79
PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik kereta (bendi) dan terdapat beberapa hasil persilangan dengan bangsa kuda Thoroughbred yang dijadikan kuda pacuan. Populasinya tersebar di beberapa wilayah di Sulawesi Utara dimana beberapa daerah seperti kota Manado, kabupaten Minahasa, kabupaten Minahasa Selatan dan kota Tomohon dapat dijumpai ternak kuda dengan berbagai jenis penggunaannya. Jumlah populasi kuda sekarang ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik keluaran tahun 2010 untuk Sulawesi Utara terdapat ± 8000 ekor. Walaupun jumlah ini hanya sekitar dua persen dari populasi kuda di Indonesia akan tetapi dengan luas wilayah yang tergolong tidak terlalu luas, maka ternak kuda di Sulawesi Utara memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, mengingat wilayah ini memiliki keragaman jenis kuda dan beragam pemanfaatan, misalnya sebagai alat transportasi, tenaga kerja, olahraga dan penghasil daging serta kulit. Pengembangan ternak kuda di Sulawesi Utara saat ini masih dihadapkan pada berbagai kendala berupa masih minimnya informasi yang berhubungan dengan karakteristik genetik yang berguna sebagai dasar peningkatan mutu genetik dan informasi lainnya yang berhubungan dengan potensi kuda baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Informasiinformasi ini akan sangat penting untuk menentukan arah pengembangan sumberdaya genetik kuda di Sulawesi Utara yang diharapkan menjadi bagian penting dari peningkatan mutu kuda Indonesia. Karakterisasi terhadap ukuran-ukuran tubuh, bobot badan, warna dan pola warna bulu dan keragaman fenotip dan genotip merupakan dasar informasi yang diperlukan untuk peningkatan kualitas populasi kuda lokal melalui program seleksi dan persilangan untuk mendapatkan kuda yang lebih baik. Selain itu juga dapat menjadi informasi dasar untuk tujuan konservasi sumberdaya genetik ternak kuda di Indonesia seperti menghitung keragaman fenotipik dan jarak genetik yang bermanfaat dalam menentukkan daerah-daerah yang tepat sebagai pusat konservasi kuda. Secara deskriptif hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa kuda lokal di Sulawesi Utara memiliki rataan ukuran tinggi badan/ tinggi pundak dan bobot badan dalam kategori atau tipe kuda ringan yang masih mendekati ukuran tubuh bangsa kuda Poni atau sedikit lebih kecil dari kuda Sandel. Ukuran tubuh kuda lokal Sulawesi Utara ini menurut Nozawa et al. (1981)
80
merupakan ukuran asli kuda di Asia Tenggara dan bangsa kuda kecil Jepang. Ukuran kuda di Sulawesi Utara kemungkinan besar merupakan percampuran gen dari bangsa kuda yang ada di wilayah Sabah-Serawak yang masuk lewat jalur laut bagian Utara pulau Kalimantan dengan bangsa kuda Flores yang masuk melalui daerah Sulawesi Selatan dengan mengikuti jalur darat pulau Sulawesi. Berdasarkan analisis diskriminan kuda lokal di Sulawesi Utara dapat dicirikan lewat ukuran lembar pinggul sebagai karakter pembeda populasi, sedangkan dari hasil analisis komponen utama, ukuran tubuh yang baik untuk dipakai sebagai dasar seleksi adalah ukuran tinggi pinggul dan lingkar dada yang memiliki keragaman relatif tinggi (68-70%). Menurut Salako (2006) ukuran ini sangat bermanfaat untuk dijadikan parameter seleksi pada kuda dewasa atau yang telah berproduksi. Karakter warna bulu pada populasi kuda lokal di Sulawesi Utara lebih didominasi oleh warna bay 65 persen dan warna chesnut dengan frekuensi fenotipik sebesar 18 persen. Sebaran warna bulu lainnya hanya kurang dari 10 persen, sehingga warna bay yang ditandai dengan warna merah keemasan terang sampai coklat tua gelap atau dikenal dengan warna merah hati menjadi penciri khas warna kuda Sulawesi Utara. Surai, ekor dan pergelangan kaki berwarna lebih cerah atau lebih gelap akan tetapi bukan berwarna hitam. Keragaman genotip dari lokus warna bulu A-a,B-b dan D-d bersifat polimorfik sedangkan genotip R-r dan S-s umumnya bersifat monomorfik dimana terdapat perbedaan dengan yang dilaporkan oleh Nozawa (1981) yang menyatakan polimorfisme warna kuda Sabah-Serawak dan kuda kecil Jepang ditemukan pada lokus A-a,B-b, D-d , R-r dan S-s. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh masuknya pengaruh gen dari kuda Thoroughbred dalam populasi kuda lokal Sulawesi Utara. Secara genetik berdasarkan analisis elektroforesis protein darah ternyata terdapat variasi polimorfisme protein darah pada lokus albumin, post-albumin, transferin dan hemoglobin alfa, sedangkan lokus post-transferin 1 dan 2 bersifat monomorfik. Keragaman alel dari lokus-lokus yang polimorfis tinggi menunjukkan bahwa pada populasi kuda lokal di Sulawesi Utara gen-gen diduga merupakan campuran gen kuda lokal dengan bangsa kuda lainnya. Hal ini dikuatkan dengan adanya alel spesifik C dengan genotipe AC pada lokus Albumin dengan frekuensi yang kecil dan perlu ditelusuri sumber keragamannya. Berdasarkan analisis jarak genetik pada parameter ukuran tubuh dan indeks morfologi, sub-populasi kuda di kabupaten Minahasa dan kabupaten Minahasa Selatan memiliki jarak
81
genetik paling dekat disusul sub-populasi kuda di kota Manado, sedangkan jarak terjauh terdapat pada kelompok kuda di kota Tomohon. Pola jarak ini memiliki kesamaan dengan jarak genetik yang diperoleh berdasarkan analisis elektroforesis protein darah. Pola hubungan jarak genetik dengan lokus-lokus warna bulu menunjukkan gambaran pola yang mirip dimana hanya terdapat sedikit perbedaan runutan kedekatan jarak antar tiga sub populasi yaitu Manado dan Minahasa Selatan terhadap sub-populasi di Minahasa. Walaupun subpopulasi di kota Tomohon memiliki perbedaan genetik yang jauh dibandingkan ketiga subpopulasi daerah lainnya, akan tetapi karena daerah ini masih berjarak sangat berdekatan maka diduga masih terdapat sedikit pencampuran dengan gen-gen kuda dari tiga daerah lainnya. Berdasarkan gambaran dendogram jarak genetik yang dianalisis berdasarkan tiga penanda yang berbeda, kuda di empat wilayah di Sulawesi Utara diduga berasal dari dua populasi atau kelompok besar gen yang berbeda. Perbedaan jarak genetik tersebut memberikan arti penting untuk pemanfaatan kuda lokal di Sulawesi Utara karena telah memberikan sedikit gambaran kemungkinan pola penyebaran populasi yang kemungkinan berasal dari wilayah kabupaten Minahasa yang kemudian berkembang menyebar ke tiga daerah lainnya. Selain populasi kuda di Minahasa Selatan yang kemungkinan masih keturunan langsung dari kuda Minahasa, tergambar bahwa populasi di Manado dan di Tomohon telah dipengaruhi oleh pencampuran gen dengan kelompok kuda diluar daerah Sulawesi Utara. Hal ini dikuatkan oleh Rodriquez et al. (1992) yang menyatakan bahwa jarak genetik adalah salah satu petunjuk awal dari struktur populasi dan diferensiasi suatu kelompok. Potensi populasi kuda pacu di Sulawesi Utara juga sangat penting untuk dikembangkan mengingat daerah ini memiliki kearifan lokal (indigenous knowledge) yang tidak dimiliki daerah lain berupa peternakan kuda pacu yang berbasis masyarakat yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Mengingat kuda pacu memiliki nilai jual yang tinggi, maka peningkatan kualitas ternak kuda pacu pada peternakan rakyat perlu untuk dikembangkan berupa usaha meningkatkan keunggulan bibit kuda pacu khususnya dalam hal kecepatan lari dan daya tahan berlari (kemampuan mempertahankan kecepatan). Upaya pemuliaan dalam meningkatkan potensi berlari kuda perlu ditingkatkan melalui metode seleksi yang tepat dan terarah sehingga karakteristik sifat kecepatan yang dimiliki kuda pacu dapat dipertahankan atau lebih ditingkatkan. Parameter genetik yang penting untuk
82
program seleksi performa pacu kuda adalah pendugaan nilai repitabilitas kecepatan dan ketahanan berlari. Pendugaan nilai repitabilitas untuk sifat kecepatan dan untuk sifat ketahanan berlari yang dilakukan dengan menggunakan data performa fenotipik perlombaan adalah berupa catatan waktu lari dari kuda pacuan selama 11 tahun (1998 s/d 2009) dari perlombaan yang diselenggarakan oleh organisasi berkuda Indonesia atau disingkat PORDASI. Berdasarkan hasil analisis keragaman untuk sifat kecepatan lari menunjukkan bahwa, rataan kecepatan kuda pacu adalah: ± 4-5 meter per detik dan cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan umur dimana rataan kecepatan tertinggi ditemukan pada kuda kelompok umur empat tahun. Keragaman fenotip sifat kecepatan masih tergolong rendah sampai sedang (0.4 s/d 0.5). Hal ini diduga disebabkan oleh adanya seleksi dan tingginya intensitas silang dalam. Data penelitian dari kuda yang dilombakan umumnya berasal dari kuda hasil tahapan persilangan generasi ke-4 dan ke-5, sehingga kemungkinan besar telah terjadi peningkatan koefisien silang dalam akibat penggunaan penjantan yang sedikit (5-10 ekor). Nilai keragaman yang rendah dapat menggambarkan bahwa kecepatan kuda semakin sama sehingga dapat dipakai sebagai dasar informasi kecepatan kuda pacu di Indonesia. Penyebab lainnya diduga akibat data catatan hasil lomba pacuan kuda berasal dari catatan-catatan kuda yang mencapai finis dalam kelompok lima besar, sehingga keragaman nilai kecepatan lari merupakan nilai rataan kecepatan kuda yang telah terseleksi lewat perlombaan. Catatan kuda yang larinya lebih lambat sudah tereliminasi dan tidak dimasukkan dalam perhitungan sehingga data kecepatan lari kuda yang diperoleh merupakan data batas atas rataan kecepatan kuda atau dengan kata lain merupakan nilai rataan kecepatan kelompok kuda pacu yang terseleksi. Repitabilitas sifat kecepatan lari kuda pacu pada berbagai tingkatan umur dikategorikan sebagai repitabilitas sedang sampai tinggi, dimana nilai pendugaan repitabilitas kecepatan lari tertinggi (0.74) ditemukan pada umur empat tahun sebagai ekspresi potensi genetik kuda pacu berkecepatan tinggi. Berdasarkan nilai pendugaan repitabilitas yang diperoleh, maka dapat dipastikan dengan sistim pemuliaan dan perkawinan yang tepat dan terawasi maka kuda-kuda yang unggul dalam kecepatan lari dapat dijadikan pejantan untuk mewariskan potensi keunggulannya. Kemampuan dalam mempertahankan kecepatan lari kuda pacu lebih dipengaruhi oleh pengaruh genetik dimana terdapat kelompok kuda yang mengalami peningkatan kecepatan yang baik sebagai kuda pacuan jarak jauh dan kelompok kuda yang mengalami penurunan
83
kecepatan lari yang lebih tepat dijadikan kuda pacu untuk lari jarak dekat atau sprint. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap kemampuan kuda pacu dalam mempertahankan kecepatan berlari diperoleh data kemampuan kecepatan yang meningkat sebesar 0.0012 sampai dengan 0.0025 detik. Kemampuan yang baik dalam mempertahankan dan meningkatkan kecepatan dapat dijadikan dasar menyeleksi pejantan yang unggul untuk mendapatkan kuda pacu unggul yang dilombakan pada jarak yang jauh, sedangkan untuk kelompok kuda yang mengalami penurunan kecepatan atau tidak dapat mempertahankan kecepatan lari pada jarak jauh lebih diarahkan untuk menjadi kuda pacu jarak pendek dan menengah. Dari penelitian ini diperoleh rataan penurunan kecepatan pada kuda pacu sebesar 0.0013 sampai dengan 0.0022 detik. Kuda tipe ini sangat baik untuk dijadikan kuda pacu untuk jarak pendek sampai sedang. Repitabilitas sifat mempertahankan kecepatan lari kuda pacu pada berbagai jarak lintasan dalam penelitian ini dikategorikan sebagai nilai repitabilitas sedang sampai tinggi dimana nilai pendugaan repitabilitas yang tinggi (> 0.4) didapati pada kelompok kuda yang mengalami penurunan kecepatan, sedangkan sifat peningkatan kecepatan termasuk dalam kategori sedang (0.2 s/d 0.4). Walaupun masih diperlukan banyak kajian dan nilai pembanding lainnya untuk mendapatkan hasil yang optimum, nilai pendugaan repitabilitas ini dapat digunakan sebagai informasi awal untuk penelitian selanjutnya dan sebagai acuan umum untuk melakukan seleksi pada kuda yang memenuhi syarat dalam penelitian ini. Potensi masyarakat pemelihara kuda secara umum dapat tergambar melalui kondisi sosio-ekonomi para peternak dimana berdasarkan informasi yang terkumpul menunjukkan, bahwa pemelihara dan pengguna kuda di Sulawesi Utara masih didominasi oleh para petani/peternak dengan tingkat pendidikan formal pernah mengecap pendidikan sampai sekolah tingkat lanjutan atas, sehingga jelas terlihat sejauh mana kemampuan beternak dan tingkat kesejahteraan keluarga yang dapat dicapai. Hasil analisis terhadap tingkat pengetahuan peternak di bidang pemuliaan, pakan, managemen dan kelembagaan ternyata masih dalam kategori rendah sampai sedang, sehingga usaha peningkatan pengetahuan masih perlu untuk dilakukan. Berdasarkan tingkatan pendidikan, diduga peternak kuda memiliki potensi kemampuan (motivasi dan partisipasi) yang tinggi dalam menerapkan pengetahuan dan teknologi peternakan dan dengan melihat lama beternak yang hampir merata pada setiap tingkatan, maka dapat dipastikan masyarakat pemelihara kuda akan lebih mudah menerima masukan dan pengetahuan dalam usaha meningkatkan kualitas ternak kuda yang dimilikinya. Peran dan usaha yang keras dari pemerintah melalui para penyuluh peternakan dalam
84
memberikan masukan pengetahuan yang baik tentang cara meningkatkan jumlah dan mutu ternak kuda yang ada perlu ditingkatkan. Permasalahan utama terletak pada ketidakmampuan para peternak dalam meningkatkan jumlah ternak kuda peliharaannya dimana dengan hanya memiliki satu sampai dua ekor kuda, maka dapat dipastikan tidak dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat peternak kuda. Peran lembaga koperasi dan lembaga keuangan lainnya sangatlah diperlukan. Diperlukan terobosan dalam bidang pemuliaan ternak agar para peternak dapat mampu meningkatkan usaha pemeliharaan kuda baik dari segi jumlah kepemilikan maupun kualitas ternak kuda. Beberapa kemampuan beternak yang tinggi telah diperlihatkan oleh para peternak kuda pacu di Minahasa disebabkan usaha peternakan kuda memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dan apabila dapat dikelola dengan tepat akan menghasilkan keuntungan yang besar bagi peternaknya. Walaupun demikian, pengalaman beternak yang telah ada pada kelompok peternak di Minahasa masih tetap memerlukan masukan pengetahuan dan teknologi pemuliaan yang tidak hanya berasal dari para penyuluh lapangan, akan tetapi dari para pakar yang berasal dari kalangan akademisi atau lembaga penelitian. Kelompok peternak ini dapat juga diikutsertakan dalam suatu program percontohan pengembangan ternak kuda yang nantinya dapat dijadikan faktor penggerak bagi peternak kuda lokal yang ada di wilayah sekitarnya. Dukungan pemerintah daerah sangat dibutuhkan dalam hal menyediakan infrastruktur dan faktor penunjang lainnya seperti sarana dan prasarana jalan, pasar ternak, rumah sakit hewan, pusat pembibitan, lembaga atau balai penelitian khusus ternak kuda, peraturan pemerintah yang mendukung industri perkudaan dan sarana pemasaran serta arena perlombaan yang menunjang kegiatan pariwisata. Peran lembaga akademik sangat penting untuk menciptakan sumberdaya manusia yang dapat berperan dalam industri kuda serta hasil kajian yang bermanfaat bagi pengembangan kuda di Sulawesi Utara. Arah pengembangan usaha peternakan kuda menuju industri perkudaan dapat dilakukan dengan tahapan, yaitu: 1. Memperkuat kondisi ekonomi dan pengetahuan para peternak dan seluruh masyarakat pemelihara kuda agar dapat lebih meningkatkan kemampuan usaha dalam menjaga kelangsungan populasi kuda di Sulawesi Utara.
85
2. Merancang suatu wilayah industri perkudaan yang saling berintegrasi dengan sektor pembangunan wilayah lainnya seperti pertanian, perkebunan, pariwisata dan peternakan lainnya. 3. Secara khusus dibuat kebijakan dari pemerintah propinsi untuk pemerintah di wilayah sentra pemeliharaan kuda dalam hal pembagian daerah pengembangan peternakan kuda yang terarah seperti pemetaan daerah Minahasa khususnya wilayah kecamatan Kawangkoan dan Kecamatan Tompaso sebagai pusat pembibitan ternak kuda. Daerah lainnya didalam kabupaten Minahasa dijadikan wilayah konservasi sumberdaya genetik kuda. 4. Wilayah diluar Minahasa seperti kota Tomohon, kota Manado dan kabupaten Minahasa Selatan, dapat dijadikan daerah penyangga yang berperan sebagai penyanggah lalulintas ternak kuda. Khusus untuk kota Tomohon dapat lebih dikembangkan sebagai daerah pariwisata yang mengandalkan ternak kuda untuk semua aktivitas kegiatan wisata. Kota Manado dijadikan pusat pemasaran yang didukung dengan arena pacuan kuda berskala international.
SIMPULAN UMUM
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Keragaman morfometrik dan ukuran tubuh menunjukkan adanya keragaman yang tinggi pada ukuran tinggi pinggul dan lingkar dada, keragaman yang bersifat kodominan pada pola warna bay dan chesnut sebagai warna dominan kuda lokal Sulawesi Utara dan keragaman protein darah dan sel darah merah kecuali pada lokus Post-transferinf 1 dan 2 bersifat monomorfik. Keragaman ini dapat dijadikan dasar seleksi pada populasi kuda di Sulawesi Utara juga sebagai variabel pembeda antar sub-populasi yang ada 2. Analisis keragaman dan jarak genetik berdasarkan penanda morfometrik, morfologi warna bulu dan protein darah menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok populasi kuda berdasarkan perbedaan jarak genetik, dimana Tomohon merupakan sub-populasi tersendiri dibandingkan sub-populasi kuda di daerah Manado, Minahasa dan Minahasa Selatan. Sub-populasi kuda Minahasa merupakan awal penyebaran kuda di Sulawesi Utara.
86
3. Populasi kuda pacu di Sulawesi Utara memiliki nilai repitabilitas untuk sifat kecepatan dan ketahanan (kemampuan dalam mempertahankan kecepatan lari) dalam kategori sedang sampai tinggi yang berpotensi untuk menjadi sumber bibit kuda pacu unggul.
SARAN 1. Sistim pelestarian sumberdaya genetik ternak kuda dapat dilakukan dengan melalui empat tahapan yaitu: Penguatan, Perancangan, Pemetaan/ Perwilayahan dan Pengembangan. 2. Diperlukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak, cakupan pengamatan yang lebih luas dan penggunaan metode yang lebih lengkap agar diperoleh gambaran yang lebih akurat perihal keragaman populasi kuda di Indonesia. 3. Diperlukan lebih banyak penanda molekuler dan daerah pengamatan untuk lebih melengkapi gambaran jarak genetik serta asal-usul kuda di Indonesia. 4. Diperlukan pencatatan yang lebih akurat (digital) dan lebih banyak jumlah individu kuda yang finis agar evaluasi genetik dapat diperoleh lebih akurat. 5. Perlu dibentuk suatu lembaga pusat kajian kuda tropis, untuk lebih meningkatkan kemajuan ternak kuda di Indonesia.