Vol. 4 No.1 Jul – Des 2016 [Jurnal Ilmiah AKSI STIE AMKOP Makassar] ISSN : 2089-9378
PENINGAKATAN KAPASITAS PEREMPUAN SECARA KELEMBAGAAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA NELAYAN DI KECAMATAN GALESONG KABUPATEN TAKALAR Abdul Karim STIE AMKOP Makassar email:
[email protected] ABSTRAK Diantara kategori pekerjaan terkait dengan kemiskinan, nelayan sering disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat lainnya (the poorest of the poor). Berdasarkan data World Bank mengenai kemiskinan, bahwa 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Badan Pusat Statistik (BPS), dengan perhitungan berbeda dari Bank dunia, mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Angka tersebut diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS. Sebagian besar (63,47 persen) penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial (Suharto, 2005). Oleh karena itu, harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan pada nelayan. Terdapat beberapa aspek yang menyebabkan terpeliharanya kemiskinan nelayan atau masyarakat pinggiran pantai, diantaranya; Kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Kondisi bergantung pada musim sangat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan nelayan, terkadang beberapa pekan nelayan tidak melaut dikarenakan musim yang tidak menentu. Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) dan peralatan yang digunakan nelayan berpengaruh pada cara dalam menangkap ikan, keterbatasan dalam pemahaman akan teknologi, menjadikan kualitas dan kuantitas tangkapan tidak mengalami perbaikan. Kata kunci: Pola hidup konsumtif, dan Kebutuhan sekunder. Abstract Among job categories associated with poverty, fishermen are often referred to as the poorest people of the other community groups (the poorest of the poor). Based on data from the World Bank on poverty, that 108.78 million people, or 49 percent of the total population of Indonesia is in poor condition and are prone to be poor. The Central Statistics Agency (BPS), with different calculations of the World Bank, announced the poverty rate in Indonesia 34.96 million (15.42 percent). The figure is obtained by the size of the poverty line is set at 1.55 US dollars. The vast majority (63.47 percent) of poor people in Indonesia are in coastal and rural areas.
253
Vol. 4 No.1 Jul – Des 2016 [Jurnal Ilmiah AKSI STIE AMKOP Makassar] ISSN : 2089-9378
The problem of poverty fishing is a problem that is multidimensional so as to complete a comprehensive solution is needed, and not a partial solution (Suharto, 2005). Therefore, the root of the problem must be known to be the cause of poverty in fishing. There are several aspects that lead to the preservation of poverty fishermen or coastal communities, including; The government's policy is not pro-poor, many of the policies related to poverty reduction is top down and always made public as an object, not the subject. Conditions depend on the season is very influential in the welfare of fishermen, sometimes several weeks fishermen not to fish due to an erratic season. Low Human Resources (HR) and equipment used fisherman effect on the way in catching fish, the limitations in the understanding of the technology, making the quality and quantity of catches have been improved. Keywords: consumptive lifestyles, and Secondary needs. prasarana ekonomi, seperti jalan raya, fasilitas ekonomi kanan, dan fasilitas umum-sosial, (2) rendahnya kualitas SDM, masyarakat belum memiliki kemampuan maksimal untuk mengelolanya demi meningkatkan kesejahteraan sosial mereka, (3) teknologi penangkapan yang terbatas kapasitasnya, (4) akses modal dan pasar produk ekonomi lokal yang terbatas, (5) tidak adanya kelembagaan sosial ekonomi yang dapat menjadi instrument pembangunan masyarakat, dan (6) belum adanya komitmen pembangunan kawasan pesisir secara terpadu. Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar memiliki penduduk yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Namun hingga kini produktivitas perikanan di Kecamatan Galesong masih rendah yang disebabkan oleh adanya fenomena over fishing yang selama ini terjadi. Semakin banyaknya jumlah nelayan tangkap dan tidak diimbangi dengan jumlah hasil tangkapan berujung pada makin rendahnya tingkat pendapatan nelayan yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan nelayan. Kesejahteraan adalah sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial,
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberdayaan masyarakat pesisir merupakan salah satu kecenderungan baru dalam paradigma pembangunan di Indonesia setelah sekian lama wilayah laut dan pesisir menjadi wilayah yang terbaikan dan dilupakan dalam pembangunan di Indonesia. Masyarakat pesisir dikenal memiliki karakteristik yang cukup unik dan memiliki keragaman potensi sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati yang sangat tinggi. Potensi sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di wilayah tersebut untuk mencapai kesejahteraannya baik dari sektor perikanan maupun diluar sektor perikanan. Tapi ironisnya, sebanyak 34,14% dari 16,42 juta jiwa masyarakat pesisir hidup di bawah garis kemiskinan dengan indikator pendapatan US$ 1 per hari (Direktorat PMP 2006). Kondisi kemiskinan ada di kehidupan nelayan di sebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks. Menurut Purwanto (2009) faktor determinan belum tercapainya pengelolaan sumber daya pembangunan secara optimal adalah: (1) terbatasnya sarana dan
254
Vol. 4 No.1 Jul – Des 2016 [Jurnal Ilmiah AKSI STIE AMKOP Makassar] ISSN : 2089-9378
material, maupun spiritual yang diikuti dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman diri, rumah tangga serta masyarakat lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara dapat melakukan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, rumah tangga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi (Rambe, 2004). Rendahnya faktor-faktor di atas menyebabkan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan berakibat terhadap rendahnya produktivitas dan pendapatan yang diterima, pada urutannya pendapatan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik minimum yang menyebabkan terjadinya proses kemiskinan. Miskin secara Etimologi memiliki arti tidak berharta, serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah), kemiskinan adalah hal miskin, keadaan miskin. Dalam pengkajian terhadap kemiskinan didapati beberapa terminology yang sering digunakan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka ditetapkan rumusan masalah dalam penelitian adalah : a. Bagaimana kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, infrastruktur bisa terpenuhi bagi keluarga perempuan nelayan? b. Bagaimana menciptakan kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup perempaun nelayan yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah?
c. Bagaimana kebijakan Pemerintah Kabupaten Takalar selama ini kurang berpihak pada perempuan nelayan Kecamatan Galesong? d. Bagaimana perekonomian masyarakat perempuan Kecamatan Galesong bisa meningkat dan sepenuhnya tidak menggantungkan hasil tangkapan laut? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini dibagi atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan kemampuan secara kelembagaan bagi keluarga nelayan. Hal ini harus adanya kebijakan dan aplikasi pembangunan kawasan pesisir dan masyarakat nelayan yang terintegrasi atau terpadu di antara para pelaku pembangunan. Adanya relasi sosial ekonomi “eksploitatif” dengan pemilik perahu dan pedagang perantara (tengkulak) dalam kehidupan masyarakat nelayan Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Sedangkan tujuan khususnya adalah: 1. Masalah isolasi geografis desa nelayan, sehingga menyulitkan keluar masuk barang, jasa, kapital, dan manusia. Berimplikasi melambatkan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat nelayan di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. 2. Pemenuhan tingkat pendapatan rumah tangga perempuan nelayan, berdampak peningkatan skala usaha dan perbaikan kualitas hidup. 3. Memberi alternatif usaha pada keluarga perempuan nelayan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan yang ada di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
255
Vol. 4 No.1 Jul – Des 2016 [Jurnal Ilmiah AKSI STIE AMKOP Makassar] ISSN : 2089-9378
4. Membekali keluarga miskin untuk memiliki jiwa wirausaha lain s ecara k el emb agaan dalam mengembangkan usaha ekonomi kreatif dalam rangka mengantisipasi masa paceklik. 5. Menginventarisir kendala-kendala yang ada sebagai bahan pertimbangan untuk refleksi dan pelaksanaan penelitian berikutnya D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka manfaat yang akan dihasilkan adalah mendorong pemerintah daerah Kabupaten Takalar merumuskan blue print kebijakan pembangunaan kawasan pesisir dan masyarakat nelayan secara terpadu dan berkesinambungan. Pemerintah Kecamatan Galesong untuk mendiskusikan topik yang hendak diabdikan yaitu peningkatan kapasitas bagi perempuan keluarga nelayan. Peningkatan keterampilan, berupa pelatihan pembuatan produk yang disesuaikan dengan potensi warga masyarakat seperti kuliner, dan kerajinan untuk menunjang pendapatan ekonomi bagi perempuan keluarga nelayan. Manfaat lainnya adalah: 1. Penelitian ini akan memberikan manfaat yang sangat berharga berupa pengalaman praktis dalam bidang ilmu ekonomi dan pengembangan wirausaha pada keluarga nelayan. 2. Bagi masyarakat perempuan nelayan diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk mengembangkan jiwa wirausaha secara berkelompok sehingga dapat output dan outcomenya jelas mengarah pada pemenuhan kebutuhan dasar pokok dalam keluarga.
3. Bagi para peneliti yang berminat dalam bidang ekonomi manajemen dan keuangan, apa yang menjadi kekurangan penelitian dapat disempurnakan dan dikembangkan pada penelitian selanjutnya. 4. Memberikan sumbangan bagi dunia ilmu pengetahuan dan ekonomi serta untuk memperkaya khasanah (kebaikan) khususnya dalam bidang manajemen dan keuangan. METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perempuan keluarga nelayan dan selanjutnya disesuaikan secara situasional melihat Desa/Keluarahan mana yang di Kecamatan Galesong memerlukan pembelajaran peningkatan kapasitas sesuai dengan model yang dikembangkan. B. Sampel Penelitian Di dalam penelitian ini sampel diambil secara stratified random sampling. Metode pemilihan sampel ini digunakan karena populasi terdiri dari beberapa subpopulasi yang terdiri dari stratum kelas 1 (berlatar belakang pendidikan), stratum kelas 2 (berlatar belakang tidak berpendidikan) telah diketahui jumlahnya. Untuk menghitung banyak sampel diperlukan besarnya varians dari masing-masing stratum. Besarnya varians ditentukan dengan menggunakan hasil uji coba instrumen. Apabila jumlah sampel pada setiap stratum sudah diperoleh, maka masing-masing keluarga nelayan diambil sampel secara acak sederhana dengan jumlah yang sama. Setiap keluarga nelayan diambil sejumlah permpuan keluarga nelayan sebagai sampel. Jumlah perempuan keluarga nelayan yang terambil sebagai sampel
256
Vol. 4 No.1 Jul – Des 2016 [Jurnal Ilmiah AKSI STIE AMKOP Makassar] ISSN : 2089-9378
tersebut adalah jumlah sampel pada setiap stratum dibagi jumlah kelas dalam stratum. C. Instrumen Dan Teknik Pengumpulan Data 1). Instrumentasi
instrumen ini telah memiliki validitas isi. D. Metode Analisis Sesuai dengan tujuan penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis). Analisis jalur dilakukan dengan menggunakan structural equation modelling (SEM). SEM biasanya dikenal dengan beberapa nama seperti analisis struktural kovarians, analisis variabel laten, analisis faktor konfirmatori, dan analisis LISREL. Umumnya SEM memiliki dua karakteristik: (1) estimasi multihubungan dan saling keterhubungan, dan (2) kemampuan menggambarkan konsep yang tidak bisa diamati dalam kerangka hubungan-hubungan ini dan memperhatikan kekeliruan pengukuran di dalam proses estimasi (Hair et al, 1998:584). Analisis jalur (path analysis) adalah bentuk analisis multi-regresi. Analisis ini berpedoman pada diagram jalur untuk membantu konseptualisasi masalah atau menguji hipotesis yang kompleks. Dengan cara ini, dapat dihitung hubungan langsung dan tidak langsung dari variabel-variabel bebas terhadap variabel-variabel terikat. Hubungan ini tercermin dalam koefisien jalur (path coefficient) yang sesungguhnya ialah koefisien regresi yang telah dibakukan (Kerlinger, 2002:990). HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyebab Kemiskinan Keluarga Nelayan Kecamatan Galesong Secara umum, kemiskinan masyarakat nelayan di Kecamatan Galesong disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
Berdasarkan aspek-aspek yang diperlukan datanya, dikembangkan instrumen yang menggunakan teknik tes dan non tes. Ada dua macam tes yang dikembangkan yaitu terdiri dari tes pemahaman konsep dasar kelembagaan dan fortofolio dalam bentuk proposal kelembagaan wirausaha yang dibuat. Sedangkan instrument non tes terdiri dari performance assessment, lingkungan psikososial pembelajaran ekonomi, kompetensi mengajar, kompetensi paraktek peningkatan kapasitas kelembagaan wirausaha, dan sikap. 2). Validitas Instrumen Peningkatan validitas instrumen dilakukan dengan validitas teoritik dan enmpirik. Untuk menjamin validitas isi, maka semua pernyataan disusun dan ditarik dari kajian teori, kisi-kisi yang telah disusun dan pengalaman empiris. Selanjutnya untuk memilih butir-butir instrumen yang valid dilakukan uji coba. Langkah-langkah penyusunan instrumen adalah melalui tahap-tahap sebagai berikut: peneliti menyusun tes dari kisi-kisi yang telah disusun terlebih dahulu yang aspek penilaiannya disesuaikan dengan ruang lingkup variabel yang diukur dengan melibatkan indikator-indikatornya. Kisi-kisi yang dibuat, dikonsultasikan dengan ahlinya, yaitu komisi pembimbing dan dosen terkait, selanjutnya baru dikembangkan dalam butir-butir tes. Pada saat uji coba juga diminta saran kepada guru tentang ketepatan butir tes tersebut. maka
257
Vol. 4 No.1 Jul – Des 2016 [Jurnal Ilmiah AKSI STIE AMKOP Makassar] ISSN : 2089-9378
infrastruktur. Di samping itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah Kabupaten Takalar selama ini kurang berpihak pada masyarakat nelayan di Kecamatan Galesong sebagai salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir Kabupaten Takalar. Kemiskinan menurut masyarakat Kecamatan Galesong ditandai oleh tidak menentunya pendapatan yang diperoleh, karena perekonomian masyarakat disana sangat menggantungkan hasil tangkapan laut. pada saat musim angina dan ombak besar tidak jarang para nelayan pulang hanya dengan tangan kosong, sedangkan pada saat cuaca mendukung para nelayan harus bersaing dalam perebutan sumberdaya laut, sehingga pemenuhan standar hidup layak sangat sulit untuk dicapai. Dari berbagai penelitian dan pengamatan perempuan yang melakukan usaha atau bisnis mikro dan usaha kecil sering kali kurang mendapatkan akses pasar, yang meliputi keinginan, kebutuhan dan kesukaan konsumen yang kemudian biasanya berhubungan dengan aspek kualitas atau mutu produk yang dihasilkan dan dipengaruhi oleh teknologi yang dipergunakan. Hasil pemetaan ADB (2001) terhadap perempuan pengusaha menunjukkan hasil yang sedikit berbeda, mungkin karena tingkat pendidikan kelompok yang diteliti lebih tinggi. ADB menemukan bahwa perempuan pengusaha tidak mempermasalahkan kualitas produknya,
tapi informasi pasar juga masih sering tertinggal. Senada dengan pengamatan Adriani dkk dan ADB, Kementerian Koperasi dan UKM (2002) yang mengadakan pemetaan UKM perempuan di 18 propinsi juga memberikan gambaran yang sama bahwa informasi pasar dan tekonologi menjadi kendala kelompok ini untuk maju dan bersaing dengan pengusaha lainnya. B. Kemiskinan Natural Kemiskinan natural terjadi akibat tidak dimilikinya sumberdaya yang berkualitas dan memadai, yaitu rendahnya kualitas sumberdaya alam dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki oleh kelompok masyarakat miskin. Banyaknya permasalahan kemiskinan keluarga nelayan di Kecamatan Galesong, disebabkan masyarakatnya hidup dalam suasana alam yang selalu diliputi ketidakpastian (uncertainty) dalam menjalankan usahanya. Selain harus berlomba-lomba dalam perebutan sumber daya laut juga harus menghadapi musim paceklik yang selalu ada tiap tahunnya dan lamanya pun tidak dapat diketahui. Sehingga kondisi tersebut semakin membuat nelayan terus berada dalam lingkaran kemiskinan tiap tahunnya. Minimnya pekerjaan alternatif bagi keluarga nelayan ditunjukkan oleh masih sempitnya akses perekonomian dari sektor non-pertanian, dalam hal ini mayoritas hanya bisa menggantungkan perekonomiannya dari hasil tangkapan laut. Meskipun demikian, suatu wilayah yang memiliki sumberdaya alam yang terbatas, namun apabila didukung oleh sumberdaya manusia yang menguasai keterampilan dan teknologi, maka sumberdaya alam itu dapat dikelola
258
Vol. 4 No.1 Jul – Des 2016 [Jurnal Ilmiah AKSI STIE AMKOP Makassar] ISSN : 2089-9378
secara baik untuk menghasilkan pendapatan yang optimal. Jika digunakan teknologi untuk mengelola sumberdaya alam yang terdapat pada wilayah tersebut, secara tidak langsung telah terbuka lapangan kerja bagi masyarakat daerah itu. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Rejekiningsih (2011) yang memaparkan bahwa masyarakat perlu mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, berhasil tidaknya usaha tersebut sangat tergantung pada manusia itu sendiri. Kondisi alam hanya membatasi usaha manusia yang berisiniatif untuk melakukan usaha produktif yang diyakini akan meningkatkan kesejahteraan keluarga dan lingkungannya tanpa menunggu komando. Pada umumnya masyarakat nelayan miskin tidak tersentuh oleh teknologi modern, sehingga kualitas sumber daya manusia rendah yang dapat mempengaruhi tingkat produktivitas hasil tangkapan juga sangat rendah. Tingkat pendidikan nelayan berbanding lurus dengan teknologi yang dapat dihasilkan oleh para nelayan, dalam hal ini teknologi di bidang penangkapan dan budidaya. Mayoritas tingkat pendidikan keluarga nelayan di Kecamatan Galesong adalah hanya sebatas lulusan Sekolah Dasar (SD), dan tidak sedikit juga keluarga nelayan yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. C. Kemiskinan Kultural Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan merujuk pada sikap hidup seorang atau kelompok masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan merubah tingkat kehidupannya. Akibatnya tingkat pendapatannya rendah menurut ukuran yang dipakai
secara umum, atau dengan kata lain miskin karena disebabkan oleh faktor budaya. Pada sisi lain budaya terkait kearifan lokal merupakan salah satu faktor pendukung kesejahteraan masyarakat pesisir. Ironisnya nelayan hanya menggantungkan perekonomiannya pada hasil laut, apalagi saat ini masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan kondisi laut yang sudah mengalami over fishing. Nelayan cenderung menangkap semua hasil laut yang bisa ditangkap untuk menghasilkan uang tanpa memikirkan kelestarian sumberdaya dan kehidupan laut. Kondisi tersebut akan berdampak pada tangkapan hasil yang cenderung mengalami penurunan, sehingga pendapatan nelayan menjadi rendah. Masih adanya sifat konsumtif dalam masyarakat nelayan turut berperan sebagai penyebab kemiskinan. Sifat konsumtif yang dimaksud adalah tidak jarang ditemui adanya jenis-jenis konsumsi barang dan jasa tertentu yang kurang wajar dibelanjakan oleh masyarakat, khususnya nelayan yang berpenghasilan di bawah standar, seperti nongkrong sambil merokok dan ngopi di warung kopi. Padahal pada hakekatnya mengkonsumsi kedua jenis barang dan jasa tersebut tidak termasuk ke dalam kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh sebuah keluarga untuk menjalani hidupnya. Selain kedua hal tersebut budaya boros yang menjadi kebiasaan di keluarga nelayan Kecamatan Galesong adalah kebiasaan hidup bermewah-mewahan ketika mendapatkan pendapatan yang lebih tanpa memikirkan hari esok. Seperti pada acara adat yang belangsung setiap tahun disaat hasil tangkapan ikannya melimpah.
259
Vol. 4 No.1 Jul – Des 2016 [Jurnal Ilmiah AKSI STIE AMKOP Makassar] ISSN : 2089-9378
berupa Raskin, BLSM, pemberian bantuan serta alat tangkap dan budidaya. Adanya bantuan-bantuan tersebut dapat meringankan biaya hidup masyarakat nelayan. Program-program bantuan dari pemerintah Kabupaten Takalar yang aktif diterima oleh keluarga nelayan yaitu Raskin dan BLSM yang merupakan salah satu program kompensasi selain dari beras miskin. BLSM diberikan karena terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM khususnya premium dan solar) bersubsidi. Biasanya penyaluran bantuan Raskin dan BLSM ini melalui pemerintah Kecamatan dan di distribusikan kepada keluarga Nelayan yang ada di Kecamatan Galesong. Sedangkan untuk bantuan lainnya yang diberikan pemerintah kepada keluarga nelayan di Kecamatan Galesong melalui aparatur Desa/Kelurahan melainkan kelompok nelayan membuat proposal dan mengajukan sendiri atas nama kelompok nelayan, sehingga bantuan lansung diterima oleh kelompok. Beberapa program pemberdayaan yang difokuskan pada peningkatan kesempatan kerja dan kesejahteraan bagi keluarga nelayan melalui prinsip bottom up. Artinya masyarakat sendiri yang merencanakan kegiatan, melaksanakan dan melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan mekanisme yang ditentukan. Pelaksanaan pemberdayaan peningkatan kapasitas perempuan secara kelembagaan dilakukan kepada para keluarga nelayan di Kecamatan Galesong yang selama ini kurang mendapat perhatian melalui kegiatankegiatan penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan pemerintah. Sehingga dengan adanya program
D. Kemiskinan Struktural Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang dialami oleh golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumbersumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural khususnya yang terjadi di masyarakat nelayan Kecamatan Galesong dapat di lihat dari pola hubungan masyarakat atau jalinan sosial nelayan itu sendiri dalam kehidupan sesamanya. Pada pola hubungan itu dapat dijabarkan secara vertikal dan horizontal. Pola vertikal terbentuk karena adanya ketergantungan ekonomi terhadap nelayan miskin dan nelayan kaya, contohnya seperti pandhiga dan juragan ikan. Sedangkan pola horizontal ini tidak mencerminkan adanya perbedaan status yang tajam antara si kaya dengan si miskin, karena dalam pemenuhan modal usaha masyarakat nelayan dapat meminta bantuan dari kerabat atau tetangga yang bisa di andalkan. E. Strategi Pengentasan Kemiskinan Sudah sejak lama kemiskinan dipercaya sebagai sumber utama kesusahan di masyarakat, seperi munculnya penyakit, keterbelakangan mental, kekurangan nutrisi, bahkan terjadinya konflik. Tak mengherankan jika dengan semakin berkembangnya peradaban manusia, dan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan pentingnya kesamaan harkat dan martabat manusia, telah menjadikan fenomena kemiskinan sebagai suatu permasalahan yang banyak mendapatkan perhatian lebih. Strategi kebijakan pemerintah Kabupaten Takalar dalam penanggulangan kemiskinan di Kecamatan Galesong
260
Vol. 4 No.1 Jul – Des 2016 [Jurnal Ilmiah AKSI STIE AMKOP Makassar] ISSN : 2089-9378
peningkatan kapasitas pemberdayaan perempuan secara kelembagaan keluarga nelayan disini dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup semakin bagus. Selain strtegi pengentasan kemiskinan yang dikeluarkan pemerintah Kabupaten Takalar guna penanggulangan kemiskinan keluarga nelayan di Kecamatan Galesong. Masyarakat juga memiliki strategi untuk penanggulangan kemiskinan yaitu dengan mendirikan KUBE (kelompok usaha bersama) khusus para pembudidaya rumput laut, karena Kecamatan Galesong merupakan salah satu penghasil rumput laut daerah pesisir di Kabupaten Takalar, selain bermata pencaharian sebagai nelayan masyarakat Kecamatan Galesong juga memiliki sampingan yaitu budidaya rumput laut tapi masih dalam skala yang sedikit. SIMPULAN Pertama, penciptaan dan pemantapan dukungan pemerintah daerah dan operasional dari semua pemangku kepentingan (stakeholders), yang dinyatakan dalam suatu rumusan kebijakan, yang menempatkan program pemberdayaan ekonomi perempuan sebagai bagian integral dari pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah. Kebijakan tersebut diarahkan untuk membuka akses dan kesempatan seluas-luasnya kepada kaum perempuan untuk mendapatkan kesetaraan dengan kaum laki-laki dalam berbagai aktivitas pembangunan ekonomi. Kedua, menciptakan kondisi lingkungan sosial yang lebih kondusif bagi kaum perempuan untuk dapat mengembangkan segenap potensi dan kemampuan dirinya serta menjamin kesamaan hak untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi. Yang
dimaksud dengan lingkungan sosial disini adalah lingkungan keluarga nelayan, lingkungan komunitas masyarakat sekitarnya, sampai dengan lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara. Tanpa adanya dukungan dari lingkungan sosialnya, kebijakan apapun yang telah ditetapkan pemerintah tentunya tidak dapat mencapai hasil yang optimal. Ketiga, pengembangan kapasitas SDM perempuan keluarga nelayan. Kemiskinan yang dialami oleh kaum perempuan pada umumnya adalah karena dampak keterbatasan kapasitas SDM dalam konteks wawasan, pengetahuan, keterampilan, etos/semangat kerja, hingga pola pikir dalam berusaha. Untuk itu, proses pemberdayaan perempuan perlu diarahkan untuk dapat mengoptimalkan aspek-aspek kapasitas SDM tersebut secara positif. Keempat, pemberdayaaan perempuan keluarga nelayan dalam aktivitas ekonomi. Kemiskinan dalam berusaha sering kali dikaitkan dengan adanya keterbatasan kepemilikan faktor produksi seperti tanah, teknologi dan dana serta akses pemenuhan terhadap berbagai sumber daya usaha. Keterbatasan-keterbatasan tersebut menyebabkan aktivitas usaha ekonomi yang dilakukan tidak memberikan hasil yang optimal dan berkelanjutan, serta kurang seimbang dengan kebutuhan untuk menjaga keberlanjutan proses produksi dan kehidupannya. Kelima, pemberdayaan perempuan keluarga nelayan dalam pengelolaan lingkungan sumber daya alam (SDA). Kaum perempuan harus menyadari bahwa kualitas SDA dapat mempengaruhi aktivitas usaha serta hasil yang diperoleh, baik langsung
261
Vol. 4 No.1 Jul – Des 2016 [Jurnal Ilmiah AKSI STIE AMKOP Makassar] ISSN : 2089-9378
maupun tidak. Pada kegiatan usaha yang berbasis pada pemanfaatan sumber daya alam (pertanian, perikanan, pengolahan hasil alam), kemampuan untuk menjaga kelestarian lingkungan akan berpengaruh pada keberlanjutan pasokan bahan baku yang dibutuhkan untuk menjalankan usahanya. Hal ini berarti pula terjaminnya kesinambungan proses usaha (produksi), serta keberlanjutan sumber-sumber ekonomi yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. DAFTAR PUSTAKA Lestari. I dan Wirjodirdjo 2010. Analisis Kesejahteraan Pelaku Industri.Pengolahan Ikan Pada Komunitas Klaster Masyarakat Nelayan Pesisir : Sebuah Pendekatan Dinamika Sistem. Jurusan Teknik Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS): Surabaya. Rambe, A. 2004. Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga dan Tingkat Kesejahteraan (Kasus di Kecamatan Medan, Kota Sumatra Utara). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Rejekiningsih, T.W. 2011. Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan Di Kota Semarang Dari Dimensi Kultural. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Vol 12, No 1, hlm.28-44. Rohimah, E. 2009. Kajian Kesejahteraan Keluarga : Keragaan Pemenuhan Pangan dan Perumahan Pada Keluarga Nelayan Di Daerah Rawan Bencana”.
Departemen Ilmu Keluarga Dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Salim. E. 1984. Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan. Inti Idayu Press. Jakarta Sarjulis 2011. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam (1970-2009). Fakultas Sastra Universitas Andalas. Padang. Sumarwan, U. et al 2010. Kondisi Sosial Ekonomi Dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga Di Wilayah PesisirJawa Barat. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Jalan Lingkar Kampus IPB Dramaga. Bogor. Aldrich, H., dan C. Zimmer, 1986. ‘Entrepreneurship through Social Network’, in D. L.Sexton and R. W. Smilor (eds.) The Art and Science of Entrepreneurship, Cambridge: Ballinger Publishing, 3-25. Bandura, A., 1977. Social Learning Theory, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Bandura, A., 1986. The Social Foundation of Tought and Action, Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Choo, S., dan M. Wong, 2006. “Entrepreneurial intention: triggers and barriers to new venture creations in Singapore”. Singapore Management Review 28 (2): 47-64. Cromie, S., 2000. “Assessing entrepreneurial inclinations:
262
Vol. 4 No.1 Jul – Des 2016 [Jurnal Ilmiah AKSI STIE AMKOP Makassar] ISSN : 2089-9378
some approaches and empirical evidence”. European Journal of Work and Organizational Psychology 9 (1): 7-30. Dalton, dan Holloway, 1989. “Preliminary findings: entrepreneur study”. Working paper, Brigham Young University. Duh, M., 2003. “Family enterprises as an important factor of the economic development: the case of Slovenia”. Journal of Enterprising Culture 11 (2): 111-130. Global Entrepreneurship Monitor (GEM) Report, 2006. London Business School. Giles, M., dan A. Rea, 1970. “Career self-efficacy: an application of the theory of planned behavior”. Journal of Occupational & Organizational Psychology 73 (3): 393-399. Gorman, G., D. Hanlon, dan W. King, 1997. “Entrepreneurship education: the Australian perspective for the nineties”. Journal of Small Business Education 9: 1-14.
Indarti, N., 2004. “Factors affecting entrepreneurial intentions among Indonesian students”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis 19 (1): 57-70. Katz, J., dan W. Gartner, 1988. “Properties of emerging organizations”. Academy of Management Review 13 (3): 429-441. Kolvereid, L., 1996. “Prediction of employment status choice intentions”. Entrepreneurship Theory and Practice 21 (1): 47-57. Kourilsky, M. L. dan W. B. Walstad, 1998. Entrepreneurship and female youth: knowledge, attitude, gender differences, and educational practices”. Journal of Business Venturing 13 (1): 77-88. Kristiansen, S., 2001. “Promoting African pioneers in business: what makes a context conducive to small-scale entrepreneurship?”. Journal of Entrepreneurship 10 (1): 4369. Kristiansen, S, 2002a. “Individual perception of business contexts: the case of smallscale entrepreneurs in Tanzania”. Journal of Developmental Entrepreneurship 7 (3). Kristiansen, S, 2002b. “Competition and knowledge in Javanese rural business’. Singapore Journal of Tropical Geography 23 (1): 52-70. Kristiansen, S., B. Furuholt, dan F. Wahid, 2003. “Internet cafe entrepreneurs: pioneers in information dissemination in
Gujarati, D., 1995. Basic Econometrics, New York: McGraw-Hill. Hacket, G. dan N. E. Betz, 1986. “Application of self-efficacy theory to understanding career choice behavior”. Journal of Social Clinical and Phsycology 4: 279-289. Helms, Marilyn M., 2003. “Japanese managers: their candid views on entrepreneurship”.CR 13 (1): 24-34.
263
Vol. 4 No.1 Jul – Des 2016 [Jurnal Ilmiah AKSI STIE AMKOP Makassar] ISSN : 2089-9378
Indonesia”. The International Journal of Entrepreneurship and Innovation 4 (4): 251-263. Krueger, N. F. dan A. L. Carsrud, 1993. “Entrepreneurial intentions: applying the theoryof planned behavior”. Entrepreneurship & Regional Development 5 (4): 315-330. Lee, J., 1997. “The motivation of women entrepreneurs in Singapore”. International Journal of Entrepreneurial Behaviour and Research 3 (2): 93-110. Marsden, K., 1992. “African entrepreneurs – pioneer of development”. Small Enterprise Development 3 (2): 15-25. Mazzarol, T., T. Volery, N. Doss, dan V. Thein, 1999. “Factors influencing small business start-ups”. International Journal of Entrepreneurial
Behaviour and Research 5 (2): 48-63. McClelland, D., 1961. The Achieving Society, Princeton, New Jersey: Nostrand. McClelland, D., 1971. The Achievement Motive in Economic Growth, in: P. Kilby (ed.) Entrepreneurship and Economic Development, New York The Free Press, 109-123. Mathews, C. H. dan S. B. Moser, 1996. “A longitudinal investigation of the impact offamily background and gender on interest in small firm ownership”. Journal of Small Business Management 34 (2): 29-43. Mead, D. C. dan C. Liedholm, 1998. “The dynamics of micro and small enterprise in developing countries”. World Development 26 (1): 61-74.
264