anggota, tenaga kerja yang digunakan berasal dari anggota rumah tangga keluarga miskin. Teknologi yang digunakan berdasarkan petunjuk ppl pertanian maupun pendamping, saprotan yang digunakan adalah pupuk, benih, obat-obatan. Benih yang didapat dibeli ataupun dibuat sendiri. Pemasaran tidak diatur oleh kelompok, anggota kelompok secara bebas menjual kepada pedagang pengumpul atau dipasarkan sendiri Pengembangan usaha hanya terbatas pada usaha simpan pinjam dan jual beli saprotan, setelah berubah menjadi kelompok tani, pengembangan usaha berkembang pada usaha sayur ekspor, dan penyediaan saprotan. Untuk anggota kelompok terjadi pengembangan usaha secara umum seperti pemasaran hasil sayuran, bengkel, dagang kelontong dan pertukangan. Aturan main secara baku sudah ditetapkan secara tertulis, tetapi hanya mengatur mengenai proses usaha simpan pinjam. Kontrol sosial secara kelembagaan belum jalan disebabkan tidak adanya badan pengawas yang berada pada struktur organisasi, Kontrol sosial pada komunitas kurang berjalan disebabkan pertemuan kelompok tidak rutin benrjalan Konflik pada kegiatan KUBE Suka Makmur hamper dikatakan tidak pernah terjadi, jika terjadi secara langsung akan diselesaikan oleh ketua kelompok dan pengurus lainnya.
6.1.4. Kerjasama dan Jaringan Usaha KUBE Kerjasama dan jaringan usaha KUBE Suka Makmur kurang berkembang dengan baik. Usaha-usaha pendampingan sebagai wujud pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh Dinas Sosial Provinsi Riau masih pada batas penyampaian
bantuan
serta
penyelesaian
administrasi
kegiatan,
belum
dilaksanakan secara optimal sesuai dengan petunjuk pelaksanaan kegiatan maupun petunjuk teknis program pemberdayaan keluarga miskin. Pendampingan belum berupaya untuk mengajak, membimbing serta mengarahkan komunitas pada usaha-usaha untuk dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti
75
permodalan, pemasaran hasil. Sampai pada akhir pelaksanaan program bentuk kerjasama dan jaringan usaha KUBE Suka Makmur hanya pada satu lembaga saja yaitu Dinas Sosial Provinsi Riau. Jenis usaha yang terbentuk dan dikelola oleh kelembagaan KUBE Suka Makmur hanya pada usaha simpan pinjam dan pengadaan sarana produksi pertanian. Jaringan Usaha KUBE Suka Makmur juga belum terbentuk atas kesepakatan atau perjanjian kerjasama, jaringan usaha terbentuk dengan sendirinya sesuai dengan mekanisme pasar dan secara langsung dikelola oleh setiap anggota kelompok. Peran Kelembagaan KUBE Suka Makmur dalam membentuk jaringan usaha komunitas atau jaringan sosial lainnya dapat dikatakan tidak ada sama sekali, hal ini menjadi salah satu penyebab kelembagaan KUBE Suka Makmur tidak berkembang. Kelembagaan KUBE Suka Makmur hanya berperan sebagai lembaga yang memberikan layanan permodalan yang berasal dari bantuan Dinas Sosial Provinsi Riau serta mengurus bentuk-bentuk administrasi pencairan dana usaha, serta tata laksana pengembalian kredit usaha kepada KUBE, yang disesuaikan
dengan
kebutuhan
Dinas
Sosial
Provinsi
Riau.
Akibatnya
kemanfaatan KUBE menjadi sangat rendah oleh anggotanya. KUBE
tidak
mampu
memberikan
peluang
kerjasama
maupun
memperbanyak jaringan usaha untuk kepentingan usaha anggotanya, kejadian ini disebabkan tidak dimilikinya perencanaan kegiatan kelembagaan yang dibuat secara partisipatif dan digunakan untuk kepentingan usaha anggotanya. Hal inilah yang mendorong terus melemahnya kelembagaan KUBE setelah dianggap mandiri, selain kurangnya kepentingan anggota terhadap KUBE serta rasa memiliki yang sangat rendah anggota KUBE terhadap kelembagaannya.. Terentaskannya kemiskinan anggota KUBE Suka Makmur disebabkan peluang usaha kebun sayur merupakan kegiatan yang sangat menjanjikan di Kota Pekanbaru , dengan tingkat permintaan akan sayuran yang terus meningkat dan jumlah pasokan produksi sayuran terbatas, membuat sayuran yang diproduksi mempunyai harga yang cukup baik dan selalu terserap oleh pasar.
76
6.2. Profil KUBE Suka Makmur Setelah menjadi Gabungan Kelompok Tani Karya Makmur. Kelembagaan KUBE Suka Makmur melebur dan menjadi bagian dalam
Gabungan
Kelompok
Tani
(Gapoktan)
Karya
Makmur.
Kelembagaan KUBE Suka Makmur kemudian berubah menjadi Kelompok Tani Suka Makmur dan kembali beraktivitas kegiatan kelembagannya, seperti pertemuan kelompok, mebuat perencanaan kegiatan kelompok dan lainnya. Anggota Kelompok juga tidak berubah. Bentuk Kelembagaan Gapoktan Karya Makmur pada gambar 5.
PELINDUNG (LURAH)
KETUA Surapin
WKL. KETUA Saulan
SEKRETARIS Suwarno
BENDAHARA Supriadi
SEKSI-SEKSI PEMASARAN Ahmad Topan
HUMAS Zainal Abidin
Karya Nyata Supriadi
ANGGOTA
Mekar Jaya Mujiono
Karya Mandiri Sutopo
Suka Maju Wiwik Widianto
Gambar 5.
Prima Jaya Subarnas
Daun Lebar Mujianto
Panca Karya Suwarno
Suka Makmur Surapin
Elang Mandiri Jumena
Struktur Organisasi Gabungan Kelompok (Gapoktan) Tani Karya Makmur
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa telah terjadi perkembangan kelembagaan KUBE Suka Makmur menjadi Gapoktan Karya Makmur setelah KUBE tidak didampingi oleh Dinas Sosial Provinsi Riau. Perkembangan kelembagaan kelompok masyarakat ini pada awalnya merupakan anggota
Mustang Jaya Haimin
Tani Mulya Bejo
77
kelompok pemanfaat KUBE Suka Makmur baik langsung ataupun tidak langsung. Hal ini menggambarkan bahwa pendampingan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau dulunya telah berhasil meningkatkan kepercayaan diri anggota keluarga miskin yang didampingi untuk membuka diri dalam mendapatkan akses pelayanan dari pemerintah maupun kelembagaan sosial lainya. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau maupun Kota Pekanbaru sebagai bagian lain dalam pembina masyarakat telah mampu melihat dan memanfaatkan peluang kekuatan masyarakat yang telah ada untuk dikembangkan lebih maju dengan sistem program yang mereka laksanakan. Berikut
hasil
petikan
wawancara dengan
salah
seorang
aktivis
pemberdayaan masyarakat di Kota Pekanbaru, yaitu Bapak T. Kaddhafi Al Munir “Sebagai program pembangunan yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan, program pemberdayaan keluarga miskin yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau telah berhasil mengentaskan kemiskinan pada beberapa daerah yang termasuk kantong-kantong kemiskinan di beberapa kelurahan di Kota Pekanbaru. Namun demikian program pemberdayaan masyarakat tersebut dalam pelaksanaan kegiatannya belum mengarah kepada aspek keberlanjutan program yang telah dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat pada hampir semua KUBE yang telah dinyatakan mandiri, kegiatan kelembagaan masyarakat tersebut cenderung menjadi berkurang aktivitasnya dan kemudian membagi-bagikan asset modal usaha yang telah mereka bangun dan mereka miliki secara merata kepada seluruh anggotanya. Dalam melaksanakan program pemberdayaan yang berhubungan dengan pengentasan kemiskinan sudah seharusnya setiap satuan kerja yang berada di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau saling berkoordinasi dalam menjalankan masing-masing programnya. Dinas Sosial Provinsi Riau harusnya memberikan batasan dalam pelaksanaan kegiatan program pengentasan kemiskinannya. Seharusnya setelah masyarakat menjadi mandiri atau tidak miskin lagi, Dinas Sosial Provinsi Riau harus berkoordinasi dengan satuan kerja lainnya untuk melanjutkan program pemberdayaan tersebut kepada dinas atau satuan kerja lainnya yang disesuaikan dengan arah pengembangan usaha masyarakat, baik itu pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, koperasi dan lain-lain, sehingga modal usaha yang telah ada dan dapat terus berkembang dan menyentuh semua lapisan masyarakat yang membutuhkannya. Begitu banyaknya program pembangunan yang masuk ke masyarakat, baik yang dilaksanakan oleh satuan kerja
78
pemerintah, lembaga independen serta perusahaan dalam pelaksanaan kegiatannya cenderung masih bersifat ego sektoral dan tidak mengacu kepada keberlanjutan program. Seharusnya program pembangunan dilakukan dengan muatan pemberdayaan yang mendahulukan proses kegiatan untuk keberhasilan daripada memfokuskan keberhasilan program sesaat tanpa memikirkan keberlanjutan program. Bahwa keberhasilan yang selama ini didapatkan umumnya baru melepaskan masyarakat atau komunitas pada garis kemiskinan dengan tingkat usaha masih berskala kecil atau baru mencapai tahap menengah yang sangat rentan untuk menjadi gagal atau hancur jika tidak terus mendapatkan pendampingan untuk memperluas jaringan serta akses lainnya untuk pengembangan usaha. Persoalan yang sangat mendasar bagi petani kebun sayur di Kelurahan Maharatu adalah sulitnya mendapatkan akses kepemilikan lahan bagi keberlanjutan usaha. Untuk itu diperlukan usaha-usaha untuk membuka akses permodalan untuk membeli lahan secara kredit yang dikelola oleh kelembagaan kelompok melalui bantuan-bantuan permodalan dari pihak lain baik hibah maupun kredit berbunga rendah. Jika kegiatan ini dapat diterapkan hamper dapat dipastikan” keberlanjutan usaha kebun sayur ini dapat terus dipertahankan dan mendatangkan keuantungan bagi masyarakat. Dari beberapa petikan wawancara di atas dapat diketahui bahwa kelembagaan KUBE Suka Makmur setelah dinyatakan sebagai KUBE Mandiri oleh Dinas Sosial Provinsi Riau menjadi semakin melemah baik dalam kegiatan kelembagaan maupun usahanya. Persoalan ini disebabkan adanya beberapa faktor, yaitu: 1. Kurang menyentuhnya pedoman umum maupun petunjuk pelaksanaan program pemberdayaan keluarga miskin yang dibuat oleh Dinas Sosial Provinsi Riau kepada arah keberlanjutan program secara mandiri oleh masyarakat melalui kelembagaan KUBE, hal ini membuat masyarakat menjadi salah dalam menentukan kegiatan lanjutan setelah tidak adanya pendampingan lagi, dan cenderung membagi-bagikan modal usaha yang telah berkembang tersebut secara merata kepada seluruh anggota kelompok. Seharusnya dari awal program dijalankan, telah dibuat kesepakatan dengan masyarakat untuk tetap melanjutkan atau mengembangkan modal yang telah diberikan secara swakelola oleh lembaga yang telah dibentuk, walaupun pembinaan atau pendampingan tidak ada lagi, masyarakat juga harus diberikan penguatan
79
dalam mencari jaringan akses pendampingan lainnya untuk melanjutkan kegiatan
yang
telah
berjalan,
bukan
menggantinya
dengan
bentuk
kelembagaan lainnya. 2. Sinergitas dan koordinasi pengelolaan program pembangunan yang kurang baik di lingkungan satuan kerja Pemerintah Provinsi Riau yang cenderung berjalan sendiri-sendiri, sehingga membuat masuknya program dengan prinsip dan metodologi sejenis, dengan masyarakat pemanfaat kegiatan yang cenderung sama, dan bukan sebagai program lanjutan untuk memperkuat kegiatan program yang telah dilaksanakan oleh satuan-satuan kerja lainnya yang lebih dahulu masuk ke dalam kelembagaan masyarakat. 3. Belum adanya kebijakan umum yang mengatur perencanaan maupun tahapan pelaksanaan program pembangunan, terutama untuk menetapkan kapan, sampai pada tahap bagaimana dan bentuk kelembagaan yang harus dikembangkan, serta satuan kerja apa yang dapat masuk kedalam suatu komunitas tersebut untuk melanjutkan kegiatan program pembangunan yang telah berjalan tanpa harus mengganti bentuk – bentuk kegiatan maupun bentuk kelembagaan yang telah ada. 4. Bentuk kegiatan pendampingan yang dijalankan belum optimal, dan belum mengarah kepada penguatan kewirausahaan dan kemandirian masyarakat untuk mengelola kegiatan usaha secara mandiri. Masyarakat masih cenderung mengharapkan bantuan pemerintah dengan pola hibah tanpa ada usaha-usaha lainnya yang mengarah kepada pencarian akses jaringan usaha maupun permodalan lainnya. Selain itu lemahnya modal sosial yang ada pada kelembagaan KUBE membuat tidak termanfaatkannya human capital, social and instituonal assets, natural resaurces dan man mad assets dengan baik. Hal ini juga mendorong tidak terbentuknya sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (wolrd view), kepercayaan (trust), pertukaran (reciprocity), pertukaran ekomoni dan informasi (informational and ecomonic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal groups, serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modalmodal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekomoni dan pembangunan.
80
Program pemberdayaan keluarga miskin yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau di Kelurahan Maharatu secara umum telah berhasil mengentaskan permasalahan kemiskinan khususnya pada anggota KUBE Suka Makmur, akan tetapi keberhasilan ini tidak sejalan dengan keberlanjutan kelembagaan KUBE Suka Makmur. Dari hasil wawancara dengan beberapa anggota
kelompok
maupun
pengurus
KUBE
Suka
Makmur
mengenai
perkembangan kelembagaan KUBE Suka Mamkur didapat beberapa rangkuman temuan kajian yaitu : 1. Nilai - nilai usaha (orientasi ke depan) Nilai - nilai usaha dalam bentuk kewirausahaan sosial kurang berkembang pada kegiatan kelembagaan KUBE Suka Makmur, hal ini tercermin dari sikap anggota yang belum berorientasi terhadap kegiatan usaha di masa yang akan datang. Sikap pengurus kelompok maupun anggota kelompok masing cenderung mengharapkan bantuan hibah dari pihak lain dan belum mempunyai kemauan keras dalam mencari akses permodalan melalui sistem kredit dengan bunga rendah. Modal usaha yang telah berkembang justru dibagi-bagi kan secara merata kepada seluruh anggotanya setelah pendampingan tidak ada lagi, dan justru mencari sumber modal baru yang berasal dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau maupun Kota Pekanbaru, tanpa adanya pemikiran bahwa modal yang baru tersebut dapat digunakan sebagai modal tambahan untuk memperkuat sistem permodalan lembaga keuangan simpan pinjam yang telah mereka bentuk di KUBE Suka Makmur. 2. Kepengurusan dan Organisasi Kurang tepatnya metodologi pendampingan yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau membuat Kepengurusan dan Organisasi KUBE Suka Makmur menjadi melemah setelah tidak mendapat pendampingan lagi. Hal ini terjadi karena pendampingan untuk penguatan kelembagaan, seperti pembuatan dan penetapan aturan main tidak dibuat dan dilaksanakan secara partisipatif oleh pengurus maupun anggota kelompok, KUBE Suka Makmur saat pembentukannya cenderung dibuat dengan cara dikelompokkan bukan sebagai bentuk upaya masyarakat untuk berkumpul akibat adanya tujuan yang sama. Kegiatan
81
pendampingan untuk pertemuan kelompok dalam membahas kegiatan usaha anggota belum dilaksanakan secara optimal dengan bentuk rutinitas bulanan, hal inilah yang mendorong melemahnya sistem kelembagaan KUBE Suka Makmur setelah tidak adanya pendampingan lagi. Kelembagaan KUBE Suka Makmur kemudian dilebur dengan kelembagaan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Karya Makmur dan KUBE Suka Makmur kemudian menjadi salah satu kelompok tani yang diberi nama Kelompok Tani Suka Makmur. Ketua Kelompok Gapoktan Karya Makmur merupakan Ketua Kelompok KUBE Suka Makmur. 3. Kepemimpinan Program pemberdayaan keluarga miskin di Kelurahan Maharatu melalui kegiatan penguatan kelembagaan KUBE untuk mengola akses permodalan masyarakat miskin dalam bentuk penguatan kepemimpinan telah mampu menginisiasi munculnya kepemimpinan lokal yang berasal dari keluarga miskin, akan tetapi belum mampu menciptakan kaderisasi kepemimpinan lokal yang baru. Hal ini dapat dilihat belum adanya penggantian kepemimpinan KUBE mulai dari saat terbentuk sampai dengan sekarang. Hal ini memperkuat asumsi bahwa partisipasi anggota kelompok dalam kegiatan kelembagaan KUBE Suka Makmur masih sangat rendah, sehingga setiap kebijakan kelompok yang dibuat lebih banyak merupakan hasil kebijakan pribadi ketua kelompok dan bukan merupakan hasil keputusan bersama di dalam rapat kelompok. 4. Aturan main Proses pembuatan dan pelaksanaan aturan main yang ada di kelembagaan KUBE Suka Makmur belum dilaksanakan secara partisipatif. Aturan main yang ada belum jelas mengatur tatacara kepengurusan kelompok, pengembangan usaha dan keberlanjutan usaha. Aturan main yang tidak jelas ini disebabkan pendampingan yang dilakukan belum mengarahkan bagaimana proses pembuatan dan aturan main dikerjakan secara partisipatif oleh anggota kelompok. Hal ini telah mendorong arah kebijakan pengembangan modal usaha menjadi terhenti setelah pendampingan tidak ada lagi, yang dapat dilihat dengan dibagi-bagikannya secara merata modal usaha yang telah dikembangkan setelah pendampingan dihentikan karena KUBE telah dianggap mandiri. Pelaksanaan aturan main juga tidak dikembangkan dalam pengambilan kebijakan melalui keputusan bersama
82
dalam rapat kelompok. Kebanyakan kebijakan yang dibuat berdasarkan inisiatif ketua kelompok.
5. Modal atau simpanan Modal atau simpanan yang ada pada KUBE Suka Makmur pada wal pelaksanaan program berkembang dengan baik, tetapi akhirnya habis akibat kebijakan yang dibuat oleh kelompok untuk membagi-bagikan modal tersebut kepada anggotanya. Kegagalan dalam mengambangkan modal usaha ini diakibatkan
aturan
main
yang
tidak
jelas
dalam
menyusun
kegiatan
pengembangan usaha, serta tidak dikenalkannya upaya pemupukan modal usaha oleh pendamping. Kegiatan menabung di dalam kelompok juga belum pernah dilaksanakan, sehingga perkembangan modal murni berasal dari jasa usaha simpan pinjam yang dikembangkan kelompok. 6. Perkembangan usaha Perkembangan usaha anggota kelompok baik pada saat program berjalan maupun setelah tidak adanya lagi pendampingan berjalan dengan baik. Perkembangan yang baik ini tidak diikuti oleh perkembangan usaha kelompok. Usaha Kelompok yang bergerak di bidang simpan pinjam menjadi terhenti setelah program pendampingan tidak ada lagi, dan kemudian berkembang lagi setelah masuknya bantuan dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikutura Provinsi Riau dan Kota Pekanbaru, akan tetapi tidak mempunyai hubungan dengan modal yang telah ada berkembang.
VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU
7.1. Evaluasi dan Strategi Pemberdayaan Keluarga Miskin 7.1.1. Evaluasi Kegiatan KUBE di Kelurahan Maharatu. Pemberdayaan keluarga miskin di Kelurahan Maharatu dilakukan melalui penguatan kelembagaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE), serta memberikan bantuan permodalan kepada KUBE untuk dapat menyalurkan kepada anggotanya dengan bentuk dana bergulir sebagai bantuan permodalan bagi usaha produktif anggotanya. Pemberdayaan keluarga miskin di Kelurahan Maharatu mulai dilakukan sejak tahun 2001 terhadap keluarga miskin yang secara umum mempunyai usaha kebun sayuran. Pemberdayaan keluarga miskin dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau dengan menempatkan tenaga pendamping maupun petugas fungsional dalam bentuk pembinaan, pembentukan dan penguatan kelembagaan KUB melalui proses partisipatif. Melalui proses pendampingan yang partisipatif saat itu terbentuk KUB yang diberi nama Suka Makmur. Kegiatan pemberdayaan keluarga miskin di Kelurahan melalui penguatan kelembagaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) oleh Dinas Sosial Provinsi Riau telah memenuhi proses pelaksanaan kegiatannya yaitu : 1. Penjajakan lokasi dan pemetaan kebutuhan Penjajakan lokasi dan pemetaan kebutuhan bertujuan untuk memahami karakteristik wilayah, pendataan seluruh keluarga yang dikategorikan fakir miskin, dan pemahaman terhadap karakteristik masalah kemiskinan, serta identivikasi terhadap karakteristik maslah kemiskinan. Pada saat awal program didapat 23 orang yang dapat digolongkan sebagai keluarga miskin dan kemudian dijadikan prioritas untuk dijadikan pemanfaat program pemberdayaan keluarga miskin.
84
2. Sosialisasi program Sosialisasi program bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap program pemberdayaan fakir miskin dan membangun persamaan persepsi terhadap langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan. Sosialisasi dilakukan kepada pihak kelurahan, tokoh masyarakat serta masyarakat yang menjadi target pelaksanaan program. Sosialisasi berisi tentang kebijakan dan strategi pelaksanaan program, mekanisme dan prosedur pelaksanaan program serta administarsi program 3. Pendampingan sosial Pendampingan sosial bertujuan untuk memberikan motivasi kepada keluarga
fakir
miskin
untuk
mengakses
dan
memanfaatkan
program
pemberdayaan keluarga fakir miskin dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi keluarga fakir miskin. Dinas Sosial Provinsi Pekanbaru telah menugaskan satu orang pendampingnya yang secara khusus telah diberikan penguatan tentang metodologi pendampingan. Kegiatan pendampingan yang dilakukan adalah menjalin relasi sosial antara KUBE, LKM dan masyarakat sekitar dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja dan fasilitas pelayanan publik lainnya. 4. Identifikasi dan seleksi Identivikasi dan seleksi bertujuan untuk mengidentivikasi calon sasaran program dan menyeleksi keluarga fakir miskin yang menjadi prioritas sasaran dan memenuhi kriteria sasaran yang telah ditetapkan. Kegiatan ini dilakukan oleh pendamping sosial dengan menggunakan pendekatan partisipatif dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat seperti tokoh masyarakat, aparat desa, petugas dinas sosial dan pihak lainnya yang terkai terhadap program. 5. Studi kelayakan usaha Studi kelayakan usaha bertujuan untuk mengkaji kelayakan usaha ekonomi yang sesuai dengan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Berdasarkan hasil
85
identifikasi dan seleksi ini diketahui anggota masyarakat yang akan menjadi target program dan diketahui jenis usaha yang layak dan prospektif yang akan dikembangkan. Berdasarkan hal tersebut didapat 23 orang petani yang kemudian bergabung kedalam KUBE Suka Makmur dengan jenis usaha kebun sayur. 6. Peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumberdaya manusia yang dilakukan pada anggota KUBE Suka Makmur adalah melalui pendampingan, peningkatan kapasitas pengelolaan lembaga pembiayaan melalui kegiatan pelatihan, bimbingan teknis, studi banding serta pertemuan-pertemuan lainnya. 7. Bantuan Sosial Bantuan sosial bertujuan untuk mendorong peningkatan produktuvitas ekonomi keluarga fakir miskin melalui pemberian modal usaha. Pemberian bantuan sosial yang
dilakukan kepada KUBE Suka Makmur sebanyak Rp.
13.000.000,-. Pencairan dilakukan dua tahap, tahap pertama Rp. 10.000.000,- dan tahap kedua dilakukan beberapa bulan berikutnya dengan jumlah Rp. 3.000.000,-. Modal usaha ini direncanakan digunakan sebagai usaha simpan pinjam yang mendukung proses kegiatan usaha kebun sayur anggota KUBE. Dengan Bantuan modal sosial tersebut pada tahun 2003 KUBE Suka Makmur telah dianggap menjadi KUBE Mandiri dan telah mampu mengentaskan kemiskinan anggotanya. 8. Pengembangan kemitraan sosial Pengembangan kemitraan sosial yang dilakukan adalah pengembangan kemitraan dengan dunia usaha, organisasi sosial atau lembaga sosial masyarakat (LSM), perguruan tinggi dan perbankan. Hal ini dilakukan untuk mendorong dan membentuk kemandirian masyarakat dalam memperkuat akses jaringan kerja dan secara bertahap diharapkan keluarga miskin tersebut dapat keluar dari persoalan kemiskinan dan ketergantungan dengan pihak lain terutama bantuan Dinas Sosial Provinsi Riau. 9. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesejahteraan
sosial
terutama
terhadap
pelaksanaan
kegiatan
program
86
pemberdayaan keluarga fakir miskin. Dengan Monitoring dan evaluasi diketahui progress pelaksanaan kegiatan baik keberhasilan, permasalahan serta langkahlangkah yang telah diambil dalam pemecahan permasalahan, sehingga berguna bagi pelaksanaan kegiatan pada masa yang akan datang. Wawancara dengan tokoh masyarakat Kelurahan Maharatu yaitu dengan Bapak Martias (ketua RW. 06), petikannya sebagai berikut : “Program Pemberdayaan Keluarga Miskin di Kelurahan Maharatu yang difasilitasi oleh Dinas Sosial Provinsi Riau, pada awal pelaksanaannya dulu dapat dikatakan sangat berhasil, saat ini dapat dilihat bahwa seluruh anggota KUBE yang dibina tahap pertama dulu telah dapat dientaskan kemiskinannya, hal ini tentu saja dapat dilihat dari tampilan fisik rumah, kendaraan yang mereka pakai serta pendidikan anak-anak mereka. Hanya sangat disayangkan bahwa pembinaan tersebut terputus begitu saja tanpa ada solusi yang lebih baik untuk melaksanakan pembinaan lebih lanjut. Pada awal – awal pelaksanaannya program ini telah memenuhi semua proses pembinaaan maupun tatacara pelaksanaan program, namum demikian akhir pelaksanaan program kurang mendapat perhatian yang lebih baik, sehingga pengurus KUB maupun anggotanya secara spontan langsung membagi-bagikan uang yang telah berkembang secara baik pada lembaga keuangan mikro yang telah mereka bentuk sendiri secara merata kepada semua anggotanya setelah kelompok dianggap mandiri dan pembinaan tidak ada lagi. Hal ini tentu sangat disayangkan, sebab modal keuangan yang telah berkembang baik tersebut jika dikelola secara baik dan benar tentu akan mendatangkan kemanfaatan yang lebih besar lagi, baik terhadap jumlah masyarakat yang menjadi pemanfaat maupun terhadap besaran modal yang diberikan. Saat ini misalnya, lahan pertanian sayuran semakin lama semakin menyempit di Kelurahan Maharatu akibat pembangunan perumahan untuk masyarakat. Hal ini disebabkan petani sayuran yang ada pada umumnya tidak mempunyai lahan pribadi untuk usahanya. Umumnya lahan tersebut pinjam kepada orang lain yang mempunyai lahan kosong dengan waktu yang tidak ditentukan. Namun demikian lahan tersebut sewaktu-waktu dapat saja dijual oleh pemiliknya kepada developer pengembang perumahan. Jika saja modal yang ada pada KUBE tersebut terus berkembang atau ditambah dengan sumber modal lainnya tentu tanahtanah tersebut dapat dibeli oleh petani, walaupun dengan sistem pembayaran kredit kepada lembaga keuangan yang mereka bentuk sendiri. Namun demikian saat ini sebagai RW.
87
06, untuk kesejahteraan petani disekitar Kelurahan Maharatu telah mengeluarkan kebijakan agar petani yang belum mempunyai lahan pribadi dapat saja memanfaatkan lahan tidur yang ada dengan tujuan mengurangi lahan semak dan sebagai RW.06 siap untuk memfasilitasinya kepada pemilik tanah” 7.1.2. Keragaan Keluarga Miskin Program Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui penguatan kelembagaan KUBE Suka Makmur secara umum telah berhasil meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin keluar dari kemiskinan. Indikator yang diamati dari meningkatnya kesejahteraan keluarga miskin adalah penguasaan lahan (keluarga), tingkat pendapatan keluarga, pendidikan anak, perumahan (milik sendiri atau sewa), kesempatan kerja dan kendaraan. Keragaan ini diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan 6 orang anggota KUBE Suka Makmur, dengan membandingkan keadaan anggota kelompok sebelum mendapat bantuan dan bergabung dengan KUBE Suka Makmur dan kondisi saat ini setelah Program Pemberdayaan Keluarga Miskin berakhir di KUBE Suka Makmur Bentuk keragaan keluarga miskin anggota KUBE Suka Makmur pada tabel 13.
88
83
Tabel 13. Keragaan Kesejahteraan Keluarga Miskin Setelah Bergabung dengan KUBE Suka Makmur
NO
Nama Anggota
1
Surapin
2
Didin
3
Ujang
4
Selamat
Penguasaan lahan Sebelum: lahan pinjam luas lahan 400 m2 Saat ini: Lahan milik pribadi, luas 1.000 m2, masih ada lahan pinjaman 400 m2 Sebelum: lahan pinjam luas lahan 200 m2 Saat ini : Lahan milik pribadi, luas 600 m2, masih ada lahan pinjaman 400 m2 Sebelum: lahan pinjam luas lahan 200 m2 Saat ini : Lahan milik pribadi, luas 800 m2, masih ada lahan pinjaman 400 m2 Sebelum: lahan pinjam luas lahan 200 m2 Saat ini : Lahan milik pribadi, luas 400 m2, masih ada lahan pinjaman 800 m2
Tingkat pendapatan keluarga Sebelum : pendapatan keluarga/bulan Rp. 500.000 s.d 700.000 per bulan, saat ini pendapatan Rp. 7 juta sampai 10 juta per bulan Sebelum : pendapatan keluarga/bulan Rp. 500.000 s.d 700.000 per bulan, saat ini pendapatan Rp. 3 juta sampai 5 juta per bulan Sebelum : pendapatan keluarga/bulan Rp. 500.000 s.d 700.000 per bulan, saat ini pendapatan Rp. 3 juta sampai 5 juta per bulan Sebelum : pendapatan keluarga/bulan Rp. 500.000 s.d 700.000 per bulan, saat ini pendapatan Rp. 4 juta sampai 5 juta per bulan
Indikator Pendidikan Anak
Perumahan
Kesempatan Kerja
Jumlah anak 3 orang, Sebelum : rumah sewa. Sebelum: 1 jenis tamat SLTA dan Saat ini rumah pribadi pekerjaan, saat ini 3 melanjutkan ke luas 70 m2, lantai keramik jenis pekerjaan : tani, pedagang, kontraktor perguruan tinggi saprodi
Kendaraan Sebelum : sepeda motor, saat ini mobil 2 unit, (station dan pick up) sepeda motor 2 unit
Jumlah anak 2 orang, Sebelum : rumah sewa. pendidikan anak tidak Saat ini rumah pribadi ada masalah luas 45 m2, lantai keramik
Sebelum: 1 jenis Sebelum : sepeda , pekerjaan, saat ini 2 saat ini sepeda motor jenis pekerjaan : tani, 2 unit pedagang.
Jumlah anak 3 orang, Sebelum : rumah darurat pendidikan anak tidak di kebun sayur, Saat ini ada masalah rumah pribadi luas 54 m2, lantai keramik
Sebelum: 1 jenis Sebelum : sepeda pekerjaan, saat ini 2 sepeda motor 2 unit jenis pekerjaan : tani, pedagang.
Jumlah anak 2 orang, Sebelum : rumah sewa. pendidikan anak tidak Saat ini rumah pribadi ada masalah luas 45 m2, lantai keramik
Sebelum: 1 jenis Sebelum : sepeda pekerjaan, saat ini 2 sepeda motor 2 unit jenis pekerjaan : tani, dan dagang kelontong
89
84
NO
Nama Anggota
5
Gatot
6
Jemu
Penguasaan lahan Sebelum: lahan pinjam luas lahan 200 m2 Saat ini : Lahan milik pribadi, luas 400 m2, masih ada lahan pinjaman 400 m2 Sebelum: lahan pinjam luas lahan 200 m2 Saat ini : Lahan milik pribadi, luas 2.500 m2,
Tingkat pendapatan keluarga Sebelum : pendapatan keluarga/bulan Rp. 500.000 s.d 700.000 per bulan, saat ini pendapatan Rp. 3 juta sampai 5 juta per bulan Sebelum : pendapatan keluarga/bulan Rp. 500.000 s.d 700.000 per bulan, saat ini pendapatan Rp. 3 juta sampai 5 juta per bulan
Indikator Pendidikan Anak
Perumahan
Kesempatan Kerja
Sebelum: 1 jenis pekerjaan, saat ini 3 jenis pekerjaan : petani, pedagang.daan tukang : rumah sewa. Sebelum: 1 jenis rumah pribadi pekerjaan, saat ini 2 m2, lantai jenis pekerjaan : tani, pedagang.
Kendaraan
Jumlah anak 4 orang, Sebelum : rumah sewa. pendidikan anak tidak Saat ini rumah pribadi ada masalah luas 45 m2, lantai keramik
Sebelum : sepeda sepeda motor 2 unit
Jumlah anak 4 orang, Sebelum pendidikan anak tidak Saat ini ada masalah luas 70 keramik
Sebelum : sepeda sepeda motor 3 unit
90
7.1.3. Analisis Permasalahan, analisis Tujuan serta Strategi KUBE pada Program Pemberdayaan Keluarga Miskin di Kelurahan Maharatu Analisis permasalahan dibuat untuk mendeskripsikan permasalahan yang dihadapi
KUBE
dalam
pemenuhan
kebutuhannya
pada
perkembangan
organisasinya. Analisis permasalahan ini dibuat sebagai dasar penyusunan kegiatan pengembangan kelembagaan KUBE pada masa yang akan datang, serta arah kebijakan pelaksanaan program pemberdayaan keluarga miskin Dinas Sosial Provinsi Riau, khususnya pelaksanaan program kegiatan di Kelurahan Maharatu. Kutipan wawancara dengan ketua RT. 06 Kelurahan Maharatu mengenai beberapa permasalahan pokok perkembangan kelembagaan KUBE Suka Makmur adalah sebagai berikut : “Pada awal pelaksanaan program pemberdayaan keluarga miskin yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau, kelembagaan KUBE Suka Makmur berkembang cukup baik, bahkan telah menjadi KUBE teladan di Provinsi Riau. KUBE Suka Makmur telah mampu mensejahterakan semua anggota kelompoknya. Interaksi sosial KUBE Suka Makmur juga cukup baik dengan masyarakat di sekitar Kelurahan Maharatu, khususnya disekitar Jalan Kertama Kota Pekanbaru. Namun kemanfaatan kelembagaan KUBE Suka Makmur belum dapat dinikmati oleh masyarakat Kelurahan Maharatu, khusunya para petani kebun sayur. Hal ini terjadi disebabkan terhentinya kelembagaan yang mengelola kegiatan usaha simpan pinjam, sehingga kelompok masyarakat lainnya yang mempunyai potensi yang cukup baik dalam menerima kemanfaatan tersebut menjadi gagal dalam menerima kemanfaatan penambahan modal usahanya, akibat modal yang telah ada tersebut kemudian menjadi tidak berkembang. Sangat disayangkan bahwa pendampingan yang telah dilakukan belum mampu merubah pola pikir anggota kelompok untuk tetap melanjutkan usaha simpan pinjam yang telah dikelola dengan baik. Sisi baiknya kelembagaan masyarakat tetap berkembang dengan adanya bantuan lain dari Dinas Pertanian dan Hortikultura Provinsi Riau maupun Kota Pekanbaru, sehingga semakin banyak masyarakat yang berusaha di bidang kebun sayur menjadi terbantu usahanya, walaupun modal yang baru ini tidak menjadi tambahan bagi memperkuat modal usaha yang telah ada. Kelembagaan KUBE Suka Makmur, baik pengurus, anggota dan usahanya saat ini telah melebur menjadi Gapoktan Karya Makmur. Saran saya sebagai RT. 06 hendaknya agar bantuan yang diberikan dapat bermanfaat bagi seluruh petani sayur yang ada di Kelurahan Maharatu, hendaknya pemerintah mau
91
membangun sebuah tempat pencucian sayuran yang bersih dan sehat, mengingat saat ini petani mencuci sayur di sungai kecil yang berada di Jalan Kertama, dengan kondisi air yang diragukan kebersihannya. Petikan wawancara di atas adalah sebagian kecil permasalahan yang didapat yang berpengaruh terhadap perkembangan kelembagaan KUBE. Dari hasil diskusi kelompok yang melibatkan pengurus, anggota, tokoh masyarakat serta kemudian dikomunikasikan kepada Dinas Sosial Provinsi Riau dibuat sebuah analisis permasalahan dengan bantuan alat analisis pohon masalah dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi hubungan sebab-akibat, serta menyusun hubungan tersebut menjadi pohon masalah (problem tree), seperti pada gambar 6. Kegiatan Kelembagaan (usaha) KUBE fakum
akibat Kelembagaan KUBE melemah
Prosedur Pendampingan belum mengarahkan pada keberlanjutan usaha
Mekanisme Pendampingan KUBE tidak berjalan dengan baik
Petujuk pelaksanaan belum mengatur tentang mekanisme pendampingan untuk keberlanjutan usaha
Terjadi perubahan kelembagaaan KUBE menjadi Gapoktan
Modal usaha habis dibagikan merata pada anggota kelompok
Bergantinya satker yang mendampingi komunitas, tanpa adanya serah terima kegiatan
Bantuan modal usaha dan Pendampingan yang ada di bidang pertanian
Koordinasi antar satker di lingkungan Pemprov Riau masih lemah dalam pelaksanaan kegiatan program pembangunan
Usaha Masyarakat dominan di bidang pertanian
Belum adanya aturan baku mengenai pembagian kegiatan program pembangunan di suatu komunitas
Potensi SDM maupun SDA menonjol dibidang pertanian
Tidak berjalannya aturan main dalam kelompok
Rendahnya partisipasi anggota kelompok
Gambar 6. Analisis Permasalahan Kelembagaan KUBE
sebab
92
Dari hasil analisis masalah di atas maka dibuat analisis tujuan yang digunakan sebagai dasar untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan yang akan dicapai serta mengidentifikasi tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Analisis tujuan ini dipakai sebagai dasar pembuatan rencana tindak lanjut kegiatan di masa yang akan datang. Hasil Analisis tujuan pada gambar 7. Kelembagaan (usaha) KUBE berjalan baik
Kelembagaan KUBE menguat Hasil Prosedur Pendampingan diarahkan pada keberlanjutan usaha
Mekanisme Pendampingan KUBE berjalan dengan baik
Revisi petunjuk pelaksanaan kegiatan, terutama pada mekanisme keberlanjutan usaha
Kelembagaan KUBE berjalan berdampingan dengan Gapoktan
Perkembangan modal usaha KUBE diperkuat dengan modal gapoktan
Begantinya satker pendamping masyarakat, dari dinas sosial kepada dinas tanam pangan dan hortikutura
Penguatan dan serah terima Pendampingan oleh 2 satker terkait
Penguatan Koordinasi antar satker di lingkungan Pemprov Riau dalam pelaksanaan kegiatan program pembangunan
Peningkatan kesempatan kerja masyarakat
Pembuatan dan pelaksanaan aturan baku mengenai pembagian kegiatan program pembangunan di suatu komunitas
Peningkatan Potensi SDM untuk pemanfaatan SDA
Mengembangkan sistem koordinasi antar satker
Penetapan dan penerapan aturan baku pelaksanaan program pembangunan
Berjalannya aturan main secara partisipatif
Peningkatan partisipasi anggota kelompok
Training teknis usaha
Tindakan
Pengemban gan usaha produktif baru
Penguatan kelembagaan usaha kelompok
Gambar 7. Analisis Tujuan Peningkatan Kelembagaan KUBE
Pembuatan dan pelaksanaan aturan main secara partisipatif
93
Berdasarkan analisis tujuan di atas maka dibuat strategi melalui tindakantindakan yang harus di ambil dalam memecahkan permasalahan KUBE dibagi atas dua tindakan yaitu tindakan pertama yang merupakan stretegi penguatan kelembagaan internal KUBE seperti pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pendampingan kelembagaan, pendampingan usaha kelompok melalui fasilitasi kerjasama,penciptaan jaringan usaha dan jaringan sosial (baik antar komunitas maupun lembaga formal), pendampingan pembuatan aturan main, pendampingan pengembangan usaha produktif baru, serta penguatan kapasitas melalui training teknis usaha maupun manajemen usaha. Tindakan kedua melalui penguatan sistem koordinasi dan sinergitas program pembangunan oleh satuan kerja terkait melalui kegiatan revisi petunjuk pelaksanaan kegiatan, terutama pada mekanisme keberlanjutan usaha, mengembangkan sistem koordinasi antar satker, serta penetapan dan penerapan aturan baku pada program pembangunan, terutama yang berkaitan dengan masyarakat dan upaya pemberdayaan masyarakat.
7.2. Rumusan Program Kelembagaan KUBE
Pemberdayaan
Keluarga
Miskin
Melalui
Penyusunan rencana kegiatan pemberdayaan keluarga miskin melalui penguatan kelembagaan KUBE di Kelurahan Maharatu Kota Pekanbaru dilaksanakan dengan metode diskusi kelompok
yang dihadiri oleh pengurus
kelompok dan anggota kelompok KUBE Suka Makmur dan 2 orang tokoh masyarakat Kelurahan Maharatu. Perencanaan program
tersebut disusun
berdasarkan hasil (1) identifikasi potensi, (2) analisis masalah dan analisis tujuan pengembangan kelembagaan KUBE. Program pemberdayaan yang akan dilaksanakan merupakan partsisipasi warga untuk menjawab permasalahan yang diprioritaskan pada pemecahan masalah dan kebutuhan warga. Melalui kegiatan diskusi, secara bersama-sama peserta merancang program, jenis kegiatan, tujuan dan indikator, langkah kebijakan, pelaksana program, waktu pelaksanaan , serta hal laninnya berkaitan dengan pengembangan kelembagaan KUBE.
94
7.2.1. Penyusunan Program Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui Penguatan Kelembagaan KUBE
Anggota kelompok KUBE Suka Makmur secara umum mempunyai usaha di bidang pertanian yaitu kebun sayur, pada awal pelaksanaan program pemberdayaan keluarga miskin secara umum merupakan petani
miskin yang
mempunyai modal terbatas dalam mengembangkan usahanya. Keberadaan program pemberdayaan keluarga miskin
yang diselenggarakan Dinas
Sosial
Provinsi Riau diharapkan dapat meningkatkan perekonomian keluarga miskin di Kelurahan Maharatu. Kelembagaan KUBE Suka Makmur yang berkembang baik di awal program hingga akhir program pendampingan kemudian menurun bahkan saat ini kegiatan kelembagaan maupun kegitan usaha bersama sudah tidak ada lagi atau dapat dikatakan fakum. Kejadian ini dipicu oleh berakhirnya program pendampingan pemberdayaan keluarga miskin di Kelurahan Maharatu yang kemudian timbulnya wacana pembagian aset KUBE yaitu modal usaha simpan pinjam secara merata kepada seluruh anggota kelompok. Kejadian ini sebenarnya dapat diantisipasi jika kegiatan pendampingan telah berhasil menyusun, menetapkan serta menjalankan aturan main secara partisipatif kepada seluruh anggota KUBE, sehingga fungsi-fungsi organisasi dan kelembagaan KUBE menjadi berjalan dan mampu menciptakan pola-pola hubungan yang lebih baik di tingkat internal kelompok maupun ekesternal kelompok. Pola Pendampingan yang dilakukan hendaknya juga mampu merubah pola pikir anggota kelompok untuk mempunyai kesadaran untuk dapat hidup mandiri serta kemampuan mengelola usaha bersama secara berkelanjutan. Penurunan aktivitas kelembagaan KUBE Suka Makmur juga disebabkan kurangnya kemampuan kelompok untuk menginisiasi dan memfasilitasi kerjasama usaha maupun memperluas jaringan usaha KUBE untuk kepentingan usaha kelompok maupun anggotanya. Untuk itu rumusan program pemberdayaan keluarga miskin melalui kelembagaan KUBE di masa yang akan datang harus dilaksanakan melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pendampingan untuk peningkatan partisipasi anggota kelompok, peningkatan kegiatan usaha kelompok, menyusun dan merencanakan kegiatan kelompok,
95
membuat aturan main yang baku untuk keberlanjutan usaha kelompok, serta kemampuan memperluas kerjasama dalam bentuk pengadaan akses permodalan, jaringan usaha dan sosial, peningkatan kapasitas teknis usaha dan kelembagaan anggota kelompok. Hal lainnya yang membuat kelembagaan KUBE melemah adalah masuknya program pemberdayaan sejenis yang berasal dari satuan kerja lain di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau dengan pendekatan kelembagaan yang berbeda dan tidak mempunyai kaitan apapun dengan program pemberdayaan keluarga miskin. Kejadian seperti ini bukan merupakan hal baru di masyarakat. Kejadian seperti ini telah banyak terjadi di desa maupun kelurahan di Provinsi Riau. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat koordinasi yang sangat lemah diantara satuan kerja dalam menjalankan kegiatan program pemberdayaan yang sama sama bertujuan mengentaskan kemiskinan tersebut. Masuknya program pemberdayaan yang berasal dari satuan kerja lain seharusnya akan menambah penguatan kelembagaan KUBE
maupun modal
usahanya. Kejadian sebaliknya terjadi disebabkan tidah adanya kesepakatan mengenai sistem koordinasi, mekanisme kolaborasi program, pembagian tugas, wewenang, batasan waktu pendampingan, kriteria yang jelas saat suatu satuan kerja masuk menggatikan peran satuan kerja lain atau saat kapan kolaborasi program dapat diterapkan pada suatu komunitas. Program Pemberdayaan Keluarga Miskin yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau sebenarnya telah menetapkan kapan berakhirnya suatu pendampingan dalam program pemberdayaan yang dilakukannya. Berakhirnya suatu pendampingan terjadi ketika suatu komunitas atau kelembagaannya telah dinilai mandiri atau sudah meningkat taraf hidupnya (tidak miskin lagi). Seharusnya ketika telah tercapai keaadan ini Dinas Sosial Provinsi Riau dapat berkoordinasi dengan dinas-dinas atau satuan kerja lainnya untuk membuat semacam serah terima program untuk dilanjutkan pengembangannya oleh satuan kerja yang lain, sehingga kelembagaan maupun modal usaha yang telah dikembangkan oleh komunitas tidah hilang dan habis, serta diharapkan menjadi bertambah melalui kegiatan yang dilaksanakan oleh satuan kerja lainnya tersebut. Dengan penguatan koordinasi dan sinergitas program, diharapkan kelembagaan masyarakat yang telah terbentuk di masyarakat tidak menjadi hilang atau berganti
96
ganti. Kelembagaan KUBE yang telah ada dapat menjadi bagian kelompok yang berada di bawah kelembagaan gabungan kelompok tani (Gapoktan), yang sama kedudukannya seperti kelompok-kelompok tani yang berada di bawah gapoktan, tanpa harus adanya perubahan sistem kelembagaan, baik struktur organisasi maupun manajemen usaha dan keuangannya. Berdasarkan paparan singkat di atas maka diperlukan sebuah rumusan yang baru mengenai pelaksanaan kegiatan pemberdayaan keluarga miskin dengan pendekatan strategi pemberdayaan masyarakat untuk penguatan kelembagaan KUBR dengan menekankan jalur koordinasi antar satuan kerja dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Provinsi Riau. 7.2.2. Tujuan Program Tujuan program ini dibuat didasarkan pada dua masalah pokok yang membuat kelembagaan KUBE menjadi melemah yaitu berasal dari dalam KUBE sendiri (pengurus dan anggota) serta yang berasal dari pengaruh luar, seperti tidak efektifnya sistem pendampingan, serta tidak adanya sinkronisasi dan kooordinasi yang baik diantara satuan kerja dalam menjalankan aktifitas program pembangunan. Tujuan program yang dibuat merupakan tujuan program untuk menjawab persoalan kelembagaan KUBE yang saat ini telah dinyatakan mandiri, akan
tetapi
dalam
kenyataan
di
lapangan
terjadi
penurunan
aktifitas
kelembagannya. Tujuan program tersebut, yaitu : 1. Penguatan kelembagaan KUBE
untuk meningkatkan kegitan usaha
ekonomi produktif masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. 2. Berjalannya pembuatan dan pelaksanaan aturan main KUBE secara partisipatif dengan tujuan utama keberlanjutan usaha. 3. Peningkatan kemampuan kelompok dalam mengelola permodalan yang telah berkembang serta mencari sumber tambahan modal baru untuk penguatan modal yang telah ada. 4. Peningkatan kesempatan kerja masyarakat memalui peningkatan sumber daya manusia untuk pemanfaatan sumber daya lokal potensial lainnya.
97
5. Memformulasikan kegiatan koordinasi untuk pencapaian sinergitas kegiatan program pemberdayaan masyarakat pada satuan kerja terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau 7.2.3. Sasaran Sasaran
program
penguatan
kelembagaan
KUBE
pada
program
pemberdayaan keluarga miskin di Kelurahan Maharatu adalah keluarga miskin yang tergabung pada kelompok usaha bersama (KUBE) yang telah mendapat modal keuangan dari Dinas Sosial Provinsi Riau, dimana modal tersebut dijadikan unit usaha simpan pinjam dan pengadaan sarana produksi pertanian. Sasaran program juga pada sinergitas pelaksanaan program pemberdayaan dalam hal ini Dinas Sosial Provinsi Riau serta Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau. Sasaran program juga termasuk upaya penguatan kelembagaan usaha masyarakat yang secara umum telah terbentuk di Kelurahan Maharatu yang diharapkan tetap terus berkembang dan saling menguatkan satu dengan yang lainnya. 7.2.4. Manfaat Program Program pemberdayaan keluarga miskin memalui penguatan kelembagaan masyarakat diharapkan dapat membawa perubahan bagi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan di Provinsi Riau umumnya serta Kelurahan Maharatu khusunya. Manfaat program yang dibuat meliputi: 1. Kelembagaan KUBE kembali berjalan , kemauan anggota KUBE meningkat dalam kegitan usaha
ekonomi
produktif masyarakat secara mandiri dan
berkelanjutan. 2. Pelaksanaan aturan main KUBE dapat dibuat secara partisipatif dengan tujuan utama keberlanjutan usaha. 3. Kemampuan kelompok dalam mengelola permodalan menjadi lebih baik serta secara bertahap mempunyai keinginan secara mandiri
mencari sumber
tambahan modal baru untuk penguatan modal yang telah ada. 4. Terjadi peningkatan kemampuan dalam pemanfaatan sumber daya local yang ada yang mendorong terjadinya peningkatan kesempatan kerja.
98
5. Tidak terjadi benturan program-program pemberdayaan masyarakat di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau 7.2.5. Hasil yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dalam pengembangan program pemberdayaan keluarga miskin melalui penguatan kelembagaan KUBE secara umum adalah kembali berjalannya usaha simpan pinjam dan aktivitas kelembagaan KUBE, serta masuknya kelembagaan KUBE sebagai bagian dari kelembagaan masyarakat yang lebih besar yaitu gabungan kelompok tani yang telah ada di Kelurahan Maharatu. Hasil konkritnya yaitu : 1. Kelembagaan KUBE berjalan baik dan menjadi bagian dari kelembagaan masyarakat yang lebih besar (gapoktan), terjadi peningkatan kegitan usaha ekonomi produktif masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. 2. Disepakati dan berjalannya aturan main KUBE secara partisipatif dengan tujuan utama keberlanjutan usaha. 3. Kelembagaan KUBE mampu mengelola permodalan yang telah berkembang serta mampu mencari sumber tambahan modal baru untuk penguatan modal yang telah ada. 4. Meningkatnya taraf hidup keluraga miskin melalui penciptaan kesempatan kerja baru dengan memanfaatkan sumber daya lokal potensial lainnya. 5. Terjadinya sinergitas pelaksanaan program pembangunan melalui kegiatan koordinasi dan disepakatinya batasan pelaksanaan program di tingkat satuan kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau, yang menjamin keberlanjutan setiap kegiatan program pembangunan. 7.2.6.
Alat Pencapaian Untuk mencapai tujuan dan menghasilkan yang diharapkan maka
direncanakan program pengembangan program pemberdayaan keluarga miskin melalui penguatan kelembagaan KUBE. Adapun kerangka logis untuk mencapai tujuan dapat di lihat pada tabel 14.
99
Tabel 14.
Kerangka Kerja Logis Program Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui Penguatan Kelembagaan KUBE
Tujuan 1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
Indikator Kinerja
Alat Verifikasi Monitoring, evaluasi dan pelaporan
Sasaran
Penguatan kelembagaan KUBE untuk meningkatkan kegitan usaha ekonomi produktif masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. Berjalannya pembuatan dan pelaksanaan aturan main KUBE secara partisipatif dengan tujuan utama keberlanjutan usaha. Peningkatan kemampuan kelompok dalam mengelola permodalan yang telah berkembang serta mencari sumber tambahan modal baru untuk penguatan modal yang telah ada. Peningkatan kesempatan kerja masyarakat memalui peningkatan sumber daya manusia untuk pemanfaatan sumber daya lokal potensial lainnya. Memformulasikan kegiatan koordinasi untuk pencapaian sinergitas kegiatan program pemberdayaan masyarakat pada satuan kerja terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau Manfaat
1. Kelembagaan dan usaha KUBE menguat, baik pelaksanaan aturan main, peningkatan partisipasi dan peningkatan taraf hidup pada tahun 2012 2. Tersinerginya kelembagaan usaha masyarakat yang didampingi beberapa satuan kerja pada tahun 2012
Pengurus dan anggota KUBE, masyarakat, Satuan Kerja lingkup Pemerintah Propinsi Riau , Dinas Sosial, Dinas Tanaman Pangan dan Horti, Dinas Peternakan, Dinas Perikanan, Dinas Perdagangan, Dinas koperasi,
Indikator Kinerja
Alat Verifikasi
Sasaran
Kelembagaan KUBE kembali berjalan , kemauan anggota KUBE meningkat dalam kegitan usaha ekonomi produktif masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. Pelaksanaan aturan main KUBE dapat dibuat secara partisipatif dengan tujuan utama keberlanjutan usaha. Kemampuan kelompok dalam mengelola permodalan menjadi lebih baik serta secara bertahap mempunyai keinginan secara mandiri mencari sumber tambahan modal baru untuk penguatan modal yang telah ada. Terjadi peningkatan kemampuan dalam pemanfaatan sumber daya
1. Aktifitas kelembagaan seperti pertemuan kelompok berjalan minimal 1 bulan sekali. 2. Peningkatan modal keuangan bertambah maksimal 200 % pada tahun 2012 3. Terciptanya aturan main yang menjamin keberlanjutan kelembagaan usaha kelompok, aturan main berjalan dan dilaksanakan secara partisipatif (Juni 2011). 4. Didapatnya kerjasama dan jaringan usaha kelompok minimal 2 kontrak kerjasama dengan pihak lain sampai juni 2011. 5. Sistem koordinasi antar satker di lingkungan Pemprov. Riau berjalan 3 bulan sekali, Kesepakatan dalam sinergitas kegiatan program pembangunan terjadi pada akhir tahun 2011.
Pendampingan, monitoring, evaluasi dan pelaporan
Pengurus dan anggota KUBE, masyarakat, Satuan Kerja lingkup Pemerintah Propinsi Riau , Dinas Sosial, Dinas Tanaman Pangan dan Horti, Dinas Peternakan, Dinas Perikanan, Dinas Perdagangan, Dinas koperasi,
100
5.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
local yang ada yang mendorong terjadinya peningkatan kesempatan kerja. Tidak terjadi benturan program program pemberdayaan masyarakat di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau Hasil Kelembagaan KUBE berjalan baik dan menjadi bagian dari kelembagaan masyarakat yang lebih besar (gapoktan), terjadi peningkatan kegitan usaha ekonomi produktif masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. Disepakati dan berjalannya aturan main KUBE secara partisipatif dengan tujuan utama keberlanjutan usaha. Kelembagaan KUBE mampu mengelola permodalan yang telah berkembang serta mampu mencari sumber tambahan modal baru untuk penguatan modal yang telah ada. Meningkatnya taraf hidup keluraga miskin melalui penciptaan kesempatan kerja baru dengan memanfaatkan sumber daya lokal potensial lainnya. Terjadinya sinergitas pelaksanaan program pembangunan melalui kegiatan koordinasi dan disepakatinya batasan pelaksanaan program di tingkat satuan kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau Hasil Akhir Peningkatan kesejahteraan keluarga miskin melalui penguatan kelembagaan KUBE yang disinergikan dengan kelembagaan lain yang setingkat atau lebih besar untuk keberlanjutan usaha produktif kelompok masyarakat
Indikator Kinerja
Alat Verifikasi
Sasaran
1. Berjalannya pertemuan kelompok miimal satu bulan sekali. 2. KUBE menjadi bagian dari kelembagaan Gapoktan, terjadi serah terima antar dua satuan kerja terkait pada tahun 2011. 3. Ditetapkannya aturan main dalam rapat anggota kelompok serta dilaksanakannya aturan main secara partisipatif 4. Transparansi pengelolalan keuangan pada kelembagaan KUBE, pembukuan dan informasi keuangan kelompok diketahui oleh anggota (setiap bulan ditampilkan pada papan pengumuman di kantor KUBE). 5. Kewirausahaan kelompok dan anggotanya , munculnya jenis minimal 2 jenis usaha baru baru untuk peningkatan kesempatan kerja
Pendampingan, monitoring, evaluasi dan pelaporan
Pengurus dan anggota KUBE, masyarakat, Satuan Kerja lingkup Pemerintah Propinsi Riau , Dinas Sosial, Dinas Tanaman Pangan dan Horti, Dinas Peternakan, Dinas Perikanan, Dinas Perdagangan, Dinas koperasi,
Indikator Kinerja
Alat Verifikasi
Sasaran
1. Tidak ada lagi anggota KUBE yang berada di garis kemiskinan pada tahun 2012
Monitoring, evaluasi dan pelaporan
Pengurus dan anggota KUBE, masyarakat, Satuan Kerja lingkup Pemerintah Propinsi Riau , Dinas Sosial, Dinas Tanaman Pangan dan Horti, Dinas Peternakan, Dinas Perikanan, Dinas Perdagangan, Dinas koperasi,
101
Alat Pencapaian 1. Penguatan kelembagaan kelompok melalui pembuatan dan pelaksanaan aturan main KUBE secara partisipatif yang difasilitasi pendamping serta dilaksanakan oleh seluruh anggota KUBE. 2. Pendampingan dan Pelaksanaan Pelatihan teknis usaha dan kelembagaan KUBE 3. Nota kesepahaman antar yang ditandatangani satuan kerja terkait yang menangani program pembangunan, terutama mengenai penetapan lokasi program, akhir pelaksanaan program, keberlanjutan usaha yang telah dilaksanakan, satuan kerja yang melanjutkan program, serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara bersama 4. Ditetapkannya aturan main secara formal dan dilaksanakan secara partisipatif oleh anggota
Indikator Kerja 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kelembagaan dan usaha produktif KUBE tetap berjalan dan berkembang serta merupakan salah satu bagian unit usaha dari gabungan kelompok tani yang ada di Kelurahan Maharatu. Aturan main yang dibuat, dilaksanakan dalam setiap kegiatan kelembagaan dan administrasi serta menjamin keberlanjutan usaha maupun kelembagaan usaha masyarakat. Serah terima pendampinganKUBE dari Dinas sosial kepada Dinas Tanaman Pangan dan hortikultura atau dinas terkait lainnya, setelah dinyatakan mandiri. Diterima dan diakuinya kelembagaan KUBE sebagai salah satu kelompok yang berada dibawah kelembagaan Gapoktan yang dibina oleh dinas pertanian terkait. Ditandatanganinya nota kesepahaman oleh pimpinan satuan kerja terkait, setelah dilakukannya kajian dan penyusunan rencana kerja secara bersama oleh tim koordinasi yang merupakan representasi satuan kerja terkait Dilaksanakannya hasil nota kesepahaman oleh setiap satker dan dimonitoring dan evaluasi secara bersama oleh tim koordinasi.
Alat Verifikasi
Sasaran
Pendampingan, monitoring, evaluasi dan pelaporan
Pengurus dan anggota KUBE, masyarakat, Satuan Kerja lingkup Pemerintah Propinsi Riau , Dinas Sosial, Dinas Tanaman Pangan dan Horti, Dinas Peternakan, Dinas Perikanan, Dinas Perdagangan, Dinas koperasi,
Dengan pelaksanaan kegiatan penguatan kelembagaan KUBE pada program pemberdayaan keluarga miskin oleh Dinas Sosial Provinsi Riau serta terjadinya koordinasi dan sinergitas pelaksanaan program pembangunan ke arah yang lebih baik diantara satuan kerja pelaksana kegiatan program pembangunan, diharapkan terjadi peningkatan kesejahteraan keluarga miskin melalui penguatan kelembagaan KUBE yang disinergikan dengan kelembagaan lain yang setingkat atau lebih besar untuk keberlanjutan usaha produktif kelompok masyarakat.
VIII. PENUTUP
8.1. Kesimpulan Berdasarkan kajian yang telah dilakukan pada program pemberdayaan keluarga miskin melalui kelembagaan kelompok usaha bersama (KUBE) di Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru,
maka
diperoleh beberapa kesimpulan: 1. KUBE Suka Makmur berdiri pada tahun 1998 dengan anggota awal sebanyak 23 orang. Tahapan perkembangan KUBE Suka Makmur dibagi atas beberapa tahapa perkembangan
yaitu tahap pertama Tahapan Persiapan
penumbuhan yang dimulai dari saat bantuan diterima
dan
dan saat anggota
kelompok mulai memanfaatkan bantuan pada tahap ini aktivitas kelembagaan masih kurang. Tahap kedua disebut sebagai tahap pengembangan yang ditandai dengan telah berkembang pesatnya asset bantuan yang diberikan, tahap ini ditandai dengan anggota kelompok yang telah mengerti dan paham mengenai fungsi dan tugas nya, anggota cenderung bertambah , administrasi lengkap, sudah layak, pengurus KUBE mampu menyusun proposal, iuran dan tabungan meningkat. Tahap ketiga sebagai tahap Mandiri tahap ini diketahui dengan dan ciri –ciri seperti
rapat anggota teratur, kehadiran
anggota dalam pertemuan kelompok lebih kurang 95 persen,
AD/ART
dijalankan dengan baik, administrasi organisasi dan keuangan lengkap dan tertib (laporan laba rugi), tabungan di bank meningkat, jenis usaha beragam, pengeluaran efektif, kebutuhan akan kredit meningkat , kelompok dilibatkan dalam kegiatan pembangunan kelurahan, serta telah mulai mampu menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan mikro dan bank Swasta atau Pemerintah. (khusus kriteria ini KUBE Suka Makmur belum mampu menjalankannya). Tahap keempat disebut sebagai tahap kemunduran,yang ditandai dengan tidak adanya lagi pendampingan serta dibagikannya seluruh asset kepada anggota. Kelembagaan KUBE melebur menjadi Gapoktan Karya Makmur dan menjadi kelompok tani
103
2. Program Pemberdayaan Keluraga Miskin dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau melalui kegiatan penguatan kelembagaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Suka Makmur telah berhasil mengentaskan kemiskinan anggota KUBE Suka Makmur memalui kegiatan usaha simpan pinjam untuk membantu modal usaha pertanian kebun sayur serta pengadaan sarana produksi pertanian, bantuan jatah hidup selama satu kali musim tanam seperti beras dan uang lauk pauk. Bantuan ini telah berhasil mengentaskan kemiskinan anggotanya uyang dilihat dari telah terjadinya penguasaan asset lahan, perumahan, pendidikan anak, kemampuan membeli kendaraan, bertambahnya kesempatan kerja serta meningkatnya pendapatan keluarga. 3. Untuk penguatan kelembagaan KUBE yang telah ada, dibuat bentuk rencana
tindak lanjut dengan tujuan akhir berupa peningkatan kesejahteraan keluarga miskin melalui penguatan kelembagaan KUBE yang disinergikan dengan kelembagaan lain yang setingkat atau lebih besar untuk keberlanjutan usaha produktif kelompok masyarakat, dengan hasil akhir yang diharapkan adalah: (a)Tidak ada lagi anggota KUBE yang berada pada status masyarakat miskin pada tahun 2012 serta; (b)Tersinerginya kelembagaan usaha masyarakat yang didampingi beberapa satuan kerja pada tahun 2012.
8.2
Saran
1. Dalam
menjalankan
program
pembangunan,
terutama
dalam
usaha
pengentasan kemiskinan. Pemerintah Provinsi harus dapat membuat sistem koordinasi yang baik antar satuan kerja maupun instansi vertikal lainnya yang berada di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Koordinasi yang baik ini disarankan dapat membentuk Tim yang solid yang merupakan representasi perwakilan satuan – satuan kerja pelaksana kegiatan pembangunan khususnya pemberdayaan masyarakat untuk pengentasan kemiskinan. Tim ini diharapkan mampu menformulasikan bentuk kegiatan masing-masing satker terkait sehingga tidak terkesan tumpang tinsih dalam pelaksanaan program. Tim ini diharapkan
dapat
menyusun
petunjuk
baku
pelaksanaan
program
pemberdayaan masyarakat yang berisi batasan – batasan kewenangan setiap satker, batas akhir pelaksanaan kegiatan, satker apa yang akan melanjutkan
104
program dan lain-lain, dengan tujuan terjadinya efektifitas dan keefisisenan pelaksanaan program baik waktu, biaya serta mobilisasi tenaga aparatur pemerintah. 2. Masyarakat hendaknya mampu merubah pola sikap dan prilakunya dalam memanfaatkan program pembangunan yang telah, sedang atau akan berjalan. Masyarakat hendaknya telah mulai berpikiran maju untuk menyatukan setiap modal usaha yang didapat dari berbagai pihak, dan mulai memikirkan bentuk kelembagaan yang formal dan mampu menjadi leader dalam menghimpun modal tersebut dalam bentuk badan usaha milik desa atau kelurahan, serta menjadikannya akses permodalan yang terpercaya di komunitasnya dengan prinsip-prinsip keadilan dan keterbukaan. 3. Setiap pembentukan kelompok-kelompok usaha masyarakat hendaknya dilakukan secara partisipatif dan tidak melalui tahapan yang tergesa-gesa dan terkesan dipaksakan untuk mencapai target proyek yang harus selesai. Untuk itu setiap program yang dikerjakan harus melalui perencanaan yang matang dan dimulai dengan kajian atau studi kelayakan.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto, 2001, ” Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas : Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis” , Jakarta, Lembaga Penerbit FE-UI Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Riau, 2004, ”:Pendataan Penduduk/ Keluarga Miskin Propinsi Riau”, Pekanbaru Balitbang Riau. Departemen Sosial RI Freedman, Mike dan Taogoe, Benyamin B, 2004 ”The Art and Discipline Of Strategic Leadership”, Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Kolopaking Lala M. Dan Tonny Fredian, 2007, ” Pengembangan Masyarakat dan Kelembagaan Pembangunan”, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat , Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Luthan, Fred, 2006, Prilaku Organisasi”, Penerbit Andi. Nasdian, Tonny Fredian dan Bambang Sulistyo Utomo, 2005, ”Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial”, Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Priyono, 1996, Pemberdayaan, Konsep dan Implementasi Centre Strategic For Internasional Studies” Jakarta. Panjaitan , K. Nurmala, 2007, ” Psikoligi Sosial Untuki Pembangunan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sarwono W Sarlito, 2000.” Pengantar Umum Psikologi”, Jakarta Bulan Bintang. Sutikno, Raja Bambang, 2007, ”The Power of Empathy In Leadership”, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Sumardjo dan Saharuddin, 2007, ”Metode-metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat”, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manuasia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Syaukat, Yusman dan Sutara Hendrakusumaatmadja, 2005,” Pengembangan Ekonomi Berbasis Lokal”, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Institut Pertaniaan Bogor.
106
Syahyuti, 2003, “Bedah Konsep Kelembagaan, Strategi Kelembagaan dan Penerapannya Dalam Penelitian Pertanian”, Bogor, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Wrihatnolo, Randi R, Dwi Djanijoto, Nugroho, Riant 2007, “manajeman Pemberdayaan”, Penerbit PT Elex Media Komputindo. Yun R, K, 2005, “Studi Kasus Desain dan Metode”, Jakarta, Raja Grafindo Persada. http://prov.bkkbn.go.id/dkijakarta/old/program_detail.php?prgid=16,12 Sep 2008 Suara Pembaruan, Sabtu, 20 September, 2008 http://halilintarblog.blogspot.com/2008/10/indikator-indikatorkemiskinan.html www.bkkbn.go.id,2009. Tingkat Kemiskinan di Inddonesia 14 persen, rabu 6 mei 2009. 07.15 Wib.
107
Lampiran 1. Perjanjian Kerjasama antara Departemen Sosial Provinsi Riau dengan KUBE Suka Makmur
108
109
110
Lampiran 2. 1. Dokumentasi Kegiatan Pemberdayaan Keluarga Miskin Dinas Sosial Provinsi Riau di KUBE Suka Makmur
111 2. Kegiatan Wawancara dengan Bapak Surapin Ketua KUBE Suka Makmur
3. Kegiatan Wawancara dengan Bapak Drs. Raja Agustiarman Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial
112 4. Kegiatan Wawancara dengan Bapak Drs. Alius Kasi Pemberdayaan Fakir Miskin dan KAT
5. Kegiatan Wawancara dengan Anggota KUBE Bapak Mulyuadi
113
6. Peninjauan Lapangan
7. Papan Nama Kube Suka Makmur
7. Papan Nama Kube Suka Makmur
8. Hasil Usaha Kube
114
8. Keadaan lahan usaha anggota kelompok KUBE Suka Makmur