PEMBERDAYAAN EKONOMI PETANI SAYUR MISKIN (Studi Kasus di Kelurahan Nunukan Timur Kecamatan Nunukan Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur)
MUHAMMAD FIRNANDA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul “Pemberdayaan Ekonomi Petani Sayur Miskin (Studi Kasus di Kelurahan Nunukan Timur Kecamatan Nunukan Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor,
Nopember 2006
MUHAMMAD FIRNANDA NRP A154050245
ABSTRAK
MUHAMMAD FIRNANDA, Pemberdayaan Ekonomi Petani Sayur Miskin (Studi Kasus di Kelurahan Nunukan Timur Kecamatan Nunukan Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur). Dibimbing oleh FELIX SITORUS sebagai Ketua, IRAWAN SOEHARTONO sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Proses pergeseran paradigma dalam pembangunan dari sentralistik menuju desentralistik yang bertumpu pada potensi dan sumber daya lokal telah terjadi sejak pasca Orde Baru. Adanya perubahan ini tidak secara langsung menunjukkan perubahan yang signifikan pada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Begitupun halnya yang terjadi di Kabupaten Nunukan, proses pembangunan yang dilaksanakan dianggap masih kurang partisipatif, dimana lebih mengutamakan pembangunan prasarana pemerintahan yang megah daripada pembangunan kesejahteraan sosial. Kenyataannya di Kelurahan Nunukan Timur masih terdapat masyarakat yang tergolong miskin. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani masalah kemiskinan di Nunukan adalah dengan melakukan pembentukan kelompokkelompok tani sebagai langkah untuk mengubah pola mata pencaharian masyarakat yang tergantung dengan hutan dan mengurangi jumlah masyarakat miskin yang ada, khususnya di Kelurahan Nunukan Timur. Permasalahan yang ada berkaitan dengan kelompok petani ini adalah ternyata dengan adanya bantuan yang ada, para petani sayur belum dapat meningkatkan penghasilan mereka secara optimal, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan keterampilan mereka. Tujuan kajian ini adalah untuk memahami karakteristik petani sayur miskin, permasalahan dan faktor penyebab dan merumuskan strategi yang dapat dikembangkan untuk peningkatan petani sayur berkaitan dengan dibentuknya kelompok tani. Kajian ini dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu pemetaan sosial, evaluasi program, dan kajian lapangan dengan fokus kegiatan merancang strategi dan program pemberdayaan petani sayur miskin di Kelurahan Nunukan Timur. Metode kajian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan berperanserta dan wawancara mendalam, studi dokumentasi dan focus group discussion (FGD). FGD dilakukan dengan para petani sayur miskin dan para stakeholders yang ada. Penyusunan rancangan program dilakukan secara partisipatif dengan tahap-tahap, yaitu membahas dan menentukan masalah yang dihadapi dan masalah yang menjadi prioritas, menganalisa faktor-faktor internal dan eksternal, serta melakukan penggalian aspirasi dalam rangka penyusunan rancangan program pengembangan masyarakat. Hasil kajian menunjukkan bahwa program pemberdayaan ekonomi petani sayur miskin yang berhasil dirumuskan adalah Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Petani dan Kelompok Petani, yang terbagi dalam 2 (dua) sub Program, yaitu untuk individu petani dan kelompok tani, dengan kegiatankegiatan berupa pendampingan, pengadaan pupuk dan bibit gratis, dinamika kelompok sederhana, pelatihan manajemen dan sosialisasi dengan pihak ketiga (LSM dan swasta). Berhasilnya pelaksanaan program ini sangat tergantung dari partisipasi para petani sayur miskin serta dukungan dari para stakeholders yang ada.
ABSTRACT
MUHAMMAD FIRNANDA, Economic Empowerment of Poor Vegetable Farmer (A Case Study at Kelurahan Nunukan Timur, Nunukan Subdistrict, Nunukan Regency, East Kalimantan Province). Advised by FELIX SITORUS as chairman, IRAWAN SOEHARTONO as a member of Adviser Commission. A process of paradigm shift in development, from centralistic to decentralistic, resting on local potency and resources has occurred since post New Order. With the presence of this shift it didn’t directly indicate a significant shift of society’s economic social condition. Likewise similarly it occurred at Nunukan Regency, the development process carried out is supposed to be still less participative, where it more prioritized the development of governmental glorious infrastructure than social welfare development. In fact, at Kelurahan Nunukan Timur there are still several poor-categorized societies. The efforts conducted by government in handling a poverty problem at Nunukan are by doing an establishment of farmer groups as a measure to change the pattern of the society’s livelihood means depending on the forest and by reducing the number of existing poor people, specially at Kelurahan Nunukan Timur. The existing problem associated with this farmer group is in fact with the available assistance, the vegetable farmers can not yet increase their earnings optimally, due to the limitation of their knowledge and skills. The objectives of this study are to understand the characteristic of poor vegetable farmer, problem and cause factor and to formulate a strategy that can be developed to improve the vegetable farmer’s earning with the establishment of farmer group. This study has been carried out in three stages, those are social mapping, program evaluation, and field study with the focus of designing the strategy and program of poor vegetable farmer’s empowerment at Kelurahan Nunukan Timur. The study method used is a qualitative method. The data collecting technique used is the observation of role participating and deep interview, documentary study and focus group discussion (FGD). FGD has been conducted with the poor vegetable farmers and stakeholders available. The arranging of program design has been performed in participative with stages, those are to discuss and determine the problem faced and the problem becoming a priority, analyzing internal and external factors as well as conducting an aspiration excavating in arranging the design of society’s development program. The results of study indicate that the economic empowerment program of poor vegetable farmer s that has been formulated is the Improvement Program of human resource capacity and farmer group, divided into 2 (two) sub-programs, those are for farmer individual and farmer group, with activities in the forms of assistance, providing for free fertilizer and seeds, simple group dynamics, management training and socialization with third party (LSM and private). The success of this program implementation highly depends on the participation of poor vegetable farmers as well as the support of the stakeholders available.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
PEMBERDAYAAN EKONOMI PETANI SAYUR MISKIN (Studi Kasus di Kelurahan Nunukan Timur Kecamatan Nunukan Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur)
MUHAMMAD FIRNANDA
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tugas Akhir
: PEMBERDAYAAN EKONOMI PETANI SAYUR MISKIN (Studi Kasus di Kelurahan Nunukan Timur Kecamatan Nunukan Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur)
Nama Mahasiswa
: MUHAMMAD FIRNANDA
NRP
: A 154050245
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. M. T. FELIX SITORUS, MS Ketua
Prof. Dr. H. IRAWAN SOEHARTONO Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. DJUARA P. LUBIS, MS
Prof. Dr. Ir. KHAIRIL A. NOTODIPUTRO, MS
Tanggal Ujian : 6 Nopember 2006
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat limpahan rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Kajian Pengembangan Masyarakat ini (KPM) sebagai lanjutan dari kajian lapangan yang dilaksanakan di Kelurahan Nunukan Timur Kecamatan Nunukan. Penulisan kajian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan penghargaan dan dan ucapan terima kasih, terutama kepada yang terhormat : 1. Bapak Dr. Ir. M. T. Felix Sitorus, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan kajian ini ; 2. Bapak Prof. Dr. H. Irawan Soehartono, selaku Anggota Komisi Pembimbing dan keluarga yang telah meluangkan waktu dan memberikan dorongan moril dalam rangkaian proses penyelesaian kajian ini ; 3. Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menambah pengetahuan di bidang Pengembangan Masyarakat
melalui
proses
pembelajaran
di
Magister
Profesional
Pengembangan Masyarakat kerjasama Institut Pertanian Bogor dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung ; 4. Segenap
Pimpinan
dan
civitas
akademika
Magister
Profesional
Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor ; 5. Segenap Pimpinan dan civitas akademika Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung ; 6. Bapak Ir. Ivanovich Agusta, MS, selaku Dosen Penguji Luar Komisi yang telah memberikan saran dan masukan guna perbaikan kajian ini ; 7. Pemerintah Kabupaten Nunukan yang telah memberikan kepercayaan dan membantu penulis selama menjalankan kewajiban sebagai Tugas Belajar ; 8. Camat, Lurah dan masyarakat Kelurahan Nunukan Timur yang telah membantu penulis dalam melaksanakan Kajian Pengembangan Masyarakat ; 9. Istri tercinta, Dewi Ernawati Hesti dan putri tersayang, Winda Amalia Putri beserta orang tua dan seluruh keluarga penulis atas segala doa dan kasih
vii
sayangnya yang telah memotivasi penulis hingga dapat menyelesaikan tugasnya ; dan 10. Seluruh sahabat dan saudara-saudara penulis, khususnya mahasiswa Magister Profesional Pengembangan Masyarakat dan Diploma IV STKS Bandung, serta seluruh pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu, yang telah
banyak
membantu
dan
memberikan
motivasi
selama
proses
perkuliahan. Penulis menyadari bahwa kajian lapangan ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Hal ini disadari karena adanya keterbatasan dan kemampuan penulis dalam melakukan analisa dan membahas data yang ada. Namun, harapan penulis semoga apa yang telah dilakukan ini dapat menjadi langkah awal yang baik untuk proses-proses selanjutnya. Semoga kajian ini bermanfaat dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia Nya kepada kita semua. Amin.
Bogor,
Nopember 2006
MUHAMMAD FIRNANDA
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 23 Juli 1979 dari pasangan Ibu bernama Aminah Ismail dan Bapak Muhammad Faried S.A. Penulis merupakan putra ketujuh dari tujuh bersaudara. Tahun 1997 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Samarinda dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan dengan mengikuti seleksi Calon Praja Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) asal Provinsi Kalimantan Timur angkatan IX dan diterima sebagai Praja STPDN angkatan IX. Lulus dari STPDN Jatinangor pada Tahun 2001. Penulis pada tahun 2001 bertugas sebagai pelaksana pada Bagian Pemerintahan Sekretariat Kabupaten Nunukan. Selanjutnya pada Tahun 20032004 diangkat sebagai Penjabat Sekretaris Kecamatan Nunukan, tahun 20042005 (selama 7 bulan) menjabat sebagai Sekretaris Kecamatan Sebuku dan pada tahun 2005 (selama 2 bulan) menjabat sebagai Sekretaris Kecamatan Lumbis. Pada tahun 2005 penulis melepaskan jabatan struktural dan berkesempatan menjadi Tugas Belajar Pemerintah Kabupaten Nunukan dengan melanjutkan pendidikan di Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat kerjasama Institut Pertanian Bogor dengan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung atas biaya Departemen Sosial Republik Indonesia. Pada tanggal 20 Oktober 2002 penulis menikah dengan Dewi Ernawati Hesti dan telah dikaruniai 1 (satu) orang anak, yaitu Winda Amalia Putri Firnanda (3 tahun).
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................. Perumusan Masalah ......................................................................... Tujuan Kajian..................................................................................... Kegunaan Kajian ..............................................................................
1 3 4 4
KERANGKA KAJIAN Teori dan Konsep ............................................................................. Kerangka Analisis .............................................................................
5 13
METODE KAJIAN Batas-batas Kajian ............................................................................ Strategi Kajian ................................................................................... Tempat dan Waktu Kajian.................................................................. Metode Pengumpulan Data .............................................................. Analisis Data dan Pelaporan ............................................................. Penyusunan Rancangan Program ....................................................
16 16 16 17 19 19
PETA SOSIAL KELURAHAN NUNUKAN TIMUR Keadaan Umum Lokasi ..................................................................... Kependudukan ................................................................................. Sistem Ekonomi ................................................................................ Kepemimpinan Lokal ........................................................................ Lembaga Kemasyarakatan ............................................................... Sumber Daya Lokal .......................................................................... Masalah Kesejahteraan Sosial .........................................................
20 21 24 26 27 28 30
TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Deskripsi Kegiatan ............................................................................ Pengembangan Ekonomi Lokal ........................................................ Pengorganisasian Masyarakat........................................................... Perencanaan Sosial .......................................................................... Evaluasi Umum ................................................................................
35 38 42 43 43
ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin ................................................................ Permasalahan yang Dihadapi Petani Miskin dan Faktor Penyebab ..
45 49
PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Identifikasi Potensi ............................................................................ Program Pemberdayaan Petani Miskin .............................................
51 58
xi
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan ....................................................................................... Rekomendasi ....................................................................................
64 66
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
67
LAMPIRAN ................................................................................................
68
xii
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Tujuan dan Teknik Pengumpulan Data ..............................................
18
2
Peruntukkan Tanah di Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005 ...........
21
3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005 ...............................................................
22
Jumlah Penduduk yang Bekerja Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005 ..........................................
24
Jumlah Penduduk RT 24 yang Bekerja Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2006 ......................
25
Jumlah Petani Miskin yang Mempunyai Lahan di RT 24 Berdasarkan Kelompok Umur .............................................................
46
Permasalahan yang Dihadapi Petani Miskin di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur ..................................................................
49
8
Analisis Stakeholders di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur ..................
52
9
Analisis Masalah, Potensi dan Alternatif Pemecahan Masalah Petani Sayur di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur ...............................
57
10 Rencana Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Petani dan Kelompok Tani di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur ...................................................................................
63
4 5 6 7
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Lingkaran Kemiskinan ........................................................................
12
2
Alur Pemikiran Pemberdayaan Petani Miskin di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur Kecamatan Nunukan ................................
14
Masalah Kesejahteraan Sosial di Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005 ........................................................................................
30
Analisis Pohon Masalah ......................................................................
56
3 4
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Peta Administratif Kelurahan Nunukan Timur .....................................
69
2
Pedoman Wawancara Mendalam .......................................................
70
3
Pedoman Wawancara Terstruktur ......................................................
72
4
Dokumentasi .......................................................................................
75
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Proses pergeseran paradigma dalam pembangunan dari sentralistik menuju desentralistik yang bertumpu pada potensi dan sumber daya lokal telah terjadi sejak pasca Orde Baru. Adanya perubahan paradigma ini tidak secara langsung menunjukkan perubahan yang signifikan pada kondisi sosial ekonomi masyarakat, karena pemahaman aparat sebagai unsur pelaksana terhadap makna sebenarnya dari pembangunan yang berbasis masyarakat lokal masih sangat kurang. Hal ini dapat diibaratkan bahwa pelaksanaan pembangunan tidak jauh seperti ‘seekor ular yang kepalanya dilepas tetapi ekor tetap dipegang’. Begitupun halnya yang terjadi di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur. Nunukan merupakan kabupaten baru yang resmi terbentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 sebagai kabupaten pemekaran dari Kabupaten Bulungan. Sejak dimekarkan hingga saat ini, Pemerintah Kabupaten Nunukan senantiasa giat
dalam
melaksanakan
pembangunan.
Konsekuensi
dari
kabupaten
pemekaran yang baru berusia 7 (tujuh) tahun ini, tentu masih banyak kekurangan yang terjadi termasuk dalam hal proses perencanaan pembangunan. Menurut beberapa orang tokoh masyarakat setempat mengenai proses perencanaan pembangunan yang dilaksanakan selama ini dianggap masih kurang partisipatif dan cenderung bersifat ‘mercusuar’. Maksudnya adalah bahwa prose tersebut lebih mengutamakan pembangunan prasarana pemerintahan yang megah daripada pembangunan kesejahteraan sosial masyarakatnya. Prinsip peran serta masyarakat dalam pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan dan memanfaatkan unsur-unsur lokal dalam bentuk sumber daya alam, sumber daya manusia dan sosiokultural yang ada. Keterlibatan
masyarakat
dalam
pembangunan
yang
dimulai
dari
saat
perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi diwujudkan melalui berbagai bentuk partisipasi baik secara langsung (misalnya dengan memberikan sumbangan pemikiran, ide ataupun biaya dan tenaga) maupun tidak langsung (misalnya dengan cara memelihara dan merawat). Keterlibatan tersebut selain akan mempererat rasa keterikatan masyarakat dalam pembangunan, juga akan menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pelaksanaan proses pembangunan yang sedang atau telah berjalan.
2
Pemerintah dalam konteks pembangunan dengan memanfaatkan potensi lokal dan partisipasi masyarakat mempunyai fungsi untuk menciptakan strategi sebagai landasan bagi organisasi lokal untuk mengembangkan kreatifitas sesuai dengan potensi yang ada. Posisi pemerintah lebih dituntut hanya sebagai pengarah, motivator atau sebagai fasilitator, sedangkan pihak yang menjalankan adalah masyarakat lokal. Begitupun halnya dengan sistem pemerintahan yang ada, dimana Pemerintah Pusat hanyalah sebagai pihak yang mengarahkan dan Pemerintah Daerah sebagai unsur pelaksana yang mempunyai wewenang untuk mengambil kebijakan strategis sesuai dengan potensi lokal yang ada di daerah. Adanya kebijakan strategis di daerah ini setidaknya akan dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan kapasitasnya sendiri. Pengembangan kapasitas masyarakat ini dimaksudkan sebagai suatu pendekatan pembangunan yang berbasis pada kekuatan yang ada di masyarakat secara nyata. Kekuatan itu diantaranya adalah sumber daya alam, sosial, ekonomi dan termasuk manusianya itu sendiri, sehingga akhirnya dapat menjadi local capacity (kapasitas lokal). Kapasitas lokal ini termasuk didalamnya adalah kapasitas pemerintah daerah, kelembagaan (baik sosial maupun swasta) dan kapasitas masyarakat setempat. Berdasarkan hasil pemetaan sosial pada Praktek Lapangan I yang dilaksanakan dari tanggal 1 sampai dengan 16 Nopember 2005 dan evaluasi program pada Praktek Lapangan II yang dilaksanakan dari tanggal 17 sampai dengan 24 Pebruari 2006 di Kelurahan Nunukan Timur, diperoleh informasi bahwa salah satu program pemerintah yang dilaksanakan dalam rangka pengentasan kemiskinan di Nunukan adalah pembentukan kelompok tani hampir di seluruh wilayah di kabupaten ini, termasuk di Kelurahan Nunukan Timur. Hal ini dilakukan dimaksudkan sebagai sebuah langkah untuk mengubah pola mata pencaharian masyarakat yang sangat tergantung dengan hutan, khususnya Hutan Lindung Pulau Nunukan. Kondisi hutan yang semakin memburuk dan pengawasan aparat terhadap kelestarian hutan semakin ketat, telah menyebabkan masyarakat yang sudah terbiasa dengan pekerjaan tersebut menjadi kehilangan pekerjaan. Kondisi ini dibarengi dengan bertambahnya jumlah penduduk sebagai akibat dari migrasi, mengingat daerah ini merupakan daerah transit bagi pengiriman dan pemulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke dan dari Malaysia Timur (Sabah dan Serawak). Dampak dari kondisi tersebut adalah jumlah penduduk menjadi
3
semakin bertambah, sedangkan mata pencaharian menjadi semakin berkurang, dan akhirnya kondisi ini semakin menambah populasi masyarakat miskin yang ada di Kabupaten Nunukan, khususnya di Kelurahan Nunukan Timur. Kelompok tani yang telah dibentuk tersebut selanjutnya diberikan bantuan modal dari pemerintah melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan
Kabupaten
Nunukan
dalam
Program
Pengembangan
dan
Peningkatan Tanaman Pangan. Adanya program tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan kondisi sosial ekonomi para petani dengan memanfaatkan potensi yang ada di sekitarnya. Kenyataan yang ada, hasil dari kelompok tani ini belum begitu menggembirakan, karena pengalaman masyarakat setempat dalam pengembangan kegiatan di bidang pertanian masih sangat minim. Berkaitan hal tersebut, maka permasalahan yang dikaji dalam kajian pengembangan masyarakat adalah ”bagaimana strategi pemberdayaan petani miskin di Kelurahan Nunukan Timur yang dapat dikembangkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan mereka?”
Perumusan Masalah
Kajian ini diharapkan dapat menjawab tiga pokok permasalahan berikut : 1. Bagaimana karakteristik petani miskin di Kelurahan Nunukan Timur khususnya di sekitar kawasan Hutan Lindung Kelurahan Nunukan Timur ? 2. Bagaimana permasalahan yang dihadapi oleh petani miskin yang telah diberdayakan dan apakah faktor penyebab permasalahan tersebut ? 3. Strategi apa yang dapat dikembangkan untuk peningkatan kapasitas mereka berkaitan dengan dibentuknya kelompok tani ? Kegiatan pengembangan masyarakat yang akan dilakukan melalui pemberdayaan petani miskin ini diharapkan akan dapat memperoleh jawaban dari beberapa permasalahan di atas, sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar bagi penyusunan program pengembangan masyarakat di Kelurahan Nunukan Timur.
4
Tujuan Kajian
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam kajian lapangan yang dilakukan dalam kegiatan pengembangan masyarakat ini adalah untuk merumuskan suatu program pemberdayaan petani miskin di Kelurahan Nunukan Timur yang dilakukan bersama-sama dengan para petani tersebut. Adapun tujuan khusus dari kajian ini adalah untuk : 1. Memahami karakteristik petani miskin di sekitar kawasan Hutan Lindung Kelurahan Nunukan Timur. 2. Memahami permasalahan yang dihadapi petani miskin dan menganalisa faktor-faktor yang menimbulkan permasalahan tersebut. 3. Merumuskan strategi yang dapat dikembangkan untuk peningkatan kapasitas petani miskin berkaitan dengan dibentuknya kelompok tani. Kajian pengembangan masyarakat ini juga bertujuan untuk memahami serta mengembangkan konsep pengembangan masyarakat secara empiris, dan memahami proses pengembangan praktek pekerjaan sosial dalam menumbuhkembangkan potensi kelompok.
Kegunaan Kajian
Hasil kajian pengembangan masyarakat yang dilakukan di Kelurahan Nunukan Timur ini, secara lebih khusus diharapkan dapat dipergunakan oleh : 1. Komunitas petani miskin yang ada, sebagai rencana pengembangan kapasitas petani, khususnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka. 2. Pemerintah dan LSM setempat, sebagai bahan evaluasi dan masukan tentang rencana pengembangan kegiatan dan lebih meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat miskin yang dilaksanakan secara lebih aspiratif. 3. Pengembang masyarakat, sebagai penambah wawasan dan memperkaya pengetahuan tentang teori dan praktek pengembangan masyarakat, serta sebagai model pengembangan komunitas masyarakat miskin di daerah lain.
5
KERANGKA KAJIAN Teori dan Konsep
Kemiskinan Kemiskinan merupakan konsep dan fenomena yang berwayuh wajah, bermatra multidimensional. SMERU dalam Suharto (2005), menunjukkan bahwa kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu : 1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan). 2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi). 3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga). 4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal. 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber alam. 6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarkat. 7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan. 8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental. 9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil). Ellis (dalam Suharto, 2005) menyatakan bahwa dimensi kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial psikologis. Dipandang dari aspek ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumber daya dalam konteks ini menyangkut tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan konsepsi ini, maka kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumber daya yang dimiliki melalui penggunaan standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan (poverty line). Cara seperti ini sering disebut dengan metode pengukuran kemiskinan absolut. Dilihat
dari
aspek
sosial,
kemiskinan
mengindikasikan
potensi
perkembangan masyarakat yang rendah. Aspirasi dan persepsi dalam masyarakat berkembang bersifat terbatas dan semu, serta mengutamakan atau mementingkan pengambilan keputusan dalam rentang waktu yang pendek.
6
Adapun jika ditinjau dari aspek politik, kemiskinan ini berhubungan dengan lemahnya kemandirian masyarakat. Ketergantungan ataupun esploitasi antar masyarakat senantiasa tampak. Hal ini pada akhirnya bermuara pada keadaan ketidakadilan dan kesenjangan. Kondisi senjang yang secara tidak disadari ini menjadi terpelihara, akan menjadi lebih berbahaya dan akan menghambat upaya penghapusan kemiskinan. Penyebab kemiskinan berdasarkan pendapat Sumodiningrat (2004) menyangkut dimensi sosial, ekomoni dan budaya. Hal ini lebih lanjut dijelaskan olehnya sebagai kemiskinan alami, struktural dan kultural. Kemiskinan alami merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh keterbatasan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Hal ini mengakibatkan sistem produksi beroperasi tidak optimal dengan efisiensi rendah. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang langsung atau tidak langsung diakibatkan oleh berbagai kebijakan, peraturan dan keputusan dalam pembangunan. Kemiskinan ini disebabkan tatanan kelembagaan yang didalamnya berhubungan dengan aturan-aturan main yang ditetapkan oleh pemegang kebijakan. Kemiskinan umumnya ditandai dengan adanya ketimpangan antara lain kepemilikan sumber daya, kesempatan berusaha, keterampilan dan faktor lain yang menyebabkan perolehan pendapatan tidak seimbang dan pada akhirnya mengakibatkan struktur sosial yang timpang. Kemiskinan struktural ini umumnya dapat dikenali dari transformasi ekonomi yang tidak berjalan seimbang. Adapun yang dimaksud dengan kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang lebih banyak disebabkan oleh sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku atau budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan. Berdasarkan
tingkat
kerentanan
kemiskinan,
Sulistiati
dkk.
(2005)
menyebutkan bahwa masalah kemiskinan dapat dibagi menjadi kemiskinan kronis (chronic poverty) dan kemiskinan sementara (transient poverty). Kemiskinan kronis merupakan kemiskinan yang berlangsung dalam jangka waktu lama, turun temurun atau disebut juga sebagai kemiskinan struktural. Adapun kemiskinan
sementara
ditandai
dengan
menurunnya
pendapatan
dari
kesejahteraan anggota masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan kondisi normal menjadi kondisi kritis, bencana alam dan bencana sosial. Kemiskinan jenis ini jika tidak ditanani akan dapat menjadi kemiskinan kronis.
7
Pemberdayaan Masyarakat Munculnya konsep pemberdayaan ini menurut Pranarka dan Vidhyandika (dalam Hikmat, 2004) merupakan akibat dari dan reaksi terhadap alam pikiran, tata masyarakat dan tata budaya sebelumnya yang berkembang di suatu negara. Konsep
pemberdayaan
(empowerment)
dalam
wacana
pengembangan
masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan (Hikmat, 2004). Mc Ardle (dalam Hikmat, 2004) menyatakan bahwa pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi justru sebagai subyek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum (Setiana, 2005). Menurut
Kartasasmita
(dalam
Setiana,
2005)
pada
dasarnya,
pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain menurutnya bahwa memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Roesmidi dan Riza (2006) menyatakan bahwa pemberdayaan itu sifatnya individual sekaligus kolektif. Pemberdayaan merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan kekuatan/kekuasaan yang berubah antara individu, kelompok dan lembaga-lembaga sosial. Pemberdayaan itu juga merupakan
proses
perubahan
pribadi,
karena
masing-masing
individu
mengambil tindakan atas nama diri mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali pemahamannya terhadap lingkungan tempat tinggalnya. Dilihat dari sasaran dan ruang lingkupnya, menurut Wasistiono dalam Roesmidi dan Riza (2006) pemberdayaan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu pemberdayaan pada individu anggota organisasi atau masyarakat; pemberdayaan pada tim atau kelompok masyarakat; pemberdayaan pada organisasi;
dan
pemberdayaan
pada
masyarakat
secara
keseluruhan.
8
Berdasarakan sasaran dan ruang lingkup tersebut, maka dalam pemberdayaan petani miskin ini akan lebih terfokus kepada pemberdayaan pada kelompok tani. Hikmat
(2004)
mengatakan
bahwa
pemberdayaan
dan
partisipasi
merupakan hal yang menjadi pusat perhatian dalam proses pembangunan masyarakat. Keduanya merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Meninjau dalam kerangka pemberdayaan masyarakat yang terpenting adalah dimulai dengan bagaimana menciptakan kondisi, suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Berbagai upaya dapat dilakukan melalui berbagai macam strategi dalam rangka mencapai tujuan pemberdayaan,
diantaranya
adalah
modernisasi
yang
mengarah
pada
perubahan struktur sosial, ekonomi dan budaya yang bersumber pada peran serta masyarakat setempat. Prioritas utama program pemberdayaan masyarakat adalah terciptanya kemandirian, yaitu masyarakat diharapkan mempunyai kemampuan menolong dirinya sendiri dalam berbagai hal, terutama menyangkut kelangsungan kehidupannya. Begitupun halnya dalam masyarakat petani, perlu diketahui sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada, sehingga dalam menyusun program pemberdayaan akan lebih mengena sasaran. Keberdayaan masyarakat terletak pada proses pengambilan keputusan sendiri untuk mengembangkan pilihan-pilihan penyesuaian diri (adaptasi) terhadap perubahan lingkungan dan sosialnya. Berkaitan hal tersebut, maka pemahaman mengenai proses adaptasi masyarakat, khususnya masyarakat petani terhadap lingkungannya merupakan proses yang penting dalam pembangunan yang berorientasi pada manusia (people centered development), yang melandasi wawasan pengelolaan sumber daya lokal (community based resource management).
Partisipasi Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan selama ini tentunya sangat diharapkan dapat berlangsung secara berkesinambungan. Satu pendekatan yang dapat diambil saat ini agar dapat mencapai hasil-hasil pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan adalah dengan pendekatan partisipatoris. Munculnya
paradigma
partisipatoris
mengindikasikan
adanya
dua
perspektif, yang pertama pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan program atau proyek yang akan
9
mewarnai hidup mereka, sehingga dengan demikian dapatlah dijamin bahwa perspektif setempat, pola sikap dan pola berpikir serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan secara penuh. Kedua adalah membuat umpan balik (feedback) yang pada hakikatnya merupakan bagian tak terlepaskan dari kegiatan pembangunan (Jamieson dalam Mikkelsen, 2003). FAO (dalam Mikkelsen, 2003) menyebutkan bahwa kata partisipasi dan partisipatoris merupakan dua kata yang sangat sering digunakan dalam pembangunan. Keduanya memiliki banyak makna yang berbeda. Pelbagai kajian, dokumen proyek, dan buku panduan menunjukkan tafsiran yang sangat beragam mengenai arti kata partisipasi : Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan. Partisipasi adalah ‘pemekaan’ (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka. Pembangunan yang partisipatoris merupakan suatu bidang baru. Oleh karena itu tafsiran yang berbeda tentu akan muncul pula. Untuk sementara ini belum ada definisi yang dapat diterima secara global. Pemberdayaan dan partisipasi merupakan hal yang menjadi pusat perhatian dalam proses pembangunan saat ini di berbagai wilayah. Kedua konsep
ini
merupakan
strategi
yang
sangat
potensial
dalam
rangka
meningkatkan ekonomi, sosial, dan trasformasi budaya. Proses ini, pada akhirnya akan menciptakan pola pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat. Rahardjo (dalam Ndraha, 1990) menyatakan bahwa bentuk partisipasi itu ada yang bersifat vertikal dan horisontal. Dikatakan partisipasi vertikal karena bisa terjadi dalam kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan mana masyarakat berada pada posisi sebagai bawahan, pengikut atau klien. Adapun partisipasi horisontal, karena pada suatu saat tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat mempunyai kemampuan untuk berprakarsa, dimana setiap anggota/kelompok masyarakat berpartisipasi horisontal satu dengan yang lain, baik dalam
10
melakukan usaha bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Tentu saja parstisipasi seperti ini merupakan suatu tanda pada pemulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri. Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dikemukakan oleh Goldsmith dan Blustain (dalam Ndraha, 1990) bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika : Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka tidak atau kurang berperan dalam pengambilan keputusan. Partisipasi masyarakat dan kemampuan masyarakat di suatu wilayah untuk berkembang secara mandiri mempunyai kaitan yang erat, ibarat dua sisi mata uang, tidak dapat dipisahkan tetapi dapat dibedakan. Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuan awal masyarakat itu untuk berkembang secara mandiri. Kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri dapat ditumbuhkan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi partisipasi masyarakat dalam membangun daerahnya.
Petani Miskin dan Kelompok Tani Fokus kajian ini adalah para petani miskin di Kelurahan Nunukan Timur. Menurut Penny (dalam Prayitno, 1987) pengertian petani miskin jika ditinjau dari aspek ekonomi dicirikan sebagai berikut : (a). Pendapatan rumah tangga petani rendah (termasuk pendapatan di luar usaha tani). (b). Luas tanah garapan sempit (khusus untuk usaha tani pertanaman dan perikanan darat). (c). Produktivitas tenaga kerja rendah. Penggunaan tenaga kerja tidak efisien, sehingga pendapatan pertanian per kapita rendah. (d). Modal (kapital) relatif kecil atau tidak ada. Karena pendapatan rendah, simpanan/tabungan yang dimiliki sangat kecil atau relatif tidak ada. Akibatnya kesempatan untuk memperluas usahanya menjadi sangat terbatas. Selain uang tunai, pengertian modal di sini termasuk tanah, ternak, alat-alat dan sebagainya. (e). Tingkat keterampilan (skill) rendah. Secara umum, keterampilan petani miskin rendah. Akibatnya jiwa kewirausahaan rendah dan kemampuan manajerialnya juga rendah. Akibat selanjutnya daya tangap (respons) mereka terhadap teknologi baru lambat atau kecil, sehingga produktivitas usaha secara keseluruhan rendah.
11
Ciri-ciri petani miskin di atas tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait satu sama lain serta saling pengaruh mempengaruhi penilaian terhadap seorang petani apakah dia termasuk petani miskin atau tidak. Pendapatan rendah petani disebabkan oleh produksi yang rendah. Rendahnya hasil produksi umumnya disebabkan karena lahan yang sempit dan dikelola dengan teknologi dan peralatan yang sederhana. Pendapatan petani yang rendah menyebabkan mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menabung dan menambah investasi. Akibatnya, maka teknologi yang mereka gunakan tidak mengalami kemajuan, yang pada akhirnya pendapatan yang diperoleh tetap rendah dan begitu seterusnya. Kondisi pendapatan rendah, luas lahan yang digarap sempit, teknologi tradisional dan peralatan yang terbatas merupakan unsur yang saling berkaitan dan membentuk suatu lingkaran yang tidak berujung pangkal. Secara lebih khusus Malassis (dalam Prayitno, 1987) menggambarkan suatu bentuk diagram lingkaran kemiskinan (circle of poverty) di negara-negara yang sedang berkembang yang identik dengan masalah petani miskin sebagaimana tampak pada Gambar 2. Dalam gambar tersebut tampak mata rantai (dengan tanda panah lebih tebal) yang memperlihatkan inti dari lingkaran kemiskinan, yaitu produktivitas rendah akan menyebabkan pendapatan rendah, tabungan rendah dan seterusnya. Kondisi ini akan terus berlangsung sampai ada tindakan yang dapat memutus mata rantai tersebut. Faktor lain yang juga sangat menentukan adalah keadaan alam yang tidak menguntungkan, walaupun teknologi dan modal tersedia. Produktivitas tenaga kerja keluarga yang rendah menurut Prayitno (1987) antara lain disebabkan karena sifat musiman dari usaha tani yang menimbulkan pengangguran musiman pula. Kecilnya usaha tani yang tidak seimbang dengan persediaan tenaga kerja keluarga menimbulkan pengangguran tidak kentara (disguised unemployment), serta (terbatasnya) keterampilan khusus dan peralatan yang diperlukan untuk memanfaatkan tenaga keluarga pada waktu senggang (leisure), semuanya mencirikan produktivitas tenaga kerja keluarga yang rendah. Pada akhirnya pendapatan rumah tangga petani miskin akan menjadi tetap rendah.
12
Investasi material rendah Pengangguran tenaga kerja Investasi pendidikan rendah Tingkat teknologi rendah
Tingkat investasi rendah Produktivitas tenaga kerja rendah
Kekurangan tenaga (skill)
Tingkat tabungan rendah
Pendapatan rendah
Produksi rendah
Permintaan per kapita rendah Sumber : Malassis (dalam Prayitno, 1987)
Gambar 1 LINGKARAN KEMISKINAN Adapun mengenai kelompok tani dalam kajian ini merupakan bagian dari masyarakat yang ada di Kelurahan Nunukan Timur yang memiliki kesamaan dalam berusaha untuk meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik. Pengertian dari kelompok adalah sebagaimana dikemukakan oleh Mardikanto (dalam Setiana, 2005) yaitu himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi satu sama lain serta memiliki kesadaran untuk saling menolong. Kelompok tidak jauh berbeda dengan organisasi, dimana kumpulan orang tersebut juga mempunyai satu tujuan yang ingin dicapai bersama. Departemen Pertanian RI (dalam Setiana, 2005) memberi batasan bahwa kelompok tani adalah sekumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas
13
petani dewasa pria atau wanita maupun petani taruna atau pemuda tani yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atau dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani. Berdasarkan proses pembentukannya dikenal ada dua macam kelompok, yaitu kelompok formal dan kelompok informal. Pembentukan kelompok formal pada umumnya mengikuti pedoman atau aturan-aturan tertentu, memiliki struktur yang jelas yang dapat menggambarkan kedudukan dan peran masing-masing yang menjadi anggotanya dan dinyatakan secara tertulis. Kelompok informal seringkali pembentukannya tanpa melalui prosedur atau ketentuan-ketentuan tertentu, struktur dan pembagian tugasnya tidak diatur secara jelas dan umumnya tidak dinyatakan secara tertulis (Shaw dalam Setiana, 2005). Adapun pembentukan kelompok tani yang ada di Nunukan Timur secara umum merupakan kelompok formal tetapi lebih cenderung berdasarkan kepada ikatan sosial yang ada di masyarakat.
Kerangka Analisis
Masalah kemiskinan yang terjadi di Kelurahan Nunukan Timur disebabkan karena pengaruh pertambahan jumlah penduduk, kelahiran maupun migrasi penduduk dari luar Nunukan, sempitnya lapangan kerja yang ada, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Adapun upaya yang telah dilakukan diantaranya adalah dengan membentuk kelompok-kelompok tani. Pembentukan kelompok tani bertujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya para anggota kelompok dan sebagai wahana untuk menambah serta mengembangkan kemampuan masyarakat dalam bidang pertanian. Kelompok tani dalam perkembangan selanjutnya ternyata belum berjalan optimal. Pengetahuan petani dalam hal membudidayakan sayur di lahan mereka ternyata masih sangat terbatas. Mereka hanya mampu mengembangkan kegiatan tanaman sayur berdasarkan kemampuan yang mereka miliki, dan untuk pemasaran hasil pun hanya dilakukan secara sederhana. Kondisi ini diperparah dengan petugas penyuluh lapangan yang jarang hadir di tengah-tengah kelompok tani untuk memberikan pengetahuan dan wawasan kepada para
14
petani. Biasanya para petugas tersebut hadir pada saat awal dan akhir kegiatan serta pada saat pencairan bantuan modal kepada para petani. Petani sayur yang cukup lama menggeluti usahanya ini lebih cenderung bersikap spekulatif dalam membudidayakan jenis tanaman sayur. Akhirnya dengan program yang dijalankan di masyarakat, berupa pemberian bantuan modal sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) per kelompok (antara 18 – 25 orang per kelompok) tersebut, saat ini belum dapat meningkatkan pendapatan mereka secara maksimal seperti yang diharapkan. Petani pun menjadi bergantung dengan modal usaha dari pemerintah. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan yang minim serta kondisi pemasaran hasil yang belum dikelola secara maksimal. Kondisi ini apabila digambarkan dalam bentuk bagan adalah sebagaimana tampak pada alur pemikiran pada Gambar 2.
Faktor Internal Petani Miskin (individual) Pengetahuan Keterampilan Wawasan Modal Kelompok Kerjasama dan Partisipasi Manajemen
PETANI BERDAYA
PETANI MISKIN
Faktor Eksternal Petani Miskin (individual) & Kelompok Dukungan stakeholders Bantuan Modal Teknologi Pendampingan Jaringan Pemasaran
Pengetahuan & keterampilan meningkat Kelompok mantap Akses pemasaran Hasil tani optimal
KESEJAHTERAAN MENINGKAT
PROGRAM PENINGKATAN KAPASITAS SDM PETANI & POK TANI
Gambar 2 Alur Pemikiran Pemberdayaan Petani Miskin di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur Kecamatan Nunukan
Berdasarkan alur pemikiran dapat terlihat bahwa kondisi petani miskin dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, baik bagi individu petani itu sendiri maupun pada kelompok tani. Faktor internal bagi individu petani tersebut adalah berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, wawasan dan modal. Sedangkan faktor internal yang berkaitan dengan kelompok tani adalah kerja sama dan partisipasi,
serta
manajemen kelompok.
Adapun faktor
eksternal yang
15
mempengaruhi petani baik secara individu maupun kelompok adalah dukungan stakeholders, bantuan modal, teknologi, pendampingan dan jaringan pemasaran. Harapan yang ingin dicapai adalah agar petani miskin tersebut dapat berdaya. Keberdayaan petani ini dapat ditinjau dari sisi pengetahuan dan keterampilan; kelembagaan; akses pemasaran; serta hasil tani mereka. Upaya pemberdayaan ini tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal yang ada. Kajian ini membahas tentang faktor penyebab permasalahan yang dihadapi para petani miskin dan upaya untuk mengatasi masalah tersebut melalui perumusan strategi pengembangan masyarakat.
Strategi pengembangan
masyarakat yang optimal melalui Program Peningkatan Kapasitas SDM Petani dan
Kelompok
Tani
diharapkan
nantinya
akan
dapat
meningkatkan
kesejahteraan petani, khususnya dalam hal tingkat pendapatan mereka.
16
METODE KAJIAN Batas-batas Kajian
Batas-batas kajian atau penelitian menurut Spradly (dalam Sugiyono, 2005) terdiri dari yang paling kecil, yaitu situasi sosial (single social situation) sampai masyarakat luas yang paling kompleks. Adapun yang menjadi batasbatas kajian ini adalah sekelompok masyarakat, yaitu petani miskin (a single community study) yang berada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur. Tipe kajian ini adalah kajian terapan deskriptif, yaitu berupaya untuk memahami ciri-ciri dan sumber-sumber masalah manusia dan masyarakat, menyumbang kepada teori yang dapat digunakan untuk merumuskan program dan intervensi penanganan masalah. Adapun aras kajian yang digunakan adalah obyektif mikro, yaitu membahas tentang pola perilaku, tindakan interaksi langsung antara pengkaji dan anggota komunitas dalam suatu lingkungan masyarakat dalam rangka pemberdayaan petani miskin.
Strategi Kajian
Strategi yang digunakan pada kajian ini adalah berupa studi kasus instrumental yang bersifat deskriptif terhadap permasalahan petani miskin yang tinggal di sekitar kawasan hutan lindung Kelurahan Nunukan Timur dan upaya untuk memberdayakan mereka. Strategi ini dipilih karena dibandingkan dengan strategi lainnya hasilnya lebih mudah dipahami dan bersifat lebih mendalam.
Tempat dan Waktu Kajian
Kajian ini dilakukan di Kelurahan Nunukan Timur
Kecamatan Nunukan
Kabupaten Nunukan (peta administratif sebagaimana tampak pada lampiran 1). Berdasarkan monografi Kecamatan Nunukan Tahun 2003, Kelurahan ini merupakan kelurahan terluas dengan jumlah Rukun Tetangga sebanyak 34 buah, merupakan pusat kota dan mempunyai penduduk miskin terbanyak di
17
Kecamatan Nunukan khususnya di Pulau Nunukan dengan subyek kajiannya adalah petani miskin yang ada di RT 24. Berdasarkan hasil Praktek Lapangan I, Pengkaji melihat bahwa perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap masalah kemiskinan sangat besar, begitupun halnya dengan program pemerintah melalui kelompok tani tersebut. Masyarakat mempunyai harapan agar program ini dapat berjalan secara berkesinambungan. Dipilih komunitas masyarakat yang ada di sekitar kawasan hutan lindung adalah berdasarkan informasi dari Lurah dan Tokoh Masyarakat setempat bahwa daerah itu merupakan kantong kemiskinan yang ada di Kelurahan Nunukan Timur dan wilayah tersebut sangat mudah dijangkau karena dekat dengan pusat kota. Alasan lain pengkaji memilih lokasi ini adalah dikarenakan alasan praktis, sebagaimana diungkapkan oleh Moleong (1998), yaitu karena keterbatasan waktu, biaya, tenaga, perlu pula dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi kajian. Kajian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan waktu kerja sebagai berikut : a. Praktek Lapangan I (Pemetaan Sosial) yang dilaksanakan selama 16 hari kerja, yaitu dari tanggal 1 sampai dengan 16 Nopember 2005. b. Praktek Lapangan II (Evaluasi Program) yang dilaksanakan selama 8 hari kerja, yaitu dari tanggal 17 sampai dengan 24 Pebruari 2006. c. Kajian Lapangan yang dilaksanakan selama 30 hari kerja, yaitu selama bulan Agustus 2006.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan teknik yang berkaitan dengan alatalat atau instrumen sarana untuk memperoleh data. Menurut sifatnya data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan 2 cara, yaitu teknik konvensional dan teknik partisipatif. Teknik pengumpulan data primer yang bersifat konvensional yang digunakan adalah : 1. Pengamatan berperan serta, dengan tujuan untuk melihat, merasakan dan memaknai peristiwa dan fenomena sosial yang ada dalam
18
masyarakat, serta membentuk pengetahuan bersama bagi masyarakat di Kelurahan Nunukan Timur. 2. Wawancara mendalam (indepth interview) dan wawancara terstruktur, dengan tujuan untuk mendalami pandangan masyarakat Kelurahan Nunukan Timur tentang situasi sosial, budaya, ekonomi, politik, ekologi dan demografi di lingkungannya. Teknik wawancara terstruktur akan digunakan untuk mengetahui karakteristik dari petani miskin yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur. Teknik partisipatif yang digunakan adalah pemetaan masalah dan diskusi kelompok. Diskusi yang dilaksanakan dapat berupa FGD (focus group discussion) ataupun dalam bentuk diskusi-diskusi non formal. Adanya diskusi ini diharapkan dapat menggali suatu informasi secara lebih dalam, dalam hal ini pengkaji berposisi sebagai fasilitator. Pengumpulan data sekunder yang dilakukan adalah dengan teknik penelusuran dokumen (studi dokumentasi), yaitu dengan mempelajari arsip-arsip atau dokumen-dokumen yang terkait dengan situasi dan kondisi masyarakat di Kelurahan Nunukan Timur dan Kecamatan Nunukan. Kegiatan pengumpulan informasi dan data yang dilaksanakan tersebut diharapkan dapat memenuhi segala informasi yang dibutuhkan dalam kajian, dan hal ini secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tujuan dan Teknik Pengumpulan Data No
Tujuan
1.
Mengetahui karakteristik petani miskin
2.
Memahami masalah dan faktor penyebab masalah yang dihadapi petani miskin
3.
Merumuskan strategi pemberdayaan melalui penguatan kelompok tani
Variabel
Parameter
Keadaan sosial ekonomi Pola usaha Partisipasi dalam kelompok Kerjasama dalam kelompok Pengetahuan Keterampilan Jaringan pemasaran Dukungan stakeholders
Pendapatan Perkembangan usaha Kebutuhan produksi dan hasil pemasaran Peran serta dalam kelompok Pendidikan dan keterampilan yang dimiliki Perkembangan akses informasi Perkembangan jaringan pemasaran Intensitas dan efektifitas pendampingan Penentuan masalah prioritas Penetapan tujuan Analisa kemungkinan strategi yang dapat dilakukan Pemilihan strategi
Program pemberdayaan petani miskin Penguatan kelompok tani
Sumber Data o Petani miskin o Tokoh Masyarakat
Teknik Pengumpulan Data Studi Dokumentasi Wawancara Mendalam Wawancara Terstruktur Observasi
o Petani miskin o Tokoh Masyarakat o Pimpinan Pertanian Kecamatan o Dispertanak o Disperindagkop
Wawancara Mendalam FGD Studi Dokumentasi
o Petani miskin o Tokoh Masyarakat o PPK o Dispertanak o Disperindagkop o LSM
Wawancara Mendalam FGD
19
Analisis Data dan Pelaporan
Data yang dikumpulkan dianalisis secara kualitatif. Menurut Patalima (2005) bahwa pada analisis data kualitatif, kata-kata dibangun dari hasil wawancara
atau
pengamatan
terhadap
data
yang
dibutuhkan
untuk
dideskripsikan dan dirangkum. Pertanyaan dapat dibuat oleh pengkaji untuk melihat hubungan antara berbagai tema yang diidentifikasi, hubungan perilaku atau karakteristik individu seperti umur dan jenis kelamin. Data yang diperoleh disunting, dikelompokkan menurut aspek-aspeknya, dilengkapi dan disistemisasi sehingga manjadi informasi yang utuh. Data yang terkumpul dari sumber yang berbeda dibandingkan dan diberikan penafsiran, begitupun halnya dengan data yang diperoleh dengan teknik yang berbeda. Hasilnya disajikan secara deskriptif analitis dengan dibantu beberapa tabel, gambar dan diagram. Langkah awal yang ditempuh adalah melakukan penyuntingan data (melengkapi dan mentransformasi data mentah yang ditulis dalam catatan lapangan) yang terkumpul dengan sumber-sumber lain yang mendukung (dokumen tertulis, peta dan laporan-laporan).
Penyusunan Rancangan Program
Penyusunan rancangan program menggunakan pendekatan partisipasi yang mengutamakan peran serta para petani miskin sebagai subyek dari pengembangan masyarakat. Teknik yang akan dilakukan adalah dengan diskusi terfokus yang diupayakan melibatkan stakeholders yang ada, baik dari instansi pemerintah maupun dari masyarakat dalam rangka pemberdayaan petani miskin di Kelurahan Nunukan Timur. Rancangan program disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Membahas dan menentukan masalah yang dihadapi dan menentukan masalah prioritas secara bersama dengan peserta FGD 2. Melakukan analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang ada 3. Penggalian aspirasi dari petani dan melakukan penyusunan rancangan program secara partisipatif
20
PETA SOSIAL KELURAHAN NUNUKAN TIMUR
Keadaan Umum Lokasi
Kelurahan Nunukan Timur merupakan kelurahan yang baru diresmikan pada tahun 2004 lalu yang pada awalnya adalah sebuah desa, namun sebagai konsekuensi dari kebutuhan, perkembangan jumlah penduduk dan fasilitas yang ada, maka status desa tersebut ditingkatkan menjadi kelurahan. Kelurahan ini merupakan Kelurahan terluas di Kecamatan Nunukan (khususnya Pulau Nunukan), yaitu seluas 6.000 Ha atau sekitar 25,7 % luas Pulau Nunukan, tetapi untuk di Kecamatan Nunukan luasnya hanya sekitar 3,76 % luas Kecamatan Nunukan (karena kecamatan ini mempunyai dua wilayah yaitu wilayah pulau kecil dan wilayah daratan yang ada di Pulau Kalimantan). Kelurahan Nunukan Timur ini berada pada dataran rendah (7 m dari permukaan laut) dan beriklim tropis (25-32 oC). Berdasarkan data orbitasi, jarak Kelurahan Nunukan Timur ke pusat-pusat pemerintahan seperti kecamatan dan kabupaten tidak terlalu jauh (1,5 km dan 12 km) sehingga dapat ditempuh dengan angkutan darat, sedangkan jarak ke Ibukota Provinsi dan Negara cukup jauh (sekitar 525 km dan 1.170 km) sehingga harus ditempuh dengan angkutan udara. Memperhatikan kondisi ini, maka jarak yang dekat antara kelurahan dan pusat kecamatan ini sangatlah mempermudah kegiatan administratif yang perlu dilakukan oleh aparat kelurahan, serta mempermudah arus informasi dan komunikasi antara Kantor Kelurahan Nunukan Timur dan Kecamatan Nunukan. Kelurahan ini dilewati oleh jalur utama yang menuju ke pusat pemerintahan kabupaten, sehingga secara umum dapat dikatakan wilayah Kelurahan Nunukan Timur sangat mudah dijangkau, baik oleh kendaraan umum maupun pribadi. Selain itu, terdapat juga fasilitas kesehatan, ekonomi dan pendidikan yang dapat ditempuh dengan waktu antara 10-15 menit. Berdasarkan data penggunaan tanah tampak bahwa 52,42 % dari luas wilayah yang ada digunakan sebagai wilayah pemukiman penduduk dengan kategori perumahan hampir 60 % merupakan perumahan permanen dengan jenis pemukiman yaitu pemukiman umum. Hal ini secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2.
21
Tabel 2 Peruntukan Tanah di Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005 Luas No Peruntukan (Ha) 1. Jalan 126,5 2.
Sawah dan Ladang
3.
Bangunan Umum
4.
Empang
5.
(%) 2,11
8,5
0,14
1.330,0
22,17
17,0
0,28
Pemukiman/Perumahan
3.145,0
52,42
6.
Jalur Hijau
1.300,0
21,67
7.
Pemakaman
5,0
0,08
8.
Lain-lain
68,0
1,13
6.000
100,00
Jumlah
Sumber : Monografi Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005.
Kelurahan Nunukan Timur tergolong sebagai wilayah perkotaan, namun di kelurahan ini masih terdapat areal pertanian masyarakat seluas 8,5 Ha atau sekitar 0,14 % dari luas keseluruhan. Letak lahan yang menjadi areal pertanian ini berada di wilayah RT 24 dan RT 25 atau di sekitar Hutan Lindung Pulau Nunukan dan berbatasan langsung dengan wilayah Kelurahan Nunukan Selatan. Keminiman lahan ini bukan menjadi penghambat utama dari semangat masyarakat untuk beralih pencaharian menjadi seorang petani, karena diantara mereka juga membuka lahan di wilayah lain di Kecamatan Nunukan, seperti di Kelurahan Nunukan Barat dan Nunukan Selatan. Berkaitan dengan kegiatan ekonomi lokal di wilayah ini, masyarakat masih menjalankan usahanya secara sederhana, yaitu berusaha di tempat tinggalnya sendiri, seperti kios/warung, dan masing-masing juga menjajakan hasil usaha tani yang dimiliki langsung kepada konsumen.
Kependudukan
Jumlah penduduk Kelurahan Nunukan Timur pada bulan Oktober 2005 adalah sebanyak 19.472 jiwa yang terdiri dari 10.110 jiwa laki-laki dan 9.362 jiwa perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 4.350 KK. Adapun jumlah penduduk usia kerja di wilayah ini menggunakan batas usia 15 tahun keatas, yaitu sebanyak 14.930 jiwa atau 76,67 % dari jumlah penduduk (Tabel 3).
22
Tabel 3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005 No
Kelompok Umur
Jumlah
(Tahun)
(Jiwa)
(%)
1.
0 – 03
1.324
6,80
2.
04 – 06
640
3,29
3.
07 – 12
1.738
8,93
4.
13 – 15
840
4,31
5.
16 – 18
874
4,49
6.
19 +
14.056
72,19
19.472
100,00
Jumlah
Sumber : Monografi Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005.
Adapun jumlah penduduk yang bekerja (PNS, TNI, karyawan swasta, wiraswasta, tani, pertukangan, buruh tani, nelayan, pemulung dan jasa) yaitu sejumlah 10.689 jiwa atau
71,59 % dari jumlah penduduk usia kerja.
Berdasarkan monografi Kelurahan Nunukan Timur diketahui juga bahwa jumlah pengangguran yang ada di wilayah ini adalah sejumlah 698 jiwa atau 4,68 % dari jumlah penduduk usia kerja, dengan kategori termasuk pengangguran tidak kentara, yaitu mereka yang bekerja tidak tetap, seperti buruh-buruh bangunan maupun mereka yang baru menyelesaikan pendidikan dan belum mendapatkan pekerjaan. Tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan ini secara keseluruhan dapat dikatakan cukup baik, yaitu 66,63 % adalah berpendidikan SLTA. Hal ini berpengaruh terhadap pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang dimiliki penduduk. Keadaan ini juga dapat dijadikan indikator untuk menilai tinggi rendahnya pendapatan seseorang. Perubahan jumlah penduduk di Kelurahan Nunukan Timur selain dipengaruhi oleh faktor fertilitas dan mortalitas, juga dipengaruhi oleh faktor migrasi penduduk. Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2005 jumlah penduduk yang datang sejumlah 441 jiwa dan 63,27 % adalah laki-laki, sedangkan jumlah penduduk yang pindah adalah sejumlah 298 jiwa. Adapun jumlah kelahiran yang terjadi pada periode yang sama adalah 464 jiwa (57,54 % yang lahir adalah laki-laki) dan kematian hanya 77 jiwa (59,74 % adalah laki-laki). Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk di
23
Kelurahan Nunukan Timur. Hal ini sangat sejalan, berdasarkan penuturan Camat Nunukan bahwa Kecamatan Nunukan khususnya Pulau Nunukan merupakan daerah transit yang sangat strategis, terutama dalam hal penyaluran tenaga kerja Indonesia ke Tawau-Malaysia. Menurut Camat Nunukan, dari beberapa kelurahan yang ada di Kecamatan Nunukan, Kelurahan Nunukan Timur merupakan daerah pusat kegiatan dimaksud. Kondisi ini sangat mempengaruhi jumlah penduduk karena sekitar 65 % dari jumlah TKI yang dipulangkan ataupun tidak jadi berangkat ke TawauMalaysia Timur berpikiran enggan untuk kembali ke daerah asalnya. Pada akhirnya mereka memilih untuk tinggal menetap di Nunukan dan diantara mereka memilih untuk tinggal dan bahkan berkeluarga di Kelurahan Nunukan Timur. Adapun untuk RT 24 yang menjadi lokasi kajian kali ini berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada bulan Juli 2006 terdapat 129 KK (kepala keluarga) yang terdiri dari 537 jiwa dan 40 KK diantaranya termasuk keluarga miskin. Berkaitan dengan keluarga miskin ini, AMT, salah seorang warga di Kelurahan ini menyatakan bahwa : Kalau dikatakan miskin secara kasat mata sih, mungkin banyak yang menyangkal kalau mereka dikatakan miskin, karena rumah mereka kebanyakan rumah semi permanen dan permanen. Rata-rata mereka yang ada di RT 24 dan 25 tidak mempunyai pekerjaan tetap, sehingga pada pendataan yang dilakukan oleh BPS Kabupaten Nunukan, mereka dikategorikan sebagai keluarga miskin. Dari 40 KK miskin yang ada di RT 24 ini, terdapat jumlah anggota keluarga sejumlah 180 jiwa. Hal lain tentang kependudukan, adalah berkaitan dengan etnis. Penduduk asli Nunukan termasuk Kelurahan Nunukan Timur etnis Tidung, namun seiring dengan pertumbuhan penduduk dan sebagai konsekuensi sebagai daerah transit, maka Kelurahan Nunukan Timur mempunyai etnis yang ada sangat banyak, yaitu etnis Tidung itu sendiri, Bugis, Jawa, Makassar, Dayak, Timor, Ambon, Tionghoa dan Madura. Termasuk keberadaan para TKI, yang sekitar 90 % dari mereka berasal dari etnis Timor ada di Kelurahan Nunukan Timur. Walaupun demikian, keadaan ini jugalah menurut tokoh masyarakat serta Lurah setempat yang menyebabkan Pulau Nunukan dapat berkembang pesat, termasuk Kelurahan Nunukan Timur.
24
Sistem Ekonomi
Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Nunukan Timur bermata pencaharian sebagai karyawan swasta, baik itu buruh pabrik di kelurahan lain maupun karyawan perusahaan swasta seperti Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan perusahaan yang bergerak di bidang ilegal logging, sebagaimana tampak pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah Penduduk yang Bekerja Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005 No
Mata Pencaharian
Jumlah
(%)
(Jiwa)
1.
Pegawai Negeri Sipil
527
4,93
2.
TNI/Polri
223
2,09
3.
Karyawan Swasta
5.857
54,79
4.
Wiraswasta/Pedagang
725
6,78
5.
Tani
1.912
17,89
6.
Pertukangan
429
4,01
7.
Buruh Tani
712
6,66
8.
Nelayan
64
0,60
9.
Pemulung
21
0,20
10.
Jasa
219
2,05
Jumlah
10.689
100,00
Sumber : Monografi Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005.
Adapun bidang pertanian, walaupun Kelurahan Nunukan Timur sangat minim sekali lahan pertaniannya, mereka tidak hanya bertani di wilayah mereka sendiri, tetapi juga menggarap lahan di wilayah lain seperti di Kelurahan Nunukan Barat dan Nunukan Selatan. Kedua Kelurahan tersebut menurut penuturan Lurah dan Camat Nunukan, adalah Kelurahan yang cukup memiliki lahan pertanian yang cukup luas dan sekitar 398 jiwa penggarapnya adalah dari masyarakat Kelurahan Nunukan Timur, 58 jiwa diantaranya berasal dari RT 24. Adapun penduduk di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur, jumlah mereka yang bekerja dapat dilihat pada Tabel 5.
25
Tabel 5 Jumlah Penduduk RT 24 yang Bekerja Berdasarkan MataPencaharian di Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2006 No.
Mata Pencaharian
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1.
PNS
21
10,94
2.
Pedagang
26
13,54
3.
Petani
101
52,60
4.
Swasta
27
14,06
5.
Nelayan
3
1,56
6.
Pertukangan
5
2,60
7.
Jasa
9
4,70
192
100
Jumlah Sumber : Hasil Olah Data Wawancara, 2006.
Di Kelurahan Nunukan Timur juga terdapat 8 buah Koperasi Simpan Pinjam, 7 buah Kelompok Usaha Ekonomi Bersama (KUBE), 178 buah toko dan warung, baik skala besar maupun kecil dan 1 buah pasar kecil sebagai penggerak roda perekonomian masyarakat setempat. Selain itu terdapat juga 7 buah Kelompok Tani lokal dengan komoditinya adalah sayur-sayuran dan tanaman pangan yang diusahakan di Kelurahan Nunukan Timur, khususnya yang berada di sekitar kawasan hutan lindung (RT 24 dan 25). Keberadaan kelompok tani ini sejak tahun 2000–2004 merupakan peralihan mata pencaharian masyarakat Nunukan, karena pada masa silam masyarakat Nunukan bergerak di bidang ilegal logging baik di Hutan Lindung Pulau Nunukan, maupun hutan Iuar Pulau Nunukan. Persediaan kayu mulai menipis dibarengi dengan operasi keamanan hutan yang semakin ketat telah membuat mereka kehilangan mata pencaharian, yang pada akhirnya mereka beralih usaha dengan membentuk kelompok tani dan ada juga yang bewiraswasta dengan berdagang. Permasalahannya, walaupun mereka telah membentuk kelompok tani, selain masalah pengetahuan yang minim, adalah masalah pemasaran hasil tani. Menurut penuturan para petani, akhir-akhir ini harga sayur kian merosot karena hasil panen sayur yang ada melimpah, sehingga mereka memilih untuk bercocok tanam dengan cara berspekulasi terhadap jenis tanaman yang dapat meningkatkan pendapatan mereka.
26
Kepemimpinan Lokal
Menurut informasi yang diperoleh bahwa kepemimpinan yang muncul di Kelurahan Nunukan Timur adalah berdasarkan pada posisi apa yang dijabat oleh seseorang, adanya pendukung dari satu etnis yang sama yang menokohkan seseorang dan pada segmen mana tokoh tersebut berada. Berdasarkan hal tersebut, maka tokoh-tokoh kepemimpinan lokal yang ada di Kelurahan Nunukan Timur, terdiri dari : 1. Tokoh Formal 2. Tokoh Agama 3. Tokoh Informal lainnya (sepeti Ketua Kerukunan) 4. Tokoh Pemuda Keberadaan para pemimpin formal di Kelurahan Nunukan Timur memiliki peranan yang sangat penting. Masyarakat patuh kepada pemimpin formal (RT, Lurah dan Camat) adalah menyangkut hal-hal yang bersifat prosedural, seperti pengurusan Kartu Tanda Penduduk, Surat Rekomendasi untuk berbagai kegiatan dan Surat Pengantar untuk ke level pemerintahan yang lebih tinggi. Pemimpin formal di tingkat Rukun Tetangga, dipilih secara demokratis melalui musyawarah masyarakat dengan memperhatikan wibawa, kharisma dan kemampuan mengayomi yang dimiliki oleh seseorang dan faktor kedekatan dengan masyarakat. Ketua RT akan terpilih berulang-ulang setelah selesai periode kepemimpinannya (2 tahun). Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat sudah percaya dengan kepemimpinan seseorang yang ditokohkan tersebut. Masyarakat sangat loyal dan akan memberi dukungan kepada pemimpin yang mempunyai kepedulian terhadap masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Pemimpin informal, misalnya tokoh agama peranannya sangat terlihat, terutama dalam hal pembinaan generasi muda. Mereka senantiasa memberikan motivasi kepada para generasi muda untuk aktif dalam kegiatan keagamaan, seperti kegiatan remaja masjid dan kegiatan peringatan keagamaan, sehingga dapat meredam timbulnya kenakalan remaja. Keberadaan tokoh masyarakat dianggap cukup memegang peranan penting terhadap keberhasilan pembangunan di wilayah ini, baik pembangunan secara fisik maupun mental. Hal ini dapat dilihat pada saat kegiatan Temu Karya Pembangunan tingkat kecamatan yang selalu dilaksanakan setiap tahun, sumbang saran dari tokoh masyarakat setiap kelurahan turut menentukan dalam
27
penentuan prioritas pembangunan di kelurahannya dan nantinya akan menjadi usulan bagi Pemerintah Kabupaten Nunukan. Keberadaan tokoh masyarakat tidak hanya karena ketokohannya, ada juga tokoh masyarakat setiap etnis yang ditunjuk sekaligus menjadi ketua kerukunan masing-masing etnis yang ada di kelurahan ini. Peranan ketua etnis ini pun tidak kalah pentingnya dengan tokoh masyarakat umumnya. Segala permasalahan yang terjadi yang dilakukan oleh masyarakat, misalnya pencurian atau perkelahian, selama belum ditangani oleh aparat berwajib, maka yang bersangkutan akan diserahkan kepada ketua kerukunan sepanjang etnisnya diketahui dan ada kerukunannya, dan selanjutnya akan diselesaikan oleh kerukunan masing-masing. Saat ini di Kelurahan Nunukan Timur telah terdapat sekitar 15 buah kerukunan etnis yang dilihat dari asal provinsi dan keseluruhan berjalan dengan baik. Peranan kerukunan ini akan sangat tampak, apabila terdapat seorang warga yang meninggal dan mungkin tidak mempunyai sanak saudara di Nunukan, biasanya para TKI yang sakit atau dipulangkan, maka dengan kesadaran yang tinggi segala
sesuatu berkaitan dengan penyelenggaraan
jenazah yang bersangkutan menjadi tanggung jawab dari etnis warga yang meninggal tersebut. Namun walaupun demikian, hal ini juga tetap menjadi perhatian masyarakat lain di luar etnis tersebut. Berdasarkan kondisi di atas, dapat terlihat jelas bahwa sesungguhnya respon masyarakat terhadap kepemimpinan di Kelurahan Nunukan Timur cukup baik. Partisipasi warga cukup tinggi dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh tokoh-tokoh atau pemimpin di wilayah ini. Hal inilah yang dapat mengurangi terjadinya perselisihan antar warga, baik sesama etnis, berbeda etnis maupun antar agama. Begitupun halnya dalam kegiatan pertanian, peran tokoh masyarakat dalam memberikan pengaruhnya kepada masyarakat cukup besar. Petani miskin sendiri sebenarnya sangat menghargai keberadaan para pemimpin formal dan informal, khususnya dalam melaksanakan program yang diberikan kepada mereka.
Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga kemasyarakatan yang ada di Kelurahan Nunukan Timur ada yang formal, seperti LPM, PKK Kelurahan dan Gudep Pramuka, ada juga yang
28
bersifat non formal yang terbentuk atas dasar inisiatif masyarakat sendiri dan juga dari pihak luar dalam rangka pemberdayaan masyarakat, seperti Forum Pemberdayaan Ummat (LSM Format), Kelompok Fardhu Kifayah, Majelis Ta’lim, Kelompok Ibu-ibu Shalawat, Ikatan Pemuda dan Remaja Masjid, Arisan Qurban dan Pemuda-pemudi Gereja. Lembaga kemasyarakatan yang berkaitan dengan masalah keagamaan didukung dengan keberadaan sarana-sarana rumah ibadat. Adapun sarana peribadatan sebagai pendukung lembaga kemasyarakatan yang ada di Kelurahan Nunukan Timur terdiri dari 8 buah masjid, 4 buah mushalla/surau dan 10 buah gereja. Lembaga ekonomi yang ada di kelurahan ini adalah Koperasi Simpan Pinjam dan KUBE. Lembaga bentukan pemerintah, seperti LPM belum berfungsi maksimal
karena
baru
dibentuk.
Tim
Penggerak
Pemberdayaan
dan
Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kelurahan cukup aktif menjalankan kegiatan seperti posyandu, arisan, penyuluhan dan pemanfaatan pekarangan untuk tanaman obat keluarga. Dalam bidang kepemudaan, ada satu buah Karang Taruna ‘Borneo’ yang baru dibentuk bulan Oktober 2005. Selain itu, sebagaimana telah diutarakan pada bagian sebelumnya, di Kelurahan ini terdapat juga kelompok-kelompok tani. Dalam bidang pendidikan, di kelurahan ini terdapat Sekolah Dasar sebanyak 5 buah, SLTP/MTs Swasta 1 buah dan SLTA Negeri 1 buah. Adapun siswa yang ada di sekolah-sekolah tersebut, tidak hanya berasal dari Kelurahan Nunukan Timur, tetapi juga berasal dari luar kelurahan bahkan dari luar Pulau Nunukan. Dalam bidang kesehatan, di kelurahan ini terdapat 1 buah Puskesmas. Keberadaan Puskesmas ini sangat membantu masyarakat khususnya dalam hal pencegahan dan pengobatan penyakit.
Sumber Daya Lokal
Hubungan antara komponen ekosistem yang ada di Kelurahan Nunukan Timur, dapat dilihat dari bagaimana pemanfaatan sumber daya yang ada di lingkungan oleh masyarakat setempat. Saat ini, hubungan antara masyarakat dengan lingkungan dapat dikatakan cukup baik, karena masyarakat secara perlahan telah sadar akan pentingnya kelestarian alam. Misalnya saja seperti adanya hutan lindung di kelurahan ini, mereka sudah tidak lagi melakukan
29
perambahan, tetapi mulai memanfaatkan lahan-lahan tidur bekas perambahan hutan di masa lampau. Walaupun tidak dapat dipungkiri, masih ada saja terdapat masyarakat yang masih kurang sadar dengan kelestarian lingkungan, seperti yang terjadi di daerah hilir aliran Sungai Bolong, masyarakat ada yang melakukan penggalian batu koral dan membuang sampah rumah tangga di aliran sungai tersebut. Padahal air sungai itu digunakan sebagai sumber air bagi pengolahan air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum Nunukan. Mengenai pengelolaan khususnya pengamanan potensi sumber daya alam, hutan dan air yang ada saat ini di Kelurahan Nunukan Timur masih menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Nunukan melalui Polisi Pamong Praja dan aparat keamanan lainnya. Berdasarkan penuturan masyarakat setempat, mereka belum dilibatkan secara maksimal, ironisnya di antara mereka pun masih belum mengetahui dimana batas hutan lindung sebenarnya. Hal ini terjadi karena di satu sisi masyarakat Kelurahan Nunukan Timur sudah berhenti merambah hutan, sedangkan di sisi lain masyarakat Kelurahan Nunukan Selatan masih terus merambah, bahkan saat ini menurut mereka sudah hampir tembus ke batas wilayah Kelurahan Nunukan Timur. Adapun mengenai sumber daya lokal yang ada di Kelurahan Nunukan Timur adalah : a. Lahan Luas lahan pertanian yang dapat diusahakan oleh masyarakat setempat yang ada di wilayah ini seluas 8,5 Ha. Lahan lain sudah terisi oleh pemukiman penduduk, bangunan umum, empang, jalur hijau dan pemakaman. Luas yang sedikit ini keseluruhannya diusahakan sebagai lahan perkebunan sayur dan tanaman pangan. Pola penguasaan tanah adalah dikuasai secara pribadi dan belum ada yang menyewakan kepada pihak lain. Jumlah lahan pertanian yang sempit tidak menunjukkan bahwa tekanan penduduk terhadap lahan sangat tinggi, karena masyarakat masih mempunyai alternatif untuk mencari lahan di kelurahan lain. b. Tenaga Kerja Jumlah penduduk usia kerja yang cukup besar dengan kualitas pendidikan yang relatif baik, yaitu 12.974 jiwa berpendidikan SLTA atau sekitar 86,899 % dari usia kerja yang ada (monografi Kelurahan Nunukan Timur). Kondisi ini secara umum akan dapat membentuk suatu sumber daya di Kelurahan Nunukan Timur.
30
c.
Modal Permasalahan modal yang ada di Kelurahan Nunukan Timur ini terkait di
dalamnya adalah modal ekonomi dan modal sosial. Modal ekonomi berkaitan dengan asset produksi (seperti tanah dan tenaga kerja) yang dimiliki oleh para pelaksana kegiatan ekonomi lokal serta merupakan dana investasi. Adapun modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat Kelurahan Nunukan Timur adalah adanya kerukunan-kerukunan etnis, kelembagaan sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya, yang dibentuk dengan adanya kepercayaan, jaringan kerja dan kerja sama yang baik antara mereka. Akhirnya dengan adanya modal ini, segala kegiatan ekonomi lokal dan sosial dapat terus berjalan tanpa adanya gesekan-gesekan antara masyarakat di kelurahan ini.
Masalah Kesejahteraan Sosial
Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat dan Lurah,
diperoleh informasi bahwa beberapa masalah yang
berkaitan dengan kesejahteraan sosial adalah sebagaimana tampak pada Gambar 3. Gambar 3
Masalah Kesejahteraan Sosial di Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005
15 Wanita Tuna Susila Rumah tidak layak huni
698
Pengangguran
812 Wanita rawan sosial ekonomi Kemiskinan Penyandang cacat Orang Gila
5 112
4 13
Sumber : Hasil Wawancara, 2005.
Memperhatikan
data
di
atas,
terlihat
bahwa
sebenarnya
seluruh
permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di Kelurahan Nunukan Timur ini akhirnya bermuara ke permasalahan kemiskinan, seperti wanita tuna susila,
31
rumah tidak layak huni, pengangguran dan wanita rawan sosial ekonomi. Namun, pengklasifikasian masalah kesejahteraan sosial di Kelurahan Nunukan Timur ini berdasarkan informasi dari Lurah Nunukan Timur adalah berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya dari pemerintah dan melihat dari aktivitas ekonomi harian dari masyarakat. Kemiskinan pun tampak telah menyebar di daerah-daerah lain yang jauh dari pusat kota. Jumlah keluarga miskin di Nunukan Timur merupakan jumlah terbanyak di Kecamatan Nunukan, yaitu sekitar 33,92 % dari jumlah seluruh keluarga miskin yang ada di Kecamatan Nunukan. Penyebaran keluarga miskin di Kelurahan Nunukan Timur lebih banyak di wilayah selatan kelurahan ini, yakni wilayah RT 24 dan 25. Mayoritas mata pencaharian mereka adalah petani dan buruh tani dengan tingkat pendidikan SLTP. Salah satu upaya Pemerintah Kabupaten untuk membantu mereka mengatasi kemiskinan itu ialah dengan membentuk kelompok tani di wilayah mereka, yang kemudian akan diberikan bantuan modal untuk pengembangan selanjutnya. Kenyataannya, walaupun telah dibentuk kelompok-kelompok tani dengan lahan di wilayah mereka sendiri, dengan maksud untuk memberdayakan masyarakat, ternyata sampai saat ini belum tampak kemajuan yang berarti. Berdasarkan dialog dengan beberapa anggota kelompok tani, mereka sangat membutuhkan perhatian dari pemerintah. Menurut informasi dari Lurah, tokoh masyarakat dan Pimpinan Pertanian Kecamatan Nunukan, permasalahan yang ada di lapangan berkaitan dengan keberadaan kelompok tani di Kelurahan Nunukan Timur adalah : a. Kurangnya pengetahuan masyarakat dalam pengolahan lahan yang ada. Petani yang ada di RT 24 merupakan pendatang dari luar Nunukan dan mereka pernah menjadi TKI di Tawau (Malaysia Timur). Mereka memilih untuk menetap di Nunukan dan enggan pulang karena disamping karena keterbatasan biaya, mereka cenderung malu dengan keluarga di kampung jika kembali ke kampung halaman tidak membawa apa-apa. Latar belakang mereka adalah masyarakat awam dan baru mengenal pertanian setelah menjadi TKI. Selama menjadi TKI pun, mereka hanya menjadi buruh harian lepas yang sama sekali tidak mendapatkan keterampilan dan pengetahuan tambahan selain dari perintah majikan. Hal inilah yang menyebabkan mereka mengusahakan lahan secara sederhana dengan bekal dan pengalaman yang ada.
32
Petani mulai membentuk kelompok setelah mendapat arahan dari PPK Nunukan tentang akan adanya bantuan modal dari pemerintah. Mereka pun membentuk kelompok berdasarkan kedekatan tempat tinggal dan hubungan kekerabatan. Kelompok yang terbentuk ini direncanakan akan mendapat bimbingan teknis dari PPL Pertanian yang ada, namun karena keterbatasan tenaga dan biaya, maka PPL hanya datang 1 (satu) kali dalam sebulan dan itu pun belum pasti. Akhirnya, pengetahuan para petani pun tidak mengalami peningkatan. Kondisi ini sejalan dengan penuturan Bapak SMN, OB dan DS berikut. Kami ini bertani ya sudah lama sih, tapi turun temurun dan belum pernah mengikuti pelatihan apa-apa. Makanya, Bapak jangan heran kalau lahan kami mungkin terlihat kurang tertata rapi dan tanamannya pun tidak begitu bagus hasilnya. Bibit saja kami dapat dari PPL kemarin, tapi kami tidak pernah dibimbing secara dekat untuk menanam sayur dengan hasil yang lebih baik. Para PPL itu datangnya untung-untungan dan sudah kami tanyakan dengan PPK, katanya PPL lagi bertugas di tempat lain, ya sudah kami pun begini-begini saja, yang penting ada hasil dan bisa buat cukup makan hari-hari lah, Pak. b. Keterbatasan lahan yang dapat diolah. Permasalahan lahan ini disebabkan karena kondisi ekonomi mereka saat ini yang memang tidak mampu untuk memperluas lahan dan dibarengi dengan kebijakan pemerintah yang menegaskan kembali tentang tata batas hutan lindung. Hal ini senada dengan penuturan Bapak AGS yang menceritakan sekilas tentang cara perolehan lahan yang mereka gunakan saat ini. Kami ini dari Tana Toraja sana, dulunya kami ini mau pergi ke Tawau untuk jadi TKI. Sempat 2 tahun kami jadi TKI, tapi gaji kami sendat-sendat dan sering ada razia dari polis (maksudnya polisi)Malaysia. Daripada terjadi apa-apa, kami memilih pulang ke Indon (maksudnya Indonesia) dan singgah di Nunukan ini. Sampai di sini saya coba jumpa keluarga, ternyata ada, dan akhirnya saya menumpang. Ya, syukurlah saya masih punya simpanan sikit dan pas waktu itu ada orang yang perlu duit mau jual tanah, nah makanya saya beli, dulu sekita tahun 1989 an tanah seluas ini (1 Ha) dia jual sama saya hanya Rp 700.000,- atau sekitar RM 300 an lah. Nah, kondisinya waktu itu pun masih semak belukar, disampingnya pun masih semak belukar dan belum ada yang punya. Pelan-pelan ya saya mulai merintis sendirilah hingga sampai 2 Ha lebih dan saya bagi-bagi sama sanak saudara yang lain. Kalau sekarang mau cari tanah lagi susah, harga sudah jauh beda dengan waktu dulu. Paling murah itu per m2 untuk tanah kebun Rp 5.000,- itupun kalau ada yang jual. Mau merintis hutan sering jadi masalah, padalah orang-orang luar banyak yang merintis. Tapi buat saya cukuplah daripada nambah masalah, lebih baik segini aja yang saya punya.
33
Awalnya, warga dapat melakukan perluasan lahan dengan melakukan perambahan lahan sampai termasuk ke dalam areal hutan lindung, namun setelah kondisi Sungai Bolong semakin mengering (tahun 1998), pemerintah setempat mulai menata kembali batas-batas hutan lindung dan melakukan penertiban terhadap perambahan hasil hutan, baik oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat luar, walaupun diakui oleh Camat Nunukan bahwa upaya yang dilakukan belum begitu optimal, karena kurangnya koordinasi dan komitmen dari instansi terkait. Terus terang, untuk masalah hutan lindung di Nunukan ini belum bisa diatasi secara baik. Pada awal terbentuknya Kabupaten Nunukan pada tahun 1999 kemarin, kewenangan pemerintah kabupaten masih semrawut, dan pengelolaan kehutanan masih ditangani oleh Kantor Cabang Dinas Kehutanan Wilayah Bulungan Utara dengan Polsusnya, itu pun aksinya tidak terlihat. Dinas Kehutanan dan Perkebunan baru terbentuk tahun 2000 an dan itu pun kinerjanya masih belum optimal. Sekarang ini saja pemerintah mulai gencar dengan hutan lindung, karena Nunukan sudah mulai susah air. Camat sendiri tidak mempunyai kewenangan yang jelas untuk masalah ini, tetapi kami pada prinsipnya siap jika memang ditugaskan untuk penertibannya. Hanya saja semuanya tergantung bagaimana Pemerintah Kabupaten lah. c. Kerjasama di dalam kelompok belum berjalan maksimal. Dampak lain dari tidak optimalnya penyuluhan dari PPL juga dirasakan oleh petani dengan kelompok tani yang telah dibentuk. Anggota kelompok yang terbentuk hanya akan bertemu ketika pencairan dana. Adapun untuk kegiatan selanjutnya diserahkan kepada masing-masing kelompok dan mereka sebelumnya belum pernah menjadi anggota kelompok tani, sehingga keberadaan kelompok tidak begitu berpengaruh terhadap kemajuan usaha tani mereka, baik secara perorangan terlebih secara kelompok. Bapak Agustinus selaku salah seorang ketua kelompok juga menyatakan bahwa dalam kelompok tidak ada pertemuan rutin anggota kelompok untuk membicarakan hasil dan
pengembangan usaha
selanjutnya.
Setelah
menerima bantuan modal, para petani lebih cenderung berusaha masingmasing dan belum pernah ada upaya untuk memanfaatkan kelompok secara optimal. d. Kurangnya jaringan pemasaran. Permasalahan lain yang juga dihadapi oleh para petani adalah masalah pemasaran. Namun, hal ini bagi para petani merupakan masalah yang bersifat insidentil tetapi juga sangat berpengaruh terhadap pendapatan mereka.
34
Jumlah pasar yang ada secara keseluruhan di Pulau Nunukan hanyalah 2 buah dan pasokan sayur berasal dari seluruh Kelurahan yang ada di Pulau Nunukan. Para petani sampai saat ini dalam memasarkan sayurnya tidak melalui pedagang pengumpul, namun langsung membawa sendiri ke pasar. Masalah harga pun tergantung dari kesepakatan antara petani dan pedagang di pasar. Mereka juga ada yang memasarkannya langsung dengan berkeliling di jalan-jalan. Masalah yang sering terjadi adalah apabila pasokan sayur melimpah yang menyebabkan harga jatuh, dan para petani mengalami kerugian. Faktor-faktor di atas menyebabkan keberadaan kelompok tani tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini berdampak pada masalah baru seperti menurunnya tingkat pendapatan, terbatasnya kemampuan pemenuhan kebutuhan keluarga dan semakin banyak lahan tidur yang tidak difungsikan. Pada akhirnya akan memunculkan masalah kemiskinan dan tetap menjadikan daerah ini sebagai kantong kemiskinan di Kelurahan Nunukan Timur kembali. Hal ini membuktikan bahwa perlu adanya upaya-upaya yang harus dilakukan, baik oleh
pemerintah,
LSM
maupun
organisasi
lainnya
untuk
melakukan
pemberdayaan terhadap masyarakat yang ada di Kelurahan Nunukan Timur, khususnya di lingkungan RT 24. Mengatasi masalah yang ada, beberapa tokoh masyarakat setempat berpendapat bahwa sangat perlu adanya pendampingan dari para tenaga teknis dalam rangka penguatan usaha mereka tanpa perlu melakukan perombakan kelompok tani yang ada.
35
TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Deskripsi Kegiatan
Latar Belakang Program Kelurahan Nunukan Timur mempunyai jumlah penduduk miskin cukup besar, yaitu sejumlah 812 KK atau sekitar 33,92 % dari jumlah seluruh keluarga miskin yang ada di Kecamatan Nunukan. Penyebaran keluarga miskin di Kelurahan Nunukan Timur lebih banyak di wilayah selatan kelurahan ini, yakni wilayah RT 24 dan 25. Mayoritas mata pencaharian mereka adalah petani dan buruh tani dengan tingkat pendidikan SLTP. Mereka mayoritas adalah petani sayur dan telah membentuk kelompok dengan lahan yang letaknya saling berdekatan. Hal yang mendasari mereka untuk membentuk kelompok adalah dengan maksud untuk memperoleh bantuan modal dari pihak lain, misalnya pemerintah, karena modal merupakan salah satu permasalahan yang mereka hadapi. Oleh karena
itu,
dalam
rangka
untuk
memberdayakan
serta
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, khususnya para petani, Pemerintah Kabupaten Nunukan melalui Sub Dinas Tanaman Pangan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan, sejak Tahun 2004 lalu telah melaksanakan Program Pengembangan dan Peningkatan Tanaman Pangan (P2TP), yaitu dengan memberikan bantuan modal kepada 3 kelompok tani setiap tahunnya. Adapun jumlah anggota kelompok adalah 20 – 21 orang per kelompok. Program ini secara formal adalah untuk pengembangan tanaman ubi kayu. Pengembangan ubi kayu ini oleh pemerintah dianggap sebagai komoditi yang berdaya
guna.
Pemanfaatannya
nanti
diharapkan
dapat
mendukung
ketersediaan bahan baku tepung tapioka yang ada. Kenyataan yang ada di Kecamatan Nunukan industri tepung ini belum dikembangkan secara maksimal (baru di Kecamatan Sebuku, Sembakung dan Lumbis), maka dalam hal teknis di lapangan, pihak Pengelola Kegiatan memberikan kebijakan bahwa bantuan dapat dipergunakan untuk tanaman jenis lain, seperti sayur, namun dari beberapa anggota kelompok yang ada diharapkan tetap mengembangkan tanaman ubi kayu. Hal ini dilakukan agar program ini dapat benar-benar
36
bermanfaat, karena kelompok tani yang menerima bantuan adalah para petani sayur.
Penyelenggara dan Sumber Dana Program ini diselenggarakan oleh Departemen Pertanian RI melalui Pemerintah Kabupaten di Indonesia. Di Kabupaten Nunukan program ini dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan yaitu oleh Sub Dinas Tanaman Pangan. Pada tahapan pertama, sosialisasi program ini dilakukan dengan cara formal dan informal oleh Pimpinan Pertanian Kecamatan Nunukan bersama Petugas Penyuluh Lapangan yang ada. Pelaksanaan sosialisasi ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan tentang tujuan P2TP dan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan produksi pertaniannya, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Sumber dana program ini adalah dari dana APBN, dimana terpilih 3 kelompok tani dan masing-masing kelompok mendapatkan bantuan sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan pengelolaannya diserahkan kepada masing-masing kelompok. Kelompok Tani yang terpilih tersebut adalah Kelompok Tani Usaha Maju II (21 orang), Kelompok Tani Serba Guna (20 orang) dan Kelompok Tani Sumber Makmur (15 orang). Ketiganya merupakan kelompok tani pemula (berdasarkan informasi dari PPK Nunukan).
Pendekatan Pendekatan program ini adalah bertumpu kepada kelompok, dimana proses pembentukan kelompok tersebut diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat, berdasarkan kedekatan domisili dan kesamaan kegiatan serta tujuan. Pendekatan melalui kelompok ini dianggap lebih efektif karena secara tidak
langsung memberikan
pelajaran kepada
masyarakat
untuk
tetap
memeprtahankan kerja sama. Selain itu, dalam setiap kelompok yang telah dibentuk, masyarakat dapat lebih dinamis dan diharapkan dapat saling membantu antarsesama anggota kelompok. Pihak penyelenggara pun akan lebih mudah dalam pengawasan, karena monitoring kepada ketua kelompok.
Pengelola Kegiatan mengutamakan
37
Pelaksanaan Berdasarkan penjelasan dari salah seorang pejabat di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan dan PPK Nunukan, kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan berkaitan dalam Program P2TP ini adalah : a. Membentuk kelompok tani (dilakukan sebelum program ini dilaksanakan) Pembentukan dilakukan oleh pemerintah melalui petugas penyuluh lapangan (PPL) yang ada. Petani yang mempunyai lahan dan domisili yang berdekatan disarankan untuk bergabung membentuk kelompok. Jumlah anggota per kelompok adalah antara 15-21 orang. Petani yang mempunyai lahan ini pun akhirnya membentuk kelompok dan dalam proses pemilihan anggotanya dilakukan secara mandiri. b. Sosialisasi di lapangan Sosialisasi tentang adanya anggaran dari APBN untuk tahun 2005 lalu berupa bantuan modal melalui Program P2TP dilakukan melalui pemerintah kelurahan. Sosialisasi ini diikuti oleh kelompok tani yang ada di Kelurahan Nunukan
Timur.
Tujuan
dari
kegiatan
sosialisasi
ini
adalah
untuk
menerangkan kepada petani tentang persyaratan dan tata cara yang harus dilakukan berkaitan dengan bantuan yang ada. Sosialisasi ini dilakukan oleh Pengelola Kegiatan dari Disperta Kabupaten Nunukan pada awal tahun 2005. c. Pembinaan Kegiatan pembinaan dilakukan oleh PPK dan PPL. Berdasarkan informasi dari PPK Nunukan bahwa pembinaan ini idealnya dilaksanakan minimal dua minggu sekali, namun karena minimnya dana pembinaan menyebabkan pembinaan hanya dilakukan satu bulan sekali. Bentuk kegiatan berupa penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan di tempat tinggal ketua kelompok. d. Monitoring Kegiatan ini dilakukan oleh
Pengelola Kegiatan
dan staf Disperta.
Pelaksanaan monitoring ini dilakukan minimal satu kali dalam sebulan. Ketua kelompok diharuskan melaporkan setiap perkembangan dan permasalahan yang ada di kelompoknya. Program ini merupakan program dari Pemerintah Pusat dan proses perencanaannya tidak melibatkan masyarakat. Namun dalam hal teknis di lapangan,
seperti
masalah
pengalihan
jenis
tanaman,
telah
diberikan
kebijaksanaan oleh Pengelola Kegiatan hingga dapat disesuaikan dengan
38
kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Adapun dalam hal pengelolaan keuangan, masing-masing kelompok diberikan wewenang sepenuhnya untuk mengatur pola pemberian bantuan bergulir tersebut, apakah diperuntukan kepada seluruh anggota kelompok atau dibagi kepada 10 orang anggota dulu (masing-masing anggota mendapat Rp 2.000.000,00) dan sisanya untuk periode selanjutnya. Pihak penanggung jawab kegiatan hanya akan melakukan pengecekan berkaitan dengan permasalahan anggaran kepada masing-masing ketua kelompok yang mendapatkan bantuan, karena dana tersebut akan dan hanya bergulir di masing-masing kelompok, dan ketua kelompok harus bertanggung jawab terhadap penggunaan dana yang diberikan. Kenyataan yang ada, masalah pembagian ini tidak mengalami hambatan. Permasalahan yang ada, karena ini dianggap sebagai bantuan modal, para petani masih belum mampu menggunakannya secara optimal untuk peningkatan hasil tani mereka. Mereka cenderung menggunakan dana tersebut sebagai dana untuk membeli kebutuhan sehari-hari, akhirnya usaha tani pun berjalan seperti waktu sebelumnya. Dari sekian modal yang diberikan, rata-rata modal yang benar-benar digunakan untuk usaha tani adalah sekitar 55 % saja, selebihnya digunakan untuk kebutuhan yang sifatnya bervariasi. Salah seorang istri petani (Ibu ST) menyatakan bahwa bantuan modal ini oleh suaminya digunakan untuk hiburan, seperti main bilyard atau hura-hura semata. Aduh, Pak, terus terang saja bantuan modal kemarin tidak semua kami manfaatkan untuk nambah tanaman kami. Karena pengaruh teman-teman, suami kami lebih senang make uang itu untuk hura-hura. Hampir tiap malam tuh dia main bilyard di sana (sambil menunjuk tempat bilyard yang ada di dekat RT 24), makanya kami lebih kalau memang pemerintah mau bantu kami, jangan dalam bentuk uang lah, kan bisa dalam bentuk barang, bibit, pupuk, atau alat-alat tani yang lebih baik lah. Hal ini menurut pengkaji sangat lah wajar terjadi, karena sebagaimana telah diketahui bahwa penyuluhan dan monitoring yang dilakukan, baik oleh PPL maupun dari Pengelola Kegiatan masih sangat minim.
Pengembangan Ekonomi Lokal
Adanya bantuan modal kepada setiap kelompok tani dalam program P2TP ini jelas sangat berpengaruh dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur, khususnya kepada mereka yang tergabung dalam
39
kelompok tani tersebut. Petani dapat semakin meningkatkan potensi usaha ekonominya dan secara perlahan dapat meningkatkan pendapatan mereka. Anggota kelompok merasa terbantu dengan adanya bantuan modal ini. Mereka merasa dapat meningkatkan produksi sayur, termasuk dengan mereka yang telah menanam ubi kayu, dimana hasil dari ubi kayu (sebagai peruntukan sebenarnya dari pemberian bantuan) juga telah menambah penghasilan mereka dengan menjual ubi kayu itu. Di antara mereka juga ada yang menyatakan rugi dikarenakan hasil panen ubinya tidak dapat dipasarkan. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh Ibu MS. Saya rugi betul kemarin waktu disuruh tanam ubi kayu sama PPK Nunukan, karena mereka hanya memberikan bibit ubi kayu dan tidak boleh diganti, sementara bibit yang mereka berikan itu hanya untuk ubi kayu yang akan diolah menjadi tapioka, bukan untuk konsumsi langsung. Waktu panen, saya tanyakan kemana menjualnya, ternyata pemasarannya pun belum siap, akhirnya rugi mau 1 juta lebih. Makanya sekarang dengan bantuan modal yang ada ini saya lebih senang untuk menanam sayuran saja. Penghasilan bersih petani sebelum mendapatkan bantuan rata-rata sebesar Rp 6.000,00 sampai dengan Rp 10.000,00 per harinya. Adapun setelah bantuan diberikan, lima orang petani menyatakan penghasilan meningkat menjadi Rp 25.0000,00 per hari dan ini belum ditambah dengan hasil dari ubi kayu dengan menjual daunnya. Kondisi demikian ternyata masih dikhawatirkan oleh para petani, mengingat dinamika harga pasar yang cenderung dirasakan mereka tidak stabil. Penyuluhan yang pernah dilakukan oleh para petugas lebih cenderung ke arah teknis bercocok tanam sayur dan belum menyentuh ke masalah yang lebih luas. Permasalahan pemasaran yang juga terkadang menjadi kendala masih sering terjadi. Namun dengan adanya pemberian bantuan modal ini setidaknya telah memberikan
semangat para petani untuk tetap terus mengolah lahan
mereka dalam rangka untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Di kelurahan ini belum ada pedagang pengumpul, sehingga sayur yang mereka hasilkan umumnya mereka jual ke para pedagang di pasar non pemerintah, dan ada juga yang menjualnya sendiri dengan cara berkeliling di lingkungan sekitar tempat tinggal atau bahkan ada yang sampai di kelurahan lain. Kegiatan ini pun dilakukan masing-masing sesuai dengan waktu panen sayur-sayuran yang mereka tanam. Jenis sayur yang mereka jual bervariasi, yaitu kangkung akar,
40
bayam, sawi, ubi kayu termasuk daunnya, bawang daun (daun prey), seledri, timun suri, tomat dan jagung.
Pemanfaatan potensi ekonomi lokal Program ini dapat dikatakan telah memanfaatkan potensi ekonomi lokal yang ada di Kelurahan Nunukan Timur, dimana dengan adanya kebijakan dari penanggung jawab kegiatan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan, Bapak DK, dengan menyesuaikan ketentuan yang ada dengan kondisi masyarakat yang diberikanbantuan, ternyata telah membantu masyarakat petani sayur untuk meningkatkan produksinya. Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan sampai saat ini belum ada pengelolaan hasil dari petani secara kolektif dan teratur sebagai wujud pengamanan hasil produksi, padahal di Kelurahan Nunukan Timur terdapat pasar non pemerintah yang masih dapat digunakan sebagai tempat pemasaran. Pasar ini dikelola secara pribadi oleh pemilik lahan. Lahan pasar ini merupakan milik pribadi salah seorang warga di Kelurahan Nunukan Timur. Adapun para pedagang yang biasa berjualan di pasar ini diwajibkan membayar sewa tahunan kepada pemilik. Ukuran pasar ini hanya 50 x 80 m2. Keberadaan pasar ini pernah menjadi sorotan dari Pemerintah Kabupaten Nunukan, karena berada di tengah-tengah kota dan membuat arus lalu lintas menjadi padat, namun lama-kelamaan tidak pernah dipersoalkan lagi, karena kondisi jalan saat ini juga telah mengalami perubahan. Menurut informasi Camat, bahwa pihak kecamatan sudah pernah memberikan teguran untuk ditutup, namun karena adanya kelonggaran dari Pemerintah Kabupaten, maka pemilik pun tetap mengoperasikan pasar ini. Pemerintah kabupaten melihat bahwa pasar ini masih membutuhkan keberadaan pasar ini dan solusi yang ditempuh adalah dengan melakukan pelebaran jalan. Hingga sampai saat ini, para petani masih memanfaatkan pasar ini sebagai salah satu tempat untuk menjual hasil taninya. Berkaitan dengan modal, para petani mengakui bahwa mereka belum pernah ada yang berupaya untuk menyertakan modal dari pihak lain dalam rangka menambah dana bergulir. Berdasarkan hasil wawancara juga diperoleh keterangan bahwa mereka juga masih mempertanyakan tentang dana bergulir tersebut, apakah harus dikembalikan atau bagaimana. Hal ini seperti dituturkan oleh Pak YHN.
41
Sebenarnya kami masih bingung dengan penggunaan bantuan ini, setelah pencairan dana kemarin tidak ada penyuluhan langsung. Kebanyakan teman-teman kami malah ada yang menghabiskannya untuk kepentingan pribadi. Makanya kemarin Istri saya bilang sama saya, nanti kalau ada petugas dari pertanian, bagusnya bantuan itu jangan berupa uang lah, susah ngaturnya. Mengenai hal ini, menurut Pengelola Kegiatan bahwa bantuan itu sebenarnya bergulir dalam kelompok, namun berkaitan dengan kurangnya informasi yang diberikan oleh petugas PPL berkaitan dengan bantuan modal ini, akan dijadikan sebagai bahan evaluasi di periode selanjutnya, mengingat tidak dapat dipungkiri jumlah PPL yang ada masih sangat terbatas (hanya ada 2 orang untuk Kelurahan Nunukan Timur). Kondisi ketidaktahuan masyarakat ini juga disebabkan karena informasi tentang kegiatan pertanian sayur ini belum diketahui secara luas, seperti para tokoh masyarakat di kelurahan, ataupun masyarakat lainnya yang ada di Kelurahan Nunukan Timur. Hal ini dikarenakan sosialisasi yang hanya dilakukan pada awal kegiatan dan hanya didominasi oleh para petani yang menjadi sasaran kegiatan, sedangkan kemampuan petani menyerap informasi juga masih terbatas.
Hubungan program P2TP dengan pasar yang lebih luas Berdasarkan pengamatan program P2TP jika dilihat dengan pasar yang lebih luas belum berpengaruh. Hal ini disebabkan program ini dalam kenyataannya hanyalah berupa pemberian bantuan modal tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas ataupun kemampuan petani itu sendiri. Program ini juga belum diketahui oleh masyarakat secara menyeluruh, baik di Kelurahan Nunukan Timur maupun di Kecamatan Nunukan. Hal ini dikarenakan pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan yang sangat minim. Berdasarkan penjelasan dari Pimpinan Pertanian Kecamatan Nunukan bahwa memang benar monitoring terhadap bantuan selalu dilakukan, namun masalah pendampingan kepada para petani hanya bersifat teoritis (tercantum dalam laporan pertanggungjawaban semata). Kalaupun ada bentuknya hanya berupa penyuluhan dari tenaga penyuluh yang sebenarnya bertugas di tempat lain. Hal inilah yang menyebabkan petani cenderung masih mengelola lahan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka saja.
42
Pengorganisasian Masyarakat
Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa program ini hanya menggalang partisipasi para petani khususnya di kelompok tani yang mendapat bantuan. Kegiatan pengorganisasian masyarakat berada pada sekitar kegiatan pembentukan
kelompok
tani.
Langkah-langkah
yang
dilakukan
dalam
pembentukan kelompok tani ini adalah atas arahan dan fasilitasi dari tenaga penyuluh kepada para petani melalui kegiatan sosialisasi dan pembinaan. Sedangkan dalam hal pemilihan anggota kelompok sepenuhnya diserahkan kepada tokoh ataupun yang dituakan dalam masyarakat. Pengorganisasian masyarakat dalam bentuk kelompok tani berkaitan dengan program P2TP ini telah memanfaatkan modal sosial yang ada di masyarakat RT 24 Kelurahan Nunukan Timur, seperti hubungan kekerabatan dan rasa saling percaya di antara para petani. Kelompok tani ini dibentuk atas arahan oleh petugas penyuluh, namun dalam hal penetapan anggota diserahkan kepada masyarakat. Dalam pembentukan kelompok tani tersebut mereka mengutamakan hubungan kekerabatan dan rasa saling percaya (trust) satu sama lainnya. Norma dan nilai yang menentukan interaksi antara warga dibentuk oleh mereka sendiri yang dibuktikan dengan kebijakan dalam kelompok berkaitan dengan
penggunaan bantuan
dari
program
P2TP.
Mereka
senantiasa
mengadakan musyawarah jika dalam pelaksanaannya menghadapi masalah atau kendala berkaitan dengan program ini. Kebijakan yang ada dalam kelompok adalah berkaitan dengan pembagian bantuan modal, dimana untuk satu tahun anggaran anggota yang menerima adalah setengah dari jumlah anggota kelompok, misalnya satu kelompok ada 20 orang, maka yang menerima bantuan untuk satu tahun anggaran adalah 10 orang. Sisanya akan memperoleh bantuan pada tahun berikutnya. Hal ini sesuai dengan keterangan yang diperoleh dari Pengelola Kegiatan bahwa untuk Kelurahan Nunukan Timur telah dianggarkan untuk Tahun Anggaran 2005 dan 2006. Masalah kebijakan ini oleh Pengelola Kegiatan telah diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing ketua kelompok, sehingga nantinya akan dilakukan monitoring kepada para ketua-ketua kelompok tersebut.
43
Perencanaan Sosial
Berkaitan dengan proses perencanaan dalam progam ini, menurut informasi dari Kepala Sub Dinas Tanaman Pangan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan bahwa awalnya merupakan aspirasi dari para petani yang menginginkan tambahan modal. Petani yang dimaksud disini adalah mereka yang menanam tanaman sayur. Namun dari Pemerintah Pusat program yang diluncurkan memang merupakan bantuan modal namun diperuntukkan tanaman ubi kayu, oleh karenanya agar program ini tetap bermanfaat, maka selaku penanggung jawab kegiatan memberikan kebijakan bahwa modal yang diberikan dapat dipergunakan untuk meningkatkan produksi sayur. Adapun masalah pertanggungjawaban teknis kepada Pemerintah Pusat menjadi tanggung jawab dari Disperta Kabupaten Nunukan. Proses ini secara konseptual pada bagian awalnya sudah cukup baik, yaitu adanya aspirasi dari para petani sayur agar adanya pemberian modal usaha, namun terjadi sedikit perbedaan tujuan dari pemerintah tentang jenis tanaman yang diusahakan. Namun, secara teknis menurut penanggung jawab kegiatan hal ini tidak begitu berpengaruh kepada masyarakat, karena pada akhirnya adanya program ini telah memberikan tambahan modal kepada para petani untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui peningkatan hasil tani.
Evaluasi Umum
Meninjau
P2TP
dari
aspek
pengembangan
ekonomi
lokal,
pengorganisasian masyarakat dan perencanaan sosial, maka secara umum program P2TP dapat dievaluasi yang ditinjau dari sisi proses, hasil dan masalahnya, yaitu sebagai berikut : a. Dari sisi proses, program ini lebih bersifat top down, karena secara teknis berasal dari Pemerintah Pusat. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa program ini berdasarkan petunjuk teknisnya adalah untuk pengembangan tanaman pangan, yaitu ubi kayu. Adapun pada saat prakteknya di lapangan, pelaksanaannya menyesuaikan dengan kondisi masyarakat yang menjadi sasaran program. Hal ini didukung dengan kebijakan dari pelaksana kegiatan yang memberikan kelonggaran kepada para petani miskin. Kondisi ini sesuai
44
dengan keinginan petani untuk menambah modal yang dimiliki untuk meningkatkan hasil usaha taninya. Penyimpangan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pelaksana kegiatan, sedangkan petani hanyalah sebagai sasaran kegiatan atau penerima modal yang hanya mengikuti arahan dari pelaksana kegiatan, dalam hal ini Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan. Pelaksanaan program pun tidak dibarengi dengan kegiatan penyuluhan yang seharusnya dilakukan oleh pelaksana kegiatan. Selain itu, perubahan secara teknis di lapangan yang telah terjadi juga harus menjadi bahan dalam proses perencanaan kegiatan di masa yang akan datang, karena hal ini akan mempengaruhi efektivitas pelaksanaan program dan hasilnya. b. Ditinjau dari hasil,
program ini belum mencapai tujuan yang diharapkan,
karena para petani belum mampu memanfaatkan modal secara baik dan penyuluhan berkaitan bantuan ini hanya bersifat formalitas. Bantuan modal tidak dipergunakan sepenuhnya untuk usaha tani, melainkan dimanfaatkan untuk
pemenuhan
kebutuhan
sehari-hari,
bahkan
ada
juga
yang
memanfaatkan untuk hiburan, seperti main billyard. Walaupun demikian, bantuan tersebut dirasakan oleh petani juga membantu mereka dalam meningkatkan hasil usaha tani dari waktu-waktu sebelumnya. c. Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan program ini, dilihat dari sisi petani adalah bahwa mereka belum mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengelola bantuan modal, sedangkan dari sisi pemerintah hambatan yang dihadapi adalah kurangnya personil petugas penyuluh lapangan, sehingga proses monitoring dan evaluasi tidak terlaksana dengan baik.
45
ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN
Karakteristik Petani Miskin
Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai : 1. Petani peisan, yaitu petani yang mengusahakan lahannya bersama keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 2. Petani penggarap, yaitu petani yang mengusahakan usaha taninya di lahan orang lain, diolah bersama anggota keluarga dan/atau mempekerjakan buruh tani. Kegiatan usaha taninya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan/atau mencari keuntungan. Adapun untuk kategori petani farmer belum dijumpai di wilayah tersebut. Petani yang ada di RT 24 pun menyatakan bahwa mereka tidak melibatkan pihak lain untuk bekerja, dikarenakan masih minimnya modal dan hasil yang diperoleh. Hal ini sejalan dengan penuturan Pak MKS kepada pengkaji sebagai berikut. Bagaimana mungkin kami mau menggaji orang Pak, kalau untuk makan hari-hari saja kadang tidak cukup. Makanya untuk menyiasati kurangnya tenaga, kadang-kadang anak saya si Daniel dan Upi saya suruh mereka ikut membantu kami berdua (maksudnya dengan istrinya). Umur para petani antara 25-64 tahun dan mereka telah berkeluarga dan mempunyai anggota keluarga rata-rata 3-6 orang. Petani miskin yang mempunyai lahan di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur jika dikelompokkan berdasarkan kelompok umur adalah sebagaimana tampak pada Tabel 6. Berdasarkan wawancara mengenai tingkat pendidikan, petani yang berpendidikan SLTA berjumlah 7 jiwa (16,28 %), SLTP berjumlah 9 jiwa (20,93 %), SD berjumlah 15 jiwa (48,88 %) dan sisanya adalah belum pernah sekolah (yaitu berjumlah 12 jiwa/27,91 %). Kondisi ini membuktikan bahwa sebagian besar
dari
mereka
memiliki
tingkat
pendidikan
yang
rendah.
Adapun
pengetahuan mengenai pertanian selama ini diperoleh secara turun temurun dari orang tua mereka masing-masing.
46
Tabel 6 Jumlah Petani Miskin yang Mempunyai Lahan di RT 24 Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2006 No.
Kelompok Umur (tahun)
1.
25-29
3
6,98
2.
30-34
4
9,30
3.
35-39
3
6,98
4.
40-44
11
25,58
5.
45-49
7
16,28
6.
50-54
9
20,93
7.
55-59
4
9,30
8.
60-64
2
4,65
43
100
Jumlah
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
Sumber : Hasil Olah Data Wawancara, 2006.
Kepemilikan Lahan Kajian ini terfokus kepada para petani yang ada di RT 24 dan mempunyai lahan di Kelurahan Nunukan Timur saja atau terhadap 43 orang petani miskin (Laki-laki berjumlah 31 jiwa) yang mengusahakan lahan seluas 13 Ha (4,5 Ha merupakan lahan lain-lain, yaitu bekas lahan tidur dan kawasan hutan lindung). Rata-rata mereka mengusahakan seluas 0,35 Ha setiap petani, baik lahan tersebut merupakan lahan sendiri maupun lahan pinjaman. Jumlah rumah tangga petani yang memiliki lahan sendiri adalah sejumlah 47 KK, 21 KK diantaranya mempunyai lahan di luar RT 24. Dari 26 KK yang ada di RT 24, 7 KK diantaranya bertani di atas lahan pinjaman tanpa syarat. Pinjaman lahan ini diberikan oleh kerabat dekat mereka yang mempunyai lahan dan tidak dikerjakan oleh pemiliknya. Jumlah rumah tangga yang mengerjakan lahan kurang dari 0,25 Ha adalah sebanyak 10 KK, 0,25-0,5 Ha sebanyak 9 KK dan lebih dari 0,5 Ha sebanyak 7 KK.
Produksi Pertanian Petani yang ada pada umumnya menanami lahannya dengan sayuran kangkung akar, bayam, sawi, bawang daun (daun prey), seledri, timun suri, tomat jagung dan ubi kayu. Jenis tersebut dipilih oleh petani karena waktu tanam
47
singkat, dapat ditanam di lahan sempit dan biaya produksi masih dapat dijangkau. Harga sayuran yang ada, seperti sawi, kangkung akar dan bayam sangat fluktuatif. Pada saat kondisi normal, harga sawi mencapai Rp 2.000,00 per kg, kangkung akar Rp 1500,00 per kg dan bayam Rp 2.000,00 per kg. Sedangkan di saat produksi sayur dari Kelurahan lain melimpah, harga menjadi drastis turun sampai lebih dari setengah harga normal. Apabila diakumulasi berdasarkan masa panen (25-30 hari), maka hasil produksi petani rata-rata dalam satu kali panen adalah sebesar Rp 1.150.000,-. Adapun biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani, untuk bibit sebesar Rp 175.000,- (7 bungkus), pupuk sebesar Rp 250.000,- dan keperluan lain-lain seperti transportasi, pemeliharaan alat pertanian dan pengikat sayuran sebesar Rp 65.000,-. Jadi rata-rata keuntungan petani untuk satu kali masa panen adalah sebesar Rp 660.000,dalam keadaan normal. Adapun jika dalam kondisi tertentu (misalnya kenaikan harga bibit, pupuk dan sayur yang melimpah), maka terjadi penurunan hingga 70 % dari keuntungan pada kondisi normal atau hanya sekitar Rp 462.000,-.
Penguasaan Ternak dan Modal Lainnya Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan para petani, diperoleh keterangan berkaitan dengan penguasaan ternak dan modal lainnya bagi para petani adalah bahwa mereka mempunyai ternak-ternak namun belum sebagai penambah pendapatan mereka. Jenis ternak yang mereka pelihara adalah ayam, itik dan babi. Jumlahnya pun relatif masih sedikit, yaitu hanya berkisar antara 3-12 ekor, jumlah terbanyak yang dipelihara para petani adalah ternak ayam. Begitupun halnya dengan usaha perikanan yang mereka kembangkan sebagai usaha alternatif baru yang belum dapat meningkatkan pendapatan. Usaha pengembangan ikan ini pun tak jauh kondisinya dengan pertanian yang telah mereka lakukan selama ini, dimana mereka melakukannya hanya berbekal pengetahuan sederhana yang ada. Pembuatan kolam ini baru dimulai dan belum tersentuh dengan teknologi ataupun cara yang lebih maju, misalnya bagaimana membuat kolam agar bisa mengalir dan bagaimana ikan dapat berkembang biak dengan baik (sebagaimana tampak pada lampiran 2 Gambar 2). Hal ini sejalan dengan pernyataan Bapak YHS berikut. Sambil mengisi kekosongan waktu, sekarang kami mulai coba-coba usaha lain Pak. Di sana ada kolam Ikan Mujair dan Mas yang baru kami olah 3 bulan yang lalu. Ya sambil-sambil belajar lah Pak, siapa tau ada hasilnya.
48
Tapi masalah kolam kami ini belum pernah kami bicarakan dengan Petugas, jadi ya melihara ikannya sesuai apa yang kami tahu aja. Kami bisa membuat ini ya hasil dari menyisihkan keuntungan sayur pas harga sayur lagi naik. Makanya Bapak jangan heran kalau kolamnya Bapak lihat asal-asalan aja.
Kondisi Ekonomi Keluarga Kondisi ekonomi ini berkaitan dengan pendapatan yang diperoleh oleh rumah tangga petani. Pendapatan para petani di RT 24 ini adalah berkisar antara Rp 500.000,00-Rp 900.000,00 per bulan. Pendapatan ini sifatnya fluktuatif tergantung bagaimana hasil panen sayur. Diantara mereka (3 rumah tangga petani) telah menerapkan pola nafkah ganda, yaitu dengan berdagang klontongan. Namun sebagian besar dari mereka sangat tergantung dari hasil pertanian. Berkaitan dengan pola makan, walaupun keadaan ekonomi mereka masih tergolong miskin, mereka sehari-hari masih dapat makan nasi dengan lauk seadanya (tahu, tempe atau ikan) 2 kali sehari (siang dan malam). Adapun mengenai kondisi perumahan mereka sebagian ada yang sudah semi permanen dan ada juga yang masih berupa rumah kayu (lampiran 2 Gambar 3). Ukuran rumah yang mereka miliki bervariasi dari ukuran 8 x 9 m 2 hingga 10 x 18 m2. Namun 60 % dari mereka memiliki rumah dengan ukuran 8 x 9 m2 dengan jumlah kamar 3 buah. Kondisi rumah yang mereka miliki ini secara kasat mata tidak dapat dijadikan sebagai tolak ukur kemiskinan mereka saat ini. Apabila dilihat dari bentuk dan ukuran rumah, mereka dapat saja dikatakan bukan keluarga petani miskin. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh Bapak SG berikut. Kalau Bapak melihat rumah-rumah kami disini ni, mungkin Bapak gak akan yakin kalau kami miskin. Rata-rata rumah kami di sini semi permanen. Kami bisa membangun seperti ini, ya ketika kami masih kerja kayu dulu. Ini pun syukurlah masih ada yang bisa kelihatan hasilnya. Sekarang kami baru bisa merasakan bahwa cari duit itu susah, ya setelah nanam sayur ini. Berdasarkan hasil pengamatan, walaupun kondisi ekonomi keluarga petani yang dapat dikatakan pas-pasan, mereka ternyata tidak mengabaikan pendidikan bagi anak-anak mereka. Hal ini dibuktikan dengan para petani yang tetap berupaya maksimal untuk menyekolahkan anak-anak mereka dan senantiasa berupaya untuk mendapatkan beasiswa (biaya sekolah gratis) dari pihak ketiga
49
untuk anak-anaknya. Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang anaknya bersekolah, 12 orang anak dari para petani tersebut telah mendapatkan beasiswa sekolah gratis.
Permasalahan yang Dihadapi Petani Miskin dan Faktor Penyebab Salah satu upaya untuk merumuskan suatu program pemberdayaan ataupun pengembangan masyarakat, maka perlu digali dan ditelaah bersamasama dengan masyarakat dalam hal ini petani, berkaitan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan faktor-faktor penyebabnya. Upaya ini perlu dilakukan agar petani mempunyai kesadaran untuk berpartisipasi dalam merumuskan dan melaksanakan program pemberdayaan sesuai dengan kebutuhan mereka. Berdasarkan hasil diskusi bersama dengan para petani diperoleh beberapa permasalahan yang dihadapi petani saat ini, sebagaimana tertera pada Tabel 7. Tabel 7 Permasalahan yang Dihadapi Petani Miskin di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur No.
Masalah
1.
Hasil tidak optimal
2.
Biaya produksi tinggi
3.
Kerja sama kelompok lemah Jaringan pemasaran belum ada
4.
5.
Modal kecil
6.
Lahan sempit
Penyebab Pengetahuan, keterampilan dan wawasan (sdm) masih rendah Harga pupuk dan obat-obatan mahal, bibit sukar diperoleh Kemampuan manajerial yang rendah Kurang informasi dan dukungan stakeholders (swasta) Pemberi modal terbatas
Lahan terbatas dan kawasan hutan lindung belum dapat dimanfaatkan Sumber : Hasil Olah Data FGD, 2006.
Akibat Pendapatan rendah
Pendapatan rendah (rugi) Anggota dominan bekerja masing-masing Pendapatan rendah
Produksi tidak optimal Produksi terbatas
Melihat beberapa permasalahan dan faktor penyebab permasalahan yang dihadapi saat ini oleh petani, dapat diketahui bahwa masalah inti yang dihadapi petani dan menjadi pioritas adalah “rendahnya pendapatan petani”. Rendahnya pendapatan petani ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : Pertama, rendahnya sumber daya petani. Petani sayur yang ada di RT 24 mengakui kepada pengkaji bahwa mereka belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk mengolah lahan pertanian mereka secara baik
50
dan benar. Rendahnya sumber daya ini mengakibatkan petani belum mampu mengelola bantuan modal yang pernah diberikan. Selain itu, petani juga menjadi lamban dalam menyerap informasi dan teknologi pertanian yang ada, dan pada akhirnya menyebabkan tidak maksimalnya hasil produksi yang diperoleh. Kedua, kebijakan pemerintah yang masih belum berpihak kepada petani, misalnya dalam hal subsidi bibit, pupuk dan obat-obatan yang menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. Kondisi ini semakin diperparah jika kondisi cuaca yang tidak mengijinkan. Petani sering mengalami kerugian ketika hujan deras, terlebih ketika mereka baru menaman hasil semaian dan memupuk, maka pupuk sering larut bersama hujan, yang pada akhirnya hasil panen menjadi buruk dan harga jatuh. Ketiga, lemahnya kerja sama dan kordinasi antar anggota kelompok. Kondisi ini menyebabkan kelompok tani yang telah dibentuk menjadi tidak solid dan kelompok lebih terkesan sebagai formalitas semata, yang akhirnya kelompok tani tidak mempunyai fungsi apa-apa terhadap anggotanya. Keempat, masalah modal yang kecil. Petani dapat mengembangkan usahanya menjadi lebih baik jika mereka memiliki modal yang cukup. Kondisi yang ada saat ini, selain dari bantuan modal yang pernah diberikan oleh pemerintah, mereka belum pernah mendapatkan modal dari pihak lain. Hal ini terjadi karena mereka belum mengetahui cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan pinjaman modal dari pihak ketiga, misalnya saja dari Koperasi ataupun Bank yang ada. Permasalahan modal menjadi salah satu kendala dalam menjalankan kegiatan pertanian mereka ini sebagaimana dinyatakan oleh Ibu YHN berikut. Usaha kami ini belum maju ya karena modal kami juga pas-pasan. Terus terang kami ini serba salah juga, kemarin dibantu sama pemerintah waktu kami perlu betul duit, makanya gak semuanya kami pakai untuk nambah tanaman sayur kami. Nah, kalau Bapak nanya kami pernahkah kami dapat bantuan selain dari pemerintah, jawaban kami ya syukur-syukur ini sudah dibantu pemerintah. Mau minjam kemana lagi Pak, kami gak tau sama sekali caranya. Kelima, belum adanya jaringan pemasaran. Hal ini diawali dengan faktor pertama dan selanjutnya di atas, dimana petani semestinya mempunyai wadah ataupun mempunyai kewenangan khusunya dalam hal pemasaran. Beberapa pokok permasalahan dan faktor-faktor penyebab di atas menjadi dasar dalam perumusan program pemberdayaan petani.
51
PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Identifikasi Potensi
Memperhatikan kondisi petani di RT 24 saat ini, sangatlah diperlukan adanya suatu program pengembangan masyarakat yang dapat meningkatkan kondisi
mereka
menjadi
lebih
baik.
Kegiatan
perancangan
program
pengembangan masyarakat dilakukan secara partisipatif bersama-sama dengan masyarakat setempat dengan harapan agar apa yang direncanakan dapat terlaksana, didukung dan berkelanjutan. Keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan perencanaan ini akan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk senantiasa berusaha dan saling bekerja sama dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi. Proses identifikasi potensi ditujukan kepada seluruh stakeholders yang ada berkaitan dengan upaya pemberdayaan petani miskin. Stakeholders yang dimaksud adalah Camat Nunukan dan Lurah Nunukan Timur beserta perangkatnya, unsur Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan, unsur Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Nunukan, PPK Kecamatan Nunukan dan para Petugas Penyuluh Lapangan sebagai ujung tombak dari keberhasilan program-program Dispertanak Kabupaten Nunukan, para tokoh masyarakat, anggota LSM dan LPM, pengurus Koperasi Pertanian, unsur swasta (pengusaha) dan para petani lainnya. Keberhasilan perencanaan hingga pelaksanaan program ini tidak terlepas dari peran dan dukungan stakeholders agar hasil program menjadi lebih optimal dan sesuai harapan semua pihak, khususnya guna meningkatkan kesejahteraan para petani sebagai subyek sekaligus obyek dari program tersebut. Berkaitan peran serta dukungan dari stakeholders khususnya di RT 24 dan Kelurahan Nunukan Timur secara keseluruhan, pengkaji telah melakukan wawancara dengan stakeholders yang ada. Berdasarkan hasil wawancara, pada prinsipnya stakeholders yang ada di Kelurahan Nunukan Timur sangat mendukung dengan upaya pemberdayaan petani di RT 24, dengan harapan bahwa upaya ini juga dapat diterapkan di wilayah lainnya, baik di RT lain di Kelurahan Nunukan Timur maupun di Kelurahan yang lainnya. Hal ini secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8.
52
Tabel 8 Analisis Stakeholders di RT 24 dan Kelurahan Nunukan Timur No.
Stakeholders
Mendukung
Netral
Menentang
1. Camat Nunukan
–
–
2. Lurah Nunukan Timur
–
–
3. Disperindagkop
–
–
4. Dispertanak
–
–
5. PPK
–
–
6. PPL
–
–
7. Tokoh Masyarakat
–
–
8. Perangkat Kelurahan
–
–
9. Masyarakat
–
–
10. LSM
–
–
11. LPM
–
–
12. Petani
–
–
13. Koperasi Pertanian
–
–
14. Swasta
–
–
Sumber : Hasil Wawancara dan Observasi , 2006.
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa sebagian besar stakehoders yang terkait langsung dengan pemberdayaan petani sangat mendukung, dan terdapat juga
beberapa
stakeholders
yang
berposisi
netral
terhadap
upaya
pemberdayaan. Hal ini dikarenakan yang bersangkutan belum terkait langsung dengan kegiatan ini, namun sepanjang untuk kemajuan masyarakat, pada prinsipnya mereka tetap akan mendukung. Identifikasi permasalahan yang telah dilakukan melalui FGD sebelumnya dilanjutkan dengan melakukan identifikasi potensi yang juga dilakukan bersamasama dengan para petani. Identifikasi ini dilakukan secara partisipatif dengan menggali segala kemungkinan potensi yang ada sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman mereka selama ini. Proses FGD ini dilakukan pada bulan Agustus 2006 di rumah salah seorang penduduk di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dan dihadiri oleh para stakeholders dan beberapa perwakilannya. Berdasarkan pendapat dari para petani dan stakeholders dalam FGD yang dilakukan, dapat dihimpun 2 (dua) faktor yang berkaitan dengan potensi sekaligus dengan permasalahan yang dihadapi, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor Internal berupa kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness), serta faktor eksternal berupa peluang (opportunities) dan ancaman (threats).
53
Faktor internal yang ada, yaitu : 1. Kekuatan (strengths), yaitu : a. Adanya keinginan dari petani untuk bekerja dan mengolah lahan, b. Kerjasama antar anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, c. Pengetahuan dan
wawasan
yang
ada
telah
diperoleh melalui
pengalaman, d. Lahan yang memadai dan cocok untuk sayuran (walaupun terbatas), dan e. Waktu kerja yang cukup dan fleksibel karena bertani sayur merupakan mata pencaharian utama mereka yang dilakukan sesuai kebutuhan. 2. Kelemahan (weakness), yaitu : a. Terbatasnya keterampilan mengolah lahan karena pengetahuan dan pengalaman yang minim, b. Keterbatasan biaya produksi dan modal, dan c. Kerjasama dengan anggota kelompok dalam kelompok tani yang ada kurang optimal. Faktor eksternal, yaitu : 1. Peluang (opportunities), yaitu : a. Adanya dukungan dari masyarakat dan pemerintah terhadap upaya pemberdayaan para petani miskin, dan b. Keberlanjutan program pemerintah yang pernah ada dan kesediaan dari pemerintah untuk memperbaiki sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 2. Ancaman (threats), yaitu : a. Mahalnya harga pupuk dan obat-obatan, b. Terbatasnya informasi dan jaringan, baik tentang kegiatan pertanian maupun
tentang
perkembangan
produksi
hasil
pertanian
dan
pemasarannya di Nunukan, c. Sukarnya mendapatkan bibit yang baik dan berkualitas, d. Kondisi cuaca yang tidak dapat diprediksi, dan e. Persaingan dalam pemasaran yang terkadang terjadi dan tidak dapat dihadapi oleh para petani miskin. Berdasarkan beberapa faktor di atas dan sesuai hasil diskusi bersama dengan para petani dan stakeholders yang ada, telah dapat diidentifikasi skala
54
prioritas terhadap beberapa permasalahan yang dihadapi. Permasalahan yang menjadi prioritas untuk diatasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kualitas sumber daya manusia petani yang masih rendah Berdasarkan hasil wawancara sebagaimana tampak pada bagian analisis permasalahan bahwa 48,8 % petani hanya berpendidikan SD. Adapun pengetahuan bercocok tanam hanya diperoleh dari orang-orang tua mereka dahulu. Adapun untuk menghasilkan produk pertanian yang lebih baik, diperlukan suatu pengetahuan dan keterampilan yang memadai dan dapat memanfaatkan lahan yang ada untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Berkaitan hal ini, sangat diperlukan suatu program yang dapat meningkatkan pengetahuan para petani dan prosesnya tidak memberikan beban tambahan kepada para petani. Permasalahan SDM ini dirasakan oleh para petani sebagai masalah yang penting, karena bagaimanapun besarnya potensi yang ada, jika tidak didukung dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai, maka segalanya akan sukar untuk berkembang. Petani juga sangat menerima apabila wilayah mereka digunakan sebagai wadah praktek lapangan bagi para siswa SMKN yang ada di Nunukan. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Bapak MKS berikut. Saya dan teman-teman di sini sebenarnya sangat ingin belajar lagi untuk mengembangkan usaha tani kami. Apalagi kan di Nunukan sudah ada SMKN yang di Sungai Bilal itu. Kalau bisa mereka prakteknya ya ditempat kami saja, sekalian kami juga belajar. Kan percuma saja kami dibantu dengan modal, tapi kami gak diajarin gimana menggunakannya. Ya adanya siswa yang praktek itu juga dapat memberikan motivasi bagi anakanak kami untuk sekolah, biar gak seperti kami-kami ini. 2. Kerjasama kelompok belum optimal Upaya pemerintah untuk memberikan bantuan modal melalui kelompok tani yang dibentuk apabila dikelola secara baik akan dapat meningkatkan pendapatan petani. Kenyataan yang ada di lapangan bahwa kemampuan mengelola modal dalam bentuk uang oleh petani masih rendah. Petani cenderung menggunakan dana bantuan yang diberikan dalam bentuk uang untuk membeli kebutuhan yang lain, hingga bantuan tidak dapat bergulir. Memperhatikan
kondisi
ini,
diperlukan
suatu
program
yang
dapat
meningkatkan kesadaran petani dengan harapan dapat membangkitkan kelompok tani yang ada, sehingga segala permasalahan yang nantinya mereka hadapi dapat diatasi bersama-sama dengan rekan-rekannya dalam
55
satu kelompok. Hal ini dilakukan dengan tidak melakukan perombakan kelompok, melainkan dengan menumbuhkan semangat kerjasama antar anggota dalam kelompok dan antar kelompok yang ada. 3. Harga pupuk dan obat-obatan yang tinggi Pupuk merupakan salah satu unsur yang mempunyai peranan penting dalam proses produksi sayuran. Petani saat ini mengeluhkan harga pupuk yang mahal. Harga pupuk saat ini adalah sebesar Rp 10.000,00 per kg yang hanya dapat digunakan untuk satu petak lahan. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh Pak Songgo sebagai berikut. Harga pupuk sekarang mahal Pak. Satu kantong hanya bisa digunakan untuk satu petak lahan ini (ukuran 50 x 800 cm2). Belum lagi waktu hujan kemarin, kebun kami banjir, padahal baru dipupuk. Makanya Bapak jangan heran sayur ini menjadi kurang bagus (sambil menunjukkan sayur yang dipanen) jika dibandingkan dengan panen sebelumnya. Kami pun sangat berharap nantinya, kalau memang ada bantuan dari Pemerintah, kalau bisa bantu pupuk saja lah. Berkaitan hal tersebut, perlu adanya kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi masalah tingginya harga pupuk. Petani memerlukan informasi dan pengembangan teknologi agar dapat meningkatkan kesuburan tanah, sehingga dapat mengurangi ketergantungan dengan pupuk kimia yang biasa digunakan. Hal ini juga perlu keterlibatan instansi teknis untuk mengembangkan teknologi tepat guna di RT 24 berkaitan dengan pengolahan pupuk secara sederhana yang tidak memerlukan biaya yang besar. 4. Pemasaran Kegiatan pemasaran juga merupakan proses yang menentukan peningkatan pendapatan para petani. Proses pemasaran menurut petani untuk saat ini belum begitu menjadi masalah yang mendesak, karena munculnya masalah pemasaran diakui para petani sifatnya hanya insidentil. Namun demikian, seiring dengan pertambahan penduduk dan perubahan pola pikir masyarakat, masalah pemasaran tetap perlu untuk menjadi perhatian dalam perencanaan program, karena berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan petani, selama ini mereka hanya memasarkan dengan cara sederhana, yaitu langsung kepada penjual di pasar maupun kepada konsumen lain yang kebetulan bertemu dengan mereka ketika akan membawa hasil panen ke pasar.
56
Analisis masalah dan kebutuhan yang telah dirumuskan di atas secara ringkas dapat dilihat pada analisis pohon masalah sebagaimana tampak pada Gambar 4 dan Tabel 9.
Belum mempunyai jaringan yang luas
Petani rugi
AKIIBA BAT Hasil tani tidak maksimal Belum bisa bersaing di pasar Usaha tidak berkembang
MAS ALAH INTI TI
PE PE NY EB BA AB B Kerjasama kelompok kurang Modal terbatas
Gambar 4
Ren enddahnya pendapat at ann Pet etaanni
Pengetahuan dan keterampilan minim Harga pupuk dan obat-obatan tinggi Belum adanya jaringan informasi dan pemasan
Analisis Pohon Masalah
57
Tabel 9
No.
Analisis Masalah, Potensi dan Alternatif Pemecahan Masalah Petani Sayur di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur Masalah
1.
Kualitas SDM petani yang masih rendah
2.
Kerja sama kelompok belum optimal
3.
Harga pupuk dan obatobatan yang tinggi
4.
Pemasaran
Penyebab
Dampak
Potensi
Pendidikan yang rendah Pengetahuan dan Pengetahuan bertani keterampilan secara turun temurun terbatas Lamban menyerap teknologi Kurang sering bertemu Kelompok tidak Kemampuan manajerial kompak minim Pengetahuan dan pengalaman yang minim Subsidi pemerintah Hasil tani kurang belum ada berkualitas Pasokan pupuk dari luar kurang
Pengetahuan yang ada Motivasi untuk bertani tinggi
Jaringan pemasaran Kalah dalam belum ada persaingan Pasokan dari daerah lain Harga tidak stabil terkadang melimpah
Keinginan untuk mengembangkan jaringan Dukungan stakeholders
Keinginan bekerja sama
Adanya bahan pengganti pupuk secara alami
Kebutuhan
Pemecahan Masalah
Pengetahuan dan Pendampingan keterampilan yang disertai dengan memadai pelatihan bersama Teknologi yang mudah diserap Kemampuan Pendampingan dan manajerial kelompok peningkatan kapasitas kelompok Teknologi Pelatihan pengolahan pupuk pengolahan pupuk sederhana secara sederhana Bantuan pupuk dan sebagai alternatif obat-obatan pengganti pupuk Subsidi harga pupuk dan pengadaan pupuk gratis Kestabilan harga Menjalin kerja sama Informasi pasar yang dengan pihak lain cepat (Koperasi dan LSM) Dukungan sarana pasar yang memadai
Sumber : Hasil Olah Data FGD, 2006.
57
58
Program Pemberdayaan Petani Miskin
Strategi pemberdayaan petani saat ini sangat diperlukan agar segala permasalahan yang dihadapi saat ini dapat diatasi dengan baik sehingga tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dapat terwujud. Hasil dari FGD yang dilakukan, para petani telah menentukan prioritas permasalahan dan kebutuhan dengan melihat efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program. Rancangan program yang disusun berdasarkan skala prioritas masalah dan kebutuhan. Program yang dirumuskan diutamakan sangat berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dan juga kelompok tani yang telah ada. Prinsip program yang akan direncanakan adalah mengutamakan partisipasi petani, berkesinambungan dan memanfaatkan potensi lokal yang ada serta berpihak pada petani. Berdasarkan uraian analisis masalah dan identifikasi potensi yang ada di RT 24 khususnya dan Kelurahan Nunukan Timur secara umum, maka melalui proses FGD bersama para petani, diperoleh sebuah rencana program peningkatan pendapatan petani melalui Program Peningkatan Kapasitas SDM Petani dan Kelompok Tani. Program ini nantinya diharapkan dapat didukung oleh intansi teknis terkait, seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan.
Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Petani dan Kelompok Tani di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur Latar belakang Pendapatan petani yang rendah diawali dengan hasil tani yang belum maksimal. Kondisi ini menjadi seperti sebuah lingkaran, dimana belum maksimalnya hasil ini dikarenakan pengetahuan dan keterampilan serta wawasan petani yang masih rendah. Begitupun ketika mereka diberikan modal berupa uang, maka mereka pun belum mampu mengelola dengan baik dan pada akhirnya kembali ke titik awal dengan kondisi sebelum mendapatkan bantuan. Program ini merupakan program yang berdasarkan partisipasi serta aspirasi dari para petani miskin. Pelaksanaan program diarahkan untuk melakukan pemberdayaan kepada para petani miskin, agar dapat meningkatkan kondisi sosial ekonomi dan lingkungannya secara mandiri dan berkelanjutan.
59
Program dirumuskan dan akan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan bottom up, dimana pada pelaksanaan kegiatan di lapangan dilakukan atas inisiatif dan aspirasi dari petani, mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengawasan pelaksanaannya. Petani memiliki peran yang sangat penting dan dituntut untuk terlibat secara aktif dalam pelaksanaan program. Pemerintah telah berupaya mengembangkan usaha pertanian dengan melakukan pembentukan kelompok tani, dengan harapan kegiatan pertanian ini dapat berjalan lebih baik, namun karena pembentukan ini tidak dibarengi dengan peningkatan kemampuan individu petani, kelompok yang dibentuk pun hanya berupa nama. Intinya, berhasil atau tidaknya upaya apapun yang akan dilakukan untuk memberdayakan petani, sangatlah tergantung dari bagaimana partisipasi dan karakter individu para petani.
Masalah Masalah inti yang mendasari pelaksanaan program adalah rendahnya pendapatan petani yang disebabkan kualitas SDM petani yang terbatas. Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah belum dioptimalkannya kelompok tani yang telah ada sebagai wahana bertukar serta berbagi pengalaman antar sesama petani dan antar kelompok tani yang ada.
Tujuan Program ini dilaksanakan secara umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani di RT 24 khususnya dan di Kelurahan Nunukan Timur. Selain itu dengan adanya program ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para petani dalam mengolah, memasarkan dan mengembangkan hasil usaha tani, serta memberikan wawasan kepada para petani sebagai upaya untuk pengembangan jaringan usaha.
Penanggungjawab Program Penanggung jawab program ini adalah Lurah Nunukan Timur.
Sasaran Program Sasaran program adalah para petani miskin yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur Kecamatan Nunukan.
60
Waktu Pelaksanaan Program ini akan dimulai pada bulan Desember 2006 dan direncanakan berakhir sampai dengan bulan Pebruari 2007.
Tempat Pelaksanaan Kegiatan dalam program ini sepenuhnya akan dilaksanakan di wilayah RT 24 Kelurahan Nunukan Timur.
Pelaksana Kegiatan Pelaksana kegiatan adalah para petani miskin, PPK Kecamatan Nunukan bersama dengan tenaga PPL Kelurahan Nunukan Timur dan Kelurahan Nunukan Barat, serta melibatkan unsur LSM yang ada di Kecamatan Nunukan. Pelaksanaan kegiatan nantinya juga akan melibatkan para staf dari instansi teknis, seperti Disperindagkop, yang akan bertindak sebagai narasumber dalam pelatihan.
Sumber Biaya Program ini akan menggunakan biaya dari Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan Nunukan Timur, bantuan dari Pemerintah Kabupaten Nunukan melalui Dispertanak dan swadaya masyarakat Kelurahan Nunukan Timur.
Kegiatan yang akan dilaksanakan Pelaksanaan program melalui beberapa kegiatan-kegiatan dalam rangka pemberdayaan petani miskin ini merupakan suatu upaya peningkatan kapasitas para petani miskin, dimana pelaksanaannya dilakukan secara terpadu. Titik masuk untuk melakukan pemberdayaan petani di RT 24 adalah melalui individu para petani kemudian dilanjutkan kepada kelompok. Hal ini dilakukan karena diasumsikan bahwa bagaimanapun kondisi kelompok yang sudah terbentuk tetap sangat tergantung dari partisipasi masing-masing anggotanya. Berdasarkan hal di atas, maka program ini diawali dengan kegiatan pendampingan teknis yang diselingi dengan penggugahan kesadaran akan pentingnya berkelompok, dilanjutkan dengan pendampingan secara kelompok dalam rangka penguatan kelompok agar menjadi lebih baik. Kegiatan ini akan difasilitasi oleh PPK dan PPL yang telah ditunjuk.
61
Berdasarkan pendapat para petani dalam FGD mengenai program ini akan terbagi dalam 2 (dua) sub program, yang masing-masing terbagi dalam beberapa kegiatan. A. Sub Program Peningkatan Kapasitas SDM Petani 1. Mengadakan pelatihan langsung (pendampingan) Tujuan dari kegiatan pendampingan ini adalah agar program dengan pola partisipatif ini dapat terlaksana dengan baik dan sekaligus dapat menumbuhkan motivasi dan peran serta para petani. Pendamping hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator. Sebagai motivator, Pendamping harus berusaha untuk dapat menumbuhkan motivasi dan inisiatif petani agar para petani dapat berpartisipasi secara aktif. Pendamping sebagai fasilitator diharapkan dapat memberikan arahan dan bimbingan teknis tentang pengembangan usaha tani, mulai dari pengenalan kegiatan, penjelasan manfaat serta tujuan dari pelaksanaan program, dan penjelasan tentang perlunya kelompok tani sebagai langkah awal membangun kebersamaan dan kekuatan petani setempat. Dalam proses pendampingan, materi yang disampaikan adalah mengenai teknik pengembangan usaha tani sayur di lahan terbatas, pengenalan teknologi pertanian sederhana, pengenalan teknik tumpang sari dan pengolahan pupuk secara sederhana. Harapan yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah agar nantinya petani dapat lebih mandiri dalam mengembangkan usaha tani dan akhirnya tidak semata-mata bergantung dengan bantuan dari pemerintah. 2. Pengadaan bibit dan pupuk gratis Kegiatan kedua ini dilaksanakan disaat kegiatan pertama sedang berjalan. Hal ini dimaksudkan agar dengan adanya bibit dan pupuk gratis pada tahapan pendampingan ini, petani tidak hanya memperoleh pengetahuan teoritis, tetapi sekaligus dapat mempraktekkan secara nyata dan mampu mengenali setiap permasalah yang mungkin terjadi, dan bersama-sama dengan pendamping menemukan solusi untuk mengatasinya. Pengadaan bibit dan pupuk ini dilakukan pada bagian awal dan akhir dari kegiatan pendampingan dan tidak berkelanjutan, dengan harapan setelah adanya kegiatan pendampingan, petani dapat mengembangkannya secara mandiri.
62
B. Sub Program Peningkatan Kapasitas Kelompok Tani 1. Dinamika kelompok sederhana Tujuan dilaksanakan kegiatan dinamika kelompok ini adalah sebagai langkah awal dalam mengenalkan pentingnya kerja sama dalam sebuah kelompok. Petani yang telah mempunyai bekal dari kegiatan pertama (pendampingan) diharapkan juga dapat memadukannya dengan petani lainnya dalam sebuah kelompok. Kegiatan yang dilakukan berupa permainan-permainan sederhana yang menggunakan fasilitas yang ada di sekitar tempat latihan. 2. Pelatihan manajemen sederhana (termasuk masalah teknik pemasaran) Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan sebelumnya. Adanya kegiatan ini diharapkan para petani dapat memahami tentang kegiatan dalam sebuah organisasi, dalam hal ini adalah kelompok tani. Petani diberikan penyuluhan tentang administrasi sederhana dan melakukan penyadaran tentang pentingnya bermusyawarah dalam mencari solusi terhadap sebuah masalah. 3. Sosialisasi dengan Pihak Ketiga (Koperasi Pertanian) dan Instansi Teknis lainnya (seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan) Kegiatan ketiga dari sub program peningkatan kapasitas kelompok tani ini merupakan
bagian
akhir
kegiatan
dari
program
selama
proses
pendampingan dan awal dari praktek nyata petani setelah mendapatkan tambahan pengetahuan dan keterampilan dari para pendamping. Dalam kegiatan ini, para petani dan kelompoknya mulai dikenalkan dengan pihakpihak ketiga yang ada di luar wilayahnya, dengan harapan dapat mengembangkan jejaring dan bahkan dapat mengembangkan kerja sama dalam rangka pengembangan usaha tani. Pelaksanaan kegiatan selanjutnya dari program ini adalah kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap hasil dari pelaksanaan program. Kegiatan monitoring dan evaluasi ini dilakukan oleh petani itu sendiri, petugas pendamping dan beberapa orang masyarakat sekitar (para tokoh masyarakat). Adanya kegiatan ini diharapkan dapat lebih memacu semangat para petani dalam meningkatkan hasil usahanya dan dapat meminimalisir segala permasalahan yang mungkin terjadi dalam pelaksanan program. Kegiatan dari program ini secara ringkas adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 10.
63
Tabel 10
No. 1.
Rencana Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Petani dan Kelompok Tani di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur
Sub Program
Kegiatan
Pelaksana
Penanggung Jawab
Waktu Pelaksanaan
Camat Nunukan
Maret – Juni 2007
Peningkatan kapasitas
Pendampingan teknis
PPK Kecamatan
SDM Petani
Pengadaan bibit dan
Nunukan dan PPL
bantuan Dispertanak
Kelurahan Nunukan
Kecamatan Nunukan,
pupuk gratis
Timur 2.
Keterangan
Peningkatan kapasitas (penguatan) kelompok
Dinamika kelompok sederhana Pelatihan manajemen sederhana
PPK Kecamatan Nunukan dan PPL
Dana berasal dari
Kelurahan Nunukan Camat Nunukan
Juli – Agustus 2007
Timur, dan swadaya masyarakat
Kelurahan Nunukan Timur
Sosialisasi dengan pihak ketiga (LSM dan swasta) Sumber : Hasil Olah Data FGD, 2006.
63
64
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada bagian terdahulu dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Petani miskin yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan TImur dikategorikan sebagai petani peisan dan petani penggarap. Sebagian besar para petani memiliki lahan sendiri dan rata-rata mereka mengusahakan lahan 0,35 Ha setiap petani. Produksi pertanian mereka adalah sayur-sayuran. Berkaitan dengan penguasaan ternak, para petani saat ini telah ada yang memelihara ternak seperti ayam, itik, babi dan usaha perikanan. Namun usaha ternak ini belum dapat menambah pendapatan mereka. Pendapatan para petani berkisar antara Rp 500.000,- hingga Rp 900.000,- per bulan. Pendapatan ini sifatnya fluktuatif tergantung bagaimana hasil panen sayur. Kondisi perumahan mereka sebagian ada yang sudah semi permanen dan sebagian besar terbuat dari kayu dengan ukuran yang bervariasi dari ukuran 8 x 9 m2 hingga 10 x 18 m 2. Kondisi perumahan ini menurut mereka tidak dapat dijadikan sebagai tolak ukur kemiskinan mereka saat ini. Mengenai pendidikan, walaupun para petani masih dalam kondisi miskin, mereka tetap berupaya bagaimana agar anak-anak mereka tetap dapat mengenyam pendidikan. 2. Berdasarkan
hasil
diskusi
bersama
dengan
para
petani
diketahui
permasalahan yang dihadapi oleh para petani miskin adalah hasil tani yang tidak optimal, biaya produksi tinggi, kerja sama dalam kelompok masih lemah, jaringan pemasaran belum ada, modal kecil dan lahan sempit. Dari beberapa permasalahan tersebut diketahui bahwa masalah ini para petani adalah rendahnya pendapatan para petani. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu rendahnya sumber daya petani, kebijakan pemerintah yang belum berpihak kepada para petani, lemahnya kerja sama dan koordinasi antar anggota kelompok, masalah modal yang minim dan belum adanya jaringan pemasaran. 3. Dalam rangka upaya pemberdayaan para petani miskin sangat memerlukan peran stakeholders yang ada. Berdasarkan hasil analisis stakeholders
65
diketahui bahwa sebagian besar para stakeholders yang terkait langsung dengan kegiatan pemberdayaan petani sangat mendukung, dan terdapat juga beberapa stakeholders yang berposisi netral terhadap upaya pemberdayaan. Hal ini dikarenakan yang bersangkutan belum terkait langsung dengan kegiatan ini, namun pada prinsipnya sepanjang untuk kemajuan masyarakat mereka tetap akan mendukung. 4. Setelah dianalisis faktor internal dan eksternal yang ada diketahui prioritas masalah yang harus diatasi, yaitu berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia petani yang masih rendah, kerja sama kelompok belum optimal, harga pupuk dan obat-obatan yang tinggi, serta masalah pemasaran. Berdasarkan hal ini maka telah dirumuskan sebuah strategi pemberdayaan petani miskin di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur melalui Program Peningkatan Kapasitas SDM Petani dan Kelompok Tani. Keberhasilan program pemberdayaan masyarakat ini sangat tergantung dari kesadaran para petani sebagai subyek sekaligus obyek dari program, adanya dukungan dari para stakeholders dan pemahaman pemerintah terhadap potensi dan sumber daya lokal untuk dijadikan sebagai dasar pengembangan masyarakat, serta sinergisitas dari berbagai pihak termasuk seluruh komponen masyarakat yang ada. 5. Program yang dilaksanakan terdiri dari 2 (dua) sub program, dengan kegiatankegiatan, yaitu pelatihan langsung (pendampingan), pengadaan bibit dan pupuk gratis, dinamika kelompok sederhana, pelatihan manajemen sederhana dan sosialisasi dengan pihak ketiga, serta monitoring dan evaluasi. Keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam program, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi sangat diperlukan dan harus dilakukan secara konsekuen. Keterlibatan masyarakat ini merupakan tonggak awal dari keberhasilan sebuah program. Program Peningkatan Kapasitas SDM Petani dan Kelompok Tani di RT 24, akan berhasil terlaksana jika didukung seluruh pihak, termasuk para pemegang kebijakan, agar nantinya program tersebut dapat berkesinambungan dan berguna bagi seluruh masyarakat, tidak hanya bagi petani di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur, tetapi seluruh masyarakat Nunukan.
66
Rekomendasi
Program yang telah berhasil dirumuskan dan akan dilaksanakan tetap akan mengupayakan
partisipasi
dan
kemandirian
bagi
para
petani.
Adanya
kemandirian ini, nantinya akan menurangi secara perlahan ketergantungan para petani terhadap pemerintah. Berkaitan hal tersebut, terdapat beberapa upaya yang perlu menjadi perhatian bagi pihak terkait, agar program ini benar-benar dapat berjalan sesuai dengan harapan bersama, yaitu sebagai berikut. 1. Pemerintah a. Memfasilitasi para petani dalam membangun jaringan berkaitan dengan usaha tani dan akses terhadap informasi, serta pemberikan perlindungan terhadap usaha dan hasil tani. b. Meningkatkan peran sesuai dengan tanggung jawab yang diemban kepada masyarakat. c. Menjadikan proses pengembangan masyarakat sebagai sebuah langkah dalam perumusan program-program selanjutnya. d. Lebih memperhatikan kebutuhan riil masyarakat, agar segala program yang ditetapkan tidak menjadi sia-sia. e. Khususnya kepada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan, kiranya dapat menjadikan program pemberdayaan petani sayur miskin ini sebagai salah satu kegiatan pada Tahun Anggaran 2007 yang akan datang. 2. PPK Kecamatan Nunukan a. Membantu memfasilitasi para petani dalam mengembangkan usahanya. b. Menjadi mediator antara petani dengan pemerintah. c. Lebih bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas yang diemban bersama dengan seluruh PPL yang ada. 3. Lembaga Swadaya Masyarakat dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat a. Meningkatkan peran serta masyarakat di setiap kegiatan yang melibatkan dan berkaitan dengan masyarakat. b. Membantu para petani untuk mengembangkan usaha dan membangun jaringan usahanya. c. Menjadi
mediator
antara
petani
pengembangan usaha dan hasilnya.
dan
masyarakat
dalam
rangka
67
DAFTAR PUSTAKA
Adimiharja, Kusnaka dan Harry Hikmat. 2004. Partisipatory Research Appraisal dalam Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat. Bandung : Humaniora. Hikmat, Harry. 2004, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung : Humaniora Utama. Kelurahan Nunukan Timur. 2005. Monografi Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005. Nunukan : Kelurahan Nunukan Timur. Kelurahan Nunukan Timur. 2005. Laporan Kependudukan Nunukan Timur Tahun 2005. Nunukan : Kelurahan Nunukan Timur. Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan, sebuah Buku Pegangan bagi para Praktisi Lapangan. Matheos Nalle, penerjemah. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari : Methods for Development Work and Research : a Guide for Practitioners. Moleong, Lexy J. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya. Ndraha, Taliziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat, Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta : Rineka Cipta.
Mempersiapkan
Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Prayitno, Hadi. 1987. Petani Desa dan Kemiskinan. Yogyakarta : BPFE. Roesmidi dan Riza Risyanti. 2006. Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang : Alqaprint. Setiana, Lucie. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor : Ghalia Indonesia. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung : PT Refika Aditama. Sumodiningrat, Gunawan. 2004. Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta : LP3S.
68
LAMPIRAN
69
Lampiran 1
Peta Administratif Kelurahan Nunukan Timur
Sumber : Monografi Kelurahan Nunukan Timur Tahun 2005.
70
Lampiran 2
Pedoman Wawancara Mendalam
Komunitas Petani 1. Apa sajakah mata pencaharian masyarakat di komunitas ini ? 2. Bagaimanakah keterkaitan sumber daya lokal dengan mata pencaharian anggota komunitas ? 3. Jenis usaha ekonomi apa sajakah yang ada ? 4. Bagaimana ketersediaan tenaga kerja di sini ? 5. Bagaimanakah pelapisan sosial dan pola kepemimpinan di sini ? 6. Bagaimanakah hubungan antarpelapisan masyarakat yang ada ? 7. Siapa sajakah tokoh yang menjadi panutan di daerah ini ? 8. Siapa sajakah tokoh informal yang disegani oleh masyarakat ? 9. Bagaimanakah jejaring sosial yang ada dengan pihak-pihak lain ? 10. Bagaimanakah lembaga yang ada menjalankan fungsi dan tugasnya ? 11. Bagaimanakah hubungan antar anggota komunitas dalam kelompok yang ada ? 12. Sumber daya lokal apa sajakah yang ada di sekitar komunitas Anda ? 13. Masalah apa sajakah yang dihadapi oleh komunitas ? 14. Faktor apa sajakah yang menurut Anda menyebabkan timbulnya masalah yang ada ? 15. Adakah sumber daya di komunitas yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut ? 16. Bagaimanakah keinginan anggota komunitas terhadap upaya pengentasan kemiskinan di daerah ini ? 17. Bagaimanakah dukungan dari para pengambil keputusan ? 18. Upaya-upaya apa sajakah yang pernah dilakukan oleh stakeholders atau instansi terkait terhadap komunitas ? 19. Upaya-upaya apa yang menurut Anda yang harus ditempuh dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat ?
Stakeholders (termasuk instansi terkait) 1. Apa sajakah usaha-usaha yang pernah dilakukan dalam pengentasan kemiskinan di komunitas petani miskin ? 2. Bagaimanakah peran serta dukungan anggota komunitas ?
71
3. Masalah-masalah apa yang dihadapi dalam pelaksanaannya ? 4. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut ? 5. Bagaimanakah rentang kendali dan kerja sama lintas sektoral yang diterapkan ? 6. Strategi apa yang menurut Anda layak diterapkan dalam memberdayakan petani miskin ?
72
Lampiran 3
I.
Pedoman Wawancara Terstruktur
IDENTITAS RESPONDEN Nomor Responden
:
..............................................................
Tanggal
:
..............................................................
Nama
:
..............................................................
Usia
:
..............................................................
Tempat
:
..............................................................
II. DATA KELUARGA Status No.
Nama
(Suami/ Istri/Anak/ dll)
Pekerjaan Usia
Pendidikan
Ket Utama
Sampingan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
III. PENGUASAAN MODAL A. Penguasaan Tanah No.
Jenis
Luas
Status
Keterangan
Banyak
Status
Keterangan
B. Penguasaan Ternak No.
Jenis
73
C. Penguasaan Modal Produksi non Pertanian No.
Jenis
Volume
Status
Keterangan
IV. KONDISI EKONOMI 1. Pendapatan
:
..............................................................
2. Kondisi rumah
:
..............................................................
3. Pola makan
:
..............................................................
4. Pendidikan anak
:
..............................................................
5. Masalah ekonomi yang
:
..............................................................
dihadapi
.............................................................. .............................................................. .............................................................. ..............................................................
V. ANALISIS USAHA TANI PER MUSIM TANAM Jenis Komoditas : ....................................................... No. 1. 2. 3. 4.
Uraian
Jumlah
Keterangan
Jumlah
Keterangan
Jumlah
Keterangan
Biaya Produksi Tenaga Kerja
Total
Hasil Produksi No.
Uraian
1. 2. 3. Total
Keuntungan No.
Uraian
1. 2. 3. Total
74
VI. KENDALA-KENDALA DALAM USAHA TANI 1. Dalam Proses Produksi
:
.............................................................. .............................................................. .............................................................. .............................................................. ..............................................................
2. Dalam Proses Pemasaran :
.............................................................. .............................................................. .............................................................. .............................................................. ..............................................................
75
Lampiran 4
Gambar 1
Dokumentasi
Lahan pekebunan sayur Kelurahan Nunukan Timur
masyarakat
yang
ada
di
RT
24
76
Gambar 2
Kolam Ikan Mas yang baru dibuat oleh salah satu Rumah Tangga Petani
Gambar 3
Kondisi Rumah dan Pemukiman Petani di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur
77
Gambar 4
Gambar 5
Wawancara dengan Lurah Nunukan Timur
Bersama dengan para petani yang sedang memanen sayur
78
Gambar 6
Suasana FGD bersama para petani sayur