STRATEGI NELAYAN TRADISIONAL DALAM MENINGKATKAN EKONOMI KELUARGA Studi Antropologis Tentang Mata Pencaharian Hidup Tambahan Bagi Masyarakat Nelayan di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga) Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan Gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam bidang Antropologi
Oleh: ASFIANTI SYAFITRI NASUTION 04 09 05 008
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
Nama
: Asfianti Syafitri Nasution
NIM
: 040905008
Departemen : Antropologi Sosial Judul
: Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga. Studi Antropologis Tentang Mata Pencaharian Tambahan Bagi Masyarakat Nelayan di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga) Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai
Medan, Pembimbing Skripsi
Maret 2009
Ketua Departemen Antropologi FISIP USU
Drs. Ermansyah, M.Hum.
Drs. Zulkifli Lubis, M.A.
NIP. 131 996 173
NIP. 131 882 278
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Prof. Dr. Arif Nasution, M.A. NIP. 131 757 010 Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Syukur Allhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga di Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang sangat penulis harapkan. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, M.A., selaku Ketua Departemen Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Yance, M.Si., selaku Dosen wali di Departemen antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera utara.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
4. Bapak Drs. Ermansyah, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing penulis dan memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi. 5. Ayah dan Ibu tercinta, adik-adikku Endra Aspandi Nasution dan Andre Aspandi Nasution, terima kasih atas semua kasih sayang, dorongan, doa dan supportnya. 6. Keluarga besar penulis yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi. 7. Sahabat-sahabat penulis: Miemien, Icha, Richa, Ru, Abadi, Edi Iwan, Prilmon, Bang Kakey, dan semua kerabat-kerabat di Departemen Antropologi atas dorongan dan kebersamaan yang tidak akan terlupakan. 8. Terima kasih kepada pihak-pihak terkait seperti Kecamatan Perbaungan, Sekretaris Camat, Bapak Gunawan, Kepala Desa Sei Nagalawan dan juga kepada masyarakat Desa Sei Nagalawan atas kerjasamanya dalam memberikan informasi selama ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan,
Penulis
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK Asfianti Syafitri Nasution, 2009. Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga (Studi Antropologi Tentang Mata Pencaharian Hidup Tambahan di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga) Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai). Sksripsi ini terdiri dari 5 bab+115 halaman+daftar pustaka+lampiran. Kehidupan ekonomi nelayan tradisional yang selalu diidentikkan dengan kemiskinan membuat nelayan di desa ini sangat sulit dalam pemenuhan kebutuhan keluarga khususnya dan kebutuhan nelayan umumnya. Penelitian ini sendiri coba memaparkan bagaimana kehidupan sosial dan ekonomi nelayan dengan hanya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan yang pendapatannya tidak menentu dan hasil tangkapan yang hanya tergantung pada kondisi alam (laut) dengan kearifan dan pengetahuan yang mereka miliki serta hubungan sosial yang terjalin antara masyarakat nelayan di desa ini. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan usaha yang dilakukan nelayan tradisional sebagi strategi di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga) Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Usaha yang mereka lakukan dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di desa ini yang dijadikan sebagai mata pencaharian tambahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif untuk memperoleh informasi tentang usaha-usaha lain yang dijadikan sebagai strategi dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci seperti tokoh adat atau tokoh masyarakat dikalangan nelayan, untuk memperoleh informasi tentang persoalan mendasar yang menyebabkan terjadinya kemiskinan nelayan di Desa Sei Nagalawan dan kondisi perekonomian nelayan sebelum memeiliki mata pencaharian hidup tambahan serta program-program yang diberikan kepada pemerintah dalam membantu pengembangan desa ini. Peneliti melakukan wawancara serta observasi non partisipasi yang dilakukan untuk mengamati aktifitas dan cara-cara yang ditempuh keluarga nelayan dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan, strategi yang dilakukan nelayan tradisional berupa dengan bertani, menganyam tikar purun yang dilakukan para isteri nelayan dalam membantu pendapatan suami dan juga dengan menjadi buruh/karyawan pabrik, dapat menambah penghasilan atau pendapatan nelayan tradisional untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari walaupun dengan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Adanya srategi tersebut membuat mereka lebih giat lagi dalam bekerja guna untuk meningktkan perekonomian desa ini yang akhirnya dapat mengubah kehidupan para nelayan menjadi lebih baik lagi. Akhirnya dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwasannya strategi yang dilakukan oleh nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan benar-benar meningkatkan pendapatan sekaligus dapat menyelesaikan masalah ekonomi yang mereka hadapi dengan memiliki mata pencaharian tambahan dan ditambah dengan adanya lahan pendukung. Kata-kata Kunci: Nelayan, Strategi ekonomi nelayan, Sistem kekerabatan dan Hubungan sosial Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI LEMBARPERSETUJUAN KATA PENGANTAR………………………………………………………………......i ABSTRAK………………………………………………………………………............iii DAFTAR ISI…………………………………………………………………………....iv
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………...1 1.1. Latar Belakang Masalah…………………………………………………....1 1.2. Perumusan Masalah………………………………………………………..5 1.3. Lokasi Penelitian…………………………………………………...............6 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………………….6 1.5. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………...7 1.6. Metode Penelitian………………………………………………………...12 1.6.1. Tipe penelitian…………………………………………… ………..12 1.6.2. Teknik Pengumpulan Data………………………………………….13 1.6.3. Analisa Data………………………………………………………..15
BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN…………………………...16 2.1. Sejarah, Letak dan Kondisi Geografis…………………………………....16 2.2. Kependudukan…………………………………………………………...19 2.2.1. Jumlah Penduduk Setiap Dusun…………………………………..20 2.2.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Umur………………….21 2.2.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku bangsa………………...........22 2.2.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan………………23 2.2.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian Hidup…..25 2.2.6.Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama… ………………………....26 2.3. Sistem Mata Pencaharian Masyarakat di Desa Sei Nagalawan………….27 2.4. SaranaFisik…………………………….………………………………....30 2.4.1. Sarana Kesehatan…………………………………………….........30 2.4.2. Sarana Pendidikan………………………………………………....31 2.4.3. Sarana Ibadah……………………………………………...............32 2.4.4. Sarana transportasi…………………………………………...........32 2.4.5. Sarana Hiburan…………………………………………………….33 2.4.6. Sarana Perdagagangan……………………………………………..33
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
BAB III. KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA SEI NAGALAWAN…………………………………………………….……..35 3.1. Sistem Kekerabatan Masyarakat Desa Sei Nagalawan………………..39 3.2. Hubungan Sosial pada Masyarakat Desa Sei Nagalawan……………..41 3.3. Nelayan Sebagai Mata Pencaharian Hidup……………………………44 3.3.1. Alat Tangkap yang Digunakan………………………………....48 3.3.2. Jam Kerja………………………………………………………..51 3.3.3. Kebutuhan Keluarga Nelayan…………………………………...51 3.4. Hubungan yang Terjalin Atas mata Pencaharian sebagai Nelayan……56 3.4.1. Hubungan Nelayan dengan Toke……………………………….57 3.4.2. Hubungan Nelayan dengan Nelayan…………………………....58 3.4.3. Hubungan Nelayan dengan Pemilik Modal………….................59 BAB IV. STRATEGI NELAYAN DALAM MENINGKATKAN EKONOMI KELUARGA 4.1. Upaya Nelayan Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga…………...62 4.1.1. Bertani………………………………………………………….63 4.1.2. Menganyam Tikar……………………………………. ……….68 4.1.2.a. Modal…………………………………………………..71 4.1.2.b. Bahan baku……………………………………………..73 4.1.2.c. Produksi………………………………………………...81 4.1.2.d. Tujuh kisah penganyam tikar purun…………………...87 4.1.3. Buruh/ Karyawan Pabrik……………………………………….95 4.2. Pengetahuan Nelayan Terhadap Pilihan Mata Pencaharian Tambahan.97 4.3. Pendapatan dan Pengeluaran Sebelum dan Sesudah Memiliki Mata Pencaharian Tambahan………………………………………………100 4.4. Penghasilan Dari Mata Pencaharian Tambahan:Peningkatan Atau Hanya Sekedar Mencukupi Kebutuhan Masyarakat…………………106 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………………………………………………………...........110 5.2. Saran…………………………………………………………………….113
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….....115 LAMPIRAN
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah. Kondisi bangsa yang sedang berada di multi krisis, Indonesia dihadapkan dengan tidak hanya satu masalah saja, melainkan berbagai masalah seperti masalah ekonomi, politik, budaya, sosial, agama, pertahanan dan keamanan. Masalah tersebut sudah ruwet seperti benang kusut sehingga memerlukan orang-orang yang benar-benar siap dan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu, sangat sulit mengentaskan masalah ekonomi yang berarah pada masalah kemiskinan. Masalah ekonomi merupakan masalah yang sangat sulit bagi setiap manusia, karena problema ekonomi menyangkut pada hajat hidup orang banyak. Setiap individu atau kelompok masyarakat seperti halnya nelayan tradisional memiliki berbagai cara yang berbeda dalam mengatasi kesulitan ekonomi yang mereka hadapi. Berbagai cara tersebut merupakan wujud strategi guna untuk melangsungkan kehidupan mereka yang disebabkan oleh berbagai kondisi seperti terjadinya krisis ekonomi, kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), perubahan kondisi alam maupun lingkungan. Dalam mengatasi hal tersebut berbagai cara dilakukan nelayan tradisional dalam mengatasi kesulitan ekonominya. Namun, kesulitan nelayan dengan kondisi ekonomi dan lingkungannya tentunya memiliki perbedaan strategi dalam meningkatkan ekonomi keluarga seperti halnya nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga) Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai yang mayoritas penduduknya adalah suku bangsa Banjar. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Desa Sei Nagalawan sudah berdiri sekitar tahun 1800, yakni pada saat terjadi migrasi suku bangsa Banjar yang berasal dari Pulau Kalimantan menuju Pulau Sumatera. Migrasi yang mereka lakukan bermula pada daerah Langkat Sumatera Utara dengan tujuan membuat atap sebuah bangsal di perkebunan Langkat. Seiring berjalannya waktu suku Banjar tersebut mulai bertambah dan mereka meminggir sampai ke daerah Nagalawan. Sampai sekarang ini, migrasi yang mereka lakukan guna untuk mencari kehidupan yang lebih baik dengan kondisi lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya nelayan tradisional. Sama halnya dengan komunitas masyarakat lainnya, nelayan juga memiliki peran dan tanggung jawab pada keluarganya, yaitu pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga yang meliputi biaya-biaya seperti biaya pendidikan anak, tempat tinggal, air dan listrik, biaya sosial dan biaya untuk kebutuhan lainnya. Namun, dengan pendapatan nelayan yang cukup minim, nelayan tradisional merupakan kelompok masyarakat yang hidupnya jauh lebih miskin dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya seperti petani atau pengrajin. Hidupnya sangat tergantung kepada alam, musim banyaknya hasil tangkapan, sehingga pendapatan nelayan pun tidak menentu. Ada berbagai macam bentuk kegiatan yang dilakukan manusia dalam mencari nafkah. Kadangkala hasil yang diperoleh dari kegiatan itu tidak dapat pula mencukupi kebutuhan sebagaimana yang dihadapkan, sehingga seringkali suami sebagai kepala rumah tangga dalam mencari nafkah turut dibantu oleh isteri ataupun anak-anak. Manusia lahir, hidup, berkembang, dan memenuhi kebutuhannya juga di masyarakat. Salah satu kegiatan yang menonjol adalah mencari nafkah, dan bidang inilah yang paling banyak
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
menyerap tenaga kerja dengan kegiatan ini mereka harapkan dapat memenuhi kebutuhan di dalam kehidupan mereka (Ismaini, 1976:45). Berdasarkan penelitian Mubyarto (1984:35-37) di Desa Bulu, yang menyatakan bahwa jumlah mereka yang bekerja sebagai nelayan nampak sangat dominan dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Bila pekerjaan sebagai nelayan hanya dianggap sebagai salah satu dari kategori mata pencaharian di bidang perikanan, tentunya harus dimasukkan juga mereka yang berdagang, buruh yang mempunyai pekerjaan sambilan sebagai nelayan, pegawai atau pensiunan pegawai negeri yang diantaranya ada juga yang berdagang atau berusaha di bidang perikanan sebagai usaha sambilan. Di samping itu, usaha perikanan masih melibatkan banyak lagi anggota keluarga di desa terutama anggota keluarga dari mereka yang tercatat nelayan sebagai mata pencahariannya. Peranan kepala rumah tangga yang harus menghidupi keluarganya dipegang oleh ayah atau suami, yang bekerja sebagai nelayan atau pekerjaan yang paling langsung di bidang usaha perikanan. Bila ekonomi keluarga tidak begitu kuat atau kurang dari kebutuhan keluarga, isterinya membantu bekerja sebagai pedagang ikan, baik di pasar sebagai pedagang ikan panggang eceran, atau sebagai pedagang ikan borongan pada para pedagang besar. Kaum wanita juga membantu keluarga dengan bekerja sebagai buruh perusahaan ubur-ubur, pembersih udang pada pedagang udang, pedagang ikan asin atau pembuat jarring ikan di rumah mereka masing-masing. Sedangkan anak-anak laki-laki atau perempuan baik bersekolah atau tidak, terlebih lagi bila orang tua mereka kurang mampu juga mempunyai peranan ekonomis dalam keluarga. Mereka digolongkan sebagai alang-alang, yaitu rombongan menguntit nelayan yang berusaha mendapatkan ikan tanpa harus membeli. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Hal tersebut juga terjadi pada masyarakat nelayan tradisional yang ada di Desa Sei Nagalawan, yang memiliki strategi berbeda yang dilakukan yakni, dengan adanya mata pencaharian tambahan lain yang dilakukan oleh nelayan dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Mereka menyadari bahwa mata pencaharian sebagai nelayan tidak akan dapat untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan untuk menambah penghasilan dengan cara menjadi petani, isteri mereka bekerja sebagai penganyam tikar, dan anak-anak juga ikut membantu dengan bekerja di luar sektor perikanan yaitu sebagai buruh atau karyawan pabrik. Strategi tersebut mereka lakukan karena adanya lahan pendukung berupa tanah kosong yang tidak terawat dan dapat dimanfaatkan, sehingga hasilnya pun dapat dijual ataupun dikonsumsi sendiri. Walaupun pengetahuan mereka dalam bertani masih sangat terbatas dibandingkan dengan mata pencaharian pokok sebagai nelayan tradisional. Walaupun demikian mereka tetap menyadari bahwa diri mereka tetap sebagai nelayan karena petani hanya sebagai strategi yang dilakukan untuk meningkatkan kebutuhan ekonomi dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Berkenaan dengan uraian tersebut maka pentinglah kiranya mengkaji berbagai strategi yang dilakukan nelayan dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Hal tersebut dapat mengungkapkan kehidupan ekonomi nelayan tradisional yang sesungguhnya dan upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi atau mencukupi kebutuhan hidupnya. Dengan hal tersebut nelayan dapat bertahan maupun meningkatkan ekonomi keluarga, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup lainnya.
1.2. Peumusan Masalah. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka permasalahan yang diajukan adalah sejauhmana mata pencaharian lain di luar menangkap ikan (nelayan) menambah ekonomi keluarga nelayan tradisional yang ada di Desa Sei Nagalawan ? Permasalahan ini diuraikan ke dalam 4 (empat) pertanyaan penelitian yaitu: 1. Bagaimana kehidupan ekonomi nelayan sebelum memiliki mata pencaharian lain ? 2. Apa saja yang dilakukan nelayan sebagai bentuk strategi dalam meningkatkan ekonomi keluarga ? 3. Berapa besar pendapatan sebagai nelayan tradisional yang diperoleh dari mata pencaharian lain ? 4. Apakah hasil dari strategi yang mereka lakukan meningkatkan atau hanya mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari ?
1.3. Lokasi Penelitian. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga) Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai. Hal ini didasari kekhasan nelayan tradisional desa tersebut yang melakukan berbagai hal sebagai suatu strategi dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Kekhasan tersebut dimungkinkan karena adanya sumber-sumber ekonomi lain seperti adanya lahan pendukung, maupun sistem pengetahuan yang dapat menyiasati berbagai kesulitan ekonomi.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai bentuk strategi nelayan di Desa Sei Nagalawan dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Di dalam ini juga tercakup tentang sistem pengetahuan dan kondisi alam maupun kondisi lingkungannya. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah wawasan ke ilmuan khususnya Antropologi, dalam memahami kehidupan nelayan dan strategi yang dilakukannya. Secara praktis, dapat memberi masukan bagi pihak yang berkepentingan dalam membuat kebijakan tentang nelayan sebagai suatu bentuk pembangunan kehidupan nelayan 1
1.5. Tinjauan Pustaka. Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolam maupun permukaan perairan. Perairan yang menjadi daerah aktifitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut. Di negara-negara berkembang seperti di Asia Tenggara atau di Afrika masih banyak nelayan yang menggunakan peralatan yang sederhana dalam menangkap ikan. Nelayan di negara-negara maju biasanya menggunakan peralatan modern dan kapal yang besar dilengkapi teknologi canggih •. Nelayan merupakan salah satu masyarakat marginal yang seringkali tersisih dari akomodasi kebijakan pemerintah. Problema yang dihadapi masyarakat nelayan sangatlah kompleks mulai dari yang bermuara pada minimnya penghasilan mereka. Seperti halnya
•
Sumberelektronik, 27 juli 2008 “Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia” http://id.wikipwdia.org/wiki/nelayan. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
masyarakat petani dan buruh (proletar), masyarakat nelayan pun tercekik jerat kemiskinan yang menyerupai lingkaran setan •. Nelayan juga merupakan salah satu mata pencaharian yang dimiliki oleh masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan di wilayah pesisir pantai guna untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, dan merupakan sebagian kelompok dari masyarakat yang ikut terkena dampak krisis ekonomi dan secara umum masyarakat miskin. Emerson (dlm Mubyarto, 1986:160) menyatakan bahwa keluarga nelayan umumnya lebih miskin dari keluarga petani atau pengrajin, menurutnya keluarga nelayan sudah dikenal miskin walaupun tidak terjadi krisis ekonomi. Jika dibandingkan dengan daerah sawah berpengairan maka di daerah pantai dengan mata pencaharian pokok sebagai nelayan, kemiskinan nelayan lebih nyata, tingkat kepadatan penduduk lebih tinggi dan peluang untuk bekerja di sektor perikanan lebih terbatas mereka dihadapkan pada kesulitan lapangan kerja. Orang yang bekerja biasanya dikelompokkan menjadi 2 (dua) yakni pekerja primer dan pekerja skunder. Pekerja primer adalah pekerja yang bekerja dengan segala kemapanan gaji yang cukup dan lingkungan kerja yang baik. Sedangkan pekerja skunder adalah pekerja yang marginal atau kelas pinggiran. Mereka bekerja dengan keadaan yang tidak menentu dan dengan gaji dan jangka waktu penerimaan yang tidak tertentu pula. Belum lagi lingkungan serta kondisi kerja yang kurang baik, kelompok kerja inilah yang kemudian disebut dengan pekerja sektor informal. Pada zaman dahulu dalam kehidupan rumah tangga pria bekerja di sektor public dan wanita bekerja di sektor domestic, akan tetapi seiring perkembangan zaman, dan •
Sumber elektronik, 27 Juli 2008 “Pemberdayaan Masyarakat Nelayan” http://www.walhi.or.id/kedai/masy_buk/.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
semakin mendesaknya tuntutan kebutuhan, wanita tidak hanya memerankan peran tradisional sebagai seorang isteri, tetapi juga memerankan dwi peran yaitu seorang isteri dan sekaligus pencari nafkah (Hubeis, 1992:101). Sementara itu dalam skripsi Tarida Herawati E.S (1997:6) menyatakan bahwa wanita dalam berbagai perkembangan masyarakat telah memberikan sumbangan yang besar dalam perekonomian rumah tangga. Pada masyarakat yang mengalami proses industrialisasi, kebutuhan hidup semakin meningkat, terutama dalam masyarakat kalangan bawah penghasilan suami sering tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga. Seperti yang dinyatakan oleh Warner (dalam Susanto, 1986:85) bahwa sumber pendapatan menentukan status seosial seseorang. Sehubungan dengan ini dijelaskan bahwa bukan jumlah uangnya yang menentukan yang diterima dari sumber tersebut, melainkan status yang dinikmati oleh sumbernya sendiri. Hal ini berarti pekerjaan seseorang memiliki nilai tersendiri yang berbeda dengan pekerjaan orang lain, misalnya pekerjaan di sektor informal dinilai mempunyai prestise yang lebih tinggi dibandingkan pekerjaan di sektor formal. Sehingga dengan sendirinya orang yang bekerja di sektor formal umumnya memiliki status sosial yang lebih tinggi dari pada orang yang bekerja di sektor informal. Setiap pekerjaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat juga berdasarkan pada pengetahuan yang mereka miliki, dan telah menjadi bagian dari kebudayaan mereka dan hal tersebut telah terjadi pada masyarakat nelayan tradisional yang ada di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga) Kec. Perbaungan Kab Serdang Bedagai dalam meningkatkan ekonomi keluarga mereka mampu menambah mata pencaharian lain dari nelayan yaitu
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
sebagai petani, penganyam tikar dan juga sebagai buruh pabrik dengan sistem pengetahuan yang mereka miliki. Mata pencaharian sebagai nelayan lebih banyak tergantung kepada perkembangan teknologi, kecuali alat-alat untuk menangkap ikan seperti berbagai macam kail, tombak ikan (harpun), jala dan perangkap ikan. Nelayan juga membutuhkan perahu dengan segala peralatannya untuk melaju dan mengendalikannya. Di samping pengetahuan mengenai ciri-ciri sdan cara hidup dari berbagai macam jenis ikan, nelayan harus mempunyai suatu pengetahuan yang lebih teliti mengenai sifat-sifat laut, angin, dan arusarusnya (Koentjaraningrat, 1972:34). Berbagai pengetahuan yang dimiliki oleh nelayan tersebut merupakan bagian dari kebudayaan yang mereka miliki. Manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, sementara itu pendukung kebudayaan adalah makhluk manusia itu sendiri. Sekalipun makhluk manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan kepada keturunannya, demikian seterusnya. Koentjaraningrat (dalam Poerwanto, 2005:52) mendefenisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Sama halnya dengan Linton (dalam Keesing, 1981:68) yang menyatakan kebudayaan juga merupakan keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola prilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu. Kebudayaan sebagai sebuah konsep yang menyatu dalam kehidupan manusia selalu berhubungan dengan kebutuhan hidupnya. Kebudayan juga merupakan sistem pengetahuan atau sistem gagasan yang berfungsi menjadi blue print bagi sikap dan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
prilaku manusia sebagai anggota atau warga dari kesatuan sosialnya, tumbuh, berkembang dan berubah sesuai dengan kebutuhan hidup manusia. Secara sederhana Malinowski (dalam Sjairin, 2002:1-2) menyatakan bahwa kebutuhan hidup manusia itu dapat di bagi pada tiga kategori besar yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan biologis, sosial dan psikologis. Kebutuhan manusia itu dipenuhi dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada dalam lingkungan dan menjadi energi bagi kelangsungan hidupnya. Kebutuhan seorang individu beragam dan bertingkat-tingkat, sehingga usaha-usaha pemenuhan kebutuhan antara satu individu lainnya dapat berbeda. Dengan demikian pola pemanfaatan terhadap sumber daya yang ada antara individu yang satu dengan yang lainnya akan beragam pula. Dalam rangka mewujudkan proses tersebut, maka yang dibutuhkan adalah kemampuan
untuk
melakukan
identifikasi
sumber
daya,
memanfaatkan
dan
mengelolanya dengan baik. Dengan demikian, berdasarkan pandangan tersebut, identifikasi sumber daya merupakan salah satu langkah yang strategis dalam proses pembangunan masyarakat. Oleh sebab itu, identifikasi sumber daya juga dapat berfungsi untuk mengangkat sumber daya yang masih terpendam ke atas permukaan realitas sosial, sehingga dapat segera dimanfaatkan dalam rangka peningkatan taraf hidup (Soetomo, 2006:20). Hal tersebut telah terjadi pada masyarakat nelayan tradisional yang terdapat di Desa Sei Nagalawan, yang melakukan berbagai cara maupun strategi untuk meningkatkan ekonomi keluarga dan untuk meningkatkan taraf hidup dengan adanya
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
penammbahan mata pencaharian yang nantinya diharapkan dapat mencukupi semua kebutuhan hidup.
1.6. Metode penelitian. 1.6.1. Tipe penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci tentang strategi yang dilakukan nelayan tradisional dalam meningkatkan ekonomi keluarga yang terjadi di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga) Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai. Alasan pemilihan lokasi di Desa Sei Nagalawan karena adanya lahan pendukung yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Sei Nagalawan sebagai mata pencaharian tambahan sebagai petani. Di samping itu, tidak adanya peran pemerintah dalam membantu masyarakatnya untuk meningkatkan maupun mengembangkan sumber daya alam yang ada di Desa Sei Nagalawan, sehingga para nelayan tradisional berusaha untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomian mereka dengan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki.
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data Data dapat dibagi atas 2 (dua) kelompok yaitu data primer dan data skunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari lapangan, sedangkan data skunder merupakan data yang diperoleh dari buku, jurnal, studi kepustakaan dll. Data primer di peroleh melalui observasi dan wawancara mendalam. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Observasi yang dilakukan adalah observasi non partisipasi yang dilakukan oleh seorang peneliti tanpa harus ikut terlibat di dalam kehidupan masyarakat yang diteliti. Observasi non partisipasi dilakukan untuk mengamati tentang : • Kondisi rumah. • Kondisi jalan. • Kondisi lingkungan maupun kondisi alam • Aktifitas yang dilakukan oleh para nelayan tradisional dalam kehidupan seharihari, mulai dari melaut, bertani, menganyam tikar dan lain sebagainya. Observasi yang dilakukan dilengkapi dengan kamera photo untuk mengabadikan hal-hal yang tidak terobservasi di lapangan. Di samping itu, hasil photo yang dilakukan dapat dijadikan sebagai penegasan data yang diperoleh di lapangan. Wawancara mendalam yang dilakukan dipandu pedoman wawancara. Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan pangkal, informan kunci dan informan biasa. Informan pangkal merupakan informan awal yang dijumpai yang dianggap dapat membantu peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi informan pangkal adalah Kepala Desa di Desa Sei Nagalawan. Informan kunci merupakan informan yang memiliki pengetahuan yang luas tentang masalah yang sedang di teliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah tokoh adapt dan tokoh masyarakat dari kalangan nelayan. Sedangkan yang menjadi informan biasa adalah masyarakat nelayan lainnya yang memiliki mata pencaharian lain selain sebagai nelayan tradisional. Jumlah informan kunci dan informn biasa ditentukan sesuai dengan kebutuhan data yang akan diperoleh.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan pangkal untuk memperoleh data mengenai sejarah desa dan data-data penduduk. Wawancara mendalam yang di tujukan kepada informan kunci untuk memperoleh informasi tentang : 1. Persoalan mendasar yang menyebabkan terjadinya kemiskinan nelayan. 2. Fasilitas yang diberikan pemerintah kepada masyarakat di Desa Sei Nagalawan. 3. Program-program yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada di Desa Sei Nagalawan Sedangkan wawancara mendalam yang dilakukan pada informan biasa di;lakukan untuk memperoleh informasi tentang: 1. Besarnya pendapatan dan pengeluaran sebagai nelayan tradisional. 2. Kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh nelayan dalam kehidupan sehari-hari 3. Hal-hal yang dilakukan nelayan sebagai bentuk strategi dalam meningkatkan ekonomi keluarga. 4. Pendapatan yang diperoleh dari mata pencaharian tambahan. 5. Strategi yang mereka lakukan hasilnya meningkatkan atau mencukupi kebutuhan sehari-hari. 6. Tanggapan mereka atas perubahan tersebut.
1.6.3. Analisa Data. Analisa data merupakan sebuah pengkajian di dalam data yang mencakup prilaku objek, atau pengetahuan yang teridentifikasi. Beberapa hal yang dilakukan dalam analisa data yaitu: pemilihan, pemilahan, kategorisasi dan evaluasi data. Data yang diperoleh tersebut dianalisis menggunakan teknik analisis domain. Teknik analisis domain Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
digunakan untuk menganalisis gambaran objek penelitian secara umum, namun relatif utuh tentang objek penelitian. Artinya analisis hasil penelitian ini hanya ditargetkan untuk memperoleh gambaran seutuhnya dari strategi nelayan tradisional dalam meningkatkan ekonomi keluarga yang terjadi di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga) Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai. Didalamnya termasuk analisis mengenai strategi dan adanya penambahan mata pencaharian lain yang mereka lakukan untuk meningkatkan ekonomi keluarga.
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1. Sejarah, Letak dan Kondisi Geografis. Desa Sei Nagalawan sudah berdiri sekitar tahun 1800, yakni pada saat terjadi migrasi suku bangsa Banjar yang berasal dari Pulau Kalimantan menuju Pulau Sumatera. Migrasi yang mereka lakukan bermula pada daerah Langkat Sumatera Utara dengan tujuan membuat atap sebuah bangsal di Perkebunan Langkat. Seiring berjalannya waktu, suku bangsa Banjar tersebut mulai bertambah. Oleh karena itu, mereka meminggir sampai ke daerah Perbaungan. Akibat migrasi tersebut sebahagian suku bangsa Banjar ini menempati daerah Nagalawan. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Pada awalnya daerah ini terdiri dari 2 (dua) desa yakni Desa Sei Nipah dan Desa Nagalawan. Namun, pada masa Penghulu Saman yang memerintah desa pada sekitar tahun 1949, nama desa ini diganti menjadi Desa Sei Nagalawan, yang terdiri dari 3 (tiga) dusun sampai sekarang. Posisi desa yang terletak pada dataran rendah yakni yang berjarak dari laut sekitar 3-4 km. daerah persawahan yang membentang di sekitar desa ini. Pantai yang dekat dengan desa secara alamiah menyebabkan masyarakat memanfaatkan potensi alam yang ada dengan melaut guna untuk memenuhi kebutuhan hidup. Desa Sei Nagalawan adalah salah satu desa dari 41 desa yang ada di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Sei Nagalawan mempunyai luas wilayah 871 Ha, yang terbagi atas 3 (tiga) dusun yang wilayahnya memiliki batas-batas yakni: -
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka,
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lubuk Bayas,
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Teluk Mengkudu, dan
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pantai Cermin.
Letak Desa Sei Nagalawan adalah 7º 50´ LU 9º 21´ LU dan 97º 18´ BT-98º 42´ BT. Secara geografis jarak Desa Sei Nagalawan ± 14 km dari Kecamatan. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa dan beberapa tokoh masyarakat yang mengetahui tentang sejarah Desa Sei Nagalawan, bahwa kepemimpinan Kepala Desa di Desa Sei Nagalawan ini telah berganti sebanyak 8 (delapan) kali, yakni: Tabel 1. Kepemimpinan Kepala Desa No 1 2
Nama Suman Muhammad
Tahun 1940-1952 1952-1957
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
3 Tuganal 4 Siab 5 Tuganal 6 Umar 7 Ishaq 8 Sahrum Sumber: Data Desember 2007 Diolah Dari Data Kepala Desa
1957-1971 1971-1972 1972-1987 1987-2006 Januari 2006-Juli 2006 Agustus 2006-Sekarang
Pada masa kepemimpinan Bapak Umar yakni sekitar tahun 2000, Pemerintah Desa Sei Nagalawan memiliki program kerja guna peningkatan kapasitas dan kegiatan menganyam tikar purun. Program tersebut dilakukan dengan membuat pengelompokkan para pengrajin, sehingga lebih memudahkan dalam hal koordinasi terhadap kebutuhan yang mereka butuhkan, serta dalam hal pendatangan bahan baku yakni tanaman purun yang ada pada saat itu mulai sulit ditemukan. Namun, program kerja tersebut tidak berlangsung lama. Hanya bertahan sampai akhir masa kepemimpinan kepala Desa Umar. Sampai saat ini, Kepala Desa yang menjabat tidak memiliki program kerja yang dapat meningkatkan kapasitas dan kegiatan menganyam. Menurut pengakuan dari Kepala Desa Sahrum faktor yang menghambat tidak berjalannya lagi program kerja Kepala Desa Umar disebabkan mulai sulitnya mendapatkan bahan baku yakni tanaman purun, sehingga jika ada maka tersedia dengan harga tinggi. Oleh karena itu, yang menjadi pengrajin saat ini hanyalah beberapa orang pengrajin saja yang memiliki cukup modal. Kondisi jalan menuju Desa Sei Nagalawan dari simpang Sei Buluh sangat buruk. Tanah dan bebatuan yang apabila hujan akan becek dan licin. Perjalanan dari Simpang Sei Buluh ke Desa Sei Nagalawan sekitar 10 km. mereka sudah meminta kepada Pemerintah Daerah untuk memperbaiki jalan, namun sampai sekarang tidak ada tanggapan dari Pemerintah daerah. Walaupun dengan kondisi jalan mereka yang seperti Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
itu, mereka tidak pernah berputus asa untuk menjalankan aktivitas mereka baik sebagai nelayan, pengnyam tikar bagi para isteri nelayan, buruh dan petani.
Kondisi alam dan lingkungan di Desa Sei Nagalawan terawat dengan baik, mulai dari kondisi pantai sebagai tempat pariwisata, lahan persawahan, mangrove dan tanaman lain. Begitu juga dengan kondisi desa ataupun kondisi lingkungannya yang terlihat sangat bersih. Mereka sangat mengutamakan kebersihan agar kesehatan selalu terjaga. Namun, sumber daya alam tersebut mereka kelola sendiri karena ketidak pedulian Pemerintah Daerah terhadap sumber daya alam yang ada di Desa Sei Nagalawan begitu juga dengan masyarakatnya. Lain halnya dengan hutan mangrove yang tidak terawat dan tumbuh liar di sepanjang perjalanan menuju Desa Sei Nagalawan, adapun yang terawat hanya sekitar 2 (dua) Ha itupun mereka kelola sendiri dengan baik, setelah selebihnya mereka jadikan sebagai lahan persawahan guna untuk meningkatkan ekonomi keluarga yang hasilnya pun cukup menguntungkan bagi masyarakat desa Sei Nagalawan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Kondisi lingkungan di Desa Sei Nagalawan terlihat begitu sejuk dan bersih, yang sangat dirawat oleh masyarakat setempat karena bagi mereka kebersihan harus tetap terjaga agar dapat terhindar dari segala macam penyakit.
2.2. Kependudukan.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Jumlah penduduk di Desa Sei Nagalawan adalah 2438 jiwa pada tahun 2007, yang terdiri dari 600 kepala keluarga dan tersebar ke dalam 3 (tiga) dusun yang ada. Adapun persebaran penduduk menurut dusun dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Setiap Dusun No 1 2 3
Dusun Dusun I Dusun II Dusun III Total Sumber: Data Desember 2007
Jumlah Penduduk (Jiwa) 905 741 792 2438
% 37,1 30,3 32,4 100
Diolah Dari Data Kepala Desa
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang terbanyak adalah penduduk yang terdapat di dusun I (satu) dengan jumlah penduduk 905 jiwa, karena letaknya berdekatan dengan kantor Kecamatan yang juga dekat dengan kota, sehingga memudahkan masyarakat di dusun I (satu) dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat di dusun II (dua) dan di dusun III (tiga) dengan jumlah penduduk 741 dan 792 jiwa. Hal ini disebabkan karena letak kedua dusun tersebut di pedalaman yang jauh dari fasilitas kota, sehingga menyulitkan mereka untuk melakukan aktifitasnya.Di dusun III inilah pengrajin tikar anyaman paling banyak berdomisili serta melakukan aktifitas sebagai pengrajin dan juga yang paling banyak memiliki mata pencaharian tambahan lain yaitu sebagai petani. Posisi desa yang terletak di dataran rendah sehingga membuat tanah-tanah yang ada di desa ini berpasir dengan kondisi rumah-rumah permanen/beton yang di tempati Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
oleh penduduk yang memiliki tingkat ekonomi lebih tinggi dibandingkan yang lain. Persawahan yang membentang mengelilingi daerah ini, serta perladangan yang di tanami tanaman purun (Pandanus Furcatus). Namun, daerah rawa ini sudah mulai jarang ditemukan, hal ini disebabkan terlalu banyak binatang-binatang yang berasal dari daerah rawa yang merusak tanaman di sawah, sehingga daerah rawa mulai jarang di tanami tanaman purun. Daerah yang sebelumnya banyak di tanami tanaman purun, mangrove dan sawit, sekarang dijadikan lahan persawahan karena banyak dari penduduk setempat memiliki mata pencaharian lain di samping nelayan dan menganyam tikar guna untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Bangunan-bangunan bersejarah yang menandakan identitas daerah/suku bangsa tidak tampak di desa ini, hanya beberapa bangunan saja yang terdapat di Desa Sei Nagalawan dusun 3 (tiga) yakni: bangunan sekolah, tempat ibadah, serta kantor pemerintahan desa yang dalam kesehariannya sangat jarang di tempati oleh aparat pemerintah desa. Namun, bahasa yang mereka gunakan masih menandakan logat suku bangsa Banjar yang kental. Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Umur No 1 2 3 4 5 6
Golongan Umur 0-5 tahun 6-12 tahun 13-16 tahun 17-20 tahun 21-59 tahun 60 tahun ke atas Jumlah Sumber: Data Desember 2007 Diolah Dari Data Kepala Desa
Jumlah (Jiwa) 327 359 230 213 1177 138 2438
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak yaitu pada kelompok umur 21-59 tahun yaitu sebanyak 1177 jiwa, sedangkan yang paling sedikit adalah kelompok umur 60 tahun ke atas yaitu 132 jiwa. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa usia kerja yang paling banyak yaitu pada usia kerja 21-59 tahun. ini berarti bahwa masyarakat di Desa Sei Nagalawan hanya memanfaatkan sumber daya alam yang ada di Desa Sei Nagalawan saja yaitu sebagai nelayan dan tidak ada peluang untuk bekerja di luar Desa Nagalawan. Jumlah penduduk berdasarkan suku bangsa dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dusun Melayu Batak Karo Mandailing Banten Banjar Jawa Minang Tionghoa Aceh Total Sumber: Data Desember 2007 Diolah Dari Data Kepala Desa
Angka (Jiwa) 616 205 18 43 20 1092 373 31 8 32 2438
% 25,2 8,4 0,7 1,8 0,8 44,8 15,3 1,3 0,3 1,3 100
Dari daftar tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk yang tinggal di desa ini adalah keturunan suku bangsa Banjar yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan tradisional yang berjumlah 1092 jiwa. suku bangsa Melayu pada peringkat ke dua yakni berjumlah 616 jiwa, sedangkan suku bangsa Jawa terbanyak ke tiga yang Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
berjumlah 362 jiwa. Batak merupakan suku bangsa terbanyak ke empat yang berjumlah 202 jiwa, Mandailing 43 jiwa, Karo 18 jiwa, Banten 20 jiwa dan Tionghoa merupakan minoritas suku yang berjumlah 8 jiwa. Suku bangsa Batak yang ada di Desa Sei Nagalawan mereka memiliki mata pencaharian yang juga sebagai nelayan, tetapi sebagian dari mereka memiliki mata pencaharian sebagai toke ataupun rentenir yang memberikan pinjaman kepada masyarakat lain yang tinggal di Desa Sei Nagalawan. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan SD Angka (jiwa) 1 I 97 2 II 116 3 III 124 Jumlah 337 Sumber: Data Desember 2007 Diolah Dari Data Kepala Desa No
Dusun
% 59,1 70,3 71,6
SLTP Angka (jiwa) 43 33 32 108
% 26,2 2,0 18,4
SLTA D1-D3 Angka Angka (jiwa) % (jiwa) % 21 12,8 3 1,8 16 9,6 17 9,8 54 3
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan formal sangat minim, apabila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan dari penduduk Desa Sei Nagalawan, dan dapat dilihat dari keseluruhan jumlah tingkat pendidikan yang rata-rata hanya mengenyam pendidikan hanya tingkat SD (sekolah dasar) saja denjan jumlah 337 jiwa. hal tersebut disebabkan karena keterbatasan ekonomi yang dimiliki, sehingga banyak dari penduduk Desa Sei Nagalawan yang tidak bersekolah. Sangat kecilnya jumlah angka tingkat pendidikan di desa ini menyebabkan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
masih banyaknya penduduk desa yang masih buta huruf terutama dikalangan penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Sebahagian penduduk yang lain hanya sampai batas dapat membaca dan menulis, selebihnya mereka tidak terlalu mempersoalkan akan pentingnya pendidikan, yang berdampak langsung pada aktifitas-aktifitas lainnya. Terutama aktifitas ekonomi yang sangat minim dalam hal membantu perekonomian keluarga guna untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara itu, adapun yang mengenyam pendidikan di tingkat SLTP, SLTA bahkan ada yang sampai tingkat ke perguruan tinggi, tetapi hanya mengambil tingkat D1-D3. Hal tersebut mereka lakukan hanya bagi keluarga yang memiliki perekonomian yang jauh dari kemiskinan dan biasanya anak dari para toke ataupun anak dari para aparat desa. Namun, walaupun demikian dalam hal bertani mereka memiliki pengetahun yang sangat baik selain mata pencaharian sebagai nelayan yang mereka dapatkan melalui proses belajar. Hal tersebut menyebabkan para nelayan tradisional tidak pernah untuk berputus asa guna untuk meningkatkan perekonomian mereka. Jumlah penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian Mata Pencaharian Karyawan Wiraswasta Jasa Petani
I Angka (jiwa) 55 37 24 138
% 16,3 11,0 7,1 41
Dusun II Angka (jiwa) % 25 10,9 49 21,4 6 2,6 126 55
III Angka (jiwa) 22 34 18 48
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
% 11,8 18,3 9,7 25,9
Buruh 72 Nelayan 2 Pengrajin 8 Jumlah 336 Sumber: Data Desember 2007 Diolah Dari Data Kepala Desa.
21,4 0,6 2,4 100
8 10 5 229
3,5 4,4 2,2 100
3 5 55 185
1,6 2,7 29,7 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penyebaran mata pencaharian penduduk Desa Sei Nagalawan yang memiliki mayoritas mata pencaharian sebagai petani, nelayan dan pengrajin yang tersebar di ketiga dusun tersebut. Mata pencaharian yang minim tampak pada tabel di atas, yakni mayoritas penduduk banyak bekerja pada sektor informal. Tampak langsung pada pola kehidupan masyarakat Desa Sei Nagalawan yang sangat sederhana. Hal tersebut juga disebabkan oleh keterbatasan sistem pengetahuan yang dimiliki, sehingga menyulitkan mereka untuk bekerja di luar dari sektor perikanan dan pertanian. Namun, walaupun dengan demikian mata pencaharian yang dimiliki oleh masyarakat tradisional di Desa Sei Nagalawan, mampu membuat mereka untuk bertahan hidup sampai sekarang ini. Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
No 1 2 3
Dusun
I II III Jumlah Sumber: Data Desember 2007 Diolah Dari Data Kepala Desa
Islam Angka (jiwa) % 703 560 590 1853
28,8 22,9 24,2
Katholik Angka (jiwa) % 53 25 78
2,1 1,0
Protestan Angka (jiwa) % 149 181 177 507
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
6,1 7,4 7,2
Tampak jelas pada tabel bahwasannya agama Islam merupakan agama mayoritas penduduk yang mendiami di Desa Sei Nagalawan tersebut. Agama Kristen Protestan menduduki peringkat ke dua terbanyak, setelah itu terdapat agama Kristen Katolik. Namun, pada kenyataannya mereka dapat hidup secara membaur tanpa hadirnya konflik yang berbau agama. Saling berbaur dan hormat menghormati antara sesama pemeluk agama di desa ini, tampak langsung pada saat perayaan hari besar keagamaan. Pada saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW serta perayaan Hari Raya Idul Fitri serta Natal. Pada waktu tersebut antara sesama pemeluk agama biasanya mereka saling mengundang antara sesama pemeluk agama untuk saling mengunjungi rumah mereka masing-masing. Kelompok mayoritas dan minoritas berdasarkan agama yang dianut tidak berpengaruh terhadap perlakuan dalam pembangunan desa. Rumah-rumah ibadah berdiri tegak walaupun dengan jumlah bangunan fisik yang tidak selalu ramai ditangani pemeluk agama masing-masing guna menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa sistem kekeluargaan yang mereka miliki cukup erat dan tidak pernah terjadi konflik antar sesama pemeluk agama, jika pun terjadi konflik mereka selalu melakukan musyawarah untuk mencari solusi dan berakhir dengan baik.
2.3. Sistem Mata Pencaharian Masyarakat di Desa Sei Nagalawan. Mata pencaharian merupakan suatu aktifitas usaha yang dilakukan oleh kebanyakan orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada banyak bentuk yang dilakukan oleh orang sebagai mata pencahariannya. Lingkungan dimana tempat mereka tinggal juga memberikan pengaruh yang cukup besar mengenai karakteristik mata Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
pencaharian yang dijalankan oleh mereka, seperti pada daerah pedesaan dimana umumnya mereka hidup dengan mengandalkan hasil agraris seperti bertani dan juga memanfaatkan sumber daya alam yang ada di lingkungannya seperti nelayan yang memanfaatkan laut untuk mencari ikan guna untuk kebutuhan hidupnya. Sistem mata pencaharian tradisional merupakan berbagai macam sistem ekonomi yang hanya terbatas pada sistem-sistem yang bersifat tradisional saja, terutama dalam rangka perhatian terhadap kebudayaan sesuatu suku bangsa secara holistik. Menurut Koentjaraningrat (1972:32) menyebutkan adanya Berbagai sistem mata pencaharian, antara lain: a. berburu dan meramu b. perikanan c. bercocok tanam di lading d. bercocok tanam menetap e. peternakan, dan f. perdagangan. Sistem mata pencaharian hidup masyarakat di Desa Sei Nagalawan umumnya adalah sebagai nelayan tradisional yang memanfaatkan sumber daya alam yang ada di Desa Sei Nagalawan khususnya pantai yang mereka jadikan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti yang dikatakan oleh Koentjaraningrat (1972:33) di samping berburu dan meramu, mencari ikan juga merupakan suatu mata pencaharian hidup makhluk manusia yang amat tua. Manusia zaman purba yang kebetulan hidup di dekat sungai, danau atau laut, pokoknya yang di dekat air telah mempergunakan sumber alam itu untuk keperluan hidupnya. Waktu manusia mengenal bercocok tanam, mencari Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
ikan sering dilakukan sebagai mata pencaharian tambahan. Sebaliknya, masyarakat nelayan yang mencari ikan sebagai mata pencaharian hidupnya yang utama, di samping itu toh juga bertani atau berkebun. Di Desa Sei Nagalawan terdapat program kerja yang dilakukan oleh Kepala Desa guna untuk meningkatkan sistem mata pencaharian hidup masyarakat Desa Sei Nagalawan khususnya dalam mengembangkan pusat kerajinan tangan, yaitu menganyam tikar purun yang merupakan salah satu mata pencaharian lain yang dilakukan oleh para isteri nelayan. Program kerja tersebut juga dilakukan untuk peningkatan kapasitas dan kegiatan menganyam tikar purun dengan membuat pengelompokkan para pengrajin sehingga lebih memudahkan dalam hal koordinasi terhadap kebutuhan yang mereka butuhkan serta dalam hal pendatangan bahan baku yakni tanaman purun yang sudah mulai sulit untuk ditemukan. Namun, program kerja tersebut tidak berlangsung lama dan hanya mampu bertahan pada masa kepemimpinan Kepala Desa Umar saja. Sementara itu, Kepala Desa yang menjabat sekarang ini tidak memiliki program kerja yang dapat meningkatkan sistem mata pencaharian hidup di Desa Sei Nagalawan khususnya dalam menganyam tikar purun yang disebabkan karena mulai sulitnya mendapatkan bahan baku yaitu tanaman purun, kalaupun ada harganya juga akan menjadi mahal. Oleh karena itu, yang menjadi pengrajin anyaman tikar purun adalah beberapa orang saja itu pun bagi mereka yang memiliki cukup modal untuk membeli bahan bakunya. Dengan tidak adanya program kerja yang dilakukan oleh Kepala Desa Sei Nagalawan guna untuk meningkatkan sistem mata pencaharian hidup mereka, masyarakat desa tersebut berusaha untuk mengembangkan sendiri sistem mata pencahariannya dengan sistem pengetahuan yang dimiliki, meskipun pengetahuan yang mereka miliki Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
cukup terbatas. Akan tetapi, mereka tetap terus untuk mempertahankan kerajinan tangan yang dimiliki yang merupakan peninggalan dari nenek moyang. Sampai sekarang ini pun mereka mampu mengembangkan anyaman tikar purun dan juga melaut tanpa ada peran maupun bantuan dari Pemerintah Daerah khusunya dari Kepala Desa Sei Nagalawan.
2.4. Sarana Fisik. Sarana fisik merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam kehisupan bermasyarakat. Sarana fisik merupakan sarana umum yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk melakukan aktifitas sehari-hari, khususnya yang berhubungan dengan kepentingan umum. Di Desa Sei Nagalawan yang meliputi 3 (tiga) dusun Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai terdapat sarana-sarana fisik yaitu antara lain: a. sarana kesehatan b. sarana pendidikan c. sarana ibadah d. sarana transportasi e. sarana hiburan, dan f. sarana perdagangan
2.4.1. Sarana Kesehatan Di Desa Sei Nagalawan terdapat 1 (satu) sarana kesehatan, sarana kesehatan tersebut berupa balai pengobatan yang biasanya ditangani oleh bidan. Saran kesehatan tersebut yang selalu dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mengobati segala macam penyakit mereka yang letaknya di dusun I dengan jarak ± 2 km dari Desa Sei Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Nagalawan. Sarana kesehatan tersebut juga sellu dikunjungi oleh masyarakat setempat jika mereka mengalami keluhan-keluhan seperti demam, batuk serta flu. Jika balai pengobatan tersebut tidak mampu menangani penyakit mereka yang tergolong cukup parah maka akan disarankan untuk dibawa ke rumah sakit yang letaknya di Perbaungan dengan jarak tempuh ± 11 km dengan perjalanan 1 jam.
2.4.2. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan di Desa Sei Nagalawan masih sedikit.
Hal tersebut
dikarenakan jarak yang mereka tempuh cukup jauh yang memerlukan alat transportasi. Di samping itu, karena keterbatasan ekonomi yang dimiliki oleh masyarakat Desa Sei Nagalawan, sehingga banyak diantara mereka yang tidak mampu untuk membayar pendidikannya bahkan ada yang tidak bersekolah sama sekali yang mengakibatkan perekonomian mereka tidak pernah maju karena masyarakat yang tinggal di Desa Sei Nagalawan masih banyak yang buta huruf. Oleh karena itu, sarana pendidikan yang terdapat di Desa Sei Nagalawan masih sangat sedikit. Dengan demikian, pemerintah hanya dapat membantu melalui pembangunan sekolah untuk memudahkan masyarakat di Desa Sei Nagalawan agar dapat bersekolah tanpa membayar biaya apapun, tetapi tanpa menyediakan fasilitas yang lengkap bagi anak-anak di Desa Sei Nagalawan.
2.4.3. Sarana Ibadah Tabel 8. Jumlah Sarana Ibadah No 1 2
Dusun I II
Mesjid 1 1
Mushollah 1 1
Gereja 1 1
Jumlah 3 3
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
3 III 1 Sumber: Data Desember 2007 Di Olah Dari Data Kepala Desa
1
2
4
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah sarana ibadah yang terdapat di Desa Sei Nagalawan yakni dusun 3 (tiga) adalah 4 (empat) buah bangunan yang terdiri dari 1 (satu) mesjid, 1 (satu) mushollah dan 2 (dua) gereja. Namun, walaupun demikian mereka tetap menjalankan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Jumlah sarana ibadah yang terdapat di Desa Sei Nagalawan memang tidak banyak, karena biaya yang mereka butuhkan untuk membangun sarana ibadah tidaklah ada. Di samping itu, pemerintah tidak pernah tahu dengan kondisi masyarakatnya, apalagi dengan kebutuhan-kebutuhan fisik yang diperlukan oleh masyarakat di Desa Sei Nagalawan.
2.4.4. Sarana Transportasi Sarana transportasi yang terdapat di Desa Sei Nagalawan berupa alat angkutan umum (angkot), becak mesin dan ojek. Perjalanan menuju Desa Sei Nagalawan ± 45 menit dengan jarak tempuh 8 km dari simpang Sei Buluh. Dari simpang Sei Buluh menuju Desa Sei Nagalawan menggunakan becak mesin ataupun ojek dengan tarif Rp 5.000;00/orang. Sementara itu, sarana transportasi yang digunakan oleh masyarakat di Desa Sei Nagalawan adalah berupa sepeda motor karena sebahagian masyarakat di desa ini memiliki kendaraan sendiri untuk melakukan aktivitas mereka masing-masing.
2.4.5. Sarana Hiburan dan Komunikasi
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Sarana hiburan yang terdapat di Desa Sei Nagalawan berupa Tv dan Radio dan Handphone sebagai alat komunikasi yang hampir semua penduduk desa memiliki sarana tersebut. Selain itu, jika ada pesta perkawinan tidak lagi menggunakan musik tradisional yang mereka tampilkan tetapi sudah menggunakan keyboard, dan jika ada kemalangan mereka hanya melakukan semacam perkumpulan seperti kenduri bagi yang beragama islam. Sarana hiburan tersebut sudah berlangsung lama tanpa ada membeda-bedakan suku diantara mereka. Sarana hiburan lain yang mereka miliki adalah pantai, karena lokasi tempat tinggal mereka yang juga dijadikan sebagai tempat wisata bagi mereka yang jika pada hari libur selalu ramai dikunjungi tidak hanya dari desa tersebut saja tetapi juga dari luar tempat tinggal mereka.
2.4.6. Sarana Perdagangan Sarana perdagangan yang mereka miliki hanya berupa kedai/toko kelontong yang bentuknya juga sangat sederhana dan itu merupakan milik pribadi. Kedai/toko kecil tersebut menjual makanan, minuman, rokok, sandal, obat-obatan dan juga sayur-sayuran seadanya. Sarana perdagangan tersebut mereka buat karena jarak pasar dengan tempat tinggal mereka sangat jauh yang disebut dengan Pasar Bengkel yang juga menjual segala jenis kebutuhan mereka.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
BAB III KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA SEI NAGALAWAN
Masyarakat di Desa Sei Nagalawan khususnya nelayan tradisional, memiliki permasalahan ekonomi yang benar-benar sulit dihadapi sebelum mereka memiliki penambahan mata pencaharian hidup. Kehidupan yang dihadapi para nelayan di mulai dari kurangnya alat tangkap, perahu yang digunakan masih sangat tradisional adapun yang menggunakan perahu motor namun, sangat sulit mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM), dan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki sehingga menyulitkan mereka untuk bekerja di sektor formal. Hal tersebut yang membuat perekonomian mereka semakin menurun yang berdampak pada sulitnya nelayan dalam memenuhi kebutuhan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
hidup keluarga. Hal tersebut dapat digambarkan melalui kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat desa Sei Nagalawan. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sangat dikenal dengan istilah bangsa yang majemuk. Demikianlah istilah yang masih selalu terdengar dan masih di dengungdengungkan oleh masyarakat Indonesia sendiri, masyarakat yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama, ras dan berbagai budaya. Keanekaragaman suku di Indonesia sendiri seperti dua sisi mata uang yang berlainan. Terkadang menjadi sebuah polemic yang menimbulkan sebuah konflik ataupun sesuatu hal yang menjadi sumber kreatifitas serta tradisi yang harus selalu di jalankan dan di lestarikan guna tetap terjaganya originalitas (keaslian) budaya Indonesia sendiri, yang pada dasarnya sebagai actor utama adalah para penganut kebudayaan tersebut. Di Desa Sei nagalawan sendiri merupakan salah satu desa dari 41 desa yang ada di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Desa ini merupakan desa yang memiliki suku mayoritas suku bangsa Banjar yang berasal dari Kalimantan Selatan, yang telah mendiami daerah ini sejak masa Kolonial Belanda. Nenek moyang suku bangsa Banjar sendiri melakukan proses perpindahan tempat tinggal atau yang lebih dikenal dengan istilah migrasi dari Kalimantan Selatan sebagai daerah asal menuju Pulau Sumatera dan tepatnya di Desa Sei Nagalawan. Proses tempat tinggal yang dilakukan suku bangsa Banjar yang ada di Kalimantan Selatan menuju desa Sei Nagalawan membawa sebuah bentuk kebudayaan (in hand) suku bangsa banjar yakni aktifitas sebagai nelayan dan menganyam tikar. Aktifitas tersebut sudah dilakukan oleh nenek moyang mereka pada masa Kolonial Belanda yang pertama
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
sekali menginjakkan kakinya di Desa ini dan terus melanjutkan kebudayaan asal mereka hingga berujung pada peningkatan pendapatan keluarga. Kehidupan sosial masyarakat yang penuh dengan suasana religi yang sangat kental, tersirat pada berdiri kokohnya sebuah Surau/Mushollah yang selalu ramai di kunjungi umat muslim penduduk daerah ini untuk beribadah serta dijadikan tempat dalam memperingati hari-hari besar umat Islam yang telah menjadi tradisi di Desa ini. Suasana kekeluargaan dan etnis yang kental tampak dari keseluruhan penduduk desa Sei Nagalawan yang mana satu sama lain masih saling mengenal, bertutur sapa dengan baik serta suku bangsa Banjar yang mayoritas mendiami daerah ini dengan logat Banjar yang masih tetap terjaga. Kehidupan sosial yang cukup mengesankan karena pada dasarnya kondisi geografis yang cukup jauh dari Ibukota Propinsi yaitu Medan yang cukup sesak. Namun, dari sektor pendidikan daerah ini cukup banyak tertinggal baik dari segi infrastruktur maupun secara structural. Hal ini tampak pada pendidikan yang telah disajikan bahwa masih banyaknya jumlah penduduk yang memiliki tingkat pendidikan hanya sampai pada Sekolah Dasar (SD) saja, bahkan banyak pula dari penduduk desa Nagalawan ini yang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan (buta huruf). Apabila dibandingkan jumlah penduduk desa Sei Nagalawan secara keseluruhan, tentunya persentase penduduk yang mengenyam pendidikan pada tingkat perguruan tinggi yakni dengan jumlah terbatas, hanya sampai pada tingkat Diploma. Penduduk yang sama sekali tidak mengenyam pendidikan mayoritas adalah penduduk yang berumur lanjut usia serta para orang tua (generasi tua).
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Sedangkan generasi muda masih banyak yang bersekolah, walaupun harus menempuh jarak yang cukup jauh dari desa mereka, karena apabila mengharapkan infra struktur pendidikan di Desa Sei Nagalawan tentunya tidak memadai. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya perhatian pemerintah dalam memberikan pendidikan yang layak bagi masyarakatnya. Namun, tidak semua dari penduduk desa yang tidak memiliki pendidikan, karena bagi mereka pendidikan juga merupakan hal yang penting dalam menambah ilmu pengetahuan.
Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan. SD SLTP SMA D1-D3 Jumlah NO Dusun Angka Angka Angka Angka Angka % (jiwa) % (jiwa) % (jiwa) % (jiwa) % (jiwa) 1 I 96 59,1 43 26,2 21 12,8 3 1,8 164 32,6 2 II 116 70,3 33 2,0 16 9,6 165 32,8 3 III 124 71,6 32 18,4 17 9,8 173 34,4 Total 502 100 Sumber: Data Desember 2007 Diolah dari data kepala Desa dan survei langsung.
Minimalitas infra struktur pendidikan tampak langsung pada segi kualitas dan kuantitas yakni bangunan-bangunan sekolah yang sangat sederhana dan kurang memadai dengan jumlah bangunan sekolah yang dapat dihitung dengan jari tangan. Hal ini cukup memiliki efek langsung yang negatif terhadap pola piker masyarakat di Desa ini yang pada umumnya bersifat tertutup (eksklusif). Lebih jelas terlihat pada aktifitas ekonomi yang dilakoni penduduk di Desa ini yang lebih banyak terlibat pada sektor informal apabila dibandingkan dengan sektor formal. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 10. Jumlah Bangunan Sekolah. No Dusun Taman kanak-kanak 1 I 2 II 3 III 1 Sumber: Data Desember 2007 Diolah Dari Data Kepala Desa.
SD 1 1
3.1. Sistem Kekerabatan Pada Masyarakat di Desa Sei Nagalawan. Sistem kekerabatan adalah bentuk awal dari organisasi manusia sebelum berkembang menjadi organisasi sosial, politik dan internasional. Kekerabatan didasarkan ikatan perkawinan, dari perkawinan anak cucu lalu organisasi manusia makin luas dan didasarkan kepada pertalian darah dalam kelompok yang lebih besar. Kekerabatan dan pertalian darah berkembang menjadi suku (clan) dan suku bangsa yang kemudian suku bangsa didasarkan kepada persamaan kebudayaan (Paz, 1997:7). Sistem kekerabatan pada masyarakat di Desa Sei Nagalawan bersifat parental yang mengambil garis keturunan baik dari ayah maupun dari ibu, tetapi sistem kekerabatan tersebut sudah tidak berlaku lagi bagi mereka. Sistem kekerabatan ini sudah berlangsung sejak lama, yang menyebabkan masyarakat di Desa Sei Nagalawan menjadi keluarga yang luas yang tidak hanya terdiri dari satu suku bangsa saja. Namun, dalam sistem perkawinan, mereka tidak mewajibkan keturunan-keturunan nya harus menikah dengan satu suku bangsa saja yang mayoritas dari mereka ber suku bangsa Banjar. Bagi
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
mereka semua suku itu sama, asalkan mereka itu seiman karena kesemua dari masyarakat yang tinggal di Desa Sei Nagalawan beragama Islam. Sistem kekerabatan yang terjalin pada masyarakat di Desa Sei Nagalawan berdasarkan pada sistem kekeluargaan. Oleh karena itu, setiap mengambil keputusan baik dalam hal apapun keluarga mempunyai peranan yang sangat penting khususnya dalam hal perkawinan anak-anak mereka. Perkawinan pada masyarakat di Desa Sei Nagalawan, jika sudah menikah kebanyakan dari mereka menikah dengan perempuan atau laki-laki di luar wilayahnya. Namun, kebanyakan perempuan di Desa Sei Nagalawan yang selalu mendapatkan jodohnya di luar dari suku dari suku bangsa Banjar, yakni bersuku bangsa Jawa dan setelah menikah tinggal di Desa Sei Nagalawan. Oleh karena itu, masyarakat yang tinggal di Desa tersebut masih mempunyai hubungan persaudaraan. Walaupun demikian, dalam sistem perekonomian mereka tidak pernah menyangkut pautkan hubungan kekerabatan dengan sistem mata pencahariannya. Misalnya saja, dalam kepemilikan sawah ataupun lahan pertanian, jika saudara mereka memiliki lahan kosong yang tidak terpakai ataupun tidak dikelola, merek meminjamkan lahan tersebut untuk dikelola kepada sanak saudara yang tidak memiliki lahan pertanian, dengan imbalan membayar uang sewa sebesar Rp 5000;00/hari dan jika sudah panen hasilnya dibagi dua. Pertanian bagi mereka hanyalah sebagai mata pencaharian tambahan. Mata pencaharian utama mereka adalah sebagai nelayan. Para nelayan di Desa Sei Nagalawan juga masih memiliki hubungan persaudaraan, tetapi dalam hal ekonomi mereka juga tidak pernah memandang hubungan tersebut. Dalam hal kepemilikan alat tangkap, jika ada nelayan yang tidak memiliki alat tangkap dapat meminjamnya kepada para toke dengan catatan hasil tangkapan tersebut dari melaut juga dibagi dua, mau tidak Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
mau demi untuk kelangsungan hidup keluarga nelayan tersebut, mereka menyanggupinya meskipun hubungan antara nelayan dan toke tersebut masih ada hubungan saudara dari hasil perkawinan. Walaupun demikian, mereka tidak pernah mengeluh dan tidak pernah merasa dirugikan oleh para toke yang juga dianggap sebagai pemilik modal, karena bagi mereka pekerjaan adalah pekerjaan yang tidak boleh dikaitkan dengan sistem kekerabatan. Hal tersebutlah yang membuat sistem kekerabatan yang terjalin selama ini tidak pernah terjadi konflik, jika pun terjadi konflik selalu dapat menyelesaikannya dengan jalan kekeluargaan atau musyawarah.
3.2. Hubungan Sosial Pada Masyarakat Desa Sei Nagalawan. Manusia sebagai makhluk sosial harus dapat mempergunakan pikiran, perasaan dan kehendak agar dapat menyesuaikan diri serta berhadapan dengan lingkungan hidupnya. Untuk itu ia harus berhubungan dengan individu lain, baik di dalam keluarga maupun dengan kelompoknya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan individu atau antara individu dengan kelompok yang menyangkut hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi dan juga mempunyai kesadaran untuk menimbulkan sikap tolong menolong sesame manusia. Dengan demikian hubungan sosial merupakan hubungan antara dua individu atau lebih yang melibatkan sikap, nilai maupun harapan di dalam mencapai kebutuhan sehari-hari. Hubungan sosial pada masyarakat di Desa Sei Ngalawan terjadi berdasarkan pada sistem kekerabatan yang juga berdasarkan pada sistem kekluargaan. Sistem kekerabatan yang terjalin selama ini membuat hubungan sosial mereka bertambah erat dan sangat mengutamakan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya, seperti: nilai gotong royong dan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
rasa tolong menolong yang sangat tinggi pada diri, meskipun tidak semua masyarakat di Desa sei Nagalawan bersuku bangsa Banjar. Sebagai nelayan tradisional, di antara mereka tidak pernah terjadi konflik dan sangat senang menjalani hidupnya yang kebanyakan
masyarakat yang tinggal di Desa Sei Nagalawan bermata pencaharian
sebagai nelayan tradisional. Hubungan sosial yang terjalin di antara mereka juga didasarkan pada hubungan kerja sama dalam meningkatkan dan mengembangkan desa. Meskipun, kepala desa mereka tidak pernah ikut membantu dalam mengembangkan desa dan tidak pernah tahu bagaimana kondisi dari masyarakatnya. Hal ini juga mengakibatkan masyarakat di Desa Sei Nagalawan untuk bekerja sama saling membantu guna untuk mengembangkan dan merawat desa agar dapat bertahan guna untuk kelangsungan hidup di masa yang akan datang. Adanya hubungan sosial yang terjalin pada masyarakat di Desa Sei Nagalawan membuat hubungan mereka menjadi sangat erat, meskipun kehidupan yang dijalani penuh dengan kesulitan khususnya dalam hal pemenuhan kebuuhan keluarga. Seperti yang diketahui kehidupan nelayan sangat diidentikkan dengan kemiskinan. Namun, walaupun demikian mereka tidak pernah berputus asa untuk terus dapat bertahan hidup dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di Desa Sei Nagalawan, dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di desa ini. Dengan adanya usaha mereka untuk terus dapat bertahan hidup membuat hubungan sosial yang terjalin semakin kuat. Mereka sadar hubungan yang terjalin selama ini memberikan manfaat yang cukup besar bagi kelangsungan hidup keluarga para nelayan tradisional. Manfaat tersebut dapat berupa hubungan yang bersifat timbal-balik, Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
yang kesemuanya itu hanya mereka dapatkan melalui hubungan sosial. Oleh karena itu, dalam menjalin suatu hubungan masyarakat di Desa Sei Nagalawan, tidak pernah memandang status maupun derajatnya. Hubungan sosial yang terjalin pada masyarakat desa Sei Nagalawan juga termasuk pada hubungan antara keluarga yaitu hubungan antara suami dengan isteri, hubungan antara orang tua dengan anak dan hubungan antara anak dengan anak. Hubungan sosial yang terjalin antara suami dan isteri termasuk dalm hubungan yang bersifat ekonomis, mulai dari adanya sistem pembagian kerja dan mengurus anak khususnya dalam pendidikan. Adanya hubungan antara suami dan isteri dalam pembagian kerja melibatkan hubungan kerja sama sehingga membuat adanya hubungan yang harmonis dan saling pengertian antara mereka. Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak juga menimbulkan hubungan saling keterbukaan di antara mereka khususnya dalam pendidikan, dimana keluarga nelayan tidak memaksakan anaknya untuk memiliki pendidikan yang tinggi, karena kelak anak-anak dari para nelayan tradisional akan meneruskan pekerjaan orang tuanya yaitu sebagai nelayan. Sementara hubungan antara anak itu sendiri juga saling ada pengertian, dan tidak pernah mengeluhkan kondisi perekonomiannya yang selalu berada pada garis kemiskinan. Oleh karena itu, sang anak tetap berusaha agar kehidupan keluarganya dapat lebih baik dengan jalan mencari kehidupan yang lebih layak lagi dengan mengadu nasib ke kota.
3.3. Nelayan Sebagai Mata Pencaharian Hidup.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Nelayan merupakan mata pencaharian utama yang dilakoni oleh penduduk desa nagalawan. Kegiatan melaut dilakoni dengan peralatan melaut yang sangat sederhana dan masih sangat tradisional serta dengan bantuan pinjaman modal dari seorang toke, kemudian hasil yang didapatkan di jual dengan harga murah untuk menggantikan pinjaman. Apabila dibandingkan dengan harga penjualan toke, dengansegenap resiko di tanggung nelayan. Pekerjaan sebagai nelayan tidak hanya dilakukan oleh kepala keluarga ataupun yang disebut sebagai suami (ayah) tetapi anak-anak mereka juga ikut berperan dan membantu orangtuanya dalam melaut meskipun pengetahuan yang mereka miliki masih sangat terbatas. Sementara isteri mereka juga ikut membantu dalam memenuhi kebutuhan keluarga yaitu sebagai penganyam tikar purun yang sudah mereka lakukan sejak lama. Hasil yang mereka peroleh dari menganyam tikar purun sangat
membantu
perekonomianmereka selain dapat dijual juga dapat mereka konsumsi sendiri, begitu juga dengan nelayan hasilnya pun juga dapat dijadikan sebagai makanan pokok bagi mereka. Nelayan juga merupakan salah satu mata pencaharian yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir yang hidupnya hanya tergantung kepada alam, musim banyaknya hasil tangkapan, peralatan yang mereka gunakan seperti sampan, jaring serta sistem pengetahuan yang mereka miliki tentang cara mereka melaut. Hal tersebut juga terjadi dikarenakan sulitnya bagi mereka mengentaskan kemiskinan yang mereka hadapi ditambah dengan ketidakpedulian pemerintah daerah dengan kehidupan masyarakatnya. Menurut R. Firth (dalam Kusnadi, 2000:29-31) yang menyatakan bahwa kemiskinan nelayan paling tidak di cirikan oleh 5 (lima) karakteristik, yaitu: Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
1. Pendapatan nelayan bersifat harian (daily increments) dan jumlahnya sulit ditentukan. Selain itu, pendapatannya juga sangat tergantung pada musim dan status nelayan itu sendiri. Dengan pendapatan yang bersifat harian, tidak dapat ditentukan, dan sangat bergantung kepada musim (khususnya nelayan pandega) sangat sulit dalam merencanakan penggunaan pendapatannya. Pendapatan yang mereka peroleh menutupi kebutuhan keluarga sehari-hari, bahkan sering tidak mencukupi kebutuhan tersebut. 2. Dilihat dari pendidikannya, tingkat pendidikan nelayan atau anak-anak nelayan pada umumnya rendah. Kondisi demikian mempersulit mereka dalam memiliki atau memperoleh pekerjaan lain, selain meneruskan pekerjaan orang tuanya sebagai nelayan. Sementara itu, anak-anak nelayan yang berhasil mencapai pendidikan tinggi, maupun sarjana perikanan, enggan berprofesi sebagai nelayan, karena menganggap profesi nelayan sebagai lambing ketidakmampuan. 3. Dihubungkan dengan sifat produksi yang dihasilkan nelayan, maka nelayan lebih banyak berhubungan dengan ekonomi tukar menukar karena produk tersebut bukan merupakan makanan pokok. 4. Bidang perikanan membutuhkan investasi cukup besar dan cenderung mengandung resiko yang besar dibandingkan sektor usaha lain. Oleh karena itu, nelayan cenderung menggunakan armada dan peralatan tangkap yang sederhana. 5. kehidupan nelayan yang masih miskin juga diliputi oleh kerentanan, misalnya di tunjukkan oleh terbatasnya anggota keluarga yang secara langsung dapat ikut dalam kegiatan produksi dan ketergantungan nelayan yang sangat besar pada satu mata pencaharian, yaitu menangkap ikan. Keluarga nelayan memiliki kebiasaan tidak mengikutsertakan perempuan dan anak-anak dalam penangkapan ikan. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Selain kelima kondisi internal seperti tersebut di atas, kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti makin terbatasnya sumber daya laut yang bisa di manfaatkan nelayan, persaingan yang semakin intensif, irama musim, mekanisme pasar, keadaan infrastruktur pelabuhan, dan kebijakan pengentasan kemiskinan nelayan yang kurang tepat. Sementara itu, manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material baik kebutuhan penting maupun tidak penting sesuai dengan kemampuan mereka. Kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar (basic needs) merupakan kebutuhan yang sangat penting, guna kelangsungan hidup manusia baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu (makan, perumahan, pakaian, transportasi, kesehatan serta pendidkan). Adanya seperangkat kebutuhan yang harus di penuhi manusia demi kelangsungan hidupnya mendorong untuk bekerja sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidup (Mulyanto, 1982:2). Dalam ekonomi kota kalau orang tidak memperoleh penghasilan cukup mereka tidak akan dapat menciptakan permintaan akan barang dan jasa. Mereka tidak dapat memenuhi kebutuhannya yang paling pokok dan tidak dapat mempergunakan penghasilannya untuk mengarahkan produksi barang yang di perlukan. Sebaliknya, barang-barang mewah diproduksi atau diimpor bagi mereka yang berduit untuk menciptakan permintaan yang efektif di pasaran. Kalau permintaan akan barang dan jasa yang dinyatakan dari mayoritas penduduk, maka peekonomian secara otomatis telah diarahkan pada tujuan yang salah. Oleh karena itu kebijaksanaan pertumbuhan ekonomi cenderung untuk mengabaikan permintaan golongan miskin baik di kota maupun di pedesaan dan cenderung Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
menimbulkan ketimpangan-ketimpangan yang makin meningkat dalam pendapatan khususnya pada nelayan tradisional yang merupakan mata pencaharian pokok bagi mereka.
Dari gambar di atas dapat dilihat aktifitas nelayan tradisional setelah melaut dengan hanya menggunakan peralatan tradisionalnya yang berupa perahu dan jaring. Walaupun demikian, hasil tangkapan yang diperoleh cukup banyak dan hasilnya langsung dijual kepada toke dengan pendapatan yang juga cukup untuk dimanfaatkan guna untuk memenuhi kebutuhan keluarga nelayan sehari-hari. Tidak hanya kaum lakilaki yang menjadi nelayan tetapi, pekerjaan sebagai nelayan juga dilakoni oleh kaum perempuan di samping mereka menganyam tikar purun dan hasil tangakapannya pun sama banyaknya dengan hasil tangkapan yang diperoleh oleh kaum laki-laki. Hal tersebut lah yang membuat masyarakat di Desa Sei Nagalawan mampu untuk bertahan hidup karena adanya sistem pembagian kerja antara suami dengan isteri. Dari gambar di atas juga menggambarkan kegigihan seorang perempuan dalam membantu suaminya demi mendapatkan pendapatan yang lebih agar kebutuhan hidup mereka dapat terpenuhi.
3.3.1. Alat Penangkap Utama yang Digunakan.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Alat penangkap utama yang dilakukan nelayan dapat menunjukkan tingkat ekonomi rumah tangga tersebut. Pada dasarnya penggunaan alat penangkap utama di daerah Sumatera Utara dapat dirinci dari berbagai jenis alat penagkap. Alat penangkap ikan tersebut dikelompokkan atas 5 (lima) jenis yaitu: 1. Pukat Kantong yang terdiri dari
: a. Payung b. Dogot c. Pukat Pantai
2. Jaring Insang yang terdiri dari
: a. Jaring insang hanyut b. Jaring lingkar c. Jaring klitik d. Jaring insang tetap e. Trammel net
3. Pukat Cincin (Purse Seine) 4. Pancing yang terdiri dari
: a. Rawai tuna b. Rawai hanyut selain rawai tuna c. Rawai tetap d. Huhate e. Pancing tenda f. Pancing lainnya.
5. Lainnya yakni: jenis alat penangkap yang tidak termasuk jenis alat kelompok satu sampai ke lima seperti jaring angkat, perangkap dan sebagainya. Dari berbagai jenis alat tangkap tersebut di atas umumnya alat penangkap utama yang digunakan adalah Jaring Insang yang sesuai dengan alat penagkap yang utama, Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
penggunaan kapal atau perahu yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan lebih dominant dengan perahu tak bermotor ( ?, 1991:15-16). Sama halnya dengan nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan, alat tangkap yang digunakan dalam menangkap ikan juga masih menggunakan jaring dan perahu tak bermotor. Adapun yang menggunakan perahu bermotor itu hanya sedikit diketahui. Meskipun, alat tangkap yang digunakan masih sangat sederhana (tradisional). Namun, tangkapan ikan yang dihasilkan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sebagai makanan pokok. Selain itu, hasil tangkapannya pun dapat dijual dan uang yang diperoleh dari hasil penjualan dapat dimanfaatkan untuk membeli kebutuhan keluarga nelayan sehari-hari Adapun keinginan dari para nelayan tradisional untuk memiliki alat penangkapan ikan yang modern guna untuk meningkatkan hasil tangkapan Tetapi, mereka juga menyadari bahwa hal tersebut membutuhkan modal yang cukup banyak untuk mendapatkannya. Penggunaan alat tangkap modern juga dapat merusak sumber daya laut yang akan berakibat pada punahnya ikan-ikan yang selama ini menjadi sumber kehidupan bagi mereka. Oleh karena itu, banyak dari para nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan yang hanya menggunakan perahu tak bermotor. Berdasarkan hasil wawancara kepada para nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan, mereka lebih senang menangkap ikan dengan menggunakan perahu dan jaring, meskipun peralatan yang dimiliki dalam melaut masih sangat sederhana (tradisional) Meskipun, ikan hasil tangkapan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Walaupun demikian ada keinginan para nelayan tersebut untuk memiliki jenis alat tangkap yang modern dan juga ingin memiliki perahu bermotor agar dapat Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
memperoleh ikan hasil tangkapan yang lebih banyak, karena selain untuk dikonsumsi sendiri juga dapat dijual.
3.3.2. Jam Kerja. Para nelayan di Desa Sei Nagalawan biasanya sudah pergi ke laut sejak pagi hari sekita pukul 04.00 WIB, para ibu rumah tangga yang ikut bekerja membantu suami juga pergi meninggalkan rumah sejak pagi seperti ke sawah, adapun para ibu-ibu rumah tangga yang juga tinggal di rumah biasanya mereka menganyam tikar purun. Menjelang saat zhuhur sekitar pukul 11.00 WIB para ibu rumah tangga yang ikut bekerja membantu suami, kembali ke rumah untuk menyiapkan makan siang dan mencuci pakaian. Umumnya para kepala keluarga dan atau laki-laki dewasa yang bekerja sebagai petani juga pulang ke rumah untuk shalat zhuhur, makan dan istirahat. Lain halnya dengan nelayan, sebagian nelayan pulang sekitar pukul 11.00-12.00 WIB, tetapi ada pula yang pulang sore hari sekitar pukul 15.00 WIB. Setelah beristirahat, nelayan di Desa Sei Nagalawan biasanya pergi ke kedai (warung) sambil meminum kopi dan masing-masing dari mereka menceritakan pengalamannya saat melaut.
3.3.3. Kebutuhan Keluarga Nelayan. Seperti diketahui strategi pembangunan di negara sedang berkembang masih berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi atau growth oriented strategy. Strategi tersebut memusatkan pada investasi modal luar negeri yang cukup besar di dalam satu atau beberapa sektor seperti industri dan pertambangan, sedangkan pemerintah mengarahkan modalnya pada sektor pedesaan (Evers dalam Mulyanto, 1982:1) Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Bantuan luar negeri memang berhasil meningkatkan ekonomi negara sedang berkembang tetapi jurang kemiskinan diantara golongan penduduk tetap melebar. Beratus juta penduduk hidup dalam tepi batas kehidupan yang layak tanpa jaminan untuk memenuhi kebutuhan utamanya seperti pangan, sandang dan papan, juga kesehatan dan pendidikan bagi anaknya. Ada yang membedakan antara kebutuhan primer dengan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang paling utama untuk dapat mempertahankan hidup seperti makan, minum, pakaian dan perumahan, sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang diperlukan guna melengkapi kebutuhan primer, seperti alat-alat dan perabot. Menurut Dr. Thee Kian We (dalam Mulyanto, 1982:2) mendefenisikan kebutuhan pokok sebagai suatu paket barang dan jasa yang oleh masyarakat dianggap perlu tersedia bagi setiap orang. Kebutuhan ini merupakan tingkat minimum yang dapat dinikmati oleh seseorang. Hal ini berarti bahwa kebutuhan pokok berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lain. Jadi kebutuhan pokok itu adalah spesifik. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka perlu di kembangkan suatu strategi pembangunan yang lebih efektif dalam menangani kemiskinan dan suatu strategi yang lebih di arahkan pada tujuan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Model kebutuhan dasar sebagai suatu strategi harus mampu memenuhi 5 (lima) sasaran utama, yaitu: 1. Dipenuhinya kebutuhan pangan, sandang, papan, peralatan sederhana dan berbagai kebutuhan yang secara luas di pandang oleh masyarakat yang bersangkutan. 2. Dibukanya kesempatan luas untuk memperoleh berbagai pelayanan umum, seperti pendidikan, kesehatan, air minum, dan pemukiman yang sehat. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
3. Dijaminnya hak untuk memperoleh kesempatan kerja yangproduktif, termasuk menciptakan sendiri, yang memungkinkan adanya balas jasa yang seimbang untuk dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga. 4. Terbinanya prasarana yang memungkinkan produksi barang dan jasa dengan kemampuan untuk menyisihkan tabungan bagi pembiayaan usaha selanjutnya, terutama dalam sektor subsistens. 5. partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan. Munculnya basic human needs dengan 5 (lima) sasaran tersebut disebabkan karena growth-oriented approach yang telah dianggap memberi kemajuan dan pertumbuhan ekonomi dibeberapa negara belum dapat memberi pembagian hasil yang merata diantara golongan penduduk yang ada diberbagai daerah. Hal ini juga tidak terlepas dari berbagai kebudayaan yang memiliki perbedaan masing-masing dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Kebudayaan sebagai sebuah konsep yang menyatu dalam kehidupan manusia selalu berhubungan dengan kebutuhan hidupnya. Kebudayaan yang merupakan seperangkat sistem pengetahuan atau sistem gagasan yang berfungsi menjadi blue print bagi sikap prilaku manusia sebagai anggota atau warga dari kesatuan sosialnya, tumbuh, berkembang dan berubah sesuai dengan kebutuhan hidup manusia. Secara sederhana Malinowski (dalam Syairin, 2002:2) menyatakan bahwa kebutuhan hidup manusia itu dapat di bagi pada tiga kategori besar yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan biologis, sosial dan psikologis. Untuk memenuhi kebutuhan akan makanan dan minuman yang merupakan salah satu dari kebutuhan biologis, manusia terikat dengan gagasan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
makanan yang dapat di konsumsi dan makanan mana pula yang di haramkan untuk di makan. Dari ilustrasi sederhana dapat dilihat bagaimana kebutuhan hidup manusia itu menyatu dengan nilai-nilai masyarakat pendukung kebudayaan itu. Selain pengaruh lingkungan hidup baik yang berwujud lingkungan alam, sosial dan lingkungan buatan, menyatu kuat dalam keputusan-keputusan yang diambil manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya itu. Dari perspektif yang lebih luas, dalam kebutuhan hidupnya manusia itu dapat pula dilihat dari dimensi yang menyangkut kebutuhan manusia sebagai individual, sosial dan moral, dan ketiga dimensi itu selalu kait mengait dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya itu. Kebutuhan ekonomi masyarakat di Desa Sei Nagalawan juga mengarah pada kebutuhan yang bersifat primer (makan, minum, pakaian serta perumahan) dan juga kebutuhan yang bersifat sekunder (alat-alat dan perabot). Selain kebutuhan ekonomi tersebut masyarakat di Desa Sei Nagalawan juga memiliki kebutuhan lain yang lebih penting yaitu kebutuhan nelayan dalam menangkap ikan yang berupa perahu, jaring serta pengetahuan mereka tentang melaut. Kebutuhan ekonomi nelayan sangat tergantung pada pendapatan yang mereka peroleh yang penghasilannya juga tergantung pada sekit atau banyaknya hasil tangkapan yang mereka peroleh. Kebutuhan dalam keluarga juga harus diperhitungkan mulai dari biaya pendidikan anak, listrik, peralatan mandi (sabun, sikat gigi, dan odol), serta kebutuhan dalam membeli peralatan rumah tangga. Untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut isteri para nelayan pun ikut turut membantu bekerja dalam membantu meningkatkan
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
ekonomi keluarga, karena mereka sadar dengan hanya menjadi seorang nelayan tidk akan mampu untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Selain itu, kebutuhan ekonomi nelayan juga mencakup pada kebutuhan membeli umpan, membuat perahu, dan membeli jaring jika alat-alat tersebut yang digunakan untuk melaut sudah tidak dapat dipergunkan lagi. Jika tidak mampu untuk membeli, mereka dapat meminjam alat-alat tersebut kepada toke dengan jaminan hasil tangkapan di bagi dua. Walaupun demikian mau tidak mau para nelayan harus melakukan hal tersebut guna untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Kebutuhan pokok yang dimaksud di sini adalah kebutuhan esensial yang sedapat mungkin harus dipenuhi oleh suatu rumah tangga agar mereka dapat hidup secara wajar. Kebutuhan esensial ini antara lain seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, perawatan pribadi dan rekreasi. Besarnya proporsi pendapatan yang dipergunakan untuk memenuhi masing-masing kebutuhan pokok tersebut tergantung pada tingkat pendapatan suatu masyarakat. Pada masyarakat yang sudah maju, menurut Singarimbun (dalam Mulyanto, 1982:82), “jumlahnya kurang dari 50 persen. Untuk itu nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan berusaha untuk menyeimbangkan pendapatan yang dihasilkan dengan pengeluaran yang dibutuhkan untuk keperluan mereka sehari-hari. Jika mereka tidak pandai dalam mengatur keuangan, maka kebutuhan ekonomi nelayan tidak akan terpenuhi dan akan tetap berada pada garis kemiskinan. Hal tersebut lah yang membuat nelayan tidak pernah berputus asa dalam menjalani profesi mereka sebagai nelayan tradisional, karena walaupun dikatakan miskin tetapi mereka masih tetap mampu untuk bertahan hidup. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
3.4. Hubungan yang Terjalin Atas Mata Pencaharian Sebagai Nelayan. Memiliki mata pencaharian sebagai nelayan tidak terlepas dari hubunganhubungan yang terjalin antara nelayan dengan nelayan, nelayan dengan toke dan sekaligus juga hubungan antara nelayan dengan pemilik modal. Hubungan tersebut dapat di temui pada saat mereka sedang melaut ataupun pada saat para nelayan sedang menjual hasil tangkapannya kepada toke. Samahalnya dengan masyarakat di Desa Sei Nagalawan yang mayoritas mata pencaharian sebagai nelayan tradisional, karena wilayah tempat tinggal mereka yang sangat dekat dengan pantai yang kemudian dimanfaatkan guna untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Masyarakat di Desa Sei Nagalawan memiliki hubungan yang sangat erat dengan nelayan yang lain, dengan toke dan juga dengan pemilik modal, karena tanpa nelayan toke maupun pemilik modal tidak dapat melakukan aktifitas mereka untuk mengembangkan usaha perikanan yang selama ini dijadikan sebagai sumber penghidupan bagi mereka. Adapun hubungan tersebut juga terjalin berdasarkan mata pencaharian nya masing-masing.
3.4.1. Hubungan Nelayan dengan Toke Hubungan yang terjalin antara nelayan dengan toke sangat baik karena mereka sadar bahwa nelayan bagi para toke adalah orang yang memberikan sumber penghasilan. Begitu juga dengan para nelayan bahwa toke bagi mereka adalah orang yang juga memberikan penghasilan guna untuk memenuhi kebutuhan keluarga nelayan sehari-hari. Misalnya saja, pada saat nelayan sedang melaut dan setelah selesai melaut atau selesai menangkap ikan, para nelayan langsung menjual hasil tangkapannya kepada para toke Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
yang sudah menunggu di tepi pantai. Hasil tangkapan mereka bisa beragam mulai dari ikan, udang dan kepiting yang harganya pun juga berbeda-beda, tetapi kebanyakan dari mereka hanya menangkap ikan saja. Setelah menangkap ikan mereka langsung menjualnya kepada toka dengan penghasilan yang juga tidak menentu, minimal Rp 15.000;00/hari. Meskipun pendapatan tersebut tidak mencukupi, tetapi para nelayan sudah sangat senang, terkadang toke juga memberikan tambahan uang kepada para nelayan karena mereka tahu pendapatan tersebut tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Hal tersebutlah yang membuat hubungan yang terjalin antara nelayan dengan toke selalu baik dan tidak pernah terjadi perselisihan maupun konflik. Adapun hubungan yang terjalin antara nelayan dengan toke bersifat hubungan darah namun, walaupun demikian jika bersifat ekonomi mereka tidak pernah memandang dia itu saudara atau tidak. Mereka berusaha untuk bersikap professional agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
3.4.2. Hubungan Antar Sesama Nelayan Selain hubungan yang terjalin antara nelayan dengan toke adapun hubungan yang juga terjalin yaitu hubungan antara sesama nelayan di Desa Sei Nagalawan. Hubungan tersebut juga terjalin dengan baik karena para nelayan tersebut selalu mengutamakan adanya sistem kekeluargaan yang cukup erat diantara mereka. Dalam pergaulan seharihari, baik di dalam keluarga maupun di lingkungan sekitar para nelayan selalu bertingkah laku baik dalam hal berbicara maupun dalam menentukan sikap. Hubungan antara sesama nelayan khususnya pada saat sedang melaut, mereka juga saling membantu apabila ada salah seorang dari nelayan membutuhkan bantuan. Dalam hal kepemilikan alat tangkap Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
juga tidak pernah tidak meminjamkan alat tangkap yang dimiliki kepada nelayan tradisional yang tidak memiliki alat tangkap untuk menangkap ikan. Dalam hal kebersihan lingkungan, jika tidak melaut mereka juga selalu menjaga kebersihan lingkungannya agar jauh dari segala macam penyakit. Oleh karena itu, nelayan tradisional yang ada di Desa Sei Nagalawan selalu dapat bertahan hidup dengan kondisi perekonomian yang sangat memprihatinkan. Namun, hal tersebut tidak pernah membuat hubungan yang terjalin selama ini menjadi rusak hanya karena perekonomian keluarga yang selalu tergolong miskin. Hubungan yang terjalin antara sesama nelayan juga berdasarkan atas dasar rasa kepedulian terhadap sesama nelayan dan juga atas dasar rasa solidaritas yang tinggi yang telah ditanamkan pada diri mereka dan juga kepada keturunan-keturunannya.
3.4.3. Hubungan Nelayan dengan Pemilik Modal Selain hubungan yang terjalin antara nelayan dengan toke, hubungan antara sesama nelayan ada juga hubungan lain yang terjalin atas mata pencaharian sebagai nelayan yaitu hubungan yang terjalin antara nelayan dengan pemilik modal. Bagi para nelayan di Desa Sei Nagalawan pemilik modal merupakan orang yang selalu membantu dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi, khususnya dalam hal perekonomian. Dalam mengatasi kesulitan, mereka selalu meminta bantuan kepada pemilik modal untuk dapat meminjamkan segala keperluan
dalam hal melaut agar dapat menjalankan aktifitas
mereka sehari-hari yaitu sebagai nelayan tradisional. Pemilik modal di sini tidak hanya meminjamkan segala perlengkapan untuk melaut saja tetapi, juga memberikan pinjaman dalam bentuk uang. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Hubungan yang terjalin antara nelayan dengan pemilik modal sangat baik dan tidak pernah terjadi konflik di antara mereka. Hal ini disebabkan hubungan yang terjalin yaitu antara nelayan dengan pemilik modal saling terkait antara satu dengan yang lain dan masing-masing dari mereka saling memberikan keuntungan. Adanya hubungan tersebut membuat para nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan lebih meringankan beban mereka jika diantara nelayan tradisional ada yang tidak memiliki perlengkapan untuk melaut, tetpai tidak semua nelayan tradsisional yang ada di Desa Sei Nagalawan menggantungkan hidupnya kepada pemilik modal. Hubungan tersebut sama halnya dengan hubungan yang bersifat patron-klien. Dalam pola hubungan patron-klien masingmasing pelakunya memiliki peran dan kewajiban sesuai dengan status yang dimiliki, apakah ia sebagai patron atau sebagai klien. Seperti yang dikatakan oleh Selat (1982:2) bahwa ia melihat peranan patron sebagai peranan ganda yaitu peranan sebagai pelindung dan peranan sebagai broker (perantara). Selanjutnya Kenny (1960:7) melihat peranan patron sebagai peranan multi peran, di samping sebagai agen modernisasi dan sebagai pembaharuan sosial dan ekonomi. Tidak semua nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan memiliki perekonomian yang rendah, yang menggantungkan kehidupannya kepada pemilik modal. Pemilik modal tidak begitu saja memberikan bantuan kepada nelayan, tetapi juga harus memberikan keuntungan masing-masing yang berupa hasil tangkapan yang diperoleh sebagian diberikan kepada pemilik modal guna untuk mengganti pinjaman dan tidak harus berupa uang karena pemilik modal juga mengetahui bagaimana kondisi nelayan yang melaut hanya dengan menggunakan peralatan sederhana. Untuk mengganti pinjaman nelayan tidak harus menggantinya dengan uang. Hal ini juga terjadi walaupun hubungan antara Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
nelayan dengan pemilik modal tersebut masih terdapat hubungan saudara kandung. Seperti yang dikatakan oleh Wolf (1965:153) patron sebagai pelindung berperan memberikan perlindungan terhadap pemerasan-pemerasan yang legal dan tidak legal dari pihak yang berkuasa, selain itu patron juga memberikan bantuan ekonomi pada saat ekonomi krisis, menolong saat sakit dan memberikan pinjaman-pinjaman (Selat, 1983:3).
BAB IV STRATEGI NELAYAN TRADISIONAL DALAM MENINGKATKAN EKONOMI KELUARGA
Strategi merupakan upaya ataupun usaha yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang tinggal di suatu wilayah dalam mempertahankan kehidupan mereka dengan memanfaatkan sumber-sumber saya alam yang ada di lingkungannya. Strategi juga mereupakan upaya lain yan dilakukan oleh sekelompok masyarakat dalam mengembangkan usaha yang telah menjadi sumber penghasilan dalam memenuhi Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
kebutuhan sehari-hari. Strategi tersebut mereka lakukan semata-mata sebagai tambahan ataupun peningkatan pendapatan dari mata pencaharian pokok mereka sebelumnya. Sama halnya dengan masyarakat di Desa Sei Nagalawan khususnya nelayan tradisional, dalam meningkatkan perekonomian keluarganya yang mayoritas dari mereka memiliki mata pencaharian sebagai nelayan tradisional memiliki berbagai strategi ataupun mata pencaharian tambahan lain selain menjadi seorang nelayan tradisional.
4.1. Upaya Nelayan dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga. Berbagai upaya ataupun strategi yang
dilakukan dalam meningkatkan
perekonomian nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan yang mereka jadikan sebagai pilihan dari mata pencaharian tambahan, yaitu: a. Bertani b. Menganyam tikar bagi isteri nelayan. dan c. Buruh/karyawan pabrik
4.1.1. Bertani Kehidupan sebagai petani tidak berbeda dengan kehidupan penduduk yang lain. Mereka mempunyai tujuan hidup dan cara agar dapat mempertahankannya. Untuk itu, mereka berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya baik primer maupun sekunder. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya itu mereka berpikir sangat sederhana, dengan kesederhanaan teknologinya (cangkul dan bajak) sekurang-kurangnya mereka bertani untuk makan dan pekerjaan sebagai petani dianggap sebagai suatu cara hidup dan bukanlah sebagai usaha dagang. Ini berarti bahwa kehidupan sebagai petani merupakan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
suatu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup dan bukanlah dianggap sebagai tujuan hidup. Bertani tidak menjadi pedoman atau pun tuntutan mayarakat dan tidak terikat oleh pertimbangan utama berupa keamanan, rasa hormat atau pun rasa religius. Petani yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah petani yang bercocok tanam di lahan basah (sawah). Untuk memberikan pengertian terhadap petani di ambil beberapa konsep tentang petani. Eric Wolf (dalam Landsberger dan Alexandra, 1981:10) menganggap petani adalah penduduk yang secara eksistensial terlibat dalam bercocok tanam di lading maupun di sawah dan membuat keputusan yang otonom tentang proses bercocok tanam. Kategori itu dengan demikian mencakup penggarapan atau penerimaan bagi hasil maupun pemilik-penggarap selama mereka ini berada pada posisi pembuat keputusan yang relevan tentang bagaimana pertumbuhan tanaman mereka. Redfield (1982:6-25) menganggap petani adalah rakyat pedesaan yang hidup dari pertanian dengan teknologi lama, tetapi merasakan diri bagian bawah dari suatu kebudayaan yang besar, dengan suatu bagian kebudayaan atas yang dianggap lebih halus dan beradab dalam masyarakat kota, sedangkan mengenai sistem pertanian sawah Geertz (1983:11-30) mengatakan persawahan itu adalah suatu cara yang cerdik untuk mengeksploitasi habitat dengan pertanian, dimana orang tidak dapat sepenuhnya menyandarkan diri pada proses tanah dan diperlukan cara lain untuk mengubah energi alami menjadi bahan makan. Setiap bentuk p[ertanian menurutnya merupakan usaha untuk mengubah ekosistem tertentu sehingga, dapat menaikkan arus energi kepada manusia. Pembicaraan mengenai sawah berarti mencakup kebutuhan sendiri, disatu pihak dan dipihak lain sampai kepada soal demografi, setengah pengangguran dan penilaian moral dalam hubungan dengan usaha gotong royong. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Sementara itu, mata pencaharian sebagai petani bagi nelayan tradisional di Desa Sei Ngalawana merupakan mata pencaharian tambahan guna untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Mata pencaharian tersebut dilakukan karena adanya lahan pendukung yang tersedia dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada di lingkungannya. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Ahmad (57 tahun) yang merupakan salah seorang nelayan tradisional. Awal mulanya ia hanya sebagai nelayan tradisional, tetapi karena kebutuhan keluarga yang semakin meningkat ia semakin sadar bahwasannya pekerjaan sebagai nelayan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap bapak Ahmad ia mengatakan:
“ uang yang saya hasilkan dari melaut enggak cukup untuk kebutuhan keluarga, makanya karena ada sawah kosong yang enggak ada pemiliknya, ya dimanfaatkan toh hasilnya dapat untuk kami, kalaupun enggak dijual, ya untuk makan sendiri”.
Dalam membagi waktu biasanya bapak Ahmad mulai melaut dari pukul 05.00 pagi sampai pada pukul 12.00 siang, sementara itu isterinya sudah berada di sawah sekitar pukul 10.00 pagi. Stelah melaut Pak Ahmad langsung pergi ke sawah untuk menggantikan isterinya dalam mengolah sawah mereka. Setelah itu, isterinya kembali ke rumah untuk menyiapkan makanan untuk anak dan suaminya yang masih berada di sawah. Biasanya Pak Ahmad di sawah hingga pukul 05.00-06.00 sore, yang kemudian ia kembali ke rumah untuk berkumpul bersama kelaurga, begitulah aktifitas yang dilakukan oleh Pak Ahmad setiap harinya tanpa mengenal lelah. Lain halnya dengan nelayan tradisional yang tidak memiliki lahan pertanian untuk dijadikan sebagai mata pencaharian tambahan, mereka hanya memanfaatkan pendapatan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
yang dihasilkan dari melaut. Namun, bagi Pak Ramli ia tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut, karena baginya salah satu dari bagian keluarganya memiliki lahan persawahan kosong yang tidak terawat, yang kemudian diberikan kepercayaan kepada Pak Ramli untuk mengolahnya dan dengan senang hati ia menerima kebaikan dari saudaranya tersebut. Seperti pernyataannya berikut ini:
“ senang rasanya saya diberi lahan oleh saudara saya yang kebetulan orang berada. Oleh sebab itu, saya diberikan kepercayaan untuk mengolah sawahnya, tetapi bukan dikasih gitu aja, melainkan dipinjamkan lahan yang kalau panen hasilnya itu dibagi dua. Tapi ya enggak apa-apa yang penting kebutuhan kelaurga saya dapat terpenuhi”
Pak Ramli juga merupakan salah seorang nelayan tradisional yang memiliki seorang isteri dan tiga orang anak. untuk itulah, ia harus bekerja keras agar semua kebutuhan keluarganya dapat terpenuhi. Di samping itu, ia juga dibantu oleh isterinya yang juga memiliki mata pencaharian sebagai penganyam tikar purun. Anak mereka pun juga ikut meringankan beban keluarga dengan membantu orang tuanya dengan juga ikut bekerja. Bagi para nelayan yang memiliki mata pencaharian tambahan sebagai petani, mereka sangat bersyukur walaupun, pengetahuan yang dimiliki dalam bertani masih sangat terbatas. Lahan yang digunakan adalah lahan bekas tanaman mangrove yang tidak terawat dan kemudian dibersihkan dan dikelola menjadi lahan persawahan. Lahan persawahan tersebut sebagin ada yang milik pribadi dan ada juga yang merupakan pinjaman dari sanak keluarga. Bagi mereka yang hidup sebagai petani jauh lebih sulit dari pada menjadi nelayan, karena sebagai petani harus benar-benar belajar untuk mengolah Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
lahan dengan baik, menanam padi, menabur bibit dan menunggu hasil panen padi dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sekali. Hal itu, tidak pernah membuat mereka mengeluh, karena yang terpenting adalah kehidupan perekonomian keluarga dapat meningkat dan dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Di bawah ini terdapat 2 (dua) buah gambar lahan pertanian yang dimiliki oleh salah seorang nelayan tradisional yang juga memiliki mata pencaharian tambahan lain yaitu bertani, yang hanya tinggal menunggu panen yang hasil dari panen tersebut mampu utnuk memenuhi kebutuhan mereka bahkan lebih dari cukup. Lahan yang dimiliki merupakan kepemilikian pribadi yang tidak harus membagi hasilnya dengan siapapun. Lain halnya jika tidak memiliki lahan sendiri karena hasilnya harus dibagi dua, tetapi hal tersebut tidak membuat para petani yang memiliki mata pencaharian pokok sebagai nelayan tradisional berputus asa untuk menjadikan lahan tersebut menjadi milik mereka pribadi. Oleh karena itu, mereka terus berusaha dalam menjalankan mata pencaharian tambahan tersebut agar nantinya mereka dapat memiliki lahan sendiri dan lebih mudah dalam mengelolanya, meskipun pengetahuan yang mereka dapatkan dalam hal bertani hanya berdasarkan pengamatan dan alat-alat yang digunakan dalam bertani juga mereka buat sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Scott (1983:21) bahwa keharusan memenuhi kebutuhan pokok keluarga seringkali memaksa petani untuk membayar lebih jika membeli atau menyewa lahan, bahkan lebih besar dari apa yang wajar menurut criteria orang luar yang juga berlaku dalam hal peminjaman 4.1.2. Menganyam Tikar Mata pencaharian tambahan lain yang dimiliki oleh kelaurga nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan adalah menganyam tikar yang dilakukan oleh isteri-isteri dan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
anak- anak perempuan nelayan. Sebagai pengrajin tikar anyaman konvensional tikar purun merupakan sebuah bentuk mata pencaharian yang diturunkan secara turun temurun oleh nenek moyang suku bangsa Banjar sendiri yang merupakan suku pertama yang menapakkan kaki di daerah ini. Tidak dapat diketahui siapa yang pertama sekali orang Banjar yang menapakkan kakinya di daerah ini, begitu pula dengan orang yang pertama sekali membawa atau yang memulai kegiatan menganyam tikar purun. Kesulitan menemukannya disebabkan oleh penduduk yang tinggal di Desa Sei Nagalawan saat ini merupakan generasi ke-5, mereka hanya beranggapan yang membawanya pastilah nenek moyang yang merupakan pembawa garis keturunan suku bangsa Banjar di Desa Sei Nagalawan. Aktifitas sebagai pengrajin anyaman tikar purun merupakan kegiatan asli yang berasal dari Pulau Kalimantan yang merupakan daerah asal suku bangsa Banjar sendiri, merupakan daerah asal kelahiran nenek moyang mereka. Tikar purun yang bahan bakunya selain banyak ditemukan disepanjang jalan besar Kabupaten Serdang Bedagai juga masih ditemukan di daerah asal yakni Kalimantan Selatan. Dengan segenap kesederhanaan baik dari aspek permodalan, pencarian bahan baku, pembuatan tikar purun (produksi) sampai pada tahap pemasaran dilakukan oleh pengrajin guna tetap bertahannya (survive) usaha tersebut. Dengan demikian, dalam hal membantu perekonomian keluarga hasi dari penjualan tikar purun ini cukup membantu bagi terus bertahannya kehidupan tiap-tiap keluarga di daerah ini, walaupun pada dasarnya pola kehidupan mayoritas penduduk Desa Sei Nagalawan masih dekat dengan garis kemiskin. Dari beberapa gambar di bawah ini dapat dilihat aktifitas salah seorang isteri nelayan yang sedang menganyam tikar purun. Aktifitas tersebut biasanya dilakukan di Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
rumah mereka masing-masing, yang hanya menggunakan tangan. Setelah terbentuk menjadi sebuah tikar kemudian diikat. Namun, tidak langsung dijual, mereka mengumpulkannya terlebih dahulu sampai 4 (empat) atau 5 (lima) lembar tikar yang lalu mereka jual kepada agen untuk dipasarkan. Tikar purun yang mereka jual dengan harga Rp 7.000;-Rp 14.000; per lembar. Penghasilan tersebut yang dimanfaatkan para isteri nelayan dalam membantu suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Peningkatan produktivitas dilakukan melalui pengembangan dan pemberdayaan usaha masyarakat terutama usaha mikro kecil dan menengah. Pemerintah menghimbau kepada bank-bank untuk memprioritaskan penyaluran kreditnya pada usaha-usaha mikro kecil dan menengah. Strategi untuk mengurangi beban pengeluaran konsumsi kelompok miskin dilakukan melalui bantuan langsung kepada masyarakat miskin yaitu dalam bentuk permodalan dan pendampingan. Selain itu, peran sektor informal berupa usaha kecil menengah memiliki potensi pasar yang tinggi mengingat kemampuan usaha kecil menengah berproduksi dengan biaya yang rendah, harga produk yang dihasilkan juga lebih rendah sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat golongan berpenghasilan rendah.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Hal inilah yang dapat menjadi pos-pos potensi bagi para pengrajin anyaman tikar purun agar terus dapat bertahan dalam menggeluti bidang usaha tersebut. Selain nilai kemandirian dan keuletan dari para pengrajin yang memiliki suku mayoritas adalah suku bangsa Banjar, karena pada dasarnya kehidupan ekonomi masyarakat Desa Sei Nagalawan masih tetap bergantung pada kegiatan sebagai pengrajin.
4.1.2.a. Modal pemilik usaha kecil menengah sebahagian besar lebih percaya pada modal sendiri apabila dibandingkan dengan pendanaan dari luar. Ketika memulai usahanya sebahagian pelaku usaha kecil menengah akan menggunakan pendanaan dari modal sendiri dan apabila tidak mencukupi baru mereka akan mempertimbangkan sumber pendanaan dari luar. Tak jarang pula usah kecil menengah yang memperoleh pinjaman modal yang berasal dari perusahaan modal ventura terbukti efektif dalam memberdayakan usaha kecil menengah, sebagai contoh Harian Bali Post, Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo, dll (Kompas, Senin 11 April 2006). Modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam awal pembentukan maupun dalam proses berjalannya sebuah usaha, baik itu usaha kecil maupun usaha besar dalam mengawali sebuah usaha modal didapatkan oleh pelaku usaha baik itu pinjaman dari pihak swasta, pinjaman dari pihak pemerintah ataupun berasal dari pihak pelaku usaha. Berdasarkan hasil wawancara informan, bahwa dalam memulai sebuah usaha dari berbagai sumber yang diakumulasikan modal itu sangat diperlukan dalam kemajuan sebuah usaha, selanjutnya dinyatakan: “… modal yang saya peroleh selama saya menjadi pengrajin saya peroleh dari modal saya sendiri, tidak mendapatkan bantuan baik Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
dari pemerintah setempat ataupun dari pihak swasta lainnya, walaupun modalnya yang tidak terlalu banyak” (Hasil wawancara pada tanggal 15Desember 2008).
Akumulasi modal yang diartikan sebagai kemampuan usaha kecil untuk menanamkan kembali atau menginvestasikan keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha kecil dalam bentuk alat-alat produksi yang dapat dipakai untuk memproduksi suatu barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan berikutnya. Pada usaha-usaha skala besar dan modern, akumulasi modal pada umumnya telah dapat terukur serta teridentifikasi melalui investasi yang dapat dipergunakan bagi peningkatan produktivitas hasil usaha. Investasi dapat berupa pembelian mesin-mesin baru, peningkatan sumber daya manusia ditempat usaha ataupun sampai kepada membuka usaha baru. Sementara, pada usaha kecil sendiri bentuk akumulasi modal yang diinvestasikan dalam bentuk-bentuk seperti diatas pada umumnya idak mudah diukur sebagaimana pada usaha besar. Berdasarkan wawancara bahwa:
“…keuntungan yang didapat dari hasil penjualan tikar purun ini dipergunakan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja, terkadang pun hanya untuk kebutuhan sehari-hari tidak mencukupi. Makanya harus pandai-pandai menyimpan hasil keuntungan dari penjualn tikar purun, jangan sampai untuk membeli bahan bakunya nanti tidak ada duit lagi. Terkadangpun uang yang didapat dari hasil penjualan kurang, harus berbagi sesama pengrajin sehingga uangnya cukup untuk membeli bahan baku…kalau sudah tidak punya modal lagi untuk membeli bahan baku kami memilih hutang bahan baku kepada agen…” (Wawancara pada tanggal 15 September 2008).
Adanya kelompok-kelompok usaha kecil yang tidak mampu melakukan salah satu dari beberapa bentuk akumulasi modal yang telah dijelaskan diatas mengindikasikan bahwa kelompok usaha tersebut tidak mempunyai keuntungan atau sisa pendapatan dan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
indikasi kedua adalah keuntungan atau pendapatan yang diperolehnya habis bahkan terkadang tidak cukup untuk kebutuhn hidupnya sehari-hari. Tidak adanya sisa dari keuntungan atau pendapatan yang akan diputar kembali ini kemudian menjadi indikasi bahwa ada kemungkinan jika kelompok usaha kecil tersebut tidak dapat melakukan akumulasi modal tersebut diambil oleh pihak yang lebih kuat, sehingga mencirikan adanya pola hubungan eksploitatif. Kemudian hal ini lah yang tampak langsung pada kondisi usaha kecil pengrajin anyaman tikar purun di Desa Sei Nagalawan.
4.1.2.b. Bahan baku Permasalahan bahan baku merupakan salah satu permasalahan yang cukup memberatkan untuk tetap bertahannya sebuah usaha kecil. Ini disebabkan oleh proses seleksi dari bahan baku sendiri harus tetap terjaga. Dalam hal pemilihan bahan baku, usaha kecil menengah juga memiliki keunggulan dalam pemilihan bahan baku lokal yang berasal dari luar negeri sendiri. Ketika sumbangan yang telah diberikan usaha kecil menengah berupa pengembangan bahan baku lokal maka, selayaknya pulalah industri kecil mendapatkan dukungan sepenuhnya dari pemerintah negeri ini, yakni dalam hal penyediaan bahan baku. Penggunaan bahan baku lokal dalam banyak hal lebih menguntungkan dari pada mendatangkannya dari luar negeri. Beberapa keuntungannya antara lain harganya lebih murah, bahan bakunya mudah didapat dengan biaya produksi yang minim, kualitas bahan baku yang didapat memenuhi standard dan otomatis tidak berpengaruh negat5if terhadap
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
kualitas produk yang dihasilkan. Namun, pada umumnya industri kecil yang ada di Indonesia khususnya di Sumatera Utara, masih menggunakan bahan baku lokal. Bahan baku merupakan materi dasar atau poko yang dibutuhkan suatu unit usaha untuk memproduksi materi abru yang dianggap lebih berguna. Bahan baku tadi biasanya tidak dapat digantikan oleh materi lain untuk menghasilkan produk tertentu dengan hasil yang sama. Tentunya hal yang sama juga terjadi dengan tikar purun, dimana bahan dasarnya merupakan purun. Dalam bahasa lain termasuk kedalam spesies tanaman Pandanus Furcatus yakni tanaman rawa sebagai bahan dasar pembuat tikar. Sejenis tanaman yang hanya tumbuh di daerah payau (pertemuan air laut dan air tawar) yang tentunya hanya hidup di daerah pesisir pantai atau dataran rendah. Purun pada awalnya juga merupakan tanaman liar yang pada awalnya kurang diperhatikan karena jumlahnya lebih dari yang dibutuhkan masyarakat Nagalawan untuk dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan tikar purun tersebut. Bagian tanaman purun yang dijadikan bahan baku pembuatan tikar adalah bagian daunnya yang panjang. Pemilihan daun purun yang baik agar menghasilkan kualitas tikar purun yang baik juga diukur dari daun purun yang lebar agar mudah menganyamnya. Penduduk Sei Nagalawan dapat dengan mudah mendapatkannya, dari lingkungan dan tidak memerlukan biaya sama sekali, sebab dengan mengambil dari alam hanya memerlukan tenaga sendiri untuk mencabut, membersihkan, menumbuk purun dkemudian menjemur purun yang akan dijadikan tikar. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang mengakibatkan tempat tinggal oleh masyarakat meningkat dengan pesat. Tempat tinggal yang ada memerlukan areal dengan jumlah yang tidak sedikit yang pada akhirnya alam sebagai tempat purun Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
tumbuh semakin menipis. Pertumbuhan masyarakat yang pesat juga mengakibatkan peningkatan alat kebutuhan manusia begitu juga materi untuk mendapatkan kebutuhan tersebut, sehingga mengakibatkan purun cepat berkurang dari alam karena purun merupakan alat pemuas kebutuhan manusia atas tikar dan purun juga sebagai alat untuk mendapatkan materi yang digunakan oleh penganyam tikar purun yang oleh sebahagian orang kini purun tersebut dibudidayakan yang kemudian dijual kepada para pengrajin. Saat ini purun tidak lagi bisa didapatkan dengan cuma-cuma karena purun yang ada di alam liar sangat sulit didapat, terlebih oleh masyarakat di Nagalawan hal itu hampir tidak mungkin terjadi. Kini purun hanya bisa didapatkan oleh agen yang bahan bakunya didatangkan dari luar desa (Stabat) kemudian agen menjualnya kepada pengrajin. Selain itu, purun dapat dibeli langsung dari pemilik ladang yang merupakan penduduk asli Desa Nagalawan sendiri. Berikut dijelaskan beberapa alasan membeli bahan baku dari sumber penyedia bahan baku yang berbeda.
Tabel 11. Alasan Penganyam Memilih Membeli Bahan Baku No 1
2
3
Asal bahan baku dari lading Desa Nagalawan Harganya lebih murah berkisar Rp 50.000/ikat yang biasanya di beli secara beramai-ramai dengan memborong purun perladang. Kualitas purunya lebih baik karena diambil langsung oleh pnganyam tikar ke lading, yang biasanya warnanya lebih cerah dan saat dianyam kuat, tidak terputus. Biasanya tikar yang dihasilkan dapat bertahan lebih lama.
Asal bahan baku dari luar desa (Stabat) Harganya lebih mahal yaitu berkisar Rp 60.000-65.000/ikat dan dapat dibeli secara perorangan.
Kualitas purunnya kurang baik, dan biasanya terputus-putus saat ditumbuk dan dianyam karena purunnya diikat rapat dan telah selama beberapa hari didiamkan sebelum dijual. Biasanya purunnya akan berwarna cokelat kehitam-hitaman Satu ikat purun dari lading dapt Satu ikat purun dapat menghasilkan 17menghasilkan 25 buah tikar ukuran 20 buah tikar ukuran sedang
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
4
5
sedang Membutuhkan tenaga karena harus Tidak memerlukan banyak tenaga karena mencabut langsung langsung diantar ke daerah kediaman penduduk Hanya bisa didapat pada waktu Bisa didapatkan sesering mungkin tertentu saat purunnya panen yaitu 1/6 bulan
Kini dengan perubahan yang ada dimana purun yang semakin langka dan harus mengeluarkan biaya yang harganya pun semakin lama semakin mahal akan berdampak pada semakin sulitnya usaha menganyam ini akan dipertahankan oleh kaum ibu khususnya di Desa Nagalawan. Hal ini sesuai dengan penelitian Artiati (1999) menunjukkan dalam hal strategi ekonomi, isteri memiliki motivasi yang cukup tinggi untuk meningkatkan pendapatan keluarga pengrajin: a. Tersedianya lapangan pekerjaan yang terbuka bagi kaum wanita di Desa
Nelayan
baik di bidang perikanan maupun sektor jasa seperti pemilik warung, pegolah ikan kering, pengasin belantik ikan, kelontong, pembuat jamu dan kue. Akan tetapi, semua kegiatan tersebut sangat dipengaruhi oleh musim ikan. b. keputusan isteri untuk bekerja adalah inisiatif sendiri bukan karena dorongan suami atau orang tua. Di Desa Sei Nagalawan ini memang benar adanya bahwa dari mayoritas ibu-ibu di desa ini memiliki mata pencaharian sebagai penganyam tikar purun. Hal ini mereka lakukan guna menambah penghasilan keluarga yang masih minim serta tidak adanya alternative lain dalam bentuk kegiatan yang dapat dilakukan oleh ibu-ibu di desa ini selain sebagai pengrajin, karena hanya kegiatan menganyam tikar purun dapat membantu penghasilan suami yang berprofesi sebagai nelayan, apabila hanya mengharapkan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
penhasilan dari suami tentunya tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Selanjutnya dinyatakan oleh salah seorang penganyam yaitu Ibu Romlah (47 tahun):
“…bapak-bapak di desa ini melaut sedangkan hampir semua ibuibu ya…menganyam tikar purun ini, kalau tidak menganyam mana mungkin penghasilan dari suami saja cukup…” (Wawancara tanggal 15 September 2008) Dengan pembelian bahan baku yang semakin meningkat, maka harga hasil produksi juga harus meningkat agar tidak terjadi kerugian oleh para penganyam. Namun, biasanya walaupun harga cenderung naik namun jika yang dahulunya bahan baku tidak dibeli tentunya keuntungan yang didapatkan cenderung lebih besar. Untuk memudahkan pemahaman tentang mata rantai dari pemenuhan bahan baku yakni tanaman purun dalam usaha kecil anyaman tikar purun beserta actor-aktor yang terlibat di dalam proses perolehan bahan baku dapat dilihat seperti diagram berikut ini:
Siklus Aliran Bahan Baku Tikar Sumber dari luar desa (Stabat)
Agen
Pengecer/Penjual
Pengrajin
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Sumber data 2008 diolah dari informan
Perolehan bahan baku yakni tanamn purun diperoleh melalui 2 (dua ) tempat yakni dari lading yang merupakan lading penduduk di Desa Nagalawan juga dari luar desa (Stabat). Purun yang berasal dari luar desa (Stabat) diambil oleh agen yang bertugas memasarkan sekaligus sebagai penyedia bahan baku kepada para pengrajin. Oleh para pengrajin bahan baku dibuat menjadi tikar kemudian dipasarkan oleh agen yang akan menjualnya kepada agen besar baru setelah itu di pasarkan kepada konsumen akhir.
Siklus Aliran Bahan Baku Tikar
Bahan Baku dari Desa Nagalawan
Pengrajin Anyaman
Penjual tikar/ Konsumen
Agen
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Sumber data 2008 diolah dari informan Bahan baku yang berasal dari lading di Desa Nagalawan yang di tanam oleh penduduk desa kemudian langsung dibeli oleh pengrajin tikar secara kolektif (dengan modal bersama oleh beberapa pengrajin). Setelah tikar jadi barulah tikar dipasarkan kepada konsumen melalui agen pemasaran. Adapun strategi yang dilakukan para kaum ibu yang bekerja di Nagalawan dalam meneruskan profesinya di tengah bahan baku harus dibeli, dan semakin langka adalah para ibu yang ingin membeli bahan baku (purun) dari lading masyarakt di Nagalawan maka, para penganyam biasanya telah menawar harga dengan pemilik ladang jauh hari sebelum purunnya dapat di panen, karena harga purun dari ladang biasanya lebih murah. Namun, karena purun dari ladang jumlahnya sangat besar dan arena merupakan sistem borongan yang tidak bisa dibeli per ikat. Biasanya para penganyam mengumpulkan modal yang biasanya dilakukan oleh sepuluh orang dengan harga rata-rata Rp 500.000; per ladang atau Rp 50.000; untuk biaya satu orang. Luas ladang yang ditanami purun saat ini memiliki luas sekitar ½ rantai-1 rantai/ladang. Sudah keharusan bagi para penganyam tanaman purun dari ladang harus dicabut sendiri, yang dilakukan secara bergotong royong dan kemudian dibagi-bagikan. Biasanya para penganyam yang tidak mempunyai modal dapat juga membayar dalam waktu satu bulan dengan sistem pinjam dan akan dibayar pada saat anyamannya telah dipasarkan atau laku terjual. Para penganyam yang tidak memiliki modal biasanya meminjam modal dari penganyam lainnya, namun pinjaman antar sesama pengrajin tikar purun disepakati tanpa adanya bunga terhadap pinjaman uang yang diberikan tapi hanya dengan modal kepercayaan, bahwa pinjaman uang pasti akan dibayar setelah tikar purun laku terjual. Namun, biasanya para penganyam yang tidak memiliki modal cenderung membeli bahan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
baku dari Stabat (purun yang diantar dengan mobil dari Stabat) dengan cara kredit yang biasanya juga dapat dibayar dalam waktu ½-1 bulan, atau dengan meminjam kepada agen yang memungut tikar dari daerah nagalawan. Agen yang membeli bahan baku yang kemudian memberinya kepada penganyam tikar purun, dengan persyaratan para penganyam harus menjual kepada agen yang kemudian akan menjualnya serta memotong upah/harga tikar dengan hutang atau biaya bahan baku sebelumnya sesuai perjanjian yang sebelumnya sudahdibuat. Dengan kata lain, harga tikar purun yang dijual ditentukan oleh agen, yakni orang yang memasarkan tikar purun juga sebagai orang yang menyediakan bahan baku dari Stabat.
4.1.2.c. Produksi Kemampuan pihak usaha kecil menengah dalam menentukan standar produk yang akan dihasilkan juga sangat menentukan hasil produksi yang maksimal yang sesuai dengan keinginan konsumen. Salah satu yang menentukan pemilihan produk yang sesuai serta proses produksi yang maksimal. Proses produksi yang maksimal dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor sumber daya manusia dan alat produksi yang baik pula. Usaha kecil menengah di Indonesia pada umumnya banyak menyerap tenaga kerja, sekitar 75% tenaga kerja tersebut mempunyai status tetap dan hanya 25% saja yang berstatur tidak tetap atau buruh lepas. Ditinjau dari segi gender, proporsi tenaga kerja laki-laki dan perempuan adalah relatif sama yaitu masing-masing sekitar 50%. Namun demikian, proporsi tenaga kerja perempuan pada industri konveksi lebih dominant 66% dibandingkan laki-laki yang hanya 33%. Sebaliknya pada industri mebel tenaga kerja laki-laki lebih dominant 85% lebih dibandingkan dengan perempuan yang hanya 15% Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
saja. Demikian pula pada industri sepatu, tenaga kerja laki-laki lebih dominant dari pada perempuan (M. Thoha, 1998:83). Faktor alat produksi yang baik juga mempengaruhi proses produksi dari industri kecil. Alat produksi yang semakin berkembang dari waktu ke waktu membuat semakin proporsionalnya sebuah produk yang dipakai oleh konsumen. Industri kecil di Indonesia khususnya di Sumatera Utara dalam proses produksi sangat mengandalkan adanya kreatifitas serta kemampuan tenaga kerja dalam proses pengelolaan produksi serta alat produksi yang efektif dan efisien. Alat produksi yang dipergunakan harus mampu mengatasi permintaan konsumen dalam jangka waktu tertentu agar tidak terjadi low produk (produksi menurun) sehingga berakibat pada tenaga kerja dalam proses pengelolaan produksi yang kreatif diharapkan menghasilkan sebuah alur yang sinergis sehinnga menghasilkn produk yang diminati oleh konsumen akhir agar proses produksi berjalan dengan efektif. Di Nagalawan jumlah pengrajin pernah mencapai sekitar 150 orang yakni pada tahun 2002, mulai tahun 2006 hinnga saat ini jumlah pengrajin yang dapat bertahan hanya tinggal 55 orang. Pengurangan jumllah pengrajin disebabkan ketidakmampuan para pengrajin akan modal usaha untuk mendapatkan bahan baku tikar purun. Pengrajin dapat menghasilkan tikar purun sekitar 1 (satu) lembar per hari. Namun, acap kali mereka hanya mampu menghasilkan tikar sekitar 20 lembar per bulan karena, aktifitas para penganyam tikar terkadang terganggu oleh ulah anak mereka. Dengan produksi yang mencapai 30 lembar biasanya mereka menghasilkan 10 lembar tikar ukuran sedang dan 20 lembar ukuran kecil. Adapun harga rata-rata dari tikar yang diproduksi adalh tikar ukuran kecil dijual seharga Rp 6.000; dan tikar ukuran Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
sedang seharga Rp 10.000;. dari data penghasilan penganyam sebesar Rp 300.000; dengan bermodalkan Rp 64.000; maka, laba bersih yang mereka terima tergantung dengan persediaan bahan baku tikar purun, dimana saat ini di alam semakin kecil jumlahnya. Para penganyam mersa terbantu dengan hasil harga jualyang didapatkan, dan sebahagian merasa puas karena dengan penghasilan atas anyaman mereka banyak membantu perekonomian keluarga mereka. Hal ini disebabkan karena para kepala keluarga yang ada di Nagalawan kebanyakan bekerja sebagai nelayan. Bekerja sebagai nelayan pendapatan mereka pun tidak menentu, karena tergantung banyaknya hasil tangkapan mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan hal inilah yang menjadi alasan mengapa para kaum ibu di nagalawan tertap bertahan sebagai penganyam disamping tidak adanya aktifitas lain yang dianggap dapat menghasilkan nilai ekonomi maupun karena tidak adanya keahlian lain. “… apabila saya ditawari oleh suami saya untuk pindah ke kota lain atau ke Medan saya akan memilih untuk tetap tinggal di Desa Nagalawan ini. Alasan utama saya menolak adalah karena kegiatan sebagai pengrajin anyaman tikar purun ini yang saya pandai melakukannya dan ini saja yang dapat menghasilkan uang guna membantu pencarian suami…” (Wawancara pada tanggal 17 September 2008).
Para penganyam mengatakan bahwa anyaman tikar purun yang dapat menghasilkan materi di Nagalawan, selain bertani yang hanya dapat menghasilkan satu kali dalam enam bulan, sehinnga yang menjadi mata pencaharian tambahan lain bagi para ibu tersebut adalh penganyam tikar purun yang dapat membantu dan banyak menjawab kebutuhan rumah tangga, karena purun yang mereka hasilkan biasanya dijual setelah dikumpulkan selama sebulan agar dapat membeli kebutuhan sehari-hari dan terkadang untuk membeli pakaian. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Tikar
yang dihasilkan oleh para penganyam kualitasnya hanya akan
dipertimbangkan oleh penganyam jika tikar tersebut merupakan pesanan seseorang, dan biasanya juga membutuhkan waktu yang lebih lama dengan harga cenderung lebih mahal yang biasanya disepakati sebelum tikarnya dianyam. Hasil anyaman tikar yang berkualitas dapat dilihat dari segi anyaman tikar yang padat serta pinggiran tikar yang telah terjahit dengan rapi pula, karena pada dasarnya anyaman tikar purun yang dianyam dengan tingkat kepadatan yang ekstra dapat tahan lebih lama, karena dari segi bahan dasarnya yakni purun tikar ini tentunya lebih tahan air, dingin serta awet apabila dianyam dengan tingkat kerapian dan kepadatan anyaman yang baik. Biasanya anyaman tikar pesanan harus lebih rapi dan juga harus dijahit, karena konsumen yang datang untuk memesan biasanya melihat hasil anyaman lebih hati-hati (detail). Hal ini mereka lakukan karena harga yang dibuat cenderung lebih mahal tergantung dari model pesanan tikar yang diinginkan. Sedangkan tikar yang akan dijual kepada agen kualitasnya tidak terlalu diperhatikan, karena tikar yang dijual kepada agen tidak perlu dijahit, maka pengerjaannya relative cepat. Biasanya yang menjahit tikar anyaman yang dijual kepada agen adalah agen sendiri sebelum dipasarkan kepada agen besar/distributor. Melalui wawancara dengan informan bahwa: “… harga tikar yang dijual kepada agen dihargai atau dilihat tidak berdasarkan dari kerapian dari hasil anyaman yang kami buat. Tetapi, harga agen yang menentukan. Banyak juga pengrajin yang tidak terlalu rapi atau tidak terlalu padat hasilnya tikarnya, namun harganya sam saja…” (Wawancara pada tanggal 17 September).
Strategi utama yang dilakukan oleh pengrajin anyaman tikar agar dapat bertahan dalam bersaing dengan pengrajin anyaman tikar modern adalah merubah produk-produk Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
mereka baik dalam jenis maupun kualitas mengikuti perubahan selera masyarakat. Berdasarkan wawancara dengan informan bahwa hal tersebut belum maksimal dilakukan oleh para pengrajin anyaman di Desa Sei nagalawan, disebabkan oleh tidak adanya standarisasi dalam pelabelan harga berdasarkan tingkat kualitas. Walaupun kualitas tikar purun tidak terlalu diperhatikan para penganyam tetapi, menurut keterangan mereka kualitas tikar purun yang mereka hasilkan saat ini memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini tentunya disebabkan adanya perkembangan dan perubahan dari alat yang mereka gunakan dalam membantu produksi tikar anyaman mereka. Alat tumbuk yang mereka gunakan saat ini untuk membentuk purun untuk kemudian dianyam telah berubah yang dahulunya menggunakan lesung (alat yang sama yang digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk menumbuk padi untuk mendapatkan beras), kini menjadi sebuah alat yang digerakkan dengan kaki. Penganyam merasa puas dengan alat tumbuk yang dapat mereka gunakan saat ini, karena di samping hasil tumbukannya lebih baik waktu yang digunakan relative singkat dan tenaga yang dibutuhkan untuk menumbuk banyak berkurang. Purun yang dicabut dari ladang biasanya tidak langsung ditumbuk dengan mempergunakan alat yang telah ada saat ini, namun purun yang baru dicabut terlebih dahulu harus dijemur dipanas matahari. Setelah beberapa hari dijemur kemudian purun akan berubah warna menjadi cokelat yang semula berwarna hijau. Setelah dijemur purun kenudian ditumbuk agar lebih pipih atau tipis dengan mempergunakan alat tumbuk yang ada, sebelum purun ditumbuk, lembar-lembar daun purun yang sudah selesai dijemur dipilih terlebih dahulu. Pemilihan daun purun dilakukan agar memudahkan proses penganyaman yakni dengan daun purun yang sama panjang serta daun purun yang tidak Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
hancur dan lebar. Setelah daun purun ditumbuk lalu dijemur satu hari lagi, barulah setelah purun dianyam menjadi sebuah tikar tergantung dari ukuran yang diinginkan. Proses pewarnaan tikar purun yang dihasilkan dengan memasak pewarna makanan kemudian setelah itu direndam pada daun purun yang telah selesai ditumbuk (daun purun yang sudah pipih atau tipis). Setelah itu, dilakukan dengan proses semula, setelah proses dilakukan barulah daun purun yang telah diwarnai dianyam. Biasanya anyaman purun yang menggunakan pewarna, lebih tinggi menuntut kreatifitas dari pengrajin agar hasil yang didapat lebih bagus serta dengan jangjauan harga lebih tinggi. Kualitas tikar purun tampak dari ketahanan tikar tersebut. Biasanya tikar purun dapat bertahan hingga umur 10 tahun dan menurut para informan, tikar purun lebih tahan dari tikar plastic khususnya terhadap air, karena jika tikar plastic terkena iar biasanya akan lebih mudah rusak dan kerusaknnya biasanya berada pada bagian tengah plastic, sedangkan tikar purun cenderung rusak dari pinggir tikar, dimana ikatan tikar tersebut terbuka karena benang busuk dan bukan purunnya jika bukan karena lebih dari 8-10 tahun.
4.1.2.d. Tujuh kisah penganyam tikar purun 1. Syarifah Afiyah (pengrajin tikar yang cukup berhasil karena ketiga anaknya pernah mengenyam pendidikan sampai tingkat sekolah menengah atas) Informan dalam penelitian ini merupakan seorang wanita yang cukup lugas serta ekspresif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti. Bekerja sebagai pengrajin sekitar 20 tahun, saat informan masih remaja. Saat ini informan berusia 39 tahun sudah Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
memiliki 3 orang anak. anak pertama berumur 18 tahun yang kedua berumur 15 tahun dan yang ketiga berumur 10 tahun. Sebagai pengrajin produktivitasnya sangat tampat pada saat informan remaja, karena beberapa faktor antara lain faktor bahan baku yang sudah mulai jarang ditemukan. Pengrajin termasuk informan ini sendiri sudah mulai mengurangi waktu dalam melakukan aktifitasnya sebagai pengrajin. Jika informan mulai malas, maka kegiatan menganyam digantikan oleh kedua anaknya sedangkan anak yang bungsu tidak pernah menganyam karena tidak pintar. Sekarang ini jumlah tikar yang dihasilkan oleh informan ini terbilang tidak banyak apabila dibandingkan jumlah tikar yang dihasilkan anaknya. Setelah menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, anak yang pertama membantu informan menganyam tikar guna menambah penghasilan. Demikian pula dengan anak yang kedua walau masih duduk di bangku Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, namun masih tetap membantu, karena jika terus mengharapkan penghasilan dari suami yang hanya bekerja sebagai nelayan dengan penghasilan yang pas-pasan serta berdasarkan musim saja tentunya tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Selain sebagai pengrajin, informan juga bekerja sebagai guru mengaji dengan jumlah gaji yang paspasan, karena keterbatasan penghasilan dan mengajar mengaji informan harus tetap melakukan aktifitas sebagai pengrajin guna tetap mempertahankan kehidupannya dengan gaji suami yang bekerja sebagai nelayan yang pas-pasan serta menghidupi 3 (tiga) orang anak yang membuat informan harus tetap menganyam walaupun tidak sproduktif yang dulu.
2. Nurul Humairoh (pengrajin tikar yang tidak ingin meninggalkan Desa Sei Nagalawan disebabkan oleh aktifitas sebagai pengrajin) Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Informan yang satu ini seorang ibu muda berumur 27 tahun yang memiliki anak 1 (satu) orang yang berumur 6 (enam tahun) serta satu orang suami yang bekerja sebagai nelayan. Informan lahir serta besar di desa ini, telah memulai awal pekerjaannya sebagai pengrajin tikar anyaman sejak informan masih remja. Menurut pengakuan informan sewaktu informan masih remaja, orang tua serta para remaja putrid seusianya pada saat itu mayoritas mengerjakan anyaman tikar purun tersebut sebagai pekerjaan utama. Informan ini mengatakan bahwa hasil yang didapat dari anyaman tikar purun ini sangat membantu perekonomian keluarganya, karena jika hanya dengan duduk diam serta mengharapkan penghasilan dari suami yang bekerja sebagai nelayan dengan hasil tangkapan yang pas-pasan tentu tidak dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga. Apalagi saat ini informan juga harus menghidupi ibunya yang sudah tua yang berumur sekitar 70 tahun. Jika untuk diharapkan menganyam tikar, ibunya yang sudah tua tentunya tidak sanggup lagi untuk melakukannya tidak seperti saat masih muda. Menurut pengankuan informan pernah suaminya menawarkan kepada informan untuk pindah ke Medan, namun informan menolak dengan alasan hanya menganyam tikar purun merupakan satusatunya kegiatan yang dapat menambah perekonomian keluarga yang dapat dilakoni oleh informan, dan jika informan tinggal di Medan belum tentu informan dapat melakukan aktifitas yang dapat menambah penghasilan keluarga.
3. Nenek Iboy (pengrajin yang berhasil menurunkan aktifitas menganyam tikar kepada anak perempuannya yang saat ini lebih produktif apabila dibandingkan dengan informan dalam hal menganyam tikar).
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Informan yang satu ini sudah melakoni aktifitas menganyam tikar purun selama 50 tahun, sedangkan umur informan sekarang sudah mencapai 69 tahun kira-kira sekitar 50 tahun yang lalu. Informan memiliki seorang suami yang berumur 71 tahun serta memiliki 1 (satu) orang anak perempuan yang bernama Iboy berumur 30 tahun yang sudah menikah dan meiliki satu orang anak laki-laki berumur 10 tahun, suami dari anak perempuannya telah meninggalkan rumah disebabkan oleh ketidakcocokan dalam berumah tangga. Aktifitas menganyam tikar purun merupakan aktifitas yang sangat mendominasi pada saat itu dan banyak dilakukan oleh remaja putrid serta para ibu-ibu rumah tangga. Menurut informan anyaman tikar purun ini merupakn salah satu wujud kebudayaan orang suku bangsa Banjar yang berasal dari Kalimantan, yang merupakan suku mayoritas yang mendiami desa ini. Menurut pengakuan informan, tanaman purun sendiri masih ditemukan di Kalimantan karena merupakan tanaman asli di daerah tersebut. Sebagai pengrajin anyaman tikar purun dilakoninya disebabkan oleh karena tidak ada pilihan lain dalam beraktifitas sehingga dapat menambah penghasilan keluarga pada saat itu. Pekerjaan sebagai pengrajin dilakoni oleh nenek iboy hingga saat ini, walaupun tidak seproduktif dahulu disebabkan oleh kondisi fisik yang sudah mulai melemah. Pada saat ini yang melanjutkan menganyam tikar hanyalah anaknya saja yaitu kaki boy. Hanya penghasilan sebagai pengrajinlah yang mereka gunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka berempat., karena suami yang sudah tidak kuat lagi bekerja. Namun, dalam membantu memenuhi kebutuhan keluarga mau tidak mau suami nenek iboy yang sudah tua harus bekerja sebagai petani lading orang lain, walaupun dengan tenaga yang sudah tidak kuat lagi. Menurut pengakuan nenek iboy pekerjaan ini
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
sungguh sangat menyenangkan serta dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga.
4. Sarmin (satu-satunya agen pemasaran tikar purun yang tinggal di Desa Nagalawan) Lelaki berperawakan hitam dan pendek berumur 45 tahun ini memiliki satu orang isteri yang berumur 40 tahun serta 4 (empat) orang anak. masing-masing anaknya berusia 25 tahun, 23 tahun, 20 tahun serta 16 tahun. ketiga anak laki-lakinya telah menikah dan masing-masing memiliki rumah tangga sendiri, sedangkan satu orang anaknya masih bersekolah. Berprofesi sebagai agen 1 (satu) pemasaran tikar purun di Desa Sei Nagalawan. Informan merupakan satu-satunya agen tikar purun yang bertempat tinggal tidak jauh dari Desa Sei Nagalawan yakni di Desa Lubuk Bayas yang bersebelahan dengan Desa Sei Nagalawan. Pada awalnya informan berprofesi sebagai petani, namun karena pekerjaan yang terlampau melelahkan informan beralih profesi sebagai agen pemasaran tikar purun. Profesi ini pertama sekali terwujud ketika isteri informan ynag bernama Darmini ynag juga menganyam tikar purun mengalami kesulitan dalm memasarkan hasil anyamannya, sehingga tak jarang pada saat itu hasil anyaman tikar purunnya berlebih dan hanya disimpan di rumah saja. Maka dari itu, informan mencoba memulai pekerjaan sebagai agen yang mulai ditekuninya hingga saat ini. Dalam hal menjawab pertanyaan peneliti, informan yang satu ini cukup antusias dan jelas, walau informan ini hanya mengenyam pendidikan sampai pada tingkat Sekolah Menengah Pertama saja. Dalam hal melakukan aktifitasnya, informan tidak hanya memasarkan tikar purun saja, namun informan juga menjual bahan baku kepada pengrajin berupa tanaman Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
purun. Dengan kata lain, dalam proses pemasaran yang dilakukan oleh agen I ini terdapat hubungan sub kontrak di dalamnya, karena selain menjual hasil anyaman tikar kepada agen I, pengrajin juga dapat membeli bahan baku dari agen dengan sistem pinjaman, karena setelah tikar purun yang dijualkepada agen I laku terjual setelah itu harga bahan baku dikurangi oleh harga penjualan dari tikar purun. Dalam proses pemasarannya harga ditetapkan oleh informan ini. Dalam memenuhi kebutuhan ke 4 (empat) orang anak serta isterinya yang notabene tidak memiliki mata pencaharian lain selain membantu suaminya, informan ini harus melakoni pekerjaan sebagai agen tikar purun yang sudah sekitar 15 tahun dilakoninya.
5. Darisah Br. Siregar (Perempuan yang berhasil menafkahi anak tanpa didampingi suami dan dapat bertahan hidup dan penghasilan besar sebagai agen besar pemasaran tikar) Perempuan batak yang satu ini bernama Darisah dengan umur 49 tahun. informan ini beralamat di jalan besar Medan-T. Tinggi, merupakan satu-satunya agen besar tikar purun yang langsung memasarkan hasil kerajinan tikar purun baik itu kepada konsumen juga kepada agen yang berdomisili dimasing-masing daerah di luar kota Medan. Setelah suaminya meninggal dunia, informan ini baru memulai profesinya sebagai agen besar tikar purun. Pada awalnya, informan ini hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang mengharapkan penghasilan dari seorang suami yang bekerja sebagai wiraswasta. Ibu dari 4 (empat) orang anak ini melakoni pekerjaannya sebagai agen besar tikar purun sudah lebih dari 20 tahun dan dengan penghasilan sebagai tikar purun inilah beliau menghidupi ke empat orang anaknya, karena suami yang telah tiada. Dua dari keempat orang anaknya Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
telah menikah dan memiliki rumah tangga sendiri, duo rang nak informan lainnya masih dalam tanggungan informan, masing-masing berumur 18 tahun dan 15 tahun yang masih bersekolah. Informan yang satu ini dimintai informasi tentang kenapa tidak langsung mengambil hasil kerajinan kepada pengrajin tikar purun yang ada di Desa Nagalawan sehingga dapat lebih menekan harga penjualan, informan hanya menjawab agar rezeki yang didapat, dapat di bagi-bagi. Informan yang satu ini melihat bahwa pasar tikar purun ini sebenarnya bagus, karena penghasilan yang didapatnya sebagai agen juga lumayan banyak. Namun, bahan baku yang mulai berkurang merupakan salah satu penyebab berkurang pula produk-produk tikar purun yang dihasilkan.
6. Misnan (Kepala bagian Ekonomi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Serdang Bedagai). Kesan formal tampak jelas pada informan yang satu ini ketika pertama sekali didatangi oleh peneliti guna mendapatkan informasi tentang pengrajin anyaman tikar purun di Desa Sei Nagalawan. Laki-laki berumur 45 tahun yang bertempat tinggal di Perbaungan memiliki 3 (tiga) orang anak serta 1 (satu) orang isteri yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Informan bekerja sebagai Kepala Bagian Ekonomi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Serdang Bedagai sejak pemekaran Kabupaten Serdang Bedagai. Informan menjelaskan secara mendetail dan sistematis tentang pertanyaan yang diajukan oleh penulis. Informan ini berpendapat bahwa ada beberapa criteria yang harus dimiliki oleh usaha kecil yang pernah mendapatkan bantuan pembinaan serta penyuluhan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan tempat informan bekerja. Salah satunya adalah para pengrajin yang ada di Desa Sei Nagalawan tidak memiliki kelompok pengrajin Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
sehingga menyulitkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan sendiri dalam mengkoordinir segala kebutuhan pengrajin terutama pengrajin di Desa Nagalawan sendiri, sehingga sampai hari ini pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Serdang Bedagai belum pernah menyentuh dalam hal pembinaan terhadap pengrajin tikar purun di Desa nagalawan. Padahal di Desa Pantai Cermin yang juga banyak terdapat pengrajin tikar purun pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang secara berkala memberikan bantuan pembinaan dan penyuluhan. Namun, menurut penuturan informan, bahwasannya informan tertarik terhadap prmasalahan dari pengrajin tikar purun di Desa Sei Nagalawan.
7. Sahrun (Kepala Desa Sei Nagalawan 2006-sekarang) Kesan ramah tampak jelas ketika pertama sekali penulis berjumpa dengan Bapak Kepala Desa Sei Nagalawan ini. Kesan Birokrasi Indonesia yang menyulitkan tidak tampak pada perlakuan informan terhadap penulis. Informan berumur 38 tahun. memiliki satu orang isteri dan dua orang anak. Isteri informan bekerja sebagai ibu rumah tangga dan kedua anaknya masing-masing berumur 17 tahun dan 14 tahun. Informan hidup dengan satu orang isteri dan dua orang anak serta ibu yang dulunya juga pernah berprofesi sebagai pengrajin tikar purun. Namun, karena langkanya bahan baku serta faktor fisik yang sugah melemah profesi sebagai pengrajin tidak dilakoni oleh ibu informan lagi. Informan merupakan kepala desa ke delapan dan sudah menjabat sebagai kepala desa selama 2 (dua) tahun ini, setelah hampir 7 (tujuh) kali pergantian kepala desa. Menurut pengakuan dari informan bahwasannya terjadi penurunan terhadap jumlah pengrajin di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga) yang merupakan desa yang memiliki Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
jumlah pengrajin paling banyak apabila dibandingkan dengan dusun I dan dusun II. Penurunan jumlah pengrajin disebabkan oleh mulai sulit didapatkannya bahan baku yakni tanaman purun, karena pengrajin yang dapat bertahan hingga saat ini hanya pengrajin yang memiliki modal saja sehingga dapat membeli bahan baku yang harganya mulai tinggi. Jika untuk mengharapkan tanaman purun di tanam kembali akan sulit disebabkan oleh prospek tanah yang kurang baik karena tanaman purun ini hidup di rawa-rawa, sehingga mengundang tikus-tikus yang banyak dan dapat merusak tanaman lainnya. Padahal sesungguhnya, menurut informan penghasilan yang didapat warga yang bekerja sebagi pengrajin cukup membantu perekonomian keluarga yakni dalam hal membantu uang belanja di rumah tangga yang apabila mengharapkan uang belanja dari suami saja tentunya tidak mencukupi serta membeli pakaian, uang jajan anak di keluarga pengrajin desa ini terutama di desun 3 (tiga).
4.1.3. Buruh Atau Karyawan Pabrik Mata pencaharian lain yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Sei Nagalawan sebagai buruh pabrik yang mayoritas pekerjanya adalah anak laki-laki dewasa yang ada di desa ini. Menurut mereka menjadi buruh pabrik lebih menjamin hidup dengan gaji yang lumayan besar. Di Desa Sei Nagalawan terdapat 1 (satu) pabrik yang letaknya ± 5 km dari Desa Nagalawan yang disebut dengan AQUA FOM dengan ikan sebagai bahan bakunya. Ikan tersebut di peroleh melalui para nelayan dengan toke sebagai perantaranya. Para buruh yang bekerja pada perusahaan AQUA FOM minimal berpendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas). Oleh karena itu, banyak dari nelayan berusaha agar anak-anak mereka dapat bekerja di luar dari sektor perikanan, walaupun membutuhkan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
usaha yang cukup keras dalam mewujudkannya. AQUA FOM merupakan salah satu perusahaan yang cukup besar dan tidak sedikit mempekerjakan karyawannya, yang merupakan perusahaan yang bersifat ekspor dan impor. Berdirinya perusahaan tersebut di desa ini memberikan dampak yang baik dan dampak yang kurang baik terhadap kesehatan dan pelestarian bagi lingkungan mereka. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh pabrik tersebut yaitu pencemaran udara (polusi) dan pembuangan limbah kedaerah sungai yang menyebabkan banyak ikan-ikan yang mati, sehingga nelayan tidak dapat menghasilkan ikan karena sudah terkena limbah. Dampak positif yang didapat adalah bahwa dengan bekerja di perusahaan ini dapat membantu para keluarga nelayan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga dan juga meningkatkan perekonomiannya. Dengan menjadi buruh atau karyawan pabrik juga harus memiliki pengetahuan yang cukup banyak dalam pengelolaannya. Walaupun, menjadi buruh juga menyita banyak waktu yang dimulai bekerja pada pukul 08.00-05.00 sore, tetapi mereka tidak pernah merasa terbebani walaupun dalam kenyataannya tidak demikian. Demi kelangsungan hidup keluarga, mereka harus tetap bertahan, karena resiko menjadi buruh lebih berat dari pada menjadi nelayan ataupun seorang petani. Pekerjaan sebagai buruh yang dilakoni sudah sejak lama, memberikan keberhasilan tersendiri bagi para pemuda setempat, karena menurut mereka dengan menjadi buruh dapat meningkatkan harga diri yang selama ini selalu dianggap tidak layak untuk dapat mencari kehidupan yang lebih baik lagi. Hal tersebut, tidak menjadi permasalahan karena menurut para buruh, ini adalah sebuah tantangan yang benar-benar membuat pemuda setempat di desa ini untuk lebih bekerja keras lagi dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
4.2. Pengetahuan Nelayan Terhadap Pilihan Mata Pecaharian Tambahan Sistem pengetahuan dalam mengelola suatu kegiatan dapat mempengaruhi baik atau tidaknya hasil panen, semakin banyak pengalaman seseorang, maka semakin luas pengetahuannya untuk mengelola sistem mata pencaharian yang mereka lakukan dalam pemanfaatansumber daya alam yang ada. Sistem pengetahuan yang merupakan salah satu pedoman hidup masyarakat diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya melalui proses sosialisasi. Hal ini diartikan bahwa pengetahuan tersebut diperoleh dari pengalaman-pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di sekitar mereka dengan cara sosialisasi tersebut. Pedoman itu dikokohkan atau berkembang menyesuaikan diri dengan cara hidup dan sifat-sifat lingkungannya. Seperti penjabaran yang diberikan oleh Kluckhon (dalam Koentjaraningrat, 1993:96): “ cara hidup yang berbeda yang diturunkan sebagai warisan sosial bagi masyarakat tidak hanya memeberikan perangkatperangkat kemampuan (skill) untuk menjalankan kehidupan, tetapi juga seperangkat rencana bagi hubungan antara manusia dan ini dapat kita lihat dalam tradisi-tradisi masyarakat banyak”.
Manusia juga memperoleh pengetahuan melalui proses belajar dengan cara mengamati alam sekitarnya atau melalui komunikasi dengan sesamanya. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu, jika ingin mengetahui apa yang diketahui oleh seseorang, maka harus kedalam alam pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu dapat diketahui secara menyeluruh ataupun bisa dipahami, maka seseorang harus dapat berpikir, bertindak seperti yang dipikirkan dan dilakukan oleh komunitas masyarakat tersebut.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Berbagai strategi yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Sei Nagalawan khususnya nelayan tradisional di antaranya dengan bertani, menganyam tikar yang dilakukan oleh para ibu-ibu di desa ini dan menjadi buruh pabrik. Strategi tersebut dilakukan juga berdasarkan pengetahuan mereka agar tetap dapat bertahan hidup dan dapat meningkatkan perekonomian keluarga. Bagi para nelayan yang memiliki mata pencaharian tambahan sebagai petani, tidak mudah bagi untuk langsung dapat beradaptasi. Semua itu, dilakukan tidak terlepas dari pengetahuan yang dimiliki dalam hal pertanian masih sangat terbatas, hal ini disebabkan karena sebelumnya mata pencaharian pokok bagi mereka adalah sebagai nelayan, yang hanya mengetahui tentang musim banyaknya hasil tangkapan, membuat perahu, menggunakan jaring dan pada saat air laut pasang. Sementara itu, para nelayan tradisional sebelumnya tidak pernah tahu tentang masalah pertanian. Akan tetapi, hal tersebut tidak membuat masyarakat di desa ini untuk terus menyerah dan langsung berputus asa, karena bagi mereka itu merupakan tantangan dalam menjalankan hidup apalagi dengan kondisi perekonomian yang semakin menurun dengan tidak adanya mata pencaharian tambahan lain. Oleh sebab itu, mereka terus belajar dalam mengolah sawah dan menabur bibit yang baik. Usaha yang dilakukan selama ini ternyata tidak sia-sia, yang pada akhirnya dapat juga menjalankan mata pencaharian tambahan lain yang dimiliki yaitu bertani dengan tersedianya lahan pendukung yang dapat dimanfaatkan. Hal ini, disebabkan karena keinginan masyarakat desa ini untuk terus belajar meskipun dapat dilihat dari segi pendidikan banyak yang tidak sekolah.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Sistem pengetahuan yang dimiliki dalam bertani berasal dari keinginan mereka sendiri tanpa adanya peran baik dari pemerintah maupun dari lembaga sosial. Meurut penuturan masyarakat setempat pemerintah tidak pernah memberikan bantuan dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha untuk membuat sekaligus melestarikan sumber daya alam yang terdapat di Desa Sei Nagalawan dengan pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar, senantiasa menghantarkan mereka ke dalam hidup yang lebih baik dan perekonomian yang semakin lama semakin meningkat. Lain halnya tentang masyarakat tentang menganyam tikar yang mayoritas dilakukan oleh para ibu-ibu di Desa Sei Nagalawan. Pengetahuan yang didapat merupakan pewarisan dari nenek moyang mereka dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga lebih memudahkan mereka dalam beradaptasi. Pengetahuan tersebut kini menjadi salah satu sumber penghasilan bagi mereka dalam hal membantu suami yang mayoritas sebagai nelayan untuk meningkatkan perekonomian keluarga, yang disebabkan oleh kebutuhan keluarga yang semakin meningkat. Pengetahuan nelayan terhadap pilihan mata pencaharian tambahan membuat mereka harus lebih berusaha agar segala kebutuhan keluarga dapat terpenuhi. Oleh sebab itu, mereka selalu optimis bahwasannya kehidupan perekonomian keluarga nelayan akan meningkat dan jauh dari kemiskinan yang selalu diidentikkan pada masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah pesisir pantai, yakni nelayan tradisional. Adapun hal tersebut juga ditanamkan kepada anak-anak mereka bahwa dengan belajar walaupun tidak memiliki pendidikan tinggi, maka pengetahuan yang didapat akan jauh lebih berharga asalkan mau tetap berusaha. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
4.3. Pendapatan dan Pengeluaran Sebelum dan Sesudah Memiliki Mata Pencaharian Tambahan Keadaan ekonomi suatu rumah tangga lebih nyata ditunjukkan oleh tingkat penghasilan atau pengeluaran rumah tangga tersebut. Pola distribusi pendapatan atau pengeluaran penduduk desa pantai Sumatera Utara, persentase rumah tangga untuk perikanan bukan tambak merupakan yang tertinggi atau rumah tangga perikanan laut merupakan jumlah yang tertinggi ditinjau dari sumber penghasilannya. Pendapatan masyarakat yang semakin besar dari sumber penghasilannya. Pendapatan masyarakat yang semakin besar mencerminkan tingkat kesejahteraan rumah tangga yang semakin terjamin. Menurut Suparlan (dalam Mulyanto, 1982:20) yang menyatakan bahwa golongan berpenghasilan rendah baik pendatang maupun bukan pendatang mempunyai cara hidup atau kebudayaan yang tersendiri yang berbeda dengan kebudayaan mereka yang berpenghasilan tinngi, yang dimaksud kebudayaan disini adalah kebudayaan kemiskinan yang terwujud dalam lingkungan kemiskinan yang mereka hadapi. Dengan kebudayaan kemiskinan ini mereka dapat terus mempertahankan kehidupannya. Jadi, kelompok yang berpenghasilan rendah ini adalah sekelompok orang yang berdiam di suatu tempat, atau daerah yang mendapatkan penghasilan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kebutuhan minimal mereka yang seharusnya mereka penuhi. Apa yang disebut penghasilan disini adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun berupa barang, baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri, dengan jalan dinilai dengan sejumlah uang atau harga yang berlaku pada saat itu. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Pendapatan nelayan di Desa Sei Nagalawan tergantung kepada alam, banyaknya hasil tangkapan, penjualan dari kerajianan rumah serta alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan di laut. Pendapatan sebagai nelayan tidak menentu dan terkadang tidak mendapatkan hasil tangkapan sama sekali. Berbeda dengan pengeluaran nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga juga sangat tergantung pada seberapa besar pendapatan nelayan. Seperti yang dikatakan oleh Mulyanto (1982:96) ketidak seimbangan antara pendapatan total dengan pengeluaran dapat ditinjau dari dua segi: pertama, jika pendapatan total lebih besar dari pengeluarannya, hal ini disebabkan oleh karena pengeluaran non konsumsi dan pembayaran tidak dibahas secara mendalam, sedangkan apabila pendapatan lebih kecil dari pengeluaran hal ini disebabkan karena terjadi perkiraan biaya pengeluaran yang terlalu tinggi atau perkiraan pendapatan yang terlalu rendah. Pendapatan yang dihasilkan oleh nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan dari hasil melaut dalam perhari sebesar Rp 25.000;, jika dihitung perminggu sebesar Rp 175.000; dan dalam hitungan per bulan mencapai Rp 750.000;. Pendapatan tersebutlah yang harus dimanfaatkan oleh para isteri nelayan dalam memenuhi kebutuhan keluarga nelayan. Lain halnya, dengan salah seorang informan yang bernama Bapak Hasan (50 ) tahun yang berdasarkan pengalamannya selama melaut ia pernah sama sekali tidak mendapatkan uang untuk membeli kebutuhan keluarganya sehari-hari. Berbeda dengan Bapak Muji (57) tahun yang pada setiap harinya melaut ia selalu mendapatkan ikan untuk dijual kepada toke ataupun ia bawa pulang kerumah untuk di makan bersama keluarganya. Namun, terkadang pendapatan ataupun penghasilan yang ia peroleh tidak menentu sekitar Rp 15.000;-Rp 35.000;/hari. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Nelayan di Desa Sei Nagalawan tidak hanya menangkap 1 (satu) jenis hasil tangkapan saja. Selain ikan, mereka juga menangkap udang dan kepiting yang apabila dijual kepada toke harganya akan jauh lebih mahal. Harga per kg nya udang yang berukuran besar bisa mencapai Rp 45.000;/kg, sementara harga kepiting bisa mencapai Rp 35.000;/kg. pendapatan inilah yang hanya dapat dimanfaatkan oleh para nelayan meskipun pendapatan tersebut masih saja tidak mencukupi kebutuhan yang mereka perlukan khususnya dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Berarti, umumnya pendapatan rata-rata rumah tangga usaha perikanan laut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pendapatan rumah tangga Sumatera Utara. Berbicara mengenai pendapatan pasti juga akan berbicara mengenai pengeluaran dalam pemenuhan kebutuhan keluarga nelayan di Desa Sei Nagalawan. Untuk pengeluaran rumah tangga nelayan dalam penelitian ini mencakup pada pengeluaran konsumsi kebutuhan pokok yang antara lain meliputi : a. makanan b. pakaian c. perumahan d. listrik e. kesehatan f. pendidikan anak, dan g. alat transportasi Dalam keadaan normal, umumnya pendapatan dan pengeluaran suatu rumah tangga adalah seimbang. Ketidakseimbangan pendapatan dan pengeluaran dapat ditinjau dari 2 (dua) segi yaitu: 1. pendapatan lebih besar dari pengeluaran 2. pendapatan lebih kecil dari pengeluaran. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Pengeluaran nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 12. Pengeluaran Nelayan Sebelum Memiliki Mata Pencaharian Tambahan No 1 2 3 4 5
Jenis Pengeluaran Biaya Biaya makan Rp 750.000;/bulan Listrik Rp 25.000;/bulan Perlengkapan mandi Rp 30.000;/bulan Total biaya pendidikan anak Rp 625.000;/bulan Biaya tak terduga Rp 100.000;/bulan Total pengeluaran Rp 1.530.000;/bulan Sumber: Desember 2007 Diolah dari data masyarakat nelayan di Desa Sei Nagalawan
Dari total pengeluaran tersebut, jika dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh oleh nelayan tradisional di Desa Sei nagalawan, benar-benar tidak seimbang dan tidak mencukupi dalam pemenuhan kebutuhan keluarga nelayan khususnya dalam biaya pendidikan ank yang bersekolah pada Sekolah Menengah Atas (SMA) yang hanya 1 (satu) atau 2 (dua ) orang yang diakibatkan karena kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat dan keterbatasan pendapatan yang diperoleh nelayan. Oleh karen itu, nelayan tradisional di Desa Sei Nagalawan memiliki strategi tersendiri dalam upaya pemenuhan kebutuhan keluarga. Dari hasil strategi tersebut pendapatan yang diperoleh sangat menguntungkan bagi mereka. Strategi tersebut dilakukan guna untuk meningkatkan pendapatan yang diperoleh melalui adanya penambahan mata pencaharian tambahan dengan bertani, isteri membantu dengan menjadi penganyam tikar purun dan sebagian masyarakat desa ini menjadi buruh pabrik. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Pendapatan yang diperoleh nelayan setelah memiliki mata pencaharian tambahan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 13. Pendapatan Nelayan Setelah Memiliki Mata Pencaharian Tambahan No Mata Pencaharian Tambahan 1 Petani: pendapatan yang diperoleh Rp 3.000.000/6 bulan 2 Menganyam tikar 3 Buruh/Karyawan Pabrik Total Sumber: Data Desember 2007 Diolah dari data masyarakat di Desa Sei Nagalawan
Pendapatan/bulan Rp 500.000; Rp 420.000; Rp 1.500.000; Rp 2.420.000;
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwasannya pendapatan atau penghasilan yang diperoleh masyarakat di Desa Sei Nagalawan dari mata pencaharian tambahan yang mereka lakukan sekarang adalah Rp 2.420.000;/bulan. Jika dibandingkan dengan pendapatan yang hanya menjadi nelayan tidaklah menentu dengan biaya pengeluaran Rp 1.530.000;/bulan. Dengan adanya mata pencaharian tambahan tersebut, maka segala kebutuhan keluarga dapat terpenuhi saat sekarang ini. Setelah memiliki mata pencaharian tambahan pendapatan yang diperoleh dalam per bulan semakin meningkat. Oleh karena itu, mereka akan tetap mempertahankan mata pencaharian tambahan tersebut yang membuat kondisi perekonomiannya menjadi membaik. Alasan lain yang membuat mereka melakukan mata pencaharian tambahan lain karena, semakin meningkatnya kebutuhan yang menyangkut masalah perekonomian keluarga. Jika dilihat dari pengeluaran yang hanya sebagai nelayan dengan pendapatan setelah memiliki mata pencaharian tambahan, jelas terlihat keuntungan yang diperoleh benar-benar dapat membuat hidup mereka lebih terjamin. Sisa dari penghasilan yang Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
didapatkan, dijadikan sebagai simpanan untuk dihari tua, karena tidak selamanya mereka dapat melakukan aktivitas tersebut. Pendapatan yang dihasilkan dari mata pencaharian tambahan ini juga mreka manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mengantisipasi biayabiaya tak terduga seperti jika sakit, untuk membeli peralatan yang menyangkut dengan pekerjaan seperti perahu, jaring, membeli bibit padi dan juga untuk keperluan sehari-hari serta biaya pendidikan anak-anak. Dengan demikian, pendapatan dan pengeluaran sebelum dan sesudah memiliki mata pencaharian tambahan jauh berbeda dengan apa yang didapat sebelum memiliki mata pencaharian tambahan guna untuk meningkatkan perekonomian keluarga dan mensejahterakan kehidupan masyarakat di Desa Sei Nagalawan.
4.4. Penghasilan Dari Mata Pencaharian Tambahan:Peningkatan Atau Hanya Mencukupi Kebutuhan Sehari-hari Dilihat dari pendapatan atau penghasilan sebelum dan sesudah memiliki mata pencaharian tambahan, penghasilan yang diperoleh oleh masyarakat di Desa Sei Nagalawan mengalami perubahan yang benar-benar mengejutkan diri mereka. Penghasilan tersebut benar-benar telah meningkatkan perekonomian keluarga dan menjadikan kehidupan masyarakat di desa ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Dari penghasilan tersebut mereka mampu untuk membuka tabungan sendiri dan mampu untuk membeli segala keperluan dan kebutuhan kelurga dan kebutuhan sehari-hari, mulai dari peralatan elektornik seperti Tv, Radio, dan VCD serta alat transportasi seperti sepeda motor dan juga mobil dengan tidak membeli secara tunai tetapi kredit. Semua itu dapat
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
diperoleh, sejak memiliki mata pencaharian tambahan, yang benar-benar membuat kehidupan keluarga nelayan menjadi berubah. Dari penghasilan tersebut juga mampu untuk memberikan pendidikan atau menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Begitu banyak, perubahan yang dirasakan oleh para nelayan tradisional sejak memiliki mata pencaharian tambahan yang merupakan strategi dalam meningkatkan perekonomian keluarga, di samping itu mereka sekarang mempunyai tabungan sendiri, dan juga dapat membeli lahan atau sawah sendiri yang dijadikan sebagai sumber penghasilan tambahan. Penghasilan tambahan tersebut juga disebabkan karena adanya sistem pembagian kerja antara suami, isteri dan anak-anak dari keluarga nelayan. Seperti yang dirasakan oleh salah seorang informan yang memiliki mata pencaharian tambahan sebagai petani. Selanjutnya ia mengatakan:
“… sejak saya menjadi petani yang juga sebagai nelayan tradisional, hasilnya benar-benar meningkatkan masalah ekonomi keluarga saya dan saya mampu untuk menyekolahkan anak saya sampai tamat SMA…”
Penghasilan yang diperoleh masyarakat di Desa Sei Nagalawan sejak memiliki mata pencaharian tambahan memang belum seimbang dengan kerja keras yang telah dilakukan selama ini, tetapi sudah dapat meningkatkan perekonomian saja sudah cukup. Mereka juga sadar bahwasannya dengan pengetahuan yang cukup terbatas, mereka tidak pernah lupa untuk terus berdoa dan mengucap rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberikan kehidupan yang lebih baik lagi dari kehidupan sebelum memiliki mata pencaharian tambahan. Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Semakin meningkatnya kebutuhan keluarga, semakin memaksa untuk terus dapat bertahan dan bekerja lebih keras lagi agar semua kebutuhan yang menyangkut masalah ekonomi dapat terpenuhi. Oleh karena itu, mereka berusaha untuk melakukan atau mencari mata pencaharian tambahan lain guna untuk meningkatkan penghasilan ataupun pendapatannya agar dapat sesuai dengan biaya pengeluaran yang mencakup kebutuhan sehari-hari dan
dapat
menyeimbangkannya.
Berbagai
upaya
dilakukan
untuk
meningkatkan perekonomian. Strategi yang dilakukan, dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di lingkungan desa ini dengan cara bertani dengan dibantu isteriisteri mereka dengan menjadi penganyam tikar purun, dan hasilnya pun benar-benar meningkatkan perekonomian di Desa Sei Nagalawan. Semua kebutuhan keluarga dapat terpenuhi. Penghasilan tersebut tidak hanya meningkatkan perekonomiannya tetapi segala kebutuhan hidup keluarga nelayan dapat terpenuhi, dan tidak hanya itu saja, penghasilan yang diperoleh terkadang juga berlebih. Oleh karena itu, mereka merasa cukup puas dengan pilihan mata pencaharian tambahan yang dilakoni sekarang ini, karena tidak lagi tergantung kapada laut yang selama ini menjadi mata pencaharian utama bagi para nelayan di Desa Sei Nagalawan. Walaupun menjadi petani membutuhkan kesabaran dan suatu pekerjaan yang sangat melelahkan serta membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menunggu masa panen tiba. Namun, demi kelangsungan hidup keluarga mereka tidak pernah berputus asa dalam menjalankan aktifitas baru yakni bertani. Hasil yang didapat pun sangan memuaskan dan dapat menjamin kehidupan para nelayan untuk dapat memberikan pendidikan yang lebih baik lagi kepada generasi penerus mereka.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
BAB V PENUTUP
5.1. K esimpulan. Nelayan diartikan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air. Jadi, orang-orang Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
yang
hanya
melakukan pekerjaan seperti membuat
jaring
menyangkut
alat-
alat/perlengkapan ke dalam perahu/kapal tidak dimasukkan sebagai nelayan, tetapi ahli mesin, juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap ikan dimasukkan sebagai nelayan. Sistem ekonomi perikanan laut ialah di antara faktor-faktor produksi yakni sumber alam, alat-alat penangkapan, tenaga kerja, dan organisasi kerja dengan faktorfaktor distribusi yakni pemasaran hasil perikanan. Secara umum masyarakat desa nelayan memang dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kaya dan kaya sekali di satu pihak, dan kelompok ekonomi sedang, miskin, miskin sekali dilain pihak. Mereka telah menganggap diri mereka telah kehilangan kesempatan untuk memperbaiki tingkat sosial ekonomi mereka. Selama usia produktif atau semasa muda, mereka hampir semua bekerja sebagai nelayan. Kini, sisasisa tenaga yang tidak dapat lagi digunakan dilaut, kini dialihkan ke bidang pertanian sebagai pilihan mata pencaharian tambahan. Mereka cenderung mendramatisasikan keadaan kemiskinan mereka dalam bentuk sukarnya penghidupan dan pekerjaan mereka, dan dalam kecilnya pendapatan mereka hanya cukup atau bahkan kurang untuk menutup kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Penelitian ini telah menjawab keempat pertanyaan penelitian yang dijabarkan dipermasalahn. Pertanyaan pertama dapat dijabarkan bahwa kehidupan ekonomi nelayan sebelum memiliki mata pencaharian tambahan lain sangat sulit dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Kondisi perekonomian nelayan di Desa Sei Nagalawan terlihat begitu memprihatinkan, karena mata pencaharian pokok yang dimiliki adalah sebagai nelayan tradisional yang hanya bergantung pada kondisi alam (laut). Hal tersebut mengakibatkan para nelayan tradisinal sangat sulit dalam menyelesaikan permasalahan Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
ekonomi mereka khususnya dalam biaya pendidikan anak. kondisi perekonomian tersebut, menyebabkan masyarakat di desa ini mulai sadar dan berupaya untuk memajukan perekonomian nelayan yang selalu diidentikkan dengan kemiskinan. Pertanyaan kedua dapat dijawab bahwa yang dilakukan nelayan serbagai bentuk strategi dalam meningkatkan ekonomi keluarga dapat berupa dengan memiliki mata pencaharian tambahan lain selain nelayan yakni bertani, menganyam tikar purun dan dengan menjadi buruh/karyawan pabrik. Strategi tersebut dilakukan untuk memperbaiki kehidupan ekonomi nelayan di desa ini, walaupun hanya dengan sistem pengetahuan yang masih tradisional dan alat-alat yang digunakan juga sangat tradisional. Namun, hal tersebut tidak membuat para nelayan berhenti untuk mengembangkan dan memajukan desa mereka. Strategi tersebut mereka lakukan guna untuk mencukupi semua kebutuhan keluarga dengan dibantu para isteri nelayan untuk meningkatkan pendapatan suami, yang tidak hanya cukup hanya dengan menjadi nelayan. Pertanyaan ketiga dapat dikatakan bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh dengan adanya mata pencaharian tambahan jauh sangat meningkat jika dibandingkan dengan hanya pekerjaan pokok sebagai nelayan. Besarnya pendapatan yang diperoleh dari hasil mata pencaharian tambahan lain sebesar Rp 2.420.000; dan sebelum memiliki mata pencaharian tambahan nelayan hanya memperoleh penghasilan yang selalu tidak menentu dengan biaya pengeluaran Rp 1.530.000;. dengan demikian. Penghasilan tersebut dapat mencukupi kebutuhan keluarga nelayan di Desa Sei Nagalawan, bahkan dapat mereka sisihkan sebagai tabungan untuk keperluan lain atau sebagai biaya yang tak terduga. Penghasilan yang diperoleh membuat masyarakat di desa ini terus berusaha agar
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
dapat lebih meningkatkan ekonomi mereka hanya dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Pertanyaan keempat dapat dijabarkan bahwa hasil dari strategi yang mereka lakukan dapat mencukupi sekaligus meningkatkan perekonomian nelayan di Desa Sei Nagalawan.
Dengan
demikian,
walaupun
pengetahuan
yang
dimiliki
dalam
mengembangkan desa sangat tradisional tetapi, mereka mampu untuk dapat bertahan hidup. Strategi yang mereka lakukan hasilnya sangat memuaskan bagi para nelayan walaupun, tidak ada peran ataupun bantuan dari pemerintah untuk memajukan desa ini. Namun, dengan adanya kerja sama dan sistem kekeluargaan yang dimiliki begitu erat mereka dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapi khususnya dalam masalah ekonomi.
Dari jawaban tersebut maka, dapat disimpulkan bahwa strategi yang dilakukan sebagai upaya nelayan dalam meningkatkan ekonomi, memang benar-benar meningkatkan ekonomi nelayan di Desa Sei Nagalawan. Di samping itu, kini mata pencaharian tambahan tersebut benar-benar dijalankan dengan kegigihan dan semangat. Strategi yang mereka lakukan juga dapat mencukupi segala kebutuhan keluarga nelayan yang Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
mencakup dengan kebutuhan sebagai nelayan, bertani, menganyam tikar dan sebagai buruh/karyawan pabrik.
5.2. Saran. Untuk dapat terus mempertahankan sumber pilihan dari mata pencaharian tambahan yang sekaran dimiliki oleh nelayan tradisional dalam hal hal bertani adalah: 1. Pemerintah harus lebih memperhatikan segala kebutuhan yang menjadi faktor pendukung keberhasilan masyarakat dalam meningkatkan perekonomian mereka dengan mempertahankan mata pencaharian tambahan tersebut serta harus memberikan pembinaah dan pembelajaran bagi masyarakat nelayan yang mayoritas memiliki pendidikan yang rendah bahkan ada yang tidak bersekolah, agar apa yang menjadi pilihan dari mata pencaharian tambahan tersebut dapat terus bertahan guna untuk kesejahteraan dan kemajuan Desa Sei Nagalawan.
2. Masyarakat di Desa Sei nagalawan harus tetap mempertahankan hubungan kekeluargaan yang didasarkan pada hubungan gotong royong dan tolong menolong, agar jika terjadi konflik merea dapat menyelesaikannya dengan jalan musyawarah.
3. Untuk terus dapat bertahan, pengrajin anyaman tikar purun memiliki beberapa aspek yang harus ditingkatkan yaitu: a. Aspek permodalan, yang menjadi kendala utama bagi pengrajin. Pemerintah seharusnya menjadi pihak yang paling berpihak pada sektor kerakyatan ini, yakni
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
dalam hal kemudahan pemberian kredit lunak bagi para pengrajin tikar purun bagi Desa Sei Nagalawan. b. Aspek bahan baku lokal serta berkualitas tentunya menjadi pilihan utama bagi pengrajin tikar purun. Bahan baku lokal masih sangat digalakkan, karena sangat mudah didapatkan serta dengan ongkos yang tidak terlalu mahal. c. Aspek pemasaran yang dipergunakan oleh para pengrajin masih bersifat konvensional serta saluran pemasaran yang berbelit-belit. Hendaknya pola pemasaran tikar purun tidak terlalu melibatkan banyak aktor pemasaran didalamnya, agar pengrajin mendapatkan hasil/pendapatan yang sesuai dengan tikar yang mereka anyam.
DAFTAR PUSTAKA.
Burhan, Bungin 2002
Metode Penelitian Kualitatif. PT. Raja Grafindo Persada; Surabaya.
Budhisantoso, dkk Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
1998
Geertz, Clifford 1982 Hubeis, Aida V.S 1992
Ismaini 1976
Pola Kehidupan Sosial Budaya Petani dan Nelayan di Daerah Rawa. CV. Pialamas Permai; Jakarta
Involusi Pertanian. Yayasan Obor; Jakarta
Penyuluhan Pembangunan Indonesia Menyongsong Abad XXI. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara; Jakarta.
Migrasi Batak Toba ke Aceh Tenggara Berita Antropologi VIII (27):48; Jakarta.
Koentjaraningrat 1993 Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Dian Rakyat; Jakarta. Keesing. M. Roger 1981
Landsberger, Henry,dkk 1981
Mubyarto 1984
Mulyanto 1985 Paz, Octavio 1997
Poerwanto 2005
Antropologi Budaya Suatu perspektif Kontemporer. Edisi ke dua. Erlangga; Jakarta
Pergolakan Petani & Perubahan Sosial. Press; Jakarta
CV. Rajawali
Nelayan dan kemiskinan : studi ekonomi antropologi di Desa Pantai. Rajawali; Jakarta
Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. CV. Rajawali; Jakarta Levi-Strauss Empu Antropologi Struktural: LKIS; Jakarta
Kebudayaan dan Lingkungan dalam Antropologi. Pustaka Pelajar; Yogyakarta
Redfield, Robert Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Perspektif
1982
Selat, Norazit 1982
Masyarakat Petani & Kebudayaan. CV. Rajawali; Jakarta
Peranan Patron dalam Masyarakat Petani dengan Referensi Khusus Malaysia dan Philipina. UKM; Kuala Lumpur
Scott, C. James 1983 Moral Ekonomi Petani:Pergolakan & Subsistensi di Asia Tenggara. LP3ES; Jakarta Sumardi. Dkk 1997/1998
Sairin, Sjafri 2002
Soetomo 2006
Wolf, Eric R 1965
Peranan Nilai Budaya Daerah Dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup di Daerah Istimewa Yogyakarata.
Pengantar Antropologi Yogyakarta
Ekonomi.
Strategi-Strategi Pembangunan Pelajar; Yogyakarta
Pustaka
Pelajar;
Masyarakat.
Pustaka
Petani Suatu Tinjauan Antropologis. CV Rajawali; Jakarta
Skripsi: Tarida Herawati E.S 1997
Ade Irma Sinaga 2007
Aktifitas Parengge-Rengge Dalam Perspektif Gender. Tidak di terbitkan.
Strategi Adaptasi Pengrajin Anyaman Konvensional Tidak diterbitkan
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Jurnal: Purwanti, Artati & A. Tumulyadi, 1999, Peran Isteri Nelayan Dalam Upaya peningkatan Pendapatan Rumah Tangga nelayan Di Pedesaan Pantai Pondok Dudap malang Selatan, Malang:Universitas Brawijaya.
Sumber elektronik, 27 Juli 2008: “Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia” http://id.wikipedia.org/wiki/nelayan.
“Pemberdayaan Masyarakat Nelayan” http://www.walhi.or.id/kedai/masy_buk/.
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009
Asfianti Syafitri Nasution : Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, 2009. USU Repository © 2009