PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN PADA KELUARGA NELAYAN Siti Fathonah dan Dyah Nurani Setyaningsih Prodi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, FT, Universitas Negeri Semarang E-Mail:
[email protected]
Abstract: The purpose community services for fisherman women are productive activities to increase income and to improve the status nutrition. The target participant are women fisherman family, as much 30 people, divided into 5 groups. Empowerment of women was done by entrepreneurship education, the practice of fish processing technology, that are crackers, meatballs, and nuggets, which continued by technical assistance; packaging and giving the production equipment, and the production license. Two groups of fisherwomen can developed to produce crackers fish, and has processed production license. Each crackers production done, all of crackers sold out around the fishing communities. Fishballs and nuggets are produced for the side dishes of his own family, so it can help to improve nutritional intake. If crackers produced regularly every day with the raw material 1.5 kg of fish can be obtained profits Rp 1.750.000/month,-. Abstrak: Tujuan kegiatan pada perempuan nelayan adalah memberikan kegiatan produktif untuk meningkatkan penghasilan dan membantu masalah gizi dan kesehatan keluarga nelayan. Khalayak sasaran kegiatan ini adalah 30 perempuan nelayan, dan anggota PKK kelurahan Tanjung Mas, yang dibagi dalam 5 kelompok. Pemberdayaan perempuan dilakukan dengan pendidikan tentang kewirausahaan, praktek teknologi pengolahan ikan, yakni kerupuk, bakso, dan nugget, yang dilanjutkan dengan pendampingan; pengemasan produk dan pemberian peralatan produksi sampai mendapatkan ijin produksi. Kelompok nelayan yang dapat mengembangkan kegiatan ini sebanyak dua kelompok dengan memproduksi krupuk ikan, dan dalam proses mendapat ijin produksi. Setiap produksi krupuk dilakukan, semua krupuk yang telah dikemas terjual habis di sekitar masyarakat nelayan. Produk bakso dan nugget diolah untuk lauk pauk keluarga sendiri, sehingga dapat membantu meningkatkan asupan gizi. Apabila krupuk diproduksi secara rutin setiap hari dengan bahan baku ikan 1,5 kg dapat diperoleh keuntungan sebesar Rp 1.750.000/bulan,-. Kata kunci: pemberdayaan perempuan, kemiskinan, nelayan
PENDAHULUAN Pembangunan pemberdayaan perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan. SDM yang berkualitas merupakan kunci bagi produktivitas nasional dan bagi penguatan daya saing bangsa di bidang ekonomi maupun sosial di era globalisasi yang semakin kompetitif saat ini. SDM yang berkualitas diharapkan memahami dan mampu mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab serta mendayagunakan prasarana pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Kondisi kualitas hidup perempuan di Indonesia, terutama perempuan nelayan masih rendah dan tergolong miskin. Kondisi tersebut diantaranya ditandai dengan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (papan, sandang dan papan), ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya
(kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi) dan ketiadaan jaminan masa depan (Suharto, 2005). Penelitian yang dilakukan pada perempuan nelayan di kota Semarang pada tahun 2006 oleh Fathonah, Triatma, dan Putri, (2006) ditemukan tingkat pendidikannya masih rendah (18,3% tidak sekolah, dan 59,1% tamat SD), perilaku makan belum baik/sehat, pengetahuan gizi dasar baru mencapai 75%, kondisi kesehatan lingkungan sangat memprihatinkan (seperti saluran air/got berbau, MCK di tempat umum, rumah berhimpitan tanpa jendela), ditemukan 68,1% keluarga tidak tahan pangan dengan kelaparan (food insecure with hunger), dan 28,3% tidak tahan pangan tanpa kelaparan (food insecure without hunger) dan pengeluaran untuk pangan 54,9% serta mereka belum melakukan kegiatan untuk mengolah hasil lautnya. Kondisi status gizi anak balita menunjukkan gizi buruk 2,3%, gizi kurang 6,8%, sedangkan pada ibu
diperoleh 3,7% ibu memiliki gizi kurang (kurus) dan gizi lebih (gemuk) sebesar 21,7%. Data tersebut menggambarkan bahwa kondisi keluar-ga nelayan tersebut masih rendah, baik dari tingkat pendidikan, perilaku makan, kesehatan lingkungan, ekonomi dan status gizinya. Penelitian selanjutnya dilakukan di kelurahan Bandarharjo, Semarang dengan dana hibah bersaing 2008, diketahui perempuan nelayan sebagian sebagai penjual ikan (mentah) hasil melaut suaminya, buruh panggang ikan dan sebagian sebagai ibu rumah tangga. Kegiatan teknologi pengolahan ikan belum dilakukan. Kondisi laut yang sering tidak stabil mengakibatkan peng-hasilan keluarga tidak menentu. Perempuan nelayan sangat memerlukan kegiatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan status ekonomi keluarga. Pada tahun 2008 juga diteliti tentang pembuatan 3 produk dengan bahan dasar ikan (ikan kakap, ikan manyun dan ikan trunul), yakni nugget, bakso dan krupuk. Ketiga produk diuji kandungan gizi dan daya terima pada masyarakat nelayan. Hasilnya kandungan gizi ketiga produk telah memenuhi standar SNI, dan produk disukai dan sebagian bahkan sangat disukai oleh masyarakat nelayan. Kandungan protein ketiga produk tersebut cukup tinggi, kandungan protein nugget 13,26–15,82%, bakso 9,25–16,63%, dan kandungan protein krupuk antara 5,72–14,32%. Kandungan protein yang tinggi tersebut dapat mendukung perbaikan gizi keluarga. Produk yang dihasilkan telah memenuhi syarat kandungan gizi, kemasan telah didesain menarik, sehingga produk telah siap dan layak jual (Fathonah, Setyaningsih dan Rosidah, 2008). Kondisi masyarakat nelayan dan ekologis di kelurahan Tanjungmas, khususnya Tambaklorok tidak jauh berbeda dengan kelurahan Bandarharjo (letak bersebelahan). Apabila musim penghujan sering terjadi rob, kondisi laut tidak stabil sehingga penghasilan menurun. Jumlah nelayan di Kelurahan Tanjungmas (termasuk Tambaklorok) adalah 1.064 KK (kepala keluarga) dengan anggota keluarga rata-rata 5 orang (BPS Kota Semarang, 2007). Berdasarkan informasi Bapak Lurah Tanjungmas, jumlah keluarga nelayan terbanyak bertempat tinggal di Tambaklorok. Tujuan yang ingin dicapai dengan pemberdayaan perempuan nelayan adalah perempuan nelayan mampu mengolah hasil ikan laut menjadi nugget, bakso dan ikan yang hermitis, dan layak jual. Di samping itu diperlukan pendampingan dalam proses produksi dan
pemasaran. Perempuan nelayan menjadi produktif, mampu meningkatkan ekonomi keluarga sehingga dapat membantu mengentaskan keluarga dari kemiskinan. METODE Khalayak sasaran kegiatan ini adalah perempuan nelayan Tambaklorok Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Jumlah peserta kegiatan 30 orang yang terdiri dari perempuan nelayan, ibu-ibu PKK dan pengurus koperasi kelurahan Tanjungmas, yang dibagi dalam 5 kelompok. Bahan yang digunakan dalam teknologi pengolahan ikan terdiri dari ikan (jenis trunul dan kakap), tepung tapioka, dan tepung sagu aren serta bumbu-bumbu, secara rinci disajikan pada Tabel 1. Peralatan yang digunakan adalah peralatan untuk persiapan (blender/penggiling ikan, timbangan, pisau, kom), alat memasak (panci, dandang, pengaduk) dan alat kemas (sealer elektrik). Tabel 1. Bahan Pembuatan Krupuk, Bakso dan Nugget No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Bahan Ikan Kakap/ikan trunul Tepung tapioka Tepung terigu Tepung sagu Tepung roti Tepung panko (panir kasar) Pemanis buatan Bawang putih Garam Bumbu penyedap Telur Bawang goreng Lada bubuk Pala bubuk Es batu Air
Krupuk 150
Produk Ikan (g) Bakso 500
Nugget 500
500 50 -
50 50 -
25 100 100 250
3 25 30 15 350
25 12 15 1 butir 25 10 50 -
30 10 15 4 butir 5 5 -
Tahapan proses pembuatan krupuk sebagai berikut: 1) Tahap pembuatan adonan (dipilih salah satu) a) Cara dingin: Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk dicampur dengan bumbu yang telah dihaluskan. b) Cara panas Semua bahan, kecuali tepung tapioka, direbus hingga mendidih Tepung tapioka dengan bahan yang telah direbus dicampur sedikit demi sedikit, diuleni sampai kalis
2)
Tahap Pencetakan: setelah proses pencampuran adonan selesai, kemudian adonan dicetak dengan menggunakan daun atau plastik yang dibentuk lontong atau juga bisa menggunakan cetakan, dengan diameter 3–4 cm. 3) Tahap perebusan: adonan lontong direbus (1 kg bahan memerlukan waktu perebusan ±30-45 menit) . Adonan akan terapung bila sudah matang. 4) Tahap pendinginan: adonan yang telah matang langsung dimasukkan ke dalam kom berisi air dingin agar adonan menjadi dingin secara cepat. Adonan yang sudah dingin dapat diperbaiki bentuknnya dengan cara ditekan-tekan. Apabila adonan dibungkus, pada saat pendinginan dapat sekaligus dilakukan pengupasan (pelepasan bungkus). 5) Tahap Pengerasan: setelah dingin, lontong diangin-anginkan atau dijemur agar bagian luar adonan benar-benar menjadi keras. Adonan yang keras tidak akan berubah bentuk saat diiris atau dipotong. Lama waktu yang dibutuhkan adalah antara 12-24 jam. 6) Tahap Pengirisan: adonan yang keras, diiris dengan pisau yang tajam, adonan harus putus dalam sekali iris/tekan (pisau tidak boleh maju mundur). Ketebalan kerupuk antara 2-3 mm. Setiap kali pemotongan, pisau diolesi minyak goreng terlebih dahulu agar adonan tidak lengket. 7) Tahap Pengeringan: pengeringan kerupuk tidak membutuhkan suhu tinggi, cukup 4060°C atau sama dengan suhu sinar matahari saat siang hari. Pengeringan dapat berlangsung selama 3-5 hari tergantung pada ukuran dan ketebalan kerupuk. 8) Tahap Pengemasan: krupuk yang telah kering, dikemas dengan plastik tebal 0,05 mm dan disealer. Tahapan proses pembuatan bakso sebagai berikut: 1) Tahap pencampuran adonan: ikan yang telah dilumatkan, dicampurkan dengan bumbu-bumbu kemudian ditambahkan tepung pati (tapioka dan sagu) dan es batu kemudian dicampur menjadi satu hingga menjadi adonan yang homogen. 2) Tahap pembentukan adonan: adonan yang sudah jadi dibentuk bulat-bulat, dengan berat 15g dengan bantuan tangan dan sendok makan.
3) Tahap perebusan: setelah menjadi bulatan, bakso dimasukkan kedalam air mendidih selama 10 menit kemudian direbus dalam air mendidih (100ºC) selama 15-20 menit sampai bakso terapung dan matang. 4) Tahap penyelesaian: a) Pendinginan. Setelah bakso diangkat, dimasukkan ke es batu kemudian ditiriskan lalu diangin-anginkan ditempat terbuka sampai dingin b) Pengemasan. Bakso yang telah dingin kemudian dikemas dalam plastik tebal dan disealer. Proses pembuatan nugget ikan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Daging ikan dipisah dari tulang, kemudian digiling hingga halus. 2) Bumbu yang dipersiapkan adalah garam, lada, pala, penyedap, bawang putih dan bawang bombay cincang. 3) Gilingan daging dicampur dengan bumbu, tepung tapioka, tepung roti dan telur lalu diaduk hingga rata, kemudian tuang dalam loyang. 4) Kukus 30 menit hingga matang. 5) Setelah matang, angkat dan dinginkan. Kemudian potong adonan nugget sesuai selera. 6) Celupkan nugget dalam putih telur. Lalu gulingkan pada tepung panko. 7) Tahap Penyelesaian: a) Penyimpanan dalam freezer, sekitar 1 jam. b) Penggorengan dengan minyak yang sudah panas sampai kuning keemasan, ditiriskan. c) Dikemas dalam plastik dengan ketebalan 0,04 – 0,05 mm, disealer Pelaksanaan kegiatan mengenai pemberdayaan perempuan nelayan dengan teknologi pengolahan ikan di Tambaklorok, Tanjung Mas Semarang, dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu: persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi/pemantauan. Adapun rincian kegiatan yang dilaksanakan yaitu: 1) Pendidikan tentang kewirausahaan agar memotivasi perempuan sebagai orang yang produktif 2) Pembekalan materi penerapan teknologi pengolahan berbahan dasar ikan laut, menjadi produk bernilai ekonomi lebih tinggi, dengan teori dan demonstrasi; 3) Praktek pengolahan, yakni memproduksi bakso, nugget, dan kerupuk yang berasal
4) 5)
6)
7)
dari bahan dasar ikan laut sampai menghasilkan produk yang layak jual, yang dilanjutkan dengan pendampingan; Praktek pengemasan yang hermitis, dengan desain kemasan yang menarik; Pemberian alat-alat produksi untuk skala rumah tangga, berupa penggiling daging, timbangan, sealer untuk kemasan dan pisau. Jalinan kerjasama dengan koperasi kelurahan Tanjung Mas dan dinas perindustrian dan Departemen Kesehatan Kota Semarang untuk mendapatkan Ijin Usaha dengan melengkapi semua persyaratan administrasi dan prosedur yang telah ditentukan. Monitoring dan evaluasi kegiatan pemberdayaan perempuan, dilengkapi dengan angket tentang pendapatan yang diperoleh sebelum pelaksanaan dan setelah pelaksanaan kegiatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan protein dan air krupuk, bakso dan nugget dari jenis ikan kakap, trunul dan manyung bervariasi. Hasil perbandingan kandungan gizi dan SNI disajikan pada Tabel 2 berikut.
26% dari berat basah), tetapi juga menyediakan jenis protein yang paling efisien digunakan oleh tubuh. Keistimewan protein ikan adalah daya cernanya yang tinggi (sekitar 98%), yang berarti bahwa protein ikan sangat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia. Di samping itu ikan mengan-dung protein lengkap yang memiliki seluruh asam amino esensiil yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan otak. Kandungan air pada ketiga produk juga telah memenuhi standar SNI, bahkan jauh dibawahnya. Kandungan air tersebut akan mendukung keawetan dari produk yang dihasilkan. Menurut Yuyun (2007) nugget yang dikemas dalam kantong plastik yang tertutup rapat dan disimpan pada suhu dingin dapat bertahan hingga lima bulan lebih. Krupuk yang memiliki kandungan air yang jauh lebih rendah dari nugget yakni sebsar 8,62–9,74% akan memiliki daya simpan yang lebih lama. Pendidikan kewirausahaan yang diberikan kepada perempuan nelayan mampu meningkatkan motivasi dalam berwirausaha. Lima kelompok yang melakukan pelatihan teknologi pengolahan ikan, dua kelompok telah membuat produk krupuk ikan sampai produk tersebut
Tabel 2. Kandungan protein dan kandungan air krupuk, bakso dan nugget ikan No 1. 2. 3. 4.
Jenis Ikan Kakap Manyun Trunul SNI
Kandungan air (%)
Kandungan protein (g) Krupuk
Bakso
Nugget
Krupuk
Bakso
Nugget
14,32 6,47 5,72 min 5,01)
13,4 16,63 13,78 min. 9,02)
13,26 15,01 15,82 min 123)
9,74 8,62 9,17 maks 121)
43,27 55,15 45,68 maks 70,02)
52,38 57,29 53,20 maks. 603)
1)
SNI 01-2713-1992, Departemen Perindustrian RI (1992) SNI 01-3818-1995, Departemen Perindustrian RI (1995) 3) SNI 01-6683-1995, Departemen Perindustrian RI (1995) 2)
Kandungan gizi ke tiga produk yakni krupuk dan bakso, nugget ikan, pada semua parameter yang diukur telah memenuhi syarat SNI. Kandungan gizi terutama protein lebih tinggi dari standar SNI. Hal tersebut terjadi karena kandungan protein ikan lebih tinggi daripada kandungan bahan hewani yang biasa digunakan untuk membuat bakso dan nugget, yakni daging ayam atau daging sapi. Kandungan daging ayam 18,2g, sedangkan daging sapi 18,8g (Depkes, 2005). Menurut Hadju, Metusalach dan Karyadi (1998) ikan tidak hanya menyediakan protein dalam jumlah besar (11–
layak jual, dengan kemasan yang menarik dan telah memiliki ijin produksi makanan. Motivasi tersebut didukung oleh Ibu Lurah Tanjung Mas yang berperan secara aktif dalam salah satu kelompok. Di samping itu Bapak Lurah Tanjung Mas juga memberikan motivasi dengan satu tawaran, bila kegiatan produksi krupuk tetap berjalan akan memberikan pinjaman lunak untuk memperbesar usaha. Di samping itu bantuan dana langsung dari PT Indo Power Indonesia sebesar Rp 3.500.000,- dapat menambah modal usaha untuk pembelian bahan baku.
Usaha krupuk ini merupakan usaha awal artinya kelompok usaha baru melakukan usaha tersebut pertama kali. Latihan dalam proses produksi secara terus menerus dilakukan, terutama dalam membuat adonan yang baik, dan mengiris krupuk agar krupuk memiliki kualitas yang baik. Keberhasilan usaha krupuk tak lepas
(a)
dan Kelautan Propinsi dan DKP Pesisir Selatan. Kegiatan pemberdayaan perempuan nelayan melalui pengembangkan potensi perempuan nelayan dapat menghasilkan berbagai produk unggulan dari potensi kelautan. Di samping itu pendampingan manajemen dan kewirausahaan serta teknologi tepat guna semakin meningkat-
(b)
Gambar 2. (a) Krupuk ikan kakap kelompok Melati dan (b) kelompok Mekar Tanjung dari usaha tim kegiatan yang melakukan pendampingan secara berkala dan terus menerus, memberikan peralatan produksi (penggiling ikan, timbangan, sealer dan pisau). Hasil krupuk ikan yang dihasilkan telah mampu dijual pada masyarakat sekitar. Produksi krupuk dari kelompok Melati sebanyak 4 kg dalam satu hari telah terjual habis. Hal tersebut menunjukkan bahwa krupuk yang dihasilkan telah dapat diterima dan disukai masyarakat sekitar dengan harga yang terjangkau. Berdasarkan uraian tersebut kegiatan di Tanjung Mas telah mampu memberdayakan perempuan nelayan. Hasil yang sama dilakukan pada perempuan nelayan di pesisir selatan. Pelatihan dan pemberdayaan perempuan nelayan telah dilakukan oleh Dinas Perikanan
kan peran perempuan nelayan untuk perekonomian keluarga (Indrawadi, 2006). Berikut hasil krupuk dari kelompok Mekar Tanjung dan kelompok Melati. Untuk meningkatkan daya tarik kepada pembeli, krupuk dikemas dalam plastik yang tebal ukuran 0,05 mm dengan desain label yang menarik. Menurut BPOM (2003) ada tiga aspek yang harus dipenuhi oleh pengemasan. Aspek pertama adalah aspek perlindungan bahan pangan yang berfungsi untuk menjaga produk tetap bersih, pelindung dari kotoran dan kontaminasi; melindungi pangan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran. Aspek penanganan akan memberi kemudahan dalam membuka atau menutup, mudah dalam
(a) (b) Gambar 2. (a) Krupuk Ikan dalam Kemasan produksi Kelompok Melati dan (b) Mekar Tanjung
penanganan, pengangkutan dan distribusi, aman untuk lingkungan; mempunyai ukuran bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada. Aspek yang ketiga adalah aspek pemasaran, pengemasan menampakkan identifikasi, informasi, daya tarik dan penampilan yang jelas sehingga dapat membantu promosi dan penjualan. Biaya produksi untuk membuat krupuk dari 1 kg tepung tapioka dan 300g ikan sebesar Rp 22.000,- dan hasil penjualan sebanyak Rp48.000,-, belum diperhitungkan tenaga kerja. Krupuk tersebut dikerjakan dalam waktu 3-4 hari. Bila produksi dengan bahan baku 1,5kg ikan/hari dengan biaya Rp 110.000,- dan biaya tenaga kerja sebesar Rp 60.000,- (4 orang) dan setiap hari produksi, maka dalam satu bulan telah memperoleh keuntungan {(48.000 x 5 x 25hr)–(170.000 x 25)} = Rp 1.750.000,-. Angka keuntungan tersebut cukup besar untuk usaha kecil, dan akan bertambah bila skala produksi diperbesar, walaupun variabel yang disertakan dalam perhitungan belum lengkap seperti investasi alat dan penyusutannya. Saat ini kelompok usaha Melati dan Mekar Tanjung memproduksi 4-5 kg/hari, walaupun belum rutin, namun telah mampu menambah penghasilan keluarga. Hasil penelitian di Kainji, Nigeria mengatakan bahwa usaha yang dilakukan oleh perempuan yang bekerja pada industri perikanan memberikan sumbangan yang besar dalam meningkatkan standar hidup keluarga (Alamu, 1991). Hasil yang sama pada penelitian lain di Bengal Barat mengatakan bahwa partisipasi perempuan bertenun berpenghasilan antara 100–200Rs per bulan, yang dapat menambah pendapatan keluarga untuk kehidupan yang lebih baik (Bhaumik, Pandit and Chatterjee, 1993). Kelompok usaha memilih krupuk sebagai produk olahannya dengan alasan krupuk disukai oleh semua kelompok umur, dapat digunakan sebagai lauk dan camilan, mudah diproduksi dan memiliki daya simpan yang tinggi. Berdasar pengamatan dari tim kegiatan daya simpan krupuk ikan dapat bertahan dalam kondisi stabil selama 1 tahun lebih dalam kemasan yang baik. Produk teknologi ikan yang lain seperti bakso dan nugget. Bakso adalah produk daging giling yang dicampur dengan tepung, dihaluskan, dibentuk bulatan-bulatan dan kemudian direbus hingga matang (Wibowo, 2003). Nugget adalah suatu bentuk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk
potongan empat persegi atau lainnya, yang dilapisi tepung berbumbu. Nugget ini merupakan jenis makanan lauk pauk berkadar protein tinggi yang terbuat dari bahan dasar hewani dan dicampur dari bahan lain melalui proses pemaniran dan penggorengan (Yuyun, 2005, Astawan, 2008). Kedua produk tersebut tidak dipilih sebagai usaha karena produk ini memiliki karakteristik yang lunak sehingga harus disimpan pada suhu dingin dan perlu alat pendingin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Astawan (2008) yang mengatakan untuk menjaga mutu bakso dan nugget yang telah dikemas harus disimpan pada suhu beku (-18oC), hingga saatnya dimasak dan dihidangkan. Suhu tersebut terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan bakteri patogen (penyebab penyakit). Namun kedua produk tersebut terutama nugget diproduksi untuk konsumsi keluarga sendiri. Konsumsi keluarga nelayan dengan lauk yang beraneka ragam dengan bahan baku ikan, akan menyumbang asupan sumber protein, mineral dan vitamin yang tinggi bagi keluarga, sehingga akan meningkatkan gizi dan kesehatan keluarga. Hadju, Metusalach dan Karyadi (1998) mengatakan hampir semua mineral penting dapat diperoleh dari ikan laut seperti besi, seng, iodium, fosfor, magneisum, tembaga, florin, natrium, dan selenium. Vitamin yang terdapat pada ikan adalah vitamin yang larut lemak terutama vitamin A dan vitamin D. Astawan (2008) mengatakan bahwa lemak ikan mengandung sangat sedikit kolesterol namun mengan-dung sekitar 25 % asam lemak jenuh dan 75% asam lemak tidak jenuh dari jenis asam lemak omega-3. Asam lemak omega-3 telah terbukti sangat besar manfaatnya bagi kesehatan, yaitu: 1) bersifat hipokolesterolemik (menurunkan kadar kolesterol darah, 2) mencegah terjadinya pengumpalan keping-keping darah sehingga menghindari penyumbatan pembuluh darah dan mencegah penyakit jantung koroner, 3) mengurangi resiko penyakit diabetes mellitus, hipertensi, aneka kanker, penyakit kulit, serta membantu meningkatkan daya tahan tubuh, dan 4) berperan penting dalam proses tumbuh kembang otak janin. Ijin produksi makanan yang telah diproses dari Dinas Kesehatan Kota Semarang diharapkan akan menambah motivasi berproduksi dan memperluas pemasaran. Produk krupuk dapat dimasukkan ke pasar, warung atau toko dan pasar swalayan yang ada di Semarang.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan di Tanjung Mas disimpulkan Produk olahan ikan, baik krupuk, bakso dan nugget mengandung protein tinggi dan telah memenuhi syarat SNI. Pelatihan teknologi pengolahan ikan berupa krupuk, bakso dan nugget ikan telah dapat menambah ketrampilan perempuan nelayan di Tanjung Mas dan memanfaatkan waktu luang. Produk krupuk yang layak jual, dengan kemasan yang menarik dan adanya ijin usaha dapat memberdayakan perempuan nelayan sebagai pengusaha kecil yang mampu meningkatkan
penghasilan keluarga. Dengan asumsi produksi tiap hari dengan bahan baku 1,5 kg fillet ikan, mampu menambah penghasilan keluarga Rp1.750.000,-/bulan. Saran Saran yang diajukan agar usaha produksi krupuk tetap berjalan adalah perlu peningkatan kualitas krupuk, terutama dalam keseragaman bentuk dan irisan; dan perlu pendampingan dalam manajemen pemasaran dan pengadministrasian keuangan agar usaha lebih berkembang dan transparansi keuangan dalam kelompok usaha.
DAFTAR PUSTAKA Alamu, S.O. 1991. “Assessment of women contribution to fishing industry and fish marketing in Kainji lake basin” Annual Report National Institut for Freshwater Fisheries Research, New Bussa (Nigeria), vol 1990: 184-190. Astawan, M. 2008. Sehat dengan Hidangan Hewani. Jakarta: Penebar Swadaya. Bhaumik, U, P.K Bandit and J.G Chatterjee. 1993. “Involvement of women in the development of inland fiskeries” Environment and Ecologi, 11(3): 641644. BPOM. 2003. Pengemasan, Penyimpanan dan Pelabelan. Jakarta: Direktorat SPKP, Deputi Pengawasan Keamanan pangan dan Bahan berbahayaa, BPOM RI. BPS Kota Semarang, 2007. Kecamatan Semarang Utara dalam Angka. Kota Semarang: Badan Pusat Statistik. Departemen Perindustrian RI. 1992. SNI 012713-1992. Jakarta: Departemen Perindustrian RI -----------------. 1992. SNI 01-3818-1995. Jakarta: Departemen Perindustrian RI -----------------. 1992. SNI 01-6683-1995. Jakarta: Departemen Perindustrian RI. Fathonah, S, B. Triatma, dan S. Widayani. 2006. Perilaku Ibu dalam Meningkatkan
Status Gizi Keluarga Nelayan Pantura Kota Semarang. Semarang: Fakultas Teknik UNNES. ___________, D.N. Setyaningsih, dan Rosidah. 2008. Pengembangan Model Pemberdayaan Perempuan Nelayan di Daerah Pesisir untuk Meningkatkan Status Gizi Keluarga (Studi Kasus di Bandarharjo, Semarang). Semarang: Fakultas Teknik UNNES. Hadju, V, Metusalach dan D. Karyadi. 1998. “Pangan Potensial untuk Meningkatkan Pertumbuhan Fisik, Daya Fikir, dan Produktivitas serta Mencegah Penyakit Degeneratif. Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta: LIPI. Indrawadi. 2006. Pemberdayaan Perempuan Nelayan. Jakarta: Universitas Bung Hatta. Diakses 31 januari 2007. Suharto, E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama. Wibowo. S. 2005. Pembuatan Bakso Ikan & Bakso Daging. Jakarta: Penebar Swadaya. Yuyun A. 2007. Aneka Nugget Sehat Nan Lezat. Jakarta: Agromedia.