A-PDF Watermark DEMO: Purchase from www.A-PDF.com to remove the watermark
P P
Analisa Belanja Publik di Sektor Infrastruktur
A C
E P
Ahya Ihsan – Bank Dunia Banda Aceh, 18 Oktober, 2012
Ikhtisar
P P
• Rasional dan tujuan melakukan PEA di sektor infrastruktur • Cakupan dan pendekatan PEA di sektor infrastruktur • Metode dan data yang dibutuhkan dalam melakukan PEA di sektor infrastruktur • Contoh analisa PEA infrastruktur
E P
A C
– Akses, kualitas, efisiensi
• Isu-isu utama kebijakan di sektor infrastruktur
Mengapa investasi infrastruktur penting?
P P
Infrastruktur merupakan faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi - membangun fasilitas produksi dan menstimulasi kegiatan ekonomi
“Kenaikan stok infrastruktur 1 persen berhubungan dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi (PDB) 1 persen ” – (WDR-1994)
A C
Mengurangi biaya transaksi dan biaya perdagangan yang meningkatkan daya saing – konektivitas dan integrasi
E P
Pengurangan kemiskinan, memberikan pelayanan dasar dan menghubungkan masyarakat dengan pelayanan dasar (sekolah, puskesmas)
Menciptakan lapangan kerja
Tujuan analisa belanja publik sektor infrastruktur
P P
Memahami besaran dan komposisi, alokasi, dan menilai efisiensi dan efektifitas pengeluaran publik infrastruktur;
A C
Memahami perencanaan dan pelaksanaan investasi infrastruktur (misalnya proyek tahun jamak);
Mengkaji stuktur penerimaan (cost-recovery)/tarif yang memastikan keberlanjutan pelayanan infrastruktur;
E P
Mengkaji kebijakan dan kerangka institusi yang ada mendukung peran pihak swasta
Tantangan analisa belanja publik di sektor infrastruktur • Cakupan dan definisi infrastruktur sangat luas, mencakup beberapa subsektor: transportasi jalan, udara, laut, air bersih dan sanitasi, energi, irigasi
P P
• Setiap jenis infrastruktur memiliki kharakteristik dan kendala tersendiri, baik tahap pembangunan, pemeliharaan, dan operasionalnya
A C
• Mekanisme pendanaan dan operasional yang kompleks dan melibatkan banyak aktor (pemerintah, BUMN, BUMD, swasta), sehingga memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap masing-masing jenis infrastruktur
E P
• Dalam konteks desentralisasi: ketidakjelasan pembagian wewenang dan koordinasi dengan daerah bawahan • Keterbatasan data. Analisa dilakukan berdasarkan tujuan dan data yang tersedia.
Cakupan analisa belanja publik dibidang infrastruktur – menurut kewenangan pemerintahan di Indonesia Jenis Infrastruktur
P P
Kewenangan Pusat
Provinsi
Kab/Kota
Jalan nasional
Jalan provinsi
Jalan kab/kota
Transportasi Jalan Kereta Api
Laut
A C Pelabuhan dengan kapasitas tertentu (kecil)
Pelabuhan dengan kapasitas tertentu (kecil)
Pembangunan
Pemeliharaan
Pemeliharaan
Energi (listrik)
(?)
(?)
Telekomunikasi
Udara
E P
Air Bersih dan Sanitasi Irigasi
Fokus analisa tingkat daerah
Aspek analisa belanja publik sektor infrastruktur Coverage/Akses Kualitas pelayanan (Quality) Efisiensi (Efficiency) Investasi/Belanja
• Apakah fasilitas infrastruktur tersedia dengan cukup (panjang jalan, ketersambungan listrik, ketersambungan dengan air bersih, dll)
P P
• Apakah kualitas pelayanan fasilitas infrastruktur memadai? (kualitas jalan, frekuensi pemadaman listrik, gangguan penyediaan air bersih, dll) • Apakah pemberian pelayanan sudah efisien/optimal? (unit cost per km jalan, pegawai per jumlah pelanggan, dll)
A C
• Level (terhadap PDB, historis, negara lain atau daerah lain) • Komposisi (subsektor, pemeliharaan vs pembangunan) • Kapasitas perencanaan dan pelaksanaan • Institusi dan pengelolaan (e.g., earmarking, swakelola atau terbuka, peraturan dan undang-undang – pembatasan partisipasi swasta?)
E P
Kebijakan tarif dan pengelolaan pendapatan
• Fasilitas infrastuktur dapat membiayai diri sendiri melalui tarif (penyesuaian tariff, road fund dan earmarking)
Institusi dan regulasi
• Pengaturan institusi: kewenangan pusat vs daerah, kewenangan perizinan, dll
Beberapa methodologi dan teknis dalam menilai efisiensi dan efektifitas belanja publik dalam bidang infrastruktur No
Metodologi
Keterangan
1
Basic benchmarking (perbandingan dasar)
Membandingkan indikator suatu daerah/negara dengan daerah/negara lain atau dengan rata-rata nasional atau kawasan setelah distandarisasi (relatif terhadap PDB, per capita, per wilayah, dll)
2
Benefit incidence analysis (analisa penerima manfaat)
Menganalisa penerima manfaat dari suatu program atau pelayanan publik, (apakah telah tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan)
3
Efficiency-frontier analysis (Analisa batas terbaik)
Menganalisa tingkat efisiensi satu unit pelaksana (daerah/negara), yang paling optimal dalam memproduksi output dengan input yang sekecil-kecilnya
4
Analisa biaya-manfaat (costbenefit analysis)
Menilai kelayakan suatu proyek baik secara keuangan atau ekonomi dengan membandingkan biaya yang dikeluarkan dengan potensi manfaat yang akan dihasilkan
5
PETS (Public Expenditure Tracking Survey)
Menganalisa tingkat kebocoran dalam pelaksanaan anggaran mulai dari alokasi di Pusat sampai dengan pada penerima manfaat ditingkat rumah tangga atau fasilitas publik
6
Regresi sederhana (simple regression)
Menguji hubungan antara inputs dan outcomes secara empiris, dengan model tertentu. Misalnya, menguji hubungan antara investasi infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi atau pengurangan kemiskinan
7
Road Network Evaluation Tools (RONET)
Mengevaluasi aset dan kondisi jaringan jalan, serta mengestimasi jumlah pendanaan yang dibutuhkan (financing gaps) untuk memelihara jalan pada tingkat kondisi tertentu
8
Consumer Willingness to Pay (WTP) Analysis
Menilai tingkat kemampuan konsumen untuk membayar suatu layanan. Umumnya sering dipakai pada sektor air bersih
P P
A C
E P
Beberapa data dan indikator penting dalam sektor infrastruktur di tingkat daerah Sektor
P P
Contoh Indikator
1. Transportasi • • • •
Jalan
•
Panjang jalan Kualitas jalan menurut kondisi (mantap vs tidak mantap) Permukaan jalan (aspal, kerikil, tanah) Jalan perdesaan atau persentase desa yang meimiliki akses terhadap jalan Jumlah kendaraan berdasarkan jenis
A C
Kereta api
Pelabuhan
E P
Sumber
•
Dinas PU, BPS
• •
SUSENAS - BPS BPS
• • •
Panjang irigasi berdasarkan jenis (teknis vs non-teknis) Kualitas irigasi Panjang irigasi per luas sawah
3. Energi (listrik)
• •
Rasio elektrifikasi (ketersambungan dengan listrik) Tingkat pemadaman listrik, kapasitas generator
•
SUSENAS
4. Air Bersih dan Sanitasi
• •
Jumlah RT yang memiliki akses terhadap air bersih Jumlah RT yang memiliki akses terhadap sanitasi
•
SUSENAS
2. Irigasi
Isu-isu kebijakan dalam sektor infrastruktur • Pemeliharaan vs. investasi/pembangunan baru • Subsidi konsumsi vs. investasi dan pemeliharaan (misalnya subsidi listrik: tarif murah vs koneksi terbatas)
P P
– Subsidi pada umumnya tidak tepat sasaran. Belanja subsidi untuk konsumsi umumnya jauh lebih besar dari pada untuk operasional dan pemeliharaan
A C
• Kebijakan tarif menentukan keberlanjutan fasilitas dan pelayanan – Tarif pada umumnya sangat rendah, dibandingkan biaya opesional dan pemeliharaan, dan ditentukan melalui peraturan daerah/UU
• Perencanaan dan pelaksanaan
E P
– Kapasitas perencanaan dan pelaksanaan sangat menentukan kualitas infrastruktur: design standard, penyusunan proyek tahun jamak
• Pendanaan swasta vs pemerintah
– Dukungan pemerintah dibutuhkan, khususnya dalam memberikan kepastian regulasi dan pendanaan untuk proyek yang tidak layak secara ekonomi
Dilema pemeliharaan infrastruktur: contoh jalan pemeliharaan harus dilakukan tepat waktu
P P
Kondisi jalan aspal (%) Very Good
100 90
-Filling Cracks
Good
80 70
Fair
60 50
Poo r
40
A C
-Geotextile and Strengthening -Reconstruction of the Surface -Reconstruction of the partial base course
30
-Complete Reconstruction
E P Very Poor
20 10
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
Jika pemeliharaan pada jalan dengan masa 20 tahun tidak dilakukan pada akhir tahun ke 12, jalan tersebut akan mengalami kerusakan 8 kali lebih cepat dari diawal tahun, Pada akhirnya harus dibangun kembali dari awal yang membutuhkan biaya lebih besar
Contoh aplikasi analisa belanja publik di bidang infrastruktur
E P
A C
P P
Cakupan teknis analisa belanja publik sektor infrastruktur • • • • • •
P P
Akses Kualitas Efisiensi Investasi/belanja Kebijakan tarif dan pengelolaan pendapatan Institusi dan regulasi
E P
A C
Analisa tingkat ketersediaan jalan (akses) di Indonesia relatif terhadap negara lain di kawasan menggunakan pendekatan basic benchmarking
P P
Tingkat ketersediaan (akses) jalan di Indonesia masih rendah dibanding negara lain, dan bervariasi antar wilayah
4.00
8,000 7,000
2.9
2.9
2.50 2.2 2.0
5,000
3,000
2.00
E P 1.50
1.1
1.00
2,000 1,000 -
0.4
0.2
0.7
0.4
0.50
0.3
0.00
Road (000, km) Km of road per km sq Km of road per million population
A C
3.00
6,000
4,000
3.50
3.1
200 180
Length of road (000 km)
3.6
9,000
Km of road per km2 and per mln population
Length of road (000 km), area (km2), and population (mln)
10,000
160 140 120 100
6.0
5.0
4.0
3.0
80 60 40
2.0
1.0
20 0
Km of road perarea (km2) and per mln population
Perbandingan ketersediaan jalan antar wilayah di Indonesia
Perbandingan ketersediaan jalan di Indonesia dan beberapa negara
0.0 Sumatera Java&Bali Kalimantan Sulawesi Maluku, NTT/NTB, Papua
Area (000 km sq) Population (mln) Roads (000 km) Km of road per km sq
Source: Assessment of the road construction industry in Indonesia, draft assessment report, prepared for the World Bank by URS/Scott Wilson, April, 2011 and ROCKS World Bank Knowledge System
Basic benchmarking analisa tingkat daerah: perbandingan ketersediaan jalan di satu wilayah dengan rata-rata nasional
P P
Tingkat ketersediaan jalan di SULTENG relatif terhadap nasional bervariasi. Jalan kab/kota memiliki peranan penting
25.0
Panjang Jalan per Luas Wilayah (km/100 km2), SULTENG vs. rata-rata nasional Tahun 2009
20.0 Km/100 Km2
A C
Rata-rata Nasional Sulawesi Tenggara
15.0
E P
10.0
5.0
20.4 20.8
2.0
3.4
2.5
1.3
0.0
Jalan Nasional
Jalan Provinsi
Jalan Kab/Kota
Dimensi analisa akses sektor jalan: •Panjang jalan per area (km/km2) •Panjang jalan per populasi (km/orang) •Panjang jalan per kendaraan (km/kendaraan)
Analisa akses terhadap berbagai fasilitas infrastruktur dasar publik, menggunakan pendekatan benefit incidence analysis
P P
Akses terhadap infrastruktur dasar pemukiman di SULTENG
• Akses terhadap infrastruktur dasar pemukiman di SULTENG masih dibawah rata-rata nasional. • Disamping itu, kesenjangan akses terhadap infrastruktur dasar masih sangat tinggi
Termiskin 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Miskin 94%
Menengah
Kaya
79% 56%
61%
59%
Sulawesi Tenggara
Nasional
Sulawesi Tenggara
A C
Sulawesi Tenggara
E P
Nasional
Akses RT Thdp Listrik
Terkaya
Akses RT thdp Air Bersih
Total RT
51%
Nasional
Akses RT thdp Sanitasi yang Layak
Cakupan teknis analisa belanja publik sektor infrastruktur • • • • • •
P P
Akses Kualitas Efisiensi Investasi/belanja Kebijakan tarif dan pengelolaan pendapatan Institusi dan regulasi
E P
A C
Analisa kualitas infrastruktur melalui pendekatan trend dan basic benchmarking Kondisi jalan kab/kota secara nasional dan di SULTENG Kondisi jalan kab/kota diseluruh Indonesia 100%
70%
7,000
370
6,000
A C
350
60%
330
50% 40%
310
30%
290
20%
E P
270
10% 0%
250
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Good
Fair
Poor
Damage
Tidak Diaspal Diaspal
5,000
KM
road condition (%)
80%
390 Length of road (Thousands Km)
90%
P P
Panjang Jalan Berdasarkan Jenis Permukaan di SULTENG 8,000
4,000 3,000 2,000 1,000 -
4,567
3,981
3,351
349
167
1,131
115 374
116 373
2,022
944
2006
2009
2006
2009
2006
Jalan Nasional
Jalan Provinsi
2009
Jalan Kab/Kota
Length of road (Km)
Panjang jalan kab/kota telah meningkat tajam dalam bebrapa tahun terakhir, tetapi kondisi relatif memburuk
Sebagian besar jalan kab/kota di SULTENG belum di aspal
Kualitas infrastruktur juga dapat dinilai dari survey yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen
P P
Contoh penilaian kualitas infrastruktur yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF) terhadap kualitas infrastruktur di Indonesia GCI 2010-2011: Overall Quality of Infrastructure
GCI 2010-2011: Quality of Indonesia's infrastructure
China (19)
Quality of electricity supply
A C
Malaysia (27) Thailand (46)
Quality of port infrastructure
Indonesia (90)
Quality of roads
India (91) Philippines (113) Vietnam (123)
0
E P 1
2
3
4
5
6
7
Indices (scale 0-7; 7 is being the best)
Quality of air transport infrastructure
Quality of railroad infrastructure
0
1
2
3
4
5
6
Indices (scale 0-7; 7 is being the best)
Analisa yang sama juga dapat dilakukan untuk melihat penilaian kualitas infrastruktur di tingkat daerah misalnya dari laporan The Asia Foundation – Local Economic Governance Indexes, dan Doing Business Subnational 2012 yang dikeluarkan oleh IFC dan Bank Dunia
7
Cakupan teknis analisa belanja publik sektor infrastruktur • • • • • •
P P
Akses Kualitas Efisiensi Investasi/belanja Kebijakan tarif dan pengelolaan pendapatan Institusi dan regulasi
E P
A C
Analisa efisiensi dengan pendekatan basic benchmarking unit cost Unit cost pemeliharaan rutin jalan nasional di Indonesia tergolong tinggi dibanding dengan standar internasional
P P
…. Disebabkan fragmentasi proyek/paket dan pengelolaan yang tidak kompetitif (swakelola) Jumlah proyek pemeliharaan rutin jalan berdasarkan besaran kontrak
A C
Batas perkiraan unit cost pemeliharaan rutin jalan raya di Indonesia dan internasional (USD/Km) Indonesia
2,000
E P
4,455 5,000
45, 6%
290, 39%
< USD 100000
100000 - 500000 500000-2000000
403, 55%
> 2000000
Analisa efisiensi dengan menggunakan rasio pegawai terhadap output pelayanan Rasio pegawai terhadap 100 km jalan Bina Marga lebih tinggi dari rata-rata internasional
12
Staff/100 Km
10
A C
8 6
4 2 0
P P
Analisa yang sama juga dapat dilakukan pada tingkat daerah: •Rasio pegawai diinas PU terhadap panjang jalan kab/kota •Belanja pegawai per pegawai di Dinas PU dibanding antar daerah •Persentase (%) belanja pegawai terhadap total belanja di Dinas PU
E P
Indonesia Tanzania New (DGH) Zealand
South Africa
Namibia
Analisa efisiensi menggunakan metodologi best-frontier analysis Tujuan: secara umum menilai tingkat efisiensi daerah dalam menghasilkan output tertentu dengan menggunakan input yang sama
P P
Daerah yang berada pada garis terluar merupakan yang paling efisien (Kota Bekasi, Kota Balikpapan, Kota Bukit Tinggi) Sedangkan Kab. Halmahera, Kab. Kaimana, dan Kab. Pulang Pisau merupakan diantara daerah yang paling tidak efisien
-2
-1
0
1
2
Kota Balikpapan Kota Bekasi Kota Bukit Tinggi KotaKota Surabaya Pekan Kota Baru TegalKota Magelang Kab. Badung 246 287 232 53 253 123 164 124 231 88 198 292 209 241 168 316 138 147103 22 13 73 345 135 144 145 163 341 142 79156 240 126 233 2 243 244 113 237 116 107 320 176 242 84 153 140 119 371 59 301 286 146 102 117 141 100 134 77 65 401 221 222 210 108 129 72 239 289 114 86 82 99 252 118 161 223 106 83 189 4 285 121 213 28 430 260 137 408 151 111 104 80101 205180 230 215 235 98 110 32 227 429 15 133 187 411 247 261 251 74249 267 396 3 54 66 34 317 265 309 2167 272 304 33 76 172 302 87 70 30 188 410 259 311 57 56 397 174 183 181 254 274 262 229 329 357 283 58 264 258330 390 68 52 170 402 355 184 399
Inputs: •Belanja Dinas Pekerjaan Umum kumulatif 3 tahun: 2005-2007 telah distandarisasi secara per kapita, dan riil (deflator PDRB). •Jumlah pegawai negeri sipil daerah (PNSD) per 1000 populasi (proxy PNSD dinas PU), 2009.
A C
365
E P
Outputs: •Kualitas jalan : % jalan kab/kota dalam kondisi baik (2008, BPS) •Akses jalan: % desa yang memiliki akses ke jalan segala musim (2008, PODES) Kab.Halmahera Tengah •Air bersih: % rumah tangga yang memiliki akses ke sumber air bersih (2008, SUSENAS) •Sanitasi: % rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi (2008, SUSENAS)
321
-3
Kab. Pulang Pisau Kab.Kaimana
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Kep. Mentawai
-2
0
2
Input Index
4
6
8
Cakupan teknis analisa belanja publik sektor infrastruktur • • • • • •
P P
Akses KuEfisiensi alitas Investasi/belanja Kebijakan tarif dan pengelolaan pendapatan Institusi dan regulasi
E P
A C
Analisa tingkat belanja/investasi menggunakan pendekatan tren dan basic benchmarking Investasi infrastruktur di Indonesia sekitar 4 persen dari PDB, lebih rendah dibandingkan pada periode sebelum krisis dan dengan negara lainnya Investasi infrastruktur Indonesia masih dibawah periode krisis 1997 8
A C
Percent of GDP (%)
7 6 5
Private
4 3 2
1 0
P P
Tingkat investasi infrastruktur di Indonesia juga lebih rendah dari pada negara lain dikawasan (% PDB)
E P
SOEs
Subnational government Central government
Sources: Indonesian Government for national and sub-national governments; Annual reports for state-owned enterprises; World Bank PPI database for private investment. Note: 2009 Energy investment data (blue area in left chart) are estimated
Analisa ini juga dapat dilakukan untuk level daerah
Analisa komposisi belanja untuk mengidentifikasi prioritas alokasi anggaran Komposisi Belanja Program Infrastruktur Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
2008
2009
2010
Belanja infrastruktur (2009) di Jawa Timur Provinsi (dalam) dan Kab/kota (luar) Pegawai langsung Pegawai tidak 2% 11% langsung 3% 19% barang dan 13% jasa 48% modal
A C
E P
2007
P P
Sebagian besar belanja infrastruktur di Jawa Timur dialokasikan untuk belanja modal , baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota
2011
Program Administrasi dan Aparatur Program Pembangunan Jalan dan Jembatan Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan Program Kegiatan DPA Lanjutan Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah Program Pengaturan dan Pengawasan Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Program Penataan Bangunan Program Lainnya
74%
30%
Analisa komposisi belanja untuk melihat prioritas alokasi anggaran Pada umumnya kab/kota memprioritaskan pada pembangunan baru dari pada pemeliharaan, sehingga kualitas jalan tidak meningkat walaupun panjang jalan bertambah
P P
Kab. Kapuas
Kab. Bangkalan
Rata-rata Provinsi
Kalimantan Tengah
Jawa Timur
Sumatera Barat
E P
Rehabilitasi dan pemeliharaan
Kab. Pasuruan
0%
Kota Solok
25%
Kab. Solok
50%
Kab. Pesisir Selatan
A C
75%
Rata-rata Kab/Kota
100%
Kab. Katingan
Komposisi belanja sektor jalan (%) di beberapa kab/kota dan prov
Pembangunan dan peningkatan
Note: Data rata-rata 2007-2010, kecuali 2007-2009 untuk Kota Solok dan Kab. Solok, dan 2008-2010 untuk Kab. Kapuas dan Kab. Katingan
Note: The length of district road has increased significantly , 36% between 2001 and 2009 or more than 100,000 km
Analisis pembiayaan: Memproyeksi kebutuhan biaya pemeliharaan jalan kab/kota terhadap alokasi dan penerimaan dengan menggunakan Model RONET
P P
Kebutuhan untuk pemeliharaan membutuhkan 2 kali lipat alokasi saat ini 30
25
A C
10
12.4
E P
2.4
5.0
Province
Districts
Current annual spending on road preservation* Estimated needs (annual spending for road…
IDR Trillion
25
15
0
Fuels tax (PBBKB) Vehicle ownership transfer fee (BBNKB) Annual vehicle license Fee (PKB)
30
20
5
35
27.5
Annual revenue from road user charges vs estimated needs for preservation in year 1-5
20 15 10 5 0
2009*
Estimated needs**
Note: * Current spending on road preservation is estimated based on findings from case study and extrapolated to national levels, due to data limitation at national level. ** The estimated needs are generated from Road Network Evaluation Tool (RONET) reflecting annual spending needs for routine and periodic maintenance or habilitation for year 1 to 5.
Cakupan teknis analisa belanja publik sektor infrastruktur • • • • • •
P P
Akses Kualitas Efisiensi Investasi/belanja Kebijakan tarif dan pengelolaan pendapatan Institusi dan regulasi
E P
A C
Analisa kebijakan tarif dengan pendekatan basic benchmarking Tarif listrik di Indonesia relatif lebih rendah dibanding dengan negara lain
P P
Tarif listrik untuk industri di Indonesia dan beberapa negara di kawasan
US cents / kWh 21 2003
15 12 9 6 3 0
2008
A C
18
E P
2010
Analisa benefit incidence analysis untuk melihat penerima manfaat dari subsidi listrik Sebagian subsidi listrik dinikmati oleh rumah tangga (RT) kaya. Sementara RT tangga miskin yang belum tersambung listrik tidak menikmati subsidi sama sekali. Dilema: lebih baik subsidi konsumsi atau subsidi biaya pemasangan koneksi?
P P
Penerima manfaat dari subsidi listrik, 2005
A C
1.40 1.20
Trillion Rp.
1.00
E P
0.80 0.60 0.40
6600VA 2200VA
0.20 -
1 Poorest
2
3
4
1300VA 900VA 450VA 5
6
7
8
9
10 Richest
Cakupan teknis analisa belanja publik sektor infrastruktur • • • • • •
P P
Akses Kualitas Efisiensi Investasi/belanja Kebijakan tarif dan pengelolaan pendapatan Institusi dan regulasi
E P
A C
Kapasitas perencanaan dan eksekusi anggaran menjadi faktor penting di sektor infrastruktur
60
P P
50
50
40
40
40
30
30
30
20
20
10
10
0
0
Penumpukan anggaran diakhir tahun dapat mengurangi efektifitas belanja
Tingkat daya serap belanja infrastruktur pemerintah pusat 70
100
60
90
% actual of plan
IDR Trillion
Belanja modal bulanan dan kumulatif pemerintah pusat Monthly nominal (LHS, Bar, IDR Trillion)
100
A C
50
80
90
80
40
70
30
60
20 10 0 2006
Plan (IDR Tn)
E P 2007
2008
2009
Actual (IDR Tn)
2010
2011
50
percentage actual (RHS, %)
Rendahnya daya serap dapat menyebabkan target pembangunan tidak tercapai sesuai dengan yang ditargetkan
Cummulative monthly (RHS, Line, %)
70
2009
2010
2009
2010
100
2011
2012
2011
2012
90
80 70 60
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Penumpukan anggaran diakhir tahun dapat mengurangi kualitas infrastruktur dan memberikan peluang pada penyimpangan
Pengesahan anggaran tepat waktu sangat penting untuk pelaksanaan anggaran yang tepat waktu
P P
Sebagian besar kab/kota di Aceh baru mengesahkan anggaran (APBK) pada bulan April, hanya menyisakan 8 bulan efektif untuk memulai implementasi
E P
A C
Tantangan pengelolaan anggaran di sektor infrastruktur • Seleksi proyek lemahnya kapasitas teknis dalam hal evaluasi proyek, dan kecenderungan secara politis untuk proyek tertentu • Perencanaan multi-year proyek jangka panjang membutuhkan anggaran multi-year untuk memastikan eksekusi • Hambatan pelaksanaan proses lelang yang komplek, revisi anggaran yang kompeks, sehingga sulit untuk implementasi
P P
E P
A C
Contoh studi kualitatif terhadap regulasi dan institusi dibidang pengelolaan jalan kab/kota melalui survei kualitatif di beberapa daerah
P P
• Desentralisasi telah menyebabkan fragmentasi institusi dalam pengelolaan jalan kab/kota, dengan kapasitas teknis dan manajemen yang rendah • Pelaporan rinci tentang panjang dan kondisi jalan telah terhenti; • Prioritas perencanaan dan alokasi anggaran untuk jalan tidak didasarkan pada pertimbangan teknis dan ekonomi tetapi lebih didorong oleh politik • Hanya sebagian kecil yang dilakukan pemeliharaan periodik setiap tahun. Dibeberapa daerah hanya 20 km/tahun; • Sebagai akibatnya setengah dari jalan kab/kota perlu direhabilitasi
E P
A C
Kesimpulan dan isu-isu dalam sektor infrastruktur di Indonesia • •
•
•
• •
•
P P
Secara umum, alokasi anggaran untuk infrastruktur masih rendah dan perlu ditingkatkan jika dibandingkan dengan kebutuhan Pemeliharaan pada umumnya tidak menjadi prioritas, sehingga kualitas infrastruktur yang telah dibangun tidak terjaga. Pembangunan/konstruksi baru lebih mendapat prioritas – Kapasitas listrik hanya 60 persen dari sebenarnya dan air bersih hanya tersalurkan 70 persen dari kapasitas total (WDR 1994) Alokasi investasi yang kurang tepat – Subsidi konsumsi vs investasi – Investasi kurang sesuai dengan kebutuhan, design dan kualitas, standar yang salah In-efisiensi – Teknologi yang lama (karena kecilnya investasi), staff yang berlebih, kurangnya transparansi dalam pelelangan Implementasi menjadi kendala karena lemahnya kapasitas perencanaan dan kompleksitas pelaksanaan Pelayanan tidak optimal karena operasional tidak efisien dan keterbatasan regulasi (tarif). Tarif yang ditetapkan rendah, kapasitas pengelolaan rendah, penerimaan tidak mencukupi untuk pemeliharaan Khusus pengelolaan jalan kab/kota, desentralisasi telah menambahkan tantangan baru: perhatian terhadap pemeliharaan berkurang, kapasitas teknis di daerah menurun, dan penanganan jalan terfragmentasi
E P
A C
P P
Teurimong Geunaseh Terima kasih
E P
A C
Peningkatan infrastruktur meningkatkan investasi swasta Efek infrastruktur terhadap belanja investasi swasta di Asia dan Pacific
P P
• Infrastruktur memiliki hubungan positif dengan investasi swasta • Energi listrik dan jalan memiliki hubungan yang terkuat terhadap investasi swasta • Meningkatnya jumlah jaringan telpon dan handphone juga memiliki hubungan positif dengan investasi swasta
A C
E P
Source: IMF-Regional Economic Outlook: Asia and the Pacific
Tantangan ketersediaan data – untuk perbandingan internasional
P P
• Hampir tidak ada negara yang secara sistematis mengumpulkan data investasi infrastruktur
A C
– “infrastruktur” memiliki definisi dan kategori luas dan kurang jelas – tidak seperti kesehatan dan pendidikan – Kurang sesuai dengan klasifikasi IMF-GFS – Data investasi publik sangat rendah kualitasnya – sulit untuk membedakan antara investasi dan opesional dan pemeliharaan
E P
• Implikasi – tidak ada monitoring
Analisa historis (tren): melihat perkembangan kondisi/cakupan dari waktu ke waktu, umumnya dikaitkan dengan besarnya alokasi belanja atau tingkat layanan
10.3
P P
14.6
PU Sederhana
Luas Lahan Sawa (Ribu Ha)
Perkembangan luas lahan Sawah berdasarkan jenis irigasi di Provinsi Sulawesi Tenggara 110.0 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0
A C 22.4
23.2
23.2
19.2
18.1 13.0
E P 16.4 25.5
2008
18.6 13.1 14.1 27.3
2009
38.1
2010
Non-PU Lainnya
Non-PU Tadah Hujan Non-PU Irigasi/desa
PU Semi-Teknis PU Teknis
Analisa efisiensi dengan perbandingan perubahan unit cost relatif terhadap perubahan output Indikasi inefisiensi: kenaikan unit cost lebih tinggi dari pada kenaikan output
P P
But average costs tripled
20% increase in outputs (2005-2009)
Output 2005-2009 (ef-km)
Activity Average Cost IDR m/km
A C
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2005
E P 2006
2007
Good Governance
2008
2009 2010*
Emergency Recon
Preservation R & B Development R&B
7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Good Governance
Emergency Recon
Preservation R & B
Development R&B
Analisa komposisi belanja sektor dan kegiatan Investasi sektor jalan telah meningkat, disebabkan oleh belanja pemerintah daerah Alokasi untuk peningkatan jalan (betterment) mulai meningkat
Jalan mendapat alokasi 60 persen dari total alokasi terhadap sektor transportasi
P P
Komposisi belanja pemerintah pusat jalan nasional
Komposisi belanja pemerintah pusat untuk sektor transportasi (%)
30,000 Bridge
A C
100
25,000
90
Maintenance Investment
80
20,000
70 60 50 40 30 20 10 0 2006
E P 2007
Road Marine and water transport Others
2008 Railway Air transport
IDR Billion
% of total transport
Non-physical Betterment
Total (2007=100)
15,000
10,000
5,000
2009
0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Analisa komposisi belanja berdasarkan sektor Komposisi belanja sektoral provinsi Aceh Belanja infrastruktur meningkat di tahun 2007
A C
P P
Komposisi belanja sektoral dan klasifikasi ekonomi provinsi Aceh tahun 2007
E P
Pemetaan institusi pengelola jalan di Indonesia
Transfers (DAU, Revenue Sharing, DAK)
Central Govt Budget (APBN)
Road Management
P P
Ministry of Finance
Fund Flow
A C
Ministry of Public Work
33 Provincial Public Works Agencies
E P DG-Highway
10 BalaiBesar (Regional Offices)
National Road 38,570 km
Own source Revenue
491 District’s Public Works Agencies
BPJT Toll roads Regulator
Toll road operators
Toll road 742 km
Provincial Road 48,691 km
District Road (Kabupaten/Kota) 384,810 km
Isu-isu umum penyediaan air bersih di Indonesia • • • •
P P
Akses masih rendah Investasi relatif kecil Kualitas: Pelayanan PDAM rendah. Air sering terputus Efisiensi: masih tingginya tingkat kebocoran air (44 persen Non revenue water); rasio pewagai per 1000 pegawai (11 di kabupaten dan 7 di kota
E P
A C