PENINGKATAN PERAN-EKONOMI PEREMPUAN DALAM MEMENUHI PENDAPATAN KELUARGA MELALUI PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN LOKAL (Studi Kasus Keluarga yang Terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi Propinsi Jawa Barat)
REVITA ARDYANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul “Peningkatan Peran-ekonomi Perempuan dalam Memenuhi Pendapatan Keluarga Melalui Pendayagunaan Kelembagaan Lokal (Studi Kasus Keluarga yang Terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Januari 2007
REVITA ARDYANI NRP A154050125
ABSTRAK
REVITA ARDYANI, Peningkatan Peran-ekonomi Perempuan dalam Memenuhi Pendapatan Keluarga Melalui Pendayagunaan Kelembagaan Lokal (Studi Kasus Keluarga yang Terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh HOLIL SOELAIMAN sebagai Ketua, WINATI WIGNA sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Krisis nilai tukar mata uang regional pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan banyak perusahaan terpaksa menghentikan kegiatan produksi, akibatnya banyak laki-laki terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kondisi Lakilaki sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga menyebabkan perlu dibantunya peran tersebut, yaitu perempuan tampil mengambil peran-ekonomi. Perempuan dalam berperan ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menghambat dan mendukung. Faktor-faktor yang menghambat peran-ekonomi perempuan dapat diatasi melalui pendayagunaan kelembagaan lokal dan modal sosial berupa saling mengenal, sambatan atau tolong-menolong, hubungan kerjasama yang didasarkan atas rasa saling percaya, saling mengenal, tolongmenolong dan jujur sebagai faktor pendukung perempuan berperan ekonomi. Permasalahan yang berkaitan dengan peran-ekonomi perempuan adalah hubungan gender yang membedakan peran laki-laki dan perempuan, rendahnya potensi ekonomi yang dimiliki perempuan, kurangnya sumber daya lokal, kurangnya jaringan dengan lembaga lokal dan belum dimanfaatkannya modal sosial. Tujuan kajian ini adalah mengetahui kondisi kehidupan dan permasalahan keluarga PHK dalam memenuhi pendapatan rumah tangganya, mengetahui peranekonomi perempuan dan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung, mengetahui kelembagaan yang dapat dimanfaatkan dan merencanakan program dan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan keluarga PHK di Kelurahan Cigugur Tengah dalam memenuhi pendapatan rumah tangganya. Kajian ini dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu pemetaan sosial, evaluasi program, dan kajian lapangan dengan fokus kegiatan merancang strategi dan program peningkatan peran-ekonomi perempuan di Kelurahan Cigugur Tengah. Metode kajian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan berperan serta dan wawancara mendalam, studi dokumentasi dan focus group discussion (FGD). FGD dilakukan dengan perangkat kelurahan, keluarga PHK dan lembaga lokal yang ada. Penyusunan rancangan program dilakukan secara partisipatif dengan tahap-tahap, yaitu membahas dan menentukan masalah yang dihadapi dan masalah yang menjadi prioritas, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peran-ekonomi perempuan, serta melakukan penggalian aspirasi dalam rangka penyusunan rancangan program dan strategi pengembangan masyarakat. Hasil kajian digunakan untuk merumuskan Program Peningkatan Peranekonomi Perempuan melalui Pendayagunaan Kelembagaan Lokal, yang terdiri dari program berupa sosialisasi hubungan gender dan peningkatan keterampilan perempuan, serta strategi menguatkan fungsi warung sebagai lembaga penyedia bahan baku, membina serta mencari simpul-simpul jaringan ekonomi dengan pasar, membina jaringan keluar dan meningkatkan kegiatan PKK yang bersifat pelatihan keterampilan, memperbaiki manajemen koperasi dan menguatkan kembali fungsi koperasi dan meminta bantuan kepada pabrik/perusahaan untuk lebih membuka kesempatan bagi perempuan untuk bekerja di sana.
ABSTRACT
REVITA ARDYANI, The Increase of Women-Economic Role in Fulfilling the Family Income through Local Institution Utilization (A Case Study on The WorDisconnected Family at Kelurahan Cigugur Tengah, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat). Advisor Team HOLIL SOELAIMAN, as the Chairman, and WINATI WIGNA, as the Member of Advisor Commission. The decrease of the Rupiah value, in the middle of 1997, forced many companies to quit their production. Consequently, a lot of men were disconnected from their work. The condition of men as the housholders who had to earn a living in family has triggered women to help and take over the economic role. There are several constraining and supporting factors faced by women in playing their economic role. They can overcome the constrains through local institutional utilization and social capital which are mutual recognition, helping each other, trust-based cooperation, mutual recognition, and also honest are several factors that can support women to perform their economic role. The problems related to women-economic role are gender relationship discriminating the role of men and women, the low economy potential of women, the lack of local resources, and the lack of network with local institutions, as well as social capital which is not yet utilized. This study aims to know the condition of the Work-Disconnected Family’s life and their problems in fulfilling their household income, to know the womeneconomic role, the constraining and supporting factors, to know the utilizable institutions, and to plan the appropiate strategy and program in overcoming the work-disconnected family in fulfilling their household income at Kelurahan Cigugur Tengah. There are three stages used in this study, namely social mapping, program evalution, and field study focused on designing the increasing strategy and program of women-economic role at Kelurahan Cigugur Tengah. This study uses a qualitative method and data collection techniques used were participation observatios, in-depth interviews, documents, and focus group discussion (FGD) as well. The people involved in FGD activity were the personnel of Kelurahan, the work-disconnected family, and the available local institutions. The program was designed in a participatory way with several stages: (1) discussing and determinig an encountered and prioritized problem, (2) analyzing any factors influencing women-economic role, and (3) triggering some aspiration in the effort to design the strategy and program of community development. The research results were used to formulate the program concerning the The Increase of Women-Economic Role in Fulfilling the Family Income through Local Institution Utilization comprising socialization of gender relationship, the increase of women skills, and the strategy for enhancing the function of small shop as the institution providing raw material, to seek for and link the economy network signs with the suitable markets, to maintain the outside network and developing the activities of PKK (a women organization to increase the family welfare) involving skills training, improving cooperation management, and reenhancing the function and requesting several companies to provide opportunity for women to be employed.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
PENINGKATAN PERAN-EKONOMI PEREMPUAN DALAM MEMENUHI PENDAPATAN KELUARGA MELALUI PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN LOKAL (Studi Kasus Keluarga yang Terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi Propinsi Jawa Barat)
REVITA ARDYANI
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tugas Akhir
: Peningkatan Peran-Ekonomi Perempuan dalam Memenuhi Pendapatan Keluarga melalui Pendayagunaan Kelembagaan Lokal (Studi Kasus Keluarga yang Terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat)
Nama Mahasiswa
: REVITA ARDYANI
NRP
: A 154050125
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Drs. HOLIL SOELAIMAN, MSW Ketua
Dra. WINATI WIGNA, MDS Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. DJUARA P. LUBIS, MS
Prof. Dr. Ir. KHAIRIL A. NOTODIPUTRO, MS
Tanggal Ujian : 9 Januari 2007
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat limpahan rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Kajian Pengembangan Masyarakat ini (KPM) sebagai lanjutan dari kajian lapangan yang dilaksanakan di Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah. Penulisan kajian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih, terutama kepada yang terhormat : 1. Bapak Drs. Holil Soelaiman, MSW, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan kajian ini ; 2. Ibu Dra. Winati Wigna, MDS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan dorongan moril dalam rangkaian proses penyelesaian kajian ini ; 3. Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menambah pengetahuan di bidang Pengembangan Masyarakat
melalui
Pengembangan
proses
pembelajaran
Masyarakat kerjasama
di
Institut
Magister Pertanian
Profesional Bogor
dan
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung ; 4. Segenap
Pimpinan
dan
civitas
akademika
Magister
Profesional
Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor ; 5. Segenap Pimpinan dan civitas akademika Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung ; 6. Ir. Fredian Tonny, MS, selaku Dosen Penguji Luar Komisi yang telah memberikan saran dan masukan guna perbaikan kajian ini ; 7. Pemerintah Kabupaten Bandung yang telah memberikan kepercayaan dan membantu penulis selama menjalankan kewajiban sebagai Tugas Belajar ; 8. Camat, Lurah dan masyarakat Kelurahan Cigugur Tengah yang telah membantu penulis dalam melaksanakan Kajian Pengembangan Masyarakat ; 9. Orang tua dan seluruh keluarga penulis atas segala doa dan dukungannya yang telah memotivasi penulis hingga dapat menyelesaikan tugasnya ; dan
ix
10. Seluruh sahabat dan saudara-saudara penulis, khususnya mahasiswa Magister Profesional Pengembangan Masyarakat dan Diploma IV STKS Bandung, serta seluruh pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu, yang telah
banyak
membantu
dan
memberikan
motivasi
selama
proses
perkuliahan. Penulis menyadari bahwa kajian lapangan ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Hal ini disadari karena adanya keterbatasan dan kemampuan penulis dalam melakukan analisa dan membahas data yang ada. Namun, harapan penulis semoga apa yang telah dilakukan ini dapat menjadi langkah awal yang baik untuk proses-proses selanjutnya. Semoga kajian ini bermanfaat dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia Nya kepada kita semua. Amin.
Bogor, Januari 2007 REVITA ARDYANI
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cimahi pada tanggal 13 Januari 1982 dari pasangan Ibu bernama Christina Isfandiary dan Bapak Susanto (alm). Penulis merupakan putri
pertama
dari
dua
bersaudara.
Tahun
2000
penulis
lulus
dari
SMA Negeri 2 Cimahi dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan dengan mengikuti seleksi Calon Praja Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) asal pendaftaran Provinsi Jawa Barat dan diterima sebagai Praja STPDN angkatan XII. Lulus dari STPDN Jatinangor pada Bulan Juli tahun 2004. Penulis sejak Bulan September tahun 2004 bertugas sebagai pelaksana pada Bagian Bina Pemerintahan Umum Sekretariat Kabupaten Bandung. Selanjutnya pada Bulan September Tahun 2005 berkesempatan menjadi Tugas Belajar Pemerintah Kabupaten Bandung dengan melanjutkan pendidikan di Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat kerjasama Institut Pertanian Bogor dengan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung atas biaya Departemen Sosial Republik Indonesia.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xv
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................... Perumusan Masalah ........................................................................... Tujuan Kajian....................................................................................... Kegunaan Kajian ................................................................................
1 4 4 5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka ................................................................................ Kerangka Kajian ..................................................................................
6 13
METODE KAJIAN Metode dan Strategi Kajian.................................................................. Lokasi dan Waktu Kajian ..................................................................... Pemilihan Kasus Kajian ....................................................................... Metode Pengumpulan Data ................................................................ Analisis Data dan Pelaporan ............................................................... Penyusunan Rancangan Program ......................................................
17 17 18 19 20 20
PETA SOSIAL KELURAHAN CIGUGUR TENGAH Keadaan Umum Lokasi ....................................................................... Kependudukan ................................................................................... Sistem Ekonomi .................................................................................. Kepemimpinan Lokal .......................................................................... Lembaga Kemasyarakatan ................................................................. Sumber Daya Lokal ............................................................................ Kesejahteraan Sosial .......................................................................... Program Peningkatan Peran Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS).. .........................................................................................
22 23 26 27 27 28 30 30
PERAN EKONOMI PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Kondisi Kehidupan dan Permasalahan Ekonomi Keluarga yang Terkena PHK....................................................................................... 35 Peran-ekonomi Perempuan dalam Keluarga yang Terkena PHK ........ 44 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Peningkatan Peran-ekonomi Perempuan .................................................................. 48 Keuntungan dan Kerugian Sosial bila perempuan Bekerja Mencari Nafkah................... .................................................................. 55
xii
PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM PENINGKATAN PERAN-EKONOMI PEREMPUAN Keragaan Lembaga-lembaga Lokal di Kelurahan Cigugur Tengah ...... Analisis Diagram Venn Terhadap Lembaga-lembaga Lokal di Kelurahan Cigugur Tengah.................................................................. Pendayagunaan Kelembagaan Lokal ..................................................
57 67 69
RANCANGAN PROGRAM DAN STRATEGI PENINGKATAN PERAN EKONOMI PEREMPUAN Program dan Strategi Peningkatan Peran-ekonomi Perempuan dalam Mengatasi Ekonomi Keluarga yang Terkena PHK ...............................
82
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan ......................................................................................... Rekomendasi ......................................................................................
85 87
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
88
LAMPIRAN ................................................................................................
90
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Tujuan dan Teknik Pengumpulan Data ................................................
20
2
Komposisi Jumlah Penduduk Kelurahan Cigugur Tengah Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2005................................
23
3
Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cigugur Tengah Tahun 2005.............................................. 24
4
Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan Cigugur Tengah Tahun 2005..............
26
Profil Lembaga-lembaga Lokal di Kelurahan Cigugur Tengah Tahun 2006 .........................................................................................
66
Lembaga-lembaga Lokal dan Kaitannya dengan Peningkatan Peranekonomi Perempuan di Kelurahan Cigugur Tengah Tahun 2006 ..........
77
Analisis Masalah, Potensi dan Alternatif Pemecahan Masalah Perempuan dari Keluarga yang Terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah...............................................................
80
5
6
7
8
Program dan Strategi Peningkatan Peran-ekonomi Perempuan melalui Pendayagunaan Kelembagaan Lokal di Kelurahan Cigugur Tengah................................................................... 84
xiiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Alur Pemikiran Peningkatan Peran-ekonomi Perempuan dalam Memenuhi Pendapatan Keluarga melalui Pendayagunaan Kelembagaan Lokal di Kelurahan Cigugur Tengah ............................................. 16 2 Diagram Venn Perempuan dan Lembaga-lembaga di Kelurahan Cigugur Tengah...................................................................... 67
xiiiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Pedoman Wawancara .............................................................................
90
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Perekonomian nasional yang dibangun dan bertumpu pada perindustrian manufaktur, yang sebagian besar menggunakan bahan baku impor ketika terjadi krisis nilai tukar mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, mengalami kelumpuhan. Banyak perusahaan yang terpaksa harus menghentikan kegiatan produksi. Akibatnya banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selama kurun waktu bulan Agustus 1997 Agustus 1998, sekitar 4,2 juta orang berusia 15 tahun ke atas berhenti bekerja (Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), 1998). Departemen Sosial (1999) menyatakan bahwa salah satu persoalan yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi adalah banyaknya lapangan kerja yang hilang di sektor industri, khususnya industri yang bergantung pada komponen impor. Usaha industri yang masih mencoba bertahan terpaksa melakukan efisiensi. Efisiensi tersebut meliputi pengurangan jam kerja, penghapusan fasilitas karyawan hingga pengurangan jumlah karyawan melalui pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK merupakan langkah yang dianggap rasional untuk memungkinkan industri tersebut tetap berjalan. Hal ini mengakibatkan bertambahnya angka pengangguran dan kemiskinan. Kondisi perekonomian seperti ini menyebabkan penduduk bekerja seadanya. Mereka menjadikan sektor informal sebagai pilihan. Departemen Sosial (1999) menyatakan bahwa perempuan lebih mudah untuk mendapat pekerjaan di sektor-sektor informal daripada laki-laki. Para pekerja yang masih bertahan di sektor formal, bekerja dengan jumlah jam kerja terbatas atau dengan upah lebih rendah dari upah yang biasanya mereka terima bila bekerja penuh. Hal ini mengakibatkan terjadinya masalah ekonomi keluarga yang berdampak luas terhadap kesehatan dan pendidikan anak-anak. Situasi demikian menyebabkan kondisi perlu dibantunya peran pencari nafkah utama dalam hal ini para suami. Berkaitan dengan hal tersebut, para istri tampil mengambil peran sebagai pencari nafkah namun mereka menghadapi banyak kendala. Kendala yang dihadapi oleh perempuan adalah kurang modal, kurang bekal pengetahuan dan keterampilan yang menunjang dan yang juga penting adalah masalah gender (Padmi & Haryanto, 2003).
2
Kelurahan Cigugur Tengah merupakan satu kelurahan yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor industri, yaitu tekstil dan produk tekstil yang banyak mengalami PHK. Hasil pemetaan sosial pada Praktik Lapangan I yang dilaksanakan dari tanggal 1 sampai dengan 16 Nopember 2005 dan evaluasi program pada Praktik Lapangan II yang dilaksanakan dari tanggal 17 sampai dengan 24 Pebruari 2005 di Kelurahan Cigugur Tengah terdapat 8.972 orang yang mengalami PHK dari jumlah penduduk keseluruhan sebanyak 35.296 orang. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, mereka yang terkena PHK melakukan pekerjaan serabutan, seperti menjadi pekerja/buruh bangunan, supir atau berdagang kecil-kecilan. Upaya lain adalah dengan perempuan (dalam hal ini adalah istri dari para lelaki terkena PHK) tampil sebagai pencari nafkah di sektor informal dengan penghasilan relatif rendah. Laki-laki yang terkena PHK lebih sulit mendapatkan pekerjaan dan hanya sebagian kecil yang berhasil. Program-program pembangunan untuk perempuan masih belum menjamin kesempatan mereka untuk melaksanakan perannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti yang dikemukakan Soetrisno (1997), yaitu: a. Program-program tersebut masih dihubungkan dengan usaha-usaha yang mendukung kelestarian jabatan pelaksana program, seperti proyek PKK. b. Sifat administratif program tersebut sama dengan program pembangunan lainnya yang berorientasi pada kemudahan pimpinan proyek mengawasi tercapainya target program itu daripada menyesuaikan program itu dengan kepentingan serta kondisi sosial-ekonomi manusia yang menjadikan objek program. Salah satu program untuk menanggulangi kemiskinan khususnya yang diakibatkan oleh PHK adalah melalui pelaksanaan Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS). Tujuannya adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia, sumber daya alam dan lingkungan guna mewujudkan dan mengembangkan keluarga sehat sejahtera dan bahagia dalam rangka pembangunan masyarakat desa/kelurahan dengan wanita sebagai penggeraknya (Pedoman Umum Pelaksanaan Program P2WKSS, 1991). Bentuk kegiatannya adalah pemberian bantuan modal, pelatihan keterampilan dan penyuluhan
keluarga dan balita. Program
ini membantu
meningkatkan
kesejahteraan keluarga mereka, namun kurang berkembang. Permasalahan ekonomi keluarga PHK untuk memenuhi kebutuhan hidup belum terpecahkan. Pelaksanaannya cenderung sekedar formalitas.
3
Istri dari keluarga PHK umumnya bekerja di sektor informal dan formal tetapi dengan gaji rendah. Hal ini disebabkan ada faktor penghambat dan pendukung. Faktor-faktor tersebut adalah hubungan gender, potensi ekonomi yang dimiliki perempuan, kondisi sumber daya lokal, modal sosial dan jaringan dengan lembaga lokal. Hubungan
gender
berupa anggapan-anggapan masyarakat
seperti
mengenai perempuan tidak seharusnya bepergian jauh dari rumah serta anggapan bahwa kedudukan dan peran perempuan secara kodrati adalah mengurus anak dan keluarga sedangkan laki-laki mencari nafkah. Adanya anggapan tersebut menjadi kendala karena secara kodrati perempuan mempunyai kemampuan melahirkan dan menyusui anak sedangkan mengurus anak dan keluarga adalah bagian dari kewajiban perempuan. Kodrat itu sendiri adalah hal yang tidak dapat dipertukarkan dan merupakan sesuatu yang harus diterima dari Ilahi. Anggapan tersebut juga membuat perempuan kurang leluasa untuk melakukan kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan ekonomi keluarga. Potensi ekonomi yang dimiliki perempuan dilihat dari pendidikan dan keterampilan serta ketersediaan waktu untuk melakukan kegiatan ekonomi. Potensi ekonomi yang rendah akan menghambat peran-ekonomi perempuan begitu pula halnya dengan kondisi sumber daya lokal dan modal sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini sumber daya lokal maupun modal sosial dapat menjadi penghambat dan pendukung terhadap kegiatan ekonomi yang dilakukan perempuan.
Faktor yang juga mempengaruhi peran perempuan dalam
berekonomi adalah lemah dan kurangnya jaringan dengan lembaga lokal sehingga dapat dikatakan menjadi faktor penghambat peran perempuan dalam berekonomi. Kelurahan Cigugur Tengah mempunyai lembaga-lembaga lokal yang dapat didayagunakan untuk meningkatkan peran ekonomi perempuan, baik lembaga dalam bentuk konkret seperti yaitu Pemerintah Kelurahan, Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), kelompok arisan, koperasi, pasar dan warung, maupun
yang berwujud abstrak seperti goyong-royong, norma-norma, tolong-
menolong, perasaan sebagai sesama warga. Lembaga-lembaga tersebut belum banyak didayagunakan masyarakat khususnya perempuan dalam rangka mengatasi permasalahan ekonomi keluarga (memenuhi pendapatan) akibat PHK.
4
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah “bagaimana meningkatkan peranekonomi perempuan untuk memenuhi pendapatan rumah tangga pada keluarga yang keluarga yang terkena PHK melalui pendayagunaan kelembagaan lokal”. Pengkajian terhadap permasalahan perempuan mencari nafkah menjadi penting karena merupakan fenomena yang umum dihadapi masyarakat. Perumusan Masalah Untuk menjawab permasalahan utama di atas, maka dapat dirumuskan dalam permasalahan berikut: 1. Bagaimana kondisi kehidupan dan permasalahan keluarga PHK dalam memenuhi pendapatan rumah tangganya di Kelurahan Cigugur Tengah ? 2. Bagaimana peran-ekonomi perempuan dari keluarga yang terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah dan faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukungnya ? 3. Kelembagaan apa yang dapat dimanfaatkan serta rencana program dan strategi apa yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi keluarga PHK dalam memenuhi pendapatan rumah tangganya di Kelurahan Cigugur Tengah ?
Tujuan Kajian Tujuan dari kajian pengembangan masyarakat ini adalah untuk: 1. Mengetahui kondisi kehidupan dan permasalahan keluarga PHK dalam memenuhi pendapatan rumah tangganya di Kelurahan Cigugur Tengah. 2. Mengetahui peran-ekonomi perempuan dari keluarga yang terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah dan faktor-faktor yang mempengaruhi. 3. Mengetahui kelembagaan yang dapat dimanfaatkan dan merencanakan program dan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi keluarga
PHK
dalam
Kelurahan Cigugur Tengah.
memenuhi
pendapatan
rumah
tangganya
di
5
Kegunaan Kajian Hasil kajian pengembangan masyarakat yang dilaksanakan di Kelurahan Cigugur Tengah, diharapkan dapat berguna untuk : 1. Pemerintah Kelurahan Cigugur Tengah, sebagai bahan masukan tentang bagaimana mengatasi masalah kesejahteraan keluarga PHK. 2. Lembaga-lembaga
lokal,
sebagai
bahan
dalam
rangka
mengatasi
permasalahan ekonomi keluarga yang terkena PHK. 3. Keluarga PHK, sebagai pengembangan peran untuk mengatasi masalah perekonomian keluarganya. 4. Pengkaji, sebagai wahana pembelajaran dan menambah wawasan tentang teori dan praktik pengembangan masyarakat, dengan harapan dapat mengembangkan suatu model pengembangan masyarakat di daerah lain.
6
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Krisis ekonomi akhir tahun 1997 mengakibatkan banyak perusahaan manufaktur bangkrut dan mengakibatkan banyak pekerja kehilangan pekerjaan yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan ekonomi bagi keluarganya. Pasal 25 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang
mengakibatkan
berakhirnya
hak
dan
kewajiban
antara
pekerja/buruh dan pengusaha. Krisis dapat menjadi tantangan sekaligus peluang karena sebelumnya perempuan hanya berada di rumah menjadi dapat keluar rumah untuk mengaktualisasikan
dirinya
(self
actualization).
Deere
et.al
(2005)
mengemukakan bahwa: “The impact of the crisis and structural adjusment policies has been devastating for poor women due primarily to three factors: (1) a sharp fall in wages and rising female unemployment; (2) the unequal burden which the rising cost of living imposes on women; (3) the reductions in public spending for services on which women rely”. Ada empat langkah strategi mengatasi dampak krisis ekonomi seperti dikemukakan oleh Deere et.al (2005) berikut : Four main strategies can be detected, (1) women are entering the labour force in increasing numbers, particularly as workers in export-processing industries; (2) along with men, they are engaging in a wide variety of activities in the informal sector; (3) household are diversifying their survival strategies, changing living and consumption patterns; and (4) women are joining, and even predominating in, the international migration stream. All of these constitute important economic and social changes of the last decade. Empat strategi pokok dapat dideteksi, (1) perempuan semakin banyak yang menjadi tenaga kerja, umumnya sebagai pekerja di industri-industri yang memproduksi barang untuk diekspor; (2) bersama laki-laki, perempuan memperluas aktivitasnya di sektor informal; (3) rumah tangga melakukan banyak strategi bertahan hidup, mengalami perubahan pola hidup dan konsumsi; dan (4) perempuan ikut serta bahkan menginginkan terlibat dalam arus migrasi internasional. Kesemua strategi ini menyumbang pada perubahan ekonomi dan sosial dalam dekade terakhir.
7
Snel dan Staring (2001) mengatakan terdapat empat tipe strategi yang dilakukan oleh keluarga yang terkena PHK, yaitu (1) membatasi pengeluaran rumah tangga dengan mengkonsumsi lebih sedikit atau mengurangi unit yang mengkonsumsi; (2) menggunakan sumber daya internal rumah tangga secara lebih intensif atau membangun hubungan tolong-menolong di dalam jaringan sosial informal yang ada; (3) melakukan kegiatan, seperti menjual aset rumah tangga, mempertukarkan keterampilan dengan upah di sektor pekerjaan formal maupun informal; (4) mengupayakan dukungan dari pihak yang mempunyai kekuatan sosial-ekonomi-politik yang lebih besar, seperti institusi negara, tokoh masyarakat lokal atau organisasi-organisasi swasta. Keempat tipe strategi ini menunjukkan tingkat ketergantungan. Jika sumber daya sudah berada di luar jangkauan (kontrol) keluarga pekerja yang terkena dampak PHK, tingkat ketergantungan mereka terhadap pihak lain semakin rentan kondisinya. Masalah PHK menjadi semakin berat dirasakan oleh keluarga karena laki-laki yang terkena PHK merupakan pencari nafkah/pendapatan utama dan satu-satunya dalam keluarga. Strategi yang paling mungkin untuk dilakukan pada saat terjadi kondisi demikian adalah perempuan tampil menjadi pencari nafkah. Akan tetapi, tampilnya perempuan sebagai pencari nafkah masih sangat terbatas. Ruang gerak perempuan yang terbatas tersebut bukan hanya karena keterikatan mereka pada tugas rumah tangga, tetapi juga karena adanya norma dalam masyarakat yang menganggap pantang bagi perempuan pergi jauh-jauh dari rumah tanpa pendamping, serta rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan, kurangnya keterampilan, kurangnya pengetahuan, pengalaman dan pergaulan yang sempit. Keadaan krisis yang berdampak pada menurunnya kesejahteraan keluarga mempunyai efek paling parah terhadap perempuan seperti yang dikemukakan Deere et.al (2005) sebagai berikut: Poor women, especially those with families, have had to bear the major brunt of the regional economic crisis. The economic crunch has hit women harder than men because women’s disadvantaged occupational distribution and more limited access to resources, makes them more vulnerable; moreover their roles as producers and consumers are different. In addition, women have always assumed a primary role in household survival strategies, securing and allocating usually meagre cash and other resources to enable their families to make ends meet. Perempuan miskin, terutama mereka yang telah berkeluarga, mengalamai masalah paling berat akibat krisis ekonomi regional. Menurunnya ekonomi telah memukul perempuan lebih keras daripada laki-laki karena
8
perempuan mempunyai ketidakberuntungan dalam distribusi pekerjaan dan lebih terbatas dalam hal akses terhadap sumber-sumber, membuat mereka lebih terpukul; lebih jauh lagi karena peran mereka sebagai produsen dan konsumen juga berbeda. Sebagai tambahan, perempuan selalu diasumsikan sebagai pemegang peranan utama dalam strategi bertahan hidup suatu rumah tangga, mengamankan dan mengalokasikan uang kontan yang sangat kecil serta sumber-sumber lain agar kebutuhan tetap terpenuhi. Hal senada diungkapkan Davies dan Patricia (2005) sebagai berikut. The economic crisis has made it extremely difficult for families to survive on a single wage, forcing additional women into labour force to meet the rising cost of living and the decreased wage-earning capacity of men due to unemployment or wage cuts, or due to their absence as a result of migration. At the same time structural adjustment policies are forcing families to absorb a greater share of the cost of survival as a result of cutbacks in social services, such as health and education, and the elimination or reduction of subsidies on food, transportation and utilities. By shifting more responsibility for survival from the state to the household, structural adjustment policies are increasing the burden on the poor, especially women. Krisis ekonomi telah membuat kesulitan bagi keluarga untuk bertahan hanya dengan satu jenis upah, memaksa perempuan bekerja untuk mengatasi kenaikan biaya hidup dan penurunan upah akibat laki-laki diPHK menjadi alasan terjadinya migrasi. Pada saat yang sama kebijakan struktural memaksa keluarga untuk membatasi pengeluaran sebagai hasil dari pengurangan pelayanan sosial, seperti kesehatan dan pendidikan, dan eliminasi atau pengurangan subsidi makanan, transportasi dan fasilitas. Dengan membagi tanggung jawab untuk bertahan hidup dari negara kepada rumah tangga, kebijakan struktural seperti ini akan menambah jumlah orang miskin, terutama perempuan. Strategi bertahan hidup seperti dikemukakan di atas dilakukan perempuan untuk mempertahankan keluarganya. Perempuan yang kemudian bekerja atau melakukan aktivitas ekonomi untuk mencari nafkah dapat diartikan sebagai peran-ekonomi perempuan dalam keluarga. Peran-ekonomi perempuan akan dilihat dari besarnya kontribusi pendapatan perempuan.
Hubungan Gender Gender sebagaimana diungkapkan Fakih (1996) adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara social maupun cultural (misalnya perempuan dikenal sebagai lemah lembut dan emosional, sedangkan laki-laki dianggap kuat dan rasional). Identitas, peran, fungsi, pola perilaku, kegiatan dan persepsi tentang perempuan dan laki-laki ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan (Tan dalam Sumarti dan Ekawati, 2006).
9
Perbedaan gender melahirkan peran gender. Persoalan dapat muncul dari pembedaan peran gender. Peran gender perempuan seringkali dinilai lebih rendah dan kurang berarti dibanding peran laki-laki (Fakih, 1996). Peran gender dapat dilihat dari pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Pembagian kerja yang dimaksud adalah dalam hal kegiatan produktif dan reproduktif, yaitu sejauhmana perempuan dan laki-laki melakukan pembagian kerja atau peran dengan baik sehingga perempuan dapat melakukan pekerjaan produktif. Beban domestik yang pada umumnya menjadi tanggung jawab perempuan dikerjakan secara bersama-sama dengan laki-laki atau dapat digantikan oleh laki-laki dengan tujuan membuka peluang perempuan untuk berusaha. Sumarti dan Ekawati (2005) mengemukakan bahwa pembagian kerja dalam keluarga maupun masyarakat pada umumnya dapat dilihat dari profil kegiatannya. Profil kegiatan ini mencakup informasi, yaitu (a) siapa (pria, wanita atau bersama) yang melakukan kegiatan (produktif, reproduktif dan sosial), (b) kapan dan di mana kegiatan dilaksanakan serta berapa frekuensi dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut, dan (c) berapa pendapatan yang dihasilkan melalui kegiatan tersebut. Kegiatan produktif adalah kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk uang atau barang, misalnya bertani, berkebun, beternak, berdagang. Kegiatan reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga, seperti mengandung, melahirkan dan mengasuh anak, pekerjaan rumah tangga, memasak, mencuci. Kegiatan-kegiatan aksi sosial di luar rumah tangga adalah keterlibatan bersama kelompok atau organisasi sosial.
Potensi Ekonomi Perempuan Potensi adalah sesuatu yang bisa dimanfaatkan atau didayagunakan. Pengertian ekonomi menurut Mubyarto (dalam Sajogyo dan Martowijoyo, 2005) adalah suatu kegiatan produksi untuk memperoleh pendapatan bagi kehidupannya. Potensi ekonomi yang dimiliki perempuan adalah unsur-unsur yang dapat memberi kekuatan untuk perempuan supaya bisa beraktivitas ekonomi seperti pendidikan (formal dan informal), keterampilan dan waktu yang tersedia untuk bekerja seperti dikemukakan Sadli dan Patmonodewo (dalam Ihromi, 1995). Potensi ekonomi yang dimiliki perempuan adalah kemampuan yang dimiliki perempuan untuk menjalankan kegiatan ekonomi sehingga dapat berperan ekonomi, yaitu memberikan kontribusi secara ekonomi dalam keluarga (Sadli dan
10
Patmonodewo dalam Ihromi, 1995). Tinggi rendahnya potensi ekonomi yang dimiliki perempuan ini sangat tergantung pada tingkat pendidikan, ada tidaknya keterampilan dan berhubungan dengan ketersediaan waktu untuk melakukan kegiatan ekonominya tersebut. Waktu yang tersedia bagi perempuan untuk melakukan aktivitas ekonomi dapat dilihat dari pembagian kerja dalam keluarga. Potensi ekonomi yang dimiliki perempuan juga dipengaruhi oleh ada tidaknya peluang-peluang ekonomi yang dapat diperolehnya. Peluang ekonomi perempuan
adalah
kesempatan
kerja
yang
dapat
dimanfaatkan
untuk
mendapatkan penghasilan, yaitu sejauhmana perempuan dapat diterima sebagai tenaga kerja (buruh atau karyawan) dalam suatu perusahaan baik formal maupun informal ataupun kesempatan kerja bagi perempuan dimana perempuan bekerja sebagai pengusaha dalam usaha mandiri (Mosse, 1996). Kesempatan kerja dalam wujud usaha mandiri seperti ini biasanya dalam bentuk sektor informal. Asumsinya adanya potensi dan peluang ekonomi perempuan akan dapat mendukung kenyataan bahwa perempuan harus dapat bekerja sebagai pencari nafkah atau pendapatan utama dalam keluarga yang terkena dampak PHK sekalipun dalam bentuk sektor informal. Usaha-usaha dalam sektor informal berkaitan dengan daya beli masyarakat. Daya beli sebagian besar masyarakat pada saat ini dapat dikatakan rendah karena daya beli dipengaruhi oleh tingkat upah. Di satu sisi, rendahnya daya beli merupakan peluang bagi sektor informal karena harga yang ditawarkan relatif lebih mudah dijangkau oleh masyarakat dengan pendapatan kecil. Di sisi yang lain, hal ini merupakan tantangan karena dengan daya beli yang rendah tersebut menyebabkan masyarakat mengurangi pengeluaran, terutama konsumsi.
Kelembagaan Lokal Kelembagaan adalah himpunan norma-norma yang diwujudkan dalam hubungan
antar
manusia
(Soekanto,
1999).
Menurut
Syahyuti
(2003),
kelembagaan yang tumbuh di masyarakat diumpamakan ibarat organ-organ yang ada dalam tubuh manusia, yang masing-masing menjalankan fungsinya, dan satu sama lain saling berkaitan. Kelembagaan lokal yang dimaksud di sini adalah kelembagaan dalam bentuk konkret yakni lembaga yang dibuat baik oleh pemerintah dan masyarakat, maupun lembaga dalam pengertian pranata sosial, yaitu dalam wujud tingkah laku
11
yang
terpolakan dalam
memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat.
Pada
kelembagaan lokal terdapat jaringan sosial. Jaringan sosial menurut Calhoun et.al (dalam Sumarti dkk, 2003) adalah jejaring hubungan di antara beragam komunikasi dan transaksi di antara mereka sedangkan menurut Suparlan, masih dalam Sumarti dkk (2003), jaringan sosial merupakan pengelompokan orang yang terdiri atas sejumlah orang (minimal tiga orang) yang masing-masing memiliki identitas tersendiri dan dihubungkan melalui hubungan sosial yang ada, dan melalui hubungan tersebut dapat dikelompokkan sebagai satu kesatuan sosial yang berbeda dengan yang lain. Suatu
jaringan
sosial
mencakup
tiga
komponen
pokok
berikut:
(1) Simpul-simpul (nodes) jaringan, yaitu sekumpulan orang, obyek atau peristiwa yang berperan sebagai simpul, (2) Ikatan (keterhubungan), yang menghubungkan satu simpul dengan simpul lain, biasanya digambarkan dengan garis yang merupakan suatu jalur; dan (3) Arus, yaitu sesuatu yang mengalir dari suatu simpul ke simpul lainnya, yang digambarkan dengan anak panah. Komponen-komponen tersebut bekerja berdasarkan prinsip-prinsip tertentu, yaitu: (a) memiliki pola tertentu; (b) sekumpulan simpul-simpul yang ada bisa digolongkan dalam satu kesatuan yang berbeda dengan golongan lainnya; (c) ikatan bersifat relatif permanen; dan (d) ada aturan main (hak dan kewajiban) yang berlangsung antara simpul-simpul tersebut. Kelembagaan lokal dapat didayagunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat melalui jaringan-jaringan sosial yang terbentuk di dalamnya namun bukan berarti pendayagunaan terbatas pada pendayagunaan kelembagaan yang sudah ada saja karena lembaga bisa muncul bila masyarakat membutuhkannya. Lembaga dalam hal ini merupakan alat bagi masyarakat untuk mengatasi masalah dan mewujudkan tujuan bersamanya. Lokal yang dimaksud di sini adalah lembaga yang muncul asli dari bawah dan bisa pula lembaga yang sudah melembaga (internalized) dalam masyarakat. Pendayagunaan bisa berarti menciptakan atau memelihara jaringan yang sudah ada. Permasalahan dalam pendayagunaan dan pengembangan kelembagaan adalah keberhasilan membentuk kerjasama antar pihak, pemerintah, swasta, lembaga pembina keswadayaan masyarakat, masyarakat sebagai pelaku di sektor ekonomi. Tonny (2005) mengatakan bahwa program pengembangan usaha-usaha produktif skala kecil dan menengah seringkali mengabaikan kemampuan
kelembagaan.
Jenis-jenis
kelembagaan
bisa
berbentuk
12
kelembagaan kolaborasi (stakeholders) karena masing-masing mempunyai kepentingan. Tonny (2005) juga menyatakan bahwa pengembangan usahausaha produktif yang berbasiskan kepada komunitas diharapkan dapat melibatkan stakeholders yang lain (kelembagaan kolaboratif), seperti organisasi pemerintah dan berbagai organisasi lainnya. Kelembagaan dapat dianalisis menggunakan Diagram Venn. Pembuatan Diagram Venn dapat dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD), yaitu dengan meletakkan lembaga-lembaga yang ada di dalam suatu kelurahan dan digambarkan dalam bentuk lingkaran. Komunitas yang menjadi sasaran digambar sebagai pusat diagram, sedangkan lembaga-lembaga yang berperan bagi komunitas tersebut digambar di sekitarnya. Jarak antara lingkaran-lingkaran menunjukkan jarak secara fisik (jauh-dekatnya) atau intensitas hubungan dengan lembaga tersebut. Lingkaran-lingkaran ini bisa saling menyentuh atau tumpang tindih untuk menggambarkan hubungan antar lembaga atau antar anggota lembaga tersebut. Ukuran dan letak lingkaran dalam diagram tersebut sesuai dengan penilaian dan kriteria yang telah disepakati oleh peserta FGD. Diagram Venn atau bagan hubungan antar pihak berguna untuk mengetahui lembaga dan jaringan atau kelembagaan mana yang dapat didayagunakan atau dimanfaatkan dan mana yang bisa diakses oleh komunitas. Diagram Venn memperlihatkan persepsi anggota komunitas mengenai lembaga-lembaga yang ada di lingkungan mereka menurut kriteria yang disepakati bersama. Dengan mempergunakan Diagram Venn maka dapat diketahui dan dikaji sejauhmana peran kelembagaan yang ada di Kelurahan Cigugur Tengah terhadap peluang ekonomi perempuan, sehingga diperoleh gambaran kelembagaan mana yang kuat atau lemah dan perlu ditingkatkan sehubungan dengan peningkatan peranekonomi perempuan. Kelembagaan erat kaitannya dengan modal sosial. Modal sosial adalah suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan tentang dunia (world-view), kepercayaan (trust), pertukaran timbal-balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colletta & Cullen, 2000).
13
Modal sosial menurut Fukuyama (2002) adalah serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama di antara anggota kelompok masyarakat yang memungkinkan terjadinya kerjasama atas dasar rasa saling mempercayai (mutualtrust). Norma-norma yang menghasilkan modal sosial harus secara substantif menginternalkan nilai-nilai seperti kejujuran, pemenuhan tugas dan kesediaan untuk saling menolong serta komitmen bersama. Fukuyama (2002) juga menyatakan bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomi dan sektor-sektor lainnya. Ini terkait dengan melekatnya nilai-nilai yang kuat dan tumbuhnya tingkat rasa saling percaya yang tinggi di tengah masyarakat. Tingkat kohesifitas ke dalam yang kuat, dan keluasan jaringan keluar yang tinggi, adanya trust, nilai-nilai dan norma yang menunjang berbagai bentuk interelasi sosial yang dilakukan akan dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah. Hal lain yang dibutuhkan selain kelembagaan sosial dan modal sosial yang bisa mendukung peran ekonomi perempuan adalah sumber daya lokal. Sumber daya lokal seperti tenaga kerja dan modal. Pemerintah lokal dengan kemampuan yang dimiliki dapat menjadikan tenaga kerja sebagai suatu kekuatan tenaga kerja terampil, dalam hal modal (selain modal sosial) diperlukan juga modal alam dan modal ekonomi yang dapat menunjang peningkatan peran ekonomi.
Kerangka Kajian
Krisis ekonomi yang menyebabkan PHK berdampak pada lumpuhnya pencari nafkah utama dalam keluarga (laki-laki). Pihak lain dalam keluarga yang paling memungkinkan untuk melakukan peran pencari nafkah adalah perempuan atau istri dari keluarga yang terkena PHK sedangkan anak-anak dianggap tidak seharusnya mendapat peran bekerja karena sesuai dengan fungsinya mereka ada dalam perlindungan dan tanggung jawab orang tua. Kenyataan bahwa lakilaki terkena PHK mempengaruhi perempuan untuk tampil sebagai pencari nafkah atau berperan ekonomi demi mempertahankan kehidupan keluarganya. Peran-ekonomi perempuan masih lemah dilihat dari besarnya kontribusi pendapatan terhadap keluarga karena masih terhambat oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah hubungan gender, potensi ekonomi yang dimiliki perempuan, jaringan dengan lembaga lokal, sumber daya lokal dan modal sosial.
14
Selain menjadi faktor penghambat, sumber daya lokal dan modal sosial juga bisa menjadi faktor pendukung bagi kegiatan ekonomi perempuan. Peranekonomi perempuan sangat tergantung pada potensi ekonomi yang dimiliki perempuan. Di samping itu, peran-ekonomi perempuan juga ditentukan oleh kuatnya jaringan antara perempuan dengan lembaga-lembaga lokal. Demikian juga faktor sumber daya lokal dan modal sosial menentukan peran-ekonomi perempuan baik sebagai faktor penghambat maupun faktor pendukung. Semua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh hubungan gender yang ada di dalam masyarakat. Potensi ekonomi yang dimiliki perempuan merupakan faktor penghambat yang sifatnya internal (melekat/ada dalam diri perempuan), faktor jaringan dengan lembaga lokal, sumber daya lokal dan modal sosial merupakan faktor eksternal (berada di luar diri perempuan), sedangkan hubungan gender merupakan move driver factor bagi seluruh faktor-faktor baik penghambat maupun pendukung terhadap peran-ekonomi perempuan. Potensi ekonomi yang dimiliki
perempuan
dilihat
dari
tingkat
pendidikan
atau
pengetahuan,
keterampilan yang dimiliki dan ketersediaan waktu yang dapat digunakan perempuan untuk beraktivitas ekonomi sehingga dapat memberikan kontribusi berupa pendapatan. Potensi ekonomi yang lemah akan menjadi faktor penghambat bagi peranekonomi perempuan. Tinggi rendahnya potensi ekonomi yang dimiliki perempuan sangat dipengaruhi hubungan gender yang berkembang di dalam masyarakat. Begitu pula lemah dan kurangnya jaringan antara perempuan dengan lembaga lokal akan menjadi faktor penghambat pada peran ekonomi perempuan, dan faktor ini pun sangat dipengaruhi oleh hubungan gender yang dianut oleh masyarakat Kelurahan Cigugur Tengah. Faktor eksternal lainnya, yaitu sumber daya lokal dan modal sosial yang bisa menjadi faktor penghambat maupun pendukung. Kedua faktor eksternal ini juga dipengaruhi oleh gender yang berkembang dalam masyarakat. Faktor sumber daya lokal seperti jumlah perempuan dalam usia produktif yang tinggi bisa menjadi faktor pendukung, sedangkan di samping itu ideologi gender yang mengatakan perempuan tidak boleh bekerja di luar rumah menjadikan sumber daya lokal sebagai faktor penghambat.
15
Sama halnya dengan modal sosial, rasa saling percaya, saling mengenal, tolong-menolong, dan jujur, yang biasanya dimiliki perempuan merupakan modal sosial yang mendukung. Sedangkan modal sosial seperti rentenir yang hidup dalam masyarakat sebagai sumber modal merupakan faktor penghambat bagi kegiatan ekonomi perempuan. Peran-ekonomi perempuan dapat ditingkatkan melalui pendayagunaan kelembagaan lokal. Faktor jejaring dengan lembaga lokal merupakan faktor yang ikut
menentukan peningkatan peran-ekonomi perempuan
dilihat melalui
pendayagunaan kelembagaan lokal. Lemah atau kurangnya jaringan antara perempuan dengan lembaga lokal dilihat melalui pendayagunaan kelembagaan lokal. Kelembagaan lokal dapat berwujud konkret yang diwujudkan pada lembaga-lembaga yang mengarah kepada organisasi maupun yang bersifat pranata sosial, yaitu wujud tingkah laku yang terpolakan dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Lembaga-lembaga tersebut baik merupakan bentukan pemerintah maupun yang dibentuk oleh masyarakat. Masing-masing lembaga tersebut mempunyai peran yang dapat dikategorikan ke dalam tiga peran besar dalam peningkatan peran ekonomi perempuan, yaitu sebagai lembaga pemasaran, lembaga permodalan dan lembaga penyedia bahan baku. Pendayagunaan kelembagaan lokal mengandung makna sejauhmana jejaring berfungsi baik sebagai lembaga pemasaran, lembaga permodalan maupun lembaga penyedia bahan baku dalam meningkatkan peran ekonomi perempuan. Ketiga jenis lembaga tersebut sangat penting bagi perempuan karena bila perempuan sulit mengakses pasar, permodalan dan bahan baku akan membatasi atau menghambat perempuan dalam berusaha. Analisis perempuan
terhadap untuk
fenomena
bekerja
laki-laki
(peran-ekonomi)
di-PHK serta
yang
mempengaruhi
analisis
faktor-faktor
penghambat dan pendukungnya berguna untuk melakukan penyusunan program dan strategi. Adapun program dan strategi disusun sesuai dengan keinginan dan kebutuhan perempuan melalui FGD dan bertujuan untuk memenuhi/mengatasi pendapatan rumah tangga dari keluarga yang terkena PHK. Kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagaimana tampak pada Bagan 1.
16
Hubungan Gender
PHK Lakilaki
Peran-ekonomi Perempuan
Program dan Strategi Peningkatan Peran-Ekonomi Perempuan
Peningkatan Ekonomi Keluarga
Faktor Internal dan Eksternal Faktor Internal : potensi ekonomi yang dimiliki perempuan Faktor Eksternal : sumber daya lokal, modal sosial dan jaringan dengan lembaga lokal
Keterangan : = mempengaruhi --- = batas kajian
Bagan 1 Alur Pemikiran Peningkatan Peran-ekonomi Perempuan dalam Memenuhi Pendapatan Keluarga melalui Pendayagunaan Kelembagaan Lokal di Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah
Program tersebut disusun sebagai strategi untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga yang diwujudkan ke dalam beberapa kegiatan pokok yang diharapkan
berkelanjutan
peran-ekonomi
perempuan
untuk melalui
mendorong
terwujudnya
pendayagunaan
peningkatan
kelembagaan
Kerangka pikir di atas digambar sebagaimana tampak pada Bagan 1.
lokal.
17
METODE KAJIAN Metode dan Strategi Kajian
Metode kajian adalah kualitatif dalam bentuk studi kasus. Menurut Stake (1994) dan Yin (1996): “Studi kasus adalah penerapan serangkaian metode kerja (multi-metode) penelitian untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman atas satu atau lebih kejadian/gejala sosial”. Berdasarkan pengertian tersebut, maka studi kasus dianggap relevan untuk mengkaji masalah yang dihadapi oleh perempuan dari keluarga terkena dampak PHK di Kelurahan Cigugur Tengah. Kajian ini akan membahas peran-ekonomi perempuan dan kendala internal dan eksternal perempuan dalam memenuhi/mengatasi pendapatan rumah tangga akibat PHK. Tipe studi kasus dalam kajian ini adalah studi kasus instrumental, yaitu studi yang memperlakukan kasus sebagai instrumen untuk memahami masalah tertentu.
Lokasi dan Waktu Kajian
Lokasi kajian dilaksanakan di Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi dengan beberapa pertimbangan antara lain: 1. Adanya keluarga yang mengalami kelumpuhan ekonomi yang disebabkan karena PHK. 2. Adanya lembaga-lembaga lokal baik yang berbentuk konkret yang dibentuk oleh pemerintah atau masyarakat dan berbentuk pranata sosial yang dapat berdaya guna untuk mendukung aktivitas ekonomi perempuan dalam bentuk jaringan sosial, dimana jaringan tersebut kondisinya saat ini lemah.
Waktu kajian dilaksanakan sejak Praktik Lapangan I pada tanggal 1 sampai dengan 16 Nopember 2005 dan Praktik Lapangan II pada tanggal 17 sampai dengan 24 Februari 2005.
18
Pemilihan Kasus Kajian
Pemilihan kasus dilakukan dengan berdasarkan pada tujuan kajian, yaitu peningkatan peran-ekonomi perempuan pada keluarga PHK yang dilihat dari : 1. Perempuan yang sedang berkegiatan ekonomi karena PHK. 2. Perempuan yang sedang berkegiatan ekonomi karena PHK dan membuat jaringan dengan lembaga lokal dan program pemerintah. 3. Perempuan yang mempunyai kegiatan ekonomi yang berhasil. 4. Perempuan yang mempunyai kegiatan ekonomi karena PHK tapi tidak membuat jaringan dengan lembaga pemerintah. 5. Perempuan yang mempunyai kegiatan ekonomi karena PHK dan mempunyai karakteristik berpendidikan tinggi dan mempunyai waktu. 6. Perempuan yang mempunyai kegiatan ekonomi karena PHK dan mempunyai karakteristik berpendidikan rendah dan mempunyai waktu. 7. Perempuan yang mempunyai kegiatan ekonomi karena PHK dan mempunyai karakteristik berpendidikan rendah dan tidak mempunyai waktu. 8. Perempuan yang bekerja formal karena PHK dengan pendapatan yang rendah. 9. Perempuan yang berkegiatan ekonomi karena PHK tetapi dengan beban kerja rumah tangga yang berat. 10. Perempuan yang mempunyai keterampilan tapi tidak bisa dimanfaatkan.
Kesepuluh kasus keluarga PHK diharapkan dapat menggambarkan permasalahan yang dihadapi keluarga PHK dalam usaha mencari jalan pemecahan masalah melalui peningkatan peran-ekonomi perempuan. Dari kesepuluh kasus tersebut yang menjadi responden adalah istri-istri dari keluarga PHK. Disamping kesepuluh kasus di atas melalui istri sebagai respondennya, dipilih pula beberapa informan, yaitu: 1. Perangkat kelurahan, pengurus dan kader Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga atau PKK, Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat atau LPM, pengurus koperasi serta staf Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana. Alasan dipilihnya informan-informan tersebut adalah untuk mendapatkan informasi dari pihak penanggung jawab kegiatan peningkatan peran ekonomi perempuan.
19
2. Tokoh masyarakat, yaitu orang-orang yang dianggap masyarakat sebagai tokoh atau yang dituakan dan memahami mengenai permasalahan.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam kajian ini menggunakan teknik-teknik sebagai berikut: a. Studi arsip/dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari laporan atau catatan yang relevan dengan masalah kajian dari Kantor Kelurahan, Kantor BPMKB, laporan pelaksanaan kegiatan dan Pedoman Umum Pelaksanaan Program P2WKSS. b. Pengamatan langsung atau observasi lapangan, yaitu teknik pengumpulan data
dengan
mengadakan
pengamatan
langsung
di
lapangan
atau
mendatangi langsung untuk melihat dan mengetahui kondisi dan situasi keluarga yang terkena PHK. c. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data primer dengan mengajukan langsung pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya terbuka kepada responden untuk memperoleh informasi mengenai fakta dan pengalaman perempuan dalam melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup keluarga saat terjadi PHK. Wawancara dengan informan, yaitu aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan BPMKB sebagai penanggung jawab kegiatan. d. Diskusi kelompok terfokus Dilakukan dengan perempuan, lurah dan perangkatnya, dan lembagalembaga lokal yang ada.
Rencana pengumpulan data dalam kajian ini secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 1.
20
Tabel 1 Tujuan dan Teknik Pengumpulan Data Tujuan
Parameter
Sumber Data
Teknik
1. Mengetahui kondisi kehidupan dan permasalahan ekonomi keluarga yang terkena PHK
Jumlah PHK Pekerjaan suami setelah terkena PHK Keadaan perempuan (bekerja/tidak) Beban tanggungan Pengeluaran keluarga untuk konsumsi, pendidikan, transportasi dan kesehatan
Data Primer: - Perempuan dan keluarganya Data Sekunder: - Laporan kelurahan - Potensi kelurahan
- Wawancara kepada individu maupun kelompok. - Observasi
2. Mengetahui potensi ekonomi yang dimiliki perempuan dari keluarga PHK dan kendalanya
Pendidikan Keterampilan Waktu untuk melakukan aktivitas ekonomi
- Wawancara - FGD
3. Menyusun program dan strategi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi keluarga PHK dalam memenuhi pendapatan rumah tangga
- Membahas hasil penelitian mengenai kondisi kehidupan dan permasalahan ekonomi keluarga yang terkena PHK dan keadaan kelembagaan lokal. - Mengidentifikasi potensi dan kendala perempuan dari keluarga yang terkena dampak PHK. - Menetapkan prioritas masalah agar pelaksanaan diskusi dapat berjalan efektif. - Menganalisis data secara bersamasama dalam FGD dan menyusun pemecahan masalah dalam bentuk strategi. - Penyusunan rancangan program dan strategi bersama perempuan dan lembaga-lembaga lokal.
Data Primer: - Perempuan dan keluarganya - Lurah dan perangkat kel - PKK - Informan Data Primer: - Pemerintah kelurahan - Lembaga lokal - Tokoh masyarakat - Perempuan
- Wawancara - FGD
Analisis Data dan Pelaporan
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data dalam kajian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2002) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Penyusunan Rancangan Program
Perancangan program menggunakan pendekatan partisipatif bersama masyarakat dengan teknik FGD salah satu strategi pembangunan dengan asumsi bahwa masyarakat memiliki kemampuan dan hak untuk menyatakan pikiran dan
21
kehendak mereka (Mikkelsen, 2003). Teknik yang digunakan dalam penyusunan program adalah diskusi kelompok terfokus atau Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan perempuan dari keluarga terkena PHK, kelembagaan lokal dan stakeholders yang terkait dengan usaha peningkatan peran-ekonomi perempuan dalam mengatasi ekonomi keluarga akibat PHK di Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah. Fokus dari FGD yang dilakukan adalah untuk memecahkan masalah ekonomi keluarga yang terkena PHK melalui pendayagunaan kelembagaan lokal dengan titik masuk perempuan yang di dalamnya terkandung makna pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga. Hal ini dimaksudkan karena melalui pembagian kerja inilah masalah perempuan bekerja mencari nafkah dapat terpecahkan. Langkah-langkah dalam menyusun program kajian adalah sebagai berikut: 1. Membahas hasil penelitian mengenai kondisi kehidupan dan permasalahan ekonomi keluarga yang terkena PHK dan keadaan kelembagaan lokal. 2. Mengidentifikasi potensi dan kendala perempuan dari keluarga yang terkena dampak PHK. 3. Menetapkan prioritas masalah agar pelaksanaan diskusi dapat berjalan efektif. 4. Menganalisis data secara bersama-sama dalam FGD dan menyusun pemecahan masalah dalam bentuk strategi. 5. Penyusunan rancangan program dan strategi bersama perempuan dan lembaga-lembaga lokal.
Pengkaji berperan sebagai fasilitator dalam menyusun rancangan program. Rancangan program disusun berdasarkan hasil kesepakatan peserta FGD sesuai dengan potensi dan kebutuhan perempuan dari keluarga terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah.
22
PETA SOSIAL KELURAHAN CIGUGUR TENGAH Keadaan Umum Lokasi
Kelurahan Cigugur Tengah berada di Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi dengan lokasi yang cukup strategis karena berbatasan langsung dengan Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Kelurahan ini diperuntukkan sebagai wilayah industri jasa dan perdagangan. Luas wilayahnya secara administratif adalah 235,5 Ha, terdiri atas lahan permukiman (109 Ha), lahan pekuburan (2,5 Ha), perkantoran (7 Ha) dan prasarana umum lainnya (117 Ha) yang mencakup 112 RT dalam 19 RW. Sarana atau infrastruktur perhubungan yang ada di sekitar kelurahan sudah mencukupi serta dapat diakses melalui sarana transportasi darat seperti bus, sepeda motor, delman dan dilewati oleh kereta api. Tingkat kepadatan tertinggi terletak di wilayah RT yang lokasinya berdekatan dengan pabrik, seperti di RT 2, 6 dan 3 yang keseluruhannya termasuk ke dalam RW 4. Lokasi pabrik yang dekat dengan rumah penduduk menyebabkan kekurangan air sekalipun musim hujan. Kepadatan penduduk diakibatkan tingkat imigrasi dari luar ke dalam cukup tinggi, yaitu mencapai 18,43 persen (Profil Kelurahan Cigugur Tengah Tahun 2005), dimana sebagian besar penduduk merupakan pendatang dan bekerja di luar kelurahan, yaitu bekerja di Kota Bandung. Penduduk asli biasanya tinggal di lahan yang lebih luas dibandingkan penduduk pendatang. Penduduk mempunyai kebiasaan menyekat rumah untuk disewakan kepada buruh, karena pabrik-pabrik yang ada belum menyediakan fasilitas perumahan yang layak bagi tenaga kerjanya. Karakteristik kelurahan yang identik dengan tingginya pertumbuhan dan perkembangan imigran mengakibatkan persaingan dalam mencari pekerjaan bertambah berat. Permukiman secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori. Pertama, permukiman penduduk yang sangat padat, cenderung kumuh dan berada di gang-gang, dan kedua adalah permukiman mewah. Adanya perbedaan tersebut tidak lantas menimbulkan konflik atau kecemburuan sosial karena letaknya agak berjauhan. Interaksi terjalin antara penduduk dari permukiman padat dengan penduduk permukiman mewah, seperti penduduk menjadi pembantu rumah tangga atau pekerja/buruh bangunan di permukiman mewah. Hubungan antara masyarakat pendatang dengan masyarakat asli juga terbina
23
dengan baik, karena terdapat hubungan ekonomi dalam bentuk penyewaan rumah atau ruangan serta adanya perasaan sebagai sesama rakyat kecil.
Kependudukan
Pendidikan dan Keterampilan Penduduk Kelurahan Cigugur Tengah berdasarkan profil kelurahan Tahun 2005 berjumlah 35.296 orang, terdiri atas 17.567 orang (49,77 %) laki-laki dan 17.729 orang (50,23 %) perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 7.695 KK. Komposisi penduduk Kelurahan Cigugur Tengah berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Komposisi Jumlah Penduduk Kelurahan Cigugur Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2005
Tengah
Jenis Kelamin Usia (Tahun)
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Jumlah
(Jiwa)
Laki-laki
0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 ke atas JUMLAH
Perempuan
2.192 488 1.036 789 1.458 3.896 4.721 1.110 353 250 161 152 178 783 17. 567
2.358 473 905 782 1.199 3.997 5.213 1.075 360 272 134 124 196 641 17. 729
(Jiwa)
4.550 961 1.941 1.571 2.657 7.893 9.934 2.185 713 522 295 276 374 1.424 35.296
Sumber: Profil Kelurahan Cigugur Tengah, 2005
Komposisi penduduk Kelurahan Cigugur Tengah didominasi oleh kelompok usia produktif (sesuai batasan internasional, mulai 15 hingga 64 tahun), yaitu sebanyak
26.420
orang
dengan
kepadatan
penduduk
sebesar 209,87
jiwa/kilometer persegi. Hal ini menimbulkan persoalan seperti perumahan kumuh, keterbatasan air bersih dan persaingan yang sangat ketat dalam mencari kerja.
24
Sumber daya berupa banyaknya perempuan usia produktif seperti yang terlihat pada tabel 2 menandakan bahwa terdapat sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki keadaan ekonomi keluarga yang terkena PHK. Penduduk Kelurahan Cigugur Tengah dilihat dari tingkat pendidikannya rata-rata telah tamat SLTA. Hal ini sebagaimana tampak pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cigugur Tengah Tahun 2005 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Pendidikan
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
Buta Huruf Tidak tamat SD Tamat SD/sederajat Tamat SLTP/sederajat Tamat SLTA/sederajat Tamat D1 Tamat D2 Tamat D3 Tamat S1 Tamat S2 Tamat S3
121 1.190 10.995 9.978 11.969 221 97 232 470 16 7
0,34 3,37 31,15 28,26 33,91 0,62 0,27 0,65 1,33 0,04 0,02
JUMLAH
35.296
100,00
Sumber: Profil Kelurahan Cigugur Tengah, 2005
Tabel 3 di atas memperlihatkan jumlah penduduk rata-rata adalah SMA namun diketahui bahwa jumlah tersebut secara mayoritas merupakan jumlah laki-laki. Artinya, pendidikan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Data Kelurahan Cigugur Tengah yang menunjukkan tingkat pendidikan laki-laki dan perempuan tidak tersedia sehingga dipakai acuan data dari Kecamatan Cimahi Tengah. Penduduk Kecamatan Cimahi Tengah pada tahun 2005 adalah sebesar 129.943 jiwa dimana perempuan yang berpendidikan tamatan SD merupakan mayoritas, yaitu sebesar 41.945 jiwa (32,28 persen) sedangkan laki-laki mayoritas berpendidikan SLTA, yaitu sebesar 44.713 jiwa (34,41 persen). Menurut informan, perempuan di Kelurahan Cigugur Tengah mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dan kebetulan yang menjadi kasus dalam kajian ini, perempuannya berpendidikan rendah. Hal ini juga dapat dilihat dari keadaan pendidikan responden, yaitu sebagian besar perempuan berpendidikan SD dan hanya sebagian kecil yang berpendidikan SLTP dan SLTA sedangkan suami
25
rata-rata berpendidikan SLTP dan SLTA. Dengan demikian, potensi ekonomi perempuan dilihat dari tingkat pendidikan masih lebih rendah daripada laki-laki. Alasan yang menjadikan perempuan hanya mampu menamatkan pendidikan sampai ke jenjang SD saja cukup bervariasi mulai dari alasan ekonomi hingga adanya anggapan bahwa perempuan cukup berada di dapur sehingga tidak memerlukan pendidikan tinggi sedangkan bagi laki-laki sangat diperlukan karena dianggap sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah padahal pendidikan turut menentukan potensi perempuan yang digunakan untuk meningkatkan ekonomi keluarga khususnya setelah terjadi penurunan ekonomi akibat suami mengalami PHK. Rendahnya pendidikan perempuan yang disebabkan hubungan gender membatasi perempuan berperan dalam kegiatan ekonomi. Para istri dari keluarga PHK sudah tidak mungkin lagi mendapat pendidikan yang lebih baik, tapi yang dimungkinkan adalah potensi anak-anak mereka di masa depan. Namun demikian, pendidikan tetap merupakan modal yang penting yang dapat digunakan untuk menaikkan posisi tawar perempuan di dalam masyarakat. Ini menggambarkan ada potensi sumber daya yang dapat dikembangkan. Pendidikan yang baik masih harus ditunjang pula oleh keterampilan yang baik karena akan mempengaruhi dalam berusaha. Keterampilan yang dimaksud disini adalah keterampilan yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan pendapatan. Pada responden yang dikaji, sebagian besar keterampilan yang dimiliki oleh perempuan atau istri dari keluarga terkena PHK adalah keterampilan yang diperoleh secara turun-temurun dan merupakan keterampilan untuk mengurus rumah tangga, seperti memasak atau membuat kerajinan. Keterampilan ini semula tidak dipergunakan untuk memberikan kontribusi ekonomi terhadap keluarga dan kalaupun dimanfaatkan untuk mencari pendapatan hanya dimaksudkan sebagai pendapatan tambahan selain pendapatan yang dihasilkan oleh suami. Hal ini membatasi perempuan untuk berperan ekonomi. Keterampilan lain seperti yang didapat melalui pelatihan tidak dimiliki oleh mereka. Keterampilan juga sulit didapatkan oleh perempuan karena ada pandangan gender bahwa perempuan tidak perlu mempunyai keterampilan tinggi sehingga menjadi kendala bagi perempuan untuk berperan ekonomi.
26
Sistem Ekonomi
Mata Pencaharian Mayoritas penduduk sangat tergantung pada upah yang diberikan atasan atau majikan. Hal ini menimbulkan ketergantungan yang sangat besar terhadap orang lain sehingga sangat rentan untuk mengalami PHK. Jenis pekerjaan lainnya adalah pekerjaan yang sifatnya mandiri dan pekerjaan dengan jaminan kerja yang relatif lebih aman. Jenis dan jumlah mata pencaharian penduduk secara lebih jelas dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4 Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan Cigugur Tengah Tahun 2005 (Jiwa)
Persentase (%)
1. Sangat tergantung upah dari orang lain (buruh, sopir) 2. Pekerja mandiri (self employee) seperti pengrajin, pedagang, tukang kayu, tukang bata, petani, peternak, pengemudi becak dan ojek 3. Pendapatan kecil tapi ada kepastian (PNS, TNI/Polri, pensiunan) 4. Lain-lain
7.839
70,69
1.734
15,64
869
7,84
647
5,83
Jumlah
11.089
No
Mata Pencaharian
Jumlah
100
Sumber : Profil Kelurahan Cigugur Tengah, 2005
Di Kelurahan Cigugur Tengah tidak terdapat data mata pencaharian yang dipilah berdasarkan jenis kelamin, akan tetapi dari informan diperoleh keterangan bahwa perempuan sedikit sekali yang bekerja di keempat tipe pekerjaan. Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa dilihat dari jenis mata pencahariannya, perempuan lebih banyak terlibat pada jenis pekerjaan ke-2, yaitu sebagai pengrajin dan pedagangada ketergantungan penduduk terhadap upah terutama dari majikan yang sangat besar yang dapat menambah kesulitan keluarga dengan satu sumber nafkah, yaitu yang berasal dari pendapatan suami. Begitu pula untuk jenis pekerjaan sebagai buruh sangat sedikit dilakukan oleh perempuan karena sifatnya tentatif. Menurut informan, perempuan yang bekerja sebagai buruh sifatnya sementara karena mereka hanya merupakan buruh kontrak sehingga setelah tidak mendapat kontrak maka mereka akan kembali menjadi ibu rumah tangga.
27
Kepemimpinan Lokal Kepemimpinan
yang
berpengaruh
di
Kelurahan
Cigugur
Tengah
didasarkan pada posisi pada jabatan formal, pengaruh kepada masyarakat dalam jabatan informal dan harta kekayaan yang dimiliki. Pemimpin formal, yaitu Lurah dan Ketua RT di Kelurahan Cigugur Tengah. Keduanya mempunyai peranan penting dan terkenal dekat dengan masyarakat. Masyarakat patuh terhadap pemimpin formal tersebut sehingga informasi kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat lebih mudah untuk disampaikan. Hal ini didasarkan atas keyakinan agama yang kuat dalam masyarakat bahwa mereka berkewajiban untuk taat dan patuh kepada pemimpin. Pemilihan Ketua RT dilakukan secara demokratis dengan memerhatikan wibawa, kemampuan memahami masyarakat dan kharisma. Ketua RT berperan dalam membangun komunikasi intern dan antara masyarakat dengan pemerintah melalui forum formal seperti rapat yang diadakan di Kantor RW, rumah Ketua RT atau Kantor Lurah. Pemimpin informal seperti tokoh agama juga mempunyai peran penting. Peran ini terlihat dengan keaktifan masyarakat dalam berbagai kegiatan keagamaan. Selain tokoh agama terdapat pula tokoh masyarakat yang memiliki status sosial yang lebih berdasarkan kekayaan yang dimiliki. Tokoh ini berperan dalam membangun komunikasi dalam masyarakat misalnya saja pada saat tersebar isu kenaikan harga Bahan Bakar dan Minyak (BBM) beberapa waktu yang lalu. Tokoh-tokoh tersebut merupakan orang yang paling didengar oleh masyarakat dan perempuan. Tokoh-tokoh dari kepemimpinan formal, informal dan berdasarkan harta kekayaan yang dimiliki ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber daya untuk mengatasi masalah ekonomi di Kelurahan Cigugur Tengah terutama tokoh-tokoh informal dan tokoh masyarakat yang ada.
Lembaga Kemasyarakatan Lembaga formal yang ada seperti Kelurahan, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Baitul Rachman, Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Al Fatimah dan Karang Taruna juga terdapat lembaga kemasyarakatan yang dibentuk oleh masyarakat baik atas inisiatif
28
masyarakat sendiri atau orang luar seperti kelompok arisan, kelompok pengajian dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mandiri. Selain itu, terdapat lembaga ekonomi seperti koperasi, pasar, warung dan rentenir. Lembaga tersebut ada yang sudah memberi manfaat besar terhadap perempuan dan ada juga yang kurang bahkan belum bermanfaat. Lembaga yang sudah memberi manfaat besar (dilihat dari manfaat lembaga terhadap perempuan) adalah warung, pasar dan kelompok arisan sedangkan lembaga yang kurang dirasakan manfaatnya bagi perempuan adalah kelembagaan PKK, koperasi dan kelurahan. Dalam hal ini rentenir merupakan lembaga yang kurang bisa dijangkau oleh masyarakat kecil karena mereka tidak mempunyai jaminan (agunan) dan tidak mempunyai uang untuk membayar bunga. Begitu pula halnya perempuan dengan modal kecil juga tidak mampu membayar bunga yang tinggi tersebut. Hasil FGD menunjukkan bahwa pendayagunaan kelembagaan sangat diperlukan untuk mengatasi faktor penghambat dalam peningkatan peran ekonomi perempuan.
Sumber Daya Lokal
Sumber daya lokal yang dapat dimanfaatkan, yaitu berupa tenaga kerja dan modal sedangkan lahan kondisinya sudah sangat terbatas. Tenaga kerja merupakan potensi sumber daya dilihat dari segi jumlah. Di Kelurahan Cigugur Tengah ini banyak perempuan usia produktif tapi karena hubungan gender, jumlah itu menjadi tidak ada artinya. Demikian juga secara kualitas, tenaga perempuan itu belum bisa mendukung karena tingkat pendidikan mayoritas penduduk adalah tamatan SLTA. Hal ini dikarenakan selain untuk bekerja di tempat yang lebih baik minimal harus berpendidikan sarjana juga jumlah penduduk yang tamat SLTA lebih banyak didominasi laki-laki sedangkan mayoritas penduduk perempuan hanya tamatan SD. Bekerja bagi perempuan tidak selalu harus di sektor formal, tapi dengan adanya potensi yang tinggi yang berupa jumlah bisa disalurkan kepada sektor informal. Namun, kondisi kurang modal, kurang waktu dan kurang mampunya perempuan membuat jejaring dengan lembaga-lembaga bisa menghambat perempuan berkegiatan ekonomi. Kenyataan PHK semakin menguatkan bahwa
29
tenaga kerja harus pandai mencari peluang meskipun di sektor informal karena terbukti bahwa sektor inilah yang justru bertahan pada saat krisis. Modal ekonomi dan sosial juga merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan usaha. Modal ekonomi berkaitan dengan aset ekonomi, yaitu tanah dan tenaga kerja. Tanah merupakan tempat hidup sekaligus tempat berusaha dengan mempunyai tanah akan tetapi karena tanah sudah sempit sehingga tanah bukan merupakan sumber daya yang dapat diandalkan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Modal sosial yang ada di kelurahan ini adalah saling mengenal, sambatan atau tolong-menolong, hubungan kerjasama yang didasarkan atas rasa saling percaya antar penduduk, kerukunan dan toleransi. Rasa solidaritas dapat dirasakan terutama pada saat terjadi musibah pada masyarakat. Masyarakat bergotong-royong dan bahu-membahu untuk menolong sesamanya dan dikoordinir oleh ketua RT misalnya pada bulan Mei yang lalu, dimana wabah demam
berdarah di kelurahan
ini merajalela. Masyarakat
juga saling
mengingatkan pentingnya kebersihan tempat tinggal dan sekitarnya serta mengumpulkan sumbangan dari masyarakat yang lebih mampu dengan dibantu oleh ketua RT termasuk bersedia menyisihkan sebagian kecil pendapatan untuk membantu warga sekitar. Hal ini menggeser anggapan selama ini bahwa masyarakat yang hidup di perkotaan. Hubungan kerjasama antar warga masyarakat cenderung tidak ada hambatan dan dapat berlangsung dengan baik meskipun sebagian besar warga adalah penduduk pendatang yang umumnya telah lama menetap di kelurahan ini. Rata-rata lama menetap adalah 10 (sepuluh) tahun ke atas sehingga mereka sudah berbaur satu sama lain, baik dalam hal komunikasi (ditunjukkan dengan bahasa yang dipergunakan) maupun kebiasaan. Rasa memiliki yang tinggi terhadap daerah tempat tinggal dan tempat berlangsungnya kegiatan kelompok serta perasaan sebagai sesama perantau juga turut memperkuat jalinan toleransi antar warga. Modal sosial yang positif di atas umumnya atau sebagian besar lebih banyak dimiliki oleh perempuan dibanding laki-laki seperti misalnya rasa saling percaya, solidaritas, kebersamaan. Sehingga dalam hal ini modal sosial yang ada di Kelurahan Cigugur Tengah dapat dikatakan sebagai faktor yang bisa mendukung perempuan untuk berperan ekonomi.
30
Kesejahteraan Sosial
Di Kelurahan Cigugur Tengah diketahui bahwa pengangguran merupakan masalah utama, yaitu dialami oleh 9.102 orang laki-laki dan 2.920 orang perempuan. Di Kelurahan Cigugur Tengah, masalah PHK sebagian besar disebabkan oleh adanya krisis ekonomi yang menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi. Efisiensi perusahaan merupakan hal yang tidak terduga waktunya seperti pada saat menyikapi kenaikan harga BBM pada bulan Oktober tahun 2005. Dampaknya bisa dilihat dari menurunnya kesejahteraan keluarga seperti berubahnya pola makan (frekuensi makan berkurang dari tiga kali sehari menjadi dua kali sehari), perubahan jenis makanan dari tiga jenis lauk menjadi satu atau dua jenis lauk, walaupun tidak ada anak yang putus sekolah tapi sudah jarang membeli buku dan kesulitan membayar iuran sekolah, pengurangan pengeluaran untuk makan, transportasi, pendidikan dan kesehatan serta perempuan mengalah untuk pengeluaran kesehatan padahal sangat dibutuhkan untuk mencari nafkah.
Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) Ada beberapa program pemerintah untuk mengatasi ekonomi keluarga miskin, salah satu diantaranya adalah Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera. Latar Belakang Program P2WKSS merupakan suatu kebijakan dan program dengan tujuan untuk meningkatkan pendidikan dan peran perempuan dalam keluarga untuk memutus rantai
kemiskinan
melalui
program
pemberdayaan
perempuan
dengan
melakukan kegiatan produktif agar mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga. Titik masuk program adalah perempuan dengan penanggung jawab program Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) di tingkat kota dan Pemerintah Kelurahan Cigugur Tengah di tingkat wilayah. Tujuan
P2WKSS
secara
umum
adalah
untuk
mewujudkan
dan
mengembangkan keluarga sehat, sejahtera termasuk perlindungan perempuan dan anak dengan meningkatkan kedudukan, peran kemampuan, kemandirian serta ketahanan mental dan spiritual perempuan melalui kegiatan lintas bidang pembangunan dalam rangka pembangunan masyarakat.
31
Kegiatan P2WKSS dilakukan dengan menggerakkan keluarga yang termasuk keluarga miskin melalui pemberian bantuan secara bergulir dan perempuan kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) walaupun dalam pelaksanaan kegiatan tetap melibatkan partisipasi seluruh masyarakat Kelurahan Cigugur Tengah. Pelaksanaan P2WKSS melibatkan seluruh masyarakat karena kegiatan yang dilaksanakan sangat dekat dengan sektor kehidupan masyarakat seperti yang telah diungkap pada tujuan program. Dalam pengembangannya, mengalami kendala, yaitu masyarakat baru bergerak setelah mengetahui adanya bantuan. Program P2WKSS bertujuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga melalui operasionalisasi kegiatan, yaitu Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE) sebanyak dua kelompok, yang terdiri dari kelompok-kelompok dengan jenis usaha pembuatan getuk, comring, penutup tempat tidur, sumpia, lontong isi, rangginang, menyulam, menjahit, sparepart motor dari getah karet, alat kesehatan (orthopedic) masing-masing satu kelompok, pembuatan rangginang, menyulam, penyablonan dan pembuatan bakso masing-masing dua kelompok, Kelompok Wanita Tani (KWT) sebanyak dua kelompok dan Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW) sebanyak satu kelompok. Kelompok-kelompok dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan potensi masyarakat sebelum adanya program dan ada pula yang dibentuk setelah ada program. Kegiatan usaha yang dijalankan oleh perempuan dari keluarga PHK ada yang telah mendapat bantuan melalui P2WKSS, yaitu usaha membuat makanan kecil getuk, comring, sumpia dan lontong isi, menjahit dan membuat penutup tempat tidur sedangkan usaha membuka warungan, menitipkan masakan ke warung dan buruh pabrik belum atau tidak mendapat bantuan.
Penyelenggara dan Sumber Dana Dasar pelaksanaan Program Terpadu P2WKSS ini adalah Surat Keputusan Walikota Cimahi Nomor 451.15/KEP/SC-Kesos Tanggal 23 Januari 2003 Tentang Penetapan Lokasi Kelurahan Binaan Program Terpadu P2WKSS Tahun 2003-2004 dan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 260/KEP.352Bangsos/2003 Tanggal 21 Mei 2003 Tentang Penetapan Lokasi Kelurahan Binaan Program Terpadu P2WKSS Tahun 2003-2004.
32
Program ini dilaksanakan mulai Bulan Januari sampai dengan Desember 2004 dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Cimahi selaku penanggung jawab atau koordinator di tingkat kota. Sumber biaya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi Jawa Barat dan APBD Kota Cimahi Tahun Anggaran 2004 sebesar Rp 93.000.000,00 maupun pemerintah setempat, yaitu Pemerintah Kelurahan Cigugur Tengah dan swadaya masyarakat. Pelaksanaan Program Terpadu P2WKSS lebih ditekankan pada usaha alih peran kepada swadaya masyarakat serta partisipasi berbagai potensi swasta dengan menitikberatkan kepada pemanfaatan kelembagaan masyarakat yang ada di daerah, bentuk swadaya yang ada di masyarakat (arisan uang atau barang, bantuan partisipasi dan lain-lain), serta mekanisme swadaya yang ada di masyarakat (Pedoman Umum Pelaksanaan Program P2WKSS, 1991). Modal sosial yang ada seperti gotong-royong, adanya trust masyarakat terhadap pemerintah begitupun sebaliknya, trust antar masyarakat, membangun relasi (face to face), dan aspek psikologi, yaitu merasa dihargai, ingin memberikan penghidupan yang lebih baik untuk keluarga, rasa tanggung jawab terhadap keluarga dapat menggalang partisipasi masyarakat dalam P2WKSS. Pendekatan Pendekatan program adalah melalui keluarga dan kelompok usaha dengan anggota sebanyak lima sampai 10 (sepuluh) orang dari 100 (seratus) keluarga yang berada di tiga Rukun Warga (RW) termiskin, yaitu RW 4, 10 dan 18. Golongan partisipan kegiatan adalah kelompok ibu-ibu rumah tangga yang melakukan aktivitas ekonomi produktif dalam satu wadah yang sama. Sasaran program adalah perempuan berusia 16 hingga 50 tahun pada keluarga yang berpendidikan
dan
berketerampilan
rendah,
berstatus
kesehatan
dan
penghasilan rendah atau keluarga-keluarga yang termasuk kategori rawan sosial ekonomi di kelurahan secara nasional. Pelaksanaan P2WKSS didukung oleh kegiatan-kegiatan sektoral. Sektor yang berkaitan dengan kajian ini adalah: 1. Sektor Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu pemberantasan tiga buta. 2. Sektor Gerakan Keluarga Sejahtera (KS) melalui Gerakan Keluarga Berencana Nasional (GKBN), yang diwujudkan dalam Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera.
33
3. Sektor Koperasi. Tujuannya adalah meningkatkan peran wanita dalam mewujudkan keluarga sehat sejahtera melalui keterpaduan dalam kegiatan peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap mental dalam rangka peningkatan pendapatan keluarga melalui wadah koperasi serta timbulnya kesadaran berkoperasi bagi kaum wanita baik sebagai obyek maupun subyek dari pembangunan koperasi. 4. Gerakan PKK. Sasaran dari gerakan PKK ini adalah kader-kader PKK di kelurahan yang menjadi jangkauan P2WKSS, keluarga binaan di kelurahan yang menjadi jangkauan P2WKSS, serta masyarakat (terutama perempuan) di kelurahan yang menjadi jangkauan P2WKSS. Pengembangan Ekonomi Lokal Kegiatan yang dilaksanakan adalah kegiatan Kelompok Wanita Tani (KWT) dan pembentukan kelompok usaha bersama ekonomi (KUBE). Kegiatan KWT kurang relevan dalam konteks pengembangan ekonomi lokal karena tidak mengembangkan usaha ekonomi yang ada. Dampak yang timbul akibat program yang dipaksakan adalah tidak dapat menumbuhkan sense of belonging (rasa memiliki) masyarakat karena kurang memenuhi kebutuhan. KUBE sasarannya adalah membantu perempuan yang mempunyai kemampuan berusaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga melalui pemberian bantuan modal bergulir. Bantuan bergulir diberikan melalui koperasi sebesar Rp 10.000.000 untuk setiap KUBE dengan jangka waktu pengembalian selama tiga tahun sedangkan bantuan untuk kelompok dalam KUBE besarnya disesuaikan dengan kebutuhan kelompok, yaitu mulai dari Rp 300.000 sampai Rp 1.250.000 per anggota kelompok. Bantuan yang diberikan program kepada kelompok usaha belum dapat meningkatkan ekonomi lokal dikarenakan dana yang diberikan terbatas.
Hubungan P2WKSS dengan pasar yang lebih luas Pemasaran hasil produksi perempuan dilakukan secara getok tular atau dari mulut ke mulut atau dari rumah ke rumah, dijual di pasar, warung, toko dan dekat pabrik serta sekolah dan memanfaatkan pula lokasi-lokasi yang strategis seperti kantor kelurahan, karang taruna dan koperasi namun belum dapat mengembangkan usaha mereka. Pasar yang lebih luas yang mungkin terjalin adalah melalui kelembagaan PKK yang mempunyai hubungan baik ke Pemerintah Kota Cimahi maupun stakeholders diluar Kota Cimahi.
34
Kebijakan dan Perencanaan Sosial Usaha ekonomi lokal yang dijalankan oleh perempuan masih mengalami kendala,
yaitu kurangnya keberpihakan
pemerintah
kelurahan
terhadap
kelompok sasaran. Pemerintah kelurahan melaksanakan program karena adanya harapan dan tuntutan dari pemerintah yang lebih tinggi, yaitu Pemerintah Kota Cimahi untuk dapat melaksanakan program dengan baik dengan harapan agar daerah mendapat bantuan dan perhatian di tingkat propinsi. Pemerintah Kota Cimahi mempunyai keinginan untuk mengembangkan kekhasan daerah melalui makanan yang menjadi ciri daerah karena selama ini masyarakat luar baru mengenal Kota Bandung yang mempunyai berbagai macam makanan khas akan tetapi pemerintah kurang memberi perhatian terhadap usaha ekonomi lokal, seperti kelompok pembuatan getuk, comring, sumpia, dan rangginang dalam mengembangkan usaha, pemasaran maupun permodalan.
Evaluasi Umum P2WKSS secara umum dilihat dari aspek pengembangan ekonomi lokal, pengorganisasian masyarakat dan perencanaan sosial dapat dievaluasi dari segi proses, hasil dan masalahnya, yaitu sebagai berikut: a. Dari segi proses, program ini bersifat top down, karena berasal dari Pemerintah Pusat, yaitu Kementrian Pemberdayaan Perempuan secara teknis. Program dilaksanakan dengan memberi pelatihan keterampilan usaha namun tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
misalnya dalam
keterampilan menjahit. Pelaksana kegiatan hanya bersifat memberi pelatihan secara searah karena tidak memberi kesempatan bagi sasaran program untuk memilih
spesifikasi
bahan
yang
akan
digunakan,
yaitu
masyarakat
menginginkan jenis mesin jahit manual, sementara yang diberikan adalah mesin jahit modern sedangkan mereka tidak dapat menggunakannya. b. Ditinjau dari segi hasil, program ini belum mencapai tujuan yang diharapkan karena keberlanjutan program belum tercapai, yaitu masyarakat belum dapat mandiri dalam upaya pengembangan usaha. Kemandirian masyarakat sangat penting karena program pemerintah mempunyai keterbatasan. Program pemerintah sangat tergantung pada anggaran, terbatasnya waktu dan jangkauan atau sasaran yang tidak dapat mencapai seluruh masyarakat miskin. Hal ini terbukti dengan banyaknya bantuan yang jatuh ke kelompok yang bukan menjadi sasaran.
35
PERAN-EKONOMI PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Kondisi Kehidupan dan Permasalahan Ekonomi Keluarga yang Terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah
Kondisi kehidupan keluarga PHK di Kelurahan Cigugur Tengah dapat diketahui diantaranya dari pekerjaan suami setelah terkena PHK, kondisi ekonomi keluarga, jumlah beban tanggungan, perempuan bekerja atau tidak dan pengeluaran keluarga, dan kesejahteraan keluarga setelah PHK. Dari kasus yang dikaji, pekerjaan sebelum di-PHK adalah sebagai buruh pabrik dan supir. Pekerjaan ini menjadi pilihan mereka karena tidak terlalu mementingkan tingkat pendidikan melainkan tenaga. Tingkat pendidikan suami paling rendah SLTP dan paling tinggi adalah SLTA sehingga mereka tidak mungkin dapat bekerja pada perusahaan yang memberikan upah yang lebih tinggi karena perusahaan menentukan persyaratan pendidikan minimal sarjana. Pendapatan dari upah sebagai buruh kecil di pabrik dan supir berkisar antara Rp 450.000 per bulan sampai Rp 550.000 per bulan. Ini sangat rendah karena upah minimumnya saja untuk Kota Cimahi tahun 2002 adalah sebesar Rp 537.500 (Kompas, 20 November 2003). Jumlah upah tersebut tentunya sangat tidak memadai untuk mencukupi kebutuhan anggota keluarga dimana anak-anak masih memerlukan biaya untuk pendidikan. Kondisi tersebut bertambah parah setelah mereka terkena PHK yang mengakibatkan kehilangan sumber pendapatan. Suami pada umumnya mengalami PHK pada tahun 1998 hingga tahun 2003 dimana untuk tahun 2002,. Rata-rata pesangon setelah di-PHK dari industri tekstil dan non tekstil hanya sebesar dua kali gaji tanpa uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Buruh dengan masa kerja satu sampai lima tahun hanya mendapat satu kali gaji sementara buruh dengan masa kerja enam sampai 10 (sepuluh) tahun mendapat dua kali gaji sedangkan tiga kali gaji diberikan kepada buruh dengan masa kerja di atas 10 (sepuluh) tahun. Pesangon yang kecil tersebut mereka gunakan untuk modal usaha atau menambah modal usaha.
36
Suami yang terkena PHK ada yang masih berusaha mencari pekerjaan walau serabutan seperti menjadi pekerja/buruh bangunan dan pengemudi ojek, ada yang tidak berusaha mencari kerja lagi karena sudah merasa putus asa tidak dapat mencari pekerjaan lain dan ada pula yang membantu usaha istrinya. Lakilaki yang benar-benar menganggur dan tidak berusaha mencari pekerjaan kembali terlihat lebih sering mengobrol dengan tetangga, atau kumpul bersama pengangguran dari pagi hingga malam hari. Pendapatan setelah terkena PHK menjadi tidak menentu. Mereka sering mendapat tawaran pekerjaan borongan dengan upah yang sangat rendah, yaitu sebesar Rp 75.000 per bulan sudah termasuk makan dan minum bagi pekerja yang tergolong terampil bahkan ada yang mendapat Rp 60.000 per bulan tanpa makan dan minum untuk sekali borongan pekerjaan. Hal ini menjadi alasan bagi keluarga PHK untuk tidak menerima pekerjaan yang bersifat borongan karena upah yang didapat jauh lebih kecil dibandingkan dengan upah harian. Akan tetapi, kendala pada saat ini adalah sulit mendapatkan pekerjaan dengan upah harian. Pekerjaan dengan upah harian lebih banyak ditemui di luar daerah namun dengan konsekuensi biaya hidup yang dapat lebih mahal dari daerah asal. Sebagai pekerja kasar atau serabutan, upah yang diperoleh adalah sebesar Rp 15.000 per hari belum termasuk makan dan minum. Kondisi suami terkena PHK mempengaruhi istri untuk tampil sebagai pencari nafkah dan bekerja semakin keras dengan melakukan kegiatan ekonomi seperti membuka usaha atau bekerja pada orang lain demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Tampilnya istri sebagai pencari nafkah belum sepenuhnya mendapat dukungan dari masyarakat karena masih ada anggapan bahwa perempuan tidak boleh keluar jauh dari rumah. Indikasinya adalah masyarakat setempat sering menyebut perempuan dengan kata-kata pondok lengkah (pendek langkah), yaitu menganggap bahwa perempuan tidak seharusnya bepergian jauh keluar rumah karena mempunyai kewajiban mengurus keluarga sehingga diibaratkan dengan pendeknya langkah perempuan. Di sisi lain, masyarakat menganggap bahwa
laki-laki adalah pihak yang seharusnya
bertugas mencari nafkah. Masyarakat masih menganggap bahwa perempuan sudah seharusnya tinggal di rumah, menjaga dan merawat keluarganya serta membesarkan anakanaknya seperti yang dikemukakan Bpk Iw (informan) sebagai berikut:
37
Masyarakat di sini masih beranggapan kuat bahwasanya perempuan itu sudah seyogianya tinggal di rumah untuk menjaga dan mengurus keluarga. Membesarkan anak-anak dan mendidik mereka. Jadi, kalau sekarang banyak ibu-ibu yang bekerja, masyarakat cemas dan takut kalau-kalau nantinya malah keluarganya jadi hancur karena ibu-ibunya terlalu sibuk bekerja. Kalau saya pribadi ya tidak melarang perempuan untuk bekerja di luar rumah tapi ya sebisa mungkin tetap bisa membagi waktu. Kalau boleh memilih mah, silakan saja mau bekerja tapi kalau bisa ya yang deket-deket aja biar rumah terkontrol. Penuturan Bpk Iw tidak jauh berbeda dengan Ibu St yang merupakan kader PKK RW 10 sebagai berikut: Ibu-ibu di RW ini gak jauh bedalah neng dengan ibu-ibu di RW lain. Susah mau usaha. Sedikit-sedikit anak minta digendong atau disuapi. Ya gimana mau bisa kerja. Belum lagi kalau anak-anak merengek minta jajan. Mau beli pake apa. Mau gak mau kan ibu-ibu mesti pinter-pinter nyari akal gimana caranya supaya bisa kerja. Tapi kerja juga gak gampang. Ibu-ibu kan urusannya di dapur jadi belum tentu bisa kerja nyari uang. Masyarakat di sini masih belum terbiasa melihat ibu-ibu bekerja jauh dari rumahnya. Di sini, mungkin Neng udah bisa lihat jarang kan ada ibu-ibu yang usahanya sampai keluar jauh dari rumah. Paling-paling usahanya dibuka di rumah atau di dekat rumah. Keinginan Ibu ya jangan sampai pandangan masyarakat yang begitu malah menghambat ibu-ibu untuk bekerja. Kan suaminya udah di-PHK jadi siapa lagi yang bisa mencari uang. Penuturan Bpk Iw dan Ibu St semakin dikuatkan dengan penuturan dari informan lainnya, yaitu Ibu Slh sebagai berikut: Mencari uang itu ya sudah jadi tugas laki-laki. Dari ibu lahir sampai sekarang taunya ya begitu. Perempuan ya masak, nyuci, nyetrika, bersihbersih. Pokoknya urusan rumah itu bagian perempuan, urusan mencari uang itu laki-laki. Kalau laki-lakinya tidak bisa kerja lagi ya terpaksa perempuan harus ikut turun tangan. Anggapan-anggapan
tersebut
berdampak
pada
ketidakleluasaan
perempuan untuk bekerja ke luar rumah sehingga mempengaruhi pula pada jenis usaha yang dilakukan oleh perempuan. Lokasi usaha perempuan baik di rumah atau di dekat rumah bukan menjadi permasalahan dalam meningkatkan peran ekonomi perempuan. Yang menjadi masalah adalah ijin dari suami dan masyarakat bagi perempuan untuk bisa bekerja dan ketersediaan waktu bagi perempuan untuk melakukan kegiatan ekonominya. Jenis usaha yang dilakukan di rumah atau dekat rumah menghambat perempuan untuk berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik sementara masalah ekonomi keluarga mendesak untuk dipecahkan.
38
Usaha-usaha yang dilakukan oleh perempuan di Kelurahan Cigugur Tengah adalah dalam bentuk kerajinan rumah tangga seperti makanan kecil getuk, comring, sumpia dan lontong isi. Ada juga yang menjahit, membuat penutup tempat tidur dan bantal, menitipkan masakan ke warung-warung dan menjadi buruh pabrik serta membuka warung. Jenis usaha yang dilakukan perempuan termasuk jenis usaha mandiri baik berkelompok atau tidak, kecuali buruh pabrik karena bekerja pada orang lain. Perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap upah dari majikan. Hal ini menimbulkan tekanan lebih berat dibanding perempuan yang berusaha mandiri karena adanya tuntutan lembur, pembagian kerja (shifting) hingga larut malam dan tidak adanya kompensasi apapun bila suatu saat tidak dapat bekerja dengan alasan-alasan tertentu yang tidak dapat dihindari (misalnya sakit) disebabkan posisi mereka hanya sebagai buruh kontrak. Kontrak dilakukan untuk jangka waktu satu tahun dan setelah itu harus dilakukan perpanjangan kontrak. Pada saat perpanjangan kontrak, buruh yang bekerja baik selama setahun tidak serta merta langsung mendapatkan pekerjaan yang sama untuk kontrak berikutnya. Kondisi ketidakpastian tersebut menambah persoalan bagi perempuan. Gejala stres mulai sering dirasakan oleh perempuan dan berakibat pada menurunnya kondisi kesehatannya padahal untuk dapat bekerja dengan baik perlu didukung oleh kondisi fisik yang baik. Hal ini perlu diatasi dengan pembagian kerja dalam keluarga yang lebih memberikan peluang bagi perempuan untuk mengatur waktu untuk dirinya, keluarga dan pekerjaan mencari nafkah. Kondisi keluarga yang terkena PHK berkaitan pula dengan jumlah tanggungan. Keluarga PHK pada kasus yang dikaji, tidak memiliki beban tanggungan lain misalnya orang tua yang dapat memperberat beban yang ada. Dari kesepuluh kasus yang dikaji, tanggungan yang dimiliki adalah anak-anak sebanyak dua sampai tiga orang anak. Sekalipun ada beberapa kasus dimana suami dan istri bekerja tapi kondisi ekonomi keluarga mereka masih kesulitan karena pekerjaan suami adalah serabutan, misalnya yang terjadi pada keluarga Ibu Nni. Berikut penuturan Ibu Nni. Ibu usaha kecil-kecilan, membuka warung untuk nambah-nambah pendapatan, suami Ibu ya masih bekerja tapi kerjanya kesana-kemari. Kalau ada yang butuh untuk bangun rumah biasanya suami Ibu dipanggil. Seringnya ke daerah selatan, ke Tangerang. Yang dekat sini sudah susah.
39
Keluarga Ibu Nni mempunyai tanggungan tiga orang anak yang bersekolah mulai dari SD hingga SLTA sehingga biaya yang diperlukan untuk pendidikan anak sangat besar. Adanya dua sumber pendapatan dapat meringankan beban keluarga meskipun pendapatan Ibu Nni dari usaha warung lebih kecil daripada suaminya. Pendapatan Ibu Nni dalam sebulan paling besar pernah mencapai Rp 500.000 sedangkan pendapatan suami dalam sebulan dari hasil bekerja sebagai pekerja bangunan di berbagai daerah mencapai Rp 750.000 dan pernah mencapai Rp 1.300.000 sewaktu ada proyek pembangunan rumah susun sewa di Kelurahan Cigugur Tengah ditambah dengan pembangunan perumahan di daerah Kabupaten Bandung Barat. Akan tetapi, jumlah tersebut masih belum memadai
dibandingkan besarnya
kebutuhan
keluarga,
yaitu
lebih
dari
Rp 1.000.000 per bulan. Lain halnya dengan keluarga yang mempunyai satu sumber pendapatan dikarenakan suami tidak bekerja lagi, yaitu suami termasuk beban tanggungan di samping anak-anak. Keluarga yang juga mempunyai satu sumber pendapatan namun suaminya masih bekerja, yaitu membantu usaha istri tidak mempunyai batasan yang jelas apakah suami menjadi tanggungan atau tidak karena pendapatan yang diperoleh dirasakan sebagai pendapatan bersama karena dihasilkan secara bersama-sama meskipun perempuan mempunyai bagian pekerjaan yang lebih banyak dibandingkan suami. Keluarga yang terkena PHK mempunyai karakteristik mengubah pola makan dari tiga kali sehari menjadi dua kali sehari, mengurangi jumlah pengeluaran baik untuk konsumsi, pendidikan, transportasi maupun kesehatan. Untuk yang berusaha menjual makanan ke warung-warung, biasanya makanan yang dijual itu merupakan makanan mereka sehari-hari sehingga jumlah yang dapat dikonsumsi oleh keluarga menjadi sangat terbatas demi memperoleh pendapatan. Sebelum suami mereka terkena PHK, pengeluaran untuk makan satu keluarga dengan jumlah anggota keluarga empat sampai lima orang adalah Rp 10.000 per hari dengan tiga jenis lauk. Namun, setelah mengalami PHK mereka mengurangi pengeluaran untuk makan menjadi kurang dari Rp 10.000 per hari dengan satu atau dua jenis lauk. Kurangnya ketersediaan makanan di rumah yang lebih diutamakan untuk mencari uang mendorong anak-anak untuk lebih tertarik jajan di sekolah dan tempat lainnya. Hal ini bila dibiarkan maka justru akan menambah beban keluarga karena pengeluaran tidak dapat dikendalikan.
40
Pengeluaran keluarga yang terpaksa harus dibatasi di samping konsumsi untuk makan adalah pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan. Pengeluaran untuk pendidikan, yaitu pendidikan bagi anak-anak mulai dari jenjang SD hingga SLTA adalah seperti membeli seragam sekolah, buku pelajaran wajib, sumbangan atau iuran pendidikan sampai kegiatan ekstrakurikuler sekolah seperti kegiatan Pramuka dan olah raga. Di bidang pendidikan, anak-anak mereka tidak dapat membeli buku-buku pelajaran seperti sebelumnya meskipun tetap bersekolah. Sebelum suami di-PHK saja kebutuhan tersebut tidak dapat dicukupi seluruhnya. Ada prioritas yang dari waktu ke waktu ditentukan oleh perempuan selaku istri yang mengelola keuangan dalam keluarga, lebih-lebih setelah suami di-PHK banyak cara yang dilakukan untuk menyiasati terpenuhinya kebutuhan tersebut. Cara yang ditempuh adalah menyiasati dengan tidak membeli seragam sekolah yang baru untuk setiap kenaikan kelas dan tidak membeli baju seragam dengan jenis lain (batik dan seragam pramuka) seperti ketentuan sebagian besar pihak sekolah yang mengadakan setidaknya tiga jenis seragam (putih merah atau putih biru dan putih abu-abu, batik dan seragam pramuka). Cara lain yang juga ditempuh adalah menekan pengeluaran untuk membeli buku-buku pelajaran dan buku tulis. Berdasarkan pengalaman responden diketahui bahwa untuk mendukung proses belajar maka buku-buku pelajaran didapat dengan cara belajar bersama teman dalam kelompok atau tetangga yang memiliki buku yang dimaksud serta meminjamnya di perpustakaan sekolah. Sedangkan untuk buku tulis digunakan seoptimal mungkin dengan memakai satu buah buku tulis untuk beberapa pelajaran. Pengeluaran keluarga selain konsumsi dan pendidikan adalah dalam bidang kesehatan. Perempuan selalu mendahulukan kepentingan anggota keluarga lainnya, yaitu suami dan anak-anak saat terjadi sakit. Untuk mengatasinya, perempuan selalu mengusahakan memakai alternatif obat-obatan tradisional yang bahan-bahannya bisa dibeli di warung terdekat dan kalaupun terpaksa harus berobat ke dokter agar lebih hemat dan biasanya mereka akan mengusahakan biaya dari mana saja sekalipun harus berutang kepada kerabat, tetangga, dan teman. Perempuan hanya akan berobat ke dokter bila telah merasa benar-benar tidak mampu berjalan dan tidak mampu diobati dengan obat-obatan tradisional. Hal itu hanya dilakukan jika perempuan merasa yakin telah mempunyai uang
41
yang cukup dari hasil keuntungan penjualan. Bila tidak mempunyai uang yang cukup maka mereka lebih memilih untuk mendiamkan penyakit hingga sembuh dengan sendirinya. Hal ini akan menghambat perempuan untuk berusaha. Sementara itu, transportasi juga merupakan pengeluaran yang besar dari keseluruhan
keluarga
PHK
yang
dikaji.
Apabila
dibandingkan
dengan
pengeluaran untuk kesehatan, maka pengeluaran untuk transportasi menempati urutan prioritas ke-3 sebelum kesehatan bahkan menjadi prioritas ke-2 setelah konsumsi untuk makan. Hal ini disebabkan, pada umumnya keluarga PHK sudah berkeluarga dan mempunyai beberapa orang anak usia sekolah. Besarnya pengeluaran untuk transportasi sebelum suami di-PHK meningkat dua kali lipat setelah suami di-PHK dan terjadinya kenaikan harga BBM. Keluarga yang terkena PHK mempunyai pengeluaran lain yang tidak dapat dihindari, yaitu kebiasaan suami yang tidak dapat meninggalkan kebiasaan merokok. Kebiasaan tersebut berdampak pada pengeluaran keluarga. Menyikapi hal tersebut perempuan mengambil langkah semakin membatasi pengeluaran untuk konsumsi karena mereka menganggap konsumsi merupakan pengeluaran terbesar dari total pengeluaran keluarga. Indikasinya adalah lebih dari separuh pendapatan dicurahkan untuk keperluan konsumsi. Kondisi ini dialami oleh seluruh responden, misalnya keluarga Ibu Cc. Keluarga Ibu Cc hanya mempunyai tanggungan dua orang anak yang bersekolah di SD, yaitu berusia 7 dan 9 tahun. Ibu Cc membuat lontong isi sayur dan daging untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kebutuhan keluarga Ibu Cc berkisar antara Rp 500.000 sampai Rp 600.000 per bulan karena biaya untuk pendidikan anak belum terlalu besar namun kebutuhan untuk rokok mencapai Rp 240.000 per bulan. Pendapatan Ibu Cc hanya mampu memenuhi setengah dari kebutuhan keluarga sedangkan suaminya bekerja serabutan, menjadi tukang ojek atau supir angkutan umum yang penghasilannya paling besar hanya mencapai Rp 35.000 dalam sehari. Dengan demikian, dikarenakan pendapatan tidak mencukupi pengeluaran rumah tangga maka beban semakin besar akibat banyaknya utang yang belum atau tidak dapat dibayar. Sebelum di-PHK, setiap harinya suami dapat menghabiskan dua hingga tiga bungkus rokok bahkan lebih bila mereka mengambil lembur. Setelah PHK kondisi tersebut tidak berubah. Tidak jarang suami mengambil rokok di warungwarung tetangga tapi tidak langsung dibayar. Alasan yang diutarakan adalah pembayaran akan dilaksanakan di bulan depan setelah usaha istrinya mendapat
42
keuntungan, yaitu mendapat borongan pesanan. Hal ini menimbulkan dampak perempuan berusaha melakukan penghematan. Berikut penuturan Ibu Enk yang bekerja bersama-sama suami membuat comring (makanan). Kalau untuk bumbu dapur, ibu coba-coba menanam di rumah. Salam, sereh, cabe dan lain-lain. Kalau tidak cukup tanahnya, ya pakai pot dari ember bekas. Tetangga juga begitu. Saling bertukar bahan kalau mau memasak. Kalau tidak ada bahan yang diperlukan baru ibu ke warung. Lumayan juga untuk menghemat. Contoh kasus Ibu Cc dan Ibu Enk tersebut terjadi hampir sama pada seluruh responden. Hal ini perlu diatasi dengan melakukan penyadaran terhadap pihak laki-laki karena terbukti mempunyai dampak yang cukup besar terhadap pengeluaran rumah tangga. Keluarga Ibu Idr yang melakukan usaha pembuatan penutup tempat tidur memiliki keadaan ekonomi yang lebih baik karena jumlah tanggungan yang sedikit (dua orang anak). Tingkat pendidikannya (Ibu Idr) lebih tinggi dibandingkan responden lainnya, yaitu tamat SLTA. Suami yang juga berpendidikan SLTA pernah bekerja di sebuah pabrik tekstil selama 10 (sepuluh) tahun namun mengalami PHK pada tahun 2002. Sejak tahun 2004, suami membuka usaha pembuatan penutup tempat tidur. Pada awal usaha, bahan baku kain masih dinilai mahal karena belum ada penjualan bahan dalam bentuk kiloan. Pesanan baru berkembang pada satu tahun terakhir karena harga bahan baku kain mulai murah dan mudah diperoleh sehingga harga yang ditawarkan sangat kompetitif dan jumlah konsumen yang berminat untuk menggunakan penutup tempat tidur mulai bertambah. Usaha ini mendapat keuntungan dari murahnya harga bahan sehingga dapat menekan harga jual sedangkan pada usaha menjahit meskipun harga bahan pada saat ini lebih murah karena semakin banyak produksi berasal dari luar negeri terutama dari Cina akan tetapi tidak sekompetitif usaha penutup tempat tidur. Hal ini disebabkan usaha menjahit terbentur oleh fenomena sandang murah yang semakin banyak tersedia seperti di kios-kios kaki lima dan pusat sandang murah Cibadak Mall (atau sering disebut Cimol) di Kota Bandung. Berikut penuturan Ibu Idr. Bed cover ibu alhamdulillah masih bisa bertahan. Bahan baku ibu peroleh dari Pasar Cigondewa atau Pasar Baru di Bandung. Soalnya kalau di sini tidak terlalu bagus, motifnya tidak banyak. Hanya saja, ibu masih kesulitan untuk mendapatkan modal dan melakukan pemasaran. Kadang yang memesan ada yang dari luar kota yang datang ke sini kalau pulang kampung sehingga harus didahulukan tapi modal ibu tidak cukup. Kalau
43
ada yang memesan dalam motif sama juga susah karena ibu tidak punya contoh. Motif yang sudah keluar tidak mungkin keluar lagi. Sekarang kebetulan orang-orang sudah banyak yang pakai penutup tempat tidur tapi ibu takut kalau memasarkan di toko-toko besar. Takutnya gak laku malah harus bayar sewa stand yang mahal. Daya beli masyarakat yang rendah akibat ketidakstabilan ekonomi secara nasional dirasakan juga di Kelurahan Cigugur Tengah. Di satu sisi, daya beli yang rendah memberikan peluang pasar bagi produk-produk dari negeri Cina yang murah masuk ke Indonesia, namun di sisi lain mematikan pasar untuk produk dalam negeri. Kekhawatiran dari keluarga PHK yang bergerak di bidang sandang (menjahit pakaian) sangat beralasan mengingat semakin membanjirnya produk dari Cina baik itu benang untuk menjahit, alat-alat menjahit maupun bajubaju. Ibu Hn menuturkan kekhawatirannya dalam pernyataan berikut: Kumaha nya neng, jaman ayeuna mah sesah pisan. Hoyong nambut ka koperasi oge da isin ibu tos seueur pisan nunggak. Nya kitulah saaya-aya kangge barang tuang mah. Kapungkur mah nya kinten-kinten sataun langkung atawa dua taun ibu teh tiasa ngaput lima dugi sapuluh potong tiap sasihna. Alhamdulillah, pas Lebaran mah langkung seueur deui. Benten sareng ayeuna. Ayeuna mah syukur-syukur aya dua atawa tilu urang nu rek ngaputkeun di dieu. Ibu terangna ayeuna teh tos arasup produk-produk Cina nu leuwih sae bahana, leuwih mirah deuih. (Bagaimana ya, jaman sekarang susah sekali. Ibu malu kalau meminjam ke koperasi karena sudah banyak sekali menunggak. Kalau untuk makan saja bisa seadanya. Dulu kira-kira setahun lebih atau dua tahun yang lalu Ibu bisa menjahit lima sampai sepuluh potong (baju) tiap bulan. Alhamdulillah, waktu Lebaran lebih banyak lagi. Sekarang keadaannya berbeda. Ibu bersyukur kalau masih ada yang mau menjahit di sini meski hanya dua atau tiga orang. Ibu mengetahui bahwa sekarang di sini sudah banyak dimasuki produk Cina dengan bahan yang lebih bagus dan lebih murah). Penuturan Ibu Hn menggambarkan bahwa kondisi ekonomi keluarganya bertambah buruk setelah muncul persaingan produk dari luar negeri yang tidak dapat diimbangi oleh sektor usaha informal yang hanya berskala kecil seperti yang ia jalankan. Responden lainnya tidak terlalu terpengaruh oleh persaingan produk luar negeri karena bergerak di bidang konsumsi (pangan). Masalah yang perlu dipecahkan berkenaan dengan hal itu adalah pemasaran karena kendala pada saat ini adalah daya beli masyarakat rendah. Kondisi ekonomi dapat dilihat juga dari bangunan fisik yang ditempati atau rumah. Kondisi rumah yang ditempati responden adalah permanen namun dalam kondisi seadanya dengan status kepemilikan adalah milik sendiri. Rumah yang ditempati sebagian besar diperoleh secara turun-temurun. Beberapa diantaranya
44
mendapatkan rumah dengan cara mencicil per bulan melalui pendapatan suami sebelum terkena PHK. Tolak ukur keadaan ekonomi tidak semata-mata dapat dilihat dari kondisi fisik rumah yang ditempati karena ada keluarga dengan kondisi rumah lebih baik akan tetapi pendapatannya lebih kecil dari keluarga PHK yang lain. Keadaan keluarga PHK yang semakin memburuk sedikit tertanggulangi dengan adanya peran kerabat sebagai sumber pertolongan yang ekonominya lebih baik. Sampai saat ini, kerabat-kerabat seperti itu masih dapat diandalkan sebagai sumber pertolongan tapi tentunya hal ini tidak dapat berlaku terus-menerus sehingga yang harus dipikirkan keluarga PHK adalah meningkatkan sumber yang ada di dalam keluarga. Cara yang ditempuh adalah dengan meningkatkan ekonomi keluarga dengan meningkatkan peran anggota keluarga selain suami. Anggota keluarga yang paling berpotensi untuk mengatasi masalah ekonomi ini adalah istri atau perempuan sehingga istri atau perempuan perlu diberi peluang untuk bisa berperan dalam kegiatan pencarian nafkah.
Peran-Ekonomi Perempuan dalam Keluarga yang Terkena PHK
Peran-ekonomi perempuan dalam keluarga yang terkena PHK dilihat dari besarnya kontribusi ekonomi yang diukur melalui pendapatan yang dihasilkan istri/perempuan. Peran-ekonomi perempuan tersebut dinilai masih rendah karena pendapatan yang diperoleh perempuan masih belum dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Pendapatan perempuan hanya berkisar Rp 250.000 sampai Rp 750.000 per bulan dan tidak dapat dipastikan karena jumlahnya selalu berubah-ubah bisa naik atau menurun sedangkan kebutuhan keluarga selalu bertambah untuk konsumsi, pendidikan dan transportasi secara umum berkisar antara Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000 bahkan lebih terutama menjelang perayaan hari-hari besar. Kebutuhan tersebut juga
semakin besar jumlahnya bila
keluarga
mempunyai beban utang yang harus dibayar. Upaya yang dilakukan untuk mencukupi kebutuhan pada keluarga yang istrinya bekerja atau berusaha maupun tidak adalah dengan meminjam pada kerabat, tetangga yang lebih mampu maupun kepada tokoh masyarakat. Koperasi tidak dapat mereka pergunakan sebagai sumber modal karena pada saat ini kondisi koperasi mengalami kredit macet yang belum terselesaikan.
45
Rendahnya pendapatan perempuan di Kelurahan Cigugur Tengah dapat diklasifikasikan kedalam tiga penyebab, yaitu (1) perempuan hanya dianggap sebagai second citizen, hanya dianggap sebagai pengganti suami sehingga tidak bisa bekerja optimal, (2) perempuan kurang memiliki waktu dikarenakan beban ganda (double burden) yang secara budaya tidak dapat digantikan laki-laki, serta (3) rendahnya keterampilan. Kenyataan perempuan dianggap hanya sebagai second citizen dapat diketahui dari kasus keluarga dimana istri bekerja sebagai buruh pabrik menggantikan
suami
yang
terkena
PHK.
Alasan
perusahaan
untuk
mempekerjakannya adalah karena perempuan mau dibayar dengan upah yang rendah dan murah. Laki-laki dalam posisi dan beban tugas yang sama menerima upah yang lebih tinggi dibanding perempuan. Ibu Wt mengemukakan bahwa sejak suaminya di-PHK, ia terpaksa harus menjual satu persatu barang berharga yang ada di rumahnya. Jalan keluar lain dapat dilakukan adalah dengan menjadi buruh kontrak di pabrik tempat suaminya dulu bekerja. Berikut adalah penuturan Ibu Wt. Pas suami di-PHK ibu bingung sekali mau buat apa. Terpaksa saja barangbarang yang ada di rumah teh dijual. Lama-lama tidak ada lagi yang bisa dijual. Mau minta ijin suami kerja di pabrik tidak gampang, katanya takutnya saya bernasib sama, di-PHK juga. Tapi karena ibu gak punya modal untuk membuat usaha akhirnya sama suami diijinkan. Syaratnya, mesti yang dekat rumah biar anak-anak terurus. Masalah upah ya gak seberapa Neng, yang penting masih bisa makan udah syukur. Paling dapat total tiga ratus ribu rupiah sebulan, tujuh puluh lima ribu rupiah tiap minggu. Dibayarnya tiap hari Sabtu. Itu juga gak cukup, belum buat ongkos, buat jajan anak, beli air. Kalau dulu suami Ibu bisa dapat empat ratus lima puluh ribu rupiah udah dikasih makan dari pabrik, uang lemburnya lima belas ribu rupiah sekarang Ibu cuma dapet sebesar itu. Kalau dipikir-pikir ya sama saja bekerjanya malah lebih repot Ibu karena pagi-pagi sebelum ke pabrik mesti masak dulu, nyuapin anak makan dulu. Kukituna abdi teh hoyong enggalenggal dibantos ku pemerentah. Teu acan pernah ninggal Ibu mah aya bantosan sapertos BLT1. (...karena itu saya ingin cepat dibantu oleh pemerintah. Ibu belum pernah mendapat bantuan seperti BLT). Hal tersebut membuktikan bahwa bekerja bagi perempuan bukan perkara yang mudah dilakukan meski dihadapkan pada kondisi ekonomi tersulit sekalipun karena sangat berkaitan dengan anggapan bahwa perempuan itu tidak berkemampuan sehingga tidak mungkin dapat bekerja. Anggapan itu membuat perempuan hanya bisa memperoleh upah yang lebih rendah dibandingkan laki1
BLT = Bantuan Langsung Tunai (sekarang disebut dengan Subsidi Langsung Tunai).
46
laki dengan beban pekerjaan atau tugas yang sama. Proporsi terbesar pendapatan Ibu Wt sebagai buruh adalah dari upah ditambah pendapatan lembur. Kegiatan lembur sering dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan beban tanggungan tiga orang anak dan suami yang menganggur. Seringnya kegiatan lembur yang dilakukan Ibu Wt semakin menambah beban pekerjaan. Kenyataan ini bertambah berat dengan keadaan suami yang tidak mau mencari pekerjaan lagi karena sudah merasa putus asa. Pekerjaan Ibu Wt tidak berkurang meskipun suami hanya berdiam diri di rumah atau menganggur. Pekerjaan rumah tangga yang sehari-hari dilakukan Ibu Wt seperti membersihkan rumah, mencuci pakaian, memasak dan mengurus anak-anak tetap merupakan bebannya seorang diri. Kasus Ibu Wt ini menggambarkan pula keadaan beban ganda dalam keluarga PHK. Kasus lain yang menggambarkan perempuan kurang memiliki waktu dikarenakan beban ganda (double burden) karena harus mengerjakan pekerjaan mencari nafkah dan pekerjaan rumah tangga yang dapat diketahui dari kasus responden Ibu Id. Ibu Id adalah seorang ibu rumah tangga dengan tiga orang anak yang masih kecil. Anak-anaknya bersekolah di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Suami dari Ibu Id adalah seorang buruh dengan penghasilan Rp 500.000 per bulan namun sejak tahun 2002 mengalami PHK. Ia tidak berkenan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu atau mencuci piring karena menurutnya itu adalah pekerjaan perempuan begitu pula halnya dengan pekerjaan mengurus anak. Ibu Id memutuskan untuk membantu suami mencari nafkah dengan membuat makanan kecil sumpia. Hal ini dilakukannya atas seijin suami dengan pertimbangan suami belum mendapat pekerjaan setelah di-PHK dari sebuah pabrik sekitar tempat tinggalnya. Ibu Id sebelumnya pernah berusaha menambah pendapatan keluarga dengan menjadi buruh mencuci pakaian dari masyarakat sekitar tapi lama-kelamaan tidak diijinkan suami karena dianggap tidak pantas. Akhirnya Ibu Id membantu tetangga menjual kue mangkuk ke rumah-rumah namun hasil yang didapatnya tidak menentu dan tidak sebanding dengan jerih payahnya yang harus berkeliling dari gang ke gang tanpa menggunakan kendaraan agar lebih hemat. Dari pengalaman tersebut, Ibu Id memilih berhenti. Sumpia yang dibuat oleh Ibu Id merupakan hasil dari mencoba sendiri. Ia melihat dari sumpia yang lebih dulu tersedia di pasar lalu memutuskan mencoba membuatnya sendiri. Hasil percobaan tersebut dibagikan kepada tetangga pada
47
saat acara arisan atau pengajian. Pada mulanya, usaha Ibu Id mendapat respon positif dari masyarakat sekitar bahkan ia pernah mendapat untung sebesar Rp 250.000, akan tetapi usaha tersebut kini hanya menunggu pesanan. Pekerjaan membuat sumpia dilakukan di rumah akan tetapi waktu yang tersedia sangat terbatas karena pekerjaan rumah tangga dikerjakan seorang diri. Produk sumpia Ibu Id dipasarkan melalui koperasi dan sebagian kecil melalui warung-warung. Kondisi usaha yang kurang berhasil dan tanggungan anak sebanyak tiga orang membuat Ibu Id selalu aktif mencari peluang usaha lain seperti yang dilakukannya setiap Bulan Ramadhan dimana usaha pembuatan sumpia beralih menjadi membuat masakan jadi dan minuman untuk berbuka puasa. Perempuan yang bekerja meskipun di sektor informal, beralih-alih jenis usaha dan merasakan beban yang berat karena mengalami beban ganda akan tetapi di sisi lain merasa diri mereka lebih berarti dan lebih penting dari sebelumnya karena mempunyai kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya melalui bekerja. Kasus kurangnya keterampilan dapat diketahui dari kasus Ibu Hn yang hanya mempunyai keterampilan menjahit. Ibu Hn adalah seorang tamatan SD yang
memiliki
keterampilan
menjahit
dari
pelatihan
P2WKSS
yang
diselenggarakan oleh Disperekop. Ia pernah mendapat bantuan dari program tersebut berupa uang sebesar Rp 300.000 dan satu buah mesin jahit pada Bulan Februari 2004. Pada awalnya, usaha Ibu Hn berkembang dengan pesat. Ia dan enam orang lainnya yang tergabung dalam satu kelompok usaha banyak mendapat pesanan. PKK dan pemerintah kelurahan memegang peranan penting dalam melakukan promosi. Usaha menjahit baru dimulainya beberapa bulan sebelum adanya program. Pada waktu itu, suami Ibu Hn sudah mengalami PHK. Menurut pengakuannya, pengetahuan keterampilan itu didapat dari seringnya membantu kerabat menjahit. Mesin jahit yang dapat dipergunakan oleh Ibu Hn adalah mesin jahit biasa atau manual sedangkan mesin jahit yang diberikan oleh program adalah mesin jahit bermesin sehingga ia tidak terbiasa dan lebih memilih untuk menyimpannya di dalam kamar. Berikut penuturan Ibu Hn. Benar sekali ibu sudah diajarkan cara menjahit yang benar pakai mesin yang otomatis tapi ibu tidak bisa-bisa. Malah lebih bagus pakai mesin jahit yang biasa saja. Waktu awal-awal usaha ibu juga dapat bantuan dari pemerintah. Tidak disangka mulai dari situ banyak orang yang menanyakan untuk menjahit di saya. Seringnya minta dijahitkan seragam. Polanya ya lebih mudah karena hanya itu-itu saja. Sejak diberi pelatihan ibu mulai bisa jahit seragam yang ada modelnya. Tapi masih terbatas.
48
Usaha ibu Hn tidak mengalami perkembangan karena saat ini persaingan semakin ketat. Berikut pernyataan Ibu Hn. Sesah pisan neng hoyong gentos usaha da Ibu ngan gaduh kabisa teh ngaput hungkul. Yen nu sejenna mah teu tiasa. Ayeuna teh seueur acuk nu marirah di pasar. Aya nu lima ribuan, opat puluh ribuan. Malah aya nu kenging dianjukkeun. Ibu mah ngantosan we nu bade ngaput... Bade nyumponan kanggo kulawargi. (Susah sekali mau ganti usaha karena Ibu hanya bisa menjahit. Pekerjaan yang lain tidak bisa. Sekarang banyak baju murah di pasar. Ada yang lima ribuan, empat puluh ribuan. Malah ada yang bisa diutangkan. Kalau Ibu hanya menunggu yang mau menjahit. Ingin mencukupi kebutuhan keluarga). Masyarakat saat ini lebih memilih untuk membeli pakaian jadi karena lebih murah dan praktis daripada harus membayar ongkos jahit dan membeli sendiri kainnya. Padahal, Ibu Hn sudah mengurangi ongkos produksi untuk menarik konsumen dari semula Rp 75.000 per potong menjadi Rp 50.000 per potong. Dengan harga yang sama atau bahkan lebih murah, konsumen lebih memilih untuk membeli pakaian jadi yang sangat mudah didapat di pasar murah di Kota Bandung dan pasar lain yang ada di pusat kecamatan walaupun harus menempuh jarak yang lebih jauh, dengan menggunakan angkutan kota yang hanya memerlukan ongkos Rp 4.000 untuk perjalanan pulang-pergi. Adanya perbedaan kedudukan dan peran perempuan dengan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat akan berpengaruh kepada peran perempuan dalam kegiatan ekonomi. Peran perempuan dalam berkegiatan ekonomi itu dipengaruhi oleh beberapa kendala. Kendala-kendala tersebut dapat dibedakan menjadi kendala utama, kendala internal dan eksternal. Kendala utama yang berpengaruh kepada kendala lainnya (kendala internal dan eksternal)
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Peningkatan Peran-Ekonomi Perempuan
Perempuan dalam berperan secara ekonomi dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut bisa berupa faktor utama, faktor internal dan faktor eksternal. Dari ketiga faktor tersebut, ada yang sifatnya menghambat dan ada pula yang mendukung bagi peran-ekonomi perempuan. Faktor utama adalah faktor yang mempengaruhi faktor-faktor internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang dimiliki oleh perempuan itu sendiri
49
dalam hal ini berupa faktor yang menghambat terhadap peran-ekonomi perempuan sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar diri perempuan yang bisa menjadi faktor penghambat dan pendukung. Faktor Utama Faktor utama adalah faktor yang mempengaruhi faktor lainnya (faktor internal dan eksternal). Faktor utama yang berpengaruh terhadap peran-ekonomi perempuan, berupa hubungan gender yang berkembang dalam masyarakat, khususnya tentang perempuan bekerja. Hubungan gender terlihat dari adanya anggapan masyarakat yang menempatkan perempuan pada kedudukan dan peran sebagai pengurus anak dan keluarga sedangkan laki-laki bekerja mencari nafkah. Anggapan ini menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap perempuan karena dirasakan membatasi perempuan untuk keluar jauh dari rumah dan menyebabkan perempuan memiliki banyak tugas atau peran sehingga kurang memungkinkan mereka untuk bekerja di luar rumah. Gender atau hubungan gender sebagai faktor utama, dalam hal ini berpengaruh terhadap faktor internal berupa potensi ekonomi yang dimiliki perempuan. Pengaruh hubungan gender terhadap faktor internal tersebut merupakan faktor penghambat bagi peningkatan peran-ekonomi perempuan. Faktor utama berupa hubungan gender juga mempengaruhi faktor eksternal berupa sumber daya dan modal sosial. Pengaruh hubungan gender terhadap faktor eksternal berupa sumber daya merupakan faktor penghambat sedangkan pengaruh hubungan gender terhadap faktor eksternal berupa modal sosial merupakan faktor pendukung bagi peningkatan peran-ekonomi perempuan. Sehingga faktor hubungan gender atau gender di sini bersifat sebagai move driver terhadap faktor lainnya yang berpengaruh bagi peningkatan peranekonomi perempuan.
Faktor Internal Faktor
internal
yang
mempengaruhi
peningkatan
peran-ekonomi
perempuan adalah potensi ekonomi yang dimiliki perempuan. Potensi ekonomi tersebut, yaitu berupa pendidikan, keterampilan dan waktu yang dimiliki perempuan.
Rendahnya potensi
ekonomi
perempuan merupakan faktor
penghambat internal bagi perempuan yang dilihat dari tingkat pendidikan atau pengetahuan, keterampilan yang dimiliki dan ketersediaan waktu yang dapat
50
digunakan perempuan untuk beraktivitas ekonomi sehingga dapat memberikan kontribusi berupa pendapatan. Dengan rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan mereka sangat tergantung kepada suami dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, termasuk dalam menentukan boleh tidaknya perempuan bekerja dan dalam menentukan jenis usaha yang sebaiknya dilakukan. Hal ini juga mempengaruhi perempuan pada saat melakukan usaha. Kurangnya rasa percaya diri karena merasa berpendidikan rendah menyebabkan mereka sulit mengakses lembagalembaga yang ada. Kondisi dengan pendidikan yang rendah seperti ini merupakan gambaran umum pada keluarga PHK di Kelurahan Cigugur Tengah. Hanya sebagian kecil saja yang istrinya adalah tamatan SLTA. Perempuan tamatan SLTA tersebut nampak lebih mampu untuk mengambil keputusan sendiri dalam menjalankan usaha, umumnya mampu memberi masukanmasukan dalam keluarga dan jaringan pemasaran pun lebih berkembang karena tidak hanya bergantung pada suami. Kenyataan
PHK
bertambah
sulit karena masyarakat menganggap
perempuan tidak perlu memperoleh pendidikan yang tinggi karena tugasnya lebih banyak di rumah atau di dapur, menjaga dan membersihkan rumah, mengurus anak-anak, memasak, mencuci dan menyetrika yang dapat diketahui dari tingkat pendidikan perempuan secara mayoritas hanya mampu menamatkan SD. Responden menganggap pemerintah kelurahan belum mampu menangani persoalan rendahnya pendidikan. Saat dikonfirmasi dengan lurah, upaya untuk mengatasi hal tersebut telah diwujudkan, salah satunya dengan memberikan sarana atau tempat masyarakat untuk belajar melalui lembaga yang dinamakan Pusat
Kegiatan
Belajar
Mengajar
(PKBM)
Al
Fatimah.
Lembaga
ini
diselenggarakan oleh pemerintah kelurahan bekerja sama dengan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dan cabang dinas pendidikan setempat, akan tetapi keberadaan lembaga ini tidak begitu eksis karena kurang dapat dimanfaatkan oleh ibu-ibu sehingga saat ini PKBM tersebut dimanfaatkan untuk anak-anak kurang mampu dan putus sekolah. Alasan yang dikemukakan responden bermacam-macam, mulai dari semangat belajar yang sudah menurun dan lebih memilih untuk berupaya semaksimal mungkin untuk menyekolahkan anak-anaknya, waktu belajar yang tidak fleksibel karena dilaksanakan pada siang hari saat mereka justru sedang
51
mencari nafkah, kesulitan untuk memahami pelajaran yang diberikan dan tidak diijinkannya untuk mengikuti pelatihan. Rendahnya pendidikan memerlukan waktu yang sangat lama untuk dipecahkan sehingga perlu diidentifikasi potensi ekonomi perempuan lainnya yang lebih memungkinkan untuk ditingkatkan. Potensi ekonomi perempuan tersebut adalah keterampilan. Keterampilan yang dimiliki mereka, terbatas pada keterampilan yang sederhana sehingga menurut mereka sangat mudah diduplikasi dan dipelajari oleh orang atau perempuan lain seperti membuat masakan, membuat makanan ringan dan menjahit. Keterampilan yang dimiliki oleh perempuan adalah keterampilan tradisional yang diperoleh secara turun-temurun dan umumnya perempuan mempunyai lebih dari satu keterampilan tradisional tersebut. Namun demikian, keterampilan tersebut tidak dapat sepenuhnya diandalkan untuk memberi kontribusi pada pendapatan rumah tangga. Keterampilan lain yang memungkinkan perempuan untuk mencari nafkah adalah keterampilan yang diperoleh dari lembaga pelatihan, akan tetapi keterampilan seperti itu tidak dapat dijangkau perempuan karena untuk mengikuti pelatihan perlu ijin dari suami. Dalam hal ini suami tidak memberikan ijin. Dengan keterampilan tradisional yang dimiliki secara turun-temurun tersebut, perempuan dapat mengembangkan usahanya salah satunya dengan membuat masakan. Namun mereka sulit mengembangkan usaha karena keterbatasan dalam hal modal seperti yang dialami oleh Ibu Mrc. Ibu Mrc berusaha dengan membuat masakan. Masakan dipasarkan dengan memasukkan ke beberapa warung yang ada di sekitar kantor kelurahan dengan anggapan dapat lebih cepat terjual karena banyak didatangi oleh orangorang. Ia tidak mampu menerima pesanan lebih banyak karena tidak memiliki cukup modal dan tenaga yang terbatas. Untuk menambah pendapatan dari hasil membuat masakan, setiap sore harinya Ibu Mrc membuat sulaman manik-manik untuk jilbab di rumah tetangga dimana ia mendapatkan upah sebesar Rp 2.000 untuk setiap sulaman jilbab yang diselesaikan. Upah ini dirasakan sangat kecil terutama mengingat manikmanik yang dipergunakan sebagai bahan baku fisiknya berbentuk sangat kecil sehingga
harus
dikerjakan
dengan
penuh
ketelitian.
Ia
hanya
dapat
menyelesaikan enam sampai 10 (sepuluh) buah jilbab setiap harinya dari pukul 15.30 WIB hingga pukul 17.30 WIB. Jumlah tersebut tergolong sedikit karena biasanya perempuan lainnya yang juga mengerjakan sulaman tersebut dapat
52
menyelesaikan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) buah jilbab. Hal ini dikarenakan Ibu Mrc mempunyai keharusan untuk pulang ke rumah sebelum pukul 18.00 WIB atau sebelum suaminya pulang ke rumah. Kondisi Ibu Mrc berbeda dengan kondisi Ibu Up yang juga berusaha membuat masakan dengan cara dititipkan ke warung. Perbedaannya adalah Ibu Up hanya menitipkan masakan ke satu warung, yaitu milik Ibu Nni. Hal ini didasari karena adanya rasa percaya dan ikatan sosial yang lebih kuat dibandingkan menitipkan masakan ke warung lain yang lebih dekat. Warung Ibu Nni terletak di dalam gang yang sebetulnya lebih jauh untuk dijangkau daripada warung yang letaknya bersebelahan dengan rumah Ibu Up. Dengan demikian antar pengusaha informal dapat terjalin hubungan tidak saja secara sosial karena bertetangga akan tetapi juga hubungan ekonomi. Ikatan sosial yang terjalin semakin memperkuat sikap saling menolong diantara mereka seperti halnya pada saat anak Ibu Up sakit, yang dikarenakan kedekatan sosialnya Bu Nni menjadi orang pertama yang dimintai tolong. Kepercayaan yang besar terhadap Ibu Nni dikarenakan adanya perasaan senasib, yaitu sama-sama merupakan istri dari suami yang terkena PHK. Bahan baku untuk membuat masakan didapat dari warung Ibu Nni dan dapat diperoleh dengan cara membayarnya dari hasil penjualan masakan. Perempuan yang membuka usaha di bidang perdagangan telah mampu menentukan pasarnya masing-masing. Ada produk yang dipasarkan hanya di warung, sekolah dan pabrik terdekat maupun pasar lokal dan ada produk yang dipasarkan ke daerah lainnya seperti Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Produk tersebut dibedakan dari kemasannya. Produk untuk pasar lokal biasanya dibuat dalam bentuk kemasan kecil tanpa label nama sedangkan untuk pasar di luar daerah dibuat dalam bentuk kemasan lebih besar dan diberi label nama. Berbeda dengan perempuan yang bergerak di bidang jasa seperti menjahit pakaian dimana mereka tidak membedakan ongkos menjahit baik bagi pelanggan yang ada di dalam wilayah kelurahan maupun di luar kelurahan. Perempuan yang kemudian tampil menjadi pencari nafkah memilih untuk berusaha di sektor informal dengan alasan sifatnya yang fleksibel sehingga sewaktu-waktu dapat beralih jenis usaha disesuaikan dengan pangsa pasar. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada waktu-waktu tertentu misalnya Bulan Ramadhan terdapat beberapa responden yang mencoba peluang lain, yaitu berusaha membuat makanan dengan jenis berbeda sesuai selera pasar
53
saat itu dengan menggunakan keterampilan yang diperoleh secara turuntemurun atau dari kebiasaan, seperti Ibu Id dan Ibu Enk. Ibu Id yang tadinya membuat makanan kecil (sumpia) khusus pada Bulan Ramadhan beralih menjadi membuat masakan jadi dan minuman untuk buka puasa begitu pula dengan Ibu Enk yang tadinya membuat makanan kecil (comring) menjadi minuman buka puasa di Bulan Ramadhan. Hal ini terbukti dapat menambah pendapatan keluarga. Namun, tidak demikian halnya dengan Ibu Hn yang tidak dapat begitu saja berganti usaha karena hanya memiliki keterampilan menjahit, yaitu menjahit pakaian. Jenis usaha ini sangat tergantung kepada pesanan. Beralih jenis usaha tidak dapat dengan mudah dilakukan oleh perempuan yang hanya memiliki satu jenis keterampilan yang dapat diusahakan. Keterampilan usaha yang terbatas pada satu jenis saja tidak dapat mengikuti perkembangan jaman sehingga sulit berkembang. Faktor penghambat internal lainnya adalah keterbatasan waktu yang dapat digunakan untuk melakukan aktivitas mencari nafkah. Adanya kewajiban untuk mengurus anak dan keluarga serta kebutuhan untuk mencari pendapatan melalui bekerja dapat berjalan dengan baik bila terdapat pembagian kerja yang fleksibel antara laki-laki dan perempuan. Kondisi ekonomi keluarga yang rendah juga tidak memungkinkan mereka untuk mengalihkan pekerjaan misalnya melalui jasa penyewaan pembantu rumah tangga. Sementara itu, sebagian besar laki-laki belum dapat menggantikan peran perempuan dalam mengurus keluarga di samping kurangnya pengalaman juga masih kurangnya kesadaran untuk menerima kondisi ini. Dampak yang ditimbulkan adalah perempuan disamping melakukan pekerjaan mencari nafkah juga tetap mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Selain faktor internal, juga terdapat faktor eksternal yang mempengaruhi peningkatan peran-ekonomi perempuan.
Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri perempuan. Faktor tersebut terdiri dari sumber daya lokal dan modal sosial. Sumber daya lokal yang dimaksud di sini adalah modal ekonomi berupa tenaga kerja. Di Kelurahan Cigugur Tengah tersedia tenaga perempuan usia produktif yang banyak (dapat dilihat pada peta sosial) namun tidak bisa dimanfaatkan karena ada hubungan gender yang menganggap perempuan tidak usah bekerja. Padahal modal tenaga
54
kerja ini sangat bisa dimanfaatkan untuk mengatasi masalah PHK itu. Sehingga yang diperlukan adalah kesadaran gender terutama pada suami dan masyarakat, yaitu dengan mengijinkan istrinya bekerja mencari nafkah. Selain modal berupa tenaga kerja, pengembangan ekonomi harus pula ditunjang oleh modal ekonomi lainnya misalnya lahan. Di Kelurahan Cigugur Tengah, lahan sudah sangat terbatas sehingga lahan sulit untuk dimanfaatkan lagi untuk pengembangan ekonomi dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi keluarga PHK. Terbatasnya lahan karena sudah dimanfaatkan secara optimal untuk permukiman dan itu pula relatif sempit. Lemahnya tenaga kerja sebagai modal ekonomi juga disebabkan pendidikan mereka yang kebanyakan SD, selain gender. Faktor yang juga berpengaruh terhadap peran-ekonomi perempuan selain sumber daya lokal adalah modal sosial, seperti saling mengenal antar warga masyarakat, adanya sambatan atau tolong-menolong, hubungan kerjasama yang didasarkan atas kejujuran dan rasa saling percaya antar penduduk dan toleransi merupakan faktor yang dapat mendukung perempuan untuk meningkatkan peran ekonominya. Dengan modal sosial yang mereka miliki, mereka meluaskan jaringan atau membuat jaringan baru dengan kelembagaan lokal dalam mengatasi sulitnya memperoleh modal dan bahan baku. Adanya rasa saling
percaya antar warga masyarakat mendukung
perempuan untuk membina jaringan-jaringan sosial dengan lembaga-lembaga dalam mengembangkan usaha ekonominya. Sebagai contoh, usaha membuat masakan yang dijalankan oleh Ibu Up telah memanfaatkan modal sosial berupa tolong-menolong yang didasarkan atas rasa saling percaya. Ibu Up menitipkan masakan di warung Ibu Nni dengan bahan baku yang juga dibeli dari warung Ibu Nni. Jaringan yang semula merupakan jaringan ekonomi menumbuhkan rasa percaya satu sama lain sehingga mengembangkan pula jaringan sosial keduanya. Indikasinya adalah bahan baku yang diperoleh Ibu Up tidak perlu langsung dibayar melainkan dibayar kemudian dari hasil keuntungan penjualan masakan yang dititipkan. Modal sosial lebih banyak dimiliki oleh sifat perempuan sehingga dengan begitu rasa percaya dan tolong-menolong lebih mudah untuk dikembangkan. Faktor eksternal selain kondisi jaringan dengan lembaga lokal pada saat ini lemah dikarenakan hubungan gender, terlihat dari rasa kurang percaya diri perempuan untuk berhubungan dengan lembaga-lembaga yang mayoritas beranggotakan laki-laki seperti pada kelembagaan kelurahan, dan merasa diri
55
adalah orang kecil dan tidak mempunyai kemampuan karena rendahnya potensi yang dimiliki padahal kelembagaan lokal yang ada merupakan potensi yang dapat berdaya guna untuk mendukung usaha peningkatan potensi ekonomi perempuan. jaringan-jaringan dengan lembaga yang dibentuk dari bawah seperti warung, pengajian dan arisan dapat dimanfaatkan karena sebagai lembaga yang tumbuh dalam masyarakat, lembaga itu dapat digunakan untuk menampung kegiatan ekonomi perempuan baik dalam hal pemasaran, bahan baku dan modal. Sebagai contoh di sini ada arisan yang sudah mengarah ke pemenuhan kebutuhan rumah tangga, serta pengajian dimana ada rasa sebagai sesama kelompok yang bisa membantu mereka namun kelompok-kelompok ini kurang dimanfaatkan ke arah mengatasi masalah keluarga PHK. Lembaga-lembaga lokal yang dibentuk dari bawah merupakan lembaga yang bertahan hidup dalam masyarakata sehingga dapat dijadikan jaringan yang kuat untuk pemasaran, permodalan dan penyediaan bahan baku. Jaringan bersifat penghambat terhadap peran-ekonomi perempuan karena hubungan gender. Pemanfaatan jaringan yang ada dalam kelembagaan lokal merupakan pendayagunaan kelembagaan untuk meningkatkan potensi ekonomi perempuan.
Keuntungan dan Kerugian Sosial Bila Perempuan Bekerja Mencari Nafkah
Terdapat keuntungan dan kerugian sosial bila perempuan bekerja mencari nafkah. Keuntungan yang diperoleh keluarga bila perempuan bekerja mencari nafkah adalah terpenuhinya pendapatan rumah tangga PHK
meskipun
pendapatan yang dihasilkan juga belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.
Keuntungan lainnya adalah dapat menjadi kesempatan bagi
perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya melalui pekerjaan yang dilakukan. Selain keuntungan, juga terdapat kerugian sosial bila perempuan bekerja mencari nafkah, yaitu karena adanya anggapan bahwa keluarga akan rusak bila ditinggalkan perempuan untuk bekerja sebagai contoh yang dialami keluarga Ibu Wt yang bekerja sebagai buruh pabrik tekstil. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa Ibu Wt selain harus bekerja sebagai buruh juga harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga sehari-hari.
56
Ibu Wt sering melakukan kegiatan lembur demi menambah upah yang selama ini dirasakannya sangat kurang. Kegiatan lembur tersebut seringkali harus dilakukan hingga larut malam. Karena hal tersebut, suami dari Ibu Wt merasa tidak terurus dan anak-anak menjadi terbengkalai padahal Ibu Wt telah berusaha membagi waktu sebaik mungkin. Setelah digali informasi lebih dalam, diketahui bahwa suami Ibu Wt tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang menjadi tugas-tugas Ibu Wt karena menurutnya pekerjaan tersebut hanya pantas dilakukan oleh perempuan dan di saat Ibu Wt bekerja, suami tersebut lebih sering mengobrol dengan tetangga sehingga keadaan rumah terlihat kurang rapi. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa belum ada kesadaran laki-laki untuk bertukar peran dengan perempuan sehingga di saat perempuan mencari nafkah tugas perempuan tidak dirasakan suami menjadi tugasnya. Hal inilah yang menyebabkan kerugian-kerugian bila perempuan bekerja. Bila muncul kesadaran laki-laki bahwa jika mereka tidak berubah maka keadaan rumah tangga bisa lebih buruk maka sebetulnya kerugian sosial itu tidak akan terjadi. Dengan kata lain diperlukan perubahan pola pembagian kerja pada keluarga bila pencari nafkah utama (suami) tidak dapat menjalankan fungsinya. Dalam hal ini dibutuhkan suatu pembagian kerja yang fleksibel antara lakilaki dan perempuan dalam keluarga sehingga hubungan gender dimana perempuan seharusnya berada di rumah dan laki-laki mencari nafkah di luar bukan merupakan hal yang tidak bisa diubah demi terpecahkannya masalah ekonomi mereka. Dari pembahasan-pembahasan di atas, maka dapat ditarik suatu garis besar kesimpulan bahwa (1) yang menjadi inti adalah faktor masalah gender yang berpengaruh terhadap semua faktor, (2) ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi peran-ekonomi perempuan yang bisa menjadi faktor penghambat dan pendukung, (3) ada benefit and social cost atau ada keuntungan dan kerugian sosial dikarenakan kurangnya kesadaran laki-laki untuk mau mengubah pola pembagian kerja dalam rumah tangga. Sedangkan bila memberikan peluang kerja bagi perempuan dan mengubah pola pembagian kerja maka berguna untuk keluarga itu sendiri karena kebutuhan keluarga bisa terpenuhi.
57
PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM PENINGKATAN PERAN-EKONOMI PEREMPUAN
Keragaan Lembaga-lembaga Lokal di Kelurahan Cigugur Tengah
Kelembagaan lokal di Kelurahan Cigugur Tengah sebagaimana diulas dalam tinjauan teoritis merupakan lembaga dalam pengertian konkret baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun masyarakat maupun lembaga dalam pengertian pranata sosial, yaitu dalam wujud tingkah laku yang terpolakan dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat di Kelurahan Cigugur Tengah seperti modal sosial yang dimiliki, norma-norma dan trust. Di Kelurahan Cigugur Tengah terdapat 14 (empat belas) buah lembaga baik dalam pengertian konkret maupun abstrak. Lembaga tersebut ada yang mempunyai manfaat bagi peran ekonomi perempuan dan ada yang tidak. Lembaga yang kurang dapat dimungkinkan untuk didayagunakan atau yang tidak memiliki peran terhadap perempuan pada saat kajian ini dilakukan adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Baitul Rachman, Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Al Fatimah, Karang Taruna dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mandiri. LPM tidak memiliki peran karena kondisinya yang baru dibentuk pada akhir tahun 2005. Kegiatan LPM pun tidak ada kaitannya dengan peningkatan peran ekonomi perempuan sehingga tidak diakses oleh perempuan begitu pula halnya dengan MUI, UPZ dan LSM. MUI dan UPZ bergerak di bidang keagamaan yang tidak berkaitan dengan peran ekonomi perempuan sedangkan LSM merupakan lembaga yang kurang jelas tujuannya karena tidak mempunyai pedoman resmi pendirian lembaga. PKBM dan Karang Taruna pernah berhubungan dengan perempuan namun kondisinya kurang dapat didayagunakan untuk peningkatan peran ekonomi perempuan. PKBM tidak dapat eksis karena kebutuhan perempuan yang lebih berkaitan dengan mengatasi ekonomi keluarga. Karang Taruna pernah berhubungan dengan perempuan namun hanya pada saat-saat tertentu seperti pada saat Perayaan Hari Kemerdekaan dimana justru memanfaatkan usaha perempuan untuk kepentingan tugas mereka saja.
58
Lembaga-lembaga yang mempunyai pengaruh dan peranan dalam peningkatan peran ekonomi perempuan dari keluarga yang terkena PHK ada delapan buah. Lembaga-lembaga tersebut adalah PKK, Kelurahan, pasar, kelompok arisan, kelompok pengajian, koperasi, warung dan pabrik. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Tahun 1961 kelembagaan yang merupakan program dari Kementerian Pendidikan ini disebut sebagai Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Tahun 1972 sebutannya
menjadi
Pembinaan
Kesejahteraan
Keluarga
dan
setelah
dikeluarkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 53 Tahun 2000 Pembinaan Kesejahteraan Keluarga berubah nama menjadi Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). PKK sebagai lembaga yang berasal dari inisiatif pemerintah sangat lekat dengan nuansa top down dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya karena program-program yang ada sudah ditentukan dari pusat. PKK kelurahan menjalankan kegiatan berdasarkan juklak/juknis dari pusat. Hal ini menyebabkan masyarakat
kurang
mempunyai
kesempatan
untuk
mengaspirasikan
keinginannya dalam berorganisasi sesuai dengan paradigma pembangunan berpusat pada rakyat (people centered development). Gerakan PKK merupakan gerakan nasional yang tumbuh dari, oleh dan untuk masyarakat dengan perempuan sebagai motor penggeraknya menuju terwujudnya keluarga bahagia, sejahtera, maju dan mandiri. Tim penggerak PKK merupakan mitra kerja pemerintah dan organisasi kemasyarakatan, yang berfungsi sebagai fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali dan penggerak pada masing-masing tingkatan untuk terlaksananya program PKK. Program PKK itu sendiri dirangkum dalam suatu Program Pokok PKK yang sering disebut dengan 10 Program Pokok PKK, yaitu program yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan dasar dan terwujudnya kesejahteraan keluarga. Pelaksanaan kegiatan PKK dilakukan secara berkelompok yang terbagi ke dalam dasa wisma beranggotakan 10-20 kepala keluarga melalui koordinasi dengan jajaran pemerintah kelurahan, LPM serta PKK kota dan kecamatan. Pelaksanaan tersebut berlaku pula di Kelurahan Cigugur Tengah dengan dana bersumber dari pemerintah dan swadaya masyarakat. PKK di Kelurahan Cigugur Tengah sebagai lembaga yang dibentuk pemerintah pada tahun 1989 menjadi lembaga yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan perempuan.
59
PKK
mempunyai peran dan pengaruh penting dalam usaha-usaha
perempuan untuk mengatasi ekonomi keluarga. PKK mempunyai kelompok kerja (Pokja). Pokja
yang sangat erat kaitannya dengan usaha-usaha perempuan
adalah Pokja II. Pokja II selain bertugas dalam bidang pendidikan dan keterampilan juga bertugas dalam pengembangan kehidupan berkoperasi. Perempuan merasa lebih nyaman berkomunikasi dengan kader PKK yang juga perempuan, akan tetapi kaderisasi sulit dilakukan karena pada umumnya perempuan yang ada di Kelurahan Cigugur Tengah memilih untuk tidak berorganisasi. Alasan yang dikemukakan adalah sulit membagi waktu antara pekerjaan di rumah (domestik) dengan berusaha mencari pendapatan terlebih bila ditambah harus menjadi pengurus PKK, merasa tidak mempunyai kemampuan dan cemas akan konsekuensi mengeluarkan biaya tambahan saat penyelenggaraan kegiatan organisasi PKK. Partisipasi perempuan dalam kegiatan PKK cukup tinggi, terlihat dari keikutsertaan mereka secara aktif pada kegiatan Posyandu. Lembaga ini dibutuhkan oleh perempuan karena mereka menyadari pentingnya keberadaan lembaga. PKK mempunyai jaringan kerjasama dalam menjalankan kegiatannya, yaitu dengan pemerintah kelurahan, LPM, PKK Kota dan PKK Kecamatan.
Kelurahan Kelurahan merupakan lembaga yang dibentuk oleh pemerintah. Lembaga ini mempunyai jaringan kerjasama ke luar, yaitu dengan pemerintah di tingkat atas serta jaringan ke dalam, yaitu dengan RW, RT dan masyarakat. Peran kelurahan adalah sebagai koordinator kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di wilayahnya. Peran tersebut dilaksanakan dengan membagi tugas dan kegiatan kepada perangkat. Tugas pokok dan fungsi masing-masing perangkat telah ditentukan dalam pedoman dan aturan yang jelas, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan. Masalah yang dihadapi oleh lembaga ini adalah perangkatnya belum menyadari tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga yang melayani kepentingan masyarakat sehingga hanya sebatas menjalankan tugas sehari-hari yang menjadi tanggung jawabnya, seperti tidak mau melayani masyarakat yang tidak berkaitan dengan tugasnya.
60
Pasar Pasar yang dimaksud disini adalah pasar dalam pengertian riil sebagai tempat berjualan. Pasar terdekat dengan Kelurahan Cigugur Tengah adalah Pasar Cimindi yang merupakan pasar tradisional berdiri sejak tahun 1985. Kapasitas pasar ini hanya mampu menampung sebanyak 80 (delapan puluh) lapak. Pasar lainnya yang berada di sekitar kelurahan namun jaraknya lebih jauh adalah Pasar Antri Baru dan Pasar Atas. Pasar Cimindi lebih sering diakses perempuan daripada dua pasar lainnya karena letaknya yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka sehingga lebih mudah dijangkau dan dapat menghemat ongkos transportasi. Pasar ini sangat ramai karena mudah dilalui alat transportasi seperti mobil, sepeda motor, becak atau delman namun cenderung kumuh. Pasar Antri Baru merupakan pasar yang berasal dari renovasi Pasar Antri Lama dan baru selesai dibangun pada tahun 2005 yang lalu kurang diakses oleh perempuan, karena pasar tersebut menjual barang dengan kualitas lebih tinggi sehingga harganya relatif lebih tinggi juga lebih jauh letaknya dengan masyarakat. Begitu pula Pasar Atas kurang diakses karena sulit ditempuh dengan kendaraan umum. Pasar Cimindi dikelola oleh UPTD Pasar Kota Cimahi. Retribusi yang dikenakan untuk setiap lapak adalah Rp 1.000 yang dipergunakan sebagai retribusi kebersihan. Pasar Cimindi kondisinya tidak begitu baik, nampak dari keadaan lapaknya yang tidak tertata dengan baik, berdesak-desakan dan kebersihan
yang kurang
terawat sehingga cenderung kumuh.
Hal
ini
menimbulkan ketidaknyamanan pada saat berbelanja namun masyarakat termasuk perempuan dengan tingkat ekonomi rendah tidak mempunyai pilihan lain. Walaupun keberadaan pasar sudah dikenal oleh masyarakat sejak lama tapi pasar tersebut kurang bisa dimanfaatkan sebagai tempat pemasaran karena tidak ada simpul-simpul jaringan seperti misalnya ikatan pribadi dan pertemanan yang dapat dimanfaatkan untuk terbinanya jaringan.
Kelompok Arisan Kelompok arisan banyak dibentuk oleh masyarakat di Kelurahan Cigugur Tengah namun jumlah yang pasti tidak diketahui karena tidak ada data yang jelas di kelurahan. Menurut informasi tokoh masyarakat, kelompok arisan terdapat hampir di setiap RT yang berarti hampir berjumlah 112 buah. Kelompok
61
arisan ada pula yang terbentuk dari kegiatan pengajian ibu-ibu, kesamaan profesi seperti pegawai negeri, kelompok istri tentara dan lainnya. Arisan ini merupakan suatu lembaga lokal yang bertahan hidup dibandingkan lembaga-lembaga lokal lainnya. Berkaitan dengan jumlahnya dan bertahan hidupnya maka kelompok arisan dapat menjadi kekuatan yang dapat didayagunakan untuk meningkatkan peran ekonomi perempuan. Kelompok arisan biasanya diikuti oleh perempuan dan menggunakan dana swadaya. Lembaga ini bervariasi dalam menetapkan besarnya iuran, yaitu mulai dari Rp 10.000 hingga Rp 500.000 tiap bulan. Kelompok arisan yang paling dijangkau oleh responden adalah kelompok arisan yang iurannya berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000. Anggota kelompok arisan paling sedikit diikuti oleh lima orang bagi arisan dengan iuran yang besar (Rp 500.000) dan paling banyak 15 (lima belas) orang di tingkat RT sedangkan di tingkat RW paling sedikit diikuti 30 (tiga puluh) orang bagi arisan dengan iuran yang relatif kecil.
Setiap anggota suatu kelompok arisan tidak
selalu mengikuti satu buah kelompok melainkan bisa mengikuti sampai dua atau tiga buah kelompok arisan. Kelompok arisan merupakan kelembagaan yang memiliki ciri adanya rasa kebersamaan yang erat dimana dapat membentuk rasa memiliki yang tinggi terhadap kelembagaan tersebut. Indikasinya adalah timbulnya perasaan malu dan sungkan bila tidak datang pada saat arisan dilakukan ataupun terlambat membayar termasuk pula adanya perasaan tidak enak dengan dibicarakan masyarakat bila tidak mengikuti arisan. Di dalam kelembagaan arisan, dikenal pula sambatan atau tolong-menolong antar anggota kelompok dan antar anggota kelompok dengan masyarakat sekitar berupa simpan pinjam dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kelompok arisan yang diikuti responden biasanya diselenggarakan dari rumah ke rumah secara bergiliran dan jaringan yang terbentuk antar anggota kelompok dapat dimanfaatkan untuk peningkatan potensi ekonomi perempuan.
Koperasi Kelembagaan ini bergerak di bidang ekonomi yang tumbuh atas inisiatif pemerintah melalui P2WKSS pada Juni 2004. Koperasi merupakan mitra negara dalam mensejahterakan rakyatnya. Dana berasal dari bantuan program P2WKSS, yaitu sebesar Rp 10.000.000. Koperasi dibentuk untuk memberi
62
pinjaman modal usaha bagi 100 KK yang menjadi sasaran P2WKSS, akan tetapi berdasarkan kesepakatan pengurus dan pihak kelurahan serta penanggung jawab kegiatan maka seluruh masyarakat dapat menjadi anggotanya. Pengurus koperasi dan anggota koperasi pada awal pembentukannya adalah perempuan yang menjadi sasaran P2WKSS namun sekarang bertambah dengan laki-laki yang mempunyai usaha. Pengurus koperasi adalah ibu-ibu atau perempuan yang sudah berkeluarga dan dipandang cukup mampu untuk menjalankan kewajiban sebagai pengurus dan anggota ditambah dengan laki-laki yang mempunyai usaha. Kepengurusannya dipilih secara demokratis, yaitu dipilih berdasarkan kesepakatan anggota. Ketua koperasi adalah Ketua RW 04 yang dianggap paling mampu untuk mengembangkan koperasi. Karena koperasi tidak dapat berjalan dengan iuran dari masyarakat miskin yang menjadi sasaran P2WKSS maka masyarakat selain kelompok sasaran dapat menjadi anggotanya. Prosedur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan anggota koperasi adalah memberlakukan iuran pokok sebesar Rp 5.000 dan iuran wajib sebesar Rp 4.000 dengan bunga sebesar dua persen. Menurut pihak kelurahan, koperasi diharapkan dapat menjadi wadah untuk membantu usaha ekonomi masyarakat sehingga dapat mengurangi dan mencegah semakin berkembangnya rentenir seperti yang banyak dialami oleh masyarakat. Kegiatan koperasi ini adalah simpan pinjam untuk usaha namun seringkali dipakai pula untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada mulanya, koperasi ini dapat dijalankan dengan lancar karena anggotanya berusaha menjalankan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya dengan mencicil sesuai ketentuan yang telah disepakati dan mengembalikan pinjaman tepat waktu. Kondisi ini wajar terjadi karena koperasi pada saat itu sedang dalam tahapan penilaian P2WKSS yang dilaksanakan pada Desember 2004. Selanjutnya koperasi mengalami kredit macet dan banyak yang mengundurkan diri dari keanggotaannya. Kredit macet ini disebabkan banyaknya tunggakan yang belum bisa dibayar oleh para anggotanya dan diberinya kesempatan non anggota untuk meminjam. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Bendahara Koperasi sebagai berikut. Dulu, waktu masih baru berdiri, banyak orang yang bisa menyimpan uangnya di sini dan melakukan pinjaman. Cicilannya juga bisa dilunasi dengan tertib. Tapi lama-kelamaan jumlah warga yang meminjam semakin banyak baik dari anggota koperasi sendiri maupun non anggota. Saat ini, dari 105 orang anggota, hanya 15 orang anggota yang dapat membayar
63
cicilan pada tahun 2005. Akibatnya pada tahun 2006, koperasi sudah tidak mampu lagi memberikan pinjaman. Pengurus koperasi sudah cukup berupaya dalam menjalankan kegiatan koperasi sebaik mungkin, tetapi masih belum dapat menyelamatkan kondisi koperasi yang sudah kritis. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Bapak YS, salah seorang pengurus, sebagai berikut. Sebenarnya kami sudah cukup bersabar dengan anggota yang menunggak angsuran pinjamannya, bahkan kami sempat mendatangi rumah mereka masing-masing untuk mengambil angsuran tersebut, namun kami juga tidak tega dengan kondisi keluarga mereka. Ya akhirnya kami tidak bisa memaksakan kemampuan mereka. Sampai sekarang pun masih ada yang belum bisa mengembalikan angsuran. Hal inilah yang sering membuat teman-teman menjadi patah semangat dalam mengurus koperasi, hingga akhirnya ya seperti ini, koperasi seperti ‘hidup segan mati tak mau’. Kondisi lain tentang koperasi juga dikemukakan oleh Ketua Koperasi sebagai berikut. Kondisi koperasi yang terlihat saat ini tidak seperti pada saat awal berdirinya. Saat ini koperasi tidak dapat berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan minimnya pengalaman para pengurus, termasuk saya, sehingga belum mempunyai kesiapan yang cukup. Misalnya saja ketika terjadi kenaikan harga BBM kemarin, yang berdampak pada meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok dan perkembangan usaha. Koperasi
mempunyai
kendala
kurangnya
pengetahuan
pengurus,
kurangnya pelatihan pengurus dan anggota koperasi kurang bertanggung jawab dalam membayar cicilan pinjaman atau iuran keanggotaan sehingga usaha anggota belum berkembang. Jaringan kerjasama yang terjalin adalah dengan dinas perekonomian dan koperasi (disperekop). Pengajian Pengajian diselenggarakan secara berkelompok sehingga lebih sering disebut dengan kelompok-kelompok pengajian. Kelompok pengajian merupakan lembaga yang banyak diminati (khususnya dalam kajian ini diminati oleh perempuan) karena sifatnya keagamaan, yaitu menabung amal melalui kegiatankegiatan mengaji dan dzikir bersama serta melalui kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan. Kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan adalah tolong-menolong antar anggota kelompok pengajian maupun tolong-menolong terhadap warga masyarakat sekitar melalui sumbangan ke panti-panti asuhan.
64
Eratnya sifat kebersamaan dalam kelompok pengajian dimanifestasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama-sama tersebut. Kegiatan yang dilakukan itu ada pula yang merupakan kegiatan bersama-sama untuk memecahkan masalah seperti menghindari bencana dengan melakukan dzikir atau doa bersama. Unsur ini yang bisa dijadikan jaringan untuk menyatukan perempuan. Warung Warung-warung yang jumlahnya sangat banyak yang ada di Kelurahan Cigugur Tengah merupakan lembaga lokal yang dapat dimanfaatkan dalam peningkatan potensi ekonomi perempuan. Sebagian besar jenis usaha warungan menjual barang kebutuhan sehari-hari keluarga berupa sembako. Ada pula yang menjual masakan jadi dan sayur-sayuran. Usaha ini sangat ketat persaingannya sehingga untuk menarik pelanggan sering dilakukan dengan cara memberi utang kepada pembeli. Hubungan kerjasama yang terjalin diantaranya berupa dapat diperolehnya bahan baku sekalipun tidak memiliki uang dan dapat mengakses pemasaran yang menguntungkan kedua belah pihak. Berkembangnya warung tergantung pada hubungan yang dibina oleh pembeli dan penjual. Jaringan ini bisa terbina bila ada rasa saling percaya dan tolong-menolong (modal sosial yang berkembang dalam masyarakat) sesama pengusaha. Hubungan kerjasama perempuan dengan warung tidak saja pertolongan untuk usaha tapi juga untuk kebutuhan sehari-hari (kasus keluarga Ibu Up). Untuk menghindari persaingan dan lumpuhnya warung, maka perlu ada ikatan antar warung untuk menetapkan standar harga. Masalah yang juga dihadapi kelembagaan ini adalah keterbatasan modal. Modal yang terbatas menyebabkan kurang lengkapnya jenis barang yang dijual sehigga bahan baku yang diperlukan untuk usaha ekonomi perempuan terbatas jumlahnya.
Lembaga Pemberi Pekerjaan-Pabrik Perusahaan atau pabrik-pabrik yang ada di lingkungan permukiman didirikan oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan dan dengan dana sendiri. Pabrik di sini berperan bagi penduduk setempat dengan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat dengan persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan. Pada umumnya pabrik yang ada di kelurahan bergerak di bidang tekstil dan ada pula yang bergerak di bidang kesehatan dan mereka memberi
65
kesempatan kerja termasuk kepada perempuan yang suaminya di-PHK. Walaupun ternyata upah yang diterima jauh lebih rendah dari seharusnya tapi kelembagaan ini masih bisa dimanfaatkan salah satunya dengan lokasi pabrik yang strategis menjadi tempat atau lokasi pemasaran hasil produksi perempuan. Perusahaan tidak dapat menerima banyak tenaga kerja karena kondisi ekonomi nasional yang tidak stabil. Suatu hal yang sangat disayangkan pada saat kajian ini dilakukan, perusahaan memberikan kesempatan kerja yang sangat kecil bagi perempuan yang suaminya terkena PHK. Untuk lebih jelasnya, keadaan masing-masing lembaga lokal dapat dilihat pad tabel 5.
66
Tabel 5 Profil Lembaga-lembaga Lokal di Kelurahan Cigugur Tengah Tahun 2006 Lembaga
PKK
Kelurahan
Pasar Cimindi
2
3
3
Kelompok Arisan
Kelompok Pengajian
Koperasi
Warung
6
7
Swasta
Uraian 1
4
5
8
Status
Bentukan Pemerintah Bentukan Pemerintah Bentukan Pemerintah pada Tahun 1989 sejak diresmikan sejak tahun 1985
Bentukan masyarakat
Bentukan masyarakat
Anggota
Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat
Bentukan Pemerintah Bentukan melalui P2WKSS pada masyarakat Tahun 2004 dan pemerintah Masyarakat Masyarakat
Sumber Dana Jaringan Kerjasama yang Dimiliki
Pemerintah dan Pemerintah swadaya masyarakat Berkoordinasi dengan Berkoordinasi dengan jajaran Pemerintah Pemerintah di tingkat Kelurahan, LPM serta atas, RW, RT dan PKK Kota dan dengan masyarakat di Kecamatan wilayah kerjanya Motor penggerak Koordinator kegiatan kegiatan -kegiatan yang pemerintahan, berhubungan dengan pembangunan dan keluarga termasuk kemasyarakatan di perempuan wilayah kerjanya
Swadaya masyarakat Hubungan dengan Kerjasama antar pedagang dan bandar anggotanya
Masyarakat
Pemerintah
Hubungan antar anggotanya
Tempat memperoleh bahan baku sekaligus tempat pemasaran
Sebagai wadah untuk kegiatan tolongmenolong, dan tempat untuk mencari solusi pemecahan masalah
Jaringan antara pekerja dengan atasan, dan antara pedagang dengan perusahaan Sebagai wadah untuk Tempat Menyediakan membantu pinjaman memperoleh lapangan kerja dan modal usaha bahan baku tempat berjualan para dan melakukan pedagang kecil pemasaran (makanan)
Peranan
Masalah yang Dihadapi Lembaga
Pemerintah
Masyarakat Pribadi (swadana)
Sebagai wadah tolong-menolong dalam rangka memenuhi kebutuhan seharihari Sulit menggerakkan Pengurus belum Kurangnya tempat Belum anggota untuk rapat menyadari tugas pemasaran dimanfaatkan Sudah dikenal pokok dan fungsinya Tidak ada simpuluntuk mengatasi masyarakat tapi sebagai pelayan simpul jaringan yang masalah ekonomi kurang diminati masyarakat bisa diakses oleh keluarga PHK sebagai organisasi Sudah dikenal oleh pedagang dan kerjasama mulai masyarakat tapi perempuan (saat menurun kurang diakses kajian)
Belum ada pengarahan/belum dimanfaatkannya kelompok pengajian untuk kepentingan mengatasi masalah ekonomi keluarga PHK.
Pribadi (swadana) Berkoordinasi dengan Jaringan dan Disperekop dengan pelanggan
Bentukan manajemen perusahaan yang bersangkutan Karyawan dan manajemen Non pemerintah
Kurangnya Persaingan Peluang kerja yang pengetahuan antar warung dibuka terbatas manajerial pengurus karena koperasi dan ketidakstabilan anggota kurang ekonomi. bertanggung jawab. Memberlakukan Kredit macet upah yang kecil mengakibatkan bagi perempuan perkembangannya yang suaminya tersendat terkena PHK
Sumber: Olah Data Lapangan, 2006
66
67
Analisis Diagram Venn Terhadap Lembaga-lembaga Lokal di Kelurahan Cigugur Tengah
Diagram Venn adalah pemetaan dari lembaga-lembaga yang dikaji hubungannya dengan cara menggambarkannya agar mudah untuk dilihat dan dianalisis. Karena dalam kajian ini yang akan dilihat adalah sejauhmana perempuan bisa akses terhadap lembaga yang ada di lingkungannya maka Diagram Venn dimanfaatkan untuk melihat lembaga mana yang sudah berdaya guna atau yang bisa didayagunakan dalam meningkatkan peran-ekonomi perempuan. Daya guna dilihat dari lembaga mana yang dapat dihubungi untuk membuat jejaring baik sebagai lembaga pemasaran, lembaga penyedia bahan baku maupun lembaga permodalan. Hasil Focus Group Discussion (FGD) menunjukkan bahwa terdapat tujuh buah lembaga baik yang bersifat konkret maupun pranata sosial yang paling memberikan manfaat bagi perempuan dalam upaya peningkatan ekonomi keluarga, yang dapat dilihat melalui Gambar 2.
.
Kel
PKK
Kop Warung
Pengajian
Perem puan
Pok Arisan
Pasar
.
Sw/Pb
Gambar 2 Diagram Venn Perempuan dan Lembaga-lembaga di Kelurahan Cigugur Tengah Keterangan: Besar kecilnya lingkaran menunjukkan jumlah perempuan yang melakukan hubungan dengan lembaga tersebut yang ada kaitannya dengan usaha mereka. Semakin besar lingkaran semakin banyak perempuan yang melakukan hubungan
68
dengan lembaga itu. Sedangkan jauh dekatnya lingkaran perempuan dengan lembaga yang digambarkan dengan panjang pendeknya garis menunjukkan intensitas hubungan yang dilihat dari jumlah atau seringnya perempuan berhubungan dengan lembaga yang dihubunginya.
Perempuan diletakkan sebagai pusat diagram dan lembaga-lembaga yang berperan terhadap perempuan digambar di sekitarnya dengan kriteria lingkaran akan menunjukkan banyaknya perempuan yang membuat hubungan lembagalembaga yang erat kaitannya dengan usaha perempuan. Hasil analisis diagram Venn menggambarkan bahwa secara peringkat prioritas, sebagai berikut: 1. Warung merupakan lembaga yang paling banyak perempuannya yang melibatkan diri dan sering dihubungi oleh perempuan dan mudah dijangkau perempuan dalam pengembangan usaha mereka (bahan baku dan pemasaran). 2. Pasar merupakan lembaga yang peringkatnya berada setelah warung. Pasar banyak dihubungi perempuan dan sering dihubungi perempuan dalam pengembangan usaha (pemasaran). Keterlibatan dan akses perempuan terhadap pasar lebih kecil daripada keterlibatan dan akses perempuan terhadap warung. 3. Pengajian merupakan lembaga yang peringkatnya berada setelah warung dan pasar. Perempuan banyak melibatkan diri dalam pengajian. Perempuan juga sering mengikuti pengajian yaitu setiap minggu, akan tetapi perempuan belum memanfaatkannya untuk pengembangan usaha sehingga pengajian berada di peringkat ke-3 setelah warung dan pasar. 4. Arisan
merupakan lembaga yang juga banyak diikuti perempuan. Arisan
berada di peringkat ini setelah pengajian karena arisan diadakan hanya sebulan sekali sedangkan pasar lebih sering. 5. PKK merupakan lembaga yang banyak diikuti perempuan. Keterlibatan perempuan lebih sedikit dibandingkan arisan. PKK mengadakan kegiatan setiap bulan sehingga intensitasnya tidak begitu sering. 6. Koperasi merupakan lembaga yang saat ini keadaannya kurang banyak diikuti perempuan dan intensitas hubungannya dengan perempuan termasuk jarang. Hal ini dikarenakan kredit macet akibat adanya peminjaman kepada selain anggota koperasi, dimana terjadi tunggakan cicilan pinjaman.
69
7. Pabrik merupakan lembaga yang hanya dapat diakses oleh sedikit perempuan yang melakukan usaha mencari nafkah sedangkan intensitasnya sering karena dilakukan setiap hari kecuali hari Jumat dan Minggu dengan waktu yang sempit. 8. Kelurahan merupakan lembaga yang diakses oleh sedikit perempuan dan intensitasnya jarang karena hanya pada waktu-waktu tertentu dimana orang banyak datang ke kelurahan.
Dari hasil analisis diagram Venn di atas, dapat diketahui gambaran adanya lembaga-lembaga yang sudah berdaya guna dan ada lembaga-lembaga yang dapat didayagunakan, yaitu membuat jaringan kelembagaan baru atau memelihara jaringan yang sudah ada yang erat kaitannya dengan kegiatan perempuan dalam mencari nafkah.
Pendayagunaan Kelembagaan Lokal
Daya guna lembaga dilihat dari sejauhmana perempuan dapat mengakses lembaga tersebut dalam hal pemasaran, penyediaan bahan baku dan permodalan.
Untuk
mengetahui
sejauhmana
daya
guna
lembaga
dan
sejauhmana lembaga dapat didayagunakan maka analisis diarahkan pada pengelompokan lembaga dalam tiga fungsi, yaitu sebagai lembaga pemasaran, lembaga permodalan dan lembaga penyedia bahan baku. Gambar 2 menunjukkan bahwa lembaga yang paling besar manfaatnya dirasakan oleh perempuan dalam mendukung peran ekonomi mereka adalah warung. Warung juga bahkan sering diakses oleh perempuan ditunjukkan oleh jarak dalam pengertian sosial yang sangat dekat dengan perempuan. Hal ini digambarkan dengan mudahnya mereka mendapat bahan baku dengan mengutang keperluan dagangnya. Warung sebagai lembaga ekonomi terlihat dari adanya hubungan kerjasama atas dasar rasa saling percaya sehingga memungkinkan perempuan untuk mendapat barang atau bahan baku terlebih dahulu baru membayar di kemudian
hari dengan
mekanisme
berutang.
Selain itu,
warung
juga
dimanfaatkan sebagai lembaga pemasaran hasil produksi dari usaha perempuan sehingga terlihat adanya pembagian keuntungan bagi kedua belah pihak untuk
70
pengusaha perempuan dalam penyediaan bahan baku dan menjual hasil produksi di lain pihak penjual mendapat keuntungan diperoleh dari barang yang dijual tersebut. Warung-warung seperti ini banyak tersebar di Kelurahan Cigugur Tengah sehingga sering terjadi persaingan-persaingan dalam mendapat client (orang yang mau membeli barang dari warung) yang erat kaitannya dengan pengembangan usaha perempuan. Hal itu menggambarkan bahwa lembaga warung merupakan sumber atau potensi yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan peran-ekonomi perempuan bila warung-warung yang tersebar itu pengembangannya ditata dengan baik. Misalnya, dengan membuat standar harga yang berlaku sama untuk setiap warung untuk barang tertentu sehingga meminimalisir persaingan. Selain warung berfungsi sebagai lembaga ekonomi karena fungsinya untuk memasarkan produk melainkan juga berfungsi sebagai lembaga sosial. Dalam warung juga dikembangkan rasa senasib sebagai sesama pedagang, dipelihara sangat baik oleh perempuan dan penjual sehingga hubungan mereka membentuk suatu jaringan ekonomi yang kuat. Jaringan yang dibentuk pengusaha perempuan dan warung adalah bahan baku dan pemasaran. Jaringan yang terbentuk itu di satu sisi akan membantu melanggengkan usaha perempuan dan melanggengkan usaha warung di sisi lain sehingga pengusaha tidak terlalu tergantung kepada pasar yang letaknya jauh dan jaringannya belum terbina. Kebutuhan usahanya relatif sudah terpenuhi melalui warung. Jika warung berjalan baik sebagai lembaga ekonomi dengan kekuatan yang cukup serta bisa memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar maka masyarakat akan juga cukup terpenuhi kebutuhannya dari warung. Dengan demikian, warung di sini dapat dikategorikan sebagai lembaga yang sudah berdaya guna bagi perempuan pengusaha. Setelah warung, lembaga yang juga manfaatnya dirasakan besar adalah pasar. Pasar yang dimaksud disini adalah pasar dalam wujud konkret. Pasar bermanfaat bagi perempuan dalam penyediaan bahan baku yang memiliki jaringan dengan bandar dan pedagang besar. Kebutuhan pengusaha perempuan relatif sudah didapat atau terpenuhi dari warung sehingga perempuan baru akan mengakses pasar bila tidak mendapat barang yang diinginkan dari warung dikarenakan tidak tersedia atau habis.
71
Perempuan melakukan akses ke pasar bila perlu saja (insidentil) sehingga jaringan antara pengusaha perempuan dan pasar relatif tidak ada karena di samping tidak terlalu membutuhkan pasar, juga simpul-simpul jaringan seperti pertemanan, kerabat dan saling percaya tidak ditemui atau belum terbentuk di pasar. Untuk membentuk jaringan dengan pasar itu relatif sulit dilakukan oleh perempuan pengusaha sehingga dapat dikatakan bahwa pasar merupakan lembaga yang kurang berdaya guna karena jaringan sulit dilakukan. Lembaga yang juga besar manfaatnya selain warung dan pasar adalah arisan di dalam komunitas. Arisan yang bermanfaat adalah arisan yang bisa dijangkau oleh kebanyakan masyarakat tapi tidak berkelanjutan. Di Kelurahan Cigugur Tengah, di setiap RT ada satu kelompok arisan yang biasanya menetapkan iuran sebesar Rp 10.000 – Rp 15.000. Ada juga arisan yang besarbesaran yang hanya diikuti oleh segelintir masyarakat tapi bukan merupakan lembaga yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi masalah perempuan karena uang yang dikeluarkan terlalu besar. Yang dipentingkan dari lembaga ini bukan arisannya, tapi jiwa dari arisan tersebut, yaitu adanya perasaan sewarga, malu tidak ikut arisan, saling percaya dan saling menolong. Saling menolong diwujudkan dengan bila ada yang memerlukan, maka orang tersebut didahulukan untuk memenangkan arisan pada bulan tersebut. Modal sosial inilah yang sebetulnya bisa dipupuk agar arisan menjadi lembaga pemberian modal dan tempat pemasaran. Penyediaan modal di sini diwujudkan dengan mengumpulkan iuran sukarela yang relatif sangat kecil tapi bisa dipinjamkan dengan bunga serelanya kepada anggota. Lama-kelamaan karena uang tersebut bertambah banyak, maka pinjaman yang dapat diberikan pun semakin besar. Arisan pada saat ini masih terbatas pada pemenuhan kebutuhan seharihari bukan modal usaha, akan tetapi arisan merupakan lembaga yang memungkinan untuk dimanfaatkan sebagai lembaga pemberi modal dan pemasaran bagi perempuan yang bekerja mencari nafkah. Hal ini terlihat dari adanya fakta bahwa dalam kelompok arisan terdapat kegiatan pengumpulan dana yang dipinjamkan kembali kepada anggotanya dengan bunga sukarela untuk modal usaha. Arisan ini berada di prioritas setelah warung dan pasar karena diikuti oleh banyak perempuan dan dilakukan setiap bulan.
72
Lembaga selanjutnya adalah PKK.. PKK peranannya juga tidak kecil dalam usaha mencari nafkah. Pada awalnya pendekatan yang dilakukan PKK adalah dari rumah ke rumah sehingga memudahkan proses sosialisasi dan koordinasi terhadap perempuan, akan tetapi peran PKK saat ini menurun, nampak dari kurang intensnya dalam mengadakan kunjungan rutin kepada perempuan. Rapat-rapat saat ini lebih sering diadakan di ruang pertemuan yang berada di kantor kelurahan pada waktu-waktu dimana perempuan masih melakukan pekerjaannya. Rapat-rapat kader PKK di tingkat RW diadakan di kantor PKK di RW masing-masing namun sangat sedikit yang hadir. Perempuan yang menjadi kader hanya aktif pada saat ada program. Kegiatan PKK yang erat kaitannya dengan
pengembangan usaha
perempuana dalah pelatihan-pelatihan, seperti pelatihan membuat makanan yang higienis. Sayangnya, hal seperti ini jarang dilakukan oleh PKK sehingga keterampilan perempuan relatif kurang dalam mengembangkan hasil produksinya. Hal itu menggambarkan bahwa program atau kegaitan PKK perlu ditingkatkan lagi sehingga bisa mendukung usaha perempuan karena sesungguhnya lembaga PKK merupakan lembaga yang bisa mengajak warga untuk akses terhadap dirinya. Cara yang ditempuh PKK biasanya dengan mengumpulkan orang (sebagai wadah informasi yang cukup kompeten). Selain itu, dengan seringnya masyarakat datang pada saat kegiatan-kegiatan PKK berlangsung seperti contohnya pada saat Posyandu, maka PKK bisa dijadikan lembaga pemasaran bagi hasil produksi perempuan atau usaha warga setempat. PKK juga selain itu bisa dimanfaatkan karena PKK mempunyai jaringan ke luar, yaitu dengan PKK kecamatan dan PKK kota sehingga usaha perempuan yang sifatnya lebih besar (seperti usaha pembuatan penutup tempat tidur), dapat membuat jaringan pasar yang lebih besar melalui PKK atau jaringan yang dipunyai PKK tersebut. Hal yang bisa dilakukan adalah dengan mengikuti pameran atau bazar di tempat lain pada saat PKK mengadakan kegiatan. Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa PKK hanya aktif pada saat ada program saja padahal potensi PKK sangat besar. Jika PKK lebih dikuatkan maka dapat berpotensi menjadi tempat pelatihan (untuk peningkatan keterampilan) dan informasi mengenai harga maupun pengembangan ekonomi karena banyak orang berkumpul. Kegiatan PKK seperti Posyandu, peningkatan gizi bayi dan balita (Bina Keluarga Balita) serta Bina Keluarga Lansia adalah yang sedang berjalan saat ini sehingga dapat menjadi potensi yang bisa dipakai untuk sarana pemasaran.
73
Perempuan dengan usaha kecil bisa membuat usaha yang sesuai dengan kegiatan
PKK
pada
waktu-waktu
tertentu,
seperti
Posyandu
yang
diselenggarakan sebulan sekali. Dengan demikian, perempuan harus pandaipandai mempelajari selera konsumen (termasuk anak-anak) pada saat kegiatankegiatan itu dilakukan. Sesungguhnya, harapan perempuan mencari nafkah secara umum adalah PKK dapat lebih memberikan kontribusi melalui pemberian modal dengan bunga yang kecil dan melakukan pendampingan usaha hingga usaha mereka benar-benar mandiri. Koperasi yang merupakan kegiatan P2WKSS juga memberikan kontribusi kepada perkembangan usaha perempuan dalam bentuk pemberian modal usaha dan alat-alat usaha. Kondisi koperasi pada saat ini sedang mengalami kredit macet karena anggota tidak bisa mengembalikan pinjaman. Hal ini diduga karena koperasi membuka pinjaman kepada yang bukan anggota sehingga modal koperasi makin menipis sedangkan cicilan tidak terpenuhi. Perempuan juga berhubungan dengan lembaga koperasi. Koperasi dibentuk dengan tujuan membantu masyarakat ekonomi rendah. Kenyataannya, masyarakat kecil belum merasakan hal itu. Koperasi pada awal pembentukannya bertujuan untuk memenuhi dalam hal permodalan dan pemasaran. Kondisi saat ini adalah fungsi tersebut berjalan lemah dikarenakan masalah kurangnya tanggung jawab anggota untuk membayar pinjaman. Hubungan antara perempuan dengan koperasi sifatnya insidentil. Koperasi pada saat ini menjadi lembaga yang kurang berdaya guna karena mengalami kredit macet sehingga tidak dapat memberikan pinjaman kembali. Lembaga lainnya adalah kelurahan. Kelurahan sebagai lembaga disini bukan dilihat dari fungsi kelurahan sebagai penyelenggara pemerintahan melainkan dilihat dari letaknya yang strategis karena sering didatangi orang banyak yang membutuhkan jasa kelurahan. Dengan demikian, kelurahan dapat dipergunakan sebagai tempat pemasaran dari berbagi hasil produksi perempuan. Ada beberapa responden yang sudah memasarkan dagangannya di daerah kelurahan namun waktunya sangat terbatas. Tempat yang tersedia relatif kecil dan waktunya sangat tergantung waktu dimana banyak orang datang ke kelurahan, yaitu dari pukul 09.00 sampai dengan pukul 13.00 WIB. Selain itu, tidak semua perempuan pengusaha dapat berjualan di kelurahan sehingga kesempatannya menjadi sangat terbatas. Kesulitan lainnya untuk melakukan pemasaran di kelurahan adalah harus mencari orang dalam
74
kelurahan dan kader-kader PKK yang dikenal yang bisa diakses untuk memberi ijin di daerah tersebut. Contohnya, responden yang mempunyai pengalaman tersebut adalah Ibu Een yang berjualan getuk di sekitar wilayah kelurahan. Lembaga yang manfaatnya dirasakan sangat kurang selain kelurahan adalah lembaga pemberi peluang kerja berupa pabrik atau perusahaan yang ada di sekitar permukiman. Pabrik atau perusahaan dapat dikelompokkan sebagai lembaga lokal karena keberadaannya sudah cukup lama di Kelurahan Cigugur Tengah.
Pabrik/perusahaan
sebagai
lembaga
pemberi
kerja
memberi
kesempatan kepada perempuan yang suaminya di-PHK untuk bekerja di pabrik tapi dengan upah yang sifatnya hanya sebagai charity, yaitu upah yang jauh lebih rendah dari upah yang seharusnya karena ingin membantu keluarga dari pekerja yang tadinya bekerja di pabrik tersebut. Contohnya adalah Ibu Wt yang diterima menjadi buruh di sebuah pabrik tekstil dimana suaminya dulu bekerja. Kesempatan yang diberikan pabrik/perusahaan itu diberikan terbatas kepada beberapa perempuan saja. Di samping itu, pabrik sebagai lemabga pemberi kerja juga merupakan lembaga pemasaran yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan yang berusaha mencari nafkah. Beberapa responden ada yang diperkenankan menjual barang atau hasil produksinya di lokasi pabrik dengan syarat pedagang tersebut memelihara kebersihan lokasi berdagangnya. Hubungan yang terjalin dengan kelembagaan secara keseluruhan belum membawa
hasil
yang
diharapkan
perempuan
untuk
itu
diperlukan
pendayagunaan lembaga, yaitu membuat jaringan kelembagaan baru atau memelihara jaringan yang sudah ada. Dari hasil analisis pendayagunaan kelembagaan lokal di atas, dapat disimpulkan bahwa di Kelurahan Cigugur Tengah ada beberapa lembaga lokal yang sudah berdaya guna walau belum optimal dan ada pula beberapa lembaga yang bisa didayagunakan untuk pengembangan usaha
perempuan dalam
mencari nafkah karena potensinya cukup mendukung ke arah tersebut. Lembaga yang sudah berdaya guna sebagai lembaga pemasaran adalah warung, pasar, koperasi, kelurahan, arisan dan pengajian. Lembaga yang sudah berdaya guna akan tetapi belum optimal adalah koperasi, kelurahan dan pabrik atau perusahaan sedangkan lembaga yang bisa didayagunakan adalah arisan dan pengajian. Pabrik atau perusahaan daya gunanya relatif kecil sehingga perlu ditingkatkan. Untuk arisan dan pasar pada saat ini belum merupakan lembaga
75
yang berdaya guna untuk pemasaran tapi karena potensinya cukup besar untuk didayagunakan maka arisan dan pasar merupakan lembaga yang bisa didayagunakan, yaitu dengan membuat jaringan-jaringan baru antara perempuan dengan arisan dan pasar dalam meningkatkan usaha mereka. Warung dan pasar yang
cukup besar potensinya sebagai lembaga pemasaran karena warung
memberi kesempatan untuk mendapatkan bahan baku dengan mudah, yaitu dengan berutang dan juga memberi kesempatan kepaqda perempuan pengusaha untuk menjual dagangan mereka di warung sehingga menguntungkan keduanya. Sedangkan pasar merupakan lemabga yang dimanfaatkan oleh perempuan saat tidak ada barang yang diperlukan perempuan di warung. Koperasi sudah berperan sebagai lembaga permodal dan pemasaran walaupun daya gunanya masih relatif kecil. Kelurahan selama ini daya gunanya bagi perempuan masih relatif kecil karena waktu yang terbatas, simpul-simpul jaringan kurang dan lokasi yang terbatas. Demikian pula halnya dengan pabrik atau perusahaan yang menjadi lembaga yang daya gunanya kecil karena waktu yang terbatas dan diberikan hanya kepada sebagian kecil perempuan. Lembagalembaga seperti PKK awalnya berdaya guna sebagai pemberi pelatihan dan informasi tetapi pada saat ini kegiatan tersebut kurang dilakukan. Akan tetapi karena potensinya cukup besar maka PKK dapat didayagunakan sebagai lembaga pemasaran melalui pertemuan-pertemuan yang dilakukan PKK. Arisan dan pengajian merupakan lembaga yang sangat berkelanjutan sehingga mempunyai potensi yang sangat besar untuk dijadikan lembaga pemasaran. Pada saat ini baik arisan maupun pengajian belum mengarah kepada pengembangan sebagai lembaga pemasaran. Akan tetapi, kegiatankegiatan yang mengarah ke pemasaran sudah sering dijalankan sehingga yang perlu untuk dilakukan adalah mengembangkannya saja. Di samping sebagai lembaga pemasaran, warung dan koperasi sudah berdaya guna sebagai lembaga penyedia modal dan bahan baku sekalipun belum optimal. Warung jauh lebih berdaya guna daripada kelurahan sebagai lembaga penyedia modal dan bahan baku. Para perempuan yang berusaha bisa mengambil bahan baku untuk dagangan dari warung sekaligus memasarkan. Sistem berutang merupakan sistem yang menguatkan jaringan antara perempuan
dengan
warung
yang
sekaligus
menguntungkan
baik
untuk
berkembangnya usaha perempuan itu sendiri maupun berkembangnya warung tersebut. Warung dengan demikian merupakan lembaga yang sudah berdaya guna
76
bagi usaha perempuan sedangkan koperasi sekalipun sekarang pengembangannya kurang baik tapi mempunyai potensi sebagai lembaga permodalan dengan simpan pinjamnya. Akan tetapi, daya guna koperasi bagi perempuan saat ini perlu ditingkatkan karena koperasi kurang berkembang diakibatkan kredit macet sehingga perlu melakukan pendayagunaan koperasi lebih dari sebelumnya. Lembaga-lembaga lain yang belum berdaya guna sebagai lembaga pemberi modal dan penyedia bahan baku tapi bisa didayagunakan adalah arisan dan pengajian. Arisan sudah mempunyai potensi ke arah lembaga permodalan, yaitu ditunjukkan dengan adanya kegiatan dalam arisan berupa iuran sukarela yang lama-kelamaan berkembang menjadi sumber pinjaman yang tidak memberatkan karena lembaga itu mempunyai sifat sebagai lembaga tolongmenolong dalam mengatasi kebutuhan masyarakat. Arisan didahulukan bagi yang kesulitan. Di lain pihak, pengajian juga sudah mengarah kepada lembaga pemberi modal dan bahan baku karena terdapat kegiatan simpan pinjam sukarela yang dipakai untuk membantu orang-orang yang membutuhkan melalui pinjaman yang tidak membebani. Selain melihat lembaga-lembaga yang ada di Kelurahan Cigugur Tengah sebagai lembaga pemberi modal, pemasaran dan penyedia bahan baku juga bisa dilihat dari fungsi lainnya yang mendukung kegiatan ekonomi produktif perempuan, dalam hal ini PKK berdaya guna sebagai lembaga pemberi informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi dalam masyarakat yang dapat diperoleh pada saat mereka berkumpul pada saat kegiatan PKK. PKK juga berfungsi sebagai lembaga pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan produktif perempuan seperti bagaimana mengemas makanan dengan baik, walaupun kegiatan tersebut pernah dilakukan. Sayangnya, kegiatan-kegiatan PKK yang bersifat memberi informasi dan meningkatkan keterampilan perempuan sekarang ini kurang digalakkan. Selain PKK, lembaga yang mempunyai fungsi lain adalah lembaga pemberi kerja, yaitu perusahaan yang menerima bekerja istri-istri yang suaminya terkena PHK di pabrik tersebut. Akan tetapi kesempatan kerja tersebut hanya diperoleh perempuan dengan sangat terbatas dan tidak mempunyai aturan yang benar, seperti upah yang tidak semestinya (kesempatan kerja yang diberikan adalah hanya sekedar untuk menolong). Untuk lebih jelasnya, pendayagunaan lembaga lokal dilihat dari kaitannya dengan peningkatan peran-ekonomi perempuan dapat dilihat pada tabel 6.
77
Tabel 6
Lembaga-lembaga Lokal dan Kaitannya dengan Peningkatan Peran-ekonomi Perempuan di Kelurahan Cigugur Tengah Tahun 2006
1
PKK
Kelurahan
Kelompok Arisan
Kelompok Pengajian
Koperasi
Pasar
Pabrik/perusahaan
Warung
2 2
3
Modal
1
_
_
Bahan Baku
_
_
Pemasaran
Sudah dilakukan tapi Sudah dilakukan perlu lebih tapi kesempatan ditingkatkan terbatas
Kerjasama yang Dapat memperoleh Kelurahan tetap diharapkan oleh modal dengan bunga memberikan ijin perempuan kecil untuk bisa memasarkan dagangannya Potensi Jaringan keluar Merupakan tempat Lembaga yang kelurahan untuk yang strategis bisa pemasaran untuk pemasaran dimanfaatkan karena didatangi perempuan oleh banyak orang Masalah yang Kegiatan PKK Lokasi yang Dihadapi tersendat-sendat terbatas dan sehingga fungsinya hubungan dengan sebagai lembaga prang dalam pelatihan kurang kelurahan kurang berjalan
4
Masih bersifat memenuhi kebutuhan seharihari _ Belum, tapi bisa didayagunakan untuk pemasaran
Dapat difungsikan menjadi lembaga pemasaran dan permodalan
5
6
7
8
9
_
Sudah terlaksana namun mengalami kendala kredit macet
_
_
_
_
_
Sudah dilakukan tetapi _ kurang optimal Belum, tapi bisa Sudah dilakukan tapi Dapat diakses tapi Sudah dilakukan tapi didayagunakan untuk usaha kurang kurang optimal karena baru dirasakan oleh pemasaran berkembang tidak adanya simpul- sebagian kecil usaha simpul jaringan yang perempuan bisa dimanfaatkan Dapat difungsikan Dapat memberikan Dapat terjalin jaringan Dapat memperluas sebagai tempat modal dengan bunga pemasaran jaringan pemasaran pemasaran kecil dan lancar
Perasaan satu grup, Perasaan satu grup, Jaringan keluar kebersamaan dan tolong-menolong kelurahan untuk tolong-menolong pemasaran dan sumber modal (simpan pinjam) Banyak modal sosial Banyak modal sosial Modal dari yang mendukung yang mendukung pemerintah terhenti namun belum namun belum dan kredit macet dimanfaatkan dimanfaatkan
Sudah dilakukan tetapi masih belum optimal Sudah dilakukan dan merupakan lembaga yang paling banyak dimanfaatkan sekalipun belum optimal Dapat membantu menyediakan bahan baku yang diperlukan dalam usaha dan membantu pemasaran Merupakan tempat untuk pemasaran dan bahan baku
Hubungan yang Merupakan tempat terjalin dengan bandar yang strategis untuk dan pedagang pemasaran dan menyediakan lapangan kerja Jaringan kurang Tempat terbatas dan Perlu modal yang besar terbina karena tidak sistem upah yang dan persaingan antar ada simpul-simpul tidak berlaku umum warung jaringan yang mendukung
Sumber: Olah Data Lapangan, 2006 Keterangan : 1 = Lembaga 2 = Kaitannya dengan peningkatan peran-ekonomi perempuan
77
78
Hal yang dapat disarankan dalam pengembangan jejaring yang mendukung peran-ekonomi perempuan di Kelurahan Cigugur Tengah adalah : 1. Mengadakan hubungan antar lembaga, yaitu untuk menghindari atau mengurangi persaingan maka warung berkoordinasi antar warung untuk menetapkan standar harga. Bila usaha perempuan stabil itu dapat juga menguntungkan konsumen, karena konsumen tidak mencari warung yang lain. 2. Setelah posisi warung dalam keadaan stabil maka akan memudahkan perempuan pengusaha membina hubungan dengan warung-warung tersebut. Hal ini menguntungkan kedua belah pihak, yaitu perempuan pengusaha dan warung dalam mengembangkan usahanya. 3. Dengan jaringan yang terbina baik antara perempuan pengusaha dengan warung akan berpengaruh kepada konsumen (masyarakat lain selain perempuan pengusaha) sehingga konsumen tidak akan beralih kepada pasar di luar warung karena semua kebutuhan terpenuhi dari warung. Ini tentunya akan menguntungkan warung sehingga warung berkembang dan secara tidak langsung akan menguntungkan perempuan pengusaha. 4. Bila jaringan antar pedagang dengan warung dan konsumen menjadi kuat dan stabil, maka untuk melakukan hubungan dengan penguatan modal, pemasaran dan bahan baku, warung dan perempuan pengusaha bisa membina jaringan lebih jauh dengan lembaga yang mendukung usaha mereka, misal PKK yang mempunyai hubungan keluar yang lebih luas.
Suatu lembaga yang berdaya guna dan mempunyai kekuatan bila lembagalembaga tersebut bisa membuat jaringan dengan lembaga baik di luar maupun di dalam komunitas. Untuk menguatkan lembaga-lembaga lokal dalam berdaya guna mendukung peran-ekonomi perempuan, yaitu dengan cara membina jaringanjaringan antar lembaga lokal yang ada sehingga lembaga-lembaga tersebut menjadi kuat. Dan setelah lembaga-lembaga tersebut menjadi kuat, baru membina jaringan yang lebih luas dengan lembaga di luar komunitas.
79
RANCANGAN PROGRAM DAN STRATEGI PENINGKATAN POTENSI EKONOMI PEREMPUAN Dari hasil kajian terhadap kasus-kasus keluarga PHK, didapat gambaran tipe yang berbeda-beda. Permasalahan dari keluarga PHK yang terlihat dari gambaran kasus-kasus perlu dipecahkan dengan melakukan suatu strategi. Strategi itu bertujuan untuk memecahkan masalah ekonomi rumah tangga mereka. Strategi yang dimaksud dapat diwujudkan dalam bentuk rancangan program dan strategi yang dapat dilakukan oleh masyarakat yang bersangkutan. Program dan strategi yang dapat meningkatkan peran-ekonomi perempuan dalam memenuhi pendapatan rumah tangga dari keluarga PHK di Kelurahan Cigugur Tengah dirancang dengan melihat masalah, kebutuhan serta potensi yang ada. Potensi di Kelurahan Cigugur Tengah dapat diidentifikasi melalui keberadaan kelembagaan lokal sebagaimana telah dianalisis dalam bab sebelumnya. Rancangan program dan strategi dilakukan dengan teknik FGD yang melibatkan aparat kelurahan, anggota keluarga dari 10 (sepuluh) kasus, dan lembaga lokal. Pada saat diselenggarakan FGD, respon perempuan kurang aktif dalam menanggapi proses FGD sehingga pengkaji sebagai fasilitator menjadi pengarah untuk menggugah mereka agar lebih terbuka dalam mengemukakan masalah dan kebutuhannya. Adapun program dan strategi yang dirancang melalui pendayagunaan kelembagaan lokal diharapkan nantinya akan mampu mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga sebagaimana terlihat pada tabel 7.
80
Tabel 7
Analisis Masalah, Potensi dan Alternatif Pemecahan Masalah Perempuan dari Keluarga yang Terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah Tahun 2006 Penyebab
Dampak
Potensi / Hal yang Mendukung Jumlah penduduk perempuan usia produktif tinggi dan banyak dibandingkan lakilaki, keinginan bekerja dari perempuan untuk memecahkan masalah ekonomi rumah tangganya tinggi
No
Masalah
1.
Pandangan masyarakat yang kurang mendukung perempuan bekerja (hubungan gender)
2.
Faktor internal - Pendidikan rendah -Perempuan sulit mencari peluang - Semangat bekerja tinggi, (potensi karena hubungan gender kerja yang dapat menghasilkan ulet, aktif mencari peluang ekonomi yang dimana perempuan tidak pendapatan tinggi karena kerja, bekerja keras dan dimiliki perlu berpendidikan tinggi rendahnya pendidikan dan tidak mudah menyerah. perempuan) - keterampilan rendah rendahnya keterampilan - Kegiatan PKK yang dapat yang rendah, karena hubungan gender -Sulit bekerja dengan baik dan dimanfaatkan mendukung yaitu : dimana perempuan tidak perempuan dalam hasil yang dicapai juga tidak - pendidikan perlu mengikuti pelatihan optimal karena beban kerja berat meningkatkan keterampilan - keterampilan keterampilan - waktu - waktu terbatas, karena tuntutan kerja reproduktif yang berat
- Masih kuatnya anggapan - Perempuan susah mendapat ijin masyarakat yang bekerja karena masyarakat menggariskan peran laki- memandang perempuan tidak laki adalah mencari perlu bekerja nafkah dan perempuan - Perempuan mempunyai mengurus keluarga keterbatasan waktu untuk - Pembagian kerja kurang menjalankan usaha produktif fleksibel
Pemecahan Masalah Berubahnya Mengubah pandangan pandangan keluarga (suami) masyarakat dan dan masyarakat pembagian kerja terhadap yang baik antara perempuan laki-laki dan bekerja perempuan Kebutuhan
- Memperoleh keterampilan yang banyak - Pembagian kerja yang fleksibel dalam keluarga
- Menghidupkan kembali kegiatan PKK untuk mengadakan pelatihan bagi kegiatan perempuan - Melakukan sosialisasi peran gender dalam masyarakat
80
81
Tabel 7 No 3.
4.
5.
Analisis Masalah, Potensi dan Alternatif Pemecahan Masalah Perempuan dari Keluarga yang Terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah Tahun 2006 (lanjutan)
Masalah
Penyebab
Kurangnya - Belum / kurang berdaya jaringan gunanya lembaga lokal dengan yang ada sebagai lembaga lokal lembaga pemasaran, permodalan dan penyedia bahan baku - Kurangnya simpul-simpul jaringan yang dimiliki perempuan untuk membuat jaringan ekonomi - Hubungan gender Sumber daya - Hubungan gender yang lokal kurang tidak menganggap dimanfaatkan penting potensi sumber daya perempuan yang berlimpah - Hubungan gender yang menganggap perempuan tidak sebaiknya bekerja Kurangnya - Tidak menyadari bahwa memanfaatkan modal sosial dapat modal sosial dikembangkan untuk yang ada pengembangan usaha dan membina jaringan
Potensi / Hal yang Mendukung Banyak modal sosial yang belum dapat dimanfaatkan untuk membentuk jaringan
Pemecahan Masalah Bisa membina Memenfaatkan jaringan dengan modal sosial lembaga-lembaga (trust, yang bisa diakses kebersamaan, berkelanjutan, rasa memelihara sepenanggungan, jaringan dengan sesama warga, lembaga lokal tolong-menolong, yang kerjasama untuk berkelanjutan membina jaringan
Banyak laki-laki dan perempuan yang belum menyadari bahwa perempuan adalah potensi yangbisa mengatasi masalah ekonomi keluarga PHK
Sifat-sifat perempuan sebgai pekerja yang mempunyai semangat tinggi, ulet, mau bekerja keras.
Terbukanya kesempatan perempuan bekerja secara optimal
Ada beberapa lembaga lokal yang bercirikan pada modal sosial itu tapi belum memanfaatkannya untuk usaha produktif perempuan
Modal sosial sangat berpotensi untuk membina jaringan ekonomi dan pengembangan usaha
Dampak Usaha pencarian nafkah kurang / tidak berkembang
Kebutuhan
Mengembangkan modal sosial menjadi potensi yang bermanfaat untuk mendukung kegiatan usaha perempuan
Sosialisasi peran gender bahwa perempuan boleh beker ja mencari nafkah
Memanfaatkan modal sosial tersebut untuk pengembangan usaha perempuan
Sumber: Hasil FGD, 2006 81
82
Program dan Strategi Peningkatan Peran-ekonomi Perempuan dalam Mengatasi Ekonomi Keluarga yang Terkena PHK
Permasalahan yang ada dapat dipecahkan dengan menyusun suatu strategi atas dasar prioritas masalah dan kebutuhan perempuan dari keluarga yang terkena dampak PHK. Dalam penyusunan program dan strategi turut pula diperhatikan potensi atau sumber daya lokal, modal sosial dan kelembagaan lokal sehingga diharapkan akan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan tersebut adalah untuk memenuhi pendapatan keluarga yang menurun karena PHK. Berdasarkan analisis masalah, identifikasi dampak dan potensi di Kelurahan Cigugur Tengah seperti tampak pada tabel 7, maka dapat disusun Program Peningkatan Peran-ekonomi Perempuan dalam Memenuhi Pendapatan Keluarga melalui Pendayagunaan Kelembagaan Lokal dengan teknik FGD. Peningkatan
peran-ekonomi
perempuan
dapat
dilakukan
dengan
mendayagunakan kelembagaan lokal yang ada di Kelurahan Cigugur Tengah. Upaya itu ditempuh melalui pembentukan program secara partisipatif dalam rangka menjawab masalah dan kebutuhan masyarakat. Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam program dan strategi peningkatan peran ekonomi perempuan untuk mengatasi ekonomi keluarga yang terkena dampak PHK di Kelurahan Cigugur Tengah, yaitu: 1. Program Program yang direncanakan adalah: a. Sosialisasi hubungan gender Sosialisasi hubungan gender dilakukan dengan mengadakan pertemuan di balai kelurahan untuk mengubah anggapan (image) laki-laki adalah pencari nafkah sedangkan perempuan mengurus keluarga. Yang penting dalam sosialisasi ini adalah menyadarkan masyarakat perlu adanya perubahan dalam hal pembagian kerja seperti di atas menjadi pola pembagian kerja yang fleksibel, yaitu baik perempuan dan laki-laki boleh mengerjakan kedua pekerjaan (produktif dan reproduktif) sesuai kesempatan yang ada untuk mengerjakannya. Perlunya mengubah pola pembagian kerja yang selama ini sudah terpolakan antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga menjadi pola pembagian kerja yang fleksibel.
83 Dalam program ini pula, diupayakan penyadaran kepada masyarakat bahwa perempuan merupakan potensi ekonomi yang besar. b. Peningkatan keterampilan perempuan Kegiatan yang dilaksanakan adalah mengadakan pelatihan bagi usaha perempuan, seperti pelatihan tentang mode dan selera masyarakat untuk usaha menjahit dan pelatihan tentang kebersihan, kualitas rasa dan pengemasan bagi usaha pembuatan makanan.
2. Strategi pendayagunaan kelembagaan lokal Strategi yang dilakukan adalah meningkatkan jaringan dengan lembaga yang sudah berdaya guna, meningkatkan jaringan dengan lembaga yang kurang
berdaya
guna
dan membuat jaringan dg lembaga yg blm
didayagunakan. Strategi meningkatkan jaringan dengan lembaga yang sudah berdaya guna, yaitu dengan cara menguatkan fungsi warung sebagai lembaga penyedia bahan baku melalui modal sosial yang sudah ada seperti rasa saling percaya dan tolong-menolong dan membina serta mencari simpulsimpul jaringan ekonomi dengan pasar. Strategi meningkatkan jaringan dengan lembaga yang kurang berdaya guna adalah dengan meningkatkan kegiatan PKK yg bersifat pelatihan keterampilan dan membina jaringan keluar melalui lembaga yang sudah mempunyai jaringan keluar seperti PKK, memperbaiki manajemen koperasi dan menguatkan kembali fungsi koperasi melalui pertemuan anggota koperasi, meminta bantuan kpd pabrik/perusahaan untuk lebih membuka kesempatan bagi perempuan yg suaminya di-PHK untuk bekerja di sana dg aturan yang benar/berlaku umum juga meminta kpd orang-orang yang kompeten di perusahaan untuk mengijinkan perempuan lebih banyak berdagang di sana, serta dibukanya kesempatan lebih luas bagi perempuan untuk berusaha di kelurahan. Dan strategi membuat jaringan dengan lembaga yang belum didayagunakan adalah dengan memberi fungsi sebagai penyedia modal bagi lembaga arisan dan meningkatkan fungsi sebagai lembaga pemasaran dan penyedia modal bagi lembaga pengajian.
Program dan strategi secara skematis dapat dilihat pada tabel 8.
84
Tabel No
8
Program dan Strategi Peningkatan di Kelurahan Cigugur Tengah Tahun 2006
Program dan Strategi
1. Program a. Sosialisasi hubungan gender
Peran-ekonomi
Perempuan
melalui
Pendayagunaan
Kegiatan pertemuan di balai pertemuan kelurahan untuk : - mengubah anggapan (image) laki-laki adalah pencari nafkah sedangkan perempuan mengurus keluarga - pembagian kerja yang fleksibel yang dapat dikerjakan oleh siapa saja (laki-laki dan perempuan) sesuai kesempatan yang ada - menyadarkan masyarakat bahwa perempuan merupakan potensi ekonomi yang besar
Kelembagaan Pelaksana Perangkat kelurahan dan warga masyarakat
Lokal Penanggung Jawab Lurah
b. Peningkatan keterampilan mengadakan pelatihan bagi usaha perempuan, seperti pelatihan tentang mode dan selera PKK Ketua dan perempuan masyarakat untuk usaha menjahit dan pelatihan tentang kebersihan, kualitas rasa dan kader PKK pengemasan bagi usaha pembuatan makanan 2. Strategi pendayagunaan kelembagaan lokal dengan: - Strategi yang dilakukan adalah menguatkan fungsi warung sebagai lembaga penyedia bahan Warga Warga - meningkatkan jaringan dengan lembaga yang sudah baku melalui modal sosial yang sudah ada seperti rasa saling percaya dan tolong-menolong masyarakat masyarakat berdaya guna dan membina serta mencari simpul-simpul jaringan ekonomi dengan pasar - meningkatkan kegiatan PKK yg bersifat pelatihan keterampilan dan membina jaringan keluar - meningkatkan jaringan dengan lembaga yang kurang melalui lembaga yang sudah mempunyai jaringan keluar seperti PKK, memperbaiki manajemen berdaya guna koperasi dan menguatkan kembali fungsi koperasi melalui pertemuan anggota koperasi, meminta bantuan kpd pabrik/perusahaan untuk lebih membuka kesempatan bagi perempuan yg suaminya di-PHK untuk bekerja di sana dg aturan yang benar/berlaku umum juga meminta kpd orangorang yang kompeten di perusahaan untuk mengijinkan perempuan lebih banyak berdagang di sana, serta dibukanya kesempatan lebih luas bagi perempuan untuk berusaha di kelurahan - membuat jaringan dg - memberi fungsi sebagai penyedia modal bagi lembaga arisan dan meningkatkan fungsi lembaga yg blm sebagai lembaga pemasaran dan penyedia modal bagi lembaga pengajian. didayagunakan Sumber: Hasil FGD, 2006
84
85
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan 1. Kehidupan dan kondisi keluarga PHK di Kelurahan Cigugur Tengah mempunyai karakteristik laki-laki bekerja serabutan, ekonomi keluarga menurun dan perempuan mulai bekerja. Permasalahan ekonomi keluarga yang terkena PHK adalah pendapatan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, pendidikan, transportasi dan kesehatan. 2. Peran-ekonomi perempuan masih rendah dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
peran-ekonomi
perempuan dapat dibedakan menjadi faktor utama, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor utama berupa hubungan gender yang kurang mendukung perempuan untuk bekerja diluar rumah sehingga mengakibatkan rendahnya kesempatan
dan
mempengaruhi
peluang baik
berusaha faktor
bagi
perempuan.
internal
maupun
Faktor
ini
eksternal.
Faktor internal yang mempengaruhi peran-ekonomi perempuan adalah rendahnya potensi ekonomi yang dimiliki perempuan, yaitu rendahnya pendidikan
disebabkan
kuatnya
anggapan
bahwa
perempuan
tidak
memerlukan pendidikan tinggi karena hanya bertugas mengurus rumah tangga, kurangnya keterampilan dan terbatasnya waktu bagi perempuan untuk melakukan usaha karena beban ganda dalam keluarga baik sebagai pengurus
rumah
tangga
maupun
pencari
nafkah.
Faktor eksternal yang mempengaruhi peran-ekonomi perempuan, yaitu kurangnya jaringan dengan lembaga lokal, sumber daya lokal yang kurang dimanfaatkan dan kurangnya memanfaatkan modal sosial yang ada untuk pengembangan usaha dan membina jaringan. 3. Kelembagaan yang dapat didayagunakan untuk meningkatkan peranekonomi perempuan diklasifikasikan ke dalam tiga fungsi, yaitu kelembagaan pemasaran, permodalan dan penyediaan bahan baku. Setelah dilakukan analisis diagram Venn maka disimpulkan bahwa kelembagaan lokal yang dapat didayagunakan sebagai lembaga pemasaran yang paling mungkin adalah warung, pasar, arisan dan pengajian, lembaga dalam hal permodalan adalah warung, arisan, pengajian dan koperasi, sedangkan lembaga dalam hal penyediaan bahan baku adalah pasar dan warung. Selain tiga fungsi
86 tersebut, terdapat lembaga yang berpotensi untuk melakukan fungsi pemberi pelatihan dan informasi, yaitu PKK dan lembaga yang berpotensi untuk melakukan fungsi pemberi peluang kerja, yaitu pabrik/perusahaan. 4. Strategi yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada, yaitu
melalui
meningkatkan
pembentukan peran-ekonomi
program
dan
perempuan
strategi. adalah
Program
melalui
untuk
sosialisasi
hubungan gender, pembagian kerja yang fleksibel dan peningkatan keterampilan perempuan. Sedangkan strategi
untuk meningkatkan peran-
ekonomi perempuan adalah melalui strategi pendayagunaan kelembagaan lokal yang dapat dilakukan melalui tiga jenis strategi, yaitu strategi meningkatkan jaringan dengan lembaga yang sudah berdaya guna, meningkatkan jaringan dengan lembaga yang kurang berdaya guna dan membuat
jaringan
dengan
lembaga
yang
belum
didayagunakan.
Strategi meningkatkan jaringan dengan lembaga yang sudah berdaya guna, yaitu dengan cara menguatkan fungsi warung sebagai lembaga penyedia bahan baku melalui modal sosial yang sudah ada seperti rasa saling percaya dan tolong-menolong dan membina serta mencari simpul-simpul jaringan ekonomi dengan pasar. Strategi meningkatkan jaringan dengan lembaga yang kurang berdaya guna adalah dengan meningkatkan kegiatan PKK yg bersifat pelatihan keterampilan dan membina jaringan keluar melalui lembaga yang sudah mempunyai jaringan keluar seperti PKK, memperbaiki manajemen koperasi dan menguatkan kembali fungsi koperasi melalui pertemuan anggota koperasi, meminta bantuan kepada pabrik/perusahaan untuk lebih membuka kesempatan bagi perempuan yang suaminya di-PHK untuk bekerja di sana dengan aturan yang benar/berlaku umum juga meminta kpd orang-orang yang kompeten di perusahaan untuk mengijinkan perempuan lebih banyak berdagang di sana, serta dibukanya kesempatan lebih luas bagi perempuan untuk berusaha di kelurahan. Dan strategi membuat jaringan dengan lembaga yang belum didayagunakan adalah dengan memberi fungsi sebagai penyedia modal bagi lembaga arisan dan meningkatkan fungsi sebagai lembaga pemasaran dan penyedia modal bagi lembaga pengajian.
87
Rekomendasi Program yang telah disusun bersama masyarakat akan sangat tergantung pada kemauan dan kemampuan masyarakat itu sendiri meskipun telah mendapa dukungan kelembagaan lokal. Adapun rekomendasi agar program ini dapat terlaksana dengan baik adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Kelurahan Cigugur Tengah Pemerintah Kelurahan Cigugur Tengah sebaiknya lebih memperhatikan masalah keluarga yang terkena PHK sehingga masalah tersebut dapat diatasi, yaitu salah satunya melalui pendayagunaan kelembagaan lokal. 2. Masyarakat Masyarakat diharapkan dapat memberikan dukungan berupa perubahan pandangan yang terlalu membatasi perempuan dalam berperan ekonomi serta dukungan moral serta materiil dalam pelaksanaan program peningkatan peran-ekonomi perempuan dan berperan serta aktif dalam setiap proses kegiatannya.
88
DAFTAR PUSTAKA -----------------------. 2003. Undang-undang Ketenagakerjaan 2003 UU No 13 Tahun 2003 beserta Penjelasannya. Fokusmedia. Bandung. Colleta, Nat, Michelle L Cullen. 2000. Violent Conflict and the Transformation of Social Capital, Lessons from Cambodia, Rwanda, Guatemala and Somalia. The World Bank. Washington DC. Departemen Sosial RI. 1999. Menuju Masyarakat yang Berketahanan Sosial Pelajaran Dari Krisis. Jakarta. ------------------------------. 2002. Laporan Menteri Sosial RI pada Rapat Komite Penanggulangan Kemiskinan. Departemen Sosial. Jakarta. Fakih, Mansour. 2003. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Ihromi, TO. 1995. Kajian Wanita dalam Pembangunan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Kar. 1993 dalam Manual Teknik PRA/SDM. Pusat Studi Wanita. Bandung. Komite Penanggulangan Kemiskinan. 2005. Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Jakarta. Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan, Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Moleong, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Mosse, Julia Cleves. 1996. Gender & Pembangunan. Rifka Annisa Women’s Crisis Centre kerja sama dengan Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Terjemahan dari : An Introduction To Gender And Development. Narayan, Deepa. 1998. Bonds and Bridges, Social Capital and Poverty. World Bank. Washington DC. Nasution, S. 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Bumi Aksara. Jakarta. Oakley. 1972. Sex, Gender and Society. Oxford. Inggris. Prawirokusumo. 2001. Ekonomi Rakyat (Konsep, Kebijakan dan Strategi). BPFE. Yogyakarda. Saptari, R. 1991. Kerja Perempuan dalam Ekonomi Perkotaan. Draf dalam T.O. Ihromi. 1995. Kajian Wanita dalam Pembangunan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
89 Sajogyo dan Sumantoro Martowijoyo, 2005. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Dalam Kancah Globalisasi. Yayasan Sajogyo Inti Utama. Bogor. 5oekanto, Soerjono. 1999. Sosiologi Suatu Pengantar. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Soetrisno A. 1997. Kemiskinan, Perempuan dan Pemberdayaan. Kanisius. Yogyakarta. Sumarti, Titik dkk. 2003. Sosiologi Umum. IPB. Bogor. Syahyuti, 2003. Bedah Konsep Kelembagaan : Strategi Pengembangan dan Penerapannya dalam Penelitian Pertanian Puslitbang Sosek. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Tonny, Fredian. 2005. Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial. IPB. Bogor. Visvanathan, Nalini et al. 2005. The Women, Gender and Development Reader. Zed Books Ltd. London. www.kompas.com tanggal 20 November 2003. Ekonomi. -------. 1991. Pedoman Umum Pelaksanaan Program P2WKSS -------.2004. Data Monografi Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi. -------. 2005. Data Monografi Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi. -------. 2005. Data Profil Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi. -------. 2005. Laporan Program P2WKSS
Tim Penggerak PKK Kelurahan
Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah.
90
LAMPIRAN PEDOM AN W AWANCARA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama : ……………………………………………... Usia : ……………………………………………... Agama : ……………………………………………... Jenis Kelamin : ……………………………………………... Pendidikan : ……………………………………………... Tempat Tinggal : RT …. RW ….. Jumlah Tanggungan : …………. Jiwa Status tanggungan: a. Istri/suami : …… jiwa b. Anak : …… jiwa c. Keluarga lainnya : …… jiwa Pekerjaan kepala keluarga sebelum PHK : ..................................... Kondisi kerja setelah PHK: a. Serabutan : ……........................................................... b. Menganggur : ……........................................................... Besarnya penghasilan kepala keluarga per bulan: .......................... Besarnya kebutuhan keluarga per bulan : ....................................... Usaha yang dijalankan oleh suami saat ini: ………………………….
9. 10.
11. 12. 13.
A. Pengaruh PHK terhadap k esejahte raan keluarga Karakteristik Perempuan dan Keluarga yang terkena Dampak PHK a. Kapan suami terkena PHK? b. Apa penyebab di-PHK? c. Apa saja usaha suami, ibu dan keluarga untuk menanggulangi PHK itu? d. Berapa kebutuhan untuk makan seluruh keluarga dalam sehari? e. Dari pertanyaan di atas, apa ada perbedaan setelah suami terkena PHK? f.
Apa saja kebutuhan prioritas keluarga setelah suami terkena PHK?
B. Potens i Ekonomi P erempuan 1. Gambaran Potensi Ekonomi Perempuan a. Apa pendidikan terakhir? b. Apa saja keahlian atau keterampilan dimiliki ? c. Dari mana atau melalui cara apa memperoleh keterampilan? d. Apa keahlian/keterampilan yang dimiliki dapat digunakan untuk menghasilkan uang ? e. Berapa uang yang dihasilkan ? f.
Sudah pernahkah mendapat pelatihan atau kursus?
91 g. Siapa yang menyelenggarakan dan berapa lama menempuh pelatihan tersebut? Kapan? h. Dalam hal pembagian kerja, apa perempuan cukup waktu dalam mengurus rumah tangga bila bekerja? i.
Pekerjaan apa saja yang dilakukan oleh ibu rumah tangga?
j.
Kapan dan berapa lama dilakukan?
k. Apakah usaha ekonomi/kelompok usaha yang digeluti oleh Ibu sudah pernah mendapat bantuan (modal, dukungan, bantuan peralatan) dari pihak lain? l.
Apa saja usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga selama ini?
m. Siapa saja yang bekerja membantu usaha? 2. Sejarah pengembangan usaha a. Bagaimana latar belakang usaha yang dilakukan? b. Sejauh ini bagaimana perkembangannya? c. Siapa saja yang berperan untuk memasarkan hasil produk? d. Siapa saja yang diajak kerjasama untuk mengembangkan usaha ini? e. Apakah pemerintah setempat sudah menaruh perhatian kepada usaha ini? f.
Apa saja kesulitan yang dirasakan selama ini dalam pengembangan usaha?
3. P eluan g Ek onomi Perempuan a. Perusahaan apa saja yang ada di kelurahan ini? b. Bisa tidak sekiranya perempuan bekerja di perusahaan tersebut? c. Usaha mandiri apa saja yang sering dilakukan oleh perempuan dan layak dilakukan oleh perempuan? d. Bagaimana prospeknya? pendapatan?
Mungkin
atau
tidak
menghasilkan
e. Apa saja kriteria usaha yang layak dikerjakan oleh perempuan? f.
Faktor-faktor apa saja yang mendorong Ibu akhirnya bekerja, padahal mungkin tugas-tugas Ibu di rumah saja sudah cukup berat?
C. Sumbe r daya yang me ndukung a. Infrastruktur apa yang mendukung usaha? b. Bagaimana kondisi pasar, lalu lintas, dan transportasi? c. Dari mana memperoleh bahan-bahan pembuatan produksi? D. Kelembagaan Lokal Formal a. Lembaga formal apa yang paling mudah diingat dalam lima tahun belakangan ini? b. Apa manfaat yang pernah dirasakan dengan adanya lembaga tersebut?
92 c. Selain Anda, siapa lagi yang pernah mengenal dan merasakan manfaat lembaga tersebut? d. Lembaga formal apa yang saat ini ada namun menurut Anda tidak perlu ada karena kurang dirasakan manfaatnya atau paling sulit dijangkau/diakses? E. Kelembagaan I nformal a. Bagaimana tingkat kepercayaan, rasa saling menghargai menghormati serta saling menolong di sekitar tempat tinggal?
dan
b. Selain lembaga formal yang disebutkan sebelumnya, lembaga informal apa yang paling mudah diingat dalam lima tahun belakangan ini? c. Siapa yang paling sering dimintai tolong? d. Sejak kapan menjalin kerjasama dengan mereka? e. Apa alasan menjalin kerjasama dengan mereka? f. Bagaimana asal mulanya terjalin kerjasama itu? Apakah mereka yang mendatangi atau sebaliknya? g. Apa saja bentuk kerjasama tersebut? F. Modal Sosial a. Bagaimana bentuk trust di masyarakat? b. Masih adakah sifat resiprositas yang mendukung? c. Bagaimana bentuk pertalian yang ada di lembaga formal dan informal? G . Inte gri tas a. Apa ada hukum yang menjamin dalam perempuan berusaha ekonomi? b. Apa hukum diharapkan untuk melindungi perempuan dalam berusaha ekonomi? Matriks Pertanyaan No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan (ditanyakan pada perempuan dan laki-laki) Laki-laki mencari kerja diluar rumah Perempuan boleh mencari nafkah bila suaminya berhalangan Perempuan hanya boleh bekerja bila suaminya berhalangan Laki-laki mengizinkan istrinya bekerja untuk perbaikan ekonomi keluarga Lingkungan sekitar berpandangan positif bila istri mau bekerja untuk keluarganya
Jawaban Ya
Tidak