PERAN PEKARANGAN DALAM PENINGKATAN PPH KELUARGA Agussalim1 dan Noor Amali2 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara Jl. Prof.Muh.Yamin No.89 Puuwatu 93114 Kendari 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P. Batur Barat No. 4 Banjarbaru – Kalimantan Selatan e-mail :
ABSTRAK Secara nasional Pola Pangan Harapan (PPH) mengalami penurunan, dari 82,8 pada tahun 2007 menjadi 75,7 pada tahun 2009. Hal ini mendorong terbitnya Perpres No. 22 Tahun 2009 tantang kebijakan P2KP berbasis sumberdaya local. Secara normatif, sumber utama pasokan pangan (karbohidrat, protein, vitamin/mineral) harus dapat diproduksi sendiri hingga tingkat rumah tangga. Atas dasar ini perlu diinisiasi model kawasan rumah pangan lestari (M-KRPL) yang potensial dan berpeluang dikembangkan sesuai karakteristik dan potensi wilayah. M-KRPL pada dasarnya adalah pemanfaatan lahan pekarangan untuk menghasilkan karbohidrat, protein dan vitamin/mineral. Metode pelaksanaan melalui bedengan, vertikultur, aquaminaponik maupun hidroponik. Berdasarkan data Sosial Ekonomi yang diperoleh melalui wawancara dengan peserta M-KRPL diperoleh Nilai PPH di di Desa Aoma dan Kelurahan Ranomeeto terjadi peningkatan PPH 6-8 point. Peningkatan PPH akibat adanya peningkatan pola komsumsi umbi-umbian, kacangkacangan dan sayuran yang di tanam dipekarangan. Kata kunci : pekarangan, PPH
Pendahuluan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) merupakan salah satu konsep pemanfaatan lahan pekarangan baik di pedesaan maupun perkotaan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dengan memberdayakan potensi pangan lokal (Sinta, ed. 20-26 April 2011). Salah satu kegiatan pemanfaatan pekarangan dalam konsep model KRPL yaitu pengembangan usaha diversifikasi pangan sebagai model diseminasi inovasi teknologi pertanian. Pemilihan komoditi yang akan dikembangkan pada pekarangan rumah, selain untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, juga diupayakan penampilan model yang artistic. Oleh karena itu untuk menunjang keberhasilan masyarakat dalam memanfaatkan pekarangan sebagai penyuplai gizi keluarga yang mandiri pada tingkat rumah tangga, maka perlu dilakukan upaya-upaya seperti : 1) keterlibatan petugas lapangan daerah setempat untuk mendampingi masyarakat dalam mengimplementasikan inovasi teknologi, 2) ketersediaan bibit, 3) penerapan pola integrasi budidaya tanaman pangan, hortikultura, perikanan dan peternakan, atau penerapan model diversifikasi yang tepat berdasarkan strata pekarangan masyarakat. Dengan upaya tersebut akan memberikan kontribusi pendapatan keluarga dan memenuhi pola pangan harapan keluarga (litbang.deptan.go.id) Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 655
Secara nasional pola pangan harapan (PPH) mengalami penurunan, dari 82,8 pada tahun 2007 menjadi 75,7 pada tahun 2009. Hal ini mendorong terbitnya Perpres No. 22 Tahun 2009 tantang kebijakan P2KP berbasis sumberdaya local. Secara normative, sumber utama pasokan pangan (karbohidrat, protein, vitamin/mineral) harus dapat diproduksi sendiri hingga tingkat rumah tangga . Pembangunan kecukupan pangan (KP) merupakan prioritas nasional dalam RPJM 2010-2014. Konsep KP identik dengan kemandirian pangan, yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan secara mandiri dengan memberdayakan modal manusia, social dan ekonomi yang dimiiliki. RT adalah bentuk masyarakat terkecil di pedesaan sangat strategis sebagai sasaran dalam setiap upaya peningkatan KP. KP dan kemandirian pangan dimulai dari tingkat RT serta terintegrasi dalam suatu wilayah/kawasan (dusun, desa). KP di tingkat RT dapat diwujudkan dengan mengoptimalkan intensitas pertanaman (IP) pekarangan RT. Atas dasar ini perlu diinisiasi model kawasan rumah pangan lestari (M-KRPL) yang potensial dan berpeluang dikembangkan sesuai karakteristik dan potensi wilayah. Hasil pelaksanaan kegiatan M-KRPL di Kabupaten Konawe Selatan pada tahun 2012 menunjukkan bahwa masyarakat mulai memanfaatkan pekarangannya. Perkembangan kegiatan M-KRPL di Kabupaten Konawe Selatan sampai dengan bulan Desember 2012 cukup baik. Pemanfaatan pekarangan yang dikembangkan dengan delapan jenis sayuran yaitu cabai, palola, kopi gandu, terong panjang, kacang panjang, bunga kol, bayam dan sawi. Buah-buahan yang dikembangkan antara lain pisang, nenas, dan nangka. Tanaman toga yang dikembangkan antara lain serai, jahe, kunyit dan lengkuas. Umbi-umbian yang dikembangkan yaitu ubi kayu dan ubi jalar. Sebagai sumber protein masyarakat mengembangkan ikan nila, mujair dan lele jumbo. Kebutuhan pangan dan gizi telah terpenuhi karena tanaman yang dihasilkan menggunakan pupuk organik yang aman untuk kesehatan masyarakat. Pada sisi pendapatan per bulan satu keluarga tertinggi antara Rp 500.000 – Rp. 1.500.000, sedangkan untuk pengeluaran konsumsi pangan per bulan berkisar antara Rp 500.000 – Rp. 1.000.000. Setelah adanya kegiatan M-KRPL ini, masyarakat telah mampu menekan biaya pengeluaran dan menghemat uang belanja rumah tangga. Penghematan belanja per bulan sangat nyata yaitu Rp. 75.000-150.000,-. (Agussalim, at el., 2012). Teknologi pemanfaatan pekarangan mulai berkembang, dampak dari pelaksanaan kegiatan M-KRPL tersebut menyebabkan PPH mulai meningkat walaupun masih rendah. Peningkatan PPH dari 78,60 menjadi 82,65 atau naik sebesar 5,15%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program diversifikasi pangan di Desa Ambololi Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan telah tercapai. Pemanfaatan pekarangan secara optimal dapat meningkatkan pendapatan dan PPH serta kesejahteraan masyarakat desa Ambololi, Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan (Agussalim, et al., 2012). Potensi pengembangan model kawasan rumah pangan lestari (M-KRPL) di Sulawesi Tenggara khususnya di Kabupaten Konawe Selatan cukup luas. Namun, Lahan pekarangan disekitar rumah sebagian besar belum maksimal dimanfaatkan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Selain itu upaya menampilkan pekarangan agar memperlihatkan citra yang lebih indah dan artistic belum tersentuh secara merata. Dari hasil pantauan di lapangan menunjukkan bahwa pekarangan khususnya di bagian depan rumah warga masih cukup luas dan berpotensi untuk penanaman berbagai jenis tanaman, baik yang berbasis komoditas pangan maupun hortikultura. Melihat dampak, manfaat dan potensi yang ada di Kabupaten Konawe Selatan maka pengembangan M-KRPL masih perlu untuk dilanjutkan dengan eskalasi kawasan dan penguatan kelembagaan untuk mempertahankan kelestarian kawasan pangan yang sehat dan aman untuk konsumsi keluarga. Agussalim dan Noor Amali : Peran pekarangan dalam peningkatan PPH | 656
Kegiatan ini bertujunan untuk meningkatkan keterampilan keluarga dalam pemanfaatan pekarangan, memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga secara lestari dalam kawasan dan mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.
Metodologi Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah pendekatan kelompok tani/kelompok dasawisma. Kegiatan M-KRPL akan dilaksanakan di pekarangan rumah petani/masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani/kelompok dasawisma secara partisipatif dalam satu wilayah desa/kelurahan. Dalam pelaksanaan kegiatan, penyuluh pertanian lapangan bertugas melaksanakan pendampingan kegiatan teknologi sesuai petunjuk teknis yang ditetapkan BPTP Sultra dan selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan ekspansi model pengembangan rumah pangan lestari kepetani/masyarakat di luar lokasi kegiatan. Sedangkan peneliti/penyuluh dari BPTP bertindak sebagai fasilitator dan narasumber penerapan inovasi teknologi dan kelembagaan. Dalam upaya lebih mengoptimalkan dukungan pemerintah terhadap pengembangan MKRPL, peneliti/penyuluh BPTP juga berfungsi sebagai agent advokasi, sehingga model pengembangan tersebut mampu mendapa dukungan dari pemerintah setempat baik pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan. Dengan pendekatan tersebut diharapkan proses pertukaran pengetahuan dan proses transfer model pengembangan rumah pangan lestari dapat berjalan dan berkembang dengan baik. Petani/masyarakat dapat melihat, mengalami, memproses sendiri M-KRPL yang sedang dilaksanakan sehingga lahan pekarangan yang dimanfaatkan sebagai areal pangan keluarga, secara otomatis dijadikan sebagai laboratorium lapangan penerapan teknologi buah dan sayuran spesifik lokasi dan spesifik komunitas. Waktu Pelaksanaan Kegiatan M-KRPL dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2013 di Kabupaten Konawe Selatan. Pemilihan lokasi kegiatan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan sesuai dengan kriteria penilaian lokasi yang telah ditentukan. Tahapan Kegiatan 1.
Sosialisasi Program M-KRPL Kegiatan sosialisasi program M-KRPL dilaksanakan dengan koordinasi pada tingkat kabupaten Konawe Selatan terutama dengan instansi teknis yang berkaitan langsung dengan M-KRPL yaitu Badan Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian dan BP4K Kabupaten Konawe Selatan. Kegiatan koordinasi dilakukan untuk mengkomunikasikan dan mensingkronkan topik M-KRPL dalam rangka mendukung program pengembangan di kabupaten Konawe Selatan. Selanjutnya kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada tingkat desa/kelurahan lebih awal, yaitu sebelum pelaksanaan M-KRPL. Tujuan yang diharapkan dari Sosialisasi adalah untuk memberikan pemahaman yang sama kepada petani pelaksana (kooperator) mengenai Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 657
pentingnya pemanfaatan pekarangan rumah, sehingga diharapkan pelaksanaan M-KRPL dapat terlaksana dan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Penyelenggaraan Sosialisasi dilaksanakan di lokasi kegiatan. Peserta Sosialisasi terdiri dari unsur petani, penyuluh pertanian, tokoh masyarakat, pemerintah setempat, peneliti dan penyuluh BPTP Sulawesi Tenggara. 2.
Pembuatan Kebun Bibit Desa (KBD)
Pembuatan KBD dilakukan untuk menjaga ketersediaan benih dan kelestarian MKRPL. Kebun ini dikelola oleh pengurus kelompok/gabungan kelompok. Bibit yang disiapkan sesuai dengan permintaan peserta M-KRPL. Pada lokasi awal kegiatan M-KRPL, KBD telah dibangun yang dilengkapi oleh beberapa bibit tanaman didalamnya. Pada lokasi baru akan dilakukan pembuatan KBD. KBD ini dibuat sesuai arahan dari Tim M-KRPL dan dibantu oleh peserta M-KRPL. Pada tahun ini bibit diberikan kepada peserta secara gratis. Pembuatan KBD dilengkapi dengan rumah pembibitan atau Screen house berukuran 7,0 x 4,0 m. Terbuat dari bahan dengan rangka dan tiang dari balok (sumberdaya lokal), atap seng plastik, dinding kasa/screen nilon dan lantai tanah. Kemudian dilengkapi dengan gentongan air, gembor dan peralatan lainnya. Benih yang disiapkan di KBD adalah benih yang melalui pesemaian kemudian dibibitkan terlebih dahulu. Sedangkan benih yang dapat ditanam lansung tidak disiapkan di KBD. Pada halaman rumah pembibitan dibuat kebun penghasil benih. Caranya dengan menanam komoditi yang diperlukan oleh peserta KRPL sampai menhasilkan biji/setek. Jadi tanaman disekitar pembibitan diperuntukkan untuk menghasilkan benih tidak untuk dikonsumsi. 3.
Survey Sosial Ekonomi
Survey sosial ekonomi dilaksanakan oleh peneliti/penyuluh BPTP Sultra. Survey dilaksanakan dengan melakukan wawancara menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan terhadap 30 keluarga/lokasi kegiatan program M-KRPL. Kegiatan survey sosial ekonomi ini dilaksanakan dua kali, yakni diawal sebelum kegiatan berjalan dan di akhir kegiatan. Survey awal bertujuan menggali informasi awal/base line mengenai kondisi awal keluarga (rumah tangga) sebelum adanya program MKRPL, sedangkan survey akhir bertujuan untuk melihat dampak setelah adanya kegiatan MKRPL. Data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisa dengan alat análisis statistik sederhana dan diuraikan secara deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan pendekatan before and after, yaitu dengan membandingkan keadaan sebelum dan setelah adanya program M-KRPL. Data-Data yang dikumpulkan dalam survey sosial ekonomi ini adalah karakteristik responden, aspek pemanfaatan pekarangan, aspek penghematan belanja pangan dan pendapatan, dan aspek konsumsi pangan keluarga / PPH. 4.
Pengembangan Kelembagaan
Untuk meningkatkan kinerja kelembagaan perlu ada advokasi atau pembentukan kelompok kerja. Jika kelembagaan belum ada, maka perlu diadakan pemilihan dan jika sudah ada perlu pembenahan agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Struktur organisasi M-KRPL akan diselaraskan dengan dengan struktur organisasi Dasawisma/PKK yang ada pada desa setempat. Kemudian akan dibuat kelompok kerja. Kelompok kerja ini merupakan tetangga masing-masing. Setiap kelompok kerja akan dilombakan dan mendapat hadiah berupa peralatan rumah tangga.
Agussalim dan Noor Amali : Peran pekarangan dalam peningkatan PPH | 658
Untuk menjaga ketersediaan benih dan kelestarian M-KRPL diperlukan pengurus KBD. Struktur organisasi kelembagaan di KBD terdiri dari Ketua, Sekretaris, bendahara dan 3 unit kegiatan, yaitu 1) Prosesing benih, 2) Penyediaan bibit, dan 3) Distribusi benih dan bibit. 1. Tugas unit Prosesing benih adalah mencari dan mengadakan benih sumber, penanaman dan pemeliharaan calon benih sebar, dan prosesing benih sebar (sortasi, pengayakan, pengeringan , packing dll). 2. Tugas unit Penyediaan bibit adalah penyiapan media semai, penyemaian, pendederan bibit (pemindahan ke polybag kecil), pemeliharaan bibit (penyiraman, pengendalian OPT, penyiangan, pemupukan dll). 3. Tugas unit Distribusi benih/bibit adalah mengidentifikasi kebutuhan benih dan bibit setiap KK, menginformasikan ketersediaan benih dan bibit di KBD, dan mengendalikan keluar dan masuk benih/bibit dari KBD. Kebun Bibit Desa (KBD) ini dikelola oleh pengurus kelompok. Penguatan kelembagaan KBD ini sangat penting agar pelaksanaan tiga unit kegiatan dalam KBD yaitu prosesing benih, penyediaan bibit, dan distribusi benih dan bibit dapat berjalan sesuai dengan harapan. Penguatan kelembagaan KBD tidak lepas dari peran penyuluh pendamping di Desa Ambololi. Perkembangan yang cukup baik dari penguatan kelembagaan ini adalah mulai dijualnya bibit ataupun benih tanaman yang dikembangkan di KBD, sehingga pengurus KBD menyiapkan plastik press sebagai wadah untuk menjual benih. Harga satu plastik press benih adalah Rp.1.000,-. 4.
Desain Pekarangan Rumah
Pemetaan halaman rumah bertujuan untuk mengetahui potensinya. Setelah itu baru dibuat desain pemanfaatannya. Desain pemanfaatannya yang dimaksud adalah penataan pertanaman dan kolam ikan. Desain pemanfaatan lahan pekarangan akan disesuaikan dengan luas dan stara lahan pekarangan. Untuk strata 1 dengan luas lahan < 100 m 2 menggunakan polybag, untuk strata 2 dengan luas lahan 100-300 m2 menggunakan polybag dan bedengan, dan untuk strata 3 dengan luas lahan > 300 m2 menggunakan bedengan dan pembuatan kolam ikan/kandang ternak. Khusus untuk pembuatan kolam ikan/kandang ternak akan disesuaikan dengan kesediaan masyarakat. 5.
Pelatihan
Perencanaan pelatihan yang akan dilakukan terdiri dari 15 Pelatihan, yaitu penanaman dan pemeliharaan calon benih sebar, prosesing benih sebar (sortasi, pengayakan, pengeringan, packing dll), pembuatan media semai dan tanam, penyemaian, pendederan bibit (pemindahan ke polybag kecil), pemeliharaan bibit pengendalian OPT, pengisian polybag, pembuatan bedengan , pemasangan mulsa, Pemupukan, cara tanam dan pembuatan rak vertikultur, pembuatan kolam ikan atau kandang ayam, pembuatan kompos atau pupuk kandang, panen dan pasca panen, dan pengolahan hasil. Pelatihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pemanfaatan pekarangan. Pelaksanaan pelatihan dapat dilakukan dirumah peserta M-KRPL dan di KBD. Narasumber adalah peneliti dan teknisi dari BPTP Sultra dan dapat pula dari instansi terkait. 6.
Penentuan Komoditas Tanaman
Untuk menentukan komoditas yang akan ditanam di halaman rumah, maka perlu dilakukan focus group discussion (FGD) sehingga dapat menggali informasi dari peserta MProsiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 659
KRPL tentang komoditas yang paling sesuai untuk dikembangkan di masing-masing keluarga atau rumah tangga. Hasil ini juga dapat diketahui berapa kebutuhan benih lokal maupun introduksi. 7.
Pengolahan Tanah/Pengisian Polybag/Pembuatan Rak
Tanah disekitar rumah diolah oleh pemilik rumah dengan desain yang telah ditentukan. Jika pekarangan tidak bisa diolah karena berbatu dan lainnya, maka pemanfaatan halamannya dapat dilakukan dengan sistem polybag. Pengisian polibag dilakukan oleh pemilik rumah peserta M-KRPL, sedangkan polybagnya disediakan oleh pelaksana kegiatan M-KRPL. Kemudian pembuatan rak untuk menambah estetika penataan pekarangan. Rak vertikultur disesuaikan dengan luasan pekarangan rumah. 8.
Penanaman
Bibit yang sudah siap tanam di tanam dibendengan/polybag dengan jarak tanam sesuai dengan jarak tanam masing-masing komoditas (sesuai petunjuk teknis). 9.
Pembuatan Kolam Ikan/Kandang Ternak
Kolam ikan dibuat pada lahan yang paling rendah di sekitar halaman. Tanah digali sesuai dengan ukuran yang diinginkan, kemudian dilapisi terpal plastik. Ukuran kolam disesuaikan dengan kondisi pekarangan. Kandang ternak dibuat di samping/belakang rumah tidak jauh dari pertanaman dan kolam ikan. Kandang dibuat dari kayu dan diatapi. Pembuatan kandang dilakukan oleh pemilik rumah dibantu oleh kelompok dan penanggung jawab kegiatan. Biaya pembuatannya sharing antara pemilik rumah dengan penanggung jawab kegiatan. 10. Pemeliharaan Tanaman dan Ikan/Ternak Gulma yang mengganggu tanaman dibersihkan, kemudian diberi pupuk kandang atau kotoran ternak yang dipelihara. Jika ada gangguan hama dan penyakit lakukan pencegahan secara preventif, pengendalian secara mekanis dan biologis. Ikan yang dipelihara diberikan makanan sesuai dengan umurnya. Jika sudah besar dapat diberikan makanan dari dedak atau sisa-sisa makanan. Agar ikan tumbuh baik, dapat ditaburkan pupuk kandang. Pemeliharaan ternak dilakukan dengan pemberian makan dan minum serta membersihkan kandangnya. Jika ada serangan penyakit dapat diobati dengan pentunjuk dari peneliti peternakan. 11. Panen dan Pasca Panen Panen adalah mengumpulkan komoditas dari lahan penanaman, pada taraf kematangan yang tepat, dengan kerusakan yang minimal, dilakukan secepat mungkin dan dengan biaya yang “rendah”. Umur panen tanaman ditentukan oleh jenis tanamannya. Ada yang cepat panen dan ada yang lambat. Ciri-ciri tanaman yang sudah siap panen akan diberi tahu oleh petugas pendamping. Jika produksi melebihi dari kebutuhan konsumsi rumah tangga, maka perlu ada penaganan pasca panen agar hasil panennya dapat bertahan lama dan sampai dipasar masih segar. Selain itu, juga dapat diolah seperti ubikayu dapat diolah menjadi tepung atau lainnya. Penanganan pascapanen adalah tindakan yang disiapkan atau dilakukan pada tahapan pascapanen agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen dan atau diolah lebih lanjut oleh industri.
Agussalim dan Noor Amali : Peran pekarangan dalam peningkatan PPH | 660
12. Pengumpulan Data dan Analisis Data Data dan informasi yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung dilapangan dengan menggunakan metode PRA, sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait. Data dan informasi tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan diinterpretasikan secara deskriptif, (Sitorus, 1998). Untuk melihat tingkat efektivitas pelaksanaan kegiatan digunakan analisis after and before, yaitu analisis yang membandingkan tingkat penggunaan pekarangan serta hasil yang dicapai sebelum pemanfaatan pekarangan dan sesudah pemanfaatan pekarangan. Analisis data jumlah dan komposisi atau ketersediaan pangan menggunakan rumus Pola pangan harapan (PPH). Dalam menentukan PPH ada beberapa komponen yang harus diketahui diantaranya yaitu konsumsi energi dan zat gizi total, persentase energi dan gizi aktual, dan skor AKE (angka kecukupan energy) dan zat gizi.
Hasil dan Pembahasan Karakteristik Lokasi dan Kooperator Pelaksanaan M-KRPL di Kabupaten Konawe Selatan terletak di tiga kecamatan yaitu Desa Ambololi Kecamatan Konda (merupakan lokasi lama M-KRPL Tahun 2012), Kelurahan Ranomeeto (merupakan lokasi binaan PW Salimah Sulawesi Tenggara), dan Desa Aoma Kecamatan Wolasi (Tabel 1). Sedangkan karakteristik kooperator/responden di Kelurahan Ranomeeto Kecamatan Ranomeeto dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 1. Lokasi Lokasi Provinsi Sulawesi Tenggara
Kabupaten Konawe Selatan
Kecamatan Konda Ranomeeto Wolasi
Kelurahan/ Desa Desa Ambololi Kel. Ranomeeto Desa Aoma
Pada Tabel 2, terlihat bahwa umur peserta M-KRPL Konsel di Kelurahan Ranomeeto dan Desa Aoma rata-rata antara 15-54 tahun, dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah tingkat SMP dan Sarjana (S1) di Kelurahan Ranomeeto dan tingkat SD dan SMP di Desa Aoma. Jumlah anggota keluarga terbanyak antara 2-4 orang. Sebagian besar pekerjaan masyarakat Kelurahan Ranomeeto adalah PNS, dan yang lainnya adalah Ibu Rumah Tangga, Petani, Wiraswasta.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 661
Tabel 2. Karakteristik Kooperator Jumlah KK Kooperator (RPL) 10
Lokasi Desa Ambololi Kec. Konda
Karakteristik Sumberdaya Alam
Manusia
Topografinya rata, jenis tanah didominasi oksisol, sember air vivanisasi
- Umur peserta KRPL rata-rata antara 1554 tahun, - Tingkat pendidikan terbanyak antara 912 tahun. - Jumlah anggota keluarga antara 2- 7 orang. - Pekerjaan masyarakat Desa Ambololi antara lain, Wiraswasta, PNS, Petani, Ibu Rumah Tangga, dan lain-lain. - Umur peserta M-KRPL rata-rata antara 15-54 tahun, - Tingkat pendidikan terbanyak adalah tingkat SMP dan Sarjana (S1). - Jumlah anggota keluarga terbanyak antara 2- 4 orang. - Sebagian besar pekerjaan masyarakat adalah PNS, dan yang lainnya adalah Ibu Rumah Tangga, Petani, Wiraswasta. - Umur peserta M-KRPL rata-rata antara 15-54 tahun, - Tingkat pendidikan terbanyak adalah tingkat SD dan SMP. - Jumlah anggota keluarga terbanyak antara 2- 4 orang. - Sebagian besar pekerjaan masyarakat adalah PNS, dan yang lainnya adalah Ibu Rumah Tangga, Petani, Wiraswasta.
Kelurahan Ranomeeto Kecamatan Ranomeeto
20
Topografinya rata, jenis tanah didominasi alfisol, Sumber air sumur dan PAM
Desa Aoma Kec. Wolasi
20
Topografinya rata, jenis tanah didominasi oksisol, sumber air Sumur.
Analsisis Data Sosial Ekonomi Berdasarkan data Sosial Ekonomi yang diperoleh melalui wawncara dengan peserta M-KRPL diperoleh Nilai PPH di Desa Ambololi pada tahun ke dua pelaksanaan M-KRPL tidak mengalami peningkatan lagi (Tabel 4a dan 4b. Sedangkan di Desa Aoma dan Kelurahan Ranomeeto terjadi peningkatan 6-8 point (Tabel 5a, 5b, dan 6a, 6b). Peningkatan PPH akibat adanya peningkatan pola komsumsi umbi-umbian, kacang-kacangan dan sayuran yang di tanam dipekarangan.
Agussalim dan Noor Amali : Peran pekarangan dalam peningkatan PPH | 662
Tabel 4a. Perhitungan PPH di Desa Ambololi (Akhir Nop. 2012) Sumber Pangan Padi-Padian Umbi-Umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang2-an Gula Sayuran dan Buah Lain-lain
Energi Rata-Rata 1.509 281 100 100
% AKE
Bobot
75,45 14,05 5 5
0,5 0,5 2 0,5
SKOR AKE 37,73 7,03 10 2,5
111
5,55
0,5
2,77
136 66 169 19
6,8 3,3 8,45 0,95
2 0,5 5 0
SKOR MAX 25 2,5 24 5
SKOR PPH 25 2,5 10 2,5
1
1
13,60 10 1,65 2,5 42,25 30 0 0 Skor PPH Awal
10 1,65 30 0 82,65
Tabel 4b. Perhitungan PPH di Desa Ambololi (Akhir Des. 2013) Sumber Pangan Padi-Padian Umbi-Umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang2-an Gula Sayuran dan Buah Lain-lain
Energi Rata-Rata 1.406 280 100 100
70,3 14 5 5
0,5 0,5 2 0,5
SKOR AKE 35,15 7 10 2,5
110
5,5
0,5
2,75
134 64 140 19
6,7 3,2 7 0
2 0,5 5 0
% AKE
Bobot
SKOR MAX 25 2,5 24 5
SKOR PPH 25 2,5 10 2,5
1
1
13,4 10 1,6 2,5 35 30 0 0 Skor PPH Akhir
10 1,6 30 82,60
Pada Tabel 4a dan 4b terjadi penurunan PPH 0,5 poin akibat dari penurunan konsumsi sumber pangan gula. Sedangkan konsumsi sumber pangan lainnya tetap. Menurunnya komsumsi pangan gula karena harganya dirasakan semakin mahal. Jadi di Desa Ambololi komsumsi pangan yang belum cukup adalah pangan hewani dan sumber pangan gula.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 663
Tabel 5a. Perhitungan PPH Awal di Desa Aoma KELOMPOK SUMBER PANGAN Padi-padian
ENERGI RATA%AKE BOBOT RATA 1.216 60,83 0,5
SKOR AKE
SKOR MAKS
SKOR PPH
30,41
25
25
Umbi-umbian
112
5,60
0,5
2,80
2,5
2,5
Pangan hewani
214
10,70
2
21,41
24
21,42
Minyak dan lemak
440
22,02
0,5
11,01
5
5
Buah/biji berminyak
61
3,09
0,5
1,54
1
1
Kacang-kacangan
31
1,561
2
3,12
10
3,12
Gula
59
2,99
0,5
1,49
2,5
1,5
Sayur dan Buah
45
2,29
5
11,49
30
11,49
0
0
0
0
0
0
Lain-lain
Skor PPH Awal =
71,03
Tabel 5b. Perhitungan PPH Akhir di Desa Aoma KELOMPOK SUMBER PANGAN Padi-padian
ENERGI RATARATA 1.187
%AKE
BOBOT
SKOR AKE
SKOR MAKS
SKOR PPH
59,36
0,5
29,68
25
25
Umbi-umbian
114
5,74
0,5
2,87
2,5
2,5
Pangan hewani
218
10,91
2
21,82
24
21,82
Minyak dan lemak
296
14,83
0,5
7,41
5
5
Buah/biji Berminyak
74
3,70
0,5
1,85
1
1
Kacang-kacangan
41
2,08
2
4,18
10
4,18
Gula
72
3,64
0,5
1,82
2,5
1,82
Sayur dan Buah
65
3,25
5
16,29
30
16,29
0
0
0
0
0
Lain-lain
PPH Akhir =
0 77,61
Pada Tabel 5a dan 5b tercatat adanya peningkatan PPH sebesar 6,58 poin akibat dari peningkatan konsumsi sumber pangan sayur dan buah serta kacang-kacangan. Sedangkan sumber pangan yang sudah mencapai skor maksimum adalah padi-padian dan umbi-umbian. Hal ini terjadi karena desa Aoma berada dipedesaan yang komsumsi hariannya selain nasi adalah sagu dan umbi-umbian. Untuk meningkatkan PPH kedepan yang perlu ditingkatkan adalah sumber pangan hewani, kacang-kacangan, sayur dan buah.
Agussalim dan Noor Amali : Peran pekarangan dalam peningkatan PPH | 664
Tabel 6a. Perhitungan PPH Awal di Kelurahan Ranomeeto
2
ENERGI RATARATA 3
Padi-padian
1.097
54,89
0,5
27,44
25
25
Umbi-umbian
31
1,58
0,5
0,79
2,5
0,79
Pangan hewani
171
8,58
2
17,16
24
17,16
Minyak dan lemak
KELOMPOK SUMBER PANGAN
%AKE
BOBOT
SKOR AKE
SKOR MAKS
SKOR PPH
4
5
6
7
8
389
19,46
0,5
9,73
5
5
Buah/biji Berminyak
94
4,73
0,5
2,36
1
1
Kacang-kacangan
34
1,75
2
3,50
10
3,5
Gula
83
4,17
0,5
2,09
2,5
2,09
Sayur dan Buah
75
3,79
5
18,97774
30
18,98
0
0
0
0
0
Lain-lain
PPH Awal =
0 73,52
Tabel 6b. Perhitungan PPH Akhir di Kelurahan Ranomeeto KELOMPOK SUMBER PANGAN Padi-padian
ENERGI RATARATA 1.151
BOBOT
%AKE
SKOR AKE
SKOR MAKS
SKOR PPH
57,55
0,5
28,77
25
25
2,63
0,5
1,31
2,5
1,31
Umbi-umbian
53
Pangan hewani
193
9,64
2
19,28
24
19,29
Minyak dan lemak
235
11,73
0,5
5,86
5
5
Buah/biji Berminyak
41
2,03
0,5
1,01
1
1
Kacang-kacangan
43
2,17
2
4,34
10
4,34
Gula
86
4,32
0,5
2,16
2,5
2,16
Sayur dan Buah
94
4,69
5
23,49
30
23,49
0
0
0
0
0
0
Lain-lain
PPH Akhir =
81,59
Pada Tabel 6a dan 7b tercatat adanya peningkatan PPH sebesar 8,07 poin akibat dari peningkatan konsumsi sumber pangan hewani dan sayur dan buah. Sedangkan sumber pangan yang sudah mencapai skor masimum adalah padi-padian, minyak dan lemak, serta Buah/biji berminyak. Hal ini terjadi karena Kelurahan Ronometo berada di batas kota kendari dan mayoritas pesertanya pegawai yang komsumsi hariannya adalah nasi, gorengan dan buah/biji berminyak. Berdasarkan angka kecukupan energi pada tiga lokasi tersebut di atas menunjukkan bahwa persentase konsumsi karbohidrat mencapai 60-84% total energi, protein sebesar 11Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 665
13% total energi, dan lemak sebesar 10-18% dari total energi. Menurut WHO (1990), menu seimbang adalah susunan menu atau hidangan sebagai berikut: prosentase konsumsi karbohidrat sebesar 55–75% total energi, protein sebesar 10–15% total energi, dan lemak sebesar 15–30% dari total energi. Berdasarkan kriteria tersebut, maka Ambololi dan Ranomeeto menunya belum berimbang karena asupan lemak masih kurang. Sedangkan di Aoma menunya sudah berimbang dengan perbandingan asupan karbohidrat, protein dan lemak masing-masing 65%; 12,9% dan 18,5%. 3.2.
Penghematan Pengeluaran
Penghematan yang terjadi pada pengeluran pangan adalah pada belanja sayuran per bulan (Tabel 6). Ternyata dengan menanam sayuran dipekarangan secara terus-menerus dapat menghemat pengeluaran rumah tangga sebesar Rp. 112.500 – 212.571,-. Tabel 6. Pengeluaran Pangan Sebelum dan Sesudah KRPL No 1 2 3
Desa/ Kelurahan Desa Ambololi Kel. Ranomeeto Desa Aoma
Pengeluaran Pangan Sebelum RPL Rp. 1.100.000 Rp. 920.357 Rp. 1.090.667
Penghematan*) Dari Sayuran RPL Rp. 112.500 Rp. 212.571 Rp. 130.667
Pengeluaran Pangan Sesudah RPL RP. 987.500 Rp. 707.786 Rp. 960.000
Ket. : *) Penghematan diperoleh dari hasil output/hasil panen RPL tiap bulan
Pembelajaran dan Keberlanjutan KRPL Pembelajaran yang dapat dipetik dari kegiatan M-KRPL di Kabupaten Konawe Selatan antara lain ; a) masyarakat sudah mulai paham tentang pemanfaatan pekarangan yang selama ini tidur, b) menambah keindahan halaman, c) memberikan nilai tambah dari hasil sayuran, d) menghemat tenaga dan biaya pembelian sayur, dan e) menambah pendapatan akibat penghematan biaya pembelian sayur. Selain itu, menambah kesejukan dengan adanya tanaman yang menghijau sepanjang tahun. Untuk keberlanjutan rumah pangan lestari (RPL) kedepan, maka penggunaan benih/bibit komposit sangat dianjurkan karena sudah terbukti dilapangan. Beberapa uji coba membuktikan bahwa penggunaan benih/bibit hibrida yang hanya satu kali tanam harus diganti menyulitkan peserta/pelaku untuk penanaman berikutnya, Sedangkan yang menggunakan benih/bibit komposit dapat ditanam kembali benih/bibit yang dihasilkan setelah dipanen. Peran pemerintah, khususnya kepala Desa/Lurah dan Camat sangat membantu perkembangan dan keberlanjutan program M-KRPL. Demikian juga keterlibatan penyuluh pendamping dilapangan sangat berperan dalam keberlanjutan kegiatan ini.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari serangkaian kegiatan Pemanfaatan pekarangan di Kabupaten Konawe Selatan adalah sebagai berikut :
Agussalim dan Noor Amali : Peran pekarangan dalam peningkatan PPH | 666
1.
Terjadi pelestarian sumbedaya genetik lokal seperti palola, kopi gandu, ubi jalar, dan lain-lain.
2.
Dapat mengurangi biaya pengeluaran komsumsi pangan rumah tangga dan meningkatkan pendapatan.
3.
Meningkatkan nilai PPH akibat penganekaragaman pola konsumsi.
Saran 1.
Dalam melaksanakan kegiatan M-KRPL perlu dilakukan penguatan kelembagaan agar benar-benar dapat lestari.
2.
Dukungan Kepala Desa dan Camat sangat diperlukan dalam pengembangan pelestarian M-KRPL.
3.
Penanaman benih komposit sangat menunjuang keberlanjutan penanaman sayuran di pekarangan.
Daftar Pustaka Agussalim, Assayui Mas’uf dan Miftah Hidayat. 2012. Laporan Hasil M-KRPL Kabupaten Konawe Selatan. Laporan Tahunan BPTP Sulawesi Tenggara, 2012. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2004. Panduan Umum Pelaksanaan Litkaji dan Program 3-SI Hasil Litkai (Edisi 3). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian,, Jakarta. Litbang.Deptan.Go.Id, 15 September 2011. Pemanfaatan Pekarangan Sebagai Penyuplai Gizi Keluarga. Sinartani edisi 20-26 April 2011. Kementerian Pertanian Kembangkan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 667