KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN PARTISIPASI EKONOMI ISTERI KELUARGA NELAYAN Matias Siagian Abstract In the recent, family needs increase significantly. It is difficult challenge especially for poor family. Many fisherman family researches informed that among fisherman family were poor and very poor families. They were called small fisherman. Most of fisherman families economy activities were done by husbands. Only few of fisherman wife have worked to added families income. How ever an economy problem which has been caused of husband income decreasing and families needs increasing have forced wife of fisherman work in public economy sector (out of home). Keywords: poverty, small fisherman family Pendahuluan Secara kodrati-absolut terdapat perbedaan antara perempuan dengan laki-laki. Di satu sisi, perempuan secara umum memiliki kekuatan fisik yang lebih lemah, mengandung, melahirkan, dan menyusui anak. Di sisi lain, laki-laki secara umum memiliki kekuatan fisik yang lebih kuat dengan perempuan, terlepas dari beban mengandung, melahirkan, dan menyusui anak. Perbedaan ini kemudian menjadi landasan penafsiran, bahwa perempuan seharusnya tinggal di rumah dan mengerjakan aktivitas domestik rumah tangga. Sedangkan laki-laki seharusnyalah banyak melakukan kegiatan di luar rumah, yang sudah barang tentu berkaitan langsung dan tidak langsung dengan penghidupan rumah tangganya. Namun gerakan modernisasi secara umum menolak struktur tradisional tersebut. Gerakan perempuan di hampir semua belahan dunia secara umum mengarah pada upaya mensejajarkan perempuan dengan laki-laki. Selain persamaan hak dan kedudukan, perempuan juga cenderung menuntut peran yang setara dengan laki-laki, baik di tengah-tengah keluarga maupun di masyarakat, organisasiorganisasi, bahkan dalam negara. Perkembangan peran perempuan di berbagai belahan bumi memang menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam keluarga, masyarakat, dan negara ternyata tidak kalah penting dari laki-laki. Lebih jauh lagi, perempuan mampu melakukan aktivitas
reproduksi (tidak menghasilkan materi), melakukan dengan baik aktivitas domestik rumah tangga, dan paling penting lagi ternyata mampu melakukan kegiatan yang nota bene menghasilkan pendapatan demi penghidupan keluarga. Walaupun demikian masih ada tersisa kedudukan istimewa dari laki-laki, bahwa suami secara umum masih dianggap sebagai penanggung jawab utama dalam penghidupan keluarganya. Keterlibatan isteri dalam aktivitas ekonomi terutama didorong oleh pendapatan suami yang ternyata tidak cukup untuk mensejahterakan keluarga. Artinya, keterlibatan itu bukannya semata-mata didorong oleh keinginan isteri agar setara dengan suami, melainkan didorong oleh kondisi ekonomi rumah tangga yang dianggap masih jauh dari cukup, sehingga membutuhkan peran isteri dalam perbaikannya. 1) Pudjiwati Sajogyo mengemukakan bahwa keterlibatan perempuan dalam sektor publik secara garis besar didorong oleh beberapa hal. Pertama dan yang terbesar adalah didorong tekanan ekonomi rumah tangga. Hal ini disebabkan pemenuhan kebutuhan keluarga dan masyarakat yang semakin lama semakin kompleks. Artinya, pengeluaran rumah tangga tidak lagi hanya terbatas pada kebutuhan sandang dan pangan, tetapi sudah mengalami akumulasi seperti pendidikan, kesehatan, organisasi, rekreasi, dan lain-lain. Kondisi seperti ini mengaki-batkan besar kemungkinan sang suami tidak mampu menanggung sendiri
Matias Siagian adalah Dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU 110
Siagian, Kondisi Sosial Ekonomi…
beban rumah tangga yang semakin besar. Selain itu juga didorong oleh keinginan meningkatkan harga diri, persamaan hak yang biasanya terdapat pada wanita berpendidikan dan wanita perkotaan. 2) Hal yang perlu di kaji adalah faktor-faktor apa yang menjadikan seseorang, termasuk suami memiliki pendapatan yang rendah? Di sinilah perlu disadari hubungan timbal balik antara faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi seperti sikap masyarakat menghadapi kehidupan, pekerjaan, kekuasaan, struktur administrasi dan birokrasi pemerintah maupun swasta, pola-pola pertalian keluarga, tradisi-tradisi kultural, sistem pemakaian lahan, otoritas dan integrasi badanbadan pemerintahan, fleksibilitas dan regiditas kelompok-kelompok ekonomi dan sosial masyarakat itu. 3) Sementara Masri Singarimbun dan D. H. Penny mengemukakan bahwa banyaknya atau lamanya sekolah/pendidikan yang diterima seseorang akan berpengaruh terhadap kecakapannya dalam pekerjaan tertentu.4) Sudah tentu kecakapan tersebut akan akan mengakibatkan kemampuan yang lebih besar dalam menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga. Artinya, bahwa kecakapan seseorang dalam suatu pekerjaan sangat mempengaruhi jenis pekerjaan yang dia terima serta tingkat kedudukan yang ditempatinya dalam sebuah lembaga atau organisasi. Dimana faktor terakhir inilah kemudian akan mempengaruhi secara langsung kemampuannya dalam memperoleh pendapatan yang lebih besar. Hal yang berkaitan dengan pendapatan ini adalah jenis pekerjaan. Daniel Dhekade mengemukakan bahwa jenis pekerjaan dapat dibagi menjadi dua, yakni pekerjaan yang membutuhkan profesionalisme dan pekerjaan yang tidak membutuhkan profesionalisme (cenderung hanya membutuhkan tenaga fisik).Jenis ini tentu sangat berpengaruh terhadap tingkat penghasilan para pekerja. 5) Raharji mencoba menjelaskan arti ekonomi dari suatu keluarga, yakni bagai-mana keluarga itu mengelola kegiatan ekonomi, pembagian kerja dan fungsi, kemudian berapa jumlah pendapatan yang diperoleh atau berapa konsumsi serta jenis produksi dan jasa yang dihasilkan.6) Dengan demikian konsep ekonomi mempunyai arti luas, tidak sekedar bagaimana mendapatkan penghasilan, tetapi juga memasuki wilayah pengelolaan ekonomi itu sendiri.
Perekonomian disebut sebagai sistem ekonomi perikanan laut di antara faktor-faktor produksi, yakni sumber alam, alat-alat penangkapan, tenaga kerja dan organisasi kerja dengan faktor-faktor distribusi, yakni pemasaran hasil perikanan.7) Artinya, bahwa pendapatan keluarga nelayan merupakan proses fungsi dari berbagai unsur ini. Sebagai suatu sistem, keseluruhan unsur itu harus berjalan dengan baik agar menghasilkan perekonomian yang baik pula bagi keluarga nelayan. Selanjutnya, Mubyarto melakukan penggolongan nelayan ke dalam lima jenis, yakni: 1) Nelayan kaya A: yang mempunyai kapal (juragan), mempekerjakan nelayan lain sebagai pandega tanpa ia sendiri bekerja. 2) Nelayan kaya B: memiliki kapal tetapi ia sendiri sebagai anak kapal. 3) Nelayan sedang: kebutuhan hidupnya dapat dipenuhi dengan pendapatan pokoknya dan bekerja sebagai nelayan serta memiliki perahu tanpa mempergunakan tenaga dari luar keluarga. 4) Nelayan miskin: pendapatan dan perahunya tidak mencukupi kebu-tuhan hidupnya, sehingga harus ditambah dengan pekerjaan lain untuk ia sendiri atau untuk isteri dan anak-anaknya. 5) Nelayan pandega atau tukang kiteng (digunakan pada masyarakat Jepara): orang luar yang datang ke Jepara untuk menangkap ikan dengan menyewa kapal dari juragan atau bekerja sebagai anak kapal.8) Harus diakui bahwa dari berbagai jenis nelayan yang dikemukakan Mubyarto, maka nelayan miskin adalah jenis nelayan yang mendominasi kehidupan nelayan. Hal ini terbukti dari fakta, bahwa masih banyak nelayan yang melakukan penangkapan ikan dan menjual hasil tangkapannya dengan sistem tradisional. Aspek lain yang perlu dikaji untuk lebih memahami kehidupan nelayan adalah aspek ekologi. Berdasarkan aspek ekonologinya, J. K. Galbrait mengemukakan, bahwa mata pencaharian nelayan dapat dibagi dua, yakni: 1) Penangkapan di laut: semua kegiatan yang dilakukan di laut dan muara-muara sungai dan tempat-tempat lain yang dipengaruhi oleh 111
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2004, Volume 3, Nomor 2, Halaman 112 - 1118
pasang surut. 2) Budi daya di laut: semua kegiatan yang dilakukan di laut/perairan yang dipengaruhi oleh pasang surut. 9) Metode Penelitian Penelitian ini mengarah pada pengu-kuran korelasional, di mana dicari hubungan sebabakibat antara variabel penelitian berupa tingkat sosial ekonomi rumah tangga nelayan dengan partisipasi isteri dalam ekonomi rumah tangga. Selanjutnya penelitian ini tergolong tipe penelitian eksplanasi, yakni mencoba menguji hipotesis yang dirumuskan berdasarkan teori dan penelitian yang ada dan relevan dengan topik penelitian. Penelitian ini dilakukan di Perumahan Nelayan Indah. Perumahan ini dibangun oleh Walikota Medan, sebagai wujud perhatian dan keperduliannya terhadap kehidupan nelayan yang memprihatinkan. Perumahan Nelayan Indah menjadi satu kelurahan ditambah wilayah perkampungan nelayan yang tumbuh secara alami di sekitarnya. Secara administrasi pemerintahan, maka kelurahan ini termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Medan Labuhan, kota Medan. Populasi penelitian adalah isteri atau ibuibu rumah tangga yang memiliki suami, dimana suaminya bekerja sebagai nelayan. Populasi penelitian ini sebesar 922 rumah tangga, dan dari jumlah tersebut ditarik sampel sebanyak 92 orang. Penarikan sampel atau pemilihan populasi yang dijadikan sampel menggunakan teknik stratified random sampling yang dipadukan dengan sistem proporsional. Adapun landasan atau aspek yang dijadikan sebagai faktor penggolongan populasi adalah tipe rumah (Tipe 21 (populasi sebanyak 400 unit dan dijadikan sampel sebanyak 35), Tipe 27 (populasi sebanyak 360 unit dan dijadikan sampel sebanyak 31), dan Tipe 36(populasi sebanyak 284 unit dan dijadikan sampel sebanyak 24). Data yang dibutuhkan untuk membuktikan hipotesis yang dikumpulkan melalui observasi dan wawancara yang dilengkapi dengan angket. Cara terpadu ini dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan isteri nelayan yang kurang memungkinkan mereka untuk mampu mengisi angket secara mandiri.
112
Data relevan yang dikumpulan dianalisis dengan teknik analisis kuantitatif, dengan menggunakan rumus Product Moment10): ∑xy rxy = -----------------------√ (∑x2) (∑y2) Berdasarkan pertimbangan teoritis dan empiris (hasil penelitian orang lain), maka diajukan dipotesis penelitian sebagai berikut11): H0: Tidak terdapat korelasi antara tingkat sosial ekonomi nelayan dengan partisipasi isteri dalam ekonomi keluarga. H1: Terdapat korelasi positif antara tingkat sosial ekonomi nelayan dengan partisipasi isteri dalam ekonomi keluarga, artinya: semakin rendah tingkat sosial ekonomi nelayan, maka partisipasi isteri dalam ekonomi keluarga semakin tinggi. Hubungan Sosial Ekonomi dan Partisipasi Isteri dalam Ekonomi Rumah Tangga Sebelum kita membahas korelasi antara tingkat sosial ekonomi nelayan dan partisipasi isteri dalam ekonomi rumah tangga ada baiknya kita mengetahui karakteristik responden. Adapun pendidikan responden didominasi oleh pendidikan yang teridentifikasi sebagai tidak tamat SD, tamat SD, hingga SLTP. Distribusi data pendidikan ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan No 1 2 3 4 5
Pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Perguruan Tinggi Jumlah
F 27 31 24 28 90
% 30 34,4 26,7 8,9 100
Sumber: Data Primer
Data yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa sangat minim isteri nelayan yang tamat SLTA, dan tidak ada seorang pun yang pernah mengecap pendidikan tinggi. Dari segi agama dapat diinformasikan bahwa keseluruhan responden memeluk agama Islam. Tinjauan kharakteristik responden dari segi suku bangsa disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kesukuan
Siagian, Kondisi Sosial Ekonomi…
No 1 2 3 4 5 6 7
Suku Melayu Jawa Mandailing Minang Karo Banjar Aceh
F 43 24 9 5 4 4 1 90
% 47,78 26,67 10,00 5,55 4,45 4,45 1,11 100,00
Tabel No 1 2 3 4 5
Sumber: Data Primer
4.
Distribusi Suami Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Perg. Tinggi Jumlah
F 8 36 35 11 90
% 8,89 40,00 38,89 12,22 100,00
Sumber: Data Primer
Data pada tabel dua di atas menunjukkan bahwa responden didominasi oleh suku Melayu dan Jawa. Responden lainnya terdistribusi ke dalam berbagai suku, seperti Mandailing, Minang, Karo, Aceh, dan Banjar. Hal yang lebih penting lagi diketahui adalah menyangkut pekerjaan atau aktivitas ekonomi isteri, yang datanya pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan No 1 2 3 4 5
Pekerjaan Sektor domestik Sektor Publik: - Karyawati - Berdagang - Pembantu RT - Serabutan Jumlah
F 54
% 60,00
2 11 4 19 90
2,22 12,22 4,45 21,11 100,00
Sumber: Data Primer
Data yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebesar 60% responden hanya mengerjakan aktivitas di dalam rumah atau menyangkut tugas rumah tangga. Sedangkan isteri yang terjun ke sektor publik adalah sebesar 40%. Jumlah paling banyak dari isteri yang terjun ke sektor publik adalah bekerja tidak menentu atau serabutan, diikuti oleh berdagang dan pembantu RT. Hanya 2 orang dari 36 orang isteri yang bekerja di sektor publik yang bekerja sebagai karyawan. Gambaran sosial ekonomi suami akan dilihat dari segi pendidikan, keterampilan, jenis pekerjaan, lamanya bekerja, waktu melaut, pekerjaan sampingan, penghasilan, jumlah anak, dan pemenuhan berbagai kebutuhan. Data tentang pendidikan suami dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Data di atas menunjukkan bahwa suami yang bekerja sebagai nelayan memiliki pendidikan yang umumnya tamat SD dan SLTP. Hanya 12,22% suami yang tamat SLTA, sedangkan yang tidak tamat SD 8,89%. Tidak seorang pun suami yang pernah mengecap pendidikan di Perguruan Tinggi. Hal yang erat kaitannya dengan pendidikan adalah keterampilan. Gambaran keterampilan suami responden akan disajikan pada tabel 5 berikut. Tabel No 1 2 3 4
5.
Distribusi Suami Responden Berdasarkan Keterampilan.
Keterampilan Tidak pernah Tingkat Dasar Tingkat Lanjutan Tingkat mahir Jumlah
F 79 11 90
% 87,8 12,2 100,00
Sumber: Data Primer
Data di atas menunjukkan betapa memprihatinkan keterampilan nelayan. Pada umumnya mereka tidak pernah mengikuti latihan keterampilan apa pun. Sementara yang pernah, itupun hanya tingkat dasar hanya 12,22%. Tidak seorang pun mereka yang memiliki keterampilan tingkat lanjutan dan mahir. Jenis pekerjaan atau tipe aktivitas ekonomi nelayan berkaitan langsung dengan tingkat pendapatan. Berikut ini akan disajikan jenis pekerjaan nelayan yang menjadi suami responden. Tabel 6. No 1 2 3
Distribusi Suami Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan.
Keterampilan Buruh/anak kapal Penyewa perahu Pemilik perahu Jumlah
F 60
% 66,70
3 27 90
3,30 30,00 100,00
Sumber: Data Primer
113
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2004, Volume 3, Nomor 2, Halaman 112 - 1118
Data yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas (66,70) suami responden adalah buruh nelayan/anak kapal. Sedangkan 30% adalah nelayan pemilik kapal/perahu kecil. Hanya 3,30% yang menjadi nelayan penyewa perahu. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa mayoritas nelayan memiliki kondisi sosial ekonomi yang sangat memprihatinkan. Suami responden telah menggeluti pekerjaan sebagai nelayan antara 1 hingga lebih 11 tahun. Bahkan tidak sedikit di antaranya yang menjadikan pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan yang turun-temurun. Untuk lebih jelasnya, maka data tentang lama bekerja suami sebagai nelayan akan disajikan pada tabel 7 berikut. Tabel 7. Distribusi Suami Responden Berdasarkan Lama Bekerja sebagai Nelayan. No 1 2 3
Lama Bekerja 1 - 5 tahun 6 – 10 tahun 11 tahun keatas Jumlah
F 13 47 30 90
% 14,50 52,20 33,30 100,00
Sumber: Data Primer
Lebih separuh (52,2%) nelayan yang merupakan suami respon telah melakukan pekerjaan sebagai nelayan selama 6 – 10 tahun. Jumlah ini diikuti oleh suami yang sudah bekerja sebagai nelayan selama 11 tahun ke atas. Sedangkan yang bekerja selama 1 – 5 tahun hanya 14,5%. Frekuensi melaut merupakan peluang bagi nelayan untuk memperoleh sejumlah pendapatan. Berikut ini akan disajikan data tentang frekuensi melaut suami responden. Tabel No 1 2 3
8.
Distribusi Suami Responden Berdasarkan Waktu Melaut
Frekuensi Melaut < 10 hari 11 – 20 hari 21 - 30 hari Jumlah
Juml ah 2 3 85 90
% 2,20 3,30 94,50 100,00
Sumber: Data Primer
Data di atas menunjukkan sebenarnya mayoritas suami sudah dengan frekuensi yang cukup tinggi, status dan kondisi kepemilikan perahu 114
bahwa melaut namun mereka
mengakibatkan mereka tetap berpendapatan rendah. Mayoritas nelayan (94,5%) melaut antara 21 – 30 hari per bulan. Hanya 3,3% dan 2,2% dari mereka yang secara berturut-turut melaut 12 – 20 hari dan kurang dari 10 hari dalam sebulan. Sebagaimana diketahui bahwa melaksanakan pekerjaan sebagai nelayan bukanlah jaminan perolehan pendapatan cukup bagi pemenuhan kebutuhan keluarga nelayan, oleh karena itu melakukan pekerjaan sampingan sesungguhnya merupakan terobosan dalam upaya peningkatan pendapatan. Data tentang pekerjaan sampingan nelayan akan disajikan pada tabel 9 berikut. Tabel 8. Distribusi Suami Responden Berdasarkan Pekerjaan Sampingan No 1 2 3
Frekuensi Melaut Tidak ada Kadang-kadang Hampir tetap Jumlah
Juml ah 69 20 1 90
% 76,70 22,20 1,10 100,00
Sumber: Data Primer
Data yang disajikan pada tabel 9 di atas menunjukkan bahwa mayoritas nelayan (76,7%) tidak memiliki pekerjaan sampingan. Bahkan hanya 22,2% dari mereka yang memilikinya, itu pun hanya kadang-kadang, dimana hanya 1,1% yang hampir tetap memiliki pekerjaan sampingan. Bagaimana menyangkut besar pendapatan nelayan? Pada Tabel 10 akan disajikan data yang menggambarkan pendapatan. Tabel 10. No 1 2 3
Distribusi Suami Responden Berdasarkan Pendapatan
Pendapatan (Rp/Perbulan) < 300.000 300.000 – 400.000 >400.000 Jumlah
Juml ah 29 57 4 90
% 32,20 63,30 4,50 100,00
Sumber: Data Primer
Mayoritas (63,3%) suami responden ternyata hanya berpenghasilan sebesar Rp. 300.000 – 400.000 perbulan. Bahkan sejumlah 32,2% hanya berpenghasilan kurang dari Rp.300.000. Sedangkan yang berpenghasilan di atas Rp. 400.000 perbulan hanya 4,5%.
Siagian, Kondisi Sosial Ekonomi…
Salah satu faktor yang mempengaruhi pengeluaran rumah tangga adalah jumlah anak. Pada Tabel 11 berikut akan disajikan data tentang jumlah anak. Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak No 1 2 3
Jumlah Anak 1 – 2 orang 3 - 4 orang 5 orang atau lebih Jumlah Sumber: Data Primer
F 17 28 45 90
% 18,90 31,10 50,00 100,00
Data di atas menunjukkan bahwa separuh dari keluarga nelayan memiliki anak cukup banyak, yakni 5 orang atau lebih. Sedangkan yang memiliki 3 – 4 orang anak adalah sebesar 31,1%, dan lainnya (18,9%) memiliki anak sebanyak 1 – 2 orang. Bagaimana tanggapan responden terhadap kondisi ekonomi keluarga khususnya pendapatan suami? Pada Tabel 12 berikut akan disajikan data tentang persepsi responden tentang pendapatan suami jika dihubungkan dengan kebutuhan rumah tangga. Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsinya terhadap Pendapatan Suami No 1 2 3
Persepsi Sangat kurang Kurang Cukup Jumlah
Jumlah 12 54 24 90
% 13,3 60 26,7 100
Sumber: Data Primer
Mayoritas (60%) responden ber-anggapan bahwa pendapatan suami kurang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hanya 26,7% yang menyatakan cukup, bahkan 18,9% menyatakan bahwa pendapatan suami sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Data berikut adalah menyangkut keterlibatan isteri dalam kegiatan ekonomi rumah tangga. Pada Tabel 13 berikut akan disajikan kegiatan isteri sehari-hari. Tabel 13. Distribusi Responden Persepsinya terhadap Pendapatan Suami No
Kegiatan Seharihari
1
Mengurus anak/ suami
2
Mengurus anak/ suami/kegiatan
Juml ah 40 20
% 44,50
3
Sosial Mengurus anak/ suami/mencari nafkah Jumlah
30
33,30
90
100,00
Sumber: Data Primer
Tidak ada kegiatan yang mendominasi. Sebesar 44,5% responden melakukan kegiatan mengurus suami/anak, sedangkan 33,3% responden selain mengurus suami/anak juga mencari nafkah, dan hanya 22,2% responden yang selain mengurus anak/suami juga melakukan kegiatan sosial. Sementara frekuensi bekerja di sektor publik akan disajikan pada Tabel 14 berikut. Tabel 14. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Bekerja di Sektor Publik No 1 2 3
Frekuensi Tidak pernah Kadang-kadang Selalu (Tetap) Jumlah
F 49 20 21 90
% 54,50 22,20 23,30 100,00
Sumber: Data Primer
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 14 di atas dapat diketahui bahwa sebesar 54,5% (lebih separuh) responden tidak melakukan aktivitas ekonomi di sektor publik. Sisanya (hampir separuh) melakukannya, dimana 23,3% justru bersifat menetap dan 22,2% hanya kadang-kadang. Pada Tabel 15 berikut akan disajikan data tentang partisipasi isteri berdasarkan penghasilan dalam pendapatan rumah tangga. Tabel 15. Distribusi Responden Penghasilan dalam Rumah Tangga No 1 2 3
Frekuensi Tidak pernah Kadang-kadang Selalu (Tetap) Jumlah
F 49 22 19 90
Berdasarkan Pendapatan % 54,50 24,40 21,10 100,00
Sumber: Data Primer
Distribusi data yang ada pada Tabel 15 di atas hampir sama dengan Tabel 14. Artinya responden yang ikut berkontribusi dalam pendapatan rumah tangga. Hanya saja yang permanen hanya 21,1% sedangkan yang tidak permanen sebesar 24,4%.
22,20
115
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2004, Volume 3, Nomor 2, Halaman 112 - 1118
Selanjutnya pada Tabel 16 berikut akan disajikan data tentang besar kontribusi isteri dalam pendapatan rumah tangga. Tabel 16. Distribusi Responden Berdasarkan Kontribusinya dalam Pendapataan RT No 1 2 3
Jumlah (Rp/Bulan) Tidak ada 100.000 – 200.000 >200.000 Jumlah
F 49 30 11 90
% 54,50 33,30 12,20 100,00
Sumber: Data Primer
Dari 41 orang responden yang bekerja di sektor publik, maka sebanyak 30 orang (33,3%) memberikan kontribusi sebesar Rp. 100.000 s/d 200.000 per bulan, sedangkan 12,2% memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga lebih dari Rp.200.000,Dengan menggunakan teknik analisis product moment diketahui bahwa rxy sebesar 0,45. Angka ini menunjukkan bahwa korelasi antara tingkat sosial ekonomi dengan partisipasi isteri dalam ekonomi rumah tangga cukup kuat atau cukup signifikan. Kesimpulan Hampir separuh isteri melakukan aktivitas ekonomi di sektor publik untuk menutupi kekurangan pendapatan suami dalam upaya memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal ini berarti bahwa isteri bukan lagi sekadar ibu rumah tangga, melainkan juga sebagai tulang punggung ekonomi rumah tangga. Pada umumnya isteri berpendapat bahwa pendapatan suami sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga agar mereka dapat hidup secara layak. Kondisi ini akan lebih parah sejak krisis moneter dimana laju inflasi membubung tinggi sehingga kebutuhan rumah tangga pun meningkat secara tajam. Dengan demikian keikutsertaan isteri nelayan untuk terjun ke sektor publik merupakan keterpaksaan. Mereka sesungguhnya menyadari bahwa fungsi mereka sebagai ibu rumah tangga cukup merepotkan dan menyita banyak waktu, terutama demi masa depan anak. Namun mereka menyadari, bahwa jika mereka membatasi aktivitas pada sektor domestik, dalam arti hanya melakukan kegiatan rumah tangga dan tidak terjun ke sektor publik, maka nasib rumah tangga mereka akan lebih tragis. Terdapat hubungan yang cukup signifan antara tingkat sosial ekonomi yang diukur dengan pendapatan suami dan kebutuhan rumah 116
tangga dengan partisipasi isteri dalam ekonomi rumah tangga. Hubungan yang signifikan ini tentu bukan hanya mengindikasikan hubungan atau korelasi positi semata, melainkan juga hubungan sebab akibat. Hal ini berarti bahwa keputusan isteri nelayan untuk terjun ke sektor publik adalah dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah tangga, dalam arti sebagai wujud tanggung jawab mereka terhadap masa depan rumah tangga dan terutama anak-anak mereka. Berdasakan kondisi yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan keluarga nelayan tidak cukup hanya dalam bentuk pemberdayaan nelayan, misalnya dalam bentuk peningkatan kemampuan tangkapan ikan, akan tetapi juga harus menyentuh potensi anggota rumah tangga nelayan lain, seperti isteri. Oleh karena itu, program pemberdayaan yang lebih logis justru mengembangkan aktivitas ekonomi isteri nelayan, melalui pelatihan sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas ekonomi yang lebih berdaya guna dan berhasil guna. Daftar Pustaka 1)
Munandar, utami, 1997, Emansipasi dan Peran Ganda, Universitas Indonesia, Jakarta. 2) Sajogyo, Pudjiwati, 1985, Peranan Wanita Dalam Pembangunan Masyarakat Desa, CV Rajawali, Jakarta. 3) Todaro, Michael, P, 1983, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Ghalia Indonesia, Jakarta. 4) Singarimbun, Masri, D.H. Penny, 1992, Penduduk dan Kemiskinan, BKA, Jakarta. 5) Dhekade, Daniel, 1995, Tantangan Dunia Pekerjaan, Gramedia, Jakarta. 6) Majalah Prisma, th. VII, No. 1. 1978. 7) Mubyarto, 1986, Nelayan dan Kemiskinan Studi Ekonomi di Dua Pantai, CV Rajawali Press, Jakarta. 8) Mubyarto, Ibid. 9) Neviyanna, 1994, Pengaruh Pembinaan LSM Dalam Meningkatan Pendapatan Nelayan (Skripsi), Fisip - USU, Medan. 10) Rakhmat, Jalaluddin, 1987, Metode Penelitian Komunikasi, CV. Remaja Karya, Bandung. 11) Arikunto, Suharsimi, 1991, Prosedure Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Bina Aksara, Jakarta.