STRATEGI KELUARGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh FIKA WIJAYANI NIM 11102244020
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JANUARI 2016
i
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri, sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.
Yogyakarta, 21 Desember 2015 Yang Menyatakan,
Fika Wijayani NIM. 11102244020
iii
iv
MOTTO
Dikatakan miskin itu bukan karena ia menerima sebuah, dua buah kurma, tapi orang miskin itu orang yang meminta - minta (HR. Bukhori)
Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang – orang yang di lebihkan tidak mau memberi rizki mereka kepada budak – budak yang mereka miliki (AN-Nahlayat 71) Lebih baik bersusah payah pada saat menempuh pendidikan, dari pada harus persusah payah dalam menempuh kehidupan (Fika Wijayani)
v
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan untuk : 1. Ibuku Hj. Muchlati dan Bapakku H. Tarisun tercinta dan terkasih. 2. Almamater, Universitas Negeri Yogyakarta.
vi
STRATEGI KELUARGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN Oleh Fika Wijayani NIM 11102244020 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi seperti apa yang dilakukan oleh keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan ekonomi yang dialami oleh keluarga nelayan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah nelayan pantai Depok yang hidup dalam kategori miskin, anggota keluarga nelayan, pengelola KUB dan TPI. Pengumpulan data menggunakan metode observasi/pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian yang dibantu oleh pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman dokumentasi. Adapun teknik analisis data kualitatif yang meliputi proses reduksi data, display data, dan verifikasi. Trianggulasi yang dilakukan untuk menjelaskan keabsahan data dengan menggunakan sumber dan metode. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan yang diperoleh nelayan dalam melaut atau mencari ikan dilaut tidak menentu, sehingga mengakibatkan nelayan sulit dalam memenuhi kebutuhn keluarganya yang dimana nelayan tetap berada di garis kemiskinan. Oleh sebab itu strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan terbagi menjadi dua strategi yaitu : strategi internal dan eksternal. 1) Strategi internal meliputi : diverifikasi usaha menjadi petani dan buruh, serta peran anggota keluarga lain dengan mencari tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 2) Strategi eksternal meliputi : strategi keluarga melalui peran modal sosial dan modal budaya dimana interaksi dan jaringan sosial menghasilkan beberapa komunitas seperti KUB dan TPI serta Kegiatan simpan pinjam atau hutang piutang.
Kata kunci : Strategi mengatasi kemiskinan, dan keluarga nelayan.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, inayah dan rizki-Nya, sehingga Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar. Tugas Akhir Skripsi ini berjudul “Strategi Keluarga Nelayan dalam Mengatasi Kemiskinan di pantai Depok Daerah Istimewa Yogyakarta”. Tugas Akhir Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, baik langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ijin melakukan penelitian ini. 2. Ketua Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menyusun skripsi. 3. Ibu SW Septiarti M,Si selaku dosen pembimbing yang dengan kesabarannya selalu memberikan saran, kritik, dan masukan yang mendukung terselesainya Tugas Akhir Skripsi ini. 4. Lurah beserta perangkat Desa Parangtritis Kec Kretek Kab Bantul Yogyakarta yang telah membantu dan memberikan ijin penelitian. 5. Bapak H. Tarisun,Ibu Hj.Muchlati, dan kakak-kakakku (Heni, Desi,Yogo, EDI, dan Ayu) yang selalu memberikan doa, semangat dan motivasi dalam penyelesaian studi.
viii
6. Teman-teman PLS B 2011 yang telah memberikan motivasi dalam pengerjaan Tugas Akhir Skripsi. 7. Aura Anggie Meityanza yang selalu menyemangati, memberi motivasi dan siap untuk direpotkan untuk penyelesaian Tugas Akhir Skripsi. 8. Arum, Tika, Ruli, Dini, Iga, Kiki, Destia, Agustin, Garnis, Dian, Tia, Esti, mba Atik, mba Lia, mba Rere, Mba Tiwi dan amoria yang sering berjuang bersama serta saling membantu pengerjaan serta memberi arahan dalam mengerjakan Tugas Akhir Skripsi. 9. Semua pihak yang turut membantu penyusunan Tugas Akhir Skripsi secara langsung atau tidak langsung. Semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan semoga Tugas Akhir Skripsi ini bermanfaat untuk penulis dan pembaca.
Yogyakarta, 21 Desember 2015 Penulis,
Fika Wijayani
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv MOTO .................................................................................................................. v PERSEMBAHAN ................................................................................................ vi ABSTRAK ........................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ....................................................................................... 10 C. Batasan Masalah ............................................................................................ 11 D. Rumusan Masalah .......................................................................................... 11 E. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 11 F. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembahasan Tentang Nelayan 1. Pengertian Nelayan .................................................................................. 13 2. Nelayan dan Kemiskinan ......................................................................... 15 3. Kemiskinan Pada Keluarga Nelayan ....................................................... 23 4. Strategi Keluarga Nelayan ....................................................................... 27 x
B. Penelitian yang Relevan ................................................................................. 36 C. Alur Penelitian ............................................................................................... 39 D. Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 40
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian .................................................................................... 41 B. Subyek dan Objek Penelitian ......................................................................... 42 C. Setting Penelitian ........................................................................................... 43 D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 43 1. Sumber Data ............................................................................................... 43 2. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 44 a. Observasiatau Pengamatan .................................................................... 44 b. Wawancara ............................................................................................ 44 c. Dokumentasi .......................................................................................... 45 E. Instrumen Penelitian ...................................................................................... 48 F. Teknik Analisis Data ...................................................................................... 48 1. Data Reduction (ReduksiData) .................................................................. 49 2. Data Display (Penyajian Data) .................................................................. 49 3. Conclusion Drawing/ Verification (Verifikasi/PenarikanKesimpulan) ..... 49 G. Pemeriksaan Keabsahan Data / Trianggulasi ................................................. 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................................. 51 1. Deskripsi Wilayah ...................................................................................... 51 2. Deskripsi Paguyuban Nelayan ................................................................... 53 a. Sejarah koperasi TPI ............................................................................. 53 b. Visi dan Misi ......................................................................................... 53 c. Fungsi KUB Mina Bahari 45 ................................................................. 54 xi
d. Profil Lembaga ...................................................................................... 54 e. Struktur Organisasi ................................................................................ 55 f. Program yang Dilaksanakan .................................................................. 55 g. Pemilik Kapal dan Awak Buah Kapal ................................................... 55 h. Daftar Pedagang Ikan ............................................................................ 55 i. Kelompok Pedagang, Warung dan Warung Makan ............................... 56 j. Sarana dan Prasarana .............................................................................. 57 B. Hasil Penelitian dan Pembahasan .................................................................... 58 1. Kondisi Umum Kehidupan Nelayan .......................................................... 58 2. Strategi Keluarga Nelayan dalam Mengatasi Kemiskinan ........................ 62 a. Diverifikasi Usaha .................................................................................. 63 b. Partisipasi Anggota Keluarga/ Pola Nafkah Ganda ............................... 66 c. Kegiatan Hutang Piutang ....................................................................... 70 d. Strategi Keluarga Nelayan Melalui Peran Modal Sosial dan Budaya .. 72 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...................................................................................................... 89 B. Saran ................................................................................................................ 91 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 93 LAMPIRAN .......................................................................................................... 95
xii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 47 Tabel 2. Kelompok Pedagang, Warung dan Warung Makan .................................... 56 Tabel 3. Sarana dan Prasarana ................................................................................... 57
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Alur Penelitian ......................................................................................... 39
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pedoman Wawancara ............................................................................ 96 Lampiran 2. Pedoman Observasi ............................................................................... 105 Lampiran 3. Pedoman Dokmentasi ............................................................................ 106 Lampiran 4. Catatan Lapangan .................................................................................. 107 Lampiran 5. Reduksi Data ......................................................................................... 122 Lampiran 6. Hasil Dokumentasi ................................................................................ 136 Lampiran 12. Surat Permohonan Ijin Penelitian ........................................................ 143
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anugerah terindah yang dimiliki Indonesia salah satunya yaitu luas wilayah perairannya yang luasnya tiga kali lipat dari luas daratannya. Indonesia juga didaulat sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Menurut Ikhsan Harahab dalam www.kompasiana.com (2014), dari total luas wilayah Indonesia sebesar 5.180.053 km2, luas lautan Indonesia mencapai 3.257.483 km2, sedangkan luas daratannya 1.922.570 km2. Letak Indonesia yang dapat dikatakan mempunyai letak yang strategis, selain itu Indonesia juga dilintasi oleh garis khatulistiwa semakin menambah deretan keistimewaan negara ini karena berbagai jenis biota laut bisa ditemukan di Indonesia, termasuk spesies ikannya yang lebih dari 3.000 spesies. Jumlah spesies ikan yang beragam dan melimpah, maka Indonesia memiliki potensi dalam perikanan yang cukup besar. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Sharif C. Sutardjo dalam www.kkp.com pernah mengatakan nilai potensi dan kekayaan alam yang terdapat dari sektor kelautan dan perikanan Indonesia dapat mencapai US$ 171 miliar pertahun. Artinya, jika dikalikan dalam kurs dolar saat ini (Rp. 12.249,-), dana yang dapat diperoleh dari sektor perikanan dan keluatan Indonesia mencapai lebih dari Rp 2.000 triliun rupiah pertahun. Dana yang sangat besar tersebut sangat bermanfaat bila dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur Indonesia.
1
Sumber kekayaan alam yang melimpah itu menjadi berkah untuk rakyat Indonesia khususnya para nelayan di kawasan pesisir. Namun ironisnya kekayaan negeri bahari ini tidak dirasakan oleh seluruh nelayan di Indonesia. Menurut data pada tahun 2014 oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, terdapat kurang lebih 8 Juta nelayan miskin atau 25,14% dari total penduduk miskin di Indonesia. Tentunya dengan jumlah kekayaan bahari yang dimiliki perairan Indonesia, seluruh nelayan di Indonesia dapat menikmati kesejahteraannya. Nelayan merupakan orang yang paling besar yang memanfaatkan sumbersumber kelautan untuk kelangsungan hidupnya. Nelayan sangatlah bergantung besar pada sumber daya kelautan, dimana nelayan mencari kekayaan yang ada dilaut lalu hasil tersebut dijual untuk keberlangsungan hidup sehari-hari. Nelayan merupakan salah satu bagian dari anggota masyarakat yang mempunyai tingkat kesejahteraan paling rendah. Masyarakat nelayan merupakan masyarakat paling miskin dibanding anggota masyarakat lainnya. Suatu permasalahan pada sebuah Negara Maritim seperti Indonesia bahwa ditengah kekayaan laut yang begitu besar masyarakat nelayan merupakan golongan masyarakat yang paling miskin. Pemandangan yang sering dijumpai di perkampungan nelayan adalah lingkungan hidup yang identik dengan kumuh serta rumah-rumah yang sangat sederhana. Delapan Juta nelayan miskin atau 25,14% dari total penduduk miskin di Indonesia sungguhlah sangat memprihatinkan, fakta tersebut sangatlah berbanding terbalik dengan kekayaan laut di negeri Indonesia yang menganggap nenek moyangnya seorang pelaut terkesan hanya mitos dan menjadi kenangan belaka. 2
Kemiskinan yang membelenggu nelayan di Negara Maritim ini sudah berlangsung lintas generasi dan seakan tidak pernah berhenti seiring dengan perkembangan zaman. Padahal, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah menyiapkan program peningkatan kehidupan nelayan untuk menanggulangi kemiskinan masyarakat pesisir yang tersebar 10.640 desa di Indonesia, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 127,823 miliar pada tahun 2011 dan tahun 2012 meningkat menjadi Rp 1,17 triliun. Banyak kebijakan pemerintah yang dianggap masih merugikan nelayan Indonesia, kebijakan-kebijakan tersebut yakni: Permen KP No. 1 tahun 2015 tentang penangkapan lobster, kepiting dan rajungan, Permen KP No. 2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik serta Perpres No. 191 tahun 2014 tentang larangan kapal berukuran di atas 30 Grosston (GT) menggunakan solar bersubsidi. Selain penerapan Permen KP No. 1 tahun 2015 dan Permen KP No. 2 tahun 2015, Menteri Kelautan dan Perikanan juga berencana membatasi aktivitas penangkapan ikan dan eksplorasi di wilayah 0-4 mil dari tepi pantai secara bertahap. Rencananya, wilayah 0-4 mil tersebut akan digunakan untuk pariwisata dan konservasi. Namun akibat dari kebijakan ini akan membunuh para nelayan tradisional atau kecil, dikarenakan kapal nelayan tradisional tidak menggunakan mesin atau berukuran di bawah 5 GT dan hanya mampu beroperasi paling jauh 4 mil. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2012, tercatat jumlah nelayan tangkap di Indonesia mencapai 2,2 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 95 % adalah nelayan tradisional. 3
Keluarga nelayan pada umumnya memiliki persoalan yang lebih komplek dibandingkan dengan keluarga pertanian. Keluarga nelayan memiliki siklus khusus dibandingkan keluarga petani. Ciri khusus keluarga nelayan ialah penggunaan wilayah pesisir dan lautan sebagai produksi. Hal ini menjadikan ketidak pastian jam dan hari dalam bekerja. Misal dalam 30 hari nelayan hanya bekerja selama 20 hari, sisa yang 10 hari dapat dikatakan waktu menganggur. Penangkapan ikan di laut pun sangat mengancam resiko atau bahaya yang tinggi, maka dari itu penangkapan hanya dilakukan oleh kaum laki-laki saja. Peralatan yang digunakan dalam proses penangkapan ikan pun harus sesuai dengan situasi dan kondisi. Apabila air laut sedang pasang maka perahu yang digunakan bukanlah perahu yang kecil melainkan perahu yang kokoh yang kuat apabila terkena gelombang ombak yang tinggi. Pada saat tidak sedang musim ikan yang disebabkan kondisi alam yang tidak menentu mengakibatkan pendapatan yang diperoleh sedikit atau tidak sama sekali memperoleh hasil. Hasil yang sedikit dapat mengakibatkan kurangnya pendapatan keluarga nelayan. Masyarakat nelayan lebih sering disebut dengan masyarakat tertinggal dikarenakan masyarakat nelayan tergolong masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat lainnya (the poorest of the poor). Hal itu disebabkan salah satunya karena tingkat pendidikan di kalangan nelayan sampai saat ini masih tergolong rendah. Pendidikan yang rendah dikalangan nelayan disebabkan oleh berbagai faktor mulai dari infrastruktur, sumber daya manusia dan kepedulian nelayan akan
4
pentingnya pendidikan. Ketiga faktor itu sangat terkait, sehingga diperlukan penanganan yang intensif dan keberlanjutan. Masa depan kelestarian pengelolaan potensi kelautan kita membutuhkan kearifan dan sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi untuk mengelola dan memanfaatkannya. Menurut Suharto (2005: 40), masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial. Oleh sebab itu perlu mengetahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan pada nelayan. Terdapat
beberapa
faktor-faktor
yang
menyebabkan
terjadinya
kemiskinan pada nelayan diantaranya : kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Selain kebijakan pemerintah yang mengakibatkan kemiskinan pada nelayan, terdapat berbagai masalah yang menjadi faktor-faktor terjadi kemiskinan pada nelayan. Faktor-faktor tersebut meliputi kondisi alam, tingkat pendidikan nelayan, pola kehidupan nelayan, pemasaran hasil tangkapan dan program pemerintah yang belum memihak nelayan. Kemiskinan dan tekanan-tekanan sosial-ekonomi yang dihadapi oleh keluarga nelayan berakar dari faktor-faktor kompleks yang sangat terkait. Menurut Kusnadi (2002: 5), faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan kedalam faktor alamiah dan non alamiah. Faktor alamiah yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan fluktuasi musim-musim penangkapan ikan dan struktur alamiah sumber daya ekonomi desa. 5
Faktor non alamiah berhubungan dengan keterbatasan teknologi penangkapan ikan, ketimpangan sistem bagi hasil, belum adanya jaminan sosial tenaga kerja, dan lemahnya penguasaan jaringan dalam pemasaran. Sejak dahulu sampai sekarang nelayan telah hidup dalam suatu organisasi kerja secara turun-temurun tidak mengalami perubahan yang berarti. Kategori nelayan juragan kesejahteraannya relatif lebih baik karena menguasai faktor produksi seperti kapal, mesin alat tangkap maupun faktor pendukungnya seperti es, garam dan lainnya. Kategori nelayan yang merupakan mayoritas adalah pekerja atau buruh dari pemilik faktor produksi dan kalau pun mereka mengusahakan sendiri faktor atau alat produksinya masih sangat konvensional, sehingga produktivitasnya tidak berkembang, kelompok inilah yang terus berhadapan dan bergelut dengan kemiskinan. Kondisi dimana belum terpenuhinya kebutuhan pokok, maka kebutuhankebutuhan yang lain sulit atau bahkan tidak dapat terpenuhi. Seperti kebutuhan akan pendidikan untuk anak-anaknya. Tidak dapat dipungkiri dengan kondisi kekurangan yang dihadapi keluarga nelayan, sehingga pendidikan untuk anak-anak mereka tidak dihiraukan lagi. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan generasigenerasinya tidak mengalami perubahan yang bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga. Pentingnya pendidikan dan keterjamahnya pendidikan untuk nelayan diharapkan nelayan dapat menguasai berbagai teknologi yang berkaitan dengan penangkapan, pengelolaan hasil tangkapan dan pemasaran hasil tangkapan, sehingga kualitas nelayan akan lebih baik. 6
Etos kinerja nelayan memang sangat baik, nelayan identik dengan pekerja yang tangguh dan berani. Nelayan juga selalu mencari celah dalam mendapatkan pekerjaan lain seperti bertani guna memperoleh tambahan penghasilan ketika tidak musim ikan atau tidak bisa melaut untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kekurangan yang sering dihadapi oleh keluarga nelayan menjadikan nelayan harus bisa melakukan suatu teknik atau kegiatan yang disebut juga dengan strategi untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Anggota keluarga lain seperti istri dan anak-anak nelayan juga harus berjuang mencari nafkah dengan melakukan segala pekerjaan yang dapat mendatangkan penghasilan apabila nelayan sedang tidak melaut, nelayan tersebut juga harus bekerja menjadi apa saja di daratan, entah sebagai petani, tukang bangunan, berdagang, dll. Strategi ini dilakukan untuk mendapatkan hasil guna kelangsungan hidup keluargaanya. Akan tetapi sejauh mana peluang-peluang kerja tersebut bisa dilakukan oleh anggota keluarga nelayan sangat ditentukan oleh karakteristik struktur sumber daya ekonomi desa setempat, dikarenakan desa-desa di pesisir pantai struktur sumberdaya ekonominya sangatlah tergantung pada laut. Usahausaha lain yang bertumpu pada hasil laut ketika tidak musim ikan pun akan berhenti. Melakukan kegiatan hutang piutang merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh keluarga nelayan. Menghutang adalah salah satu strategi nelayan dalam memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup keluarganya. Menurut Kusnadi (2002: 23), nelayan dapat memobilisasikan seluruh jaringan sosial yang dimilikinya untuk memperoleh sumber daya yang diharapkannya. Jaringan sosial 7
menjadikan nelayan akan lebih mudah dalam memperoleh akses sumber daya seperti uang, barang dan jasa. Keluarga nelayan buruh yang tidak memiliki barangbarang yang berharga, jaringan sosial adalah cara satu-satunya yang harus didayagunakan untuk memperoleh bantuan sumberdaya ekonomi, salah satu contohnya bantuan hutang. Keputusan masyarakat nelayan untuk berhutang bukanlah hal yang umum dikalangan mereka. Bahkan hal seperti itu sudah membudaya di masyarakat nelayan. Apalagi kehidupan nelayan yang sering disebut bergaya hidup konsumtif atau boros ketika memperoleh hasil yang cukup banyak. Ketika penghasilan yang dihasilkan sedikit dan kebutuhan keluarga yang mendesak maka hutang adalah salah satu cara yang tepat digunakan oleh nelayan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau sistem kognitif yang berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”, referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya (Keesing, 1989:68-69). Setiap gagasan dan praktik kebudayaan harus bersifat fungsional dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akan hilang dalam waktu yang tidak lama. Kebudayaan haruslah membantu kemampuan dalam penyesuaian diri individu terhadap lingkungan kehidupannya. Kebudayaan juga membentuk sistem pembagian kerja bagi masyarakat nelayan atau (the division of labor by sex). Sistem pembagian kerja merupakan kontruksi sosial dari masyarakat nelayan yang terbentuk sebagai hasil evolutif dari suatu 8
proses dialektika antara manusia, lingkungan, dan kebudayaannya. Sebagai produk budaya, sistem pembagian kerja ini diwariskan secara sosial dari generasi ke generasi. Berdasarkan sistem pembagian kerja pada masyarakat nelayan, pekerjaanpekerjaan yang terkait dengan ”laut” merupakan ”ranah kaum laki-laki”, sedangkan wilayah ”darat” adalah ranah kerja ”kaum perempuan”. Oleh sebab itu dapat dikatakan di dalam keluarga nelayan miskin, kaum perempuan atau istri nelayan, mengambil peranan yang strategis untuk menjaga keutuhan keluarganya. Modernisasi perikanan yang berdampak serius terhadap proses pemiskinan telah menempatkan kaum perempuan sebagai penanggung jawab utama kelangsungan hidup keluarga nelayan (Kusnadi, 2002 :69-83). Jika pemerintah menggagas program-program pemberdayaan untuk mengatasi kemiskinan nelayan, kaum perempuan dapat ditempatkan sebagai subjek pemberdayaan sosial-ekonomi. Upaya ini diharapkan untuk mencapai tujuan pemberdayaan dapat ditempuh secara tepat dan efisien. Strategi yang dilakukan pemerintah maupun pihak swasta sudah pernah dilakukan. Beberapa strategi dilakukan guna peningkatan kesejahteraan nelayan, misalnya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut seperti pembuatan garam rakyat, pembatasan alat tangkap ikan, pembatasan zona tangkap ikan, pengaturan izin usaha kepada nelayan-nelayan asing, izin pembudidayaan laut, dan pengaturan sistem pemasaran ikan. Akan tetapi sebaiknya program-program dari pemerintah disesuaikan dengan situasi kondisi daerahnya.
9
Dari uraian-uraian di atas, maka pertanyaan pokok yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan yang mereka hadapi?”. Untuk menjawab penelitian ini maka aspekaspek yang hendak dikaji meliputi: bagaimana kondisi kemiskinan pada masyarakat nelayan dan mengidentifikasi strategi-strategi seperti apa yang keluarga nelayan lakukan dalam mengatasi faktor-faktor penyebab kemiskinan tersebut. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat diindentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1.
Jumlah nelayan miskin di Indonesia tahun 2014 mencapai 8 juta orang atau 25,14 % dari total penduduk miskin di Indonesia.
2.
Nelayan merupakan bagian anggota masyarakat yang mempunyai kesejahteraan paling rendah.
3.
Keterbatasan nelayan dalam memperoleh ikan yang berpengaruh pada pendapatan sehari-hari.
4.
Banyaknya persoalan yang dihadapi pada keluarga nelayan.
5.
Kekayaan alam yang terdapat dari sektor kelautan dan perikanan Indonesia dapat mencapai US$ 171 miliar pertahun, akan tetapi masih banyak nelayan yang miskin di Indonesia.
6.
Upaya keluarga nelayan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
10
C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang diperoleh, masalah dalam penelitian ini dibatasi pada permasalahan mengenai strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan. Diharapkan dengan adanya pembatasan masalah tersebut, peneliti dapat menyusun sebuah penelitian yang sesuai dengan tujuan yang direncanakan. D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang ada, maka dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan tersebut. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi strategi seperti apa yang dilakukan oleh keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik praktis maupun teoritis, sebagai berikut : 1. Manfaat praktis a. Bagi pemerintah penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu pertimbangan dalam usaha penanggulangan kemiskinan pada nelayan. Sehingga program-program yang ditawarkan benar-benar efektif. b. Bagi nelayan, penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam usaha memperbaiki kesejahteraan hidup para nelayan.
11
c. Bagi masyarakat luas penelitian ini berguna untuk dijadikan pedoman dalam melakukan strategi mengatasi kemiskinan. 2. Manfaat teoritis Memperkaya kajian tentang strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan.
12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pembahasan Tentang Nelayan 1. Pengertian Nelayan Nelayan merupakan suatu jenis dari pekerjaan yang dimana pekerjaannya ialah mencari
ikan
di
laut.
Menurut
Departemen
Kelautan
dan
Perikanan
(www.dkp.com), dalam perstatistikan perikanan perairan umum, nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan operasi penangkapan ikan di perairan umum. Orang yang melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam perahu atau kapal motor, mengangkut ikan dari perahu atau kapal motor, bukan dikategorikan sebagai nelayan. Nelayan ada juga yang berasal dari daerah setempat maupun nelayan perantauan. Nelayan perantauan yang sering dikenal dengan sebutan nelayan andun. Nelayan terbagi menjadi dua golongan, yaitu nelayan besar atau yang lebih dikenal dengan nelayan juragan dan nelayan kecil atau nelayan buruh. Nelayan juragan ialah dia yang memiliki dan menguasai alat-alat sedangkan nelayan buruh tidak memiliki alat-alat tangkapan. Pada proses mencari ikan nelayan juga terbagi menjadi dua kategori yaitu kategori nelayan modern dan nelayan tradisional. Dikatakan nelayan modern apabila mereka mencari ikan dengan menggunakan kapal mesin dan peralatan yang canggih. Nelayan tradisional hanya menggunakan kapal yang tidak bermesin dan alat tangkap yang sederhana.
13
Jumlah nelayan modern relatif lebih kecil dibandingkan dengan nelayan tradisional. Menurut artikel pada Majalah Samudera (2 Januari 2014), 95% nelayan nasional yang masih menggunakan kapal ikan yang tidak bermesin atau kapal bermesin dibawah 30 GT dengan alat tangkap yang umumnya tradisional (kurang efisien), maka mereka sebagian besar menangkap ikan di perairan laut dangkal kurang dari 12 mil laut yang pada umumnya telah fully exploited atau overfishing. Konsekuensinya, hasil tangkapan ikan per satuan upaya (kapal ikan atau alat tangkap) dan pendapatan pun rendah. Perbedaan-perbedaan tersebut membawa implikasi pada tingkat pendapatan dan kemampuan atau kesejahteraan sosialekonomi, baik nelayan besar dan atau nelayan moderen maupun nelayan kecil dan atau nelayan tradisional, biasanya masing-masing merupakan kategori sosialekonomi yang relatif sama dengan orientasi usaha dan perilaku yang berbeda-beda. Menurut Kusnadi (2002:2-4), pada dasarnya penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan dapat ditinjau dari tiga sudut pandang. Yang pertama dari segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring dan perlengkapan kapal yang lain), struktur masyarakat nelayan juga terbagi kedalam katagori nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh. Nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi. Dalam kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat terbatas. Dalam masyarakat pertanian, nelayan buruh identik dengan buruh tani. Secara kuantitatif, jumlah nelayan buruh disuatu desa nelayan lebih besar dibandingkan dengan nelayan pemilik. Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil. Disebut nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam usaha perikanan relatif banyak, sedangkan nelayan kecil justru sebaliknya.
14
Ketiga, dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan masyarakat nelayan terbagi kedalam kategori nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional. Adanya perbedaan sosial-ekonomi antar nelayan kecil dan besar terbentuklah hubungan antar nelayan. Hubungan antar nelayan tersebut sering disebutkan dengan hubungan patron dan klien. Patron adalah orang yang berada dalam posisi untuk membantu kliennya. Kuatnya hubungan tersebut merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan ikan yang penuh dengan resiko dan ketidak pastian dalam memperoleh hasil tangkapan. Bagi para nelayan menjaga hubungan ikatan dengan parton merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menjaga keberlangsungan kegiatannya, dikarenakan pola patron dan klien merupakan institusi jaminan ekonomi. Nelayan akan menjual barang-barang yang bisa dijual kepada patron apabila ketika hasil tangkapan nelayan kurang baik, sehingga nelayan kekurangan uang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Selain menjual barang yang bisa dijual, terkadang nelayan juga menghutang kepada patron dengan jaminan ikatan pekerjaan atau hasil tangkapan yang akan dijual kepada patron dengan harga yang lebih rendah dibandingkan hasil tangkapan yang dijual di pasaran. 2. Nelayan dan Kemiskinan Nelayan merupakan salah satu bagian dari anggota masyarakat yang mempunyai tingkat kesejahteraan paling rendah, dengan kata lain, masyarakat nelayan adalah masyarakat paling miskin dibanding anggota masyarakat lainnya (Kusnadi, 2002:4). Suatu ironi bagi sebuah negara maritim seperti Indonesia bahwa 15
ditengah kekayaan laut yang begitu besar, masyarakat nelayan merupakan golongan masyarakat yang paling miskin. Pemandangan yang sering dijumpai di perkampungan nelayan adalah lingkungan hidup yang identik dengan kumuh serta rumah-rumah yang sangat sederhana. Nelayan juga sering disebut masyarakat yang berpendidikan rendah. Banyak diantara anak-anak nelayan yang hanya mengenyam pendidikan sampai sekolah dasar saja, bahkan ada yang belum sampai tamat sekolah dasar. Menurut data pada tahun 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan (www.dkp.com), terdapat kurang lebih 8 Juta nelayan miskin atau 25,14% dari total penduduk miskin di Indonesia. Hal ini sangatlah memprihatinkan dikarenakan fakta tersebut yang berbanding terbalik dengan kekayaan laut di negeri Indonesia yang tercinta ini yang setiap tahun bisa menembus hasil laut mencapai 2.000 triliun rupiah dan menganggap nenek moyangnya seorang pelaut terkesan hanya mitos dan menjadi kenangan belaka. Kemiskinan pada umumnya merupakan keadaan dimana suatu masyarakat atau individu mengalami ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan juga dapat disebabkan karena kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar ataupun sulitnya akses dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan untuk dirinya. Keadaan seperti itu merupakan gambaran kondisi kesulitan seperti kekurangan materi yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, papan, dan kesehatan. Kemiskinan juga menyangkut dalam masalah ekonomi, agama, sosial, politik, dan 16
lain-lain. Kemiskinan juga tidak memandang usia, mulai dari bayi, balita, remaja, orang dewasa dan orangtua. Kemiskinan juga terjadi dimana-mana, bukan hanya di pedesaan, di perkotaan pun banyak terjadi kemiskinan, bahkan terjadi di seluruh dunia. Dimensi-dimensi kemiskinan pun muncul dalam berbagai macam yaitu : a.
Tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, oleh sebab itu masyarakat miskin benarbenar tersingkir dari proses pengambilan keputusan yang penting bahkan menyangkut diri mereka sendiri. Hal ini mengakibatkan masyarakat miskin tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumberdaya termasuk akses informasi.
b.
Ketidak terlibatan warga miskin ke dalam institusi sosial yang ada, sehingga mereka teralinasi dari dinamika masyarakat.
c.
Rendahnya penghasilan yang mereka dapatkan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak.
d.
Rendahnya kepemilikkan masyarakat miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk asset kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana, perumahan, pemukiman dan sebagainya. Menurut Ellis (1983 : 98) dalam Abdul Mugani (2006 : 62), menyebutkan
bahwa dimensi kemiskinan dapat diidentifikasi menurut ekonomi, sosial, dan politik. Kemiskinan ekonomi adalah dimana satu masyarakat mengalami 17
kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok masyarakat. Kemiskinan ekonomi terbagi menjadi dua bagian yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Dikatakan kemiskinan absolut apabila sesorang tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan fisik minimum, sedangkan kemiskinan relatif apabila seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan masyarakat pada saat itu. Ada juga yang disebut dengan kemiskinan sosial. Kemiskinan sosial ialah kemiskinan yang diakibatkan akibat oleh kekurangan jaringan sosial dan struktur yang tidak mendukung untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan agar produktivitas seseorang meningkat. Penyebabnya antara lain karena faktor internal yaitu hambatan budaya sehingga disebut kemiskinan kultural. Sedangkan faktor eksternal diakibatkan oleh birokrasi dan peraturan resmi yang berakibat mencegah seseorang untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. Kemiskinan struktural dapat disebut dengan kemiskinan yang diderita oleh masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka, seperti kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, pendidikan, komunikasi, perlindungan hukum dari pemerintah, dan lain-lain. Oleh sebab itu, kemiskinan politik dapat diartikan dengan kurangnya akses kekuasaan yang dapat menentukan alokasi sumberdaya untuk kepentingan sekelompok orang atau sistem sosial. Menurut Soemardjan dalam Abdul (2006 :70), ditinjau dari sudut sosiologi kemiskinan dapat dilihat dari pola-polanya, yaitu: a. Kemiskinan Individu, ditinjau dari sudut sosiologi kemiskinan dapat dilihat dari pola-polanya, yaitu kemiskinan ini terjadi karena adanya kekurangan18
kekurangan yang disandang oleh seorang individu mengenai syarat-syarat yang diperlukan untuk mengentaskan dirinya dari lembah kemiskinan. b. Kemiskinan Relatif, untuk mengetahui kemiskinan relatif ini perlu diadakan perbandingan antara taraf kekayaan material dari keluarga-keluarga di dalam suatu komunitas tertentu. Dengan perbandingan itu dapat disusun pandangan masyarakat mengenai mereka yang tergolong kaya dan relatif miskin di dalam komunitas tersebut. c. Kemiskinan Struktural, kemiskinan ini dinamakan struktural karena disandang oleh suatu golongan yang ” built in ” atau menjadi bagian yang seolah-olah tetap dalam struktur suatu masyarakat d. Kemiskinan Budaya, yaitu kemiskinan yang diderita oleh suatu masyarakat di tengah-tengah lingkungan alam yang mengandung cukup banyak sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki taraf hidupnya. Kemiskinan ini disebabkan karena kebudayaan masyarakat tidak memiliki ilmu pengetahuan, pengalaman, teknologi, jiwa usaha dan dorongan sosial yang diperlukan untuk menggali kekayaan alam di lingkungannya dan menggunakannya untuk keperluan masyarakat. Masalah kemiskinan yang dialami oleh nelayan merupakan masalah yang bersifat multi dimensi sehingga menyelesaikanya sangat diperlukan solusi yang menyeluruh dan terlebih dahulu harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan pada nelayan. Secara umum kemiskinan pada masyarakat pesisir khususnya nelayan disebabkan karena tidak terpenuhinya hak hak dasar masyarakat. Adapun hak-hak dasar tersebut meliputi: kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, infrastruktur, selain itu masih kurangnya kesempatan berusaha, akses terhadap informasi, teknologi, permodalan, pemasaran maupun rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. Budaya dan gaya hidup nelayan yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah.
19
Menurut Kusnadi (2002:5), faktor-faktor yang menyebabkan semakin terpuruknya kesejahteraan nelayan sangat kompleks, yaitu: 1. Faktor alam yang berkaitan dengan fluktuasi musim ikan. Apabila musim ikan atau ada potensi ikan yang relatif baik, perolehan pendapatan bisa lebih terjamin, sebaliknya pada saat tidak musim ikan nelayan akan menghadapi kesulitan-kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Faktor alamiah ini selalu berulang setiap tahun. 2. Faktor non alam, yaitu faktor yang berkaitan dengan ketimpangan dalam pranata bagi hasil, ketiadaan jaminan sosial awak perahu, dan jaringan pemasaran ikan yang rawan terhadap fluktuasi harga, keterbatasan teknologi pengolahan hasil ikan, dampak negatif modernisasi, serta terbatasnya peluang-peluang kerja yang bisa diakses oleh rumahtangga nelayan. Kondisi-kondisi aktual yang demikian dan pengaruh terhadap kelangkaan sumberdaya akan senantiasa menghadapkan keluarga nelayan ke dalam jebakan kekurangan. Menurut Kusnadi (2001:36-40), penyebab terjadinya kemiskinan pada nelayan antara lain: 1. Kondisi alam Kondisi alam membuat waktu dalam mencari ikan di laut dan ketidak stabilan dalam memperoleh hasil tangkapan. Musim paceklik yang datang pada setiap tahun dan itu selalu datang pada saat musim kemarau yang
20
panjang, maka nelayan terus berada dalam lingkar kemiskinan setiap tahunnya. 2. Tingkat pendidikan nelayan. Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi moderen, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah serta tingkat hasil penangkapannya juga sangat rendah atau sedikit. Tingkat pendidikan nelayan sangatlah berbanding lurus dengan teknologi yang dapat dihasilkan oleh nelayan. Teknologi yang dimaksud ialah teknologi di bidang penangkapan ikan. Nelayan masih banyak yang menggunakan teknologi secara tradisional dalam cara pengawetan ikan hasil tangkapan. Padahal ikan laut sangatlah mudah membusuk dibandingkan dengan bahan makanan lain, dikarenakan ikan laut banyak mengandung bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan laut tersebut. Cara pengawetan ikan dengan cara tradisional ini dapat dikatakan oleh rendahnya
tingkat pendidikan dan penguasaan nelayan terhadap
teknologi. 3. Pola kehidupan nelayan. Kultur nelayan yang bilamana dicermati memiliki etos kerja yang handal, dimana nelayan pergi mencari ikan pagi subuh pulang siang setelah itu menyempatkan waktu senggang untuk membenarkan jaring yang rusak. Pola hidup konsumtif menjadi masalah laten pada masyarakat nelayan, dimana pada saat penghasilan banyak, tidak ditabung untuk persiapan 21
paceklik, melainkan dijadikan kesempatan untuk membeli kebutuhan sekunder. 4. Pemasaran hasil tangkapan. Nelayan seringkali mengalami kesulitan dalam memperjualkan ikan hasil penangkapannya. Kesulitan ini dikarenakan tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hal tersebut membuat para nelayan terpaksa untuk menjual hasil tangkapan mereka kepada tengkulak dengan harga di bawah harga pasar. Hal ini sangatlah disayangkan oleh para nelayan, bilamana ada TPI maka nelayan dapat memperoleh hasil yang lebih banyak dibandingkan dengan harus menjual ikannya kepada tengkulak-tengkulak. Apalagi ketika musim ikan, hasil ikan yang melimpah mengakibatkan harga ikan turun dan harus menjual pada tengkulak. 5. Program pemerintah yang belum memihak nelayan Kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Kebijakan yang pro nelayan mutlak diperlukan, yakni sebuah kebijakan sosial yang akan mensejahterakan masyarakat dan kehidupan nelayan. Kenaikan BBM juga menjadikan nelayan merasa tercekik. Ketergantungan nelayan pada jenis bahan solar membuat anggaran dalam mencari ikan membengkak.
22
Selain 5 faktor penyebab kemiskian diatas, penyebab kemiskinan di kalangan nelayan juga dikarenakan karena adanya dampak negatif kebijakan modernisasi perahu dan modernisasi alat tangkap yang sering disebut dengan istilah "revolusi biru''. Kebijakan ini telah mendorong timbulnya gejala lebih tangkapan atau overfishing dan penguasaan sumber daya perikanan secara berlebihan di perairan pantai maupun perairan lepas. Untuk itu nelayan harus berusaha keras dalam persaingan tersebut. Hal ini digambarkan dengan kondisi nelayan yang mempunyai perlengkapan mencari ikan dengan alat-alat sederhana, hal ini membuat nelayan kesulitan dalam memperoleh hasil tangkapan. Keterbatasan alat penangkapan ikan yang mempengaruhi pendapatan nelayan, maka banyak dari nelayan yang menggunakan bahan peledak dalam proses penangkapan ikan. Padahal penangkapan ikan di laut dengan cara menggunakan bahan peledak mengakibatkan rusaknya ekosistem bawah laut. Oleh sebab itu sangatlah disayangkan bilamana penggunaan bahan peledak terus digunakan. Pemerintah harus berupaya keras melarang dan memantau nelayan dalam penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di laut. Akan tetapi larangan menggunakan bahan peledak menjadikan nelayan harus menuai ketidak pastian dalam memperoleh hasil tangkapan dan berdampak pada pendapatan nelayan. Hal ini sangat dirasakan bagi keluarga nelayan buruh atau kecil. 3. Kemiskinan Pada Keluarga Nelayan Keluarga merupakan kesatuan sosial yang membentuk masyarakat yang hidup dalam satu atap dan memiliki hubungan darah. Di dalam keluarga umumnya 23
terdapat anggota-anggota keluarga, seperti suami, istri, dan anak. Seperti halnya dengan keluarga-keluarga pada umumnya, keluarga nelayan juga mempunyai tanggungan ekonomi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari anggota keluarganya. Dalam keluarga, semua modal dan barang diatur oleh kepala keluarga yang bertindak tanpa pamrih demi kepentingan bersama. Masing-masing anggota keluarga
akan
berkontribusi
sesuai
dengan
peran,
tanggungjawab
dan
kemampuannya. Persoalan yang mendasari keluarga nelayan yang tingkat penghasilannya tergolong kecil dan tidak pasti adalah bagaimana mengelola sumber daya ekonomi yang dimiliki secara efisien dan efektif. Adanya pengelolaan sumber daya ekonomi diharapkan mereka bisa bertahan hidup dan bekerja dengan cara mengelola sumber daya ekonomi yang ada. Pengelolaan sumber daya ekonomi oleh nelayan diharapkan dapat membuat nelayan merasa aman dan mampu melewati masa-masa krisis yang mengancam kelangsungan keluarganya. Menurut Kusnadi (2002;17), “Dalam kelompok sosial yang berpenghasilan rendah di daerah perkotaan misalnya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok pangan dalam upaya menjaga kelangsungan kehidupan keluarganya. Kualitas bahan pangan yang bisa mereka peroleh juga rendah, dikarenakan harganya yang murah dan sesuai dengan karakter batas kemampuan sosial-ekonominya. Hal seperti ini juga sama terjadi pada rumah tangga nelayan buruh. Bagi keluarga nelayan buruh yang terpenting adalah makanan untuk keberlangsungan setiap hari meski dengan lauk - pauk yang sederhana. Lauk-pauk pada yang umumnya adalah ikan laut dan sayur bening atau asam. Dikarenakan kebutuhan pangan merupakan prioritas utama dibandingkan dengan kebutuhan sandang dan papan. Kebutuhan sandang hanya bisa tercukupi ketika nelayan memperoleh penghasilan yang lebih dari cukup. Selain itu nelayan buruh juga kurang memperhatikan kebutuhan papan. Dapat dilihat dari kondisi pemukiman nelayan buruh yang jauh dari standar layak.”
24
Kemiskinan pada keluarga nelayan dapat dicirikan oleh pendapatan yang lebih rendah daripada pengeluaran, tingkat pendidikan keluarga rendah, kelembagaan yang ada belum mendukung terjadinya pemerataan pendapatan, potensi tenaga kerja keluarga (istri dan anak) belum dapat dimanfaatkan dengan baik, dan akses terhadap permodalan yang rendah. Menurut Kusnadi (2002 :40), ciri umum yang dapat dilihat dari kondisi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi dalam kehidupan masyarakat nelayan adalah fakta-fakta yang bersifat fisik berupa kualitas pemukiman. Perkampungan nelayan miskin dapat mudah diidentifikasi dari kondisi rumah yang dihuni oleh para nelayan. Rumah yang sangat sederhana dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu, lantai masih menggunakan tanah, beratap daun rumbia dan perabotan rumah tangga yang tidak memadai merupakan gambaran tempat tinggal para nelayan buruh atau nelayan tradisional. Sedangkan rumah-rumah yang sudah tergolong megah dan fasilitas yang memadai dapat dikenali bahwa rumah tersebut ialah tempat tinggal pemilik perahu, pedagang perantara atau pedagang berskala besar dan pemilik toko. Selain dilihat dari kehidupan fisiknya, kehidupan nelayan miskin dapat dilihat dari tingkat pendidikan anak-anak mereka, pola konsumsi sehari - hari dan tingkat pendapatannya. Tingkat pendapatan nelayan rendah yang cenderung rendah maka tidak dapat dipungkiri tingkat pendidikan anak-anak mereka juga rendah. Banyak terjadi anak-anak para nelayan yang harus berhenti bersekolah sebelum lulus sekolah dasar, ada juga yang sudah sampai lulus sekolah dasar tetapi tidak melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama atau yang lebih tinggi. 25
Disamping itu kebutuhan yang paling mendasar bagi rumah tangga nelayan miskin ialah pemenuhan kebutuhan pangan. Keluarga nelayan yang belum dapat memenuhi kebutuhan pangan maka nelayan tersebut secara otomatis dapat dikatakan nelayan miskin. Menurut Kusnadi (2002:20), keluarga nelayan buruh sering dianggap oleh orang luar bergaya hidup konsumtif atau boros ketika memperoleh penghasilan yang cukup banyak. Padahal yang kita ketahui nelayan buruh tidak setiap hari memperoleh hasil tangkapan yang tergolong banyak. Apalagi ketika musim ikan perolehan pendapatan nelayan buruh dalam sekali mencari ikan atau beroperasi paling hanya mendapatkan uang senilai Rp. 50.000,00 sampai Rp. 100.000,00 (penghasilan maksimum). Dalam masa kerja satu tahun nelayan paling hanya mengalami 1-2 kali, bahkan kadang tidak diperoleh sama sekali. Oleh sebab itu keluarga nelayan buruh sering dihadapkan pada masa-masa kesulitan dan kekurangan dalam kehidupannya ketika hasil dari bernelayan sangatlah kurang. Akan tetapi pada saat nelayan memperoleh hasil yang banyak atau cukup, maka sering dari mereka bersifat konsumtif. Sikap yang demikian mencerminkan kompensasi psikologis dari kesengsaraan hidup yang cukup lama menimpanya. Gaya hidup yang boros merupakan upaya menyenangkan diri dalam sesaat saja. Oleh sebab itu beban kehidupan akan semakin berat bagi keluarga nelayan buruh yang menggantungkan seluruh keberlangsungan kehidupannya dengan hasil melaut.
26
Kemiskinan yang melanda keluarga nelayan pun dapat mempersulit mereka dalam membentuk kehidupan generasi berikutnya yang lebih baik lagi. Anak-anak mereka harus menerima keadaan yang saat ini dialaminya, mereka harus menerima kenyataan untuk mengenyam tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini dikarenakan ketidak mampuan ekonomi orangtuanya. Menurut Kusnadi (2002 :27), banyak anak- anak yang tidak bersekolah atau drop out dari sekolah dasar sebelum mencapai kelulusan. Anak-anak mereka sering dituntut untuk ikut mencari nafkah guna menanggung beban kehidupan keluarga dan mengurangi beban tanggung jawab orangtuanya. Keterbatasan memperoleh yang layak maka kiranya sangatlah sulit untuk menciptakan generasi atau sumber daya manusia yang lebih berkualitas dalam kelompok masyarakat nelayan. Akibat generasi yang diturunkan demikian, maka mereka tetap mewarisi pekerjaan dan tingkat hidup seperti yang dialami oleh orangtuanya. Oleh demikian desa-desa pantai atau pesisir pantai akan menjadi kantong-kantong kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan sepanjang masa.
4. Strategi Keluarga Nelayan Konsep strategi merupakan suatu teknik untuk mendapatkan kemenangan atau pencapaian tujuan. Strategi juga dapat diartikan sebagai rencana yang cermat untuk suatu kegiatan dengan maksud mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum pengertian strategi adalah beberapa kombinasi dari berbagai aktifitas dan pilihan-pilihan yang harus dilakukan oleh orang supaya dapat mencapai kebutuhan dan tujuan kehidupannya.
27
Menurut Sitorus (1999) dalam Ihromi (2004 :241), strategi ekonomi keluarga nelayan miskin menunjuk pada alokasi potensi sumberdaya keluarga secara rasional kedua sektor kegiatan sekaligus, yaitu sektor produksi dan sektor non produksi. Di bidang produksi, keluarga nelayan miskin menerapkan pola nafkah ganda, yaitu melibatkan sebanyak mungkin potensi tenaga kerja keluarga di berbagai kegiatan ekonomi melalui pertanian dan luar pertanian, baik dalam status berusaha sendiri maupun status memburuh. Sektor non produksi sering digambarkan dengan kegiatan arisan. Penerimaan pendapatan yang diberikan oleh arisan sangatlah memungkinkan keluarga nelayan miskin untuk dapat membiayai kebutuhan yang memerlukan biaya yang cukup besar, contohnya :perbaikan rumah, biaya anak sekolah, pesta pernikahan atau khitanan, dan modal usaha. Penerimaan tersebut bukan hanya saja membantu keluarga nelayan miskin dalam mengatasi kemiskinan yang berupa kekurangan konsumsi, akan tetapi pada tingkat tertentu juga dapat mengatasi penyebab kemiskinan berupa kekurangan modal produksi. Menurut Kusnadi (2000 :74), strategi nelayan dalam menghadapi kemiskinan dapat dilalui melalui: 1. Peran Anggota Keluarga Nelayan (istri dan anak) Kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota rumahtangga nelayan (istri dan anak) merupakan salah satu bentuk dari strategi adaptasi yang harus ditempuh untuk menjaga kelangsungan hidup seluruh anggota keluarganya 28
2. Diversifikasi Pekerjaan Dikarenakan ketidak pastian dalam memperoleh penghasilan, maka keluarga nelayan dapat melakukan kombinasi pekerjaan guna mencukupi kebutuhan keluarganya. 3. Jaringan Sosial Melalui jaringan sosial, anggota keluarga akan lebih efektif dan efisien untuk mencapai dan memperoleh akses terhadap sumberdaya yang tersedia di lingkungannya. Jaringan sosial dapat memberikan rasa aman bagi rumahtangga nelayan miskin dalam menghadapi berbagai macam kesulitan dalam hidupnya, sehingga dapat menjalankan kehidupannya dengan lebih baik. Dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial, maka secara alami jaringan sosial akan muncul. Tindakan sosial-budaya yang bersifat kreatif merupakan cerminan bahwa tekanan-tekanan atau kesulitan-kesulitan akan ekonomi yang dihadapi oleh nelayan tidak di respon dengan sikap yang pasrah. Oleh sebab itu jaringan sosial merupakan cara yang strategis dalam menjaga keberlangsungan kehidupan nelayan yang setiap harinya bergantung pada pendapatan hasil melaut. 4. Migrasi Kegiatan migrasi akan dilakukan ketika di daerah nelayan tertentu tidak sedang musim ikan. Nelayan akan pergi ke suatu daerah dan bergabung dengan unit penangkapan ikan di daerah yang sedang musim ikan. Maksud dari migrasi ini adalah nelayan dapat memperoleh penghasilan tinggi dan 29
mencukupi kebutuhan keluarganya tanpa harus menjadi pekerja lain. Nelayan akan pulang ke kampung asal atau tempat mereka mencari ikan sebelumnya ketika hasil tangkapan ikan di kampung semula mulai membaik. Menurut Anwar (2006:7) pemberdayaan perempuan nelayan merupakan salah satu strategi yang paling ampuh untuk meningkatkan kesejahteraannya keluarga. Peran perempuan yang merupakan ibu rumahtangga harus dapat memanajemen keuangan dapat meningkatkan peran lift skill dalam kehidupannya. Left skill yang dimiliki merupakan alternatif sehingga dapat meningkatkan peran dalam kehidupan dan pembangunan melalui peningkatan ketrampilan yang bersifat produktif. Konsep modal sosial merupakan suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang didasarkan pada nilai jaringan sosial. Didalam modal sosial lebih menekankan pada potensi kelompok dan antar kelompok. Modal sosial lahir dari hubungan atau interaksi manusia. Menurut Colleman (1990) dalam Sari (2013:18), modal sosial didefinisikan sebagai satu set sumber daya yang tidak dapat dipisahkan dari hubungan dalam keluarga dan dalam komunitas organisasi sosial dan berguna untuk kognitif atau perkembangan sosial anak-anak atau generasi muda. Modal sosial merupakan energi yang sangat dahsyat. Modal sosial diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, kepercayaan dan saling menguntungkan untuk tercapainya tujuan bersama. Oleh sebab itu modal sosial merupakan hubungan yang bersifat mutual, kepercayaan, kelembagaan, nilai dan norma sosialnya yang berperan penting dalam 30
peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, hubungan tersebut bisa bersifat formal maupun informal. Dikatakan hubungan formal apabila terjadi melalui organisasi masyarakat, kelompok keagamaan, koperasi, partai politik, dan lain-lain, disebut informal apabila terjadi dalam suatu interaksi sosial antar masyarakat. Inti telaah modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu kelompok untuk bekerja sama ada proses timbal balik dan saling menguntungkan dan dibangun atas dasar kepercayaan yang dilandasi oleh norma norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Oleh sebab itu unsur pokok modal sosial menurut Sari dalam prosding modal sosial (2013:25), ada lima, yaitu norma, nilai-nilai, trust, reciprocity atau timbal balik dan jaringan 1.
Norma merupakan sekumpulan aturan yang diharapkan dapat dipatuhi dan dilaksanakan oleh anggota masyarakat pada satu entitas sosial tertentu. Norma sosial berperan dalam mengontrol bentuk perilaku yang ada dalam masyarakat.
2.
Nilai-nilai merupakan suatu ide turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota masyarakat. Misalnya nilai harmoni, kompetensi dan lain-lain. Biasanya dalam anggota masyarakat lebih mengutamakan nilai-nilai harmoni maka dapat dilihat suasana masyarakatnya akan lebih rukun, indah namun dalam pemecahan masalah kurang produktif.
3.
Trust atau yang lebih sering dikenal dengan rasa percaya merupakan suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu yang 31
diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya. 4.
Reciprocity (timbal balik) dalam modal sosial senantiasa diwarnai dengan kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran yang demikian suatu yang dilakukan secara repsoprokal seketika seperti proses jual beli, melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuasa altruismi atau semangat untuk membantu dan mementingkan orang lain.
5.
Jaringan dalam modal sosial ini berwujud jaringan - jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut berguna untuk menfasilitasi komunikasi dan interaksi. Hal ini menjadikan timbulnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Prespektif modal sosial menurut Woolcock dan Narayan (dalam Sari 2013:24), membagi dalam empat bagian perspektif dari modal sosial yang meliputi: a) Pandangan Komunitarian (communitarian view), memberi tekanan pada partisipasi anggota dalam berbagai kegiatan kelompok sebagai ukuran modal sosial. Semakin besar jumlah anggota suatu perkumpulan atau asosiasi semakin baik modal sosial dalam komunitas tersebut. b) Pandangan Jaringan (network view), melihat bahwa ikatan kelompok yang kuat akan membawa anggota komunitas memiliki kesadaran tentang identitas kelompok dan akhirnya tumbuh rasa kebersamaan untuk mengejar tujuan bersama. c) Pandangan Institusional (institutional view), melihat kekuatan jaringan suatu komunitas terletak pada lingkungan politik, hukum dan kelembagaan. d) Pandangan Sinergi (synergy view), merupakan gabungan dan pandangan jaringan dan pandangan institusional. Pandangan sinergi melihat bahwa negara dan masyarakat dapat bekerja sama sehingga sama-sama mendapat untung dari kerjasama tersebut. 32
Modal sosial terbentuk juga dari berbagai interaksi sosial dan institusi sosial yang menggerakan masyarakat. Dalam hasil penelitian Putman di Italia pada tahun 1705 adanya hubungan yang positif antara modal sosial dan kinerja pemerintah daerah. Putman juga menyimpulkan bahwa modal sosial mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan pemerintahan daerah yang responsif dan efesien, yang ditandai dengan adanya masyarakat yang kuat dan dinamis. Peran modal sosial sangatlah penting dalam upaya membangun masyarakat nelayan. Peran modal sosial pada nelayan menjadikan masyarakat nelayan yang lebih baik dan memiliki ketangguhan dalam menghadapi segala tantangan kehidupannya. Modal sosial mempunyai kontribusi yang banyak untuk menuju kesuksesan suatu masyarakat. Menutut Putnam (1993) dalam Sari (2013 : 32), pertumbuhan ekonomi sangatlah berkolerasi dengan kehadiran modal sosial. Modal sosial juga banyak memberikan manfaat bagi suatu organisasi, semangat kerja sama, rasa saling percaya, berkolerasi dengan intensitas kerjasama yang selanjutnya dapat mempengaruhi kualitas strategi kerja organisasi. Selain itu, modal sosial mampu memberikan manfaat pada individu. Individu yang memiliki modal sosial yang tinggi ternyata lebih maju dalam karir dibandingkan mereka yang modal sosialnya rendah. Suksesnya seseorang dalam memperoleh pekerjaan juga dapat dikarenakan seseorang tersebut mempunyai modal sosial yang tinggi. Kebudayaan adalah khas insani, hanyalah manusia yang dapat berbudaya dan membudaya. Ernist Cassirer merumuskan mengenai manusia sebagai animal simbolikum. Maksud dari simbolikum ialah hanya manusia yang mengenal dan 33
memanfaatkan simbol didalam kelanjutan kehidupannya. Simbol-simbol tersebut dapat kita lihat didalam kebudayaan manusia. Menurut HAR Tilaar (1999 :128), seseorang yang disebut berbudaya ialah seseorang yang menguasai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan. Kebudayaan diturunkan kepada generasi penerus lewat proses belajar melalui melihat, dan meniru tingkah laku orang lain. Kebudayaa dapat dikatakan suatu proses dinamis yaitu penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani. Bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau system kognitif yang berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”, referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya (Keesing, 1989 :68). Di dalam dimensi sosial budaya masyarakat desa pada dasarnya memiliki masalah diantaranya kemiskinan dan keterbelakangan baik masyarakat petani maupun masyarakat nelayan. Masyarakat nelayan yang mempunyai masalah yang lebih kompleks dibandingkan dengan masyarakat tani jika ditinjau dari faktor produksi yang dimilikinya (Mubyanto, 1984 :48). Setiap gagasan dan praktik kebudayaan harus bersifat fungsional dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akan hilang dalam waktu yang tidak lama. Kebudayaan haruslah membantu kemampuan dalam penyesuaian diri individu terhadap lingkungan kehidupannya. Sebagai suatu pedoman untuk bertindak bagi warga aktivitas ekonomi pesisir”. Dampak dari sistem pembagian kerja ini adalah kaum perempuan mendominasi dalam urusan ekonomi keluarga 34
dan pengambilan keputusan penting di dalam sebuah keluarga (Kusnadi 2001, kebudayaan.kemdikbud.go.id). Pembagian kerja ini menjadikan kaum perempuan tidak berposisi sebagai ”suplemen” tetapi bersifat ”komplemen” dalam menjaga kelangsungan hidup keluarganya. Modal sosial maupun modal budaya didalam komunitas nelayan mempunyai peranan yang sangat besar bagi kehidupan nelayan. Adanya komunitas atau paguyuban nelayan yang terbentuk karena interaksi sosial antar nelayan dengan nelayan yang lain, maka nelayan dapat mendapatkan jaringan yang luas, bisa saling tukar pendapat dengan sesama para nelayan, serta timbul rasa tolong menolong sesama para anggota paguyuban. Saling interaksi inilah yang dapat menjadikan kehidupan nelayan menjadi lebih baik. Bukan hanya modal sosial saja yang harus dimiliki oleh nelayan. Modal budaya tidak kalah penting dalam kehidupan nelayan. Kebudayaan yang melekat pada diri nelayan dapat menjadikan nelayan lebih mudah dalam melakukan suatu tindakan, dikarenakan kita tahu dalam kebudayaan seseorang pasti terdapat nilai- nilai dan norma-norma yang baik. Latar belakang nelayan menjadi nelayan juga bisa disebabkan kebudayaan daerahnya. Mereka menjadi nelayan dikarenakan keturunan atau leluhur mereka yang dahulu bekerja menjadi nelayan. Apalagi nelayan Pantai Depok salah satunya merupakan nelayan yang masih memegang erat kebudayaan leluhur jawa, sehingga masih banyak tradisi-tradisi yang dilakukan oleh para nelayan. Salah satu tradisi yang sering dilakukan bahkan wajib dilakukan yaitu tradisi sedekah laut. Tradisi sedekah laut diadakan oleh para nelayan dalam rangka memohon keselamatan 35
kepada Tuhan agar saat masyarakat nelayan mencari ikan di laut terhindar oleh halhal yang tidak diinginkan. Sedekah laut juga merupakan suatu bentuk rasa syukur nelayan yang sudah diberikan keselamatan dan hasil berupa ikan dan ditunjukkan kepada penguasa laut dengan harapan para nelayan selalu diberi keselamatan dalam mencari ikan dan dapat menghasilkan hasil yang melimpah. Kebudayaan inilah yang menjadikan para nelayan selalu bersyukur atas apa yang sudah diberikan oleh sang penciptanya. Oleh sebab itu modal budaya tidaklah bisa terlepas dari kehidupan manusia. Seperti apa yang sudah diuraikan diatas bahwa manusia mempunyai hakekat berbudaya dan membudaya. Pendidikan kebudayaan juga sangatlah penting bagi kehidupan manusia, terutama pada nelayan. Adanya pendidikan berkebudayaan maka dikenalkanlah kebudayaan kepada anak sejak kecil dan diharapkan dapat mengembangkan kebudayaan yang sudah ada. Hal ini diharapkan sejak anak-anak harus mengerti bagaimana pentingnya menghargai kebudayaan masyarakatnya dan kebudayaan leluhurnya. B. Penelitian yang Relevan 1. Judul penelitian: Strategi Rumahtangga Nelayan dalam Mengatasi Kemiskinan (Studi Kasus Nelayan Desa Limbang, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat) Oleh Abdul Mugi :2006 Hasil penelitian: penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menggambarkan bagaimana usaha masyarakat nelayan dalam masyarakat nelayan dalam mengatasi kemiskinan melalui metode kasus. Strategi yang 36
dilakukan oleh rumah tangga nelayan guna memenuhi kebutuhan mereka yaitu : 1. Melalui peranan anggota rumah tangga. Contohnya bagi anak-anak yang masih kecil biasanya membantu mencari penghasilan dengan cara mengorek di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat musim menangkap ikan teri, sedangan hari-hari biasanya anak-anak meminta ikan kepada nelayan yang baru mendarat (alang-alang). Bagi istri atau anak gadis dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan bekerja di pabrik pengolahan ikan. Namun ada pula istri yang bekerja sebagai TKW. Sedangkan bagi anak laki – laki biasanya membantu orang tuanya bekerja di laut atau bekerja menjadi TKI. 2. Nafkah ganda yaitu mereka bekerja bukan hanya sebagai nelayan saja melainkan ada pekerjaan lain yang berguna untuk membantu memenuhi biaya hidup keluarganya. Pekerjaan yang sering dilakukan ialah sebagai petani, buruh pabrik pengelolaan ikan, usaha dll. 3. Pemberian bantuan kredit alat tangkap ikan yang berupa jaring. Biasanya bantuan kredit ini dilakukan oleh pemerintah yang di koordinatori oleh koperasi nelayan. 4. Arisan kelompok seperti arisan pengajian sangatlah membantu mengatasi kemiskinan 5. Jaringan sosial yang baik sehingga dalam sewaktu – waktu nelayan akan 37
meminta bantuan hutang kepada sodara, tengkulak dan kerabat dapat dipermudah. 2. Judul Penelitian : Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan Pantai Depok oleh Dhamar Prakasa: 2013 Hasil Penelitian: penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara. Dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhamar Prakasa maka dapat diketahui strategi yang dilakukan oleh nelayan Pantai Depok untuk bertahan hidup yaitu dengan memperoleh hasil tambahan diluar kegiatan mencari ikan, diantaranya bekerja sebagai petani, penjual jasa, dan bangunan.
38
C. Alur Penelitian Berikut adalah skema atau alur berpikir dari penelitian mengenai strategi Keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan: Gambar 1. Alur Penelitian Kemiskinan pada keluarga nelayan
Faktor – faktor penyebab terjadinya kemiskinan pada nelayan
Strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan A. Internal 1. Produksi nafkah ganda atau diverfikasi pekerjaan 2. Non produksi arisan 3. Peran anggota keluarga 4. Migrasi 5. Jaringan sosial (saling interaksi dengan nelayan yang lain)
1. 2. 3. 4.
Kondisi alam Tingkat pendidikan Pola kehidupan nelayan Permasalahan hasil tangkapan 5. Program pemerintah yang belum memihak nelayan
B. Eksternal 1. Program paguyuban atau organisasi kelompok nelayan dan pemerintah
39
D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat diajukan pertanyaan-pernyataan penelitian yang diharapkan mampu menjawab beberapa hal yang terkait dengan penelitian. Pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran kondisi keluarga nelayan di kawasan Pantai Depok ? 2. Siapa saja yang ikut dalam mencari nafkah ? 3. Apa saja hambatan pekerjaan sebagai nelayan ? 4. Bagaimana hasil dari melaut yang diperoleh nelayan ? 5. Apa yang dilakukan keluarga nelayan apabila kekurangan dalam mencukupi kebutuhan hidup ? 6. Pihak mana saja yang membantu dalam mengatasi kekurangan keluarga nelayan ? 7. Bagaimana kondisi pendidikan anak – anak nelayan ? 8. Apa harapan-harapan para keluarga nelayan ?
40
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian yang dipergunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Dalam pendekatan deskriptif kualitatif informasi atau data yang terkumpul, terbentuk dari kata-kata, gambar, bukan angka-angka. Kalau pun terdapat angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2011;4), mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Hamid Darmadi (2011: 7), sebagai berikut: “Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan suatu subyek penelitian pada saat ini, misalnya sikap atau pendapat terhadap individu, organisasi dan sebagainya. Subyek/obyek penelitian dapat berupa seseorang, lembaga masyarakat dan lain-lain”. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif karena peneliti ingin mencari tau permasalahan dan data yang inggin diungkap. Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan dan menggambarkan apa adanya, menganalisis data yang diperoleh secara mendalam dan menyeluruh dengan harapan dapat mengetahui strategi apa sajakah yang dilakukan oleh keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan di Pantai Depok.
41
B. Subjek dan Objek Penelitian Dalam penelitian ini, penentuan subjek dan objek penelitian berdasarkan tujuan penelitian yakni mendeskripsikan bagaimana strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh segala informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. 1.
Penentuan Subjek Penelitian Dalam penelitian ini, subjek yang diambil ialah keluarga nelayan yang terdiri
dari suami, istri dan anak. Selain itu subjek penelitian juga diambil dari masyarakat yang meliputi: ketua KUB dan TPI, pengelola KUB, dan pedagang di wilayah pantai Depok. 2.
Penentuan Objek Penelitian Menurut Spradley dalam Sugiyono (2010: 49), “dalam penelitian kualitatif
tidak menggunakan istilah populasi, tetapi social situation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu, tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis”. Situasi sosial tersebut bisa disebut sebagai objek penelitian yang ingin diketahui. Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut. Oleh sebab itu, dari pengertian di atas, maka objek dari penelitian ini ialah kehidupan nelayan beserta keluarganya dan strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan di Pantai Depok .
42
C. Setting Penelitian Setting penelitian dalam penelitian ini adalah di Pantai Depok Desa Parangtritis Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Alasan dipilihnya tempat tersebut dikarenakan di pantai tersebut memiliki banyak nelayan yang bekerja mencari ikan di Pantai Depok. Selain itu Pantai Depok merupakan pantai yang selalu menjadi tempat wisata karena keindahan pantainya dan kuliner ikan lautnya. Pantai Depok juga sebagai daerah perantauan untuk nelayan yang di daerahnya sedang mengalami paceklik atau tidak musim ikan. Penelitian ini sudah saya lakukan pada 26 Agustus 2015 - 23 September 2015 yang sebelumnya melalui tahap pembuatan proposal sejak 9 April 2015 - 26 Juni 2015. D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Sugiyono (2010: 309) mengemukakan adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. 1.
Sumber Data
a.
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui penelitian. Data yang dibutuhkan ialah data mengenai kemiskinan nelayan dan bagaimana strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan.
43
2.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sangatlah penting
untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: observasi atau pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. a.
Observasi atau Pengamatan Observasi yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan gejala yang jadi objek penelitian. Adapun yang di observasi ialah kegiatan nelayan, istri, anaknya, proses pelelangan ikan, proses mendaratnya kapal nelayan, keadaan TPI, keadaan KUB, keadaan pantai dan keadaan tempat tinggal nelayan.
b.
Wawancara Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti, juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.Tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi (Sugiyono, 2010: 317). Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin terkait dengan strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan. Peneliti sebagai pewawancara akan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak yang diwawancarai yaitu nelayan, anggota keluarga nelayan, anggota paguyuban nelayan, pengelola KUB dan TPI, dan pelelang ikan. 44
Wawancara dilakukan dengan terlebih dahulu mempersiapkan pedoman wawancara dengan model pertanyaan terbuka, tidak kaku, fleksibel, dan disampaikan secara informal. Pedoman wawancara tersebut disusun dan digunakan sebagai arah agar wawancara terfokus pada bagaimana strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan. Dalam wawancara demikian, wawancara yang digunakan peneliti ialah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui masalah apa saja yang dihadapi oleh nelayan. b. Untuk mengetahui bagaimana peran KUB dan TPI, program-program pemerintah, paguyuban atau organisasi nelayan dalam meningkatkan tingkat pendapatan pada nelayan. c. Untuk mengetahui dampak yang dirasakan oleh masyarakat nelayan dengan adanya program-program yang pernah diikuti oleh nelayan, terutama program-program dari pemerintah. d. Untuk mengatahui bagaimana kehidupan rumahtangga nelayan. e. Untuk mengetahui strategi seperti apa saja yang dilakukan oleh nelayan, keluarga nelayan, masyarakat nelayan, paguyuban atau organisasi nelayan dalam mengatasi kemiskinan. c.
Dokumentasi Dokumentasi yaitu cara pengumpulan data atau informasi dengan melalui arsip atau buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Metode dokumentasi digunakan untuk menjaring data yang sudah ada untuk melihat tentang berbagai peristiwa yang telah atau pernah terjadi. Menurut Sugiyono 45
(2010: 329), dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya momumental seseorang. Dokumentasi digunakan untuk menggali informasi dalam kaitannya dengan arsip atau catatan yang ada. Dalam penelitian ini dokumentasi dilaksanakan untuk memperoleh data tambahan untuk mendukung hasil penelitian ini seperti, data nelayan Pantai Depok, arsip dan dokumen program-program yang dilakukan untuk para nelayan maupun anggota keluarga nelayan. Informasi yang bersifat dokumentatif sangat bermanfaat guna pemberian gambaran secara keseluruhan dalam mendapatkan informasi yang lebih mendalam. Dokumentasi mengenai foto-foto dapat diperoleh saat pengamatan langsung yaitu foto Pantai Depok, foto para nelayan yang sedang mencari ikan, Suasana nelayan ketika mendarat, suasana pasar ikan, suasana koperasi TPI, keadaan rumah nelayan, kondisi keluarga nelayan dll.
46
No 1. 2.
3.
4.
Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data Aspek Sumber Data Metode Pengumpulan Data Kondisi fisik TPI dan Ketua TPI Wawancara dan observasi kondisi koperasi TPI fisik TPI dan koperasi TPI Kondisi Nonfisik Ketua TPI Wawancara untuk memperoleh data mengenai jumlah nelayan Pantai Depok, hasil perhari tangkapan nelayan yang didapat, program simpan pinjam untuk nelayan, dll Pekerjaan sebagai Nelayan Wawancara untuk mengetahui nelayan keluh kesah bekerja sebagai nelayan dan masalah – masalah sehubungan dengan nelayan, faktor – faktor apa saja yang menyebabkan masalah dalam mencari ikan dilaut, pembagian hasil atau upah dan masalah permasalahan dalam pemasaran hasil tangkapan Kehidupan nelayan Nelayan dan Observasi dan wawancara, melihat dan keluarga nelayan anggota bagaimana kondisi kehidupan keluarga nelayan. Untuk mengetahui lainnya bagaimana kehidupannya, pekerjaan anggota keluarga yang lain, pemenuhan kebutuhan pokok dll, dan mencari cara bagaimana strategi yang digunakan dalam mengatasi kemiskinan.
5.
Peran paguyuban nelayan
6.
Peran pemerintah atau pihak swasta
Ketua, pengurus dan anggota paguyuban nelayan
Wawancara untuk mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh paguyuban nelayan dalam meningkatkan pendapatan bagi para nelayan. Adakah proses interaksi yang menguntungkan bagi mereka. Lurah dan Observasi dan wawancara untuk perangkat desa melihat data program yang sudah lainnya pernah dilakukan untuk mensejahterakan masyarakat nelayan guna meningkatkan pendapatan nelayan, dan 47
bagaimana dampak bagi masyarakat nelayan.
E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian data adalah alat bantu peneliti dalam mengumpulkan data di lapangan. Menurut Sugiyono (2009 :307) dalam penelitian kualitatif “yang merupakan instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri”. Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama selanjutnya dibantu oleh alat-alat pengumpul data yang lain seperti pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman dokumentasi. F. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Data yang terkumpul melalui pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dari hasil wawancara, dokumentasi, dan observasi kemudian akan diintepretasikan secara deskriptif kualitatif. Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2010: 337) mengemukakan dalam setiap tahapan penelitian menggunakan langkah-langkah. Dalam melakukan analisis data akan melalui tahapan-tahapan reduksi data, data display dan pengambilan kesimpulan(verification). 1.
Data Reduction (Reduksi Data) Menurut Sugiyono (2010: 338), mereduksi data berarti “merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan 48
polanya”. Agar data yang disajikan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, dapat mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. 2.
Data Display (Penyajian Data) Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Menurut Miles and Huberman melalui Sugiyono (2010: 341), menyatakan bahwa “yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif”. 3.
Conclusion Drawing / Verification (Verifikasi / Penarikan Kesimpulan) Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
49
G. Pemeriksaan Keabsahan Data / Trianggulasi Penelitian ini, setelah data terkumpul tahapan selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi sumber dan metode. Teknik triangulasi yang pertama dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber. Trianggulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono, 2010: 373). Sumbersumber yang dipilih merupakan sumber yang mengetahui bahkan mengalami kejadian yang sama, sehingga terdapat kesesuaian sumber dengan yang lainya. Teknik analisis data yang kedua ialah trianggulasi metode, trianggulasi metode ini dilakukan guna untuk menguji kredibelitas data dengan cara mengecek data yang diperoleh dari sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiono, 2010: 373). Data dalam penelitian kualitatif dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana yang spesifik dari sumber yang ada. Dasar pertimbangannya adalah bahwa untuk memperoleh satu informasi dari satu responden perlu diadakan crosscheck antara informasi yang satu dengan informasi yang lain sehingga akan diperoleh informasi yang benar-benar valid. Informasi yang diperoleh diusahakan dari narasumber yang benar-benar mengetahui permasalahan dalam penelitian ini.
50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1.
Deskripsi Wilayah Desa Parangtritis terletak di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Desa Parangtritis memiliki luas 967 Ha. Batas-batas Desa Parangtritis adalah : a. Sebelah Utara
: Desa Donotirto
b. Sebelah Selatan
: Samudra Indonesia
c. Sebelah Barat
: Desa Tirtohargo
d. Sebelah Timur
: Desa Seloharjo dan Desa Girijati
Kondisi Geografi adalah : a. Ketinggian tanah dari permukaan laut
: 25 M
b. Banyaknya curah hujan
: 110 mm/thn
c. Tofografi ( daratan rendah, tinggi, pantai )
: Daratan rendah pantai
d. Suhu udara rata-rata
: 30 oC
Akses menuju Desa Parangtritis sangat terjangkau karena jalan sudah hampir semua beraspal halus dan dapat dijangkau dengan roda dua maupun roda yang lebih dari empat. Adapun jarak antara Desa Parangtritis dengan : a. Jarak dari pusat Pemerintah Kecamatan
: 4 KM
b. Jarak dari Pusat Pemerintah Kota Administratif
:
0 KM
c. Jarak dari Ibukota Kabupaten Kotamadya Daerah tingkat II : 13 KM 51
d. Jarak dari Ibukota Provinsi Dati I
: 25 KM
e. Jarak dari Ibukota Negara
: 625 KM
Desa Parangtritis terdiri dari lima dusun yaitu: 1) Bungkus, 2) Depok, 3) Samiran, 4) Grogol, 5) Srunggo . Data monografi Desa Parangtritis tahun 2014 menyebutkan jumlah penduduk Desa Parangtritis menurut jenis kelamin laki-laki berjumlah 3.796 jiwa, sedangkan
perempuan berjumlah 4.043 jiwa. Total
keseluruhan jumlah penduduk adalah 7.839 Jiwa. Jumlah kepala keluarga 2.243 KK, sedangkan penduduk berdasarkan agama menyebutkan bahwa penduduk Desa Parangtritis yang beragama Islam berjumlah 7.297 jiwa, Kristen berjumlah 344 jiwa dan Katolik berjumlah 34. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya yaitu SD berjumlah 961 jiwa, SMP/SLTP berjumlah 924 jiwa, SMA/SLTA berjumlah 2.723 jiwa, Akademi/D1-D3 berjumlah 249 dan Sarjana (S1-S2) berjumlah 289. Adapun struktur perekonomian Desa Parangtritis sebagai berikut: a) karyawan (PNS, ABRI, SWASTA), b) wiraswasta c) tani, d) pertukangan, e) buruh tani, f) pensiunan, g) nelayan, dan h) jasa. Mata pencaharian hidup masyarakat di Desa Parangtritis pada tahun 1998, setelah ditemukannya potensi perikanan laut di Pantai Depok, maka kaum laki-laki banyak yang beralih profesi sebagai nelayan tangkap. Bagi kaum perempuan, sebagian membantu dengan bekerja sebagai pedagang ikan mentah maupun matang dan pedagang di area pantai.
52
2.
Deskripsi Paguyuban/Kelompok Nelayan Pantai Depok Desa Parangtritis
a.
Sejarah Koperasi TPI Kelompok Nelayan Tangkap “Mina Bahari 45” berdiri pada tahun 1998
dimana pada dahulu kala nelayan dari Cilacap mencoba mencari kekayaan alam bawah laut di Pantai Depok dan hasil yang diperoleh sangat melimpah dan sekarang memiliki anggota terdiri dari 46 orang nelayan, 20 orang pendorong. Nelayan Pantai Depok terdiri dari bermacam-macam daerah, terdapat 35 nelayan andun atau nelayan perantauan yang menaruh harapan besar terhadap kekayaan Pantai Depok. Kelompok nelayan tangkap membentuk suatu organisasi yang berfungsi guna meningkatkan kesejahteraan nelayan, memberikan rasa keselamatan dan kedamaian. Organisasi tersebut ialah KUB (Kelompok Usaha Bersama). KUB Mina Bahari 45 bertujuan untuk membentuk suatu organisasi masyarakat profesi berbentuk kesatuan dengan ruang lingkup daerah atas dasar kesamaan kegiatan dan fungsi dibidang pengembangan perikanan tangkap. b. Visi dan Misi 1. Visi KUB Mina Bahari 45 “Menjadi kelompok nelayan yang sehat, berkembang, terpercaya, serta mampu melayani anggota dan masyarakat lingkungannya berkehidupan penuh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan.” 2. Misi KUB Mina Bahari 45 “Mengembangkan KUB Mina Bahari 45 sebagai kelompok nelayan yang dapat melayani pembiayaan dengan cepat dan mudah.” 53
c.
Fungsi KUB Mina Bahari 45 1. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pengurus menjadi lebih professional dan amanah salam (selamat, damai dan sejahtera) sehingga semakin utuh dan tangguh dalam berjuang menghadapi tantangan global. 2. Mengorganisir dan menyalurkan dana masyarakat sehingga bermanfaat secara optimal untuk kepentingan masyarakat. 3. Mengukuh dan meningkatkan kualitas usaha dan pesat produk-produk anggota. 4. Mengembangkan kesempatan kerja. 5. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi sosial masyarakat.
d. Profil Lembaga 1. Nama Lembaga : Kelompok Usaha Bersama 2. Alamat : Dusun Depok, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul 3. Ijin Operasional: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul 4. Pelindung : Lurah Desa Parangtritis bapak Topo
54
e.
Struktur Organisasi 1. Ketua TPI
: Tarmanto
2. Ketua KUB
: Sudarman
3. Bendahara
: Kusweri
4. Pengolahan KUB : Nunik 5. Pemasaran f.
: Suwondo
Program yang Dilaksanakan Program yang dilaksanakan oleh KUB yaitu : 1) pemberian bantuan modal
usaha, 2) pemberian modal alat tangkap, 3) pelatihan perbengkelan mesin kapal, 4) pelatihan perbaikan jaring, 5) pelatihan membuat garam, 6) pelatihan membuat makanan bahan dasar hasil laut, 7) peminjaman bergilir. g.
Pemilik Kapal dan Awak Buah Kapal Jumlah kapal yang masih bisa beroperasi dan terdaftar berjumlah 49 kapal dari
93 nelayan. Jumlah nelayan yang tergolong nelayan juragan sebanyak 42 dan nelayan buruh sebanyak 51 orang, yang dimana nelayan buruh menjadi awak buah kapal yang berfungsi untuk membantu proses penangkapan ikan. Kapal yang dimiliki oleh nelayan 90 % ialah kapal yang didapat dari hasil peminjaman modal usaha yang diberikan oleh KUB. Terdapat 36 kapal yang sudah melunasi modal yang sudah dipinjamkan oleh KUB. h. Daftar Pedagang Ikan Terdapat 25 pedagang ikan segar yang tersebar di pasar TPI. Pedagang tersebut mendapatkan hasil dagangannya dari tengkulak yang melelang hasil nelayan Pantai Depok melalui koperasi TPI setiap harinya. Harga jual yang dijual oleh pedagang 55
di TPI dengan nelayan yang menjual hasil tangkapannya ke koperasi TPI sangat berbeda, perbedaannya mencapai 3-5 kali lipat harga jual nelayan. i.
Kelompok Pedagang, Warung dan Warung Makan Tabel 2. Kelompok Pedagang, Warung dan Warung Makan No Pedagang Jumlah 1. Warung 21 makanan olaha 2. Penjual 28 kelontong 3. Penjual 13 musiman Data dari KUB Anggota kelompok usaha bersama (KUB) membuka usaha dengan modal yang
sudah diberikan oleh KUB di pesisir pantai. Usaha yang mereka lakukan ialah berjualan makanan dan minuman keliling, membuka warung makan, warung kelontong dan warung makanan special ikan laut. Tabel diatas menunjukan jumlah pedagang yang ada di Pantai Depok dengan total pedagan yang berjualan di Pantai Depok 62 pedagang yang terdiri dari pedagang warung makan olahan ikan laut, pedagang warung kelontong seperti makanan-makanan kecil, minuman-minuman, pakaian bahkan menjual beberapa oleh-oleh khas pantai, selain itu pedagang musiman. Pedagang musiman ini biasanya berdagang ketika hari libur atau weekend. Pedagang musiman ini biasanya menjual peyek, ikan crispi, dan makanan-makanan serta berbagai macam minuman yang siap saji.
56
j.
Sarana dan Prasarana Tabel 3. Sarana dan Prasarana No Sarana yang ada Jumlah 1. Gedung 1 unit 2. Meja dan kursi 2 unit 3. Lemari 2 unit 4. Timbangan 2 unit duduk 5. Timbangan 2 unit kodok 6. Trays 7. Penyemprot air 8. Jam dinding Data Hasil Observasi
3 unit 3 unit 1 unit
Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Berdasarkan tabel diatas, sarana dan prasarana yang dimiliki kelompok nelayan yaitu gedung yang dilakukan untuk pelelangan ikan yang berjumlah 1 unit, meja dan kursi yang masing-masing ada 2 unit, lemari sebanyak 2 unit, timbangan duduk dan timbangan kodok yang masing-masing 3 unit, trays sebanyak 3 unit, penyemprot air sebanyak 3 unit dan jam dinding sebanyak 1 unit. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh KUB tidak semua kegiatan dilakukan di Gedung sekertariat, akan tetapi ada beberapa kegiatan yang dilakukan di rumahrumah warga, kelurahan dan pantai. Kegiatan dilakukan berpindah-pindah sesuai kebutuhan dan kesepakatan peserta / anggota KUB.
57
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1.
Kondisi Umum Kehidupan Nelayan Jumlah masyarakat Desa Parangrtitis yang bermata pencaharian sebagai
nelayan tangkap di Pantai Depok sebanyak 93 orang, yang terbagi dari 42 nelayan juragan dan 51 nelayan buruh. Umur nelayan pantai Depok mulai dari umurv 16 – 65 tahun. Tingkat pendidikan nelayan yang selama ini nelayan dikategorikan sebagai nelayan mempunyai pendidikan rendah, nelayan pantai Depok rata – rata pendidikannya ialah SMP. Terdapat 46 kelompok nelayan tanggkap yang mengandalkan pantai untuk keberlangsungan hidupnya beserta keluarganya, sedangkan tercatat sebanyak 49 perahu yang masih dapat beroperasi untuk melaut dan mendapatkan hasil kekayaan bawah laut. Selain nelayan tanggap terdapat juga buruh dorong perahu atau yang sering disebut dengan nelayan dorong. Tercatat 21 orang yang menjadi buruh dorong di Pantai Depok yang dimana mereka membantu para nelayan setiap akan berlayar dan berlabuh. Kehidupan sehari-hari mereka sudah dimulai pada pagi hari hingga siang hari. Kegiatan nelayan setelah melaut mereka melakukan kegiatan rutin seperti berbenah peralatan tangkap dan menjual hasil tangkapanya di pinggir pantai maupun koperasi TPI. Nelayan yang memiliki 2 golongan, yaitu juragan dan buruh, yang mempunyai perbedaan yaitu: nelayan buruh ialah nelayan yang tidak mempunyai peralatan tangkap seperti kapal dan peralatan tangkap yang lainnya. Nelayan buruh hanya turut serta dalam proses penangkapan ikan, sedangkan nelayan juragan ialah nelayan yang mempunyai peralatan tangkap seperti kapal, jaring dll, nelayan 58
juragan juga yang mengeluarkan biaya kontribusi untuk bahan bakar, rokok dan makan bagi para nelayan dalam setiap proses penangkapan ikan. Di dalam sistem pembagiannya nelayan buruh mendapatkan 25 % dari total hasil tangkapan, sedangkan nelayan juragan mendapatkan 50 % dari total hasil tangkapan. Pendapatan nelayan yang tidak pasti menurut hasil penelitian di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor alam dan non alam. Penghasilan yang diperoleh nelayan ditentukan oleh faktor-faktor tersebut menjadikan pendapatan nelayan tidak bisa dipastikan. Pendapatan yang tidak menentu ini menjadikan kurang maksimalnya kebutuhan yang harus dipenuhi oleh rumahtangga nelayan, oleh karena itu banyak nelayan yang masih belum bisa memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Kehidupan masyarakat nelayan di Pantai Depok, dimana para nelayan berlatar belakang dari wilayah yang beranekaragam sangatlah terjalin kehidupan yang harmonis, mempunyai jiwa tenggang rasa, dan rasa tolong menolong yang sangat baik dan patut dicontoh. Kegiatan nelayan seperti mencari ikan di laut juga tergambar jelas bagaimana interaksi saling tolong menolong terhadap sesama nelayan juragan maupun nelayan buruh dan buruh dorong. Interaksi saling tolong menolong tidak hanya dilakukan oleh komunitas nelayan saja, akan tetapi interaksi sosial nelayan yang terjalin dengan baik digambarkan dengan rasa tolong menolong antara anggota keluarga nelayan, pedagang-pedagang yang berada di sekitar Pantai Depok, dan masyarakat sekitarnya.
59
Menurut hasil penelitian bahwa semua nelayan tangkap maupun nelayan dorong di Pantai Depok mengikuti atau terdaftar sebagai anggota KUB (Kelompok Usaha Bersama). KUB merupakan wadah dimana kegiatan-kegiatan para nelayan yang berupaya dalam meningkatkan kesejahteraan para nelayan. KUB juga terbentuk karena peran modal sosial yang dimiliki semua manusia yang ditunjukan dengan interaksi sosial antar manusia. Interaksi sosial yang terjalin dengan baik khususnya interaksi para nelayan sehingga terbentuklah suatu komunitas atau kelompok yang dibentuk oleh nelayan itu sendiri. Kelompok yang ada sangatlah membantu kegiatan bahkan kesejahteraan masyarakat nelayan. Kelompok nelayan yang sering disebut dengan KUB juga merupakan mitra kerja yang dapat membantu usaha-usaha yang dilakukan oleh nelayan. Sehingga nelayan sangatlah terbantu dengan adanya KUB yang ada. Kesejahteraan masyarakat nelayan yang dirasa sangatlah kurang dikarenakan persoalan-persoalan keluarga nelayan yang kompleks menjadikan nelayan harus terjerumus pada lubang kemiskinan. Hal ini yang menjadikan masalah utama pada kemiskinan yang dialami oleh keluarga nelayan. Seperti yang diungkapkan oleh nelayan buruh Pantai Depok’’ KS ‘’ mengungkapkan: “Hasil yang diperoleh ketika melaut tidaklah pasti, terkadang hasil tersebut hanya cukup untuk makan sehari-hari, bilamana hasil yang didapat tergolong banyak saya pergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lain seperti mengirim nafkah untuk anak istri di kota asal, membeli kebutuhan primer seperti baju dan rokok karena saya tidak bisa hidup tanpa rokok. Selain itu sedikit-sedikit saya bisa menabung untuk keperluan yang mendesak. Nelayan buruh seperti saya memang harus benar-benar bekerja keras, meski tidak musim ikan pun dapat tidak dapat pun harus melaut siapa tau masih rezeki saya,” 60
Pernyataan dari istri “KS” yaitu “DN” mengatakan : “Hasil yang diperoleh suami saya dari hasil menjadi nelayan ya kurang untuk mencukupi kebutuhan primer, seperti biaya pendidikan anak saya, beli keperluan jangka panjang seperti kulkas, tv, dsb.” Nelayan lainnya “KR” menguatkan pernyataan diatas yakini: “Saya yang nelayan asli daerah sini yang sudah memiliki rumah dan hanya bekerja sebagai nelayan saja juga kadang merasa tidak cukup dengan hasil yang didapat apa lagi ketika tidak musim ikan seperti saat ini, paling-paling dalam satu hari penghasilan bersih yang didapat sekitar Rp. 100.000,00 padahal saya tergolong nelayan juragan karena saya mempunyai kapal dan peralatan tangkap lainya. Oleh sebab itu saya dan istri saya harus benar-benar pintar dalam mengelola keuangan untuk kebutuhan keluarga saya.” Yang didukung dengan pernyataan dari istrinya “TH” yaitu : “Keluarga saya yang sudah memiliki rumah sendiri tanpa harus menyewa saja saya rasa dengan pendapatan yang diperoleh suami saya sangat pas-pasan malah terkadang kurang untuk kebutuhan sehari-hari apa lagi nelayan yang masih harus memikirkan biaya sewa rumah.” Ketidakpastian pendapatan dan sedikit hasil pendapatan yang diperoleh oleh nelayan buruh maupun nelayan juragan seperti inilah yang seringkali menjadikan nelayan tersebut mengalami kekurangan dalam mencukupi kebutuhannya. Padahal nelayan merupakan kepala keluarga yang seharusnya dapat menafkahi istri dan anak–anaknya serta mencukupi kebutuhan keluarganya. Pendapatan yang tidak menentu setiap harinya tersebut yang seringkali menjadikan nelayan mengalami kemiskinan akibat kurangnya keterpenuhinya kebutuhan yang harus tercukupi, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, dan papan. Apabila hasil yang diperoleh tidak cukup maka kebutuhan pokok atau primer belum dapat tercukupi.
61
2.
Strategi Keluarga Nelayan dalam Mengatasi Kemiskinan Kurangnya pemenuhan kebutuhan yang diderita masyarakat menjadikan
masyarakat bahkan pemerintah membuat beberapa strategi dalam mengatasi kesulitan-kesesulitan yang menyebabkan kemiskinan pada nelayan. Konsep strategi merupakan suatu teknik untuk mendapatkan kemenangan atau pencapaian tujuan. Strategi juga dapat diartikan sebagai rencana yang cermat untuk suatu kegiatan dengan maksud mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum pengertian strategi adalah beberapa kombinasi dari berbagai aktifitas dan pilihan - pilihan yang harus dilakukan oleh orang supaya dapat mencapai kebutuhan dan tujuan kehidupannya. Menurut Sitorus dalam Ihromi (2004:24), strategi ekonomi keluarga nelayan miskin menunjuk pada alokasi potensi sumberdaya secara rasional dua sektor kegiatan sekaligus, yaitu sektor produksi dan sektor non produksi. Strategi yang dilakukan oleh keluarg nelayan digolongkan menjadi strategi internal dan strategi eksternal. Strategi yang dilakukan oleh nelayan maupun pemerintah ialah salah satu upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan. Kemiskinan pada nelayan menurut hasil penelitian disebabkan karena pendapatan yang diperoleh dari hasil menjadi nelayan tidaklah mencukupi kebutuhan hidupnya. Rata-rata hasil yang diperoleh dalam sekali mencari ikan untuk nelayan juragan sebesar
Rp.
200.000 dan untuk nelayan buruh Rp. 50.000 - Rp. 100.000. Hasil dari pekerjaan menjadi seorang nelayan pun tidak dapat diprediksi, semua tergantung dengan musim ikan dan cuaca. Oleh karena itu strategi yang dilakukan oleh anggota
62
keluarga nelayan, dalam mengatasi kemiskinan yang didasari dengan banyaknya kebutuhan keluarga. Adapun strategi yang dilakukan antara lain : a.
Diverifikasi Usaha Nelayan buruh maupun juragan mereka sama-sama mengalami ketidak pastian
dalam memperoleh pendapatan. Pendapatan yang mereka peroleh juga sama-sama dari hasil tangkapan yang diperolehnya. Nelayan juragan yang pendapatannya hanya 25% dari total hasil tangkapan merasa sangat kurang apabila ketika tidak musim ikan ataupun hasil tanggkapan yang tergolong sedikit. Cuaca yang ekstrim juga menjadi faktor dimana nelayan tidak bisa mencari ikan dan alhasil tidak adanya penghasilan yang diperoleh. Oleh sebab itu para nelayan harus dapat terus berusaha untuk bisa memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Menurut Kusnadi (2002: 150) diverifikasi usaha akan terjadi apabila hasil yang diperoleh tidak pasti / ketidak pastian hasil yang diperoleh. Oleh sebab itu nelayan mengkombinasi pekerjaan guna memperoleh tambahan penghasilan yang berguna untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Pekerjaan menjadi nelayan bukanlah pekerjaan yang mudah dan mendapat penghasilan yang melimpah. Pekerjaan menjadi nelayan merupakan pekerjaan yang banyak menanggung resiko, tidak mudah, tidak bisa sewaktu-waktu dilakukan karena kondisi cuaca dan faktor yang menjadi kendala, dan pekerjaan yang penghasilannya tidak pasti. Ketidakpastian penghasilan yang diperoleh nelayan menjadikan nelayan harus mempunyai pekerjaan selain menjadi nelayan. Penghasilan nelayan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sekunder saja menjadikan nelayan harus lebih 63
giat bekerja dan bekerja yang lain selain menjadi nelayan karena pekerjaan menjadi nelayan merupakan pekerjaan yang tidak tentu penghasilannya. Seperti yang di ungkapkan oleh nelayan “T” yaitu : “Hasil menjadi nelayan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, kadang malah bisa tidak cukup apabila tidak ada ikan yang didapat. Biasanya hal itu terjadi ketika tidak musim ikan dan tidak melaut karena faktor cuaca. Oleh sebab itu saya bekerja juga sebagai petani palawija. Menjadi petani merupakan pekerjaan yang saya lakukan apabila tidak musim ikan dan cuaca yang tidak mendukung untuk melaut. Hal ini saya lakukan semata-mata untuk mencukupi kebutuhan keluarga saya.” Pernyataan tersebut senada dengan pernyataan “KS” yaitu : “Saya selaku nelayan buruh yang jumlah pendapatan tidak seberapa dan kadang kebutuhan sekunder rumahtangga pun belum bisa tercukupi sehingga saya harus bekerja sambilan pas tidak melaut. Saya bekerja juga sebagai tukang bangunan di daerah sini saja, itung-itung buat tambah-tambah pemasukan dan memenuhi kebutuhan keluarganya.” Pernyataan-pernyataan tersebut juga didukung dengan hasil pengamatan peneliti. Dari hasil pengamatan peneliti, nelayan bekerja ke ladang setelah melaut, akan tetapi hal ini tidak terjadi setiap waktu. Lebih sering nelayan ke ladang pada saat tidak melaut dikarenakan faktor-faktor tertentu misal faktor cuaca yang tidak memungkinkan untuk melaut, faktor musim ikan yang ketika melaut akan menghasilkan hasil tangkapan yang sedikit dan faktor kondisi fisik nelayan. Selain menjadi petani, terdapat beberapa nelayan yang menjadi tukang bangunan. Hal itu juga dilakukan ketika mereka tidak melaut karena berbagai faktor yang menjadi hambatan dalam melaut.
64
Diversifikasi pekerjaan yang dilakukan oleh para nelayan guna menambah penghasilannya yang berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan keluarganya yaitu nelayan melakukan pekerjaan sampingan, misalnya bagi nelayan yang punya ladang mereka mempunyai pekerjaan sampingan sebagai petani. Profesi sebagai petani biasanya dilakukan apabila musim kemarau yang berbarengan dengan musim tak ada ikan. Cuaca yang tidak menentu mengakibatkan beresikonya nelayan untuk melaut, sehingga nelayan lebih memilih tidak melaut dan memilih profesi lain. Nelayan yang merubah profesi pekerjaannya menjadi petani merupakan petani musiman, seperti ketika musim kemarau yang berbarengan dengan tidak musim ikan. Biasanya petani menanam tanaman seperti palawija, kacang kedelai, kacang tanah, dan bawang merah. Petani memilih untuk menanam tanaman seperti itu dikarenakan tanaman tersebut cocok ditanam pada musim kemarau atau musim tidak ada air dan kultur tanah yang sangat berpotensi untuk tanaman tersebut. Hasil yang diperoleh dari sektor pertanian pun dirasa sangat menguntungkan, dengan satu petak tanah sekali panen bawang merah contohnya mereka bisa untung sebanyak 10-15 juta. Hasil tersebut sangat membantu nelayan dalam mencukupi kebutuhannya dan paling tidak mendapat pemasukan ketika tidak bisa melaut. Profesi lain yang dilakukan para nelayan ialah sebagai
buruh
bangunan. Menjadi buruh bangunan merupakan salah satu cara yang dilakukan nelayan yang tidak memiliki ladang. Meski menjadi buruh bangunan hasil yang di dapatkan tidak seberapa dan tidak sewaktu-waktu pekerjaan itu ada, akan tetapi hasil yang 65
diperoleh setidaknya bisa membantu mencukupi kebutuhan keluarganya dan mengeluarkan nelayan dari derita kemiskinan. Strategi diverifikasi usaha seperti yang sudah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi ini ialah strategi yang berbentuk strategi internal, dikarenakan diverifikasi usaha ini dilakukan oleh nelayan langsung tanpa ada pihak-pihak yang terkait dalam usaha-usaha yang dilakukan oleh para nelayan. Meskipun banyak bantuan yang didapat oleh nelayan supaya nelayan dapat membuka usaha atau mendapatkan pekerjaan lain selain menjadi nelayan, akan tetapi bantuan tersebut hanya sebatas bantuan modal fisik dan non fisik saja. b. Partisipasi Anggota Keluarga / Pola Nafkah Ganda Kesulitan yang terjadi akibat penghasilan yang tidak stabil yang disebabkan oleh hasil tangkapan yang tidak menentu, tentunya sangat berakibat pada keluarga nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari serta menyulitkan mereka dalam mengatasi kemiskinan yang terus membayangi kehidupan keluarga nelayan. Melihat hal tersebut anggota keluarga nelayan atau keluarga nelayan berusaha mengoptimalkan peran tenaga kerja anggota keluarga dalam berusaha mengatasi masalah kemiskinan dan kesulitan yang dialami untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup yaitu salah satunya dapat dilihat dari peran istri dan anak yang sudah dewasa, mereka bekerja guna membantu memenuhi kebutuhan keluarganya. Istri dan anak yang bekerja membantu atau meringankan beban suami merupakan strategi yang dilakukan agar kekurangan dan kesulitan yang menyebabkan keluarga menjadi miskin bisa dapat diatasi. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota 66
rumahtangga nelayan lainya yang berguna membantu dalam sektor ekonomi keluarga (Kusnadi, 2000: 43). Kurangnya penghasilan yang dihasilkan nelayan yang sebagai pencari nafkah dalam mencukupi kebutuhan keluarganya menjadikan anggota keluarga yang lain juga ikut membantu keuangan untuk keluarganya dengan cara bekerja. Istri atau ibu menurut hasil penelitian, mereka mempunyai pekerjaan yang beragam. Terdapat jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan istri untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, jenis pekerjaan yang dilakukan meliputi: 1) membantu sebagai petani diladangnya bagi mereka yang mempunyai ladang. 2) menjadi pedagang warung kelontong dipantai, menjadi pedagang kelontong atau aneka jenis makanan, minuman dan oleh-oleh khas Pantai Depok. 3) Menjadi penjual ikan. 4) Memproduksi crispi dan peyek hasil laut. 5) membuka warung makan spesial ikan laut. Berdasarkan pengamatan peneliti beberapa istri nelayan ada yang berjualan makanan dan minuman di pinggir pantai. Adapun istri nelayan yang berjualan ikan di pasar TPI. Beberapa lainnya berjualan peyek dari berbagai makanan krispi ikan pada saat weekend dan hari libur. Dari hasil pengamatan peneliti mereka benarbenar mengimplikasikan hasil pelatihan yang dilakukan oleh KUB. Hal ini ditunjukan dengan dagangan yang mereka buat dan jual merupakan hasil pelatihan yang pernah mereka ikuti. Walaupun mereka bukan tulang punggung keluarga akan tetapi mereka bekerja guna membantu mencukupi kebutuhan keluarganya. Seperti yang diungkapkan oleh “I” selaku istri nelayan yang berjualan di pantai :
67
“Saya disini jual berbagai macam makanan olahan, semua yang dijual saya yang masak sendiri berdasarkan pada ilmu yang saya peroleh pada pelatihan. Hasil tersebut saya mengimplikasikan dengan membuka usaha seperti ini dan saya jual di pinggir pantai. Keuntungan yang saya dapat juga lumayan dan yang penting bisa membantu memenuhi kebutuhan keluarga.” Pendapat senada diungkapkan oleh ibu “CN” yaitu : “Penghasilan yang diperoleh dari nelayan tidak menentu, oleh karena itu saya bekerja untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga. Dulunya saya belum bekerja, saya hanya mengurus anak dan rumah saja, akan tetapi dulu saya pernah mengikuti program pelatihan membuat makanan dari bahan dasar ikan laut sehingga saya sedikit-sedikit bisa masak Saya setiap hari rabu, kamis dan jumat selalu memproduksi peyek dari udang, ikan dan undur-undur. Hasil yang diperoleh sangat membantu mencukpi kebutuhan keluarga saya.” Kebutuhan yang harus dapat dipenuhi juga banyak yang melibatkan anak-anak mereka bekerja untuk dapat meringankan beban orang tuanya. Anak-anak yang usia dewasa setelah mereka lulus SMP / SMA mereka dianjurkan bekerja oleh orang tuanya. Mereka beranggapan bahwa dengan bekerja biaya untuk pendidikan anak tidak dipikirkan lagi, dan anak-anak mereka sudah tidak terlalu menjadi beban kedua orang tuanya. Anak-anak mereka pun beranggapan bahwa dengan bekerja mereka bisa membantu mencukupi kebutuha keluarga mereka dan meringankan beban orangtua mereka. Seperti yang diungkapkan oleh “KS” yaitu : “Saya sejak lulus SMP saya sudah bekerja sebagai nelayan, saya nggan melanjutkan pendidikan dikarenakan saya tidak mau merepotkan dan menjadi beban orangtua saya. Kehidupan kami juga tergolong pas-pasan, oleh sebab itu saya bekerja untuk membantu kehidupan keluarga saya.” Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat “DR” yaitu : “Setelah saya lulus sekolah SMA, saya tidak melanjutkan sekolah meski dalam hati saya ada keinginan besar untuk dapat kuliah, saya juga tau biaya kuliah itu mahal dan saya tidak mau menambah beban orangtua saya, oleh karna itu saya lebih baik bekerja ya meskipn hanya sebagai buruh pabrik tapi 68
setidaknya saya meringankan beban orangtua saya dan dapat membantu dalam mencukupi kebutuha di dalam keluarga saya.” Bentuk usaha istri dan anak dalam memperoleh tambahan penghasilan guna mencukupi kebutuhannya antara lain, bentuk usaha istri: ikut membantu dalam sektor pertanian bagi yang memiliki ladang, membuka warung makan di pinggir pantai, menjual aneka makanan olahan di pinggir pantai, memproduksi makanan yang berbahan dasar hasil laut untuk dijadikan oleh-oleh makanan khas Pantai Depok. Sedangkan bentuk usaha yang dilakukan anak nelayan terutama anak yang sudah dewasa ialah menjadi nelayan yang khususnya laki-laki, dan menjadi buruh pabrik. Mesti hasil yang diperoleh mereka tidak sebesar hasil pokok kepala rumahtangganya, akan tetapi setidaknya dengan mereka bekerja ada pemasukan untuk mencukupi kebutuhan anggota keluargaanya. Setidaknya usaha-usaha yang dilakukan oleh anggota keluarga lain seperti istri dan anak merupakan strategi rumahtangga nelayan dalam mencukupi kebutuhan dan kekurangan yang dideritanya sehingga mereka tidak menjadi miskin. Partisipasi keluarga dalam memperoleh penghasilan yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga merupakan strategi internal. Meskipun sebagian besar diantaranya usaha-usaha yang dilakukan oleh istri nelayan merupakan hasil implementasi dari program-program dari pihak luar akan tetapi mereka berusaha sendiri untuk dapat membangun usaha yang mereka lakukan.
69
c.
Kegiatan Hutang Piutang Jaringan sosial yang terbentuk karena adanya peran modal sosial masyarakat
nelayan, sehingga membentuk komunitas atau paguyuban nelayan seperti KUB dan koperasi TPI. Komunitas yang terbentuk sangatlah membantu masyarakat nelayan khususnya pada keluarga nelayan, kesulitan dan kekurangan yang sering menghampiri rumahtangga nelayan menjadikan keluarga nelayan tidak bisa lepas dari hutang. Baiknya jaringan sosial dapat meningkatkan status ekonomi dan menjamin keberlangsungan keluarga (Kusnadi, 2002: 36). KUB dan Koperasi TPI merupakan suatu kelompok nelayan yang banyak membantu dalam peningkatan kesejahteraan keluarga nelayan, seperti pembelian modal fisik dan non fisik, pemberian modal dan beberapa bantuan pun benar-benar terasa dampaknya oleh keluarga nelayan. Dengan modal yang diberikan nelayan, pendapatannya dapat meningkat dibandingkan sebelum adanya modal-modal tersebut diberikan. Koperasi TPI dan KUB juga membuka jasa hutang atau peminjaman bergilir bagi para anggota-anggotanya, seperti hutang bantuan permodalan alat tangkap dan hutang uang untuk usaha ataupun keperluan pribadi. Kebutuhan yang mendesak dan harus tercukupi oleh keluarga nelayan yang terkadang menjadi salah satu alasan kuat untuk berhutang ke dalam salah satu organisasi atau kelompok nelayan ataupun berhutang kepada tetangga bahkan juragan sekalipun. Oleh sebab itu jaringan sosial dapat mempermudah masyarakat nelayan guna berinteraksi maupun saling tolong menolong satu sama lain. Strategi
70
jaringan sosial inilah yang dilakukan keluarga nelayan guna mencukupi kekurangan yang dihadapinya dengan cara meminjam uang atau berhutang. Hutang merupakan suatu strategi yang sudah lumrah dilakukan oleh rumahtangga nelayan untuk mencukupi kebutuhannya. Kebutuhan yang sangat mendesak dan ketika tidak mempunyai uang maka hal yang dilakukan ialah menghutang, oleh sebab itu menghutang dapat juga dikatakan sebagai budaya. Masyarakat nelayan Pantai Depok biasanya berhutang pada salah satu kelompok paguyuban nelayan, seperti KUB atau Koperasi TPI Mina Bahari 45. Seperti yang diungkapkan salah satu nelayan yang sering berhutang untuk memenuhi kebutuhanya “K” yaitu : “Menghutang adalah cara terakhir yang saya lakukan apabila saya benarbenar memerlukan dan mengalami kondisi yang sangat mendesak. Saya juga tidak asal menghutang, apabila saya punya barang yang bisa dijual atau digadekan, saya memilih menjual atau menggadaikan barang yang saya miliki. Sering kali saya berhutang jumlah yang besar kepada KUB atau di Koperasi TPI, akan tetapi bila saya hendak menghutang dengan jumlah yang kecil saya biasanya menghutang kepada juragan saya.” Hal senada juga dikatakan oleh nelayan “KT” yang mengatakan : “Yang namanya manusia tidaklah bisa terlepas dari masalah keuangan apa lagi seperti saya yang hanya berprofesi menjadi nelayan hasil tidak seberapa kebutuhan semakin hari semakin meningkat. Kebutuhan yang harus dipenuhi dan kadang mendadak menjadikan saya harus berhutang ke koperasi maupun KUB untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu berhutanglah jalan satu-satunya dan setelah saya mendapatkan hasil tangkapan banyak dan panen saya akan membayar hutang saya.” Hutang yang mereka lakukan pun tidaklah sembarang hutang. Mereka menghutang sebagian besar untuk memperbesar usaha seperti membeli peralatan tangkap dan membuka jenis usaha seperti warung makan, warung kelontong dan 71
aneka makanan khas laut. Berhutang bukanlah hal yang sering atau terus menerus dilakukan oleh masyarakat nelayan ketika kekurangan yang menyebabkan kemiskinan menghampirinya. Akan tetapi hal tersebut dilakukan apabila masyarakat nelayan benar-benar membutuhkan bantuan yang sangat mendesak. Masyarakat nelayan juga tidak mau ketergantungan dengan berhutang apabila kekurangan dalam mencukupi kebutuhannya. Oleh karena itu mereka lebih bekerja dengan giat dan ketika memperoleh hasil yang dirasa cukup mereka akan menyisihkan uangnya untuk ditabung. Apabila sewaktu-waktu mengalami keperluan yang mendadak dan mendesak uang tersebut dapat digunakan. Strategi berhutang yang dilakukan oleh keluarga nelayan dapat disimpulkan bahwa strategi ini merupakan bentuk strategi eksternal, dikarenakan secara langsung bantuan itu diberikan dari orang lain guna mencukupi kebutuhan keluarga nelayan yang sedang mendapat kesulitan atau kebutuhan yang mendesak. Berhutang juga merupakan strategi dalam sektor non produksi dikarenakan tidak ada usaha yang dihasilkan oleh penghutang. d.
Strategi Keluarga Nelayan Melalui Peran Modal Sosial dan Budaya Modal sosial yang terjalin dengan baik antar nelayan juga dikarenakan adanya
persamaan sistem kerja, persamaan nasib dan tujuan. Keadaan seperti itu menjadikan kelompok sosial seperti KUB dan TPI dapat berjalan dengan baik. Kesamaan
tujuan
masyarakat
nelayan,
yang
mereka
sama-sama
ingin
meningkatkan kesejahteraan kehidupan keluarganya menjadikan interaksi antar kelompok sosial selalu didasari dengan rasa saling tolong menolong dan kesamaan 72
nasib. Adanya kesamaan profesi dan tujuan mempermudah interaksi antar nelayan, hal ini menjadikan adanya jaringan antar nelayan. Jaringan sosial yang terjalin dengan baik akan mempermudah nelayan dalam kegiatan tolong menolong antar sesama nelayan bahkan anggota keluarga Nelayan lainnya misalnya jika ada nelayan yang kesulitan dalam memperbaiki jaring ikan maka nelayan lain yang lebih berpengalaman dapat membantu memperbaikinya. Selain itu jika ada kebutuhan yang mendadak dan nelayan yang tidak banyak memiliki tabungan, dapat meminta bantuan pada nelayan lain untuk dapat memenuhi kebutuhanya. Nelayan biasanya berhutang dengan juragannya, tetangga sekitar, antar nelayan bahkan ke koperasi TPI ataupun KUB. Adanya interaksi dan jaringan sosial inilah yang dapat mempengaruhi tingkat ekonomi dalam keluarga nelayan. Modal sosial merupakan modal yang harus dimiliki oleh manusia. Modal sosial juga didevinisikan sebagai satu set sumberdaya yang tidak dapat dipisahkan dari keluarga, orang lain dan komunitas atau kelompok (Colman, 1990: 102). Modal sosial juga berpengaruh pada tingkat ekonomi suatu keluarga (Putman dalam Sari, 2003: 31). Modal sosial seperti interaksi sosial yang baik antar nelayan yang membentuk suatu komunitas atau kelompok nelayan menjadikan nelayan banyak menggantungkan usahanya pada komunitas / kelompok nelayan tersebut. Kelompok nelayan yang terbentuk seperti koperasi TPI dan KUB menjadikan nelayan lebih sejahtera, dikarenakan dengan komunitas yang ada nelayan dapat terbantu dengan diberikannya bantuan modal, khususnya permodalan alat tangkap. Modal yang diberikan meski tidak dengan cuma-cuma melainkan nelayan harus 73
mengembalikan dengan mencicil, akan tetapi nelayan merasa terbantu. Pendapatan nelayan pun bertambah karena nelayan yang dulu belum memiliki peralatan tangkap dan menjadi nelayan buruh sekarang sudah menjadi nelayan juragan. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa dengan modal sosial nelayan membentuk suatu komunitas nelayan seperti KUB (kelompok usaha bersama). KUB merupakan organisasi yang memberikan berbagai macam bantuan seperti bantuan modal fisik dan non fisik. Nelayan Pantai Depok juga nelayan yang tidak hanya berasal dari daerah setempat. Nelayan yang berasal dari berbagai macam wilayah serta dengan latar belakang yang berbeda ini dalam kehidupan sehari-hari mereka mempunyai nilai sosial yang tinggi. Nilai sosial yang tinggi digambarkan dengan interaksi antar nelayan satu dengan yang lain. Saling interaksi dan menghargai satu sama lain merupakan salah satu modal sosial yang dapat mewujudkan nilai-nilai sosial yang baik. Seperti yang dikatakan oleh nelayan “KT” yaitu : “Meskipun saya bukan orang asli sini akan tetapi saya tetap bersosialisasi dengan nelayan dan masyarakat daerah sini, karena saya berada di derah orang ya semestinya saya harus lebih dapat berinteraksi sosial. Kalau saya tidak berinteraksi sosial dengan masyarakat dan para nelayan sini ya saya bukan manusia.” Hal senada di ungkapkan oleh “HP” yaitu : “Interaksi sosial sangatlah penting bagi kehidupan khususnya nelayan, dengan bersosialisasi kita bisa mengenal dan mengetahui berbagai hal, serta kalau kita membutuhkan sesuatu orang lain juga akan tau dan senantiasa menolong saya.”
Pernyataan diatas diperkuat dengan pernyataan yang dikemukakan oleh “T”, 74
yaitu: “Saling berinteraksi dengan sesama nelayan bahkan orang lain merupakan hal yang seharusnya dilakukan, kalau tidak ada jiwa sosial yang mendasari orang berarti orang tersebut seperti tidak hidup. Adanya interaksi juga justru menguntungkan, jadi kalau sewaktu-waktu saya membutuhkan sesuatu dan saya meminta tolong orang lain saya tidak pekewuh.” Berdasarkan hasil pengamatan peneliti juga menunjukan bahwa modal sosial yang pada hakikatnya dimiliki oleh semua manusia dan diwujudkan dengan interaksi sosial antar manusia sangatlah tergambar jelas oleh kehidupan nelayan dan keluarga nelayan Pantai Depok. Para nelayan dorong yang setia menunggu nelayan berlabuh dan berlayar untuk membantu mendorong kapal-kapal nelayan ke pinggir pantai maupun ke pantai. Para pedagang ikan yang membantu nelayan menawarkan hasil tangkapannya ke pembeli yang hendak membeli ikan segar di pinggir pantai, para penjual jasa yang menawarkan jasa masak untuk memasakan ikan ke warungwarung yang tersedia di kawasan Pantai Depok. Kegiatan tersebut merupakan wujud implementasi dari modal sosial yang digambarkan dengan interaksi-interaksi sosial yang dapat membantu dan saling menguntungkan. Seluruh masyarakat nelayan maupun anggota keluarga nelayan Pantai Depok mempunyai modal sosial yang tinggi. Modal sosial yang mereka miliki digunakan dalam bentuk interaksi sosial, tolong menolong sesama nelayan, tetangga, pedagang, wisatawan dll. Modal sosial yang para nelayan miliki terbentuklah berbagai macam komunitas. Komunitas yang terbentuk meliputi: komunitas nelayan, komunitas pendorong kapal, komunitas, penjual ikan, komunitas warung makan, komunitas penjual warung pinggir pantai dan komunitas pembuat makanan 75
olahan ikan. Komunitas-komunitas ini tidak akan bisa terbentuk apabila interaksi sosial masyarakatnya satu sama lain tidak berjalan. Seperti yang diungkapkan oleh Kusnadi (2002: 5) keterbatasan daya jangkau teknologi, penangkapan, ketimpangan dalam sistem bagi hasil, belum adanya jaminan sosial tenaga kerja, lemahnya jaringan pemasaran dan belum fungsinya koperasi nelayan yang ada merupakan faktor non alamiah yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga nelayan. Maka dari pada itu, modal sosial antara nelayan dan masyarakat harus dimiliki, untuk dapat mewujudkan hubungan baik dan menguntungkan antar nelayan serta masyarakat di sekitar Pantai Depok. Hasil interaksi sosial yang baik antar masyarakat nelayan dapat membentuk suatu kelompok atau paguyuban nelayan seperti Koperasi TPI dan KUB menjadikan suatu proses kerjasama yang saling menguntungkan terutama untuk para nelayan. Koperasi TPI yang berperan dalam memborong semua hasil tangkapan hasil para nelayan menjadikan nelayan mudah dalam menjualkan hasil tangkapan. Meskipun harga jual yang ditawarkan di TPI lebih murah dibandingkan dijual ke konsumen langsung yang perbandingannya bisa mencapai 1 : 3 atau 3 kali lipat harga beli koperasi TPI, akan tetapi nelayan merasa untung dengan melelangkan hasil tangkapanya ke TPI, dikarenakan nelayan tidak harus bekerja dua kali untuk menjualkan hasil tangkapannya, dan koperasi TPI menerima ikan apa saja yang diperoleh meski hidup ataupun mati. TPI ialah salah satu paguyuban atau kelompok nelayan yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan nelayan. Selain itu nelayan Pantai Depok juga mempunyai beberapa paguyuban 76
yang sangat berperan penting untuk mempermudah masyarakat nelayan dalam mendapatkan bantuan modal yang berupa fisik dan non fisik, mempermudah dalam menjual hasil tangkapan dan kegiatan simpan pinjam. Kelompok nelayan yang dikategorikan dapat mempermudah menjual hasil tangkapan ialah koperasi TPI, TPI harus didirikan sebelum adanya nelayan dikarenakan untuk mempermudah menjual hasil tangkapan para nelayan. Ketua Koperasi TPI “T” menyatakan’’ : “TPI harus ada sebelum adanya nelayan yang mencari ikan, kalau belum didirikan TPI bagaimana nelayan akan menjual hasil tangkapanya. Selain itu TPI juga akan menjamin keselamatan para nelayan. TPI tidak hanya sarana atau tempat untuk menjual hasil tangkapan saja, akan tetapi TPI khususnya Koperasi TPI memberikan bantuan atau sarana-prasarana dalam pemberian bantuan modal dan tenaga dalam pelaksanaan penangkapan ikan, maksud tenaga tersebut ialah tenaga dorong kapal. Koperasi TPI menyiapkan jasa dorong kapal guna mendorong kapal nelayan saat ingin melaut dan mendarat. Selain itu koperasi TPI juga memberikan jaminan keselamatan bagi nelayan, tau sendiri mbak! Jadi nelayan resikonya besar apa lagi kalau musim angin dan ombak besar.” Kegiatan koperasi TPI tidaklah hanya menjual belikan ikan, akan tetapi fungsi umum koperasi yaitu sebagai jasa simpan pinjam. Simpan pinjam dilakukan hanya untuk para nelayan. Hasil dari para nelayan yang dijual ke TPI oleh pengelola TPI langsung dijual kepada tengkulak. Tidak semua hasil tangkapan nelayan dijualkan ke koperasi TPI, nelayan ada yang menjual sebagian ikannya di tepian pantai yang dengan sengaja banyak konsumen yang menunggu nelayan mendarat. Menurut konsumen yang membeli ikan di pantai langsung harga yang ditawarkan jauh lebih murah dibandingkan beli di TPI pasar ikan, nelayan juga merasa untung apabila menjual hasilnya ke konsumen langsung. Hasil tangkapan yang dijual kekonsumen langsung oleh para nelayan merasa merugikan pihak pengelola TPI, akan tetapi hal 77
tersebut tidak diambil pusing oleh para pengelola TPI, seperti yang dikemukakan oleh ketua koperasi TPI “TR” yaitu: “Bila nelayan menjual hasil tangkapannya kepada konsumen yang menghadang di tepian pantai sebenarnya ya pengelola TPI akan mengalami kerugian dikarenakan ikan yang harusnya dijual ke koperasi tapi dijual langsung ke konsumen, akan tetapi kita berpegang prinsip kepada visi misi koperasi TPI yang akan meningkatkan kesejahteraan para nelayan. Bilamana dengan hal seperti itu nelayan akan bertambah sejahtera ya silahkan saja, akan tetapi jangan terlalu keseringan.” Pendapat nelayan “HP” mengatakan : “Kalau saya menjual hasil tangkapan kepada konsumen langsung saya akan mendapatkan keuntungan yang besar kok mba, jadi pas saya mendarat dan ada yang mau membeli hasil tangkapan saya ya saya jual aja. Saya juga bisa menjual 2-5 kali lipat dari harga yang saya jual ke koperasi TPI.” Pendapat senada dikemukakan oleh nelayan “KT” yaitu : “Saya memang terkadang menjualkan hasil tangkapan yang saya dapat ke konsumen langsung, ya itung-itung buat tambahan penghasilan, soalnya kalau saya jual semua di TPI saya kadang hanya untung sedikit.” Dari data yang sudah diakumulasi, koperasi TPI setiap bulannya melelang kurang lebih 7.377 Kg dari berbagai jenis ikan. Hasil pelelangan yang di lelang oleh koperasi TPI lalu di jual pada tengkulak. Oleh tengkulak hasil tersebut ada yang dijual di pasar TPI Pantai Depok, Pasar TPI pantai lain, bahkan di ekspor ke Luar Negeri. Koperasi TPI tidaklah hanya berperan dalam proses pelelangan ikan hasil tangkapan nelayan saja. Akan tetapi koperasi TPI juga memberikan jaminan keselamatan bagi para nelayan dalam proses melaut, selain itu koperasi TPI juga yang membentuk suatu kelompok jasa dorong kapal ke tepi pantai dan ke pantai ketika hendak mendarat dan melaut. Di dalam kegiatan ini nelayan mempunyai kerjasama antar para pendorong, dimana hasil tangkapan nelayan yang dijual di 78
koperasi TPI 5 % dari total hasil yang di dapat nelayan digunakan untuk membayar jasa tukang dorong. Terdapat beberapa bagian lagi yang dibagi oleh pihak koperasi TPI guna dapat meningkatkan kualitas serta menjamin keselamatan para nelayan. Pembagiannya meliputi: 1. Pendorong 5%, SarPras 1,35%, Intensif 2,5%, koperasi 0,5%, dana sosial 0,25%, seving 0,5%, Opr pengurus 0,5%, Wilayah 0,5%, keamanan 0,2%, dan tab pendorong 0,2%. Selain Koperasi TPI, yang tidak kalah penting dalam kesejahteraan nelayan ialah KUB (Kelompok Usaha Bersama). KUB ialah suatu kelompok yang bertujuan untuk membangun usaha bersama dalam kelompok nelayan. Nelayan sangatlah terbantu dengan adanya KUB ini. KUB bergerak pada pemberian bantuan modal fisik dan non fisik. Seperti yang dikemukakan oleh ketua KUB “SD” yakini: “KUB didirikan guna menyatukan dan membentuk kelompok nelayan dalam suatu organisasi. Kelompok seperti KUB ini sangatlah penting dan bermanfaat. Adanya KUB pemberian bantuan berdasarkan pengajuan proposal akan lebih mudah bilamana ada organisasi atau kelompok organisasi didalamnya. Seringkali pusat akan memberi bantuan berupa dana atau alat tetapi tidak bisa turun apabila tidak ada kelompok/ organisasi didalamnya, maka dari itu sangatlah penting KUB diadakan. Bantuan yang sering di dapat oleh KUB ialah bantuan modal fisik dan non fisik dengan adanya bantuan tersebut maka dapat meringankan beban nelayan dan menjadikan nelayan lebih sejahtera dari sebelumnya.” Nelayan yang masih menjadi nelayan buruh yang tentunya belum mempunyai peralatan tangkap pasti mereka sangat menginginkan peralatan tangkap sendiri. Usaha yang dilakukan nelayan buruh untuk mendapatkan peralatan tangkap ialah dengan cara mencicil peralatan tersebut yang sudah diberikan oleh kelompok KUB. Pemerintah sengaja memberikan bantuan modal berupa peralatan tangkap melalui KUB, akan tetapi nelayan harus mencicilnya guna mengembalikan modal yang 79
sudah diberikan. Mempunyai kapal dan peralatan tangkap merupakan keinginan besar para nelayan guna memperoleh penghasilan yang lebih banyak, dikarenakan pemilik kapal atau juragan sekali melaut akan mendapatkan total keuntungan 50% dari hasil, apabila juragan ikut mencari ikan berarti total mendapatkan 75% dari total hasil yang diperoleh. Sedangkan nelayan buruh yang hanya ikut juragan mendapatkan 25 % dari total hasil yang diperoleh. Ketimpangan pembagian hasil yang beda 3 kali lipat menjadikan nelayan buruh ingin memiliki peralatan tangkap sendiri, agar pendapatan yang diperoleh dapat lebih banyak dibandingkan dengan hanya menjadi nelayan buruh. Hal ini diharapkan kebutuhan nelayan dapat terpenuhi, sehingga dapat mengatasi kemiskinan yang dialami oleh keluarga nelayan. Pendapat ini diperkuat dengan pendapat nelayan “HP” yang mengatakan bahwa: “Dengan adanya KUB nelayan sangatlah terbantu, saya yang dulunya belum punya kapal dan peralatan tangkap lainnya dengan adanya modal yang diberikan oleh KUB akhirnya saya bisa memiliki alat tangkap sendiri dan hal ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang saya peroleh.” Pendapat tersebut senada dengan pendapat istrinya “CN” yaitu : “Waktu suami saya masih menjadi buruh, pendapatannya saya rasa sangat kurang. Akan tetapi sekarang sudah mempunyai kapal sendiri berkat bantuan modal yang di berikan KUB hasilnya sudah lumayan, tergantung juga si hasil total yang diperoleh dalam satu kali melaut.”
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti juga menunjukan bahwa nelayan sudah mempunyai peralatan tangkap sendiri dirumahnya. Hal ini dibuktikan dengan rumah yang dimiliki sudah permanen yang menunjukan bahwa nelayan tersebut 80
adalah nelayan juragan, adanya jaring di rumahnya, dan data yang tertera pada koperasi TPI tentang hak milik kapal nelayan. Akan tetapi tidak semua nelayan memilki alat tangkap. Berdasarkan hasil pengamatan nelayan yang belum memiliki perahu ditunjukan pada bahwa dia masih menumpang di rumah juragan (belum memiliki tempat tinggal) yang menunjukan bahwa dia adalah nelayan buruh yang belum mencapai kesejahteraan. Meskipun bantuan modal yang diberikan tidaklah cuma- cuma akan tetapi nelayan merasa sangat terbantu dengan pinjaman modal peralatan tangkap yang diberikan oleh KUB. Selain bantuan modal peralatan tangkap, bantuan modal seperti peralatan untuk membuat garam dan pelatihan-pelatihan pun pernah diberikan melalui KUB. Akan tetapi bantuan berupa pelatihan membuat garam beserta alat-alatnya dirasa tidak ada manfaatnya. Nelayan enggan untuk mengimplikasikan hasil pelatihan tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh nelayan “K” Mengatakan ; “Bikin garam bukan hal yang mudah mbak!, sudah tenaga yang dipakai banyak, gak bisa setiap hari menghasilkan uang karena 1 minggu sekali baru bisa dipanen, dan hasil yang diperoleh tidak seberapa.” Pendapat tersebut diperkuat oleh nelayan dan selaku ketua KUB “SD” yaitu : “Alat-alat untuk membuat garam juga sudah ada, akan tetapi saya dan nelayan lainnya sungkan untuk membuat garam, hasil tidak seberapa capeknya luar biasa, mending jadi petani saja ketika sedang musim paceklik atau musim ikan.” Program pelatihan membuat garam memang tidak dirasa banyak memberikan manfaat bagi nelayan, akan tetapi program pelatihan seperti program membuat crispi ikan, peyek berbagai jenis ikan laut dan makanan olahan ikan lainnya dirasa 81
sangat menguntungkan dan berdampak positif bagi masyarakat nelayan. Program tersebut yang dilakukan untuk ibu-ibu masyarakat sekitar Pantai Depok. Tujuan dari diadakanya program tersebut ialah memfungsikan ikan limbah yang dijual dengan harga rendah bahkan dibuang, setelah itu mempunyai harga jual yang tinggi. Selain itu program tersebut bertujuan untuk memberikan kegiatan kepada ibu-ibu rumah tangga yang belum mempunyai pekerjaan untuk dapat mempunyai pekerjaan dan tentunya penambahan hasil yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Seperti yang diungkapkan oleh istri nelayan yang mengikuti proses pelatihan “TH” yang menyatakan: “Saya senang diadakanya pelatihan pengelolaan makanan, dikarenakan saya jadi punya ilmu untuk mengolah hasil-hasil laut yang tidak laku sekalipun. Jadi dengan modal dikit bisa dapat untung yang banyak.” Pernyataan senada juga dikatakan oleh “CN” yang menyatakan : “Program pelatihan membuat makanan ini menjadikan saya mempunyai pekerjaan, saya yang tadinya tidak bekerja dan akhirnya saya bisa mengimplementasikan hasil pelatihan dengan memproduksi ikan, cumi, kerang crispi, beberapa peyek ikan dan undur-undur.” Pernyataan ini juga diperkuat oleh pedagang warung makan yang berjualan dipinggir pantai “N” yaitu : “Dengan adanya program saya bisa memasak berbagai jenis masakan olahan ikan dan hasil laut lainnya. Sebelum adanya pelatihan saya hanya bisa memasak beberapa macam saja, sekarang saya bisa memasaknya menjadi berbagai macam rasa dan bentuk. Sehingga pengunjung tertarik dengan yang ditawarkan warung makan saya dan tentunya semakin laris.” Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa program pemerintah yang dilakukan oleh kelompok maupun organisasi yang ada seperti koperasi TPI dan KUB terutama KUB memang sangat menguntungkan bagi pihak nelayan, nelayan merasa terbantu 82
dengan adanya berbagai macam kegiatan yang dilakukan oleh koperasi TPI maupun KUB. Kegiatan yang dilakukan oleh KUB seperti pembagian modal berupa fisik dan non fisik menjadikan nelayan bahkan anggota rumahtangga nelayan yang lain dapat meningkatkan pendapatan dan kualitas kehidupannya. Pembagian modal fisik yang berupa pinjaman modal alat tangkap misalnya, dengan pemberian modal yang diberikan mesti tidak cuma – cuma yang nelayan harus membayar dengan cara mencicil meski tidak dibatasi dengan waktu, menjadikan nelayan memperoleh pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan sebelumnya yang hanya menjadi nelayan buruh yang tidak memiliki alat tangkap sendiri. Selain itu pemberian modal non fisik yang menurut masyarakat nelayan menguntungkan bagi kehidupannya ialah program pelatihan membuat makanan jangka panjang maupun jangka pendek dengan berbahan dasar potensi daerah yaitu jenis ikan laut, udang, cumi, dll yang tidak memiliki nilai jual atau hanya limbah menjadi makanan yang mempunyai nilai jual tinggi. Program yang dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, yang ditujukan untuk istri nelayan dan masyarakat daerah pesisir Pantai Depok mendapatkan respon yang baik dari keluarga nelayan maupun masyarakat sekitar. Program ini dirasakan oleh peserta program ialah program yang tepat sasaran dan tepat guna, dikarenakan istri nelayan dan masyarakat daerah pesisir yang masih banyak mengganggur serta mengandalkan hasil yang diperoleh suaminya padahal hasil yang diperoleh tidak menentu, menjadikan sekarang istri nelayan sudah bisa mandiri. Adanya program 83
pelatihan menjadikan istri nelayan dapat membuka usaha berdasarkan ilmu yang sudah diperoleh. Program tersebut benar-benar terimplikasi dan dikembangkan dengan baik oleh peserta pelatihan. Hal ini dibuktikan dengan kemandirian istri yang bisa memperoleh penghasilan guna membantu memenuhi kebutuhan rumahtangganya serta mengurangi beban suami dengan melakukan usaha dagang hasil olahan makanan ikan kering, peyek dan membuka usaha warung makan spesial ikan segar. Nelayan Pantai Depok merupakan nelayan yang berasal dari berbagai macam daerah yang mempunyai budaya yang beranekanragam. Pantai Depok yang terletak di Pantai Selatan yang terkenal dengan mitos Nyi Loro Kidul menjadi keunikan tersendiri dalam kebudayaannya. Nelayan asli Pantai Depok masih memegang erat kebudayaan yang diturunkan oleh nenek moyangnya seperti sedekah laut yang dilakukan pada malam satu suro, pantangan-pantangan tidak boleh melaut pada hari Jumat Kliwon, memakai baju warna hijau. Meski nelayan Pantai Depok banyak yang bukan dari daerah asal, akan tetapi mereka selalu mengikuti dan menghormati kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Untuk menjadi nelayan juga merupakan kebudayaan yang diturunkan oleh generasi sebelumnya. Seperti penggalan lagu nenek moyangku seorang pelaut mengambarkan bahwa turunan mereka ialah seorang nelayan. Nelayan asli Pantai Depok bukanlah nelayan yang memang mempunyai cita-cita sebagai nelayan, ataupun keturunan dari nenek moyang, dikarenakan nenek moyang mereka bukanlah pelaut atau nelayan karena dahulu Pantai Depok bukanlah pantai yang 84
berpotensi pada sektor perikanan. Oleh karena itu nelayan yang berasal dari Pantai Depok, alasan mereka menjadi nelayan dikarenakan potensi sumber daya alam sekitar tempat tinggal mereka. Adanya potensi hasil laut yang melimpahlah yang menjadikan mereka menjadi nelayan seperti saat ini. Berbeda dengan nelayan perantauan atau andun. Nelayan andun yang memang berasal dari daerah pesisir dahulunya mereka ialah nelayan yang pada dasarnya orang tua dan keturunan-keturunan mereka ialah nelayan. Anak merekapun masih berorientasi bekerja sebagai nelayan, hal ini dikarenakan mereka yang berasal dari keluarga nelayan dan hidup di daerah pantai mengapa tidak menjadi nelayan saja. Menjadi nelayan juga dianggap pekerjaan yang praktis, mereka tidak usah merantau jauh dan tetap bisa berkumpul dengan seluruh anggota keluarganya. Kebudayaan lokal yang ada dalam suatu masyarakat memang harus tetap dilestarikan agar tidak hilang. Menjadi nelayan salah satunya, orang yang menjadi nelayan haruslah laki-laki, perempuan tidak dianjurkan untuk menjadi nelayan. Hal tersebut merupakan kebudayaan yang bersistem pada pembagian gender. Selain itu menjadi nelayan juga ada yang dikarenakan sebagai budaya turun temurun, bukan karna cita-cita atau tidak adanya sektor pekerjaan dibidang lain. Seperti yang dikatakan oleh anak nelayan yang menjadi nelayan juga “KRS” mengatakan : “Saya menjadi nelayan karena orang tua saya (bapak) menjadi nelayan juga, ketika saya sudah lulus sekolah jenjang SMA saya bingung mau bekerja menjadi apa, ya saya berfikiran menjadi nelayan saja seperti bapak saya dan menjadi nelayan juga menurut saya bukan hal yang sulit, sejak kecil saya sudah ikut bapak saya melaut, dan kebetulan saya tinggal di daerah pesisir.”
85
Pernyataan tersebut diperkuat dengan pertanyaaan “KT” yaitu : “Profesi menjadi nelayan yang saya lakukan ini merupakan budaya turun temurun yang diturunkan nenek moyang yang pas kebetulan orang tua saya juga berprofesi sebagai nelayan.”
Nelayan yang berasal selain dari wilayah Pantai Depok beranggapan bahwa, kebudayaan menjadi nelayan dikarenakan turun temurun dari nenek moyang kita, akan tetapi menurut hasil penelitian masyarakat nelayan tetap ingin dan mewajibkan anak-anaknya untuk
bersekolah
setinggi
mungkin. Mereka
beranggapan bahawa sekolah adalah suatu proses untuk dapat mendapatkan pekerjaan yang layak dan semestinya, dengan bersekolah diharapkan anak-anaknya mempunyai pekerjaan yang layak. Anak-anak mereka tidak menjadi nelayan seperti bapaknya. Anak nelayan yang menjadi nelayan bukanlah hal yang harus di pergunjingkan, hal tersebut sangatlah lumrah. Kebudayaan nenek moyang mereka yang berprofesi sebagai nelayan menjadi salah satu penyebab mengapa banyak anak-anak nelayan yang enggan melanjutkan sekolah dan memilih menjadi nelayan. Kebudayaan masih melekat pada daerah kawasan Pantai Depok. Pantai Depok masih mempunyai kebudayaan yang diturunkan oleh nenek moyang mereka dan masih dilakukan dan ditaati. Kebudayaan yang masih sering dilakukan ialah berupa sedekah laut yang dilakukan pada suroan. Sedekah laut juga dilakukan oleh semua masyarakat asli maupun perantauan yang ada di wilayah Pantai Depok. Selain sedekah laut nelayan juga mempunyai pantangan-pantangan dalam melaut. Pantangan yang harus di patuhi ialah nelayan tidak diperbolehkan melaut ketika 86
hari Jumat kliwon. Menurut para nelayan Jumat kliwon merupakan hari yang sakral untuk para nelayan. Nelayan yang mempercayai pantangan itu pun turut menghargai, jadi nelayan tetap tidak melaut ketika hari Jumat kliwon. Biasanya nelayan yang tidak mempercayai pantangan-pantangan tersebut ialah nelayan yang berasal dari daerah lain atau nelayan andun. Seperti yang di kemukakan oleh nelayan andun asal Cilacap “HP” mengatakan : “Ketika Jumat Kliwon saya memang tidak melaut, bukan saya percaya terhadap pantangan-pantangan yang disyaratkan, akan tetapi saya menghargai keputusan yang sudah ada, apabila saya tetap melaut ya saya tidak punya teman, maka dari itu saya manut saja lah.”
Kebudayaan-kebudayaan yang masih dilestarikan oleh masyarakat nelayan menjadi bukti bahwa masyarakat tersebut mempunyai modal budaya yang dapat dikembangkan dalam kehidupannya. Kebudayaan seperti menjadi nelayan karena budaya nenek moyang pun tidak banyak ditemukan pada nelayan Pantai Depok, dikarenakan Pantai Depok merupakan pantai yang tergolong baru dalam mengeksploitasi hasil lautnya. Modal sosial dan modal budaya yang sudah tertanam dalam jiwa manusia seperti yang sudah peneliti uraikan di atas menunjukan bahwa, modal sosial merupakan strategi yang dilakukan oleh rumahtangga nelayan dalam mengatasi kemiskinan. Strategi tersebut merupakan strategi yang bersifat eksternal, dikarenakan modal sosial dan modal budaya yang ada pada manusia, yang dimana mereka bekerja sama, saling tolong menolong, mencapai tujuan kerja yang sama
87
dan kesamaan nasib yang sama itu semua terlahir karena diri mereka sendiri dan di implikasikan melalui suatu kelompok atau organisasi.
88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan ialah bahwa pendapatan nelayan yang diperoleh tidaklah pasti. Ketidakpastian dalam pendapatan nelayan dipengaruhi oleh 2 faktor. Faktor yang pertama ialah faktor alam yang meliputi musim ikan / fluktuasi tangkapan dan cuaca. Faktor kedua ialah faktor non alam seperti kondisi alat tangkap, modal dan kondisi fisik nelayan. Ketidakpastian pendapatan nelayan menyebabkan kurang ketercukupan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seluruh anggota keluarga nelayan, maka dapat disimpulkan bahwa dengan penghasilan yang diperoleh dari melaut hanya dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan primer saja, sedangkan tidak dapat menukupi kebutuhan sekunder. Rendahnya sumber daya manusia nelayan yang dicirikan dengan rendahnya tingkat pendidikan keluarga nelayan menyebabkan susahnya nelayan untuk mengakses peluang-peluang kerja yang tersedia, khususnya peluang kerja di luar sektor perikanan. Untuk dapat mencukupi kebutuhan primer dan sekunder, nelayan dan anggota keluarga yang lain melakukan beberapa strategi untuk dapat memenuhi kebutuhan yang harus terpenuhi. Strategi yang dilakukan meliputi strategi internal dan eksternal. Strategi internal meliputi: 1) Diverifikasi usaha, yang mana nelayan mempunyai cadangan pekerjaan guna mendapatkan penghasilan tambahan dengan cara menjadi petani dan buruh bangunan dan. 2) Peran keluarga lainnya, peran ibu 89
selain menjadi ibu rumahtangga, dia juga bekerja sebagai wirausaha dengan cara berdagang di pesisir pantai dengan berbagai jenis dagangan yang diperjualkan, selain itu anak yang sudah dewasa / lulus SMP/SMA mereka bekerja guna meringankan beban orang tuanya. Sedangkan strategi strategi eksternal meliputi : 1) Strategi keluarga nelayan melalui peran modal sosial dan budaya, dimana modal sosial dan modal budaya merupakan suatu modal yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai interaksi sosial yang membentuk suatu jaringan sosial yang dilakukan oleh nelayan, anggota keluarga nelayan dan masyarakat lainya menjadikan berbagai macam kegiatan dimana rasa saling tolong menolong, rasa menghormati satu sama lain, dan rasa kerjasama untuk mencapai tujuan yang sama karena kesamaan nasib yang mereka alami dapat berjalan dengan baik guna dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan itu sendiri. Jaringan sosial juga menghasilkan suatu komunitas seperti KUB dan TPI inilah yang merupakan kelompok mitra usaha bagi nelayan. 2) Kegiatan hutang piutang merupakan kegiatan kebutuhan yang mendesak dan harus segera terpenuhi membuat rumahtangga nelayan melakukan strategi hutang. Biasanya berhutang dilakukan kepada koperasi TPI maupun KUB, juragan, dan tetangga baik sesama nelayan maupun masyarakat selain nelayan. Bantuan pemerintah yang melalui berbagai lembaga seperti KUB dan TPI sangatlah membantu masyarakat khususnya nelayan. Nelayan merasa terbantu dengan adanya koperasi TPI yang dimana dengan adanya koperasi TPI nelayan dapat dengan mudah menjual hasil tangkapannya secara langsung. TPI juga dapat 90
digunakan sebagai wadah untuk meminjam uang atau hutang, jaminan keselamatan nelayan saat melaut, dan mempermudah nelayan ketika melaut dan mendarat karena adanya buruh dorong yang terorganisasi oleh TPI. Keberadaan KUB juga dapat meningkatkan kesejahteraan para nelayan. Bantuan modal yang diberikan KUB seperti alat tangkap menjadikan pendapatan nelayan dapat meningkat. Selain itu bantuan yang banyak manfaatnya bagi keluarg nelayan ialah bantuan yang berupa program-program pelatihan, dengan adanya pelatihan maka peserta pelatihan mendapatkan ilmu yang dapat dikembangkan dikehidupannya. Peminjaman bergilir yang dilakukan oleh KUB juga menjadi sebuah kegiatan yang sangat berarti ketika keuangan keluarga nelayan sedang terdesak. B. Saran 1.
Untuk Nelayan dan Keluarga Nelayan a. Sebaiknya mengoptimalkan potensi / SDA yang ada di sekelilingnya untuk dijadikan ladang pekerjaan. b. Mengisi waktu luang dengan dijadikan suatu kegiatan yang bermanfaat. c. Rumahtangga nelayan sebaiknya lebih memperhatikan pendidikan anakanak mereka, jangan sampai anak mereka tidak menjamah pendidikan, WAJAR minimal 9 tahun harus terpenuhi.
2.
Pemerintah atau Lembaga a. Pihak pemerintah atau lembaga sebaikaya dengan memberikan bantuan modal dan program pelatihan yang disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan nelayan. 91
b. Hendaknya pemerintah dapat memperhatikan kelembagaan ekonomi untuk nelayan seperti TPI, sehingga para nelayan dapat melakukan kegiatan lelang terbuka kembali dan tidak terlalu bergantung kepada para juragan atau bakul.
92
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Mugni. (2006). Strategi Rumahtangga Nelayan dalam Mengatasi Kemiskinan (Studi Kasus Nelayan Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat). http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/1062/A06amu.pdf. Akses 17 mei 2015 pukul 10.36 WIB. Anwar. (2006). Manajemen Pemberdayaan Perempuan. Bandung : Alfa Beta. Darmadi, Hamid. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfa Beta. Dhamar Prakarsa. (2013). Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan Pantai Nepok di Desa Parangtritis Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. http://e-jurnal.com/2014/05 Akses 23 Mei 2015 Pukul 03.22 WIB. Hartilaar. (2000). Pendidikan Kebudayaan Masyarakat Madani. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Ikhsan harahab. (2014). Amankan Kedaulatan Laut Indonesia. http://www.kompasiana.com/ikhsanharahap44/amankan-kedaulatan-lautindonesia. Akses 17 mei 2015 pukul 12.06 WIB. Keesing, Roger M dan Felik M Kessing. (1989). Antropologi Budaya 1. Terjemahan Samuel Gunawan. Jakarta: Erlangga. Kusnadi. (2002). Konflik Sosial Nelayan Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Alam. Yogyakarta : LKIS. Kusnadi. (2000). Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung : Humoniora Utama. Kusnadi. (2001). Budaya Masyarakat Nelayan. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/BudayaMasyarakatNelayan-Kusnadi. Akses 15 Mei 2015 jam 14.11 WIB. Moleong, J. Lexy. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya. Moleong, J. Lexy. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 93
Mubyanto. (1984). Nelayan dan Kemiskinan : Studi Antropologi Didua Desa Pantai. Jakarta : Yayasan Argo Ekonomika. Sari. Naurita. (2013). Peran Modal Sosial dalam Penguat Kelembagaan Koperasi Nelaya. Dalam Prosding Modal Sosial, Seminar Nasional Pengembangan Masyarakat Berbasis Modal Sosial. Sugiono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Suharto. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial. PT. Refika Aditama. Bandung. Tjioto Atmoko, (2008). Pemetaan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Mmenanggulangi Kemiskinan di Jawa Barat. http://unpad.ac.id/wp/pemetaan_dan_pemanfaatan_modal_sosial.pdf. Akses 23 Maret 2015 pukul 23.43 WIB. http://bps.com Akses14 Maret 2015 pukul 23.43 WIB. http://dkp.co.id Akses 14 Maret 2015 pukul 22.10 WIB.
94
LAMPIRAN
95
Lampiran 1. Pedoman wawancara
Pedoman Wawancara untuk Nelayan Pantai Depok 1. Nama : 2. Tempat Tanggal lahir : 3. Jenis Kelamin : 4. Agama : 5. Pekerjaan : 6. Alamat : 7. Apa pendidikan terakhir yang di tempuh bapak ? 8. Apakah bapak nelayan asli dari wilayah sini atau nelayan andun ? 9. Apakah bapak sudah berumah tangga ? 10. Berapa jumlah anggota keluarga bapak ? 11. Selain menjadi nelayan, bapak bekerja menjadi apa saja ? 12. Sejak kapan bapak menjadi nelayan ? 13. Apakah pekerjaan menjadi nelayan sebagai cita – cita atau keturunan dari orang tua ? 14. Kapan waktu bapak mulai mencari ikan ? 15. Dalam satu bulan berapa waktu yang digunakan untuk mencari ikan ? 16. Adakah kendala yang di jumpai dalam mencari ikan ? 17. Dengan berapa orang bapak mencari ikan dilaut ? 18. Apakah bapak tergolong nelayan buruh atau nelayan juragan ? 19. Peralatan apa saja yang digunakan untuk mencari ikan di laut ? 96
20. Berapa kira-kira jumlah modal yang dikeluarkan untuk mencari ikan dilaut? 21. Apa saja yang didapat pada waktu mencari ikan dilaut ? 22. Dimana hasil tangkapan di jual ? 23. Apakah ada perbedaan haraga ketika menjual di tengkulak, pasar atau dijual sendiri ? 24. Berapa jumlah hasil perhari yang diperoleh? 25. Bagaimana system pembagian hasilnya ? 26. Berapa kira – kita hasil yang di dapatkan perindividu ? 27. Apakah hasil perhari yang didapatkan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari ? 28. Apa yang anda lakukan ketika penghasilan yang anda dapatkan kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga ? 29. Bagaimana yang dilakukan bapak ketika sedang tidak musim ikan atau laut yang tidak memungkinkan untuk mencari ikan ? 30. Hal apa yang anda lakukan dengan SDA yang ada di sekitar anda ? 31. Apakah anda memanfaatkan SDA yang ada di sekitar anda ? 32. Bagaimana bentuk pemanfaatannya ? 33. Apakah ada paguyuban atau organisasi di kelompok nelayan ini ? 34. Apa peran bapak dalam paguyuban tersebut ? 35. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh anggota paguyuban – paguyuban tersebut ? 36. Adakah progam pemerintah yang dilakukan untuk para nelayan ? 97
37. Dengan adanya program pemerintah adakah manfaat untuk anda ? 38. Dampak apa setelah adanya program dari pemerintah tersebut ? 39. Apakah bapak merasa terbantu dengan adanya paguyban – paguyuban tersebut ? 40. Kebudayaan leluhur seperti apa saja yang masih sering dan selalu dilakukan oleh anda ? 41. Kapan kegiatan tersebut dilakukan ? 42. Adakah pantangan – pantangan yang harus dipenuhi ketika sedang mencari ikan ? 43. Apa pendapat anda tentang keputusan – keputusan pemerintah dalam perundang – undangan kelautan dan perikanan ?
98
Pedoman Wawancara untuk Istri Nelayan Pantai Depok 1. Nama : 2. Tempat Tanggal lahir : 3. Jenis Kelamin : 4. Pekerjaan : 5. Agama : 6. Alamat : 7. Peran apa yang anda peroleh dalam keluarga ? 8. Kesibukan apa yang anda lakukan ? 9. Pendidikan terakhir apa yang anda tempuh ? 10. Apakah anda bekerja ? 11. Mengapa anda bekerja ? 12. Pekerjaan apa yang anda lakuankan ? 13. Berapa hasil yang diperoleh dari pekerjaan anda ? 14. Apakah kehidupan anda sudah lebih dari cukup ? 15. Apakah hasil dari pekerjaan anda dapat membantu memenuhi kebutuhan keluarga ? 16. Hal apa yang anda lakukan ketikan keuangan keluarga berlebih ? 17. Hal apa yang dilakukan ketika kekurangan dalam memenuhi kebutuhan dan ada keperluan yang mendesak ? 18. Adakah saling interaksi saling tolong menolong antar keluarga nelayan ?
99
19. Bagaimana solusi yang anda lakukan ketika anda mengarami kesulitan dalam keuangan ? 20. Adakah peran pemerintah atau pihak swsata dalam pemberdayan perempuan untuk istri nelayan ? 21. Jika ada seperti apa bentuknya ? 22. Apakah anda mengikuti program tersebut ? 23. Apa dampak yang dirasakan oleh anda ? 24. Apakah dapat meningkatkan pendapatan yang anda peroleh ? 25. Hal apa yang anda lakukan dengan SDA yang ada di sekitar anda ? 26. Bagaimana bentuk pemanfaatan SDA yang ada di sekitar anda ?
100
Pedoman Wawancara untuk Anak Nelayan Pantai Depok 1. Nama : 2. Tempat Tanggal lahir : 3. Jenis Kelamin : 4. Agama : 5. Alamat : 6. Apa peran anda dalam keluarga ? 7. Apakah anda masih bersekolah ? 8. Jika tidak, pendidikan terakhir apa yang anda tempuh ? 9. Apakah anda masih mempunyai keinginan untuk bersekolah ? 10. Apakah anda sekarang sudah bekerja ? 11. Pekerjaan apa yang anda lakukan ? 12. Apakah anda bekerja untuk membantu kebutuhan keluarga ? 13. Apakah kebutuhan anda sudah merasa tercukupi ? 14. Hal apa yang anda lakukan dengan SDA yang ada di sekitar anda ? 15. Bagai mana bentuk pemanfaatan SDA yang ada di sekitar anda ?
101
Pedoman Wawancara untuk Pengelola Koprasi TPI Pantai Depok 1. Nama : 2. Tempat Tanggal lahir : 3. Jenis Kelamin : 4. Agama : 5. Pekerjaan : 6. Jabatan : 7. Alamat : 8. Apa visi misi koprasi TPI ? 9. Apa fungsi dari koprasi TPI ? 10. Apa saja yang dilakukan koprasi TPI untuk membantu para nelayan ? 11. Apa saja kegiatan koprasi TPI ? 12. Siapa yang melelang hasil tangkapan nelayan ? 13. Berapakah perbedaan harga di koprasi TPI Bengan harga jual di pasaran 14. Berapa hasil perhari atau perbulan yang diperoleh di TPI ini ? 15. Apakah TPI pernah memperoleh bantuan dari pemerintah ? 16. Seperti apa bantuan tersebut ? 17. Apa manfaat yang dirasakan ? 18. Adakah dampak bagi nelayan ?
102
Pedoman Wawancara untuk Pengelola KUB 1. Nama : 2. Tempat Tanggal lahir : 3. Jenis Kelamin : 4. Agama : 5. Pekerjaan : 6. Jabatan : 7. Alamat : 8. Apa fungsi KUB ? 9. Berapa jumlah anggota KUB ? 10. Apa peran anda disini ? 11. Adakah program atau usaha pemerintah atau pihak swasta untuk para nelayan atau masyarakat nelayan ? 12. Kalau ada bagaiman bentuknya ? 13. Kapan waktu pelaksanaannya ? 14. Berdasarkan apa program itu dilaksanakan ? 15. Bagaiman partisipasi masyarakatnya ? 16. Bagaiman bentuk evaluasinya ? 17. Bagaimana dampak yang dirasakan oleh masyarakat nelayan atau pemerintah setelah adanya pelaksanaan program tersebut ? 18. Apakah bantuan seperti bantuan modal perlu di kembalikan oleh nelayan ? 19. Bagaimana sistim pembayaranya ? 103
20. Setelah modal kembali untuk apa dana tersebut ? 21. Siapa saja yang diperboloehkan meminjam ? 22. Apakah ada bunga dalam berhutang ?
104
Lampiran 2. Pedoman observasi PEDOMAN OBSERBASI Secara garis besar dalam pengamatan (observasi) dalam mengatahui strategi – strategi apa saja yang dilakukan oleh keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan yaitu : 1. Mengamati bagaimana kondisi nelayan 2. Mengamati tempat tinggal nelayan 3. Mengamati kondisi fisik TPI yang merupakan tempat yang digunakan dalam pelelangan hasil tangkapan 4. Mengamati proses pelelangan hasil tangkapan di pantai maupun di TPI 5. Mengamati kondisi fisik ruangan yang dilakukan kelompok KUB untuk memproduksi makanan 6. Mengamati bagaimana kondisi keluarga nelayan
105
Lampiran 3. Pedoman dokumentasi PEDOMAN DOKUMENTASI 1. Melalui arsip tertulis a. Tujuan, Visi Misi dan Latar belakang TPI dan KUB b. Data Program yang pernah dilakukan untuk nelayan maupun
keluarga
nelayan 2. Foto a. Gedung atau banguna fisik KUB, TPI, rumah nelayan, kondisi lingkungan dan pemukiman nelayan b. Peralatan tangkap nelayan c. Kegiatan perdagangan di pantai Depok d. Kegiatan pelelangan ikan
106
Lampiran 4. Catatan lapangan Catatan Lapangan I Hari / Tanggal : Jum’at, 13 Maret 2015 Waktu : 10.30 Tempat : Pantai Depok Tema / Kegiatan : Observasi awal Deskripsi Pada hari Jum’at tanggal 13 Maret 2015 peneliti mengunjungi pantai Depok untuk mengetahui kegiatan – kegiatan apa saja yang ada di Pantai Depok. Di sana peneliti bertemu dengan bapak Tarmanto selaku kepala TPI Mina Bahari 45. Peneliti membertahu maksud dan tujuan dan mencari tau tentang kegiatan serta kehidupan nelayan pantai Depok. Setelah beberapa informasi mengenai kegiatan – kegiatan nelayan, peneliti meminta ijin untuk kembali sewaktu – waktu setelah mengkonsultasikan proposal kepada dosen pembimbing terlebih dahulu.
107
Catatan Lapangan II Hari / Tanggal : Rabu, 8 Juli 2015 Waktu : 09.00 Tempat : Kelurahan dan kediaman bapak Tarmanto Tema / Kegiatan : Penyerahan surat dan ijin penelitian Deskripsi Pada hari Rabu 8 Juli 2015, peneliti mengunjungi Kelurahan Desa Parangtritis untuk memberikan surat ijin penelitian yang sudah ditembusi dari Kabupaten Bantul serta proposal penelitian skripsi. Di kelurahan Desa Parangtritis peneliti bertemu dengan salah satu staff Kelurahan dan peneliti menyerahkan surat serta proposal. Setelah menunggu 10 menit, salahsatu staff tersebut memberikan surat ijin penelitian untuk peneliti. Setelah surat ijin penelitian sudah didapat oleh peneliti, peneliti langsung bergegas pergi kerumah bapak Tarmanto selaku ketua TPI Mina Bahari 45. Peneliti datang kerumah bapak Tarmanto dan langsung bertemu dengan beliau yang pada saat itu baru pulang dari TPI. Peneliti langsung memberikan surat ijin penelitian dan membuat janji kepada bapak Tarmanto untuk mengelis data nelayan dan sumber penelitian.
108
Catatan Lapangan III Hari / Tanggal : Selasa, 28 Juli 2015 Waktu : 16.00 Tempat : Kediaman bapak Tarmanto Tema / Kegiatan : list sumber penelitian Deskripsi Pada hari Selasa tanggan 28 Juni 2015, peneliti berkunjung ke rumah bapak Tarmanto untuk mengelist nelayan dan sumber – sumber yang bisa membantu menmperoleh informasi untuk penelitian skripsi. Selain itu peneliti meminta alamat rumah dan petunjuk rumahnya agar peneliti tidak terlalu sulit dalam mencari rumah sumber – sumber penelitian.
109
Catatan Lapangan IV Hari / Tanggal : Rabu, 29 Juli 2015 Waktu : 15.30 Tempat : Kediaman bapak Katim Tema / Kegiatan : Wawancara dan observasi penelitian Deskripsi Pada hari rabu tangga 29 Juli 2015, peneliti berkunjung ke kediaman bapak Katim yang merupakan salah satu sumber dari nelayan pantai Depok. Peneliti berkunjung pada sore hari sekisar pukl 15.30 dengan harapan peneliti dapat bertemu langsung bersama nelayan dan keluarga yang lainya dikarenakan pada jam – jam tersebut merupakan jam dimana biasanya keluarga mulai berkumpul. Peneliti bertemu dengan 2 keluarga sekaligus, yaitu keluarga bapak Katim dan bapak Kasiman. Bapak Kasiman merupakan nelayan buruh yang masih menumpang di kediaman bapak Katim yang sebagai nelayan juraganya. Peneliti disambut sangat baik dan ramah oleh pemilik rumah. Peneliti dan para sumbur berkumpul pada satu ruangan yaitu ruang tamu yang dimana masing – masing dalam keadaan sehat dan santai. Ketika peneliti mewawancarai sumber, peneliti juga mengamati bagaimana kondisi sumber dan kondisi tempat tinggal. Rumah yang dihuni oleh 7 orang tersebut serasa sangat ramai, keakraban juga tergambarkan oleh 2 keluarga tersebut. 110
Di kediaman bapak Katim juga terlihat ada beberapa peralatan yangkap seperti jaring pancing dll.
111
Catatan Lapangan V Hari / Tanggal : Jumat, 31 Juli 2015 Waktu : 15.30 Tempat : Kediaman bapak Teguh dan Karso Tema / Kegiatan : Wawancara dan observasi penelitian Deskripsi Pada hari Jumat tangga 31 Juli 2015, peneliti berkunjung ke kediaman bapak Teguh dan bertemu dengan anaknya, dan ternyata bapak Teguh tidak ada dirumahnya, oleh karena itu peneliti langsung ke kediaman bapak Karso. Setelah sampai di kediaman bapak Karso peneliti langsung bertemu dengan beliau dan dsurh menunggu dikarenakan beliau sedang mencuci baju. Peneliti akhirnya menunggu dan sembari mengobrol dengan istri dan anaknya. Wawancxara dimulai dengan keadaan dimana dan peneliti dan sumber – sumber dalam keadaan sehat dan santai. Peneliti juga mengamati bagaimana keadaan tempat tinggal, kondisi sumber dan perilaku sumber. Peneliti juga melihat berbagaimacam peralatan tangkap yang berada di kediaman bapak Karso.
112
Catatan Lapangan VI Hari / Tanggal : Minggu, 2 Agustus 2015 Waktu : 15.30 Tempat : Kediaman bapak Teguh dan Sudarwan Tema / Kegiatan : Wawancara dan observasi penelitian Deskripsi Pada hari Minggu 2 Agustus 2015, peneliti berkunjung ke kediaman bapak Teguh yang dimana pas kebetulan bapak Teguh sedang berada di teras rumahnya. Kedatangan peneliti juga disambt dengan ramah oleh keluarga yang lain. Peneliti dan sumber duduk diruang tamu dengan santai serta sambil minum bersama. Kondisi rumah yang sepi karena dihuni oleh 3 orang ini terlihat sangat rapi dan bersih. Berbagai macam peralatan tangkap dan jualan pun terlihat di area rumah. Peneliti melanjutkan penelitiannya dan berkunjung ke kediaman bapak Sudarwan. Akan tetapi peneliti tidak bertemu dengan beliau karena beliau sedang keladang. Peneliti hanya bertemu dengan anaknya. Oleh sebab itu anaknya memintan untuk telepon dan membuat janji saja.
113
Catatan Lapangan VII Hari / Tanggal : Selasa, 4 Agustus 2015 Waktu : 15.30 Tempat : Kediaman bapak Sudarwan Tema / Kegiatan : Wawancara dan observasi penelitian Deskripsi Pada hari Selasa 4 Agustus 2015, peneliti berkunjung ke kediaman bapak Sudarwan. Peneliti disambut dengan baik oleh keluarga beliau, dengan di suguhi berbagai macam makanan dan minuman serta dengan keadaan santai peneliti mulai mewawancarai sumber dengan baik. Peneliti juga diajak oleh beliau untuk melihat alat-alat yang dimilik oloeh KUB yang tersimpan di rumahnya. Peneliti juga diajak oleh beliau untuk melihat ladang yang ditanamin bawang merah yang luas dan siap untuk dipanen. Keadaan rumah yang ramai bersih dan rapi ini menjadi peneliti merasa nyaman.
114
Catatan Lapangan VIII
Hari / Tanggal : Rabu, 5 Agustus 2015 Waktu : 15.30 Tempat : Pabrik es, kediaman bapak Haris (senen) dan Turyo Tema / Kegiatan : Wawancara dan observasi penelitian Deskripsi Pada hari Rabu 5 Agustus 2015, peneliti berkunjung ke pabrik es yang berada di sekitar pantai Depok yang diman pemilik pabrik es tersebut ialah bapak Suwondo. Beliau merupakan salah satu pelelang ikan hasil tangkapan nelayan. Penelitai dan sumber berbincang – bincang dengan santai serta dalam kondisi sehat, akan tetapi keadaan di pabrik es yang brisik sehingga agak terganggu. Peneliti melanjutkan penelitianya dan menuju kediaman bapak Haris, akan tetap beliau tidak sedang berada di rumahnya dikarenakan sedang mencari rumput untuk makan ternaknya. Oleh sebab itu peneliti melanjutkan penelitianya dan menuju kediaman bapak Turyo yang jaraknya tidak jauh dari kediamab bapak Haris. Kedatangan peneliti juga disambut dengan ramah oleh beliau dan istrinya. Peneliti melakukan wawancara di ruang tamu yang dimana kondisi ruang tamu yang tidak begitu rapi dan sempit. Kondusi rumah yang ramai menjadi wawancara
115
kurang efektif. Peneliti juga mengamati bagaimana kondisi sumber dan keaddan rumahnya.
116
Catatan Lapangan IX Hari / Tanggal : Sabtu, 8 Agustus 2015 Waktu : 12.00 Tempat : Kediaman bapak Teguh dan Sudarwan Tema / Kegiatan : Wawancara dan observasi penelitian Deskripsi Pada hari Sabtu 8 Agustus 2015, peneliti berkunjung ke pantai Depok dimana pada saat itu matahari tepat diatas kepala dan terasa sangat panas. Peneliti datang kepantai langsung bertujuan untuk mengamati kegiatan nelayaan saat mendarat setelah melaut. selain itu peneliti juga mengamati proses pelelangan ikan yang dilakukan di pinggir pantai dan pembeli ikan yang ingin membeli ikan lansung kepada nelayan. Setelah pengamatan di pantai Depok, peneliti melanjutkan mengamati pedagang – pedagan yang berada di pantai. Setelah pengamatan dipantai selesai, peneliti melanjutkan penelitiannya dan berkunjung ke kediaman bapak Haris. Pada saat peneliti datang ke rumah beliau, beliau baru saja pulang melaut, dan akhirnya peneliti menunggu sambil mewawancarai istri dan anaknya. Wawancara terhadap sumber lancer, dengan kondisi yang santai dan dimana masing – masing dalam kondisi sehat maka wawancara pun dirasa sangat nyaman. Peneliti juga melihat kondisi tempat tinggal mereka, dimana rumah sederhana yang di depan terdapat berbagai macam peralatan 117
tangkap, serta di belakang rumah yang terdapat kandang kambing serta rumputrumput yang menggunung.
118
Catatan Lapangan X Hari / Tanggal : Minggu, 9 Agustus 2015 Waktu : 10.00 Tempat : Warung makan mba Nunik Tema / Kegiatan : Wawancara dan observasi penelitian Deskripsi Pada hari Sabtu 8 Agustus 2015, peneliti berkunjung ke pantai Depok dan menuju salah satu warung makan, yaitu warung makan mba Nunik. Peneliti bertemu mba Nunik diwarung makanya yang terlihat sangat ramai pengunjung. Keadaan warung makan yang ramai pun menjadikan Susana ketika wawancara kurang efektif, apa lagi ketika beliau hars modar – mandir untuk membantu kariawannya memasak. Peneliti jugamengamati kondisi warung yang tergolong laris, ramai pengunjung dan berbagai macam masakan yang tersaji dengan daya tarik tersendiri. Peneliti juga diajak melihat dapur KUB yang dimana dapur tersebut digunakan untuk angota KUB dibidang pengolahan untuk mengolah makanan yang dijual belikan. Kondisi dapur yang kecil dan kurang terjaga kebersihannya ini menjadikan terlihat kumuh, akan tetapi peralatan yang ada sudah tergolong lengkap.
119
Catatan Lapangan XI Hari / Tanggal : Rabu, 12 Agustus 2015 Waktu : 09.30 Tempat : Koperasi TPI Tema / Kegiatan : Wawancara dan observasi penelitian Deskripsi Pada hari Rabu 12 Agustus 2015, peneliti berkunjung ke koperasi TPI yang berada di kawasan pantai Depok. Peneliti melakukan wawancara disalah satu ruangan koperasi yang tidak luas dan tidak sempit serta tidak tertata rapi. Ketika wawancara situasi koperasi sangatlah ramai dikarenakan ada transaksi pelelangan hasil tangkapan yang dilakukan oleh nelayan. Peneliti juga melihat bagaimana situasi pelelangan ikan yang dilakukan oleh nelayan dan pencatatan hasil tangkapan nelayan.
120
Catatan Lapangan XII Hari / Tanggal : Sabtu, 15 Agustus 2015 Waktu : 11.00 Tempat : Pantai Depok Tema / Kegiatan : Observasi penelitian Deskripsi Pada hari Sabtu 15 Agustus 2015, peneliti berkunjung ke pantai Depok untuk mengamati proses mendaratnya nelayan. Dimana nelayan mendarat dengan bantuan buruh dorong. Kapal yang berada di pinggir pantai juga terlihat sangat banyak ketika semua nelayan sudah mendarat. Nelayan yang melaut tidak ada yang sendiri, terlihat satu perahu rata – rata 2-3 orang. Hasil yang diperoleh pun tidak semua dilelang ke koperasi, akan tetapi ada yang dijualkan kepada pembeli yang langsung membeli ikan di pinggir pantai.
121
Lampiran 5.(Display, Reduksi, Kesimpulan) Hasil wawancara Reduksi Data ( Display, Reduksi, Kesimpulan) Hasil Wawancara Aspek
Hasil yang diperoleh nelayan
Pertanyaan
Responden
Bagaimanakah K hasil yang diperoleh dari hasil melaut?
122
Pernyataan
Kesimpulan
“ sekarang hasil yang saya dapat dari profesi saya yang sebagai nelayan sudah lumayan cukup, karena saya sekarang sudah menjadi nelayan juragan atau punya alat tangkap sendiri, selain itu saya juga ikut mencari ikan. Hasil yang diperoleh juga tidak bisa kita pastikan, biasanya tergantung musim ikan, bila hasil ketika musim ikan penghasilan saya sehari bersih bisa Rp. 300.000 tapi apabila tidak musim ikan paling- paling
”K’’ yang dulunya merupakan nelayan buruh sekarang beliau sudah menjadi nelayan juragan dan hasil yang di dapat sudah mencukupi apa bila sedang musim ikan, dan penghasilannya dirasa tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya, apa bila tidak sedang musim ikan.
hanya dapat Rp. 50.000 saja. Jadi kalau sedang tidak musim ikan penghasilan saya dirasa tidak cukup mbak buat memenuhi kebutuhan keluarga”. Hasil yang diperoleh nelayan
” hasil yang didapat dari melaut tidak dapat d prediksi, semua tergantung musim dan cuaca. Saya yang sudah punya peralatan tangkap sendiri saja dan menjalankan sendiri terkadang hasil yang diperoleh tidak seberapa. Kaya gitu juga untung – untungan kok mbak!, jadi ya kalau dirata – rata hasilnya hanya cukup tapi kadang saya juga merasa kurang apa bila keperluan
Bagaimanakah KT hasil yang diperoleh dari hasil melaut
123
“ KT ‘’ meski nelayan juragan dan ikut mencari ikan merasa hasil yang diperoleh tergantung musim dan cuaca, akan tetapi apabila di rata – rata hasilnya hanya cukup, malah kadang kurang apa bila keperluan kelarganya banyak.
keluarga saya sedang banyak. Hasil yang diperoleh nelayan
Bagaimanakah hasil yang diperoleh dari hasil melaut
KS
Hasil yang diperoleh nelayan
Bagaimanakah T hasil yang diperoleh dari hasil melaut
124
“ nelayan buruh seperti saya yang hanya mendapatkan bagian 25 % dari total hasil tangkapan merasa sangat tidak cukup, apa lagi bila hasil yang diperoleh sedikit atau ketika tidak bisa melaut, pemasukan untuk kebutuhan keluarga sangat kurang bahkan tidak bisa mencukupi kebutuhannya”.
‘’ KS “ yang hanya nelayan buruh hasil yang didapat sebanyak 25% dari total hasil tangkapan. Oleh sebab itu meski sedang musim ikan hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya saja, sedangkan pas tidak musim ikan penghasilanya sangatlah kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya
“ Pendapatan yang diperoleh dari saya melaut tidak bisa di perkirakan, saya hanya menyimpulkan bahwa pendapatan dipengaruhi oleh musim ikan serta cuaca, bila sedang musim ikan hasil yang
“ T “ merasa cukup dengan hasil yang diperoleh ketika sedang musim ikan. Akan tetapi ketika tidak musim ikan dan cuaca buruk ‘’ T ‘’ mengalami kesulitan dalam memenuhi
Hasil yang diperoleh nelayan
Bagaimanakah HP hasil yang diperoleh dari hasil melaut
125
diperoleh banyak, begitu pula sebaliknya dan bila cuaca buruk apa boleh buat saya tidak mungkin memaksakan untuk melaut, jadi tak ada pendapatan yang masuk, kebutuhan kelargapun sulit untuk dapat terpenuhi ’’
kebutuhan keluarganya.
“Hasil yang saya dapatkan dari melaut hanya alhamdulilah cukup. Tapi itu ga setiap waktu terkadang bila hasilnya kurang saya hanya memperoleh hasil yang pas – pasan, hasil yang saya dapat kan juga tergantung musim, kalau musim seperti sekarang ini,ini bukan musim ikan, jadi hasilnya ya kadang cuma
“ HP ‘’ terkadang dengan penghasilan sebagai nelayan dia merasa cukup, akan tetapi bilamana ketika tidak musim ikan, hasil yang didapat hanya untuk balik modal saja
balik modal saja “ Hasil yang diperoleh nelayan
‘’ hasil yang diperoleh cukup tidak cukup harus di cukup – cukupkan, hasil yang tidak menentu, kebutuhan keluarga yang banyak dengan hasil melaut yang tidak bisa dipastikan menjadikan kadang saya merasa kekurangan. Hasil yang tidak menentu yang disebabkan oleh faktor musim dan cuaca menjadikan saya tidak bisa mentarget penghasilan yang saya peroleh”
Bagaimanakah TY hasil yang diperoleh dari hasil melaut
126
“ TY ‘’ tidak bisa mentargetkan hasil yang di peroleh dikarenakan hasil dipengaruhi oleh faktor musim dan cuaca, jadi hasil yang diperoleh hanya dicukup – cukupkan untuk kebutuhan keluarganya
Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga anda ?
K
“ Ketika penghasilan dari hasil melaut kurang saya melakukan pekerjaan sebagai petani palawija. Saya memanfaatkan ladang yang saya miliki yang mana ladang tersebut sangat berpotensi dalam penanaman jenis – jenis tanaman palawija sehingga hasil yang saya peroleh dari sektor pertanian dapat mencukupi kebutuhan keluarga ”
“ K ‘’ melakukan pola nafkah ganda atau deferivikasi pekerjaan dengan menjadi petani tanaman palawija
Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga anda ?
TH
“ Saya bekerja sebagai penjual peyek ikan, ubur-ubur, udang dan berbagai macam jenis lainnya. Pekerjaan tersebut saya lakukan ketika sedang musim weekend dan hari libur karena dimana pada saat
“ TH ‘’ melakukan strategi peran anggota keluarga lainya dengan bentuk, berjualan peyek di Pantai Depok ketika hari libur atau weekend dikarenakan hari tersebut merupakan hari dimana banyak
127
Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga anda ?
DR
128
hari tersebut banyak wisatawan yang berkunjung ke Pantai Depok. Hasil yang saya peroleh juga lumayan, itung – itung buat tambahan uang belanja dan kebutuhan lainnya”
wisatawan yang berkunjung
“ Saya bekerja guna membantu kebutuhan keluarga saya dan meringankan beban orangtua dengan bekerja sebagai buruh di pabrik boneka”
“ DR ‘’ melakukan strategi peran anggota keluarga lainya guna mengatasi kemiskinan dengan bekerja sebagai buruh pabrik
Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga anda ?
“ pekerjaaan lain yang saya lakukan selain menjadi nelayan ialah saya bertani, saya mempunyai beberapa petak ladang yang biasanya saya tanami bawang merah ketika musim kemarau. Seperti saat ini dimana musim kemarau yang berbarengan dengan tidak musim ikan maka, hasil ikan yang saya peroleh sedikit dan saya lebih menfokuskan pada ladang saya. Dengan hasil yang saya dapatkan dari panen bawang merah, saya bisa mencukupi kebutuhan keluarga saya dan saya juga sedikit – sedikit bisa menabung
KT
129
“ KT ‘’ melakukan strategi dengan cara pola nafkah ganda atau deferivikasi pekerjaan dengan bentuk pekerjaannya ialah petani bawang merah
Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga anda ?
KR
“ Saya melakukan beberapa pekerjaan selain menjadi ibu rumah tangga saya juga bekerja sebagai petani dengan membantu suami saya di ladang dan berdagang ikan segar. Terkadang apa bila keperluan yang sangat mendesak menjadikan saya harus berhutang untuk mencukupinya. Kegiatan ini saya lakukan untuk mendapatkan tambahan penghasilan guna mencukupi kebutuhan keluarga saya “
“ KR’’ melakukan strategi peran anggota keluarga lainnya dan berhutang dengan cara menjadi petani yang dimana membantu suaminya di sektor pertanian dan menjadi pedagang ikan segar serta berhutang apabila keperluan yang sangat mendesak
Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan
KA
“ Saya bekerja sebagai nelayan guna membantu memenuhi kebutuhan keluarga saya dan dapat meringankan
“ KA ‘’ melakukan strategi peran anggota keluarga lainya dengan bekerja sebagai nelayan
130
pada keluarga anda ?
beban orang tua saya”
Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga anda ?
KS
“ Selain bekerja sebagai nelayan buruh, saya juga terkadang menjadi buruh bangunan. Menjadi buruh bangunan saya lakukan karena semata – mata saya ingin mendapatkan penghasilan tambahan selain hasil yang didapat dari menjadi nelayan”
” KS” melakukan strategi pola nafkah ganda atau deferifikasi pekerjaan yang dimana dia selain bekerja sebagai nelayan dia juga bekerja sebagai buruh bangunan
Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga anda ?
DN
Untuk membantu keuangan keluarga saya, saya membuka usaha dengan cara membuka warung kecil – kecilan di pinggir pantai dengan menjualkan beberapa makanan dan minuman. Apa bila keperluan yang sangat
“ DN ” melakukan strategi peran anggota keluarga lainya dengan bentuk berjualan di pinggir pantai dan strategi berhutang di koperasi TPI atau KUB
131
mendesak dan keuangan keluarga sedang kacau saya terpaksa menghutang kepada KUB atau koperasi TPI. Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga anda ?
T
“ selain menjadi nelayan pekerjaan yang saya lakukan ialah menjadi petani bawang merah dan tanaman – tanaman palawija, menjadi petani merupakan anternatif pekerjaan saat tidak musim ikan, sehingga perekonomian keluarga saya trus berjalan “
“ T ‘’ melakukan strategi pola nafkah ganda atau deferifikasi pekerjaan dengan menjadi petani bawang merah dan tanaman palawija.
Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan
PR
“ selain menjadi ibu rumah tangga saya bekerja menjadi pedagang warung makan spesial sea food di pinggir Pantai Depok, hal ini
“ PR ‘’ melakukan strategi peran anggota keluarga lainya dengan bentuk membuka usaha warung
132
pada keluarga anda ?
Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga anda ?
HP
133
saya lakukan guna mencukupi kebutuhan keluarga saya yang terkadang nafkah yang diberikan suami saya kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga
makan di pesisir Pantai Depok
” saya melakukan beberapa pekerjaan selain menjadi nelayan seperti bertani palawija dan saya sedikit punya hewan ternak seperti kambing, pekerjaan menjadi petani ini merupakan pekerjaan sampingan yang saya lakukan untuk mendapatkan penghasilan tambahan, dikarenakan sebagai petani hasil yang diperoleh tidak bisa diprediksi
“ HP “ melakukan strategi pola nafkah ganda atau deferifikasi pekerjaan dengan bekerja sebagi petani dan memelihara kambing
dan kebutuhan pun harus selalu dapat terpenuhi, oleh karena itu pekerjaan sebagai petanilah yang saya lakukan “ Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga anda ?
CN
“ Saya membantu mencukupi kebutuhan keluarga saya dengan cara memproduksi peyek dan menjualkanya di pesisir pantai. Hal ini saya lakukan untuk mendapatkan keuntungan sebesar – besarnya lalu saya gunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarga saya”
“ CN ‘’ melakukan strategi peran anggota keluarga lainya dengan bentuk memproduksi dan menjualkan hasil produksinya yang berupa peyek
Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan
TY
” Saya mempunyai cadangan pekerjaan lain selain menjadi nelayan yaitu sebagai buruh bangunan. Pekerjaan sebagai buruh saya lakukan untuk
“ TY ‘’ melakukan strategi pola nafkah ganda atau deferifikasi pekerjaan dengan menjadi buruh
134
menambah penghasilan yang dipergunakan untuk keperluan sehari – hari. Saya melakukan pekerjaan tersebut dikarenakan tidak ada pekerjaan lain yang bisa saya akses”
pada keluarga anda ?
Strategi Bagaimana yang strategi yang dilakukan anda lakukan untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga anda ?
“ Saya bekerja sebagai pedagang makanan ikan crispi, udang, cumi dll. Saya berjualan di pinggir pantai setiap hari. Hal ini saya lakukan untuk mendapatkan tambahan uang belanja dan mencukupi kebutuhan keluarga saya. Akan tetapi apabila dari hasil kerja saya dan suami saya masih kurang, biasanya saya atau suami melakukan hal pinjaman atau hutang ke koperasi TPI, KUB dan tetangga “
I
135
‘’ I ‘’ Melakukan strategi peran anggota keluarga lainya dan hutang dengan bentuk berjualan aneka makanan olahan dan berhutang apa bila hasil yang mereka dapatkan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya
Lampiran 6.Dokumentasi LAMPIRAN DOKUMENTASI
Gambar : Kegiatan Nelayan Menjual Ikan di Pinggir Pantai
Gambar : Kegiatan Saat Nelayan Mendarat 136
Gambar : Proses Penjualan Crispi Ikan di Kawasan Pantai Depok
Gambar :Ikan Hasil Tangkapan yang akan di Eksport Keluar Negri
137
Gambar : Peneliti Melakukan Wawancara dengan Ketua TPI Mina Bahari 45
Gambar : Nelayan yang Sedang Melelang Ikan di Koperasi TPI Mina Bahari 45 138
Gambar : Suasana Pasar Ikan
Gambar :Pelaksanaan Program Pelatihan 139
Gambar : Implementasi Hasil Pelatihan
Gambar : Nelayan Membuat Garam Rakyat 140
Gambar : Usaha Pertanian Nelayan
Gambar :Usaha Pertanian Nelayan 141
Gambar : Wisatawan yang Membeli Hasil dari Program Pelatihan
Gambar : Kegiatan Kebudayaan Gunungan
142