Pembentukan, Sinkronisasi dan Harmonisasai Peraturan Perundangan Untuk Usaha di Sektor Pangan Oleh Drs. Priyo Budi Santoso Wakil Ketua DPR RI Pendahuluan UU 7/1996 tentang pangan merupakan peraturan perundang-undangan yang saat ini masih sebagai payung lahirnya sejumlah peraturan pelaksana sektor pangan. Dari sejumlah PP, Keppres dan Perpres menunjukkan bahwa muatan peraturan yang ada memiliki persoalan pada tingkat implementasi kebijakannya terutama kejelasan tupoksi antar instansi pemerintah dan pemahaman penyelenggara negara tentang urusan pangan. Adanya upaya penangggulangan masalah pangan yang dialami di tingkat rumah tangga dalam bentuk bantuan usaha ekonomi, hal ini menunjukkan bahwa pendekatan pangan terkait dengan banyak sektor. Persepsi publik yang menilai bahwa urusan pangan hanya masalah produksi pertanian pangan (beras) perlu diperbaiki, karena dalam kenyataannya tidak semua daerah yang memiliki ketersediaan pangan yang cukup dan bahkan surplus mampu mengatasi persoalan rumah tangga miskin yang menerita kelaparan akibat tidak mendapat akses pangan yang memadai. Ketidakmampuan keluarga miskin menjadi indikator penting karena sistem distribusi pangan telah ditentukan oleh mekanisme pasar, dan akses merupakan fungsi dari harga yang terbentuk. Petani sebagai produsen hasil pertanian dalam kenyataannya banyak yang masuk kategori keluarga miskin, sering terperangkap dalam kelaparan juga, karena ketersediaan pangan di masyarakat sudah ditentukan oleh mekanisme pasar. Di sinilah perlu adanya harmonisasi dan sinkronisasi sejumlah regulasi yang ada untuk mengatasi persoalan mekanisme pasar produk pangan dan jaminan pemenuhan hak pangan warga. Selain itu, penerapan perjanjian pasar bebas Cina-ASEAN (ACFTA) menambah sejumlah persoalan regulasi di sektor usaha pangan. ACFTA mendorong pasar produk pangan semakin terbuka, sehingga produk pangan lokal harus bersaing dengan produk pangan impor. Persaingan bisa menyebabkan harga pangan menurun, tetapi bisa menjadi disinsentif baik bagi petani maupun produsen (industri pangan). Untuk itu diperlukan sejumlah regulasi yang bisa menyeimbangkan terbukanya pasar dengan menjaga tingkat 1
Seminar Nasional : Program Feed The World, Jakarta, 28 Januari 2010 | Wakil Ketua DPR-RI
pertumbuhan produksi dan industri pangan lokal. Bagaimanapun, dalam hal pangan Indonesia harus memiliki kemampuan menimal untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya sebagai bagian dari unsur ketahanan nasional. Dalam menghadapi sejumlah persolan tersebut diperlukan perhatian bersama antara DPR, Pemerintah dan sektor usaha dalam membentuk sejumlah peraturan yang mampu membangun sistem ketahanan pangan nasional dan tentunya memberikan sumbangan bagi penyediaan pangan dunia. Adapun yang perlu dibentuk, disinkronisasi dan diharmonisasi adalah peraturan yang terkait dengan usaha produksi dan usaha sektor pangan serta regulasi keamanan pangan.
Regulasi Produksi dan Usaha Sektor Pangan Upaya untuk menjamin hak pangan warga dan memberikan jaminan pasar bagi sektor usaha pangan seharusnya menjadi prioritas dalam startegi pembentukan peraturan perundang-undangan. Tentunya, prioritas pertama diletakkan pada upaya menjamin negara dalam hal ini pemerintah memiliki sistem ketahanan pangan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pangan warga dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu, perlu dilakukan regulasi yang menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pangan nasional, seperti lahan pertanian, perkebunan dan pertenakan; permodalan bagi usaha produksi pangan; ataupun sistem pengolahan produksi pangan nasional. Muatan regulasi bisa mengarah pada proteksi secara proposional, insentif produksi dan juga sejumlah bantuan modal, kemudahan pemasaran maupun insentif harga terhadap input produksi. Pertama, DPR akan memprioritaskan regulasi terhadap konservasi lahan penghasil pangan (pertanian, perkebunan dan peternakan), karena regulasi ini mendesak melihat pertumbuhan perubahan fungsi lahan produksi pangan menjadi lahan untuk kebutuhan lain terus meningkat dari tahun ke tahun, baik diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk ataupun ekonomi. Regulasi tersebut bukan hanya sekedar memberikan batasan konversi lahan, tetapi juga harus mampu memberi insentif pemilik lahan untuk mempertahankan fungsinya sebagai basis produksi tanaman pangan. Kedua, untuk melipatgandakan produksi diperlukan kebijakan pemerintah yang berupaya memberikan insentif bagi tumbuhnya industri pangan. Industri pangan saat ini telah mampu melakukan diversifikasi konsumsi pangan melalui pendekatan teknologi 2
Seminar Nasional : Program Feed The World, Jakarta, 28 Januari 2010 | Wakil Ketua DPR-RI
maupun pemasaran. Industrialisasi produk pangan dapat juga meningkatkan harga pangan pada tingkat konsumen, sehingga perlu segmentasi konsumen untuk produk industri pangan. Saat ini produk pangan hasil industri hanya bisa diserap oleh masyarakat perkotaan dengan penghasilan tertentu. Walaupun ada juga sejumlah pangan seperti mie instan yang saat ini dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan regulasi yang mampu mengarahkan industrialisasi sektor pangan agar dapat bersaing dan menembus pasar luar negeri, dalam kerangka kontribusi terhadap pangan dunia. Ketiga, perlu diperhatikan juga bahwa industrialisasi produk pangan juga akan meningkatkan permintaan bahan baku dari tanaman pangan. Untuk itu perlu diperhatikan kemampuan ekologi lingkungan dalam mendukung produksi pangan untuk industri, karena bisa jadi konversi bahan pangan pokok seperti jagung menjadi bioetanol dapat menyebabkan kelangkaan bahan pangan pokok dalam jangka panjang, bila tidak terjadi peningkatan jumlah lahan dan produksinya. Dalam kerangka ini, diperlukan batasan pemanfaatan tanaman pangan untuk industri bukan pangan yang disesuaikan dengan kemampuan produksi dan tingkat konsumsi pangan masyarakat. Keempat, dalam rangka mendukung percepatan pertumbuhan industri pangan, diperlukan regulasi yang memberikan insentif dan mempermudah izin pendirian usaha pangan. Regulasi ini terutama diarahkan pada penataan birokrasi terutama di daerah yang menjadi basis bahan baku industri pangan. Selain itu, pemerintah juga perlu membantu industri untuk memperluas pasar baik di dalam maupun luar negeri.
Regulasi Keamanan Pangan Persoalan pangan bukan hanya persolan ketersediaan jumlah pangan, tetapi juga menyangkut kualitas pangan berupa gizi, komposisi, dan bahkan keamanannya. DPR juga melihat sejumlah isu terkait dengan keamanan pangan perlu regulasi yang baik dan kuat, karena regulasi ini menjamin kualitas makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Kita menginginkan, bangsa kita memiliki kualitas kesehatan yang baik dan sebagian ditentukan oleh keualitas pangan yang dikonsumsinya. Dalam hal ini ada sejumlah prioritas regulasi yang perlu dibentuk oleh DPR dan Pemerintah. Pertama, perbaikan atas standar budidaya, produksi, pengolahan pangan, distribusi, produksi pangan siap saji yang bukan hanya berlaku bagi standar produk dalam 3
Seminar Nasional : Program Feed The World, Jakarta, 28 Januari 2010 | Wakil Ketua DPR-RI
negeri tetapi juga harus menjadi standar produk impor yang masuk ke Indonesia. Ketentuan ini perlu segera dibuat baik untuk menjaga kualitas pangan yang akan diekspor maupun menjadi kontrol atas impor pangan. Kedua, diperlukan regulasi yang menjamin keyakinan kelompok masyarakat yang membutuhkan jaminan bahwa produk yang ada dipasaran sesuai dengan keyakinannya. Jaminan ini diperlukan, terkait dengan hak warga terhadap informasi produk pangan halal. Bukan hanya itu, informasi produk pangan juga harus memberikan informasi yang cukup atas kandungan dan batas kadarluwasa di dalam produk pangan tersebut. Ketiga, perlunya membentuk atau mengoptimalkan peran institusi yang berwenang menjaga standar dan kualitas pangan serta melakukan pengawasan secara rutin atas produk pangan yang beredar di pasar. Keberadaan institusi ini semakin penting, melihat pertumbuhan konsumsi dan produski pangan dibutuhkan sebuah institusi yang berwenang menguji dan mengawasi sehingga konsumen mendapatkan pangan sesuai kebutuhan dan standar kehidupannya. Keempat, terkait dengan standarisasi produk pangan, regulasi stadarisasi juga harus memiliki kaitan dengan regulasi di sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Salah satu persoalan yang muncul dalam konteks UMKM adalah minimnya kemampuan UMKM untuk memenuhi standar kualitas pangan yang diproduksinya. Untuk mengatasi hal ini seharusnya regulasi juga dapat mendorong pemerintah yang aktif memberikan bimbangan maupun meringankan biaya standarisasi terhadap UMKM yang membutuhkan dalam upaya memperluas pasar, baik dalam negeri maupun untuk ekspor.
Prolegnas 2009-2014 Program Legislasi Nasional (Prolegnas) merupakan produk konstitusional DPR yang menjadi referensi DPR dan Pemerintah dalam membentuk peraturan perundangundangan. Prolegnas merupakan kerangka acuan program pemebentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Prolegnas terbagi kedalam Prolegnas lima (5) tahunan dan prolegnas tahunan. Dalam Prolegnas lima (5) tahunan terdapat 247 daftar RUU yang diprioritaskan, dan diantaranya yang terkait dengan sektor pangan seperti: kelautan; pengambilalihan tanah untuk pembangunan; jaminan produk halal; karantina kesehatan; perlindungan varietas tanaman, perubahan UU Nomor 7 4
Seminar Nasional : Program Feed The World, Jakarta, 28 Januari 2010 | Wakil Ketua DPR-RI
Tahun 1996 tentang pangan; pengelolaan sumber daya alam, perlindungan dan pemberdayaan petani; penanaman modal, perkebunan, ketenagakerjaan sektor pertaniaan, perkebunan, dan perikanan; perindustrian; perdagangan; pengolahan dan pembiayaan sektor pertanian dan peikanan; penangulangan kebakaran hutan dan lahan; penataan ruang; kesehatan hewan; dan pemanfaatan perairan Indonesia.
Sedangkan
dalam
Prolenas tahunan (2010) terdapat sejumlah RUU yang terkait dengan sektor pangan yaitu kelautan;
jaminan
produk
halal;
pengambilalihan
tanah
untuk
pembangunan;
perindustrian dan perdagangan. Penetapan skala prioritas UU yang ada sudah diupayakan untuk mengadopsi kepentingan dan kebutuhan membangun ketahanan pangan nasional. Sektor-sektor yang terakait dengan faktor-faktor produsi dan distribusi terhadap produk pangan perlu disinkronisasikan, sehingga target untuk membangun ketahanan pangan yang kuat dapat diwujudkan sekaligus juga dapat memberikan surplus yang dapat menjadi bagian dari cadangan pangan dunia. DPR berharap semua pemangku kepentingan stakeholder sektor pangan bahu membahu mengawasi dan aktif dalam pembahasan sejumlah RUU yang terkait dengan sektor pangan. Hal ini diperlukan untuk menjamin semua kepentingan yang bertujuan untuk membangun sistem ketahanan pangan nasional dan dunia bisa terwujud melalui pembentukan peraturan perundang-undangan dan Indonesia menjadi bagian penting dunia dalam program penyediaan pangan.
5
Seminar Nasional : Program Feed The World, Jakarta, 28 Januari 2010 | Wakil Ketua DPR-RI