PENINGKATAN PERAN KELEMBAGAAN PEMUDA DALAM MENGATASI EKONOMI KELUARGA Kegiatan Ekonomi Kelembagaan Pemuda di Kelurahan Cibabat Saat Ini
Secara aktual, status yang dimiliki kelembagaan pemuda yang ada di Kelurahan Cibabat hanya berada pada taraf potensial untuk mengembangkan peran ekonomi. Hal ini semestinya sangat penting dan berarti bagi pemerintah daerah dalam program pemberdayaan masyarakat, yang salah satu agendanya adalah
upaya
mengatasi
pembengkakan
jumlah
pengangguran
dengan
menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya. Dengan demikian diharapkan jumlah keluarga miskin untuk wilayah Kelurahan Cibabat minimal dapat ditekan pertambahannya, dan untuk jangka panjangnya mampu mengurangi jumlah keluarga miskin. Dalam kerangka ilmu ekonomi, faktor penggerak bagi adanya aktivitas ekonomi adalah adanya kebutuhan manusia. Pemenuhan kebutuhan, dengan menghadapi keterbatasan dari ketersediaan barang pemenuh kebutuhan ditentukan oleh tingkat produksi dari barang dan jasa. Pada konteks ini, pemenuhan kebutuhan yang menemui limitasi (batasan-batasan) berupa kelangkaan dari faktor-faktor produksi, menggerakkan tiga macam kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Peran produksi dalam kegiatan ekonomi. Kemampuan setiap masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya selalu dibatasi oleh sumber-sumber ekonomi yang menjadi penentu realisasi dari pemenuhan kebutuhan ekonomi yang disebut juga sebagai faktor-faktor produksi, dengan jumlah yang terbatas. Ini berupa Sumber daya alam, Sumber daya manusia, Sumber daya kapital, atau barang-barang modal, serta Kewirausahaan (entrepreneurship). Dari pembahasan ini, dapat dipahami bahwa peran ekonomi-produksi adalah
119
Peningkatan peran kelembagaan pemuda dalam memupuk faktor-faktor produksi tersebut. Kekayaan sumber daya alam, jumlah tenaga kerja yang memadai, barang modal yang tersedia dan adanya para wirausahawan yang berkualitas, merupakan faktor-faktor yang menjadi syarat. Dan perkembangan kewirausahaan sebagai faktor produksi ke empat dapat dipandang sebagai variabel yang paling menentukan, dan merupakan peran ekonomi-produksi yang paling krusial. Dengan demikian, peningkatan pemenuhan ekonomi keluarga merupakan fungsi langsung dari peningkatan kuantitas dan kualitas para entrepreneur.
Peran konsumsi dalam kegiatan ekonomi. Penggunaan
barang-barang
modal dalam proses produksi akan
menaikkan produktifitas, dan semakin banyak barang-barang modal yang dipergunakan, maka semakin tinggi produktifitas dari peran produksi. Barangbarang modal di dalam masyarakat akan semakin banyak bila masyarakat tidak mengkonsumsikan seluruh pendapatan yang diperolehnya untuk kegiatan konsumtif, melainkan dialokasikan bagi penambahan stok barang-barang modal. Inilah yang merupakan peran ekonomi-konsumsi dari kelembagaaan pemuda. Peran ekonomi-konsumsi adalah peran yang memungkinkan adanya peningkatan alokasi pendapatan ke arah akumulasi barang-barang modal. Dan yang disebut sebagai pendapatan bukanlah semata-mata berwujud finansial, tapi juga berupa faktor-faktor produktif yang didapat dari berputarnya roda kelembagaan, seperti halnya fasilitas-fasilitas yang didapat dari berbagai pihak. Contohnya, bagaimana agar pendapatan yang diperoleh lembagalembaga tersebut, baik yang berasal dari kegiatan produksi, maupun yang berasal dari bantuan dari berbagai pihak, dapat dialokasikan untuk kegiatan yang menyokong peran ekonomi produksi.
Peran distribusi dalam kegiatan ekonomi. Peran ekonomi-distribusi dalam hal ini dapat disimpulkan sebagai peran dalam memperlancar distribusi berbagai komoditas hasil kegiatan produksi, dengan menguasai medan dan pernak-pernik pasar sebagai tempat bertemunya kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi.
120
Dalam konteks ini, Kelembagaan pemuda dapat meningkatkan perannya dalam menjadi penengah atau mediator dalam perjumpaan antara produsen dan konsumen. Artinya, mereka dapat mengambil posisi baik sebagai wakil dari pihak konsumen, dan sekaligus sebagai wakil dari pihak produsen, serta berperan serta dalam distribusi berbagai komoditas ekonomi yang dibutuhkan masyarakat. Contohnya, kelembagaan pemuda seharusnya dapat menjelmakan dirinya sebagai piranti bagi para pengusaha, yang dalam hal ini adalah produsen, untuk mengakses berbagai kemungkinan investasi, baik di pemerintahan maupun di masyarakat yang berposisi sebagai konsumen dari komoditas berupa investasi. Dalam hal ini, kelembagaan pemuda mestilah memiliki data base yang kuat, serta memberdayakan jejaring yang ada, sehingga dapat berperan dalam distribusi arus permodalan.
Peran kelembagaan Karang Taruna dalam kegiatan ekonomi. Semenjak pergantian pengurus bulan Juni tahun 2006, pengurus lebih terfokus pada perbaikan nama baik kelembagaan yang sempat lama vakum. yaitu dengan aktif membantu pemerintah dalam berbagai program
pembangunan
khususnya bidang kesejahteraan sosial. Sementara itu untuk kegiatan ekonomi baru berupa potensi-potensi yang belum dikelola. Salah satu potensi yang mulai akan digarap adalah pembuatan kerajinan tangan handy craft, itupun karena secara kebetulan salah satu anggota Karang Taruna (Bdi) memiliki keahlian tersebut. Meskipun masih dalam skala yang sangat kecil ternyata hasil kerajinan tangan tersebut mulai banyak diminati oleh masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Namun karena keterbatasan modal dana dan peralatan maka usaha handy craft ini belum mampu menghasilkan benefit/keuntungan yang memadai, terlebih lagi untuk mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan. Berikut penuturan pengurus Karang Taruna.. Kerajinan handy craft di Cibabat selain dari kami belum ada lho bu, ini juga sebenarnya kebetulan saja Bdi (sebagai pemilik bakat keahlian sekaligus pencetus ide membuat produk kerajinan handy craft) adalah anggota Karang Taruna. Hanya sayang karena peralatan masih sangat tradisional dan hasil merakit sendiri, hasilnya menjadi tidak maksimal, kurang halus dan masih jauh lah bu kalau untuk disejajarkan bersaing dengan produk handy craft yang ada di Bandung. Belum lagi kami terbentur masalah modal dana untuk membeli peralatan yang lebih modern. Jangankan peralatan yang modern, untuk memperbanyak bahan-
121
bahan dasarnya seperti cat, kain,dan kayu saja kami kesulitan, karena meskipun kami mnggunakan barang bekas, terkadang sebagian dapat diperoleh dari barang bekas sekitar rumah tapi kadang juga kami harus membeli. Masalahnya dana yang kami miliki ternyata tidak cukup, padahal sudah mulai banyak pemesan seperti untuk souvenir pernikahan. Sementara ini tenaga yang dapat diandalin baru ada 2 atau 3 orang, teman-teman lain baru pada tahap belajar dan hasilnya pun belum halus. Tapi kalau peralatannya lebih memadai, InsyaAllah mah teman-taman akan cepat dapat menguasai tekniknya dan hasilnya pun akan lebih halus dan lebih banyak yang dihasilkan. Sekarang mah baru sedikit yang pesan, keuntungan juga masih kecil sekali. Kayak kemarin bu, ada yang pesan 200 buah gantungan kunci, dapat untungnya cuma Rp. 15.000,- (lima belas ribu), lumayan sih bu buat rokok anak-anak aja.saat ini mah kami sedang menunggu bantuan untuk handy craft yang dari Disnaker turun, katanya sih Desember nanti cair, sekarang sedang diproses. (Ant, 24th) Yang lebih bikin kami pusing lagi ini bu soal promosi produk dan pemasarannya, belum lagi melihat kemampuan daya beli masyarakat di Cibabat ini, terus terang kami agak pesimis. Meskipun di Cibabat baru ada kami yang merintis usaha kerajinan ini, tapi kan kalau promosi kurang dan pemasarannya gak bagus lha kelipet dong bu ama produk lain, terutama yang dari Bandung, mereka mah sudah canggih dan sudah dikenal oleh konsumen. Nah kami sedang lumayan stres memikirkan hal ini bu.gimana caranya kita teh mampu bersaing dengan produk lainnya yang sudah dikenal oleh masyarakat/konsumen.(Slh, 22th) Dari fakta di atas, unit usaha kerajinan handy craft yang dilakukan Karang Taruna pada konteks peran ekonomi lebih cenderung masih berada pada posisi peran konsumsi namun belum optimal. Hal ini dikarenakan Karang Taruna belum mampu mengolah bantuan-bantuan dana kelembagaan yang telah diterima sebelumnya (data pada bab 6), menjadi modal usaha bagi kerajinan handy craft tersebut. Berdasarkan data di atas, bahwa untuk unit usaha handy craft, Karang Taruna masih menunggu bantuan dana dari Disnaker. Sedangkan untuk peran produksi dan distribusi masih sangat kecil dapat dikatakan kurang optimal, artinya bahwa Karang Taruna baru pada tahap mempunyai potensi untuk dapat melakukan peran produksi. Hal ini dikarenakan belum mampu mengolah barang modal yang tersedia, serta memunculkan bakat kewirausahawan. Keuntungan yang diperoleh juga belum sampai pada taraf dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Bantuan dana yang diperoleh masih digunakan bagi kepentingan yang bersifat untuk pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang habis pakai (konsumtif), belum sampai pada tahap pengolahan barang dan jasa untuk kegiatan produksi. Adapun peran distribusi juga masih harus melakukan upaya peningkatan
122
untuk mampu bersaing dengan produk lain dan menguasai peta pemasaran serta menarik konsumen.
Peran kelembagaan Pemuda Muhammad Iqbal dalam kegiatan ekonomi. Seperti yang telah diuraikan dalam kajian keragaan kelembagaan pemuda pada bab sebelumnya, kelembagaan pemuda Muh.Iqbal memiliki beberapa kegiatan usaha ekonomi antara lain, warungan, usaha sablon, berkebun dan beternak. Jika dilihat dari parameter peran ekonomi dalam konteks peran produksi, konsumsi dan distribusi maka peran yang banyak dilakukan oleh unit ekonomi pemuda Muh.Iqbal saat ini lebih banyak melakukan peran produksi dan konsumsi, sedangkan untuk peran distribusi masih kecil/kurang, hal ini dapat dilihat dari data pada bab sebelumnya (bab 6). Analoginya adalah bahwa pada peran produksi yang dimiliki kelembagaan pemuda Muh.Iqbal sudah dijalankan dengan adanya 4 jenis unit usaha ekonomi tersebut di atas, namun hal tersebut masih belum optimal dikarenakan secara ukuran ekonomi (efektivitas dan efisiensi input-output), hal ini belum sepenuhnya dapat tercapai. Berikut penuturan dari salah satu anggotanya : Kegiatan yang menghasilkan dan mendatangkan keuntungan meskipun kecil ya baru warungan sama sablon, itupun masih untuk dikonsumsi oleh kami sendiri, karena yang beli paling-paling anak-anak TK dan kami sendiri, harganya pun jauh lebih murah daripada warung tempat lain. Pokoknya kalau dihitung dengan ukuran untung rugi, wah nggak masuk deh bu, kami memang tidak menarget agar dapat untung dari usaha warung sembako ini. Apalagi usaha ternak sama berkebun, itu mah cuma untuk kegiatan anak-anak saja agar punya ilmu cara berternak dan berkebun. (Rmt, 25th). Kegiatan ekonomi yang dilaksanakan dari empat unit usaha tersebut, berdasarkan fakta di atas menunjukkan bahwa masih kental dengan nuansa peran konsumsinya dibanding peran produksi dan distribusi. Hambatan peran distribusi yaitu dalam memasarkan hasil kebun strowbery, dan menarik konsumen percetakan sablon dalam partai besar seperti memasok kebutuhan pecetakan dan ATK untuk kantor pemkot misalnya, unit ini masih mengalami kesulitan. Berikut penuturan ketua UEP Muh.Iqbal Kendala kami waktu membuka unit usaha budi daya buah strowbery ya soal pemasarannya bu, ketika sudah panen dan ternyata hasilnya bagusbagus, kami bingung di jual ke mana ini baiknya, daripada busuk ya
123
akhirnya dijual ke anak-anak sekolah dan TK di sini saja. Memang saya akui kami salah juga sih bu, awalnya mah coba-coba ingin tahu bagaimana teknik dan hasil budi daya strowbery tersebut, ternyata bagus dan banyak, alah kumah ieu (aduh bagaimana ini), dah coba nawarin ke Ramayana dan coba juga ke minimarket Alfamart atau di jual ke pasar, tapi ditolak, karena mereka sudah punya pemasoknya. Karena biaya perawatannya mahal, maka sekarang jadi beralih ke menanam palawija saja, selain murah juga cepat panennya dan dapat langsung dikonsumsi sendiri. Kegiatan unit ekonomi yang kami buat ini mah, sasaran dan tujuan utamanya adalah anak-anak binaan kami ini mampu mandiri, memiliki keterampilan untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya.(Dn, 38th, ketua UEP) Faktor ke empat dari peran produksi yang menentukan efektivitas dan efisiensi peran ekonomi lainnya adalah faktor kewirausahaan. Hal ini meskipun baru pada tahap potensi, namun mulai terlihat dirintis oleh bapak Dn selaku ketua UEP, yaitu dengan merencanakan membuat sebuah unit usaha yang berbadan hukum semacam CV untuk dapat menerobos ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu di jajaran kantor pemkot Cimahi sebagai rekanan pengadaan ATK dan percetakan sablon (data di Bab 6). Dengan demikian peran ekonomi yang potensial dimiliki untuk dikembangkan oleh pemuda Muh.Iqbal adalah peran produksi. Hal ini dapat diketahui dari adanya 4 jenis unit usaha ekonomi, meskipun belum optimal dalam melaksanakan peran produksi dan distribusinya.
Peran kelembagaan Pemuda IRMA dalam kegiatan ekonomi. Sebagai kelembagaan yang berbasis religius dan dibentuk atas inisiatif dari masyarakat, IRMA sebenarnya memiliki potensi untuk menciptakan dan memunculkan peran ekonominya, hanya saja belum ada pihak yang menyadarinya dan belum sempat dibahas dengan serius, hal ini karena AD/ART dan tugas pokok yang diembannya adalah membantu DKM untuk memakmurkan masjid dengan berbagai macam kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di dalam dan di luar mesjid. Salah satu bentuk peran yang dapat dikembangkan adalah membantu DKM dalam menerima dan mendistribusikan ZIS (zakat, infaq dan shadaqoh) ke orang-orang yang berhak menerima (data lihat bab 6). Kegiatan ZIS sebenarnya dapat dikembangkan menjadi sebuah lembaga keuangan permodalan/sebagai pemberi modal bagi warga masyarakat tidak mampu dan memiliki usaha kecil menengah, atau bagi warga yang ingin memulai usaha pada skala kecil. Hal ini
124
dapat terwujud apabila secara keterampilan manajerial keuangan lebih dapat profesional dan mampu membangun jejaring dengan para pemberi ZIS. Sehingga dapat memunculkan aktivitas produksi yang dapat bermanfaat selain bagi umat yang berhak, juga dapat menciptakan lapangan kerja bagi para pengelolanya. Berikut penuturan dari pembina IRMA mengenai hal tersebut. Kami selaku pembina IRMA, menyadari bahwa sebenarnya kalau saja para sesepuh mesjid dan kyai tidak terlalu kaku menerapkan tata aturan bagi DKM dan IRMA dalam hal merawat dan memakmurkan mesjid, maka posisi DKM dan IRMA ini sangatlah strategis untuk dapat dimanfaatkan sebagai lembaga yang memiliki aktivitas ekonomi juga. Tapi berhubung ada perbedaan pendapat dalam menafsirkan hadist bahwa Rosulullah tidak memperbolehkan/melarang kegiatan berniaga di dalam mesjid. Hal inilah yang menyebabkan hubungan kami sebagai kaum muda pengurus mesjid dan para sesepuh menjadi agak renggang. Sayang juga sih bu kalau dipikir-pikir, padahal maksud kami berjualan tersebut tidak semata-mata demi mencari keuntungan. Yah tapi sudahlah kami sekarang hanya bisa menunggu saja, atau ya ikut saja pendapat para sesepuh tersebut. (bapak Enj, 41th). Penuturan lain : Waktu rapat DKM tahun 2006 yang lalu mah ada yang mengusulkan membuat lembaga seperti Rumah Zakat yang dikelola oleh anak-anak DKM juga IRMA, tapi dikarenakan pada saat itu yang faham mengenai seluk-beluk mekanisme pembentukannya hanya pak Haji Nna (alm.) dengan putranya. Karena putranya sekarang tinggal dan bekerja di Surabaya, maka ide tersebut hingga saat ini tidak ada yang menindaklanjuti. Ya maklumlah bu, SDM kami kan minus. (bapak Ags, 39th). Berdasarkan data di atas dapat dianalogikan bahwa potensi peran ekonomi yang dimiliki oleh IRMA cenderung lebih besar pada peran distribusi. Sementara untuk peran produksi baru pada tahap memiliki rencana, hal ini dikarenakan adanya kendala perbedaan pendapat dengan tokoh agama/ulama setempat dalam pengelolaan kegiatan ekonomi di masjid.
Peran kelembagaan pemuda Pecinta Alam SENPAL dalam kegiatan ekonomi. Berdasarkan data keragaan kelembagaan pemuda di Kelurahan Cibabat (Bab 6), pemuda SENPAL pada tahun 2003 pernah memiliki kegiatan membuat perkakas rumah tangga seperti keset dari serabut dan kain, kemonceng, juga
125
hiasan dari barang bekas, namun dikarenakan kesulitan mendapatkan bahan dasar dan memasarkannya, kegiatan tersebut saat ini akhirnya terhenti. Aktivitas mereka saat ini adalah mengisi kegiatan ekskul di beberapa sekolah menengah tentang pengetahuan lingkungan/cinta alam dan panjat tebing. Dengan memanfaatkan skill yang mereka miliki, saat ini mulai terbuka peluang dengan tawaran sebagai pemandu wisata out bound yang diadakan oleh beberapa sekolah menengah di Cimahi, selain itu beberapa orang anggota SENPAL juga mendapat kemudahan dalam mencari pekerjaan yang memerlukanketerampilan tertentu, misalnya sebagai pembersih kaca gedung-gedung bertingkat, dan juga diminta untuk bergabung dalam Tim SAR. Berikut beberapa penuturan dari pengurus dan anggota yang mendapat kemudahan pekerjaan tersebut. Alhamdulillah meskipun saya cuma lulusan STM dan sempat menganggur 2 tahun, daripada menganggur gak ada kerjaan, saya aktif di SENPAL saja, baru 1 tahunan saya aktif terus coba-coba melamar pekerjaan ke BRI Tower Alun-alun Bandung, waktu itu kebetulan ada lowongan pekerjaan untuk pekerja lapangan, saat wawancara dan ditanya punya bakat dan keahlian apa, saya mah cuma bilang senang panjat tebing dan ndaki gunung, petugas wawancaranya langsung bilang, eh kamu ntar jangan dulu pulang, kayaknya kamu mah diterima soalnya perusahaan lagi butuh pegawai untuk maintenance (perawatan) gedung bertingkat. Ya besoknya saya sudah kerja di sana, alhamdulillah sudah satu setengah tahun ini saya kerja. (Wnd, 28th) Saya juga gak jauh beda dengan Wnd bu, saya kan DO D3 akuntansi, biasa masalah biaya bu, ortu sakit jadi saya anak sulung harus bantu mereka cari uang, nah saya kan sudah lama aktif di SENPAL, ketika pendakian ke gunung Salak, ketemu sama anak-anak dari Jakarta yang sedang ndaki juga, setelah semalaman ngobrol dan kenal makin akrab, besok malamnya si Eg nawarin saya buat kerja di sebuah perusahaan jasa wisata alam (out bound, arung jeram, jelajah hutan dan laut) tapi kantornya di Jakarta, sambil Eg ngasih kartu namanya, setelah pulang ke Cimahi besoknya saya telepun dan ternyata langsung diminta datang ke Jakarta untuk mulai kerja di sana, itu mah tanpa test dan sebagainya bu, padahal yang lain mah katanya susahnya minta ampun, tahu sendiri di Jakarta tea atuh ibu. Nah kalau si Ndi mah ditarik ke Tim SAR Jabar, yah memang sukwan sih, tapi asyik lho bu nimba pengalaman, dia mah ke Aceh enam bulan, ke Jogja tiga bulan, yang namanya rezeki mah alhamdulillah ada saja, boro-boro mikirin digaji atau tidak, di tempat musibah begitu, eh tahu-tahu dapat uang saku, tah itu mah pengalaman si Ndi bu. (Tdy, 30th) Berdasarkan acuan parameter peran ekonomi maka dapat diketahui bahwa kelembagaan SENPAL lebih besar peran produksi pada sektor jasa
126
daripada produksi barangnya, namun demikian masih belum optimal, diperlukan pengembangan skill untuk lebih profesional dalam memberikan pelayanan jasa/service. Adapun pada peran konsumsi dan distribusi pemuda SENPAL masih kurang optimal. Selain SENPAL belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, dari pemasukan juga belum mencukupi untuk modal pembelian peralatan yang dibutuhkan, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk meningkatkan sektor pelayanan jasa. Hal ini diakui oleh pengurus dan anggota SENPAL sendiri bahwa salah satu kendala yang dihadapi kelembagaan ini adalah persoalan keterbatasan dana, upaya promosi dan juga peralatan. Berikut penuturan pengurus SENPAL. Kami sampai saat ini masih swadaya sendiri kalau untuk membeli alat-alat pendakian sama panjat tebing mah dari swadaya sendiri bu, kita juga sempat pinjam ke koperasi buat beli peralatan, alhamdulillah lunas juga dicicil dari uang ngambilan sampah, tapi itu waktu tahun 2003, sekarang mah kan yang mengatur pengambilan sampah, dari pemkot jadi kami tidak ada pemasukan buat kas lagi bu. Mau pinjam ke koperasi juga lha nanti bayarnya uang dari mana. Dari pemkot kami belum pernah dapat bantuan khusus buat SENPAL, kalau ada mah kami kan bisa mengembangkan skill dengan ditunjang peralatan yang memadai dan modern, apalagi kalau diberi fasilitas lahan untuk peragaan dan pelatihan panjat tebing, kan bisa menjadi daya tarik wisata wilayah Cibabat. (Dni, 22th) Peran kelembagaan Pemuda Pedagang Kaki Lima dalam kegiatan ekonomi. Secara aktivitas ekonomi sehari-harinya, kelompok pemuda Pedagang Kaki Lima ini telah melakukan kegiatan seperti membuat berbagai jenis makanan berat dan ringan, kemudian memasarkannya ke para pembeli. Setelah itu mereka mengelola input pemasukan dari hasil penjualan tersebut untuk dijadikan modal aktivitas produksi pada hari berikutnya. Berikut penuturan dari beberapa pemuda yang berjualan makanan di Perempatan Cihanjuang. Namanya jualan, ya tidak tentu lah bu, kadang hari ini banyak yang beli kadang juga semalam cuma 3 orang, semalam dapat Rp. 21.000,(dua puluh satu ribu) sampai Rp. 35.000,- (tiga puluh lima ribu) saja sudah alhamdulillah banget deh bu. Kan kita gak tiap hari beli bahanbahan makanannya, seperti mie, telor, bakso, minyak dan sosis bisa tahan lama, sedangkan kayak sayuran (tomat, cabe, bawang daun, kol) kan relatif harus segar dan baru, jadi ya setiap dua hari atau tiga hari sekali kita belanja sayuran sama beras, ya paling cuma butuh modal Rp. 20.000,- (dua puluh ribu) saja, tapi itu kalau harga sayuran dan beras sedang tidak naik lho bu, kayak sekarang ini terus-terang Wwn
127
pusing, soalnya semua bahan pokok harganya naik hampir dua kali lipat, agak repot juga ngaturnya.(Wwn, 25th) Berdasarkan fakta pada kajian bab sebelumnya (Bab 6), dan dengan potensi SDM yang mereka miliki serta semangat dan jiwa berwirausaha berani bersaing produk makanan dengan orang lain, potensi besar dan langka tersebut masih dapat ditingkatkan dan dikembangkan, sehingga peran ekonomi yang saat ini mereka lakukan menjadi belum optimal. Hal ini dikarenakan masih sangat besar peluang untuk adanya pengembangan unit usaha mereka, dengan sentuhan ide-ide yang inovatif mengenai serba-serbi industri pengolahan makanan baik yang modern maupun tradisional, maka peran ekonomi kelembagaan pemuda Pedagang Kaki Lima ini akan berubah menjadi sangat optimal. Kendala yang dihadapi oleh Kelembagaan pemuda pedagang kaki lima saat ini untuk dapat mengembangkan usahanya tersebut adalah seputar masih minimnya ide-ide kreatif tentang pengolahan dan jenis makanan yang akan diproduksi, juga modal dana dan peralatan yang dimiliki saat ini. Berikut penuturan dari salah satu pemuda tersebut. Wsn sebenarnya sudah punya rencana untuk mengembangkan usaha di sini bu, tapi berhubung terbentur oleh masalah ilmu sama modal juga, jadi sekarang mah tidak dapat berbuat banyak bu, lagi kumpulkumpul modal dulu buat kursus, Wsn ingin memperdalam ilmu tentang industri pengolahan makanan. Kalau kita dah punya ilmunya kan ntar tinggal cari orang yang mau ngasih modal. (Wsn, 27th) Peran ekonomi konsumsi dan distribusi lebih banyak dilakukan oleh kelompok pemuda pedagang kaki lima tersebut. Sedangkan potensi yang dapat dikembangkan untuk lebih maju ada pada peran produksinya, yaitu dengan adanya semangat memperdalam ilmu tentang industri pengolahan makanan yang lebih prospektif dan memiliki daya jual tinggi. Selain itu kemampuan mengembangkan jenis usaha makanan lainnya, sehingga menciptakan peluang lapangan pekerjaan bagi rekan dan kerabat lainnya (data Bab 6). Peran kelembagaan Pemuda Pengrajin Gypsum dalam kegiatan ekonomi. Kajian keragaan kelembagaan tentang pemuda pengrajin gypsum pada bab sebelumnya (Bab 6) memperlihatkan fakta bahwa secara peran ekonomi, kelembagaan ini memiliki berpengalaman dalam aktivitas peran produksi dan
128
distribusi hanya saja karena keterbatasan modal dana untuk memperluas tempat usaha dan menambah peralatan, maka kelembagaan ini menjadi belum optimal. Terlebih lagi seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya (Bab 6), bahwa bapak Ndb selaku pemilik usaha gypsum, memiliki program pengrekrutan tenaga kerja dengan membina anak-anak pengangguran yang tinggal di sekitar rumah dan tempat usahanya. Hal ini tentunya akan berpengaruh terutama pada peran produksi. Berikut penuturan dari bapak Ndb selaku pemilik usaha gypsum. Sekarang ini sebenarnya buat saya usaha ini lebih dari cukup memuaskan ya bu, karena alhamdulillah konsumen mah ada saja ya bu, bahkan dari Bandung beberapa orang yang sudah tahu dan pernah memesan ke sini, sampai sekarang kalau ada saudaranya yang sedang ngebangun rumah atau renovasi jadi keterusan pesannya ke saya. Tapi berhubung saya ada rencana merekrut anak-anak yang masih menganggur di sekitar sini, dan mau menekuni bidang ini, ya itu dia saya harus punya tempat yang lebih luas dan juga tambahan peralatan. Masalahnya modal dananya yang masih belum terkumpul. Harapan saya dengan bertambah karyawan, maka semakin banyak barang yang dihasilkan dan juga semakin cepat waktu pengerjaannya, dengan begitu saya baru berani mengerjakan proyek di pemkot, karena tenaga kerjanya memadai, kalau sekarang ini kan saya gak mau ambil resiko ngerjain pesanan di pemkot, karena pesanan untuk konsumen lain menjadi terbengkalai dan juga karena kurang tenaga. Sementara saya butuh sistem pembayarannya lancar dan cepat agar dapat diputar lagi dan saya bisa kasih gaji ke pegawai to bu. Dengan aktivitas ekonomi yang dimilikinya tersebut, maka pemuda pengrajin gypsum dapat dikategorikan pada taraf peran ekonomi produksi hanya saja belum optimal, dikarenakan masih dalam proses pemantapan aspek skill dari tenaga kerja yang ada.
Peran kelembagaan Pemuda Pecinta Vespa Antik dalam kegiatan ekonomi. Kelembagaan pemuda pecinta vespa antik terbentuk atas dasar ketertarikan minat dan hobi pada bidang otomotif. Hasil kajian pada Bab 6 tentang keragaan kelembagaan pemuda Pecinta Vespa Antik ini menunjukkan bahwa aktivitas mereka lebih banyak pada kegiatan penyaluran bakat dn hobi, sementara untuk kegiatan sosial baru satu kali, sedangkan kegiatan ekonomi dapat dikatakan belum ada sama sekali (data di Bab 6). Dengan kondisi tersebut secara peran ekonomi kelembagaan Pecinta Vespa Antik belum ada sama sekali, potensi untuk memunculkan peran ekonomi pun hingga saat ini hampir belum
129
ada. Hal ini dapat dimengerti karena perkembangan hobi otomotif pun makin modern dengan berbagai jenis kendaraan bermotor, sehingga hanya jenis-jenis kendaraan yang super antik atau justru super modern/tren baru yang saat ini lebih menonjol dan menguasai arena otomotif. Hal ini difahami juga oleh para pecinta vespa antik tersebut, berikut penuturan salah satu pengurus. Sebagai biker (pengendara sepeda motor) saya sih enjoy-enjoy aja sih, gak ada beban merasa minder dengan kondisi bahwa pecinta vespa sekarang mulai terpinggirkan. Memang masa kejayaan komunitas pecinta vespa kan waktu tahun 2000-2002, semakin ke sini banyak yang beralih ke motor-motor baru, seperti mio, jetmatic dan vario. Bikernya rata-rata didominasi oleh anak-anak sekolah, kalau kami mah justru merata, dari anak sekolah, mahasiswa sampai ke PNS dan buruh, tapi memang kelas kami mah kalangan midlde ke bawah sih, bukan menengah ke atas. Jadi ya maklum lah bu kalau kami gak punya channel atau relasi yang oke punya duitnya (orang dengan potensi keuangan/modal dana besar). Yang penting bagi kami mah enjoy saja lagi, gak perlu pusing-pusing mikirin mau usaha apa, wong tampang sama modal juga kagak nyampe lah bu, tapi kalau ada yang mau ngajakin mah ya hayu aja atuh. Memang mendingan kami diajak kerja sama dengan lembaga lain yang sudah mapan, sambil kami belajar, juga tidak riweh ngurus sendiri. Lagi pula lumayan juga kalau berhasil kami kan kecipratan dan kebagian juga to bu. (Ryn, 25th). Kondisi aktual di atas menunjukkan bahwa kelempok pecinta vespa antik sampai saat ini belum memiliki potensi dan juga peran ekonomi yang dapat dikembangkan, akan tetapi secara jaringan mereka memiliki simpul-simpul jaringan sesama biker di luar wilayah Cimahi. Mereka juga membuka peluang bersedia untuk dilibatkan dalam kegiatan ekonomi yang lebih signifikan. Peran ekonomi dan kekuatan jaringan dari ketujuh kelembagaan pemuda di Kelurahan Cibabat dapat dilihat dari Tabel 10 (halaman 141).
Peningkatan Peran Ekonomi Kelembagaan Pemuda dan Analisis Diagaram Venn
Kelembagaan pemuda dikatakan telah memiliki peran ekonomi yang optimal apabila dalam konteks efisiensi dan efektifitas, kelembagaan pemuda tersebut
dapat mengelola input yang dimilikinya secara efektif dan efisien
sehingga menghasilakan output yang diharapkan, maka kelembagaan tersebut dalam aras ekonomi dapat dikatakan telah optimal. Selain itu dari aspek jaringan
130
sosial baik antar kelembagaan pemuda maupun dengan lembaga di luar kelembagaan pemuda telah terjalin intensitas keterikatan dan keterhubungan satu dengan yang lain. Sehingga kelembagaan pemuda secara optimal mampu berperan ekonomi dan juga sekaligus mampu mengembangkan jejaring sosialnya. Untuk lebih mengetahui sejauhmana jejaring di dalam dan di luar kelembagaan pemuda yang dapat dikembangkan dalam peran ekonomi di masa yang akan datang, maka diperlukan suatu analisa Diagram Venn. Analisis Diagaram Venn juga berfungsi untuk mengetahui sejauhmana tingkat kedekatan hubungan/jaringan (antar dan inter kelembagaan lain), serta kelembagaan yang bagaimana untuk dapat diakses oleh
kelembagaan
pemuda
pada
konteks
peningkatan
peran
ekonomi.
Kelembagaan pemuda tersebut dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu lembaga pemuda bentukan dari atas/intervensi dan lembaga pemuda bentukan dari bawah/swakarsa/asli dari masyarakat. Bertumpu pada analisis data kajian tersebut diatas, dan berdasarkan hasil dari diskusi kelompok terfokus atau Focus Group Discussion (FGD) dengan ketujuh kelembagaan pemuda yang menjadi bahan studi kasus kajian, diperoleh usulan akan dibentuk sebuah kelembagaan baru yang merupakan hasil kolaborasi dari ketujuh kelembagaan pemuda. Dengan Diagram Venn tersebut dapat diketahui sejauhmana jaringan sosial telah dimanfaatkan secara optimal dalam peran ekonomi kelembagaan pemuda, sehingga dapat dimanfaatkan dalam upaya mengatasi masalah ekonomi keluarga. Analisis jaringan tersebut secara lebih jelasnya dapat dilihat pada analisis Diagram Venn Gambar 2 (halaman 131) berikut.
131
Diagram Venn Inter Kelembagaan Pemuda (Pemerintah, Swasta, Stakeholders)
Diagram Venn Antar Kelembagaan Pemuda BKM
Kope rasi
Toma
Rt/ Rw
KT
SEN PAL
Pemeri ntah
Ves pa
BK3S
PKK Posyan du Pesan tren
Muh. Iqbal
Swasta/pas ar/pengusa ha/investor
PKL
PMI Gyp sum Pemberi ZIS/warga mampu
DKM
Toga
CV (Kelembagaan Kolaborasi)
Gambar 2 Diagram Venn Kelembagaan Pemuda di Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara Keterangan : Warna bulatan dan garis : menggambarkan peran ekonomi kelembagaan dan jaringan dengan kelembagaan lain. Garis putus : menggambarkan intensitas jaringan dan interaksinya. Besar lingkaran : menggambarkan kekuatan lembaga dalam ukuran jumlah (banyak diakses pemuda) Tali : menggambarkan kedekatan/intensitas jaringan dengan kelembagaan lain.
IRMA
132
Diagram Venn Inter Kelembagaan Pemuda (Pemerintah, Swasta, Stakeholders)
Diagram Venn Antar Kelembagaan Pemuda
KT
Stakeholders Toma/Toga/RtRw/PKK/Posya ndu/ PMI/BK3S
SEN PAL
Pemerintah
Ves pa
Muh. Iqbal IRMA Swasta/pasar/ pengusaha/inves tor/Perbankkan/ Koperasi/BKM PKL
Gyp sum
CV (Kelembagaan Kolaborasi)
Gambar 2 Diagram Venn Kelembagaan Pemuda di Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara Keterangan : Warna bulatan dan garis : menggambarkan peran ekonomi kelembagaan dan jaringan dengan kelembagaan lain. Garis putus : menggambarkan intensitas jaringan dan interaksinya.
133 Besar lingkaran : menggambarkan kekuatan lembaga dalam ukuran jumlah (banyak diakses pemuda) Tali : menggambarkan kedekatan/intensitas jaringan dengan kelembagaan lain.
132
pemerintah, dikarenakan posisi Karang Taruna yang merupakan bentukan pemerintah. Jaringan dengan stakeholders dan kelembagaan lokal antara lain BKM, Rt/Rw, Tokoh masyarakat, PKK, PMI, BK3S. Sementara dengan pihak swasta, intensitas jaringan yang terbangun belum kuat, masih bersifat sementara, hanya sebatas hubungan donatur dengan penerima donasi,terutama pada saat akan mengadakan kegiatan-kegiatan sosial. Hal ini pulalah yang menjadikan salah satu peran ekonomi yang ada pada Karang Taruna belum optimal, karena intensitas jaringan dalam konteks aktivitas ekonomi/produksi handy craft dengan pihak-pihak swasta belum tercipta dan masih berupa potensi. Sehingga dalam rangka peningkatan peran kelembagaan pemuda terutama peran ekonominya, potensi jaringan dengan pihak swasta ini memiliki peluang besar untuk dikembangkan, terlebih dengan memunculkan konsep wawasan berwirausaha baik dari pengurus Karang Taruna maupun para pengelola handy craft sendiri. (data bab 6). 2.
Kelembagaan Muhammad dalam diagram Venn digambarkan memiliki lingkaran yang lebih besar dari Karang Taruna dikarenakan jumlah anggota lebih banyak dibanding Karang Taruna, yaitu 95 orang. Intensitas jaringan yang dimiliki dengan kelembagaan pemuda lain belum optimal, hal ini terlihat dari garis hijau yang dimiliki hanya menghubungkan dengan kelembagaan pemuda Vespa Antik dan Pengrajin gypsum, sedangkan dengan kelembagaan
pemuda
lainnya
belum
ada
keterhubungan
jaringan.
Kedekatannya dengan Vespa Antik dan pengrajin gypsum didasari oleh adanya pengrekrutan tenaga kerja pemuda Muh.Iqbal untuk dibina agar memiliki keterampilan dan keahlian dalam usaha kerajinan gypsum, hal ini ditandai dengan garis hijau pendek yang menghubungkan lingkaran Muh.Iqbal dengan lingkaran gypsum dan lingkaran Vespa Antik. Adapun jaringan dengan di luar kelembagaan pemuda (inter kelembagaan), Muh.Iqbal memiliki jaringan baik dengan pemerintah, swasta dan stakeholders. Berdasarkan data pada bab sebelumnya (bab 6 dan 7) intensitas hubungan dengan pemerintah cenderung lebih kuat dan dekat, dibanding dengan stakeholders dan swasta. Pada konteks peran ekonomi yang dimiliki oleh kelembagaan Muh.Iqbal (data bab 7), jaringan dengan pihak swasta memang belum optimal, salah satu kendalanya dikarenakan Muh.Iqbal hanya
133
merupakan sebuah kelembagaan pemuda yang berbasis sosial, dan belum memiliki lembaga usaha secara mandiri yang berbadan hukum semacam CV (data bab 6 dan 7), sehingga hasil dari unit usaha kelompok UEP belum dapat dipasarkan secara maksimal dan belum cukup mewakili kebutuhan konsumen secara lebih luas. Intensitas jaringan yang dimiliki Muh.Iqbal lebih banyak dengan stakeholders dan kelembagaan lokal yang bernuansa sosial dan keagamaan seperti BK3S, Pesantren, Tokoh Agama, Rt dan Rw. 3.
Jejaring sosial yang dimiliki kelembagaan Pecinta Alam SENPAL dengan kelembagaan pemuda lainnya relatif sangat sedikit, demikian pula dengan jumlah angota yang hanya 32 orang, dalam diagram Venn digambarkan hanya ada garis yang menghubungkan SENPAL dengan Vespa Antik dan juga dengan Karang Taruna, sedangkan dengan kelembagaan pemuda lainnya belum ada keterhubungan jaringan. Sementara jaringan dengan pemerintah, swasta dan stakeholders, SENPAL cukup memiliki jaringan meskipun intensitasnya masih kecil. Hal ini terlihat dari masih panjangnya garis yang menghubungkan SENPAL dengan lingkaran kelembagaan lokal lainnya, bahkan dengan pihak pemerintah, intensitas jejaring masih ada sangat lemah dan masih ada jarak, digambarkan dengan garis yang putus-putus, interaksi yang berjarak tersebut juga dikarenakan adanya kekecewaan SENPAL ketika mereka membutuhkan bantuan serta dukungan dari pemerintah, tapi hal itu tidak didapatkan (data lihat bab 6 dan 7). Sementara interaksi dengan stakeholders, SENPAL cukup memiliki kedekatan dalam berbagai kegiatan sosial seperti dengan Posyandu, koperasi, dan PMI. Interaksi dengan pihak Rt tidak ada kendala maupun kesulitan, hanya dengan pihak Rw sudah satu tahun ini tidak cukup bagus, hal ini dipicu oleh ketidakjelasan alasan seputar pelarangan pemakaian ruangan posyandu oleh anak-anak SENPAL (data lihat bab 6). Namun demikian jaringan dengan pihak swasta meskipun belum optimal, tetapi ada interaksi dalam bentuk kerjasama yang lebih profesional (SENPAL sebagai penyedia jasa bagi pihak swasta). Skill yang langka tersebutlah merupakan peran ekonomi SENPAL yang menjadi daya tawar tersendiri ketika berhadapan dengan pihak swasta. Pemerintah dalam hal ini belum memanfaatkan jejaring dengan pihak swasta untuk menggarap dengan serius, potensi peran ekonomi dari kelembagaan pemuda SENPAL yang
134
dapat dijadikan daya tarik wisata dan sebagai salah satu sumber peningkatan pendapatan daerah setempat. 4.
Keberadaan IRMA di Kelurahan Cibabat digambarkan dengan lingkaran yang lebih besar dari SENPAL, hal ini sesuai dengan jumlah anggotanya yaitu 36 orang. Karena IRMA dibentuk dari inisiatif masyarakat yang berbasis keagamaan, sehingga jejaring yang dimiliki juga lebih banyak pada kelembagaan agama, seperti dengan pesantren, tokoh agama dan DKM. Adapun dengan stakeholders lainnya seperti Rt/Rw, tokoh masyarakat, warga pemberi ZIS (warga yang mampu dan berlebih harta/kaya). Jaringan dengan kelembagaan pemuda lainnya, cenderung hanya sebatas kerja sama ketika mengadakan kegiatan bersama seperti khitanan massal (data bab 6), itupun hanya dengan PMI dan Karang Taruna, sehingga intensitas hubungan yang renggang tersebut digambarkan dengan garis orange yang panjang baik ke PMI maupun Karang Taruna. Jejaring dengan tokoh agama dan juga warga yang mampu atau bahkan warga yang kaya sebenarnya merupakan potensi yang dimiliki IRMA untuk mengembangkan potensi ekonominya. Tapi seperti yang diuraikan pada bab sebelumnya (bab 6), salah satu kendala IRMA yang menjadikan kurang berkembang saat ini adalah aspek SDMnya. Seiring dengan potensi jejaring yang dapat dimanfaatkan, peningkatan kualitas SDM menjadi agenda utama IRMA. Sementara itu, intensitas jaringan dengan pemerintah
juga masih sangat lemah, baik dari
pemerintahnya sendiri maupun juga potensi IRMA yang belum terlihat memunculkan daya tawar/keunggulan IRMA. 5.
Pemuda Pedagang Kaki Lima Cihanjuang merupakan kelembagaan yang hanya memiliki jaringan dengan pihak swasta yang meliputi pasar, konsumen dan pemodal, namun intensitas hubungan belum kuat dan dekat, ini digambarkan dalam diagram Venn dengan garis panjang. Jaringan dengan kelembagaan pemuda lainnya juga belum terbangun, demikian pula dengan pihak pemerintah maupun stakeholders. Peran ekonomi yang dimiliki oleh para pemuda pedagang kaki lima tersebut dapat ditingkatkan dan dikembangkan dengan lebih memperkuat jejaring ke pihak swasta. Hanya dibutuhkan pengayaan wawasan dan keterampilan sehingga muncul beberapa pemuda kreatif dan inovatif yang pada akhirnya mampu mengelola sektor
135
informal tersebut dengan menerobos batas-batas kendala seputar permodalan melalui pemanfaatan jejaring dengan kelembagaan lain. 6.
Pemuda Pengrajin Gypsum, keberadaannya tidak jauh berbeda dengan Pemuda Pedagang Kaki Lima, jaringan sosial dengan kelembagaan pemuda lainnya relatif sangat sedikit, hanya dengan Muh.Iqbal. Sementara dengan kelembagaan lokal lainnya hanya dengan pihak swasta saja yang intensitas hubungannya lebih dekat, dengan pemerintah belum terbangun hubungan yang lebih optimal, sehingga digambarkan sebagai garis yang terputus-putus. Peningkatan peran ekonomi pengrajin gypsum bergantung pula pada perluasan dan peningkatan jejaring yang dimiliki, namun masih tetap harus mengembangkan
skill
dan
pengalaman
sehingga
diharapkan
dapat
memunculkan aspek kewirausahaan dalam skala yang lebih luas. 7.
Kelompok Pecinta Vespa Antik digambarkan dengan lingkaran kecil dan berada jauh dari lingkaran lainnya, hal ini dikarenakan jumlah anggota yang sedikit, juga jaringan yang dimilikinya pun masih sangat sedikit dan dengan intensitas yang masih lemah pula. Jaringan dengan kelembagaan pemuda lainnya hanya terjalin antara SENPAL dan Karang Taruna. Sedangkan dengan kelembagaan lokal lain, belum ada, hanya dengan pemerintah dan itu pun pada saat mengajukan permohonan bantuan dana bagi kegiatan bakti sosial.
8.
Pihak swasta menganggap bahwa kelembagaan pemuda hanya sebagai lembaga penerima donasi dari mereka atau sebagai konsumen, sehingga segala tindakan pihak swasta seantiasa mengarah pada upaya meminimalisir besarnya donasi/sumbangan yang akan diberikan kepada lembaga pemuda tersebut. Pada peran ekonomi, lembaga swasta justru mememelihara posisi produsen-konsumen terhadap kelembagaan pemuda, mengingat potensi pasar di segmen pemuda yang besar. Diantara lembaga swasta sendiri yang berlangsung adalah interaksi dengan warna kompetisi yang ketal dan hanya bermuara pada sebuah visi seberapa jauh keuntungan yang dapat diperoleh. Realitas tersebutlah yang mengakibatkan kelembagaan swasta ini dalam pandangan kelembagaan pemuda merupakan lembaga yang sulit untuk disentuh, ditambah pula dengan peran ekonomi yang masih pas-pasan/belum optimal. Sehingga, secara intensitas kedekatan menjadi relatif masih lemah
136
dan interaksi juga jarang terjadi. Kondisi tersebut digambarkan dengan garis terputus-putus yang menghubungkan dengan beberapa kelembagaan pemuda. 9.
Pemerintah, lembaga ini pun sebenarnya tidak jauh berbeda dengan lembaga swasta di atas dalam kaca mata kelembagaan pemuda. Selama ini pemerintah terlihat sangat antusias dalam merespon jika terdapat suatu kepentingan program yang harus dilaksanakan, namun dalam tahap perencanaan serta pelaksanaannya, unsur pemuda dan kelembagaannya hanya sebagai obyek/sasaran saja belum sampai pada taraf pelibatan sebagai subyek/pelaku program. Tidak jauh berbeda dengan keberadaan pihak swasta di mata pemuda, keterhubungan pemerintah dengan beberapa kelembagaan pemuda digambarkan dengan garis hitam yang terputus-putus (SENPAL, VESPA, Pengrajin gypsum), ini menunjukkan bahwa intensitas jaringan yang belum terbangun dengan kuat. Sementara kelembagaan pemuda seperti Karang Taruna, Muh.Iqbal dan IRMA intensitas jaringan dan interaksi dengan pemerintah relatif lebih kuat, hal ini dikarenakan secara kepentingan pelaksanaan program, pemerintah membutuhkan keberadaan kelembagaan pemuda tersebut meskipun dalam penyusunan program cenderung masih didominasi oleh pihak pemerintah saja, belum melibatkan unsur partisipasi dan aspirasi dari kelembagaan pemuda itu sendiri.
10. Lembaga kolaborasi yang digambarkan dengan adanya lingkaran besar dengan warna hijau tua tebal merupakan gambaran dari bentukan kelembagaan baru dalam rangka meningkatkan peran ekonomi kelembagaan pemuda di Kelurahan Cibabat. Kelembagaan tersebut berupa sebuah lembaga badan usaha berbadan hukum yang berbentuk CV. Lembaga badan usaha ini merupakan sebuah lembaga kolaborasi dari ketujuh kelembagaan pemuda kajian kasus yang dipercaya untuk merintis dan mengelola CV Bersama tersebut. Ketika ditawarkan apakah sebaiknya bentuk lembaga kolaborasi tersebut berupa lembaga “koperasi pemuda”, mereka menolak dan lebih memilih membentuk lembaga usaha berupa CV. Dalam pandangan mereka untuk wilayah Cibabat yang saat ini telah memiliki 5 buah koperasi (data PL I), dan menurut mereka lembaga koperasi di Cibabat belum merupakan lembaga yang dipandang profesional untuk berkompetisi di dunia usaha, terutama daerah urban. Koperasi masih umum dinilai sebagai lembaga
137
keuangan yang bersifat sosial. Berikut penuturan dari beberapa pengurus kelembagaan pemuda di Cibabat : Kami semula punya rencana mau bikin koperasi saja, tapi setelah dipikir-pikir lagi, kita kan ingin mengembangkan unit usaha agar dapat dipercaya oleh pihak lain menjadi rekanan bisnis, seperti yang diminta sama pak Us (Disnakerduk) untuk membuat CV. waktu saya ajukan koperasi, kata pak Us gak bisa ikut tender proyek. Kemudian juga sulit jika mau mengajukan ke bank, karena yang mereka butuhkan untuk menjadi rekanan adalah lembaga usaha yang sudah lazim berkutat pada dunia usaha dan perbankkan semacam CV dan PT. Lagi pula koperasi yang sudah ada di Cibabat juga belum berkembang dan belum maju, jadi susah kami pun batal membuat koperasi. Kalau persyaratannya mudah dan murah mah, ya kami mau bergabung saja dengan teman-teman lain. (Dn, Muh.Iqbal) Menurut pandangan saya nih bu, saya lebih memilih dan setuju kalau kita membuat lembaga usaha CV saja, jangan lembaga koperasi, selain kami dapat belajar mengemban tanggung jawab yang cukup besar dan penuh resiko, kami juga menjadi tahu mengenai seluk-beluk dunia bisnis, sehingga kami bisa bilang nantinya, geuning kieu dunia perbisnisan teh, ker nyaho urang mah (begini ternyata dunia perbisnisan ya, baru tahu kita ya). Ini punten saya bilang begini ya bu, kalau kayak koperasi mah mudah dibentuk, terus mudah pula dibubarkan alias membubarkan diri. (Nc, Karang Taruna)
Akhirnya hasil
kesepakatan menyatakan bahwa masing-masing
perwakilan dari kelembagaan pemuda harus ikut andil dalam merintis lembaga CV tersebut. Para personil tersebut merupakan pelopor dan pejuang awal untuk melakukan dialog dan interaksi dengan pihak pemerintah maupun swasta secara intensif,
sehingga diharapkan keberadaan CV Bersama
nantinya terbentuk suatu program yang mampu menjadi solusi bagi permasalahan ekonomi keluarga. Selain itu juga mampu menjembatani kelembagaan pemuda dalam meningkatkan peran kelembagaannya, terutama peran ekonomi. Alasan mengapa lembaga kolaborasi tersebut dalam bentuk CV, dengan sejumlah pertimbangan antara lain : a) Pengurusan sejumlah izin usaha bagi Badan Hukum berupa CV. jauh lebih murah dibandingkan dengan PT. Dengan mendirikan CV, dana yang dibutuhkan untuk pembuatan akta, SIUP(surat izin usaha perdagangan), SITU (surat izin tempat usaha), TDP (tanda daftar perusahaan), TDR (tanda daftar rekanan), serta pengurusan keanggotaan KADIN (kamar dagang dan industri) hanya memakan biaya sekitar Rp. 1.500.000. Ini tentu
138
sesuai dengan keterbatasan modal awal yang dapat dikumpulkan. Sedangkan untuk mendirikan PT. dengan akta yang lengkap dengan izinizinnya dapat memakan biaya lebih dari Rp. 10.000.000. b) Pengaturan saham dalam CV. jauh lebih mudah persyaratannya, dan tidak memerlukan akta perubahan pemegang saham seperti halnya dalam PT. Dengan demikian, proporsi tanggung jawab maupun tanggung gugat dalam dinamika badan usaha ini akan lebih dinamis, dan lebih memudahkan perubahan komposisi kepemilikan saham. Demikian pula dalam pergantian direksi dan jajaran manajemen, sehingga rotasi jabatan dapat dimungkinkan. c) Badan Hukum berupa CV. maupun PT. lebih memiliki kemudahan mengikuti berbagai tender proyek, pengajuan permodalan ke Institusi Perbankan, serta dalam menjalin kerjasama dengan badan usaha lain maupun pemerintah, karena dalam kaca mata dunia usaha dipandang memiliki manajemen maupun aspek legalitas yang lebih kuat. Inilah mengapa bukan badan usaha berupa koperasi yang menjadi pilihan. 11. Struktur manajerial yang akan direncanakan akan berupa struktur yang merotasi berbagai jabatan dalam waktu dan situasi tertentu. Ini akan menyebabkan kelembagaan yang menjadi pemegang sahamnya dapat memperoleh kesempatan yang adil dalam mencicipi pengalaman manajerial. Ini pun akan mencegah badan usaha yang dibentuk ini menjadi ekslusif menjadi ‘milik’ lembaga kepemudaan tertentu yang lebih dominan, karena jabatan-jabatan strategis merupakan hak semua konstituennya. Hal ini akan dirumuskan dalam anggaran dasar yang akan disusun. 12. Dengan menggunakan badan usaha berbadan hukum yang dipandang “kuat” akan memungkinkan para pengurus dan pemuda yang menjadi direksi, jajaran manajemen, maupun pegawai dapat memiliki status yang cukup tinggi, dan pengalaman yang memadai. Ini dapat menyebabkan para pengurus yang masih berstatus fresh graduate dapat memiliki pengalaman kerja yang berharga, sehingga bila mereka ingin mengembangkan potensi dengan bekerja di tempat lain, mereka akan dipandang sebagai tenaga kerja berpengalaman, bukan lagi dipandang sebagai fresh graduate. Ini tentunya dapat memecahkan persoalan “pengangguran terdidik”, di mana tenaga kerja
139
terdidik tidak dapat merebut pasar tenaga kerja dikarenakan kebutuhan tenaga kerja lebih terbuka luas bagi mereka yang memiliki pengalaman kerja. Dengan demikian, badan usaha ini pun juga memiliki peran sebagai lembaga magang yang efektif untuk menjadi tempat mencetak fresh graduate menjadi tenaga kerja berpengalaman (selain mencetak para entrepreneur yang handal) yang dapat merebut pasar tenaga kerja. Ini tentunya merupakan peran yang sangat signifikan dalam memecahkan persoalan ekonomi keluarga, yang sekaligus dapat memperkokoh peran kelembagaan pemuda di mata para pemuda sebagai konstituennya. Diharapkan, penawaran seperti ini dapat menyebabkan aktifitas para “pegawai” dalam badan usaha ini bukanlah didasari oleh besaran penggajian, melainkan karena prospek pengalaman kerja, dan terbukanya wawasan dan jaringan dunia usaha bagi para pemuda yang berminat bergabung. Sistem rekrutmen akan dirumuskan selanjutnya bila badan usaha ini telah mulai menggulirkan kegiatan ekonomi yang signifikan.
Rancangan Program Dan Strategi Peningkatan Peran Kelembagaan Pemuda
Upaya peningkatan peran kelembagaan pemuda dapat ditindaklanjuti melalui penyusunan rancangan progam dan strategi, yang berangkat dari peran ekonomi kelembagaan pemuda saat ini. Rancangan program dan strategi yang dapat meningkatkan peran kelembagaan pemuda dalam mengatasi masalah ekonomi di keluarga, dapat dirancang dengan melihat masalah, kebutuhan serta potensi yang ada. Permasalahan yang dihadapi oleh kelembagaan pemuda seperti yang telah diidentifikasi dalam bab sebelumnya (bab 6 dan 7), memerlukan suatu pemecahan yang terstruktur, sistematis dan terarah. Rancangan program dan strategi dilakukan dengan teknik FGD yang melibatkan beberapa perwakilan dari 7 (tujuh) kasus organisasi dan kelompok pemuda. FGD berlangsung dengan lancar tanpa banyak keterlibatan pengkaji. Posisi pengkaji hanya sebatas memediasi dan menjawab pertanyaan jika ada hal yang kurang dimengerti oleh peserta. Berikut hasil dari FGD dalam memetakan dan mengidentifikasikan masalah, potensi dan alternatif pemecahan masalah
140
untuk peningkatan peran kelembagaan pemuda dalam mengatasi masalah ekonomi keluarga, yang berujung pada penyusunan program dan strategi. Berbagai masalah, penyebab, dampak, kebutuhan, potensi dan pemecahan masalah tersebut merupakan hasil dari beberapa pertemuan dan diskusi dengan para pengurus dan anggota dari kelembagaan pemuda. Berbagai masalah yang terkait dengan peningkatan peran ekonomi kelembagaan pemuda tersebut antara lain : 1.
Kekuasaan dan program-program yang cenderung masih bersifat top down, sehingga memunculkan ketidakyakinan/underestimed baik dari pihak pemerintah maupun swasta (data bab 6 dan 7).
2.
Posisi formal di pemerintahan yang dimiliki oleh salah satu kelembagaan pemuda, sehingga muncul kendala berupa keterbatasan akses dan jaringan dalam hal permodalan dan pemasaran hasil-hasil produksi (data bab 6 dan 7).
3.
Masih minimnya kebermanfaatan program bagi pengembangan masyarakat, terutama bagi pengembangan kelembagaan pemuda dalam meningkatkan peran ekonominya.
4.
Belum adanya koordinasi antara dinas-dinas terkait dalam memberikan program pemberdayaan kelompok UEP pemuda pada tingkat Kota Cimahi apalagi di Kelurahan Cibabat.
5.
Kurangnya keberanian dan daya terobos kelembagaan pemuda untuk mencari lahan perbaikan ekonomi
6.
Kurangnya daya tawar kelembagaan pemuda terhadap pemerintah mau pun swasta, dan elemen masyarakat lainnya, baik dalam hal program mau pun entitas kelembagaan itu sendiri.
7.
Peran ekonomi kelembagaan pemuda yang belum optimal dan juga
8.
Pemanfaatan jejaring yang belum optimal. Berdasarkan Permasalahan yang dihadapi oleh kelembagaan pemuda
berdasarkan
tujuh
kasus
kelembagaan
pemuda
di
Kelurahan
Cibabat
memperlihatkan bahwa terdapat sinergisitas yang rendah serta inkonsistensi, baik antara pihak pemerintah, swasta, dan stakeholders dalam menggarap potensi yang dimiliki oleh kelembagaan pemuda. Dengan demikian yang dibutuhkan adalah suatu usulan kebijakan agar program–program yang diluncurkan kelak dapat benar-benar terwujud dari hasil
141
sebuah pengkajian matang yang holistis namun aplicated dan sustainable. Sehingga secara perencanaan anggaranpun akan relatif lebih terkonstruk dan meminimalisir penghamburan dana belanja negara/daerah. Telaah dari uraian masalah, potensi, dan pemecahan masalah dapat lebih mudah dilihat pada tabel 11 halaman
Program dan Strategi Peningkatan Peran Kelembagaan Pemuda dalam Mengatasi Masalah Ekonomi di Keluarga
Sebelumnya, banyak program yang dilansir oleh pemerintah yang sulit untuk berlanjut dikarenakan berubahnya komitmen sejumlah unsur masyarakat (data bab 6), sehingga terdapat kesulitan untuk memperoleh dukungan yang konsisten
terhadap
keberlanjutan
program.
Padahal,
program-program
pengembangan kelembagaan, apalagi yang bersifat berkelanjutan membutuhkan skala waktu pelaksanaan yang panjang, bukan sekadar dalam hitungan tahun. Tak mengherankan bila keberhasilan program kelembagaan yang berkelanjutan biasanya sering tidak menemukan komitmen yang cukup dalam pelaksanaannya, mengingat perbenturan orientasi kepentingan dari berbagai pihak (data bab 6). Berdasarkan analisis masalah, identifikasi dampak dan potensi di Kelurahan Cibabat seperti yang dipaparkan pada tabel 11 maka dapat disusun Program Peningkatan Peran Kelembagaan Pemuda dalam mengatasi masalah ekonomi keluarga berdasarkan hasil FGD. Kegiatan yang akan dilakukan dalam program dan strategi peningkatan peran kelembagaan pemuda dalam mengatasi ekonomi di keluarga di Kelurahan Cibabat, yaitu :
142
Penyusunan Rancangan Program dan Strategi 1.
Perumusan Tujuan Perumusan Tujuan pencapaian Program dan penetapan Strategi sangat diperlukan untuk mendeterminasi Program dan Strategi yang akan dirancang bersama. Dengan merumuskan apa yang menjadi Tujuan yang ingin dicapai, maka diharapkan penyusunan rancangan Program dan Strategi dapat lebih memiliki arah yang jelas dan terukur. Sebagai tujuan umum, “Optimalisasi peran kelembagaan pemuda dalam meningkatkan taraf ekonomi di Kelurahan Cibabat melalui pengembangan jejaring sosial”, menjadi rumusan yang dipilih. Tujuan umum ini mengandung arti bahwa Optimalisasi peran kelembagaan pemuda di Kelurahan Cibabat diarahkan pada peningkatan taraf ekonomi keluarga yang sungguh-sungguh dapat dirasakan semua pihak. Dan itu dilakukan dengan pengembangan jejaring sosial, yang pada gilirannya akan menciptakan suatu wahana yang cukup memungkinkan bagi para pelaku ekonomi, masyarakat pada umumnya dan para pemuda pada khususnya, untuk mengembangkan ketrampilan dan kemampuan manajerial, menemukan akses permodalan, mengembangkan pasar, jaringan bisnis. Bila dicermati lebih lanjut, tujuan yang dirumuskan bersama ini memperlihatkan keinginan adanya pergeseran peran yang selama ini telah dijalani bertahun-tahun oleh lembaga pemuda tersebut. Keinginan semacam ini mengemuka disebabkan kenyataan aktual
yang mesti dihadapi para
pemuda yang mesti berhadapan dengan ketidakpastian di bidang ekonomi, baik mereka yang masih mengenyam pendidikan atau pun belum memperoleh pekerjaan, mau pun mereka yang merasa bahwa taraf ekonomi yang kini telah dicapai masih jauh dari memadai. Namun, mesti diingat, kendala yang akan menghadang adalah perbenturan keinginan yang aktual ini dengan para beneficiary yang telah menjamin keberlangsungan organisasi selama ini. Ini dapat dimaklumi, karena selama ini sumber keuangan lembaga-lembaga pemuda tersebut bukanlah swadana, melainkan bersandar pada sumbangan dari para beneficiary yang memiliki orientasi, kepentingan dan agendanya sendiri. Menyadari itu semua, tujuan umum tersebut juga memunculkan sejumlah tujuan yang lebih spesifik.
143
a.
Meningkatkan daya tawar (bargaining power) dari lembagalembaga pemuda. Disebabkan keberadaannya yang selama ini disokong oleh institusiinstitusi mapan, dan tidak memiliki track record yang fenomenal, maka kesan “anak bawang” sulit dihindari. Ini tentunya menghadang tercapainya trust dari para pihak yang seharusnya menjadi pendukung dan
mengurangi
kemampuan
kelembagaan
pemuda
untuk
mengaktualisasikan ide-ide yang lebih segar. Karena itu, memang sudah seharusnya para anggota organisasi dapat menemukan format baru yang memungkinkan terbangunnya soliditas antar kelembagaan pemuda sehingga ide-ide baru, inovasi, dan kreatifitas dapat mengalun tanpa dihadang sekat-sekat organisasional, dan transfer pengetahuan serta ketrampilan dapat dilakukan demi pengayaan sumber daya yang memperkokoh daya tawar lembaga-lembaga pemuda. b. Melahirkan wirausahawan dalam kerangka pengembangan jejaring melalui pemanfaatan modal sosial. Peningkatan
jumlah
wirausahawan
di
suatu
wilayah,
baik
wirausahawan sosial mau pun bisnis secara otomatis akan meningkatkan taraf ekonomi. Jenis kepakaran yang secara unik berupa kesanggupan untuk meresponi peluang maupun tantangan berangkat dari kekuatan mau pun kelemahan, berani mengambil keputusan dan melakukan terobosan sekaligus menanggungkan resiko dari aktivitas yang dilakukan, merupakan salah satu jalan keluar untuk mengembangkan serta memanfaatkan modal sosial dan mengembangkan jejaring sosial (Bornstein, 2006). Karena itu, kerangka pengembangan jejaring sosial menjadi titik acuan, sehingga dapat menghindarkan pergeseran tujuan menjadi semata-mata mengejar keuntungan ekonomi dan meninggalkan muatan sosialnya. Melalui pemanfaatan modal sosial sebagai faktor pendukung dalam perkembangan kelembagaan pemuda, diharapkan hal ini dapat lebih memaksimalkan jejaring yang telah ada selama ini, sehingga melahirkan para wirausahawan muda yang handal dan tangguh serta berwawasan.
144
Tidak dipungkiri bahwa berbagai training yang bertema “Pelatihan Kewirausahaan” merupakan jenis pelatihan yang telah jamak dilakukan di berbagai kelembagaan pemuda, tak terkecuali kelembagaan pemuda di Kelurahan Cibabat, namun hasil yang diharapkan belum tercapai. Diharapkan, berbagai rencana program yang dikemukakan di atas dapat mengkonstruk format yang lebih baik dalam upaya melahirkan jenis kepakaran yang jelasjelas dibutuhkan dalam peningkatan taraf ekonomi masyarakat ini.
2.
Perumusan Rencana Program Bertolak dari rumusan berbagai masalah, penyebab, dampak, serta kebutuhan dan potensi, juga pemecahan masalah, seperti yang tercantum pada tabel 11, maka perlu adanya suatu perumusan rencana program yang merupakan kelanjutan dari solusi masalah. Berdasarkan tujuan pencapaian yang telah dirumuskan, rancangan program
dalam
kerangka
optimalisasi
peran
kelembagaan
pemuda
menemukan arah yang lebih determinatif. Sejumlah ide bermunculan, mulai dari yang berkesan terlampau dangkal, hingga yang amat kreatif. Namun, itu semua perlu dikonstruk lebih lanjut, dengan mempertimbangkan masalah yang dihadapi dan telah dirumuskan, tujuan dan berbagai konteks dalam peningkatan peran ekonomi kelembagaan pemuda. Ini mengingat rencana program
yang
disusun
seharusnya
bersifat
aplikatif,
namun
tetap
mempertimbangkan konseptual yang mendalam. Sejumlah rencana program yang dapat dikonstruk berdasarkan hasil FGD, dan berbagai ide yang terhimpun antara lain :
a. Program
Optimalisasi
Peran
Kelembagaan
Pemuda
dalam
Peningkatan Ekonomi dengan Pendirian Laboratorium Bisnis. Secara kongkrit, program ini adalah pembentukan Laboratorium Bisnis bagi berbagai kelembagaan pemuda
di Kelurahan Cibabat.
Laboratorium Bisnis ini akan merefleksikan seluruh atmosfir dunia usaha yang aktual, sehingga format yang dipilih adalah sebuah Unit Usaha yang Berbadan Hukum. Dengan pertimbangan modal awal yang terbatas, Unit Usaha ini akan memilih format Persekutuan Komanditer (CV.).
145
Badan Hukum berbentuk koperasi sengaja tidak menjadi alternatif pilihan, karena dipandang kurang dapat merefleksikan serta mewadahi realitas dunia bisnis. Koperasi dipandang kurang memiliki daya untuk mendidik para pemuda ini, karena bias yang terlanjur berkembang di masyarakat umum bahwa koperasi adalah unit usaha yang terlampau dilindungi dan diberi banyak fasilitas, padahal, justru unit ini mestilah menjadi wahana didik di mana para pemuda diperkenalkan dengan berbagai bentuk persaingan, intrik, beragam skema bisnis, skema perjanjian dan berbagai realitas bisnis yang niscaya ditemui dalam menjalankan suatu bisnis yang sehat. Program ini dapat dikatakan merupakan perwujudan dari strategi creating dalam teori pengembangan kapasitas kelembagaan pada perspektif kapital sosial. Unit yang dibentuk ini diharapkan menjadi suatu inkubator bagi lahirnya para wirausahawan muda di daerah ini. Dengan memilih format Badan Hukum yang sama dengan realitas bisnis, diharapkan entitas ini dapat mengenyam berbagai pengalaman dari dinamika jejaring dunia bisnis yang sangat keras. Dari format ini, para pemuda dapat belajar tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kewirausahaan: 1) Membangun bisnis dari nol. Jejaring sosial di Kelurahan Cibabat diharapkan membantu, bukan dalam bentuk fasilitas. Justru mereka membutuhkan suatu pengalaman nyata tentang bagaimana terjun dan berkecimpung di realitas nyata. Para pihak
terkait lebih diharapkan memberikan bimbingan dan
wawasan, dan memberikan peluang yang cukup bagi unit ini untuk menemukan kompetensi inti yang dapat dikembangkan sehingga dapat membangun daya saing. 2) Membangun dan menjalin relasi. Para pihak yang terlibat dapat membuka akses awal dari jejaring yang belum terakses. Berangkat dari sini, para pemuda
akan dapat
mempelajari berbagai konvensi yang berlaku dalam pergaulan bisnis dan mengambil manfaat.
146
3) Mempelajari aktifitas marketing. Unit Bisnis ini akan mencari kesempatan untuk terjun dalam kompetisi merebut proyek di Pemerintahan Daerah, dan mempelajari berbagai manuver yang perlu dikuasai. Dan pengalaman yang didapat dari upaya semacam ini akan meningkatkan ketrampilan dalam memperoleh proyek dari institusi dan sektor swasta yang memilik persyaratan lebih ketat. 4) Mencari akses permodalan. Alasan klasik kurangnya modal dalam memulai usaha adalah refleksi dari belum terbangunnya jiwa kewirausahaan yang baik. Justru dari kebutuhan permodalan, kreatifitas dituntut untuk berkembang dan menjajagi berbagai akses modal, baik lembaga finansial perbankan, nonbank, mau pun personal. Disini akan didapat keterampilan yang amat berharga untuk mengakses berbagai lembaga keuangan, dan memahami teknik perbankan dan manajemen finansial. 5) Mempelajari berbagai skema perjanjian bisnis dan administrasi. Dengan terjun langsung, Unit Bisnis ini akan menuntut para aktivis mengakrabi berbagai skema perjanjian bisnis. Dalam hal ini pun, mereka dapat memperoleh pemahaman yang berharga tentang administrasi bisnis. 6) Mengenal berbagai intrik dan manuver bisnis. Realitas bisnis yang penuh dengan intrik dan manipulasi yang terkadang terlihat rumit serta terkesan kotor bagi para pemuda yang rata-rata masih memelihara idealisme dan menjunjung tinggi kejujuran, tentulah akan membuat para aktivis muda yang mengikuti kegiatan ini cukup mengagetkan. Namun, pengetahuan mengenai banyak sisi kelam dunia bisnis secara praktis justru akan membuka wawasan dan memberikan mereka kesempatan untuk mencari ide-ide kreatif yang berguna untuk membangun tatanan baru dunia usaha yang sesuai dengan idealisme yang mereka pelihara. Inti dari semua itu adalah membangun dan memanfaatkan modal sosial serta jejaring sosial yang eksis di Kelurahan Cibabat, melalui pengembangan kelembagaan. Meski pun dalam konteks bisnis, namun
147
ketrampilan yang dibangun tentunya juga akan membangun ketrampilan kewirausahaan sosial pula. Ini mengingat sosial entrepreneurship dan business
entrepreneurship
adalah
jenis
kepakaran
yang
dapat
dikategorikan identik, dan hanya berbeda bila dilihat dari aras etik yang melandasinya ( Bornstein, 2006). Secara pragmatis, program ini memiliki daya tawar yang kuat bila diperhadapkan dengan pihak Pemerintah Daerah. Karena, bila program ini berhasil diimplementasikan, lembaga pemuda akan memiliki kemungkinan untuk memiliki kesanggupan berswadaya dan swadana. Dengan demikian, pemerintah akan beroleh keuntungan, apalagi bila pihak Pemerintah Daerah mengkonfersikan dana pembinaan pemuda kepada pemberian kesempatan bagi unit usaha ini untuk terjun dalam pengelolaan proyekproyek di Kantor Pemerintahan Daerah. Fasilitas semacam ini sangat cocok untuk menjadi batu loncatan pertama bagi Unit Bisnis yang masih prematur untuk memperoleh pengalaman yang sangat berguna dalam pengelolaan usaha. Dengan demikian, resiko kegagalan dalam pengelolaan proyek tersebut, atau bahkan keuntungan yang dapat diperolehnya merupakan hasil perhitungan
konversi dari anggaran pembinaan
kelembagaan pemuda yang cukup besar.
b. Program Pembentukan Forum Bersama Kelembagaan Pemuda. Forum ini dirancang untuk mengelola aspirasi berbagai lembaga kepemudaan di Kelurahan Cibabat, yang diharapkan dapat mewadahi berbagai aktifitas yang menjurus pada persiapan dan pematangan konsep. Ini
merupakan
perwujudan
dari
strategi
bridging
dalam
teori
pengembangan kapasitas kelembagaan pada perspektif Kapital Sosial. Program ini sangat mungkin akan mengalami hambatan, karena sekatsekat struktural yang telah mapan akan mewarnai setiap dialog. Namun, krusialitas permasalahan ekonomi sangat mungkin untuk menghadirkan atmosfir
yang
memungkinkan
hadirnya
kesadaran
akan
adanya
kepentingan bersama, dan arti penting pembentukan forum. Kehadiran pihak netral yang berfungsi sebagai pendamping dalam forum ini pun dirasakan perlu. Pendamping ini disamping harus dapat
148
diterima oleh semua pihak, ia pun mesti memiliki kompetensi yang cukup untuk memberikan masukan-masukan dalam konteks manajerial, dan wawasan bisnis. Jadi, dalam hal ini pihak swasta dianggap pendamping yang cocok. Forum ini
akan
mencari format konseptual, struktural dan
implementasi dari Laboratorium Bisnis yang dibangun. Berbagai hal yang menjadi urgensinya antara lain merumuskan masalah kepemilikan dari saham, yang berujung pada proporsi pembagian tanggung jawab, resiko, maupun hasil keuntungan, memecahkan masalah struktur organisasi, merumuskan
aturan main dan menyusun anggaran dasar, serta
merumuskan kerangka pelaksanaan program dan penanggung jawab atau pelaksana program.
3. Perumusan Strategi Perumusan strategi dilakukan dengan menimbang segenap masalah dan potensi yang telah berhasil dicermati sebelumnya. Menemukan strategi tunggal yang paling tepat di awal langkah bukanlah menjadi tujuan, melainkan mencari berbagai strategi alternatif sebagai kerangka acuan untuk mengkonstruk berbagai langkah taktis yang mungkin.
a. Menciptakan ruang dialog yang lebih luas Berbagai pihak yang berkepentingan mestilah memiliki suatu ruang dialog yang memungkinkan berbagai pertukaran ide secara lebih kondusif. Ini diperlukan untuk mereduksi ego sektoral antar lembaga, dan juga menemukan isu-isu yang dapat menjadi titik berangkat yang ideal bagi semua pihak. Ruang dialog yang lebih memungkinkan pertukaran ide lebih mengalir lancar justru mesti dimulai dalam format yang jauh dari kesan formal, sesuai dengan jiwa para pemuda yang kurang merasa nyaman dengan formalitas. Berangkat dari terciptanya ikatan awal nonformal antar lembaga semacam ini, barulah diselenggarakan pertemuan formal yang lebih terancang dan terstruktur.
149
Dialog mesti dilakukan bukan hanya oleh para pengurus dari lembagalembaga tersebut, melainkan juga dengan melibatkan para pemuda di Kelurahan Cibabat sebagai konstituen dari lembaga-lembaga tersebut. Dengan demikian, dialog ini bukan hanya membuka kemungkinan pertukaran ide antar lembaga, namun sekaligus sebagai
upaya
mensosialisasikan revitalisasi dan reaktualisasi dari kelembagaan pemuda di mata para konstituennya, yakni para pemuda yang bahkan mungkin sudah tidak peduli lagi dengan eksistensi lembaga-lembaga tersebut. Pergerakan yang dinamis ini niscaya akan tercium dan terekam oleh jejaring yang ada, dan menuntut respon positif yang nyata dari pihak-pihak terkait. Dan ini berkaitan dengan strategi ke dua.
b. Perumusan Konsep implementatif yang visioner, terinci, dan aktual, secara partisipatif Permodalan dan kemampuan manajerial akan menjadi salah satu batu sandungan pertama yang akan menghadang ide-ide peningkatan kegiatan ekonomi. Namun, sesungguhnya para aktivis lembaga pemuda memiliki hal-hal yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan peluang, sekaligus menutupi kekurangan yang mengemuka. Para anggota organisasi ini jelasjelas memiliki kemampuan berorganisasi yang sudah cukup teruji, serta kemampuan menganalisis kenyataan sosial, berdialog dan bertukar pikiran yang cukup memadai. Bila dioptimalisasi, tentu ini merupakan modal yang cukup untuk melahirkan konsep-konsep implementatif yang visioner, terinci, dan aktual, dan sesuai dengan kenyataan objektif. Lahirnya konsep yang matang tentu saja akan merupakan suatu prestasi tersendiri yang dapat mempertinggi daya tawar dan menggerakkan para pihak yang berkepentingan. Jadi, pada dasarnya, optimalisasi dilakukan justru dengan mewujudkan strategi bonding dalam pengembangan kelembagaan, dengan optimalisasi kemampuan dan modal yang bersifat inisial. Dan perumusan konsep dengan melalui proses yang partisipatif di antara lembaga pemuda ini niscaya akan memperkuat kohesifitas antar lembaga tersebut, sekaligus semakin mempertinggi bargaining power dari konsep yang berhasil dirumuskan tatkala diajukan kepada pihak-pihak
150
terkait. Karena, kemenyatuan semacam ini merupakan barang langka yang sangat berharga di mata berbagai elemen jejaring sosial di perkotaan yang dewasa ini cenderung disintegratif. c. paya pendekatan terhadap pihak terkait Pemerintah Daerah Kota Cimahi merupakan pihak yang dianggap paling strategis untuk lebih digamit. Ini mengingat karena Kelurahan Cibabat merupakan tempat berdirinya Kantor Pemda Cimahi. Lagi pula, semenjak awal Pemerintah Daerah telah memiliki kepentingan tersendiri yang membangun koneksitas yang bercorak birokratis yang kental. Ini merupakan sebuah peluang, sekaligus tantangan. Pemda Cimahi diharapkan dapat memposisikan diri bukan sebagai pembina secara birokratis dan direktif belaka, melainkan juga mencoba peran lain yang lebih luwes dan dialektis. Dengan jalinan yang lebih erat, dan tawaran konseptual yang menarik, tentunya akan memungkinkan pihak Pemerintah Daerah untuk membuka diri terhadap berbagai kemungkinan baru yang lebih menguntungkan semua pihak dan menjadikannya semacam proyek percontohan bagi Kelurahan lainnya dalam
mempertinggi
pertumbuhan ekonomi dan masalah tenaga kerja di wilayahya. Untuk lebih mempermudah melihat susunan program dan strategi di atas, maka dapat dilihat dari tabel 12 Program dan Strategi Peningkatan Peran Kelembagaan Pemuda dalam Mengatasi Masalah Ekonomi di Keluarga.