ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan)
Oleh: MUTIARA PERTIWI A14304025
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN MUTIARA PERTIWI. Analisis Efektivitas Kelompok Usaha Bersama Sebagai Program Pemberdayaan Rakyat Miskin Perkotaan (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan). Dibawah bimbingan HERMANTO SIREGAR. Kemiskinan merupakan masalah nasional yang kompleks. Bahkan jumlah orang miskin dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan. Peningkatan penduduk miskin juga terjadi di Jakarta, pada tahun 2005 terdapat 316.200 penduduk miskin dan meningkat pada tahun 2006 menjadi 407.100 penduduk miskin berdasarkan data diolah dari Susenas modul konsumsi 2005 dan 2006. Namun, pada tahun 2007 angka kemiskinan mengalami penurunan. Hal ini menimbulkan pertanyaan, program apa yang telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan departemen sosial RI, saat ini pemerintah sedang menggalakkan program pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini ingin mengetahui efektivitas suatu program kemiskinan di Jakarta, sehingga peneliti merujuk pada program pemberdayaan rakyat miskin perkotaan pada kegiatan kelompok usaha bersama (KUBE). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Pesanggrahan, menganalisis efektivitas Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dalam program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah di Kecamatan Pesanggrahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE, merumuskan implikasi kebijakan atas pelaksanaan KUBE dalam program penanggulangan kemiskinan yang telah dijalankan. Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data selama bulan April sampai Juni 2008 di Kelurahan Ulujami dan Petukangan Utara, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan pengisian kuisioner oleh 55 orang anggota KUBE yang berasal dari 6 KUBE, yang dipilih dengan metode accidental sampling. Data tersebut diolah dengan menggunakan program Minitab14 dan Eviews 4.1. Analisis efektivitas dilakukan dengan menggunakan uji beda mean dua sampel berpasangan, yaitu menganalisis selisih antara pendapatan sebelum dan setelah bergabung dengan KUBE. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE dianalisis menggunakan model regresi berganda. Variabel bebas yang digunakan adalah pendidikan, pengalaman, pendampingan, dummy kedudukan, dan dummy kelompok. Variabel tak bebas yang diduga adalah pendapatan usaha KUBE. Pendapatan rata-rata penduduk miskin sebesar Rp 201.968 per kapita per bulan yang menunjukkan bahwa jumlah ini berada di bawah garis kemiskinan yaitu Rp 322.780 per kapita per bulan untuk wilayah Kotamadya Jakarta Selatan pada tahun 2006. Menurut jam kerja, penduduk miskin di Kecamatan Pesanggrahan rata-rata telah bekerja lebih dari 39 jam per minggu, sedangkan penduduk tidak miskin rata-rata bekerja lebih dari 74 jam per minggu. Hasil uji beda mean dua sampel berpasangan menghasilkan t-hitung sebesar 4,48 untuk RT miskin, 4,7 untuk RT tidak miskin dan 6,1 untuk keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa t-hitung lebih besar dari t-tabel yang digunakan sehingga
dapat disimpulkan bahwa program KUBE secara kuantitatif efektif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Hasil pendugaan pendapatan usaha KUBE menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 67 persen dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R-Sq adj) sebesar 63,6 persen. Angka (R-Sq) tersebut menunjukkan bahwa 67 persen keragaman dari variabel tak bebas (pendapatan KUBE per individu) dapat diterangkan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model. Hal ini bermakna bahwa model sudah baik. Hasil pendugaan model terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 95 persen terhadap pendapatan usaha secara individu adalah variabel pendampingan, dummy kedudukan dan dummy kelompok. Sedangkan variabel lain tidak berpengaruh nyata. Beberapa implikasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi angka kemiskinan di Kecamatan Pesanggrahan, antara lain: Peningkatan kreatifitas masyarakat dengan pelatihan-pelatihan; Memperbaiki pelaksanaan KUBE, program pemerintah yang dimulai dengan top-down seringkali hasilnya tidak optimal karena memaksakan suatu keadaan untuk diterima oleh masyarakat yang menerima bantuan; Meningkatkan monitoring pelaksanaan program, walaupun selama ini telah ada pendampingan namun tidak semua KUBE memperoleh pendampingan yang cukup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Pesanggrahan disebabkan oleh jam kerja rumah tangga miskin yang relatif lebih rendah dibandingkan rumah tangga tidak miskin sehingga pendapatannya juga rendah. Program KUBE terbukti efektif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat secara kuantitatif tetapi secara keseluruhan masih perlu dioptimalkan. Adanya pendampingan dan usaha yang dijalankan secara berkelompok meningkatkan pendapatan anggota KUBE. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut: Pendampingan terhadap KUBE perlu ditingkatkan dan dikembangkan sehingga efektifitas KUBE dalam meningkatkan keterampilan para anggota menjadi lebih tinggi dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan sasarannya secara lebih besar; KUBE sebaiknya berhubungan baik dengan Lembaga Keuangan Mikro Sosial (LKMS) sehingga sinergi diantara dua lembaga ini dapat berkelanjutan dan berkembang, hal ini diharapkan sangat membantu KUBE dalam masalah keuangan dan kemitraan terhadap pihak luar; Perlu diteliti efektifitas beberapa program penanggulangan kemiskinan lainnya yang telah dilakukan oleh pemerintah sehingga dapat diketahui program mana yang memiliki pengaruh yang lebih besar dalam mengurangi angka kemiskinan dan dicari bentuk sinergi atau kombinasi diantaranya agar efektivitasnya dalam menanggulangi kemiskinan lebih tinggi lagi.
ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan)
Oleh: MUTIARA PERTIWI A14304025
Skripsi Sebagai Bagian Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: Analisis Efektivitas Kelompok Usaha Bersama Sebagai Program Pemberdayaan Rakyat Miskin Perkotaan (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan)
Nama Mahasiswa : Mutiara Pertiwi NRP
: A14304025
Program Studi
: Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc NIP. 131803656
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131124019
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SAYA.
Bogor,
Agustus 2008
Mutiara Pertiwi A14304025
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, 25 Januari 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bambang Hermanto, Skom dan Umi Farida, Ssi. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas pada SMUN 2 Ciputat pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, menjadi anggota ICC (IPB Crisis Center) BEM KM IPB pada tahun 2004-2005, menjadi anggota KOPMA IPB, menjadi bagian dari BEM A Departemen Perekonomian pada tahun 2006-2007. Disamping kegiatan kemahasiswaan, penulis juga aktif menjadi asisten MK. Ekonomi Umum selama empat semester.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Efektivitas Kelompok Usaha Bersama Sebagai Program Pemberdayaan Rakyat Miskin Perkotaan (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan)” dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil laporan penelitian yang dilakukan oleh penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berusaha mengerjakan dan menyajikan skripsi ini dengan sebaikbaiknya. Namun, penulis tetap mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penelitian selanjutnya. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor,
Agustus 2008
Mutiara Pertiwi
UCAPAN TERIMAKASIH Penulisan skripsi merupakan tahap akhir dari proses pendidikan yang dijalani oleh penulis di Institut Pertanian Bogor. Dalam proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari kerjasama dan bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc sebagai dosen pembimbing skripsi atas masukan, arahan dan kerjasamanya selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Nindyantoro, MSP sebagai dosen penguji utama pada ujian skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 3. Tintin Sarianti, SP sebagai dosen penguji departemen pada ujian skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 4. Bapak Yono selaku pihak LKMS dan ibu Yetty selaku pihak Kecamatan urusan sosial serta warga Kelurahan Ulujami dan Kelurahan Petukangan Utara atas kerjasamanya selama ini. 5. Kedua orang tua yang selalu memberi perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis. 6. Saudara-saudara dan semua keluarga yang selalu mendoakan. 7. Teman-teman seperjuangan (epse’41, pns, maharani, dan SMUN 2 Ciputat) yang tak henti-hentinya memberi semangat, dukungan dan doa. 8. Dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xiv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2 Perumusan masalah .......................................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................
6
1.4 Kegunaan penelitian.......................................................................
6
1.5 Keterbatasan Penelitian .................................................................
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan ...................................................................................
8
2.2 Program Penanggulangan Kemiskinan ..........................................
16
2.2.1 Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) .....
18
2.2.2 Kelompok Usaha Bersama (KUBE) ......................................
19
2.3 Efektivitas......................................................................................
24
2.4 Hasil Penelitian terdahulu .............................................................
25
III.KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Regresi ...................................................................
29
3.1.2 Permasalahan OLS ...............................................................
31
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................
35
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .........................................................
38
4.2 Jenis dan Sumber Data ..................................................................
38
4.3 Teknik Penarikan Sampel ..............................................................
38
4.4 Metode Analisis Data 4.4.1 Analisis Deskriptif ................................................................
39
4.4.2 Analisis Efektivitas Program KUBE .....................................
39
4.4.3 Analisis Regresi Berganda ....................................................
40
4.4.4 Model Analisis .....................................................................
41
4.4.5 Koefisien Determinasi (R2) dan Adjusted R2 .........................
42
4.4.6 Pengujian untuk Masing-masing Parameter Regresi ..............
44
4.4.7 Pengujian Terhadap Model Penduga .....................................
45
4.4.8 Pengujian Terhadap Masalah Heteroskedastisitas .................
46
4.4.9 Pengujian Terhadap Masalah Multikolinearitas ....................
48
4.5 Hipotesis Penelitian .......................................................................
50
V. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Kemiskinan Jakarta Selatan ..............................................
51
5.2 Kondisi Fisik, Sosial, dan Ekonomi Kecamatan Pesanggrahan ......
52
5.2.1 Fasilitas Pendidikan ..............................................................
55
5.2.2 Fasilitas Kesehatan ...............................................................
55
5.3 Karakteristik Responden ................................................................
56
5.4 Pelaksanaan KUBE di Kecamatan Pesanggrahan ..........................
58
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kemiskinan di Kecamatan Pesanggrahan ......................................
62
6.2 Efektivitas Kelompok Usaha Bersama (KUBE) .............................
63
6.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan KUBE 6.3.1 Deskripsi Statistik Variabel-variabel Penelitian ....................
65
6.3.2 Hasil dan Pembahasan Model Dugaan ..................................
68
6.4 Implikasi Kebijakan .......................................................................
71
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ...................................................................................
73
7.2 Saran..............................................................................................
74
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
75
LAMPIRAN ............................................................................................
78
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia menurut Daerah, 1996 – 2007 .....................................................................
2.
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2006 – Maret 2007 ...................................
3.
2
3
Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota dan Jam Kerja per Minggu, 2006 ...................................................
5
4.
Indikator Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan ..............................
15
5.
Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2005 – 2006 .....................
52
6.
Kepadatan
Penduduk
Kecamatan
Pesanggrahan
Menurut
Kelurahan Tahun 2006 .................................................................
54
7.
Jumlah Fasilitas Pendidikan Menurut Kelurahan Tahun 2006 ........
55
8.
Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Kelurahan Tahun 2006..........
56
9.
Variabel Sosial ekonomi Responden .............................................
57
10. Variabel Demografi Responden .....................................................
58
11. Jenis dan Jumlah Bantuan Sarana KUBE Catering ........................
60
12. Rata-rata Pendapatan dan Jam Kerja Penduduk Miskin dan Tidak Miskin di Kecamatan Pesanggrahan ..............................................
62
13. Hasil Uji Beda Dua Mean Sampel Berpasangan Antara Pendapatan Sebelum dan Setelah Mengikuti KUBE .........................................
64
14. Jumlah Anggota KUBE berdasarkan Tingkat Pendidikan ..............
66
15. Hasil Pendugaan faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Individu Kelompok Usaha Bersama di Kecamatan Pesanggrahan ..
68
16. Matriks Korelasi ...........................................................................
69
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Pola Penyaluran Dana Program ...................................................
2.
Strategi Penanggulangan Kamiskinan Melalui Pemberdayaan
17
Usaha Mikro ..............................................................................
18
3.
Alur Kerangka Pemikiran ............................................................
37
4.
Pendapatan RT Miskin Sebelum dan Setelah KUBE ...................
63
5.
Pendapatan RT Tidak Miskin Sebelum dan Setelah KUBE .........
64
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman Garis Kemiskinan (Rp/Kap/Bln) Menurut Provinsi dan Daerah, Tahun 2005-2007 ......................................................................
79
2.
Kuisioner Penelitian ..................................................................
80
3.
Data dan Variabel-variabel Penelitian.........................................
82
4.
Pendapatan RT Miskin Sebelum dan Setelah Mengikuti KUBE serta Pekerjaan Utama Responden Selain KUBE ........................
5.
85
Pendapatan RT Tidak Miskin Sebelum dan Setelah mengikuti KUBE serta Pekerjaan Utama Responden Selain KUBE.............
86
6.
Hasil Pengolahan dengan Minitab 14..........................................
87
7.
Hasil Pengolahan dengan Eviews 4.1 .........................................
88
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria yang tidak dijalankan mengakibatkan ketimpangan kepemilikan dan pengelolaan atas sumber-sumber agraria. Hal ini menyebabkan makin
tingginya
jumlah
buruh
migran,
pengangguran,
urbanisasi
dan
meningkatnya keluarga petani yang tidak memiliki lahan pertanian1. Urbanisasi merupakan pilihan yang rasional bagi para migran, tetapi urbanisasi tersebut akan menimbulkan masalah tenaga kerja, baik pengangguran maupun setengah pengangguran, yang diikuti dengan meluasnya aktivitas sektor informal di kota. Menurut Direktur Institute for Democracy & Society Empowerment (IDSE) Yogyakarta Hendrizal, hal ini akan mengakibatkan kualitas hidup para migran menjadi minim, kebanyakan mereka hanya mampu hidup secara subsistem dan kondisi ini akan menimbulkan gejala kemiskinan2. Jakarta merupakan wilayah Ibukota negara yang merupakan pusat beberapa kegiatan baik ekonomi, pariwisata dan pendidikan. Daya tarik Jakarta ini merupakan salah satu faktor yang mendorong urbanisasi ke Jakarta meningkat dan kemiskinan Jakarta terus bertambah. Kemiskinan merupakan masalah nasional yang kompleks. Bahkan jumlah orang miskin dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan seperti pada Tabel 1. Peningkatan penduduk miskin juga terjadi di Jakarta, pada tahun 2005 terdapat 316.200 penduduk miskin dan meningkat pada tahun 2006 menjadi 1
Pandangan dan Sikap Politik Organisasi Rakyat di Indonesia terhadap International Conference on Agrian Reform and Rural Development (ICARRD). http://groups.google.co.id/group/eksseminari/browse_thread/96a5ccc98578e37c. diakses 25 Agustus 2008. 2 Urbanisasi Pasca Mudik. http://chairulakhmad.wordpress.com/2007/11/15/urbanisasi-pascamudik/. diakses 12 April 2008.
407.100 penduduk miskin berdasarkan data diolah dari Susenas modul konsumsi 2005 dan 2006. Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia menurut Daerah, 1996-2007 Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Persentase Penduduk Miskin Tahun Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa 1996 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47 1998 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,23 1999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43 2000 12,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19,14 2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41 2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20 2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42 2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66 2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75 2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), 2007 Pemerintah telah banyak merumuskan program penanggulangan kemiskinan bahkan telah terbentuk suatu Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) untuk menyelesaikan masalah kemiskinan ini. Kebanyakan program yang telah dilaksanakan bukan merupakan program yang berkelanjutan dan hanya membuka akses pangan dan kesehatan pada saat tertentu saja. Program penanggulangan kemiskinan diperlukan untuk dapat menunjang kelangsungan hidup penduduk miskin secara berkelanjutan. Berdasarkan data BPS 2007 mengenai garis kemiskinan dan jumlah orang miskin pada tahun 2007 telah mengalami penurunan seperti pada Tabel 2. Hal ini menimbulkan pertanyaan, program apa yang telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan departemen sosial RI, saat ini pemerintah
sedang
menggalakkan
program
pemberdayaan
masyarakat.
Pemberdayaan ini dimaksudkan agar program yang dilakukan pemerintah saat ini dapat menunjang kehidupan penduduk miskin secara berkelanjutan. Program pokok dalam pemberdayaan fakir miskin dibagi menjadi dua bagian, yaitu program penanggulangan kemiskinan kronis dan program penanggulangan kemiskinan transient serta program terpadu pengembangan desa miskin/adopsi desa miskin. Tabel 2. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Daerah, Maret 2006-Maret 2007 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Jumlah Daerah/ Penduduk Persentase Bukan Tahun Makanan Total Miskin Penduduk Makanan (Juta) Miskin Perkotaan Maret 2006 126.163 48.127 174.290 14,49 13,47 Maret 2007 132.258 55.683 187.942 13,56 12,52 Perdesaan Maret 2006 102.907 27.677 130.584 24,81 21,81 Maret 2007 116.265 30.572 146.837 23,61 20,37 Kota+Desa Maret 2006 114.125 37.872 151.997 39,30 17,75 Maret 2007 123.992 42.704 166.697 37,17 16,58 Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2006 dan Maret 2007 Program penanggulangan kemiskinan kronis terdiri dari pemberdayaan fakir miskin di wilayah hutan kemasyarakatan, pemberdayaan fakir miskin di wilayah perdesaan, pemberdayaan fakir miskin di wilayah sub urban (desa-kota), pemberdayaan fakir miskin di wilayah perkotaan, pemberdayaan fakir miskin di wilayah pesisir pantai, pemberdayaan fakir miskin di wilayah kepulauan terpencil, pemberdayaan fakir miskin di wilayah perbatasan antar negara, pemberdayaan fakir miskin di wilayah pertambangan dan industri. Sedangkan program penanggulangan kemiskinan transient terdiri dari pemberdayaan fakir miskin eks korban bencana alam, dan pemberdayaan fakir miskin eks bencana sosial (Depsos, 2005).
Penelitian ini ingin mengetahui efektivitas suatu program penanggulangan kemiskinan di Jakarta, sehingga peneliti merujuk pada program pemberdayaan fakir miskin perkotaan pada kegiatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). KUBE merupakan kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif fakir miskin yang ditujukan untuk meningkatkan motivasi untuk lebih maju, meningkatkan interaksi dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumberdaya sosial ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan mengembangkan akses pasar, melaksanakan usaha kesejahteraan sosial dan menjamin kemitraan sosial ekonomi dengan berbagai pihak yang terkait. KUBE di Jakarta mulai dilaksanakan pada tahun 2005 pada setiap kotamadya dipilih satu Kecamatan sebagai daerah pelaksanaan. Dalam penelitian ini, Jakarta selatan dipilih sebagai daerah penelitian berdasarkan data persentase penduduk bekerja menurut provinsi/kabupaten/kota seperti pada Tabel 3. Jakarta Selatan memiliki persentase penduduk yang bekerja kurang dari 15 jam, 36 jam dan 42 jam relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan wilayah lain. Hingga tahun 2007, telah terdapat tiga kecamatan sebagai tempat pelaksanaan KUBE di Jakarta Selatan. Setiap tahunnya jumlah KUBE yang dibentuk serta dana yang dialokasikan pada Lembaga Keuangan Mikro Sosial (LKMS) berbeda-beda. Pada tahun 2005 hanya dibentuk 3 KUBE di Kecamatan Kebayoran Lama, pada tahun 2006 telah dibentuk 40 KUBE di Kecamatan Pesanggrahan dan pada tahun 2007 dibentuk 13 KUBE di Kecamatan Tebet. Dalam penelitian ini akan dibahas KUBE yang dibentuk pada tahun 2006 dengan pertimbangan bahwa KUBE yang dibentuk dalam jumlah yang cukup banyak.
Tabel 3. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota dan Jam Kerja per Minggu, 2006 Kode Kabupaten/kota < 42 jam < 36 jam < 15 jam 1 Kab.Adm. Kepulauan Seribu 18,66 8,24 0 71 Kota Jakarta Selatan 36,1 14,2 3,61 72 Kota Jakarta Timur 34,47 11,65 2,35 73 Kota Jakarta Pusat 30,55 12,55 1,93 74 Kota Jakarta Barat 30,13 12,73 2,01 75 Kota Jakarta Utara 29,05 12,42 2,05 Provinsi DKI Jakarta 32,48 12,73 2,47 Sumber: BPS, 2007 1.2 Perumusan Masalah Selama ini kemiskinan direduksi menjadi suatu rumusan teknis yang sempit. Pengukuran kemiskinan yang hanya bertumpu pada indeks konsumsi beras telah mengurangi konteks dan kompleksitas persoalan yang sebenarnya. Di sisi lain, respon kebijakan juga simplitis yang hanya memberikan solusi kebijakan yang bersifat umum. Seakan semua persoalan kemiskinan mempunyai latar belakang yang seragam (KIKIS, 2000). Dalam kenyataan, masing-masing wilayah memiliki penyebab kemiskinan yang berbeda dengan daerah lainnya. Kemiskinan yang dimaksud dapat dinilai dari berbagai konsep kemiskinan yang ada. Dalam hal ini perlu diketahui bagaimana kemiskinan yang terjadi di kecamatan pesanggrahan berdasarkan konsep kemiskinan absolut yang dianut oleh BPS? Kemiskinan yang selalu menjadi masalah tahunan di Indonesia membuat pemerintah lebih serius dalam menangani masalah kemiskinan ini. Berbagai departemen/instansi pemerintah telah merumuskan dan melaksanakan berbagai program penanggulangan kemiskinan. Dana pemerintah yang dialokasikan untuk penaggulangan kemiskinan juga bukan dana yang sedikit. Tetapi angka kemiskinan yang terjadi tetap masih tinggi. Sehingga perlu diketahui bagaimana
efektivitas dari program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah (dalam penelitian ini adalah KUBE yang dilaksanakan di Kecamatan Pesanggrahan pada tahun 2006)? Serta faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan suatu KUBE? Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan yang terjadi khususnya di Ibukota. Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh, bagaimana rujukan bagi pemerintah dalam melaksanakan kebijakan selanjutnya? 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Pesanggrahan. 2. Menganalisis efektivitas Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dalam program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah di Kecamatan Pesanggrahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE. 3. Merumuskan implikasi kebijakan atas pelaksanaan KUBE dalam program penanggulangan kemiskinan yang telah dijalankan. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian
ini
diharapkan
berguna
bagi
peneliti
terutama
dalam
mengaplikasikan teori-teori yang telah diperoleh selama kuliah dan sebagai pengalaman yang berharga. Hasil penilitian ini diharapkan berguna bagi instansi terkait (Walikota Jakarta Selatan, Departemen Sosial, Dinas Bina Spiritual dan Kesejahteraan Sosial dan Lembaga Keuangan Mikro Sosial Kecamatan Pesanggrahan)
sebagai
acuan
dalam
perumusan
program-program
penanggulangan kemiskinan lebih lanjut. Serta berguna bagi mahasiswa sebagai bahan referensi penelitian berikutnya. 1.5 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan variabel pendidikan hanya berdasarkan lamanya dalam tahun seorang responden memperoleh pendidikan formal, belum membedakan antara Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang memiliki lama tahun sekolah yang sama tetapi tingkat keahlian atau pengetahuan atas suatu bidang usaha yang berbeda. Pengalaman usaha yang digunakan merupakan pengalaman usaha yang luas dan belum memperhitungkan keterkaitan usaha responden dengan usaha KUBE.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi warga masyarakat yang tidak mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan. Sedangkan fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak memiliki sumber mata pencarian dan tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan (PP Nomor 42 Tahun 1981pasal 1 ayat (1)). Kemiskinan adalah kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau essensial sebagai manusia. Kebutuhan asasi ini meliputi kebutuhan akan substitensi, afeksi, keamanan, identitas kultural, proteksi, kreasi, kebebasan, partisipasi, dan waktu luang. Dengan adanya kebutuhan asasi tersebut, terjadilah berbagai jenis kemiskinan diantaranya. Kemiskinan substitensi terjadi karena rendahnya pendapatan, tak terpenuhinya kebutuhan akan sandang, pangan, papan serta kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. Kemiskinan perlindungan terjadi karena meluasnya budaya kekerasan atau tidak memadainya sistem perlindungan atas hak dan kebutuhan dasar. Kemiskinan afeksi terjadi karena adanya bentuk-bentuk penindasan, pola hubungan eksploitatif antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam. Kemiskinan pemahaman terjadi karena kualitas pendidikan yang rendah, selain faktor kuantitas yang tidak mampu memenuhi kebutuhan. Kemiskinan partisipasi terjadi karena adanya diskriminasi dan peminggiran rakyat dari proses pengambilan keputusan. Kemiskinan identitas terjadi karena
dipaksakannya nilai-nilai yang asing terhadap budaya lokal yang mengakibatkan hancurnya nilai sosio kultural yang ada (KIKIS, 2000). Chambers dalam Khairullah (2003) menyatakan kemiskinan yang disebut kemiskinan mutlak sebagai kondisi hidup yang ditandai dengan kekurangan gizi, tuna aksara, wabah penyakit, lingkungan kumuh, mortalitas bayi yang tinggi, dan harapan hidup yang rendah. Kemiskinan merupakan keadaan yang kompleks dan menyangkut banyak faktor yang saling terkait dan menyebabkan orang-orang dalam kategori miskin tetap berada dalam perangkap ketidakberdayaan. Faktor yang saling berkaitan tersebut seperti adanya pendapatan yang rendah, kelemahan fisik, isolasi atau keterasingan, kerawanan, dan tidak memiliki kekuatan politik dan tawar-menawar. Ada tiga macam konsep kemiskinan yang paling sering dijadikan acuan yakni: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan subyektif (Sunyoto Usman, 2003). Kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang konkret (a fixed yardstick). Ukuran itu lazimnya berorientasi pada kebutuhan hidup minimum anggota masyarakat (sandang, pangan, dan papan). Konsep kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan the idea if relative standart, yaitu dengan memperlihatkan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya adalah kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya, dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu lain. Konsep kemiskinan semacam ini lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan (in terms of judgement) anggota masyarakat tertentu, dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup. Sedangkan kosep kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal a fixed yardstick dan tidak
memperhitungkan the idea of relative standard. Kelompok yang menurut kita berada dibawah garis kemiskinan boleh jadi tidak menganggap dirinya sendiri miskin dan demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu konsep kemiskinan semacam ini dianggap lebih tepat apabila dipergunakan untuk memahami kemiskinan
dan
merumuskan
cara
atau
strategi
yang
efektif
untuk
penanggulangannya. Emil Salim dalam Sumodiningrat (1999) mengemukakan sekurangnya ada lima ciri penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Pertama, pada umumnya mereka tidak mempunyai faktor produksi seperti tanah, modal atau keterampilan sehingga kemampuan untuk memperoleh pendapatan menjadi terbatas. Kedua, mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Ketiga, tingkat pendidikan mereka umumnya rendah karena waktu mereka tersita untuk mencari nafkah dan untuk mendapatkan penghasilan. Keempat, kebanyakan mereka tinggal di pedesaan. Kelima, mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak didukung oleh keterampilan yang memadai. Sajogyo (1977) menggunakan hubungan tingkat pengeluaran rumah tangga dengan ukuran kecukupan pangan dalam menetapkan garis kemiskinan. Tingkat pengeluaran setara kurang dari 240 kg nilai tukar beras per kapita per tahun tergolong miskin sekali dan tingkat pengeluaran setara kurang dari 180 kg nilai tukar beras per kapita per tahun tergolong paling miskin untuk pedesaan. Sedangkan tingkat pengeluaran setara kurang dari 360 kg nilai tukar beras per kapita per tahun tergolong miskin sekali dan tingkat pengeluaran setara kurang dari 270 kg nilai tukar beras per kapita per tahun tergolong paling miskin untuk
perkotaan. Adapun yang tergolong miskin adalah mereka yang mempunyai tingkat pengeluaran setara kurang dari 320 kg nilai tukar beras per kapita per tahun untuk pedesaan dan 480 kg nilai tukar beras per kapita per tahun untuk perkotaan. Sejak tahun 1976 Badan Pusat Statistik (BPS) membuat perkiraan jumlah penduduk miskin (dibedakan antara wilayah perdesaan, perkotaan dan provinsi di Indonesia) dengan berpatokan pada pengeluaran rumah tangga menurut data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Penduduk miskin ditentukan berdasarkan pengeluaran atas kebutuhan pokok, yang terdiri dari bahan makanan maupun bukan makanan yang dianggap ’dasar’ dan diperlukan selama jangka waktu tertentu agar dapat hidup secara layak. Dengan cara ini, maka kemiskinan diukur sebagai tingkat konsumsi per kapita dibawah suatu standar tertentu yang disebut sebagai garis kemiskinan. Mereka yang berada di bawah garis kemiskinan tersebut dikategorikan sebagai miskin. Garis kemiskinan BPS menurut provinsi dan daerah dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa gris kemiskinan untuk masing-masing daerah (kota dan desa) serta provinsi berada pada tingkat yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengeluaran untuk kebutuhan pokok yang berbeda mungkin disebabkan oleh kebutuhan yang berbeda atau harga yang berbeda untuk kebutuhan pokok yang sama. Menurut Sen (1999) dalam Siregar, Wahyuniarti dan Achsani (2007) kemiskinan lebih terkait pada ketidakmampuan untuk mencapai standar hidup tersebut dari pada apakah standar hidup tersebut tercapai atau tidak. Seseorang dapat dikatakan miskin atau hidup dalam kemiskinan jika pendapatan atau
aksesnya terhadap barang dan jasa relatif rendah dibandingkan rata-rata orang lain dalam perekonomian tersebut. Secara absolut, seseorang dinyatakan miskin apabila tingkat pendapatan atau standar hidupnya secara absolut berada di bawah tingkat subsisten. Ukuran subsistensi tersebut dapat diproksi dengan garis kemiskinan. Secara umum, kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar standar atas setiap aspek kehidupan. Menurut Muttaqien (2005) secara umum penyebab kemiskinan dapat dianalisis dari akibat yang terjadi. Kemiskinan yang terjadi di perkotaan dan pedesaan memiliki penyebab yang khas. Daerah pedesaan cenderung didominasi lahan pertanian sehingga penyebab kemiskinan paling utama dapat diprediksi dari sektor tersebut. Kurangnya pemerataan pembangunan saat ini turut memperparah keadaan. Kemiskinan di perkotaan merupakan imbas dari kemiskinan di pedesaan yang menyebabkan arus urbanisasi meningkat. Kemampuan kota yang terbatas namun terus-menerus mendapat input dari pedesaan membuat daya dukung kota melemah. Puncaknya, berbagai pemukiman kumuh (slum), kriminalitas dan pengangguran menjadi makin meningkat. Kemiskinan yang terjadi di pedesaan menyebabkan kesejahteraan masyarakat menjadi rendah. Pendapatan masyarakat yang rendah dan tingginya tingkat pengangguran menyebabkan meningkatnya arus migrasi ke kota (urbanisasi). Hal ini justru menimbulkan masalah baru di desa dan terutama di kota. Secara umum kemiskinan di pedesaan disebabkan oleh:
Faktor pendidikan yang rendah.
Terjadinya ketimpangan kepemilikan lahan pertanian. Tanah pertanian hanya dikuasai tuan tanah, sedangkan masyarakat miskin hanya menjadi buruh tani.
Tidak meratanya investasi dibidang pertanian.
Rendahnya perhatian pemerintah dalam bidang pertanian. Selama ini bidang pertanian selalu termarjinalkan. Pemerintah berorientasi pada pembangunan sektor industri. Fondasi pertanian ternyata masih rapuh. Kebijakan pertanian belum mendukung pertanian.
Kebijakan pembangunan bertumpu di kota. Arus lalu lintas uang dan barang lebih besar terjadi di kota.
Budaya pemerintah yang buruk (bad governance). Hal ini berakibat pada buruknya pelayanan pemerintah pada publik. Sistem birokrasi mejadi panjang dan rumit.
Sistem pertanian yang masih menggunakan cara tradisional.
Tingkat kesehatan yang mengkhawatirkan.
Rendahnya produktivitas masyarakat dibidang pertanian.
Budaya masyarakat yang tidak disiplin, kurang suka bekerja keras, dan cenderung agraris. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kemiskinan di perkotaan antara
lain:
Terjadinya arus urbanisasi besar-besaran dari desa. Migrasi yang besar tanpa disertai peningkatan daya dukung kota akan menyebabkan efek negatif bagi kota tersebut.
Tingkat pendidikan yang rendah. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin sulit melakukan mobilitas vertikal dalam hal pekerjaan dan peran dalam masyarakat.
Tingginya angka pengangguran, terutama pada usia produktif.
Penataan kota yang belum baik, meliputi sistem transportasi, pemukiman dan lain-lain.
Regulasi atau peraturan yang kurang mendukung mulai dari sitem RTRW (Rancangan Tata Ruang dan Wilayah) dan peraturan investasi yang kurang mendukung.
Tata pemerintahan yang buruk (bad governance) sehingga pelayanan publik (public service) menjadi buruk dan mendukung terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Sistem perpolotikan yang tidak stabil, terutama terjadi di tingkat daerah.
Terjadinya ketidakadilan dalam pendapatan antara berbagai jenis pekerjaan dan berbagai golongan.
Rencana pembangunan yang belum berpihak kepada rakyat kecil dan cenderung ke arah konglomerasi.
Kebijakan otonomi daerah. Kemampuan tiap daerah berbeda. Daerah kaya memiliki kemungkinan lebih besar membuat rakyatnya lebih sejahtera. Di daerah miskin, berlaku hal sebaliknya. Secara umum, kemiskinan di pedesaan dan di perkotaan memiliki faktor
penyebab yang hampir sama. Kemiskinan di pedesaan akan berimbas pada kota melalui urbanisasi. Sebagian besar kemiskinan terjadi di pedesaan. Namun kemiskinan di perkotaan adalah hal yang paling mudah dipantau karena arus informasi lebih baik daripada di pedesaan. Kemiskinan di wilayah pedesaan dan perkotaaan dapat dijabarkan dalam indikator-indikator yang dapat diihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Indikator Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Indikator Kemiskinan Pedesaan Indikator Kemiskinan Perkotaan Kurangnya kesempatan memiliki lahan pertanian. Pertanian merupakan mata usaha paling utama bagi penduduk pedesaan. Kurangnya modal bagi penduduk pedesaan. Arus uang di wilayah pedesaan tidak setinggi di kota. Hal ini wajar, mengingat secara umum kota lebih menggantungkan pada perdagangan dan perindustrian sehingga lalu lintas uang lebih besar daripada di desa yang menggantungkan hidup pada pertanian. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat desa. Terbatasnya lapangan pekerjaan, biasanya hanya menggantungkan pada pertanian dan kelautan. Rendahnya kualitas kesehatan masyarakat. Kurangnya kesempatan memperoleh kredit usaha. Kurangnya produktivitas usaha. Kurangnya pendidikan yang berkualitas. Kurang terpenuhinya kebutuhan dasar (sandang, pangan dan papan). Sistem pertanian masih bertumpu pada cara tradisional. Sistem Pemerintahan yang buruk (bad governance), terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Kurangnya akses akan informasi. Kurangnya akses mendapatkan air bersih. Lingkungan yang kurang mendukung, seperti kekeringan berkepanjangan. Kurangnya partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan publik pada tingkat yang lebih tinggi. Kurangnya budaya menabung, investasi dan disiplin dalam masyarakat.
Kurangnya kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak dan dapat memenuhi kehidupan yang standar. Kesempatan pendidikan yang kurang adil. Biasanya lebih didominasi kelompok kaya. Terjadinya ketimpangan pendapatan antara golongan kaya dan golongan miskin. Tata pemerintahan yang buruk (bad governance) menyebabkan lemahnya pelayanan kepada publik (public service) dan terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Kurang terpenuhinya kebutuhan dasar (sandang, pangan dan papan) yang memadai. Biasanya kemiskinan akan menimbulkan pemukiman kumuh (slum), kekurangan makanan akan menimbulkan tingkat kesehatan yang rendah dan rentan terhadap penyakit. Akses informasi yang kurang. Tingkat kriminalitas yang tinggi. Terbatasnya sumberdaya ekonomi strategis. Mereka akan menempati pekerjaan yang memiliki penghasilan rendah. Biasanya tersebar pada sektor informal. Kurangnya partisipasi dalam perpolitikan/pemerintahan menyebabkan kurang berperan dalam pengambilan keputusan publik. Sistem penataan kota yang kacau mulai dari perumahan, perkantoran, transportasi dan regulasi.
2.2 Program Penanggulangan Kemiskinan Masalah kemiskinan merupakan salah satu masalah penting yang harus ditanggulangi oleh pemerintah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dengan melakukan pemberdayaan masyarakat. Sasaran pemberdayaan itu adalah terciptanya manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam sasaran jangka panjang kedua sasaran ini ditegaskan kembali dengan menggaris bawahi terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju, moderen dan mandiri dalam suasana tentram dan sejahtera lahir dan batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara berdasarkan Pancasila (BPS, 2005). Telah banyak dilakukan berbagai program untuk menanggulangi kemiskinan yang terjadi di Indonesia, diantaranya program terpadu Program Keluarga Sejahtera (Prokesra) untuk Memantapkan Program Menghapus Kemiskinan (MPMK) yang dirancang oleh Menteri Negara Kependudukan/Badan Koordonasi Keluarga Berencana Nasional pada tahun 1997, program pembangunan keluarga sejahtera merupakan kelanjutan dari upaya membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera yang dimulai pada tahun 1970, program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang pelaksanaanya dikoordinasikan oleh Departemen Dalam Negeri (Depdagri) yang bertujuan membantu 22,5 juta jiwa penduduk miskin, Program Kesejahteraan Sosial (Prokesos) berperan dan memberikan sumbangan kepada penghapusan kemiskinan dan program pembangunan keluarga dan penduduk melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) serta upaya pengembangan wilayah melalui Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK).
Gambar 1. Pola Penyaluran Dana Program Terdapat paradigma baru dalam penanggulangan kemiskinan. Sasaran dalam paradigma ini adalah pembangunan manusia, langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan perubahan struktur masyarakat antara lain: kesempatan kerja/berusaha,
peningkatan
kapasitas/pendapatan,
perlindungan
sosial/
kesejahteraan, dan yang menjadi fokus adalah penduduk miskin produktif pada kisaran usia antara 15-55 tahun. Dalam paradigma ini peranan stakeholder dibagi menjadi empat bagian yaitu pemerintah sebagai fasilitator, masyarakat sebagai pelaku usaha, perbankan sebagai sumber pembiayaan, dan Konsultan Keuangan Mitra
Bank
(KKMB)/Business
Development
Services
(BDS)
sebagai
pendamping. Tujuan yang ingin dicapai adalah masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan. Strategi penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat yaitu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peran aktif masyarakat dalam mewujudkan pemenuhan kebutuhan hidup, meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi serta memperkukuh martabat manusia dan bangsa. Hal ini akan dicapai dengan dua upaya yaitu mengurangi beban orang miskin dan meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat miskin produktif. Pola penyaluran dana program dapat dilihat lebih jelas pada
Gambar 1. sedangkan strategi penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pada Gambar 2.3
Gambar 2. Strategi Penanggulangan Kemiskinan melalui Pemberdayaan Usaha Mikro 2.2.1 Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsipprinsip universal. [Dikutip dari : Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005]4. 3
Prof.Dr.Gunawan W. Program Penanggulangan Kemiskinan. http://kfm.depsos.go.id/mod.php?mod=userpage&page_id=1. diakses 19 Agustus 2008. 4 Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). http://www.p2kp.org/aboutdetil.asp?mid=1&catid=5&. diakses 29 agustus 2008.
Tujuan program ini adalah terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilainilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan berorientasi pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya; Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan ke pelayanan sosial, prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk membangun kerjasama dan kemitraan sinergi ke berbagai pihak terkait, dengan menciptakan kepercayaan pihak-pihak terkait tersebut terhadap lembaga masyarakat (BKM); Mengedepankan peran Pemerintah kota/kabupaten agar mereka makin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui pengokohan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya, maupun kemitraan dengan masyarakat serta kelompok peduli setempat. Kelompok sasaran P2KP mencakup empat sasaran utama, yakni masyarakat, pemerintah daerah, kelompok peduli setempat dan para pihak terkait (stakeholders)5. 2.2.2 Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Kelompok Usaha Bersama Fakir Miskin (KUBE-FM) adalah himpunan dari keluarga yang tergolong miskin dengan keinginan dan kesepakatan bersama membentuk suatu wadah kegiatan, tumbuh dan berkembang atas dasar prakarsa sendiri, saling berinteraksi antara satu dengan yang lain, dan tinggal dalam satuan wilayah tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas anggotanya, meningkatkan relasi sosial yang harmonis, memenuhi kebutuhan anggota,
5
Konsep P2KP. http://www.p2kp.org/aboutdetil.asp?mid=4&catid=2&. diakses 29 Agustus 2008
memecahkan masalah sosial yang dialaminya dan menjadi wadah pengembangan usaha bersama (Depsos RI, 2005). Tujuan program secara umum adalah berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial keluarga miskin melalui program pemberdayaan dan
pendayagunaan
potensi
serta
sumber
kesejahteraan
sosial
bagi
penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Secara khusus program ini bertujuan : 1. Meningkatkan pendapatan keluarga miskin 2. Mewujudkan kemandirian usaha sosial-ekonomi keluarga miskin 3. Meningkatkan aksesibilitas keluarga miskin terhadap pelayanan sosial dasar, fasilitas pelayanan publik dan sistem jaminan kesejahteraan sosial 4. Meningkatkan kepedulian dan tanggunga jawab sosial masyarakat dan dunia usaha dalam penanggulangan kemiskinan 5. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah masalah kemiskinan 6. Meningkatkan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial bagi keluarga miskin. Sasaran program ini adalah keluarga fakir miskin yang tidak mempunyai sumber pencaharian atau memiliki mata pencaharian tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang, air bersih, kesehatan dan pendidikan). Kriteria yang menjadi kelompok sasaran program adalah kepala atau anggota yang mewakili keluarga fakir miskin, memiliki identitas kependudukan, mepunyai usaha atau berniat usaha, usia produktif dan memiliki keterampilan, mampu bertanggung jawab sendiri, bersedia mematuhi aturan KUBE FM (Kelompok Usaha Bersama Fakir Miskin).
Landasan hukum pelaksanaan program bantuan sosial fakir miskin melalui KUBE FM meliputi: 1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 2. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial 3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 tahun 1981 tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi Fakir Miskin 4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 106 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan 5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi 6. Keputusan Presiden RI Nomor 124 tahun 2001 dan Nomor 8 tahun 2002 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan 7. Keputusan
Menteri
Sosial
RI
Nomor
50/PENGHUK/2002
tentang
penanggulangan kemiskinan 8. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 82/HUK/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial RI. Sebuah KUBE FM dalam pelaksanaan kegiatannya mengalami beberapa tahap, berdasarkan kriteria pentahapan perkembangan KUBE-FM dari Dinas Sosial, maka tahap perkembangannya sebagai berikut (Andayasari, 2006). 1. Tahap Tumbuh a. Sudah ada pendamping KUBE (Pembina Usaha dan Unsur Aparat Desa) b. Pernah mengikuti pelatihan
c. Pengurus dan organisasi KUBE telah dibentuk sebanyak 10 orang d. Sudah menerima bantuan permakanan e. Telah menerima bantuan UEP (Usaha Ekonomi Produktif) f. Kegiatan kelompok baru berjalan 2. Tahap Berkembang a. Kegiatan kelompok sudah dijalankan sesuai dengan kepengurusan b. Keuntungan UEP sudah ada untuk kesejahteraan anggota dan IKS (Iuran Kesetiakawanan Sosial) c. Kepercayaan dan harga diri anggota KUBE dan keluarga meningkat d. Pergaulan antara anggota KUBE dengan masyarakat sudah semakin positif e. Hasil usaha sudah didapat 3. Tahap maju/Mandiri a. Keuntungan UEP meningkat sehingga modal semakin besar b. Mampu menyisihkan dana IKS untuk anggota kelompok, keluarga miskin lainnya dan berpartisipasi dalam pembangunan desa c. Manajemen UEP sudah dilekola dengan baik d. Hubungan bisnis dengan lembaga ekonomi dan pengusaha baik dan menguntungkan. e. Hubungan sosial dengan masyarakat dan lembaga-lembaga sosial sudah semakin baik dan melembaga f. Kegiatan UEP semakin maju dan berkembang KUBE bagi fakir miskin merupakan sarana untuk meningkatkan Usaha Ekonomi Produktif (khususnya dalam peningkatan pendapatan), memotivasi warga miskin untuk lebih maju secara ekonomi dan sosial, meningkatkan interaksi
dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumber sosial ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar dan menjalin kemitraan sosial ekonomi dengan pihak terkait. Kegiatan usaha diberikan dalam bentuk pemberian bantuan modal usaha dan sarana prasarana ekonomi. Kelembagaan KUBE-FM ditandai dengan: (1) Jumlah anggota KUBE yaitu diawali oleh pembentukan kelompok-kelompok yang terdiri dari 5-10 orang. Satu kelompok KUBE-FM dapat memilih anggotanya yang bukan termasuk kategori fakir miskin (poorest), namun masih termasuk kategori miskin (poor) atau hampir miskin (near poor) dan mempunyai kemampuan serta potensi; (2) Ikatan pemersatu, yaitu kedekatan tempat tinggal, jenis usaha atau keterampilan anggota, ketersediaan sumber, latar belakang kehidupan budaya, memiliki motivasi yang sama, keberadaan kelompok masyarakat yang sudah tumbuh berkembang lama; (3) Struktur dan kepengurusan KUBE, yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan bendahara. (Depsos RI, 2005). Dalam penelitian ini akan dibahas efektivitas dari Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dalam upaya pemberdayaan fakir miskin di wilayah perkotaan. Program pemberdayaan fakir miskin di wilayah perkotaan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan taraf kesejahteraan sosial keluarga fakir miskin yang tinggal di wilayah perkotaan. Sasaran program adalah keluarga fakir miskin yang tinggal di wilayah perkotaan, termasuk fakir miskin di pemukiman kumuh, pemukiman ilegal, kawasan jasa dan perdagangan dan bantaran sungai (Depsos, 2005). Komponen kegiatan pemberdayaan fakir miskin meliputi: (1) Penjajakan lokasi dan pemetaan kebutuhan; (2) Sosialisasi program; (3) Pendampingan
sosial; (4) Identifikasi dan seleksi; (5) Studi kelayakan usaha; (6) Bantuan sosial berupa santunan hidup dan akses jaminan kesejahteraan sosial, bantuan modal usaha ekonomi produktif melalui kelompok usaha bersama (KUBE), penguatan modal usaha melalui lembaga keuangan mikro (LKM), rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni, penataan sarana lingkungan kumuh, insentif tabungan sejahtera, fasilitas usaha kesejahteraan sosial; (7) Pengembangan kemitraan sosial dengan lembaga/instansi sektor lain, perguruan tinggi, dunia usaha, LSM/Orsos dan kalangan perbankan; Serta (8) Monitoring dan evaluasi (Depsos, 2005). 2.3 Efektivitas Ilham, Siregar, dan Priyarsono. (2006) menyatakan efektivitas dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mencapai hasil yang maksimal dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Kaitannya dengan kebijakan, menurut Ramdan, Yusran dan Darusman (2003) dalam Ilham dkk. (2006) ukuran efektivitas kebijakan adalah: (1) Efisiensi: suatu kebijakan harus mampu meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya secara optimal; (2) Adil: bobot kebijakan harus ditempatkan secara adil, yakni kepentingan publik tidak terabaikan; (3) Mengarah Kepada insentif: suatu kebijakan harus mengarah kepada atau merangsang tindakan dalam perbaikan dan peningkatan sasaran yang ditetapkan; (4) Diterima oleh Publik: oleh karena diperuntukkan bagi kepentingan publik maka kebijakan yang baik harus diterima oleh publik; dan (5) Moral: suatu kebijakan harus dilandasi oleh moral yang baik. Ukuran efektivitas yang digunakan Sanim (1998) dan Simatupang (2002) dalam Ilham dkk. (2006) adalah pendekatan ekonometrika dari nilai elastisitas dan tingkat signifikansi peubah independent terhadap peubah dependen. Jika
pengaruhnya signifikan dan elastis, maka pengaruh peubah independen terhadap peubah dependen dikatakan efektif. Dalam penelitian ini untuk menilai efektivitas program kelompok usaha bersama (KUBE) daerah perkotaan dalam upaya penanggulangan kemiskinan digunakan uji perbedaan dua mean sampel berpasangan yaitu melihat adanya perbedaan pendapatan sebelum bergabung dengan KUBE dan pendapatan setelah bergabung dangan KUBE. 2.4 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai program penanggulangan kemiskinan telah banyak dilakukan. Santosa, Hidayat dan Indroyono (2003) telah melakukan evaluasi dampak program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan metode ESCAPE (Economic and Social Commision for Asian and Pasific). Program penanggulangan kemiskinan yang dievaluasi meliputi program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang ketiganya dikategorikan sebagai Program Kerja Mandiri dan Program Padat Karya. Kesimpulan yang diperoleh yaitu pendapatan peserta Program Kerja Mandiri meningkat sedangkan Program Padat Karya menurun, efisiensi penyaluran program dari Program Kerja Mandiri lebih tinggi dibandingkan penyaluran program dari Program Padat Karya, dan kelangsungan dana untuk program Kerja Mandiri lebih tinggi dibanding kelangsungan dana untuk Program Padat Karya. Kemiskinan di perkotaan dapat dikurangi dengan pendekatan peningkatan kebijakan tingkat upah riil, peningkatan pertumbuhan ekonomi, penambahan belanja pemerintah di sektor jasa dan peningkatan stok pangan nasional. Hal ini
merupakan hasil penelitian Nugroho (2006) dengan membangun model sistem persamaan simultan dengan persamaan menggunakan metode 2SLS, dimana hasil pendugaan parameter model digunakan untuk melakukan simulasi skenario kebijakan yang relevan. Saidi (2007) telah melakukan penelitian mengenai strategi peningkatan efektivitas penyaluran Dana Usaha Desa/Kelurahan untuk penanggulangan kemiskinan (Kajian di Kota Pekanbaru-Provinsi Riau). Hasil kajian menunjukkan bahwa pinjaman modal usaha dari Dana Usaha Desa/Kelurahan efektif dalam menanggulangi kemiskinan. Efektivitas pengelolaan kredit mikro proyek penanggulangan kemiskinan perkotaan (P2KP) telah
dilakukan oleh Tarmidi (2006). Kesimpulan yang
diperoleh adalah perubahan pendapatan berdasarkan jenis usaha dan sumber penerimaan menunjukkan angka yang positif setelah mendapat kredit mikro P2KP. Namun, secara umum hasil pengujian t-hitung belum menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perubahan pendapatan, kecuali pada jenis usaha jasa komersial yang memiliki pengaruh nyata terhadap perubahan pendapatan. Hal ini dapat diartikan bahwa peranan kredit mikro belum menunjukkan pengaruh yang besar dalam meningkatkan pendapatan keluarga miskin (baik usaha maupun non usaha). Pengaruh pendapatan ini menunjukkan bahwa tujuan kredit mikro dalam meningkatkan pendapatan keluarga miskin belum tercapai. Penelitian yang dilakukan oleh Permanda (2007) menggunakan regresi berganda dengan dummy kredit menyimpulkan bahwa kredit mikro P2KP hanya berperan dalam menambah input, sehingga produksi dan penerimaan meningkat. Hal ini ditunjukkan dari adanya peningkatan rata-rata biaya dan penerimaan yang
meningkat setelah penerimaan kredit. Jadi peranan kredit yang diperoleh adalah melalui pergerakan disepanjang kurva karena kredit tidak digunakan dalam meningkatkan teknologi produksi. Kemitraan adalah salah satu strategi dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. Nurhayati (2007) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan menggunakan model ekonometrika persamaan simultan, menghasilkan kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan adalah pendapatan dan pendidikan pada taraf nyata 10 persen serta variabel jumlah pengangguran dan tingkat ketergantungan berpengaruh nyata satu persen. Rahmawati (2006) telah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi suatu rumah tangga berada dalam kemiskinan dengan menggunakan analisis regresi
logistik,
menghasilkan
kesimpulan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi peluang suatu rumah tangga berada dalam kemiskinan adalah peubah jumlah anggota rumah tangga yang termasuk tenaga kerja, umur, pendidikan, jenis kelamin, dan pendapatan. Penelitian mengenai kelompok usaha bersama (KUBE) telah dilakukan oleh beberapa orang, diantaranya yaitu Wahyuni (2005) dan Andayasari (2006). Wahyuni telah meneliti model pengembangan kelompok usaha bersama (KUBE). Hasil kajian menujukkan bahwa aktivitas anggota di dalam KUBE mampu memberikan manfaat untuk menciptakan lapangan kerja dan dapat meningkatkan pendapatan mereka. Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE yaitu faktor keanggotaan, jenis usaha, permodalan, motif anggota, penegasan struktur kelompok, penegasan norma kelompok dan kemitraan dengan pihak luar. Proses pemberdayaan dalam KUBE berawal pada saat pembentukkan
kelompok. KUBE yang berdaya adalah KUBE yang dilandasi oleh motif yang sama dari anggotanya dan melaksanakan usaha secara berkelompok bukan perorangan. Andayasari (2006) menemukan suatu cara mengelola Kelompok Usaha Bersama-Fakir Miskin (KUBE-FM) bidang konveksi yaitu dengan cara menyatukan kegiatan konveksi di satu tempat yang diharapkan dapat lebih memudahkan dalam menjalankan kegiatan KUBE-FM. Upaya ini mencoba mewujudkan bentuk kolaborasi dalam mengentaskan masalah kemiskinan berupa ”tata kelola” yang baik. Penelitian mengenai KUBE yang telah dilakukan baru secara kualitatif. Dalam penelitian ini akan melihat secara kuantitatif mengenai efektivitas dari KUBE yang dilihat dari segi pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE. Hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran yang lebih rinci mengenai keberhasilan dan kendala dalam pelaksanaan program KUBE.
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Regresi Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Sir Francis Galton (1822 – 1911) yang membandingkan tinggi badan anak laki-laki dengan tinggi badan ayahnya. Galton menemukan bahwa tinggi badan anak laki-laki dari ayah yang tinggi setelah beberapa generasi cenderung menurun (regressed) mendekati nilai tengah populasi. Sekarang istilah regresi ditetapkan pada semua jenis peramalan dan tidak harus berimplikasi pada peramalan yang mendekati nilai tengah populasi. Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel, variabel tak bebas, pada satu atau lebih variabel lain, variabel yang menjelaskan (explationary variabels), dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata populasi varibel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam pengambilan sampel yang berulang variabel yang menjelaskan). Persamaan regresi dinyatakan sebagai persamaan matematika yang memungkinkan kita meramalkan nilai-nilai peubah tak bebas dari suatu peubah bebas (Walpole, 1995). Ramanathan (1998) menyatakan bahwa model regresi linear adalah model yang menunjukkan hubungan antara variabel dependent dengan satu atau lebih variabel independent. Regresi menunjukkan hubungan kausalitas (sebab-akibat) antara dua macam variabel, yaitu: a) variabel independent yang disebut sebagai variabel penjelas dan secara umum disimbolkan dengan X dan b) variabel dependent yaitu varibel terkait yang nilainya dipengaruhi atau tergantung pada variabel independent dan disimbolkan dengan Y. Regresi sendiri memilki dua bentuk yaitu regresi sedehana
dimana terdapat satu variabel panjelas dan regresi berganda yang mempunyai lebih dari satu variabel penjelas. Dalam analisis regresi terdapat beberapa asumsi-asumsi mendasar yang harus dipenuhi, jika tidak pengujian akan menjadi inefisien. Model yang diuji harus dilihat apakah termasuk BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) atau tidak. Model yang termasuk BLUE harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) normalitas, uji ini dilakukan dengan membuat histogram dan scaterplot, apabila histogram membentuk lonceng dan keberadaan titik-titik pada scaterplot menyebar maka model terdistribusi normal b) lineraritas. Uji ini dilakukan dengan melihat scaterplot, jika plot antara nilai residual terstandarisasi tidak membentuk suatu pola tertentu (acak) maka memenuhi asumsi linearitas c) homoskedastisitas, adalah kesamaan varians atau penyebaran yang sama. Pendektesian kesamaan varians salah satunya dapat dilakukan dengan uji Park. d) non multikolinearitas, dilakukan dengan melihat niai VIF (Variance Inflation Factors). Jika VIF < 10, maka tidak terdapat multikolinearitas e) non autokorelasi, dilakukan untuk melihat adanya korelasi antara serangkaian data menurut waktu (time series) atau menurut ruang (cross section). Pendektesian autokorelasi dilakukan dengan pengujian Durbin Watson (DW). Bentuk dasar dari persamaan regresi sederhana secara umum berbentuk linear yang menunjukkan bahwa nilai atau parameter dari koefisien regresi dan berhubungan linear. Yt t X t
(3.1)
Dimana Y adalah vaiabel dependent dan X variabel independen dengan t menunjukkan pada waktu time series atau cross section data. sedangkan nilai dan adalah parameter yang diestimasi. Dalam hal ini menyatakan intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak dan adalah kemiringan gradiennya. Sedangkan pengertian dan spesifik tergantung pada fungsinya, dinyakaan sebagai error yang bersifat random atau acak (galat acak) yang disebabkan oleh empat efek yaitu penghilangan variabel, non linearitas, kesalahan pengukuran dan efek yang tidak dapat diprediksi lainnya (Ramanathan, 1998). 3.1.2 Permasalahan OLS Dalam menggunakan metode OLS dapat ditemukan beberapa permasalahan yang
dihadapi,
yaitu
masalah
autokorelasi,
heteroskedastisitas
dan
multikolinearitas. 1. Autokorelasi Dalam berbagai penelitian seringkali terdeteksi adanya hubungan serius antara gangguan estimasi satu observasi dengan gangguan estimasi observasi yang lain. Nisbah antara observasi inilah yang disebut sebagai masalah autokorelasi. Adanya autokorelasi akan menyebabkan terjadinya: 1. Dugaan parameter tidak bias. 2. Nilai galat baku terautokorelasi, sehingga ramalan tidak efisien. 3. Ragam galat terbias. 4. Terjadi pendugaan kurang pada ragam galat (standar error underestimated), sehingga Sb underestimated. Oleh karena itu, t overestimated cenderung lebih besar dari yang sebenarnya.
Gejala autokorelasi dapat dideteksi dengan uji Breusch Godfrey Serrial Correlation Langrange Multiplier Test dengan hipotesis sebagai berikut: H 0 : 0 (tidak terdapat serial korelasi) H1 : 0 (terdapat serial korelasi)
Kriteria uji yang digunakan untuk melihat adanya autokorelasi adalah sebagai berikut. 1. Apabila nilai obs*R-squared-nya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah autokorelasi. 2. Apabila nilai obs*R-squared-nya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka model persamaan yang digunakan mengalami masalah autokorelasi. Solusi dari masalah autokorelasi yaitu dihilangkannya variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Jika terjadi kesalahan dalam spesifikasi model, hal ini dapat diatasi dengan mentransformasi model, misalnya dari model linear menjadi nonlinear atau sebaliknya. 2. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah suatu penyimpangan asumsi OLS dalam bentuk varians gangguan estimasi yang dihasilkan oleh estimasi OLS yang tidak bernilai konstan. Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi mepunyai varians minimum (efisien). Menurut Gujarati (1993), jika terjadi heteroskedastisitas maka akan berakibat sebagai berikut. 1. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varians yang minimum atau estimator tidak efisien.
2. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varians yang tinggi sehingga prediksi menjadi tidak efisien. 3. Tidak dapat diterapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians. Untuk memeriksa keberadaan heteroskedastisitas salah satunya dapat ditunjukkan dengan uji Hal White, dimana tidak perlu asumsi normalitas dan relatif
mudah.
Kriteria
uji
yang
digunakan
untuk
melihat
adanya
heteroskedastisitas adalah sebagai berikut. a. Apabila nilai probability obs*R-squared-nya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah heteroskedastisitas. b. Apabila nilai probability obs*R-squared-nya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka model persamaan yang digunakan mengalami masalah heteroskedastisitas. Solusi dari masalah ini adalah mencari transformasi model asal sehingga model yang baru akan memiliki error-term dengan varians yang konstan. 3. Multikolinearitas Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Tanda-tanda adanya multikoliniearitas adalah sebagai berikut. 1. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan. 2. R-squared-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak bahkan tidak ada yang nyata. 3. Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (rij tinggi).
4. R2 lebih kecil dari rij2 menunjukkan adanya masalah multikolinearitas. Konsekuensi multikolinearitas adalah estimasinya tidak dapat ditentukan dan galat baku menjadi tinggi sehingga prediksi menjadi tidak benar. Kriteria ekonometrik untuk melihat adanya multikolinearitas diantara peubah-peubah penjelas dalam suatu persamaan dapat dilihat dari R-squared dan kuadrat korelasi sederhana peubah-peubah penjelas (r2) yang dirumuskan sebagai berikut. rX 1 X 2
(nX 1 X 2 ) (X 1 X 2 )
(3.2)
nX 12 (X 1 ) 2 nX 22 (X 2 ) 2
R 2Y , X i ,..., X k
bi YX1 b2YX 2 ... bk YX k Y 2
(3.3)
Dimana: rX 1 X 2
= koefisien korelasi X 1 dan X 2
X 1 dan X 2
= peubah-peubah penjelas
Y
= peubah tak bebas
R 2Y , X i ,..., X k
= koefisien determinasi
Untuk menguji adanya multikolinearitas adalah sebagai berikut. 1. Jika nilai R-squared lebih besar dari nilai kuadrat korelasi sederhana peubahpeubah penjelas (r2), maka tidak ada masalah multikolinearitas. 2. Jika nilai R-squared lebih kecil dari nilai kuadrat korelasi sederhana peubahpeubah penjelas (r2), maka terdapat masalah multikolinearitas. Solusi dari permasalahan multikolinearitas yaitu menggunakan extraneous information atau informasi sebelumnya, mengkombinasikan data cross-sectional dan
data
time-series,
meninggalkan
variabel
yang
sangat
mentransformasikan data dan mendapatkan tambahan data baru.
berkorelasi,
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Tingginya tingkat urbanisasi ke kota Jakarta mengakibatkan kurangnya kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini menimbulkan banyaknya orang yang memiliki penghasilan di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan untuk kota Jakarta. Penghasilan yang rendah ini dapat disebabkan oleh kurang produktifnya seseorang dalam kegiatan ekonomi produktif seperti kurangnya jam kerja yang tersedia mengakibatkan pendapatan yang rendah. Jam kerja yang rendah ini disebabkan oleh keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat dalam hal pendidikan, keterampilan, tidak mempunyai sarana usaha ekonomi yang memadai dan tidak memiliki modal usaha yang cukup untuk menegembangkan usaha ekonomi produktifnya. Pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Sosial, telah berusaha menemukan pola yang efektif agar fakir miskin dapat memperoleh kemudahan akses modal usaha tanpa agunan dengan tetap mendorong tanggung jawab bersama melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Untuk itu sejak tahun 2005, Departemen Sosial melaksanakan program pemberdayaan fakir miskin melalui pola terpadu Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dengan Lembaga Keuangan Mikro Sosial (LKMS) di Jakarta. Kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif fakir miskin melalui KUBE ditujukan untuk meningkatkan motivasi untuk lebih maju, meningkatkan interaksi dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumber sosial ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar, melaksanakan usaha kesejahteraan sosial dan menjalin kemitraan sosial ekonomi dengan berbagai pihak yang terkait.
Dalam penelitian ini penulis membuat bagan alur pemikiran seperti tampak pada Gambar 3. Penulis akan memulai dengan mengidentifikasi kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Pesanggrahan karena kemiskinan yang terjadi di setiap daerah memiliki kondisi yang berbeda-beda. Selain itu, pada tahun 2006, Kecamatan Pesanggrahan dipilih sebagai Kecamatan di wilayah Kotamadya Jakarta Selatan yang melaksanakan program KUBE dan memperoleh satu Lembaga Keuangan Mikro Sosial (LKMS) sebagai pembantu dana untuk kegiatan KUBE dari pemerintah pusat. Penulis akan melihat efektivitas pelaksanaan program
KUBE
dan
mengetahui
keberlanjutan
program
KUBE
yang
dilaksanakan. Pada awal pembentukkan KUBE, telah dibentuk 40 KUBE dengan bantuan dana dari pemerintah melalui Dinas Bina Spiritual dan Kesejahteraan Sosial (Bintal dan Kesos) Jakarta.
Deskripsi Kemiskinan Perkotaan di Kecamatan Pesanggrahan
Bantuan Sarana Usaha Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai Program Penanggulangan Kemiskinan
Pelaksanaan Program (Pengamatan Dilengkapi dengan Pengisian Kuisioner kepada Sasaran Program)
Faktor-faktor Keberhasilan KUBE (Analisis Regresi) Keefektifan Program (Uji Mean Berpasangan)
Implikasi Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data primer selama bulan April sampai Juni 2008 di Kelurahan Ulujami dan Petukangan Utara, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi ditentukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan daerah Ibukota Negara tetapi masih memiliki sejumlah penduduk yang berada dalam kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Jakarta Selatan pada tahun sebanyak 76.300 orang atau 3,74 persen dari keseluruhan penduduk yang tinggal di Kotamadya Jakarta Selatan. 4.2 Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan untuk memperoleh variabel-variabel yang akan digunakan untuk estimasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansiinstansi terkait yaitu Badan Pusat statistik (BPS), Departemen Sosial dan Lembaga Keuangan Mikro Sosial (LKMS) Kecamatan Pesanggrahan. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuisioner dari anggota KUBE yang terpilih sebagai sampel dan para petugas yang terkait. Kuisioner dilampirkan pada Lampiran 2. 4.3 Teknik Penarikan Sampel Sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah anggota KUBE yang berada di Kecamatan Pesanggrahan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan pihak LKMS untuk memperoleh informasi
mengenai keberadaan anggota KUBE. Penentuan responden dilakukan dengan metode accidental sampling. Responden yang diambil berjumlah 55 orang anggota KUBE yang berasal dari 6 KUBE catering yang berada di Kecamatan Pesanggrahan (lihat Lampiran 4 dan 5) dengan pertimbangan bahwa jumlah tersebut cukup mewakili keadaan KUBE catering di Kecamatan Pesanggrahan. 4.4 Metode Analisis Data 4.4.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan data kualitatif yang dikumpulkan dari hasil wawancara, pengamatan dan telaah pustaka. Data tersebut diinterpretasikan sehingga dapat menjawab fenomena yang ada yang berhubungan dengan penyebab kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Pesanggrahan. Untuk membantu analisis deskriptif tersebut digunakan tabel. 4.4.2 Analisis Efektivitas Program KUBE Metode analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis efektivitas KUBE adalah dengan menggunakan uji perbedaan dua mean sampel berpasangan. Uji perbedaan dua mean sampel berpasangan ini melihat apakah ada perbedaan yang nyata antara pendapatan rata-rata sebelum mengikuti KUBE dengan pendapatan rata-rata setelah mengikuti KUBE. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: H0 : 1 2 D (Mean pendapatan rata-rata setelah mengikuti KUBE sama dengan sebelum mengikuti KUBE) H1 : 1 2 D (Mean pendapatan rata-rata setelah mengikuti KUBE lebih besar dari sebelum mengikuti KUBE)
Statistik uji (Walpole, 1995) t
d D Sd / n
(4.1)
Dimana: d = rata-rata selisih antar dua sampel
S d = standar deviasi selisih dua sampel Apabila nilai T-hitung > Tα atau nilai P-value < α, dimana α = 0,05 maka simpulkan tolak H0 pada selang kepercayaan 95 persen. Dan dapat disimpulkan bahwa program KUBE efektif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. perhitungan dilakukan dengan menggunakan software Minitab 14. 4.4.3 Analisis Regresi Berganda Dalam penelitian ini dilakukan analisis regresi berganda untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE. Estimasi koefisien regresi dilakukan melalui metode Ordinary Least Square (OLS). Salah satu regresi dalam OLS adalah regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda menunjukkan hubungan sebab akibat antara variabel X (variabel bebas) yang merupakan penyebab dan variabel Y (variabel tak bebas) yang merupakan akibat. Analisis regresi linear berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebasnya. Regresi linear berganda tidak hanya melihat keterkaitan antar variabel namun juga mengukur besaran hubungan kausalitasnya. Model regresi linear berganda menurut Walpole (1995) adalah sebagai berikut: Y b0 b1 x1 b2 x 2 b j x j
(4.2)
Dimana : r
= 1, 2, 3, ..., n
b0
= intersept
b1, ..., bj = koefisien regresi/slope
= terminologi error (variabel acak)
4.4.4 Model Analisis Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kelompok yang mengikuti program KUBE yang dilihat dari sisi pendapatan kelompok per individu adalah sebagai berikut: Y 0 1 X 1 2 X 2 3 X 3 4 D1 5 D2 Dimana:
0 = intersep
= error term Y = pendapatan per individu hasil KUBE (dalam satuan rupiah) X1 = pendidikan anggota (tahun sekolah) X2 = pengalaman berusaha (tahun) X3 = intensitas pendampingan (selama KUBE berlangsung) D1 = dummy kedudukan i = 1, sebagai ketua i = 0, lainnya D2 = dummy kelompok i = 1, sebagai KUBE yang dijalankan secara berkelompok i = 0, lainnya
(4.3)
Variabel-variabel yang digunakan dalam model penduga diperoleh berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan. Pendapatan individu hasil KUBE diduga dipengaruhi oleh pendidikan anggota, pengalaman berusaha, intensitas pendampingan dalam frekuensi, dummy kedudukan yang membedakan antara kedudukan sbagai ketua dengan kedudukan lain yang ada di KUBE, dan dummy kelompok yang membedakan antara KUBE yang dijalankan secara berkelompok sesuai tujuan pembentukan
KUBE
dengan
KUBE
yang
tidak
dijalankan
secara
berkelompok/perorangan. Setelah itu, model dianalisis menggunakan kriteriakriteria uji agar model tersebut memenuhi persyaratan metode analisis OLS, seperti terbebas dari heteroskedastisitas dan multikolinearitas. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan Software Eviews 4.1. 4.4.5 Koefisien Determinasi (R2) dan Adjusted R2 Koefisien determinasi (R2) dan Adjusted–squared digunakan untuk melihat sejauhmana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel tak bebasnya dan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model tersebut. Menurut Gujarati (1993) terdapat dua sifat R-squared yaitu: 1. Merupakan besaran non-negative. 2. Batasnya adalah 0≤R2≤1. Jika R2 bernilai 1 berarti suatu kecocokan sempurna, sedangkan jika nilai R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel bebasnya.
Nilai koefisien determinasi dapat dihitung sebagai berikut: R2
ESS TSS
1
RSS TSS
1
ei2 y i2
(4.4)
Dimana : ESS = jumlah kuadrat yang dijelaskan (explained sum square) TSS = jumlah kuadrat total (total sum square) Salah satu masalah jika menggunakan ukuran R-squared untuk menilai baik buruknya model adalah akan selalu mendapatkan nilai yang terus naik seiring dengan pertambahan variabel bebas ke dalam model sehingga Adjusted R-squared bisa juga digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel tak bebasnya. Adjusted R-squared secara umum memberikan penalty atau hukuman terhadap penambahan variabel bebas yang tidak mampu menambah daya prediksi suatu model. Nilai Adjusted R-squared tidak akan pernah melebihi nilai R-squared bahkan dapat turun jika ditambahkan variabel bebas yang tidak perlu. Bahkan untuk model yang memiliki kecocokan rendah (goodness of fit). Adjusted R-squared dapat memiliki nilai yang negatif. Nilai Adjusted R-squared dapat dihitung sebagai berikut: ei2 (N k) R2 1 y i2 (n 1)
(4.5)
Dimana k adalah banyaknya parameter dalam model termasuk faktor intersept.
Persamaan (4.5) dapat ditulis sebagai berikut :
R2 1
2 S y2
(4.6)
Dimana:
2 = varians resisual S y2 = varians sample dari Y 4.4.6 Pengujian untuk Masing-masing Parameter Regresi Pengujian ini dilakukan dengan uji t untuk melihat apakah masing-masing variabel bebas (secara parsial) berpengaruh pada variabel tak bebasnya. Selain itu, uji ini digunakan untuk melihat keabsahan dari hipotesis dan membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik signifikan atau tidak. Hipotesis: H 0 : i 0 H 1 : i 0, i 1,2,3,..., n. Statistik uji yang dilakukan dalam uji-t adalah sebagai berikut: t hitung
b Sb
Dengan hasil t-hitung dibandingkan dengan t-tabel (t-tabel = t / 2 ( n k ) ) Dimana: b = koefisien regresi parsial sampel β = koefisien regresi parsial populasi Sb = simpangan baku koefisien dugaan
(4.7)
Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji t adalah sebagai berikut: 1. Apabila nilai t-hitung lebih besar dari nilai t / 2 ( n k ) , maka tolak H0. hal ini berarti variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. 2. Apabila nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t / 2 ( n k ) , maka terima H0. hal ini berarti variabel yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. 4.4.7 Pengujian terhadap Model Penduga Uji F-statistik digunakan untuk menduga persamaan secara keseluruhan. Uji F-statistik dapat menjelaskan kemampuan variabel bebas secara bersamaan dalam menjelaskan keragaman dari variabel tak bebasnya. Hipotesis yang diuji dari pendugaan persamaan adalah variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Hal ini disebut sebagai hipotesis nol. Mekanisme untuk menguji hipotesis dari parameter dugaan secara serentak (uji F-statistik) adalah sebagai berikut: H 0 : 0 1 2 ... j 0 (tidak ada pengaruh nyata variabel-variabel dalam
persamaan) H 1 : minimal salah satu i 0 (paling sedikit ada satu variabel bebas yang
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas) Untuk : i = 1, 2, 3, ..., j
= dugaan parameter
Statistik uji yang dilakukan dalam uji-F adalah sebagai berikut: F hitung
R2
k 1 (1 R ) nk 2
(4.8)
Keterangan: Hasil dari F-hitung dibandingkan dengan F-tabel (F-tabel = F ( k 1,n k ) ). Dimana: R2 = koefisien determinasi n = banyaknya data K = jumlah koefisien regresi dugaan Kriteria uji yang digunakan dalam pengujian model penduga adalah sebagai berikut: 1. Apabila nilai F-hitung lebih besar dari F ( k 1,n k ) , maka tolak H0. hal ini berarti minimal terdapat satu parameter dugaan yang tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variable tak bebas. 2. Apabila nilai F-hitung lebih kecil dari F ( k 1,n k ) , maka terima H0. dalam hal ini berarti secara bersama variabel yang digunakan tidak bias menjelaskan secara nyata keragaman dari variabel tak bebas. 4.4.8 Pengujian Terhadap Masalah Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dalam model regresi adalah residual memiliki varian yang konstan agar menghasilkan estimator yang BLUE. Dalam kenyataan, sulit memiliki varian yang konstan. Hal ini sering terjadi pada data yang bersifat data silang (cross section) dibanding data runtut waktu. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas.
Beberapa metode tersebut adalah metode grafik, uji Park, uji Glejser, uji Korelasi Spearman, uji Goldfeld-Quandt, uji Bruesch-Pagan-Godfrey, dan uji White. Dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi masalah heteroskedstisitas digunakan uji White. Uji White menggunakan residual kuadrat sebagai variabel dependen dan variabel independennya terdiri atas variabel independen yang sudah ada, ditambah dengan kuadrat variabel independen, ditambah lagi dengan perkalian dua variabel independen. Misal mengunakan dua variabel independen M1 dan GDP. Dengan Uji white, menghitung regresi dengan persamaan berikut.
e 2 b0 b1 M 1 b2 GDP b3 M 12 b4 GDP 2 b5 ( M 1)(GDP)
(4.9)
Untuk menghilangkan heteroskedastisitas, ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan. Namun alternatif tersebut sangat tergantung kepada ketersediaan informasi tentang varian dan residual. Jika varian dan residual diketahui, maka heteroskedastisitas dapat diatasi dengan metode WLS. Seandainya varian tidak diketahui maka harus mengetahui pola varian residual terlebih dahulu sebelum dapat mengatasi masalah heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini, jika didapatkan masalah heteroskedastisitas akan digunakan
metode
White.
Metode
ini
dikenal
juga
dengan
varian
heteroskedastisitas terkoreksi (heteroskedasticity-corrected variances). Metode ini menggunakan residual kuadrat ei2 sebagai proksi dari i2 yang tidak diketahui, sehingga varian estimator dapat dihitung dengan:
x e var( ) x
1
2 2 i i 2 2 i
(4.10)
Dengan software Eviews 4.1, masalah heteroskedastisitas dapat diatasi dengan menggunakan Heteroskedasticity Consistent Coefficient Covariance. 4.4.9 Pengujian Terhadap Masalah Multikolinearitas Multikolinearitas adalah kondisi adanya hubungan linear antar variabel independen.
Karena
melibatkan
beberapa
variabel
independen
maka
multikolinearitas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel dependen dan satu variabel independen). Kondisi terjadinya multikolinearitas ditunjukkan dengan berbagai informasi sebagai berikut. 1. Nilai R2 tinggi tetapi variabel independen banyak yang tidak signifikan. 2. Dengan menghitung koefisien korelasi antar variabel independen. Apabila koefisiennya rendah (tidak lebih besar dari │0,8│) maka tidak terdapat multikolinearitas. 3. Dengan melakukan regresi auxiliary. Regresi jenis ini dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antar dua (atau lebih) variabel independen yang secara bersama-sama (misalnya x2 dan x3 ) mempengaruhi satu variabel independen yang lain (misalnya x1 ). Harus dijalankan beberapa regresi, masing-masing dengan memberlakukan satu variabel independen (misalnya x1 ) sebagai variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diperlakukan sebagai variabel independen. Masing-masing persamaan akan dihitung nilai F dengan rumus:
Rx21 , x2 ,... xk k 2 Fi 1 Rx21 , x2 ,... xk n k 1
(4.11)
Dimana: n = banyaknya observasi k = banyaknya variabel independen (termasuk konstanta) R = koefisien deterninasi masing-masing model Distribusi F dihitung dengan derajat kebebasan k 2 dan n k 1 . Jika nilai
Fhitung Fkritis pada dan derajat kebebasan tertentu maka model mengandung multikolinearitas. Ada beberapa alternatif dalam menghadapi masalah multikolinearitas. Alternatif tersebut sebagai berikut. a. Membiarkan model mengandung multikolinearitas karena estimatornya masih dapat bersifat BLUE. Sifat BLUE tidak terpengaruh oleh ada tidaknya korelasi antar variabel independen. Namun, harus diketahui bahwa multikolinearitas akan menyebabkan standart error yang besar. b. Menambah data bila memungkinkan karena masalah multikolinearitas biasanya muncul karena jumlah observasinya sedikit. Apabila data tidak dapat ditambah, teruskan dengan model yang sekarang digunakan. c. Menghilangkan salah satu variabel independen, terutama yang memiliki hubungan linear yang kuat dengan variabel lain. Namun apabila menurut teori variabel independen tersebut tidak mungkin dihilangkan, berarti harus tetap dipakai. d. Transformasikan salah satu (atau beberapa variabel), termasuk misalnya dengan melakukan diferensi.
4.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian mengenai efektivitas program kelompok usaha bersama dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Kecamatan Pesanggarahan Jakarta Selatan adalah sebagai berikut: 1. Program KUBE meningkatkan pendapatan warga miskin. 2. Kemiskinan yang terjadi dipengaruhi oleh kurangnya jam kerja masyarakat sehingga kurang produktif dalam melaksanakan kegiatan ekonomi. 3. Pendapatan sebelum mengikuti KUBE berbeda nyata dengan pendapatan setelah mengikuti KUBE 4. Pendidikan, pengalaman berusaha dalam kegiatan ekonomi produktif, pendampingan, dummy kedudukan dan dummy kelompok memiliki pengaruh positif dan nyata dalam mempengaruhi keberhasilan KUBE.
V. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Kemiskinan Jakarta Selatan Berdasarkan data dan informasi kemiskinan tahun 2005 – 2006, kemiskinan yang terjadi di suatu wilayah dapat dilihat berdasarkan data jumlah dan persentase penduduk miskin, persentase distribusi penduduk miskin dan pendidikan yang ditamatkan, persentase penduduk miskin usia 15 tahun keatas dan status bekerja, persentase penduduk miskin usia 15 tahun keatas dan sektor bekerja. Pada tahun 2005, Jakarta Selatan memiliki 64.000 penduduk miskin atau 3,36 persen dari total penduduk yang tinggal dengan garis kemiskinan wilayah Rp263.740. Pendidikan yang dapat ditamatkan oleh penduduk miskin sudah mencapai tingkatan yang cukup tinggi yaitu 41,86 persen tamat SLTA, 30,23 persen tamat SD/SLTP dan hanya 27,91 persen yang tidak tamat SD. Persentase penduduk miskin usia 15 tahun keatas yang tidak bekerja sebesar 34,58 persen, yang bekerja pada sektor informal sebesar 31,78 persen dan yang bekerja pada sektor formal sebesar 33,64 persen. Jika dibedakan antara sektor pertanian dan non pertanian, sebesar 0,93 persen penduduk miskin bekerja pada sektor pertanian dan sisanya sebesar 64,49 persen bekerja pada sektor non pertanian. Pada tahun 2006, Jakarta Selatan memiliki 76.300 penduduk miskin atau 3,74 persen dari total penduduk yang tinggal dengan garis kemiskinan wilayah Rp263.740. Pendidikan yang dapat ditamatkan oleh penduduk miskin antara lain 13,64 persen tamat SLTA, 54,55 persen tamat SD/SLTP dan 31,82 persen yang tidak tamat SD. Persentase penduduk miskin usia 15 tahun keatas yang tidak bekerja sebesar 29,21 persen, yang bekerja pada sektor informal sebesar 28,09 persen dan yang bekerja pada sektor formal sebesar 42,70 persen. Jika dibedakan
antara sektor pertanian dan bukan pertanian, tidak ada penduduk miskin yang bekerja pada sektor pertanian dan sebesar 70,79 persen bekerja pada sektor bukan pertanian. Tabel 5. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2005-2006 Tahun
No. Informasi Kemiskinan 1 2 3 4
5
6
Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin (%) Garis Kemiskinan Wilayah Persentase Distribusi Penduduk Miskin dan Pendidikan yang Ditamatkan (%) Persentase Penduduk Miskin Usia 15 Tahun Keatas dan Status Bekerja (%) Persentase Penduduk Miskin Usia 15 Tahun Keatas dan Sektor Bekerja (%)
2005
2006
64.000 orang
76.300 orang
3,36
3,74
Rp 263.740,-
Rp 263.740,-
SLTA
SD/SLTP
Tidak tamat SD
SLTA
SD/SLTP
Tidak tamat SD
41,9
30,2
27,9
13,6
54,6
31,8
Tidak bekerja
Sektor informal
Sektor formal
Tidak bekerja
Sektor informal
Sektor formal
34,6
31,8
33,6
29,2
28,1
42,7
Tidak bekerja
Pertanian
Non pertanian
Tidak bekerja
Pertanian
Non pertanian
34,6
0,9
64,5
29,2
0
70,8
Sumber: BPS, 2007 5.2 Kondisi Fisik, Sosial dan Ekonomi Kecamatan Pesanggrahan Kecamatan Pesanggrahan merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kotamadya Jakarta Selatan. Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Kapala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor: 1251 Tahun 1986, Nomor:435 Tahun 1966 dan Nomor: 1986 Tahun 2000, maka luas wilayah Kecamatan Pesanggrahan adalah 13,45 Km2 yang terdiri atas 50 RW dan 521 RT dengan luas masingmasing kelurahan sebagai berikut: a. Kelurahan Bintaro: 4,55 Km2 b. Kelurahan Pesanggrahan: 2,11 Km2 c. Kelurahan Ulujami: 1,70 Km2
d. Kelurahan Petukangan Selatan: 2,10 Km2 e. Kelurahan Petukangan Utara: 2,99 Km2 Secara administratif Kecamatan Pesanggrahan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kecamatan Kebon Jeruk Kodya Jakata Barat. Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Ciputat, Propinsi Banten. Sebelah Barat: Berbatasan dengan Kecamatan Ciledug, Propinsi Banten. Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kecamatan Kebayoran Lama. Kecamatan Pesanggrahan berada pada daerah dataran rendah dengan ketinggian 26,2 meter diatas permukaan laut, terletak pada 06 15’ 40,8” lintang selatan dan 106 45’ 00,0” Bujur Timur. Dan memiliki wilayah yang sebagian besar lahan digunakan sebagai daerah perumahan. Dari hasil Survei Inventarisasi Kelurahan Tahun 2006, penduduk Kecamatan Pesanggrahan sebanyak 154.719 Jiwa dengan jumlah kepala keluarga adalah 25.744 KK. Dengan data tersebut dapat ketahui kepadatan penduduk mencapai 11.503 jiwa/km2, dengan perincian penduduk laki-laki sebanyak 81.397 jiwa atau 52,61 persen, penduduk perempuan sebanyak 73.322 jiwa atau sekitar 47,39 persen. Dari lima kelurahan yang terdapat di Kecamatan Pesanggrahan, kepadatan penduduk tertinggi di kelurahan Ulujami yaitu sebesar 16.758 jiwa/km2, sedangkan tingkat kepadatan penduduk yang terendah pada Kelurahan Bintaro yaitu sebesar 8.730 jiwa/km2. Jika dirinci menurut kewarganegaraannnya, terdapat sebanyak 154.703 jiwa warga negara Indonesia (WNI) dan 16 jiwa warga negara asing (WNA). Dari 16 WNA itu, yang terbanyak terdapat di Kelurahan Bintaro sebanyak 13 orang.
Tabel 6.
Kepadatan Penduduk Kecamatan Pesanggrahan Menurut Kelurahan, Tahun 2006 Jumlah Jumlah Kepadatan Luas No Kelurahan Rumah Penduduk Penduduk (Km2) Tangga (KK) (Jiwa) (Jiwa/Km2) 1 Bintaro 4,55 6,854 39,722 8,73 2 Pesanggrahan 2,11 3,652 26,622 12,617 3 Ulujami 1,7 5,565 28,489 16,758 4 Petukangan Selatan 2,1 3,806 23,577 11,227 5 Petukangan Utara 2,99 5,867 36,309 12,143 Jumlah 13,45 25,744 154,719 11,503 Sumber: BPS, 2007 Untuk menghitung jumlah penduduk disuatu wilayah dibutuhkan data-data penduduk yang lahir, mati, datang dan pindah pada wilayah itu. Pada tahun 2006 jumlah penduduk yang lahir 1.427 jiwa, yang mati 673 jiwa, yang datang sebesar 1.411 jiwa dan yang pindah sebesar 1.090 jiwa. Dalam pencapaian penerimaan pemerintah melalui pajak dan retribusi, Kecamatan Pesanggrahan memiliki angka realisasi yang cukup baik yaitu untuk pajak bumi dan bangunan 82,03 persen dalam realisasi aktual pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp 9.107.343, untuk retribusi kebersihan 11,22 persen dengan realisasi aktual sebesar Rp 9.770.000. Keadaan perekonomian di Kecamatan Pesanggrahan dapat dilihat dari jumlah bank dan perusahaan industri. Pada tahun 2006 tercatat terdapat 5 bank pemerintah dan 9 bank swasta. Sedangkan perusahaan industri dibedakan menjadi empat jenis yaitu, industri besar, sedang, kecil dan rumah tangga. Terdapat 363 perusahaan industri di Kecamatan Pesanggrahan dan 79,89 persen diantaranya adalah industri rumah tangga. Keadaan beberapa fasilitas pelayanan dasar bagi masyarakat Kecamatan Pesanggrahan seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan telah tersedia cukup baik,
bahkan dapat juga diakses oleh masyarakat miskin. Jumlah beberapa pelayanan ini dapat dilihat pada subbab berikut. 5.2.1 Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan terbagi dua yaitu pendidikan formal dan non formal. Di Pesanggrahan pada tahun 2006 jumlah sekolah dibidang pendidikan formal, terdapat sebanyak 55 sekolah Taman Kanak-kanak (TK), 76 Sekolah Dasar (SD), 18 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan 7 Sekolah Menengah Umum (SMU). Sedangkan untuk pendidikan non formal seperti kursus-kursus (mengetik, tata buku, dan sebagainya) seluruhnya berjumlah 32 buah dan yang paling banyak adalah kursus bahasa. Untuk melihat letak fasilitas pendidikan per kelurahan, dapat dilihat pada Tabel 7. Jumlah fasilitas pendidikan yang terdapat di Kecamatan Pesanggrahan sudah cukup untuk menjadi sarana pendidikan yang dapat diakses oleh masyarakat termasuk penduduk miskin, karena saat ini pemerintah telah membebaskan uang sekolah bagi pendidikan dasar dan menengah tingkat pertama. Tabel 7. Jumlah Fasilitas Pendidikan Menurut Kelurahan Tahun 2006
16 11 7
Negeri 14 10 7
SD Swasta 2 4 1
MI 5 1 3
11
8
4
2
1
2
1
10 55
10 49
2 13
3 14
1 6
5 12
1 5
Kelurahan
TK
Bintaro Pesanggrahan Ulujami Petukangan Selatan Petukangan Utara Jumlah
SLTP Negeri Swasta 1 1 2 3 1 1
SMU Negeri Swasta 2 1 2 1 3
SMK -
Kursus
4 1
12 2 2
2
6
6 13
10 32
Sumber: BPS, 2007
5.2.2 Fasilitas Kesehatan Pembangunan kesehatan di Kecamatan Pesanggrahan diarahkan pada prioritas untuk memberikan pelayanan secara mudah, merata dan murah kepada
masyarakat dengan beberapa fasilitas seperti rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, BKIA, Puskesmas, Pos KB, dan Posyandu serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat, seperti meningkatkan gizi masyarakat khususnya balita serta penanggulangan dan pencegahan terhadap beberapa penyakit (BPS, 2007). Tabel 8. Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Kelurahan Tahun 2006 Rumah Puskesmas Sakit Bintaro 1 1 Pesanggrahan 2 Ulujami 1 Petukangan Selatan 1 Petukangan Utara 1 Kelurahan
Jumlah Sumber: BPS, 2007
1
6
30 16 21
Dokter Praktek 20 12 10
Mantri,Bidan dan Perawat 13 4 15
Dukun Bayi 3 1
18
8
8
4
24
14
9
3
109
64
49
11
Posyandu
Fasilitas kesehatan di Kecamatan Pesanggrahan pada tahun 2006 ada sebanyak 1 rumah sakit, 6 Puskesmas, sedangkan dokter praktek berjumlah 64 orang. Hal ini dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 8. 5.3 Karakteristik Responden Karakteristik responden yang akan dilihat yakni dimulai dari tingkat pendidikan, umur, pekerjaan utama, status pernikahan, jam kerja pada pekerjaan utama per bulan, jumlah anggota keluarga, pengalaman berusaha, pelaksanaan KUBE (dummy kelompok), pendampingan kelompok oleh pendamping sosial yang telah ditunjuk. Karakteristik tersebut tentunya akan mempengaruhi keberlangsungan usaha yang akhirnya berdampak pada pendapatan yang diperoleh dari Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Beberapa karakteristik tersebut dapat disajikan pada Tabel 9. dan Tabel 10, sedangkan secara keseluruhan data responden dapat dlihat pada Lampiran 3.
Tingkat pendidikan responden yang terpilih ternyata berkisar dari yang tidak sekolah, SD, SLTP, SMU sampai pada yang sudah menempuh perguruan tinggi. Data menunjukkan bahwa 67,27 persen berada pada sekolah lanjut yaitu SLTP dan SMU. Semua responden yang diambil adalah wanita. Hal ini berkaitan dengan keanggotaannya pada kelompok usaha bersama (KUBE). Walaupun wanita, sebagian besar responden yaitu 34 orang atau sebesar 61,82 persen memiliki pekerjaan utama sebagai guru, pedagang, buruh, penjahit, dan lainnya, sedangkan sisanya hanya bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga. Tabel 9. Variabel Sosial Ekonomi Responden Variabel Jumlah (Jiwa) Pendidikan Tidak sekolah 2 SD 12 SLTP 18 SMU 19 Perguruan Tinggi 4 55 Pekerjaan Utama Selain KUBE Guru 4 Buruh 4 Dagang 19 IRT 21 Jahit 2 Lainnya 5 55 Sumber: Data Primer
Persen (%) 3,64 21,82 32,73 34,55 7,27 100 7,27 7,27 34,55 38,18 3,64 9,09 100,00
Umur responden berkisar antara 24 sampai 66 tahun. Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar responden berada pada usia 31 – 50 tahun yaitu sebesar 38 orang atau sekitar 69,09 persen. Responden yang terpilih sebagian besar telah menikah yaitu sebesar 39 orang atau 70,91 persen. Sedangkan jumlah anggota keluarga responden sebagian besar
sesuai dengan anjuran program KB (keluarga berencana) berkisar 2 orang sampai 4 orang sebanyak 42 orang atau sebesar 76,36 persen. Tabel 10. Variabel Demografi Responden Variabel Jumlah (Jiwa) Kelompok Umur Antara 16 – 30 6 Antara 31 – 50 38 51 - ke atas 11 Status Perkawinan Menikah 39 Belum Menikah/Janda 16 Jumlah Anggota Keluarga Hanya Sendiri 7 Sesuai anjuran KB 42 Keluarga Besar 6 Sumber: Data Primer
Persen (%) 10,91 69,09 20,00 70,91 29,09 12,73 76,36 10,91
5.4 Pelaksanaan KUBE di Kecamatan Pesanggrahan Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS, Departemen sosial bekerjasama dengan Dinas Bintal dan Kesos (Bina Spiritual dan Kesejahteraan Sosial) DKI Jakarta dalam melaksanakan program KUBE di DKI Jakarta. Setiap tahun ada satu Kecamatan dari setiap Kotamadya yang akan menjadi daerah pelaksanaan KUBE. Pada tahun 2006, Dinas Bintal Dan Kesos membentuk 200 KUBE pada lima Kotamadya yang terdapat di Jakarta. Kecamatan Pesanggrahan dipilih menjadi daerah pelaksanaan KUBE di Kotamadya Jakarta Selatan dengan membentuk 40 KUBE yang masing-masing KUBE beranggotakan 10 orang, dan tersebar di dua kelurahan yaitu Kelurahan Ulujami dan Kelurahan Petukangan Utara. Kedua kelurahan tersebut dipilih dengan pertimbangan karena di Kelurahan lainnya telah mendapatkan bantuan. Kelurahan Petukangan Selatan memperoleh Bantuan Rehabilitasi Rumah (BRR) dan jalan setapak/jalan gang, Kelurahan Bintaro dan Kelurahan Pesanggrahan memperoleh bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) yang merupakan bantuan usaha yang ditujukan bagi perorangan.
Pelaksanaan KUBE di Kecamatan Pesanggrahan diawali dengan perekrutan anggota yang dilakukan oleh Seksi Sosial Kecamatan (SSK) dan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) yang akhirnya mendapatkan data 400 orang yang direkomendasikan untuk menjadi anggota KUBE. Tidak semua orang yang direkomendasikan oleh SSK dan PSM merupakan warga miskin tetapi sudah direncanakan dari 10 orang anggota per KUBE, 3 orang diantaranya merupakan warga tidak miskin atau berada sedikit diatas garis kemiskinan yang diharapkan mampu mengorganisasikan keberlangsungan KUBE. PSM adalah masyarakat yang peduli dan sukarela menjadi penyelenggara/pelaksana Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS). Dala proram KUBE ini, hanya beberapa PSM yang terlibat dan ditunjuk menjadi pendamping KUBE. Data anggota yang berhasil dikumpulkan oleh SSK dan PSM kemudian direkomendasikan kepada Dinas Bintal dan Kesos untuk menjadi peserta program KUBE. Saat perekrutan, masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk memilih bidang usaha yang akan dijalankan sesuai dengan pilihan bidang usaha yang telah direncanakan oleh Dinas Bintal dan Kesos serta disesuaikan dengan keahlian yang dikuasai oleh masing-masing anggota. Bidang usaha yang dapat dipilih antara lain: catering, pembuat kue kering, parutan kelapa, menjahit dan steam motor. Dari 40 KUBE yang dibentuk, sebagian besar KUBE berupa KUBE catering yaitu sebesar 26 KUBE, 7 KUBE kue kering, 3 KUBE parutan kelapa, 3 KUBE menjahit dan 1 KUBE steam motor. Semua KUBE yang terbentuk memperoleh bantuan berupa peralatan dan uang tunai. Uang tunai untuk masing-masing KUBE sebesar Rp 1.000.000 tetapi dikenakan potongan sebesar Rp 250.000 sebagai
tabungan wajib di LKMS agar KUBE merasa terikat dengan LKMS sehingga dapat melakukan kerjasama yang baik dan saling mendukung dalam urusan pemasaran dan terutama dalam permodalan. Bantuan peralatan yang diterima oleh KUBE catering secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11. Tidak semua peralatan ini dapat dimanfaatkan dengan baik, hal ini disebabkan skala usaha yang dijalankan KUBE tidak sesuai dengan ukuran peralatan bantuan yang diberikan sehingga sebagian besar KUBE hanya menyewakan peralatan-peralatan catering tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, pelaksanaan KUBE di Kecamatan Pesanggrahan sejak 2006 hingga 2008 belum berjalan secara rutin, hanya melayani pesanan pada acaraacara tertentu dan belum memiliki pasar yang pasti. Pelaksanaan KUBE di lapangan tidak sepenuhnya berjalan seperti yang direncanakan. Ada beberapa KUBE yang tidak dijalankan secara berkelompok tetapi dijalankan secara individu. KUBE yang dijalankan secara individu hanya memanfaatkan KUBE sebagai sarana akses untuk simpan pinjam, bukan sebagai pengembangan usaha keuangan bersama. Tabel 11. Jenis dan Jumlah Bantuan Sarana KUBE Catering No. Jenis Barang Jumlah 1 Kompor Gas 2 set 2 Piring Makan 10 lusin 3 Sendok Garpu 10 lusin 4 Panci (Langseng) 2 set 5 Panci (Sayur) 2 set 6 Penggorengan Sedang 2 set 7 Pemanas 4 set 8 Uang Rp 750.000,Sumber: Data Primer
Hal ini menyimpang dari rencana pembuatan KUBE yang dibentuk menjadi sebuah organisasi yang menjalankan suatu usaha secara bersama-sama dan memanfaatkan LKMS sebagai sarana simpan pinjam. Penyimpangan ini terjadi karena lokasi beberapa KUBE yang tidak berdekatan dengan LKMS sehingga KUBE-KUBE tersebut segan untuk datang dan menjalin kerjasama dengan LKMS. Selain itu, lokasi yang berjauhan mengakibatkan KUBE-KUBE tidak mendapatkan informasi terbaru dari LKMS. Tidak semua KUBE dapat berlangsung dan berkembang dengan lancar. Hal ini terjadi karena beberapa sebab, antara lain: ada beberapa KUBE yang kehilangan peralatan usaha akibat banjir yang melanda daerah tempat tinggal mereka pada tahun 2007, KUBE steam motor tidak berjalan disebabkan anggota KUBE memiliki kesibukan lain di luar KUBE dan KUBE kue kering mengalami hambatan untuk berkembang sebab alat yang diberikan terlalu besar sehingga warga kesulitan untuk menyimpan alat dan mengoperasikannya. Setiap KUBE memiliki seorang pendamping yang akan membantu dalam keberlangsungan KUBE serta sebagai usaha monitoring dari Dinas. Namun tidak setiap pendamping menangani satu KUBE tetapi seorang pendamping dapat menangani 4 KUBE yang lokasinya berada pada daerah yang berdekatan. Bahkan ada beberapa pendamping yag bertindak sebagai ketua dari KUBE yang ditangani. Kegiatan pendampingan sampai saat ini belum mencakup kegiatan peningkatan skill dan kreatifitas anggota KUBE. Kegiatan pendampingan hanya mencakup pemberian saran dan masukan ketika KUBE mengalami kesulitan.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kemiskinan di Kecamatan Pesanggrahan Kemiskinan memiliki definisi yang beragam dari setiap departemen maupun para ahli yang meneliti tentang kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi di suatu daerah disebabkan oleh suatu penyebab yang terkadang tidak sama dengan daerah lainnya. Di Kecamatan Pesanggrahan, kemiskinan terjadi karena pendapatan ratarata penduduk per kapita per bulan masih berada di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan BPS untuk kota Jakarta khususnya wilayah Kotamadya Jakarta Selatan. Hal ini dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-rata Pendapatan dan Jam Kerja Penduduk Miskin dan Tidak Miskin di Kecamatan Pesanggrahan Kategori
Jumlah Responden
Rata-rata Jam Kerja RT
Penduduk Miskin Penduduk Tidak Miskin
31 24
39,6 jam per minggu 74,3 jam per minggu
Rata-Rata Pendapatan per Kapita per bulan Rp 201.968 Rp 507.847
Sumber: Data Primer Pendapatan rata-rata penduduk miskin sebesar Rp 201.968 per kapita per bulan yang menunjukkan bahwa jumlah ini berada di bawah garis kemiskinan yaitu Rp 322.780 per kapita per bulan untuk wilayah Kotamadya Jakarta Selatan pada tahun 2006. Menurut jam kerja, penduduk miskin di Kecamatan Pesanggrahan rata-rata telah bekerja lebih dari 39 jam per minggu, sedangkan penduduk tidak miskin rata-rata bekerja lebih dari 74 jam per minggu. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah jam kerja yang cukup besar antara penduduk miskin dan tidak miskin yang disebabkan karena kurangnya keterampilan dan ketersediaan lapangan kerja bagi penduduk miskin.
6.2 Efektifitas Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Analisis efektivitas program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dilakukan dengan menggunakan data pendapatan dari pekerjaan utama dan pendapatan dari usaha bersama yang diambil pada Juni 2008 dengan 55 orang responden. Analisis dilakukan dengan pengujian secara statistik, membandingkan antara pendapatan sebelum bergabung dengan KUBE dan pendapatan setelah bergabung dengan KUBE. Rupiah (Rp) 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
Sebelum KUBE Setelah KUBE
17
19
21
23
25
27
29
31
RT Miskin
Gambar 4. Pendapatan RT Miskin Sebelum dan Setelah KUBE Pekerjaan utama responden antara sebelum bergabung dengan KUBE dengan pekerjaan setelah bergabung dengan KUBE adalah sama atau dengan kata lain tidak ada responden yang melakukan pergantian pekerjaan pada saat pengambilan data. Hal serupa juga terjadi pada suami responden, sehingga rumah tangga yang diteliti tidak ada yang mengalami pergantian pekerjaan saat diadakan penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa perbedaan pendapatan rumah tangga terjadi karena adanya pendapatan tambahan yang berasal dari KUBE. Secara grafik, dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Rupiah (Rp) 4000000 3500000 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Sebelum KUBE Sesudah KUBE
RT Tidak Miskin
Gambar 5. Pendapatan RT Tidak Miskin Sebelum dan Setelah KUBE Berdasarkan Gambar 4, dari 31 responden Rumah Tangga (RT) miskin anggota KUBE terdapat 23 RT yang mengalami peningkatan pendapatan. Sedangkan berdasarkan Gambar 5, diperoleh informasi bahwa dari 24 RT tidak miskin anggota KUBE terdapat 15 RT yang mengalami peningkatan pendapatan. Pendapatan sebelum dan setelah KUBE serta pekerjaan utama responden dapat dilihat pada Lampiran 4. untuk RT miskin dan Lampiran 5. untuk RT tidak miskin. Tabel 13. No. 1 2 3 4 5 6 7
Hasil Uji Beda Dua Mean Sampel Berpasangan Antara Pendapatan Sebelum dan Setelah Mengikuti KUBE Uraian
Rata-rata pendapatan sebelum mengikuti KUBE Rata-rata pendapatan setelah mengikuti KUBE Rata-rata selisih antara besar pendapatan sebelum dan setelah mengikuti KUBE Simpangan baku (Sd) Jumlah sampel (n) t-hitung t-tabel (0,05)
RT Miskin
RT Tidak Miskin
Keseluruhan
662.903
1.571250
1.059273
784.456
1.654253
1.164004
121.553
83.003
104.731
151.051 31 4,48 2,04
86.439 24 4,7 2,06
127.399 55 6,1 2,01
Secara statistik dilakukan pengujian terhadap perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah adanya KUBE. Pengujian dilakukan dengan uji beda dua mean sampel berpasangan. Uji ini menghasilkan t-hitung sebesar 4,48 untuk RT miskin, 4,7 untuk RT tidak miskin dan 6,1 untuk keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa t-hitung lebih besar dari t-tabel yang digunakan, sehingga dapat disimpulkan bahwa program KUBE efektif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat anggota KUBE. Hasil uji beda dua mean sampel berpasangan secara singkat dapat dilihat pada Tabel 13 sedangkan hasil pengolahan dengan software minitab 14 dapat dilihat pada Lampiran 6.
6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan KUBE 6.3.1 Deskripsi Statistik Variabel-variabel Penelitian Nilai dari variabel-variabel penelitian yang digunakan diperoleh melalui kuisioner terhadap 55 responden yang merupakan anggota KUBE dengan usaha catering. Variabel-variabel tersebut antara lain, pendidikan formal yang pernah ditempuh, pengalaman dalam menjalankan usaha, pendampingan kelompok oleh pendamping/PSM, kedudukan dalam kelompok, pelaksanaan KUBE secara berkelompok atau perorangan dan pendapatan usaha secara individu. Pendidikan Kesadaran untuk memperoleh pendidikan bagi masyarakat Kecamatan Pesanggrahan sudah cukup baik. Dari 55 orang responden, yang tidak sekolah hanya ada 2 orang atau 3,64 persen sedangkan 12 orang atau 21,82 persen bersekolah hingga SD (sekolah dasar), 18 orang atau 32,73 persen bersekolah hingga SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), 19 orang atau 34,55 persen bersekolah hingga SMU (Sekolah Menengah Umum) atau sederajat, dan hanya 4
orang atau 7,27 persen yang bersekolah hingga perguruan tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah Anggota KUBE Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan Tidak sekolah SD SLTP SMU Perguruan Tinggi
Jumlah (Jiwa)
Persen (%) 2 12 18 19 4 55
3,64 21,82 32,73 34,55 7,27 100
Sumber: Data Primer Pengalaman Variabel pengalaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengalaman seorang anggota dalam menjalankan usaha. Usaha yang pernah dijalankan oleh anggota diantaranya adalah usaha berjualan kue pagi, nasi uduk dan membuka warung. Pengalaman yang paling lama dilakukan oleh seorang anggota adalah membuka warung. Berdasarkan data yang diperoleh, hanya 21 orang anggota yang memiliki pengalaman berusaha. Pendampingan Pendampingan dilakukan oleh seorang pendamping sosial atau PSM yang ditunjuk oleh dinas untuk mendampingi KUBE. Akan tetapi karena didasari atas kesukarelaan maka pendamping ini bersifat tidak terikat. Selama ini sebagian besar KUBE menerima pendampingan sebanyak 2 sampai 3 kali. Namun, ada juga KUBE yang menerima pendampingan hingga 10 kali. Hal ini dipengaruhi oleh kedekatan jarak tempat tinggal pendamping dengan KUBE yang didampinginya serta partisipasi anggota untuk menerima pendampingan. Kegiatan pendampingan ini antara lain adalah evaluasi kegiatan yang telah dilakukan oleh KUBE, pengarahan serta pemberian informasi mengenai perkembangan di LKMS
(Lembaga Keuangan Mikro Sosial) karena pendamping merupakan penghubung antara KUBE dengan LKMS. Dummy Kedudukan Pembentukan KUBE disesuaikan dengan pembentukan suatu organisasi yang terdiri atas ketua, sekretris, bendahara dan anggota. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan
KUBE
dapat
dipantau
secara
terorganisir
dan
dapat
dipertanggungjawabkan. Pemilihan ketua, sekretaris dan bendahara dilakukan SSK yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu yang menjadi kandidat, karena diharapkan pemegang kedudukan didalam KUBE memiliki kemampuan untuk membimbing seperti pendamping. Dan ada beberapa ketua KUBE yang juga merangkap sebagai pendamping KUBE. Dalam hal ini, dummy kedudukan mewakili kedudukan seseorang sebagai ketua atau bukan ketua. Dummy Kelompok Pada awal pembentukkan KUBE diharapkan dapat berjalan layaknya sebuah kelompok yang bekerja untuk saling melengkapi dan bertanggung jawab terhadap kelompok. Pada kenyataan di lapangan, sebagian KUBE yang berjalan tidak lagi dijalankan secara berkelompok namun secara individual sehingga dalam penelitian ini dummy kelompok mewakili KUBE yang dijalankan secara berkelompok atau secara perorangan. Pendapatan Usaha secara Individu KUBE merupakan suatu kegiatan usaha yang dirancang untuk dijalankan secara bersama-sama. Namun, pendapatan masing-masing individu yang terlibat dalam KUBE belum tentu memiliki jumlah yang sama karena dipengaruhi oleh kontribusi masing-masing anggota dalam keterlibatannya pada kegiatan KUBE.
Kontribusi anggota ini terkait dengan intensitas kumpul dalam kelompok masingmasing individu. Pendapatan usaha dalam KUBE selama ini rata-rata diperoleh dari hasil menyewakan peralatan catering dan pesanan yang tidak tentu adanya. 6.3.2 Hasil dan Pembahasan Model Dugaan Dengan menggunakan metode ”Ordinary Least Squre (OLS)”, diperoleh model dugaan sebagaimana pada Tabel 14. Dari model dugaan tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 67 persen dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R-Sq adj) sebesar 63,6 persen. Angka (R-Sq) tersebut menunjukkan bahwa 67 persen keragaman dari variabel tak bebas (pendapatan KUBE per individu) dapat diterangkan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model, sedangkan sisanya yaitu sebesar 33 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Uji F dengan p-value 0,000 (lebih kecil dari α = 0,05) menunjukkan bahwa koefisien regresi secara bersama-sama signifikan berbeda nyata dari nol. Hal-hal ini bermakna bahwa model sudah baik. Tabel 15. Hasil Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Individu Kelompok Usaha Bersama di Kecamatan Pesanggrahan Variabel Koef SE Koef T P Kontanta 29673.51 39982.95 0,742 0,4615 Pendidikan -2708.57 2803.81 -0,966 0,3388 Pengalaman -195.42 169.74 -1,151 0,2552 Pendampingan 35946.38 10008.84 3,591 0,0008* Dummy Kedudukan 144186.9 48705.13 2,960 0,0047* Dummy Kelompok 55632.99 23461.38 2,371 0,0217* S = 76881.01 R-Sq = 67% R-Sq(adj) = 63.6% DW = 1.397605 F = 19.85620 P-value = 0.000 Keterangan: * nyata pada taraf 5% Berdasarkan hasil output pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa tidak ada masalah multikolinearitas maupun heteroskedastisitas. Pengujian terhadap
multikolinearitas dalam program Eviews dapat dilakukan dengan melihat matriks korelasi antar variabel yang terdapat dalam model. Multikolinearitas terjadi saat koefisien korelasi diantara dua variabel dalam matriks korelasi antar sesama variabel bebas bernilai lebih besar dari │0,8│. Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa tidak terdapat nilai koefisien korelasi antara dua variabel yang bernilai lebih besar dari │0,8│. Berarti, dalam model tidak terdapat masalah multikolinearitas. Terhadap masalah heteroskedastisitas, saat pengolahan model telah digunakan metode White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance sehingga model dugaan tidak mengandung masalah heteroskedastisitas. Tabel 16. Matriks Korelasi Pendidikan Pengalaman Pendampingan Pendidikan Pengalaman Pendampingan Dummy Kedudukan Dummy Kelompok
1.000.000 -0.125098 0.130381 0.205498
-0.125098 1.000.000 -0.057693 0.500683
0.130381 -0.057693 1.000.000 0.109914
Dummy Kedudukan 0.205498 0.500683 0.109914 1.000.000
-0.316494
0.169328
-0.128469
0.023187
Dummy Kelompok -0.316494 0.169328 -0.128469 0.023187 1.000.000
Hasil pendugaan model terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata (α) 5 persen terhadap pendapatan usaha secara individu adalah variabel pendampingan, dummy kedudukan dan dummy kelompok. Sedangkan variabel lain tidak berpengaruh nyata. Hasil pengolahan dengan menggunakan software Eviews 4.1 dapat dilihat pada Lampiran 7. Pendidikan Pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usaha. Hal ini terjadi karena sebagian besar anggota KUBE memiliki tingkat pendidikan yang relatif sama yaitu pada kisaran SLTP dan SMU. Dalam penelitian ini, variabel
pendidikan belum dibedakan berdasarkan jenjang sekolah atau membedakan antara SMU dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau tingkat pendidikan yang mendukung pengetahuan mengenai catering. Dalam penelitian Siregar, dkk. (2007) menemukan bahwa variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap jumlah orang miskin. Dampak terbesar terjadi pada tingkat pendidikan SLTP sehingga kebijakan pemerintah mengenai wajib belajar sembilan tahun harus diteruskan. Pendidikan SMA dan diploma juga memiliki pengaruh yang relatif besar dalam mengurangi kemiskinan. Hal ini mencerminkan bahwa human capital merupakan determinan penting untuk menurunkan jumlah penduduk miskin. Pengalaman Pengalaman tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usaha secara individu. Hal ini terjadi karena pengalaman berusaha yang telah dilakukan anggota tidak berkaitan dengan usaha KUBE yang dijalankan karena dari 19 anggota KUBE yang memiliki usaha dagang hanya terdapat 8 orang yang memiliki usaha di bidang makanan (usaha yang mendukung atau sejenis dengan KUBE yang dijalankan). Sedangkan 11 orang anggota lainnya berdagang dengan usaha warung, kelontong dan pakaian. Pendampingan Frekuensi pendampingan berpengaruh nyata terhadap pendapatan usaha secara individu dengan nilai koefisien regresi sebesar 35946. Artinya setiap peningkatan satu kali pendampingan maka pendapatan akan meningkat Rp 35.946 cateris paribus. Maka pendampingan harus dilakukan lebih intensif agar dapat menjadi motivasi bagi anggota KUBE dalam menjalankan usaha.
Dummy Kedudukan Hasil regresi menunjukkan bahwa dummy kedudukan berpengaruh nyata terhadap pendapatan usaha secara individu dengan nilai koefisien regresi sebesar 144186. Artinya pendapatan usaha secara individu yang menjadi ketua lebih besar Rp 144.186,- dibandingkan dengan anggota KUBE yang tidak menduduki jabatan sebagai ketua. Dummy Kelompok Hasil regresi menunjukkan bahwa dummy pelaksanaan KUBE secara berkelompok berpengaruh nyata terhadap pendapatan usaha secara individu dengan nilai koefisien regresi sebesar 55633. Artinya pendapatan usaha secara individu yang menjadi anggota dalam KUBE yang berjalan secara berkelompok lebih besar Rp 55.633,- dibandingkan dengan anggota dalam KUBE yang berjalan secara individual. 6.4 Implikasi Kebijakan Berdasarkan hasil analisis efektivitas pendapatan sebelum dan setelah adanya KUBE dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE di Kecamatan Pesanggrahan, maka dapat dirumuskan beberapa implikasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi angka kemiskinan di Kecamatan Pesanggrahan, sebagai berikut. 1.
Peningkatan kreatifitas masyarakat dengan pelatihan-pelatihan. Pemberian bantuan KUBE tanpa dilengkapi dengan kreatifitas hanya akan membuat usaha yang diharapkan berkembang menjadi macet ditengah jalan. Pengembangan usaha bukan hanya bermodal aset tetapi juga memerlukan
modal keterampilan dan kreatifitas untuk dapat mengantisipasi berbagai kendala yang akan datang ditengah usaha sedang berjalan. 2.
Memperbaiki pelaksanaan KUBE. Program pemerintah yang dimulai dengan top-down seringkali hasilnya tidak optimal karena memaksakan suatu keadaan untuk diterima oleh masyarakat yang menerima bantuan. Lebih baik mengembangkan program yang dimulai dengan bottom-up sehingga bantuan yang diberikan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam program KUBE dilaksanakan dengan cara top-down sehingga peralatan yang diberikan sebagai bantuan tidak dapat dimanfaatkan dengan optimal, karena peralatan tidak sesuai dengan skala usaha yang sedang berjalan atau dirintis.
3.
Meningkatkan monitoring pelaksanaan program. Walaupun selama ini telah ada pendampingan namun tidak semua KUBE memperoleh pendampingan yang cukup. Karena merasa tidak diawasi maka perkembangan beberapa KUBE menjadi tidak baik atau tidak berkembang. Selain itu, para pendamping sebaiknya memiliki keterampilan khusus dan merupakan pegawai dinas bukan relawan sehingga mampu membantu perkembangan KUBE dan bertanggung jawab atas tugas yang dijalankannya.
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dari bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Kemiskinan perkotaan yang terjadi di Kecamatan Pesanggrahan antara lain disebabkan oleh kurangnya jam kerja rata-rata RT penduduk miskin yaitu sekitar 39 jam per minggu sedangkan jam kerja rata-rata RT penduduk tidak miskin adalah sekitar 74 jam per minggu. Dengan jam kerja yang relatif lebih rendah, pendapatan rata-rata RT penduduk miskin per kapita per bulan juga rendah yaitu Rp 201.968, masih dibawah garis kemiskinan Wilayah Kotamadya Jakarta Selatan. 2. Program KUBE yang dilaksanakan di Kecamatan Pesanggrahan pada tahun 2006 secara kuantitatif telah efektif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun, pada kenyataannya KUBE belum beroperasi secara rutin sehingga efektivitas program KUBE sebetulnya masih dapat ditingkatkan lagi sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Berdasarkan hasil pendugaan dengan model regresi diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi keberhasilan KUBE pada taraf nyata 5 persen adalah frekuensi pendampingan, dummy kedudukan dan dummy kelompok. 3. Kebijakan pemerintah saat ini cenderung masih bersifat top-down sehingga bantuan yang diterima masih belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan secara optimal. Rakyat miskin perkotaan di lokasi penelitian tidak hanya membutuhkan bantuan berupa aset (modal produksi) tetapi juga memerlukan
bantuan dalam meningkatkan keterampilan (skill dan kreatifitas) dalam menjalankan suatu usaha produktif.
7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut. 1. Pendampingan terhadap KUBE perlu ditingkatkan dan dikembangkan sehingga efektivitas KUBE dalam meningkatkan keterampilan para anggota menjadi lebih tinggi dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan sasarannya secara lebih besar. 2. KUBE sebaiknya berhubungan baik dengan Lembaga Keuangan Mikro Sosial (LKMS) sehingga sinergi diantara dua lembaga ini dapat berkelanjutan dan berkembang. Hal ini diharapkan sangat membantu KUBE dalam masalah keuangan dan kemitraan terhadap pihak luar. 3. Untuk penelitian lanjutan, perlu diteliti efektifitas beberapa program penanggulangan kemiskinan lainnya yang telah dilakukan oleh pemerintah sehingga dapat diketahui program mana yang memiliki pengaruh yang lebih besar
dalam
mengurangi
angka
kemiskinan
dan
dicari
bentuk
sinergi/kombinasi diantaranya agar efektivitasnya dalam menanggulangi kemiskinan lebih tinggi lagi.
DAFTAR PUSTAKA Andayasari, Ika. 2006. Pengembangan KUBE-Fakir Miskin Dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan (Kasus Upaya Pengentasan Kemiskinan melalui KUBE-FM di Kelurahan Cibeureum Kecamatan Cimahi Selatan). Tesis. IPB, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2005. Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2007. Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2007. BPS, Jakarta Badan Pusat Statistik. 2007. Data dan Informasi Kemiskinan 2005-2006 buku 1. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2007. Data dan Informasi Kemiskinan 2005-2006 buku 2. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2007. Kecamatan Pesanggrahan Dalam Angka 2007. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2007. Jakarta Selatan Dalam Angka 2007. BPS, Jakarta. Departemen Sosial RI. 2005. Panduan Operasional Program Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Bantuan Sarana Penunjang Produksi KUBE Bidang Konveksi.Depsos, Jakarta. Departemen Sosial RI. 2005. Panduan Operasional Program Pemberdayaan Fakir Miskin di Wilayah Pertanian.Depsos, Jakarta. Gujarati, Damodar. 1978.Ekonometrika Dasar. Terjemahan. Erlangga, Jakarta. Ilham, Nyak, Hermanto Siregar, & D. S. Priyarsono. 2006. Efektivitas Kebijakan Harga Pangan Terhadap Ketahanan Pangan. Jurnal Agro Ekonomi. Volume 24 no. 2, hal 157- 177. pdf. Khairullah. 2003. Dinamika Kelompok dan Kemandirian Anggota Kelompok Swadaya Masyarakat. Tesis. IPB, Bogor. Khanata-Khasanah persona dan pranata. 2006. Menuju Indonesia Sejahtera Upaya Konkret Pengentasan Kemiskinan. Khanata-Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. KIKIS (The Ford Foundation). 2000. Penanggulangan kemiskinan Struktural Agenda Keadilan dan Pemberdayaan Masyarakat Program Aksi Lima Tahun. Akatiga, Bandung.
Nugroho, Tri Wahyu. 2006. Dmpak Kebijakan Pembangunan Pertanian Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Tesis. IPB, Bogor. Nurhayati, Maruti. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB, Bogor. Permanda, Estiani. 2007. Peranan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) Terhadap Pendapatan Usaha Kecil di Kelurahan Kedung Badak Kota Bogor. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor. PSP3-IPB. 2006. 22 Tahun Studi Pembangunan Pengurangan Kemiskinan, Pembangunan Agribisnis dan Revitalisasi Pertanian. Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan-LPPM IPB, Bogor. Rahmawati, Yenny Indra. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Rumah Tangga di Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor. Ramanathan, Ramu.1998. Introductory Econometrics with Applications Fourth Edition. The Dryden Press, United States of America. Saidi, Naili. 2007. Strategi Peningkatan Efektivitas Penyaluran Dana Usaha Desa/Kelurahan Untuk Penanggulangan Kemiskinan (Kajian di Kota Pekanbaru - Provinsi Riau). Tesis. IPB, Bogor. Sajogyo. 1996. Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia Prof. Dr. Sajogyo 70 Tahun. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Santosa, Awan, Dadit G. Hidayat, & Puthut Indroyono. 2003. Evaluasi Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran Di Provinsi D.I. Jogjakarta. Jurnal Ekonomi & Bisnis Indonesia, vol.18, no.2, hal. 144160. Siregar, Hermanto, Dwi Wahyuniarti, & Nur Azam Achsani. 2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Makalah disampaikan dalam acara Seminar Nasional Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian-Deptan. PASEKP, Bogor. 21 Agustus. Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan. IMPAC, Jakarta. Tarmidi. 2006. efektivitas Pengelolaan Kredit Mikro Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Analisis Pendapatan Keluarga Miskin. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor.
Wahyuni, Dewi. 2005. Model Pengembangan Usaha Bersama (KUBE) (Refleksi Proses Pemberdayaan KUBE dari Kasus Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi). Tesis. IPB, Bogor. Walpole, Ronald E.1995. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, Wing Wahyu. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Garis Kemiskinan (Rp/Kap/Bln) Menurut Provinsi dan Daerah, Tahun 2005-2007 Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Malku Utara Irian Jaya Barat Papua Indonesia
Sumber: BPS, 2007
Perkotaan (K) 2005 2006 195882 226599 175152 209282 175730 219990 196892 266897 187608 202612 172684 242135 172659 191541 164909 195912 197082 210878 231346 247540 237735 295267 151235 207233 143776 193745 160690 196406 146743 196877 183927 217536 166962 230636 134488 140490 141168 156696 164397 171289 161231 172517 163565 176650 213378 300031 150421 205685 173991 208494 138576 170517 122067 170063 135837 165585 165808 189173 202415 174425 184891 220567 193307 214739 165565 179144
2007 246375 205379 213942 233732 214769 205145 210082 187923 236854 278742 266874 180821 168186 200855 166546 188392 179141 176591 185975 166230 179418 185289 239560 165824 181555 149439 142103 146458 144842 205046 192287 209518 242556 187942
2005 166608 117578 125602 151718 122185 120331 110275 113728 178701 156453 113964 120115 130807 115272 108855 136897 109403 89764 109777 125980 107455 161910 118675 121193 97027 107902 115018 150271 122936 145610 117365
Perdesaan (D) 2006 177637 156867 166062 219483 140453 185430 124155 148389 188898 173319 157664 160753 187521 155080 140648 178359 120042 103903 125852 136949 125025 229750 177246 144379 123441 154770 142331 147186 166800 140147 200817 175237 135896
2007 206724 154827 163301 194019 152019 161205 149468 145634 234028 213985 144204 140803 156349 140322 140885 147963 130867 113310 133403 153430 144647 188787 149440 146682 115788 127197 134410 130428 170547 153526 204958 190513 146837
2005 172084 143095 140962 167620 141157 138444 128541 125319 186531 215803 237735 133701 130013 148476 128598 150209 152519 118891 98263 124804 136309 128598 189851 130929 131524 109503 110978 120670 161114 137010 157074 138574
K+D 2006 196130 180956 184266 244004 175959 185253 164397 162479 202718 210653 295267 185702 176859 190693 172060 185866 205936 149250 137147 159291 162696 163459 257723 184597 189386 148584 172995 145578 153232 171183 149743 203582 177977 158051
2007 218143 178132 180669 214034 172349 178209 170802 157052 235379 248241 266874 165734 154111 184965 153145 169485 165954 150026 126389 142529 162266 161514 220368 156550 154006 126623 130625 138181 135242 179552 165039 205998 202379 166697
Lampiran 2. Kuisioner Penelitian Kepada Yth: Responden Penelitian Kuisioner ini digunakan untuk meneliti Efektivitas Program Kelompok Usaha Bersama Sebagai Upaya Pemberdayaan Fakir Miskin Perkotaan. No. Responden:
Kelompok Responden:
PETUNJUK PENGISIAN Jawablah seluruhpertanyaan dengan mengisi/melingkari/”√” pilihan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.mohon dijawab dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab agar informasi benar, akurat dan lengkap sehingga meberikan manfaat dalam memperbaiki pelaksanaan program Kelompok Bersama (KUBE). Data pokok responden 1. Nama Lengkap : 2. Alamat Lengkap : 3. Jenis Kelamin : (1) laki-laki, (2) perempuan 4. usia : 5. Status : (1) bujangan, (2) menikah, (3) janda/duda 6. Lama Sekolah :
tahun
7. Pekerjaan Utama (jam kerja) : 8. pendapatan/bulan : 9. Jumlah tanggungan Keluarga: No. Tanggungan Jumlah Pekerjaan Penghasilan/Bln Keterangan 1. Istri/Suami 2. Anak Kandung: - Balita - Sekolah SD - Sekolah SMP - Sekolah SMA - Kuliah - lainnya 3. Lain-lain: Jumlah 10. Kepemilikan rumah : (1) milik sendiri, (2) menumpang keluarga, (3) kontak (bulanan/tahunan) 11. Asal kewarganegaraan/suku :
Data berdasarkan Kelompok 1. Jenis usaha : 2. Lokasi usaha : 3. Sasaran usaha : 4. Sumber keahlian berusaha : (1) kursus, (2) pengalaman pribadi 5. Pengalaman berusaha :
tahun
6. Kedudukan dalam kelompok : (1) ketua, (2) bendahara, (3) sekretaris, (4) anggota 7. Pendapatan dari usaha/bulan : 8. Kumpul dalam kelompok : ……kali/bulan 9. Dana pinjaman yang diperoleh : 10. Pendampingan dilakukan : ……kali/bulan 11. Keberlanjutan usaha : (1) usaha berlanjut, (2) usaha tidak berlanjut
CATATAN (penjelasan/usulan/temuan/pernyataan/pendapat responden)
Lampiran 3. Data dan Variabel-variabel Penelitian No.
KUBE
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
NURI NURI NURI NURI NURI NURI NURI NURI NURI NURI KELELAWAR KELELAWAR KELELAWAR KELELAWAR KELELAWAR KELELAWAR KELELAWAR LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA
Sa'diyah Siti Aisyah Siti Jalpah Rusmayanah Hamdah H. Sumiyati Rojanah Sumarni Halowati Niswah Siti Munawaroh Rupi'ah Hasanah Aminah Nina Martina Warsinah Aliyah Siswanti Sriwahyuni Ida Suwarni Sri Wahyuningsih Sumiati Djariah Amroh Melani Eti Nurhayati
UMUR 48 33 35 40 30 54 42 42 50 50 42 52 40 60 43 50 63 39 36 34 42 66 50 45 30 46 40
DSTS 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1
JK 84 112 0 100 140 120 0 150 140 140 0 140 0 0 0 336 120 100 24 84 100 0 40 120 160 0 0
PHSLN 2000000 300000 0 200000 250000 200000 0 600000 500000 500000 0 900000 300000 0 0 1500000 250000 400000 50000 200000 200000 0 100000 300000 200000 200000 0
TGGN 7 2 4 5 3 0 3 4 4 4 4 4 3 2 3 3 1 4 5 3 3 2 2 3 4 1 4
JKS 0 0 180 196 280 0 180 160 168 330 288 308 0 160 160 0 0 0 336 336 160 160 252 0 308 0 252
PHSLS 0 0 1000000 700000 2000000 0 1000000 1000000 1500000 1500000 600000 900000 0 600000 600000 0 0 0 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 0 900000 0 900000
PNDUS 300000 200000 100000 150000 150000 200000 200000 150000 150000 150000 42587 42587 42587 42587 42587 42587 42587 200000 50000 300000 0 0 0 0 0 0 0
PNDDN 13 4 9 9 12 6 9 6 0 7 8 5 9 8 9 8 6 12 12 6 12 9 9 9 9 9 12
PGLMN 12 0 0 16 5 60 60 5 12 12 0 372 0 0 0 372 0 84 12 72 0 0 0 0 24 0 0
PNMPGN 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
DKED 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
DKEL 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
MERPATI MERPATI MERPATI MERPATI MERPATI MERPATI MERPATI MERPATI MERAK MERAK MERAK MERAK MERAK MERAK MERAK MERAK MERAK MERAK ANGGREK ANGGREK ANGGREK ANGGREK ANGGREK ANGGREK ANGGREK ANGGREK ANGGREK ANGGREK
Masanih Budiyah Supartini Herlinah Sainem Lilis Yatiningsih Ikawati Masinah Tri Hastuti Ika Wartika Titin Supratiwi Rosita Iip Latifah Sawiyah Lisnawati Lilis Wati Rubiyah Hamianisbah Mayulis Rosnini Puti Selfiani Ros Yusnani Neneng Sutirah Hafnawati Supani Nurhidayati
40 52 43 33 37 45 36 40 49 35 29 50 35 57 32 42 47 48 48 52 24 27 48 30 60 56 55 35
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1
0 0 0 0 0 0 140 0 0 0 192 180 180 0 0 120 168 168 480 150 150 150 336 120 150 160 0 0
0 0 0 0 0 0 1500000 0 800000 500000 600000 600000 1300000 400000 0 500000 1000000 1000000 900000 500000 400000 400000 1500000 200000 600000 1000000 0 0
3 4 5 4 4 4 5 4 3 3 3 4 3 2 4 3 4 3 3 2 1 1 5 3 1 2 1 4
160 180 200 160 200 160 180 140 0 0 196 0 0 0 200 0 160 160 0 0 0 0 200 336 0 0 0 140
750000 2000000 800000 750000 750000 900000 2000000 750000 0 0 700000 0 0 0 2000000 0 780000 780000 0 0 0 0 1500000 1000000 0 800000 0 750000
161875 161875 161875 161875 161875 161875 161875 161875 60867 0 0 0 60867 60867 0 60867 60867 60867 600000 600000 0 0 200000 100000 0 0 0 0
6 12 9 12 6 12 15 6 12 9 12 12 12 0 12 12 6 12 12 12 14 15 12 9 6 12 6 9
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 216 96 12 60 36 0 0 48 12 0 0 0 0
3 3 3 3 3 3 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 0 0 10 10 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan: UMUR = umur responden pada saat pengambilan data dilakukan DSTS = status pernikahan, 1 = menikah, 2 = belum menikah/janda JK = jam kerja responden tiap bulan PHSLN = penghasilan responden dari pekerjaan utama per bulan TGGN = tanggungan keluarga JKS = jam kerja suami responden tiap bulan PHSLS = penghasilan suami per bulan PNDUS = pendapatan usaha KUBE per individu PNDDN = pendidikan responden dalam jumlah tahun bersekolah PGLMN = pengalaman usaha PNMPGN = frekuensi pendampingan sejak KUBE dibentuk hingga pengambilan data dilakukan DKED = dummy kedudukan DKEL = dummy kelompok
Lampiran 4. Pendapatan RT Miskin Sebelum dan Setelah Mengikuti KUBE serta Pekerjaan Utama Responden selain KUBE NO
KUBE
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
NURI NURI NURI NURI NURI KELELAWAR KELELAWAR KELELAWAR KELELAWAR KELELAWAR LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA MERPATI MERPATI MERPATI MERPATI MERPATI MERPATI MERAK MERAK MERAK MERAK MERAK ANGGREK ANGGREK ANGGREK ANGGREK Rata-rata
Sa'diyah Siti Aisyah Siti Jalpah Rusmayanah Sumiyati Siti Munawaroh Hasanah Aminah Nina Martina Aliyah Siswanti Sriwahyuni Amroh Melani Eti Nurhayati Masanih Supartini Herlinah Sainem Lilis Y. Masinah Tri Hastuti Ika Wartika Rosita Sawiyah Lilis Wati Mayulis Rosnini Supani Nurhidayati
t-tabel
0 . 05
/ 2
= 2.042
Sebelum Rp 2.000.000 300.000 1.000.000 900.000 200.000 600.000 300.000 600.000 600.000 250.000 400.000 1.050.000 300.000 1.100.000 200.000 900.000 750.000 800.000 750.000 750.000 900.000 750.000 800.000 500.000 600.000 400.000 500.000 900.000 500.000 200.000 750.000 662.903
Sesudah Rp 2.300.000 500.000 1.100.000 1.050.000 400.000 642.857 342.857 642.857 642.857 292.857 600.000 1.100.000 300.000 1.100.000 200.000 900.000 911.875 961.875 911.875 911.875 1.061.875 911.875 860.867 500.000 600.000 460.867 560.867 1.500.000 1.100.000 200.000 750.000 784.456
DM 300.000 200.000 100.000 150.000 200.000 42.857 42.857 42.857 42.857 42.857 200.000 50.000 0 0 0 0 161.875 161.875 161.875 161.875 161.875 161.875 60.867 0 0 60.867 60.867 600.000 600.000 0 0 121.553
Pekerjaan Utama Guru Buruh Cuci IRT Buruh Cuci Dagang Kue IRT Kontrakan IRT IRT Buruh RT Jumantik Dagang Es Buruh Tekstil Penjahit IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT Dagang IRT Dagang Dagang Dagang IRT IRT
Lampiran 5. Pendapatan RT Tidak Miskin Sebelum dan Setelah Mengikuti KUBE serta Pekerjaan Utama Responden selain KUBE NO
KUBE
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
NURI NURI NURI NURI NURI KELELAWAR KELELAWAR LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA LUMBA_LUMBA MERPATI MERPATI MERAK MERAK MERAK MERAK MERAK ANGGREK ANGGREK ANGGREK ANGGREK ANGGREK ANGGREK Rata-rata
Hamdah H. Rojanah Sumarni Halowati Niswah Rupi'ah Warsinah Ida Suwarni Sri W. Sumiati Djariah Budiyah Ikawati Titin S. Iip Latifah Lisnawati Rubiyah Hamianisbah Puti Selfiani Ros Yusnani Neneng Sutirah Hafnawati
t-tabel
0 . 05
/ 2
= 2.064
Sebelum Rp 2.250.000 1.000.000 1.600.000 2.000.000 2.000.000 1.800.000 1.500.000 1.200.000 1.200.000 1.000.000 1.100.000 2.000.000 3.500.000 1.300.000 1.300.000 2.000.000 1.780.000 1.780.000 400.000 400.000 3.000.000 1.200.000 600.000 1.800.000 1.571.250
Sesudah Rp 2.400.000 1.200.000 1.750.000 2.150.000 2.150.000 1.842.857 1.542.857 1.500.000 1.200.000 1.000.000 1.100.000 2.161.875 3.661.875 1.300.000 1.360.867 2.000.000 1.840.867 1.840.867 400.000 400.000 3.200.000 1.300.000 600.000 1.800.000 1.654.253
DTM
Pekerjaan Utama
150.000 200.000 150.000 150.000 150.000 42.857 42.857 300.000 0 0 0 161.875 161.875 0 60.867 0 60.867 60.867 0 0 200.000 100.000 0 0 83.003
Dagang Kue IRT Dagang Kue Dagang Nasi Uduk Dagang Nasi Uduk Dagang Dagang Dagang Buruh Cuci IRT Dagang IRT Guru Pramuniaga Guru IRT Dagang Dagang Magang Magang Dagang Dagang Kue Dagang Kue Penjahit
Lampiran 6. Hasil Pengolahan dengan Minitab 14 One-Sample T: D Miskin Test of mu = 0 vs not = 0
Variable D Miskin
N 31
Mean 121553
StDev 151051
SE Mean 27130
95% CI (66147; 176959)
T 4,48
P 0,000
One-Sample T: D Tidak Miskin Test of mu = 0 vs not = 0
Variable D Tidak Miskin
N 24
Mean 83002,7
StDev 86438,7
SE Mean 17644,2
95% CI (46502,8; 119502,6)
Histogram of D Miskin
(with Ho and 95% t-confidence interval for the mean) 10
Frequency
8 6 4 2 0
_ X Ho
0
160000
320000 D Miskin
480000
640000
Histogramof DTidak Miskin
(with Ho and 95%t-confidence interval for the mean) 10
Frequency
8 6 4 2 _ X
0 Ho
0
80000
160000 DTidakMiskin
240000
320000
T 4,70
P 0,000
Lampiran 7. Hasil Pengolahan dengan Eviews 4.1 Dependent Variable: PNDUS Method: Least Squares Date: 08/12/08 Time: 13:36 Sample: 1 55 Included observations: 55 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PNDDN PGLMN PNMPGN DKED DKEL
29673.51 -2708.571 -195.4186 35946.38 144186.9 55632.99
39982.95 2803.809 169.7427 10008.84 48705.13 23461.38
0.742154 -0.966033 -1.151264 3.591463 2.960405 2.371258
0.4615 0.3388 0.2552 0.0008 0.0047 0.0217
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.669546 0.635827 76881.01 2.90E+11 -693.6158 1.397605
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
104730.9 127398.7 25.44057 25.65956 19.85620 0.000000
20 Series: Residuals Sample 1 55 Observations 55
16
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
12
8
1.82E-11 1232.215 264701.7 -262415.2 73235.26 0.640107 9.477070
4 Jarque-Bera Probability
0 -250000
-125000
0
125000
99.89691 0.000000
250000
Matriks Korelasi
PNDDN PGLMN PNMPGN DKED DKEL
PNDDN 1.000.000 -0.125098 0.130381 0.205498 -0.316494
PGLMN -0.125098 1.000.000 -0.057693 0.500683 0.169328
PNMPGN 0.130381 -0.057693 1.000.000 0.109914 -0.128469
DKED 0.205498 0.500683 0.109914 1.000.000 0.023187
DKEL -0.316494 0.169328 -0.128469 0.023187 1.000.000