UNDIP PRESS
KONTRIBUSI LAHAN PEKARANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN DAN GIZI KELUARGA Wahyudi Hariyanto dan Sodiq Jauhari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
[email protected]
ABSTRAK Secara umum lahan merupakan asset yang memberikan manfaat bagi manusia baik secara langsung (use value) seperti dasar hunian maupun pendukung kegiatan-kegiatan ekonomi maupun tidak langsung (non use value) seperti kandungan unsur hara, mikroorganisme, nilai-nilai sosial, atau nilai-nilai lahan yang dapat diwariskan. Potensi lahan pekarangan di Indonesia cukup besar yaitu sekitar 10,3 juta hektar (14% dari luas lahan pertanian) yang belum dimanfaatkan secara optimal sebagai salah satu sumber penyedia bahan pangan yang bernilai gizi dan ekonomi (Kementan, 2011). Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi lahan pekarangan dalam menyumbang kebutuhan pangan keluarga. Pengkajian dilaksanakan di Desa Tawang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang pada Bulan Mei-Agustus 2012. Pengembilan sampel dilakukan secara sengaja terhadap 30 rumah tangga tani sebagai kooperator pada kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan lestari (MKRPL). Teknik pengambilan data menggunakan kuesioner terstruktur, dan wawancara mendalam terhadap beberapa informan kunci. Data dianalisis menggunakan analisis regresi dan deskriptif kualitatif. Hasil analisis memperlihatkan bahwa lahan pekarangan dapat memberikan keuntungan sosial maupun ekonomi apabila dimanfaatkan secara intensif. Keuntungan ekonomi berupa tercukupinya ketersediaan beberapa bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga, sedangkan secara sosial dapat memberikan kenyamanan lingkungan, status kepemilikan tanah, dan meningkatnya status sosial. Petani memperoleh tambahan pendapatan dari pemanfaatan pekarangan berkisar antara Rp 1.000.000,- sampai dengan Rp 1.500.000,- per musim. Seyogyanya penggunaan lahan pekarangan tetap dipertahankan karena mampu memberikan kesejahteraan masyarakat (social benefit) yang berkelanjutan. Kata kunci: Pekarangan, pemenuhan pangan, keluarga
PENDAHULUAN Kelangsungan hidup manusia tergantung dari ketersediaan lahan, semakin tinggi jumlah penduduk maka akan berhadapan dengan (pilihan) lahan yang semakin marjinal. Secara langsung lahan mampu memberikan nilai tambah secara ekonomi. Dalam kontek pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian, lahan pekarangan dapat memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga apabila diusahakan dengan komoditas pertanian yang hasilnya mampu menyumbang untuk kebutuhan pangan dan gizi keluarga, disamping dapat memberikan tambahan pendapatan apabila dijual di pasar. Lahan maupun tanah memang menjadi daya tarik tersendiri baik sebagai investasi, tempat
354
tumbuh bagi komoditas-komoditas yang diusahakan, maupun yang lebih umum dan mendasar yaitu sebagai tempat hunian atau rumah tinggal. Atas dasar itulah, maka Nugroho (2012) menilai lahan sebagai modal yang dapat memberikan manfaat baik secara langsung (use value) maupun tidak langsung (non use value). Di banyak wilayah baik perdesaan maupun perkotaan masih banyak lahan pekarangan yang belum optimal untuk usaha produktif pertanian, beberapa permasalahan yang melatar belakangi hal tersebut diantaranya adalah terbatasnya tenaga kerja pertanian, informasi, dan inovasi teknologi spesifik lokasi. Padahal apabila dikelola secara optimal dengan mengusahakan komoditas-komoditas yang diminati oleh pasar
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
bukan tidak mungkin lahan pekarangan dapat menjadi sumber pendapatan keluarga serta mampu menyumbang kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Mengapa lahan pekarangan kurang dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat untuk menghasilkan komoditas pangan dan gizi keluarga?. Padahal potensi lahan pekarangan di Indonesia mencapai 10,3 juta hektar atau 14 persen dari luas lahan pertanian. Suatu potensi sumber daya lahan yang luar biasa apabila kita mampu mengoptimalkannya menjadi sumber bahan pangan yang bernilai gizi dan sebagai sumber tambahan pendapatan keluarga. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian terus berupaya untuk mengembangkan program optimalisasi pekarangan, salah satunya adalah Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL). Dalam MKRPL Kementerian Pertanian membagi lahan pekarangan menjadi tiga strata untuk memudahkan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam besarnya skala usaha pekarangan serta bagaimana menata tanaman, ternak, dan ikan dengan serasi dan lestari. Untuk wilayah perdesaan luas lahan pekarangan < 120 m2 tergolong pekarangan sempit, 120 m2–400 m2 pekarangan sedang, dan > 400 m2 pekarangan luas. sedangkan luas pekarangan. Di perkotaan pekarangan dibagi menjadi (i) rumah tipe 36 dengan luas tanah 72 m2 atau halaman sempit; (ii) rumah tipe 45 dengan luas tanah 90 m 2 atau halaman sedang; dan (iii) rumah tipe 54 atau 60 dengan luas tanah 120 m 2 atau halaman luas (Kementan, 2011). Untuk itulah pemanfaatan lahan pekarangan secara optimal akan dapat membantu masyarakat dalam mengurangi kesulitan akan pangan dan kemandirian pangan akan tercapai apabila pangan dapat tercukupi dari seluruh rumah tangga melalui pekarangan. Seberapa besar strata lahan yang dimiliki oleh masyarakat, maka ia akan tetap mempunyai daya kontribusi dalam menyumbang kebutuhan pangan keluarga. Beberapa komoditas yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat biasanya menjadi prioritasnya untuk diusahakan, seperti sayuran (cabe, terong, tomat, onclang, seledri, kangkung, selada dll) disamping usaha ternak ayam dan usaha perikanan. Hal ini bergantung kepada kondisi
biofisik dan luasan lahan pekarangan yang dimiliki. Tulisan ini mencoba menyoroti sejauhmana lahan pekarangan mampu berkontribusi dalam menyumbang kebutuhan pangan dan gizi keluarga serta mampu memberikan tambahan pendapatan keluarga dari hasil pekarangan. METODE Penelitian dilaksanakan di Desa Tawang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang dengan petimbangan bahwa desa tersebut merupakan lokasi kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL). Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey yaitu peneltian dengan mengambil sampel dari suatu populasi menggunakan alat bantu kuesioner sebagai alat pengumpul data (Singarimbun dan Efendi, 1995). Sampel diambil secara sengaja (purposive sampling), dengan mengambil 2 Rukun Tetangga (RT) yang penduduknya tergabung dalam kelompok MKRPL. Masing-masing RT diambil 15 responden sehingga secara keseluruhan terdapat 30 responden. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dengan teknik wawancara berdasarkan kuesioner yang sudah dipersiapkan antara lain meliputi luas pekarangan, pendapatan rumah tangga, komoditas yang diusahakan, dan curahan tenaga kerja. Sedangkan data sekunder diambil dari literatur yang terkait dengan optimalisasi lahan pekarangan. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan statistik. Analisis statistik menggunakan model regresi linier berganda sesuai petunjuk Sarjono dan Julianita (2011), digunakan untuk mengetahui hubungan antara sumbangan pendapatan rumah tangga dengan komoditas yang diusahakan di lahan pekarangan. adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Y= a+b1X1 + b2X2 + ......+ b5X5 dimana Y: pendapatan a: konstanta X1: luas lahan pekarangan, X2: sayuran MH; X3: sayuran MK1; X4: sayuran MK2; X5: ternak ayam Uji statistik dengan uji multikolinier
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
355
UNDIP PRESS
digunakan untuk menguji gejala multikolinearitas yaitu korelasi yang sangat tinggi atau sangat rendah yang terjadi pada hubungan diantara variabel bebas. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis dengan menggunakan model linier berganda dilakukan dengan menggunakan pendapatan sebagai variabel dependen, dan variabel independen yaitu variabel lahan pekarangan (X1), sayuran MH (X2), sayuran MKI (X3), sayuran MKII (X4), dan ternak ayam (X5) yang dianggap penting. Namun sebelum melakukan analisis regresi dilakukan uji multikolinieritas untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinioritas yang dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih besar dari 0,10 atau VIF lebih besar dari 10 maka dapat dikatakan terjadi korelasi antar variabel bebas. Nilai tolerance dan VIF dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Nilai Tolerance Dan VUF Pada Usaha Pertanian Di Lahan Pekarangan Variabel Toleran VIF Kesimpulan Lahan 0,817 1,224 Bebas Pekarangan Multikolinier (X1) Sayuran MH 0,180 5,558 Bebas (X2) Multikolinier Sayuran MKI 0,170 5,866 Bebas (X3) Multikolinier Sayuran MK II 0,927 1,079 Bebas (X4) Multikolinier Ternak/ayam 0,878 1,139 Bebas (X5) Multikolinier Dari pengujian nilai VIF dan tolerance tidak ditemukan gejala multikolinieritas diantara variabel bebas. Hasil analisis kelima variabel bebas tersebut dapat dilihat dalam tabel 2. Tabel 2 menjelaskan bahwa total pendapatan responden selama satu tahun ratarata Rp 18.615.400,-. Sumbangan pendapatan dari lahan pekarangan umumnya dari komoditas sayuran dan usaha peternakan (ayam dan kambing). Usaha sayuran pada MH menyumbang pendapatan keluarga sebesar Rp 287.500,-, kemudian berturut-turut pada MK 1 Rp 267.690,- dan MK II Rp 197.210, sedangkan dari ternak ayam menyumbang Rp 246.923,-.
356
Tabel 2. Estimasi Sumbangan Usaha Pertanian Di Lahan Pekarangan No Variabel Koef. Mean r-hit Sig. 1. Konstanta 38,333 0,076 2. Pendapatan 18.615.400 1,000 (Y) 3. Lahan 0,006 441,576 0,057 0,392 Pekarangan (X1) 4. Sayuran 0,040 287.500 0,139 0,496 MH (X2) 5. Sayuran -0,063 267.690 0,212 0,321 MKI (X3) 6. Sayuran -0,025 197.310 0,194 0,444 MK II (X4) 7. Ternak/aya -0,026 246.923 0,134 0,737 m (X5) R Square 0,105 n 30 Sumber : Data primer (2012)
Sehingga total keseluruhan sumbangan pendapatan dari lahan pekarangan rata-rata sebesar Rp 999.423,-. Keragaan data memperlihatkan bahwa sumbangan terbesar selama satu tahun yaitu dari komoditas sayuran pada MH karena pada musim hujan kondisi tanaman tidak kekurangan air. Sedangkan ratarata lahan pekarangan sebesar 441,576 m 2. Luasan tersebut termasuk kategori pekarangan luas (> 400 m2) menurut Kementerian Pertanian (2011). Nilai r-hitung dari masing-masing variabel tidak menunjukkan korelasi yang kuat antara variabel sayuran, baik pada MH maupun MK1 dan MK2 terhadap pendapatan responden. Hal ini disebabkan karena sumbangan pendapatan dari komoditas yang diusahakan di lahan pekarangan tersebut merupakan usaha sampingan sehingga responden tidak fokus pada usaha dengan skala pekarangan. Usaha pokok responden umumnya usahatani padi dan palawija, sebagian berdagang dan buruh bangunan maupun pabrik di lingkungan desa sekitar. Hal ini juga dibuktikan dengan nilai signifikansi diatas 0,005 yang menandakan bahwa terdapat hubungan yang tidak nyata atau signifikan antara variabel bebas (sayuran dan ternak) dengan variabel terikat (pendapatan). Namun demikian dengan adanya program
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
MKRPL usahatani di lahan pekarangan ini sudah mulai diperhatikan oleh responden sebagai usaha sampingan yang menjanjikan karena mampu membantu kebutuhan konsumsi rumah tangga sehari-hari. Nilai R square sebesar 0,105 atau 10,50% juga menunjukkan lemahnya pengaruh variabel X (sayuran dan ternak) terhadap variabel Y (pendapatan). Dalam kasus ini sumbangan pemanfaatan lahan pekarangan hanya mampu menyumbang sebesar 10,50% dari total pendapatan responden. Dan besarnya variabel lain 89,50% dipengaruhi oleh atau faktor lain yang bukan variabel X. Namun demikian sumbangan lahan pekarangan yang hanya 10,50% tersebut belum mendapatkan pembinaan maupun pendampingan yang optimal dari kegiatan MKRPL. Mengingat kegiatan tersebut masih belum selesai, sehingga hasil yang didapatkan dari pemanfaatan pekarangan belum optimal. Secara umum hasil analisis dari sejumlah variabel dalam tabel 2 dapat dijelaskan sebagai berikut: Lahan Pekarangan Strata lahan pekarangan di Indonesia dapat dibedakan atas pekarangan perkotaan dan perdesaan. Tingkatan strata luas lahan akan menentukan pilihan komditas apa yang akan diusahakan dan bagaimana penataannya. Variabel pemanfaatan lahan pekarangan mempunyai tanda positif artinya apabila penambahan luas lahan pekarangan dinaikkan sebesar 1% maka akan meningkatkan pendapatan responden sebesar 0,006. Pemanfaatan lahan pekarangan belum dikelola secara optimal oleh responden dikarenakan responden kurang mendapatkan informasi dan teknologi tentang pengelolaan lahan pekarangan, sehingga lahan pekarangan dikelola apa adanya. Padahal banyak modelmodel yang inspiratif dalam budidaya pertanian di lahan sempit seperti umumnya komoditas yang banyak diusahakan di lahan pekarangan yaitu tanaman sayuran. Media yang dipakaipun sangat variatif dalam membudidayakan sayuran di lahan pekarangan yaitu dengan meanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar rumah (limbah), seperti kaleng, bungkus minyak, bungus indomie, plastik bekas mainan anak, dan lain-lain yang dapat dipakai sebagai media untuk budidaya sayuran.
Sumbangan Komoditas Sayuran Usahatani dominan yang diusahakan oleh responden di lahan pekarangan adalah budidaya sayuran dengan menggunakan media polyback maupun wadah dari barang-barang bekas rumah tangga, ataupun menanam secara langsung di lahan pekarangan. Pendapatan yang diperoleh dari hasil budidaya sayuran (setelah dikonversi dalam bentuk rupiah) terjadi perbedaan antara MH, MK1, dan MK2 namun perbedaan tingkat pendapatan tersebut tidak ekstrim. Variabel sayuran pada MH bertanda positif artinya apabila variabel ini dinaikkan sebesar 1% maka akan memberikan sumbangan pendapatan responden sebesar 0,040. Hal ini karena pada musim hujan air tersedia sepanjang waktu dan lokasi penelitian termasuk daerah lahan kering sehingga air sulit didapatkan. Budidaya sayuran pada MT1 dan MT2 mempunyai koefisien bertanda negatif (-) diduga karena pada musim kering air sulit didapat, sehingga tanaman kekurangan pasokan air dan hanya mengandalkan air hujan. Untuk mempertahankan tanaman supaya tetap hidup, petani mengupayakannya dengan mencari air di sumber-sumber air terdekat atau dengan cara membeli, sehingga memerlukan biaya dan tenaga cukup besar. Terbatasnya air pada musim kering tersebut membuat sebagian petani merawat tanamannya apa adanya atau hanya mengandalkan turunnya hujan yang tidak menentu. Sumbangan Komoditas Ternak (Ayam) Koefisien variabel ternak bertanda negatif yang berarti variabel ini tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap sumbangan pendapatan responden. Diduga karena skala usaha yang dilakukan oleh petani masih sangat kecil oleh karenanya variabel tersebut tidak bermakna. Artinya skala pemeliharaan ternak belum terbukti bahwa kenaikan nilai variabel tersebut berpengaruh terhadap penambahan pendapatan. Bila dilihat dari kepemilikan ternak ayam yang tidak berpengaruh terhadap sumbangan pendapatan, diduga karena kepemilikan ternak petani relatif homogen dengan rentang sangat kecil yaitu berkisar antara 3-5 ekor. Kepemilikan ternak yang kecil akan menyulitkan petani untuk meningkatkan
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
357
UNDIP PRESS
Tabel 3. Jenis Kegiatan Di Lahan Pekarangan Yang Diusahakan Oleh Kelompok MKRPL Di Desa Tawang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang Pendapatan (Rp) Pemanfaatan Lahan No Pekarangan MH MKI MK II Setahun 1. Usaha Pertanian (sayuran) 287.500 267.692 197.308 752.500 2. Usaha Peternakan (ayam) 246.943 Jumlah: 999.423 Ket : - MH: Oktober/November s/d Januari/Februari - MKI: Februari/Maret s/d Mei/Juni - MKII: Juni/Juli s/d September/Oktober
pendapatannya. alternatifnya adalah melalui pemeliharaan yang intensif ataupun semi intensif. Sehingga akan bersinergi dengan pemeliharaan sayuran, karena apabila usaha ternak ayam dipelihara secara liar maka akan dipandang sebagai hama bagi usaha budidaya sayuran di pekarangan, padahal usaha ayam ini dapat menjadi usaha andalan bagi petani sebagai tambahan pendapatan keluarga. Tabel 3 untuk jenis kegiatan yang diusahakan di lahan pekarangan sebagai tambahan pendapatan keluarga. KESIMPULAN Sumbangan pendapatan dari lahan pekarangan masih rendah dibandingkan dengan potensinya. selama satu tahun sumbangan lahan pekarangan hanya berkisar 10,50% dari total pendapatan responden. Hal ini dapat ditingkatkan lagi dengan mengoptimalkan lahan pekarangan. Sumbangan pendapatan dari lahan pekarangan dipengaruhi oleh luasan lahan, komoditas sayuran yang diusahakan selama tiga kali musim tanam dalam setahun yaitu pada MH, MK1, dan MK2 serta usaha ternak ayam. Ada kecenderungan bahwa produksi pekarangan akan menurun apabila tidak didukung dengan pendampingan oleh Penyuluh pendamping dan
358
teknisi yang menanganinya. Disarankan petani mampu mengoptimalkan lahan pekarangan dengan menanam komoditas yang mempunyai prospek pasar. DAFTAR PUSTAKA Mardarini, M., K. Kariyasa, Zakiah, Dalmadi, dan A. Susakti. 2011. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. Mills, E.S. 1972. "Urban Economics." Scott, Foresman and Co, Glenview, Illionis. Nugroho, I., dan R. Dahuri. 2012. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. LP3ES, Jakarta. Santoso, S. 2006. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. PT.Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. Sarjono, H., dan W. Juliani. 2011. SPSS VS Lisrel Sebuah Pengantar Aplikasi untuk Riset. Salemba Empat. Jakarta. Singarimbun, M dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey LP3ES. Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012