Catatan Terhadap Peraturan DPR tentang Keterbukaan Informasi Publik di DPR RI Oleh: Ronald Rofiandri*
Profil Umum • • •
•
Peraturan DPR tentang Keterbukaan Informasi Publik di DPR RI (selanjutnya disingkat menjadi Peraturan KIP di DPR) disahkan dalam Rapat Paripurna DPR Kamis, 20 Mei 2010 Terdiri atas 14 pasal dan 7 bab Konsideran mengingat memuat: 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) 4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) 5. Perpres Nomor 23 Tahun 2005 tentang Organisasi Sekretariat Jenderal DPR RI 6. Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Tertib 7. Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik Komposisi pengaturan berdasarkan (pembagian) bab, yaitu: BAB BAB BAB BAB
I II III IV
BAB V BAB VI BAB VII •
: : : :
Ketentuan Umum Ruang Lingkup Informasi Publik di DPR Hak dan Kewajiban Standar Layanan dan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi : Jenis Informasi Publik yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala : Standar Prosedur Operasional Layanan Informasi Publik, Penetapan PPID, dan Standar Biaya : Ketentuan Penutup
Terdapat 4 (empat) lampiran, antara lain: Lampiran I Lampiran II Lampiran III Lampiran IV
: Ruang Lingkup Informasi Publik : Informasi Publik yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala : Informasi Publik yang Wajib Tersedia Setiap Saat : Informasi Publik yang Dikecualikan
*
Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan dan Peneliti Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia | www.parlemen.net | www.danlevlibrary.net | Email: (PSHK) www.pshk.or.id
[email protected]
1
•
Peraturan KIP di DPR memandatkan dua pengaturan terkait, yaitu standar operasional layanan informasi publik, penetapan PPID, dan standar biaya yang akan diatur dan ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal
Prinsip Umum • • •
Peraturan KIP di DPR merupakan salah satu upaya mewujudkan lembaga DPR yang transparan dan akuntabel, yang pada akhirnya akan meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan publik Keberadaan Peraturan KIP di DPR harus bersifat responsif dan menjamin efektifitas pengelolaan informasi dan penyediaan akses bagi masyarakat Berbagai ketentuan yang termuat dalam Peraturan KIP di DPR seharusnya bukan sekedar mengimplementasikan UU Nomor 14 Tahun 2008, namun juga melengkapinya dengan berbagai identifikasi dan terobosan pengaturan yang berorientasi kepada penegakan aspek transparansi dan akuntabilitas
Beberapa Catatan 1. Ditemukan di beberapa pasal (misalnya Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, atau Pasal 6 ayat (1)), setiap tindakan yang dilakukan oleh DPR dan Setjen DPR, selalu merujuk atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang ditetapkan DPR dan Setjen DPR. Adanya penyebutan “ketentuan yang ditetapkan DPR dan Setjen DPR” tanpa ukuran dan koridor yang jelas, secara tidak langsung memberikan diskresi kepada DPR dan Setjen DPR. Dalam artian, ada kewenangan bagi DPR dan Setjen DPR untuk menghadirkan sejumlah regulasi, yang di satu sisi berpeluang mengefektifkan pelaksanaan KIP di lingkungan DPR dan Setjen DPR, namun di sisi lain dapat mengancam atau cenderung mempersulit akses dan layanan informasi. 2. Pengaturan tentang kewajiban pemohon informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) tidak bisa ditempatkan dalam satu kelompok, karena materi yang diatur sebenarnya masuk dalam wilayah kewajiban pengguna informasi publik (merujuk Pasal 5 UU Nomor 14 Tahun 2008). Dalam artian, bisa saja pihak yang mengajukan permohonan informasi berbeda dengan pihak yang menggunakan informasi tersebut, sehingga pemohon informasi tidak bisa secara absolut dikenakan kewajiban menggunakan informasi (yang diperoleh dari Setjen DPR) sesuai dengan tujuan penggunaan informasi. 3. Terkait dengan Hak dan Kewajiban DPR dan Setjen DPR (Pasal 5 dan Pasal 6), tidak ada kewajiban bagi DPR dan Setjen DPR untuk menyampaikan alasan menolak pemberian informasi. Apalagi Pasal 5 ayat (2) secara tidak langsung mengisyaratkan adanya kemungkinan permohonan informasi diterima oleh DPR dan Setjen DPR namun kemudian tidak atau ditolak untuk diberikan (berdasarkan ketidaksesuaian dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang ditetapkan DPR dan Setjen DPR). 4. Perumusan terhadap materi Pasal 6 ayat (2) tentang kewajiban pencatatan seharusnya ditujukan secara spesifik kepada Pejabat Pengelola Informasi dan
2
Daerah (PPID). Selain itu, hal-hal yang wajib dicatat sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 24 ayat (4) dan Lampiran III Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010. 5. Materi Pasal 6 tentang kewajiban DPR dan Setjen DPR, tidak mengatur tentang wujud konkret dan mekanisme dari kewajiban badan publik (dalam hal ini DPR dan Setjen DPR) membuat pertimbangan secara tertulis setiap kewajiban yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas informasi publik (sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (4) UU KIP. 6. Mengenai informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala sebagaimana dimaksud Pasal 9, apakah untuk kegiatan dan kinerja DPR mencakup pula alat kelengkapan? Seharusnya iya, dan oleh karena itu pengaturan kedudukan informasi tentang agenda kerja dan alat kelengkapan dewan (sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) huruf g) dikelompokkan dalam ketentuan Pasal 9. Selain itu pula, kegiatan dan kinerja DPR tercermin atau dapat diketahui dari apa yang sedang dan telah dilakukan oleh alat kelengkapan. 7. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf f yaitu penyebutan “laporan keuangan DPR yang telah diaudit “ tidak boleh mengurangi informasi minimum yang telah diatur dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, antara lain: - rencana dan laporan realisasi anggaran - neraca - laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku - daftar aset dan investasi 8. Pasal 11 ayat (2) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik menyatakan bahwa pengumuman secara berkala informasi publik dimaksud dilakukan sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan sekali. Namun dikarenakan periode kerja DPR meliputi masa sidang dan masa reses, maka ketentuan minimum enam bulan sekali bisa disesuaikan dengan periode kerja DPR yang rata-rata berdurasi paling lama 3 (tiga) bulan. Ketentuan seperti ini lebih tepat mengakomodasi layanan informasi, terutama yang terkait dengan kerja DPR. 9. Beberapa jenis informasi publik yang sebagian belum disebutkan atau dicantumkan secara lebih detail atau belum sama sekali dalam lampiran Peraturan KIP di DPR yang keberadaannya diatur melalui UU MD3 dan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Tertib antara lain:
No 1. 2. 3. 4.
Informasi Publik Rencana dan hasil kunjungan kerja serta bentuk atau materi tindak lanjut aspirasi masyarakat Rencana dan hasil studi banding ke luar negeri dan bentuk atau materi tindak lanjut Pembahasan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK Pembahasan dan tindak lanjut usulan
3
Ketentuan Terkait Pasal 143 ayat (5) Peraturan Tata Tertib DPR Pasal 143 ayat (5) Peraturan Tata Tertib DPR
No
5. 6. 7. 8. 9.
10. 11.
12. 13.
14. 15. 16.
17.
Informasi Publik rancangan undang-undang, berbagai pertimbangan, dan hasil pengawasan DPD Terkait dengan PAW, yaitu alasan pemberhentian antarwaktu, penggantian antarwaktu, dan diberhentikan sementara Alasan atau kriteria suatu rapat dilakukan tertutup Evaluasi kinerja pimpinan alat kelengkapan (Pasal 23 Peraturan Tata Tertib) dan pimpinan DPR Evaluasi kinerja anggota DPR yang merupakan anggota fraksi Evaluasi kinerja alat kelengkapan
Evaluasi Program Legislasi Nasional Lima Tahun dan Prioritas Tahunan Laporan hasil pengawasan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) terhadap realisasi pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR setiap triwulan Perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah dan jangka waktu penyelesaian rancangan undang-undang Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berasal dari fraksi atau yang telah dikompilasi Hasil kerja tim pemantau suatu rancangan undang-undang Aturan tata kerja internal DPR Informasi yang terkait dengan tugas komisi di bidang anggaran, Badan Anggaran, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, dan Badan Urusan Rumah Tangga Hasil pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang
4
Ketentuan Terkait
Pasal 30 ayat (1) huruf k Peraturan Tata Tertib DPR Pasal 80 ayat (2) UU MD3 Misalkan Pasal 96 ayat (7) untuk Komisi, Pasal 102 ayat (1) huruf i untuk Badan Legislasi, Pasal 127 ayat (4) untuk Badan Kehormatan, Badan Urusan Rumah Tangga pada Pasal 133 huruf e, dan Pasal 120 ayat (2) untuk Badan Kerja Sama Antar Parlemen Pasal 60 Peraturan Tata Tertib DPR Pasal 87 ayat (2) huruf d UU MD3 Pasal 141 ayat (1) Peraturan Tata Tertib DPR
Pasal 152 ayat (2) huruf a Peraturan Tata Tertib DPR Pasal 18 ayat (8) Peraturan Tata Tertib DPR Pasal 53 ayat (2); Pasal 65 ayat (1); Pasal 70 s/d Pasal 72; dan Pasal 86 s/d Pasal 88 Peraturan Tata Tertib DPR Pasal 60 huruf d Peraturan Tata Tertib DPR
No 18.
19.
Informasi Publik tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR Dasar pengusulan rancangan undangundang baik yang termuat di dalam maupun di luar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang terdiri atas: urgensi dan tujuan penyusunan; sasaran yang ingin diwujudkan; pokok pikiran, lingkup, atau obyek yang akan diatur; dan jangkauan serta arah pengaturan Status dan mekanisme mendapatkan dokumentasi rapat seperti risalah, catatan rapat, dan laporan singkat
5
Ketentuan Terkait Pasal 104 ayat (7) dan Pasal 108 ayat (1) Peraturan Tata Tertib DPR
Pasal 265 s/d Pasal 269 Peraturan Tata Tertib DPR