PROGRAM PENINGKATAN PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PENUMBUHAN KELEMBAGAAN (STUD1 KASUS PARTICIPATORY ACTION RESEARCH Dl DESA LEGOK KALER, KECAMATAN PASEH, KABUPATEN SUMEDANG)
WAWAN 5. PRlHA SISWANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
LEMBAR PERNYATAAN SUMBER INFORMASl
Dengan ini saya nyatakan bahwa kajian "PROGRAM PENINGKATAN PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PENUMBUHAN KELEMBAGAAN (Studi
Kasus Participatory Action Research di Desa Legok Kaler, Kecarnatan Paseh, Kabupaten Sumedang), adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Dengan maksud untuk menjaga kerahasiaan atas permintaan sebagian informan nama-nama tertentu telah disamarkan, dengan nama inisial sesuai yang dikehendaki informan. Sumber informasi yang berasal dari sumber yang dikutip dari karya yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan datam tembar daftar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bandung, November 2006
Wawan 5. Priha Siswana NRP. A1 54050035
ABSTRAK
WAWAN SnIAWAN PRlHA SISWANA: A154050035: "PROGRAM PENINGKATAN PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PENUMBUHAN KELEMBAGAAN (Studi Kasus Participatory Action Research di Desa Legok Kaler, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang), dibawah bimbingan SARWlTlTl AGUNG SARWOPRASODJO dan SAID RUSLI Banyak program pemberdayaan belum menunjukan hasil yang memuaskan, bahkan cenderung gaga(, dari evaLuasi menunjukan po(a penanganan benifat top down, sentralistik, transparansi dan akuntabilitas masih jauh dari memuaskan. Program dikerjakan sepihak oleh pemerintah, kriteria sasaran ditentukan sepihak dengan menapikan aspirasi, dan potensi sosiat yang dimitiki. Programpun dijalankan tidak sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dan kebutuhan sebenarnya (real needs), sehingga sasaran program tidak merasa memilki dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan program. Akibatnya program-program tenebut sering salah sasaran dan tidak berketanjutan. Kajian ini menggunakan metoda pengumputan data teknotogi partisipatif (Technology of Participatory: TOP), pendekatan kajian penelitian tindakan partisipatif (Participatory Action Research) dan paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (People Centered Development). Masyarakat ditempatkan tidak hanya sebagai objek tapi juga subjek pembangunan; masyarakat mempunyai energi dan kemampuan mengolah potensi yang ada. Tujuan kajian ini adalah : Mengkaji komunitas Desa Legok Kaler, Mengkaji keluarga di komunitas Desa Legok Kaler menemukenali permasalahan yang dihadapinya, Mengkaji keluarga menemukenali potensi yang dimilikinya, Mengkaji proses pemberdayaan keluarga di komunitas Desa Legok Kaler melalui kelembagaan yang dibentuk, Mengkaji upaya peningkatan kemampuan ekonomi keluarga di komunitas Desa Legok Kaler, Mengkaji hasil akhir proses partisipasi kelembagaan di komunitas Desa Legok Kaler. Perjalanan penumbuhan kelembagaan diawali dari dukungan sebagian anggota Yasinan Keliling Al-Hasanah yang terbangun sejak Praktek Lapangan 1, kemudian mencoba merealisasikan komitmen-komitmentersebut selama kajian bedangsung. Tahapan-tahapan dalam penumbuhan kelembagaan yang dilakukan adalah: Penginforrnasian Kegiatan adalah tahapan penyampaian rencana proggram yang akan dilaksanakan, tahapan ini dilakukan melalui radio komunitas dan kelompok pengajian yasinan keliling, Peniapan Sosial adalah tahapan kegiatan pengungkapan masalah dan potensi yang dilakukan metalui dialog dan dilanjutkan dengan workshop yaitu kegiatan yang dilakukan untuk membuat keputusan agar bisa merealisasikan aksi apa yang akan dilakukan berdasarkan kepada permasalahan serta potensi yang mereka ada. Dahm workshop terungkap : Perurnusan Nama Program, Perumusan Tujuan Program, Perumusan Sasaran/Taqet Program, Membangun Komitmen. Setelah Stu kemudian kegiatan Aksl, aksi ini sebagai implementasi rencana aksi dengan melewati kegiatan: Pembentukan Tim Kerja Masyarakat (TKM) atau Pengums Lembaga, Perumusan Rincian Tugas, Perumusan Agenda Kegiatan .
.
Akhirnya dari tahapan kegiatan tersebut terbentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) At-Hasanah dan tidak bementi pada tahapan tersebut tapi pengurus beserta anggota mengajukan permohonan berupa proposal ke perusahaan yang berada di sekitar Desa Legok Kaler dan membuahkan hibah uang sebesar 45 juta rupiah dari reatisasi Corporate Social Responsibility (CSR).
ABSTRACT
WAWAN SETIAWAN PRlHA SIS WANA: A 15405W35: "PROGRAM PENINGKATAN PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PENUMBUHAN KELEMBAGAAN (Studi Kasus Participatory Action Research di Desa Legok Kaler, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang), under supervising SARWITITI AGUNG SARWOPRASODJO and SAID RUSLl There were many empowering program that not shown a satisfied outcome yet, even it is tend to fail. The evaluation of the program shows that a top-down, centralistic, transparent and accountability handled pattern is s t i l l unsatisfying. The program has done on(y by government, the target criteria was decided without noticing the aspiration, and potential. The program has not executed based on felt needs and real needs, so that the target of the program does not feel that they have to do the program and be responsible to it. The effects of those programs are usually wrong to choose the target and those programs do not have continuity. This study used data collection method of Technotogy of Participatory (TOP), Participatory Action Research (PAR), and Peopte Centered Deveiopment (PCD) Paradigm. The community has not replaced as an object but also as the development subject; the people has energy and ability to use their potentions. This study had purpose: studing Desa Legok Kaler community, studing to famity identification problem in Desa Legok Kaler community, studing to family finding potentions in Desa Legok Kaler community, studing process to family empowering i n Desa Legok Kaier community with making institution, studing how family salary grown in Desa Legok Kaler community, studing end of process partisipation in institution in Desa Legok Kaler community. The process of making the institution has started from the support of some members of Yasinan Ketiling (Sinling) Al Hasanah that estabUshed from the Field Practice 1, and then they tried to do the commitment during the study. Making the institution stages has done: lnformating program was stages what program plan would doing, this stage did with community radio and members of Yasinan Keliling (Sinling) A1 Hasanah, social preparations have program stage revealing problems and potentions did with dialog dan workshop, proposed for dicesion making for realizations actions what should can. In workshop be revealed : The Name of Program, Target of Program, Build of Comitment. After than Actions, There are implementation of action plan, with stage: made Community Team Work (Tim Kerja MasyarakatITKM), Formulate of Job Detail , and Time Schedule. Finally, the activity has done by making Micro Financial Institution (Lembaga Keuangan Mikro-LKM) Al Hasanah and haved grant Rp 45.000.000,- from realization Corporate Social ResponsibiUty (CSR).
0 Hak Cipta Milik lnstitut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak Cipta Dilindungi Dilarang mengutip don memperbanyak tanpa izin tertulis dari
lnstitut
Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dun sebaginya.
PROGRAM PENINGKATAN PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PENUMBUHAN KELEMBAGAAN (Studi Kasus Participatory Action Research di Desa Legok Kaler, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang)
WAWAN S. PRIHA SISWANA
TUGAS AKHIR
Sebagai Sahh Satu Syarat Memperoteh Getar Magister Profesionat pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANiAN BOGOR 2006
JUDUL KAJIAN
:PROGRAM PENINGKATAN PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PENUMBUHAN KELEMBAGAAN (STUD1 KASUS PARTICIPATORY ACTION RESEARCH Dl DESA LEGOK KALER, KECAMATAN PASEH, KABUPATEN SUMEDANG)
NAMA
: WAWAN S. PRlHA SISWANA
NOMOR POKOK
:A154050035
PROGRAM STUD1
: PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Disetujui, Komisi Pembimbing
Ir.
SARWVITI , SARWOPRASODJO. M.S.
Ir. SAID RUSLI. M.A. Anggota
Ketua
Diketahui Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat,
Tanggal Ujian: 30 November 2006
lah Pascasarjana,
Tanggal Lulus :
0 6 FEB 2007
PRAKATA
Bismillahirrahmaanirrahiim. Athamdulillahirrabbi'alamin, puji syukur sedalam-dalam kepada Altoh
Subhanahuwata'alla atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kajian ini telah rampung yang bertajuk: PROGRAM PENINGKATAN PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUl PENUMBUHAN KELGMBAGAAN (Studi Kasus Participatory Action
Research di Desa Legok Kaler, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang).
Kajian ini diajukan sebagai untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat di Sekolah Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor. Kami sampaikan terima kasih yang tak terhingga atas bantuan, dukungan dan do'a dari semua pihak yang tidak mungkin disebut satu persatu. Dengan kerendahan hati kajian ini semoga memberi sumbangan kepada pihak-pihak lain yang berminat mengkaji lebih jauh dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya.
Bandung, November 2006
Wawan S. Priha Siswana NRP. A1 54050035
Pengkaji dilahirkan di Kabupaten Surnedang pada tanggal 8 April 1969 dari orang tua Entjeng Siswana dan Tjutju Karwati. Pada tahun 1998 rnenikah dengan Munawaruh dan t d a h dikamniai 1 orang putra Muhammad A\-Ardkika Prihasiswana serta 1 orang putri Ryshsha Az-Zahra Prihasiswana. Pada tahun 1976 rnasuk Sekolah Dasar Negeri II Legok, pada tahun 1982 langsung rnelanjutkan ke Sekolah Menengah Pertarna Negeri Legok dan
pada tahun 1985 rneneruskan ke Sekotah Menengah Atas Negeri 2 Sumedang. Kernudian pada tahun 1991 melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung lulw dan berijazah pada tahun 1997. Lalu pada tahun 1998 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Sosial. Tugas pertama ditempatkan di Kantor Wilayah Provinsi lrian Jaya (Papua sekarang) selarna 2 tahun, kemudian dipindahtugaskan ke Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung rnulai tahun 2000 sampai sekarang. Pada tahun 2005 diberi kesernpatan untuk rnelanjutkan studi atas biaya Departemen Sosial RI di lnstitut Pertanian Bogor, Program Studi Pengembangan Masyarakat dan disetesaikan pada tahun 2006.
DAFTAR IS1 ABSTRAKS LEMBAR PERNYATAAN SUMBER INFORMAS1 LEMBAR HAK ClPTA LEMBAR TUGAS AKHlR LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PRAKATA LEMBAR RIWAYAT HlDUP
.............................................................................. i DAFTAR AKRONIM ...................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................... iv DAFTAR MATRlKS ....................................................................... vi DAF~ARTABEL .......................................................................... vii ... DAITAR LAMPIRAN......................................................................viii PENDAHULUAN ........................................................................... 1 DAFTAR IS1
Latar Belakang ....................................................................... Masalah Kajian ....................................................................... Tujuan Kajian ........................................................................ Manfaat Kajian ......................................................................
1 7 8
8
Teori dan Konsep .................................................................... 9 Urgensi Pemberdayaan Keluarga 19 Organisdsi sebagai Media Pemberdayaan ........................................ 22 Kerangka Pikir Kajian .............................................................. 25
..................................................
.................................................................. 29 .................................................................... 29
Batas-batas Kajian Strategi Kajian Kalender Kajian ..................................................................... Metoda Pengumpulan Data Kajian ............................................... Analisis Data Kajian Validitas Data Kajian Tahapan Analisis Data Kajian ....................................................
..............................................................
.............................................................
34 35 37 38 39
SKETSA SOSIAL KOMUNrrAS DESA LEGOK KALER
.................................40
............................................................................. -40 ........................................................................41 ...................................................................... 44 .............................. 47 ................................... 53
Geografis Kependudukan Sistem Ekonomi Struktur Organisasi dan Kelembagaan Komunitas Potensi Ekonomi yang Menjadi Konflik Sosial KERAGAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN
............................................. 56
.................................................................
Program Raksa Desa 56 Program Kelompok Usaha Simpan Pinjam-Bina Usaha ......................... 60 Analisis Program Pemberdayaan Raksa Desa (PRD) dan Kelompok Usaha Simpan Pinjam .Bina Usaha (KUSP-BU) dalam Persfektif Partisipasi .................................................. 62 PENUMBUHAN KELEMBAGMN; SEBUAH PROSES PEMBERDAYAAN
..........
Penginformasian Kegiatan ........................................................ Peniapan Sosial Pembahasan Akhir Aksi Profil Peserta Program ............................................................
64 64
.................................................................. 66 ............................................................ 87 90
Refleksi Pengkaji ................................................................... 101 Refleksi Partisipan ................................................................. 104 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
................................................... 106
Kesimpulan .........................................................................106 Rekomendasi 108
.......................................................................
..................................................................... 111 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................. 115
DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA BPD BPMKS BPS BUMDes Dinkop 8 UKM DK DKM Escap GAPPSI INFlD lPPC IPM l RMA JPS Kadarkum KK Kopas-BU KUSP-BU KTP LKM-AH LKMDIK LPM LSZLP MTI Monevarti MUI ORlD PZKP PAR PB Remako PCD PD PDMDKE PKK PL PRD RT RW Satlak Sekar Simpay Saleka Sinling Siraru SLT SMART TKM TOP Tukcing UMRIK
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Badan Perwakilan Desa Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial Biro Pusat Statistik Badan Usaha Milik Desa Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Dewan Kelurahan Dewan Keluarga Mesjid Economic and Social Commision for Asia and Pacific Gabungan Pemuda Pemudi Suhahurip lnterational NGO Forum on Indonesian Development lkatan Pemuda Pemudi Cileuksa lndeks Pembangunan Manusia lkatan Remaja Mesjid Al-Hikmah Jaring Pengaman Sosial Kader Sadar Hukum Kartu Keluarga Koperasi Pasar-Bina Usaha Kelompok Usaha Simpan Pinjam-Bina Usahz Kartu Tanda Penduduk Lembaga Keuangan Mikro Al-Hasanah Lembaga Ketahanan Masyarakat DesaIKota Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Lembaga Studi Sosial Lingkungan dan Perkotaan Masyarakat Transparasi Indonesia Monitoring dan Evaluasi Partisipatif Majelis Ulama Indonesia Objektif, Reflektif, Interpreratatif, Decisional Program Pengentasaan Kemiskinan Perkotaan Participatoy Action Research Perhimpunan Bulutangkis Remaja Kolot People Centered Development Perusahaan Daerah Program Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi Pemberdayaan dan Kesejahtraan Keluarga Praktek Lapangan Program Raksa Desa Rukun Tetangga Rukun Warga Sqtuan Pelaksana Seni Karawitan Silaturahim Paqanjang Babarayaan Pasar Desa Legok Kaler Yasinan Keli\ir\g Siaran Rfidio Ypng Balarea Subsiqj Lpqppn Tunai Speqjfjc, MeRslrlrFQble, Achievable, Realistic, Timebound Tim Mrj3 Yq$ B 3Kat Techno,i$ cJ,,qicipatov dibent~kangsung cicins (diam, tidak aktif) Upah Minimum Regional1 Kabupaten (Kota)
DAFTAR GAMBAR Nomor 1
Kerangka Alur Pikir Kajian Pemberdayaan Keluarga Melalui Penumbuhan Kelembagaan di Desa Legok Kaler Situasi Sosial Sebagai Fokus Kajian Pengembangan Masyarakat di Desa Legok Kaler (diadaptasi dari Sugiyono:2005) Siklus Participatory Action Research di Desa Legok Kaler (diadaptasi dari Wadsworth: 1991) Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Legok Kaler Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Desa Legok Kaler Jaringan Hubungan Struktur Formal Dan Informal di Desa Legok Kaler Struktur Organisasi Lokal Dan Kelembagaan di Desa Legok Kaler Struktur Organisasi Satuan Pelaksana Program Raksa di Desa Legok Kaler Struktur Organisasi Koperasi Pasar Bina Usaha di Desa Legok Kaler Struktur Organisasi Kelompok Usaha Simpan Pinjam Bina Usaha di Desa Legok Kaler Struktur Oganisasi LKM Al-Hasanah Tipe Partisipan Berdasarkan Status Dalam Keluarga di Desa Legok Kaler Tipe Partisipan Berdasarkan Usia Dan Jenis Kelamin di Desa Legok Kaler Tipe Partisipan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Partisipan di Desa Legok Kaler Tipe Partisipan Berdasarkan Dimisili di Desa Legok Kaler Tipe Partisipan Berdasarkan Lokasi Kegiatan Usaha di Desa Legok Kaler Tipe Partisipan Berdasarkan Sumber Berita Program di Desa Legok Kaler Tipe Partisipan Berdasarkan Kesertaan Dalam Program Pemberdayaan Lain Yang Sejenis di Desa Legok Kaler Salah Seorang Peserta Sedang Mengungkapkan Masalah Peserta Sedang Mengikuti ldentifikasi Masalah Peserta Sedang Menyusun Kalender Kegiatan Salah Seorang Peserta Sekaligus Tokoh Masyarakat Sedang Menyampaikan Pandangannya
Salah Seorang Peserta Sedang Menyampaikan Saran Dan Pendapat Salah Seorang Peserta Sedang Menuliskan Janji Hati Salah Seorang Peserta Sedang Menuliskan Janji Hati Peserta Sedang Menempelkan Kesanggupan Diri Menjadi Pengurus LKM Al-Hasanah Struktur Organisasi LKM Al-Hasanah Susunan Pengurus LKM Al-Hasanah Pengkelompokan Hasil ldentifikasi Masalah Hasil Kesepakatan Kalender Kegiatan Janji Hati Peserta Sekaligus Menyatakan Sebagai Anggota LKM Al-Hasanah Jumlah Modal Dana Rp 250.000,OO Yang Terkumpul Sementara Dari 15 Peserta Yang Menyatakan Diri Menjadi AnggOta LKM Al-Hasanah Pengarahan tentang membuka peluang CSR Pengarahan tentang membuka peluang CSR Pengarahan tentang membuka peluang CSR Dalam kelompok-kelompok kecil menyusun draft proposal
CSR. Jumlah tambahan modal yang diterima dalam bentuk Dana Hibah sebesar Rp 45.000.000,00 dari donatur wujud dari CSR. Peta besa Legok Kaler Surat Keterangan dari Pemerintah Desa Legok Kaler, untuk legalisasi pendirian LKM At-Hasanah Lembar Kesediaan menjadi partisipanlresponden Dakar hadir dalam pertemuan pembuatan draft proposal CSR Rancangan proposal dalam tulisan tangan yang dibuat oleh Ketua LKM Al-Hasanah Hasil transect yang dibuat oleh salah seorang partisipanlresponden Hasil transect yang dibuat oleh salah seorang partisipant responden Struktur organisasi LPM Desa Legok Kaler Struktur Pemerintati Desa Legok Kaler Struktur organisasi BPD Desa Legok Kaler Struktur organisasi KUSP- Bina Usaha Desa Legok Kaler
DAFTAR MATRIKS Halaman
Nomor 1
Jadual Kajian Pemberdayaan Keluarga di Desa Legok Kaler Perolehan Data Kajian Pemberdayaan Keluarga di Desa Legok Kaler Hasil Telaah Kekurangan dan Kelebihan Nama-nama Lembaga yang Diusulkan Hasil Pengkelompokan Masing-masing Pendapat Sub-sub Kelompok Analisis Deskripsi Aktivitas 5W+1H Usulan Nomenklatur Susunan Organisasi LKM Al-Hasanah Rincian Tugas LKM Al-Hasanah Agenda Kegiatan LKM Al-Hasanah Ragam Partisipasi Keluarga dalam Proses Proses Penumbuhan Kelembagaan LKM Al-Hasanah Lembar Kondisi Akhir Persentase Penilaian Evaluasi Akhir Skala Penilaian Evaluasi Akhir Lembar Penilaian Evaluasi Akhir Lembar Rekomendasi Evaluasi Akhir
DAFTAR TABEL Halaman
Nomor 1
Persentase Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Desa Legok Kaler Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia dan Kumulasi di Desa Legok Kaler berdasarkan Usia Komposisi Usia Produktuf di Desa Legok Kaler Komposisi Luas Lahan berdasarkan Penggunaan di Desa Legok Kaler Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencanan di Desa Legok Kaler Jenis Produksi berdasarkan Nilai Produksi pertahun di Desa Legok Kaler Komposisi Penduduk berdasarkan Pentahapan Keluarga di Desa Legok Kaler Nilai Aset yang dimiliki Program Raksa Desa di Desa Legok Kaler
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Gambar-gambar Kegiatan
115
Gambar Buku Deposit LKM Al-Hasanah
122
Gambar Buku Deposit LKM Al-Hasanah (terakhir 03-012007)
125
Peta Desa Legok Kaler
126
Surat Keterangan LKM-AH
127
Lembar Kesediaan
128
Daftar Hadir
129
Hasil Transect
130
Struktur Organisasi Kelembagaan yang Ada di Desa Legok Kaler
133
PENDAHULUAN
Latar Belakang a. Krisis Moneter,
Kemiskinan dan Kegagalan Program- program
Pemberdayaan Krisis moneter yang mendera lndonesia sejak pertengahan 1997-an masih belum menunjukan ke arah lebih baik yang berarti tapi malah menimbulkan kelesuan ekonomi di semua sektor. Penanganan krisis yang setengah hati dan tidak sungguh-sungguh dan profesional, ditambah lagi dengan makin kuatnya perseteruan antar elit politik menyebabkan krisis tenebut merembet dan mengguncang serta membawa perubahan sendisendi dasar kehidupan sosial-politik dan perekonomian makro lndonesia menjadi krisis multidimensi. Masalah kerniskinan merupakan masalah sosial dan penyandang masalah tenebut terus meningkat dan semakin kompleks. Data terakhir tentang keluarga miskin dan keluarga yang mendekati kategori miskin di lndonesia sampai pertengahan tahun 2006, yang digunakan pemerintah untuk menyalurkan Subsidi Langsung Tunai (SLT) berjumlah 15,8 juta kepaia keluarga miskin. Dengan asumsi setiap keluarga terdiri dari 4 orang maka jumlah penduduk miskin mencapai angka 63,2 juta jiwa atau sama dengan 28,7 persen dari total penduduk Indonesia. Jumlah ini baru yang memiliki Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Boleh jadi jumlah ini masih terus bertambah, karena masih banyak penduduk miskin tidak terdata karena tidak mampu membuat KK dan KTP karena biayanya mahal. Dan total jumlah tersebut, lebih dari 20 juta berada pada kondisi yang sangat miskin (Pikiran Rakyat: 2006). Pengakuan serupa diberikan oleh Bank Dunia. Tahun 2006, lembaga ini menyebut lebih dari 100 juta jiwa penduduk lndonesia tergolong miskin (Media Indonesia: 2006). lndikator yang digunakan adalah penghasilan dibwah US$ 2 atau kurang dari Rp 18 ribu perhari, dengan asumsi setiap keluarga terdiri dari 4 orang maka jumlah keluarga miskin di lndonesia mencapai angka 25 juta keluarga di lndonesia terkategorikan miskin.
Berbagai cara dan upaya dilakukan untuk menanggulangi masalah sosial tenebut, pemerintah, dan organisasi non-pemerintah tidak urung turut mengambil peran dalam pelbagai program, di antaranya adalah melalui Program Jaring Pengaman Sosial (JPS), Program Pengentasaan Kemiskinan Perkotaan (PZKP), Prqram Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), Subsidi Langsung Tunai
(SLT).
Pemerintah daerah juga tidak ketinggatan ikut berperan serta dengan mendanai program pemberdayaan pada tingkat lokal dengan beberapa programnya, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat meluncurkan Program Raksa Desa (PRD), Rereongan Saumpi. Namun demikian pada perjalanannya program-program tenebut di atas banyak menemui kegagalan. Ada beberapa penyebab kegagalan tersebut. Program JPS, seperti yang dilamir oleh Masyarakat Transparasi Indonesia (MTI) penyebab kegagalan adalah sebgai berikut (Jumal MTI:
1999): 1. Kurangnya diseminasi program kepada masyarakat membuat
masyarakat pada umumnya belum banyak mengetahui tentang program-program JPS; 2. Kegunaan langsung program JPS bagi kelompok masyarakat miskin berada
pada
tingkat
memprihatinkan.
Pemerintah
masih
berpendapat bahwa program ini merupakan program pemerintah sehingga pendekatan dan penanganannya masih benifat dari atas ke bawah. Selain itu, pemerintah kurang mengikutsertakan berbagai kelompok masyarakat;
3. Program ini adalah program pemerintah yang dirancang untuk membantu
masyarakat
miskin.
Pada
umumnya
birokrasi
pemerintah masih bersikap kurang melayani dan kurang tanggap; 4. Program JPS pemerintah tidak boleh berkompetisi dengan program
JPS swadaya masyarakat. Jika pada suatu lokasi telah terdapat program JPS
swadaya masyarakat,
pemerintah seharusnya
memfasilitasi program swadaya masyarakat dimaksud dan tidak melakukan program yang karakteristik dasarnya sama.
Kegagalan lain seperti yang dilamir oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), senada dengan apa yang dikemukakan oteh MTI, bahwa Jaring Pengamanan Sosial terbukti tidak rnencapai sasaran, karena data awal yang tidak tepat, kapasitas pelaksanaan yang tidak memadai dan mekanisme pencairan dana yang tidak tepat terbukti dengan rendahnya tingkat realisasi anggaran dan kebocoran/korupsi yang merusak kualitas program (INFID: 2006) Reaksi atas kegagalan program pemberdayaan karena penyimpangan yang dilakukan oleh Program Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), dilakukan oleh kelompok Konsorsium Masyarakat Miskin Kota menggelar unjuk rasa di lbukota Jakarta. Hal itu disinyalir oleh Lembaga
Studi
Sosial
Lingkungan
dan
Perkotaan
(LS2LP)
yang
menyimpulkan bahwa indikasi adanya ketidakberesan pengelolaan JPS, yaitu : 1. Ketidaklengkapan proyek proposal atau materi proposal yang tidak
rasional karena kurang didukung dengan data yanag valid dan akurat; 2. Penentuan proyek secara asal-asalan, tanpa didasarkan pada studi
kelayakan yang cermat dan teliti; 3. Ketidakjelasan dalam penentuan konsultan pendamping; 4. Perlakuan diskriminatif terhadap masyarakat sasaran;
5. Ketidakterbukaan pengurus LKMDIK dengan aparat birokrasi dalam hal penggunaan PDMDKE; 6. Terjadinya kolusi antara pengurus LKMDIK dengan aparat birokasi dalarn ha1 penggunaan PDMDKE; 7. Adanya
kebijakan aparat
BAPPEDA yang
berbeda bahkan
bertentangan dengan mekanisme prosedur baku pengelolaan dana PDMDKE Hasil Praktek Lapangan I (Pemetaan Sosial) dan Praktek Lapangan I I (Analisis dan Evaluasi), memberi gambaran bahwa program pemberdayaan
yang dilakukan di Desa Legok Kaler (kasus Program Raksa Desa dan Kelompok Usaha Simpan Pinjam-Bina Usaha) berindikasi sebagai berikut: 1. Tidak ada sosialisasi program
2. Sasaradtarget program diskriminatif pada lingkaran elit desa; 3. Sasaradtarget program tidak dilibatkan dalam proses program serta 'melunggar' prinsip-prinsip partisipasi (sentralistik); 4. Pendampingan dilakukan tidak maksimal;
5. Adanya kebijakan sepihak birokrasi yang merugikan pelaksana
program, tentang jumlah dana bantuan yang seharusnya diberikan; 6. Sangat mengutamakan pada penggemukan dan perputaran dana, sehingga sasaran/target program merasa tertekan; 7. Sarat muatan politik dan menjadi tunsgangan kepentingan birokrasi elit politik lokal (kabupaten); Beberapa kasus yang telah dikemukakan semakin menguatkan kenyataan bahwa program yang sentralistik lebih banyak gagalnya tidak tepat sasaranltarget. Umumnya kegagatan tersebut karena keputusan pemberian program dilakukan oleh pemerintah (pusat atau daerah) dengan kriteria sasaranltarget yang telah ditentukan sendiri sebelumnya, tanpa memperhatikan aspirasi lokal, kesedian atau persiapan sosial, kemampuan, kebutuhan atau permasalahan, potensi dan sumber sosial yang dimiliki masyarakat Lokal. Selain itu, pemerintah biasanya menunjuk atau bahkan membentuk lembaga swadaya masyarakat sendiri yang kemudian ditugaskan ke lokasi program, sehingga menafikan kemampuan komunitas lokal mengelola program yang mandiri dan bertanggung jawab, serta menafikan proses partisipasi yang menjadi 'roh'
sebuah program
pemberdayaan. Senada dengan yang dikemukakan oleh Sulistiati (2006)' secara umum ada beberapa kelemahan tentang program pemberdayaan yang ditujukan untuk pemberdayaan keluarga khususnya yang selama dijalankan yaitu: 1. Perencanaan program kurang didasarkan analisis kebutuhan (need
analisys). Ini menjadi faktor penting, sebab seringkali pihak
perencana program lebih sering membuat perencanaan dari atas dibanding perencanaan dari bawah.
2. Program lebih banyak memberikan bantuan dalam aspek material dibanding aspek pemberdayaan.
3. Penyelenggara program kurang ada koordinasi dan komunikasi lintas unit yang sama-sama fokus. 4. Kurang menyadari hekekat keluarga sebagai sistem yang terkait
erat dengan lingkungannya, sehingga setiap perencanaan program keluarga sebaiknya juga memperhatikan pengwtan sub-sistem yang lainnya sebagai lingkungan seperti lapangan pekerjaan, pendidikan, perumahan dan kesehatan. 5. Kurang diperhatikan aspek kesinambungan.
6. Kurang dikembangkan jaringan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait.
b. Sejauhmana Kajian ini Penting Dilakukan dengan Pendekatan
Pembangunan Berpusat pada Rakyat (People Centered DevelopmentPCD) ?
Pengembangan dimaksudkan
masyarakat
untuk
dengan
meningkatkan
pendekatan
kemampuan
partisipatif
masyarakat dalam
menganalisis permasalahan yang dihadapi dan merencanakan pemecahan. Dengan demikian masyarakat
dengan kekuatannya sendiri mampu
mengupayakan pembangunan untuk dirinya sendiri yang berkelanjutan dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan secara otonom. Pendekatan
partisipatif
dalam
pengembangan
masyarakat
mengarahkan komunitasf rnasyarakat lokal (public) untuk menyadari
adanya prinsip hubungan kesetaraan dan kebenamaan antara dirinya dengan pihak luar seperti pemerintah (state), pengusaha (private). Aspek penyadaran
inilah
yang
membedakan
antara
proses
pendekatan
pengembangan rnasyarakat yang mengandalkan pola hubungan subjek-
objek (masyarakat pasif) dengan proses pendekatan partisipatif yang mengedepankan pola hubungan subjek-subjek (masyarakat aktif). Pendekatan tenebut akan mengurangi terjadinya proses marjinalisasi masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai posisi tawar yang tingqi dengan pihak luar. Dalam posisi tenebut masyarakat mempunyai kuasa dan kekuatan penentu model pengembangan masyarakat yang mereka inginkan sesuai dengan kekuatan lokal yang dimiliki atau bahkan mempunyai kekuatan untuk menolak pengembangan masyarakat jika dianggap tidak diinginkan. Berkurangnya marjinalisasi ini memben kepercayaan kepada masyarakat untuk mampu mengelola dan menentukan kehidupannya sesuai dengan kemampuan, sumber daya, dan budaya yang mereka miliki. Maka akan terjadi hubungan masyarakat dengan pihak luar (pemenntah, pengusaha) menjadi lebih sepadan dan egaliter, dan tidak lagi ada hubungan searah dan otonter. Dalam kajian digarap bagaimana proses penumbuhan kelembagaan menggunakan kaidah-kaidah partisipasi menurut pendapat partisipan sendiri, jadi research lebih banyak dilakukan oleh partisipan. Peran pengkaji hanya memfasilitasi kajian agar kegiatan berjalan dengan yang diharapkan. Pada awainya pengkaji mengambil peran menganalisis apa yang terjadi dalam lingkungan sosial masyarakat, kemudian setelah analisis yang dilakukan dalam skala yang besar, mencari penyebab dan akar masalah kemudian dilakukan diskusi dengan kelompok-kelompok kecil akhirnya terjadi komitmen sebagian warga untuk siap bergabung dengan pengkaji untuk membentuk sebuah kelembagaan pemberdayaan. Jadi peran objek kajian bergeser menjadi subjek kajian, dan 'kngkaji memposisikan did menjadi fasilitator yang menyediakan tools, seperti penggunaan teknik pengumpulan data (software:
teknik partisipatif)
berikut alat-alat pendukung peraga (hardware: kertas plano, kertas metacard, masking-tape, spidol, clif -board, dll).
Masalah Kajian Keluarga adalah unit kelompok paling kecil, juga mempunyai peran, tugas dan fungsi yang strategis. Keluarga harus dikelola sebagai potensi pemberdayaan pada tingkat yang paling kecil. Ada beberapa alasan yang menjadikan keluarga sebagai pelaksana fungsi sosial: pertoma mampu memenuhi kebutuhan dasar, kedua mampu membangun relasi sosial, ketiga rnampu mempartisipasikan diri dalam komunitas,
keempat mampu
membangun investasi dan asset keluarga, dan kelima mampu ikut serta dalam pengambilan keputusan dalam komunitas (Rustanto, dkk: 2005). Dalam konteks keluarga, pemberdayaan lebih ditujukan kearah kernandinan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, menjaga investasi dan aset keluarga dan pemahaman tentang cara mendidik anggota keluarga dengan cara memberikan motivasi, mendorong dan meningkatkan peran dan fungsi keluarga dalam upaya mencegah disfungsi sosial dan mempertahankan keberfungsian sosial keluarga. Menjaga investasi dan aset keluarga dapat dicapai dengan ditunjang oleh kondisi ekonomi yang memadai, salah satu upayanya adalah usaha ekonomi. Kegiatan tersebut dilakukan oleh keluarga yang diwakili oleh sahh satu atau semua anggota keluarga. Usaha ekonomi yang dihkukan oleh keluarga atau perorangan dalam bentuk apapun di komunitas akan tebih efektif dan akan memiliki posisi tawar yang tinggi jika potensi dan kekuatan terhimpun bisa diorganisir melalui kelembagan atau organisasi. Dan gambaran latar belakang di atas dapat ditarik rumusan masalah kajian, sebagai berikut : a.
Bagaimana sketsa komunitas Desa Legok Kaler ?
b. Bagaimana gambaran keluarga menemukenali permasalahan yang dihadapinya? c.
Bagairnana gambaran keluarga menemukenali potensi yang dimilikinya?
d.
Bagalmana
gambaran
proses
kelembagaan yang dibentuk?
pemberdayaan
keluarga
melalui
e.
Bagaimana gambaran
upaya
peningkatan
kemampuan ekonomi
keluarga? f.
Bagaimana gambaran hasil akhir proses partisipasi kelembagaan?
Tujuan Kajian a.
Mengkaji komunitas Desa Legok Kaler
b.
Mengkaji keluarga di komunitas Desa Legok Kaler menemukenali permasalahan yang dihadapinya
c.
Mengkaji keluarga menemukenali potensi yang dimilikinya
d.
Mengkaji proses dan kendala pemberdayaan keluarga di komunitas Desa Legok Kaler melalui kelembagaan yang dibentuk
e.
Mengkaji upaya peningkatan kemampuan ekonomi keluarga di komunitas Desa Legok Kaler
f.
Mengkaji hasil akhir proses partisipasi kelembagaan di komunitas Desa Legok Kaler
Manfaat Kajian Manfaat kajian ini dapat ditinjau dalam perspektif praktis, akademis, dan strategis, adalah : a. Manfaat praktis,
memberi masukan tentang
alternatif
program
pemberdayaan yang aspiratif dan partisipatif bagi; Departemen Sosial, Bappenaslda Kabupaten Sumedang, Pemerintah Kabupaten Sumedang serta semua instansi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat. b. Manfaat akademis, memperkaya literatur tentang teori dan praktek pengembangan masyarakat yang partisipatif dan komprehensif yang dilakukan oleh keluarga. c. Manfaat strategis, memberi masukan alternatif teknik dan model
pemberdayaan bagi semua elemen penggiat pengembangan masyarakat khususnya dan bagi semua elemen yang peduli terhadap pengembangan masyarakat umumnya.
Teori dan Konsep
a. Pembangunan Berpusat pada Rakyat (People Centered Development) dan Organisasi Lokal (Bentukan Sendiri) Sebagai AlternatSf Prqram Pemberdayaan 'Kegagalan-kegagalan' program yang ditujukan untuk pemberdayaan mengindikasikan bahwa program-program pemerintah tidak sepenuhnya berorientasi pada paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (People Centered Development-PCD). Paradigma pembangunan yang
berpusat pada rakyat beranggapan inisiatif, kreatif dan potensi dari rakyat abzlah sumber daya pembangunan, dan pemerintah hanyalah pemberi daya (empowering, enabling) dan memberi kemudahan (facilitating) kepada
rakyat (masyarakat) untuk mendapatkan akses-akses yang diperlukan dan dibutuhkan masyarakat, seperti: ekonomi, sosial dan politik. Selain itu, juga
mensinersikan dan
menyelaraskan kekuatan pemerintah dan
masyarakat, sehingga tercipta suatu kondisi masyarakat sipil (civil society), kondisi tersebut sesuai dengan hakekat tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Proses perubahan yang begitu cepat karena tuntutan arus globalisasi mendesak pemerintah mengembalikan perannya (reinventing government). Pemerintah menduduki posisi yang strategis terutama dalam menjalankan fungsi pelayanan serta pengaturan pemberdayaan masyarakat, tapi posisi tersebut tidak dioptimalkan oleh pemerintah itu sendiri. Perhatian pemerintah terhadap paradigma PCD tidak memadai, padahal PCD menekankan pentingnya pengakuan kapasitas masyarakat dalam proses meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal melalui organisasi ataupun kelembagaan swadaya yang dikontrol secara internal terhadap sumber daya material dan non material. Korten dan Sjahrir (1993), menjelaskan PCD sebagai alternatif, sekaligus memaknainya lebih luas: "...people centered development merupakan paradigma alternatif bagi paradigma pembangunan yang
berpusat pada produksi, dan membentangkan kemungkinan-kemungkinan baru yang sangat luas guna menciptakan sebuah masyarakat dunia yang benar-benar manusiawi.
Pemberian kekuasaan pada rakyat untuk
rnengendalikan kehidupan dan sumber daya masyarakat sendiri, untuk menciptakan penghidupan dari sumber daya itu dan mengarahkan serta mengembangkan din
mereka sebagai manusia merupakan tujuan
pembangunan yang berpusat pada rakyat dan sekaligus sebagai sarana untuk mencapainya". Lebih lanfut Korten menegaskan sendi-sendi dad sebuah paradigma PCD,
...p emberdayaan masyarakat dan partisipasi merupakan strategi
"
dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat. Pendekatan ini menyadari
pentingnya
kapasitas
masyarakat
untuk
meningkatkan
kemandirian dan kekuatan internal, melalui kesanggupan untuk melakukan kontrol internal atas sumber daya material dan non material yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikann. Pada akhirnya
Korten (1993)
menegaskan pentingnya peran
pemerintah sebagai regulator kebijakan yang memberi ruang lebih luas kepada rakyat sehingga bisa tercipta keadaan yang bisa membuat rakyat bisa memenuhi kebutuhannya. 1. Memusatkan pemikiran dan tindakan kebijakan pemerintah pada
penciptaan keadaan-keadaan yang mendorong dan mendukung usaha rakyat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri dan untuk memecahkan masalah-masalah mereka sendiri dan untuk memecahkan masalah-masalah mereka sendiri pada tingkat individual, keluarga dan komunitas;
2. Mengembangkan struktur-struktur dan proses organisasi-organisasi yang berfungsimenurut kaidah-kaidah sistem swaorganisasi; 3. Mengembangkan sistem-sistem produksi-konsumsi yang diorganisasi
secara teritorial yang berlandaskan pada kaidah-kaidah pemilikan dan pengendaUan lokal. Dari ungkapan di atas ditekankan pemberdayaan yang bisa dilakukan secara bertingkat dari individu, keluarga dan komunitas, juga memberi
keleluasaan rakyat rnengelola pemberdayaan melalui organisasi atau kelernbagaan lokal yang dibentuk sendiri. Dengan pendekatan ini rakyat atau masyarakat dipandang mempunyai inisiatif yang kreatif dan mampu melakukan kontrol internal. Selanjutnya
Exap
(1999)
mengemukaan
"...kajian
strategis
pemberdayaan masyarakat, baik ekonomi, sosial, budaya dan politik menjadi penting sebagai input untuk reformasi pembangunan yang berpusat pada rakyat, yang memberikan peluang bagi masyarakat untuk membangun secara
partisfpatif.
Dalam pembangunan partisipaitf,
pemberdayaan merupakan salah satu strategi yang dianggap tepat jika faktor-faktor determinan dikondisikan sedernikian rupa agar esensi pemberdayaan tidak menjadi terdistoni" (Exap: 1999).
b. Pemberdayaan Konsep pemberdayaan muncul karena kritik terhadap pembangunan yang menekankan pada ekonomi dengan menggunakan pendekatan trickle down effect. Pranarka dan Moeljarto (1996) mengungkapkan bahwa pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi sernakin efektif secara struktural, baik didalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional, maupun dalam bidang politik, ekonomi dan tain-lain. Pemberdayaan berasa\ dari bahasa Inggris, 'empowerment', yang secara harfiah dapat diartikan sebagai 'pemberkuasaan',
dalam arti
pemberian atau peningkatan 'kekuasaan' (power). Menurut pendapat Friedmann (1980)
pemberdayaan dimaknai
sebagai
'mendapatkan
kekuatan' (power) dan rnengaitkan dengan kemampwn golongan miskin untuk rnendapatkan akses ke sumber-sumber daya yang menjadi dasar dari kekuasaan dalam suatu sistem maupun organisasi. Lewat akses tenebut akhirnya menjadi mandiri dalam proses pengambilan keputusan sehingga bisa keluar dari kemiskinan. Sedangkan menurut Somervile
yang dikutip
oleh Adi (2001), pemberdayaan dipandang sebagai kemampuan untuk mengontrol komunitas atas kepentingan hidupnya sendiri.
Sementara itu, Shardlow yang dikutip oleh Adi (2001) melihat bahwa pengertian yang ada rnengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas bemaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka 'such a definition of empowerment is centrally about people taking account of their fives and having the power to shape their own future'. Di dalam literatur pembangunan, konsep pemberdayaan bahkan memiliki perspektif yang lebih luas. Pearse dan Stiefel yang dikutip oleh Prijono (1996) mengatakan bahwa menghormati kebhinekaan, kekhasan lokal, dekonsentrasi kekuatan, dan peningkatan kemandirian merupakan bentuk-bentuk pemberdayaan partisipatif. Sedangkan pendapat Borrini dan Shanty yang dikutip oleh Prijono (1996) rnendefinisikan dalam penpektif lingkungan, bahwa pemberdayaan mengacu pada pengamanan akses terhadap sumber daya alami dan pengelolaannya secara berkelanjutan. Ife (1995) menyatakan bahwa: 'empowennent aims to increase the power of disadvantaged'. Dalam tulisan yang sama, Ife menjelaskan pemberdayaan pada aspek tujuan,
bahwa pemberdayaan manusia
dilakukan dengan meningkatkan sumber-sumber daya, kesempatan,
pengetahuan
dan
ketrampilan
untuk
kesempatanmeningkatkan
kemampuan mereka dalam mengatasi masa depan dan berpartisipasi dalam aspek-aspek kehidupan masyarakat. Sedangkan menurut Swift dan Levfn (1987) yang dikutip Suharto (1997), pemberdayaan menunjuk pada usaha 'realocation of power' melalui pengubahan struktur sosial. Bank Dunia mendefinisikan pemberdayaan sebagai penerapan hak-hak untuk mengontrol yang lebih kuat atas sumber-sumber penopang kehidupan. Tujuan dari pemberdayaan adalah agar komunitas menjadi independen terhadap pengaruh-pengaruh luar dalam menyusun urusanurusan domestiknya. Dan berbagai perspektif mengenai konsep pemberdayaan seperti yang telah dikemukakan, tampak bahwa pemberdayaan tidak bisa dengan mudah menjadi istilah yang netral dan bebas nilai, karena penempatan
istilah ini dalam konteks tertentu bisa memicu aksi-aksi tertentu pula. Oleh karena itu definisi pemberdayaan bervariasi mengikuti pe~bahankonteks dan waktu, berfiubungan dengan sejumlah masalah. Pada akhirnya Adi (2001) mengingatkan bahwa betapa pun definisi pemberdayaan yang dibuat para ahli begitu ideal, yang terpenting bagi seorang pelaku perubahan (community development/ social worker), hal yang dilakukan klien (baik pada tingkat individu, keluarga, kelompok ataupun komunitas) adalah upaya memberdayakan (mengembangkan klien dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya) zuna mencapai kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan juga
berarti menyediakan kesernpatan kepada
sasaran/target program (klien) untuk mengakui nilai-nilai personal dan untuk pencapaian tujuan dirlnya sendiri metatui upaya-upaya yang dilakukannya sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Solomon (1976) dalam Dubois dan Mitley (1992) sebagai berikut: 'Empowerment means providing clients with opportunities to recognize their personal value and to attain their goals through their own effort'
(Pemberdayaan berarti menyediakan
kesempatan kepada klien untuk mengakui nilai-nilai personal dan untuk pencapaian tujuan dirinya melalui upaya dirinya sendiri). Pemberdayaan bertujuan untuk menolong masyarakat sehingga mereka mendapatkan solusi bagi masalah-masalahmereka sendiri. Jadi dapat ditarik kesimpulan dari berbagai literatur diatas bahwa pemberdayaan adalah upaya memberdayakan (mengembangkan dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya) guna mencapai kehidupan yang Lebih baik melalui suatu proses yang terencana yang dilakukan oleh anggota keluarga (ayah, ibu anak) secara partisipatif, terarah dan berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi, motivasi dan peran keluarga dalam rangka mewujudkan keberfungsian sosial keluarga. Ragam pemberdayaan yang diungkap dalam kajian ini menggunakan model: pertama: pemberdayaan individual,
pemberdayaan dilakukan
kepada setiap anggota keluarga dengan memperhatikan sistem hubungan
struktur sosial (suami-istri-anak) yang dianggap sebagai bagian dari sebuah sistem keluarga sekaligus individu yang memiliki karektiristik unik, pemberdayaan ini didasarkan pada; a) kebutuhan dan kemampuan individu,
b) memperkuat peran individu dalam keluarga, c) menghormati keunikan individu. Kedua: pemberdayaan organisasi, pemberdayaan dilakukan dengan media pemberdayaan orsanisasi sesuai prinsip dengan penamaan status sosial, kelompok sebagai alat untuk memecahkan/menyelesaikan masalah ketuarga, penguatan keribadian anggota ketuarga. Hakekat pemberdayaan organisasi adalah; a) meningkatkan kemampuan kelompok sebagai sarana pemecahan masalah dan dinamika keluarga, b) memperkokoh peran kelompok untuk proses penguatan aksesibilitas keluarga, c) meningkatkan kekuatan ekonomi, asset dan investasi. Ketiga: pemberdayaan komunitas, disini pemberdayaan melibatkan seluruh stakeholder dalam komunitas keseluruhan dan berbagai program yang tidak terpisah tapi terpadu menjadi kesatuan gerak benama. Aspek yang menjadi sasaran/ target pemberdayaan ini adalah; a) penumbuhan dan penguatan tanggung jawab sosial komunitas, b) pemuliaan nilai-nitai kearifan lokal.
c. Partisipasi
Dimulai pada dekade akhir tahun 1970-an terdapat berbagai penafsiran mengenai makna partisipasi dalam pembangunan, beberapa diantaranya yang dikutip oleh UNDP (United National Development e participation". Program) dalam "Empowering People :A ~ u i d of Cohen dan Uphoff (1977) mendefinisikan partisipasi datam ruang pembangunan desa untuk mendistribusikan manfaat dan usaha untuk mengevaluasi program; With regard to rural development includes
people's involvement
in
. . .participation
decision-making processes,
in
implementing programmes, their sharing in the benefits of development programmes and their invo(vement in efforts
to evaluate such
...
programmes. Berhubungan dengan pembangunan masyarakat desa
partisipasi meliputi keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan,
dalam
menerapkan
program,
mereka
berbagi
keuntunganlmanfaat program-program pembangunan dan keterlibatan mereka di dalam usaha untuk mengevaluasi program-program kegiatan. Participation is a process through which stakeholders influence and share control over development initiatives and the decisions and resources which affect them. World
Bank (1994),
partispasi adalah suatu proses dimana
stakeholders mempengaruhi dan berbagi kendali atas prakanalinisiatif pengembangan dan keputusan dan sumber daya yang mempengaruhi mereka. Sedangkan Paul (1987) menjelaskan partisipasi sebagai usaha mempengaruhi kebijakan agar sesuai dengan nitai yang dianut oleh kelompoknya; Community participation [is] an active process by which beneficiary or client groups influence the direction and execution of a development project with a view of enhancing their well-being in terms of income, personal growth, self-reliance
or other values they cherish.
Partisipasi masyarakat adalah merupakan suatu proses aktif dengan mana penerima manfaat atau kelompok klien mempengaruhi arah dan pelaksanaan suatu pengembangan proyek
dengan suatu pandangan
terhadap peningkatan kesejahteraan mereka dalam kaitan dengan pendapatan, pertumbuhan pribadi, kepercayaan diri atau nilai-nilai b i n yang mereka anut. Keragaman definisi tersebut menggambarkan bahwa partisipasi mempunyai spektrum sifat yang luas dalam aspek proses partisipasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, UNDP menyebutkan bahwa No universal interpretations or models of participation applicable to all development programmes and projects, tidak ada penafsiran universal atau model partisipasi yang dapat digunakan untuk semua program dan proyek pembangunan. Cary (1970) mengungkapkan tiga asumsi nilai yang mendasari partisipasi masyarakat , yaitu:
1. Orang dalam masyarakat harus berpartisipasi secara aktif dalam
perubahan masyarakat
.
2. Partisipasi haws sedapat mungkin berasal dari dalam masyarakat
3. Partisipasi harus melalui organisasi-organisasi yang demokratik. Selain prinsip-prinsip dasar partisipasi tersebut, Bamberger dan Shams (1989) mengungkapkan whatever the factors that may influence this, its
crucial to know who have participated as well as how they participated, apapun faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, ha1 penting yang harus diketahui adatah siapa yang Mibatkan dan bagaimana mereka terlfbat.
Lebih lanjut Djohani (1996) mengungkapkan definisi partisipasi, dalam hal ini menyangkut "siapa yang ikut serta dalam kegiatannya siapa?". Kata partisipatif @articipatory) dalam pelaksanaan program pemberdayaan mengandung pengertian bahwa program bukan dirancang oleh orang luar kemudian masyarakat diminta ikut melaksanakan, tetapi program dirancang oleh masyarakat dengan difasilitasi oleh orang luar. Dengan demtktan dua hal penting yang menjadi pokok perhatian dalam proses partisipasi dalam kegiatan pemberdayaan yaitu menyangkut pengidentifikasiansiapa yang dilibatkan serta bagaimana rnereka dilibatkan (dalam kegiatan pemberdayaantersebut). Berkaitan dengan 'siapa yang seharusnya dilibatkan dalam proses pemberdayaan', Mikkelsen (1999) menyebutkan "dalam ha1 ini, yang perh dicermati adalah siapa-siapa anggota masyarakat yang tedibat, bukan hanya dengan menyebutkan 'penduduk setempat' atau yang benifat umum seperti itu". Lebih jelas Ife (1995) menyatakan siapa yang terlibat dalam pemberdayaan kedahm beberapa kategori kelompok-kelompok sasaran: 1. Kelompok lemah secara struktural; baik secara kelas, gender, maupun
etnis; 2. Kelompok lemah khusus; seperti manula, anak-anak dan remaja,
penyandang cacat, gay dan tesbian, masyarakat terasing; dan
3. Kelompok lemah secara personal; adalah mereka yang rnengalami masalah pribadi, keluarga. Maka bisa diambil kesimpulan bahwa partisipasi adalah roh dari proses
pemberdayaan,
pemberdayaan
dihasilkan
dari
partisipasi.
Pemberdayaan tidak akan berbasil tanpa ada partisipasi. Dalam partisipasi setiap orang berhak menyatakan dalam pengambilan keputusan yang menyangkit kehidupannya. Partisipasi bisa juga tercipta dalam perspektif keluarga yang dilakukan melalui kelembagaan yang dibuat sendiri oleh partisipan pernberdayaan. Selain itu melalui proses partisipasi tidak hanya sekedar ikut-ikutan kegiatan, tetapi tercipta pemaknaan dan kesadaran untuk merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap program pemberdayaan yang disusun dan dikelola.
d. Keluarga Polish yang diutarakan oleh Terawanti (1989), mendefinisikan keluarga sebagai struktur dan meringkas makna keluarga sebagai suatu kelompok sosial yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai ikatan darah dan hubungan saudara, umumnya terbatas hingga generasi keempat. Datam kutipan yang sama dari Terawanti (1989), Belsky dkk menyatakan bahwa keluarga terdiri atas suami atau ayah, i s t r i atau ibu dan anak. Sedangkan makna keluarga yang didefinisikan oleh Direktorat Pemberdayaan Peran Keluarga Departemen Sosial RI, keluarga diartikan sebagai unit m i a l terkecil dalam masyarakat yang merupakan wahana sosialisasi yang pertama dan utama bagi tumbuh kembang anak. Rustanto,
dkk
(2006)
mengungkapkan keluarga dilihat
dari
kemampuan dalam melaksanakan peran clan fungsi rosiatnya (kehriungsian sosial) rnelalui pemenuhan kebutuhan dasar, penjangkauan sistem sumber, penyadaran pemecahan masalah, partisipasi sosial dalam komunitas, pengembangan investasi dan asset keluarga serta partisipasi dalam pengambilan keputusan dalam komunitas.
Dapat diatarik watu definisi dari pemahaman di atas yaitu bahwa kelwrga adalah sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami atau ayah, ibu dan anak yang terikat pertalian darah yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, dan mempunyai fungsi sosial.
e. Kelembagaan dan Otganisasi Kelembagaan sering diasosiasikan sebagai kelembagaan sosial mirip dengan istilah lembaga. Definisi Cohen (1977) menekankan pada aspek sistem pola sosial dan untuk pemenuhan kebutuhan dasar. Cohen mengungkapkan
kelembagaan
sosia\
(social
institutions)
-yang
dialihbahasakan menjadi pranata-pranata masyarakat- sebagai sistem polapola sosial yang tersusun rapih dan relatif bersifat permanen serta mengandung perilaku-perilaku tertentu yang kokoh dan terpadu demi pemuasan
dan
pemenuhan-pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok
masyarakat. Menurut Horton dan Hunt (1991), lembaga adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting, atau, secara formal, sekumpulan kebiasaan dan tata kegiatan yang berisi pada suatu kegiatan pokok manusia. Jadi konsep ini lebih menekankan pada aspek proses yang berstruktur untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Wanjutnya ditegaskan oleh Horton dan Hunt (1991) bahwa lembaga adalah sistem hubungan sosial yang terorganisasi yang mengejawantahkan nitai-nilai serta prosedur umum tertentu dan memenuhi kebutuhankebutuhan dasar rnasyarakat. Dalam definisi ini lebih ditekankan pada aspek nilai atau m
a untuk memenuhi kebutuhan dasar yang terikat
dalam sistem hubungan sosial. Uphoff (1993) menjetaskan tentang makna kelembagaan, menurutnya kelembagaan, apakah organisasi atau bukan, kompleksitas dari norma dan perilaku yang bertahan lama yang melayani untuk tujuan nilai kolektif (kelompok). Soekanto (2002) menyatakan bahwa tujuan kelembagaan adalah dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok manusia. Berdasarkan
pemikiran dari Gillin dan Gillin, Soekanto mengemukakan sejumlah ciri-ciri umum kelembagaan (lembaga kemasyarakatan) yang
meUputi:
1)
Merupakan pengorganisasian pola pemikiran dan perilaku yang temujud melalui aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya, 2) Memiliki kekekalan tertentu, 3) Mempunyai satu atau k b i h tujuan tertentu, 4) Mempunyai lambang-lambang sebagai gambaran tujuan, 5) Mempunyai alat (media) untuk mencapai tujuan tertentu, 6) Mempunyai aturan tertulis atau tidak tertulis. Kelembagaan yang disorot sebagai sebuah kegiatan yang mempunyai fungsi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Israel (1992), sebuah
lembaga menyangkut berbagai fungsi yang dijalankan, seperti
produksi, perencanaan, pemasaran, perawatan dan pelatihan. Ketembagaan yang dibahas dalam kajian ini diartikan sebagai organisasi yang dibentuk karena partisipasi, mempunyai tata aturan, berstruktur organisasi, mempunyai tujuan yang jelas, mempunyai rencana yang pasti, dan sebagai media pemberdayaan. Partisipasi dilihat sebagai bagian dari proses pemberdayaan bagi peserta program pemberdayaan. Selain menjadi peserta dalam program pemberdayaan, juga menjadi bagian dalam proses penentuan pengambilan keputusan untuk menentukan : bentuk, aturan, perencanaan, tujuan, pengambilan manfaat, dan evaluasi organisasi.
Urgensi Pemberdayaan Keluarga Pekerjaan Sosial adalah profesi pertolongan kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat agar mampu menjalankan tugas-tugasnya sesuai perannya. Menjalankan tugas sesuai peran sosialnya oleh keluarga dabm lingkungannya (komunitas) adalah makna dari konsep keberfungsian sosial keluarga. Mkemukakan oleh Siporin dalam Suharto, dkk (2003) keberfungsian sosial berhubungan dengan cara-cara berperilaku individu-indivfdu atau kolektifkolektif
(keluarga,
perkumpulan,
masyarakat,
dsb)
dalam rangka
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya dan memenuhi kebutuhannya. Dalam penfektif pertukaran, menurut Siporin dalam Suharto, dkk:
(2003) keberfungsian sosial menggambarkan sebagai produk sistematik dari transaksi komplementer dan pertukaran yang seimbang, cocok, tepat dan adaptasi timbal batik kebutuhan, sumberdaya, harapan-motivasi dan kompetensi orang-orang dari demand. Keberfungsian sosial keluarga yang dikemukakan oleh Suharto, dkk (2003) tetap tejaga jika kapabet dabm tiga syarat utama; pertama, kapabel memenuhi kebutuhan dasar: ekonomi, pendidikan dasar (human capital), perlindungan dasar (security capital); kedua,
kapabel melaksanakan peran sosial:
aktivitas peran dalam
masyarakat (komunitas); ketiga, kapabel menghadapi goncangan dan tekanan: karena ekonomi dan non ekonomi. Lebih jelas dalam Pola Dasar Pembangunan Kesejahteraan Sosial (1996) yang dipopulerkan Departemen Sosial RI menyatakan bahwa
keluarga sebagai unit terkecil dalam tatanan masyarakat merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. Posisi strategis ini hanya akan dapat diwujudkan apabila keluarga dan sebagai unsur yang aktif-partisipatif dalam usaha pembinaan lingkungan sosial yang tentram dan sejahtera. Pernyatan di atas menjelaskan bahwa keluarga yang ideal adalah jika masing-masing anggotanya bisa menjalankan fungsi dan peran sosial sesuai dengan posisi masing-masingyang disandang. Namun pada tataran faktual karena kemajuan dan ekspansi ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat pada saat yang bersamaan umat manusia mengalami keterasingan dari nilai-nilai luhur kemanusiaan. Salah satu penyebabnya adalah karena mereka tercabut dari nilai agama. Keluarga seharusnya mempunyai fungsi-fungsi sosialisasi,
ekonomi,
reproduksi, biologi, religi, proteksi, kasih sayang tapi mat ini tidak bisa diatasi atau terabaikan oleh keluarga itu sendiri karena kapasitas masing-
masing anggota keluarga tidak memadai. Maka dalam kondisi seperti itu keluarga membutuhkan bantuan dan akses pelayanan sosial sesuai dengan jenis permasalahan yang mereka rasakan. Dalam aspek fungsi ekonomi cara menghadapi goncangan dan tekanan ekonomi, maka yang dibutuhkan salah satunya adalah akses terhadap lembaga keuangan bank atau bukan bank atau bisa juga
diseminasi kegiatan ekonomi untuk penambahan pendapatan.
PBB (1987), mengungkapkan beberapa masalah keluarga di negara berkembang adalah : kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan dan nutnsi, perumahan dan sanitasi yang tidak layak, anak-anak yang tidak diinginkan dan tidak terdidik, serta masatah sosial psikologis yang menyebabkan keretakan dan ketidakharmonisan keluarga. Menurut data yang dilansir oleh Direktorat Pemberdayaan Peran Keluarga (2004) Departemen Sosial RI bahwa angka keluarga yang bermasalah sosialpsikologis mencapai jurnlah 16 juta orang dari jumlah t o t d penduduk Indonesia. Dalam data BPS (2004) jumlah keluarga miskin mencapai angka 36,17 persen dari jumlah keluarga atau 16,7 persen dari jumlah keluarga di Indonesia. Dengan pendekatan paradigma ekonomi ketuarga, yaitu menjalankan fungsi ekonomi dari keluarga sebagai kesatuan ekonomi, maka fungsi ekonomi keluarga sangat vital bagi keberlangsungan keluarga. Lewat pemberdayaan keluarga dengan mempertahankan keluarga sebagai fungsi ekonomi, maka goncangan dan tekanan karma ekonomi dapat terhindari, dengan cara; mengoptima\kan pola pencarian nafkah atau mengekspansi pencarian nafkah tambahan, perencanaan dan pembelanjaan serta pemanfaatannya akan tetap terjaga. Selain itu ada pengaruh eksternal dari budaya luar atau akibat dari akulturasi yang demikian cepat, telah membawa dampak disorientasi pola hubungan antar anggota keluarga yang rnengarah pada munculnya konflik antar anggota keluarga serta efek permasalahan lainnya. Sehubungan masalah tersebut maka perlu dicari upaya pemberdayaan untuk memberfungsikan sosial,
ketahanan dan keharmonisan sosia\
keluarga untuk bisa mencegah keretakan dan mengwtkan mekanisme pemecahan masalah yang dihadapi dalam wadah organisasi yang dibentuk sendiri. Dengan kokohnya ketahan sosial keluarga dalam komunitas maka bisa dihindari segala kemungkinan timbulnya masalah keluarga. Jadi bisa ditarik defnisi pemberdayaan keluarga sebagai proses memberdayakan keluarga yang dilakukan dengan terencana, terarah, dan
sistematik melalui organisasi dalam rangka menguatkan fungsi sosial keluarga, dan yang paling utama dari tujuan pemberdayaan ini untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan sosial keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam tatanan kehidupan komunitas.
Organisasi sebagai Media Pemberdayaan Pemberdayaan sebagai proses bisa dilakukan pada tingkat individu, keluarga atau komunitas (tertentu), selama aktivitas pemberdayaan tenebut dijalankan dengan prinsip partisipasi. Hasil dari pemberdayaan tenebut akan menghasitkan pembangunan yang berkelanjutan. Pada prinsipnya pembangunan yang berkelanjutan akan baik jika ada pengerahan energi masyarakat secara aktif atas dasar inisiatif sendin' untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkesinambungan. lnisiasi dan partisipasi bisa dikelola dengan menggunakan media organisasi, terlebih jika organisasi tersebut dibentuk dan dijalankan dari akar rumput berdasarkan kepentingan kelompoknya. Lebih jelas diutarakan tentang kelompok, bahwa kelompok mempunyai
kelebihan antara Lain
proses adopsi dapat dipercepat, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain (Vitayala: 1986). Beberapa kebutuhan manusia ada yang hanya dapat dipenuhi melalui keiompok dan terdapat kemampuan-kemampuanmanusia y a y hanya dapat dikembangkan melalui kelompok pemberdayaan (Garvin oleh Koswara: 1999). Pentingnya kelompok bagi kehidupan manusia bertumpu pada kenyataan bahwa rnanusia adalah makhluk mial. Artinya, secara alamiah manusia tidak bisa hidup sendirian. Dad detfk-detik kehidupannya, manusia sudah dalam kelompok, dia adalah anggota keluarga (Nitimihardjo dan lskandar: 1993). Menghimpun diri dalam kelompok karena naluri dasar manusia dijelaskan, bahwa manusia mempunyai naluri untuk berkumpul dan berjuang dengan kumpulan manusia lainnya, sehingga individu senasib saling berkumpul dalam suatu kelompok (Olson:1975).
Menurut Bientedt oleh Sunarto dalam Dannajanti (2004), kelompok mempunyai tiga kriteria; ada organisasi, hubungan sosial diantara kelompok, kesadaran jenis dibagi dalam beberapa klasifikasi sebagai gambaran kehidupan berorganisasi masyarakat, merefleksikan dinamika tindakan kolektif masyarakat yaw terhimpun dalam kelembagaan untuk mengatasi masalah bersama, termasuk peningkatan pendapatan rumah tangga (safety net) di komunitas. Lebih umum dan sangat bermakna luas, kelompok didefinisikan oleh Horton dan Hunt, setiap kumpulan orang yang memiliki kesadaran M a m a akan keanggotaan dan saling berinteraksi (Horton dan Hunt: 1991). Soekanto dalam perspektif sosiologis mengkategorikan kelompok dalam beberapa tipe: kategori statistik, kategori sosial, kelompok sosial,
kelompok tak teratur, dan organisasi formal {Soekanto: 2002). Dalam pembahasannya Soekanto lebih menyorot organisasi sebagai entitas kecil dari kelompok, organisasi ada dan diakui jika dalam bentuk nyata dan bisa dilihat dalam gerak aktivitas serta ada pola interaksi. Pace dan Faules menjelaskan bahwa organisasi dicikalbakali oleh kelompok atau beberapa kelompok yang kemudian mengikatkan diri dalam suatu aturan dan hubungan-hubunganstatus yang disepakati. Hubungan dan kepercayaan bersama suatu kelompok biasanya disebut ~ t ~ k t u m ydan a budayanya. Hubungan-hubungan berfungsi mengorganisasikan perilaku manusia dalam suatu organisas4 (Pace dan Faules: 2001). Selanjutnya dijelaskan
oleh
Huraerah
dan
Purwanto,
manusia
berkelompok
membutuhkan wadah yang disebut lembaga (orgonfsusi). Kelembagaan merupakan faktor yang sangat penting dalam mengatur hubungan antar manusia untuk penguasaan faktor produksi yang langka (Huraerah dan Purwanto: 2005). Dalam tinjauan Sosiologi, organisasi sebagai bentuk pengkelornpokan sosial yang paling rasional mampu menciptakan sosial yang ampuh dan dapat diandalkan.
Selain itu organisasi dapat memenuhi berbagai
kebutuhan suatu masyarakat mengkoordinasikan sejumlah besar da\am bentuk kolektif tindakan manusia secara lebih efesien.
Mengenai hal itu Etzioni (1982) menjelaskan, peradaban modern pada hakekatnya sangat tergantung pada organisasi-organisasi sebagai bentuk pengkelompokan sosial yang paling rasional dan efesien. Dengan cam mengkoordinaslkan sejumlah besar tindakan manusia, organisasi mampu menciptakan suatu alat sosial yang ampuh dan dapat diandalkan. Dalam masyarakat modern sekarang bisa dikatakan bahwa masyarakat sudah merupakan suatu masyarakat yang organisasional. Minya sebagian banyak interaksi tidak lepas dari keberadaan dan ketedibatan organisasi, mulai dad kelahiran, pendidikan, perkawinan hingga kematian. Tentang organisasi dijelaskan oleh Achlis (1993), kita dilahirkan didalam organisasi-organisasi, dididik oleh dan didalam organisasi pula, dan kebanyakan diantara kfta menggunakan sebagaian besar masa hldup didalam
dan
untuk
bekerja
bagi
organisasi-organisasi,
kitapun
menggunakan sebagaian besar waktu luang kita untuk berbelanja, bermain, dan beribadah didalam organisasi-organisasi. Kebanyakan dari kita juga meninggal didalam organisasi, dan untuk penguburan diperlukan pula ijin dari organisasi (negara)
.
Lebih t e a s bagaimana pentingnya sebuah organisasi bisa menjadi jembatan sebuah pemberdayaan diungkapkan oleh Wirutomo: "...atat terpenting untuk pemberdayaan masyarakat adalah organisasi. Minya masyarakat hams tergabung dalam suatu organisasi, dan melalui organisasi itulah aspirasi masyarakat dlperjuangkan secara bersama-sama. Melalui organisasi pula seluruh potensi warga masyarakat dapat disinergikan sehingga menghasilkan social energy yang lebih besar dan lebih kuat. Pemerintah wajib rnemberikan hak hidup, memfasilitasi organlsasi tersebut dan rnemberikan power shore yang memadai. Dalam rangka pengembangan
kornunitas, semua warga sebaiknya tergabung dan aktif tertibat dalam kelompok/organisasi komunitas. Yang terrnasuk dalam organisasi komunitas adalah: 1) organisasi resmi sponsor pemerintah. Misalnya RT, RW, Dewan
Kelurahan, LKMD, Karang Taruna, KSU, dsb ... 2) organisasi akar rumput, misalnya: arisan, organisasi pemuda, Lembaga keuangan, majlis taklim, perkumpulan do'a, dsb..
.. (Wirutomo: 2001).
Dengan kata yang lain organisasi bisa digunakan sebagai media untuk mengubah atau membantu individu, atau masyarakat yang bermasalah atau tidak bermasalah, karena dengan oqanisasi segala kebutuhan dan kemampuan manusia dapat dikembangkan melalui organisasi. Bertitik tolak dari hat tersebut, bahwa ketompok atau organisasi memiliki peran yang penting dan strategis sebagai sarana untuk pemberdayaan. Karena peran tersebut sangat perlu untuk melakukan pemberdayaan keluarga dengan menggunakan media organisasi,
bentuk dan jenis
pemberdayan ditentukan sendid oieh mereka sendiri. Karena dengan organisasi segala aktivitas dapat dikelola dan terkontrol dalam aturan yang baku, dan akan terjadi timbal baUk interaksi sosial antar anggota organisasi.
Kerangka Pikir Kajian
Dari
berbagai
literatur,
bahwa
pemberdayaan
adahh
upaya
memberdayakan (mengembangkan dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya) guna mencapai kehidupan yang lebih baik melalui suatu proses yang terencana yang dilakukan o\eh anggota keluarga (ayah, ibu anak) secara partisipatif, terarah dan berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi, motivasi dan peran keluarga dalam rangka mewujudkan keberfungsiansosial keluarga. Ketidakberdayaan keluarga yang dikaji ini disebabkan oleh kebijakan elit lokal desa karena motif politik dan faktor ekonomi, pertama; motif politik, menyebabkan posisi tawar warga menjadi lemah sehingga kontrol terhadap penggunaan dana bantuan dan keterbukaan manajemen program sangat tertutup. Motif politik ia4n adalah menjadikan program pemberdayaan sebagat media pditik, program dijalankan oleh satuan pelaksana desa sebagai 'hadiah' dari pemerintah daerah kabupaten untuk 'mendapatkan hasil' lebih besar yang akan diberikan oleh pemerintah desa. Selanjutnya adalah marjinallsasi partisipasi dan kuasa pengambitan keputusan
terhadap
program,
tujuan
meminimalkan
partisipasi
dan
pengambilan keputusan adalah meredam terhadap ketidakpuasan yang mungkin
terjadi. Kedua; motif ekonomi, oleh sebagian oknum pemberi program (pemerintah kabupaten) dijadikan media untuk keuntungan pribadi berupa 'menyunat ' sebagian dana bantuan yang diberikan atas narna untuk kepentingan 'administrasi'. mementingkan
pada
Pelaksana program pada tingkat desa lebih
penggemukan
dana
yang
digutirkan
sehingga
mengorbankan aspek pemberdayaan, dengan cara meninggikan jasalbunga pinjaman dan zero tollerance terhadap segala keterlambatan angsuran yang telah ditentukan. Penyebab ketidakberdayaan keluarga karena motif ekonomi adabh ketidakjelasan kriteria sasaranltarget program, hal ini menyebabkan penentuan sasaran/target program sangat diskriminatif. Maka yang dipilih berdasdrkan keputusan sepihak dari pelaksana program dan cenderung dipilih karena mempunyai hubungan kekerabatan (kolusi) serta tingkat kedekatan yang tinggi dengan penyelenggara program (pada satuan pelaksana desa). Kebijakan elit lokal desa karena motif pditik, demi untuk mendapatkan 'hadiah' berupa Program Raksa Desa dan menjadi lokasi pusat kegiatan hari jadi
Kabupaten Sumedang dari
pemerintah kebupaten,
menyebabkan
pemerintah desa harus menyerahkan 'kedaulatan' yaitu dengan menjual tanah properti desa atau carik. Dengan mengusung isu pembangunan jalan to1 Cisumdawu, tanah can& yang mempunyai nilai deposit tinggi- haws dijual dan akibat kebijakan tersebut akhirnya harus dibayar mahal dengan terjadinya konflik sosial antara kelompok yang diuntungkan dengan 'hadiah' dengan kelompok yang tidak mendapatkan apa-apa dari 'hadiah' dan hasil penjulan tanah carik tersebut. Akhirnya konflik tenebut berrnuara kembaU menyebabkan keluarga tidak berdaya dan kebijakan elit lokal desa terhadap pemberlakuan program pemberdayaan menjadi masalah untuk sebagian keluarga, seperti: tidak ada sosialisasi yang merata tentang program yang dilaksanakan oleh d m , peserta program tertutup hanya slntuk lingkaran elit desa atau kroni kuwu, peserta program tidak ditfbatkan datarn proses, adanya lcebtfakan sepihak blrokrasi yang merugikan penerima bantuan Ipeserta program, bunga yang dibebankan sangat memberatkan dan perninjaman modal harus metalui prosedur yang panjang,
tenggat pembayaran yang terlalu pendek, program penuh muatan politis, kesertaan program dibatasi pada tingkat kemapanan usaha, bantuan terbabs untuk usaha ekonomi. Selain itu saat terhimpit ketidakberdayaan ketuarga mempunyai potensi, seperti: semanqat dan kemauan yang tinggi, kerjasama dan saling percaya, lahan pemasaran produk yang terbuka, pengalaman usaha. Selanjutnya beranjak dari ketidakberdayaan dan motivasi potensi permasalahan dan potensi yang teridentifikasi, keluarga memulai proses penumbuhan kelembagaan dan didorong beberapa komitmen yang disebabkan oleh konflik sosial, komitmen-komitmen tersebut adalah: siap berperan dalam program, siap menyisihkan waktu, bersedia menyisihkan materi, mengutamakan dan tidak menelantarkan keluarga. Akhirnya terbentuk kelembagan yang dibutuhkan dan diinginkan yaitu Lembaga Keuangan Mikro Al-Hasanah, yang mempunyai tujuan: anggota sejahtera, gotong royong
meningkat, terhindar jeratan rentenir, media
komunikasi dan konsultasi. Dengan terbentuknya kelembagaan LKM At-Hasanah maka komunitas akan berdaya dengan demikian komunitas siap menerima kebijakan-kebijakan atau program-program yang disiapkan atau diberikan oleh pemerintah baik pada tingkat desa, kebupaten atau provinsi bahkan pemerintah pada tingkat pusat. Alur kerangka pikir kajian tenebut dapat dilihat pada Gambar 1:
Gambar 1: Kerangka Alur Pikir Kajian Pemberdayaan Keluarga Melalui Penumbuhan Kelembagaan Di Desa Legok Kaler KEBUAKAN L O X U Motif Ekonomi; Motif Politik;
,
%
,
x dy v ,
Q PERMASALAHAN
KELUARGA TIDAK BERDAYA
)
I
POTENSI
'
PROSES PENUMBUHAN KELEMBAGAAN: 1. Homogenis Kesertaan Peserta datam Pembentukan Organisasi, 2. Motivasi Pernbentukan Organisasi, 3. Persyaratan Pernbentukan Organisasi, 4. Prioritas yang Dilakukan dalam Pembentukan Organisasi, 5. hoses dan Cara Pernbuatan Aturan Main Organisasi, 6. Eentuk-bentuk Kewngguhanl Keseriusan untuk Membentuk Organisasi, 7. CaraIMekaniwne Pembentukan Organisasi, 8.KegiatanlTahapan yang DilaW datam Pembentukan Organisasi,
TERCAPAI TUJUAN PROGRAM
v KELUARGABERDAYA I
I
KOMUNITAS BERDAYA PEMERlNTAH
PEMERlNTAH
METODA KAJlAN
Batas-batas Kajian Sugiyono (2005) menggambarkan situasi sosial (A,P,Av)
sebagai
masalah yang luas, situasi sosial membawa akibat situasi sosial lainnya secara linear sebagai berikut seperti dalam Gambar 2: Gambar 2: Situasi Sosial Sebagai Fokus Kajian Pengembangan Masyarakat Di Desa Legok Kaler (Diadaptasi Dari Sugiyono:2005) AKTlVlTAS (Av)
PELAKU (A)
TEMPAT (P)
Yang menjadi kajian situasi sosial dan sekaligus menjadi unit analisis ada(ah keluarga. Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat terdiri atas beberapa anggota: ayah, ibu dan anak (Pelaku) terikat dalam perkawinan. Keluarga tenebut berdomisili dan tinggal di Desa L q o k Kaler (Tempat), dan melakukan kegiatan bersosia-interaksi dalam organisasi yang dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama (Aktivitas), berupa kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi dalam skala kecil atau menengah.
Strategi Kajian Pendekatan dalam kajian ini adalah penelitian yang dilakukan secara partisipatif dan dilanjutkan dengan tindakan atau aksi, penelitian ini dikenal sebagai Participatory Action Research (PAR) (Schwandt:2001), kajian ini adalah tahap ketiga tahap lanjutan dari tahap Praktek Lapangan I dan II. PAR atau Penelitian Tindakan Partisipatif, menurut Adimihardja (2003), mempunyai kekhasan dalam pe!akstn~cir,iiycikzrcna ditinda:::~iift;=i
dengan aksi penanganan masalah. Menurut Lewin's dalam Sanoff (2000) memberi peringatan bahwa,
...concept of action research, a model that not only integrates theory and practice, but requires that one must act on a system i n order to understand it and that the designerlplanner will consequentIy be involved ib ibfluencing the outcome. Konsep dalam penelitian tindakan tidak harus terintegrasi antara teori dan praktek, tetapi berdasarkan kebutuhan yang salah satunya hams dilakukan dalam sistem yang beres (tertib/ benistematika) agar bisa dipahami dan pedesain/perencana tetap konsekuen melebur untuk mempengaruhi hasil. Lebih lanjut Whyte dahm Sanoff (2000) dlungkapkan bahwa,
...Participatory
Action Research involves practitiners in the research
process from the initial design of project, through data gathering and analysis, to final conclusions and actions arising out of the research..., penelitian tindakan partisipatif melibatkan praktisi (pengkaji) dalam proses penelitian dari inisiasi proyek, penghimpunan data dan analisis, sampai kesimpulan akhir dan aksi selesai dari penelitian. Ramasubramanian dalam Sanoff (2000) menjelaskan penelitian partisipatif sebagai pendekatan, yang bertujuan: 1. Mengembangkan kapasitas partisipan untuk
mengorganisasi,
menganalisis, dan mendiskusikan konsep sampai tingkat kebutuhan dari isu-isu penting yang digabungkan (kolektif),
2. Mengembangkan proses kerjasama partisipan dalam penelitian dan proses pengambilan keputusan, termasuk asumsi dasar desain penelitian, dan metoda pengevaluasian, dan 3. Kembalikan pencarian penelitian ke partisipan.
Dan selanjutnya Sanoff (2000), sebagai tujuan jangka panjang penelitian tindakan adalah untuk memberdayakan masyarakat untuk efek perubahan sosial. Untuk masa kini hat ini tidak istimewa dalam mendesain dan merencanakan, akan tetapi dengan keprofesionalan beberapa disiptin (ilmu pengetahuan) memberi hal perbedaan antara peneliti untuk masyarakat versus penelitl oleh masyarakat
Wadsworth (1993), mengemukakan bahwa Participatory Action Research develops trought the self-reflective spiral: a spiral of cycles of planning, reflecting
action
(implementing plant),
..... and the replanning, further
on bg sv e ir
(systematica([y),
implemantation, observing and
reflecting. Penelitian tindakan partisipatif dikembangkan dalam bentuk spiral refleksi sendiri: sebagai spiral siklus dari perencanaan, aksi (implementasi), observasi (bersistematika), refleksi
... dan perencenaan
kembali, kemudian diimplementasi, diobservasi dan direfleksi. Begitu seterusnya sampai dihasilkan suatu pola yang benar-benar sesuai dengan yang diharapkan dan teruji. Siklus PAR yang dilakukan dalam kajian ini apabila digambarkan akan
tampak seperti berikut (Gambar 3): Gambar 3: Siklus Participatory Action Research di Desa tegok Kaler (diadaptasi dari Wadsworth: 1991)
Partisipatori dan *i
rnerupakan tekanan utama dalam kajian ini
karena kajian ini selain membuat rencana program juga dilanjutkan dengan aksi melalui proses kegiatan benama. Dalam kajian ini diharapkan subjek penelitian tidak hanya sekedar ikut-ikutan kegiatan hanya sebagai subjek kajian, tetapi tercipta pernakpaan dan kesadaran untuk merasa memiUkf
,n,
dan bertanggung jawab terhadap program yang disusun. PAR yang dilakukan tidak hanya ber-henti pada perencanaan, tetapi ditindaklanjuti dengan aksi, observasi, refleksi, dan atau menyusun rencana kembali berdasarkan hasil observasi dan refleksi. Lokasi kajian ditetapkan di Komunitas Desa Legok Kaler, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang. Alasan pertama, pengkaji memilih lokasi kajian ini adalah atasan substantif. Pengkaji menetapkan lokasi ini berdasarkan hasil penjajagan dan dilanjutkan menjadi lokasi Praktek Lapangan Idan II. Alasan kedua, adalah alasan emosional karena lokasi ini adalah desa ternpat lahir pengkaji. Pengkaji ingin rnembagi ilmu untuk mengembangkan dan menjadikan Desa Legok Kaler menjadi lebih baik. Alasan ketiga, adalah praktis, seperti juga yang diungkapkan oleh Moleong (1998) keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga, perlu pula dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi kajian. Pada kajian ini yang ditonjolkan adalah bagairnana komunitas bisa merefleksikan sebuah program pemberdayaan alternatif dari program yang selama ini dijalankan dianggap 'gaga!' karena menafikan proses partisipasi yang menjadi roh sebuah program pemberdayaan, dan menjelaskan mengapa program pemberdayaan tenebut gaga1 mempartisipasikan warga komunitas
serta
menjelaskan
mengapa
perlu
sebuah
program
pemberdayaan altematif. Pengkaji mengangkat tema dahm kajian ini didorong oteh beberapa penyebab, pertama: komitmen sebagian warga tempat pengkaji melakukan kajian ketika melaksanakan Praktek Lapangan I dan It. Komitmen tersebut terbangun karena dipicu kekecewaan terhadap program pemberdayaan yang diselenggarakan oleh desa yang tidak terbuka, warga melihat bahwa
peserta program hanya terpusat
pada elit
desa dan cenderung
diperuntukan bagi kalangan kerabat aparat desa. Penilaian tersebut terungkap saat pengkaji mewawancarai beberapa anggota organisasi lokal Yasinan Keliling yang beranggota mayoritas ibu-ibu pengajian, dengan sigap menangkap tawaran pengkaji dan langsung berkomitmen dan disetujui oleh hampir seluruh anggota Yasinan Keliling. Empat komitmen yang mereka lontarkan, komitmen pertama, siap berperan serta jika ada kegiatan atau program yang menyertakan warga secara langsung. Komitmen kedua, siap menyisihkan waktu untuk kelancaran program pemberdayaan tersebut; komitmen ketiga, bersedia menyisihkan materi semampu yang bisa diberikan; komitmen keempat, mengutamakan dan tidak menelantarkan keluarga selama mengikuti program pemberdayaan. Kedua: alasan ilmiah seperti yang diungkapkan oleh Yuliani dalam Rustanto (2006) bahwa peran dan fungsi keluarga menempatkan pada porsi seimbang adalah suatu upaya yang harus terus dilakukan untuk rnembangun ketahanan keluarga yang merupakan unit terpenting dalam masyarakat. Ketiga: kegagalan keluarga dalam melaksanakan tanggung jawabnya akan menyebabkan masyarakat kehilangan kekuatannya, dan keempat: berangkat dari pentingnya organisasi sebagai alat/media pemberdayaan. Karena alasan-alasan tersebut, maka pengkaji memberi alternatif Lain terhadap
model
membedakan
pemberdayaan.
dengan
program
Model
pemberdayaan
pemberdayaan
ini
yang
sebelumnya,
yang
menerapkan azas-azas pemberdayaan yang partisipatif dan sekaligus menawarkan dimensi Lain dari pemberdayaan, yaitu dengan menggunakan keharga sebagai sasaradtarget program pemberdayaan yang juga sekaligus menjadi unit analisis kajian. Melalui PAR kajian ini mengkedepankan partisipasi keluarga -sebagai
unit analisis dan juga sebagai partisipan- agar mengeksplorasi dirinya sendiri supaya tidak hanya menjadi objek kajian tapi menjadi subjek kajian,
selain itu keluarga diajak untuk
merencanakan program
pemberdayaan sesuai dengan kebutuhannya atas dasar masahh dan potensi
yang dimiliki. Dalam aplikasi PAR, menggunakan alat atau kelengkapan lain yang memadai, berupa alat bantu yang memungkinkan melakukan dialog atau interaksi langsung antar partisipan dan atau antara partisipan dengan pengkaji, ini sesuai dengan yang diungkapkan oteh Gustavsen oleh Sonaff
(2000),
...PAR
i s a representative form of participation i n whfchall
stakholders' interests and viewpoint are included.
...
PAR adalah
representasi partisipasi semua pemangku kepentingan yang tertarik dan termasuk peninjau. Gustavsen dalam Sanoff (2000) menfdaskan beberapa kriterta agar PAR efektif: 1. Semuanya mempunyai peluang untuk berpartisipasi
2. Inisiasi, semua partisipan seimbang 3. Partisipan menjadi aktif dalam diskusi 4. Semua partisipan harus rnemahami isu-isu yang ditetapkan
5. Inisiasi, semua argumen mempunyai dasar yang sah 6. Sepakat meneruskan dari dialog menjadi dasar untuk dijadikan
investigasi (penelusuran) dan tindakan selanjutnya
Kalender Kajian Kegiatan kajian sesi ketiga ini dilakukan dalam waktu enam bulan yang menjadi bagian rangkaian dari dua kali prak lapangan sebelumnya (Matriks 1).
Matriks 1: Jadwl Kajian Pemberdayaan Keluarga di Desa Legok Kaler
2006
2005 Sesi I Sesi II
Kegiatan f
Sesf Ill
Nov
Feb
Mei
Jun
Jul
Agu
2
3
4
5
6
7
Sep 8
I
Praktek Lapangan I (Pemetaan Sosial) Praktek Lapangan 1 I (Analisis Program) Penyusunan Proposal & Kolokium lmplementasi Kajian Penginfonnasian - .
-- -.
_ --
- --
- .--
.--
-- - --- - -- --
Peniapan Sosial Rencana Aksi
19-21 Juni . .--. 23 Juni
- .--..--
--
- - ---
24
Juni
Metode Pengumpulan Data Kajian
Lofland dan Lofland yang dikutip Moleong (1998), menjetaskan bahwa bentuk data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata yang bersumber dari hasil wawancara atau dialog, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain Sugiyono (2005) menjetaskan sumber primer adalah sumber data yang Langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder
Okt 9
rnerupakan sumber yang tidak langsung rnemberikan data kepada pengumpul data. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi. Tn'angulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang benifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam kajian ini dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pengamatan Lapangan, kegiatan ini dilakukan untuk melihat kejadian yang sebenarnya, dengan pengamatan langsung dilakukan pengecekan silang dari kebenaran (keakuratan) data yang diambil sebelumnya. Pengamatan langsung dilakukan untuk memperhatikan beberapa rangkaian kejadian yang terjaadi dalam satu waktu. Lewat pengamatan ini pula dilakukan jika komunikasi tidak memungkinkan digunakan, seperti keterbatasan bahasa tutur informan. Alasan
metodologis
penggunaan
pengamatan
adalah
pertama:
mengoptimalkan kemampuan pengkaji, kedua: memungkinkan pengkaji untuk melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek kajian, ketiga:
memungkinkan pengkaji merasakan apa yang dirasakan dan
dihayati oleh subjek. b. Wawancara, adalah percakapan dengan maksud tertentu. Menurut Moleong (1998) dan Aribowo (2004), komunikasi antara dua orang,
wawancara adalah bentuk
melibatkan seseorang yang ingin
memperoleh infonnasi dari seorang Lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaanberdasarkan tujuan tertentu. Wawancara yang dilakukan oleh pengkaji adalah wawancara mendalam atau disebut juga dengan wawancara tak bentruktur atau wawancara terbuka. Yang menjadi sasaran wawancara ini adalah para tokoh kunci (key infonnan).
Menurut Mikkelsen (2003), wawancara dengan informan kunci bertujuan rnendapatkan pengetahuan yang khusus mengenai suatu topik tertentu,
dan orang itu tidak harus 'pemimpin'. Untuk menghindari kemandeganl kevakuman dalam wawancara pengkaji menyiapkan garis besar pertanyaan dan menghubungi infonnan untuk menyepakati kapan dan dimana wawancara dilaksanakan. Untuk menghindari hambatan yang mungkin terjadi,
ter(ebih dahulu pengkaji mehkukan peniapan-
peniapan yang matang dan memelihara hubungan baik dengan informan. c. Studi Dokumentasi. Menurut Yin (2002) penggunaan dokumen yang paling penting adalah mendukung dan menambah bukti dari sumbersumber lain. Data ini disebut data kedua, pengkaji mempelajari dokumen tersebut berupa data numerikal dan non-numerikal. d. Technology of Participatory (ToP). Menurut Cendekia (2002) Technology of
Participatory (TOP) yang dia\ihbahasakan menjadi Teknalogi
Partisipatif adalah suatu metoda fasilitasi untuk membantu kelompok dalam pembuatan keputusan secara partisipatif, TOP mengeksplorasi masuknya inisiatif-inisiatif,
sikap kepemimpinan,
keputusan dan
tanggung jawab dari seluruh anggota kelompok. Sedangkan menurut Sudrajat, dkk dalam Susilawati (2006) TOP adalah teknik perencanaan pengembangan masyarakat secara partisipatif, sehingga seluruh pihak memiliki kesempatan yang sama untuk mengemukakan ide dan menolong setiap orang untuk mampu mengapresiasikan ide orang lain.
Analisis Data Kajian
Menurut Bogdan dalam Sugiyono (2005) analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi data. Analisis tenebut dibkukan dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, rnenyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami sendiri maupun orang lain.
Analisis data kajian ini menggunakan pendekatan deskriptif-induktif, menjdaskan dari analisis data temuan lewat komentar pengkaji yang disertai dengan cuplikan hasil pengamatan lapangan, wawancara, studi dokumentasi, dan TOP. Kemudian diinduktifkan secara kualitatif
Validitas Data Kajian Rancangan penyusunan program bisa dilakukan jika data tersajikan dengan benar, validitas dan reliabilitas teruji tinggi. Tapi menurut Sugiyono (2005) penelitian kuantitatif lebih menekankan pada aspek reliabilitas, sedangkan penelitian kualitatif lebih pada aspek validitas. Temuan bisa dikatakan valid jika tidak ada perberdaan antara yang dilaporkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti, validitas data dilakukan dengan Metoda Tnangulasi,
yaitu dengan
membandingkan dan mengecek ulang informasi yang diperoleh dari pengamatan lapangan, wawancara, studi dokumentasi, top. Selain dengan triangulasi, validitas dilakukan benama masyarakat. Data dikatakan benar atas kesepakatan bersama masyarakat, jika data tenebut dirasakan benar dan setuju dengan keabsahannya maka data tenebut dianggap benar. Untuk memudahkan pengecekan, dibuat matriks perolehan data yang ada, sebagaimana disajikan pada Matriks 2:
Matriks 2: Perolehan Data Kajian Pemberdayaan Keluarga di Desa Legok Kaler Kode Instrumen
Nama lnstrumen
Nomor Referensi
Jumlah Data
A
Pengamatan Lapangan
A101-A106
6
B
Wawancara
8201-B221
21
C
Studi Dokumentasi
C301-308
8
D
Technology of Participatory
0401-409
9
Tahapan Analisis Data Kajian Langkah-langkah tahapan analisis data yang dilakukan, adalah : a.
Pengenalan transkrip dari hasil pengamatan lapangan, wawancara, studi dokumentasi, dan TOP; data yang didapat mulai dari kegitan Praktek lapangan 1 sampai pembahasan akhir aksi dihimpun untuk untuk dianalisis dan membuat rangkuman-rangkumansederhana. Datadata tenebut dalam bentuk: voice recorder, cam-recorder, aarsip hard/sof t-ware, kertas plano;
b.
ldentifikasi
dan
analisis
data,
setelah
terhimpun
kemudian
mengkelompokannya berdasarkan jenis data; c.
Generalisasi, yaitu pembandingan dari transkrip data untuk dicari penamaan dan perbedaannya. Setelah terkelompokan data-data dalam kelompok yang sama dipisahkan sesuai dengan persamaan atau perbedaan tema;
d.
Pemolaan dan interpretasi; dimaksudkan untuk mencari pola dan kecenderungan data serta penjelasan data. Tahap ini bertujuan untuk menginterpretasikan dan membaca fenomena data yang timbut, dan menyediakan penjelasannya atau menyusun strategi selanjutnya. Bagian ini digunakan untuk menganalisis kedalaman data dan keaslian pertanyaan;
e.
Koding, yaitu memberi kode-kode unik pada setiap informasi yang dinyatakan valid, untuk data hasit pengamatan lapangan diberi kode A, untuk wawancara diberi kode 8, untuk studi dokumentasi diberi kode C dan untuk hasil teknologi partisipatif diberi kode D. Setelah data diberi kode kemudian diberi nomor urut sesuai dengan kategori, kemudian dibuatkan matriks perolehan data.
Tahap ini dilakukan untuk
memudahkan validasi data.; f.
Dianalisis dengan landasan teori yang digunakan;
g.
Penyimpanan Rekaman, setelah informasi digunakan kemudian datadata tersebut disimpan dalam media yang sesuai.
SKnSA SOSIAL KOMUNITAS DESA LEGOK KALER
Geografis Desa Legok Kaler berada di ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah desa ini adalah 315,585 ha. Desa Legok Kaler merupakan bagian dari wilayah administratif Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Desa Legok Kaler terdiri atas tiga dusun (Dusun I Sukahurip, Dusun II Cileuksa, Dusun Ill Sukaasih), delapan rukun warga dengan bentang wilayah berbukit. Penduduk Desa Legok Kaler berjumlah 4.384 jiwa terdiri dari 1.406 kepala keluarga. Batas Desa Legok Kaler di sebelah setatan adalah jalan negara yang membentang sepanjang sekitar tiga kilometer. Di sebelah timur dan utara berbatasan dengan Desa Paseh Kaler, sungai dan tanda pembatas alam berupa pebukitan. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibeureum Wetan (Kecamatan Cimalaka) sungai, dan tanda pembatas alam berupa pebukitan. Pada awalnya Desa Legok Kater adaLah bagian dari Desa L q o k Kidul yang bernama Desa Legok. Dimekarkan pada tahun 1978 dibawah wilayah aministrasi Kecamatan Conggeang. Pada tahun yang sama Kecamatan Conggeang dimekarkdn pula rnenjadi Kecarnatan Paseh, yang kemudian membawahi wilayah administrarif Desa Legok Kaler. Jarak Defa Legok Kaler ke pusat pemerintahan Kecamdtan Pdseh sekitar 1,5 kilometer, dari ibukota kabupaten berjarak 10 kilometer dan ke ibukota provinri berjarak 55 kilometer. Desa Legok Kaler dibelah jalan kabupaten sepanjang dua kilometer, di jalur ini pula jalan ini menjadi akses kendaraarl truk untuk mengangkut hasil tambang Calian tipe C. Penambangan pasir berada di bagian utara Desa Legok Kaler berjarak sekitar 1,s kilometer. Galian tersebut juQa tersambung dengan Desa Paseh Kaler dan Desa Jambu yang berada di wilayah Kecamatan Conggeang. Tidak kurang dari 700 kendaran truk berat dan ringan setiap hari melintas di jalur tersebut.
Desa Legok Kaler berada diperlintasan infratruktur komunikasi dan transportasi. Untuk rnencapai Desa Legok Kaler sangat mudah, dari ibukota kabupaten -bejarak 10 kilometer- cukup menggunakan angkutan kota atau angkutan pedesaan.
Kependudukan Penduduk Desa Legok Kaler berjumlah 4384 jiwa pada tahun 2004. Dibandingkan dengan Luas wilayah (315,585 ha) menunjukan angka kepadatan geografis setinggi 13,89 orang perhektar atau 1.385 orang per kitometer persegi. Suatu angka kepadatan penduduk yang tergo\ong tinggi. Struktur penduduk berdasarkan golongan usia disajikan pada Gambar 4 dan Tabel 1 terdapat 1045 orang (23,84 %) yang berusia kurang dad 12 tahun dan 248 orang (5,66 %) yang berusia 59 tahun atau lebih. Gambar 4: Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Legok Kaler
i
-
-
-
-
Sumber : Profil Desa Legok Kaler Tahun 2004 Pada data Mutasi Penduduk Desa Legok Kaler, angka kelahiran sampai bulan Oktober 2005 yang tercatat adalah 56 jiwa.
Tabel 1: Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia dan Kumulasi di Desa Legok Kaler Kelompok Usia
Usia
No
Orang 502 543
% 11,45 12,39 -- 11,88 11,43 0K67 09,51 10,lO 08,46 -06,72 03.72 05.66
0-5 6-11 521--12-17 501 18-23 380 24-29 417 30-35 443 36-41 371-42-47 -295 48-53 163 54-58 248 58+ 100 JUMLAH I 4.384 L I I Sumber : Profil Desa Legok Kaler Tahun 2004 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
-
Jurnlah (orang) 502 1.045 -- -1.566 - 2.067 2.447 2.864 3.307 - -- -----3.678 -- .- - -- - -. 3.973 4 . T - --4.384 J
I
Di Desa Legok Kaler rasio beban tanggungan usia produktif untuk menanggung usia belum produktif dan tidak produktif tinggi yaitu mencapai angka 67,25 penen. Penduduk berusia 15-55 tahun yang tidak bekerja berjumlah 1113 orang (37,75 %). Angka ini dapat menjadi indikasi dari tingginya jumlah tenaga
kerja
yang belum termanfaatkan
atau
tingginya
tingkat
pengangguran di Desa Legok Kaler (Tabel 2).
Tabel 2: Komposisi Penduduk (Usia 15-55 tahun) Menurut Jenis Kegiatan Desa Legok Kaler
Sumber :Profil Desa Legok Kaler Tahun 2004 Pada Gambar 5 dan Tabel 3 bisa dilihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Desa Legok Kaler masih rendah. Hal ini bisa diketahui dari
penentase penduduk yang yang berpendidikan SD/sederajat dan tidak tamat mencapai angka 60,98 penen atau sekitar 2.690 jiwa, sedangkan warga yang berpendidikan SLTP/sederajat 530 jiwa
(12,09%) dan
SLTAIsederajat 458 jiwa (10,45%). Gambar 4: Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Kaler ---
--- --
--.
-
-
-
I
-.-. .-.---
..-
-
Desa Legok
.-
I,
!
I
Ii
530--&
iI
I1
7
2
7
5
3 --
/
pa5L/g.T#w .- .
i-
-
w -. .
@ . .
-
-.
a* .
I i
2
5
-
.'/ 8
,
I
i
9
_ - .....--'
.. ..
1
Sumber : Profit Desa Legok Kaler Tahun 2004 Sedangkan yang berpendidikan diploma hingga perguruan tinggi (dari diploma sampai pascasarjana) masing-masing tidak mencapai angka satu persen seperti pada Tabel 3. Tabel 3: Persentase Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Desa Legok Kaler
I
No 1 2 3 4
II
Pendidikan Tidaklbelum sekotah Tidak Tamat SD/Sederajat ~dfiederajat ~~~~IsederajaTSLTA/sederajat 0-1 0-2 0-3
/
%
14,76 ------- 0,30 60,68 12,09 10,45 5 6 O i l6 L 7 0;62 8 ---- 0,11 9 S-1 . 0,80 0,05 10 S-2 Sumber : Profil Desa Legok Kaler Tahun 2004 *
I
Luas wilayah Desa Legok Kaler terbagi atas beberapa penggunaan a(lbel
4). Sejumlah 55,69 persen lahan yang ada adalah lahan yang tidak
produktif, dan lahan carik 9,84 penen. Lahan-lahan tersebut lebih banyak tidak dimanfaatkan secara maksimal karena lahan tenebut tertetak diatas permukaan air. Kebanyakan lahan biasanya ditanami palawija yang bernilai ekonomis rendah. Hal itu dilakukan untuk menekan resiko yang mungkin tejadi. Sebagian lagi karena nilai produksi pertanian sangat minim, pemilik lahan mengalfhkan fungsi menjadi industrf penggaUan. Setelah habis nitai depositnya,
kesuburan
lahan
berkurang
karena
kesadaran untuk
mereklamasi sangat rendah lalu diterlantarkan oleh pemiliknya. Sedangkan lahan yang digunakan bagi pemukiman mencapai 30,25 penen, terkosentrasi di kawasan yang terjangkau infrastruktur jalan desa, jalan kabupaten dan jalan provinsi. Penggunaan lahan untuk kebun rakyat hanya 0,08 persen, biasanya ditanami pohon keras, seperti; mahagoni, jati, albasia, dan lain-lain. Pohon-pohon tenebut kebanyakan dijual dalam bentuk papan untuk memenuhi kebutuhan furnitur (mebel) lokal. Sisa penggunaan lahan tainnya untuk mendirikan bangunan pemerintah; seperti: lembaga pendidikan, fasilitas umum, kantor pemerintah, pengelola BUMD, dan Lain-lain.
Tabel 4: Komposisi Luas Lahan berdasarkan Pennsunaan di Desa Legok Kaler
Sumber :Profit Desa Legok Kaler Tahun 2004 Sistem Ekonomf
Sejumlah 59,54 penen warga Desa Legok Kaler bermatapencarian bukan petani dan yang bekerja menjadi petanil buruh tani hanya mencapai
angka 40,46 persen (Tabel 5). Padahal lahan pertanian hanya 55 hektar atau 0,02 persen dari luas wilayah Desa Legok Kaler, -20 hektar untuk sawah dan 35 hektar untuk ladang tadah hujan &u(udugl- yang bisa ditanami padi satu kali dalam satu tahun. Walaupun warga yang bermatapencarian dibidang pertanian mencapai angka paling besar tapi nilai produksi hanya berkisar pada angka 11 juta rupiah pertahun (Tabel 6 ) , karena petani pemilik lahan dan buruh tani lebih banyak mengerjakan pertanian di luar wilayah Desa Legok Kaler tenrtama di Desa Legok Kidul yang secara geografis dilalui oleh pengairan irigasi. Pasar Desa Legok Kaler terletak antara ruas jalan provinsi dan kabupaten, akses masuk bisa dilakukan pada kedua ruas jalan tersebut tanpa harus memacetkan salah satu ruas jalan. Keadaan ini memudahkan penduduk untuk mengakses kemudahan tenebut maka banyak yang berrnata pencaharian menjadi pedagang yaitu mencapai angka 10,29 persen. Tabel 5 : Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencarian di Desa Legok Kaler Tingkat
(
Jumlah (Orang)
I
%
I
Warga yang bermatapencaharian dibidang industri kerajinan hanya mencapai angka 2,34 persen padahal mempunyai nilai produksi lebih dari 700 juta pertahun. Pengarajin ini bergerak dalam bidang industri furnitur,
pembuatan tahu, pembuatan bata merah, dan pembuatan roti dengan pola
home lndustry (Tabel 6). Potensi bidang kerajinan furnitur sangat besar tapi pada sektor ini nilai modal dan teknologi yang digunakan sangat tinggi, sehingga hanya mampu dilakukan oleh pemodal besar. Tabel 6 :Jenis dan Nilai Produksi utama Pertahun di Desa Legok Kaler No
I
Jenir Produksi Pertanian
1.
I
Nilai Produksi Ket Ir.u,iah ., , 10.600.000 sawah tadah hujan: 20 hektar, ladang tadah hujan: 35 hektar
,umber :Profil Desa Legok Kaler Tahun 2004 Keadaan sosial-ekonomi suatu komunitas bisa ditinjau dad tingkat kesejahteraan keluarga penduduknya, sebagaimana pentahapan tingkat kesejahteran ketuarga menurut indikator yang dikeluarkan oleh BKKBN. Tabel 7 menunjukan bahwa pada tahun 2004 penduduk Desa Legok Kaler yang berada pada tahap keluarga prasejahtera sebanyak 20,75 penen dan keluarga sejahtera I sebesar 16,30 persen. Dengan demikian keluarga miskin di Desa Legok Kaler berjumlah 37,05 persen. Kondisi ini menandakan suatu fenomena bahwa tingkat kesejahteraan penduduk di Desa Legok Kaler pada tahun tersebut relatif masih rendah. Tahapan berikut adahh keluarga sejahtera II dan keluarga sejahtera Ill masing-masing sebesar 22,37 persen dan 40,23 persen, sedangkan ketuarga sejahtera Ill plus jumlahnya relatif kecil hanya 0,35 persen atau hanya 5 kepala keluarga. Tabel 7: Komposisf Penduduk berdasarkan Klasifikasi Keluarga di De Legok Kaler
Klasif'ikasi Kelwrga Jumlah (KK) 278 Keluarga Prasejahtera 23 1 Keluarga Sejahtera I 2. Keluarga Sejahtera II 317 3. Keluarga Sejahtera i l l -570 4. Keluarga Sejahtera Ill+ 5. 5 JUMLAH 1,406 Sumber :Profil Desa Legok Kaler Tahun 2004 No
1.
% 20,75 16,30 22,37 40,23 0,35 100
Struktur Organisad dan Kelembagaan Komunitas Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 (revisi Nomor 25 Tahun 2004) tentang Otonomi Daerah, memberi kuasa kepada desa untuk memimpin dan membina serta berhak membuat peraturan desa. Sejalan dengan peraturan tersebut Desa Legok Kaler mempunyai struktur formal dan informal yang dikelola sesuai dengan kemampuan dan potensi (adat yang ada) yang dimiliki. Struktur formal, pemerintahan Desa Legok Kaler terdiri dari : Pemerintah Desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), dan perangkat penyelenggara pemerintahan desa, kepala desa dan anggota BPD dipilih langsung oleh warga dengan cara dan melalui tahapan-tahapan yang demokratis. BPD mirip dengan lembaga legislasi, fungsi lembaga ini untuk mengawasi jalannya pemertntahan desa serta melegalisasi segala keputusan yang dibuat oleh pemerintahan desa, fungsi lainnya pengayoman, fungsi pengawasan, fungsi budjet, dan menampung aspirasi dari warga masyarakat. LPM juga mirip dengan kabinet pada sebuah pemerintahan,
tugas lembaga ini adalah membantu
penyelenggaraan pemerintahan desa yang dibantu oleh seksi-seksi. Struktur informal adalah Kokolot (tapi warga lebih senang memanggil Olot), yang merupakan perangkat pembantu penyelenggara pemerintahan desa bukan untuk kepentingan administratif. Kokolot tersebut dipilih langsung dengan cara ditunjuk oleh komunitas atas kesepakatan bersama. Kokolot membawahi wilayah dusun terdiri atas beberapa wilayah RW. Kokolot ditunjuk karena penghargaan ketokohan (profil: berakhlak bagus, berwawasan has) dan tingkat keaktifan (pengorbanan untuk kepentingan umum) da\am kegiatan-kegiatan serernonial dan atau kegiatan-kegiatan resmi, keagamaan, sosial, adat. Jabatan ini biasanya disandang seumur hidup, berhenti karena mengundurkan did atau melakukan pelanggaran norma adat. Kokolot tidak diberi wewenang pengambilan keputusan pada sisi administratif.
Wewenang kokolot hanya sebatas pada lingkup kegiatan adat, seperti: kegiatan yang bersifat ritual keagamaan dan ritual adat, dan keputusan yang sangat strategis biasanya melibatkan perangkat RT dan RW. Hubungan kedua struktur tersebut bisa dilihat pada Gambar 6. JARINGAN HUBUNGAN STRUKTUR FORMAL DAN INFORMAL KOMUNITAS DESA LOGOK KALER
-.-.-.-. -..-..-..-.
+
MEMmN-nJ
KOORDlNASl
,
,
-.-.-.-.-.-.
,PERINTAH PENGAWASAN
Gambar 6: Jaringan Hubungan Struktur Formal dan Informal di Desa Legok Kaler
Merujuk pendapat Antlev (2002) organisasi yang ada di Desa Legok Kaler, bisa dibagi dua menurut intervensi pemerintah pusat atau pemerintah daerah terhadap komunitas desa, yaitu organisasi standar dan
organisasi asli desa. Masing-masing kategori terdiri dari sejumlah organisasi/kelompok yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Organisasi Standar: Karang Taruna; organisasi didirikan untuk menampung dan mewadahi kegiatan-kegiatan remaja dalam bidang apapun, lembaga ini didirikan dan dikelola oleh Departemen Sosial (Depsos). Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK); organisasi ini lebih banyak diikuti perempuan, pengurus organisasi tersebut dijabat oleh istri aparat desa. Badan Perwakilan Desa (BPD); organisasi ini mempunyai fungsi legislasi ditingkat desa. Lembaga ini mirip dengan dewan perwakilan rakyat pada pemerintahan. Anggota BPD menggambarkan keterwakilan pada tingkat RW, anggota BPD ditunjuk oleh Kokolot kemudian disahkan oteh Kuwu bukan dipilih Langsung oleh warga. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM); organisasi ini seharusnya menjadi media dan saluran kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat banyak, tujuannya untuk rnemberdayakan warga tapi sedikit warga yang tahu fungsi organisasi ini. Pos Pelayanan Terpadu (Pos Yandu);
Pos Pelayanan Terpadu,
organisasi ini dibentuk untuk memberi pelayanan kesehatan bagi bayi dibawah umur lima tahun (balita), yang sering dilakukan adalah mengontrol dan mengawasi kesehatan balita jika ada yang sakit akan dirujuk ke Puskesmas terdekat. Pos Pembinaan Terpadu Lanjut Usia (Pos Bindu Lansia); organisasi ini mirip dengan Pos Yandu tapi sasaran pdayanan adalah para warga lanjut usia (jompo). Kader Sadar Hukum (Kadarkum);
dasarnya adalah membentuk
ketompok yang terdiri dari semua tapisan warga agar warga sadar dan gandrung akan tertib hukum Majlis Ta'lim Al-Hidayah; kelompok yang organisir menjadi organisasi,
basisnya adalah ibu-ibu pengajian yang secara periodik melakukan pertemuan di Mesjid Baeturohman untuk mendengarkan ceramah
keagamaan. Materi dan penceramah sudah ditentukan serta dikontrol deh aparat desa bekerja sama dengan MU1 Desa dan Kecamatan Koperasi Pasar Bina Usaha (Kopas BU); pada perjalanannya berubah menjadi KUSP-BU, adalah program pemberdayaan yang dikelola dan diperuntukan bagi anggota pasar desa.
Dana yang digulirkan
dikucurkan dari Pemda Provinsi Jawa Barat melalui BPMKS pada tahun 2002, tujuannya untuk merevitalisasi pasar-pasar yang dimilki oleh BUMDes. Peserta program tidak dilibatkan dalam proses dan kontrol kegiatan. Raksa Desa; diluncurkan oleh Pemda Provinsi Jawa Barat, tujuannya adalah untuk memberdayakan masyarakat, dana yang dikucurkan mencapai angka 100 juta 40 persen untuk perbaikan fasilitas sosial dan
60 persen untuk bantuan modal usaha kecil. Program dilaksanakan oleh aparat desa yang dikendalikan oleh aparat kecamatan, tidak diikutsertakan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan. Organisasi-organisasi ini dibentuk oleh departemen atau lembaga neqara setingkat departemen, atas kepentingan pemerintah dan hajat politik penguasa untuk menyeragamkan pola-pola bertindak. Organisasi tersebut harus ada dan tidak ada urusan dengan kesiapan masyarakat berorganisasi, bukan ha1 yang aneh jika tukcing, dibentuk langsung cicing. Menurut Antliiv (2002) melalui lembaga ini pemerintah (negara) mendikte masyarakat tentang cara berpikir, mengambil keputusan dan bertindak. b. Organisasi Asli Desa (Organisasi sukarela): Arisan; arisan yang hanya diidentifikasi di RW I mencapai empat kegiatan, yaitu arisan warga RW I itu sendiri, arisan warga Simpay Saleka, arisan warga RT 1, arisan Himpunan Ojeg Transpor Perempatan Legok (HOT-4 Legok) Gabungan Pemuda Pemudi Suhahurip (GAPPSI); organisasi ini dibentuk atas inisiatif pemuda untuk menghimpun aktivitas remaja yang tidak terfasilitasi oleh karang taruna desa yang berada di Lingkungan Dusun Sukahun'p
lkatan Pemuda Pemud Cileuksa (IPPC); organisasi ini pada mulanya adalah organisasi untuk menandingi keberdaan GAPPSl yang dirasa mulai menank perhatian remaja yang berada di wilayah Dusun Cileuksa kemudian pada perkembangannya menjadi pelengkap kegiatan kepemudaan pada tingkat larang taruna desa, lkatan Remaja Mesjfd Al-Hikmah (IRMA); walaupun mesjid tempat pusat kegiatan remaja ini ada pada tingkat dusun, karena letak yang strategis organisasi ini mengalahkan popularitas organiasasi sejenis yang ada di tingkat desa, banyak kegiatan yang melibatkan pemuda dari hampir se-Desa Legok Kaler Seni Karawitan (Sekar) Saripohaci; basis organisasi ini adalah kesenian tradisional maka penggiatnya lebih banyak adalah para sesepuh Desa Legok Kaler. Organisas1 menye\enggarakan kursus bela diri silat dan juga menerima panggilan untuk jasa profit pada kegiatan adat lokal kesenian; kuda ronggeng, nyawen, babarit, bangreng, jentreng, kecapi suling dan pada bulan bulan tertentu kesenian tersebut ada kalanya dipertunjukan terbuka gratis untuk umum di tempat lapang; jentreng, pencak silat atau mamaos. Radio Komunitas Siraru (Siaran Radio Urang Balarea); kegiatan ini disokong oleh semua lapisan masyakat, dipelopori oleh beberapa pemuda yang peduli terhadap minirnnya sarana informasi tentang pembangunan lokal yang bisa diakses o\eh warga, walau dengan daya jangkau hanya pada radius lima kilometer, media ini telah memuaskan dahaga hampir seluruh warga terhadap informasi kegiatan lokal. Silaturahim Pamanjang Babarayaan Pasar Desa Legok Kaler (Simpay Saleka); organisasi ini beranggotakan seluruh penjual yang mempunyai dan menempati jongko (kios) Pasar Desa Legok Kater. PB Remako (Perhimpunan Bulutangkis Remaja Kotot); anggotanya
terbatas hanya pada orang yang menyukai olah raga bulu tangkis. Organisasi ini dibentuk karena gedung olah raga yang sering dipakai tidak hanya oleh warga Desa Legok Kaler yang berdampingan langsung dengan Desa Legok Kaler,
perlu manajemen pengelola yang
bertanggung j a m b penuh terhadap perawatan dan administrasi keuangan maka K u w menunjuk organisasi tersebut sebagai pengelola langsung.
Yasinan Keliling (Sinlf ng); kelompok ini beranggota 48 orang, dibentuk atas keinginan beberapa ibu-ibu pengajian tetap Mesjid Baeturohman, selain tausiah juga ngaos (membaca Al-Qur'an) terutama Surat Yasin. Kegiatan ini tidak dipusatkan di mesjid atau tempat tertentu tapi bergilir (keliling) di rumah anggota Sinling tiap satu kali tiap pekan, tiap angsota rnenyfsihkan iuran 3.000 rupiah tiap kegiatan yang dialokasikan untuk membeli makan ringan, sebelumnya dipotong 20.000 rupiah untuk kas SinUng, kas tersebut juga menganggarkan
'amplop pengiayad',
uang untuk anggota yang sakit atau yang
mendapat 'kapapastenan' misalnya meninggal dunia. DKM-DKM; dari semua mesjid yang ada di Desa Legok Kaler terdapat 11 organisasi DKM yang telah dibentuk walau tidak semua mutu
manajemen DKM tenebut merata. Beberapa kelompok membentuk semacam asosiasi, seperti himpunan yang mewadahi pengrajin home industry meubel;HPM Tampomas, Kelompok Rereoangan Penjual Buah-buahan; kelompok ini mewadahi beberapa penjual buah-buahan produksi lokal, salak, sawo, konyal, pisitan dan lain-lain. Struktur kelembagaan yang ada di Desa Legok Kaler, teridentifikasi sebagaimana pada Gambar 7, diklasifikasikan berdasarkan proses pembentukan dan jenis kegiatannya:
Gambar 7: Stnrktur Organisasi Lokal dan Kelembagaan di Desa Legok Kaler
d
ORGANlSAsl LOKAL
Organisasi Lokal Berdasarkan Proses Pembentukan 1 II I Dibentuk oleh Masyarakat
Kesehatan
I I
I
Dibentuk oleh Pihak Luar
Organisad Lokal Berdasarkan Jenis Kegiatan
Pendidikan
I DiMtuk deh Pemerintah
I Keagamaan
Remaja
Potensi Ekonomi yang Menjadi Konflik Sosial Masalah konflik di Desa Legok Kaler berlangsung dalam kurun waktu 10 bulan terakhir ini (hingga bulan Agustus 2006). Konflik ini dipicu oleh isu
pembangunan jalan to1 Cisumdawu yang akan dibangun di atas tanah carik desa. Awalnya sebagian warga berharap bisa memanfaatkan langsung tanah carik yang dikuasi oleh desa yaitu dengan cara menjual deposit tambangnya dengan alasan tanah carik tenebut akan dijadikan jalur jalan tol Cisumdawu. Sebagian warga beranggapan jika sudah dikuasai oleh pengembang jalan tot maka hak deposlt tidak bisa dimanfaatkan. Sebagian warga lainnya menolak penambangan tenebut karena penambangan-penambangansebelumnya telah merusak Lingkungan, banyak permihaan penambang tidak melakukan reklamasi yang seharusnya dilakukan, akibat kerusakan yang ditimbulkan mengakibatkan kenaikan suhu, udara menjadi lebih panas dibanding sebelumnya. Penentangan lebih hebat adalah sejak penambangan tersebut mulai merambah lebih mendekat kearah kaki hutan Tampomas karena berakibat langsung pada turunnya permukaan air tanah.
Ektnunni
Pdarasi yang terjadi akibat saMng curiga antar dua kubu penentang dan pendukung kebijakan penambangan tanah cad& properti desa, para pendukung penambangan tersebut didominasi oleh kelompok pendukung Kuwu di wilayah RW 4,5/ Dusun I1 Cileuksa dan 6,7,8/ Dusun Ill Sukaasih (pengkaji menyebutnya Pro 2.3). Pendukung tersebut adahh kantongkantong penyokong pemilih Kuwu Jajang dan kelompok penentang penambangan berada di wilayah RW 1,2,31 Dusun I Sukahurip (pengkaji menyebutnya Kontra 1). Puncak konfrontasi -sepert yang disampaikan oleh 'ek'- terjadi saat pleno BPD bulan November 2005 membahas keputusan penunjukan panitia pelaksana untuk menjalankan dan mengawasi penambangan tanah carik, keadaan saat itu sangat panas, masing-masing kubu mengerahkan masa. Akhimya keputusan tenebut ditunda untuk waktu yang belum ditentukan karena diinterupsi oleh salah seorang (calon) anggota BPD bernama 'dy', yang berasal dari Dusun Sukahurip. Karena 'dy' mensinyalir penggalian ini atas desakan orang berpengaruh pemerintahan kabupaten. Terjadi penundaan pembentukan panitia tersebut, sehingga untuk saat ini peluang krisis konflik mereda tapi isu-isu konflik kemudian bergeser -walau hanya pada wacana simpang siur- menjadi isu "saparatisme". Kelompok Pro 2.3 sedang merancang untuk memisahkan diri membentuk desa tersendiri. Isu-isu seputar penggalian pasir memang sangat mengundang minat para opportunis untuk memanfaatkannya, karena banyak perputaran uang yang bisa diambil dari pergerakan usaha ini. Yang paling dominan adahh praktek-praktek ilegal dari hulu ke hilir, yang pertama dari perijinan : para pengusaha penambangan yang telah habis masa ijinnya. Hanya dua perusahaan yang mengantongi ijin usaha penambangan dan 21 perusahaan masih dalam proses penyelesaian. Padahal semuanya tetah selesai beroperasi pada lahan yang diijinkan, dan telah keluar banyak uang untuk rnenyelesaikan izin penambangan berikut menyewa jasa konsultan amdal. Kedua, penambang mengeruk kedalaman tanah galian melebihi ketentuan yang disyaratkan dari aturan 20 meter dan membentuk trasedng
menjadi 50-60 meter membentuk t e a k LUM.
Bekas galian terbengkalai
tanpa reklamasi -yang menjadi kehanrsan perusahaan yang benangkutan. Ketiga, truk pengangkut yang menggunakan jasa aIat berat seperti eksapator haws membayar kepada opletor uang beko sebesar Rp 10.000 untuk truk keci\ (dobel atau engkel) dan Rp 20.000,- untuk truk besar (toronton), jika tidak maka truk tidak akan diisi padahal wng resmi telah dibayar dimuka kepada pengusaha galian. Uptetorpun menenma jasa pengaturan model penyusunan pasir di dalam bak truk, dengan volume yang sama bisa dibuat seperti penuh (jubung) atau biasa-biasa saja, hanya dengan menambah uang beko sebesar Rp 5.000,Keempat, pemain lokal ditingkat desa juga berperan, setfap keluar dari kawasan penggalian setiap truk di tank uang portal Rp 2.000,- untuk truk kecil (dobel atau engkel) dan Rp 5.000,- untuk truk besar (toronton) dengan dalih untuk kesejahteraan desa. Ketika keluar atau masuk jalan kabupaten sekelompok pemuda menjual air minum dalam kemasan tidak jelas merknya -dengan setengah memaksa- seharga Rp 2.000,- untuk setiap kendaraan pengangkut dengan dalih untuk kas karang taruna.
KERAGAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN
Program Raksa Desa Program Raksa Desa adalah canangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai realisasi visi dan misi yang diproyeksikan pada tahun 2010 sebagai provinsi termaju di Indonesia dan mitra ibukota negara serta mencapai lndeks Pembangunan Manusia sarnpai pada angka 80. Sumber dana dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat. Sasaranltarget program Raksa Desa, terbagi atas: pertama, program fisik, yaitu infrastruktur atau fasilitasl properti desa yang perlu diperbaiki yang mendukung kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sasaran kedua, adalah peningkatan ekonomi yang ditujukan langsung kapadd
masyarakat tidak mampu (miskin) tapi masih bisa bekerja dengan yang dianggap mampu melakukan kegiatan ekonomi (produktif) berupa pinjaman modal. Tujuan program ini adalah pertama meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan sosial masyarakat Desa Legok Kaler, kedua meningkatkan kualitas sarana pendukung kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat Desa Legok Kaler. Pelaksanaan ditingkat desa dilakukan tidak serentak tapi bergilir sesuai dengan penunjukan dari Pemerintah Kabupaten Sumedang. Yang menjadi pelaksana program adalah aparatllr desa yang diputuskan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Pemerintah Kabupaten Sumedang dendan pola ex officio melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial yang berfungsi sebagai pelaksana di lapangan atau satuan pelaksana/ satlak. Ketua Satuan Pelaksana Desa adalah Kuwu dan sekretaris satuan pelaksana merangkap Kepala Urusan Umum Desa Legok Kaler serta pemegang kas satuan pelaksana juga dirangkap oleh Bendahara Desa Legok Kaler. Hirarki di atas Satuan pelaksana Desa adalah Satuan pelaksana Kecarnatan, juga dirangkap oleh aparatur kecamatan, BPMKS dan Bawasda
Kabupaten Sumedang yang dibantu oleh Sarjana Pendamping sebagai konsultan dari kalangan birokrat yang ditunjuk oleh pemerintah provinsi. Ketertibatan masyarakat lokal dalam proses kegiatan program terbatas hanya pada lingkungan elit desa itupun terbatas dalam bidang-bidang pembantu satuan pelaksana. Ketertibatannya ditunjuk langsung oleh Kuwu yang dianggap representasi atau wakil dari setiap dusun sebanyak ernpat orang. Begitupun juga dalam proses pengawasan dan pemantauan program keterlibatan masyarakat lokal nyaris tidak ada. Program Raksa Desa di Desa Legok Kaler ini telah menginjak tahun ketiga, dimulai pada bulan Agustus tahun 2004. Dana yang dianggarkan dalam program peningkatan ekonomi lokal sebesar 60 juta rupiah dari jumlah alokasi dana dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar 100 juta rupiah atau 60 persen dana itu digunakan untuk pemberian modal bagi pelaku ekonomi kecil yang produktif dan besarnya diberikan dengan cara bertahap sesuai dengan kemampuan nilai produksi. Prosedur baku yang ditetapkan oleh penyetenggara program dalam bentuk
petunjuk
teknis
pencarian
bantuan
Raksa
Desa
bahwa,
pelaksanaannya tiap-tiap pelaku ekonomi peminjam modal harus dalam bentuk kelompok. Tiap kelompok terdiri atas lima sampai 10 orang dan tiap kelompok memberi nama sendiri sesuai dengan kesepakan anggota kelompok serta menunjuk dan mengangkat salah seorang untuk dijadikan ketua kelompok. Setelah kelompok dibentuk, kemudian atas kesepakatan bersama kelompok tersebut mengajukan peminjaman modal atas nama masingmasing anggota sesuai dengan kebutuhan, lalu diserahkan kepada satuan pelaksana desa. Ajuan pinjaman tersebut dinilai dan ditentukan oleh satuan pelaksana desa sesuai dengan kebyakan jenis usaha ekonomi yang diajukan kemudian diverifikasi kebenaran dan akuntabilitasnya. Jenis usaha yang ditetapkan mendapat bantuan modal Program Raksa
Desa ini adalah: a. Pertanian
b. Peternakan
c. Perdagangan d. lndustri Rumah e. Jasa f. Usaha lainnya
Dalam pembagian keuntungan dari bunga pinjaman dana Raksa Desa sebesar empat penen dari nilai modal, dibagi dalam beberapa alokasi: a. Honor Pengelola
:25 penen
b. Alat Tulis
:5 persen
c. Pendapatan Asli Desa
:20 persen
d. Penambahan Modal
:25 persen
e. Biaya Operasional Satuan pelaksana Desa f. Dana Sosial
:5 persen
g. Tanggung Renteng
:10 penen
:
10 penen
Honor 25 persen dibagi untuk satuan pelaksana desa, 20 persen disetorkan menjadi penghasilan desa, 25 penen kembali ditambahkan menjadi tambahan modal raksa desa 10 persen peruntukan biaya operasional kegiatan satuan pelaksana desa seperti transpor, Lima persen dialokasikan bagi anggota (penerima program) yang selama perjanjian tidak bisa melakukan kegiatan usaha ekonomi seperti sakit atau melahirkan, dan 10 persen dialokasikan untuk asuransi pembayaran, jika karena atasan
tertentu anggota tidak bfsa menyetorkan angsuranlmacet (asuransi
.
angsuran)
Kegiatan ekonomi sampai sekarang masih berjalan dan telah menambahkan modal menjadi sekitas 227,67 persen dari modal pertama menjadi sebesar 136.600.000 rupiah, dengan dana macet hanya mencapai angka sekitar 15 persen. Pada awalnya peminjam hanya 44 orang pelaku ekonomi terbagi atas enam kelompok dan hanya menyerap dana 28.530.000 rupiah atau hanya sekitar 47,55 penen, kemudian berkembang menjadi 168 orang yang terbagi atas 30 kelompok, sebagai pembanding nilai aset tersebut bisa dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8: Nilai Aset yang dimiliki Program Raksa Desa di Desa Legok Kaler Sekarang Awal Kategori (Desember 2005) (Mustus 2004) Rp 60.000.000,-
Kekayaan
Rp 137.000.000,-
6 kelompok
Kelompok
30 kelompok
Peserta
44 orang
168 orang
Sumber :biolah dari Data Raksa k s a Pelaksana program, yaitu aparatur desa yang diputuskan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Pemerintah Kabupaten Sumedang dengan pola ex officio
melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Kesejahteraan Sosial berfungsi sebagai pelaksana di lapangan atau satuan pelaksanal satlak. Ketua Satuan Pelaksana Desa adalah Kuwu dan sekretaris satuan pelaksana merangkap Kepala Urusan Umum Desa Legok Ka\er serta pemegang kas satuan pelaksana juga dirangkap oleh Bendahara Desa Legok Kater (Gambar 8). Hirarki di atas Satuan pelaksana Desa adalah Satuan pelaksana Kecamatan, juga dirangkap oleh aparatur kecamatan, BPMKS dan Bawasda Kabupaten Sumedang yang dibantu oleh Sarjana Pendamping sebagai konsultan dari kalangan birokrat yang ditunjuk oleh pemerintah provinsi. Gambar 8: Stnrktur Organisasi Satuan Pelaksana Program Raksa Desa di Desa Legok Kaler Ketua (Kepala Desa) Jajang Parman Sekretaris Awit Dhaya
I
I I
1
Pemegang Kas Ade Ratnengsih
.
I
Bidang Pendidikan Udin Komarudin, D n
Bidang Ekonomi Undang Sopandi
Bidang Kesehatan Oorn Komalasari
Sumber: Surat Keputusan Kepala Desa Legok Kaler, 2006
r
Bidang Prasarana Fisik Acep Udayat
-
Program Kelompok Usaha Simpan Pinjam Bind Usaha Pada tahun 2002 Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Perusahaan Daerah Pasar (PD Pasar) Provinsi Jawa Barat, mengadakan program untuk merevftalisasi pasar yang dikelola desa yang menjadi Badan Usaha Milik Oesa (BUMDes). Bantuan modai pengembangan pasar adalah sebesar 20 juta rupiah dan bantuan tersebut disalurkan melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial (BPMKS) Kabupaten Sumedang yang sekaligus menjadi pendamping program terebut. Pada tahun yang sama dana tersebut diserahkan kpada angsota Simpay Saleka: Pak Idum, Pak Yayat, Pak Adang yang berhasrat dan mempunyai kepentingan menggairahkan pasar desa karena pada tiga tahun terakhir kondisinya mulai menurun dari segi kualitas dan kuantitas penjualan. Karena persyaratan harus ada lembaga pengelola berupa koperasi dan bangunan sekretariat, kemudian mereka mendirikan Koperasi Pasars Bina Usaha (Kopas BU) dan dibadanhukumkan di Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Dinkop dan UKM) Kabupaten Sumedang pada bulan Agustus tahun yang sama dan membuat kantor Kopas BU atas bantuan Pemerintah Desa Legok Kaler. Kopas BU mendapatkan modal awal sebesar 20 juta rupiah pada tahun 2002. Pada tahun 2006 per Februari, aset modal mencapai 41.436.925 rupiah belum termasuk nilai bangunan dan properti sekretan'at, struktur Kopas seperti pada Gambar 9. Gambar 9: Struktur Organisasi Koperasi Pasar Bina Usaha di Desa Legok Kaler Penanggung Jawab (Kepala Desa) Jajanq Parman
Badan Pemeriksa Adang Umun Merned
Ketua Yayat R .-
-
Sekretaris ldum K
v
Bendahara Lia Y Anggota 133 orang
Sumber: KUSP Bina Usaha, 2006
Dalam perjalanannya Kopas BU berubah menjadi Kelompok Usaha Simpan Pinjam Bina Usaha (KUSP-BU), pengelola kerepotan setain hams mengelola administrasi dan ketidaksiapan manajemen untuk menyediakan kelengkapan struktur
berupa badan pemeriksa, maka Kopas BU
berrnetaformosis menjadi KSP-BU dan merubah s ~ k t u rorganisasinya mejadi seperti pada Gambar 10. KUSP-BU melayani tidak hanya anggota Simpay Saleka tapi juga bukan anggota, diantaranya para konsumen tetap Pasar Desa Legok Kaler yang memerlukan tambahan modal, serta warga seputar Pasar Desa Legok Kaler bukan konsumen tetap pasar tapi berdomisili di sekitar Desa Legok Kaler. Ada yang unik mengapa konsumen tetap diberi modal? Pasar Desa Legok Kaler adalah pasar yang dikelola oleh desa paling tua umurnya, didirikan sejak tahun 1965-an dan direhabilitasi tahun 1975-an. Menurut penuturan tokoh masyarakat, -ini adalah record dari PL I- dari semua daerah di sinilah aktivitas transaksi jual beli semua jenls barang dan jasa terjadi, denyut perekonomian dimulai menjelang tengah malam sekitar pukul 11.00 WIB sampai menjelang pagi sekitar pukul 05.00 WIB. Pembeli tidak hanya untuk kepertuan konsumsi tapi juga yang pating banyak adalah untuk dijual kembali ditempat lain (pasar pekulakan), sehingga kebiasaan tersebut sampai sekarang masih terjadi membeli barang untuk dijual kembali.
Gambar 10: Struktur Organisasi Kelompok Usaha Simpan Pinjam Bina Usaha di Oesa Legok Kaler (Kepala Desa) Jajang Pannan I
Ketua Yayat R Bendahara Lia Y
Sekretaris ldum K Anggota (133 orang) A
Sumber: KUSP Bina Usaha, 2006
KUSP BU hanya mengadakan simpan dan pinjam uang dengan bunga sebesar 1,s persen dengan masa pengembalian 10 kati angsuran tiap minggu dan bisa dinaikkan nilai pinjamannya jika taat waktu pembayaran dan jelas peruntukannya. Setiap peminjam dikenakan kewajiban menabung sebesar
5.000 rupiah, simpanan pokok sebesar 10.000 rupiah dan provisi sebesar dua penen dari nilai setiap pinjaman yang disetujui. Sampai tahun berjalan nilai tabungan anggota telah mencapai 6.139.800 rupiah dan uang yang sedang berjalan berikut setoran yang macet 25 penen mencapai 28.670.000 rupiah. Dari keuntungan tiap bulan desa menetapkan pembagian sebagai berikut : a. Honor Pengelola
:30 persen
b. Belanja Alat Tulis Kantor
:5 p e m
c. Penambahan Modal
:20 persen
d. Pendapatan Asli Desa
:20 persen
e. Tanggung Renteng (asuransi macet) :I0 persen
:5 penen
f. Sosial
Analisis Program Pemberdayaan Raksa Desa (PRO) dan Kelompok Usaha
-
Simpan P i ~ j a m Bina Usaha (KUSP-BU) dalarn PengekHf Parttsipasi Program Raksa Desa (PRD) dan Kelompok Usaha Simpan Pinjam-Bina Usaha (KUSP-BU) walaupun pada dasarnya memenuhi kebutuhan yang dirasakan (felt needs) tapi tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya (real
needs). Kebutuhan sebenarnya (real needs) hanya bisa diukur dan ditentukan
oleh
dirinya
sendiri,
program
yang
diselenggarakan
meminimalkan partisipasi peserta program. Peran serta pengambitan keputusan, berbagi keuntungan dan kuasa untuk rnengevaluasi program nyaris tidak ada. Hal ini karena posisi tawar peserta sangat lemah. Dalam posisi tersebut peserb program tidak bisa menentukan apa yang bisa dilakukan dalam program tersebut. Demikian pula beban yang harus ditanggung oleh peserta karena penyelenggara program tebih
rnementingkan perputaran dan penggernukan modal dengan secepatnya
maka beban bunga jasa yang ditetapkan sangat besar. Tidak jelas puta untuk apa dan berapa bunga jasa tenebut digunakan, demikian juga kontrol terhadap penyelenggara program atas penggunaan dana yang disediakan apakah sesuai dengan peruntukan atau tidak.
Wteria
sasaranltarget program ditetapkan tidak jelas dan pesertaltarget program ditunjuk langsung oleh penyelenggara program. Kecenderungan lain adalah program ini dijadikan alat politik oleh oknum pemberi bantuan untuk kepentingan pribadi. Untuk keberhasilan finansial, program ini patut diancungi jempol nyaris tanpa cacat, hanya dalam kurun waktu satu tahun kegiatan ekonomi telah menambahkan modal sekitar 227,67 persen dari modal awal 60 juta rupiah menjadi sebesar 136,6 juta rupiah dari 168 orang sasaranltarget program yang dimodali, dan hanya menyisakan dana macet pada kisaran angka tidak sampai 15 persen (kasus PRD). Dalam kasus KUSP-BU dengan hanya berrnodalkan 16 juta rupiah berhasil menjarins sasaranltarget metewati batas Desa Legok Kaler sebanyak 133 orang, angka yang cukup fantastis. Nilai dana yang terhimpun telah mencapai angka 41,s juta rupiah, hanya dalam kurun waktu empat tahun saja.
PENUMBUHAN KELEMBAGAAN: SEBUAH PROSES PEMBERDAYAAN
Penginformasian Kegiatan Kegiatan ini adalah suatu kegiatan awal untuk membuka kesadaran dan mengajak warga untuk berperan serta dalam kegiatan yang telah dikomitmenkan sebagian warga. Selain itu, melalui kegiatan ini diharapkan sasaranltarget program memahami betul manfaat dan peran dalam program yang akan dilaksanakan, juga pada saat yang bersamaan muncul kesadaran masyarakat untuk ikut aktif terlibat. Hal senada diungkapkan oleh Carry (1970), masyarakat akan berpartisipasi apabila mengetahui manfaat dari program tersebut. Pengetahuan masyarakat tentang manfaat dan peranannya didalam program pembangunan sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat sehingga muncul kemauan atau prakarsa masyarakat untuk berpartisipasi didalam program pembangunan. Kegiatan penginformasian dilakukan dari tanggal 19 sampai dengan tanggal 21 Juni 2006. Strategi yang dilakukan pengkaji yaitu melalui media elektronik lokal (Radio Komunitas Siraru) berupa ajakan untuk berperan dalam kegiatan ditnaksud yang akan dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2006 di rumah Ibu Caca, salah seorang anggota sinling. Pemberitahuan ini disampaikan penyiar dengan rnernbacakan pengumurnan yang telah ditulis sebelumnya, disampaikan diantara jeda lagu-lagu atau berita lokal lainnya pada jam prime time. Pengkaji membuka wacana untuk mau membuat aksi sebagai tanggapan komitrnen sebagian warga yahg diwakili ibu-ibu pengajian Yasinan Keliling ketika PL II dilakukan. Terlontar pendapat dari Ubung ajakan pengkaji disebutnya rapat-, berkeyakinan rapat ini sangat berbeda dan berharap bisa membawa manfaat serta beryakinan melalui rapat ini pengkaji bisa mengaplikasikan ilmu juga bukan hanya omong kosong karena dimotori oleh orang yang dianggap lebih kompeten.
'7ah ieu rnah rapat teh beda, wgan we aya alaleuna. Jeung deuih ku budak nu nyakola rnah tangtuna make elmu, pamohalan ngan saukur nyarita" [Rapat ini pastf beda, mudah-mudahan ada yang bisa diambil manfaatnya. Dan dilakukan oleh orang yang berkompetensi pasi ada ilmunya, mustahil hanya ornongan] Pendapat lain yang senada disampaikan oleh Doni, yang mernastikan diri akan ikut berpartisipasi kalau akan membawa manfaat nyata. "Lamun ngan saukur rin'uangan rnah ah percuma we miceunan waktu, tapi saumpama aya prak-prakana rnah jiga na rnah Akang qge euduek miluan sugan jeung sugan aya nu biso diala. Barina oge ayeuna rnah teu perlu ngan nepi ka omong nu penting karasa manfaat jeung han'lna" [Kalau hanya berkumpul percuma saja hanya buang-buang waktu, tapi ada implikasinya sepertinya Akang pasti ikut serta mudahmudahan ada yang bisa diambil manfaatnya. Dan juga untuk sekarang jangan sebatas wacana yang penting ada manfaat dan membawa hasil] Sebagain besar warga menyambut kegiatan ini, dengan harapan bisa membawa banyak perubahan dan membawa manfaat tapi berharap juga bisa dinikmati oleh anak-anaknya, ditegaskan oleh Doni. "Keun lah teu ku urang kapetik hasilna kaala mangpaatna mah, wgan atuh ku barudak urang nu baris nuluykeun jeung ngasaan asak maslahatna " [Biarlah oleh kita tidak bisa mengambil manfaatnya, mudah-mudahan oleh anak kita yang akan melanjutkannya dan menikmati keuntungannya] Dengan argumen dan gaya ungkapan yang berbeda kebanyakan warga yang ditawari untuk berperan serta, mengamlni dan siap untuk berperan serta. Kendala yang muncul -walaupun tidak berarti- adalah adanya persepsi sebagian warga, seperti yang diungkapkan oleh Hasin. Belajar dari pengalaman program pemberdayaan sebelumnya, merasa bosan karena harus ikut pertemuan-pertemuanyang menjemukan.
Hasin rnengungkapkan rasa pesimis tawaran pengkaji: "Euh, a s bosen tur leukleuk ngabandungana, mending oge Iangsung we urang mah nampi atahana ti pamarentah lungsung figa Raksa Dem teu kudu rapat-rapatan"
[Rasanya bosan dan menjemukan mengikutinya, lebih bagus langsung saja kita terima uangnya dari pemerintah seperti Raksa Desa tidak usah ada rapat (pertemuan))
Persiapan Sosial Ada banyak penyebab kegagalan program pemberdayaan, salah satunya adalah pelaksana program tidak melakukan persiapan sosial yang memadai. Hal in1 berakibat pada tingkat kesadaran dan keterlibatan masyarakat sangat rendah. Pengungkapan terhadap masalah yang dihadapi dan potensi yang dimiliki dilakukan dalam proses peniapan ursial, yaitu dengan metibatkan sasaranltarget program dalarn setiap tahapan proses kegiatan. a. PengungkapanMasalah dan Potensi Komunitas
Pada tahap ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk menggali dan memahami masalah dan potensi yang dimiliki oleh sasaranltarget program sehingga akan terjadi pemahaman kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dan
kebutuhan
sebenarnya
(reat
needs)
berdasarkan
program
pemberdayaan yang pernah ada. Pengkaji meningatkan kepada peserta dialog terbuka kemungkinan membuat sendiri program pemberdayaan yang dibentuk bersama, dikelola bersama dan dimanfaatkan bersama. Peserta adalah anggota keiuarga (ayah, ibu, atau anak), peserta yang pengkaji identifikasi hadir sebanyak 25 orang, dari target 20 orang. Sesuai dengan sasaranltarget program yang diumumkan di Radio Komunitas Siraru semua peserta berdomisili di Desa Legok Kaler. Bagi mereka melakukan acara seperti ini rnempakan hal yang baa, sehingga timbul rasa ingin tahu tentang apa yang akan menjadi bahan pembicaraan. Kqitan ini menjadi perhatian khusus di antara mereka, sehingga jumlah peserta yang hadir pun melebihi dari undangan yang seharusnya, sebagian besar peserta kegiatan ini menyebut 'rapat'.
Pengkaji melempar topik tentang kondisi program pemberdayaan yang sedang berjalan, Program Raksa Desa (PRO) dan Kelompok Usaha Simpan Pinjam -6ina Usaha (KUSP-BU) dengan pola dialog acara bedangsung sen'us tetapi dalam suasana yang santai sambil diselingi canda dan tawa diantara mereka. Kegiatan ini mengambil tempat di salah satu anggota sinling, rumah Bu Caca pada tanggal 23 Juni 2006. Waktu yang digunakan dan disepakati selama tiga jam. Peserta dialog merasa senang dan merasa tidak keberatan waktu dan berbagai informasi.
Pengungkapan Masalah dan Potensi dengan Dialog
Pengungkapan Masalah Tidak ada sosialisasi yang merata tentang program yang dClaksanakan oleh desa, hal ini ditegaskan oleh peserta dialog -Enf, bahwa
PRO diketahui hanya oleh sebagian warga saja. "Padahal kantor desa teh asa teu anggang-anggang teuing jeung rorompok teh, tapi naha da teu dugi wartosna mah, padahal mah aya Siraru. Terang teh ayeuna-ayeuna we 6eja pabeja-beja tos bade dua taun, kitu oge bubuhun sabudereun rorompok tos bade kapapoy sadayana " [Padahal jarak kantor desa dengan rumah tidak terlalu jauh, tapi kenapa tidak pernah ada berita, padahal ada Siraru (nama radio komunitas). Dikabari saat-saat sekarang dari mulut ke mulut, karena di lingkungan kami telah semua mendapat giliran] Peserta program tertutup hanya untuk lingkaran elit desa atau kront kuwu, terungkap dari salah seorang peserta dialog Enin.
"Ulah jiga Raksa Desa, nu dipasihan modal teh semet dufur jeung baraya Kuwu jadi a n urang nu peryqi pisan teu kabagean. Padahal eta teh tos bade dua taun, cenah rnah kilir tapi angger we kitu-kitu keneh " [Jangan seperti Raksa Desa, yang diberi modal terbatas pada saudara dan kerabat Kuwu padahal kami yang lebih memerlukan tidak dapat jatah. Padahal sudah menjelang dua tahun, katanya bergilir tapi tetap tidak ada perubahan (sasaran)]
Peserta program tidak dilibatkan dalam proses, salah seorang warga mengungkapkan kekurangan yang dijatankan oteh program-program pemberdayaan sebelumnya, Ade: "Kudu na moh jiga kieu jelma leutik teh diilukeun jadi nyaho noon nu rek dipifampah, naon nu ku urang dipakabutuh, nyaho noon nu dijerona. Mun kitu urang oge p s t f boga ngarumasa mfboga jeung deuih pasti aya rasa rancage, ufah liga bantuan-bontuan fian kawas jepees, raskin, raksa desa. Sobaraha gedena ti fuhur ti saha deuih jeung keur saha teu nyaho-nyaho, teu pupuguh holna ujug-ujug aya weh bontuan, teu hir walahir" [Seharusnya seperti sekarang orang kecit menjadi tahu apa yang akan dikerjakan, apa yang kita butuhkan, tahu ada apa isinya. Kalau begitu kita pasti mempunyai rasa memiliki dan pasti punya rasa tanggung jawab, jangan seperti bantuan lain JPS, Raskin, Raksa Desa. Berapa jumlah dari atas (pemenntah daerah atau pusat) dan' siapa dan ditujukan untuk siapa tidak tahu apa-apa, tidak jelas tibaztiba ada ] bantuan,
...
Adanya kebijakan sepihak birokrasi yang merugikan penerima bantuan Ipeserta program, dengan sangat hati-hati Ikam, seorang pengum KUSP-BU menjelaskan dana
bantuan yang diberikan oleh
Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial (BPMKS) Kabupaten Sumedang tidak sesuai dengan nilai seharusnya diterima. "Bapak mah menerima bantuan dari pemda teh besarnya ##### rupiah, padahal besarnya tidak sama dengan yang ada dikuitansi yaitu ##### rupiah, tapi oleh bapak dibiarkan saja karena bapak juga tahu banyak anggota simpay yang perlu bantuan permodalan mendesak. Alasannya katanya untuk biaya administrasi dan komisi buat yang lainlainnya, ga apa-apa bapak juga mengerti dan mereka juga sebelumnya minta duluan, ya bapak mah iklas saja lah" Bunga yang dibebankan sangat memberatkan clan peminjaman modal harus melalui prosedur yang panjang, ada salah seorang peserta dialog, Endup, pernah menjadi peserta PRD yang tergabung dalam kelompok W U , mengungkapkan merasa ketertekanannya ikut dalam program tersebut.
"Mangga we emutkeun, tadina mah asa katulungan pisan aya bantosan Raksa Oesa teh, ad kadieu-dieu asa langkung kateken teu aya toleransina teu kaop elat mayar meni diudag-udag sareng deuih teu terang-terang aya bungaan sihoreng teh bungana men; ageung pisan alahbatan 'kencit' " [Pada awalnya merasa tertolong ada bantuan Raksa Desa, ternyata akhirnya merasa tertekan tidak pernah ada toleransi kalau terlambat terus dicari-cari dan tidak tahu ada bunga pinjaman dan temyata besar sekali melebihi 'kencit' (jasa keuangan yang dikelola secara pribadi dengan motif profit atau rentenir, yang menamakan dirinya bank keliling)] Jasa -istilah untuk bunga- yang dirasakan oleh peserta sangat memberatkan yaitu sampai empat persen. Ajuan yang disampalkan harus dalam bentuk kelompok sampai sepuluh orang, dan itu menjadi kesulitan sendiri bagi peserta karena ajwn tenebut berbentuk rincian yng sangat mendetail serta harus punya jenis usaha ekonomi yang dianggap produktif dan terjamin bisa bertahan lama paling tidak sampai cicilan pinjaman selesai.
Tenggat pembayaran yang terlalu pendek, hal itu terungkap ketika disinggung tentang KUSP-BU, satah seorang peserta dialog Nining, menjelaskan mewakili tiga orang rekannya sesama anggota KUSP-BU menjelaskan. "Kami anggota koperasi pasar sampai sekarang maslh menjadi anggotanya, pertama-tama diajak oleh Pak lkam untuk menjadi anggotanya, ya saya mah ikut saja karena syaratnya sangat mudah yaitu dengan menyetor 15 ribu rupiah, perinciannya untuk yang wajibnya lima rebu rupiah nu pokok sepuluh ribu rupiah, sudah sah jadi anggsta Ban bisa mendapat pinjaman modal wrmpe lima ratus rebu rupiah. Terus kalo diasese (accldisetujui) dipotong duluan oleh propisi sampe dua persen, yang membuat pusing mah eta setorna harus setiap seminggu sekali, dan hari pembayarannya sama dengan hari peminjaman besoknya seminggu lagi mulai mengangsur (angsuran dibayarkan tiap pekan sekali pada hari sesuai dengan hari transaksi peminjaman dipenuhi dan harus dibayarkan langsung pekan selanjutnya), kalo bunganya emang kecil daripada Raksa Desa tapi membayarnya semingsu sekali bagaimana mau blsa digolangkan (diputarkan)"
Program penuh muatan politis,
Aip,
salah seorang warga
rnenyatakan program ini terkesan diberikan tergesa-gesa untuk tujuan kepentingan pihak-pihak tetentu. Pernyataan ini menegaskan ungkapan yang diberikan saat PL 11, dia menduga program ini 'hadiah' dari pemerintah kabupaten untuk Kuwu. Wadiah-hadiah' lainnya diberikan sebagai imbalan, jika Kuwu mau menjual sesegera mungkin carik (tanah milik desa yang dikelola oleh aparat desa dan keuntungannya untuk dijadikan upahlgaji). "Akang yakin Raksa Desa aya patula patalina jeung carik, cenah rnah Raksa Desa dibikeun ka urang alatan para pejabat hayang kabagean tina carik. Sabub loba pisan nu baris kabaud untung saumpana carik jadi dijual, ti pejabat nu leutik nepi kanu gede, a n alesan jalan to1 Cisumdawu eta mah atesan nu Giteang-teang da nepi ke ayeeuna can karuhan dijieun. Kaciri tina manpara pejabat ngayakeun tarling dina poean kahiji, nu kadua basa desa urang dijadfkeun pusat dong taun Sumedang". [Akang yakin Raksa Desa diberikan terkait dengan carik. Karena banyak yang mendapat untung jika carik jadi dijual, dari pejabat tinggi sampai rendah, kalau alasan karena pembangunan jahn tol Cisumdawu itu hanya alasan yang dicari-can karena sampai saat ini belum ada kabar yang jelas akan dibangun. Terlihat juga saat pejabat mengadakan tarling (terawih keliling) pada hari pertama, tanda yang kedua ketika desa (Legok Kaler) dijadikan pusat kegiatan hari jadi Kabupaten Sumedang (bulan April)] Kesertaan program dibatasi pada tingkat kemapanan usaha, seperti yang diceritakan oleh Tono, salah seorang peserta menegaskan. "Upami abdi mah, feu acan kantos diajakan ku desa teh kanggo lebet ansgotana, da panginten ningali kauyaan abdi mah tos nuturus padahal mah sami peryogi mah peryogi. Nalinga upami tos uya nu nyambet, euh modal ge teu karuhan katutup, tah nuju kitu abdi peryogi modal teh kanggo nutupan modal nu koncandak ku nu nyambet
".
[Saya belum pernah diajak oleh 'desa' utuk menjadi anggota (PRDIKUSP-BU), mungkin sudah dianggap mapan padahal dibutuhkan juga. Ketika banyak yang 'nyambet ' (kreditImenghutang), modal yanq dipakai mustahil tertutupi, pada kondisi tenebut saya merasa pertu suntikan dana untuk membuka modal awal yang terambil penllutangl
Bantuan
terbatas
untuk
usaha
ekonomi,
sebagain
warga
mengharapkan program pemberdayaan tidak hanya terbatas untuk pemberian modal untuk usaha tapi juga dalam bentuk pinjaman untuk keadaan darurat, seperti: melahirkan, sakit, atau meninggal dunia. Yadi seorang peserta dialog berkomentar lain,
Yawaran pernah saya dapatkan dari Pak Adup, katanya mau ikutan menjadi anggota Raksa Desa? Karena saya berdagang warung kecil dan syaratnya pas yafu punya usaha, tapi sama saya ditolak karena waktu itu saya tidak perlu modal untuk nambah barang. Tapi sababaraha minggu ti harita (beberapa minggu kemudian) saya kererepetan (kondisi darurat) dan perlu uang untuk berobat indung barudak (ibunya anak-anaklistri) ke dokter dan ditolak oleh Pak Adup, padahal saya sangat mendesak pisan (sekali), akhirnya saya diberi meminjam oleh ibu-ibu sinting. Tah oleh sebab itu bagusnya bantuan itu bukan hanya untuk permodalan saja tapi juga untuk anggota yang kondisinya mendesak; sakit, melahirkan atau meninggal dunia juga". Setelah melewati tahap pengungkapan masalah, sembilan poin masalah dapat dirangkum sebagai berikut, yaitu: 1. Tidak ada sosfalisasi yang merata tentang program yang
dilaksanakan oleh desa
2.
Peser€a program tertutup hanya untuk lingkaran elit desa atau kroni kuwu
3.
Peserta prqram tidak dilibatkan dalam proses
4.
Adanya kebijakan sepihak birokrasi yang merugikan penerima bantuan Ipeserta program
5.
Bunga yang dibebankan sangat memberatkan dan peminjaman
modal harus melalui proscdur yang panjang 6.
Tenggat pembayaran yang terlalu pendek
7.
Program penuh muatan politis
8.
Kesertaan program dibatasi pada tingkat kemapanan usaha
9.
Bantuan terbatas untuk usaha ekonomi
Pengungkapan Potensi Pengungkapan potensi ini pengkaji anggap sebagai modal m i a l (social capital) yang dimiliki oleh komunitas Oesa Legok KaLer, sebagai dasar pijakan dan energi komunitas mengembangkan kemampuan untuk mengembangkan din. Modal sosial adalah yang paling penting selama proses kegiatan yang dilakukan, Fukuyama (200) mendefinisikan modal sosial sebagai kemarnpuan yang timbul dari kepercayaan (trust) di dalarn sebuah masyarakat
.
Semangat dan kemauan yang tinggi, spirit yang menggerakkan untuk mau bergabung dalam kegiatan ini merupakan nilai khusus bagi pengkaji dan dianggap oleh pengkaji sebagai modal sosial untuk mengembangkan diri, diungkapkan oleh Aip. "Akang mah mung gaduh kahayang nu panceg jeung niat nu iklas tur rido, hayang undak tibatan nu heubeul" [Akang hanya mempunyai semangat dan kemauan yang kuat untuk berubah dari kondisi sebelumnya menjadi lebih baik] Kerjasama dan saling percaya, berkaitan dengan saling percaya ini diutarakan oleh salah seorang peserta, Momon: "Kita sudah solid dalam segala hal, karena kita kebanyakan terikat sinLing dan tahu banyak karakter masing-masing, kalau ada kesulitan kita bisa saling membantu" Ungkapan tersebut ditimpali oleh salah seorang peserta lainnya, Jaka: "Leres, janten urang tos pada-pada mercanten kanu liana. Sintreuk we upami aya nu aneh mah". [Betul, kita sudah saling mempecayai. Jewer saja kalau bertingkah aneh (menyimpang)] Lahan pemasaran produk yang terbuka, potensi fisik yang menonjol adalah tersedianya tempat usaha yaitu pasar tradisional, seperti yang diungkapkan oleh Wasin: Potensi pasar tersebut memang sangat strategis,
letaknya menyambungkan ruas jalan utama provinsi dengan jalan kabupaten dan bisa di akses dari tiga titik jalan tersebut tapi tidak akan mengganggu keadaan lalu lintas pada ruas jalan yang ram. "Kalo kesemuanya punya modalnya dan seumpamanya ada m h a berdagang mudah sajah, kan desa kita punya panya pasar desa, jadi jualannya di situ saja". Pengalaman usaha, rata-rata peserta diaiog memiliki usaha dalam
sekala mikro, kegiatan usaha yang mereka lakukan ini telah berlangsung lama. Diantaranya ada yang te\ah lebih dari 15 tahun. Usaha yang dilakukannya juga merupakan kegiatan waha pokok tapi ada juga usaha sampingan sebagai kegiatan tambahan. Usaha sampingan tersebut atas ijin dan sepengetahuan suaminya. Namun diantaranya juga ada yang bekerja sendiri, karena suaminya teLah meninggal atau sudah tidak bisa melakukan usaha lagi, ada juga usaha tersebut dibantu oleh beberapa anggota keluarganya. Seperti yang diungkapkan oleh Rasmi, seorang peserta yang telah membuka warung serabi sejak lima belas tahun lalu dan optimis bisa mengangsur jika diberi modal walaupun dengan angsuran yang kecil. "Emu tos lima welas taun icalan surabi teh, ti bapa masih aya dugi ka ayeuna jenatna. Janten tos terang u p m i corona icalan teh, saumpami aya anu masihan modal ku Ema kantenan ban's ka wangurlkeun sanuos alit ge. "
[Ema sudah 15 tahun berjualan serabi, dari bapa (suami Bu Ema) masih hidup sampai sekarang. Jadi sudah tahu seluk beluk jualan, seandainya ada yang memberi modal pasti akan dikembalikan (diangsur) walaupun dengan nilai yang kecil] Kegiatan usaha tersebut diantaranya telah mempunyai pelanggan pasti atau menempati tempat tetap, seperti di pasar desa, membuka kios kecil di depan rumah. Yang nrdah mempunyai konsumen tetap bisa mengkalkulasi berapa banyak barang yang harus diproduksi, tapi walaupun demikian pendapatan/ keuntungan kadang-kadang tidak bisa diprediksi dengan pasti. Tergantung banyaknya pelanggan pada hari itu yang membutuhan barang hasit produksi mereka. Bahkan, bagi mereka yang mendapat pesanan khusus, tentu sudah dapat dipastikan bahan yang
diperlukan untuk memproduksi barang akan bertambah. Salah seorang peserta Sriasi, seorang pembuat rangginang mentah menjelaskan: "Abdi ngalangana ka toko-toko, kantun ngalebetan rotin, uparni aya borongan meni sok kawalahan dugi ka sesah milarian barang sareng teu gaduh tempat kanggo moe". [Saya berlanganan ke toko-toko (dengan cara konyiasi), kalau ada pesanan sering kewalahan sampai susah mencari bahan dasar sampai kehabisan tempat untuk menjemur] Potensi-potensi tersebut berakumalasi dengan komitmen yang telah diungkapkan kepada pengkaji saat PL II : siap berperan serta jika ada kegiatan atau program yang menyertakan warga secara Langsung, siap menyisihkan waktu untuk lancarnya program pemberdayaan tenebut, bersedia menyisihkan materi semampu yang bisa diberikan, mengutamakan dan tidak menelantarkan keluarga selama mengikuti program tenebut serta tetap berperan semestinya dalam keluarga. Dari hasil penggalian masalah dan pengungkapan potensi, terangkum sebagai berikut: 1. Semangat dan kemauan yang tin&
2. Kerjasama dan saling percaya 3. Lahan pemasaran produk yang terbuka 4. Pengalaman usaha
b. Transisi Aksi :Menuju Rencana Aksi melalui Workshop Sebelum melakukan Rencana Aksi terlebih dahulu dilakukan workshop suatu kegiatan yang dilakukan untuk membuat keputusan agar bisa merealisasikan aksi apa yang akan dihkukan. Program yang disusun berdasarkan kepada permasalahanyang mereka hadapi, masalah-masalah yang teridentifikasi melalui 'rapat' sebelumnya adalah : Tidak ada sosialisasi yang merata tentang program yang ditaksanakan oleh desa, Peserta program tertutup hanya untuk lingkaran elit desa atau kroni kuwu, peserta program tidak dilibatkan dalam proses,
adanya kebijakan sepihak birokrasi yang merugikan penerima bantuan
/peserta program, bunga yang dibebankan sangat memberatkan dan perninjaman modal harus me(alui prosedur yang panjang, tenggat pembayaran yang terlalu pendek,
program penuh muatan politis,
kesertaan program dibatasi pada tingkat kemapanan usaha, bantuan terbatas untuk usaha ekonomi. Potensi yang tergali adalah: Semangat dan kemauan yang tinggi, kerjasama dan saling percaya, lahan pemasaran produk yang terbuka, pengalaman usaha, siap berperan serta jika ada kqiatan atau prqram yang rnenyertakan warga secara langsung, siap menyisihkan waktu untuk lancarnya program pemberdayaan tersebut, bersedia menyisihkan materi semampu yang bisa diberikan, mengutamakan dan tidak menelantarkan keluarga selama mengikuti program tenebut serta tetap berperan semestinya dalam keluarga. Peserta yang hadir sebanyak 19 orang memberi kontribusi dan mempunyai kesempatan yang sama dalam memberikan pendapat. Pelaksanaan workshop masih di rumah Bu Caca, waktu yang digunakan selama melaksanakan pertemuan sekitar dua jam. Pelaksanaan kegiatan ini ini diawali dengan memaparkan potret permasalahan dan potensi yang dimiliki para peserta. Dari potret permasalahan dan potensi tenebut kemudian dijadikan dasar
untuk melakukan kegiatan yang akan
dilaksanakan. Para peserta saling mengeluarkan pendapatnya tentang cara penanganan permasalahan berdasarkan potensi yang dimiliki. Hampir semua peserta yang hadir memberi pendapat, kritik dan sarannya, tanpa adanya dominasi dad salah seorang peserta yang diangsap tokoh atau merniliki status sosial ekonomi tertentu. Pendapat mereka dituangkan dalam satu lembar kertas (meta card), kemudian ditempelkan sendiri pada kertas plano yang telah disediakan, dengan menggunakan masking tip,
setelah semua mengeluarkan
pendapatnya lalu digolongkan dalam kelompok-kelompok yang yang mirip.
1. Perumusan Nama Program:
Usul program yang disepakati mengerucut pada satu titik yaitu 'ngoronjatkeun modal' maka yang dipitih adatah membentuk wadah pernberi permodalan. Wadah tersebut bisa diakses oleh siapapun anggota tanpa kecuali, alasan yang pating banyak diungkapkan agar anggota bisa mengawasi untuk siapa, berapa dan mengapa modal bisa diberikan. Proses perurnusan nama program cukup alat, diantara peserta sallng memberikan masukan dengan sejumlah alasannya. Beberapa usu\an peserta ini adalah: koperasi masyarakat, koperasi pedagang kecil, koperasi usaha tani,
koperasi usaha perempuan, koperasi usaha
pedagang kecil, koperasi usaha kecil menengah, koperasi usaha mikro, hampir disepakati oleh peserta, jika datam bentuk koperasi hams ada satu kelenqkapan berupa RAT, maka semua usulan yang dinamai koperasi dicoret. Lalu disampaikan usutan berikutnya memunculkan nama-nama : Lembaga keuangan mikro, Kelompok usaha ekonomi, pedagang, usulan tenebut diutarakan
Kelompok
dengan kekurangannya, jika
dalam bentuk kelompok keterikatan anggota sangat lemah dan sulit untuk diorganisir. Dengan media
kertas
kecit
masing-masing peserta mengutarakan
kekurangan dan kelebihan nama-nama yang diungkap tersebut dengan persepsi dan gaya bahasa masing-masing, kemudian ditempel pada kertas plano, dengan hasilnya sebagai mana yang disajikan pada Matriks 3:
Matriks 3: Hasil telaah kekurangan dan kelebihan nama-nama lembaga yang diusulkan (disederhanakan pengkaji). Kekuatan
Segmen
Nama -
-
I
Kelemahan
Semua masyarakat yang ada dl Desa Legok Kaler tidak terbatas pada suatu kahngan
Menghimpun dana dari hampir strata sosial yang ada
Kesulitan mengebla angqota
Koperasi pebagang kecil
Para pedagang kecil
Pedagang yang berrnodal kecil bisa terbantu
Tidak mengakomodasi peW!ani! menengah dan pebku bukan berdagang
Koperasi usaha tani
Para petani yang ada di Oesa Legok Kaler
Koperasi bagi petani beturn ada di Desa Legok Kaler
Sudah ada di KUD Paseh
Koperasi usaha perempuan
Para wanita pelaku ekonomi rampingan tidak cukup modal untuk mengembangkan usahanya
Membantu perempuan yang menjadi pencari nafkah utama (tanpa suami)
Tidak mengakomodasi para pria
Koperasi ufaha pedagang kecil
Para pedagang kecil
Membantu pedagang di luar pasar desa yang tidak terakomodasi oleh KUSP-BU
Tidak mengokomodasi pedagang menengah dan pelaku bukan berdagang
Koperasi usaha kecil menengah
Para pebku ekonomi krskala kecil dan menengah
Membantu pehku ekonomi kecil dan menengah
Koperasi usaha mikro
Para pelaku ekonomi berskala kecil dan menengah
Membantu pelaku ekonomi keci\ dan menengah
Kelompok usaha ekonomi
Para pelaku ekonomi
Membantu pelaku ekonomi kecil clan menengah
Para pedagang
Membantu pedagang di luar pasar desa yang tidak terakomodasi oteh KUSP-BU
Keterikatan anggota sangat lemah dan sulit untuk diorganisir
Para pernerlu keuangan Tidak dibatasi oleh kegiatan usaha dalam jumlah kecil ekonomi
Kesulitan rnernbuat aturan baru
Koperasi masyarakat
--
-
-
--
Kelompok
--
~dagang
Lembaga keuangan mikro,
5umber: diolah dari hasil TOP
Keterikatan angqQta sangat temah dan sulit untuk diorganisir
*) Setelah dihnpibsi semua uwlan, ternyata ada usulan yang diniliai tanpa
ada kekurangan, namun kemudian dipatahkan karena lembaga tersebut tidak bisa rnenjangkau peserta atau anggota yang membutuhkan dana darurat setain kebutuhan kegiatan ekonomi. Dad befbagai wulan nama program, yang disepakati mereka adahh: LEMBAGA KEUANGAN MlKRO AL-HASANAH, dengan alasan melalui lembaga keuangan mikro mereka bisa meminjam dana tidak hanya bagi pelaku ekonomi dalam skala kecil atau menengah tapi juga untuk keadaan yang mendesak dan lembaga ini bisa diusulkan menjadi berbadan hukum. Nama Al-Hasanah mereka sepakati, nama tersebut diambil dari nama kwiatan Yasinan Keliling Al-Hasanah, karena sebagian besar peserta adalah anggota yasinan keliting dan dengan maksud untuk memudahkan kegiatan yang pasti dilakukan sepekan sekati yaitu hari Jum'at. Perurnusan Tujuan Program: Tujuan program yang dikemukakan oleh para peserta pada awalnya cukup beragam. Kemudian tersusun empat tujuan yang disepakati bersama, yaitu:
a.
Mensejahterakan anggota
b.
Meningkatkan kegotongroyongan
c.
Menghindari jeratan rentenir
d.
Media komunikasi dan konsultasi antar anggota
Diawali dengan teknik yang sama, peserta menuliskan pendapat masingmasing dalam kertas kecil kemudian ditempel di kertas plano. Keragaman tujuan kembali diketompokan dalam kelompok tema yang mirip atau sama. Setelah terkelompok dalam empat kelompok (Matriks4) masing-masingpemberi fde datam ketompok yang sama dibentuk sub-sub kelompok, kemudian dari sub kelompok tenebut dipancing untuk mengungkapkan makna dari ide-ide sub kelompok tenebut.
Matriks 4: Hasil pengkelompokan masing-masing pendapat sub-sub kelompok (disedehnakan pengkaji).
Penggolongan Mensejahterakan anggota
menyekolahkan anak, menjaga-jaga jika keadaan mendesak, k l a u anggota keluarga ada yang sakit Menolong sesama, saltng membantu yang Menfngkatkan kesusahan, agar anggota sinling bertambah kegotongroyongan banyak, merekatkan persaudahan I Supaya tidak tergantung pada kencit, Menghindari jeratan mudah mendapatkan modal usaha, rentenir menghilangkan praktek lintah darat, Untuk curhat kalau ada masalah, berbagi Media komunikasi dan konsultasi antar anggota pengalaman kegiatan usaha, ternpat bertanya kalau ada masalah ;umber: diolah dari hasill
I
I
Mensejahterakan anggota, para peserta menganggap bahwa setiap peserta diharapkan setelah merealisasikan pembentukan lembaga keuangan mikro ini mampu menampung segala kekurangan yang ada pada proram-program sejenis dan lebih mudah rnendapatkan modal usaha tanpa harus menunggu pinjaman pribadi dari oran3 lain atau tanpa menunggu antrian giliran (revolving) yang lain. Dengan modal yang tersedia, mereka diharapkan mampu melakukan usaha dengan lebih baik dalam segi kualitas atau kuantitas. Desiminasi usaha tersebut akan menambah penghasilan pendapatan, terjaganya aset keluarga, dan terhindar dari stress jika terjadi goncangan ekonomi.
Meningkatkan kegotong royongan, para peserta menyepakati tujuan karena dari kegiatan yang selama ini dilakukan mereka pun telah tumbuh adanya sating percaya. Oengan sating memberikan pinjaman
modal untuk menutupi kekurangannya, program ini juga diharapkan nantinya mampu lebih meningkatkan kegotongroyongan diantara mereka yang selama ini telah tertanam dalam kelompok sinling.
Menghindari jeratan kencit. Lembaga kewngan yang selama ini ada, belum pernah dimanfaatkan secara maksimal karena akses yang terbatas. Seperti koperasi pasar (KUSP-BU), diantara mereka hams rnenunggu antri sekian lama dan bahkan sampai sekarang ada yang
M u m pernah diberi pinjaman. Sehingga ada sebagian warga yang dahm kondisi mendadak harus berhadapan dengan kencit. Setain itu lembaga perbankan -seperti BPR- yang ada di lingkungan mereka juga beium pernah dimanfaatkannya karena persyaratan pinjaman berupa agunan yang bernilai tinggi dan mustahil bisa dipenuhi. Lembaga keuangan mikro, diharapkan bisa memberi memanfaat dari dana yang akan dihimpun dan dikelola secara benama-sama, sehingga akan terhindar dad rentenir atau apapun yang ternyata akan memberatkan peminjam itu sendiri.
Media komunikasi dan konsultasi antar anggota, selain menjalankan fungsi 'perbankan' mikro, lembaga ini diharapkan menjadi media saling tukar pengalaman dan konsultasi antar anggota jika menghadapi kesulitan non ekonomi, seperti: menyikapi permasalahan dalam mmah tangga, dan mengarnbil keputusan yang dianggap perlu pertimbangan orang Lain dalam keluarga. Perumusan Sasaranmarget Program: Sasaran/target program yang akan dijangkau melalui program lembaga keuangan mikro ini adalah para anggota ketuarga (suami, istri atau anak) yang telah atau yang akan melakukan usaha ekonomi dalam skala kecit atau menengah yang ada di tingkungan Desa Legok Kaler Kecamatan Pas& Kabupaten Sumedang. Maka saat itu pula para peserta yang hadir
akan sekaligus diperkenankan mendaftarkan diri menjadi anggota, aturan main yang akan dijalankan masih harus dirumuskan benama. Melalui proses yang sama, peserta diminta menempelkan pendapat melalui media kertas kecil untuk menjawab 5W+1H, iniiah deskripsi aktivitas yang tetah disederhanakan (Matriks 5):
Matrik 5: Anatisis deskripsi aktivitas 5W+1H. 7
Naon -lraha
Lembaga Keuangan Mikro Al-Hasanah
-
Dilakukan mulai bulan Juli 2006
Dimana
Oilakukan di Desa L q o k W e r
Naha
a
--------
Agar anggota sejahtera Agar bisa meminjam uang kapan saja, tanpa prosedur yang panjang Agar bisa mengeiola keuangan sendiri
Kumaha
Memberi pinjaman uang untuk modat atau keadaan mendesak
Ku Saha
Oleh kita bersama-sama, untuk kita
--
Sumber: diolah dari hasil TOP
4. Membangun Komitmen
Komitmen sebagai refleksi kesungguhan pengurus atau anggota membangun dan mengembangkan LKM At-Hasanah diwujudkan dengan janji hati. Sebagai tekad dari seluruh peserta untuk mensukseskan LKM Al-Hasanah yang telah dibentuk benama, para peserta diminta untuk menuangkan janji hatinya pada lembar komitmen. Peserta begitu antusias
menuliskan janji
hatinya
dan
kemudian
tandatangannya sendiri. Berikut adatah janji hati peserta : a) lngin rnenjadi pengurus yang jujur dan benar b) lngin usaha ini bekerja sama sampai berhasil
c) Bertanggung jawab atas kepercayaan orang lain d) Menjadi anggota yang jujur e) Menjadi anggota yang baik f) Melaksanakan tugas sebaik-baiknya
g) Menjadi anggota yang mendukung pengurus yang jujur
membubuhi
h) Menjadi anggota yang bertanggung jawab i ) lngin menjadi pengurus yang baik dan benar
c. Aksi :Implementasi Rencana Aksi
Tahap aksi dilakukan di rumah Pak Subur pada tanggal 25 Juni 2006, dihadiri oteh 23 orang. Tujuan kegiatan ini adatah mereatisasikan semua rencana yang telah disusun dalam workshop, yaitu membuat alat-alat pendukung kelembagaan LKM Al-Hasanah. Dengan memegang prinsip partisipasi kegiatan ini sepenuhnya dilakukan oleh peserta tanpa ada campur tangan pengkaji atau dominasi pihak tettentu. Telah dihasilkan kesepakatan, yaitu: 1) Pembentukan Tim Kerja Masyarakat (TW) atau Pengurus Lembaga Sebetumnya disepakati yang berhak menjadi pengurus adatah para peserta yang hadir saat itu. Kepengurusan dibentuk sesuai dengan kebutuhan untuk menjalankan aktivitas tembaga yang efektif dan efisien. Usutan bentuk struktur LKM At-Hasanah hampir semua sepakat karena bentuknya yang sederhana tapi ketika pada tahap usulan penamaan (nomenklatur) unit-unit petaksana banyak debat dengan argumen
masing-masing. Peserta dibuat dahm tiga ketompok kecit, masing-masing membuat usulan unit-unit petaksana dalam stmktur orqanisasi LKM-AH. Kemudian setiap
sub
ketompok
menuliskan
dalam
kertas
plano
dan
mempresentasikan didepan sub-sub kelompOk lainnya. Berikut hasil usutan unit-unit petaksana struktur organisasi LKM-AH (Matriks 6):
Matriks 6: Uwlan Nomenklatur Susunan Organisasi UW Al-Hasanah.
Nama Jabatan
Usulan
Pertama
Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendaham, Seksi Penghimpun Dana, Seksi Pendata Anggota, Seksi Simpan Pinjam
Kedua
Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi Usaha Dana, Seksi Sosial, Seksi lnfaq dan Simpanan.
Ketiga
Ketua, Sekretaris, Bendahara Wakil Bendara, Seksi Humas, Seksi Lapangan, Seksi Ekonomi, Seksi lnfaq dan Simpanan.
Sumber: diolah dari hasil TOP Dari ketiga usulan tersebut kemudian disepakati dan dihasilkan susunan organisasi pengurus yang terdiri dari : Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, Wakil Ekndahara, dan Seksi I Sosial, Seksi II Humas, Seksi Ill Usaha Dana, Seksi IV Ekonomi, Seksi V Lapangan. Setelah nama unit-unit petaksana organisasi LKM-AH disepakati kemudian peserta menyusun formasi pengurus. Sebdumnya, bentuk struktur organisasi ditulis diatas kertas plano sebagai berikut, (Gambar 11):
Gambar 11: Struktur Oganisasi LKM At-Hasanah Ketua Wakil Ketua I
i Sekretaris
1I
4
Bendahara Wakil Bendara
I I
1
* Seksi Ill Usaha Dana
Seksi I Sosial
f
I
A. .
I 14 v Anggota-anggota
Sumber: diolah dari hasil TOP
Sekn jadi
- --
I
Seksi V La~aW3an
1
Pengisian formasi pengurus ditakukan berdasarkan kesadaran sendiri tanpa ditunjuk atau ditentukan oleh fihak lain tapi masing-masing peserta menulfs sendiri namanya masing-masing pada kertas kecil yang telah disediakan, kemudian menempelkan namanya tersebut pada kertas Nano yang tekah di~ambarstruktur organisasi LW-AH. Peserta secara bergiliran menempelkan pada kertas tersebut sesuai dengan yang diminati dan kemampuannya. Mdalui cara ini diharapkan peserta krtanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya, tidak ada penunjukkan maupun paksaan terhadap pengurus yang terbentuk, melainkan atas kesadaran sendiri dan sebagian lainnya menempelkan namanya pada posisi anggota. Berdasarkan proses tersebut, kemudian diperoleh kepengunrsan sebagai berikut : a) Ketua
:Cucu Karwati
b) Wakil Ketua
:Aup
c) Sekretaris
: Elis Rini
d) Bendahara
: Nunung F
e) Wakil Bendahara
: Onah
f) Seksi 1 Sosial
:Epon
g) Seksi ll Humas
: Ida Farida
h) Seksi 111 Usaha Dana
: Sobirin
i) Seksi IV Ekonomi
: Uyum
j) Seksi V Lapangan 1
:Ade Triana
Anggota Lapangan 2
:Maryam
Setetah pengurus terbentuk, kemudian dirumuskan dan dirancang beberapa kegiatan sebagai pendukung organisasi. Rancangan tersebut adalah: persyaratan menjadi keanggotaan, tata cara menghimpun modat awal, merumuskan aturan main simpan dan pinjam.
Setetah rancangan tersusun oteh pengum kemudian dirembugkan dan dibahas bersama dengan peserta atau anggota lainnya pada tanggal 2 Juli 2006 di rumah Pak Adup.
2) Perumusan Rincian Tugas: Rincian tugas ini berisi tentang tugas masing-masing pengurus setama menjatankan organisasi LKM-AH agar masing-masing bertugas tidak tumpang tindih. Caranya, peserta dikeiompokan masing-masing 4 orang dipimpin oleh seksi yang terpilih untuk menyusun Rincian Tugas. Rincian tersebut disusun oteh kelompok kecil benama-sama. Untuk memudahkan digunakan matriks matriks, rnengkompilasi rincian tugas masing-masing pengurus dan seksi. Rincian tugas pengurus LKM At-Hasanah adalah sebagaimana terlihat pada Matriks 7: Matriks 7: Rincian Tugas LKM Al-Hasanah I
I
1
I
1
I
I
I
Posisl
I
Ketua Wakil Ketua
Rincian Tugas
I
Mengawasi kegiatan LKMAH, mensetujui nilai jumlah uang yang akan dipinjamkan Membantu Ketua LKMAH, mengganti tugas Ketua jika tidak bisa bertugas
Sekretaris
Menyelenggarakan kegiatan administrasi W
Bendahara
Memagang kas keuangan LKMH, memegang buku kas, mengeluarkan uang yang disetujui oleh Ketua
h
Seksi Seksi I1
-
a
I
I
H
-
- - -
-
Membantu Bendahara, mengganti tugas jika bendahara tidak bisa bertugas Menseleksi usulan calon penerima dan peminjam untuk sosial (mebhirkan, rneninggal, sakit, atau sekolah) Mensosfalisasikanprogram dengan media elektronik (Radio Komunitas Siram), cetak atau pengajian - --
1
I
-..
dari peserta, Mencari donatur di luar anggota calon penerima pinjaman modal untuk kepada Ketua Seksi V
Memungut angsuran peminjam tiap 3 minggu
Sumber: diolah dari hasil TOP
I
3) Perumusan Agenda Kegiatan Kemudian kelompok-kelompok kecil tenebut membuat agenda kegiatan yang akan dikerjakan dalam bulan Juni dan Agustus, dan masih dipimpin oleh seksi yang terpilih serta merumuskan indikator keberhasilan yang akan dicapai. Ukuran-ukuran indikator yang digunakan ditentukan sendiri oleh peserta dalam kelompok-kelompok kecil. Selanjutnya indikator ini akan cfijadikan aIat ukut monitoring dan evaluasi patisipatff pada tahap
Hasil perumusan agenda kegiatan yang diagendakan untuk kurun waktu dua bulan dapat dilihat pada Matriks 8:
Matriks 8: Agenda Kegiatan LKM A[-Hasanah Agenda Kegiatan
Seksi
-
-
Bu'an Jun Jul
I
lndikator Keberhasilan
Seksi I Mendata orang-orang yang bisa mendapat uang sosial Membuat persyaratanyang bisa mendapat uang sosial
Terkumpulnya nama-nama yang bisa mendapat uang sosial Adanya persyaratan untuk mendapat uang sosial
Seksi II
Membuat rencana sosialisasi program berupa acara siaran radio atau brosur
Tersosiatisasinya program LKM-AH melalui radio dan brosur
Seksi Ill
Membuat persyaratan menjadi anggota W - A H Menghimpun modal awal dari peserta Membuat daftar orang yang bisa menjadi donatur
Adanya persyaratan untuk menjadi anggota LKM-AH Terkumpulnya sejumlah uang dari peserta sebagai modal awal Terkumpulnya nama-nama donatur dan terkumputnya modal awal
I
Seksi IV
Membuat daftar orang yang mempunyai usaha kecil menengah
Seksi
I Membuat penyaratan pinjam meminjam untuk I modal usaha diolah dari hasil TOP
v
I
1
6
7
Terkumpulnya nama-nama yang mempunyai usaha kecit menengah Adanya persyaratan untuk meminjam modal
Pembahawn Akhir Aksi Kegiatan ini bagian akhir dari Implementasi Rencana Aksi, yang dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2006 di rumah Pak Adup. Peserta yang
hadir mencapai jumtah 20 orang. Pada tahap ini pengkaji tidak bisa menghadiri kegiatan karena ada hatangan yang sangat mendesak tapi aplikasi proses mengadopsi kegiatan-kegiatan yang dilakukan pengkaji. Draft-draft yang diusulkan oleh pengurus kemudian dibahas peserta, untuk mengkoreksi draft kemudian menghimpun pendapat sebanyak mungkin.
Semua peserta diberi kesempatan yang sama untuk
mengungkapkan pendapatnya masing-masing. Pembahasan dilakukan dengan cara diskusi, setiap penyusun rancangan diberi kesempatan untuk memaparkan pendapat kemudian dikomentari dan dikoreksi. Berikut draft-draft yang telah dibahas dan disetujui sebagai aturan: a) Persyaratan keanggotaan. Yang berhak menjadi anggota LKM Al-Hasanah adalah para anggota ketuarga (suami, i s t r i atau anak) yang tetah atau yang akan melakukan usaha ekonomi dalam skala kecil atau menengah yang berdomisili di Desa Legok Kaler Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang. b) Menghimpun modal awal. Modal awal LKM Al-Hasanah dihimpun dari para peserta yang benedia menjadi anggota. Modat tersebut tetap menjadi hak penyetor dan dijadikan simpanan pokok serta bisa menabung sesuai dengan kemampuan masing-masingyang dinamakan simpanan sukarela. Pada pertemuan tersebut juga telah disepakati bahwa simpanan pokok sebesar Rp 15.000,-,
penyetoran simpanan pokok bisa dicicit sesuai
dengan kemampuan anggota selama tiga kati pada tiap bulan, sedangkan simpanan wajib disepakati sebesar Rp 5.000,
-
perbulan. Dana yang
terhimpun itu kemudian mereka manfaatkan sebagai modal awal yang akan digulirkan kepada seluruh anggota, besarnya pinjaman 10 kali dari besarnya nilai simpanan mereka.
c) Perumusan aturan simpan pinjam Aturan Simpan Pinjam Pinjaman untuk Usaha
i. Besar pinjaman i.1)
Pinjaman diberikan jika telah melunasi simpanan pokok dan wajib
i.2)
Jumlah pinjaman pertama lima kali, kedua tujuh kali, ketiga 10 kali, dan keempat 15 kali dari simpanan sukarela
i.3)
Pinjaman berikutnya bisa diberikan jika pinjaman sebelurnnya telah lunas dan tanpa masalah (tepat waktu)
ii. Lama Pinjaman: 10 x 3 minggu
iii. Cara mengajukan pinjaman iii.1) Calon peminjam memenuhi syarat yang telah ditentukan
(telah menjadi anggota) iii.2) Mengisi formulir ajuan diserahkan kepada seksi ekonomi iii.3) Konfirmasi hasil selama dua hari Pengembalian Pinjaman untuk Usaha i. Cara Pengembalian i.1) Angsuran dibayarkan kepada Seksi Lapangan
1.2) Angsuran dibayarkan tiap tiga minggu
i.3) Komponen angsuran yang dibayarkan adalah pokok pinjaman dan infaq (jasa) ii. Jasa Pinjaman
Jasa pinjaman sebesar dua persen tetap, dari total pinjaman, untuk alokasi: ii.l) AIatTuUs
: 15 persen
ii.2) Penambahan Modal
: 20 persen
ii.3) Biaya Operasional
: 20 persen
ii.4) Dana Sosial
: 20 persen
ii.5) Asuransi (tanggung renteng)
: 15 penen
ii.6) Fasilitasi pertemuan anggota dan pengurus : 10 persen Pinjaman untuk Sosial iii.Besar pinjaman
i.4)
Pinjaman diberikan jika bantuan sosial yang diberikan dirasa tidak mencukupi
i.5) Jumlah pinjaman tiga kali dari dana sosial yang pernah diterima i.6) Pinjaman berikutnya bisa diberikan jika tidak ada peminjam untuk hat yang sama iii. Lama Pinjaman: 7 x 3 minggu iii. Cara mengajukan pinjaman
iii.4) Calon peminjam memenuhi syarat yang telah ditentukan (telah menjadi anggota) iii.5) Mengisi formulir ajuan diserahkan kepada Seksi Sosial iii.6) Konfirmasi hasil selama satu hari Pengembalian Pinjaman untuk Sosial i. Cara Pengembalian
i.4)
Angsuran dibayarkan kepada Seksi Sosial
i.5) Angsuran dibayarkan tiap tiga minggu i.6)
Komponen angsuran yang dibayarkan adalah pokok pinjaman dan infaq (jasa)
iv. Jasa Pinjaman Jasa pinjaman sebesar satu persen tetap, dari totat
pinjaman, untuk alokasi: ii.7) Alat Tulis
: 15 persen
ii.8) Penambahan Modal
: 20 penen
ii.9) Biaya Operasional
: 20 persen
ii.l0)Dana Sosial
: 20 persen
ii.11)Asurami (tanggung renteng)
: 15 persen
ii.12) Fasilitasi pertemuan anggota dan pengurus : 10 persen
Sanksi Peminjam yang lalai memenuhi kewajibannya selama periode pinjaman berjalan, tidak mendapatkan pinjaman berikutnya sampai empat bulan, terhitung dari berakhimya masa pinjaman. Ketentuan Lain Pengurus berhak menurunkan nilai pinjaman dari yang diajukan jika dianggap perlu, tanpa meminta persetujuan peminjam. Pengurus berhak rnenolak ajuan jika dianggap perlu, dengan menjetaskan alasan penolakan jika diminta.
Profit Peserta Program Setelah kegiatan berjalan sampai dengan tanggal 4 Juli 2006 telah terdaftar menjadi anggota 24 orang, terdiri atas 11 orang pengurus dan 13 anggota. Keanggotaan dianggap sah dan bisa mengikuti program yang akan dilaksanakan jika memenuhi ketentuan sesuai persyaratan keangggotaan yang disetujui. Sampai tanggal 4 Juli 2006 telah terkumpul modal awal sebesar 250 ribu rupiah yang disimpan dalam tabungan di salah satu bank milik pemerintah. Anggota menyetorkan uang rata-rata sebesar tima ribu rupiah dan simpanan wajib Lima ribu rupiah. Warga lainnya yang pernah mengikuti beberapa kegiatan dalam proses pembentukan p n g memenuhi kriteria akan segera menyusul mendaftarkan diri menjadi anggota LKM-AH. Ragam peserta program bisa ditihat dari Matriks 9:
Matriks 9: Ragam Partisipasi Ketuarga dalam Proses Penumbuhan Kelembagaan LKM Al-Hasanah. Waktu
feserta
Kegiatarn
Penginformasian 11 orang
--- -.-- Persiapan Sosiat 25 orang
19-21 Juni 2006
Lapangan; Ujang Narya, Dodi, Hasan
23 Juni 2006
Rumah Bu Cucu; Een, Epon, Aep, Idum, Encep, Nunung F, Aup, Toto, Acep, Mimin, Jana, Wiwin, Rohmah, Sumiati,
24 Juni 2006
Rumah Bu Cucu: Epon, Ida Farida, Sobirin, Encep, Nunung F, Aup, Toto, Acep, Deden, Cacu Wahyu, Ujum Umamah, Ai Rohayati, Ratna, Cucu Umar Sunarya, Wahyu Haerudin, Karharto,
_ ____ __ 19 orang
Rencana Aksi
_
--_ - -
Pembahasan Akhir Aksi
...._____-_.____-__-
23 orang
lmplementasi Rencana Aksi
--
Tempat Kegiatan
25 Juni 2006
Rumah Pa Sobirin;
Cucu Karwati, Aup, Elis Rini, Nunung F, Onah, Epon, Ida Farida, Sobirin, Uyum, A& Triana, Maryam, Ai Rohayati, Yoyoh, Omay Komala, Uun Unarum, Awi, Noneng Yohanah, Rita Komarfah, Omay, M Mansyur T, Yuli Y, Yuyun, Rita R, Ana, -- -- - -- - -- -- -- - ----- --- - _-- -- - - -- - - - .. Rumah Pak Aup 20 orang 2 Juli 2006
-
Keluarga yang menjadi partisipan kajian terdiri dad salah satu anggota dari satu keluarga yang diwakili oleh suami, istri, atau anak. Partisipan suami terdiri 16 orang suami dan 25 orang istn dan anak hanya satu orang (Gambar 12).
Keluarga
Pada Gambar 13 bisa diidentifikasi usia dan jenis kelamin partisipan. Partisipan paling banyak adatah partisipan perempuan (istri) berusia antara 37-41 tahun sebanyak enam orang dan partisipan laki-hki (suami) paling
banyak berusia antara 42-46 tahun sebanyak lima orang. Gambar 13: Tipe Partisipan berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin di Desa Legok Kaler _ ...._ _ . . - . .. -
1
Datam tingkat pendidikan, 20 orang partisipan berlatar pendidikan SLTAhederajat, jumlah partisipan yang berpendidikan SD/ sederajat sebanyak sembilan orang, sedanghn yang berpendidikan SLTPlsederajat 11 orang, dan paling sedikit partisipan berpendidikan perguruan tinggi hanya dua Ma%.
Gambar 14: Tipe Partisipan berdasarkan Tingkat Pendidikan Partisipan di Desa Legok Kaler
r---
I
L --
_
- -- -
I
2
-
-
-
.
-.
--
L -=--
-J -
Sebaran domisili partisipan berdasarkan lokasi wilayah rukun warga bisa dilihat pada Gambar 15. Lokasi kegiatan, pengkaji pusatkan di wilayah Rukun Warga 1, maka partisipan paling banyak berdomisili di Rukun Warga 1 (21 orang), hanya satu orang partisipan yang berdomisili di luar Dusun
Sukahurip yaitu dari RW 4 / Cileuksa. Makin menjauh dari lokasi kegiatan makin sedikit partisipan yang terlibat. Gambar 15: Tipe Partisipan berdasarkan Dimisili di Desa Legok Kaler
Tempat kegiatan usaha partisipan paling banyak dilakukan di Pasar
Desa Legok Kater sebanyak 19 orang, dan 14 orang partisipan metakukan kegiatan usaha di rumah sendiri sisanya
sembilan orang melakukan
kqiatannya d i iuar desa (Gambar 16). Gambar 16: Tipe Partisipan berdasarkan Lokasi Kegiatan Usaha di Desa Legok Kaler
I
II
1
i
i
j Di Pasar Desa
19 I
!
I I
Jumtah partisipan yang mengetahui program dari sesama anggota sinling adalah sebanyak 20 orang, karena diberitahu oteh teman sebanyak
de(apan orang dan diberitahu oleh kerabat sebanyak tiga orang, sedangkan sisanya mengikuti prgoram karena tertarik deh iklan layanan radio
komunitas sebanyak 20 orang (Gambar 17). Gambar 17: Tipe Partisipan berdasarkan Sumber Berita Program di Desa Legok Kaler ~
~~
7
Pada Gambar 18 bisa diidentifikasi 18 orang partisipan sepenuhnya beIum pernah mengikuti program pemberdayaan dan enam orang partisipan
pernah mengikuti Kebmpok Usaha Simpan Pinjam Bina Usaha (KUSP-BU). Sedangkan 11 orang partisipan pernah menerima pgogram Subsidi Langsung Tunai (SLT) dan Program Raksa Desa (PRO) pernah diikuti oleh partisipan sebanyak ernpat orang. Sisanya tiga orang partisipan pernah rnenerima
bantuan Jaring Pengaman So*\
(JPS).
Gambar 18: Tipe Partisipan berdasarkan Kesertaan dalam Program Pemberdayaan Lain yang Sejenis di Oesa Legok Kater
o m Q SLT
! i
Observasi adalah tahap ketiga dalam bagian riset aksi, pengkaji anggap pada tahap ini adalah monitoring dan evaluasi kegiatan. Yang dilakukan adalah mengawasi pelaksanaan kegiatan, apakah sesuai dengan rencana yang disepakati? lndikatornya adalah Agenda Kegiatan yang dibuat bersama tersebut. Monitoring dan evaluasi tersebut pengkaji sebut dengan monitoring dan evaluasi partisipatif (monevarti). Sebelum observasi dimulai terlebih dahulu disusun rancangan monevarti, semua pihak yang terlibat dalam pelaksanakan program bisa bersama-sama melakukan monivarti dengan mengacu kepada agenda kegiatan. Dalam tataran praktis sulit dibedakan antara monitoring dengan evaluasi tapi dalam konsep ada pembedaan karena kedua kegiataii tenebut mempunyai tujuan untuk menilai kuantitas dan kualitas kegiatan. rA-nitnring 2A2!ah 'Iqiatan Fernantauan terhadap semua proses yang
0 . .
"S..."
sedang berlangsung. Sedangkan evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui perubahan yang terjadi sebagai dampak dari kegiatan yang dilaksanakan, evaluasi bisa dilakukan selama kegiatan berjalan atau pada akhir kegiatan. Ada
beberapa alasan
menggunakan monitoring dan
evaluasi
partisipatif (monevarti), bukan monitoring dan evaluasi konvensional: 1.
Pengurus dan anggota langsung terlibat bersama dalam kegiatan monevarti
2.
Pengurus dan anggota mengidentifikasi indikator atau parameter yang akan dimonevarti berdasarkan kesepakatan bersama
3.
Pengurus dan anggota langsung terlibat dalam tiap tahapan dan proses
4.
Menggunakan metoda yang sederhana, bisa diukur, dan terbuka
5.
Waktu pelaksanaan monevarti fleksibel sesuai dengan kesepakatan bersama dan bisa dilakukan sesering mungkin
6.
Partisipatif atas kontrol dan koreksi kegiatan
Monevarti bisa ditakukan secara periodik (terjadual) dilakukan saat pertemuan rutin atau sewaktu-waktu jika keadaan mendesak sesuai kesepakatan bersama atau bahkan setiap saat. Mengapa setiap saat bisa ditakukan ? Karena agenda kegiatan berada dan dipampang di sekretan'at LKM-AH dan dapat dibaca oteh siapapun, sehingga orang mudah bisa
melakukan monevarti ketika membandingkan keadaan yang sesungguhnya dengan kegiatan yang diagendakan. Pascapembentukan LKM Al-Hasanah yang perlu dilakukan monevarti, yang akan menjadi tekanan utama monevarti adalah aplikasi eva\uasi b s i \ dari agenda kegiatan karena dalam agenda kegiatan ada indikator keberhasilan sehingga memudahkan penilaian. Adapun langkah-langkah yang hendak dilakukan dari monevarti ini adatah evatuasi hasit, yaitu sebagai berikut: 1. Menetapkan Kondisi Akhir
Evaluator harus mengetahui dan menguasai gambaran nyata kondisi awal sebetum dibentuk LKM-AH, yaitu dengan memperhatikan Agenda Kegiatan berdasarkan seksi-seksi petaksana kegiatan masing-masing (datam kolom 2 di Matriks 8). Kemudian tuangkan lndikator Keberhasilan kedalam kolom terpisah dikertas plano lalu namai lembar tersebut tersebut dengan dengan Lembar Kondisi Akhir. Setelah itu sediakan satu kotom untuk target yang diinginkan dan satu kolom yang terealisasikan, gunakan jumlah nilai kuantitas dengan angka atas konsensus bersama. Fonnat lembar kondisi akhir dapat diiihat pada
Matriks 10.
Matriks 10: Lembar Kondisi Akhir
LEMBAR KONDlSl AKHlR
_
,
.._..
~~
.
. ._
-..- ..
REALISAS1
TARGET SEKSI
INOIKATOR KEBERHASllAN
Seksi I
Terkumpulnya nama-nama yang bisa mendapat uang soslal
Waktu Sasaran
Adanya persyaratan untuk mendapat uang sosial Seksi II
--
---Me.
Jumlah WaMu Sass Sasaran
--
.
Tersosialisasinya program LKM-AHmelalui radio dan brosur
111
Adanya persyaratan untuk menjadi anggota LKM-AH
-
- .-..-.. ...-
--
--
.-
Seksi IV
Terkumpulnya nama-nama yang mempunyai usaha kecil menengah
Seksi V
Adanya persyaratan untuk meminjam modal
.
- .
~
....
~.. ~
.
...
.-
...... .... ... . ~. ~
---.
--
-
--
.- ...-
. .
Terkumpulnya sejumlah uang dari peserta sebagai modal awal Terkumpulnya nama-nama donatur dan terkumpulnya modal awal
-.
-
~
Seksi
Jumbh ~asaran
-
---
---
-
-.
.. . ..
.
~
.-
~
..
...
~
.
~
.
-
.. ....
.
A
2. Membandingkan target dengan realisasi kegiatan Lalu rnenilai realisasi kegiatan dengan aspek-aspek yang disepakati krsama datam bentuk kuantitatif, bandingkan dengan target yang ingin dicapai dengan mengacu pada agenda kegiatan. Setanjutnya menentukan persentase indikator yang terealisasikan dibanding dengan target yang ingin dikejar, buat matriks Persenbre Penilaian Realisad Target seperti pada
Matriks 11.
Martriks 11: Persentase Penitaian Reatisasi Target (tiap Seksi) Penilaian Seksi
ASPEK YANG DlNllAl
...
--
2
3 4 Memakan Memakan Memakan Memakan Waktu >100% Waktu 100-76% Waktu M-75% Waktu
75% 1
Ketepatan Waktu
Ketepatan Sasaran
3. Selanjutnya memberi nilai setiap indikator keberhasilan seksi
dalam Lembar Penilaian Evaluasi Hasil (Matriks 13). Sebelumnya dibuatkan datam Skaka Penitaian Evakuasi Akhir datarn rentang nitai dari satu sampai empat lalu dikonversikan dalam nilai sebutan dengan ketentuan yang telah disepakati bersarna, seperti dalam
Man'ks 12:
Matriks 12: Skata Penilaian EvaIuasi Akhir (dalam Rentang 1 - 4) NlLAl
TINGKAT KEBERHASllAN
1
Tidak krhasii
2
Kurang Berhasi\
3
Cukup Berhasil
4
Berhasil
4. Setetah teridentifikasi tingkat keberhasiian terniki datam empat kategori, bahas faktor-faktor yang rnenyebabkan target terealisasi atau yang tidak terealisasi. Jika ada target yang tidak terealisasi, adalah membahas apa yang menjadi penghambat atau kendala kegiatan lalu memberikan rekomendasi atau saran yanq hams
dilakukan. Rekomendasi atau saran tenebut ditutis datam Lembar Rekomendasi Evaluasi Akhir, seperti pada Matriks 14.
Matriks 13: Lembar Penilaian Evaluasi Akhir (tiap Seksi) LEMBAR PENllAlAN EVALUASI AKHlR SEKSI
...
NIlAl
ASPEK YANG DlNIlAl
Ketepatan Waktu
-----
Ketepatan Sasaran
----
Kesesuaian Jumlah Sasaran 5. Setelah rekomendasi atau saran terhadap evaluasi akhir tersusun maka akan menjadi masukan untuk perbaikan target yang harus dicapai selanjutnya, dan mencari solusi atas harnbatan atau kendata yang mungkin ada. Manfaat lembar rekomendasi ini untuk mengingatkan pengurus LKM-AH atas kinerja yang tetah dicapai, [a[u lembar rekomendasi
ini ditempel di sekretariat agar menjadi inspirasi dan penggugah sernangat pengurus dan meningkatkan kesadaran anggota terhadap beban kerja yang diemban pengurus.
Matriks 14: Lembar Rekomendasi Evaluasi Akhir (tiap Seksi)
...
LEMBAR REKOMENDASI EVALUASI AKHlR SEKSI -- -- -- . - . -HAMBATAN REKOMENDASI ASPEK YANG DINlLAl Ketepatan Waktu Ketepatan Sasaran Kesesuaian Jumlah
Sasaran
-
--
- -
--
-.
Refleksi Pengkaji Pemberdayaan salah satunya bisa dilakukan melalui penumbuhan kelembagaan karena ada sebuah proses dimana keterlibatan masyarakat dalam semua aspek dilakukan, dengan partisipasi masyarakat ikut serta dalam pengambilan keputusan apa yang paling baik bagi mereka. Hal ini
...partisipasi
sesuai dengan dikemukakan oleh Cohen dan Uphoff (1977),
meliputi keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dalam
menerapkan program,
mereka
berbagi keuntunganlmanfaat
program-program pembangunan dan keterlibatan mereka di dalam usaha untuk mengevaluasi program-program kegiatan. Dalam penumbuhan kelembagaan keterlibatan masyarakat dilakukan sejak awal, penginformasian dilakukan melalui media sia: elektrozik lokz: radio komunitas Siraru yang dikelola dan didengar oleh masyarakat lokal. Selain i?;siiggunakan media elektronik, penginformasian dilakukan melalui kelornpok pengajian ibu-ibu Yasinan Keliling (Sinling) yang disampaikan tiga kali pertemzzn tizp Jumzt. hkdz! prr-n:.rC-r---:-.rw.u-.u.. ~
I
~
S
~
L
S
~
V
.
in; ,,,.
berlawanan dengan pendekatan yang dilakukan oleh PRD, yaitu hanya mengundang kalangan terbatas pada lingkaran elit desa dan dilakukan dengan gaya instruktif. Sebelum fase penginformasian tenebut, lebih awal telah dilakukan saat Praktek Lapangan I dan II secara tidak formal. Selama praktek lapangan tenebut, pengkaji sering berkumpul dan melakukan diskusidiskusi kecil yang lebih mendalam dengan warga karena pengkaji selama kajian tinggal menetap. Penginformasian dilakukan setelah melihat kondisi demografi, geografis, fasilitas, dan konteks komunitas, serta faktor-faktor pendukung lainnya. Agar program yang diberikan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dan kebutuhan sebenarnya (real needs), sejalan dengan pendapat Cohen (1977), kelembagaan terbentuk karena untuk pemuasan
dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Maka yang ditakukan adalah mengidenifikasi
kebutuhan-kebutuhan
tersebut,
kegiatan
tersebut
dilakukan melalui tahap persiapan sosial, dengan dialog tej a d i diskusi dan tereksplorasi segala masalah dan potensi yang dimiliki masyarakat, dan partisipan mempunyai kesempatan yang sama tanpa pembedaan untuk berpartisipasi. Pendekatan diskusi ini selaras dengan pendapat Gustavsen dalam Sanoff (2000) tentang kriteria agar PAR menjadi efektif satah satunya mensyaratkansemua partisipan aktif dalam diskusi. Bukan tergesa-gesa dalam proses penumbuhan kelembagaan ini tibatiba partisipan mengusulkan ide langwng pada penamaan organbasi, ha1 ini dilakukan partisipan atas dasar identifikasi masatah dan potensi yang terungkap. Karena sebe\umnya partisipan te\ah mempunyai bingkai yang telah terbentuk oleh diskusi yang dilakukan selama praktek lapangan bersama pengkaji. Pada fase terakhir dalam siklus transisi untuk tindakan, pengkaji meminta ada pemyataan benama agar bisa meyakinkan partisipan Lainnya berupa janji hati. Janji ini sebagai simbol atau alat 'sumpah' terhadap diri sendiri dan orang lain yang dilayani untuk berperilaku sesuai yang dinyatakan, pernyataan ini ditulis dalam kertas plano clan ditandatangani ~ t e hyang bnangkutan, sebnjutnya tukisan ini akan disimpan di tempat yang mudah dilihat oleh pengurus dan anggota sebagai alat motivasi dan pemacu semangat kerja. Simbol-simbol janji hati ini menjadi hmbang sebagai gambaran tujuan yang akan dicapai, dan ini sudah mencirikan sebagai kelembagaan (lembaga kemasyarakatan), sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Gillin dan Gillin dari Soekanto (2002), bahwa salah satu ciri-ciri kelembagaan adalah mempunyai lambang-lambang sebagai gambaran tujuan. Telah terjadi proses tawar menawar antar partisipan untuk mengrekonstruksi aturan atau norma yang akan diberlakukan, aturan ini sebagai kendali untuk mencapai tujuan otganisasi, kegiatan tenebut
ditakukan dengan bertahap menurut po ria tris membentuk sebuah fondasi organisasi.
yang pating penting datam Hal ini senada apa yang
dikemukakan oleh Horton dan Hunt (1991), yang menekankan organisasi (lembaga) sebagai proses yang berstruktur untuk metaksanakan kegfatan tertentu dabm organisasi tersebut. Kecenderungan yang terjadi dalam pembentukan organisasi ini, terlihat bahwa homogenis peserta terhadap kepentingan dan witayah (dwun) mempermudah untuk menjalin kohesivitas antar anggota kelompok. Perlakuan yang diskriminatjf oleh pihak penguasa (pemerintah desa) tdah menguatkan kebersamaan dalam satu wilayah dusun, walaupun jangkauan penyebaran inforrnasi cukup m r a t a tapi dari peserta 22 orang yang terlibat hanya 1 orang dari luar Duwn Sukahurip. Hal ini memudahkan akornodasi setiap ustAan peserta karma persepsi yang terbentuk sebelumnya yang rata-rata satu pemahaman, yaitu membentuk organisasi yang bisa ngaronjatkeun (menambah; selain lembaga yang sudah ada) dalam permodalan. Karena program-program pemberdayaan yang ada sebagian besar memberi bantuan modal berupa dana bergulir, sejalan dengan yang diungkapkan oleh Uphoff (1993) tentang makna kelembagaan (organisasi) yaitu melayani untuk tujuan nilai kolektif atau kelompok. Yang menarik dan menjadi bagian tenulit adalah menjalankan roda organisasi itu sendiri, apakah sesuai dengan ketentuan yang tetah disepakati atau tidak? Karena penghimpunan modal dari iuran anggota terbatas sedangkan rninat perninjarn sangat tinggi maka yang ditakukan deh pengurus dari anggota adalah mencan' donasi ke beberapa perusahaan yang ada disekitar dew, dengan mengusung tanggung jawab Corporate
Social Responsibility (CSR) para pengurus tanpa segan terus berusaha tanpa
henti. Dalam kegiatan ini dipertihatkan bagaimana partisipasi rnenjadi dasar untuk berdaya dan berhasii membentuk organisasi pemberdayaan sebagai cara menghadapi diskriminasi kelompok elit lokal (desa).
Refleksi Partisipan Selama aktivitas LKM Al-Hasanah berjalan banyak masukan dan dukungan dari para anggota, ini adalah reffeksi anggota sendiri. Mereka menganggap ini sebagai masukan pengkaji juga sebagai kepedulian mereka terhadap LKM-AH. Diantara masukan tersebut yang teridentifikasi sementara adalah : 1. Ada gelagat aparat desa ingin terlibat dalam posisi dan hirarki untuk
mengontrol LKM-AH. 2. Banyak permintaan untuk menjadi anggota baru, permohonan ini
datang dari luar Desa L q o k KaLer. 3. Peminjam tidak hams pemilik usaha kecil menengah, tetapi juga petam, pegawai lepas, bunrh atau pegawai pemerintah. 4. Modal yang tersedia tidak mencukupi dibanding pemohon pinjamn
yang mengajukan din.
5. Tenggat waktu peminjaman tidak tiga minggu tapi satu bulan, agar tidak tanggung dan memudahkan untuk mengingat penanggalan tiap butan. 6. Aturan kepengurusan tidak tengkap (tidak ada lama masa kerja pengums) 7. Laporan pertangungjawaban keuangan dan kepengurusan tidak ada. 8. Periode waktu pertanggungjawaban keuangan dan pengurus tidak ada. Dan' masalah tenebut para anggota menjanjikan akan merevisi beberapa aturan main dengan mengundang calon anggota baru yang tidak terakomodasi oleh aturan main tama. Yang menjadi perhatian adalah ketika pengkaji mendampingi pengurus untuk meminta surat keterangan LKM-AH dad desa, menarik untuk dicermati respon dari Kuwu Desa Legok Kaler : "Awatnya saya mendengar dari Sekdes dan dad Siraru ada kegiatan sebagian warga yang akan membentuk organisasi baru, pada muLanya saya tidak jelas maksudnya tapi setelah mendapat penjelasan dari
ketuanya akhirnya saya paham. Menurut kacamata saya mudahmudahan organisasi ini bisa mengumpulkan dan mengelda uang tidak hanya bagi kalangan yang miskin tapi juga seluruh warga desa, jadi tidak hanya untuk mengurus keuangan saja tapi juga menjadikan tempat musyawarah seluruh warga. Nantinya kalau ada masalah bisa dimusyawarahkan dalam (LKM) Al-Hasanah nantinya bisa oleh desa ditindaklanjuti. Mudah-mudahan (W) Al-Hasanah ini bisa jadi jembatan antara warga dengan pihak desa, selain itu saya akan membantu untuk menembuskan proposal bantuan jika pertu bantuan dana. Di kita kan banyak perusahaan penggalian pasir yang aktif, yang penting ada kepedulian walaupun kecil."
Begitulah bentuk kepedulian yang diberikan oleh Kuwu, yang secara tidak langsung turut mendukung atas keberadaan LKM-AH. Kuwu sendiri yang akan membuka jaringan dengan permahaan lokal yang menggarap penambangan pasir dalam bentuk Corporate Social Responsibility {CSR). Kepedulian tenebut diharapkan menutar pada elit-etit desa lain dan mudah-mudahan membuka mata mereka serta membuka keyakinan bahwa masyarakat bisa diajak untuk berpartisipasi datam pembangunan. Informasi-informasitersebut akan menjadi agenda untuk dirembukan dengan anggota lainnya, dengan masuk kembati datam siktus baru metatui kegiatan ORlD yaitu tahap RENCANA.
Kesimpulan Kajian yang dilakukan ini mendapatkan beberapa inti kesimputan: 1. Di Desa Legok Kaler terdapat beberapa tipe keluarga: keluarga
prasejahtera sebanyak 20,75 persen, keluarga sejahtera I sebesar 16,30 persen, keluarga sejahtera 11 22,37 persen, keluarga sejahtera 111 40,23 persen, dan keluarga sejahtera Ill plus 0,35 persen.
2. Yang menjadi sasaran program pemberdayaan keluarga adalah tipe
keluarga berada pada tingkat prasejahtera, sejahtera I, dan sejahtera II atau 59,42 persen (826 keluakga) dari jumlah keluarga yang ada d i Desa Legok Kaler. Di Desa Legok Kaler juga teridentifikasi ada sebagian masyarakat yang tidak berdaya secara politis karena tertutupnya akses informasi terhadap program-program yang diselenggarakan oleh pemerintah pc;;'lcCntah
~ci!;^i!;
desa, hal ini rlisebabkan kuatnya kepentingan
pribadi penyelenggara pemerintahan desa dan lingkaran elit desa. Program pemberdayaan yang dilakukzii di Desa Legok Kaler bersinggungan dengan kepentingan politik dan kepentingan pribadi -lit
c.,c
Im1,~l .r....r
A-n ,C.CN, (-4-c-\
C.U,I
-....
r-..rl--wrr-rq
.55U.
an ! ~ b i hbanyak 'digarap' oleh
warga yang rhempunyai ikatan emosional dengan penyelerigsjat-adesa (Kuwu), seperti : elit-elit lokal desa, famili, kerab.!,
penrll-lknnn,
pemerlamg pemilihan kuwu, dan batasan-batasan administratif dusun,
sehingga
program pemberdayaan dilaksanakan sangat
diskriminatif terhadap sasaranltarget program. 3. Keluarga pkserta program pemberdayaan yang paling banyak masuk dalam
tipe
prasejahtera sampai
sejahtera
II
dan
berhasil
menemukenali permasatahan dalam program-program pemberdayaan yang pernah diselenggarakan di desa Legok Kaler, yaitu : tidak ada sosialisasi yang merata tentang program yang dilaksanakan oleh desa, peserta program tertutup hanya untuk lingkaran elit desa atau
kroni kuwu, peserta program tidak dilibatkan dalam proses, adanya kebijakan sepihak birokrasi yang merugikan penerima bantuan /peserta program, bunga yang dibebankan sangat memberatkan dan peminjaman modal harus melalui prosedur yang panjang, tenggat pembayaran yang terlalu pendek, program penuh muatan politis, Kesertaan program dibatasi pada tingkat kemapanan usaha, bantuan terbatas untuk usaha ekonomi. 4. Menemukenali potensi komunitas lokal yang paling dirasakan, yaitu:
semangat dan kemauan yang tinggi, kerjasama dan saling percaya, lahan pemasaran produk yang terbuka, pengalaman usaha. 5. Proses pemberdayaan keluarga sangat kentara dan bisa diidentifikasi
dari tingkat partisipasi yang tinggi, yaitu dalam tahapan-tahapan kegiatan:
penginformasian
kegiatan
dilakukan
melalui
radio
komunitas dan organisasi lokal keagzmsan, kernudien p e n i c ~ z n sosial berupa dialog dengan masyarakat dan menghasilkan gambaran permasalahan dalam program pemberdayaan yang selama ini dijalankan di desa Legok Kaler. Dilanjutkan dengan workshop yaitu kegiatan pengambilan keputusan untuk merealisasikan aksi atau rencana aksi, selanjutnya kegiatan aksi yaitu kegiatan untuk implementasikan rencana aksi yang telah
disusun.
Akhirnya
terbentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Al-Hasanah dan pengurus beserta anggota mengajukan permohonan berupa proposal ke perusahaan yang berada di sekitar Desa Legok Kaler dan membuahkan hibah uang sebesar 45 jrlta rupiah. 6. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi
keluarga dilakukan dengan membuat aturan berupa: persyaratan peminjam adalah hanya salah seorang dari satu keluarga inti bisa suami, istri, atau anak. Persyaratan lainnya adalah pinjaman digunakan hanya untuk modal usaha ekonomi bukan untuk pinjaman konsumtif karena salah satu tujuan didirikannya LKM-AH adalah memberi pinjaman modal usaha ekonomi (ngaronjatkeun modal).
7. Hasit akhir dari proses partisipasi ini tergambarkan dari, tingginya minat
anggota
untuk
memajukan
LKM
Al-Hasanah
kesanggupan melakukan monitoring dan evaluasi
berupa
partisipatif
(monevarti) dan berperan serta dalam kontribusi pembuatan proposal CSR. Selain itu terjadi pemahaman dan kesadaran tentang: kesadaran akan pentingnya organisasi sebagai media pemberdayaan dan penampung aspirasi dan partisipasi keluarga, meningkatnya kualitas dan kuantitas peran keluarga dalam menjaga investasi dan asset keluarga, masyarakat mempunyai kelembagaan lokal yang dibentuk dari akar rumput, masyarakat mempunyai sarana alternatif akses lembaga keuangan, masyarakat mempunyai sarana mengekspresikan nilai-nilai kegotong-royongan, kerja sama, dan kerukunan antar warga.
8. Beberapa kendala atau harhbatan yang terjadi terjadi karena beberapa faktor, yang pengkaji berhasil identifikasi, yaitu: kesulitan menyamakan persepsi dan memberi pemahaman tentang penting organisasi lokal sebagai media pemberdayaan, persepsi yang tumbuh adalah jika dikumptllkan oleh pihak luar akan menet-ima bantuan materi atau pembagian uang secara cuma-cuma (karitatif), tahapantahapan penginformasian kegiatan, dan tahapan persiapan sosial bagi masyarakat masih asing dan belum terbiasa dengan pendekatan partisipatif, kondisi geografis Desa Legok Kaler yang sangat luas menyebabkan keterjangkauan peserta menjadi terbatas, kejenuhan sebagian warga yang harus mengikuti kegiatan-kegiatankumpulan.
Rekomendasi Merujuk pada proses kegiatan, hasil yang didapat dan kendala atau hambatan yang terjadi, maka pengkaji memberi beberapa rekomendasi : a. Organisasi non pemerintah. penqqiat pengembangan masyarakat: 1. Agar tujuan yang telah disepakati tercapai, harus lebih intensif,
simultan dan menggunakan metoda atau teknik yang tepat, teknik
yang digunakan disini adalah teknologi partisipasi. Teknik sebagai alat untuk mengumpulkan data sekaligus a(at untuk meningkatkan partisipasi partisipan dalam program pemberdayaan.
2. Perlu kesabaran yang lebih dan penguasaan karakteristik masyarakat yang akan dikelola.
3. Diperlukan inisiatif dan kreativitas agar metoda atau teknik yang dipakai
lebih
menarik,
sehingga
rnasyarakat lebih tertank.
Kreativitas yang dilakukan pengkaji adalah dengan menggunakan alat peraga berupa kertas yang berwarna-warni yang dipotong sesuai kebutuhan dan alat tulis berupa pena atau spidol yang langsung menjadi milik partisipan, yang berpartisipasi baik Langsung atau tidak langsung. 4. Tidak berhenti pada rencana program tapi harus dilakukan pada
sampai aksi, dan yang lebih penting adalah pendampingan yang dilakukan terus menerus.
Pendampingan dilakukan agar jika
keinginan lain yang memerlukan bantuan pengkaji bisa dibimbing, seperti keinginan pengurus dan anggota membuat proposal untuk mengajukan bantuan dana tambahan modal LW-AH.
5. Membuka jdringan kerja dengan sistem sumber atau pihak lain yang kompeten, dan merlangkap segala peluang yang mungkin bisa dilakukan untuk mengembangkan .
b. hsvarakat: 1. Program
barltuan
adalah
program
yang
diarahkan
untuk
pemberdayaan bukan karitatif.
2. Proses keterlibatan dalam program dari awal sampai akhir perlu dilakukan agar program bisa diawasi untuk mencegah bentuk-bentuk penyelewengan sekecil apaapun.
c. Pemerintah Pembuat Kebiiakan: 1. Program yang diluncurkan tidak bersifat instruktif atau kegiatan
proyek dengan memobilisasi masyarakat, tapi harus melibatkan
masyarakat
sasaran/target
program
dan
menjadikan
tokoh
masyarakat atau tokoh agama sebagai motor penggerak program. 2. Program yang diluncurkan bukan semata program karitatif, tapi
program pemberdayaan dimana sasaran/target program harus dilibatkan dalam setiap tahapan proses dari awal sampai akhir.
3. Program yang diluncurkan menggunakan strategi dengan pola bottom up atas kebutuhan yang dirasakan, serta mekanisme yang lebih
demokratis. Demokratis dalam arti sasaran/ target program diberi kuasa untuk menentukan cara penyelenggaran program yang dilaksanakan atau bahkan berhak dan mempunyai kuasa menolak program yang akan diselenggarakan. 4. Program yang diluncurkan harus melalui tahapan penginformasian,
dalam tahap ini menggunakan potensi lokal yang ada di masyarakat, seperti: radio komunitas, kelompok-kelompok sosial yang mengakar dalah masyarakat, tokoh masyarakat dan tokdh agama. Interval penginformasian kegiatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan dihentikah, jika informasi telah danggap jehuh. Persiapan sosfal yang dilakukan bertujuan untuk menqidentifikasi masalah dan potensi yang ada dalam masyarakat, lamanya perslapan sosial ini dihentikan jika masaiah dan potensi juga telah dianggap jenuh. 5. Kesidpan dan kearifan pemerintah untuk menerima pergeseran
paradigma dan perubahan pendekatan, dan memposisikan sesuai dengan kapasitas yang dimilki.
DAFTAR PUSTAKA
Achlis. 1983. Bimbinsan Sosial Kelommk. Bandung. Kopma STKS Bandung. Achlis. 1993. Studi Perilaku dan Linqkunqan Sosial Manusia. Bandung. Kopma STKS Bandung. Adi, lsbandi Rukminto. 2001. Pemberdavaan, Pensembansan Masvarakat dan lntervensi Komunitas. Jakarta. Lembaga Penerbit fakultas FE UI. Adimihardja, Kusnaka., 8 Hikmat, Harry. 2003. Participatory Research Appraisal: Pensabdian dan Pemberdavaan Masvarakat. Bandung. Humaniora. Ancok, Djamaludin. 2005. lnvestasi Sosial. Jakarta. LaTofi Enterprise Antlijv, Hans. 2002. Ne~aradalam Desa. Yogyakarta. Lappera Pustaka Utama. Anbowo, dkk. 2004. Penqkaiian Potensi dan Sumber KeseiahteraanSosial unmltnit-, A.! Torpencil (KAT). Bandung. STKS Press. Badan Pusat Statistik. 2004. Hasil Sensus Penduduk 2004. Jakarta. BPS Bamberger, Michael & Shams, Khalid. 1989. Community Participation in Proiect Manaeemet. Malaysia. Asian and F d ~ i i ~~ ct t v r i u ~ ~ L~~ ~I I L~ Ie. r c Bricker, Jenkins Marry. dkk. 1991. Feminist Social Work Practice i n Clinical Sot.t.inqs. New Delhi : Sage Publication. Cary, Lee J. 1970. Community Development as A Process. Columbia. University of Missouri Press Cendekia, Ilham. 2002. Mctcd=.F~=i!itsz! P c ~ ! x z t ? nKepvtvc?n Partisipatif. Jakarta. PATTIRO. Cohen, Bruce J. (1977). Sosiolwi: Suatu Penrlantar. Jakarta. Rineka Cipta. Darmajanti. 2002. Kehidu~anBeroreanisasi sebaeai Modal Sosial Komunitas. Jakarta. Artikel Jurnal Masyarakat Departemen Sosial RI. 1996. Pola Dasar Pembansunan Keseiahteraan Sosial. Direktorat Pemberdayaan Peran Keluarga. 2002. Standarisasi Bimbinqan Keseiahteraan Sosial Keluarqa. Jakarta. Departemen Sosial RI. Direktorat Pemberdayaan Peran Keluarga. 2004. Masalah Sosial dalam KelIJar~adi Indonesia. Jakarta. Departemen Sosial RI. Djohani, Rianingsih. 1996. Acuan Penerapan Participatow Rural Appraisal. Bandung. Studio Driya Media Dubois, Brenda. 8 Milley, Karla Kongsrud. 1992. Social Work An Empowering Profession. Boston. Allyn and Ba Escap. 1999. HRD Course for Poverty Alleviation. Bangkok. HRD Division. Friedmann, Milton. 1980. Free i n Choose. London. Seekers 8 Warburg.
~ c
Fukuyama, Francis. 2000. Trust: Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Yogyakarta. Qalam. Garvin. 1996. Horton, Paul B. & Hunt, Chester L. 1991. Sosioloqi. Jakarta. Erlangga Huraerah, Abu dan Purwanto. 2005. Dinamika Kelompok, Konsep dan A ~ kasi l i . Bandung. Refika Aditama. Ife, Jim. 1995. Community Development: Creating Community Alternativevision Analisvs and Parctice. Australia. Longman. Ife, Jim. 2002. Community Development: Community-Based Alternatives in an Aqe of Globalisation. Australia. Person Education Australia Irwanto. 1998. Focus Group Discussion (FGDI: sebuah Densantar praktis. Jakarta. UKI Atma Jaya. Iskandar, Jusman. 1990. Pensantar Penelitian Pekeriaan Sosial. Bandung. ~ n - ~ a DKM b a Al-lhsan STKS. b an dung Iskandar, Jusman. 1993. Strateqi Dasar Membanqun KekuatanMasvarakat. Bandung. Kopma STKS. Israel, Arturo. 1992. Penqembanqan Kelembaqaan: Pensalaman Provekproyek Bank Dunia. Jakarta. LP3ES. Jellinek, Lea. (2001). Dvnamic Relationship between Local Groups :The Search for Good Governance in Five Communities in Jakarta. (Research Report). Jakarta. Department of Foreign International Development (DFID), British Embasy. Jurnal MTI, No. 0811999. Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembanqunan Untuk Rakvat. Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta.CIDES. Korten, David C. 1993. Menuiu Abad-21, Tindakan Sukarela dan Aqenda Global. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Korten, David C dan Sjahrir. 1993. Pembanqunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Koswara, Herry., dkk. 1999. Garvin tentans Group Work. Bandung. Kopma $TKS Bandung. Media Indonesia, 11 Desember 2006 Mikkelsen, Britha -4999. Metoda Penelitian Partisi~atorisdan Upaya-Upava Pernberdayaan. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Moleong, Lexy J. 1998. Metodolo~iPenelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosda Karya. Nitimihardjo, Carolina & Iskandar, Jusman. 1993. Dinamika Ke[ompok. Bandung. STKS Bandung Olson, Mancur. 1975. The Losic of Collective Action. London. Harvard University.
Pace, R. Wayne dan Faules, Don F. 2001. Komunikasi Orsanisasi. Bandung. Remaja Rosdakarya. Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta. Perserikatan Bangsa-Bangsa. 1987. The Department of International Economic and Social Affairs. Pikiran Rakyat Bandung, 15 Maret 2006 Prijono, Onny S., & Pranarka, AMW, dkk. 1996. Pemberdavaan: Konsep, Kebiiakan dan Implementasi. Jakarta. CSIS. Rappaport. 1985. The Power of Empowerment Lanquaqe Social Policy. Artikel17. Rustanto, Bambang dkk. 2005. Menuiu lndikator Keseiahteraan Keluarqa: Suatu Tiniauan Konseptual. Jakarta. Departemen Sosial. Sanoff, Henry. 2000. Communitv Partici~ationMethods in Design and Planninq. Canada. John Wiley 8 Sons. Sarantakos, 5otirios. (1993). Social Research. South Melbourne. Macmillan Education Australia. Schwandt, Thomas A. 2001. Dictiow of Qualitative Inquiry. California. Sage Publications. Soekanto, Soerjono. 2002. Sosioloqi: Suatu Pengantar. Jakarta. Rajawali.
,.,,
., ., ,,.
C 1. - ; . r n n n
7AnE;
..., .C,. s.:i &I----
Przc!itizn Cdalitatif. Bandung. Alfabeta.
Suharto, Edi. 1997. Pembanqunan, Kebiiakan dan Pekeriaan Sosial: Spektrum Pemikiran. Bandung. LSP STKS. Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebiiakan Publik. Bandung. Alfabeta. Sulistiati. 2006. Isu-isu Tematlk Pembanqunan Sosial: Konsepsi dan Strateqi. Jakarta. Dit. Pemberdayaan Peran Keluarga Susilawati, dkk. 2006. Dikusi Kelompok Terfokus: Manual Praktek Teknoloqi Pensembansan Masyarakat. Bandung. STKS Press. Tempo, Edisi 427312006 Tetrawanti. 1989. Hubunqan anatara Family Relationship densan Kompetensi Sosial Remaia dan Siswa. Jogajakarta. Undang Undang RI tentang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004. Uphoff, Norman. 1993. Kelemba~aandan lnstitusi Lokal. Vitayala, Aida. 1986. Menqqerakan Masvarakat Lewat Penvuluhan. Bogor. LPPM IPB Wadsworth, Yoland. 1991. Everyday Evaluation On The Run. Melbourne. Action Research Issue Association. Wahyunadi, Arif., dkk. 2005. Anak yanq Dilacurkan: di Surakarta dan Indramavu. Jakarta. Unicef
Wirutomo, Paulus. 2001. Format Pemberdavaan Komunitas di DKI Jakarta. Bahan Kuliah MPS-IVIUI. Jakarta. Tidak dipublikasikan. Yin, Robert K. 2002. Studi Kasus: Desain dan Model. Jakarta. Raja Crafindo. www.undp.or.id /diunduh tanggal 28 April 2006 www.worldbank,com ldiunduh tanggal 28 April 2006 www.infid.co.id /diunduh tanggal 12 Juni 2006
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Gambar 19: Salah seorang peserta sedang mengungkapkan masalah.
Gambar 20. Peserta sedang mengikuti identifikasi masalah.
Gambar 21. Peserta sedang menyusun katender kegiatan.
Gambar 22. SaLah seorang peserta sekaligus tokoh rnasyarakat sedang menyampaikan pandangannya.
Gambar 23, Sahh seorang peserta sedang menyampaikan saran dan pendapat .
Gambar 24. Salah seorang peserta sedang menuliskan Janji Hati.
Gambar 25. Satah seorang p e s d a sedang rnenrdiskan Janji Hati.
Garnbar 26, Pererta Aang rnenempelkan kesanggupan diri rnenjadi pengurus LKM Al-Hasanah.
Gambar 27. StnMt.fr oqanbasi LKM At-Hasanah.
Gambar 28. Susunan pengurus LKM AL-Hasanah.
119
Gambar 35. Pengarahan tentang membuka peluang CSR.
Gambar 36. Dalam kelompok-kelompok kecil menyusun draft proposal CSR.
Gambar 30. Hasit kesepakatan kalender kegiatan.
Gambar 31. Janji Hati peserta sekaligus menyatakan sebagai anggota LKM Al-Hasanah.
BANK BRI K A N C A .=I: WUNR
S U H E P A S E
..N
Rckcmiy
:
Td. : N.l.
33-22-1357
04-07-206
Gambar 32. Jumlah modal dana Rp 250.000,00 sampai tanggal 4 Juli 2006 yang terkumpul sementara dari 15 peserta yang menyatakan diri menjadi anggota LKM Al-Hasanah.
Gambar 33. Pengarahan tentang membuka peluang CSR.
Gambar 34. Pengarahan tentang mernbuka peluang CSR.
@ BANK BRI K A N C A BPI: BRI UNIT
S U H E C R N G P A S E k Na. Rekc-
:
Nama
-
-
Td. : 33-12-4357
Al8mat
.
Tamda Pcngeoal
: KTP:
04-07-20d
, LKH #L HRS#NBH/NUNUNG F W ~ A H O R :
lii ii5 788
iCi !Si
iii iij
Gi iii5 Iti
Gambar 37. Jumlah tambahan modal yang diterima dalam bentuk Dana Hibah sebesar Rp 45.000.000,OO dari donatur wujud dari CSR.
.. I
LeR
P ETA DESA L,EGC.K~-A
l,,,l, ,:!.#,.J:h
** :
-- 1
.
Gambar 38. Peta Desa Legok Kaler.
, \
, . c
.
.,.... .!I ,.. . ,
::* .:.
I'I.%li.Kl'i I : i t { K:21tlIl',A It.\ Sl,h,ff:II?ZNCi K i l ':'ihlA.l'AN l'A%l'l!
IIESA I,liX;OK KALER --*<7
11 .--,
I' 11 .I.r-
11
be) I
. i ~ c o hh.~lcr
Ircc;~fti.t~a(l lbarrh
..--
-l'-JX I
Gambar 39. Surat Keterangan dari Pemerintah Desa Legok Kaler, untuk legatisasi pendirian LKM At-Hasanah.
Gambar 40. tembar Kesediaan menjadi partisipanJresponden.
1,
a<,
4
L. 2
hi3a
...
i>/ /i)j
' ~ L I - ~ L I ~
4 m ,,I] Arrc igi, (~*YIK 5
cl!/'t/; I .it:: .I, <:.2., .'
. .!I,
3 6 ;;a!,
-,-, : ;
! . :
. .*.
--
.,
.
s
..
. , .._ ., -#.,
.
, #
';
, * ., .r:Y( F \
1
, 3.
...'d L .
0 i"
.
.,
,
1
I
;;
.! '
*
1.'7
; ,.r
2;
'.I
..!
I '
,.; I i".
. /.
J'.+.+
.
..
:
ii
?
2
. :,
? --
,.
;
?!
, 2 .: . ! :. .. .
Gambar 41. Daftar hadir datam pertemuan pembuatan draft proposal CSR.
. . . . . , * C . - .-<.,..--, ,
i
- .,.
I , tc
-. ,
_
_
. -*. .>
,
'
_
- -.
. : <.
d .
,,- <,.,
..
f . * ' v
*
-
.
, v 7 *.r - , c :
,.;cy i-<. ., 4 ,.:*
I
,...-.
1.
.
..d,.i.$.
,
,
,$
t,
q<-
'-.. ..'
).,..--,.,< ,
- : : . . b r . ,
<
L. I.,
-
'I
/-...
_
,
-- ,
;lrj.
:..'. I , .
*' "
' I
'.
-...
.ST
--?
-P
Gambar 42. Rancangan proposal dalam tulisan tangan yang dibuat oleh Ketua LKM Al-Hasanah. 130
Gambar 43. Hasit transect yang dibuat oleh salah seorang partisipan1responden.
Gambar 44. H a i l transect yang dibuat oleh salah seorang partisipan/respMlden.
Gambar 46. Struktur Pemerintah Desa Legok Kaler.
STKUKTt!K ORGANISAS1 BADAN PERWAKILAN OESA ( 8 ~ i)) UES.4 1.6:I;OK KA1,EW
KECAM ATAK PASEH
- S17MEUAKG
Gambar 47. Struktur organisasi BPD Desa Legok Kaler.
Gambar 48. Stntktur organisasi KUSP- Bina Usaha Desa Legok Kaler.
Gambar 49. Tanah carik yang bermasatah.
Gambar 50. Radio komunitas sedang mengudara, sarana penginformasian (sosialisasi) kegiatan.
Gambar 51. Kantor Pemerintahan Desa Legok Kaler.
Gambar 52. Seketariat Bersama (Kantor) Pasar lksa dan Kelompok Usaha Simpan Pinjam Bina Usaha Desa Legok Kaler.