Pembangunan Open Knowledge dalam Bidang Kebudayaan yang terbuka dan partisipatif Budi Susanto1
[email protected] Abstraksi Gerakan untuk membangun sebuah open knowledge tentang kekayaan karya dan budaya berbasis teknologi informasi di tengah masyarakat Indonesia, menjadi sebuah program kerja yang dapat menjadi tumpuan dalam peningkatan Index Pertumbuhan Manusia Indonesia. Indonesia memiliki kekayaan budaya, adat istiadat, karya kreatif, local wisdom yang tidak hanya perlu diketahui oleh masyarakat daerahnya masing-‐masing, namun juga harus diketahui secara nasional, bahkan dunia. Pembangunan suatu open knowledge membutuhkan standarisasi yang bersifat terbuka serta juga diperlukan partisipasi dari masyarakat. Pentingnya sebuah open knowledge bidang kebudayaan akan dapat menumbuhkan karya-‐karya kreatif dan inovatif untuk memajukan bangsa Indonesia. Kata Kunci: open knowledge, budaya, karya kreatif, semantic web.
Pendahuluan Setiap pemerintah tingkat propinsi telah memiliki Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) yang bertanggung jawab untuk melakukan, salah satunya, deposit karya-‐karya di masing-‐masing propinsi. Karya dari putra-‐putri daerah ataupun juga tentang propinsi itu sendiri, baik hasil budaya maupun karya lain yang dilahirkan di propinsi tersebut. Semua tentang suatu propinsi yang ada di Indonesia, misalnya Yogyakarta, adalah pengetahuan/kearifan lokal yang terpelihara oleh masyarakat di propinsi tersebut yang patut untuk dikenal dan disebarluaskan, kepada masyarakat lokal daerah, nasional, dan bahkan dunia. Penggalangan karya-‐karya tersebut harus menjadi perhatian bersama oleh pemerintah daerah dan pusat, mengingat bangsa Indonesia memiliki begitu banyak kekayaan budaya, bangunan herritage, local wisdom, ide-‐ide kreatif yang terus berkembang di masyarakat. Program penggalangan karya-‐karya tersebut menjadi suatu kewajiban berdasar amanat Undang-‐undang nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah-‐Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Kesadaran untuk penggalangan karya-‐karya sudah mulai dikerjakan setidaknya oleh Perpustakaan Nasional dengan program Digital Batavia Online2 1 Program Studi Teknik Informatika FTI UKDW Yogyakarta
dan Jogjasiana oleh BPAD Yogyakarta. Digital Batavia memberikan begitu banyak jenis format dokumen, baik dokumen, foto, video, peta terkait dengan sejarah Batavia. Program Jogjasiana3 adalah program yang menyajikan koleksi tentang Yogyakarta dalam berbagai bentuk dan format seperti misalnya buku, karya sastra, resep masakan, hasil kerajinan, tokoh, laporan potensi daerah, bangunan peninggalan sejarah, lagu daerah, lagu kontemporer, tari dan lukisan. Gerakan untuk penggalangan naskah digital juga dilakukan oleh masyarakat, melalui LSM-‐LSM atau perguruan tinggi, yang juga menawarkan layanan informasi tentang budaya di Indonesia, contohnya adalah Perpustakaan Digital Budaya Indonesia 4 . Jika Digital Batavia Online dan Jogjasiana dikembangkan dalam suatu ranah yang terbatas, layanan Perpustakaan Digital Budaya Indonesia dikembangkan dengan melibatkan partisipasi masyarakat dengan cara menyediakan layanan sumbangan naskah tulisan ke sistem mereka. Konsep terbuka dan partisipatif dari dan untuk masyarakat seharusnya sudah menjadi suatu gerakan yang mendasari dalam penggalangan karya-‐karya di setiap propinsi.
Motivasi
Gerakan yang mendorong adanya keterbukaan dan partisipasi dari dan untuk masyarakat terhadap koleksi karya di setiap daerah, menuntut adanya kebebasan dalam mendapatkan akses data untuk dapat digunakan berbagai tujuan yang lebih baik, baik distribusi ataupun penggunaan. Dari kebutuhan tersebut berkembang ide tentang keterbukaan data atau yang sering disebut sebagai Open Data. Dengan adanya Open Data, maka dimungkinkan juga pembangunan open knowledge, di mana gerakan penggalangan content dan data berbasis partisipasi masyarakat dapat diakomodasi. Berdasar panduan dari Open Knowledge Foundation (2012) dan W3C (Bennett & Harvey, 2009), setiap komunitas masyarakat dan pemerintah dapat membangun suatu sistem untuk menggalang data dan content dari siapapun, bahkan sampai ke pemerintahan dan masyarakat desa. Dengan keterbukaan data dan content akan menumbuhkan pula berbagai inovasi, peningkatan produk dan layanan, transparansi dan kontrol demokrasi, dan sebagainya. Pada akhirnya dengan open knowledge diharapkan dapat meningkatkan Index Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia.
Tantangan
Pemerintah Indonesia melalui situs Data Indonesia dalam satu portal5, telah mencoba untuk menunjukkan peranannya dalam mewujudkan pemerintahan terbuka kepada masyarakat. Dengan portal Data Indonesia tersebut masyarakat dapat berbagi dan menggunakan berbagai dataset yang tersedia dalam bidang Ekonomi dan Keuangan, Pendidikan, Kependudukan dan 2 http://bataviadigital.pnri.go.id/home/ 3 Prototype Jogjasiana dapat dikunjungi di http://jogjasiana.net 4 http://budaya-‐indonesia.org 5 http://data.id/
Ketenagakerjaan, Energi dan Sumber Daya Alam, Kesehatan, serta Pengadaan. Dari dataset yang tersedia sampai saat ini, data tentang karya dan budaya dari setiap daerah masih belum tersedia. Karena bersifat terbuka dan partisipatif, dari sekumpulan dataset yang tersedia tersebut, juga perlu untuk diperhatikan perihal kualitas data itu sendiri. Garvin (2012) mengatakan bahwa kualitas data perlu untuk diperhatikan, terutama terhadap sumber data baru yang dipublikasikan. Peran dari analisis data menjadi perlu dilibatkan dalam rangka menjamin bahwa data yang tersedia memenuhi kaidah-‐kaidah kualias suatu data. Menyajikan objek yang beragam dalam format digital memberi tantangan sendiri karena mesin perlu dibantu untuk dapat membantu pengguna untuk mendapatkan apa yang dicari dan apa yang perlu disajikan. Objek budaya yang didigitalkan perlu untuk dilengkapi dengan deskripsi yang sesuai dengan standar yang diakui internasional. Standar ini akan memudahkan mesin mengenali dan selain itu memungkinkan penyebaran lebih luas karena pihak lain dapat membantu penyebaran karena standar yang digunakan dikenali. Hal lain yang perlu untuk juga diperhatikan dalam penggalangan data ataupun content karya yang tersebar di setiap daerah adalah masalah metadata yang mendeskripsikan setiap karya. Tidak adanya metadata dapat mengakibatkan hilangnya kesatuan informasi yang melekat pada suatu karya yang disimpan. Penggunaan metadata untuk data karya kreatif juga sebaiknya memperhatikan standarisasi yang sudah dikembangkan, antara lain Dublin Core Metadata Term 6 , CDWA (Categories for the Description of Works or Art), SPECTRUM, MARC-‐XML. Ketika partisipasi dari komunitas atau pemerintah daerah dalam penyediaan layanan data karya kreatif dilakukan secara partisipatif, maka kondisi yang dapat terjadi adalah penggunaan metadata menjadi sangat beragam. Keragaman ini dapat diselesaikan dengan menerapkan mekanisme harvesting dari berbagai layanan data karya untuk kemudian di simpan dalam satu tempat. Dalam hal ini, perlu untuk dipastikan bahwa secara arti setiap atribut merujuk pada item yang sama agar tidak terjadi inkonsistensi data.
Solusi dan Kerangka Kerja Melihat betapa pentingnya ketersediaan data karya kreatif dari bangsa Indonesia, maka perlu untuk dibangun suatu kerangka kerja (framework) yang diharapkan dapat menjadi suatu standar nasional dalam pembangunan open knowledge khususnya untuk data-‐data tentang karya kreatif, adat budaya, local wisdom yang ada di masyarakat. Mencontoh dari apa yang sudah dilakukan oleh Eropa dengan proyek Europeana7; Amerika dengan proyek Digital Public Library of America8; India, Bangladesh, Nepal, Pakistan, Bhutan, Sri Lanka, Maldives 6 http://dublincore.org/documents/dces/ 7 http://www.europeana.eu/ 8 http://dp.la/
(Mala Dewa), Afghanistan dengan proyek South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) Cultural Portal9, maka sudah seharusnya Indonesia yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa juga memulai proyek serupa. Oleh karena kerangka kerja yang perlu dibangun harus dapat menyediakan sebuah sistem yang sustainable, maintainable, dan accessible baik oleh mesin ataupun manusia, maka penggunaan standarisasi yang bersifat terbuka juga sangat perlu diterapkan. Arsitektur Semantic Web dan Linked Open Data (LOD) dapat menjadi basis yang mapan untuk memberikan suatu standar kerangka kerja penggalangan data-‐data karya daerah. Peranan penting arsitektur Semantic Web dalam pengembangan repositori dari penggalangan karya daerah adalah untuk dapat mendefinisikan keterkaitan karya satu dengan yang lain untuk dapat memperlihatkan informasi yang lebih kaya. Keterkaitan antar sumber informasi berbasis Semantic Web, tetap membutuhkan adanya metadata yang mempermudah sistem ataupun manusia untuk melakukan eksplorasi terhadap data. Mitchell (2013, pp. 5-‐10,2) menegaskan adanya framework yang dapat dijadikan blok pembangunnya, yaitu data model, content rules, metadata schema, data serialization, dan data exchange. Selain berbasis pada Semantic Web, kerangka kerja pengembangan juga dapat didasarkan pada sistem Wiki. Wiki adalah suatu aplikasi Web2.0 bersifat partisipatif. Pendekatan kolaborasi dalam pembangunan koleksi digital warisan budaya juga pernah dilakukan dengan pendekatan penggunaan sistem Wiki (Opari & Biba, 2013). Dengan penerapan sistem wiki memungkinkan siapa saja yang berkompeten dalam ilmu warisan budaya untuk terlibat dan bekerja sama dalam membangun koleksi digital warisan budaya. Gerakan pengembangan content yang bersifat terbuka tersebut pada awalnya diragukan banyak pihak. Namun keraguan tersebut ternyata tidak terjadi, justru yang terjadi adalah sebaliknya, banyak pihak yang merasakan manfaat dan kekuatan dari gerakan gotong royong tersebut (Lih, 2009). Pemanfaatan Wiki ini dapat melibatkan berbagai komunitas, bahkan sampai ke level desa dengan menerapkan suatu koordinasi yang tetap menekankan otorisasi content agar tetap valid dan konsisten (Susanto, 2013). Hal lain yang juga perlu untuk terus dikejar adalah peningkatan penetrasi akses Internet di seluruh pelosok Indonesia. Selain penetrasi, ketersediaan lebar bandwidth juga perlu untuk ditingkatkan sebagai sebuah infrastruktur wajib dalam membangun keterbukaan informasi dan partisipasi masyarakat dalam pengayaan content tentang Indonesia. Agar bentuk partisipasi masyarakat terhadap content tetap dapat bertanggung jawab, maka dapat diterapkan model organisasi partisipatoris yang melibatkatkan komunitas-‐komunitas dan relawan, misalnya Relawan TIK, untuk dapat saling berkoordinasi dan bekerja sama. Dalam hal ini, peran dari departemen terkait juga tetap dibutuhkan sebagai fasilitator dan sekaligus juga pembentuk dan atau pengesah kebijakan publik.
9 http://www.saarcculture.org/portal/
Penutup Dengan pertimbangan pentingnya ketersediaan data yang terbuka tentang kekayaan karya dan budaya Indonesia, dipercaya dapat menumbuhkan karya-‐karya inovatif dari putra putri bangsa dan secara tidak langsung dapat meningkatkan Index Pertumbuhan Manusia Indonesia. Perananan teknologi informasi, baik perangkat keras dan perangkat lunaknya, menjadi sebuah alat yang mampu menggerakkan masyarakat melalui komunitas-‐komunitasnya untuk turut serta dalam pembangunan sebuah pusat data yang berisi tentang kekayaan karya dan budaya Indonesia di kemudian hari.
Daftar Pustaka Bennett, D., & Harvey, A. (2009, September 8). Publishing Open Government Data. Retrieved October 26, 2014, from World Wide Web Consortium: http://www.w3.org/TR/gov-‐data/ Garvin, P. (2012, November). The Era of Open Government Data. Retrieved October 26, 2014, from Information Today: http://www.infotoday.com/IT/nov12/Garvin-‐-‐ The-‐Era-‐of-‐Open-‐Government-‐Data.shtml Lih, A. (2009). Kisah Sukses Wikipedia: Ensiklopedia gratis terbesar dan terpopuler di dunia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Mitchell, E. (2013). Metadata Developments in Libraries and Other Cultural Heritage Institutions. Library Technology Reports , 49 (5), 5-‐10,2. Opari, E., & Biba, M. (2013). A wiki system for culture heritage data management with semantic content. International Journal Arts and Science , 6 (1), 385-‐400. Open Knowledge Foundation. (2012, November 14). Open Data Handbook Documentation, Release 1.0.0. Retrieved October 26, 2014, from Open Knowledge: http://opendatahandbook.org/pdf/OpenDataHandbook.pdf Susanto, B. (2013, November 18). Membangun Gerakan Pengembangan Content berbasis Wiki. Focus Group Discussion BPAD Yogyakarta Bidang Teknologi Informasi dengan tema “Pembangunan Rancang Bangun Perpustakaan di Yogyakarta sebagai Pusat Seni dan Budaya Yogyakarta" .