1
PENGARUH BELANJA PUBLIK DI BIDANG PENDIDIKAN, KESEHATAN, DAN INFRASTRUKTUR TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI GORONTALO ܉ܡܛ܍ܚ܂ , ܗܔܗܐܗۼ ܖܑܕܐ܉܁ , ܕ܉ܐܚۯ ܚܑܕۯ
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh belanja publik di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur terhadap kemiskinan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Gorontalo periode 2001-2013. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan dari situs resmi Badan Pusat Statistik dan Ditjen Perimbangan Keuangan – Kementrian Keuangan. Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen yang terdiri dari belanja publik di bidang pendidikan (ܺଵ ), belanja publik di bidang kesehatan (ܺଶ ), belanja publik di bidang infrastruktur (ܺଷ ) dan satu variabel dependen yaitu tingkat kemiskinan (Y). Data dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa belanja publik di bidang pendidikan dan kesehatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo, sedangkan variabel belanja publik di bidang infrasturktur tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo. Kata kunci: Belanja Publik Di Bidang Pendidikan, Belanja Publik Di Bidang Kesehatan, Belanja Publik Di Bidang Infrastruktur, dan Kemiskinan
ଵ
Tresya, Mahasiswa Program Studi S1 Akuntansi, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo. ଶ Sahmin Noholo, SE., MM, Dosen Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo ଷ Dr. Muhammad Amir Arham, M.E Dosen Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo
2
Pendahuluan Kemiskinan merupakan fenomena yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara yang berkembang memiliki masalah kemiskinan. Kemiskinan dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dilihat dari berbagai dimensi, di dalamnya antara lain mencakup dimensi rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, tidak adanya jaminan
masa
depan,
kerentanan
(vulnerability),
ketidakberdayaan,
ketidakmampuan menyalurkan aspirasi, dan ketersisihan dalam peranan sosial (Mawardi dan Sudarno, 2003). Mengingat kemiskinan merupakan masalah multidimensional maka upaya pengentasan kemiskinan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Dengan diterapkannya otonomi daerah di Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UndangUndang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sehingga peran dan tanggung jawab pemerintah daerah dituntut lebih besar dalam rangka pengentasan kemiskinan agar supaya program dan strategi yang dikembangkan tepat sasaran hal ini dikarenakan PEMDA mengetahui betul karakteristik daerahnya. Otonomi daerah memberikan wewenang penuh pada pemerintah daerah dalam mendesain dan melaksanakan
kebijakan
dan
program
pembangunan
sesuai
dengan
kebutuhannya (Muhammad, et al, 2005). Tanggung jawab demikian merupakan konsekwensi dari salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah, yakni menciptakan sistem layanan publik yang lebih baik, efektif dan efisien, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat. Namun, kondisi kemiskinan di Indonesia dapat dikatakan masih cukup memprihantinkan. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang berada jauh di atas angka kemiskinan nasional. Dilihat dari tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2013, Provinsi Gorontalo merupakan salah satu provinsi dengan persentase penduduk miskin terbanyak kelima setelah provinsi Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku dari 33 Provinsi di Indonesia. dan menjadi peringkat pertama jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi. Besarnya tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo adalah 18.01 persen, angka tersebut adalah paling tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Sulawesi.
3
Tabel 1.1. Peringkat Tingkat Kemiskinan Provinsi Di Sulawesi, 2013 Peringkat Provinsi Persentase 1 Gorontalo 18,01 2 Sulawesi Tengah 14,32 3 Sulawesi Tenggara 13,73 4 Sulawesi Barat 12,23 5 Sulawesi Selatan 10,32 6 Sulawesi Utara 8,50 (Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah)
Banyak upaya yang dijalankan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah untuk menanggulangi kemiskinan seperti pada RAPBD-P 2013 pemerintah
Provinsi
Gorontalo
tetap
fokus
pada
pencapaian
target
pembangunan 4 program prioritas, yakni pendidikan gratis, kesehatan gratis, percepatan infrastruktur, dan pengembangan SDM, dimana 4 program unggulan ini menurut pemerintah Provinsi Gorontalo sudah mengakomodir semua permasalahan daerah dan menyentuh langsung kehidupan masyarakat (Biro Humas Protokol Provinsi Gorontalo, 2014). Sementara itu, anggaran belanja daerah tahun 2013 tercatat sebesar Rp. 1,078 triliun yang terdiri atas Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 519,126 miliar dan Belanja Langsung Rp. 559,676 miliar. Angka tersebut meningkat dari Rp. 466,587 miliar untuk Belanja Tidak Langsung dan Rp. 471,815 miliar untuk Belanja Langsung pada tahun 2012, dimana tingkat kenaikan untuk Belanja Langsung lebih besar daripada tingkat kenaikan untuk Belanja Tidak Langsung. Anggaran daerah (APBD) tersebut telah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sejak tahun 2001 (Kementrian Keuangan, 2013). Namun, peningkatan jumlah belanja daerah yang dianggarkan tidak selalu menghasilkan penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo. Sebagai contoh, pada tahun 2009 belanja daerah Provinsi Gorontalo meningkat dari Rp.527,504 miliar menjadi Rp.534,505 miliar, dan persentase penduduk miskinnya turun dari 20,47% menjadi 18,34%. Sementara pada tahun 2010 dan 2013 terjadi peningkatan belanja daerah namun tidak dibarengi dengan penurunan persentase kemiskinan, justru terjadi kenaikan terhadap jumlah persentase penduduk miskin yang ada di Provinsi Gorontalo. Pertanyaannya, apakah belanja daerah tersebut telah diprioritaskan pada bidang-bidang
yang
berpengaruh
positif
untuk
upaya
penanggulangan
kemiskinan atau tidak. Menurut Yao (2007) belanja sektor sosial yang
4
bermanfaat besar atau menguntungkan bagi orang miskin (pro-poor social expenditures) mencakup pengeluaran untuk pendidikan dasar, kesehatan dasar, air bersih dan sanitasi, jalan-jalan pedesaan. Banyak literatur dan studi lain pula yang menyatakan bahwa kelompok belanja publik yang memiliki sifat pro-poor antara lain belanja untuk bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Mengingat pentingnya belanja-belanja publik yang dikeluarkan pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan di daerah, untuk itu peneliti tertarik meneliti tentang “Pengaruh Belanja Publik Di Bidang Pendidikan, Kesehatan, Dan Infrastruktur Terhadap Kemiskinan Di Provinsi Gorontalo”.
Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk pooled data yang merupakan kombinasi data time series selama pelaksanaan otonomi daerah (2001 – 2013) dan data cross section kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo. Data-data tersebut bersumber dari Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) untuk data kemiskinan kabupaten/kota, dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk data belanja daerah di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrstruktur. Teknik Analisis Data Panel Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan model regresi data panel dengan model awal yang dibangun (dimodifikasi dari model penelitian Wahyudi, 2011) adalah sebagai berikut: ݒܲ݃ܮ௧ = ߚ + ߚଵ . ݃ܮሺܿݑ݀ܧ௧ ) + ߚଶ . ݃ܮሺݐ݈ܽ݁ܪℎ௧ ) + ߚଷ . ݃ܮሺܽݎ݂݊ܫ௧ ) + ݁௧ Dimana: ܲݒ௧ ܿݑ݀ܧ௧ ݐ݈ܽ݁ܪℎ௧ ܽݎ݂݊ܫ௧ ݁௧ ܮog
= Indeks kemiskinan atau persentase penduduk miskin kabupaten/kota ke-i pada tahun t = anggaran belanja urusan pendidikan per kapita (anggaran belanja APBD untuk urusan pendidikan dibagi jumlah penduduk) kabupaten/kota ke-i pada tahun t = anggaran belanja urusan kesehatan per kapita (anggaran belanja APBD untuk urusan kesehatan dibagi jumlah penduduk) kabupaten/kota ke-i pada tahun t = anggaran belanja urusan infrastruktur per kapita (anggaran belanja APBD untuk urusan infrastruktur dibagi jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i pada tahun t = variabel gangguan pada kabupaten/kota ke-i pada periode ke-t = Logaritme natural (ln)
5
Hasil dan Pembahasan Uji Hausman Hasil estimasi uji Hausman menunjukkan bahwa nilai chi-squares statistik sebesar 8.393233 sedangkan nilai chi-squares tabel sebesar 7,81 (pada tingkat signifikansi 5%). Berdasarkan nilai chi-squares tersebut, maka hipotesis nol ditolak.
Dengan
demikian,
model
fixed
effect
tepat
digunakan
untuk
mengestimasi model kemiskinan daripada random effect. Uji Asumsi Klasik Hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1 Hasil Pengujian Multikolinieritas dengan VIF
Variabel Educ Health Infra
ܴ ଶ (hasil regresi Auxiliary) 0,774807 0,778367 0,190296
VIF 4,4406 4,5120 1,2350
Dari nilai VIF yang diperoleh menunjukkan bahwa model kemiskinan dalam penelitian tidak terdapat korelasi antara sesama variabel independen. Hal ini ditunjukkan oleh nilai VIF dari masing-masing variabel independen masih lebih kecil dari angka 10, sehingga disimpulkan tidak terdapat multikolonieritas diantara sesama variabel independen. Hasil pengujian dengan metode White diperoleh nilai chi-square hitung sebesar 9.00333 yang diperoleh dari informasi Obs*R-squared yaitu jumlah observasi dikalikan dengan koefisien determinasi. Sedangkan nilai kritis chisquare 12,59 yang didapatkan dari tingkat ∝= 5 % dengan df 6. Karena nilai chisquare hitung lebih kecil dari nilai kritis maka dapat disimpulkan tidak ada masalah heteroskedasitas. Hasil pengujian autokorelasi metode Durbin Watson diperoleh nilai statistik hitung d = 1,849615 sedangkan nilai kritis d pada α = 5% dengan n = 62 dan k = 3 untuk ݀ = 1,48 dan nilai ݀ = 1,69. Sedangkan nilai 4 - ݀ = 2,31 dan ݀ - 4 = 2,52. Karena nilai statistik hitung d terletak antara ݀ dan 4 - ݀ maka dapat disimpulkan tidak ada masalah autokorelasi. Uji Kesesuaian Model Untuk membuktikan bahwa model pergeseran sektor sudah baik maka dilakukan serangkaian pengujian dengan melihat nilai koefisien variasi (R-
6
Squared) dan uji F. Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai Adjusted Rsquared = 0.846659 yang berarti 84,66 % variasi perubahan yang terjadi pada variabel dependen dapat dijelaskan oleh ketiga variabel independen. Sementara nilai statistik uji F sebesar 43,10085 lebih besar dari F-tabel = 2,76, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel independen dalam model berpengaruh signifikan secara serempak terhadap pengurangan angka kemiskinan. Pengujian Hipotesis Selanjutnya pengujian terhadap hasil estimasi parameter secara parsial melalui uji-t. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel Educ memiliki t-hitung sebesar -1,8656, yang lebih besar dari t-tabel yaitu sebesar 1,671. Sedangkan variabel Health memiliki t-hitung sebesar -2,8995, lebih besar dari t-tabel yaitu sebesar 1,671. Dan variabel Infra memiliki t-hitung sebesar 1,2711, lebih kecil dari t-tabel 1,671. Hal ini berarti bahwa variabel pembiayaan pada pendidikan (Educ)
dan kesehatan
(health)
masing-masing
berpengaruh
terhadap
kemiskinan. Sementara variabel pembiayaan pada infrastruktur (Infra) tidak berpengaruh terhadap penurunan angka kemiskinan. Hasil Estimasi Penelitian Model pendekatan yang diestimasi adalah faktor-faktor pembiayaan pendidikan (Educ), pembiayaan kesehatan (Health) dan pembiayaan infrastruktur (Infra) terhadap kemiskinan (Pov). Hasil penaksiran parameter-parameter model dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2. Hasil Regresi Data dengan Metode FEM pada Model Kemiskinan Koeffisien
Nilai
Educ Health Infra
t-Statistik
-0.062851 -0.102665 0.024380 0.846659 43.10085
Adjusted R-squared F-Stat
-1.865645* -2.899564*** 1.271127
DW Stat 1.151526 (Sumber: Hasil Pengolahan dengan Eviews, 2014). Keterangan: Signifikan *) 10%, **) 5% dan ***)1%
Hasil
estimasi menunjukkan bahwa variabel pembiayaan pendidikan
(Educ) berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan di Gorontalo,
memperlihatkan
nilai
koefisien
sebesar
parameter
terhadap
kemiskinan dengan memperlihatkan nilai koefisien sebesar -0.062851, hal ini berarti bahwa jika pembiayaan pendidikan perkapita meningkat sebesar 1% (satu
7
satuan) maka akan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0,06%. Selanjutnya pembiayaan kesehatan menunjukkan nilai koefisien sebesar -0.102665, hal ini berarti jika pembiayaan kesehatan meningkat sebesar 1% (satu satuan) maka akan menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo sebesar 0,10%. Sedangkan pembiayaan pada infrastruktur menunjukkan nilai koefisien sebesar 0.024380 dengan probabilitas sebesar 0.2092, hal ini menunjukkan bahwa variabel pembiayaan infrastruktur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis regresi yang dilakukan sebelumnya, maka penjelasan analisis mengenai pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen dalam model disajikan sebagai berikut:
1. Pengaruh Belanja Publik di Bidang Pendidikan Terhadap Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo Dari hasil analisis regresi persamaan yang dilakukan, variabel pembiayaan untuk
sektor
pendidikan
berpengaruh
signifikan
terhadap
kemiskinan
kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo. Jadi hasil penelitian sesuai dengan hipotesis dan teori yang menyatakan jika peningkatan pada pembiayaan pendidikan akan mengurangi tingkat kemiskinan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Birowo (2011) di Indonesia menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan di sektor-sektor industri memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan tingkat kemiskinan. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Sourya, Sainasinh, dan Onphanhdala (2014) di Lao PDR bahwa belanja pemerintah untuk pendidikan menyokong pengurangan kemiskinan di suatu daerah. Peningkatan pada pembiayaan sektor pendidikan dapat memberikan kesempatan kepada kelompok miskin untuk bersekolah guna mendapatkan keterampilan dan pengetahuan yang lebih luas agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya dapat meningkatkan produktivitas mereka dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan mereka, sehingga dengan meningkatnya pendapatan maka akan dapat mengeluarkan mereka dari kondisi kemiskinan atau menempati standar hidup yang layak.
8
2. Pengaruh Belanja Publik di Bidang Kesehatan Terhadap Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo Variabel belanja publik di bidang kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Gorontalo. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis dan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Awe (2013) yang dilakukan di Ekiti Nigeria, bahwa pengeluaran pemerintah untuk kesehatan secara signifikan mengurangi tingkat kemiskinan di negara bagian. Peningkatan pembiayaan pada sarana dan prasarana kesehatan yang terjangkau dan memadai akan mempermudah kelompok miskin dalam mendapatkan pelayanan kesehatan sehingga dengan kondisi yang
sehat
maka mereka dapat
menjalankan kegiatan dan berproduktivitas dengan maksimal yang pada ahirnya dapat memperbesar pendapatan mereka dan memungkinkan mereka untuk keluar dari lingkaran kemiskinan untuk kehidupan yang layak atau hidup di atas garis kemiskinan.
3. Pengaruh Belanja Publik di Bidang Infrastruktur Terhadap Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo Dari hasil regresi persamaan yang dilakukan, variabel belanja publik di bidang infrastruktur tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Gorontalo. Temuan empiris bertolak belakang dengan hipotesis yang di gunakan dalam penelitian ini. Jadi hasil penelitian ini tidak menunjukkan kesesuaian teori dimana belanja publik di bidang infrstruktur seharusnya berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo. Hal ini sejalan dengan penelitian Lestari (2008) di Indonesia bahwa pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur tidak berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin, dan penelitian Ile dan Garr (2014) di Ghana bahwa penyediaan infrastruktur
di
Ghana
belum
memberikan
kontribusi
banyak
untuk
penanggulangan kemiskinan seperti yang diharapkan. Permasalahan utama yang menyebabkan belanja sektor infrastruktur tidak berpengaruh terhadap kemiskinan di Provinsi Gorontalo adalah masih banyak terjadi kebocoran/penyimpangan pada anggaran infrastruktur yang membuat dana yang seharusnya di gunakan masyarakat miskin untuk memperbaiki kehidupannya menjadi tidak tepat sasaran sehingga mengakibatkan mereka tidak dapat berkembang dan mengeluarkan dirinya dari kondisi kemiskinan. Hal
9
ini membuat keberhasilan pembangunan dan pengentasan kemiskinan sulit di capai untuk semua daerah di provinsi Gorontalo. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil estimasi model dan pembahasan sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan penting, sebagai berikut: 1.
Belanja publik di bidang pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kemiskinan
kabupaten/kota
di
Gorontalo.
Dalam
hal
ini,
peningkatan pembiayaan pada sektor pendidikan akan memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya. Seiring meningkatnya pendidikan dan produktivitas masyarakat miskin, maka akan mambantu mereka dalam memenuhi kehidupan yang layak atau keluar garis kemiskinan. 2.
Belanja publik di bidang kesehatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Gorontalo. Dalam hal ini pembiayaan di sektor kesehatan akan menyediakan sarana dan prasara kesehatan yang terjangkau dan memadai sehingga masyarakat miskin mendapatkan jaminan kesehatan yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas mereka, yang selanjutnya akan mengurangi kemiskinan.
3.
Belanja publik di bidang infrastruktur tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Gorontalo. Dalam hal ini, peningkatan pada belanja sektor infrastruktur tidak
memberikan dampak
terhadap penurunan tingkat
kemiskinan. Hal ini disebabkan karena adanya pembelanjaan sektor infrastruktur yang banyak mengalami kebocoran/penyimpangan yang mengakibatkan keberhasilan pembangunan dan pengentasan kemiskinan sulit untuk di capai bagi semua daerah di provinsi Gorontalo. Berdasarkan kesimpulan yang dihasilkan dalam studi ini, maka disampaikan beberapa saran yang diharapkan berguna untuk kepentingan praktis, yaitu: 1. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif anggaran belanja per sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur di Gorontalo. Variabel pembiayaan pada sektor pendidikan dan kesehatan terbukti mempengaruhi tingkat kemiskinan,
namun
untuk
penelitian
selanjutnya
diharapkan
dapat
memasukkan variabel-variabel lain seperti pendapatan dan produktivitas
10
serta variabel-variabel yang efeknya langsung dirasakan oleh kelompok masyarakat miskin. 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa belanja kesehatan memiliki pengaruh yang paling besar dalam menurunkan angka kemiskinan di kabupaten/kota yaitu sebesar 0,10% untuk setiap peningkatan pembiayaan sebesar 1% (satu satuan), sehingga pemerintah perlu memprioritaskan untuk meningkatkan belanja urusan kesehatan agar masyarakat miskin mendapatkan fasilitas kesehatan yang terjangkau dan memadai. 3. Temuan bahwa tidak adanya pengaruh belanja publik di bidang infrastruktur terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Gorontalo. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan pemerintah dalam perencanaan, pengelolaan dan pengawasan
masih
tergolong
lemah
oleh
karena
itu
pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo dituntut untuk melakukan koreksi dan pembenahan kembali dalam pembangunan infrastruktur agar lebih terarah dan tepat sasaran sehingga dapat menjamin keberhasilan pembangunan baik dalam hal pemerataan maupun pemanfaatannya. DAFTAR PUSTAKA Awe, A. A, 2013, Government Expenditure and Poverty Reduction in Ekiti State, Nigeria, Research Journal of Finance and Accounting, Vol.4, No.5. www.translate.google.co.id Biro Humas Protokol Provinsi Gorontalo, 2014, Berita Gubernur Temui Warga Gorontalo Di Jakarta, http://humasprotokol.gorontaloprov.go.id/mobile/berita/gubernur-temuiwarga-gorontalo-di-jakarta.html diakses tanggal 27 November 2014 Birowo Tejo, 2011, Relationship Between Government Expenditure And Poverty Rate In Indonesia, Comparison Of Budget Classifications Before And After Budget Management Reform In 2004, Japan. www.translate.google.com. ___, 2014, Berita Resmi Statistik: Kondisi Kemiskinan Provinsi Gorontalo September 2013, No. 05/01/75/Th.VIII, 2 Januari 2014. ___, 2014, Berita Resmi Statistik: Profil Kemiskinan Di Indonesia September 2013, No.06/01/Th.XVII, 2 Januari 2014. Ile Isioma U. dan Ewald Q. Garr, 2014, Monitoring Infrastructure Policy Reforms and Rural Poverty Reduction in Ghana: The Case of Keta Sea Defence
11
Project, Afrika Selatan, Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER Publishing, Rome-Italy Vol 5 No 3. www.translate.google.com. Kementrian Keuangan, Data APBD TA 2001 – 2013, diunduh tanggal 14 Juni 2014. Lestari, Fatin Catur, 2008, Kemiskinan Dan Pengeluaran Pemerintah Untuk Infrastruktur: Studi Kasus Indonesia, 1976-2006. Bogor. Skripsi. Mawardi S. dan Sudarno S., 2003, Kebijakan Publik yang Memihak Orang Miskin (Fokus: Pro-Poor Budgeting), Bahan Pelatihan SMERU. Muhammad, Fadel, dkk, 2005, Menggagas Masa Depan Gorontalo, HPMIG Press, Yogyakarta. Sourya K., Saykong S., dan Phanhpakit O., 2014, Public Spending, Aid Effectiveness and Poverty Reduction in Lao PDR, Laos, Journal of International Cooperation Studies, Vol.21, No.2 & 3. www.translate.google.com Wahyudi, 2011, Pengaruh Alokasi Belanja Daerah Untuk Urusan Pendidikan, Kesehatan, Dan Pekerjaan Umum Terhadap Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2009), Jakarta, Tesis. Yao, Guevera Assamoi, 2007, Fiscal Decentralization and Poverty Reduction Outcomes: Theory and Evidence, Atlanta, Economics Dissertations. www.translate.google.co.id