UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MELALUI PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA (Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang)
FADLI KURNIAWAN
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Upaya Peningkatan Kesejahteraan Melalui Penguatan Kelembagaan Musholla (Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.
Bogor,
November 2006
FADLI KURNIAWAN NRP.A154050185
ABSTRAK
FADLI KURNIAWAN. Upaya Peningkatan Kesejahteraan Melalui Penguatan Kelembagaan Musholla (Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang). Dibimbing oleh IRAWAN SOEHARTONO sebagai ketua, NURAINI WAHYUNING PRASODJO sebagai anggota komisi pembimbing. Pada dasarnya masyarakat mempunyai potensi untuk memperbaiki hidupnya secara mandiri. Potensi tersebut antara lain terdapat pada kelembagaan Musholla Khoirus Subban di Desa Banjaran. Musholla mempunyai potensi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena terdapat modal sosial berupa adanya kerjasama, solidaritas seagama, dan tuntutan sebagai pemeluk agama Islam; terdapat sumber finansial yang berasal dari wakaf, zakat, dan shodaqoh; serta kepercayaan masyarakat terhadap tokoh agama yang menduduki peringkat pertama;modal fisik berupa sarana prasarana musholla, dan modal manusia sendiri berupa pengurus baru, dan tokoh agama (hasil PL). Akan tetapi potensi tersebut selama ini belum dimanfaatkan secara optimal, hal tersebut terlihat dari program dan kegiatan musholla yang sebagian besar berkisar pada kegiatan ritual dan seremonial. Kajian ini bertujuan untuk merencanakan program penguatan kapasitas musholla dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, dan FGD dilakukan guna mencari data primer, yaitu data yang diambil langsung dari lapangan. Adapun data sekunder, yaitu data yang diambil dari dokumen yang telah diolah dan diambil melalui studi dokumentasi. Penyusunan program dilakukan melalui FGD dengan menggunakan kerangka kerja logis . Berdasarkan hasil analisa, Musholla Khoirus Subban mempunyai beberapa kekuatan yang dapat menjadi potensi untuk melaksanakan kegiatan peningkatan kesejahteraan, namun juga mempunyai kelemahan yang menjadi kendala. Kelemahan utama yang menghalangi musholla tersebut untuk melakukan kegiatan peningkatan kesejahteraan adalah kurangnya pengetahuan tentang fungsi musholla secara komprehensif. Kekuatan musholla terletak pada modal finansial, modal manusia, modal fisik, dan modal sosialnya. Strategi untuk mengatasi kendala yang dihadapi musholla tersebut adalah dengan melakukan transfer pengetahuan guna merubah persepsi jamaah dan pengurus tentang fungsi musholla. Untuk melakukan transfer tersebut dibutuhkan sebuah program agar jamaah berkumpul secara rutin yang sekaligus melatih mereka berorganisasi, yaitu program peningkatan kemampuan berorganisasi. Oleh karena itu program tersebut direncanakan berdasarkan keinginan jamaah, sesuai dengan apa yang dirasakan jamaah lebih penting. Melalui program tersebut selanjutnya dapat dilakukan transfer pengetahuan kepada jamaah tentang fungsi musholla secara komprehensif. Pada dasarnya jamaah Musholla Khoirus Subban setuju bahwa musholla dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan. Hanya saja kurangnya pengetahuan mereka tentang fungsi musholla meyebabkan meeka merasa tidak lazim jika melakukan kegiatan tersebut. Faktor ekonomi dan kurang menariknya kegiatan rutin musholla menyebabkan jamaah kurang berpartisipasi dalam kegiatan rutin.
ABSTRACT
FADLI KURNIAWAN. Strive to Making Up of Wellfare by Reinforcement of Musholla (Small Mosque) Institution ( Case Study of Musholla Khoirus Subban in Banjaran Village, Subdistrict of Taman, Regency of Pemalang). Counselled by IRAWAN SOEHARTONO as chief, NURAINI WAHYUNING PRASODJO as member of counsellor commission. Basically society have potency to improve their life self-supportingly. The potency for example there are at institution of Musholla Khoirus Subban in Desa Banjaran. Musholla have potency to improve wellfare of community because there are social capital in the form of cooperation existence, religion solidarity, and demand as follower of Islam; there are source of finansial that coming from communal ownership, religious obligatory, and shodaqoh; and also the belief community to religion figure occupying first rank; physical capital in the form of medium of musholla, and the human being capital in the form of new manager, and the religion figure ( result of PL). However the potency during the time not yet been exploited in an optimal fashion, the mentioned seen from program and musholla activity mostly centre around activity of ritually and ceremonially. This study aim to to plan program of reinforcement of musholla capacities in effort improve community Desa Banjaran wellfare. Method that used in data collecting is indepth interview, participatory observation, and FGD done to look for primary data, that is taken direct from the field. As for data sekunder, that is data which is taken away from a document which have been proceed and taken through documentation study. Compilation program have done through FGD by using logical framework . Pursuant to result analyse, Musholla Khoirus Subban have some strength which can become potency to execute activity of making up of wellfare, but also have weakness becoming constraint. Especial weakness hindering the small mosque to do activity of making up of wellfare is the lack of knowledge about musholla function. Strategy to overcome constraint faced by musholla is by doing to transfer knowledge utilize to change perception of community and manager about small mosque function. To do to transfer required a program in order to community gather routinely and at one blow to making up their organization abilities, it is program of making up organization ability. Therefore program that planned pursuant to desire community according to what be felt more important by community. Through that program hereinafter earn done to transfer knowledge to community about musholla function comprehensively. Basically community Musholla Khoirus Subban agree that musholla serve the purpose of the medium to increase the prosperity. Just only the lack of their knowledge about function of musholla causes their feel atypical if doing the activity. Economic factor and lose looks routine activity of musholla causes communitiy less participate in routine activity.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotocopi, microfilm, dan sebagainya
UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MELALUI PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA (Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang)
FADLI KURNIAWAN
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tugas Akhir :
Nama Mahasiswa :
UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MELALUI PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA (Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang) FADLI KURNIAWAN
Nomor Pokok
A.154050185
:
DISETUJUI, KOMISI PEMBIMBING
Prof.Dr.H. Irawan Soehartono Ketua
Ir.Nuraini Wahyuning Prasodjo, MS Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Dr.Ir.Djuara P.Lubis, MS
Prof.Dr.Ir.Khairil A Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 6 November 2006
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT yang telah memberikan petunjuk dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat yang berjudul UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MELALUI PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA (Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang) ini dapat terselesaikan. Penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat ini merupakan tugas dan kewajiban bagi mahasiswa Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai aplikasi dari materi perkuliahan-perkuliahan yang diperoleh dengan melakukan serangkaian kegiatan dimulai dari Praktek Lapangan I berupa kegiatan Pemetaan Sosial, dan Praktek Lapangan II berupa Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat yang telah dilaksanakan, serta Kajian Pengembangan Masyarakat dengan menyusun program bersama masyarakat secara partisipatif. Penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Irawan Soehartono selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir.Nuraini Wahyuning Prasodjo, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan penulisan tugas akhir ini. 2. Ir.Sarwititi Sarwoprasojo, MS selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan masukan yang berarti untuk kesempurnaan tugas akhir ini. 3. Ketua Program Studi dan Dosen-dosen yang mengasuh Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat IPB yang telah membekali ilmu-ilmu pengembangan masyarakat. 4. Seluruh staf Sekretariat Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan kemudahan-kemudahan kepada penulis. 5. Pengelola Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat di STKS Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan studi. 6. Departemen Sosial yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. 7. Pemerintah Kabupaten Pemalang yang memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan studi ini 8. Masyarakat Desa Banjaran dan lebih khusus kepada jamaah Musholla Khoirus Subban. 9. Rekan-rekan MPM angkatan III yang selalu kompak. 10. Mamah dan Papah yang memberikan doa restunya.
11. Istriku tercinta yang bersusah payah dan penuh pengertian meski harus ditinggal dalam keadaan mengandung tua, dan anakku tersayang yang masih dalam kandungan. 12. Serta semua pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi ini. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan dari para pembaca sekalian.
Bogor,
November 2006
Fadli Kurniawan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 29 Mei 1981 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan ayah bernama Tufiq dan ibu bernama Sri Suhermiyati. Jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas penulis lalui di Pemalang sekaligus sebagai tempat tinggal penulis saat ini. Pada tahun 2000 Pendidikan Diploma IV dilaksanakan di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) di Jatinangor, Sumedang dan lulus pada tahun 2004. Sejak melaksanakan pendidikan di STPDN tersebut penulis memiliki status dari Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) hingga menjadi PNS golongan II/a. Setelah lulus penulis secara otomatis memiliki golongan III/a dan selanjutnya bertugas di Bagian Kepegawaian Pemerintah Kabupaten Pemalang. Pada tahun 2005 penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat dengan beasiswa dari Departemen Sosial. Pada tanggal 3 September 2005 penulis menikah dengan gadis Palopo (Sulawesi Selatan) yang bernama Ilmina binti Baso Sulaiman, yang saat ini sedang mengandung anak pertama kami.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL PENDAHULUAN...................................................................................................1 Latar Belakang ...........................................................................................1 Rumusan Masalah ......................................................................................4 Pembatasan Masalah ..................................................................................5 Tujuan Kajian ............................................................................................6 Kegunaan Kajian ........................................................................................6 TEORI DAN KONSEP ...........................................................................................7 Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat ...........................................7 Musholla sebagai Kelembagaan ...................................................................9 Penguatan Kapasitas Kelembagaan .............................................................10 Kesejahteraan Masyarakat dalam Islam .......................................................12 Indikator Kesejahteraan..............................................................................16 Indikator Kapasitas Kelembagaan Masjid .....................................................19 Analisis SWOT ............................................................................................22 Kerangka Kerja Logis ..................................................................................23 METODE KAJIAN.................................................................................................24 Kerangka Pemikiran....................................................................................21 Alur Kerja ..................................................................................................28 Tipe dan Aras Kajian ..................................................................................31 Strategi Kajian ...........................................................................................31 Tempat dan Waktu Kajian...........................................................................32 Metode Pengumpulan Data .........................................................................33 Analisis dan Pelaporan ................................................................................36 Penyusunan Program .................................................................................36 PETA SOSIAL DESA BANJARAN ............................................................................44 Lokasi .......................................................................................................44 Kependudukan ...........................................................................................45 Sistem Ekonomi .........................................................................................47 Struktur Komunitas ....................................................................................49 Organisasi dan Kelembagaan ......................................................................51 Sumberdaya Lokal ......................................................................................53 Masalah Kesejahteraan Sosial .....................................................................55
EVALUASI REHAB MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN .................................................57 Deskripsi Umum .........................................................................................57 Pengembangan Ekonomi Masyarakat ...........................................................58 Pengembangan Modal Sosial .......................................................................59 Kebijakan dan Perencanaan Sosial...............................................................64 Evaluasi Umum ..........................................................................................66 KAPASITAS KELEMBAGAAN MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN ...................................67 Kepemimpinan ...........................................................................................67 Perencanaan Program ................................................................................68 Pelaksanaan Program .................................................................................69 Alokasi Sumberdaya ...................................................................................70 Hubungan dengan Pihak Luar .....................................................................71 ANALISA KAPASITAS MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN .............................................73 Kekuatan ..................................................................................................73 Kelemahan ................................................................................................75 Kesempatan ...............................................................................................77 Ancaman ..................................................................................................78 RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN ............................................................................80 Latar Belakang Program .............................................................................80 Tujuan Program ........................................................................................81 Manfaat Program .......................................................................................82 Hasil yang Diharapkan ................................................................................82 Alat Pencapaian .........................................................................................83 1. Realisasi Tempat Wudu ..........................................................................82 2. Meningkatkan Koordinasi ........................................................................82 3. Pendampingan .......................................................................................83 4. Keteladanan ...........................................................................................83 5. Penambahan Program dan Kegiatan ........................................................84 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................92 Kesimpulan ................................................................................................92 Saran ........................................................................................................93 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................95 LAMPIRAN -LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hubungan Islam dengan Kesejahteraan ...............................................26 Gambar 2. Kerangka Pemikiran............................................................................27 Gambar 3. Alur Kerja ..........................................................................................30 Gambar 4. Mata Pencaharian Penduduk ...............................................................48 Gambar 5. Kuadran Dimensi Modal Sosial Rehab Musholla Khoirus Subban ....................................................................61 Gambar 6. Kuadran Tipologi Kelembagaan Rehab Musholla Khoirus Subban ....................................................................62
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jadual Pelaksanaan Kajian di Desa Banjaran............................................33 Tabel 2. Data yang Dibutuhkan dan Cara Pengumpulannya ...................................35 Tabel 3. Kerangka Kerja Logis Program Peningkatan Kesejahteraan Melalui Penguatan Musholla ....................................................................38 Tabel 4. Waktu Tempuh Menuju Lokasi & Sarana Vital Dari Desa Banjaran ................................................................................44 Tabel 5. Komposisi Penduduk Desa Banjaran........................................................46 Tabel 6. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Banjaran ..........................................47 Tabel 7. Tingkat Kemiskinan Penduduk Desa Banjaran ..........................................49 Tabel 8. Organisasi dan Kelembagaan di Desa Banjaran........................................51 Tabel 9. Kerangka Kerja Logis Program Penguatan Kelembagaan Musholla Khoirus Subban ..................................................84
PENDAHULUAN Latar Belakang
Manusia dalam setiap tindakannya seharusnya
tidak terlepas dari agama.
Avicena dalam Aqqad (1988) menjelaskan bahwa makhluk (termasuk manusia) secara alami akan mempunyai kecenderungan untuk kembali kepada Penciptanya. Senada dengan hal tersebut, Plato dalam Rapar (1996) menyatakan bahwa ”jiwa manusia sebelum terpenjara ke dalam tubuh berasal dari dunia ide, oleh sebab itu ia harus kembali ke dunia ide untuk menetap di sana”. A. Zaki Yamani dalam Salam (1985) juga menyampaikan bahwa untuk menjadikan manusia sebagai manusia, akal budi saja tidak cukup, karena binatang pun memiliki akal budi namun dalam kapasitas yang berbeda, untuk menjadi manusia maka diperlukan agama. Agama tidak boleh dipisahkan dari sendi-sendi kehidupan manusia, tanpa agama kebenaran yang didapatkan manusia hanya bersifat relatif, sebab kebenaran yang mutlak hanya pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Kotze dalam Hikmat (2001) menyatakan bahwa “masyarakat miskin memiliki kemampuan yang relatif baik untuk memperoleh sumber melalui kesempatan yang ada”. Jadi
sebenarnya masyarakat mempunyai potensi untuk hidup mandiri dalam
memperbaiki kualitas hidupnya. Kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut berupa kearifan-kearifan lokal yang dapat dijadikan sebagai modal untuk pengembangan masyarakat. Kearifan-kearifan tersebut dapat dilihat dalam kegiatan yang ada di masyarakat. Salah satu dari kearifan yang dapat dijadikan sebagai modal untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat adalah modal sosial, baik yang sudah melembaga maupun belum, baik yang sudah digunakan dalam gerakan sosial maupun belum. Salah satu modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat adalah agama. Islam, sebagai agama yang dipeluk mayoritas Rakyat Indonesia telah memberi panduan yang lengkap tentang bagaimana seharusnya manusia bersikap, berbuat dan bertingkah laku dalam semua sendi-sendi kehidupan. Islam telah mengatur pemeluknya ”dari bangun tidur hingga tidur kembali”. Islam telah menciptakan modal sosial yang sangat potensial apabila aturan-aturannya benar-benar diaplikasikan dalam menyelesaikan masalahmasalah dalam kehidupan manusia sehari-hari.
2 Chamsyah (2003) menjelaskan bahwa untuk mengatasi semua masalah yang ditimbulkan oleh globalisasi dan krisis memerlukan penanganan yang serius, solusi yang arif dan akomodatif, serta kerja keras dan cerdas berikut kerjasama dari semua pihak dan lapisan masyarakat melalui jihad sosial. Chamsyah juga menjelaskan bahwa jihad sosial dimaksudkan sebagai daya upaya bersama untuk berjuang mengatasi masalah yang melanda masyarakat. Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 74 sebagai berikut :
tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$# ãΝèδ šÍׯ≈s9'ρé& (#ÿρç|ÇtΡ¨ρ (#ρuρ#u™ t⎦⎪É‹©9$#uρ «!$# È≅‹Î6y™ ’Îû (#ρ߉yγ≈y_uρ (#ρãy_$yδuρ (#θãΖtΒ#u™ š⎥⎪Ï%©!$#uρ ∩∠⊆∪ ×ΛqÌx. ×−ø—Í‘uρ ×οtÏøó¨Β Νçλ°; 4 $y)ym Artinya : “ Orang-orang yang beriman, berhijrah, berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan, mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang baik”. Hadits riwayat Imam Ahmad
dalam Gymnastiar (2005) menjelaskan bahwa
Rasulullah bersabda “sesungguhnya Allah SWT suka kepada hamba yang berkarya dan terampil. Barang siapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid fi sabilillah”. Hal tersebut menjelaskan bahwa upaya memenuhi kebutuhan sangat dihargai dalam Islam, dan merupakan dorongan spiritual yang menjadi motivasi dalam upaya memenuhi kebutuhan. Islam juga telah mengatur perekonomian umatnya, Al Banna (2003) menjelaskan bahwa Islam telah meletakkan kaidah-kaidah umum yang sangat prinsipil dalam bidang ekonomi, sehingga apabila dapat dipahami dan dipraktekkan dengan benar maka dapat dipastikan akan menyelesaikan problem ekonomi yang dihadapi. Apabila prisip-prinsip ekonomi dalam Islam tersebut diaplikasikan maka kesejahteraan masyarakat dapat meningkat sekaligus meredam kesenjangan dan kecemburuan sosial di lapisan masyarakat. Adapun berdasarkan sejarah Islam, pusat dari kegiatan-kegiatan Islam adalah masjid. Masjid bukan saja tempat menjalankan ritual ibadah, namun juga tempat membicarakan berbagai persoalan, pusat pendidikan umat, pengorganisasian zakat dan shodaqoh yang selanjutnya disalurkan kepada orang-orang lemah yang berhak, dan sebagainya (Ayub, Moh.e; Muhsin Mk; Ramlan Mardjoned 2001), sehingga masjid juga merupakan potensi untuk melakukan usaha kesejahteraan sosial.
3 Sebelum melaksanakan penelitian, penulis telah melaksanakan Praktek Lapangan I (PL-1) dan Praktek Lapangan II (PL-2) di Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang. PL-1 berisi kegiatan pemetaan sosial yang menggambarkan situasi sosial yang mencakup budaya, ekonomi, ekologi dan demografi masyarakat Desa Banjaran, sikap, perilaku, pandangan masyarakat tentang agama Islam yang dianutnya, masalah sosial yang tampak di Desa Banjaran serta peran kelembagaan agama, dan potensinya untuk memecahkan masalah di Desa Banjaran. PL-2 berisi kegiatan evaluasi kegiatan pengembangan masyarakat di Desa Banjaran. Jika pada PL-1 penulis berusaha mencari modal sosial yang ada di masyarkat Desa Banjaran, maka pada PL-2 penulis mencari dan mengevaluasi pemanfaatan modal sosial tersebut dalam kegiatan pengembangan masyarakat oleh masyarakat sendiri. Berdasarkan kedua PL tersebut, masyarakat Desa Banjaran mempunyai jumlah penduduk miskin mencapai 55,55%, jadi lebih dari separuh penduduk berada dalam kondisi miskin dengan 53,35% bermata pencaharian sebagai buruh, dan 76,06% berpendidikan SLTP ke bawah. Berdasarkan segi ibadah, masih sedikit masyarakat Desa Banjaran yang melaksanakan sholat di Masjid, dan sedikit yang mempunyai pengetahuan agama secara komprehensif. Berdasarkan pengamatan pengkaji di Musholla (masjid kecil) Khoirus Subban, pada awal bulan Ramadhan (puasa), musholla penuh oleh jamaah yang mencapai sepuluh baris di luar barisan anak-anak (tiap baris berisi enam sampai delapan orang), namun pada pelaksanaan sholat di luar bulan Ramadhan jumlah jamaah seringkali tidak lebih dari empat baris (termasuk barisan anak-anak).
Hasil wawancara penulis menunjukkan pula bahwa masyarakat masih
menganggap Islam hanya seputar ibadah ritual tanpa mengetahui maknanya dalam kehidupan sehari-hari. Masalah pengetahuan agama yang kurang dan kemiskinan merupakan masalah yang sangat dirasakan dan tampak pada masyarakat Desa Banjaran. Kondisi tersebut menggambarkan kurangnya kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran. Berbagai program dan upaya telah dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengatasi kemiskinan, misalnya program Jaring Pengaman Sosial (JPS) program pengentasan kemiskinan, Inpres Desa Tertinggal (IDT), Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan lain-lain. Meskipun program tersebut telah dilaksanakan secara terpadu, ternyata belum sepenuhnya menyelesaikan permasalahan kemiskinan (Hikmat, 2001) . Hal tersebut dikarenakan selama 32 tahun terakhir program-program yang dibuat bersifat Top Down (Atas-Bawah) sehingga pengetahuan
4 tentang kondisi dan sifat-sifat kelompok masyarakat dalam kemiskinan struktural kurang mendalam, sehingga berbagai program dengan pendekatan "Atas-Bawah" kurang berhasil untuk menanggulanginya (Hasibuan, 2005), dan hanya melihat apa yang tidak dimiliki oleh rakyat, bukan memberdayakan rakyat. Program pembinaan rohani secara intensif juga belum dilaksanakan, sehingga pengetahuan masyarakat tentang prinsipprinsip Islam dalam kehidupan sehari-hari masih rendah. Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas ternyata belum menghasilkan perubahan yang signifikan, perubahan Desa Banjaran lebih banyak pada sarana fisik, terutama jalan, dan kantor desa, di mana jalan-jalan desa dan gang-gang sudah diaspal, sedangkan kantor desa sudah di renovasi. Masyarakat Desa Banjaran yang mempunyai modal sosial yang diwujudkan dalam kelembagaan religi berpeluang untuk memperbaiki kondisinya . Hal tersebut terlihat dari hasil evaluasi kegiatan rehab Musholla Khoirus Subban pada PL-2 yang menunjukkan modal-modal sosial, potensi sekaligus peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bila kelembagaan tersebut diperkuat kapasitasnya. Masjid/musholla mempunyai potensi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena terdapat modal sosial berupa adanya kerjasama, solidaritas seagama, dan tuntutan sebagai pemeluk agama Islam; terdapat sumber finansial yang berasal dari wakaf, zakat, dan shodaqoh; serta kepercayaan masyarakat terhadap tokoh agama yang menduduki peringkat pertama;modal fisik berupa sarana prasarana musholla, dan modal manusia sendiri berupa penguus baru, dan tokoh agama (hasil PL). Namun demikian, potensi tersebut belum berfungsi secara optimal, artinya musholla selama ini hanya memberikan pelayanan dan fasilitas ibadah ritual saja berupa sholat, sedangkan aspek-aspek kesejahteraan sosial lainnya seperti pembinaan mental, spiritual, jaminan sosial, keakraban, pendidikan, kesehatan , dan sebagainya, masih belum dilaksanakan. Oleh karena itu perlu dilakukan penguatan kapasitas kelembagaan musholla dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Rumusan Masalah
Masyarakat pada umumnya dan masyarakat Desa Banjaran pada khususnya selain ingin terbebas dari kemiskinan juga membutuhkan kesejahteraan dalam aspek lain. Aspek-aspek tersebut secara garis besar adalah kesejahteraan secara jasmani,
5 secara rohani dan secara sosial, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial ( Suharto , 2005b) adalah : suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila. Al-Jazairi (2005) menggambarkan bahwa Islam dapat memenuhi ketiga aspek kesejahteraan tersebut apabila benar-benar dilaksanakan dalam segenap aspek kehidupan, tidak hanya yang bersifat ritual ibadah saja, sedangkan pusat kegiatan Islam berada di masjid, oleh karena itu penulis memfokuskan kajian ini pada potensi musholla dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan fokus masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah kajian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana kapasitas kelembagaan musholla? 2. Bagaimana
potensi musholla dalam usaha kesejahteraan sosial
di Desa
Banjaran? 3. Bagaimana program penguatan kapasitas musholla dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran?
Pembatasan Masalah
Usaha kesejahteraan sosial mempunyai aspek-aspek yang sangat luas karena mencakup upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan baik secara jasmani, rohani, maupun sosial. Keberhasilan upaya kesejahteraan sosial secara menyeluruh pun membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena keterbatasan waktu dalam melakukan kajian ini, maka pengkaji membatasi masalah dalam kajian ini sebagai berikut : 1. Subyek kajian adalah Musholla Khoirus Subban dan masyarakat Desa Banjaran; 2. Kajian dilaksanakan sesuai dengan kalender akademik Tahun Ajaran 2005/2006 Program Studi Pengembangan Masyarakat Pasca Sarjana IPB ; 3. Penguatan kelembagaan musholla disesuaikan dengan kehendak dan keadaan masyarakat Desa Banjaran pada saat dilakukan penelitian oleh penulis.
6 Tujuan Kajian
Tujuan dari kajian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui kapasitas kelembagaan musholla. 2. Mengetahui potensi musholla dalam usaha kesejahteraan sosial
di Desa
Banjaran 3. Menyusun program penguatan kapasitas musholla dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran.
Kegunaan Kajian
Hasil dari kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, yaitu : (1) Bagi pemerintah Desa Banjaran, hasil kajian ini dapat dijadikan rekomendasi dalam
penyusunan
memberdayakan
kebijakan
masyarakat
dan
dalam
penyempurnaan upaya
program
peningkatan
untuk
kesejahteraan
masyarakat di Desa Banjaran. (2) Bagi pengelola masjid/musholla, hasil kajian ini dapat menjadi panduan dalam melaksanakan kegiatan pengembangan usahanya. (3) Bagi pengembangan ilmu sosial khususnya pengembangan masyarakat, hasil kajian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk kepentingan penelitian atau kajian lebih lanjut.
7
TEORI DAN KONSEP
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Paradigma pembangunan telah bergeser dari Production Centered Development menjadi
People
Centered
Development
yang
mempunyai
inti
pemberdayaan
masyarakat, sedangkan indikator utama berdayanya masyarakat adalah partisipasi masyarakat. Pengembangan masyarakat merupakan wujud dari People Centered Development
dalam pembangunan. Pengembangan masyarakat dijelaskan oleh
Brokensha dan Hodge dalam Adi (2003) sebagai sebuah kegiatan yang dilakukan pada skala komunitas yang menuntut partisipasi aktif dan jika perlu prakarsa dari anggota komunitas guna mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Suharto (2005) menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat adalah salah satu metode pekerjaan yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi . Suharto juga menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik karena kemiskinan, maupun diskriminasi. Suharto (2005) melengkapi pengembangan masyarakat dilakukan dengan pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada komunitas/masyarakat. Pendekatan ini pada dasarnya lebih memfokuskan pada pengidentifikasian “apa yang dimiliki oleh orang miskin” daripada “apa yang tidak dimiliki orang miskin” yang menjadi sasaran pengkajian (Suharto, dkk.2003). Berdasarkan penjelasan di atas, ada tiga komponen penting di dalam kegiatan pengembangan masyarakat, yaitu bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup, pendayagunaan sumber-sumber yang ada, dan adanya partisipasi dari masyarakat, sehingga ketiga komponen tersebut menjadi tolok ukur dalam program yang akan dilaksanakan. Guna menumbuhkan partisipasi dari masyarakat maka terlebih dahulu ada aspek-aspek psikologis yang perlu diperhatikan. Moeljarto dalam Jamasy (2004) mengusulkan tiga hal yang perlu ditekankan pada masyarakat, yaitu: (1). Menekan perasaan ketidak berdayaan (impotensi) bila
8 berhadapan dengan struktur sosial-politis atau dengan meningkatkan kesadaran kritis masyarakat, (2). Menanamkan rasa persamaan (egalitarian), (3). Mengeluarkan dari perspektif sempit tentang takdir di mana mayarakat beranggapan bahwa kemiskinan dan kondisi yang dialami adalah merupakan takdir yang tidak bisa mereka ubah. Masyarakat perlu dijelaskan bahwa kondisi mereka bisa diubah, sehingga masyarakat berpikir reflektif dan partisipatif yang akan mendahulukan cara menjawab bagaimana manusia harus bertindak, berupaya, bekerja keras, dan berusaha. Hal-hal tersebut di atas sesuai dengan Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 11 dalam Isya (2002) :
3 öΝÍκŦàΡr'Î/ $tΒ (#ρçÉitóム4©®Lym BΘöθs)Î/ $tΒ çÉitóムŸω ©!$# χÎ) 3 Artinya “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka”. Firman Allah tersebut menegaskan pentingnya partisipasi dan pemberdayaan diri dari masyarakat yang ingin mengubah keadaannya menjadi lebih baik. Menurut Dharmawan (2000) pemberdayaan merupakan sebuah proses untuk mendapatkan energi yang cukup yang bisa digunakan untuk mendayagunakan kemampuannya untuk memperoleh daya saing, untuk membuat keputusan sendiri, dan mudah mengakses sumber-sumber kehidupan yang lebih baik. Menurut Payne dalam Adi (2003) pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang bertujuan untuk membantu klien memperoleh daya
untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki. Suharto (2005) menjelaskan bahwa pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok lemah sehingga mereka memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu kebebasan (bebas dari kelaparan, kebodohan, dan kesakitan), dapat menjangkau sumber-sumber yang produktif yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan pendapatannya, dan berpartisipasi dalam pembangunan serta keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Program pemberdayaan masyarakat dikatakan berhasil dengan indikator-idikator sebagai berikut (Sumodiningrat, 1998) : (1). Berkurangnya jumlah masyarakat miskin, (2). Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh masyarakat miskin dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia, (3). Meningkatnya kepedulian
9 masyarakat
terhadap
kesejahteraan
keluarga
miskin
di
lingkungannya,
(4).
Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai oleh makin berkembangnya usaha produktif kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok dan makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain dalam masyarkat. Sumber-sumber
daya
yang
dimiliki
oleh
masyarakat
dalam
rangka
pemberdayaan masyarakat tersebut merupakan modal. Modal tersebut berupa modal alam, modal manusia, modal fisik, modal finansial, dan modal yang disetarakan dengan modal-modal tersebut yaitu modal sosial, karena dapat dikelola menjadi suatu aktivitas gerakan sosial yang melibatkan sekelompok orang yang dicirikan oleh adanya kerjasama, tujuan yang tegas, serta kesadaran dan kesengajaan (Daryanto, 2004). Daryanto selanjutnya menjelaskan bahwa pengelolaan modal sosial dapat menyumbang pada pembangunan ekonomi karena adanya jaringan, norma, dan kepercayaan di dalamnya yang menjadi kolaborasi sosial untuk kepentingan bersama. Modal sosial menurut Putnam (1993a) cenderung kepada ciri-ciri organisasi sosial, yaitu jaringan, norma-norma, dan kepercayaan. Struktur masyarakat juga merupakan bentuk modal sosial ( Dasgupta dan Ismail Serageldin, 2000). Fukuyama (2001) juga melihat gotongroyong sebagai modal sosial dengan alasan hal tersebut merupakan wujud kemampuan yang timbul dari rasa percaya masyarakat. Kerjasama dalam aktivitas gotong royong tersebut dilandasi oleh norma-norma informal dalam masyarakat.
Musholla sebagai Kelembagaan
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Gillin (dalam Soemardjan & Soemardi , 1964), kelembagaan dapat terdiri dari aksi, ide, kebiasaan, dan seperangkat adat. Berdasarkan pendapat Uphoff (1992), norma juga merupakan kelembagaan. Sementara berdasarkan Polak (1966) kelembagaan merupakan sebuah sistem peraturan-peraturan yang bertujuan mengatur pola hubungan antar manusia di dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kelembagaan mempunyai inti tata aturan/norma dan pola hubungan. Sebuah kelembagaan merupakan hasil organisasi dari modal-modal sosial yang ada dalam masyarakat. Sebagaimana penjelasan di atas bahwa modal sosial dapat menggerakkan kerjasama masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat,
10 maka kelembagaan pun terbentuk dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Polak di atas. Musholla
juga
merupakan
sebuah
bentuk
kelembagaan.
Hal
tersebut
dikarenakan terdapat tata aturan dan pola hubungan di dalam musholla. Hal tersebut dapat terlihat dari kegiatan-kegiatan dan kerjasama yang ada di musholla. Sebagai contoh dalam kegiatan rehab musholla, terdapat tata aturan dan pola hubungan di dalamnya,
ada
struktur
kepanitiaan,
ada
mekanisme
rapat,
ada
mekanisme
pengumpulan dana, mekanisme perbaikan musholla, dan sebagainya; kegiatan pengajian dalam rangka pembinaan akidah jamaah, dan lain-lain. Musholla sebagai sebuah kelembagaan juga mempunyai fungsi-fungsi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya jamaah musholla. Sumber daya yang ada di dalam musholla baik modal finansial, modal manusia, modal fisik, dan modal sosial dapat digunakan untuk melaksanakan kerjasama antar masyarakat sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik secara jasmani, rohani, maupun sosial. Musholla merupakan kelembagaan sebuah kelembagaan Agama Islam. Kegiatan-kegiatan di dalamnya merupakan wujud dari pelaksanaan ajaran Agama Islam, sehingga musholla tidak dapat dilepaskan dari prinsip-prinsip Agama Islam itu sendiri. Hal tersebut perlu dikemukakan menyangkut kecenderungan saat ini bahwa musholla kurang melaksanakan ajaran Islam secara menyeluruh. Musholla hanya digunakan sebagai sarana ibadah ritual saja, padahal ajaran Islam menyatakan bahwa musholla merupakan pusat kegiatan Islam, yang berisi tidak hanya kegiatan-kegiatan ritual ibadah saja, namun juga mencakup kegiatan kesejahteraan sosial (Ayub, dkk,2001).
Penguatan Kapasitas Kelembagaan
Daryanto
(2004)
mengungkapkan
pola
pengembangan
kelembagaan
masyarakat agar semakin kuat perlu memperhatikan beberapa aspek, yaitu : (1). Perbaikan struktur dan fungsi kelembagaan masyarakat, (2). Pemanfaatan informasi dan teknologi yang berimbang, (3). Peningkatan program-program pendidikan dan pelatihan secara berkelompok, (4). Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana aktivitas kelembagaan, (5). Memberdayakan dan memfasilitasi kelembagan masyarakat informal, (6). Menciptakan pemimpin kelembagaan yang transformasional. Perubahan peran ke arah yang lebih baik menurut Uphoff (1986) juga merupakan salah satu bentuk
11 penguatan kelembagaan. Perubahan peran yang ada tersebut diharapkan nilai-nilai di dalamnya juga turut berubah ke arah yang lebih maju. Syahyuti (2003) menjelaskan bahwa untuk menguatkan kelembagaan perlu diurai terlebih dahulu dan dianalisa variabel-variabel yang ada di dalam kelembagaan tersebut, dengan demikian kita dapat menentukan indikator-indikator yang menunjukkan kelemahan dari kelembagaan tersebut, sekaligus potensi dan kesempatan untuk ditingkatkan kapasitasnya. Variabel-variabel dalam kelembagaan yang perlu dianalisa adalah nilai, norma yang berlaku, dan group atmosphere (berkaitan dengan perilaku kolektif). Kluckhon dalam Syahyuti (2003) memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berguna untuk mengetahui nilai dalam kelembagaan tersebut. Intinya pertanyaan tersebut adalah untuk mengupas nilai yang berlaku dari sistem tata nilai, jenis nilai, dan orientasi dari nilai tersebut, sedangkan norma dilihat berupa aturan-aturan yang merupakan kesepakatan bersama dan dilakukan oleh masyarakat dalam kelembagaan tersebut. Sementara itu group atmosphere lebih menyangkut kinerja kelembagaan tersebut dan masyarakat yang ada di dalamnya. Berdasarkan penjelasan Syahyuti (2003), kapasitas suatu
kelembagaan
mencakup lima faktor, yaitu kepemimpinan (leadership), proses perencanaan program, pelaksanaan program, alokasi sumber daya, dan hubungan dengan pihak luar. Faktor kepemimpinan mencakup seberapa demokrasi kepemimpinan tersebut, dan bagaimana proses pemilihan pemimpin. Faktor proses perencanaan program berupa besar-kecilnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk merencanakan program. Faktor pelaksanaan program berupa keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan suatu program. Faktor alokasi sumber daya berupa sejauh mana sumber daya yang ada digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, sedangkan faktor hubungan dengan pihak luar meliputi kerjasama dan dukungan dari pihak luar. Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, penguatan kelembagaan dapat dilakukan dalam beberapa aspek, yaitu : 1. Perubahan peran dan fungsi kelembagaan 2. Penguatan nilai dan norma 3. Penguatan kelembagaan melalui penguatan program, teknologi, informasi, jejaring, dan kepemimpinan.
12 Kesejahteraan Masyarakat dalam Islam
Kesejahteraan sosial berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1974 tentang KetentuanKetentuan Pokok Kesejahteraan Sosial dalam Suharto (2005b) adalah : suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.
Definisi tersebut menyebutkan sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial yang berarti menuntut kegiatan-kegiatan tertentu baik yang bernilai materi maupun bernilai spiritual dalam sebuah kondisi yang aman, adanya jaminan keselamatan, penghormatan terhadap norma kesusilaan, serta terjaminnya ketentraman baik lahir maupun batin sehingga dilakukan sebuah tata untuk mencapai tujuan-tujuan yang disebutkan dalam undang-undang tersebut, yaitu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Kebutuhan-kebutuhan jasmani antara lain sandang, pangan, papan, dan kesehatan. Kebutuhan-kebutuhan rohani berupa agama, keyakinan, kepercayaan, dan pendidikan, sedangkan kebutuhan sosial berupa hubungan yang sehat antar masyarakat, solidaritas, hormat menghormati, dan tenggang rasa. Di samping itu dituntut pula pemenuhan rasa aman, keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin. PBB (dalam Suharto, 2005b) memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai ”kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan
selaras
dengan
kepentingan
keluarga
dan
masyarakat”.
Jadi
kesejahteraan sosial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, sedangkan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Manusia
sebagai
ciptaan,
sudah
seharusnya
taat
dan
patuh
kepada
Penciptanya. Manusia wajib untuk mencari keridhoan-Nya dengan cara menjalankan semua perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Sabiq (1994), Qardhawi (1999), Al-Jazairi (2005), dan Al-Buthi (2004) memaparkan cara-cara untuk mencapai ridho Allah tersebut sekaligus kewajiban bagi setiap muslim. Cara-cara tersebut ternyata meliputi segenap aspek kehidupan baik kecintaan pada Allah , Rasul-Nya, orang-orang
13 beriman; kesucian dan kebersihan badan, pakaian, hati, dan pikiran; mau berterima kasih; tahan menghadapi musibah; berlaku adil; keteraturan; perbuatan baik; menepati janji; kerja keras; kelemahlembutan; kegigihan; keberlanjutan perbuatan baik; dan sebagainya meliputi semua aspek kehidupan baik sosial, ekonomi pendidikan, politik, kenegaraan, dan sebagainya. Nilai-nilai tersebut telah dicontohkan pula pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin (empat pemimpin Umat Islam pertama setelah Rasulullah) yaitu Abu Bakar as Shidiq, Umar bin Khatab, Utsam bin Affan, dam Ali bin Abi Tholib. Sebagai refleksi, kita dapat melihat apa yang dilakukan oleh Umar bin Khatab (Gymnastiar, 2004) di mana setiap malam dia selalu berkelilng berjalan kaki untuk melihat kondisi rakyatnya. Pernah suatu kali ketika menemui seorang ibu dengan anak-anaknya yang kelaparan, maka dia segera ke baitul mal (rumah kas negara) untuk mengambil gandum, dan dia panggul sendiri gandum tersebut untuk diberikan kepada ibu tersebut. Tentu saja santunan tersebut tidak hanya bagi Umat Islam, namun juga bagi umat lain, sebagaimana Umar bin Khatab menyantuni dengan tangannya sendiri seorang Yahudi tua yang buta. Kondisi yang dilandasi oleh semangat Umar bin Khatab tersebut menjadikan masyarakat hidup sejahtera. Bahkan dengan kesungguhan pemerintah dalam waktu singkat dapat merubah sebuah negara menjadi sejahtera. Hal tersebut terbukti pada masa pemerintahan Umat Islam dengan Khalifah (pemimpin) Umar bin Abdul Aziz. Shaqar (1994) menjelaskan bahwa Umar bin Abdul Aziz dengan kesungguhan dan komitmennya untuk mensejahterakan masyarakat dapat merubah kondisi yang terpuruk menjadi keadaan sejahtera hanya dalam waktu dua tahun. Tindakan kedua Umar tersebut sesuai dengan Firman Allah dalam Al-Qur’an surat An Nisa ayat 36 , Surat AlAnbiya ayat 107, Surat As-Syu’araa’ ayat 181-183 berikut : Surat An Nisa ayat 36: 4’n1öà)ø9$# “ÏŒ Í‘$pgø:$#uρ È⎦⎫Å3≈|¡yϑø9$#uρ 4’yϑ≈tGuŠø9$#uρ 4’n1öà)ø9$# “É‹Î/uρ $YΖ≈|¡ômÎ) È⎦ø⎪t$Î!≡uθø9$$Î/uρ ( $\↔ø‹x© ⎯ÏμÎ/ (#θä.Îô³è@ Ÿωuρ ©!$# (#ρ߉ç6ôã$#uρ * #·‘θã‚sù Zω$tFøƒèΧ tβ%Ÿ2 ⎯tΒ =Ïtä† Ÿω ©!$# ¨βÎ) 3 öΝä3ãΖ≈yϑ÷ƒr& ôMs3n=tΒ $tΒuρ È≅‹Î6¡¡9$# È⎦ø⌠$#uρ É=/Ζyfø9$$Î/ É=Ïm$¢Á9$#uρ É=ãΨàfø9$# Í‘$pgø:$#uρ ∩⊂∉∪ Artinya : ”Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anakanak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh [dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang muslim dan yang bukan muslim ], dan teman sejawat, ibnu sabil [Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang
14 bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya ] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang sombong dan membangga-banggakan diri”, Surat Al-Anbiya ayat 107 : ∩⊇⊃∠∪ š⎥⎫Ïϑn=≈yèù=Ïj9 ZπtΗôqy‘ ωÎ) š≈oΨù=y™ö‘r& !$tΒuρ Artinya : ”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Surat As-Syu’araa’ ayat 181-183 : }¨$¨Ζ9$# (#θÝ¡y‚ö7s? Ÿωuρ ∩⊇∇⊄∪ ËΛ⎧É)tFó¡ßϑø9$# Ĩ$sÜó¡É)ø9$$Î/ (#θçΡΗuρ ∩⊇∇⊇∪ z⎯ƒÎÅ£÷‚ßϑø9$# z⎯ÏΒ (#θçΡθä3s? Ÿωuρ Ÿ≅ø‹s3ø9$# (#θèù÷ρr& * ∩⊇∇⊂∪ t⎦⎪ωšøãΒ ÇÚö‘F{$# ’Îû (#öθsW÷ès? Ÿωuρ óΟèδu™!$u‹ô©r& Artinya : ”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang merugikan (181); Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus (182). Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan (183). Sebagaimana penjelasan di atas, wujud dari ibadah manusia tidak hanya terbatas pada ritual ibadah saja, tetapi dari semua aspek kehidupan. Pembangkangan yang dilakukan oleh manusia akan berakibat merugikan manusia sendiri. Sebagai contoh, Allah telah memperingatkan manusia untuk tidak merusak lingkungan dalam AlQur’an Surat Ar Rum ayat 41 :
tβθãèÅ_ötƒ öΝßγ¯=yès9 (#θè=ÏΗxå “Ï%©!$# uÙ÷èt/ Νßγs)ƒÉ‹ã‹Ï9 Ĩ$¨Ζ9$# “ω÷ƒr& ôMt6|¡x. $yϑÎ/ Ìóst7ø9$#uρ Îhy9ø9$# ’Îû ߊ$|¡xø9$# tyγsß ∩⊆⊇∪ artinya ”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”. Dalam tataran aplikasi, kita dapat melihat kenyataan ketika manusia merusak hutan dengan alasan apapun, maka manusia akan menuai bencana, baik banjir, longsor, maupun bencana lainnya, dengan demikian Islam benar-benar merupakan agama yang telah lengkap, sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 3:
4 $YΨƒÏŠ zΝ≈n=ó™M}$# ãΝä3s9 àMŠÅÊu‘uρ ©ÉLyϑ÷èÏΡ öΝä3ø‹n=tæ àMôϑoÿøCr&uρ öΝä3oΨƒÏŠ öΝä3s9 àMù=yϑø.r& tΠöθu‹ø9$# t4 Ï3
15 artinya :”Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu”. Husaini (1983) seorang ilmuwan dari London menjelaskan bahwa Islam telah membebaskan manusia dari theologi mistik, theologi dialektik, metafisik,dan introversi yang berlarut-larut, dengan demikian manusia dapat melibatkan diri ke dalam problemproblem sosial yang riil di dalam perkembangan manusia. Chamsyah (2003) menjelaskan bahwa selama ini banyak pihak yang menuding Islam bersifat orthodoks, kaku dan terbelakang, namun sebenarnya anggapan itu salah. Adapun adanya Umat Islam
yang
tertinggal
justru
karena
ketidakmauan
Umat
Islam
dalam
mengimplementasikan nilai-nilai Islam. Hal itu disinggung oleh Shakib Arslan –seorang modernis Islam –dalam Chamsyah (2003) yang mengatakan bahwa ”kaum Muslim (Umat Islam) terbelakang sementara yang lain maju, adalah karena kaum Muslim menyimpang dari ajaran Islam”. Berkaitan dengan aspek sosial, Islam sangat memperhatikan masalah-masalah yang timbul, sebagai contoh adalah masalah kemiskinan. Agama Islam mengajarkan, seseorang tidak boleh dibiarkan mengalami kelaparan, tanpa pakaian, menjadi gelandangan, tanpa tempat tinggal, atau kehilangan kesempatan membina keluarga, dan hal tersebut berlaku tidak hanya untuk orang Islam saja, tetapi juga bagi pemeluk non Islam (Qardhawi, 1995). Dalam rangka kesejahteraan sosial Islam dalam Al Banna (2003) menyebutkan tiga pilar utama yang harus dipenuhi, yaitu : (1).
Tanggung jawab penguasa, bahwa penguasa dalam hal ini kebijakan-kebijakan pemerintah haruslah berpihak kepada kesejahteraan masyarakat.
(2).
Penghormatan terhadap aspirasi umat, hal ini menunjukkan adanya model bottom up, dan pentingnya partisipasi masyarakat.
(3).
Pemeliharaan kesatuan umat, menunjukkan perlunya stabilitas di dalam masyarakat,
perlunya
bahu-membahu
dan
kesetiakawanan
sosial
dalam
masyarakat. Kosep strategi untuk mempertahankan kehidupan sosial yang efektif dan efisien menurut Amsyari (1990) pada intinya adalah penerapan Islam secara utuh dan penguatan kapasitas organisasi Islam dan pemeluknya. Pemahaman dan pelaksanaan Islam secara utuh yang disertai penguatan
kapasitas organisasi dan pemeluknya akan
menciptakan kesejahteraan yang sebenarnya. Tidak hanya melihat kesejahteraan dari
16 segi ekonomis, namun lebih menekankan pada segi ruhani, sehingga kemiskinan di sini lebih cenderung dibahas pada kemiskinan subjektif. Penjelasan tersebut bukan berarti Islam mengecilkan segi ekonomi, bahkan bagi orang kaya yang dermawan akan mendapatkan posisi istimewa di dalam Islam, sedangkan Islam menolak ketergantungan pada kemurahan individu dan sedekah (Qardhawi, 1995). Berbagai sarana untuk menghadapi kemiskinan dalam Islam adalah sebagai berikut (Qardhawi, 1995) : 1. Bekerja, hal ini merupakan kewajiban bagi mereka yang masih mampu baik secara mental maupun fisik. Pengecualian terhadap kewajiban bekerja berlaku bagi lanjut usia dan mereka yang memiliki keterbatasan fisik dan mental yang tidak memungkinkan bagi mereka untuk bekerja; 2. Jaminan sanak famili yang berkelapangan 3. Zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal. Bagi mereka yang memiliki kelebihan harta (kaya) diwajibkan untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk menyantuni pihak-pihak yang berhak menerimanya; 4. Jaminan baitul mal. Pada pemerintahan kekhalifahan Islam, baitul mal merupakan kas bagi rakyat, sedangkan pada saat sekarang selain merupakan kas
juga bisa dibuat secara swadaya dengan sumber dana dari zakat dan
sedekah dari umat Islam. 5. Sedekah sukarela
Indikator Kesejahteraan
Indikator kesejahteraan dalam kajian ini didasarkan pada Al-Quran. Menurut sebagian pakar, kesejahteraan sosial yang didambakan Al-Quran tecermin dari surga yang dihuni oleh Adam dan istrinya, sesaat sebelum turunnya mereka melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi (Shihab, 2006). Indikator kesejahteraan berdasarkan AlQuran adalah : a. Terpenuhinya kebutuhan dasar: pendidikan, pangan, sandang , papan, dan kesehatan Gambaran Al-Quran tentang indikator kesejahteraan di surga tersebut adalah:
. Ïπs3Íׯ≈n=yϑø9$# ’n?tã öΝåκyÎztä §ΝèO $yγ¯=ä. u™!$oÿôœF{$# tΠyŠ#u™ zΝ¯=tæuρ
17 ”Dan dia ajarkan kepada Adam nama-nama benda semuanya, kemudian dia perlihatkan kepada para malaikat ”(QS.AlBAqarah [2]:31). Hal tersebut menunjukkan pentingnya pendidikan bagi manusia, sehingga pada awal penciptaan manusia, Allah memberikan pelajaran kepada Adam. BKKBN (2004) memberikan indikator dalam hal pendidikan bagi keluarga sejahtera apabila minimal seluruh anggota keluarga yang berusia sepuluh sampai enam puluh tahun dapat membaca, dan anak berusia enam sampai lima belas tahun sedang bersekolah. Adapun indikator pangan, sandang, dan papan tergambar dalam Al-Quran berikut :
ωr& y7s9 ¨βÎ) ∩⊇⊇∠∪ #’s+ô±tFsù Ïπ¨Ψyfø9$# z⎯ÏΒ %m„äl¨Ψy_Ì÷‚ムŸξsù šÅ_÷ρt“Ï9uρ y7©9 Aρ߉tã #x‹≈yδ ¨βÎ) ãΠyŠ$t↔¯≈tƒ $uΖù=à)sù ∩⊇⊇®∪ 4©ysôÒs? Ÿωuρ $pκÏù (#àσyϑôàs? Ÿω y7¯Ρr&uρ ∩⊇⊇∇∪ 3“t÷ès? Ÿωuρ $pκÏù tíθègrB Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali jangan sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang akibatnya engkau akan bersusah payah. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di sini (surga), tidak pula akan telanjang,dan sesungguhnya engkau tidak akan merasa dahaga maupun kepanasan (QS Thaha [20]: 117- 119) Ayat Al-Quran tersebut menggambarkan keadaan di surga dimana seseorang tidak akan kelaparan, tidak akan telanjang, dahaga, dan tidak pula kepanasan. Hal tersebut merupakan indikator pertama dari kesejahteraan, yaitu sandang pangan, papan (Shihab, 2006), dan ketidakpayahan menunjukkan kualitas kesehatan. Secara operasional, BKKBN (1994) memberikan indikator kesejahteraan dalam hal sandang, pangan dan papan. Dalam hal pangan, sebuah keluarga dikatakan sejahtera apabila dapat makan lebih dari dua kali sehari dan mampu menyediakan lauk pauk berupa ikan atau daging atau telur lebih dari sekali dalam seminggu. Indikator dalam hal sandang adalah apabila sebuah keluarga mempunyai pakaian yang bebeda untuk di rumah, bekerja/bersekolah, dan bepergian, serta minimal satu tahun sekali mendapatkan satu stel baju baru. Dalam hal papan, keluarga sejahtera minimal memiliki lantai seluas 8 m2 tiap anggota, dan sebagian besar lantai bukan dari tanah. Sedangkan indikator kesehatan adalah apabila ada anggota keluarga yang sakit dapat dibawa ke sarana/petugas kesehatan, dan dapat bertahan minimal tiga bulan tidak sakit. b. Suasana damai, harmonis, tidak terdapat suatu dosa, dan tidak ada sesuatu yang tidak wajar, serta tiada pengangguran ataupun sesuatu yang sia-sia.
18 Indikator tersebut dilukiskan dalam Al-Quran sebagai berikut :
tβθä↔Å3§GãΒ Å7Í←!#u‘F{$# ’n?tã @≅≈n=Ïß ’Îû ö/àSã_≡uρø—r&uρ öΛèε ∩∈∈∪ tβθßγÅ3≈sù 9≅äóä© ’Îû tΠöθu‹ø9$# Ïπ¨Ψpgø:$# |=≈ysô¹r& ¨βÎ) ∩∈∇∪ 5ΟŠÏm§‘ 5b>§‘ ⎯ÏiΒ Zωöθs% ÖΝ≈n=y™ ∩∈∠∪ tβθã㣉tƒ $¨Β Νçλm;uρ ×πyγÅ3≈sù $pκÏù öΝçλm; ∩∈∉∪ Ya Sin [36]: 55-58 : Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan mereka. Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan. Di surga itu mereka memperoleh buahbuahan dan memperoleh apa saja yang mereka inginkan. Kepada mereka dikatakan ”salam” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang. Al-Thur [52]: 21-23:
4 &™ó©x« ⎯ÏiΒ ΟÎγÎ=uΗxå ô⎯ÏiΒ Νßγ≈oΨ÷Gs9r& !$tΒuρ öΝåκtJ−ƒÍh‘èŒ öΝÍκÍ5 $uΖø)ptø:r& ?⎯≈yϑƒÎ*Î/ ΝåκçJ−ƒÍh‘èŒ öΝåκ÷Jyèt7¨?$#uρ (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$#uρ $pκÏù tβθããt“≈oΨoKtƒ ∩⊄⊄∪ tβθåκtJô±o„ $£ϑÏiΒ 5Οóss9uρ 7πyγÅ3≈xÎ/ Νßγ≈tΡ÷Šy‰øΒr&uρ ∩⊄⊇∪ ×⎦⎫Ïδu‘ |=|¡x. $oÿÏ3 ¤›ÍöΔ$# ‘≅ä. ∩⊄⊂∪ ÒΟŠÏOù's? Ÿωuρ $pκÏù ×θøós9 ω $U™ù(x. Artinya : Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka di dalam surga, dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal kebajikan mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya. Dan Kami berikan kepada mereka tambahan berupa buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini. Mereka saling mengulurkan gelas yang isinya tidak menimbulkan ucapan yang tidak berfaedah ataupun perbuatan dosa. Shihab
(2006)
menyebutkan
kandungan
dalam
ayat-ayat
tersebut,
bahwa
kesejahteraan yang digariskan oleh Al-Quran berupa suasana damai, harmonis, tidak terdapat suatu dosa, dan tidak ada sesuatu yang tidak wajar, serta tiada pengangguran ataupun sesuatu yang sia-sia. Indikator kedua ini merupakan indikator yang berkaitan dengan interaksi dengan orang lain. Suasana damai dan harmonis menyangkut kehidupan bertetangga dan bermasyarakat. Berdasarkan pemaparan Iskandar dan Nitimihardjo (1992), indikator operasional suasana damai dan harmonis dalam bertetangga dan bermasyarakat tersebut adalah berkurangnya pertengkaran,
bertambahnya
musyawarah,
bertambahnya
rasa
hormat-
menghormati, bertambahnya sikap saling tolong-menolong, dan sikap kekeluargaan.
Perbedaan dari indikator menurut Al-Quran dan indikator kesejahteraan lainnya adalah adanya prasyarat untuk mencapai kesejahteraan dengan
indikator-indikator
19 tersebut. Prasyarat tersebut adalah kepatuhan/ketaatan pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut dijelaskan oleh Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 38 :
tβθçΡt“øts† öΝèδ Ÿωuρ öΝÍκön=tæ ì∃öθyz Ÿξsù y“#y‰èδ yìÎ7s? ⎯yϑsù “W‰èδ ©Íh_ÏiΒ Νä3¨ΨtÏ?ù'tƒ $¨ΒÎ*sù ( $YèŠÏΗsd $pκ÷]ÏΒ (#θäÜÎ7÷δ$# $oΨù=è% ∩⊂∇∪ Artinya :”Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu (hai Adam, setelah engkau berada di dunia, maka ikutilah). Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tiada
ketakutan menimpa mereka dan tiada pula kesedihan”, (QS.Al-Baqarah [2]: 38).
Jadi
sebenarnya indikator utama kesejahteraan menurut Islam adalah kepatuhan
kepada Allah, Tuhan Semesta Alam. Kepatuhan kepada Allah tersebut secara operasional dapat dinilai berdasarkan keteraturan menjalankan ibadah (BKKBN,2004), dan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam seluruh sendi kehidupan (Sabiq, 1994).
Indikator Kapasitas Kelembagaan Masjid
Indikator kapasitas kelembagaan masjid secara umum sama dengan indikator kelembagaan yang telah dijelaskan di atas (pada sub-sub bab Penguatan Kapasitas Kelembagaan). Indikator secara khusus kapasitas kelembagaan masjid berkaitan dengan peran dan fungsinya. Kata masjid secara etimologi berarti tempat sujud, sehingga sekilas, masjid hanya ditujukan untuk sholat saja. Peran masjid sebenarnya tidak hanya terbatas hanya untuk kegiatan sholat saja. Al-Buthi (2004) menggambarkan bahwa Rasulullah menjadikan masjid sebagai pembinaan pertama untuk menegakkan masyarakat Islam yang kokoh dan terpadu. Perbedaan status ekonomi, sosial, ras, dan atribut lainnya dihilangkan di dalam masjid, sehingga tidak ada kesenjangan antar Umat Islam, sehingga semangat persaudaraan pun dapat dibina dengan lebih baik. Melalui masjid juga dilakukan kegiatan transfer pengetahuan keagamaan dan penanaman keyakinan secara lengkap. Masjid mempunyai hablumminallah
dua buah potensi sekaligus bagi Umat Islam, yaitu
(keterkaitannya dengan Allah) dan hablumminannas (keterkaitannya
dengan sesama manusia). Allah menjelaskan tentang fungsi masjid dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 108-109 berikut :
20 βr& šχθ™7Ïtä† ×Α%y`Í‘ Ïμ‹Ïù 4 Ïμ‹Ïù tΠθà)s? βr& ‘,ymr& BΘöθtƒ ÉΑ¨ρr& ô⎯ÏΒ 3“uθø)−G9$# ’n?tã }§Åc™é& î‰Éfó¡yϑ©9 4 #Y‰t/r& Ïμ‹Ïù óΟà)s? Ÿω }§¢™r& ô⎯¨Β Πr& îöyz Aβ≡uθôÊÍ‘uρ «!$# š∅ÏΒ 3“uθø)s? 4’n?tã …çμuΖ≈u‹ø⊥ç/ š[¢™r& ô⎯yϑsùr& ∩⊇⊃∇∪ š⎥⎪ÌÎdγ©Üßϑø9$# =Ïtä† ª!$#uρ 4 (#ρã£γsÜtGtƒ ∩⊇⊃®∪ š⎥⎫ÏϑÎ=≈©à9$# tΠöθs)ø9$# “ωöκu‰ Ÿω ª!$#uρ 3 tΛ©⎝yγy_ Í‘$tΡ ’Îû ⎯ÏμÎ/ u‘$pκ÷Ξ$$sù 9‘$yδ >∃ãã_ $xx© 4’n?tã …çμuΖ≈u‹ø⊥ç/ Artinya: Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih (108); Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka jahannam. dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang- orang yang zalim (109). Berdasarkan kedua ayat tersebut, masjid berfungsi untuk meraih taqwa dan didirikan atas dasar taqwa. Adapun ciri-ciri taqwa dijelaskan oleh Allah dalam surat An-Nisa ayat 36, surat Al-Anbiya ayat 107, dan surat Asy-Syu’araa’ ayat 181-183 yang menekankan pada perintah untuk berbuat baik pada sesama manusia, serta surat Al-Imron ayat 133134 berikut : ’Îû tβθà)ÏΖムt⎦⎪Ï%©!$# ∩⊇⊂⊂∪ t⎦⎫É)−Gßϑù=Ï9 ôN£‰Ïãé& ÞÚö‘F{$#uρ ßN≡uθ≈yϑ¡¡9$# $yγàÊótã >π¨Ψy_uρ öΝà6În/§‘ ⎯ÏiΒ ;οtÏøótΒ 4’n<Î) (#þθããÍ‘$y™uρ * ∩⊇⊂⊆∪ š⎥⎫ÏΖÅ¡ósßϑø9$# =Ïtä† ª!$#uρ 3 Ĩ$¨Ψ9$# Ç⎯tã t⎦⎫Ïù$yèø9$#uρ xáø‹tóø9$# t⎦⎫ÏϑÏà≈x6ø9$#uρ Ï™!#§Ø œ 9$#uρ Ï™!#§œ£9$# Artinya : ”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (133), (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (134)”. Jadi masjid dipergunakan atas dasar dan untuk mewujudkan taqwa yang berarti masjid tidak hanya digunakan untuk melaksanakan ibadah ritual (sholat) saja, tetapi juga digunakan untuk berbuat kebaikan kepada sesama manusia yang dapat diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan sosial dalam rangka peningkatan kesejahteraan . Chamsyah (2003) menjelaskan bahwa masjid juga mempunyai peran sosial yang potensial. Peran tersebut menyangkut aspek-aspek kegiatan spiritual, memelihara nilainilai sosial, wadah hubungan sosial, sentra zakat sebagai alat kohesi sosial dan pendukung terwujudnya masyarakat madani.
21 Aspek-aspek kegiatan spiritual tersebut akan membuat manusia menjadi manusia seutuhnya. Hal tersebut sesuai dengan fitrah manusia yang cenderung untuk kembali kepada Tuhannya. Keinginan manusia yang tidak terbatas akan dapat dikendalikan oleh kepatuhannya kepada Allah, sehingga sifat tamak dan serakah dapat dihindari. Masjid juga berperan dalam bidang sosial. Sebagai tempat berkumpulnya umat Islam yang heterogen, disertai dengan solidaritas kesamaan keyakinan, maka masjid merupakan wadah dalam hubungan sosial yang sekaligus akan memelihara nilainilai sosial di dalamnya. Zakat yang diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin akan menjadi lem perekat, sehingga terjadi kohesi sosial lintas struktur masyarkat, sehingga timbul rasa saling mencintai dan saling menyayangi menuju terwujudnya masyarkat madani. Ayub, dkk (2001) juga menyebutkan beberapa fungsi masjid yang sangat berguna untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut adalah : 1. masjid merupakan tempat kaum muslimin beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT; 2. masjid adalah tempat kaum muslimin beri’tikaf, membersihkan diri, menggembleng batin untuk membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman batin / keagamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian; 3. masjid adalah tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat; 4. masjid adalah tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan kesulitankesulitan, meminta bantuan, dan pertolongan; 5. masjid adalah tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan kegotongroyongan di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama; 6. masjid dengan majelis taklimnya merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan muslimin; 7. masjid adalah tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader pimpinan umat; 8. masjid sebagai tempat pengumpulan dana, menyimpan, dan membagikannya, dan 9. masjid sebagai tempat melaksanakan pengaturan dan supervisi sosial Ternyata fungsi dan peran masjid yang sesungguhnya tidaklah sesempit yang selama ini terlihat dalam masyarakat. Lima indikator-indikator kapasitas kelembagaan yang telah dijelaskan di atas haruslah dilandasi dengan peran dan fungsi masjid tersebut.
Artinya
baik
indikator
kepemimpinan,
proses
perencanaan
program,
pelaksanaan program, alokasi sumber daya, dan hubungan dengan pihak luar dinilai berdasarkan arah dan keberhasilannya dalam mencapai kesejahteraan masyarakat sesuai dengan peran dan fungsi masjid yang sebenarnya dengan indikator kesejahteraan yang telah disebutkan di atas.
22 Berdasarkan penjelasan tersebut, kapasitas kelembagaan masjid dikatakan baik apabila : a.
Kepemimpinan
yang
cocok
dengan
masyarakat
untuk
kepentingan
kesejahteraan masyarakat; b.
Perencanaan program yang aspiratif dan melibatkan masyarakat, program berisi kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan ;
c.
Pelaksanaan program didukung oleh masyarakat;
d.
Sumberdaya dialokasikan untuk kesejahteraan (tidak hanya ritual ibadah);
e.
Kerjasama dan dukungan dari pihak luar.
Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats)
Subroto (2001) menjelaskan bahwa SWOT adalah “sebuah teknik yang sederhana, mudah dipahami, dan juga bisa digunakan dalam merumuskan strategistrategi
dan
(administrator)”.
kebijakan-kebijakan Berdasarkan
untuk
pengertian
pengelolaan tersebut,
pegawai
SWOT
administrasi
dalam
konteks
pengembangan masyarakat merupakan sebuah teknik yang sederhana, mudah dipahami, dan juga bisa digunakan dalam merumuskan strategi-strategi dan kebijakankebijakan untuk melakukan pengembangan masyarakat. Analisa SWOT tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan yang berasal dari faktor internal kelembagaan, serta mengidentifikasi kesempatan dan ancaman yang berasal dari faktor eksternal kelembagaan. Adapun factor internal dalam kelembagaan masjid adalah fasilitas masjid, pengurus, jamaah, dan kegiatan masjid, sedangkan faktor eksternal berupa dukungan dari pihak luar. Subroto (2001) juga menjelaskan bahwa “berdasarkan analisa SWOT tersebut cara-cara serta tindakan yang diambil, proses pembuatan keputusan harus mengandung dan mempunyai prinsip berikut ini; kembangkan kekuatan, minimalkan kelemahan, tangkap kesempatan/peluang, dan hilangkan ancaman”. Iskandarini (2002) juga menjelaskan bahwa “analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats)”. Dengan kata lain, tindakan yang dapat diambil setelah melakukan analisa SWOT ini adalah dengan
23 menambah kekuatan dan kesempatan serta mengatasi kelemahan dan ancaman. Kombinasi dari penggunaan hasil analisa tersebut adalah sebagai berikut : 1. Memanfaatkan kekuatan dan mengambil kesempatan; 2. Memanfaatkan kekuatan dan menghilangkan kelemahan; 3. Memanfaatkan kekuatan dan mengatasi ancaman; dan 4. Mengatasi kelemahan dan ancaman.
Kerangka Kerja Logis
Kerangka
kerja
logis
menurut
Saharudin
(2006)
dilakukan
dengan
menggunakan teknik visualisasi, merumuskan tujuan secara jelas, menyusun informasi secara sistematik dan matriks perencanaan program. Matriks tersebut dibuat dengan empat langkah, yaitu menentukan tujuan akhir dari program tersebut. Langkah kedua adalah menentukan manfaat dari program tersebut yang merupakan turunan dari tujuan akhir. Langkah ketiga adalah menentukan hasil/keluaran dari program. Hasil/keluaran tersebut merupakan hal-hal yang harus dicapai untuk mendapatkan manfaat yang telah disebutkan sebelumnya. Langkah keempat adalah menentukan kegiatan apa saja yang akan dilakukan untuk mencapai hasil/keluaran.
24 METODE KAJIAN Kerangka Pemikiran
Kegiatan pengembangan masyarakat pada intinya adalah partisipasi dari masyarakat. Partisipasi tersebut mengedepankan apa yang dimiliki oleh masyarakat yang menjadi potensi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Potensi-potensi yang melekat pada masyarakat (manusia-manusianya) merupakan modal sosial. Modal sosial tersebut dapat berdiri sendiri, maupun sudah menjadi sebuah kelembagaan dan gerakan sosial. Pengembangan masyarakat tersebut merupakan kegiatan yang mempunyai tujuan akhir mencapai kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974, kesejahteraan tersebut tidak hanya berupa tercukupinya kebutuhan jasmani saja, melainkan mencakup semua kebutuhan manusia termasuk kebutuhan rohani, maupun sosial. Pemikiran yang sekuler mengakibatkan kesejahteraan yang dimaksud tidak dapat terpenuhi semuanya, sebab ajaran agama tidak dilaksanakan secara komprehensif dalam kehidupan sehari-hari. Secara teoritis, penelitian ini bersandar kepada teori kesadaran kolektif atau solidaritas sosial, serta teori tentang fungsi agama dari Durkheim (1964) dan teori makna kehidupan dari Max-Weber (1964). Secara esensial ditegaskan bahwa agama berfungsi memelihara kesatuan sosial. Agama dalam menciptakan sistem makna yang memiliki otoritas dan legitimasi untuk mengarahkan perilaku sosial dan kontrol sosial. Melalui kedua pengaruh itu, agama berfungsi sebagai lembaga kreatif dan stabilisator dalam masyarakat. Oleh karena itu lembaga keagamaan dapat memberikan kontribusi kepada kehidupan sosial kemasyarakatan. Sebagaimana penjelasan di atas, untuk menjadi manusia sebenarnya, maka perilaku manusia tersebut tidak boleh lepas dari koridor agama. Sebagian besar rakyat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Desa Banjaran pada khususnya memeluk agama Islam. Oleh karena itu wajar apabila penulis menyoroti kesejahteraan sosial dari sudut pandang agama Islam. Agama Islam mengandung ajaran yang sangat lengkap tentang hidup dan penghidupan. Aspek-aspek pembahasan dalam agama Islam tidak hanya terkungkung pada aspek spiritualitas saja, namun benar-benar mengatur segala aspek kehidupan yang ada. Dengan demikian, kesejahteraan yang ditawarkan oleh Islam bukan pada orientasi ekonomi belaka yang bersifat relatif, namun meliputi semua sendi kehidupan
25 sebagai manusia baik dalam hubungannya dengan Allah yang bersifat peribadatan ritual, hubungannya antar sesama manusia (seperti kewajiban berbuat baik, adil, jujur, ketentuan dalam bermuamalat seperti tercatat, adanya saksi, transparansi, dan accountable, dan lain-lain), serta hubungannya dengan makhluk lainnya. Berkaitan dengan implementasi ajaran agama tersebut, hasil keputusan muhtamar IV Dewan Masjid Indonesia (DMI) tahun 1999 menegaskan bahwa selain sebagai
tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat pengembangan/pemberdayaan
masyarakat serta menjadi tempat pembinaan persatuan umat (Budiarto, 2004). Masjid merupakan tempat ibadah bagi pemeluk agama Islam/muslim sekaligus sebagai pusat kegiatan bagi muslim dalam segenap aspek kehidupannya. Namun demikian, kehidupan yang sekuler pada diri bangsa Indonesia telah mempersempit ruang peran dari masjid tersebut. Masjid cenderung hanya digunakan sebagai tempat ibadah ritual saja (sholat), meskipun pada beberapa masjid ada yang sudah menjalankan peran masjid sebagai tempat pendidikan dengan adanya pengajian, dan pengumpulan zakat fitrah setahun sekali. Peran masjid yang demikian tentu saja masih sangat jauh dari peran masjid yang sebenarnya. Pengelolaan masjid pun sekarang cenderung kurang diperhatikan. Profesionalisme dalam pengelolaan masjid dianggap kurang diperlukan (Ayub, dkk, 2001), akibatnya masjid termarjinalisasi dalam kehidupan muslim sendiri. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam rangka mencapai kesejahteraan, pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui masjid dengan jalan mengembalikan peran masjid yang sebenarnya, dan penguatan kapasitas kelembagaan masjid tersebut secara profesional. Gambaran hubungan Islam dan kesejahteraan tersebut adalah sebagai berikut:
26 Gambar 1. Hubungan Islam dengan Kesejahteraan PENDIDIKAN SOSIAL
POLITIK EKONOMI
MILITER
ISLAM
KENEGARAAN
IDIOLOGI SENDI LAIN
SPIRITUAL
MASJID
PENGUATAN
KESEJAHTERAAN
Gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa Islam mengatur manusia dalam semua sendi kehidupan, baik
spritual,
idiologi,
militer, sosial,
pendidikan, politik,
ekonomi,
kenegaraan, dan sendi-sendi lainnya. Islam mempunyai masjid sebagai pusat ibadah sekaligus pusat kegiatan umat Islam, apabila penguatan masjid tersebut dilakukan, maka kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Kapasitas suatu
kelembagaan mencakup lima faktor, yaitu kepemimpinan
(leadership), proses perencanaan program, pelaksanaan program, alokasi sumber daya, dan hubungan dengan pihak luar. Berdasarkan penjelasan-penjelasan Daryanto (2004), Uphoff (1986) dan Syahyuti (2003) di atas, penguatan kelembagaan dapat dilakukan dalam beberapa aspek, yaitu : 1. Perubahan peran dan fungsi kelembagaan tersebut 2. Penguatan nilai dan norma 3. Pengutan kapasitas kelembagaan melalui penguatan program, teknologi, informasi, jejaring, dan kepemimpinan.
27 Penguatan kelembagaan tersebut secara garis besar dapat dikategorikan menjadi penguatan faktor dalam kelembagaan dan faktor luar kelembagaan. Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi penguatan kelembagaan masjid terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi yaitu fasilitas masjid, pengurus, jamaah, dan kegiatan masjid, sedangkan faktor eksternal berupa dukungan pihak luar (Ayub,dkk.2001). Faktor fasilitas berupa kelengkapan sarana dan prasarana masjid, seperti tempat wudhu, bangunan tempat sholat, dan alat komunikasi, sedangkan faktor pengurus berupa kelengkapan, keaktifan, dan profesionalitas pengurus. Adapun jamaah mempengaruhi kelembagaan masjid dalam hal berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pengurus masjid. Kegiatan-kegiatan masjid sendiri sangat mempengaruhi kelembagaan masjid, apa saja kegiatan-kegiatan masjid, apa sudah mencakup kebutuhan-kebutuhan masyarakat atau belum. Faktor dari luar dapat dilihat dari hubungan antara masjid dengan pihak luar, seperti pemerintah, LSM,maupun swasta, baik berupa bantuan dari pemerintah, maupun kerjasama antara masjid dengan pihak luar. Faktor-faktor
internal
dan
eksternal
tersebut
mempengaruhi
kapasitas
kelembagaan musholla. Kapasitas kelembagaan musholla yang baik dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat, baik secara jasmani, rohani, maupun sosial. Secara jasmani berupa sandang, pangan, papan, dan kesehatan; secara rohani berupa kepatuhan kepada Allah, dan pendidikan; sedangkan sosial berupa kedamaian dan keharmonisan dalam bertetangga dan bermasyarakat; dengan indikator operasional sebagaimana telah dijelaskan di atas. Gambar 2. Kerangka Pemikiran Faktor Internal -Kelengkapan Fasilitas -Keaktifan,kelengkapan, dan profesionalitas Pengurus Keaktifan Jamaah Faktor Eksternal Dukungan/ kerjasama Pihak Luar
Kapasitas Kelembagaan Musholla - kecocokan kepemimpinan - proses perencanaan program, - pelaksanaan program, - alokasi sumber daya, - hubungan kerjasama dengan pihak luar.
Kesejahteraan Jasmani : Pangan, sandang, papan, kesehatan Rohani: Kepatuhan pada Allah, dan pendidikan Sosial : damai dan harmonis dalam bertetangga & bermasyarakat
28 Gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa jika faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kelembagaan musolla baik, maka kapasitas kelembaaan musholla akan baik. Jika kapasitas kelembagaan musholla baik, maka kesejahteraan akan tercapai. Shihab (2006) memberikan prioritas utama bagi pembinaan jiwa manusia sebagai langkah awal dalam upaya mencapai kesejahteraan, karena dengan pembinaan tersebut akan diperoleh spiritual dan moral yang baik. Pembinaan tersebut dimulai dengan memberikan pengetahuan agama yang komprehensif. Jika landasan spiritual dan moral baik, maka manusia akan mengaplikasikan pengetahuan umum, dan kerjanya selaras dengan nilai-nilai luhur dari agama.
Alur Kerja
Kajian ini bermaksud untuk menghasilkan program penguatan musholla dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Alur kerja yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi kapasitas kelembagaan musholla. Kapasitas kelembagaan tersebut berupa kepemimpinan (leadership), proses perencanaan program, pelaksanaan program, alokasi sumber daya, dan hubungan dengan pihak luar; 2. Menganalisa kekurangan dan kelebihan kapasitas musholla. Analisa tersebut mengidentifikasi kelemahan , kekuatan, ancaman, dan kesempatan kapasitas kelembagaan musholla. 3. Berdasarkan kelemahan , kekuatan, ancaman, dan kesempatan dari hasil analisa tersebut selanjutnya dilakukan penyusunan program penguatan kapasitas kelembagaan musholla; Penguatan kapasitas kelembagaan musholla tersebut dimaksudkan untuk menguatkan kelembagaan musholla guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu sasaran dari kegiatan musholla (hasil penguatan kapasitas musholla) adalah jamaah musholla Khoirus Subban yang miskin dan memiliki pengetahuan agama yang kurang. Kapasitas kelembagaan yang baik diharapkan dapat merubah kondisi jamaah yang miskin dan kurang pengetahuan agama menjadi lebih baik, dengan indikator berkurangnya jumlah jamaah yang miskin, dan meningkatnya pengetahuan agama jamaah. Sasaran dari kapasitas musholla yang telah diperkuat adalah jamaah yang miskin dan kurang pengetahuan agama, dalam gambar alur kerja di bawah
29 disimbolkan dengan tanda plus (+), program penguatan kelembagaan musholla dan sasarannya merupakan satu kesatuan sehingga dapat digambarkan dalam sebuah kotak dengan garis terputus-putus, selanjutnya diharapkan sasaran tersebut menjadi lebih baik (dengan berkurangnya jumlah jamaah yang miskin dan bertambahnya pengetahuan agama jamaah) sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan jamaah. Kata jamaah berasal dari definisi masyarakat sendiri dimana tiap musholla mempunyai jamaah yang dapat diabsen satu-persatu meskipun tidak terdaftar secara tertulis. Alur kerja dalam kajian kelembagaan musholla ini dapat digambarkan sebagai berikut :
30 Gambar 3. Alur Kerja
Identifikasi Kapasitas Kelembagaan Musholla -
kepemimpinan proses perencanaan program, pelaksanaan program, alokasi sumber daya, hubungan dengan pihak luar.
Analisa Kekurangan
Analisa Kelebihan
Kelemahan dan Ancaman
Kekuatan dan Kesempatan
PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN
Jamaah yang miskin & kurang pengetahuan agama
Kesejahteraan
31 Tipe dan Aras Kajian
Kajian yang akan dilaksanakan
ini merupakan kajian deskriptiftif. Penulis
berusaha mennggambarkan gejala sosial yang ada dalam suatu masyarakat serta berusaha memahami masalah yang dialami masyarakat guna merumuskan program penanganan masalah. Kajian ini juga berusaha menggambarkan kondisi masyarakat, dan menjelaskan potensi yang ada pada masyarakat Desa Banjaran berupa Agama Islam yang memiliki turunan potensi-potensi yang dapat dikembangkan dan menjadi bahan pemberdayaan masyarakat miskin di Desa Banjaran. Melalui penguatan dan penerapan potensi tersebut di harapkan upaya peningkatan kesejahteraan dapat berjalan secara optimal. Aras kajian ini ada pada organisasi sosial, yaitu musholla sebagai pusat kegiatan Agama Islam yang sudah ada dan dipeluk oleh masyarakat Desa Banjaran. Di dalam aras tersebut akan dikaji potensi musholla berupa modal sosial, kelembagaan dan gerakan sosial, dan penerapan prinsip-prinsip Islam tentang kesejahteraan sosial.
Strategi Kajian
Strategi kajian ini adalah studi kasus. Berdasarkan penjelasan Stake (1994) dan Yin (1996) dapat disimpulkan bahwa studi kasus merupakan serangkaian metode penelitian yang bertujuan untuk mencari pengetahuan dan pemahaman atas satu atau lebih gejala sosial. Jadi strategi kajian ini adalah menerapkan serangkaian kerja untuk mengetahui dan memahami tentang kondisi masyarakat Desa Banjaran secara umum, potensi-potensi yang ada di dalamnya, serta upaya yang dapat dilaksanakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Secara khusus, kajian ini menganalisis potensi-potensi yang ada pada Musholla Khoirus Subban. Potensi tersebut dianalisis lebih lanjut dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik di bidang spiritual, pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial dan sebagainya. Studi kasus yang dilakukan dalam kajian ini adalah studi kasus intrinsik, yaitu studi kasus yang menarik perhatian penulis. Kasus tersebut menarik bagi penulis karena pengalaman sejarah menunjukkan keberhasilan Umat Islam setelah menerapkan
32 prinsip-prinsip dalam Islam, namun Umat Islam di Desa Banjaran mengalami kemiskinan.
Tempat dan Waktu Kajian
Kajian ini dilaksanakan di Desa Banjaran, sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah.
Lokasi tersebut
dipilih secara intrinsik, yaitu berdasarkan ketertarikan peneliti. Peneliti tertarik karena adanya masalah sosial di Desa Banjaran berupa kemiskinan yang mencapai 55,55% dari rumah tangga yang ada, dan 99,77% penduduk beragama Islam. Desa tersebut dipilih sebagai lokasi kajian karena penduduk yang mengalami kemiskinan cukup besar, dekat dengan perkotaan namun belum dapat mengatasi masalahnya tersebut. Kelembagaan masyarakat berupa nilai-nilai Agama Islam juga dilaksanakan, namun pelaksanaan masih sebatas ritual ibadah, belum menerapkan secara menyeluruh prinsip-prinsip yang ada, termasuk prinsip Islam dalam bidang kesejahteraan sosial. Kegiatan kajian pengembangan masyarakat ini dilaksanakan sebagaimana tabel jadwal berikut :
33 Tabel 1. Jadual Pelaksanaan Kajian di Desa Banjaran Tahun No
Kegiatan
2005 11
1
Tahun 2006
12
2
3
4
5
6
7
8
9
11
Pemetaan Sosial (PL I)
2
Evaluasi program pengembangan masyarakat (PL II)
3
Penyusunan proposal kajian
4
Kolokium
5
Kerja Lapangan/ pengumpulan data
6
Pengolahan & analisis data
7
Penulisan Laporan
8
Ujian
9
Perbaikan Laporan
Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam kajian ini adalah : 1. Wawancara mendalam, yaitu menggali informasi dari masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan aparat desa untuk digunakan sebagai kajian. Dalam pencarian responden dan informan digunakan teknik purposive yaitu menentukan responden dan informan berdasarkan informasi yang dibutuhkan. 2. Pengamatan berperan serta, yaitu dengan melakukan pengamatan pada subyek kajian secara terbuka, dengan peranserta terbatas dalam jangka waktu sesuai dengan jadwal pelaksanaan kajian pada Tabel.1
34 3. Diskusi kelompok terfokus / Focus Group Dicussion (FGD), yang merupakan salah satu dari teknik partisipatif Participatory Rural Appraisal (PRA), yaitu kegiatan untuk memahami kemampuan dan kemauan masyarakat berdasarkan potensi dan permasalahan yang ada untuk merancang program pengembangan masyarakat. 4. Studi dokumentasi, yaitu mempelajari data yang didapat dari dokumen-dokumen yang ada. Wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, dan FGD dilakukan guna mencari data primer, yaitu data yang diambil langsung dari lapangan. Adapun data sekunder, yaitu data yang diambil dari dokumen yang telah diolah diambil melalui studi dokumentasi. Data yang dibutuhkan dalam kajian pengembangan masyarakat ini terutama merupakan data
kualitatif
berdasarkan kasus yang dikaji. Data yang dikumpulkan
berkaitan dengan proses penguatan dimensi religi masyarakat
yang di dalamnya
berkenaan dengan gambaran sosial, budaya, religi, dan ekonomi masyarakat Desa Banjaran, serta faktor-faktor pendukung penguatan dimensi religi dalam upaya pengentasan kemiskinan masyarakat miskin di Desa Banjaran. Rincian data yang dibutuhkan dan metode pengumpulannya dapat di tabulasi sebagai berikut :
35 Tabel 2. Data yang Dibutuhkan dan Cara Pengumpulannya No
Data yang dibutuhan
Sumber data
Cara Pengumpulan
1
• •
Profil Desa Banjaran. Potensi Desa Banjaran
•
Hasil PL-1
-
2
• •
Kelembagaan Program yang ada
•
Hasil PL-2
-
3
• •
Agama Budaya
•
Hasil PL-1
-
4
• •
Sistem ekonomi Struktur komunitas
•
Hasil PL-1
-
5
•
Masalah yang ada
•
Hasil PL-1
-
6
•
Potensi dan musholla
• • • •
Hasil PL-1 Tokoh Agama Tokoh masy Masyarakat
•
• •
•
•
Tokoh agama Pengurus musholla Masyarakat
• • •
Tokoh Agama Tokoh masy Masyarakat
•
• •
Masyarakat Pengurus Musholla
•
•
Pengurus Musholla Masyarakat
•
Wawancara Mendalam
Masyarakat Pengurus Musholla Tokoh Agama Tokoh masy
•
FGD
7
8
9
10
•
•
•
•
pernah
kapasitas
Kegiatan musholla
Partisipasi dalam musholla Identifikasi penyusunan musholla
masyarakat kegiatan proses program
Kendala-kendala Musholla
• 11
•
Penyusunan program
• • • •
•
•
•
•
Wawacara Mendalam FGD Wawancara mendalam Observasi Wawacara Mendalam Observasi Wawancara mendalam FGD
36 Analisis dan Pelaporan
Data yang telah dikumpulkan menggunakan teknik di atas akan di analisis secara kualitatif dan hasilnya akan disajikan secara deskriptif analitis. Data tersebut terlebih dahulu pilah, dikategorikan, dan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan analisis. Cara penyajian melalui tabel dan gambar yang akan digunakan untuk membantu penyajian hasil analisis data tersebut. Pemilahan data dilakukan dengan cara melengkapi dan mentransformasi data mentah yang ditulis dalam catatan lapangan sehingga menjadi laporan yang sistematis, melengkapi informasi yang terkumpul dengan sumber-sumber lain yang mendukung. Langkah kedua adalah melakukan kategorisasi data. Hal ini adalah tindakan untuk melakukan pengelompokan informasi hasil penyuntingan. Langkah ketiga berupa pengelompokan dilakukan atas dasar aspek-aspek yang diteliti, tingkatan dan tipe informasi yang dapat dikumpulkan. Data yang telah tersebut selanjutnya dihubungkan dengan pokok permasalahan yang dikaji. Dengan demikian masalah yang menjadi fokus telaahan dapat dianalisis guna menghasilkan sebuah kesimpulan untuk digunakan sebagai bahan pembuatan program pengembangan masyarakat. Adapun analisa dilakukan dengan menggunakan teknik analisis SWOT.
Penyusunan Program
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi, dan FGD yang telah melalui proses analis tersebut dapat diketahui potensi dan masalah yang ada di Desa Banjaran. Program disusun berdasarkan masalah yang ada dengan menggunakan potensi-potensi yang ada untuk mengatasi masalah yang ada. Penyusunan program bersama masyarakat dilakukan melalui FGD. Proses pembuatan program dan pengambilan keputusan di dalamnya dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif. Di dalam penyusunan program tersebut, penulis bertindak sebagai fasilitator FGD. Fasilitator bertugas untuk mengarahkan dan membangun partisipasi dari komunitas, sehingga FGD berjalan benar-benar partisipatif,
37 dan pengambilan keputusan diserahkan sepenuhnya kepada peserta FGD. Penyusunan program dilakukan dengan menggunakan kerangka kerja logis. Gambaran kerangka kerja logis program penguatan kapasitas musholla adalah sebagai berikut :
Tabel.3.Kerangka Kerja Logis Program Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat melalui Penguatan Musholla Tujuan Akhir Meningkatan Kesejahteraan Masyarakat Manfaat
Indikator Kinerja Kesejahteraan masyarakat meningkat Indikator Kinerja
1. Meningkatnya kesejahteraan jasmani
a. Meningkatnya kesejahteraan secara fisik
2. Meningkatnya kesejahteraan rohani
b. Meningkatnya partisipan kegiatan agama & pendidikan
3. Meningkatnya kesejahteraan secara sosial Hasil
Alat/Sumber Verifikasi Data BKKBN,Data Desa, Evaluasi melalui FGD Alat/Sumber Verifikasi Data BKKBN,Data Desa, Evaluasi melalui FGD
Sasaran Jamaah musholla Sasaran Jamaah Musholla
c. Meningkatnya kualitas hubungan sosial Indikator Kinerja
Alat/Sumber Verifikasi
Sasaran
1. Meningkatnya kesejahteraan jasmani 1.1.
Meningkatnya kualitas pangan
1.2.
Meningkatnya kualitas sandang
1.3.
Meningkatnya kualitas papan
1.4.
Meningkatnya kualitas kesehatan
- Makan lebih dari dua kali sehari dan mampu menyediakan lauk pauk berupa ikan atau daging atau telur lebih dari sekali dalam seminggu. - Mempunyai pakaian yang bebeda untuk di rumah, bekerja/bersekolah, dan bepergian, serta minimal satu tahun sekali mendapatkan satu stel baju baru. - Memiliki rumah berlantai seluas 8 m2 tiap anggota, dan sebagian besar lantai bukan dari tanah. - Apabila ada anggota keluarga yang sakit dapat dibawa ke sarana/petugas kesehatan, dan dapat bertahan minimal tiga bulan tidak sakit. (indikator keluarga sejahtera II BKKBN)
Data BKKBN,Data Desa, Evaluasi melalui FGD
Jamaah yang kekurangan pangan Jamaah yang kekurangan sandang Jamaah dengan kekurangan papan Jamaah dengan kesehatan kurang
39
Hasil 2.
Indikator Kinerja
Alat/Sumber Verifikasi
Sasaran
Meningkatnya kesejahteraan rohani
2.1. Meningkatnya kepatuhan beragama
2.2. Meningkatnya pendidikan
Keteraturan menjalankan sholat, zakat bagi yang mampu, puasa dan bertambahnya pengetahuan tentang prinsip-prinsip Islam dalam seluruh sendi kehidupan
Evaluasi melalui Observasi
FGD,
Data BKKBN, Data Desa
Jamaah pengetahuan kurang
Evaluasi FGD, Observasi
Jamaah musholla
Minimal seluruh anggota keluarga yang berusia sepuluh sampai enam puluh tahun dapat membaca, dan anak berusia enam sampai lima belas tahun sedang bersekolah
dengan agama
Jamaah yang kurang pendidikan
3. Meningkatnya kesejahteraan secara sosial 3.1. Meningkatnya kedamaian dan keharmonisan bertetangga dan bermasyarakat
a. berkurangnya pertengkaran, b. bertambahnya musyawarah, c. bertambahnya rasa hormat-menghormati, d.bertambahnya sikap saling tolong-menolong, dan sikap kekeluargaan
Kegiatan
Indikator Kinerja
Alat/Sumber Verifikasi
Jumlah jamaah yang mampu dibantu bertambah , seluruh jamaah minimal dapat makan lebih dari dua kali sehari dan mampu menyediakan lauk pauk berupa ikan atau daging atau telur lebih dari sekali dalam seminggu.
Data BKKBN, Data Desa, Evaluasi melalui FGD
Sasaran
1. Meningkatnya kesejahteraan jasmani 1.1. Meningkatnya kualitas pangan 1.1.1. Santunan dari pengelolaan zakat, dan shodaqoh 1.1.2. Advokasi program raskin,BLT 1.1.3.Kerjasama dengan pihak luar untuk bakti sosial
Jamaah yang kekurangan pangan Pemerintah LSM, Parpol,musholla lain
40
Kegiatan 1.2.
Alat/Sumber Verifikasi
Sasaran
Jumlah jamaah yang mampu dibantu bertambah , seluruh jamaah minimal mempunyai pakaian yang bebeda untuk di rumah, bekerja/bersekolah, dan bepergian, serta minimal satu tahun sekali mendapatkan satu stel baju baru.
Data BKKBN, Data Desa, Evaluasi melalui FGD
Jumlah jamaah yang mampu dibantu bertambah , seluruh jamaah memiliki rumah berlantai seluas 8 m2 tiap anggota, dan sebagian besar lantai bukan dari tanah.
Data BKKBN, Data Desa, Evaluasi melalui FGD
Jamaah dengan papan kurang
Jumlah jamaah yang mampu dibantu bertambah , bagi seluruh jamaah apabila ada anggota keluarga yang sakit dapat dibawa ke sarana/petugas kesehatan, dan dapat bertahan minimal tiga bulan tidak sakit.
Data BKKBN, Data Desa, Evaluasi melalui FGD
Jamaah dengan kesehatan kurang
Meningkatnya kualitas sandang
1.2.1. Pengelolaan zakat, dan shodaqoh 1.2.2. Bazar pakaian murah 1.2.3. Kerjasama dengan pihak luar untuk bakti sosial 1.3.
Indikator Kinerja
Jamaah yang kekurangan sandang LSM, Parpol, musholla lain
Meningkatnya kualitas papan
1.3.1. Pengelolaan zakat, dan shodaqoh 1.3.2. Pembangunan/perbaikan rumah bersama 1.4. Meningkatnya kualitas kesehatan 1.4.1. Pengelolaan zakat, dan shodaqoh 1.4.2. Kerjasama untuk bakti sosial Kesehatan 1.4.3. Jaminan kesehatan dari musholla 1.4.4. Olahraga
LSM, Parpol, musholla lain Jamaah
2. Meningkatnya kesejahteraan rohani 2.1. Meningkatnya kepatuhan beragama 2.1. Ta’lim 2.2. Pembinaan intensif (halaqoh) 2.3. Tabligh akbar 2.4. Kultum
Seluruh jamaah beribadah di musholla, keteraturan menjalankan sholat, zakat bagi yang mampu, puasa dan bertambahnya pengetahuan tentang prinsip-prinsip Islam dalam seluruh sendi kehidupan
Observasi, melalui FGD
evaluasi
Jamaah pengetahuan kurang
dengan agama
41
Kegiatan
Indikator Kinerja
Alat/Sumber Verifikasi
Sasaran
Bertambahnya jumlah anak sekolah, indikator pendidikan, minimal seluruh anggota keluarga yang berusia sepuluh sampai enam puluh tahun dapat membaca, dan anak berusia enam sampai lima belas tahun sedang bersekolah
Data BKKBN, Data Desa, Evaluasi melalui FGD
Jamaah dengan pendidikan kurang
Berkurangnya pertengkaran, bertambahnya musyawarah, bertambahnya rasa hormatmenghormati, bertambahnya sikap saling tolong-menolong, dan sikap kekeluargaan
Evaluasi melalui Observasi
Jamaah
2.2. Meningkatnya pendidikan 2.2.1. Penyadaran 2.2.2. Pengelolaan zakat dan shodaqoh 2.2.3. Anak asuh 2.2.4. Pelatihan-pelatihan 3. Meningkatnya kesejahteraan secara sosial Meningkatnya kedamaian dan keharmonisan bertetangga dan bermasyarakat 3.1.1. Silaturahmi ke rumah-rumah 3.1.2. Pertemuan di musholla dalam rangka keakraban dan pembahasan masalah-masalah yang ada
Tujuan Akhir Menguatnya kapasitas musholla
Indikator Kinerja
1. Meningkatnya kekuatan dan mengatasi kelemahan musholla 2. Meningkatnya dukungan dari luar musholla dan mengatasi ancaman
Alat/Sumber Verifikasi
Kepemimpinan , proses perencanaan program, pelaksanaan program, alokasi sumber daya, hubungan dengan pihak luar meningkat
Manfaat
Indikator Kinerja Masyarakat meningkat
merasakan
manfaat
FGD,
Evaluasi melalui FGD Alat/Sumber Verifikasi
semakin
Evaluasi melalui FGD
Sasaran Kelembagaan musholla Sasaran Kelembagaan musholla
42
Hasil
Indikator Kinerja
Alat/Sumber Verifikasi
Sasaran
1. Meningkatnya kekuatan dan mengatasi kelemahan musholla 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Meningkatnya Fasilitas Meningkatnya kualitas Pengurus Meningkatnya dukungan Jamaah Kegiatan semakin komprehensif
Fasilitas semakin lengkap, pengurus semakin lengkap dan aktif , partisipasi jamaah meningkat, kegiatan-kegiatan mengarah pada kesejahteraan
Evaluasi melalui FGD
Kapasitas Kelembagaan musholla
Terbangunnya kerjasama, terciptanya terhadap kebijakan pemerintah
Evaluasi melalui data desa
Pemerintah,LSM,Parpol, musholla lain
2. Meningkatnya dukungan dari luar musholla dan mengatasi ancaman 2.1. Kerjasama meningkat 2.2. Dukungan dari luar meningkat Kegiatan
akses
Indikator Kinerja
FGD,
Alat/Sumber Verifikasi
Sasaran
1. Meningkatnya kekuatan dan mengatasi kelemahan musholla 1.1. Meningkatnya Fasilitas 1.1.1. Pembangunan fasilitas
Fasilitas semakin lengkap
Evaluasi FGD, observasi
Musholla
1.1.2. Perbaikan fasilitas
Fasilitas yang ada semakin baik
Evaluasi FGD, observasi
Musholla
Kegiatan lebih terkoordinir, lebih profesional, dan dapat meningkatkan kesejahteraan
Evaluasi melalui FGD
Pengurus musholla
Bertambahnya berpartisipasi
Evaluasi melalui observasi
Jamaah
1.2. Meningkatnya kualitas Pengurus 1.2.1. Meningkatkan koordinasi 1.2.2. Pelatihan 1.3. Meningkatnya dukungan Jamaah 1.3.1. Penyadaran 1.3.2. Silaturahmi 1.4. Kegiatan semakin komprehensif
jumlah
jamaah
yang
FGD,
43
Kegiatan 1.4.1. Pemrograman kegiatan 1.4.2. Rapat rutin
Indikator Kinerja
Alat/Sumber Verifikasi
Sasaran
Bertambahnya kegiatan-kegiatan kesejahteraan, aspiratif
Evaluasi melalui observasi
FGD,
Pengurus & jamaah
Bertambahnya mitra kerja
Evaluasi melalui FGD
LSM, Parpol, musholla lain
Terbukanya akses kebijakan pemerintah
Evaluasi melalui data desa
Pemerintah, Parpol
1.4.3. Silaturahmi musholla 2. Meningkatnya dukungan dari luar musholla dan mengatasi ancaman 2.1. Kerjasama meningkat 2.1.1. membangun jejaring 2.2. Dukungan dari luar meningkat 2.2.1. Advokasi terhadap pemerintah 2.2.2. Pengajuan proposal
FGD,
LSM,
PETA SOSIAL DESA BANJARAN
Lokasi
Desa Banjaran adalah sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Pemalang terletak antara garis 8 52’ 30” – 7 20’ 11” Lintang Selatan dan garis 109 17’. Wilayah Desa Banjaran sebelah Barat berbatasan dengan Desa Banjardawa (ibukota Kecamatan Taman), sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pedurungan, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pedurungan, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Jebed. Secara topografi Desa Banjaran terbagi menjadi dua oleh sebuah sungai (Kali Waluh). Sebagian besar swilayah Desa Banjaran terletak di sebelah barat sungai, sedang wilayah di sebelah timur sungai dinamakan Dukuh Kranan. Sebuah jembatan besi menghubungkan antara Dukuh Kranan dengan induk desa. Selain Dukuh Kranan, persawahan penduduk juga terletak di sebelah timur Kali Waluh. Prasarana transportasi berupa jalan aspal yang menghubungkan Desa Banjaran dengan Desa Lainnya masih dalam keadaan baik, sedangkan sarana transportasi umum yang ada hanya angkutan desa “huruf I”, dan becak. Selebihnya masyarakat menggunakan kendaraan pribadi, yaitu sepeda, sepeda motor, dan mobil. Waktu tempuh menuju lokasi & sarana vital dari Desa Banjaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. Waktu Tempuh Menuju Lokasi & Sarana Vital dari Desa Banjaran No Orbitasi
Jarak
Waktu Tempuh
1
Ke Ibukota Kecamatan
0,5 Km
0,75 menit
2
Ke Ibukota Kabupaten
6 Km
9 menit
3
Ke Pasar
0,7 Km
1,05 menit
4
Ke Puskesmas
0,5 Km
0,75 menit
5
Ke RSUD Dr.M.Ashari
6 Km
9 menit
Sumber : diolah dari Profil Desa Banjaran 2004 & Observasi Catatan : Waktu diukur berdasarkan kecepatan sepeda motor 40 km/jam
45 Semua lokasi tersebut berada di luar Desa Banjaran. Puskesmas, Pasar, maupun ibukota kecamatan berada di Desa Banjardawa, yang berbatasan dengan Desa Banjaran sebelah barat, sedangkan ibukota kabupaten, dan RSUD Dr.M.Ashari di wilayah Kecamatan Pemalang. Pada umumnya masyarakat mengendarai kendaraan pribadi dan becak untuk mencapai lokasi orbitasi tersebut, sebab angkutan kota “huruf I” hanya melewati ibukota kabupaten dengan jalan memutar, sehingga waktu yang ditempuh menjadi lebih
lama.
Bis kecil (tuyul) dan colt juga bisa digunakan masyarakat untuk mencapai iibukota kabupaten, namun masyarakat baru bisa mendapati tuyul dan colt tersebut di Desa Banjardawa. Berdasarkan tabel orbitasi tersebut dapat dilihat bahwa Desa Banjaran termasuk desa yang dekat dengan pusat pemerintahan kecamatan dan kabupaten. Akan tetapi banyak penduduk Desa Banjaran yang miskin, hal ini menunjukkan bahwa lokasi yang dekat dengan pusat pemerintahan tidak menjamin penduduk Desa Banjaran hidup sejahtera.
Kependudukan
Penduduk Desa Banjaran pada bulan Oktober 2004 tercatat berjumlah 5.799 jiwa, terdiri dari 2.851 laki-laki dan 2.948 perempuan, dengan 1.827 kepala keluarga. Penduduk yang beragama Islam berjumlah 5.786 orang, dan Katholik 13 orang. Tingkat kepadatan penduduknya adalah 128,06 jiwa per ha Agama yang dipeluk sebagian besar penduduk adalah agama Islam, sedang pemeluk agama Katholik hanya berjumlah 13 orang. Kehidupan beragama berjalan normal, setiap waktu sholat akan terdengar adzan dari dua buah masjid dan 13 musholla, namun jumlah penduduk yang sholat sangat sedikit, hal tersebut terlihat dari ruang musholla dan masjid yang banyak tersisa pada pelaksanaan sholat. Masjid menjadi penuh hanya pada pelaksanaan sholat Jum’at, demikian juga dengan musholla menjadi lebih banyak jamaahnya pada malam Jum’at dan hari Jum’at. Nilai-nilai yang ada dalam Agama Islam belum sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat. Hal tersebut terbukti dengan ketidakkonsistenannya jumlah penduduk yang sholat di masjid/musholla. Bukti selanjutnya adalah tidak dilunasinya pinjaman dari kas tahlilan dan pinjaman dari program bantuan pemerintah, padahal Islam sangat
46 mengecam pemeluknya yang tidak melunasi hutang. Etos kerja keras, disiplin, strategi dagang yang terbaik yang diajarkan Islam juga belum sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat. Pembinaan mental spiritual masyarakat memang saat ini dirasa sangat kurang, bahkan pihak pengurus Masjid tidak mengadakan program pengajian. Namun demikian beberapa kelompok tahlilan dan jamaah musholla sudah memulai untuk mengadakan pembinaan mental spiritual. Namun pembinaan tersebut baru sebatas ritual ibadah, seperti tata cara sholat, dan puasa. Adapun aspek kehidupan lainnya belum banyak disentuh, padahal Islam mengatur pemeluknya dalam semua aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi berupa keutamaan bekerja keras, jujur dalam mencari nafkah, sekaligus bidang ekonomi sosial berupa kewajiban memberikan santunan kepada orang miskin bagi mereka yang kaya, larangan untuk bersifat tamak, dan lain-lain. Komposisi penduduk Desa Banjaran berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 5. Komposisi Penduduk Desa Banjaran Usia (tahun)
Laki-Laki
Jumlah
Persentase
(L+P)
(%)
Perempuan
0-4
195
210
405
6,98
5-9
290
304
594
10,24
10-14
266
270
536
9,24
15-49
1586
1628
3214
55,42
≥ 50
514
536
1050
18,11
Jumlah
2851
2948
5799
100
Sumber : Profil Desa Banjaran 2004 Berdasarkan wawancara dan hasil observasi, terjadi pengurangan yang besar pada usia 15-49 tahun. Secara defacto jumlah pemuda sangat sedikit, hal itu disebabkan setelah para pemuda lulus SMA atau sudah merasa mempunyai kewajiban mencari nakah akan migrasi ke kota-kota besar terutama untuk bekerja. Mereka mencari nafkah ke luar kota karena potensi yang ada di Desa Banjaran dirasa tidak dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka. Tingkat pendidikan penduduk Desa Banjaran sebagai berikut:
47 Tabel 6. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Banjaran NO
TINGKAT PENDIDIKAN
JUMLAH (JIWA)
PERSENTASE
1
Tidak Sekolah
224
3,9
2
Belum Sekolah
506
8,7
3
Tidak Tamat SD
1401
24,2
4
Tamat SD
1632
28,1
5
Tamat SLTP
1154
19,9
6
Tamat SLTA
810
13,97
7
Diploma 1-3
30
0,5
8
S1
40
0,7
9
S2
2
0,03
5.799
100
JUMLAH Sumber: Profil Desa Banjaran 2004 diolah.
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penduduk masih rendah. Jumlah penduduk berpendidikan SLTA ke atas hanya 882 jiwa, atau 15,2%, sedangkan 76,06% hanya lulus SLTP ke bawah. Tingkat pendidikan yang rendah tersebut merupakan salah satu indikator kemiskinan yang terjadi di Desa Banjaran.
Sistem Ekonomi
Mata pencaharian penduduk melibatkan cara untuk memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan Profil Desa Banjaran mata pencaharian penduduk cukup beragam, namun terdapat mata pencaharian mayoritas, yaitu adalah buruh/swasta sebanyak 1307 orang. Buruh/swasta yang dimaksud adalah penduduk yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tukang rongsok, kuli bangunan, tukang becak, sopir, tukang listrik dan orangorang yang bekerja serabutan. Mata pencaharian penduduk secara lengkap dapat dilihat pada grafik berikut :
48 Gambar 4.Mata Pencaharian Penduduk
Pedagang
Montir
Petani Buruh Tani
Pengrajin
412
3
163
310
150 105 Pegawai Negeri
1307
Buruh/Swasta
Jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh begitu besar mencapai 53,35% dari penduduk yang bekerja, sementara jika ditambah dengan buruh tani mencapai 66%. Besarnya jumlah buruh maupun buruh tani tersebut dapat menggambarkan banyaknya kemiskinan yang terjadi pada penduduk Desa Banjaran. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat, terjadi kecenderungan untuk meninggalkan mata pencaharian sebagai petani/buruh tani. Hal ini disebabkan karena hasil pertanian yang dinilai tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut antara lain tergambar dalam jawaban Pak Ai (35 th) berikut : Masyarakat sekarang banyak yang meninggalkan pertanian, karena hasilnya tidak dapat menutupi modal untuk bertani, apalagi sekarang ini harga-harga pupuk mahal, sedangkan harga beras sendiri segini-segini aja. Ditambah lagi hama tikus yang melanda sawah Desa Banjaran ini ,menambah parahnya kondisi pertanian. Terjadi pergeseran kecenderungan dalam mata pencaharian penduduk, yaitu mata pencaharian sebagai buruh/swasta, bagi penduduk yang telah mempunyai rumah dan berkeluarga di Desa Banjaran, sedangkan sebagian besar pemuda pergi ke kota besar terutama untuk bekerja. Pemuda yang tersisa adalah pemuda yang masih duduk di bangku sekolah, pemuda pengangguran, dan sedikit pemuda yang bekerja. Tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan pola konsumsi dan kepemilikan BKKBN mengkategorikan rumah tangga dalam masyarakat Desa Banjaran sebagai berikut :
49 Tabel 7. Tingkat Kemiskinan Penduduk Desa Banjaran Kategori Keluarga
Jumlah(KK)
Persentase (%)
Prasejahtera
719
39,35
Sejahtera 1
296
16,20
Sejahtera 2
312
17,08
Seahtera 3
241
13,19
Sejahtera 3 Pus
259
14,18
Jumlah
1827
100
Rumah tangga prasejahtera dan sejahtera 1 dikategorikan sebagai rumah tangga miskin dengan karakteristik pendapatan keluarga habis untuk keperluan konsumsi keluarga. Berdasarkan data tersebut jumlah rumah tangga miskin mencapai 1015 rumah tangga, atau 55,56%. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang cukup besar, karena separuh lebih penduduk berada dalam kategori miskin. Rumah tidak dapat digunakan sebagai tanda kesejahteraan penduduk, sebab penduduk mempunyai perilaku untuk “mentereng” yaitu tampil melebihi kondisi mereka yang sesungguhnya. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat dan aparat desa, serta observasi lapangan, potensi alam yang bersifat ekonomis di Desa Banjaran sangat sedikit. Kurangnya potensi alam tersebut menjadikan banyaknya penduduk yang bekerja sebagai buruh. Banyaknya penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh dan buruh tani menjadi jawaban yang logis kenapa data desa menunjukkan tingkat kemiskinan yang cukup besar terjadi di masyarakat.
Struktur Komunitas
Pelapisan sosial masyarakat Desa Banjaran didasarkan pada faktor ekonomi, dan status. Berdasarkan wawancara dengan aparat desa dan masyarakat, karakteristik pelapisan sosial di Desa Banjaran adalah sebagai berikut : 1. Kemampuannya 2. Sikap dan tingkah lakunya 3. Kepemimpinannya 4. Aktifitasnya dalam kegiatan kemasyarakatan
50 Berdasarkan karakteristik tersebut, lapisan sosial yang ada di Desa Banjaran adalah Pertama, tokoh agama yaitu kyai/ulama sebagai orang yang ahli dalam bidang agama.
Kedua, tokoh masyarat yaitu orang yang aktif dalam kegiatan masyarakat,
sering memberikan saran dan nasehat kepada masyarakat.Ketiga, masyarakat biasa. Pemimpin formal dalam masyarakat adalah Kepala Desa. Penilaian masyarakat terhadap Kepala Desa cenderung kurang baik, bahkan aparat desa pun cenderung menilai buruk Kepala Desa. Hal itu dibuktikan dari hasil wawancara. Penilaian buruk tersebut karena kepentingan pribadi Kepala Desa yang lebih dominan pada saat memerintah, sehingga banyak program desa yang tidak tercapai. Pemimpin informal pada masyarakat Desa Banjaran adalah kyai, dan orang yang dituakan dalam masyarakat (tokoh masyarakat). Masyarakat Desa Banjaran patuh kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, dengan mempertimbangkan apa yang disampaikan oleh lapisan tersebut, jika perkataan tersebut baik dan mempunyai alasan yang kuat maka masyarakat akan mematuhinya. Masyarakat juga mempertimbangkan kemampuan, sikap, kepemimpinan, dan aktivitasnya dalam masyarakat. Seorang kyai sekalipun tidak akan dipatuhi oleh masyarakat apabila berbuat kurang baik, atau perilakunya tidak sesuai dengan apa yang dikatakannya. Berdasarkan wawancara, penduduk kaya di Desa Banjaran tidak disegani karena kekayaannya, meskipun kekayaan juga mencerminkan kemampuannya di bidang ekonomi . Penduduk kaya hanya dianggap masyarakat biasa apabila tidak dilengkapi oleh karakteristik pelapisan sosial lainnya, sehingga terjadi seorang tukang listrik memberikan nasehat kepada seorang penduduk kaya. Hal tersebut sesuai dengan perkataan Pak AK (43 th) berikut : ”Wong sugih ora mesti dihormati wan. Anggere sugih tapi wonge ora bener nyong wani nglarui. Malah tau aku arep ngamplengi anake wong sugih sing lagi mendem. Bapane marani aku, tapi malah tak larui sisan”. (artinya: orang kaya tidak selalu dihormati wan. Jika kaya tapi tidak benar saya berani untuk mengingatkan. Bahkan saya pernah mau menampar anak orang kaya yang sedang mabuk. Bapaknya mendatangi saya, tapi sekalian saya nasehati.) Jejaring sosial pada masyarakat Desa Banjaran berdasarkan kedekatan rumah, dan keakraban hubungan. Pengorganisasian masyarakat berdasarkan gom (dusun), RT, dan jamaah musholla, seperti tahlilan tiap gom, arisan RT, rukun kematian gom, maupun jamaah musholla. Tokoh agama banyak berpengaruh pada kelompok tahlilan dan jamaah musholla, sedangkan tokoh masyarakat berpengaruh pada arisan RT dan
51 kehidupan sehari-hari. Akan tetapi tingkat kepatuhan masyarakat masih dipengaruhi oleh kepentingan masyarakat, materi pembicaraan tokoh, dan konsistensi tokoh terhadap pembicaraan tersebut.
Organisasi dan Kelembagaan
Terdapat beragam lembaga yang berperan sebagai dinamisator dalam kehidupan masyarakat Desa Banjaran. Organisaisi dan kelembagaan tersebut berupa organisasi pemerintah , organisasi ekonomi dan serta kelembagaan masyarakat. Organisasi pemerintah yang ada berupa
Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan
Desa, sedangkan organisasi ekonomi berupa koperasi simpan pinjam. Organisasi dan kelembagaan masyarakat secara lebih terinci sebagai berikut : Tabel.8. Organisasi dan Kelembagaan di Desa Banjaran NO
1
Lembaga
Kemasyarakatan agama
Nama
Jumlah
Tahlilan Bapak
6 buah
Tahlilan Ibu
6 buah
Kenceran
1 buah
Kelompok Barzanzi
2 buah
Jamaah
Musholla 13 buah
(musholla)
2
Masjid
2 buah
Madrasah
1 buah
TPQ
1 buah
Pendidikan
Sumber : Profil Desa Banjaran 2004, observasi, dan wawancara.
Kegiatan utama lembaga kemasyarakatan agama adalah kegiatan agama, namun demikian terdapat beberapa kegiatan yang bersifat ekonomi dan merupakan jaminan sosial. Di dalam kelompok Tahlilan Ibu, anggota wajib memberikan iuran yang sekaligus sebagai arisan, selain
itu dikumpulkan pula sumbangan sukarela sebagai
52 kas yang selanjutnya akan digunakan untuk membesuk anggota yang sakit, melahirkan, atau meninggal. Kelompok tahlilan merupakan kelembagaan masyarakat yang sudah mengarah pada organisasi. Kelompok tahlilan mempunyai struktur kepengurusan,mempunyai sumber dana tetap, dan mempunyai aturan-aturan. Demikian pula dengan kenceran, kelompok Barzanzi , jamaah musholla, dan masjid. Lembaga pendidikan baik TPQ maupun madrasah merupakan kelembagaan yang sudah berbentuk organisasi lengkap dengan peraturan tertulisnya. Kelompok-kelompok tahlilan yang berkembang bukanlah kelompok yang berfungsi untuk tahlilan kematian. Kelompok tersebut dilaksanakan pada hari yang ditentukan oleh keputusan musyawarah anggota, meskipun biasanya dilaksanakan pada malam Jumat. Karena hari Jumat adalah hari besar di antara hari-hari lain bagi umat Islam, sedangkan orang yang melaksanakan tahlilan kematian hanya berdasarkan undangan dari pihak yang berduka. Prasarana peribadatan hanya ada untuk pemeluk agama Islam. Prasarana tersebut terdiri dari dua buah masjid, dan 13 musholla. Masjid Mujtahidin merupakan masjid utama yang berlokasi tepat di sebelah Balai Desa, sebagian besar penduduk menggunakan masjid tersebut untuk melaksanakan Sholat Jum’at kecuali bagi penduduk dukuh Kranan melaksanakan Sholat Jum’at di masjid Desa Pedurungan. Masjid kedua adalah Masjid Semampir yang terletak perbatasan Desa Banjaran dan Desa Pedurungan bagian Barat . Ketiga belas musholla tersebar pada tiap-tiap gom (dusun), rata-rata dua buah musholla tiap gom. Semua tempat peribadatan tersebut berjalan aktif, kumandang adzan akan terdengar sahut-menyahut jika waktu sholat telah tiba. Setelah adzan sebelum iqomat akan terdengar puji-pujian. Hal tersebut membawa nuansa religius yang kental, lebih-lebih saat bulan suci Ramadhan, selepas sholat tarawih akan terdengar pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Peran masjid dan musholla masih hanya sebatas untuk ritual ibadah mahdoh (yaitu sholat) saja, sedangkan fungsi lainnya baik ekonomi maupun sosial belum dijalankan sebagaimana ketentuan dalam ajaran Islam. Namun demikian sudah ada embrio mengarah ke tujuan tersebut, misalnya pada saat kepengurusan sebelum periode ini melaksanakan kegiatan pengumpulan zakat fitrah bagi penduduk yang mampu yang selanjutnya dibagikan kepada penduduk yang tidak mampu.
53 Norma yang ada pada masyarakat adalah budaya dan agama. Terdapat akulturasi antara budaya dengan ajaran agama khususnya Agama Islam. Kegiatan tahlilan kematian merupakan salah satu bentuk akulturasi tersebut. Inti kegiatan tahlilan berupa rangkaian dzikir. Namun Islam tidak mengenal kegiatan tahlilan tahlilan kematian. Budaya “mendak, nyatus, nyewu” merupakan budaya yang berasal dari Agama Hindu, sedangkan dzikir memang dianjurkan di dalam Islam, namun berkumpul, dzikir, dan pemberian sekotak makanan dari keluarga berduka kepada orang yang bertahlilan, dan penentuan hari-hari tahlilan berdasarkan hari kematian tidak ada dalam ajaran Islam. Norma Agama Islam yang ada pada masyarakat belum dilaksanakan sepenuhnya. Masyarakat masih belum menerapkan Islam dalam kehidupan sehariharinya. Masih adanya masyarakat yang suka minuman keras, tidak mau melunasi hutang, dan jumlah jamaah sholat yang tidak maksimal merupakan beberapa bukti yang nampak pada masyarakat Desa Banjaran.
Sumberdaya Lokal
Sumberdaya merupakan potensi yang dapat menopang kelangsungan hidup manusia. Sumberdaya lokal berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan ekosistemnya. Ekosistem sendiri terdiri dari makhluk hidup termasuk manusia dan makhluk tak hidup (alam), sehingga sumberdaya lokal Desa Banjaran berkaitan dengan hubungan antara penduduk Desa Banjaran dengan alam dan makhluk hidup yang ada di Desa Banjaran. Berdasarkan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, sumberdaya alam Desa Banjaran sangat sedikit. Hanya ada lahan persawahan di bagian Timur Desa Banjaran seluas 45,799 ha yang dimiliki oleh 163 petani. Kurangnya ketertarikan penduduk untuk bertani karena dinilai prospek yang kurang cerah menyebabkan lahan persawahan dinilai tidak potensial oleh penduduk. Sumberdaya potensial yang ada di Desa Banjaran
adalah interaksi antar
penduduk yang dilandasi oleh norma agama Islam yang dipeluknya. Masyarakat rela untuk mengeluarkan tenaga dan hartanya untuk kepentingan agamanya, sehingga Masjid dan Musholla di Desa Banjaran di bangun dengan swadaya oleh penduduk Desa Banjaran. Agama Islam mewajibkan pemeluknya yang kaya untuk berzakat, yaitu
54 menyerahkan sebagian hartanya untuk dibagikan kepada pihak yang berhak menerimanya, termasuk orang miskin. Selain itu ada ketentuan infak dan shodaqoh berupa pemberian sebagian harta secara sukarela di luar zakat untuk diberikan kepada pihak yang berhak menerimanya. Hanya saja belum ada lembaga yang mengelola zakat, infak dan shodaqoh tersebut. Norma dalam Agama Islam yang dipeluk oleh 99,77% penduduk Desa Banjaran juga merupakan potensi yang dapat menghasilkan solusi bagi masalah yang ada jika dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kewajiban untuk jujur, mencari ilmu, berbuat baik, peduli pada sesama manusia, larangan berbuat semena-mena baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan, dan lain-lain yang diajarkan oleh Islam merupakan aspek-aspek yang ada pada pengetahuan kontemporer saat ini. Untuk kegiatan dzikir masyarakat Desa Banjaran membentuk kelompokkelompok, seperti kelompok tahlilan, barzanzi, dan kenceran. Di dalam kelompok tahlilan terdapat embrio jaminan sosial bagi masyarakat, yaitu dengan dikumpulkannya iuran wajib dan iuran sukarela dalam kegiatan tersebut yang selanjutnya digunakan untuk membesuk anggota yang sakit, kecelakaan, diberikan kepada keluarga dari anggota yang meninggal, dan kapada anggota yang melahirkan. Kelembagaan agama tersebut yang sudah mengarah ke organisasi tersebut dapat menjadi sarana penguatan kapasitas lainnya, seperti kapasitas sumberdaya manusia maupun kapasitas kelembagaan itu sendiri. Penguatan kapasitas lainnya tersebut dapat dilakukan melalui kelembagaan agama, karena norma yang melandasi kelembagaan tersebut bersifat komprehensif, yaitu mencakup semua aspek kehidupan, baik idiologi, sosial, maupun ekonomi. Potensi budaya yang sudah turun temurun juga ada pada penduduk Desa Banjaran. Potensi tersebut bersifat kegotong royongan. Salah satu bentuknya adalah kegiatan sinoman atau sambatan, yaitu kegiatan membantu secara sukarela penduduk yang mempunyai hajat. Bahkan dalam pengurusan jenazah ditemukan pula sifat gotong royong, hal tersebut dibuktikan dengan adanya istilah rukun kematian. Yaitu kegiatan pengumpulan dana secara berkala yang selanjutnya akan diserahkan kepada keluarga jenazah, selain dana penduduk juga menyumbang tenaga, baik untuk mengangkat maupun membawa jenazah. Sedangkan pengurusan upacara kematian bisanya diserahkan kepada Lebe.
55 Masalah Kesejahteraan Sosial
Dua masalah sosial terbesar yang ada di Desa Banjaran adalah masalah kemiskinan, dan penerapan Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Kedua masalah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kemiskinan Masalah kemiskinan merupakan masalah yang dirasakan oleh 55,55% penduduk Desa Banjaran. Kemiskinan tersebut timbul karena berbagai faktor, yaitu : a. Pendidikan, jumlah penduduk berpendidikan SMP kebawah sebesar 76,06%, sedangkan penduduk berpendidikan SMA ke atas hanya sebesar 15,2%. Tingkat pendidikan penduduk yang rendah menjadi salah satu penambah
tingginya
kemiskinan di Desa Banjaran di samping adanya faktor lain yang akan disebutkan di bawah (poin b dan c), namun ada faktor yang menyebabkan berkurangnya kemiskinan yaitu bagi warga desa yang berurbanisasi dan memberikan sebagian penghasilannya kepada keluarganya di desa. b. Terbatasnya sumberdaya alam, Desa Banjaran hanya mempunyai lahan persawahan sebagai sumber daya alam. Luas sawah hanya 45,799 ha yang dimiliki oleh 163 petani. Keterbatasan tersebut menyebabkan masyarakat tidak dapat mempunyai sumber mata pencaharian dari alam, kecuali sebagai buruh tani. Kecenderungan masyarakat untuk meninggalkan pertanian menyebabkan sumberdaya alam semakin tidak potensial. c. Modal, keterbatasan modal baik modal manusia, modal finansial, modal fisik, maupun modal alam ,dan kurangnya akses masyarakat terhadap modal menyebabkan masyarakat tidak dapat mengembangkan kehidupan ekonominya.
2. Penerapan Agama Islam dalam Kehidupan Sehari-hari Umat Islam bukan hanya diwajibkan untuk sholat saja, tetapi dalam kehidupan sehari-hari sikap, dan tingkah laku umat Islam harus sesuai dengan ajaran Agama Islam. Penduduk Desa Banjaran mempunyai masalah dalam penerapan ajaran Agama Islam. Banyak masyarakat yang belum menerapkan ajaran Agama Islam secara komprehensif. Hal tersebut sesuai dengan jawaban Bu Dy (55 th) berikut ketika menjawab pertanyaan penulis tentang bagaimana bekerja secara Islami:
56 ”Wah mboten ngertos niku mas, kulo ngertose namung sholat. Kagem ngaos mawo kula taksih sinau. Sakniki mending kula sinau ngaos, wingi-wingi kula dereng saged ngaos”.(artinya: wah tidak tahu mas, saya tahunya Cuma sholat. Sekarang lebih baik kaena sudah belajar mengaji, sebelumnya saya tidak bisa mengaji). Pengajianpengajian yang berisi tentang kehidupan secara lebih komprehensif juga belum dilaksanakan, sebagaimana perkataan Pak MB (45 th) berikut :”Memang, untuk pengajian masih berkisar pada ibadah saja. Untuk materi bekerja, ekonomi, dan lainnya itu masih belum. Untuk ibadah saja masyarkat masih harus sering diingatkan”. Memang benar ucapan Pak MB tersebut, karena berdasarkan pengamatan penulis, masyarakat yang melaksanakan sholat berjamaah di Musholla Khoirus Subban masih sangat sedikit (hanya 1 sampe 2 baris). Bahkan pada saat sholat subuh bisa hanya 2 orang jamaah laki-laki dan 5 jamaah wanita.
57 EVALUASI REHAB MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN Deskripsi Umum
Musholla Khoirus Subban berada di RT 03 RW 03 Desa Banjaran. Pada mulanya musholla ini lebih terkesan sebagai musholla keluarga, karena meskipun penggunaannya tidak terbatas pada sebuah keluarga, namun pengelolaan musholla tersebut dilakukan oleh sebuah keluarga. Keluarga tersebut adalah keluarga pendiri musholla tersebut, yaitu keluarga Kyai Bizi. Jamaah Musholla Khoirus Subban berasal dari sekitar musholla berjumlah dua puluh lima rumah tangga dengan jumlah rumah tangga rata-rata memiliki empat anggota rumah tangga. Adapun pekerjaan jamaah musholla adalah 40% sebagai buruh, 32% pedagang kecil, 12% penjahit, dan 16% PNS. Jamaah tersebut memiliki seorang tokoh agama dan tiga orang tokoh masyarakat pada tingkat desa. Pada awalnya dana yang digunakan untuk mengelola musholla berasal dari hasil dari tanah sawah seluas 316 m2 yang diwakafkan oleh Kyai Bizi. Imam musholla setelah Kyai Bizi adalah Kyai Masduki Bizi, anak dari Kyai Bizi. Adapun pengurus musholla lama yang masih hidup hanya Kyai Masduki Bizi dan Masudi Bizi. Di dalam pengelolaan musholla tersebut, pengurus tidak diperbolehkan meminta sumbangan dari jamaah, hal tersebut sesuai dengan wasiat dari Kyai Bizi. Wasiat tersebut dibuat dengan alasan penarikan sumbangan dari jamaah dikhawatirkan akan memberatkan jamaah, sehingga jamaah menjadi enggan untuk beribadah di musholla tersebut. Model pengelolaan tersebut berlangsung sejak berdirinya musholla Tahun 1970 hingga sebelum rehab musholla ini. Model pengelolaan seperti tersebut di atas menyebabkan dana yang diperoleh untuk pengelolaan musholla sangat terbatas, akibatnya musholla tampak kurang terpelihara. Jamaah sudah lama mengeluhkan keadaan musholla tersebut, namun mereka tidak berani menyampaikan kepada Kyai Masduki karena model pengelolaan tersebut,
hingga
pada
bulan
puasa
(Oktober)
2005
jamaah
berani
untuk
mengungkapkannya pada Kyai Masduki dan bermaksud untuk merehab musholla. Pada awalnya Kyai Masduki menolak dengan dasar wasiat ayahnya dan tidak ingin membebani jamaah, namun setelah diberi penjelasan bahwa keinginan tersebut benarbenar dari jamaah, maka Kyai Masduki pun mengijinkannya.
58 Pada bulan yang sama dibentuklah panitia rehab sekaligus restrukturisasi pengurus musholla oleh jamaah. Sumber dana yang direncanakan panitia untuk kegiatan rehab tersebut berasal dari sumbangan jamaah dan masyarakat Desa Banjaran, klentung (kotak amal) pada pelaksanaan Sholat Hari Raya dan pengajian rutin, hasil dari tanah wakaf, dan pengajuan proposal permohonan bantuan kepada Bupati Pemalang, namun proposal permohonan bantuan kepada Bupati Pemalang hingga pelaksanaan rehab musholla tidak membuahkan hasil, sehingga dana rehab musholla murni berasal dari masyarakat. Sumbangan masyarakat tidak hanya berupa uang, namun juga berupa material seperti semen, dan sumbangan tenaga. Rehab musholla yang sudah terlaksana meliputi pengeramikan lantai, pelapisan dinding dengan keramik setinggi 60 cm, pemasangan kipas angin, penggantian pintu dan jendela, pemasangan lubang angin, serta pengecatan ulang dinding musholla. Pelaksanaan rehab berlangsung selama 20 hari secara gotong royong. Panitia hanya membayar tenaga profesional yaitu bagi tukang kayu dan tukang batu, sedangkan masyarakat yang membantu rehab hanya disediakan makanan kecil, minuman, dan rokok. Panitia berdasarkan aspirasi dari jamaah juga bermaksud untuk merehab tempat wudu, namun karena dana yang ada sudah habis, maka untuk sementara kegiatan hanya sampai pada fisik musholla tersebut. Pada rehab fisik tersebut pun masih belum benar-benar selesai, kayu pada jendela dan pintu baru pada musholla tersebut belum bisa dicat, karena kendala dana tersebut. Namun demikian berdasarkan hasil wawancara, para jamaah merasa bombong (lega), kini mereka merasa nyaman untuk beribadah di Musholla Khoirus Subban tersebut, dan kenyamanan beribadah akan mempengaruhi kekhusuan dalam beribadah.
Pengembangan Ekonomi Masyarakat
Kegiatan
rehab
musholla
tersebut
tidak
berkaitan
langsung
dengan
pengembangan ekonomi masyarakat, sebab kegiatan tersebut tidak bernilai ekonomis namun bernilai sosial religi. Rehab musholla dimaksudkan agar para jamaah dapat melaksanakan ibadah dengan nyaman, sehingga ibadah dapat dilaksanakan dengan khusu. Di samping itu, dengan turut serta membantu rehab musholla, masyarakat mempunyai keyakinan dan dorongan religi untuk memperoleh pahala.
59 Meskipun kegiatan tersebut tidak secara langsung berhubungan dengan pengembangan
ekonomi
masyarakat,
namun
ada
keyakinan
religi
yang
menghubungkan dengan aspek ekonomi. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, masyarakat meyakini bahwa dengan ibadah yang khusu maka akan mendekatkan diri mereka dengan Allah SWT, sehingga mereka yakin, dengan dekatnya mereka denga Allah SWT, maka mereka akan hidup berkecukupan. Kehidupan yang berkecukupan dalam hal ini mencakup dua aspek, yaitu cukup dalam arti secara material dicukupi oleh Allah SWT, dan cukup dalam arti apapun yang mereka dapatkan dan miliki terasa cukup. Keyakinan religi
telah mendorong masyarakat untuk
rela memberikan
sumbangan baik uang maupun tenaga, namun disayangkan pemanfaatan hal tersebut baru sebatas untuk fisik bangunan musholla, padahal sumbangan tersebut dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi sebagaimana penjelasan Qardhawi (1995). Islam, sebagai agama yang dipeluk masyarakat tersebut mempunyai ajaranajaran mulia berupa kewajiban dan anjuran untuk menyisihkan harta untuk diberikan kepada pihak yang membutuhkan, yang disebut sebagai zakat, dan shodaqoh. Penggunaan sumbangan tersebut di dalam Islam tidak hanya berfungsi untuk membangun tempat ibadah, namun juga membangun ekonomi masyarakat. Jadi kegiatan rehab tersebut memang tidak secara langsung berhubungan dengan pengembangan ekonomi masyarakat, namun keyakinan, motivasi, dan nilai religi yang ada dapat dipergunakan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat. Keyakinan akan rasa cukup pada harta akan membendung sifat tamak, sehingga penggunaan cara-cara buruk untuk mendapatkan harta dapat dihindarkan. Dengan demikian melalui kegiatan musholla, ekonomi masyarakat agar dapat lebih diperhatikan.
Pengembangan Modal Sosial
Sumber-sumber
daya
yang
dimiliki
oleh
masyarakat
dalam
rangka
pemberdayaan masyarakat merupakan modal. Modal tersebut berupa modal manusia, modal fisik, modal finansial, dan modal yang disetarakan dengan modal-modal tersebut yaitu modal sosial, karena dapat dikelola menjadi suatu aktivitas gerakan sosial yang melibatkan sekelompok orang yang dicirikan oleh adanya kerjasama, tujuan yang tegas, serta kesadaran dan kesengajaan (Daryanto, 2004). Selanjutnya Daryanto menjelaskan bahwa pengelolaan modal sosial dapat menyumbang pada pembangunan ekonomi
60 karena adanya jaringan, norma, dan kepercayaan di dalamnya yang menjadi kolaborasi sosial untuk kepentingan bersama. Modal sosial menurut Putnam (1993a) cenderung kepada ciri-ciri organisasi sosial, yaitu jaringan, norma-norma, dan kepercayaan. Struktur masyarakat juga merupakan bentuk modal sosial ( Dasgupta dan Ismail Serageldin, 2000). Fukuyama (2001) juga melihat gotong-royong sebagai modal sosial dengan alasan hal tersebut merupakan wujud kemampuan yang timbul dari rasa percaya masyarakat. Kerjasama dalam aktivitas gotong royong tersebut dilandasi oleh norma-norma informal dalam masyarakat. Masyarakat berpartisipasi aktif dalam kegiatan rehab tersebut. Partisipasi dilakukan secara sukarela oleh masyarakat. Penggalangan partisipasi tersebut dilakukan oleh masyarakat yang diamanahkan kepada panitia rehab. Kegiatan rehab musholla yang dilakukan oleh masyarakat Desa Banjaran merupakan kegiatan gotong royong yang secara otomatis mengandung modal sosial di dalamnya. Kerjasama antar warga terlihat dengan adanya partisipasi dari masyarakat dalam memberikan sumbangan baik uang, material , maupun tenaga, sedangkan secara operasional langsung dilaksanakan oleh panitia rehab yang juga berasal dari masyarakat. Masyarakat melakukan rehab musolla karena merasa prihatin dengan keadaan musholla yang kurang terpelihara, dan adanya keinginan untuk melakukan ibadah dengan tenang dan khusu. Dengan demikian kegiatan rehab tersebut dilandasi oleh modal sosial berupa nilai-nilai solidaritas dan religi. Modal sosial tersebut telah terlembaga ke dalam organisasi sosial berupa jamaah musholla yang dilengkapi dengan pengurus musholla dan panitia rehab. Modal sosial yang ada di masyarakat tersebut menunjukkan kuatnya ikatan intra komunitas dan tingginya modal sosial masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kegiatan rehab musholla tersebut yang digerakkan oleh modal
sosial yang
dimiliki oleh masyarakat. Empat sumber dana yang direncanakan oleh panitia, namun hanya tiga sumber dana dari masyarakat dapat terealisasi, yaitu dari sumbangan jamaah dan masyarakat, klentung, dan hasil tanah wakaf, sedangkan proposal yang diajukan kepada Bupati Pemalang belum terealisasi. Modal sosial masyarakat tinggi sedangkan pemerintah kurang berfungsi, sehingga dalam kuadran dimensi modal sosial kegiatan tersebut berada pada kuadran coping. Dimensi integritas organisasional dan sinergitas antara tokoh agama dan pemerintah tidak berjalan dengan baik. Dimensi modal sosial dalam kegiatan tersebut dapat digambarkan dalam kuadran berikut :
61 Gambar 5.
Kuadran Dimensi Modal Sosial Rehab Musholla Khoirus Subban
Functioning Goverment Social-Economic well being
Latent Conflict
Modal Sosial rendah
Modal Sosial tinggi
Rendah
Tinggi Coping Conflict Rehab Musholla
Disfunctioning Goverment Selain solidaritas dan nilai religi, modal sosial yang ada di Desa Banjaran tersebut juga berupa kepemimpinan tokoh agama. Meskipun dalam kegiatan rehab tersebut ada semacam ”ketidak patuhan” jamaah pada kyai, namun hal tersebut hanya karena kesalahpahaman. Pada dasarnya masyarakat cukup patuh pada kyai, sehingga untuk mengutarakan maksud merehab musholla secara partisipatif tertunda sekian lama. Gillin (dalam Soemardjan & Soemardi, 1964) menjelaskan bahwa kelembagaan dapat terdiri dari aksi, ide, kebiasaan, dan seperangkat adat. Berdasarkan pendapat Uphoff (1992), norma juga merupakan kelembagaan. Sementara itu berdasarkan Polak (1966) kelembagaan merupakan sebuah sistem peraturan-peraturan yang bertujuan mengatur pola hubungan antar manusia di dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Berdasarkan
pengertian-pengertian
tersebut,
kegiatan rahab musholla tersebut
mempunyai unsur kelembagaan. Kegiatan rehab tersebut merupakan aksi bersama yang mempunyai aturan-aturan dalam pola hubungan antar manusia. Kelembagaan dalam kegiatan rehab tersebut sudah berwujud organisasi sosial, yaitu jamaah musholla yang mempunyai pengurus, dan membentuk kepanitiaan dalam melaksanakan
rehab
musholla
tersebut.
Kegiatan
tersebut
termasuk
kategori
kelembagaan participatory karena kelembagaan tersebut muncul dan dikelola oleh masyarakat secara partisipatif. Pelayanan dan peran serta dalam kegiatan rehab tersebut berjalan dengan seimbang, masyarakat berperan aktif dalam pelaksanaan
62 rehab, dan panitia mengkoordinir dan melaksanakan rehab tersebut guna memberikan kenyamanan bagi jamaah dalam melaksanakan ibadah, sedangkan pengelolaan (governance) dilakukan dengan baik, hal itu terlihat dari berhasilnya kegiatan rehab sejauh ini. Sebuah kelembagaan dengan keseimbangan antara peran serta dan pelayanan, serta dengan pengelolaan yang baik, maka kelembagaan tersebut akan bersifat sustain (berkelanjutan). Dengan demikian kelembagaan tersebut dapat digambarkan dalam kuadran berikut : Gambar 6.
Kuadran Tipologi Kelembagaan Rehab Musholla Khoirus Subban Good Governance Semi Sustain kendala manajemen Sustain Tinggi Rendah
Keseimbangan pelayanan dengan peran serta
Keseimbangan pelayanan dengan peran serta
Semi Sustain kendala governance
Tidak Sustain
Bad Governance
Sztompka (2004) memberikan batasan definisi gerakan sosial sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Adanya tindakan bersama (kolektif), Mempunyai tujuan bersama untuk suatu perubahan, Kolektifitas lebih rendah dari organisasi formal, Tindakan spontanitas dan tak terlembaga.
Jadi gerakan sosial merupakan tindakan kolektif masyarakat yang bermaksud mengadakan suatu perubahan sesuai dengan tujuan bersama melalui pengorganisasian yang longgar tak terlembaga. Gerakan sosial bukanlah suatu kerumunan, oleh karena itu Giddens (1979) membatasi gerakan sosial dengan adanya tujuan bersama dan tujuan tersebut bukan hanya sementara, namun mempunyai tujuan jangka panjang (Sunarto, 1993). Berdasarkan pendapat Gidden dan Sunarto tersebut, penulis kurang sependapat dengan Sztompka yang membatasi gerakan sosial pada tindakan spontanitas dan tak
63 terlembaga. Gidden menjelaskan adanya tujuan bersama, dan Sunarto menambah bahwa tujuan tersebut dapat berupa tujuan jangka panjang, sehingga untuk mencapai tujuan jangka panjang tersebut tidak mungkin melalui tindakan spontanitas, bahkan diperlukan pelembagaan masyarakat dalam upaya mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kegiatan rehab Musholla Khoirus Subban yang merupakan bagian dari kegiatan musholla tersebut secara utuh merupakan sebuah gerakan sosial. Tujuan dari rehab tersebut adalah untuk mendapatkan kenyamanan dalam beribadah. Tujuan tersebut akan terus berlangsung dalam jangka panjang, dan mempunyai tujuan jangka panjang lainnya berupa kekhusukan dalam beribadah yang akan mempengaruhi seluruh hidup jamaah, sedangkan aras perubahan yang diharapkan berada pada perubahan orang perorang. Dengan demikian kegiatan tersebut mempunyai ayunan skala perubahan dari skala sebagian ke skala menyeluruh,sehingga tipe gerakan sosial tersebut berayun dari gerakan sosial tipe alternative ke tipe redemptive. Orientasi perubahan gerakan sosial tersebut adalah orientasi nilai, yaitu mendapat kekhusukan dalam melakukan sholat yang selanjutnya dapat menghasilkan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT. Masyarakat melakukan kegiatan rehab karena adanya solidaritas yang muncul karena adanya nilai-nilai religi yang diyakini dan menjadi faktor internal yang memotivasi individu dan masyarakat untuk memberikan sumbangan dalam kegiatan tersebut. Dengan demikian locus of control yang dominan pada masyarakat ada pada faktor internal. Kegiatan Musholla Khoirus Subban sementara ini baru menekankan pada kegiatan fisik bangunan musholla, meskipun ada program pengajian rutin setiap Kamis malam, namun materi pengajian hanya bersifat spiritual dan kurang menggunakan potensi yang ada untuk pengembangan masyarakat lebih lanjut. Padahal dalam ajaran Islam, kegiatan musholla juga bisa meliputi aspek kesejahteraan lainnya disamping aspek mental spiritual. Secara kelembagaan, musholla bisa mengembangkan programprogram kesejahteraan lainnya, seperti santunan pada fakir miskin, pemberian modal, memberikan pendidikan etos kerja Islam, taktik bisnis Islam, kesehatan, dan sebagainya. Program tersebut dapat dilaksanakan dengan dana operasional dari zakat dan shodaqoh dari masyarakat, serta membuat jaringan dengan pihak-pihak terkait. Gerakan sosial masyarakat Desa Banjaran tersebut dapat diperkuat melalui pengerahan sumber daya secara lebih optimal baik berupa kepemimpinan, organisasi
64 dan keterlibatan musholla dalam aspek kehidupan masyarakat yang lain. Dengan demikian advokasi harus dilakukan. Sasaran advokasi dapat ditujukan kepada Pemerintah Desa Banjaran, Pemerintah Kabupaten Pemalang, serta Departemen Agama. Tujuan dari advokasi adalah agar musholla mendapat perhatian yang baik dari pemerintah, dan dapat dilibatkan dalam program kesejahteraan lainnya.
Kebijakan dan Perencanaan Sosial
Titmus dalam Suharto (2005b) mendefinisikan kata Kebijakan sebagai ”prinsipprinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu”. Adapun Thomas Dye dalam Tjokroamidjojo (1988) mendefinisikan kebijakan sebagai ”apa yang dipilih oleh oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan”. Conyers (1992) menjelaskan bahwa hak dasar yang dalam kata lain hak azasi manusia seperti hak hidup, menyatakan pendapat secara bebas, juga hak sosial seperti hak dalam memperoleh
pendidikan,
pekerjaan,
perumahan,
atau
berpartisipasi
dalam
pembangunan tersebut terangkum dalam kata Sosial. Berdasarkan pengertian kebijakan dan sosial tersebut, maka kebijakan sosial dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan pemerintah sebagai pihak yang berwenang yang diarahkan kepada penanganan masalah-masalah sosial yang ada pada warga negara. Masalah-masalah sosial yang dimaksud menyangkut kebutuhan-kebutuhan dasar warga negara baik sandang, pangan, papan, terjaminnya kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Di dalam prosesnya, kebijakan sosial melalui tahapan perencanaan, yang berarti serangkaian tindakan yang akan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan dari kebijakan sosial tersebut. Pengertian kebijakan sosial di atas menekankan pada tanggung jawab pemerintah, namun paradigma baru pembangunan menuntut adanya partisipasi aktif dari masyarakat, sehingga kebijakan sosial menjadi tanggung jawab negara dan masyarakat termasuk swasta. Kesejahteraan yang menjadi tujuan meliputi segenap aspek baik jasmani, rohani, maupun sosial sebagaimana penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 . Kegiatan yang dilakukan oleh jamaah Musholla Khoirus Subban tersebut bukan merupakan kebijakan sosial kaena murni dari masyarakat, oleh karena itu pembahasan
65 kebijakan sosial dilakukan dalam perspektif masyarakat, artinya masyarakat seolah-olah bertindak sebagai pemerintah yang melakukan pengaturan, yaitu pengaturan untuk diri sendiri. Jadi kebijakan sosial tersebut berada pada aras masyarakat sendiri yang dioperasionalkan oleh pengurus musholla untuk memberikan pelayanan pada jamaah, dengan peranserta aktif dari jamaah dan masyarakat. Proses penyusunan kebijakan dalam kegiatan musholla ini memang tidak sepenuhnya sistematis dan tertulis. Panitia tidak menuliskan perencanaannya secara terpisah melainkan dalam penyusunan proposal. Berdasarkan proposal
permohonan
bantuan bagi rehab musholla, visi dari kegiatan ini adalah terciptanya keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, sedangkan misinya adalah mendapatkan kenyamanan dalam beribadah. Selanjutnya sasaran kegiatan, dana yang direncanakan, macammacam kegiatan, dan susunan kepanitiaan juga tertulis dalam proposal tersebut. Namun semua hal tersebut tidak ditulis secara rinci. Deskripsi dan pembagian tugas, rincian kegiatan, dilakukan secara lisan dalam rapat-rapat panitia. Bahkan penggantian jendela dan pintu musholla tidak terencana dalam rapat panitia, namun hanya hasil obrolan santai setelah pengeramikan lantai. Proses tersebut menunjukkan perencanaan yang kurang sistematis, akibatnya anggaran yang dibutuhkan membengkak. Untuk memperoleh hasil yang lebih optimal, perencanaan dibuat secara lebih sistematis dan matang. Di dalam kegiatan rehab tersebut, faktor dana masih menjadi kendala, sehingga kegiatan rehab harus disesuaikan pula dengan anggaran yang direncanakan dengan baik. Berdasarkan visi dan misi kegiatan rehab tersebut, maka kesejahteraan yang hendak dicapai adalah kesejahteraan dalam aspek rohani. Aspek lainnya hanya merupakan tujuan lanjut dari aspek rohani tersebut. Kegiatan yang memperkuat pencapaian aspek rohani tersebut adalah pengajian rutin setiap Kamis malam. Guna memperkuat kapasitas jamaah, kegiatan pengajian dapat divariasi dengan materi etika Islam, etos kerja Islam, taktik dagang Islam, ekonomi Islam, dan sebagainya. Programprogram untuk kebutuhan fisik juga perlu direncanakan, karena musholla mempunyai potensi untuk melaksanakan program-program tersebut.
66 Evaluasi Umum
Kegiatan rehab Musholla Khoirus Subban berjalan dengan partisipasif. Modal sosial telah berkembang dalam bentuk kelembagaan, serta menjadi unsur gerakan sosial. Ketiga aspek tersebut, baik modal sosial, kelembagaan, dan gerakan sosial musholla perlu untuk lebih diperkuat kembali. Penguatan terhadap kelembagaan berarti penguatan terhadap modal sosial, sedangkan untuk memperkuat gerakan sosial, maka kapasitas kelembagaan harus diperkuat terlebih dahulu. Selama ini musholla hanya terkesan sebagai tempat ritual ibadah, baik sholat maupun pengajian. Padahal fungsi musholla yang sebenarnya tidak hanya sebatas ritual ibadah
saja.
Sosialisasi
tentang
fungsi
musholla
yang
selengkapnya
harus
dilaksanakan, sehingga masyarakat dengan modal sosial yang ada dapat terkoordinir lebih baik. Bermodalkan keyakinan dan kepatuhan kepada agama yang tinggi, maka kepercayaan antar warga dapat terbangun lebih tinggi, karena Islam telah mengajarkan pentingnya kejujuran, keadilan, dan etika baik dalam berhubungan antar manusia sehari-hari maupun dalam hubungan yang bersifat ekonomis. Kegiatan rehab musholla tersebut tidak diprogramkan secara rutin, kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan keperluan saja, sehingga pelaksanaan kegiatan kurang optimal. Melalui pemrograman yang terukur kendala yang mungkin muncul akan dapat diantisipasi, kebutuhan-kebutuhan dapat diprioritaskan secara tepat.
67 KAPASITAS KELEMBAGAAN MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN
Kepemimpinan
Kepemimpinan di dalam kelembagaan musholla yang dimaksud adalah gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pengurus Musholla Khoirus Subban. Gaya kepemimpinan pengurus tersebut dapat dipengaruhi oleh pihak-pihak lain, dalam hal ini adalah pengaruh dari tokoh agama dan tokoh masyarakat. Gaya kepemimpinan dapat diketahui melalui cara pengurus mengambil keputusan, baik dalam menyusun program, kegiatan, maupun keputusan-keputusan lainnya. Berdasarkan observasi dan wawancara, keputusan-keputusan yang diambil oleh pengurus Musholla Khoirus Subban tidak semata-mata diputuskan begitu saja, namun terlebih dahulu dibicarakan dengan jamaah musholla lainnya. Bahkan dalam kegiatan rehab musholla ide dari kegiatan tersebut berasal dari jamaah yang bukan pengurus musholla. Proses pengambilan keputusan oleh pengurus dapat dibedakan menjadai dua, yaitu melalui rapat bersama jamaah , dan rapat pengurus yang selanjutnya ditawarkan pada jamaah. Rapat bersama antara pengurus dan jamaah dilaksanakan apabila membahas kegiatan rutin dan kegiatan insidental yang bersifat kecil, seperti pembagian jadwal bagi jamaah yang harus menyediakan konsumsi dalam kegiatan rehab musholla, jadi kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian dari kegiatan yang lebih besar. Pengambilan keputusan dengan cara ke dua dilaksanakan apabila diperlukan perincian dalam keputusan tersebut dan menyangkut kegiatan yang cukup besar, misalnya dalam menyusun kebutuhan bahan-bahan bangunan dalam rehab musholla. Keputusan sementara yang telah dibuat oleh pengurus tersebut selanjutnya ditawarkan kepada jamaah lainnya untuk mendapatkan masukan lainnya dan mendapatkan persetujuan. Proses tersebut dinilai oleh jamaah lebih efektif karena tidak membutuhkan waktu panjang, dan pada umumnya jamaah lebih banyak menyetujui keputusan-keputusan tersebut, karena sebelum pengurus melaksanakan rapat, mereka sudah berdiskusi dengan jamaah secara personal. Proses pengambilan keputusan dengan cara kedua inilah yang lebih sering digunakan.
68 Tokoh agama juga mempunyai andil dalam keputusan tersebut. Sebelum keputusan ditetapkan, biasanya pengurus meminta pendapat tokoh agama, apalagi tokoh agama merupakan pembina bagi pengurus musholla dalam strukturnya. Tokoh agama juga selalu diundang untuk mengikuti rapat pengurus dan rapat bersama jamaah. Pengambilan keputusan internal pengurus sendiri tidak didominasi oleh ketua saja. Tiap pengurus mempunyai hak yang sama untuk mengutarakan pendapat dan menentukan keputusan meskipun dua dari pengurus tersebut dipandang mempunyai kelebihan pengetahuan dan menjadi imam dalam sholat berjamaah di Musholla Khoirus Subban . Contoh dari bukti tersebut adalah ketika pelaksanaan rehab musholla, dimana usul dari salah satu imam tersebut untuk membuat tempat penampungan air dari ”drum” besar ditolak oleh pengurus lainnya, dan imam tersebut pun tidak keberatan usulannya ditolak.
Perencanaan Program
Proses perencanaan program telah tergambar pada sub bab Kepemimpinan di atas. Ide dari program-program tidak hanya datang dari pengurus, namun juga dari jamaah lain. Artinya aspirasi dari jamaah juga diperhatikan oleh pengurus. Penyusunan program dilaksanakan melalui cara pengambilan keputusan kedua, yaitu rapat pengurus terlebih dahulu dan selanjutnya rapat bersama jamaah. Baik pengurus maupun jamaah lainnya mempunyai andil dalam penyusunan program tersebut. Penyusunan program sejak dibentuk kepengurusan baru sampai bulan Juni 2006 baru dilaksanakan satu kali, selebihnya merupakan proses perencanaan kegiatankegiatan yang telah diprogramkan. Program-program yang telah direncanakan adalah sebagai berikut : 1. Pelaksanaan sholat berjamaah secara rutin; 2. Pengajian rutin yang dilaksanakan setiap selasa malam selepas Sholat Maghrib; 3. Pembacaaan Barzanzi ibu-ibu yang dilaksanakan setiap sabtu malam selepas Sholat Isya; 4. Peringatan hari-hari besar Islam; 5. Khaul dari Kyai Bizi (pendiri musholla Khoirus Subban);
69 6. Perbaikan tempat wudhu; dan 7. Pemeliharan musholla. Dana dari program-program tersebut sebagian besar diprogramkan berasal dari internal jamaah Musholla Khoirus Subban. Dana tersebut bersifat langsung habis, tidak ada yang bersifat produktif. Satu-satunya program pembinaan intensif hanya pengajian rutin selasa malam, sedangkan program pembinaan lainnya dilaksanakan berupa ta’lim (ceramah agama) pada saat peringatan hari-hari besar agama Islam. Materi pembinaan baik dalam pengajian rutin maupun ta’lim
tersebut diserahkan sepenuhnya kepada
penceramah, bukan berdasarkan permintaan dari pengurus, sehingga terkadang materi yang sama diulang kembali oleh penceramah lainnya. Ceramah pun bersifat umum, tidak berdasarkan kebutuhan dari jamaah.
Pelaksanaan Program
Pelaksanaan program-program yang telah direncanakan tersebut melibatkan seluruh jamaah, baik yang menjadi pengurus maupun yang tidak menjadi pengurus musholla. Berdasarkan observasi dan wawancara, jamaah sangat bersemangat dan berpartisipasi aktif dalam program-program yang bersifat insidentil dan berskala cukup besar, seperti dalam pelaksanaan rehab musholla dan peringatan Maulud Nabi tahun 2006. Program yang bersifat rutin tampak kurang diikuti oleh jamaah. Hal tersebut sangat terlihat dalam kegiatan pengajian rutin selasa malam, dimana jumlah jamaah yang hadir sangat sedikit (baik jamaah laki-laki maupun perempuan masing-masing berjumlah kurang dari 10 orang). Kegiatan lain yang sangat tampak adalah sholat berjamaah. Jumlah jamaah yang melaksanakan pun sangat sedikit (jamaah laki-laki kurang dari 10, dan jamaah wanita kurang dari 15), kecuali pada hari kamis malam dan awal bulan puasa. Hari kamis malam atau dalam perhitungan agama Islam sudah merupakan hari Jumat memang merupakan hari yang lebih istimewa dibandingkan dengan hari-hari lainnya, dalam bahasa agama disebut sebagai sayidul ayyam (rajanya hari), sehingga jamaah yang datang untuk sholat di musholla lebih banyak. Akan tetapi hal tersebut hanya berlangsung saat pelaksanaan Sholat Maghrib saja, pada saat sholat Isya jumlah jamaah sama dengan hari-hari lainnya. Hal tersebut disebabkan batas waktu sholat Isya
70 yang panjang, sehingga jamaah sering menunda Sholat Isya. Awal puasa biasanya seluruh jamaah melaksanakan sholat di musholla, semangat jamaah untuk menyambut bulan puasa demikian ramai, namun jumlah jamaah semakin hari semakin menyusut. Kegiatan barzanzi ibu-ibu berjalan rutin, namun tidak semua jamaah wanita aktif mengikutinya . Jumlah jamaah wanita yang aktif mengikuti rata-rata hanya sepuluh orang. Hal tersebut lebih di sebabkan karena minat yang belum muncul dari jamaah wanita lainnya. Perbaikan tempat wudu sampai sekarang baru dalam tahap pengumpulan dana melalui donatur tetap. Adapun pemeliharaan musholla yang bersifat perbaikan diatur oleh pengurus, termasuk listrik, dan alat komunikasi. Partisipasi yang dilaksanakan oleh jamaah bersifat sukarela, artinya jamaah berpartisipasi karena kesadaran pribadi, bukan
merupakan mobilisasi. Partisipasi
tersebut secara kuantitas ternyata tidak konsisten, hal tersebut dapat dilihat sesuai dengan pemaparan di atas.
Alokasi Sumberdaya
Sumberdaya yang dimiliki Musholla Khoirus Subban dialokasikan untuk melaksanakan program-program yang telah ditentukan. Pengalokasian sumberdaya yang ada secara manajemen dilaksanakan oleh pengurus dengan persetujuan dan aspirasi jamaah. Pelaksanaan peringatan Maulud Nabi
misalnya yang diisi dengan
kegiatan barzanzi selama satu minggu berturut-turut, dimana pengurus membagi jadwal keluarga yang bertanggungjawab terhadap konsumsi kegiatan tersebut yang selanjutnya disetujui dan dilaksanakan oleh jamaah. Hal yang sama juga berlangsung pada kegiatan rehab, dan kegiatan lainnya. Berdasarkan program Musholla Koirus Subban yang telah direncanakan di atas, alokasi sumberdaya untuk pembangunan fisik terdiri dari rehab tempat wudu dan pemeliharaan musholla, baik berupa pembayaran listrik, memperbaiki kerusakankerusakan kecil, dan membayar tukang pel. Kegiatan fasilitasi berupa sholat berjamaah rutin, dan pembacaan barzanzi, kegiatan seremonial dan pembinaan umum adalah khaul dan peringatan hari-hari besar Islam, sedangkan kegiatan pembinaan adalah pengajian rutin setiap selasa malam. Alokasi sumberdaya tersebut lebih banyak ditujukan kepada yang bersifat fisik, dan seremonial. Jamaah sendiri mengaku kurang mendapatkan manfaat dari
71 pembinaan yang dilaksanakan, jumlah jamaah yang mengikuti pengajian rutin sedikit, sedangkan pembinaan umum dalam kegiatan peringatan hari-hari besar Islam hanya bersifat umum, tidak sesuai kebutuhan jamaah, dan karena tidak intensif maka kurang mengesankan bagi jamaah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Pak Do (50th) berikut : ”Ngajine be ngaji jiping, karo setengah ngantuk. Angger lubar ya wis klalen mau ngaji apa”.(artinya: ngajinya saja ngaji jiping [Cuma mendengar], sambil setengah ngantuk. Kalo sudah selesai ya sudah lupa tadi mengaji apa.)
Hubungan dengan Pihak Luar
Hubungan dengan pihak luar dapat dilihat pada saat pelaksanaan rehab musholla. Hubungan tersebut berupa ikut sertanya jamaah musholla lain dalam rehab tersebut dalam bentuk pemberian sumbangan baik secara material maupun secara finansial. Kerjasama seperti itu memang telah berlangsung di Desa Banjaran. Apabila ada musholla lain yang mengadakan rehab, maka jamaah dari musholla lain juga ikut menyumbang, namun selama ini kerjasama tersebut baru berlangsung pada tataran pembangunan fisik musholla atau masjid, sedangkan kerjasama untuk kesejahteraan dalam bidang lain belum dilaksanakan kecuali berupa zakat fitrah dan ibadah korban. Dukungan dari pihak pemerintah pun telah diusahakan dalam kegiatan tersebut dengan mengajukan proposal kepada Bupati Pemalang, namun proposal tersebut tidak mendapatkan respon apapun dari Bupati. Latar belakang pengajuan proposal tersebut adalah berkaitan dengan masa kampanye pemilihan bupati saat itu, di mana bupati periode sebelumnya mencalonkan diri, sehingga pengurus berpandangan akan mudah ”cair” sebagaimana musholla-musholla lainnya. Proposal tersebut akhirnya ”cair” sebesar satu setengah juta rupiah dari pengajuan sepuluh juta rupiah, namun hal tersebut baru terjadi setelah sembilan bulan lamanya, sehingga masa merehab musholla dengan masa merehab tempat wudu menjadi terpisah beberapa bulan. Dana tersebut memang akhirnya dipergunakan untuk melakukan rehab tempat wudu. Kerjasama dengan selain pihak-pihak selama ini belum pernah dilaksanakan. Pengurus menjelaskan hal itu memang belum terpikirkan, karena kepengurusan baru terbentuk pada tahun 2005 lalu, sedangkan kepengurusan lama tidak efektif, karena personil yang sebagian besar telah meninggal, dan masih didominasi oleh keluarga pendiri musholla. Selain alasan tersebut, pengurus merasa sulit untuk mencari pihak-
72 pihak yang bersedia untuk bekerjasama dengan musholla. Ketidaklaziman melakukan kerjasama antara musholla dengan pihak-pihak luar seperti partai-partai, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan organisasi massa (ormas) Islam juga mempengaruhi belum terjalinnya kerjasama. Menurut jamaah musholla-musholla di Desa Banjaran memang belum ada yang melakukan kerjasama seperti itu, sehingga kerjasama tersebut dinilai tidak lazim.
73 ANALISA KAPASITAS MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN
Kapasitas musholla meliputi
faktor kepemimpinan, proses perencanaan
program, pelaksanaan program, alokasi sumber daya, dan hubungan dengan pihak luar. Kapasitas musholla tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor internal berupa fasilitas musholla, pengurus, dukungan jamaah, dan kegiatan musholla. Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah kerjasama dan dukungan dari pihak luar. Musholla mempunyai potensi yang meliputi faktor-faktor sekaligus kondisi riil Musholla Khoirus Subban yang dapat dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan jamaah Musholla Khoirus Subban. Potensi tersebut dapat disimpulkan melalui analisa kapasitas musholla tersebut. Analisa kapasitas musholla tersebut dilakukan bersama-sama antara penulis dengan tujuh orang jamaah melalui FGD pertama, dua puluh tiga orang jamaah dalam FGD kedua dan berdasarkan wawancara mendalam. Analisa dilakukan dengan menggunakan alat analisis SWOT.
Kekuatan (Strength)
Kekuatan kekuatan
internal
(strength) merupakan faktor-faktor yang oleh jamaah menjadi musholla
yang
dapat
kesejahteraan jamaah. Kekuatan tersebut
dimanfaatkan
dalam
meningkatkan
adalah adanya modal manusia berupa
kepemimpinan yang cocok dengan jamaah, proses perencanaan program, semangat kerja, dan kinerja dari pengurus musholla. Faktor lainnya adalah adanya modal finansial berupa adanya sumber dana tetap, adanya modal fisik berupa sarana dan prasarana, serta modal sosial berupa solidaritas seagama. Kepemimpinan dinilai sebagai kekuatan yang dimiliki oleh Musholla Khoirus Subban karena dengan kepemimpinan yang cocok tersebut bisa menjadi efektifnya pelaksanaan sebuah program. Demikian juga halnya
lebih
dengan proses
penyusunan program yang demokratis dan aspiratif . Inti dari kepemimpinan adalah pengambilan
keputusan,
sedangkan
proses
perencanaan
program
melibatkan
pengambilan keputusan juga, sehingga kepemimpinan memiliki keterkaitan atau dapat tergambar dari proses perencanaan program. Kepemimpinan yang dilakukan oleh pengurus dalam kelembagaan musholla Khoirus Subban dirasakan cocok oleh jamaah
74 musholla lainnya. Pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis dengan melibatkan jamaah lainnya dalam pengambilan keputusan akhir. Keputusan awal diambil oleh pengurus secara internal dengan tetap memperhatikan aspirasi jamaah dengan pertimbangan efisiensi, sehingga proses pengambilan keputusan akhir tidak berlarut-larut. Demikian juga halnya dalam proses penyusunan program maupun kegiatan, sebagian besar dilakukan melalui dua mekanisme tersebut. Kegiatan yang aspiratif dapat secara jelas terlihat dalam rehab musholla, dimana gagasan awal rehab berasal dari jamaah. Pengurus Musholla Khoirus Subban baru dibentuk Tahun 2005 yang lalu, namun telah mampu melaksanakan rehab musholla yang secara fisik membuktikan kinerja pengurus . Oleh karena itu jamaah menilai kinerja pengurus masih baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bu Hh (55 th) berikut : ”Pengurus sakniki ketingal kerjane. Langgare saged sae. Lha dibandingke wingi-wingi langgar ora keurus”. (artinya: pengurus sekarang kelihatan kerjanya. Musholla bisa bagus. Lha dibandingkan kemarinkemarin musholla tidak terurus.) Kinerja yang baik tersebut menimbulkan kepercayaan dari jamaah lainnya kepada pengurus, sehingga menjadi modal yang dapat mendukung terlaksananya program yang direncanakan. Kinerja pengurus tersebut dilandasi oleh semangat dari pengurus itu sendiri dalam melaksanakan program, apalagi kepengurusan belum lama dibentuk. Semangat tersebut dinilai merupakan salah satu faktor juga yang menciptakan modal manusia dalam rangka pelaksanaan program kesejahteraan secara lebih komprehensif. Adanya sumber dana tetap juga menjadi kekuatan bagi Musholla Khoirus Subban. Sumber dana tetap yang berasal dari wakaf dan donatur tetap tersebut merupakan modal finansial yang dimiliki oleh Musholla Khoirus Subban dalam menunjang program-program yang direncanakan, apalagi dengan adanya sumber dana tidak tetap, seperti kotak amal (kencleng), maupun penarikan iuran insidental baik kepada jamaah Musholla Khoirus Subban maupun jamaah musholla lain seperti yang terjadi pada rehab musholla. Adanya sumber dana tersebut menjadikan pengeluaranpengeluaran finansial dapat didanai, sehingga program maupun kegiatan dapat dilaksanakan. Rehab Musholla Khoirus Subban menjadikan musholla tersebut lebih bagus dari pada sebelumnya, dan musholla tersebut mudah diakses oleh jamaahnya, sehingga dari
75 sudut sarana dan prasarana menjadi kekuatan bagi Musholla Khoirus Subban. Adanya musholla tersebut menjadikan terlaksananya keiatan-kegiatan keagamaan yang telah diprogramkan.
Musholla
pun
menjadi
wadah
berkumpulnya
jamaah
dalam
melaksanakan suatu kegiatan, sehingga program kesejahteraan pun diharapkan lebih terlaksana dengan adanya sarana dan prasarana tersebut sebagai sebuah modal fisik. Modal sosial yang dimiliki oleh Musholla Khoirus Subban adalah adanya solidaritas seagama dalam diri jamaah. Solidaritas tersebut memunculkan kemauan untuk kerjasama dan bergotong royong. Salah satu contoh bukti nyata dari kerjasama dan gotong royong tersebut adalah terlaksananya kegiatan rehab musholla, dimana jamaah mau berkorban baik materi maupun non materi untuk merehab musholla. Mempunyai musholla yang baik diinginkan oleh semua jamaah . Keinginan jamaah untuk memiliki musholla yang lebih baik dari sebelumnya juga merupakan bentuk rasa keagamaan dari jamaah. Adanya modal sosial tersebut menkjadikan program peningkatan kesejahteraan yang memang membutuhkan kerjasama (khususnya antar jamaah) tersebut dapat terlaksana lebih optimal,
Kelemahan (Weakness)
Kelemahan merupakan hal-hal dari dalam diri kelembagaan musholla yang dapat menghambat terlaksananya program-program untuk meningkatkan kesejahteraan jamaah. Hal-hal dari dalam diri musholla tersebut dapat berasal dari pengurus, jamaah lainnya, maupun fisik musholla. Kelemahan Musholla Khoirus Subban pada dasarnya terletak pada kurangnya sumber daya manusia berupa kurangnya pengetahuan dan pengalaman jamaah (baik pengurus maupun bukan pengurus) tentang fungsi musholla secara komprehensif. Kelemahan tersebut berderivasi terjadinya kekurangan partisipasi jamaah dalam mengikuti kegiatan rutin, kurangnya keteladanan, alokasi sumber daya yang kurang tepat,
sikap jamaah yang menganggap tidak lazim terhadap fungsi
musholla tersebut serta kurangnya kerjasama dengan pihak luar, dan dapat menghambat program-program untuk meningkatkan kesejahteraan jamaah melalui musholla. Kelemahan-kelemahan tersebut berimbas pada kurang optimalnya peran musholla bagi kesejahteraan jamaah, serta tergambar dalam program-program yang selama ini kurang optimal dalam meningkatkan kesejahteraan jamaah.
76 Kurangnya partisipasi dari jamaah dalam pelaksanaan kegiatan rutin merupakan hal yang secara menonjol merupakan kelemahan dari Musholla Khoirus Subban. Berkumpulnya jamaah secara rutin di musholla sangat diperlukan guna mentransfer nilai-nilai untuk meningkatkan kesejahteraan, salah satu contohnya adalah untuk memberikan penmahaman agama secara lebih komprehensif. Kurangnya partisipasi jamaah dalam kegiatan rutin menjadikan rencana program dan kegiatan peningkatan kesejahteraan menjadi kurang optimal. Jamaah secara aktif
berpartisipasi di luar
kegiatan rutin, dan transfer nilai memang bisa dilakukan melalui kegiatan tidak rutin tersebut, namun hasilnya tentu kurang optimal jika dibandingkan dengan transfer nilai dengan frekuensi lebih sering. Kurangnya partisipasi jamaah dalam kegiatan rutin tersebut disebabkan oleh kurangnya kesadaran jamaah akan pentingnya kegiatan tersebut. Upaya untuk meningkatkan kesadaran jamaah belum dilakukan secara khusus, pengurus hanya berharap dari pengajian rutin selasa malam dan pengajian dalam peringatan hari besar Islam . Aspek yang selanjutnya dianggap lemah adalah keteladanan. Kurangnya keteladanan disini karena pengurus musholla sendiri belum sepenuhnya melaksanakan sholat
berjamaah dan mengikuti pengajian rutin di musholla, lebih-lebih dalam
pelaksanaan agama secara komprehensif. Jamaah sangat memerlukan keteladanan, terutama dalam hal pelaksanaan ajaran agama secara lebih komprehensif. Aspek keteladanan
yang
kurang
dapat
menghambat
pelaksanaan
program
karena
menyebabkan kurangnya motivasi dari jamaah untuk melaksanakan program tersebut. Alokasi sumber daya yang dimiliki oleh Musholla Khoirus Subban selama ini lebih banyak pada kegiatan-kegiatan seremonial, terutama peringatan hari besar Islam. Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah dana yang dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Di samping itu, sumber daya juga banyak dialokasikan untuk melaksanakan kegiatan fisik, sedangkan kegiatan ekonomi produktif dan bersifat pelatihan dirasakan kurang oleh jamaah. Jika alokasi sumber daya yang ada tidak diarahkan kepada kesejahteraan secara lebih komprehensif, maka program tersebut tentu saja menjadi sulit untuk dilaksanakan, sehingga dibutuhkan kesadaran tentang alokasi sumber daya ke arah ini. Kurangnya pemahaman jamaah tentang fungsi musholla secara komprehensif menimbulkan sikap menganggap tidak lazim apabila musholla melakukan kegiatankegiatan kesejahteraan. Sikap menganggap tidak lazim tersebut dibarengi pula dengan ketidak tahuan tentang bagaimana pengurusan musholla untuk meningkatkan
77 kesejahteraan jamaah. Sikap ini sangat berpengaruh pada terlaksananya program atau kegiatan-kegiatan kesejahteraan. Jamaah dapat menjadi kurang bersemangat dalam melaksanakan program atau kegiatan tersebut. Kerjasama antar Musholla Khoirus Subban dengan pihak luar dinilai oleh jamaah memang sangat kurang. Kerjasama selama ini hanya bersifat insidental dan hanya bersifat charity yang tidak terorganisir, seperti meminta bantuan dari jamaah musholla lain pada pelaksanaan rehab musholla. Kerjasama secara lebih terorganisir dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan belum dilaksanakan. Kurangnya kerjasama tersebut menyebabkan pelaksanaan program untuk meningkatkan kesejahteraan terasa lebih berat, padahal dengan adanya kerjasama maka musholla akan diuntungkan.
Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan yang dimaksud adalah faktor-faktor di luar musholla yang menjadi peluang
bagi
peningkatan
kapasitas
musholla
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan jamaah. Kesempatan tersebut berupa adanya stakeholders yang dapat diajak
bekerja
sama
oleh
musholla
dalam
melaksanakan
program-program
kesejahteraan. Stakeholders yang ada antara lain partai-partai, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi massa Islam,
masjid, dan jamaah musholla lain.
Stakeholders tersebut dapat diajak kerjasama karena memiliki kepentingan terhadap jamaah
musholla.
Kerjasama
musholla
dengan
pihak-pihak
tersebut
akan
menguntungkan musholla karena kegiatan atau program kesejahteraan akan lebih ringan dilaksanakan dengan dukungan pihak-pihak luar tersebut. Partai-partai memang merupakan sebuah organisasi politik, namun justru dari segi politiknya tersebut partai-partai memiliki kepentingan dengan musholla. Partai membutuhkan suara dukungan (konstituen), untuk mendapatkan konstituen tersebut maka partai harus mampu menarik hati masyarakat agar mendukungnya. Salah satu cara untuk menarik hati masyarakat adalah dengan berkarya nyata membantu masyarakat. Oleh karena itu, partai-partai merupakan peluang untuk diajak kerjasama bagi Musholla Khoirus Subban dalam rangka meningkatkan kesejahteraan jamaah. Peran partai dalam kerjasam bisa mencakup materi dan non materi,
tergantung
kemampuan partai tersebut. Partai bisa saja memberikan bantuan dana, bantuan tenaga, maupun pikiran dalam kerjasama tersebut.
78 LSM, dan organisasi massa Islam juga berpeluang untuk diajak kerjasama oleh musholla
dalam
meningkatkan
kesejahteraan
jamaah.
LSM
yang
mempunyai
kepentingan tentu saja LSM yang bergerak di bidang tersebut, seperti LSM yang bergerak dibidang pendidikan, sosial, maupun religi. Organisasi massa (ormas) Islam terlebih lagi, karena musholla merupakan tempat melaksanakan ibadah yang berkaitan erat dengan ormas Islam tersebut. LSM dan ormas Islam dapat berperan dalam memberikan bantuan dana, namun kemungkinan akan lebih banyak memberikan bantuan tenaga pendamping dan pelatih untuk lebih mengembangkan kegiatan kesejahteraan musholla. Masjid merupakan pihak luar yang sangat erat hubungannya dengan musholla. Masjid dan musholla mempunyai fungsi yang hampir sama, hanya saja masjid digunakan untuk melakukan sholat Jum’at dan sholat-sholat jamaah berskala besar seperti sholat Idul Fitri dan Idul Adha, sehingga secara fisik masjid pun cenderung lebih besar dari pada musholla. Masjid bisa menjadi penghubung antara musholla yang satu dengan musholla yang lain, karena di masjid itu secara berkala jamaah-jamaah dari musholla-musholla
berkumpul.
Masjid
juga
bisa
menjadi
pendamping
dalam
pengembangan musholla secara komprehensif. Jamaah musholla lain merupakan pihak luar yang paling erat hubungannya dengan Musholla Khoirus Subban, oleh karena itu peluang kerjasama lebih lebar dibandingkan dengan pihak luar lainnya. Jamaah musholla lain mempunyai kepentingan yang sama terhadap Musholla Khoirus Subban dengan kepentingan jamaah dengan mushollanya. Kerjasama dengan jamaah musholla lain dapat memperluas sasaran dan lebih meramaikan program atau kegiatan kesejahteraan. Dukungan dana pun dapat diperoleh dari jamaah musholla lain tersebut, seperti yang terjadi pada rehab Musholla Khoirus Subban.
Ancaman (Threat)
Ancaman (threat) yang dihadapi oleh Musholla Khoirus Subban adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap musholla, baik pemerintah desa, pemerintah kecamatan, maupun pemerintah kabupaten. Kurangnya perhatian tersebut lebih khusus berkaitan dengan fungsi musholla yang sebenarnya. Adanya arus sekularisasi juga
79 merupakan ancaman yang dapat mengancam upaya peningkatan kesejahteraan jamaah melalui musholla. Pemerintah dinilai jamaah kurang perhatian terhadap kegiatan-kegiatan musholla. Pemerintah desa pun hanya berperan sampai tataran masjid dengan kepala desa menjadi pelindung dalam struktur organisasi masjid. Perhatian pemerintah memang tidak harus dalam bentuk struktur tersebut, namun kebijakan-kebijakannya belum ada yang memperhatikan musholla. Contoh kebijakan yang memperhatikan musholla misalnya dengan mengatur pembinaan musholla oleh masjid setempat. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belum dirasakan oleh musholla, Musholla Khoirus Subban khususnya hanya menerima bantuan yang bersifat insidental karena telah mengajukan proposal bantuan sebesar satu setengah juta rupiah dari permohonan sepuluh juta rupiah. Kebijakan yang bersifat intensif belum dirasakan oleh jamaah musholla. Kurangnya perhatian pemerintah tersebut tentu saja mengurangi dukungan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan jamaah melalui mushollamusholla. Sekularisasi yang terjadi di Negara Indonesia turut memperngaruhi kehidupan masyarakat Desa Banjaran. Akibat yang terjadi (yang berkaitan dengan musholla) adalah sikap masyarakat yang memandang musholla hanya bisa dipergunakan untuk melakukan ibadah ritual saja, sedangkan melakukan kegiatan kesejahteraan secara lebih luas dianggap sebagai ketidak laziman. Akibat lebih lanjut adalah pelaksanaan kehidupan sehari-hari yang tidak secara komprehensif berlandaskan agama. Misalnya jamaah Musholla Khoirus Subban yang belum mengetahui bagaimana cara berdagang yang Islami, maupun etos bekerja yang Islami. Arus sekularisasi bersama dampakdampaknya tersebut tentu saja akan mempersulit terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan melalui musholla.
80 RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN
Latar Belakang Program
Musholla sebagai pusat ibadah bagi jamaah musholla selain berfungsi sebagai tempat menjalankan ibadah juga merupakan tempat konsolidasi bagi jamaah untuk melakukan kegiatan-kegiatan lainnya baik yang bersifat sosial maupun ekonomi. Musholla sebagai sebuah kelembagaan mempunyai kapasitas yang dapat menentukan keberhasilan musholla tersebut. Oleh karena itu diharapkan kapasitas musholla mempunyai kualitas yang baik (kapasitas yang kuat). Kapasitas musholla dan kesejahteraan jamaah berkaitan erat. Hal tersebut dikarenakan fungsi musholla yang berhubungan dengan kesejahteraan jamaah. Berdasarkan hasil wawancara dan FGD tampak beberapa kelemahan pada kapasitas Musholla Khoirus Subban, oleh sebab itu perlu dirancang program penguatan kapasitas kelembagaan musholla ini. Program tersebut juga mempertimbangkan kekuatan yang ada pada kapasitas kelembagaan Musholla Khoirus Subban, sehingga diharapkan program tersebut dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kapasitas kelembagaan musholla berkaitan dengan kesejahteraan jamaah, oleh karena itu rancangan program penguatan musholla tersebut diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan jamaah. Berdasarkan hasil analisa, kelemahan yang menghalangi Musholla Khoirus Subban untuk melakukan program peningkatan kesejahteraan adalah kurangnya pengetahuan jamaah dan pengurus tentang fungsi musholla secara komprehensif yang berimbas pada kurangnya kemampuan jamaah dan pengurus untuk berorganisasi dalam wadah musholla dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu, tujuan program tersebut adalah untuk menguatkan kapasitas musholla secara umum dan melatih kemampuan untuk berorganisasi secara khusus.
81 Tujuan Program
Kapasitas musholla terdiri dari faktor kepemimpinan, proses perencanaan program, alokasi sumber daya, dan hubungan dengan pihak luar. Faktor-faktor tersebut sebelumnya telah dianalisa terlebih dahulu sebagaimana dipaparkan dalam bab sebelumnya. Analisa tersebut menunjukkan kekuatan , kelemahan, ancaman, dan peluang yang dimiliki Musholla Khoirus Subban. Berdasarkan analisa kapasitas Musholla Khoirus Subban dapat diketahui bahwa kekurangan dari
kapasitas Musholla Khoirus Subban meliputi alokasi sumberdaya,
pelaksanaan program, dan hubungan dengan pihak luar, sedangkan kekuatannya meliputi kepemimpinan dan proses perencanaan program. Alokasi sumberdaya dirasakan oleh jamaah belum optimal, manfaat yang benar-benar dirasakan oleh jamaah hanya dari segi fisik berupa musholla dan tempat wudu yang bagus, dan pengajian yang bersifat seremonial (peringatan hari besar Islam), sedangkan pengajian rutin dirasakan kurang optimal, pembinaan dirasakan masih kurang, serta belum menyentuh aspek sosial dan ekonomi. Pelaksanaan kegiatan terutama kegiatan rutin masih kurang partisipasi dari jamaah, dan kerjasama terhadap pihak luar yang kurang dibangun . Pengetahuan dan pemahaman jamaah tentang fungsi musholla pun masih sangat kurang, sehingga perlu dilakukan transfer nilai, namun transfer tersebut tidak dapat dilakukan apabila jamaah tidak dapat
berkumpul secara rutin sebagaimana dalam
kasus sholat berjamaah dan pengajian rutin. Karakteristik jamaah maupun pengurus sangat mempengaruhi kekuatan dan kelemahan kapasitas musholla tersebut. Berdasarkan hasil FGD ke dua, kelemahan utama dari jamaah dan pengurus adalah kurangnya pengetahuan mereka tentang fungsi musholla secara lebih komprehensif. Hal tersebut dibuktikan oleh pernyataan salah satu pengurus musholla (Pak Nn, 47 th) sebagai berikut : Setelah mendengar penjelasan mas, kami setuju. Hanya saja untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif (menghasilkan pemasukan-pen) kan tidak lazim dilakukan. Lagipula siapa yang mau mengelolanya?Terus terang saja kami tidak tahu bagaimana mengelola musholla dalam kegiatan-kegiatan produktif tersebut. Selama ini kegiatan kami ya begini-begini saja. Anggapan penghasilan
tidak
lazim
apabila
musholla
melaksanakan
kegiatan
peningkatan
tersebut menyebabkan sebagian kegiatan selama ini hanya bersifat
seremonial. Kelemahan pada jamaah dan pengurus musholla tersebut ditambah dengan
82 ketidakmampuan mereka dalam menciptakan program pembangunan. Oleh karena itu dibutuhkan transfer pengetahuan tentang fungsi musholla, namun transfer tersebut tidak dapat dilakukan tanpa kumpulnya jamaah musholla. Jadi program maupun kegiatan yang direncanakan disesuaikan dengan keinginan jamaah agar mereka mau berkumpul secara rutin. Kelemahan-kelemahan dan kekuatan tersebut harus dikelola untuk kepentingan jamaah, kelemahan-kelemahan diperkuat, sedangkan kekuatan yang ada dimanfaatkan. Rancangan program yang disusun atas aspirasi dari jamaah Musholla Khoirus Subban ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dari kelembagaan Musholla Khoirus Subban yang lemah tersebut. Kapasitas kelembagaan musholla yang kuat diharapkan dapat dipertahankan untuk meningkatkan kesejahteraan jamaah.
Manfaat Program
Program yang direncanakan tersebut diharapkan dapat membawa perubahan pada Musholla Khoirus Subban. Perubahan-perubahan tersebut meliputi bertambahnya kekuatan Musholla Khoirus Subban dan terjalinnya kerjasama serta dukungan dari pihak luar. Dampak yang diharapkan dapat dirasakan oleh jamaah adalah bertambahnya manfaat Musholla Khoirus Subban dalam hal meningkatkan kesejahteraan jamaah yang didahului dengan partisipasi jamaah untuk berkumpul secara rutin di musholla.
Hasil yang Diharapkan
Penguatan kapasitas kelembagaan Musholla Khoirus Subban dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan faktor eksternal yaitu fasilitas, kualitas pengurus, dukungan jamaah, kegiatan musholla, dan dukungan serta kerjasama pihak luar. Program penguatan kapasitas musholla diharapkan dapat menambah dukungan terhadap
kekuatan dan kesempatan serta mengatasi kelemahan dan ancaman,
tersebut sehingga fasilitas musholla menjadi semakin lengkap, kualitas pengurus meningkat, dukungan jamaah meningkat, kegiatan musholla semakin komprehensif, dan meningkatnya dukungan dari pihak luar.
83 Alat Pencapaian Untuk mencapai tujuan, manfaat dan hasil yang diharapkan tersebut, maka direncanakan program Peningkatan Kemampuan Berorganisasi Musholla Khoirus Subban. Kerangka logis untuk mencapai tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 9. KERANGKA KERJA LOGIS PROGRAM PENINGKATAN KEMAMPUAN BERORGANISASI MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN Tujuan Akhir Menguatnya kapasitas musholla Manfaat 1. Meningkatnya kekuatan dan mengatasi kelemahan musholla 2. Meningkatnya dukungan dari luar & mengatasi ancaman dari luar musholla Hasil 1.
Meningkatnya kekuatan dan mengatasi kelemahan musholla
1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Meningkatnya Fasilitas Meningkatnya kualitas Pengurus Meningkatnya dukungan Jamaah Kegiatan semakin komprehensif
2.
Meningkatnya dukungan dari luar & mengatasi ancaman dari luar musholla
2.1. Kerjasama & dukungan dari luar meningkat
Indikator Kinerja
Alat Verifikasi
Kepemimpinan , proses perencanaan program, pelaksanaan program, alokasi sumber daya, hubungan dengan pihak luar menguat
FGD
Indikator Kinerja Masyarakat merasakan semakin meningkat
manfaat
Kelembagaan musholla Alat Verifikasi
musholla
FGD
Indikator Kinerja
Sasaran
Sasaran Kelembagaan musholla
Alat Verifikasi
Sasaran
Fasilitas semakin lengkap, pengurus semakin lengkap dan aktif , partisipasi jamaah meningkat, kegiatan-kegiatan mengarah pada kesejahteraan
FGD
Kelembagaan musholla
Terbangunnya kerjasama, terciptanya terhadap kebijakan pemerintah
FGD
Pemerintah,LSM,Parpol, musholla lain
akses
85
Alat Pencapaian
Indikator Kinerja
Alat Verifikasi
Sasaran
1. Meningkatnya kekuatan dan mengatasi kelemahan musholla 1.1. Meningkatnya Fasilitas 1.1.1. Realisasi rehab tempat wudu
Tempat wudu lebih baik
FGD
Fisik Musholla
Kegiatan lebih terkoordinir, lebih profesional, dan dapat meningkatkan kesejahteraan
FGD
Pengurus musholla
Bertambahnya berpartisipasi
FGD
Jamaah
Bertambahnya kegiatan-kegiatan kesejahteraan
FGD
Pengurus & jamaah
Bertambahnya mitra kerja
FGD
Pengurus & jamaah
1.2. Meningkatnya kualitas Pengurus 1.2.1. Meningkatkan koordinasi 1.2.2. Pendampingan 1.3. Meningkatnya dukungan Jamaah 1.3.1. Keteladanan
jumlah
jamaah
yang
1.4. Kegiatan semakin komprehensif 1.4.1. Penambahan program dan kegiatan 1.4.2. Pendampingan 2. Meningkatnya dukungan dari luar & mengatasi ancaman dari luar musholla 2.1. Kerjasama dan dukungan meningkat 2.1.1. membangun jejaring 2.1.2. pendampingan
Rincian alat pencapaian dari program peningkatan kemampuan berorganisasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Realisasi Rehab Tempat Wudu Kegiatan rehab tempat wudu telah diprogramkan sebelumnya bersamaan dengan pemrograman rehab musholla, namun kegiatan tersebut tertunda karena masalah dana. Turunnya dana proposal dari Bupati Pemalang senilai satu setengah juta rupiah memberikan inisiatif untuk kembali melanjutkan program rehab tempat wudu tersebut. Meskipun menurut jamaah fasilitas tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap partisipasi mereka, namun dengan kondisi fisik dan fasilitas perlu diperhatikan pula, apalagi dengan adanya bantuan tersebut. Rehab tempat wudu tersebut dilakukan untuk memperkuat modal fisik Musholla Khoirus Subban. Sarana dan prasarana yang lebih baik diharapkan menambah kenyamanan bagi jamaah yang melaksanakan kegiatan di musholla tersebut. Pelaksanaan rehab tempat wudu direncanakan pada hari Kamis, 13 Juli 2006 selama 7 hari. Pembongkaran tempat wudu akan dilakukan oleh jamaah, sedang pembangunan tempat wudu dilakukan oleh dua orang tukang batu yang diupah , sedangkan jamaah bertugas membantu keduanya dan menyediakan konsumsi. Dana rehab tempat wudu tersebut berasal dari bantuan bupati, wakaf, dan hasil donatur tetap. Kepanitiaan rehab tempat wudu dijadikan satu dengan kepanitiaan rehab Musholla Khoirus Subban sehingga tidak perlu dibentuk kepanitiaan baru. Rencana denah tempat wudu dirancang bersama oleh jamaah. Tempat wudu direncanakan direhab secara total. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyempurnakan rehab musholla yang telah dilaksanakan sebelumnya.
2. Meningkatkan Koordinasi Sebagai upaya untuk melancarkan setiap program dan kegiatan yang telah direncanakan, maka koordinasi internal pengurus dan antar jamaah semakin ditingkatkan. Koordinasi juga dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan pengurus dalam melaksanakan progam dan kegiatan yang telah direncanakan. Koordinasi tersebut tidak dilaksanakan semata-mata melalui sebuah
87 forum rapat, namun koordinasi merupakan upaya check and recheck sehingga diharapkan program dapat berjalan sesuai dengan harapan. Koordinasi dilaksanakan secara tidak
terstruktur. Melalui obrolan santai
koordinasi dilakukan. Hal tersebut dilakukan karena untuk melakukan rapat yang cukup sering dikhawatirkan akan membuat jamaah jenuh. Koordinasi juga dilakukan sewaktu-waktu apabila para pengurus bertemu seperti setelah sholat berjamaah, tahlilan, maupun berkunjung ke rumah.
3. Pendampingan Program pendampingan dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengurus, membuat kegiatan yang semakin komprehensif, dan menjalin kerjasama dengan pihak luar. Hal tersebut dibutuhkan oleh pengurus sesuai dengan keinginan pengurus sendiri yang merasa belum mampu dan belum berpengalaman untuk melaksanakan kerjasama. Di samping itu tidak lazimnya musholla sebagai kelembagaan yang berfungsi dalam bidang kesejahteraan menyebabkan pengurus membutuhkan pendampingan dalam membuat program dan melaksanakannya. Pendampingan direncanakan dilakukan oleh fasilitator (penulis) yang selanjutnya akan menghubungkan pengurus musholla dengan lembaga sosial yang bergerak di bidang sosial dan dakwah. Program pendampingan akan dilaksanakan melalui pemberian contoh proposal
kerjasama, pendampingan dalam kegiatan
kesejahteraan, dan pemberian penjelasan-penjelasan tentang fungsi musholla yang ideal. Beberapa kegiatan kesejahteraan telah direncanakan dan akan dipaparkan dalam poin berikutnya (poin 5). Program pendampingan tersebut direncanakan akan dirapatkan untuk pelaksanaannya sekitar bulan Oktober 2006, hal ini mengingat kesibukan musholla dalam rehab tempat wudhu, Isro’Mi’roj, Nisfu Sya’ban, Ramadhan, Halal bi Halal dan Khaul Kyai Bizi yang berlangsung dari bulan Juli 2006 sampai dengan bulan Oktober 2006.
4. Keteladanan Keteladanan merupakan hal yang sangat diperlukan oleh para jamaah. Hal tersebut merupakan motivasi bagi jamaah untuk berperan aktif dalam kegiatan musholla, sehingga diharapkan jamaah akan mengalami peningkatan kesejahteraan baik berupa pengetahuan agama maupun keuntungan ekonomis. Program
88 keteladanan yang direncanakan dilaksanakan mulai bulan Juli 2006 ini menekankan kepada pengurus agar dapat memberi contoh dalam melaksanakan sholat berjamaah di musholla dan mengikuti pengajian rutin, diharapkan dalam tindakan sehari-hari pun dapat dijadikan contoh oleh jamaah lainnya. Artinya, dalam kegiatan rutin berupa sholat berjamaah dan pengajian rutin harus dihadiri oleh pengurus, sehingga jamaah dapat mencontohnya. Kegiatan yang bersifat insidental tidak terlalu ditekankan karena telah diikuti oleh banyak jamaah.
5. Penambahan Program dan Kegiatan Penambahan program yang dimaksud adalah menambah kualitas programprogram yang telah ada dan menambah kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada kesejahteraan jamaah secara lebih luas. Beberapa penambahan program
dan
kegiatan yang direncanakan adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan kualitas pengajian Upaya meningkatkan kualitas pengajian dalam hal
ini adalah dengan cara
menampilkan penceramah yang berkualitas lebih baik. Penceramah tersebut bisa berasal dari luar Desa Banjaran maupun dari dalam Desa Banjaran sendiri. Sebagai realisasi awal peningkatan kualitas pengajian tersebut adalah dengan mengundang seorang ustadz sekaligus anggota DPRD Kabupaten Pemalang dalam rangka pengajian Isro’ Mi’roj pada Tanggal 19 Agustus 2006. Usul ini dikemukakan oleh Pak Tq (48 th). Anggota DPRD tersebut dinilai memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan ustadz-ustadz lainnya, karena memiliki pengetahuan
tentang
pemerintahan
sehubungan
dengan
jabatan
yang
dimilikinya. Pembicara tersebut diharapkan mampu menarik perhatian para jamaah untuk mendengarkan ceramahnya secara seksama. Materi yang berkualitas diharapkan juga mampu mempengaruhi jamaah untuk menambah kepedulian dan partisipasi jamaah dalam kegiatan di musholla. Secara tentatif tindak lanjut dari peningkatan kualitas pengajian akan dilakukan dengan menghadirkan pembicara-pembicara lain yang menarik baik dari segi materi pembicaraan maupun cara penyampaian, atau secara rutin meminta anggota DPRD tersebut untuk memberikan ceramah , maupun dengan melakukan variasi pengajian, seperti pengajian wirausaha yang berisi materi kiat-kiat
89 berusaha mandiri secara Islami, pengajian akhlak, pengajian etos kerja Islami, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan jamaah. b. Beras Murah Program beras murah ini merupakan program yang bernuansa ekonomis. Usul beras murah ini disampaikan oleh Bu Ss (47 th). Inti dari kegiatan ini adalah pengkoordiniran pembelian beras jamaah oleh musholla langsung ke rice mill (tempat penggilingan beras) . Harga beras di rice mill jauh lebih murah dibanding harga beras di pasaran. Musholla akan menjual beras tersebut di atas harga rice mill namun masih di bawah harga pasaran, dan keuntungan dari penjualan beras tersebut dipergunakan untuk memupuk kas musholla. Kas yang dihasilkan dari keuntungan tersebut dapat dipergunakan untuk keperluan-keperluan tertentu berdasarkan kesepakatan jamaah, seperti untuk keperluan santunan, pinjaman modal, menambah pendanaan kegiatan lain, dan sebagainya. Pengelolaan beras murah tersebut akan dilakukan secara bersama oleh ibu-ibu dari jamaah Musholla Khoirus Subban. Modal dari program beras murah tersebut direncanakan berasal dari penyisihan kas musholla tiap bulan yang didapatkan dari Wakaf dan donatur tetap dari jamaah. Pembahasan lebih lanjut tentang program beras murah tersebut direncanakan akan dirapatkan untuk pelaksanaannya
sekitar bulan Oktober
2006, setelah kesibukan selama bulan Juli sampai dengan Oktober 2006 telah selesai. Program beras murah ini merupakan satu-satunya program yang bersifat ekonomi produktif. Beras murah ini dapat menjadi cikal bakal koperasi konsumsi bagi Musholla Khoirus Subban. Program tersebut dapat dijadikan sebagai sarana berlatih bagi jamaah untuk menambah kemampuan pengelolaan ekonomi, dan kemampuan kerjasama. Diharapkan program ini dapat menarik jamaah untuk lebih aktif berpartisipasi di Musholla Khoirus Subban. c. Lomba-lomba Pengadaan lomba-lomba tersebut diperuntukkan bagi para remaja musholla. Hal tersebut diharapkan menjadi faktor penarik bagi remaja agar lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan musholla. Kegiatan ini diusulkan oleh Pak Tq (48 th).
Lomba-lomba
tersebut
direncanakan
dilaksanakan
dalam
rangka
menyambut Isro’ Mir’roj pada bulan Agustus 2006. Pengelolaan lomba akan
90 dilaksanakan oleh panitia yang dibentuk bersama antara pengurus dan jamaah. Adapun pendanaan kegiatan tersebut berasal dari kas musholla ditambah dengan iuran insidental dari jamaah. Secara tentatif upaya menarik perhatian remaja musholla lebih lanjut perlu dilakukan, misalnya saja dengan mengadakan pengajian khusus remaja yang dikemas dalam berbagai kegiatan yang bersifat rutin namun variatif. Salah satu contoh adalah dengan mengadakan acara nonton film bersama di musholla dengan memutar film-film Islami. Di sela-sela atau setelah penayangan film tersebut dapat diberikan penjelasan-penjelasan agama yang dapat bermanfaat untuk menarik para remaja untuk mengikuti kegiatan-kegiatan selanjutnya. d. Membangun Jejaring Program ini secara sederhana memang telah dilaksanakan oleh Musholla Khoirus Subban, hal tersebut terlihat dari bantuan dari jamaah lain yang diberikan pada saat rehab musholla. Bantuan bupati (meskipun lama baru terealisasi) pun merupakan wujud jejaring yang dibangun oleh musholla, namun jejaring tersebut sangat tipis hubungannya karena hanya bersifat pemberian bantuan tanpa ada kesepakatan dan konsekuensi yang dibangun bersama. Oleh karena itu diprogramkan pembangunan jejaring dengan pihak luar secara lebih konkret. Pembangunan jejaring
ini dilaksanakan untuk mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan jamaah. Jejaring akan dilaksanakan dengan partai-partai dan LSM setempat. Pengurus mengakhawatirkan adanya suara sumbang apabila hanya ada dua partai yang bekerjasama, sehingga pihak musholla akan mengajak hampir semua partai untuk bekerjasama. Langkah awal bentuk kerjasama yang direncanakan adalah pengobatan murah, dimana partai tersebut berpartisipasi dalam penyediaan dana maupun tenaga medis, sedangkan penyelenggara dari Musholla Khoirus Subban.
Kerjasama
dengan
LSM
akan
dilaksanakan
dalam
bentuk
pendampingan dan pelatihan bagi pengurus. Program membangun jejaring ini secara lebih lanjut akan dibicarakan kembali setelah bulan Oktober 2006. Secara tentatif kerjasama dapat dilaksanakan dengan pengurus masjid setempat, jamaah musholla lain dan ormas Islam setempat. Masjid dan ormas Islam mempunyai kepentingan yang sangat dekat dengann kepentingan musholla, ketiganya bergerak dalam koridor agama Islam. Bentuk kerjasama
91 dengan pengurus masjid bisa berupa pembinaan dan sebagai pusat koordinasi dengan musholla lain. Kerjasama dengan ormas Islam bisa berupa panitia bersama dalam kegiatan-kegiatan Islami, maupun program pengembangan musholla selanjutnya. Kerjasama yang dilakukan antara Musholla Khoirus Subban dengan pihak-pihak luar tersebut dapat bersifat insidental maupun bersifat kontinu, tergantung dari kepentingan, kemampuan, dan kesepakatan pihak-pihak yang bekerjasama, namun pada intinya kerjasama tersebut diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan jamaah musholla. e. Pelatihan Al-Qur’an Usul jamaah akan pelatihan Al-Qur’an ini didasarkan pada keinginan jamaah untuk dapat membaca Al-Qur’an sesuai aturannya, lagipula kegiatan pelatihan bagi jamaah belum ada. Keinginan jamaah tersebut diusulkan oleh Bu Hh (55 th). Jamaah ingin segera melaksanakan pelatihan tersebut, hanya saja kendala yang dihadapi adalah belum adanya pelatih, karena untuk kegiatan tersebut dibutuhkan seseorang yang terampil membaca Al-Qur’an secara baik dan benar. Oleh karena itu, kegiatan tersebut akan dibicarakan lebih lanjut setelah bulan Oktober 2006, setelah kesibukan dari bulan Rajab sampai bulan Syawal (dari Juli-Oktober 2006) telah selesai. Kegiatan tersebut ditujukan untuk melatih jamaah dalam ketrampilan membaca Al-Qur’an secara baik sesuai dengan ilmu tajwidnya. Kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya menarik jamaah agar berkumpul secara rutin di musholla. Melalui kegiatan perkumpulan rutin tersebut dapat ditransfer nilai-nilai tentang agama Islam secara komprehensif. Secara tentatif kegiatan rutin tersebut juga dapat dikembangkan menjadi perkumpulan secara rutin dari jamaah musholla diluar kegiatan sholat. Di dalam perkumpulan tersebut dapat dibahas permasalahan bersama yang dihadapi maupun masalah individuindividu jika yang bersangkutan mau mengemukakan masalahnya dan secara bersama-sama dapat memikirkan alternatif solusi serta turut membantu penyelesaian masalah tersebut secara proporsional.
92 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Musholla merupakan salah satu kelembagaan keagamaan terbanyak yang ada di Desa Banjaran. Setiap RW mempunyai satu atau lebih musholla yang merupakan sebuah kelembagaan. Salah satu musholla yang ada adalah Musholla Khoirus Subban. Banyaknya penduduk miskin di Desa Banjaran memerlukan optimalisasi potensi-potensi yang ada di Desa Banjaran tersebut. Fungsi musholla selama ini secara umum hanya sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah sholat dan pengajian, baik pengajian rutin maupun pengajian insidental dalam rangka memperingati hari besar Islam. Kegiatan kesejahteraan secara lebih komprehensif masih belum dilaksanakan . Kelembagaan musholla sebagai sebuah kelembagaan memiliki kapasitas tertentu untuk melaksanakan fungsinya. Di samping itu musholla mempunyai potensi tertentu untuk mendukung kegiatan kesejahteraan secara lebih komprehensif yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun sebuah program kesejahteraan melalui penguatan kelembagaan musholla tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, kapasitas Musholla Khoirus Subban, potensinya, dan program penguatan kelembagaan Musholla Khoirus Subban dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Musholla Khoirus Subban memiliki kekuatan-kekuatan yang dapat menunjang terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan jamaah. Kekuatan tersebut antara lain : Adanya modal manusia (terlihat dalam kepemimpinan yang cocok, dan proses penyusunan program yang aspiratif), adanya modal finansial, modal fisik berupa sarana dan prasarana,serta modal sosial. Musholla juga mempunyai kelemahan-kelemahan, yaitu pelaksanaan program masih belum optimal (hal tersebut berkaitan dengan partisipasi jamaah yang masih sangat kurang dalam pelaksanaan kegiatan rutin berupa sholat berjamaah dan pengajian rutin, sedangkan kegiatan insidental sebaliknya hampir semua jamaah berpartisipasi), sumberdaya musholla yang ada dialokasikan menurut kelaziman kegiatan musholla di Desa Banjaran, serta
kerjasama dengan pihak luar masih yang
masih belum dilaksanakan karena tidak lazim dilakukan, serta kurangnya dukungan pemerintah.
93 2. Berdasarkan analisa kapasitas kelembagaan Musholla Khoirus Subban bersama jamaah, faktor kurangnya pengetahuan jamaah dan pengurus merupakan faktor yang menyebabkan selama ini musholla tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu dibutuhkan perubahan persepsi tentang fungsi musholla dan input pengetahuan tentang cara pengelolaan musholla sesuai dengan fungsinya. 3. Rancangan program maupun kegiatan dibuat sesuai dengan aspirasi jamaah sesuai dengan ketertarikan jamaah, sehingga melalui program dan kegiatan tersebut jamaah tertarik untuk berkumpul secara rutin dan meningkatkan kemampuan
berorganisasi
yang
selanjutnya
dapat
dilakukan
transfer
pengetahuan tentang fungsi musholla dan pengetahuan agama secara lebih kompehensif. Jadi program dan kegiatan yang dirancang bersama jamaah merupakan sebuah proses menuju musholla yang mampu membuat program pembangunan secara lebih komprehensif sesuai dengan fungsi musholla. 4. Jamaah Musholla Khoirus Subban pada dasarnya mempunyai semangat dalam memakmurkan musholla, hanya saja pengetahuan agama yang kurang, faktor ekonomi, dan kurang menariknya kegiatan rutin Musholla Khoirus Subban menjadikan partisipasi jamaah berkurang. Jamaah pun sependapat bahwa kelembagaan
musholla
dapat
dijadikan
wadah
untuk
meningkatkan
kesejahteraan secara lebih komprehensif.
Saran
Berdasarkan hasil pemelitian dan penjelasan tersebut di atas, maka dapat diajukan saran kebijakan sebagai berikut : 1. Bagi Pemerintah Desa Banjaran Masalah kesejahteraan dan musholla selain merupakan tanggungjawab masyarakat dan jamaah sebuah musholla juga merupakan tanggungjawab pemerintah, terutama pemerintah desa yang bersentuhan langsung dengan masyarakat desa. Musholla yang berada di Desa Banjaran perlu mendapat perhatian yang lebih serius dari pemerintah Desa Banjaran, karena selama ini (berdasarkan kasus Musholla Khoirus Subban) peran serta pemerintah Desa Banjaran terhadap musholla sangat minim. Musholla mempunyai potensi yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pengembangan masyarakat, oleh karena itu
94 Pemerintah Desa Banjaran dapat mempergunakan kelembagaan musholla untuk kegiatan pengembangan masyarakat.
Pemerintah Desa Banjaran juga dapat
mempergunakan kelembagaan musholla maupun kegiatan sosialisasi kebijakankebijakan pemerintah. 2. Bagi Partai-Partai, LSM, dan Ormas Sebuah partai idealnya tidak hanya berinteraksi dengan masyarakat pada saat kampanye saja, namun juga harus membuktikan bahwa partai tersebut benarbenar mengabdi untuk masyarakat. Keberadaan kelembagaan musholla dan potensinya dapat dipergunakan oleh partai untuk membuktikan pengabdian partai terhadap rakyat. Oleh karena itu partai-partai hendaknya membangun kerjasama dengan musholla-musholla dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. LSM dan Ormas-Ormas pun mempunyai peluang yang sama untuk melakukan kerjasama dengan musholla. Hanya saja baik partai, LSM, maupun Ormas perlu memberikan penyadaran kepada musholla-musholla tentang potensi dan kerjasama musholla dengan mereka, karena selama ini kerjasama tersebut belum lazim dilaksanakan di Desa Banjaran. 3. Bagi Pemerintah Kabupaten Pemalang Pemerintah Kabupaten Pemalang hendaknya membuat kebijakan yang lebih memperhatikan peran dan fungsi musholla untuk kesejahteraan masyarakat, karena hal tersebut akan sangat membantu pemerintah dalam melaksanakan tugasnya. Pemerintah kabupaten memang tidak secara langsung bersinggungan dengan masyarakat desa, namun pemerintah kabupaten dapat membuat kebijakan yang mengatur kewajiban pemerintah desa yang ada di wilayahnya berkaitan dengan musholla dan kesejahteraan tersebut. 4. Bagi Pengurus Masjid di Desa Banjaran Pengurus masjid perlu merangkul musholla-musholla yang ada dan memberikan
pendampingan
kepada
musholla
tersebut
berkaitan
dengan
optimalisasi potensi-potensi yang ada pada musholla tersebut. Masjid bisa menjadi jembatan penghubung antar musholla dalam melaksanakan kerjasama.
95 DAFTAR PUSTAKA
Adi,
Isbandi Rukminto. 2003.Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta. Lembaga Penerbit FE UI
Al Banna, Hasan.2003. Pokok-pokok Pemikiran Hasan Al Banna tentang Reformasi Ekonomi. M Taufiq Ridho dan Bijaksana, penerjemah. Bandung.Syaamil Al Buthi, Muhammad Sa’id Ramadhan. 2004. Sirah Nabawiyah. Aunur Rafiq Shaleh Tahmid, penerjemah. Jakarta. Robbani Press Al jazairi, Abu Bakr Jabir. 2005. Ensiklopedi Muslim. Fadhil Bahri, penerjemah. Jakarta Timur. Darul Falah Al-Qur’an. 2004. Departemen Agama RI. Indonesia. PT Syaamil Cipta Media Amsyari, Fuad. 1990. Perjuangan Sosial Ummat Islam Indonesia. Jakarta Pusat. Media Dakwah Aqqad, Abbas Mahmud. 1988. Filsafat Pemikiran Ibnu Sina. Yudian Wahyudi Asmin, penerjemah. Solo. CV Pustaka Mantiq Ayub, Moh.e; Muhsin Mk; Ramlan Mardjoned . 2001. Manajemen Masjid. Jakarta. Gema Insani Press BKKBN. 2004. Pendataan Keluarga; Selayang http://www.bkkbn.go.id/article_detail.php?aid=49 [25 April 2006]
Pandang.
Budiarto, H.Dhiani. 2004. PEMBERDAYAAN UMAT BERBASIS MASJID BERGULIR DI KOTA BOGOR . http://www.kotabogor.go.id/berita.php?page=10&perpage=5&isi=311&thn=2004 &kat=0101&submenu=02&suborg=&lang=en [25 April 2006] Chamsyah, Bachtiar. 2003. Peranan Masjid dalam Membina Kesejahteraan Sosial dalam Bachtiar Chamsyah. Dimensi Religi dalam Kesejahteraan Sosial. Mu’man Nuryana, editor. Jakarta . Balatbang Depsos Conyers, Diana. 1992. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga . Susetiawa, penj. Affan Gafar, ed. Yogyakarta. Gajah Mada University Press Dharmawan, A.H. 2000.Poverty, Powerlessness, and Poor People Empowerment : A Conceptual Analysis with Special Reference to the Case of Indonesia. Paper presented in the Workshop of Rural Institutional Empowerment held in the Indonesia Consulate General of the Republic of Indonesia in Frankfrut am Main Germany, August 26th 2000 Daryanto, Arief. 2004. Penguatan Kelembagaan Sosial Ekonomi Masyarakat sebagai Modal Sosial Pembangunan dalam Agrimedia. Volume 9. Bogor. IPB Dasgupta, P dan Ismail Serageldin (ed).2000. Social Capital : A Multifaceted Perspective. Washington DC. The World Bank Durkheim, Emile. 1964. The Division of Labour in Society (terjemahan). George Simpson, New York. The Free Press.
96 Fukuyama, F. 2001. Social Capital, Civil Society and Development. Third World Quarterly, vol.22 No.1 Giddens, Anthony. 1979. Central Problems in Social Theory: Action, Structure and Contradiction in Social Analysis. London. The Macmillan Press Gymnastiar, KH Abdullah. 2004. Adakah ALLLAH Selalu di Hatimu?. Jakarta. Republika Gymnastiar, Abdullah. 2005. Etika Bisnis MQ : Kejujuran, Kebersihan Hati, Kebermanfaatan. . Deny Riana, editor . Bandung. MQS Publishing. Hasibuan, Nurimansjah. 2005. KEMISKINAN STRUKTURAL DI INDONESIA: Menembus Ke Lapisan Bawah. http://psi.ut.ac.id/jsi/71nuriman.htm. [1 Oktober 2005] Hikmat, R.Harry. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung. Humaniora Utama Press Husaini, Waqar Ahmed. 1983. Sistem Pembinaan Masyarakat Islam. Anas mahyudin, penerjemah. Bandung. Pustaka Perpustakaan Salman ITB Iskandar, Jusman & Carolina Nitimihardjo. 1992. Beberapa Indeks dan Skala Pengukuran Variabel-variabel Sosial dan Psikologi. Bandung. Kopma Bersama An Naba DKM Al Ihsan dan STKS Bandung Iskandarini .2002. ANALISIS PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
http://library.usu.ac.id/download/fp/Sosek-Iskandarini4.pdf. [7 November 2006] Isya, Basyar. 2002. Muslim Prestatif (Mensinergikan Keunggulan Harmoni Dzikir-FikirIkhtiar). Bandung. Qolbun Salim Press Jamasy, Owin. 2004 . Keadilan, Pemberdayaan, & Penanggulangan Kemiskinan. Bandung. Belantika Polak, JBAFM. 1966. Sosiologi : Suatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta. Penerbit dan Balai Buku ”Ichtiar” Putnam, RD. 1993a. Making Democracy Work : Civic Tradition in Italy. USA. Princeton University Press Rapar, JH. 1996. Filsafat Politik Plato. Jakarta. Rajawali Pers Qardhawi, Yusuf. 1995. Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan. Syafril Halim, penerjemah. Jakarta. Gema Insani Press Qardhawi, Yusuf. 1999. Pedoman Bernegara Menurut Perspektif Islam. Kathur Suhardi, penerjemah. Jakarta Timur. Pustaka Al-kautsar Sabiq, Sayid. 1994. Islam Dipandang dari Segi Rohani, Moral, Sosial. Zainuddin dkk, penerjemah. Jakarta. PT Rineka Cipta Saharudin.2006. Modul Metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat. Bogor. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Salam, Burhanudin. 1985. Filsafat Manusia. Bandung. Salman Jaya Shaqar, Abdul Badi. 1994. Kepemimpinan Islami. Arifin Jamian, dkk, penerjemah. Surabaya. Pustaka Progressif
97 Shihab,
Quraish. 2006. Wawasan Al-Qur’an http://media.isnet.org/islam/Quraish/wawasan/Adil3.html [25 April 2006]
.
Stake, RE. 1994. Case Studies dalam N.K.Denzin and Y.S.Lincoln (Eds). Handbook of Qualitative Research. London. Sage Publication Soemardjan, Selo dan Soeleman Soemardi. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi (Kumpulan Tulisan). Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Subroto, Gatot. 2001. ANALISIS SWOT TINJAUAN AWAL PENDEKATAN MANAJEMEN (Sebuah Pengenalan Inovasi Program pada Sekolah Kejuruan).
http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/26/analisis_swot_gatot.htm. 2006]
[7 November
Suharto, Edi. Suradi, Dorang Luhpuri, Ajat Sudrajat, Herry Koswara, Jumayar Marbun, Masngudin, Gunawan, Sabeni. 2003. Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial, Studi Kasus Rumahh Tangga Miskin di Indonesia. STKS Bandung. Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial). Bandung. PT Rafika Aditama Suharto, Edi. 2005b. Analisis Kebijakan Publik. Bandung. Alfabeta Sumodiningrat, Gunawan. 1998. Membangun Perekonomian Rakyat. Yogyakarta. Pustaka Belajar & IDEA Sunarto, K. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta. Lembaga Penerbit FE-UI Syahyuti. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan : Strategi Pengembangan dan Penerapannya dalam Penelitian Pertanian. Bogor. Puslitbang Sosek Pertanian Balitbang Pertanian Sztompka, Piotr. 2004.Sosiologi untuk Perubahan Sosial.. Jakarta. Prenada Media Usman, Sunyoto. 1998. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Uphoff, Norman. 1986.Local Institutional Development:An Analytical Sourcebook With Cases. London. Kumarian Press Weber, Max. 1964. The Theory Of Social And Economic Organization. New York. The Free Press. Yin, R.S. 1996.Studi Kasus (Desain dan Mode). Jakarta. Raja Grafindo Persada.
98 LAMPIRAN 1 Pedoman FGD A. Tahap Persiapan 1. Membuat kesepakatan bersama calon peserta untuk mengadakan FGD 2. Menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam FGD 3. Menyiapkan panitia FGD 4. Menyiapkan sistematika FGD
B. Tahap Pelaksanaan 1. Peserta berkumpul dan duduk sesuai dengan setting tempat yang telah diatur panitia 2. Fasilitator memperlkenalkan diri dan memperkenalkan pimpinan FGD 3. Fasilitator menjelaskan maksud dan tujuan FGD 4. Fasilitator menguraikan secara singkat hasil temuan dan sharing pengetahuan kepada peserta FGD 5. Fasilitator mengumpulkan informasi dan falidasi data tentang : a. Kesejahteraan jasmani, rohani, dan sosial b. Potensi dan kapasitas musholla c. Masalah yang ada d. Kegiatan musholla e. Kendala-kendala musholla f. Proses penyusunan program musholla 6. Fasilitator mempersilahkan kepada pimpinan FGD untuk memimpin FGD 7. Pimpinan FGD meminta peserta menanggapi dan memberi usulan terhadap temuan dan sharing dari fasilitator
99 8. Bertindak sebagai narasumber adalah fasilitator, tokoh agama, dan tokoh masyarakat
C. Tindak Lanjut FGD 1. Menyusun data hasil pelaksanaan FGD 2. Mengolah data hasil FGD 3. Merencanakan tindak lanjut dari FGD
100 LAMPIRAN 2 Daftar Pertanyaan A. Pengurus Musholla 1. Bagaimana kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran pada umumnya? 2. Bagaimana kesejahteraan jamaah musholla? 3. Bagaimana kesejahteraan anda? 4. Bagaimana pelaksanaan ibadah masyarakat Desa Banjaran? 5. Bagaimana pelaksanaan ibadah jamaah musholla? 6. Bagaimana pelaksanaan ibadah anda? 7. Bagaimana seharusnya peran musholla menurut anda? 8. Apa saja kekurangan musholla khoirus subban? 9. Bagaimana anda melaksanakan bidang kepengurusan anda? 10.Bagaimana pelaksanaan pengurus lain? 11.Apa saja program musholla yang mendukung kesejahteraan? 12.Bagaimana komentar anda tentang program tersebut? 13.Bagaimana seharusnya program musholla? 14.Berapa kali dalam seminggu pengurus rapat? 15.Bagaimana dukungan jamaah? 16.Sejauh mana keterlibatan warga dalam penyusunan program? 17.Apakah ada keluhan dari jamaah? 18.Bagaimana cara menampung saran/keluhan jamaah? 19.Bagaimana menindaklanjuti keluhan jamaah? 20.Bagaimana dukungan dari luar/kerjasama dengan pihak luar? 21.Apa kendala yang ditemui pengurus? 22.Bagaimana usul anda untuk mengatasi kendala tersebut? 23.Bagaimana alokasi sumber daya yang ada? 24.Bagaimana kepemimpinan musholla?
B. Jamaah 1. Bagaimana kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran pada umumnya? 2. Bagaimana kesejahteraan jamaah musholla?
101 3. Bagaimana kesejahteraan anda? 4. Bagaimana pelaksanaan ibadah masyarakat Desa Banjaran? 5. Bagaimana pelaksanaan ibadah jamaah musholla? 6. Bagaimana pelaksanaan ibadah anda? 7. Bagaimana harapan anda akan kesejahteraan? 8. Sejauh mana anda mengenal Islam? 9. Sejauh mana anda melaksanakan Islam? 10.Apa program musholla yang anda ketahui? 11.Bagaimana manfaat yang anda rasakan dari musholla tersebut? 12.Bagaimana seharusnya program musholla? 13.Bagaimana kepengurusan musholla sekarang? 14.Bagaimana seharusnya kepengurusan musholla? 15.Sejauh mana keterlibatan anda dalam program musholla? 16.Apa kendala keterlibatan anda tersebut? 17.Apa tanggapan anda tentang fasilitas musholla? 18.Bagaimana seharusnya fasilitas musholla? 19.Bagaimana kepemimpinan di musholla? 20.Bagaimana alokasi sumber daya yang ada?
C. Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat 1. Bagaimana kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran pada umumnya? 2. Bagaimana kesejahteraan jamaah musholla? 3. Bagaimana pelaksanaan ibadah masyarakat Desa Banjaran? 4. Bagaimana pelaksanaan ibadah jamaah musholla? 5. Bagaimana hubungan Islam dengan kesejahteraan? 6. Bagaimana hubungan Musholla dengan kesejahteraan? 7. Bagaimana pandangan anda tentang pengelolaan musholla sekarang? 8. Bagaimana seharusnya pengelolaan musholla? 9. Bagaimana prospek musholla terhadap kesejahteraan? 10.Bagaimana harapan anda secara umum?
Lampiran 3 Foto-Foto Lapangan
Foto 1 : Kantor Desa Banjaran
Foto 2 : Masjid Mujtahidin Desa Banjaran
Foto 3 : Rumah Penduduk Miskin Desa Banjaran
Foto 4 : Musholla Khoirus Subban
Foto 5 : Pelaksanaan Sholat Berjamaah
Foto 6 : Tempat Wudu Sebelum di Rehab
Foto 7: Rehab Tempat Wudu Musholla Khoirus Subban
Foto 8 : Pelaksanaan FGD
Foto 9 : Pelaksanaan FGD