PELAKSANAAN TUPOKSI DPR MANGKRAK EVALUASI PELAKSANAAN KINERJA DPR MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2016-2017
Jakarta, 16 Maret 2017
Jl. Matraman Raya No. 32 B, Jakarta Timur 13150, Indonesia. T: 021-8193324; F: 021-85912938; E:
[email protected]; W: www.parlemenindonesia.org
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN EKSEKUTIF……………………………………………… NASKAH PRESS CONFERENCE 16 MARET 2017………………….. EVALUASI FUNGSI LEGISLASI…………………………………….. EVALUASI FUNGSI ANGGARAN……………………………………. EVALUASI FUNGSI PENGAWASAN………………………………… KESIMPULAN…………………………………………………………….. REKOEMNDASI………………………………………………………….. LAMPIRAN : 1. Tabel 1: Daftar RUU-RUU yang Mangkrak (pembahasannya diperpanjang lebih dari 3 Masa Sidang) 2. Tabel 2: Daftar Komisi Yang Menindak Lanjuti Temuan BPK pada IHP S-1 2016 3. Tabel 3 : Daftar Tindak Lanjut Temuan Kunker Dalam Raker/RDP 4. Tabel 4 : Daftar Kegiatan Tim Pemantau/TimwasDPR . 5. LIPUTAN MEDIA ATAS EVALUASI KINERJA DPR MS III TS 20162017
RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Pasal 20, 20A, 22, 23, UUD 1945, Pasal 7A dan 7B serta UU No. 17/2014 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 42/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3 2014) maupun Peraturan DPR No. 1/2014 tentang Tata Tertib, telah mengatur secara lengkap tugas pokok, fungsi, wewenang dan hak-hak DPR maupun anggota secara sangat lengkap dan powerfull. 2. Masa Sidang III DPR Tahun Sidang 2016-2017 (MS III TS 2016-2017) telah berlangsung dari tanggal 10 Januari s/d 23 Februari 2017 (33 hari kerja). Masa idang ini diawali dengan Pidato Pembukaan dan diakhiri dengan pidato Penutupan Masa Sidang oleh Ketua DPR, Setya Novanto. Menurut ketentuan Pasal 225 Peraturan DPR-RI No. 1/2014 tentang Tata Tertib (Tatib), pada Pidato Pembukaan Pembukaan Masa Sidang, Pimpinan DPR menguraikan pada Pidato Penutupan Masa Sidang, Pimpinan DPR menyampaikan hasil kegiatan dalam masa reses sebelumnya, hasil kegiatan selama masa sidang yang bersangkutan, serta rencana kegiatan dalam masa reses berikutnya, dan masalah- masalah yang dipandang perlu disampaikan dalam rapat paripurna DPR. 3. Rencana kerja DPR dan hasil kinerjanya selama MS III TS 2016-2017 dapat disimak pada Pidato Pembukaan Masa Sidang pada 10 Januari 2017 oleh Ketua DPR Setya Novanto, sedangkan hasilnya dicermati pada Pidato Penutupan MS III tanggal 23 Februari 2017. Dua event ini dapat diruju sebagai kerangka evaluasi dan analisis serta kesiulan karena menurut Pasal 225 ayat (1) dan (2) Peraturan DPR No. 1/2014 tentang Peraturan Tata Tertib pada intinya menyatakan bahwa dalam pidato pembukaan masa sidang, Pimpinan DPR menguraikan rencana kegiatan DPR dalam masa sidang yang bersangkutan; sedangkan pada pidato penutupan masa sidang, Pimpinan DPR menyampaikan hasil kegiatan dalam masa reses sebelumnya, hasil kegiatan selama masa sidang yang bersangkutan, rencana kegiatan dalam masa reses berikutnya, dan masalah- masalah yang dipandang perlu disampaikan dalam rapat paripurna DPR. 4. Rencana kerja DPR sebagaimana disampaikan Ketua DPR Setya Novanto pada Pidato Pembukaan MS III TS 2016-2017 tanggal 10 Januari 2017, mencakup hal-hal seperti berikut: pertama, dalam fungsi legislasi, beberapa RUU prioritas perlu segera diselesaikan pembahasannya, yaitu: RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu, RUU tentang KUHP, dan RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPR; Kedua, dalam 1
pelaksanaan fungsi anggaran, komisi-komisi akan mengadakan rapat kerja (Raker)/rapat dengar pendapat (RDP) untuk membahas evaluasi pelaksanaan APBN Tahun anggaran 2016; Ketiga, terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPR direncanakan kegiatan-kegiatan berikut: (1) Komisi-komisi diharapkan agar bersungguh-sungguh menindaklanjuti hasil Pemeriksaan BPK Semester I tahun 2016; (2) setiap alat kelengapan Dewan diharapkan menindaklanjuti hasil pengawasan dan temuan yang diperoleh selama kunjungan kerja (Kunker); (3) beberapa Tim bentukan DPR pada tahun-tahun sebelunya seperti Tim Pengawas,Tim Implementasi,Tim Pemantau, dan Tim Penguatan, pada tahun 2017 ini diharapkan dapat meneruskan proses kegiatannya; Keempat, DPR akan melakukan serangkaian proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap pemilihan pejabat public, antara lain: Calon Ketua dan Anggota BPH Migas, Calon Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Calon Anggota BPK, Calon Dewan Pengawas LPP TVRI, dan Calon Anggota KPU serta Bawaslu. 5. Mengacu pada rencana kerja seperti diuraikan di depan, permasalahan yang hendak dievaluasi atas kinerja DPR selama MS III TS 2016-2017) mencakup: pertama, apakah rencana kerja tersebut dapat terlaksana sepenuhnya ataukah sebagian besar tidak terealisasi alias mangkrak?; kedua, berdasarkan evaluasi atas hal-hal tersebut, maka pada bagian ketiga akan ditarik beberapa kesimpulan. Akhirnya, pada bagian keeempat dapat disampaikan beberapa rekomendasi. 6. Melalui penelusuran dari berita-berita resmi DPR maupun Kementerian/Lembaga (K/L) mitra kerja setiap Komisi dapat diketahui bahwa rencana kerja DPR selama MS III TS 2016-2017 sebagian besar tidak terealisasi alias mangkrak. 7. Mangkraknya kinerja tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1: Mangkraknya Pelaksanaan Fungsi Legislasi, Anggaran dan Pengawasan DPR Selama MS III TS 2016-2017 Fungsi Legislasi
Target 4 RUU
Realisasi 0
2
Keterangan 100% mangkrak, bahkan RUURUU yang diputuskan diperpanjang masa pembahasannya pada rapat paripurna 23 Februari 2017 masih ditambah 6 RUU yaitu: RUU Sistem Perbukuan, Kebudayaan, Larangan Minuman Beralkokol,
Anggaran (Evaluasi Pelaksanaan APBN 2016) Pengawasan: 1. Tindak Lanjut Temuan BPK SM-I 2016 2. Tindak Lanjut Temuan Kunker MS II 2016-2017 3. Uji Kelayakan dan Kepatutan
Semua Komisi Semua Komisi
8 Komisi dan AKD lainnya tidak ditemukan data lakukan tindak lanjut dalam Raker/RDP alias mangkrak 6 Institusi Nihil 100% mangkrak, tetapi ada 1 institusi (BSBI) tidak diagendakan pada MS III dilaporkan (ini siluman) 4. Pengaktifan 6 Timwas 1 (satu) yaitu 85,34% mangkrak. Tim Pengawas dan Tim Timwas, Timwas maupun Tim Pemantau (Timwas) Pemantau yaitu Timwas yang lain tidak jelas maupun Tim Penempatan informasinya alias mangkrak. Pemantau Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. 8.
Semua AKD
Penerimaan Negara Bukan Pajak, Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri, Arsitek. 8 Komisi 79,32% K/L luput dari Evaluasi terhadap18 oleh Komisi alias mangkrak dari 87 K/L (20,68%) 5 dari 11 6 Komisi tidak ditemukan data Komisi menindak lanjuti alias mangkrak 3 Komisi
Mangkraknya pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut patut diduga disebabkan oleh faktor-faktor berikut: pertama, Pimpinan DPR yang menurut Pasal 86 UU MD3 2014 seharusnya melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPR lebih banyak disibukkan oleh saling-silang pendapat atas peristiwa peristiwa unjuk rasa massa besar-besaran (4-11-2016; 2-12-2016; 11-2-2017; dan 21-2-2017) menuntut penangkapan dan penyidangan serta penonaktifan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) yang dituduh melakukan penistaan agama maupun silang pendapat tentang perlu tidaknya digunakan hak angket; Kedua, perhatian para anggota lebih banyak pada pewacanaan penggunaan hak angket atas isyu-isyu politik parochial (sempit) seperti perasaan Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono yang menduga teleponnya dengan Ketua Umum MUI disadap oleh pihak lain, maupun pengaktifan kembali Gubernur DKI Jakarta, Ahok setelah selesai masa kampanye pilgub. Ketiga, para anggota DPR juga lebih disibukkan membahas revisi kedua UU MD3 2014, serta bersilang pendapat atas pasal-pasal RUU Penyelenggaraan Pemilu. Keempat, para anggota DPR sibuk berkampanye 3
pilkada serentak di 101 Provinsi/Kabupaten dan Kota pada 15 Februari 2017; Kelima, sebagian besar Fraksi-fraksi tidak melaksanakan amanat Pasal 82 ayat (4) UU MD3 2014, yakni mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, wewenang, tugas DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR. 9. Berdasarkan paparan di depan dapatlah ditarik beberapa kesimpulan seperti berikut: pertama, pelaksanaan tupoksi DPR di bidang legislasi, anggaran maupun pengawasan selama MS III TS 2016-2017 hampir seluruhnya mangkrak (lihat tabel 1); Kedua, mangkraknya pelaksanaan tiga fungsi utama DPR tersebut disebabkan oleh tidak optimalnya Pimpinan DPR dalam mengkoordinasikan dan memastikan terealisasinya rencana kerja yang telah disampaikan pada Pidato Pembukaan Masa Sidang. Mereka lebih banyak disibukkan dengan saling silang pendapat tentang penggunaan hak angket yang tidak strategis; Ketiga, Pimpinan Fraksi-fraksi yang seharusnya melakukan pengawasan terhadap setiap anggotanya dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya juga tidak Nampak dilakukan secara optimal; Keempat, para anggota DPR lebih disibukkan dengan pewacanaan penggunaan hak angket atas masalah-masalah sempit dan tidak menyangkut kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Misalnya dijadikannya 39 Lapas di Indonesia sebagai tempat peredaran narkoba, padahal sejak Desember 2014, Presiden Joko Widodo sudah menyatakan Indonesia dalam keadaan darurat narkoba, dan karena itu dikeluarkan berbagai kebijakan penanggulangannya. Kecuali itu, mulai sejak 6 Januari 2017, Pemerintah juga menaikkan tarif pajak kendaraan bermotor roda 2, 3 maupun 4 hampir tiga kali lipat jika dibandingkan dengan PP No. 60/2010 serta ancaman PHK missal oleh PT Freeport Indonesia sebagai reaksi atas dikeluarkannya PP No. 1/2017 tentang Perubahan Keempat atas PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Sekalipun begitu, DPR tidak terdengar mewacanakan penggunaan hak angket terhadap kebijakankebijakan Pemerintah tersebut. Kelima, para anggota DPR juga lebih banyak menyibukkan diri dengan mewacanakan kepentingan politik partainya sendiri maupun dirinya sendiri karena menjelang dan selama MS III TS 20162017 terjadi pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu serentak(Pileg dan Pilpres), serta pelaksanaan Pilkada serentak di 101 Provinsi/Kabupaten/Kota. Akhirnya, kondisi mangkraknya tupoksi DPR tersebut membuat citranya di mata publik makin terpuruk. 10. Berdasarkan telaah dan kesimpulan-kesimpulan sebagaimana diuraikan di depan, dapatlah disampaikan beberapa rekomendasi seperti berikut: pertama, Pimpinan DPR wajib selalu melakukan check dan recheck kepada semua alat kelengkapan DPR (Komisi, Badan maupun Tim dan Panitia) untu mamastikan terealisasinya program kerja yang telah dicanangkan pada pidato Pembukaan Masa Sidang. Kedua, manakala setiap anggota DPR ingin menggunakan hak 4
angket, isyu yang dipilih haruslah yang benar-benar strategis dan berdampak luas bagi kehidupan masyarakat, lebih-lebih yang mengandung potensi kerugian Negara dan memberati beban rakyat. Ketiga, proses pengganggaran Negara harus transparan dan akuntabel serta menutup semua peluang bagi terjadinya korupsi secara sistematis dan berjamaah sebagaimana pernah terjadi pada proses penganggaran KTP elektronik, pembangunan wisma atlit, pembangunan sekolah olah raga di Hambalang (Bogor), pembangunan jalan di Maluku dan lain sebagainya.
5
PELAKSANAAN TUPOKSI DPR MANGKRAK Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang III Tahun Sidang 2016-2017 Jakarta, 16 Maret 2017 Pengantar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebagaimana telah diubah empat kali serta Undang-undang No. 17/2014 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 42/2014 (UU MD3 2014) mengatur tugas pokok, dan fungsi (tupoksi) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pasal 72 UU MD3 2014 menegaskan bahwa DPR bertugas: (a) menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program legislasi nasional; (b). menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan undang-undang; (c). menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; (d) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah; (e) membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK; (f) memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara; (g) menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan (h) melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang. Sementara itu fungsi-fungsi DPR diatur dalam Pasal 20A UUD 1945 dan Pasal 69 serta Pasal 70 UU MD3 2014, yaitu: fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Jl. Matraman Raya No. 32 B, Jakarta Timur 13150, Indonesia. T: 021-8193324; F: 021-85912938; E:
[email protected]; W: www.parlemenindonesia.org
1
Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk Undang-undang; fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Presiden. Sedangkan fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN. Guna memperlancar pelaksanaan tupoksi tersebut di atas, DPR dilengkapi dengan Alat-alat kelengkapan Dewan (AKD) berupa: a. Pimpinan; b. Komisikomisi dan Badan-badan terdiri atas: a. Badan Musyawarah; b. Badan Legislasi; c. Badan Anggaran; d. Badan Kerja Sama Antar-Parlemen; dan e. Badan Urusan Rumah Tangga. Kecuali itu, DPR juga dilengkapi dengan panitia khusus; dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Dalam rangka menjaga kehormatan anggota dan lembaga, DPR juga memiliki Mahkamah Kehormatan Dewan. Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan DPR dibantu oleh unit pendukung berupa tenaga administrasi dan tenaga ahli.1 Kecuali itu, untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, wewenang, tugas DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR dibentuk Fraksi-fraksi yang didukung oleh sekretariat dan tenaga ahli serta sarana maupun anggaran.2 Selain dari pada itu, DPR juga memiliki hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas: (a) kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional; (b) tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; atau (c) dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. 3 Hak menyatakan pendapat terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat berujung pada pemberhentian mereka dalam masa jabatannya jika Mahkamah
Pasal 83 UU MD3 2014 Pasal 82 UU MD3 2014 3 Pasal 20A ayat (2) dan Pasal 79 UU MD3 2014, 1 2
2
Konstitusi memvonis bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah sebagaimana diadukan oleh DPR.4 Isyu-isyu Strategis menjelang dan Selama MS III TS 2016-2017 Menjelang dan selama MS III terdapat kebijakan-kebijakan Pemerintah yang strategis dan berdampak luas. Hal itu misalnya dijadikannya 39 Lapas di seluruh Indonesia sebagai tempat peredaran narkoba, padahal sejak Desember 2014, Presiden Joko Widodo sudah menyatakan Indonesia dalam keadaan darurat narkoba dan telah mengeluarkan rangkaian kebijakan penanggulangannya. Kecuali itu Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60/2016 tertanggal 6 Desember 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. PP ini mulai diberlakukan pada 6 Januari 2017 Intinya adalah menaikkan tarif pajak kendaraan bermotor roda 2, 3 maupun roda 4 hampir tiga kali lipat jika dibandingkan dengan PP No. 60/2010. Selanjutnya, pada 11 Januari 2017, Pemerintah juga mengeluarkan PP No. 1/2017 tentang Perubahan Keempat atas PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Penerbitan PP No. 1/2017 dimaksudkan dalam rangka pelaksanaan peningkatan nilai tambah mineral logam melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral logam sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan upaya mendorong terwujudnya pembangunan fasilitas pemurnian didalam negeri. Selain itu juga untuk memberikan manfaat yang optimal bagi negara serta memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. Namun PP 1/2017 ini berimplikasi pada ancaman PHK ribuan karyawan PT Freeport Indonesia yang cukup meresahkan mereka. Permasalahan Payung hukum bagi pelaksanaan tupoksi DPR sebagaimana diuraikan di depan kiranya sudah sangat lengkap dan kuat. Lebih dari itu, dalam melaksanakan fungsi legislasi, DPR berhak menyetujui maupun menolak RUURUU maupun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang diajukan oleh Pemerintah (Presiden) maupun RUU yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD).5 Dalam penggangaran Negara, DPR berhak menerima maupun menolak APBN yang diajukan oleh Presiden.6 Terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta Pasal 7A dan 7B UUD 1945 Pasal 20, 21, 20A, 21 22A dan 22D UUD 1945 6 Pasal 23 UUD 1945 4 5
3
peraturan pelaksanaannya, maupun kebijakan Pemerintah, Dalam kesehariannya, tugas pengawasan dilakukan oleh Komisi-komisi DPR terhadap Kementerian/Lembaga (K/L) yang menjadi pasangan kerjanya masing-masing. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, DPR diberikan hak yang sangat kuat pula sebagaimana diatur dalam UU MD3 2014. Diantaranya: Keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah serta wajib dilaksanakan oleh Pemerintah.7 Lebih dari itu, dalam melaksanakan tugas penyelidikan terkait penggunaan hak angket, Panitia Khusus berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan, dan mereka wajib hadir. Jika tidak hadir tanpa alasan yang jelas, mereka dapat dipanggil paksa dan bahkan dapat disandera paling lama 15 (lima belas) hari.8 Lebih dari itu, DPR juga diberikan hak menyatakan pendapat, baik terhadap K/L maupun Presiden. Hak untuk menyatakan pendapat terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat berujung sampai dengan memberhentikannya dalam masa jabatannya. Mengacu pada payung hukum seperti diuraikan di depan, permasalahan yang hendak dievaluasi atas kinerja DPR selama Masa Sidang III Tahun Sidang 2016-2017 (MS III TS 2016-2017) adalah: pertama, isyu-isyu menonjol apa sajakah yang terjadi menjelang dan selama MS III TS 2016-2017?; kedua, seperti apakah rencana kerja DPR dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan? ketiga, apakah rencana kerja tersebut dapat terlaksana sepenuhnya ataukah sebagian besar tidak terealisasi alias mangkrak?; keempat, faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan mangkraknya tupoksi DPR?; kelima, berdasarkan evaluasi atas hal-hal tersebut, bagian akhir dari evaluasi ini akan mengemukakan kesimpulan dan rekomendasi. Rencana Kerja DPR Pada MS III TS 2016-2017 Rencana kerja DPR dan hasilnya selama MS III TS 2016-2017 dapat dirunut dan diukur dari Pidato Pembukaan dan Penutupan Masa Sidang yang disampaikan oleh Ketua DPR. Sebab menurut Pasal 225 ayat (1) dan (2) Peraturan DPR No. 1/2014 tentang Peraturan Tata Tertib ditegaskan hal-hal berikut. Ayat (1) intinya menyatakan bahwa pada pidato pembukaan masa sidang, Pimpinan DPR menguraikan rencana kegiatan DPR dalam masa sidang yang bersangkutan dan masalah-masalah yang dipandang perlu disampaikan dalam rapat paripurna DPR; ayat (2) intinya menyatakan bahwa pada pidato penutupan masa sidang, Pimpinan DPR menyampaikan hasil kegiatan dalam masa reses sebelumnya, hasil kegiatan selama masa sidang yang bersangkutan, rencana kegiatan dalam masa reses berikutnya, dan masalah- masalah yang dipandang perlu disampaikan dalam rapat paripurna DPR. 7 8
Pasal 98 UU MD3 2014 Pasal 205 UU MD3 2014 4
Pada Pidato Pembukaan MS III TS 2016-2017 tgl. 10 Januari 2017, Ketua DPR Setya Novanto antara lain mengemukakan hal-hal berikut: pertama, dalam fungsi legislasi, sesuai Rapat Paripurna DPR RI tanggal 15 Desember 2016 telah ditetapkan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2017 sebanyak 50 (lima puluh) RUU, dengan rincian 32 (tiga puluh dua) RUU berasal dari DPR, 15 (lima belas) RUU berasal dari Pemerintah, dan 3 (tiga) RUU dari DPD. Beberapa RUU prioritas perlu segera diselesaikan pembahasannya, yaitu: RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu, RU tentang KUHP, dan RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Kecuali itu, DPR juga mengusulkan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPR. Oleh karena itu Pimpinan berharap agar kita semua, termasuk Pemerintah, memiliki komitmen untuk menyelesaikan RUU Prioritas Tahun 2017. Kedua, dalam pelaksanaan fungsi anggaran, pada masa sidang ini, DPR khususnya komisi-komisi akan mengadakan rapat kerja/rapat dengar pendapat untuk membahas evaluasi pelaksanaan APBN Tahun anggaran 2016. Ketiga, terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPR, Ketua DPR Setya Novanto menyatakan hal-hal berikut: (1) Komisi-komisi diharapkan agar bersungguh-sungguh menindaklanjuti hasil Pemeriksaan BPK Semester I tahun 2016 sesuai dengan komitmen yang telah dibangun bersama antara DPR dan BPK yang teruang dalam Peraturan Bersama DPR dan BPK; (2) setiap alat kelengapan Dewan diharapkan menindaklanjuti hasil pengawasan dan temuan yang diperoleh selama kunjungan kerja (Kunker); (3) beberapa Tim bentukan DPR pada tahun-tahun sebelunya seperti Tim Pengawas,Tim Implementasi,Tim Pemantau, dan Tim Penguatan, pada tahun 2017 ini diharapkan dapat meneruskan proses kegiatannya. Keempat, dalam masa sidang ini, DPR akan melakukan serangkaian proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap pemilihan pejabat public, antara lain: Calon Ketua dan Anggota BPH Migas, Calon Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Calon Anggota BPK, Calon Dewan Pengawas LPP TVRI, dan Calon Anggota KPU serta Bawaslu. Rencana Kerja MS III TS 2016-2017 Mangkrak Pada pidato penutupan MS III TS 2016-2017 tanggal 23 Februari 2017, Ketua DPR Setya Novanto mengakui belum ada produk undang-undang yang disahkan. Mencermati Pidato Penutupan MS III TS 2016-2017 terkait pelaksanaan fungsi legislasi tersebut dapatlah dikatakan seluruhnya mangkrak. Lima RUU yang ditargetkan selesai pembahahasannya selama MS III TS 2016-2017, yaitu RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu, RUU tentang KUHP, dan RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme serta RUU Peruahan atas UU No. 17/2017 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD juga tidak ada satupun yang terealisasi. Kecuali itu dalam rapat paripurna DPR tanggal 23 Februari 2017 disepakati pula bahwa sebanyak 6 (enam) RUU diperpanjang pembahasannya. Keenam RUU tersebut terdiri atas: (1) RUU tentang Sistem Perbukuan; (2) RUU 5
tentang Kebudayaan; (3) RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol; (4) RUU tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak; (5) RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri; dan (6) RUU tentang Arstitek.9 Jika dirunut ke belakang, RUU-RUU yang diperpanjang prmbahasannya itupun sebenarnya merupakan RUU-RUU yang sudah melawati batas waktu maksimal pembahasan, yaitu 3 (tiga) kali masa sidang.10 Perpanjangan waktu pembahasan atas 6 RUU tersebut menambah akumulasi kemangkrakan pelaksanaan fungsi legislasi. Tentang RUU apa saja yang pembahasannya melewati tiga masa sidang dapat dilihat pada lampiran. Di masa sidang III ini, DPR telah melaksanakan sejumlah fungsi pengawasan, yaitu: (1) proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI); (2) DPR juga telah memberikan pertimbangan terhadap pengangkatan enam calon duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (LBBP) beberapa negara sahabat untuk Indonesia; (3) tim pengawas DPR RI terhadap perlindungan TKI telah mengadakan rapat dengar pendapat umum dengan Konjen RI di Hongkong dan juga perusahaan penyalur tenaga kerja serta melakukan kunker ke Malaysia. Mengenai pelaksanaan fungsi anggaran, evaluasi pelaksanaan APBN 2016 hanya ditemukan di 8 (delapan) dari 11 Komisi. Kedelapan Komisi itu adalah Komisi I dengan 3 K/L, III dengan 1 K/L, K/L, IV dengan 1 K/L, V dengan 1 K/L, VIII dengan 4 k/L, K/L, IX dengan 1K/L, X dengan 5 K/L, dan XI dengan 2 K/L. Total Raker/RDP Komisi dengan mitra kerja hanya dilakukan terhadap 18 K/L, padahal total jumlah K/L pasangan kerja seluruh Komisi (I s/d XI) paling kurang ada 87 Kementerian/Lembaga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selama MS III TS 2016-2017, Komisi-komisi hanya melakukan Raker/RDP sebanyak 20,68% dari total 87 K/L. Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa pelaksanaan fungsi anggaran juga banyak yang mangkrak. Terkait dengan rencana kerja DPR dalam pelaksanaan fungsi pengawasan selama MS III TS 2016-2016 juga tidak kalah mangkraknya dengan dua fungsi lainnya. Hal itu dapat disimak pada permintaan Ketua DPR agar Komisi-komisi bersungguh-sungguh menindaklanjuti Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2016. Namun, berdasarkan penelusuran FOTMAPPI pada web site dpr.go.id maupun kementerian/lembaga, Komisi-komisi yang ditemukan melakukan Raker/RDP dengan Kementerian/Lembaga untuk membahas temuan BPK pada III TS 2016-2017 hanya dilakukan oleh 5 (lima) Komisi, yaitu: Komisi I dengan Kementerian Pertahanan, Komisi III dengan Kapolri, Komisi IV dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Komisi VII dengan Kementerian ESDM dan SKK Migas, Komisi VIII dengan Kementerian Sosial. Hal http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/15638http://www.dpr.go.id/berita/de tail/id/15638 10 Pasal 143 Peraturan DPR No. 1/2014 tentang Tata Tertib DPR menyatakan bahwa pembahasan RUU dilakukan maksimal 3 (tiga) kali masa sidang. 9
6
ini menunjukkan pula bahwa tindak lanjut oleh 6 (enam) Komisi atas temuan BPK juga mangkrak. Padahal menurut Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2016, BPK menemukan terjadinya kerugian Negara pada Kemendikti, Kemendikbud, Kemendgari, Sekretariat Negara, dan Badan Pelaksana pada Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura.11 Kecuali itu, pada IHPS II 2015, BPK juga memberikan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP)12 kepada 4 (empat) Kementerian/Lembaga, yaitu: Kementerian Sosial, Komnas HAM, Kementerian Pemuda dan Olah Raga serta LPPTVRI, serta memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP)13 kepada 26 (dua puluh enam) K/L.14 Data lengkap opini BPK terhadap K/L lihat lampiran. Pada Pidato Pembukaan MS III TS 2016-2017, Ketua DPR juga meminta setiap alat kelengapan Dewan menindaklanjuti hasil pengawasan dan temuan yang diperoleh selama kunjungan kerja (Kunker). Terkait dengan Kunker selama MS II TS 2016-2017, FORMAPPI menemukan setidaknya ada 91 kali Kunker oleh 7 (tujuh) Komisi yaitu: Komisi III, IV, V, VI, VIII, IX dan X serta 2 (dua) AKD lainnya yaitu Pimpinan DPR, dan BURT dengan aneka temuannya, antara lain: (1). Di NTB ditemukan bahwa dana BUMDes belum cair; dan adanya dobel pembiayaan atas pengelolaan bus Dishub untuk masyarakat di NTB dan Pemda tidak memperoleh bagi hasil usaha transportasi; (2) Serap anggaran (APBD) yang rendah di Provinsi Riau karena ketakutan. Sebab Gubernurnya terkena kasus korupsi; (3) Pelaksanaan UU No. 43/2007 tentqng Perpustakaan belum bagus seperti di Sumatra Utara, tetapi ada juga yang sudah bagus, misalnya di Jawa Timur. Daerah yang sudah memiliki Perda Perpustakaan secara nasional baru 30%, di tingkat Provinsi baru 60%; (4) over kapasitas daya tampung Lapas-lapas di Indonesia lebih dari 56%; (5) terdapat Tenaga Kerja Asing yang melakukan kerja penanaman cabe. Jadi pengawasan TKA harus ditingkatkan. Sekalipun begitu, tindak lanjut temuan hasil Kunker yang dibahas dalam Raker dan RDP selama MS III TS 2016-2017 hanya ditemukan di 3 (tiga) Komisi, yaitu Komisi III, VIII dan X. Karena itu tindak lanjut 4 (empat) komisi lainnya dan Pimpinan DPR serta BURT patut dipertanyakan. Terkait dengan rencana uji kelayakan dan kepatutan calon-calon pejabat publik sebagaimana dipidatokan oleh Ketua DPR (ada 6 institusi) tidak ada satupun yang terealisasi. Perlu dicatat bahwa Dewan Pengawas LPP TVRI sudah BPK, IHPS I Tahun 2016, hlm. 28-29. TMP diberikan jika auditor BPK tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan wajar atau tidak. 13Opini WDP diberikan oleh auditor BPK jika sebagian besar informasi bebas dari salah saji material, kecuali untuk rekening atau item tertentu yang menjadi pengecualian. 14 http://www.bpk.go.id/assets/files/lkpp/2015/lkpp_2015_1465542879.pdf 11
12Opini
7
pernah gagal dilakukan pada MS I dan II TS 2016-2017. Oleh karena itu pada Raker Komisi I bersama Kementerian Konunikasi dan Informatika tanggal 23 November 2016 disepakati memperpanjang masa tugas selama 3 (tiga) bulan bagi Dewan Pengawas LPP TVRI yang lama (2011 – 2016) yang berakhir pada 21 Desember 2016. Kecuali itu, uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon Komisioner KPU dan Bawaslu baru pengganti pejabat lama yang akan habis masa jabatannya pada 12 April 2017 juga tidak terealisasi. Dengan kata lain dapat disebut bahwa proses uji kelayakan dan kepatutan calon-calon pejabat pubik oleh DPR juga mangkrak. Satu-satunya uji kelayakan dan kepatutan calon pejabat public yang berhasil dilakukan pada MS III TS 2016-2017 hanyalah Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). Tetapi pelaksanaan uji kepatutan dan kelayakan terhadap BSBI inipun tidak disebut dalam Pidato Pembukaan MS III, alias merupakan rencana kerja “siluman/selundupan.” Terkait dengan aktivasi Tim-tim Pemantau maupun Panitia-panitia Pengawas bentukan DPR, yang melakukan kegiatannya pada MS III TS 2016-2017 hanya satu, yaitu Tim Pengawas DPR RI terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Kegiatannya berupa kunker ke Hongkong dan Malaysia. Timwas ataupun Tim Pemantau yang lainnya tidak menunjukkan kinerjanya alias mangkrak. Penyebab Mangkrak Mangkraknya pelaksanaan tupoksi DPR seperti diuraikan di depan mungkin disebabkan oleh faktor-faktor berikut: pertama, Pimpinan DPR yang menurut Pasal 86 UU MD3 2014 seharusnya melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPR lebih banyak disibukkan oleh saling-silang pendapat atas peristiwa peristiwa unjuk rasa massa besar-besaran (4-11-2016; 2-12-2016; 11-2-2017; dan 212-2017) menuntut penangkapan dan penyidangan serta penonaktifan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) yang dituduh melakukan penistaan agama maupun silang pendapat tentang perlu tidaknya digunakan hak angket. Kedua, mangkraknya pelaksanaan tupoksi DPR juga disebabkan oleh perhatian para anggota yang lebih banyak pada pewacanaan penggunaan hak angket atas isyu-isyu politik parochial (sempit) seperti perasaan Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono yang menduga teleponnya dengan Ketua Umum MUI disadap oleh pihak lain, maupun pengaktifan kembali Gubernur DKI Jakarta, Ahok setelah selesai masa kampanye pilgub, jadi bukan isyuisyu/kebijakan Pemerintah yang strategis. Terkait dugaan penyadapan telepon Presiden ke-6 SBY diwacanakan penggunaan hak angket oleh sementara anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, namun ditolak oleh Fraksi PDI-P, Fraksi PPP. Fraksi Nasdem dan Fraksi Partai Hanura. Sedangkan terkait pengaktifan kembali Gubernur Ahok pasca cuti kampanye pilgub sudah ditandatangani oleh 90 orang anggota DPR, terdiri atas: 22 anggota Fraksi Gerindra, 42 anggota Fraksi 8
Demokrat, 10 anggota Fraksi PAN, dan 16 anggota Fraksi PKS. Sebaliknya Fraksi PDI-P, Golkar, PPP, PKB, Nasdem dan Hanura tidak setuju. Ketiga, para anggota DPR juga lebih disibukkan membahas revisi kedua UU MD3 2014, serta bersilang pendapat atas pasal-pasal RUU Penyelenggaraan Pemilu. Kecuali itu juga sibuk berkampanye pilkada serentak di 101 Provinsi/Kabupaten dan Kota pada 15 Februari 2017. Kesimpulan Berdasarkan paparan di depan dapatlah ditarik beberapa kesimpulan seperti berikut: pertama, pelaksanaan tupoksi DPR di bidang legislasi, anggaran maupun pengawasan selama MS III TS 2016-2017 hampir seluruhnya mangkrak (lihat tabel). Tabel 1: Mangkraknya Tupoksi DPR Selama MS III TS 2016-2017 Fungsi Legislasi
Target 4 RUU
Anggaran (Evaluasi Pelaksanaan APBN 2016) Pengawasan: 1. Tindak Lanjut Temuan BPK SM-I 2016 2. Tindak Lanjut Temuan Kunker MS II 2016-2017
Semua Komisi Semua Komisi Semua AKD
3. Uji Kelayakan 6 Institusi dan Kepatutan
Realisasi 0
Keterangan 100% mangkrak, bahkan RUURUU yang diputuskan diperpanjang masa pembahasannya pada rapat paripurna 23 Februari 2017 masih ditambah 6 RUU yaitu: RUU Sistem Perbukuan, Kebudayaan, Larangan Minuman Beralkokol, Penerimaan Negara Bukan Pajak, Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri, Arsitek. 8 Komisi 79,32% K/L luput dari Evaluasi terhadap18 oleh Komisi alias mangkrak dari 87 K/L (20,68%) 5 dari 11 6 Komisi tidak ditemukan data Komisi menindak lanjuti alias mangkrak 3 Komisi
8 Komisi dan AKD lainnya tidak ditemukan data lakukan tindak lanjut dalam Raker/RDP alias mangkrak
0
100% mangkrak, tetapi ada 1 institusi (BSBI) tidak diagendakan pada MS III dilaporkan (ini siluman) 9
4. Pengaktifan 6 Timwas Tim Pengawas dan Tim (Timwas) Pemantau maupun Tim Pemantau
1 (satu) yaitu Timwas, yaitu Timwas Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
85,34% mangkrak. Timwas maupun Tim Pemantau yang lain tidak jelas informasinya alias mangkrak.
Kedua, mangkraknya pelaksanaan tiga fungsi utama DPR tersebut disebabkan oleh tidak optimalnya Pimpinan DPR dalam mengkoordinasikan dan memastikan terealisasinya rencana kerja yang telah disampaikan pada Pidato Pembukaan Masa Sidang. Mereka lebih banyak disibukkan dengan saling silang pendapat tentang penggunaan hak angket yang tidak strategis. Ketiga, Pimpinan Fraksi-fraksi yang seharusnya melakukan pengawasan terhadap setiap anggotanya dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya juga tidak Nampak dilakukan secara optimal. Keempat, para anggota DPR lebih disibukkan dengan pewacanaan penggunaan hak angket atas masalah-masalah sempit dan tidak menyangkut kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Misalnya dijadikannya 39 Lapas di Indonesia sebagai tempat peredaran narkoba, padahal sejak Desember 2014, Presiden Joko Widodo sudah menyatakan Indonesia dalam keadaan darurat narkoba, dan karena itu dikeluarkan berbagai kebijakan penanggulangannya. Kecuali itu, mulai sejak 6 Januari 2017, Pemerintah juga menaikkan tarif pajak kendaraan bermotor roda 2, 3 maupun 4 hampir tiga kali lipat jika dibandingkan dengan PP No. 60/2010 serta ancaman PHK missal oleh PT Freeport Indonesia sebagai reaksi atas dikeluarkannya PP No. 1/2017 tentang Perubahan Keempat atas PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Sekalipun begitu, DPR tidak terdengar mewacanakan penggunaan hak angket terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah tersebut. Kelima, para anggota DPR juga lebih banyak menyibukkan diri dengan mewacanakan kepentingan politik partainya sendiri maupun dirinya sendiri karena menjelang dan selama MS III TS 2016-2017 terjadi pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu serentak(Pileg dan Pilpres), serta pelaksanaan Pilkada serentak di 101 Provinsi/Kabupaten/Kota. Akhirnya, kondisi mangkraknya tupoksi DPR tersebut membuat citranya di mata publik makin terpuruk. Rekomendasi Berdasarkan telaah dan kesimpulan-kesimpulan sebagaimana diuraikan di depan, dapatlah disampaikan beberapa rekomendasi seperti berikut: pertama, Pimpinan DPR wajib selalu melakukan check dan recheck kepada semua alat kelengkapan DPR (Komisi, Badan maupun Tim dan Panitia) untu mamastikan terealisasinya program kerja yang telah dicanangkan pada pidato Pembukaan Masa Sidang. 10
Kedua, manakala setiap anggota DPR ingin menggunakan hak angket, isyu yang dipilih untuk diangketkan haruslah yang benar-benar strategis dan berdampak luas bagi kehidupan masyarakat, lebih-lebih yang mengandung potensi kerugian Negara dan memberati beban rakyat. Ketiga, proses pengganggaran Negara harus transparan dan akuntabel serta menutup semua peluang bagi terjadinya korupsi secara sistematis dan berjamaah sebagaimana pernah terjadi pada proses penganggaran KTP elektronik, pembangunan wisma atlit, pembangunan sekolah olah raga hambalang, pembangunan jalan di Maluku dan lain sebagainya.
11
EVALUASI LENGKAP KINERJA DPR MS III TS 2016-2017 MENURUT FUNGSI I. Evaluasi Fungsi Legislasi Pada 16 Maret 2017, DPR RI telah memasuki Masa Sidang IV tahun persidangan 2016-2017. Terkait pelaksanaan fungsi pembentukan undangundang, sebagaimana telah disampaikan FORMAPPI melalui evaluasi tiap-tiap masa sidang sebelumnya, terbukti bahwa DPR saat ini sangat-sangat malas.Produktivitas mereka dalam menghasilkan legislasi berbanding terbalik dengan aneka kegaduhan yang dipicu oleh banyak kasus yang melibatkan anggota DPR, mulai dari kasus korupsi hingga deretan pelanggaran etika anggota-anggota DPR. FORMAPPI telah berulang kali memberikan predikat buruk, jelek, dan rendah dalam menilai kinerja DPR di bidang legislasi. Kami hampir kehabisan kosa kata untuk melukiskan betapa DPR sebagai institusi mengalami stagnasi dalam menciptakan perubahan. Predikat atau penilaian sangat-sangat-malas yang kali ini disematkan kepada institusi DPR tentu bukan tanpa alasan. Jika selama ini kemalasan anggota DPR hanya menunjuk pada tingkat kehadiran anggota di dalam rapat-rapat, kali ini kata malas mengacu pada sebuah karakter lembaga yang enggan menciptakan perubahan. Kemalasan terkait dengan budaya yang terpelihara secara sistemik oleh lembaga bernama DPR atau parlemen. Kemalasan DPR dalam bidang legislasi bisa dimaafkan jika saja dari masa sidang satu ke masa sidang lainnya ditemukan adanya grafik peningkatan produktivitas. Namun faktanya, sepanjang 3 masa sidang awal tahun sidang 2016-2017 ini baru 3 RUU yang berhasil disahkan DPR. Ketiga UU tersebut berasal dari daftar Prolegnas Prioritas 2016. Sementara dari daftar RUU Prioritas 2017 belum satupun yang disahkan. Tiga RUU yang disahkan selama tahun persidangan 2016-2017 masing-masing 2 RUU pada MS I, dan 1 RUU pada MS II. Sebagaimana disampaikan oleh Ketua DPR, Setya Novanto pada Pidato Penutupan Masa Sidang III tanggal 23 Februari 2017, tak satupun RUU yang berhasil disahkan. Ini merupakan kali keduanya DPR menutup satu masa sidang tanpa satupun RUU yang berhasil disahkan. Sebelumnya di MS IV TS 2015/2016 prestasi serupa juga terjadi. Jika dibuat dalam bentuk grafik nampak sekali bagaimana tren kinerja legislasi DPR selama tahun persidangan 2016-2017 ini memperlihatkan gejala yang terus menurun. Formasi hasil 2-1-0 dari tiga masa sidang terakhir sesungguhnya sudah menjadi alarm serius bagi DPR khususnya dan bagi public umumnya bahwa lembaga parlemen kita nyaris gagal mempertanggungjawabkan kepercayaan rakyat. 1
Hasil sangat buruk DPR pada MS III sesungguhnya sulit dicerna akal sehat. Jika melihat target prioritas 2017 memang nampaknya jumlah 50 RUU terlalu banyak untuk diselesaikan dalam satu masa sidang saja. Bahkan setengah dari daftar itu saja nampaknya juga bagaikan mimpi. Akan tetapi sebagaimana disampaikan pimpinan DPR pada pidato pembukaan MS III, 10 Januari 2017, target pokok MS III hanya fokus pada 4 RUU saja, yaitu: (1) RUU Penyelenggaraan Pemilu, (2) RUU KUHP, (3) RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan (4) RUU tentang Perubahan UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Pengerucutan target untuk satu masa sidang ini mestinya bisa mendorong DPR untuk secepatnya menyelesaikan pembahasan RUU-RUU tersebut. Sayangnya harapan itu sia-sia. Dari keempat RUU yang menjadi prioritas MS III, tak satu pun yang selesai. Bahkan revisi terhadap RUU MD3 yang hanya terkait beberapa pasal saja, DPR tak sanggup untuk melakukannya dengan cepat. Nampaknya kegagalan DPR mennyelesaikan pembahasan disebabkan oleh beberapa alasan. Alasan-alasan itu termasuk dalam bagian yang menjadi problematic kelembagaan DPR selama ini. 1. Faktor kepentingan politik. Kepentingan politik situasional DPR dalam banyak hal menghambat keseriusan DPR dalam mengejar target utama mereka di bidang legislasi (dan juga fungsi-fungsi yang lainnya). Kepentingan politik bisa menyandera proses pembahasan RUU ketika satu dan lain fraksi masing-masing ngotot dengan sikap masing-masing. Pembahasan pun tersendat sembari menunggu lobby-lobby politik antar fraksi. 2. Selain faktor kepentingan, yang spesifik dialami DPR pada MS III lalu adalah kepentingan politik terkait pelaksanaan Pilkada Serentak 2017. Bulan Januari merupakan puncak kesibukan Pilkada di masing-masing daerah, dimana sebagai kader partai, anggota DPR secara langsung terlibat dalam tim-tim pemenangan pasangan calon di berbagai daerah. Tuntutan wajib menang hampir pasti menyedot pikiran dan energi disamping waktu. Alhasil pekerjaan utama sebagai anggota DPR pun terbengkelai. 3. Faktor teknis perencanaan legislasi. Perencanaan legislasi di DPR seringkali dikritik karena mereka selalu nampak tak ingin dianggap lemah pada saat membuat perencanaan. Target legislasi yang selalu fantastis terus berulang dari tahun ke tahun. Pada saat yang sama produktivkitas mereka justru sebaliknya, selalu minim, rendah. Kebiasaan lain yang perlu disorot adalah mekanisme perencanaan dan pembahasan RUU yang tanpa kepastian limit akhir pembahasannya. DPR seperti menganut prinsip “mengalir seperti air” yang membuat hal ini terpelihara karena hampir semua RUU yang dibahas DPR dan tidak selesai dalam batas 2
waktu normal yang ditetapkan Pasal 99 UU MD3 – yakni 3 kali masa sidang per RUU – bisa terus diperpanjang sampai kapanpun DPR mau tetapi tanpa batas berapa kali masa sidang bisa diperpanjang asalkan perpanjangan tersebut diputuskan melalui Rapat Paripurna (Peraturan Tata Tertib/Tatib DPR Pasal 142 ayat 1). Aturan Tatib ini nampak percuma saja, karena dalam implementasinya hampir mustahil bagi DPR untuk menyelesaikan pembahasan RUU dalam 3 kali MS. Pada MS I lalu DPR memutuskan perpanjangan 9 RUU (2 diantaranya sudah disahkan), 2 RUU pada MS II, dan di MS III 6 RUU. Kebanyakan perpanjangan ini sudah dilakukan beberapa kali. Jadi setelah 3 masa sidang durasi waktu resmi, lalu diperpanjang terus setiap masa sidang. Litani perpanjangan waktu ini selalu berulang dan paten sehingga anggota DPR merasa tak perlu bergegas cepat dan berpeluh keringat membahas RUU agar segera disahkan. Dua catatan di atas kiranya sedikit menjelaskan alasan DPR tak bisa menuntaskan satupun RUU pada MS III. Alasan-alasan itu semuanya terkait situasi dan kondisi mereka sendiri, bukan sesuatu yang bisa menjadi pembenaran – apalagi jika itu dijadikan alasan oleh DPR demi mendapatkan pengertian dari masyarakat. RUU Penyelenggaraan Pemilu Catatan khusus perlu diberikan terhadap proses pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu. RUU ini penting untuk dikhususkan karena tuntutan kehadiran UU Pemilu tak bisa tidak harus ada sebelum tahapan Pemilu 2019 dimulai pada nulan Juni 2017. DPR tak bisa membuat rasionalisasi sekedar untuk membenarkan penambahan waktu pengesahan RUU ini karena tahapan pemilu yang akan datang sudah ada di depan mata. Oleh karena itu bukan waktunya bagi DPR untuk bermain-main dengan waktu pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu. Kegiatan seperti studi banding yang dilakukan Pansus RUU Pemilu semestinya tak perlu dilakukan karena bisa mengurangi waktu pembahasan RUU di DPR.Apalagi sebagaimana diketahui urgensi studi banding juga sulit dipertanggung-jawabakan ketika diketahui bahwa dua negara, Jerman dan Mexico ternyata memilikki sistem pemilu yang berbeda dengan Indonesia. Isu-isu krusial dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu sesungguhnya sudah dibicarakan di Pansus. Masing-masing fraksi juga sudah memilikki sikap politik terkait isu-isu tersebut sebagaimana tertuang dalam DIM (Daftar Inventaris Masalah). Jika begitu sesungguhnya yang perlu dilakukan hanyalah bagaimana memulai lobby untuk memastikan keputusan final. Dan lobby untuk memutuskan isu-isu krusial RUU Pemilu umumnya akan melibatkan pimpinan partai dan pemerintah. Tradisi ini sesungguhnya mencederai kewenangan DPR 3
di bidang legislasi. Kewenangan DPR diambil-alih langsung oleh pimpinan partai. Jika demikian maka percuma saja Pansus RUU Pemilu sibuk hingga keluar negeri untuk mempelajari isu-isu krusial, padahal dipenghujung nanti teori sedahsyat apapun yang dibawa dari luar negeri sama sekali tak berdaya di hadapan kepentingan pragmatis partai-partai. Ini sesungguhnya ancaman kualitas legislasi pemilu kita.Pengaturan yang disepakati merupakan hasil transaksi antar partai, bukan pengaturan ideal yang menjamin kualitas pemilu. Terkait tahapan pemilu 2019, Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu juga harus bertanggung jawab atas proses seleksi penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) yang seharusnya sudah siap dilantik mengganti komisioner yang akan mengakhiri masa tugasnya pada 12 April 2017. Permintaan Pansus RUU Pemilu untuk menunda seleksi yang tengah berlangsung bisa merusak tahapan pemilu. Penundaan perekrutan Komisioner KPU dan Bawaslu oleh Pansus RUU Pemilu nampak sulit dipahami karena sesungguhnya KPU dan Bawaslu tak tergantung pada pengesahan UU Pemilu yang baru. Penyelenggara Pemilu yang baru tetap saja bisa bekerja dengan patokan UU Pemilu yang lama sambil menunggu regulasi terbaru untuk penyesuaian teknis penyelenggaraan. Oleh karena itu tak beralasan sesungguhnya DPR mengulur proses seleksi penyelenggara pemilu. Kalaupun ada hanya kepentingan politik yang bisa menjelaskan hal tersebut. DAFTAR PERPANJANGAN PEMBAHASAN RUU TAHUN SIDANG 2016/2017 MS No. NAMA RUU KETERANGAN MS I 1 RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Sudah 4 kali MS Luar Negeri (Komisi IX) 2 RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Sudah 7 kali MS Pidana (Kom III) 3 RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Sudah 5 kali MS Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan (Kom XI) Pajak 4 RUU tentang Wawasan Nusantara Sudah 4 kali MS 5 RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol Sudah 4 kali MS 6 RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Sudah 3 kali MS Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 7 RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan Sudah 3 kali MS MS II 8 RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Diperpanjang sampai 2 MS ke depan 4
9 MS III 10 11 12 13 14 15
RUU Wawasan Nusantara RUU Sistem Perbukuan RUU Kebudayaan RUU Larangan Minuman Beralkohol, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri RUU Arstitek
Diperpanjang sampai 2 MS ke depan
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa DPR memang sangat malas melaksanakan fungsi legislasi. Dengan kata lain dapat disebut bahwa pelaksanaan fungsi legislasi sejak MS I, II dan III Tahun Persidangan 2016-2017 “embahnya mangkrak.”
5
II. Evaluasi Fungsi Anggaran Kinerja DPR dalam pelaksanaan fungsi anggaran pada MS III TS 20162017 relatif tidak berbeda dengan dua masa sidang sebelumnya, yaitu kinerjanya tetap rendah. Hal ini dapat diukur dari agenda kerja yang direncanakan dengan hasil yang dicapai selama masa persidangan ketiga ini. Meriver pidato Ketua DPR Setya Novanto,1 agenda pelaksanaan fungsi anggaran yang paling pokok pada MS III ini adalah bahwa Komisi-komisi akan mengadakan rapat kerja/rapat dengar pendapat dengan Kementerian/Lembaga(K/L) pasangan kerja maasing-masing untuk mengevaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2016 dan Rencana Program Tahun 2017. Walaupun dalam pidato Ketua DPR pada penutupan MS III2 tidak disebutkan secara eksplisit realisasi atas pelaksanaan agenda kerja fungsi anggaran, secara faktual beberapa komisi telah melaksanakan rapat kerja/rapat dengar pendapat dengan sejumlah kementerian dan lembaga negara membahas evaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2016. Di luar lingkup evaluasi ini, adnya kasus korupsi E-KTP yang diduga sejumlah anggota DPR dan hasil survey Transparansi Internasional yang menempatkan DPR sebagai lembaga terkorup di Indonesia, semakin memperburuk citra DPR di mata publik. Banggar Tanpa Agenda Pada MS III ini, Badan Anggaran (Banggar) DPR sama sekali tidak memiliki agenda kerja terkait dengan pelaksanaan fungsi anggaran. Berdasarkan penelusuran dari berbagai media, termasuk website DPR (www.dpr.go.id), kegiatan Banggar satu-satunya adalah pergantian Ketua Banggar dari Kahar Muzakir kepada Azis Syamsudin (keduanya dari Fraksi Golkar). Dengan pergantian ini, maka susunan Pimpinan Banggar sekarang ini adalah: Ketua dijabat Azis Syamsuddin (F-PG), Wakil Ketua yakni Said Abdullah (F-PDI Perjuangan), Djoko Udjianto (F-PD), Ahmad Riski Sadig (FPAN) dan Jazilul Fawaid (F-PKB). Jika mengikuti alur proses dan tahapan penggaran di DPR, setelah APBN ditetapkan dan disahkan (sekitar Oktober), agenda kerja Banggar adalah pembahasan RAPBN Perubahan yang diusulkan Pemerintah. Namun karena hingga MS III berakhir pemerintah belum mengajukan RAPBN Perubahan Tahun 2017, maka praktis Banggar tidak memiliki agenda kerja pada masa sidang saat ini. 1Pidato
Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2016-2017 Pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa, 10 Februari 2017 2Pidato Penutupan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2016-2017 Pada Rapat Paripurna DPR RI, Kamis, 23 Februari 2017 6
Catatan atas Raker/RDP Komisi dengan KL Berdasarkan Laporan Singkat (Lapsing) dan pemberitaan di website DPR (www.dpr.go.id), selama MS III ini ada delapan komisi yang melaksanakan rapat kerja/rapat dengar pendapat dengan kementerian dan lembaga Negara yang menjadi mintra kerjanya, yakni: Komisi I, III, IV, V, VIII, IX, X, dan XI. Sementara tiga komisi tidak memiliki agenda kerja, yakni Komisi II, VI dan VII. RAKER/RDP KOMISI-KOMISI DENGAN MITRA KERJA DALAM PELAKSANAAN FUNGSI ANGGARAN MS III TS 2016-2017 KOMISI I II III IV V VI VII VIII IX X
XI
MITRA KERJA Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dan Sekretaris Jenderal (Sesjen) Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Dewan Pers Lembaga Sensor Film (LSF) Kementerian Hukum dan HAM Kementerian Kelautan dan Perikanan Kementerian Desa dan PPDT Badan Nasional Penanggulangan Bencana Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Sosial Kementerian Pemberdayaan Perempupan dan Perlindangan Anak Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Kementerian Pendidikan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi Kementerian Pemuda dan Olah Raga Perpustaan Nasional Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak
Total Raker/RDP Komisi-komisi dengan KL selama MS III adalah 18 kali rapat dengan rincian: Komisi I melakukan Raker/RDP dengan 3 KL, Komisi VIII dengan 4 KL, Komisi X dengan 5 KL,d dan Komisi XI dengan 2 KL. Sementara Komisi III, IV, V, dan IX melakukan Raker/RDP dengan masing-masing 1 KL. Terkait dengan proses pelaksanaan agenda Raker/RDP oleh Komsikomisi dapat disampaikan tiga catatan, yakni pertama, Raker/RDP Komisikomisi dengan mitra kerjanya adalah sesuatu yang bersifat biasa-biasa saja dan
7
rutin (bussiness as usual) baik dari proses pelaksanaan rapat, dinamika, maupun respons Komisi atas laporan K/L. Kedua, evaluasi atas pelaksanaan anggaran pemerintah (Kementerian/Lembaga) lebih menitikberatkan pencapaian penggunaan anggaran dari target yang ditetapkan semata, namun tidak disertai dengan evaluasi sejaumana efektifitas dari penggunaan anggaran tersebut. Ketiga, evaluasi atas kinerja anggaran dan LHP BPK, relatif belum menjadi instrument bagi DPR untuk memberikan reward and punishment kepada KL dalam pengajuan anggaran tahun berikutnya. Catatan Khusus atas Pembahasan Anggaran Kasus korupsi E-KTP yang heboh saat ini dan beberapa kasus korupsi sebelumnya yang juga telah menjerat puluhan anggota DPR, semakin mempertegas bahwa proses pembahasan anggaran di DPR sangat rentan dan rawan untuk terjadinya konspirasi dan praktek korupsi. Persoalannya adalah: walaupun setiap tahun selalu saja ada anggota DPR yang terlibat kasus korupsi, tidak ada komitmen dari segenap pimpinan DPR, pimpinan AKD, dan anggota DPR serta Pimpinan Fraksi untuk mengatasi masalah fundamental ini. Misalnya bagaimana mendesain system dan mekanisme di internal DPR dalam proses pembahasan anggaran yang mampu menjamin prinsip partisipasi, tranparansi dan akuntabilitas. Jika tidak, maka publik akan selalu dipertontonkan dengan OTT KPK atas kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR. Penutup Kasus-kasus korupsi yang menjerat anggota DPR, umumnya terjadi pada level pembahasan anggaran. Dalam masa sidang-masa sidang berikutnya, dua agenda besar DPR terkait fungsi anggaran, yakni pembahasan RAPBN-P 2017 dan RAPBN 2018. Menutup evaluasi ini, pertanyaan penting patut dajukan kepada DPR (dan pemerintah) adalah bagaimana memastikan dan menjamin bahwa setiap anggaran dalam APBN (khususnya program K/L) yang telah dibahas dan ditetapkan menjadi APBN terbebas dari praktek konspirasi yang koruptif?
8
III. Evaluasi Fungsi Pengawasan Pada Pidato Pembukaan Masa Sidang III Tahun Sidang 2016-2017 (MS III TS 2016-2107) 10 Januari 2017, terkait rencana pelaksanaan fungsi pengawasan, Ketua DPR, Setya Novanto menyatakan hal-hal berikut: (1) Komisi-komisi diharapkan agar bersungguh-sungguh menindaklanjuti hasil Pemeriksaan BPK Semester I tahun 2016; (2) setiap alat kelengkapan Dewan diharapkan menindaklanjuti hasil pengawasan dan temuan yang diperoleh selama kunjungan kerja (Kunker); (2) beberapa Tim bentukan DPR pada tahun-tahun sebelunya seperti Tim Pengawas,Tim Implementasi,Tim Pemantau,dan Tim Penguatan, pada tahun 2017 ini diharapkan dapat meneruskan proses kegiatannya; (3) dalam MS III TS 2016-2017, DPR akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap pemilihan pejabat public, antara lain: Calon Ketua dan Anggota BPH Migas, Calon Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Calon Anggota BPK, Calon Dewan Pengawas LPP TVRI, dan Calon Anggota KPU serta Bawaslu. Sesuai dengan tugas Pimpinan sebagaimana diatur dalam UU No. 17/2014 jo UU No. 42/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3 2014) dan Peraturan DPR No. 1/2014 tentang Tata Tertib, diantaranya adalah melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPR; menjadi juru bicara DPR, serta melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR, 3 maka Pidato Pembukaan tersebut di atas dapatlah dikatakan sebagai titik awal rencana kerja pengawasan selama MS III TS 2016-2017. Kecuali itu, menurut Pasal 225 UU MD3 2014 pada intinya menyatakan bahwa : (1) pidato pembukaan masa sidang, Pimpinan DPR menguraikan rencana kegiatan DPR dalam masa sidang yang bersangkutan dan masalah-masalah yang dipandang perlu disampaikan dalam rapat paripurna DPR. Sedangkan pada ayat (2) intinya menyatakan bahwa pada pidato penutupan masa sidang, Pimpinan DPR menyampaikan hasil kegiatan dalam masa reses sebelumnya, hasil kegiatan selama masa sidang yang bersangkutan, rencana kegiatan dalam masa reses berikutnya, dan masalah- masalah yang dipandang perlu disampaikan dalam rapat paripurna DPR. Karena itu, setelah berakhirnya dan disampaikanny Pidato Penutupan MS III TS 2016-2017, FORMAPPI bermaksud mengevaluasi terealisasi atau tidaknya rencana kerja dimaksud. Ruang lingkup evaluasi ini mencakup aspek-aspek berikut: (1) seperti apakah tindak lanjut Komisi-komisi terhadap IHP S-I 2016 yang telah disampaikan BPK kepada DPR dalam rapat paripurna DPR 4 Oktober 2016?; (2) bagaimanakah tindak lanjut temuan-temuan hasil Kunker selama MS II 2016-2017?; (3) seperti apakah Timwas maupun Tim Pemantau bentukan DPR yang diputuskan untuk diaktifkan kembali dalam Rapat Paripurna DPR tanggal Lihat Pasal 86 UU No. 17/2014 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 42/2014 MD3 2014 dan Pasal 31 Peraturan DPR No. 1/2014 tentang Tata Tertib. 3
9
24 Januari 2017?; (4) seberapa jauhkah realisasi pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan calon-calon pejabat publik? 1. Tindak Lanjut Temuan BPK Pada IHP S- I 2016 Oleh Komisi Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK pada Semester I 2016 (IHP S-I 2016) atas pengelolaan keuangan Negara telah disampaikan kepada DPR dalam Rapat Paripurna tanggal 4 Oktober 2016. Dalam IHP S-I 2016, BPK antara lain menemukan permasalahan-permasalahan kerugian Negara4 di 12 (dua belas) Kementerian/Lembaga (K/L) dan temuan-temuan lainnya di K/L. Temuan dan tindak lanjut oleh Komisi-komisi DPR dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 : Daftar Temuan BPK pada IHP Semester 1 Tahun 2016 dan Tindak Lanjutnya oleh Komisi-komisi pada TS 2016-2017 No.
Nama K/L dan Jumlah Kerugian Negara
Komisi Mitra Kerja
1
Kementerian PUPR (Rp. 158,96 miliar)
V
2
Kemensos (Rp. 7,38 miliar)
VIII
3
Kement Perhubungan (Rp, 29,44 miliar)
V
4
KementRistekdanDikti (Rp. 32,61 miliar)
X
5
Kemenkeu (Rp. 8,44 miliar)
XI
Tindak Lanjut Pada TS 20162017 (Raker/RDP) TIDAK DITEMUKAN DATA RAKER tanggal 25 1-2017 (MS III)
TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN
Rekomendasi Raker/RDP
TIDAK DITEMUKAN DATA “Sepatutnya perlu peningkatan kualitas laporan sehingga pada tahun ini tidak sampai disclaimer. Perlu upaya untuk menaikkan hasil evaluasi atas kinerja dari Disclaimer menuju WDP,” TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA
Menurut BPK, permasalahan kerugian negara antara lain terjadi karena pejabat yang bertanggung jawab lalai dan tidak cermat dalam menaati dan memahami ketentuan yang berlaku, belum optimal melaksanakan tugas dan tanggungjawab, serta lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan program/ kegiatan. Selain itu, permasalahan kerugian Negara terjadi karena pengambilan kebijakan yang tidak tepat dan rekanan tidak melaksanakan perjanjian sesuai kontrak (bpk.go.id, IHPS I 2016, Bab I, hlm. 29). 4
10
6
Kepolisian RI (Rp. 2,97 miliar)
III
7
Kemendikbud (Rp. 10,10 miliar)
X
8
Kement Agama (Rp. 18,26 miliar)
VIII
9
Kemendagri (Rp. 1,42 miliar)
II
10
Kemenpora (Rp. 1,38 miliar)
X
11
Kemensekneg (Rp.1,03 miliar)
II
12
KementKelautan&Perik anan (Rp. 0,96 miliar) BadanInformasiGeospa sial (Rp. 24,62 miliar) BP BPWS (BadanPelaksanaBadan Pengembangan Wilayah SurabayaMadura) (Rp. 1,38 miliar) Kementerian ESDM
IV
13 14
15
VII V
VII
DATA RAKERtanggal 22-2-2017 (MS III)
TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA
RAKERtanggal 22-11-2016 (MS II)
11
Komisi III DPR RI mengapresiasi Polri dalam memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Dari BPK RI tahun 2015, dan diharapkan dapat dipertahankan pada laporan keuangan tahun berikutnya. TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA TIDAK DITEMUKAN DATA
Mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI untuk menyampai Kantindak lanjut atas temuan BPK RI Tahun anggaran 2015, baik kualitatif maupun kuantitatif kepadaKomisi VII DPR RI paling lambat
16
KementerianPertanian
IV
17
Kementerian LHK
IV
18
KEMHAN/TNI
19
SKK MIGAS
I
VII
TIDAK DITEMUKAN DATA RAKER tanggal 18-1-2017 (MS III)
RAKER tanggal 6-2-2017 (MS III)
RDPtanggal 512-2016 (MS II)
12
tanggal 2 Desember 2016 TIDAK DITEMUKAN DATA Komisi IV DPR RI menerima Penjelasan Menteri LHK atas tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2016 dan meminta Kementerian LHK untuk menindak Lanjuti berbagaitemuan BPK RI yang belum diselesaikan pada tahun 2016, terutama terkait inventarisasi asset dan optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Bidang lingkungan hidup dan Kehutanan Komisi I DPR RI juga meminta kepada Kemhan/TNI untuk memperhatikan rekomendasi dari BPK atas Laporan KeuanganKemhan/TNI TA. 2016, dan menjadikannya sebagai panduan untuk pelaksanaan anggaran tahun berikutnya. Komisi VII DPR RI meminta SKK Migas untuk menyampaikan tindak Lanju tatas temuan hasil audit BPK RI kepadaKomisi VII DPR RI yang Terkait dengan TWU khususnya
Penjualan minyak ke kilang minyak TWU yang dijual dibawah harga ICP
Tindak Lanjut Temuan Kunker MS II dalam Rapat-rapat di DPR Pada MS III TS 2016-2017
Selama MS II (termasuk masa reses) dalam TS 2016-2017, Komisikomisi/Alat Kelengkapan DPR melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) sebanyak 91 kali. Komisi/AKD yang melakukan Kunker ada 7 (tujuh) Komisi dan 3 (tiga) AKD (Pimpinan, BURT dan BKSAP), serta Tim Pengawas Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan Tim Pemantau Pelaksanaan UU Otonomi Khusus. Komisi yang tidak melakukan Kunker: Komisi I, II, VII dan XI. Kunker dilakukan dalam rangka: (1) Pengawasan pelaksanaan UU, yaitu: UU tentang Perpustakaan; UU tentang Jaminan Produk Halal, UU Narkotika, UU KUHP, UU Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, UU Keistimewaan DIY, UU Perlindungan Anak, dan Peraturan Menteri Perikanan tentang alat tangkap dan jenis tangkapan. (2) Pengawasan pelaksanaan APBN; (3). Sosialisi Renstra DPR 2015-2019; (4) Menyerap Aspirasi Masyarakat daerah terkait rencana Revisi UU, antara lain: Sosialisasi Revisi UU Sumber Daya Hayati; (5) Memastikan pelayanan kelas utama bagi anggota-anggota DPR di RS-RS di daerah. Dalam Kunker ditemukan pula ngambeknya Anggota DPR karena tidak ditemui Gubernur/Wakil Gubernur, misalnya Komisi IV di Kalimantan Selatan, Komisi VI di Kalimantan Utara. Anggota Komisi IV kecewa atas tidak hadirnya Gubernur dan dengan kesal menyatakan: ketidaksiapan jajaran Pemda Kalsel menyambut kedatangan Tim Kunker Komisi IV bisa berdampak pada besaran alokasi APBN terkait masalah pertanian, perikanan, kelautan dan kehutanan menjadi tidak maksimal karena ketidak seriusan jajaran Pemda Kalsel sendiri. Ada pula Kunker Komisi III yang mengundang para akademisi untuk menyampaikan aspirasi dalam Focus GroupDiscussion (FGD). Di NTB, Kunker menemukan bahwa dana BUMDes belum cair karena adanya kebijakan dari Kementerian Keuangan. Ditemukan pula adanya dobel pembiayaan atas pengelolaan bus Dishub untuk masyarakat di NTB dan Pemda tidak memperoleh bagi hasil usaha transportasi. Dalam Kunker di Provinsi Riau ditemukan serap anggaran (APBD) yang rendah karena ketakutan. Sebab Gubernurnya terkena kasus korupsi. Pelaksanaan UU No. 43/2007 tentang Perpustakaan belum bagus seperti di Sumatra Utara, tetapi ada juga yang sudah bagus, misalnya di Jawa Timur. Daerah yang sudah memiliki Perda Perpustakaan secara nasional baru 30%, di tingkat Provinsi baru 60%. Muncul ide dari anggota Komisi III, Arzul Sani tentang perlunya strategi baru dalam memberikan hukuman bagi pelanggar hukum karena over 13
capasitynya setiap lapas di Indonesia (>56%), yakni berupa hukuman kerja sosial bagi pelaku tindak pidana ringan, misalnya pemakai narkoba. Terkait pengawasan TKA ditemukan adanya pelanggaran berupa TKA melakukan kerja penanaman cabe. Jadi pengawasan TKA harus ditingkatkan. Namun terdapat keanehan bahwa Renstra DPR 2015-2019 yang sudah disusun tahun 2015 baru disosialisasikan tahun 2016. Terdapat Kunker yang tujuannya hanya untuk kepentingan anggota DPR semata,antara lain soal Pelayanan Kesehatan Kelas Utama di RS-RS provider Jamkestama anggota DPR. Tindak lanjut temuan Kunker MS II pada Raker/RDP dengan K/L selama MS III TS 2016-2017 dapat disimak pada tabel 2. Tabel 2 : Tindak Lanjut Temuan Kunker MS II pada Sidang-sidang MS III TS 20162017 Kom isi
Temuan Kunker
TindakLanjut
III
PENGAWAS AN TENAGA KERJA ASING
MENKUMHAM
III
Overkapasitas di Lembaga Pemasyarakat an
MENKUMHAM
X
Pelaksanaan UU No. 43/2007 tentang Perpustakaan
Raker dengan Mitra Kerja
RDP + Mitra
PERP USN AS
14
Kesimpulan/ Rekomendasi
KOMISI III DPR RI meminta Menteri Hukum dan HAM RI mengevaluasi seluruh kebijakan hukum dan implementasinya terkait dengan Kebijakan Bebas Visa dan Pengawasan Orang Asing. KOMISI III DPR RI meminta Menteri Hukum dan HAM RI untuk meningkatkan kinerja dan merumuskan strategi kebijakan yang efektif dalam upaya menyelesaikan permasalahan Over kapasitas di berbagai Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan di seluruh Indonesia Mendesak Perpusnas RI untuk menyusun strategi pencapaian RKP TA 2017 yang berkaitan dengan peningkatan budaya
VIII
Pelaksanaan UU No 17 Tahun 2016 atas perubahan kedua UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI
membaca, literasi, dan akses perpustakaan. Mendesak untuk segera melakukan harmonisasi Peraturan Pemerintah untuk mengimplementasikan UU No 17 Tahun 2016 atas perubahan kedua UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak setelah diundangkan.
Kegiatan Tim Pemantau dan Timwas Pada Rapat Paripurna 23 Januari 2017, DPR telah memutuskan untuk mengaktifkn kembali Tim Pemantau, Tim Pengawas dan tim-tim lain (6 Tim) agar terus melaksanakan tugasnya. Timwas dan Tim Pemantau yang ditemukan melakukan kegiatan selama MS III TS 2016-2017 hanya ada satu, yaitu Tim Pengawas Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Timwa dan Tim Pemantau yang ditemukan melakukan kegiatan selama MS III selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 : Kegiatan Tim Bentukan DPR RI selama MS III TS 2016-2017 NO 1.
TIM WAS DAN TIM PEMANTAU
Tim Implementasi Reformasi DPR RI
2.
Tim Pemantau DPR RI
3.
Tim Pemantau dan Evaluasi UP2DP
4.
Tim Penguatan Diplomasi Parlemen Tim Pengawas DPR RI tentang Pembangunan Wilayah Perbatasan Timwas TKI
5
6
TANGGAL
TINDAK LANJUT
SUMBER
TIDAK DITEMUK AN DATA TIDAK DITEMUK AN DATA TIDAK DITEMUK AN DATA TIDAK DITEMUK AN DATA
TIDAK DITEMUKAN DATA
TIDAK DITEMUKAN DATA
TIDAK DITEMUKAN DATA
TIDAK DITEMUKAN DATA
TIDAK DITEMUKAN DATA
TIDAK DITEMUKAN DATA
TIDAK DITEMUKAN DATA
TIDAK DITEMUKAN DATA
TIDAK DITEMUK AN DATA
TIDAK DITEMUKAN DATA
TIDAK DITEMUKAN DATA
18-2-2017
Tim Pengawas TKI DPR RI (Timwas) dipimpinWakilKet
http://dpr.go.id/b erita/detail/id/155 66/t/Timwas+TKI
15
TIMWAS TKI
31-1-2017
TIMWAS TKI
08-2-2017
ua DPR RI Fahri Hamzah melakukan kunjungan kerja lapangan ke Hongkong guna menggali informasi mengenai permasalahan TKI yang berada di Hongkong sebagai salah satu masukan dalam menyelesaikan revisi UU Nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja di luar negeri yang saat ini sedang dibahas Timwas. Tim Pengawas TKI DPR RI, Rieke DiahPitaloka mengatakan, telah terjadi indikasi perdagangan orang ke Arab Saudi berkedok pengiriman TKI. Dia mengungkapkan saat ini ada 45 TKI wanita yang berada di penampungan milik TTCo di daerah Obhur, Jeddah terlantar di Saudi dan terancam kena hukuman, lantaran menyalahi izin kerja. Meminta pemerintah untuk 16
+DPR+Ke+Hongko ng+Pastikan+Perlin dungan+TKI
http://amanahana knegeri.com/berita /politik/9071/Tim -Pengawas-TKIDPR-RI-BongkarKasusPerdaganganOrang-45-TKI-diArab-Saudi
http://dpr.go.id/b erita/detail/id/154
menertibkan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Terutama kepada PJTKI yang melakukan overchar ging atau biaya penempatan berlebih terhadap calon tenaga kerja yang akan diberangkatkan keluar negeri.
74/t/Timwas+TKI +Minta+Pemerinta h+Tertibkan+PJTKI
Pelaksanaan Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Pejabat Publik Dalam Pidato Pembukaan MS III TS 2016-2017, Ketua DPR menyatakan bahwa DPR akan melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon-calon pejabat public di 6 institusi. Namun dalam kenyataannya, tidak satupun caloncalon pejabat public yang dilakukan. Padahal Komisioner KPU dan Bawaslu misalnya sudah akan habis masa jabatannya pada 12 April 2017. Kecuali itu, masa jabatan Dewan Pengawas LPP TVRI sudah pernah gagal di fit and proper test pada MS II TS 2016-2017. Karena itu melalui Raker Komisi I dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, jabatan Dewas LPP TVRI diperpanjang. Namun dalam MS III inipun para calon Dewas LPP TVRI juga gagal diselesaikan. Sebaliknya, calon pejabat public yang tidak disebut dalam Pidato Pembukaan MS III TS 2016-2017 oleh Ketua DPR justru dapat diselesaian, yaitu Badan Supervisi Bank Indonesia. Kesimpulan Pada 23 Februari 2017, DPR menutup MS III TS 2016-2017. Pada pidato penutupan masa sidang itu, Ketua DPR Setya Novanto menyatakan bahwa di masa sidang III ini, DPR telah melaksanakan sejumlah fungsi pengawasan, yaitu: pertama, proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI); kedua, DPR juga telah memberikan pertimbangan terhadap pengangkatan enam calon duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (LBBP) beberapa negara sahabat untuk Indonesia; ketiga, tim pengawas DPR RI terhadap perlindungan TKI telah mengadakan rapat dengar pendapat umum dengan Konjen RI di Malaysia dan di Hong Kong, serta perusahaan penyalur tenaga kerja. Menurut Pasal 225 ayat (2) UU MD3 2014, Pidato Penutupan Masa Sidang pada intinya berisi penyampaian hasil kegiatan dalam masa reses sebelumnya, hasil kegiatan selama masa sidang yang bersangkutan, rencana kegiatan dalam 17
masa reses berikutnya, dan masalah- masalah yang dipandang perlu disampaikan dalam rapat paripurna DPR. Mengacu pada ketentuan seperti itu, dan berdasarkan penelusuran pelaksanaan fungsi pengawasan melalui media resmi DPR maupun media massa lainnya, maka dapat disimpulkan pelaksanaan fungsi pengawasan sebagian besar tidak terealisasi alias mangkrak. Kemangkrakan pelaksanaan fungsi pengawasan tersebut dapat disimak pada tabel berikut: Tabel 4: Mangkraknya Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Selama MS III TS 20162017 Agenda Pengawasan 1. Tindak Lanjut Temuan BPK SM-I 2016 2. Tindak Lanjut Temuan Kunker MS II 2016-2017 3. Uji Kelayakan dan Kepatutan
Target
Realisasi
Semua Komisi
5 dari Komisi
Keterangan
11 6 Komisi tidak ditemukan data menindak lanjuti alias mangkrak Semua 3 Komisi 8 Komisi dan AKD lainnya tidak AKD ditemukan data lakukan tindak lanjut dalam Raker/RDP alias mangkrak 6 Institusi 0 100% mangkrak, tetapi ada 1 institusi Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) tidak diagendakan pada MS III dilaporkan (ini siluman) 4. Pengaktifan 6 Timwas 1 (satu) yaitu 85,34% mangkrak. Tim Pengawas dan Tim Timwas, Timwas maupun Tim Pemantau (Timwas) Pemantau yaitu Timwas yang lain tidak jelas maupun Tim Penempatan informasinya alias mangkrak. Pemantau Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
18
IV. Evaluasi Kepemimpinan Menurut Pasal 86 UU MD3 2014, Pimpinan DPR antara lain bertugas melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPR, dan menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan untuk itu. Sedangkan Pasal 225 Peraturan DPR No. 1/2014 tentang Tata Tertib, pada setiap Pembukaan Masa Sidang (MS), Pimpimam DPR menyampaikan pidato yang isinya antara lain tentang rencana dan target-target yang hendak dicapai dalam masa sidang yang bersangkutan. Selanjutnya, pada Penutupan Masa Sidang, Pimpinan DPR menyampaikan hasil kerja selama masa sidang yangbersangkutan serta rencana kerja MS berikutnya. Dalam MS III Tahun Persidangan 2016-2017, Ketua DPR Setya Novanto mengemukakan rencana dan target DPR sebagai berikut: Pertama, di bidang legislasi, dari 50 RUU Prioritas 2017 yang ditetapkan dalam Keputusan Rapat Paripurna DPR-RI tanggal 15 Desember 2016, 40 RUU merupakan luncuran dari Prolegnas Prioritas Tahun 2016 dan sebanyak 19 RUU sudah dalam Tahap Pembicaraan Tingkat I. Karena itu ia mengharapkan agar Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang ditugaskan untuk membahas RUU dapat segera menyelesaikannya, terutama RUU yang pembahasannya sudah melebihi 3 (tiga) kali masa sidang. Beberapa RUU dalam Prioritas 2017 yang mendapat sorotan dari masyarakat perlu segera diselesaikan pembahasannya, yaitu RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu, RUU tentang KUHP, dan RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Selain itu, DPR mengusulkan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3. Kedua, dalam pelaksanaan fungsi anggaran, DPR khususnya komisikomisi akan mengadakan rapat kerja/rapat dengar pendapat untuk membahas evaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2016 dan tindak lanjut Hasil Pemeriksaan Semester I BPK RI Tahun 2016. Pimpinan DPR meminta kepada komisi-komisi agar bersungguh-sungguh menindaklanjuti Hasil Pemeriksaan tersebut. Ketiga, dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, Pimpinan berharap setiap alat kelengkapan dewan menindaklanjuti hasil pengawasan dan temuan yang diperoleh selama kunjungan kerja. Selain itu, terdapat beberapa tim yang masih bekerja seperti Tim Pengawas, Tim Implementasi, Tim Pembantu, dan Tim Penguatan yang sudah dibentuk pada tahun-tahun sebelumnya yang diharapkan pada Tahun 2017 ini dapat meneruskan proses kegiatannya. DPR juga akan melakukan serangkaian proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon pejabat public, seperti Calon Ketua dan Anggota Komite BPH Migas, Calon Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Calon Dewan Pengawas LPP TVRI, Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
19
Selain itu, DPR akan terus melaksanakan aktivitas diplomasi perlemen, antara lain menugaskan Delegasi untuk menghadiri pertemuan tahunan ke-25 Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF) tanggal 13 sampai dengan 20 Januari 2017 di Nadi, Fiji, sidang ke-12 Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) Conference and other related meetings tanggal 21 sampai dengan 29 Januari 2017 di Bamako, Republik Mali, dan pertemuan tahunan Parliamentary Hearing PBB tanggal 13 sampai dengan 14 Februari 2017 di New York. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana DPR menyikapi atau merespon berbagai peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. Di akhir masa sidang, Ketua DPR kembali menyampaikan pidato dalam rapat paripurna Penutupan Masa Sidang, yang antara lain berisi capaian-capaian dari rencana dan target-target yang telah disampaikan pada waktu Pembukaan Masa Sidang. Dua momen rapat paripurna Pembukaan dan Penutupan Masa Sidang akan dijadikan landasan Formappi dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja DPR dalam MS III ini. Pimpinan dan Kelembagaan DPR Tanpa mengurangi arti penting tugas-tugas lainnya, Pimpinan DPR pada pokoknya bertugas menyusun rencana kerja pimpinan, melakukan koordinasi dan menyinergikan tugas-tugas AKD lainnya. Rencana kerja pimpinan disusun dan diputuskan dalam rapat pimpinan oleh Pimpinan DPR berupa penetapan agenda dan materi yang akan menjadi kebijakan DPR. Dari rencana kerja ini dapat dilihat apa saja dan bagaimana hal itu akan dikerjakan dalam satu masa sidang. Materi itu dibagi-bagi berdasarkan bidang-bidang tertentu kepada para pimpinan DPR dan mengkoordinasikan masing-masing bidang itu sesuai kesepakatan. Jadi setiap pimpinan mempunyai tugas mengkoordinasikan bidang-bidang tertentu dengan alat kelengkapan DPR yang terkait bidangbidang tersebut. Selain itu, Pimpinan DPR adalah jurubicara DPR, artinya setiap pimpinan mempunyai tugas menjelaskan keputusan-keputusan yang telah diambil DPR kepada public. Oleh karena itu, setiap pimpinan DPR tidak boleh berbicara apa saja (semaunya) terkait jabatannya. Saling Silang Pendapat Antar Pimpinan Berkaitan dengan hal-hal diatas, maka ada beberapa catatan atas perilaku atau sikap Pimpinan DPR dalam menjalankan tugas-tugasnya, yakni: pertama, berkenaan dengan aksi Forum Umat Islam (FUI). Penerimaan Pimpinan DPR terhadap aksi FUI yang menyampaikan aspirasi patut kita apresiasi karena merupakan suatu kemajuan dimana selama ini seringkali para wakil rakyat enggan menerima kelompok masyarakat yang hendak mengadukan permasalahannya. FUI meminta kepada Pimpinan DPR agar terdakwa penistaan agama, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok segera dinon-aktifkan, menjaga mulutnya yang terus menista agama dan ulama, serta menahan yang
20
bersangkutan. Selain itu, FUI juga menyampaikan adanya dugaan kriminalisasi terhadap sejumlah ulama.5 Demo atau penyampaian aspirasi sah-sah saja dalam negara demokrasi, tetapi yang menarik adalah perbedaan sikap antar Pimpinan DPR atas penyampaian aspirasi itu. Di satu pihak, Wakil Ketua DPR Fadli Zon dengan antusias menerima dan tegas mendukung penuh aspirasi tersebut. Fadli Zon menilai dengan tidak dicopotnya Ahok, maka Ahok dapat menggunakan posisinya untuk kepentingan Pilkada dengan membuat kebijakan yang menguntungkan dirinya. Fadli bahkan menuduh Mendagri Tjahjo Kumolo (yang tidak segera memberhentikan Ahok) mempunyai kepentingan yang sama dengan calon (Ahok dan Djarot) karena berasal dari partai yang sama, sehingga kebijakannya menjadi bias.6 Di samping itu, Fadli Zon juga akan mengirim surat berisi tuntutan 212 kepada Presiden Joko Widodo.7 Sikap Fadli ini menarik karena sebagai Pimpinan DPR telah berpihak, padahal sebagai wakil rakyat apalagi Pimpinan DPR seharusnya bersikap netral. Fadli menuduh pihak lain (Mendagri) melakukan kebijakan yang bias, sementara sikapnya sendiri bias karena memihak. Seperti diketahui, Fadli Zon adalah politisi Partai Gerindra yang mengusung pasangan calon Anies-Sandi dalam Pilkada DKI Jakarta. Di sisi lain, Ketua DPR Setya Novanto berpendapat bahwa aksi demonstrasi itu mestinya tidak dilakukan karena pembahasan soal angket DPR terkait pencopotan Ahok sedang dalam proses di DPR.8 Proses tersebut juga tidak perlu terburu-buru karena penting juga mendengar anggota-anggota DPR yang lain dan kejelasan status Ahok dari segi hukum.9 Sebagaimana diketahui penggunaan hak angket juga mempunyai jalan panjang, karena draft usulan hak angket baru bisa diajukan jika telah mendapat persetujuan 25 anggota DPR dan dua Fraksi. Draf angket terkait Ahok ini telah ditandatangani oleh 90 orang anggota DPR terdiri atas: 22 anggota Fraksi Gerindra, 42 anggota Fraksi Demokrat, 10 anggota Fraksi PAN, dan 16 anggota Fraksi PKS, sehingga sudah memenuhi syarat untuk diajukan. Kemudian Pimpinan DPR akan memrosesnya melalui Rapat Pimpinan (Rapim) DPR, selanjutnya dirapatkan di Badan Musyawarah (Bamus) DPR, dan seterusnya. Jadi DPR mempunyai tahapan5Tiga
tuntutan FUI ini disampaikan Sekjen FUI Muhammad Al-Khatthath dan diterima langsung oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang didampingi oleh Komisi III M Syafii, Supratman Andi Atgas, dan Moreno Soeprapto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, sebagaimana diberitakan https://news.detik.com/berita/d-3427103/jelang-aksi212-fui-sampaikan-2-aspirasi-ke-pimpinan-dpr; http://www.antaranews.com/berita/613593/pimpinan-dpr-terima-kunjungan-fuiterkait-212 6 tirto.id 7 http://poskotanews.com/2017/02/21/soal-ahok-pimpinan-dpr-surati-jokowi/ 8 tirto.id 9 http://politik.news.viva.co.id/news/read/885545-ketua-dpr-hak-angket-ahok-takperlu-tergesa-gesa 21
tahapan yang jelas harus diikuti dan tidak serta merta bisa diputuskan begitu saja. Perbedaan sikap antar Pimpinan DPR terkait jabatan (bukan sikap pribadi) tentu menimbulkan pertanyaan. Perbedaan sikap antar pimpinan DPR boleh saja tetapi itu harus diselesaikan dalam rapat pimpinan dan setelah keputusan didapat maka sikap keluar harus satu sesuai keputusan itu. Hal ini berkaitan dengan salah satu tugas Pimpinan DPR adalah menjadi jurubicara DPR. Berbicara ke public atas nama Pimpinan DPR, siapapun boleh dari salah satu pimpinan tersebut, namun seharusnya sikap Pimpinan DPR sama. Sebab apa yang hendak disampaikan ke public merupakan hal-hal yang telah diputuskan dalam rapat pimpinan, sehingga materi yang disampaikan tersebut tidak boleh di luar yang sudah diputuskan. Sikap yang ditunjukkan oleh Fadli Zon dengan mengatasnamakan pimpinan DPR dalam pernyataanpernyataannya tentang status Ahok tidak mencerminkan sikap DPR. Apakah sebelum menyampaikan sikapnya itu, pimpinan DPR sudah melakukan rapat pimpinan DPR mengenai status Ahok? Nyatanya ada pendapat berbeda dari pimpinan DPR yang lain, yaitu Setya Novanto terkait masalah yang sama. Tidak diketahui bagaimana sikap tiga pimpinan DPR lainnya. Demikian pula terkait dengan rencana Pimpinan DPR menyurati Presiden Jokowi sebagai tindak lanjut dari penyampaian aspirasi FUI ke DPR. Surat resmi DPR kepada lembaga Negara lain yang manapun, termasuk Presiden juga harus berdasarkan keputusan pimpinan DPR. Tidak bisa salah satu pimpinan langsung mengirim surat kepada Presiden sebelum koordinasi dengan pimpinan lain dan semuanya setuju. Selain itu, aspirasi yang menyangkut masalah hukum seperti status Ahok seyogyanya diselesaikan pada ranah hukum melalui pengadilan. Bukankah kasus Ahok kini tengah ditangani pengadilan, baik dakwaan dalam kasus penistaan agama dan ulama, maupun penon-aktifan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta yang kini ditangani Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). DPR khususnya pimpinan, seharusnya mampu memberikan pendidikan politik dan hukum kepada masyarakat agar rakyat semakin memahami bagaimana berdemokrasi secara lebih beradab dan bermartabat. Kedua, Wakil DPR Fahri Hamzah menghadiri aksi demonstrasi atau yang dikenal dengan “Aksi Bela Islam” di depan Istana Negara Jakarta, 4 November 2016. Meski sempat dilarang oleh koleganya yang juga Ketua DPR (ketika itu dijabat Ade Komarudin), tetapi ia tetap ikut demo bersama Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Bahkan Fahri Hamzah ikut berorasi, yang antara lain menyebutkan bahwa ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menjatuhkan Presiden, yaitu menggalang mosi tidak percaya lewat parlemen ruangan atau parlemen jalanan yang bertindak menuntut Presiden mundur.10 Meski alasannya hadir dalam aksi 411 itu atas undangan masyarakat, tak pelak banyak pihak menganggap 10http://nasional.kompas.com/read/2016/11/04/19551281/fahri.hamzah.dua.cara.jatu
hkan.presiden.lewat.parlemen.ruangan.atau.jalanan 22
kehadirannya itu kontroversial. Salah satunya datang dari Barisan Relawan Jokowi Presiden (BaraJP) yang menilai tindakan Fahri Hamzah sebagai dugaan penghasutan makar dan melaporkannya ke Badan Reserse Kriminal Polri. Sebagai Wakil Ketua DPR, Fahri seharusnya menjaga kebangsaan, tetapi justru secara serampangan membalikkan fakta dengan kalimat provokatif dan menuduh Presiden Jokowi membiarkan penistaan agama, melindungi penista agama, dan menuduh seolah-olah Presiden harus dilengserkan.11 Selain itu, keterlibatan Fahri Hamzah dan Fadli Zon dalam aksi demonstrasi tidak termasuk dalam tupoksi DPR, yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan. Pimpinan DPR seharusnya memiliki kultur yang baik dalam menjalankan jabatannya. Setelah dilaporkan ke Bareskrim, terjadi perubahan sikap yang signifikan dari Fahri dan juga Fadli Zon. Keduanya memutuskan untuk tidak menghadiri aksi 212 (2 Desember 2016) bahkan justru pergi ke luar negeri. Fahri ke Usbekistan memenuhi undangan menghadiri pemilu pertama setelah Presiden Islam Karimov berkuasa selepas Usbekistan dari Uni Soviet, sementara Fadli Zon terbang ke Panama untuk menjadi pembicara soal Panama Papers.12 Lebih aneh lagi, sekembalinya dari luar negeri, Fahri Hamzah menyatakan bahwa bila ada yang menjatuhkan Pak Jokowi secara illegal, dirinya akan membela secara terbuka.13 Bagaimana mungkin dari seorang pimpinan DPR yang suka berbicara dan bersikap serampangan atau “mencla-mencle” seperti ini dapat dijadikan teladan oleh anggota DPR lainnya. Sebaliknya hal itu akan berpengaruh buruk bagi anggota DPR dan dapat melakukan hal yang sama karena pimpinan mereka juga melakukannya. Ketiga, masalah sengketa Pemerintah Indonesia dan Freeport sudah dalam taraf yang sangat serius, masing-masing pihak tetap pada pendiriannya. Ancaman Freeport yang akan membawa kasus ini ke badan arbitrase internasional membuat pihak Indonesia meradang. Ancaman itu muncul setelah perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu menganggap Pemerintah Indonesia berlaku tidak adil lantaran menerbitkan aturan yang mewajibkan perubahan status Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). DPR pun memberi dukungan kepada Pemerintah, antara lain dari Wakil Ketua DPR Agus Hermanto yang meminta pemerintah tidak takut terhadap ancaman itu. Indonesia menghormati kerjasama dengan negara manapun, tetapi semua pihak harus mengacu pada undang-undang yang berlaku di Indonesia. Kalau Freeport ingin ekspor, harus mengikuti aturan, yaitu Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral yang sudah ada izin khusus itu. Selain itu, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara 11
https://nasional.tempo.co/read/news/2016/11/09/078818929/relawan-jokowi-barajpadukan-fahri-hamzah-ke-bareskrim 12 http://wartakota.tribunnews.com/2016/12/02/fadli-zon-dan-fahri-hamzah-pilih-keluarnegeri-ketimbang-datang-ke-monas 13 http://www.cnnindonesia.com/politik/20161122163908-32-174497/fahri-hamzah-klaimpasang-badan-bela-jokowi-soal-aksi-makar/ 23
(Minerba) mengharuskan perusahaan yang berstatus kontrak karya membangun smelter paling lambat 5 tahun sejak undang-undang ini ditetapkan. Namun sampai saat ini smelter yang dibangun Freeport di Gresik tidak kunjung selesai. Agus Hermanto meyakini Pemerintah Indonesia akan menang di arbitrase internasional. Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPR Fadli Zon, selain mengacu pada undang-undang, Pemerintah Indonesia telah memberikan berbagai keringanan kepada Freeport, semisal memperbolehkan membangun smelter di Gresik. Indonesia adalah negara berdaulat maka Pemerintah harus berani menghadapi rencana Freeport membawa masalah ini ke arbitrase internasional. Meskipun pernyataan kedua Wakil Ketua DPR itu senada, lagi-lagi menjadi pertanyaan apakah itu merupakan sikap resmi DPR atau hanya pendapat pribadi masing-masing. Komunikasi antar lembaga negara, termasuk dalam mengemukakan sikap seharusnya mengikuti cara-cara formal atau resmi. Pertama, sikap itu diambil setelah diputuskan dalam keputusan rapat pimpinan, dan kedua, disampaikan dengan surat resmi DPR atau bertemu langsung dengan Presiden. Karena itu tidak cukup hanya menyatakan sikap lembaga DPR melalui pers atau media massa. Prinsip seperti itu penting guna menghindari kesimpangsiuran dalam tata kelola di internal Pimpinan. Keempat, kasus korupsi e-KTP. Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, akan ada nama-nama besar yang akan disebut dalam surat dakwaan dalam sidang pertama kasus mega korupsi e-KTP yang merugikan Negara sebesar 2,3 trilyun rupiah, anda akan sangat terkejut.14 Meski tidak menyebut nama-nama besar tersebut, pernyataan Ketua KPK ini membuat banyak pihak terperangah dan meningkatkan suhu politik di tanah air. Namun jika ditilik dari sejarah peradilan di Indonesia, khususnya peradilan kasus-kasus korupsi, nama-nama besar itu tidak substansial. Sebab peradilan korupsi menyangkut anggota DPR, menteri, atau bahkan presiden sudah pernah berlangsung di Indonesia. Jadi biasa-biasa saja. Yang menjadi focus perhatian seharusnya justru bagaimana kasus korupsi yang melibatkan banyak orang (legislatif, eksekutif, dan pengusaha/swasta)15 bisa terjadi dan dalam jumlah kerugian Negara yang begitu besar tidak terendus oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta uang yang dikorupsi itu bisa kembali. Media Indonesia, 4 Maret 2017. Jurubicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan bahwa siding perdana kasus e-KTP akan dilangsungkan tanggal 9 Maret 2017, dengan dakwaan terhadap mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto. Dalam dakwaan juga akan disebut beberapa nama yang diduga terkait dalam kasus ini. Selama penyidikan, ada 23 anggota DPR yang diagendakan diperiksa, namun tidak semua memenuhi panggilan. Dari kerugian Negara 2,3 trilyun rupiah, 14 orang telah mengembalikan uang sekitar Rp 30 milyar, termasuk sebagian anggota DPR periode 2009-2014. Lihat Kompas, 6 Maret 2017. 14 15
24
Dalam persidangan diharapkan dapat diungkap fakta-fakta penyimpangan, mulai dari pembahasan anggaran, praktik ijon, hingga aliran dana termasuk pihak-pihak yang menikmati kerugian Negara dalam kasus ini. Jika nanti terbukti bahwa para anggota DPR yang disebut dalam dakwaan juga terlibat dalam perkara ini, mengkonfirmasi bahwa lembaga DPR menjadi lembaga negara yang korup, bahkan lembaga terkorup versi hasil survey Global Corruption Barometer.16 Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa anggota DPR yang berpenghasilan tinggi masih melakukan korupsi? Terdapat beberapa factor yang menjadi sebab, antara lain ingin memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau kelompok, bahkan korporasi. Bukan rahasia lagi jika partai politik membebani para wakilnya di DPR untuk mencari dana untuk menghidupi partainya. Inilah yang mendorong para wakil rakyat menemukan inovasi dalam memenuhi kewajibannya kepada partai, dan salah satunya adalah dengan memainkan anggaran negara. Dalam dakwaan atau orang-orang yang dipanggil KPK terkait kasus korupsi e-KTP ini setidaknya ada tiga bendahara umum partai politik yang disebut, yaitu Muhammad Nazaruddin (mantan Bendahara Umum Partai Demokrat), Setya Novanto (mantan Bendahara Umum Partai Golkar yang kini menjadi Ketua DPR), dan Olly Dondokambey (Bendahara Umum PDI-P).17 Mereka pada umumnya membantah menerima uang dari kasus e-KTP ini, tetapi jika nanti terbukti di sidang pengadilan telah menerima suap maka hal ini mengkonfirmasi bahwa partai politik juga menjadi penyebab terjadinya korupsi oleh anggota DPR. Apabila aliran dana hasil korupsi juga mengalir ke kantong partai politik, maka sebagai pihak yang menikmati hasil korupsi juga seharusnya mendapat sanksi, semisal tidak boleh mengikuti pemilu berikutnya. Kelima, Pansus UU Pemilu DPR tetap melakukan studi banding ke Jerman dan Meksiko. Alasannya masukan pakar dalam negeri tak cukup, bahkan masukan mereka dinilai tidak bermutu.18 Kepongahan DPR ini semakin merusak citranya, kalau memang hebat tentunya legislasi yang dihasilkan DPR mestinya bermutu. Justru produk UU yang dihasilkan sering amburadul, belum lama disahkan langsung diajukan ke MK untuk di judicial review. Hasil studi banding DPR juga tidak ada manfaatnya dan meremehkan pakar dalam negeri juga sikap yang a-nasional. Ini sangat menyakiti hati public, wajar mereka meminta DPR agar tidak terlalu sering bepergian ke luar negeri karena hanya menghamburkan uang mereka yang dibayarkan melalui pajak. Justru anggota DPR yang harus tetap di dalam negeri dan focus pada tupoksinya, serta harus memberi kesempatan kepada pakar itu untuk studi banding. Terlalu sering meninggalkan tupoksinya, menjadi salah satu penyebab kinerja DPR yang selalu buruk. Kompas, 8 Maret 2017. Kompas, 10 Maret 2017. 18 Sebagaimana disampaikan Wakil Ketua Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR Benny K Harman (Fraksi Partai Demokrat) seperti dikutip Kompas, 6 Maret 2017. 16 17
25
Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, dapat diberikan beberapa kesimpulan berikut: pertama, pimpinan DPR yang bersifat kolektif kolegial belum sepenuhnya dijalankan. Setiap pimpinan DPR seolah-olah bisa berbicara dan bersikap apa saja, padahal mereka adalah jurubicara DPR. Jika mau taat asas dan aturan, setiap pimpinan DPR harus irit bicara sesuai dengan tugasnya sebagai jurubicara. Kedua, penyampaian pernyataan dan sikap tanpa melalui keputusan rapat pimpinan juga mencerminkan tidak berjalannya komunikasi antar pimpinan dan tata kelola dengan baik, sehingga pernyataan antar mereka saling berbeda, dan ini bisa membingungkan public. Ketiga, sengkarut tata kelola di tingkat pimpinan DPR dapat berimbas pada kinerja anggota DPR karena pimpinan DPR sebagai nakhkoda tidak memberikan arahan yang benar dan suri tauladan yang baik. Tidak mengherankan kinerja DPR pada MS III ini tidak juga membaik dari sebelumnya. Keempat, anggota DPR lebih memilih jalan-jalan ke luar negeri ketimbang menyelesaikan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), sehingga kinerjanya semuanya “mangkrak.”
26
LIPUTAN MEDIA
“TUPOKSI DPR MANGKRAK” EVALUASI MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2016-2017 JAKARTA, 16 MARET 2017
Formappi: Parlemen Lebih Sibuk Urus Angket Husen Miftahudin
•
Jumat, 17 Mar 2017 06:39 WIB
Peneliti Fungsi Legislasi Formappi Lucius Karus. Foto: MTVN/Husen Miftahudin.
Metrotvnews.com, Jakarta: Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai kinerja DPR RI selama masa sidang III tahun sidang 2016-2017, buruk. Fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan parlemen mendapat rapor merah karena mayoritas target tidak terlaksana. Peneliti Fungsi Legislasi Formappi Lucius Karus mengungkapkan, hal itu disebabkan tidak optimalnya pimpinan dalam mengkoordinasikan dan memastikan terealisasinya rencana kerja yang telah disampaikan pada pidato pembukaan masa sidang. Mereka lebih mengurus hal lain. "Mereka lebih banyak disibukkan dengan saling silang pendapat tentang penggunaan hak angket yang tidak strategis," ujar Lucius dalam konferensi pers di Kantor Formappi, Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Kamis 16 Maret 2017.
Para anggota DPR, lanjut dia, mewacanakan penggunaan hak angket hanya pada masalah yang lingkupnya sempit. Padahal, ada beberapa permasalahan yang sebenarnya lebih luas cakupannya karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Ada beberapa kebijakan pemerintah yang DPR seharusnya bisa mewacanakan penggunaan hak angket. Di antaranya adalah kebijakan pemerintah yang masih setengah-setengah soal memberantas peredaran narkoba. Padahal faktanya, ada 39 lembaga pemasyarakatan di Indonesia yang dijadikan sarang peredaran narkoba. "Presiden Jokowi juga sudah menyatakan bahwa Indonesia dalam keadaan darurat narkoba. Tapi kebijakan penanggulannya sendiri masih belum punya taji," tegas dia. Selain itu, kebijakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Atas beleid tersebut, PT Freeport Indonesia bereaksi dengan mengancam akan merumahkan ribuan pekerjanya. "Sekalipun begitu, DPR tidak terdengar untuk mewacanakan penggunaan hak angket terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut. Kalau seperti itu, kondisi ini akan membuat citranya di mata publik akan semakin terpuruk," tutup Lucius. (http://news.metrotvnews.com/read/2017/03/17/672651/formappi-parlemen-lebih-sibuk-urusangket).
Ini Saran FORMAPPI Agar Tupoksi DPR Tidak Mangkrak Untuk meningkatkan kinerja Tupoksi DPR, kata Lucius, proses penganggaran negara harus transparan dan akuntabel serta menutup semua peluang bagi terjadinya korupsi secara sistematis dan berjamaah.
16 Maret 2017 18:24 WIB
Pengamat FORMAPPI Lucius Carus. Jitunews/Bayu Erlangga
@jitunews http://www.jitunews.com/read/55033/ini-saran-formappi-agar-tupoksi-dpr-tidakmangkrak#ixzz4bZrN6FuG
JAKARTA, JITUNEWS.COM - Tugas Pokok dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selama masa sidang III tahun sidang 2016-2017 banyak yang tidak terealisasi alias mangkrak. Hal itu dibuktikan oleh tidak satu pun Undang-Undang yang berhasil dihasilkan selama masa sidang tersebut, padahal telah ditargetkan ada 4 RUU yang harus diselesaikan. Pengamat Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Lucius Karus menyarankan agar pimpinan DPR untuk selalu melakukan cek dan ricek kepada semua alat kelengkapan DPR baik itu komisi, badan, tim maupun panitia untuk memastikan terealisasinya program kerja yang telah dicanangkan pada pidato pembukaan masa sidang. Lucius juga menyarankan agar anggota DPR jika ingin menggunakan hak angket, maka isu yang dipilih untuk diangketkan harus lah yang benar-benar strategis dan berdampak luas bagi kehidupan masyarakat. "Lebih-lebih yang mengandung potensi kerugian negara dan memberatkan beban rakyat,
pasalnya akhir-akhir ini DPR sering mewacanakan hak angket yang dinilai tidak perlu yang dinilai berujung pada mangkraknya kinerja DPR," tuturnya. Selain itu, untuk meningkatkan kinerja Tupoksi DPR, kata Lucius, proses penganggaran negara harus transparan dan akuntabel serta menutup semua peluang bagi terjadinya korupsi secara sistematis dan berjamaah. "Kasus-kasus itu sebagaimana pernah terjadi pada proses penganggaran KTP elektronik, pembangunan Wisma Atlet, pembangunan sekolah olahraga Hambalang, pembangunan jalan di Maluku dan lain sebagainya," tutupnya. Sebelumnya, FORMAPPI menyebut penyebab mangkraknya Tupoksi DPR dikarenakan oleh faktor-faktor seperti pimpinan DPR yang lebih banyak disibukkan oleh silang pendapat atas kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama, wacana penggunaan hak angket untuk isu-isu politik parochial (sempit) dan dikarenakan Anggota DPR berkampanye Pilkada serentak di 101 wilayah kabupaten dan kota pada 15 Februari 17 yang lalu. @jitunews http://www.jitunews.com/read/55033/ini-saran-formappi-agar-tupoksi-dpr-tidakmangkrak#ixzz4bZsM5PGS
DPR dinilai lalai urus pembahasan undang-undang Penulis: Fariana Beritahati.com, Jakarta - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia atau disingkat Formappi menilai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR) selama masa sidang III, tahun sidang 2016-2017 banyak yang tidak terealisasi alias mangkrak. Pengamat Formappi, M Djadijono mengatakan, mangkraknya tupoksi DPR terlihat dari tidak ada satu pun Undang-undang yang dihasilkan dari target yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini terlihat dari tidak adanya undang-undang yang dihasilkan, padahal ada sekitar 50 RUU yang harus diselesaikan dan ada 4 RUU yang harusnya diselesaikan pada masa sidang III Tahun sidang 2016-2017. Menurutnya 4 RUU belum diselesaikan itu adalah RUU tentang penyelenggaraan pemilu, RUU tentang KUHP, RUU tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan RUU perubahan atas UU No. 17/2017 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. "Untuk masa sidang tiga ini ada 4 RUU yang ditargetkan akan selesai tetapi itu tidak ada yang selesai satu pun," ujarnya saat menggelar konferensi pers 'Evaluasi Kinerja DPR MS III' di Kantor FORMAPPI, Matraman, Jakarta, Kamis (16/3). Lebih buruknya lagi, RUU pada sidang-sidang sebelumnya seperti RUU sistem perbukuan, RUU kebudayaan, RUU Larangan Minuman beralkohol, RUU penerimaan negara bukan pajak, RUU
perlindungan pekerja Indonesia di Luar Negeri, dan RUU Arsitek kembali diluncurkan ke pembahasan berikutnya pada masa sidang ke IV, tahun sidang 2016-2017 yang baru dibuka pada 14 Maret 2017 kemarin."Itu artinya ada 10 RUU yang diluncurkan untuk masa sidang kali ini, yang baru dibuka kemarin," tuturnya. Menurutnya, mangkraknya pelaksanaan tupoksi DPR tersebut disebabkan oleh faktor-faktor seperti pimpinan DPR yang lebih banyak disibukkan oleh saling-silang pendapat atas peristiwa unjuk rasa 411, 212 dan 112 yang menuntut penangkapan dan penyidangan serta penonaktifan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dituduh melakukan penistaan agama maupun silang pendapat tentang perlu tidaknya digunakan hak angket. Kemudian disebabkan oleh anggota DPR yang lebih disibukkan membahas revisi UU MD3 2014, serta bersilang pendapat atas pasal-pasal RUU penyelenggaraan pemilu dan juga disibukkan berkampanye Pilkada serentak di 101 wilayah kabupaten dan kota pada 15 Februari 17 yang lalu. "Akhirnya dengan kondisi mangkraknya tupoksi DPR tersebut membuat citranya semakin terpuruk di mata publik," tutupnya. (http://beritahati.com/berita/26056/DPR-dinilai-lalai-uruspembahasan-undang-undang).
Jumat, 17 Maret 2017 Performa Buruk, DPR Tak Hasilkan UU Selama Masa Sidang Ketiga Tidak ada produk legislasi yang dihasilkan dalam masa sidang ketiga DPR untuk masa sidang 2016 -2017. ADY Dibaca: 657 Tanggapan: 0
DPR telah menetapkan 50 RUU dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2017. Tapi dari puluhan RUU itu sampai saat ini belum ada yang disahkan. Peneliti Formappi, Lucius Karus, mencatat dalam tahun sidang 2016-2017 DPR hanya berhasil mengesahkan 3 RUU yang merupakan prolegnas prioritas 2016. Sedangkan dalam masa sidang III tahun sidang 2016-2017 tidak ada UU yang dihasilkan. Menurutnya kinerja DPR pada masa sidang III mangkrak. Ini bukan kali pertama DPR tidak menghasilkan UU dalam satu masa sidang. Lucius mengingat sebelumnya pernah terjadi pada masa sidang 4 tahun sidang 2015-2016. Melihat kinerja itu Lucius meragukan kemampuan DPR untuk menuntaskan seluruh RUU prolegnas prioritas 2017. "Bahkan untuk menyelesaikan setengah dari daftar RUU prolegnas prioritas 2017 itu saya rasa cuma mimpi," katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (16/3). Pada pembukaan masa sidang III awal Januari lalu, dalam pidatonya pimpinan DPR menargetkan masa sidang tersebut fokus pada 4 RUU yakni RUU Penyelenggaraan Pemilu, RUU KUHP, RUU Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme dan RUU MD3. Menurut Lucius sedikitnya jumlah RUU yang ditargetkan itu harusnya memacu DPR untuk menyelesaikannya dengan cepat. Sayangnya, rencana itu tak terwujud. Pembahasan RUU MD3, misalnya, yang hanyamenyasar beberapa revisi beberapa pasal, pembahasannya justru berlarut karena cenderung direvisi untuk bagi-bagi kursi pimpinan parlemen. (Baca juga: DPR Bakal Kebut Pembahasan RUU Prolegnas Prioritas 2017). Lucius berpendapat sedikitnya 2 hal yang menyebabkan DPR tidak mampu menghasilkan produk legislasi selama masa sidang III tahun sidang 2016 - 2017. Pertama, anggota DPR fokus pada pemenangan calon yang diusung partai politiknya dalam Pilkada di 101 daerah yang puncaknya 15 Februari 2017. Kegiatan itu dirasa menyedot perhatian anggota dewan sehingga tugas utamanya di DPR terbengkalai. Kedua, teknis perencanaan legislasi. Lucius melihat DPR menargetkan jumlah RUU yang akan dibahas secara fantastis. Itu terjadi terus setiap tahun. Kemudian, tidak ada batas waktu yang ditentukan dalam membahas RUU. Padahal dalam UU MD3 ada batas waktu selama 3 kali masa sidang untuk satu RUU. Tapi, ketentuan itu juga membuka peluang bagi DPR untuk membahas suatu RUU lebih dari 3 kali masa sidang. Misalnya, RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) sudah 4 kali masa sidang. "Ketiadaan batas waktu ini yang membuat DPR tidak segera mengesahkan sebuah RUU," ujar Lucius. (Baca juga: RUU PPILN Adopsi Konvensi PBB 1990). Peneliti Formappi bidang fungsi pengawasan, Djadijono, mengingatkan pada Rabu (15/3) DPR sudah masuk masa sidang 4. Sejumlah RUU yang belum selesai pada masa sidang sebelumnya akan dibahas dalam masa sidang IV antara lain RUU KUHP dan RUU PPILN. "Ada 10 RUU yang ditargetkan untuk dibahas dalam masa sidang IV," urainya. Selain membahas UU, Djadijono mencatat pada masa sidang III DPR merencanakan melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap calon anggota untuk enam lembaga publik yaitu calon ketua dan anggota BPH Migas, calon anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Badan Pemeriksa Keuangan, Dewan Pengawas LPP TVRI, calon komisioner KPU dan Bawaslu. Tapi tidak ada satu pun rencana fit and proper test yang berjalan. Padahal sebagian lembaga itu membutuhkan anggota yang baru seperti komisioner KPU dan Bawaslu yang akan habis masa jabatannya pada 12 April 2017. Ironisnya, DPR malah melakukan uji kelayakan dan kepatutan itu terhadap lembaga publik yang tidak direncanakan, yakni calon anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). "Rencana fit and proper test calon anggota BSBI itu tidak disebut oleh pimpinan DPR saat membuka masa sidang III. Ini merupakan rencana kerja 'siluman' (selundupan)," pungkasnya (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58cba1c396209/performa-buruk--dpr-tak-hasilkan-uuselama-masa-sidang-ketiga).
Rencana Kerja Masa Sidang III DPR Disebut Mangkrak Husen Miftahudin
•
Jumat, 17 Mar 2017 06:18 WIB
Peneliti Fungsi Pengawasan Formappi Marchellinus Djadijono. Foto: MTVN/Husen Miftahudin. Metrotvnews.com, Jakarta: Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyatakan tugas pokok dan fungsi DPR dalam membentuk undang-undang (UU) mangkrak. Rencana kerja untuk masa sidang III tahun sidang 2016-2017, DPR tidak mampu menghasilkan satu pun produk UU yang disahkan. Peneliti Fungsi Pengawasan Formappi Marchellinus Djadijono mengungkapkan, empat rancangan undang-undang (RUU) yang ditargetkan selesai pembahasannya selama masa sidang III, nihil hasilnya. Padahal, keempat RUU itu bersifat mendesak harus segera diundangkan. Empat RUU itu adalah RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu, RUU tentang KUHP, RUU tentang Pmeberantasan Tindak Pidana Terorisme, serta RUU MD3. "Tidak ada terealisasi UU yang disahkan," ujar Djadijono dalam konferensi pers di Kantor Formappi, Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Kamis 16 Maret 2017. Kinerja DPR di masa sidang III ini, lanjutnya, merupakan masa sidang terparah. Sebab pada masa sidang I dan II, ada UU yang berhasilkan disahkan. Masa sidang pertama DPR berhasil menelurkan dua UU, sedangkan masa sidang kedua ada satu UU yang dihasilkan. "Lebih parahnya lagi, ada enam RUU luncuran dari masa sidang sebelumnya yang belum juga
diselesaikan DPR, padahal sudah lewat tiga kali masa sidang. Sekarang, nasib enam RUU luncuran itu akan kembali diperpanjang entah sampai kapan," tukas dia. Enam RUU luncuran yang kembali mangkrak tersebut adalah Sistem Perbukuan, Kebudayaan, Larangan Minuman Beralkohol, Penerimaan Negara Bukan Pajak, Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri, dan Arsitek. Djadijono menjabarkan, kinerja DPR pada masa sidang III yang mangkrak bukan karena hanya fungsi legislasi dalam mensahkan UU yang tidak selesai. Fungsi anggaran dalam evaluasi pelaksanaan APBN 2016 juga tidak terlaksana sepenuhnya. "Hanya delapan komisi yang mengevaluasi pelaksanaan 18 kementerian dan lembaga (K/L), padahal ada 87 K/L. Artinya, hanya 20,68 persen yang terealisasi. Sedangkan 79,32 persen atau 69 K/L lainnya luput dari evaluasi komisi alias mangkrak," cetusnya. Selain itu, fungsi pengawasan pun luput dari tugas wakil rakyat tersebut. Soal tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada masa sidang I, hanya lima komisi dari 11 komisi yang menjalankan. Kemudian, tindak lanjut temuan kunjungan kerja masa sidang kedua yang hanya tiga komisi merealisasikannya. Ada pula uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test, dari target enam institusi, tidak satu pun dilaksanakan. "Juga pengaktifan tim pengawas maupun tim pemantau, hanya satu tim pengawas yang berhasil diselesaikan, yaitu Tim Pengawas Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Timwas maupun tim pemantau yang lain tidak jelas informasinya alias mangkrak," pungkas Djadijono. (http://news.metrotvnews.com/read/2017/03/17/672644/rencana-kerja-masa-sidang-iii-dprdisebut-mangkrak)..