PEMBENTUKAN DAN PENGAKUAN ATAS LEMBAGA AKREDITASI PERGURUAN TINGGI YANG BERSIFAT MANDIRI BERBADAN HUKUM Disusun oleh : Cdr. M.J. Widijatmoko, SH. Notaris & PPAT Jakarta Timur
I.
Ketentuan Lembaga Akreditasi Perguruan Tinggi Yang Bersifat Mandiri. Berdasarkan ketentuan Pasal 60 Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional ditetapkan, Terakreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Terakreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh pemerintah dan atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka. Dan kemudian berdasarkan PP nomor 19 Tahun 2005 tentang standard pendidikan nasional dalam Pasal 86 ditetapkan bahwa pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan atau satuan pendidikan, kewenangan akreditasi tersebut dapat pula dilakukan oleh “lembaga mandiri yang diberi kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan akreditasi”. Akreditasi sebagai bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara obyektif, adil, transparan, komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu pada Standard Nasional Pendidikan. Akreditasi dilaksanakan oleh : 1. Pemerintah, yang dilaksanakan oleh a) BAN-S/M terhadap program dan atau satuan pendidikan jalur formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dalam melaksanakan akreditasi dibantu oleh Badan Akreditasi Propinsi yang dibentuk oleh Gubernur; b) BAN PT terhadap program dan atau satuan pendidikan jenjang pendidikan tinggi; dan c) BAN-PNF terhadap program dan atau satuan pendidikan jalur non formal. Badan akreditasi tersebut berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) dan melaksanakan tugas dan fungsinya badan akreditasi tersebut bersifat mandiri (pasal 87 PP 19/2005). 2. Lembaga mandiri, dapat melakukan fungsinya setelah mendapat “pengakuan” dari Menteri, untuk memperoleh pengetahuan tersebut lembaga mandiri wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya a) berbadan hukum Indonesia yang bersifat nirlaba, dan b) memiliki tenaga ahli yang berpengalaman dibidang evaluasi pendidikan (pasal 88 PP 19/2005). Masyarakat dapat melakukan akreditasi perguruan tinggi dengan membentuk Lembaga Akreditasi
1
Perguruan Tinggi yang bersifat mandiri, berdasarkan pasal 13 dan pasal 14 PERMENDIKNAS nomor 28 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi wajib memenuhi syarat yaitu a) berbadan hukum, b) bersifat nirlaba, c) memiliki tenaga ahli dibidang evaluasi pendidikan, dan d) memperoleh ijin Menteri, dan hasil akreditasi yang dilakukan oleh Lembaga Akreditasi Perguruan Tinggi yang bersifat mandiri yang dibentuk oleh masyarakat wajib dilaporkan kepada Menteri dan diumumkan kepada publik. Untuk meningkatkan kinerja lembaga akreditasi perguruan tinggi yang bersifat mandiri yang dibentuk oleh masyarakat, maka lembaga tersebut dapat merintis dan memberdayakan potensinya dalam menggali dana dan sumber daya dari masyarakat secara sah dan tidak mengikat, dengan bentuk pertanggungjawaban yang transparan sesuai dengan prinsip akuntabilitas. II.
Pengertian Badan Hukum Badan Hukum (rechtpersoon, legal persons, persona moralis) adalah subjek hukum. Menurut Subekti badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat didepan hakim. (R. Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm.32). sedangkan Rochmat Soemitro mengemukakan, suatu badan hukum (rechtpersoon) dapat mempunyai harta hak sewa, kewajiban seperti orang pribadi (Rochmat Soemitro, 1979, Penuntutan Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, Cetakan VI, Eresco, Bandung, hlm 13). Kemudian Sri Soedewi Maschun Sofwan menjelaskan, bahwa manusia adalah badan pribadi, itu adalah manusia tunggal. Selain dari manusia tunggal dapat juga oleh hukum diberikan kedudukan sebagai badan pribadi kepada wujud lain, disebut badan hukum yaitu kumpulan dari orang-orang bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan yang tersendirikan untuk tujuan tertentu (yayasan). (Sri Soedewi Maschun Sofwan, Hukum Badan Pribadi, Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm 24). Wirjono Prodjodikhoro mengatakan, pengertian suatu badan hukum yaitu badan yang disamping manusia perorangan juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain (Wirjono Prodjodikhoro, 1966, Asas-Asas Hukum Perdata, Cetakan V, Sumur, Bandung, hlm 25). Sedangkan E. Utrecht mengemukakan badan hukum (rechtpersoon) yaitu badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan bahwa badan hukum ialah pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih cepat yang bukan manusia. Badan hukum sebagai gejala kemasyarakat adalah suatu gejala riil, merupakan fakta benar-benar, dalam pergaulan hukum, biarpun tidak berwujud manusia atau benda yang dibuat dari besi, kayu dan sebagainya. Yang menjadi penting bagi pergaulan hukum ialah badan hukum itu mempunyai kekayaan (vermogen) yang sama sekali terpisah dari kekayaan anggotanya, yaitu dalam hal badan hukum itu
2
berupa korporasi. Hak kewajiban badan hukum sama sekali terpisah dari hak kewajiban anggotanya (E. Utrecht, 1983, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Cetakan X, Ichtiar Baru, Jakarta, hlm 63). Dari pendapatpendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa badan hukum sebagai subjek hukum mencakup hal-hal sebagai berikut : a) perkumpulan orang (organisasi), b) dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbeterekking), c) mempunyai harta kekayaan tersendiri, d) mempunyai pengurus, e) mempunyai hak dan kewajiban, dan f) dapat digugat dan menggugat didepan pengadilan. Berdasarkan pasal 1653 KUHPerdata dilihat dari cara pendiriannya badan hukum ada 3 (tiga) macam yaitu a) badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (Pemerintah/Negara), b) badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum dan c) badan hukum yang diperbolehkan atau didirikan dengan suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Dari kriteria yang terdapat dalam pasal 1653 KUHPerdata kemudian dikalangan pakar hukum membedakan badan hukum tersebut menjadi 2 (dua) yaitu a) badan hukum publik, ialah badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (Pemerintah/Negara), dan b) badan hukum perdata, ialah badan hukum yang didirikan oleh perseorangan (bukan kekuasaan umum) yang diakui oleh kekuasaan umum atau diperkenankan didirikan dengan tujuan tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Syarat-syarat untuk menjadi badan hukum harus memenuhi syarat materil yaitu a) mempunyai harta kekayaan yang terpisah dipisahkan dari kekayaan anggotanya, b) mempunyai maksud/tujuan tertentu (komersial atau nirlaba), c) mempunyai hak dan kewajiban sendiri dapat menuntut atau dituntut, d) mempunyai organisasi/organ yang teratur yang tercermin dalam AD dan ART, dan e) didirikan dengan akta otentik (akta Notaris); dan juga memenuhi syarat formal yaitu akta pendirian didaftarkan dan disahkan oleh kekuasaan umum (Pemerintah/Negara). III.
Badan Hukum Nirlaba. Didalam sistem yang berlaku di Indonesia ada 2 (dua) macam badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan yang nirlaba yaitu a) Yayasan, yang diatur dalam UU 16 Tahun 2001 yang diubah dengan UU 28 Tahun 2004 jo. PP Nomor 63 Tahun 2008, dan b) Perkumpulan, yang diatur dalam S.1870-64 (saat ini sedang disusun RUU Perkumpulan). Berdasarkan UU Yayasan, Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan dan kemanusian, yang tidak mempunyai anggota. Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara
3
mendirikan badan usaha dan atau turut serta dalam suatu badan usaha. Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus dan pengawas. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekeayaan pendirinya sebagai kekayaan awal. Pendirian Yayasan dilakukan dengan akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat. Akta pendirian Yayasan memuat anggaran dasar dan keterengan lain yang dianggap perlu, yang sekurangkurangnya memuat : a) nama dan tempat kedudukan, b) maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, c) jangka waktu pendirian, d) jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda, e) cara memperoleh dan penggunaan kekayaan, f) tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggatian anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas, g) hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas, h) tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan, i) ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar, j) penggabungan dan pembubaran Yayasan, k) penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan setelah pembubaran dan l) keterangan lain yang memuat sekurang-kurangnya nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan pendiri, pembina, pengurus dan pengawas. Sedangkan berdasarkan S.1870-64, ditetapkan tiada Perkumpulan orang-orang, diluar yang dibentuk menurut peraturan umum, bertindak selaku badan hukum, kecuali setelah diakui oleh Gubernur Jenderal atau oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur Jenderal. Pengakuan dilakukan dengan menyetujui statuta atau reglemen-reglemen Perkumpulan. Statuta atau reglemen Perkumpulan berisi tujuan, dasardasar, lingkup kerja dan ketentuan-ketentuan lain perkumpulan. Perubahan atau penggantian statuta yang telah disetujui memerlukan persetujuan lebih lanjut. Statuta yang disetujui perubahan atau penggantian diumumkan dalam surat kabar resmi. Didalam RUU Perkumpulan dijelaskan ada beberapa pengertian tentang Perkumpulan antara lain a) Perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang, didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu sesuai dengan yang dicita-citakan oleh para anggotanya (yang bersifat idiil) dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya, atau b) Perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang, didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan yang bersifat nirlaba dalam bidang sosial, keagamaan, dan kemanusian, atau c) Perkumpulan yang berbadan status adalah kumpulan orang yang didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusian, dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya. Kegiatan Perkumpulan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Anggota Badan Pengurus dan Badan Anggota Perkumpulan dilarang merangkap sebagai anggota dari organ pengurus dan atau pengawas badan Usaha. Perkumpulan
4
dilarang membagikan hasil yang diperoleh dari badan usaha yang dimaksud dalam Pasal 5 RUU Perkumpulan kepada anggota perkumpulan serta anggota badan pengurus dan anggota badan pengawas Perkumpulan. Perkumpulan mempunyai organ yang terdiri atas a) Rapat Umum Anggota (RUA) , b) Badan Pengurus, dan c) Badan Pengawas. Perkumpulan dapat didirikan oleh paling sedikit a) 20 (duapuluh) orang perseorangan, atau b) 2 (dua) badan hukum. Pendirian Perkumpulan dilakukan dengan a) akta Notaris (dalam bahasa Indonesia, atau b berdasarkan kesepakatan semua pendiri yang dinyatakan dalam notula rapat yang dibuat dibawah tangan yang kemudian dinyatakan dalam akta Notaris. Perkumpulan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri (Menteri Hukum Dan HAM) mengenai pengesahan badan hukum Perkumpulan. Menteri dalam memberikan pengesahan badan hukum dapat meminta pertimbangan kepada instansi yang terkait, dalam penjelasan yang dimaksud dengan instansi yang terkait antara lain Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Badan Intelejen Negara, dalam hubungannya dengan maksud dan tujuan kegiatan Perkumpulan dan pendiri Perkumpulan. Perkumpulan tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh badan hukum Perkumpulan lain, atau bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Nama Perkumpulan harus didahului dengan kata : a) Perkumpulan, b) Perhimpunan, c) Perserikatan, d) Persatuan, e) Paguyuban, f) Asosiasi, atau Ikatan. Anggaran dasar Perkumpulan memuat sekurang-kurangnya a) nama dan tempat kedudukan perkumpulan, b) maksud dan tujuan, c) kegiatan untuk mewujudkan maksud dan tujuan, d) jangka waktu berdirinya Perkumpulan, e) perolehan dan penggunaan kekayaan, f) ketentuan mengenai keanggotaan, g) hak dan kewajiban anggota, h) tata cara pengangkatan, pemberhentian, penggantian anggota Badan Pengurus dan anggota Badan Pengawas, i) hak dan kewajiban Badan Pengurus dan Badan Pengawas, j) penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUA, k) penggabungan dan peleburan Perkumpulan, dan l) pembubaran dan penggunaan kekayaan hasil likuidasi. IV.
Lembaga Akreditasi Perguruan BerbadanHukum bersifat Nirlaba.
Tinggi
Yang
Bersifat
Mandiri
Sesuai ketentuan yang berlaku pada saat ini di Indonesia ada 2 (dua) badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan yang bersifat nirlaba yaitu a) Yayasan dan b) Perkumpulan, yang masingmasing mempunyai karakteristik tersendiri mengenai organ-organ yang wajib ada dalam struktur organisasinya, dan untuk memperoleh status badan hukum akta pendirian dan anggaran dasarnya dibuat dengan akta Notaris dan wajib dimohonkan pengesahan kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Yayasan dapat didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih, sedangkan Perkumpulan wajib didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Yayasan tidak mempunyai anggota, sedangkan Perkumpulan mempunyai anggota. Pengambil keputusan tertinggi didalam Yayasan
5
adalah pembina, sedangkan didalam Perkumpulan adalah Rapat Umum Anggota atau Rapat Anggota. Didalam UU 20/2003 Pasal 60 ayat 2 ditetapkan bahwa akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh “pemerintah” dan atau “lembaga mandiri yang berwenang” sebagai bentuk akuntabilitas publik. Pasal 87 PP 19/2005 akreditasi oleh pemerintah dilaksanakan oleh a) BAN-S/M, dibantu oleh Badan Akreditasi Propinsi yang dibentuk oleh Gubernur, b) BAN-PT dan BAN-PNF. Pasal 88 PP 19/2005 jo Pasal 13 dan 14 PERMENDIKNAS 28/2005 masyarakat dapat melakukan akreditasi perguruan tinggi dengan membentuk “Lembaga Akreditasi Perguruan Tinggi Yang Bersifat Mandiri”, lembaga mandiri tersebut baru dapat melakukan fungsinya setelah mendapat “pengakuan” dari Menteri (Mendikbud), atau didalam Pasal 13 ayat 2 huruf d PERMENDIKNAS 28/2005 disebutkan memperoleh “izin” Menteri, dan lembaga mandiri tersebut juga wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya berbadan hukum Indonesia yang bersifat nirlaba dan mempunyai tenaga ahli yang berpengalaman dibidang evaluasi pendidikan. Oleh karena itu apabila Lembaga Akreditasi Perguruan Tinggi Yang Bersifat Mandiri yang dibentuk oleh masyarakat mempergunakan bentuk badan hukum : a) Perkumpulan, wajib mematuhi dan memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam S.1870-64 tentang Perkumpulan, atau b) Yayasan, wajib mematuhi dan memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam UU Yayasan (UU 16/2001 dan UU 28/2004). Akan tetapi menyimak dari ketentuan pasal 88 ayat 1 PP 19/2005 lembaga mandiri tersebut wajib “mendapatkan pengakuan” dari Menteri (Mendikbud) sedangkan pasal 13 ayat 2 huruf d PERMENDIKNAS 28/2005 lembaga mandiri tersebut wajib “memperoleh izin” Menteri (Mendikbud). Dari kata “pengakuan” dalam Pasal 18 ayat 1 PP 19/2005 perlu penjelasan lebih lanjut : apakah yang dimaksud dengan kata “pengakuan” tersebut adalah a) pengesahan pendirian dan anggaran dasar lembaga mandiri, atau b) pemberian izin operasional/kegiatan, atau c) pencatatan/register/pembukuan, terhadap lembaga mandiri tersebut, karena didalam PERMENDIKNAS 28/2005 dipergunakan kata “memperoleh izin Menteri”. Menurut WJS. Poerwadarminta, pengakuan adalah hal (perbuatan, pernyataan) mengaku atau mengakui, sedangkan yang dimaksud dengan mendapat pengakuan adalah mendapat pengesahan, dan yang dimaksud dengan ijin/izin adalah perkenaan; pernyataan mengabulkan (tiada melarang dan sebagainya) (WJS Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, hlm 26 dan 390). Apabila Lembaga Akreditasi Perguran Tinggi Yang Bersifat Mandiri yang dibentuk oleh masyarakat yang dimaksud dalam peraturan perundangundangan yang berlaku saat ini “akan” mempunyai struktur organ dalam lembaga tersebut berbeda dengan struktur organ yang terdapat dalam
6
Perkumpulan atau Yayasan, maka apabila pengertian kata “pengakuan” dari Menteri adalah pengesahan pendirian dan anggaran dasar lembaga mandiri, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan “berwenang” memberikan “Surat Keputusan pengesahan atas pendirian dan anggaran dasar Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi” yang merupakan Perkumpulan yang bersifat keperdataan khusus dibidang pendidikan. Oleh karena itu penulis menyarankan agar “lembaga akreditasi mandiri” yang dimaksud dalam PP 19/2005 dibuat dalam bentuk “badan hukum perdata yang bersifat khusus“ yang proses pemberian status “badan hukum” diterbitkan “surat keputusan pengesahan pendirian dan pemberian status badan hukumnya” diberikan oleh Mendikbud, karena dalam praktek keseharian pengelolaan dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya dibidang akreditasi memerlukan “sistem dan bentuk yang lebih khusus” bila dibandingkan dengan badan hukum lain yang sudah ada pada saat ini. Kewenangan Mendikbud untuk menentukan bentuk badan terhadap lembaga akreditasi mandiri tersebut dapat dipergunakan ketentuan UU 20/2003 pasal 35 ayat 4, pasal 36 ayat 4, pasal 37 ayat 3, pasal 42 ayat 3, pasal 43 ayat 3, pasal 54, pasal 59 ayat 3, pasal 60 ayat 4, pasal 61 ayat 4 dan pasal 66 ayat 3 jo PP 19/2005 pasal 2, pasal 86 ayat 2 dan pasal 88. Lembaga mandiri yang didirikan masyarakat dalam peraturan tersebut diatas yang dipersyaratkan dalam bentuk “badan hukum” hanyalah “lembaga akreditasi mandiri” sebagaimana diatur dalam pasal 88 ayat 2 PP 19/2005. Oleh karena itu khusus untuk lembaga akreditasi mandiri tersebut perlu ditetapkan persyaratan materil dan persyaratan formil tentang lembaga akreditasi mandiri yang berbadan hukum yang bersifat nirlaba dalam sebuah Peraturan Menteri sebagaimana diamanatkan dalam pasal 88 ayat 3 PP 19/2005. Sedangkan terhadap lembaga mandiri lainnya yang dimungkinkan didirikan oleh masyarakat berdasarkan UU 20/2003 jo PP 19/2005 tidak diwajibkan dalam bentuk badan hukum dan karenanya untuk lembaga mandiri diluar lembaga akreditasi mandiri apabila akan didirikan wajib mengikuti dan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan umum yang berlaku di Indonesia dengan karakteristik bentuk, jenis dan struktur organisasi pada badan-badan hukum atau badan-badan usaha atau organisasi masyarakat secara umum sesuai ketentuan yang berlaku saat ini. Mendikbud selaku pemerintah mewakili negara menurut pandangan penulis dapat dan mempunyai kewenangan untuk memberikan status badan hukum terhadap suatu badan atau lembaga yang didirikan oleh masyarakat apabila peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendidikan dan kebudayaan yang menjadi tugas dan kewajiban Mendikbud selaku pemerintah mewakili negara memberikan kewenangan tersebut kepada Mendikbud selaku pemerintah mewakili negara. Oleh karena itu khusus untuk “lembaga akreditasi mandiri” yang diamanatkan pasal 88 PP 19/2005 Mendikbud mempunyai kewenangan untuk menentukan bentuk, jenis dan struktur organisasi serta ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pengakuan/-
7
pengesahan suatu badan atau lembaga yang mempunyai kegiatan melakukan akreditasi pendidikan dalam sistem pendidikan nasional yang diatur dalam UU 20/2003 serta memberikan status badan hukum terhadap badan atau lembaga yang didirikan masyarakat yang mempunyai kegiatan melakukan akreditasi pendidikan dengan memperhatikan asas-asas hukum dan ilmu hukum bagi suatu badan hukum yaitu wajib memenuhi syarat materil dan syarat formil. Apabila Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi (LAM-PT) berbadan hukum wajib memenuhi kriteria materil dan formil untuk menjadi suatu badan hukum antara lain : 1.
Syarat materil : a. Kumpulan dari 2 (dua) atau lebih orang perseorangan atau badan hukum; b. Mempunyai maksud, tujuan dan kegiatan tertentu; c. Dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubunganhubungan hukum; d. Mempunyai harta kekayaan tersendiri; e. Mempunyai struktur organ yang teratur dalam organisasinya yang tercermin dalam AD dan ART; f. Mempunyai hak dan kewajiban; g. Dapat digugat atau menggugat didepan pengadilan;
2.
Syarat formil : a. Anggaran Dasar LAM-PT dibuat dalam bentuk yang ditetapkan oleh Menteri/peraturan perundang-undangan; b. Pendirian dan Anggaran Dasar LAM-PT dibuat dengan akta otentik (akta Notaris); c. Mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian dan anggaran dasar LAM-PT kepada Menteri; d. Menteri melakuan pengakuan/pengesahan terhadap akta pendirian dan anggaran dasar LAM-PT dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian dan Anggaran Dasar LAM-PT atau pengesahan perubahan anggaran LAM-PT (termasuk menerbitkan Surat Keputusan Pengesahan apabila terjadi penggabungan, peleburan, pembubaran LAM-PT); e. akta pendirian, anggaran dasar dan Surat Keputusan Menteri tentang Pengesahan Pendirian dan Anggaran Dasar LAM-PT wajib diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI).
Dan bentuk dan isi Anggaran Dasar LAM-PT sebagai suatu badan hukum harus ditentukan persyaratannya, sebagaimana seperti yang dilakukan pada setiap badan hukum di Indonesia, oleh karena itu penulis menyarankan dibuat standar baku bentuk dan isi anggaran dasar LAMPT yang sekurang-kurangnya memuat : a. nama dan tempat kedudukan, b. maksud dan tujuan,
8
c. d. e. f. g. j. k. l. m. n.
kegiatan untuk mewujudkan maksud dan tujuan, jangka waktu berdirinya, modal, perolehan dan penggunaan kekayaan, ketentuan mengenai organ-organ dalam struktur organisasi, tata cara pengangkatan, pemberhentian, penggantian anggota organ-organ yang ada dalam struktur organisasi, kewenangan, hak dan kewajiban organ-organ yang ada dalam struktur organisasi, penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan rapat-rapat organ-organ yang ada dalam struktur organisasi, penggabungan dan peleburan, pembubaran dan penggunaan kekayaan hasil likuidasi, keterangan-keterangan lain yang diperlukan (antara lain : nama , tempat tanggal lahir, pekerjaan, warga negara, tempat tinggal, dokumen identitas, pendiri.dan anggota organ-organ dalam struktur organisasi).
Sedangkan anggaran rumah tangga LAM-PT merupakan penjabaran lebih lanjut secara detail dan terperinci terhadap ketentuan yang diatur dalam anggaran dasar LAM-PT. Terhadap anggaran rumah tangga perlu pula ditetapkan pengaturannya oleh Menteri. V.
Penutup Demikian pandagan dan pendapat penulis terhadap lembaga akreditasi mandiri yang bersifat nirlaba yang didirikan oleh masyarakat yang diamanatkan dalam pasal 86 ayat 2 jo pasal 88 PP 19/2005 semoga dapat menjadi salah satu acuan dan masukan bagi pendirian lembaga akreditasi madiri perguruan tinggi.
Jakarta, 21 Juni 2012 Cdr. M.J. Widijatmoko, SH
9