ANALISIS PENGARUH PENDIDIKAN, KESEHATAN, DAN ANGKATAN KERJA WANITA TERHADAP KEMISKINAN DI KABUPATEN GRESIK (STUDI KASUS TAHUN 2008 – 2012)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh : Radhitya Widyasworo 0910213113
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 1
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : ANALISIS PENGARUH PENDIDIKAN, KESEHATAN, DAN ANGKATAN KERJA WANITA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN GRESIK (STUDI KASUS 2008 – 2012)
Yang disusun oleh : Nama
:
Radhitya Widyasworo
NIM
:
0910213113
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 23 Januari 2014
Malang,23 Januari 2014 Dosen Pembimbing,
Prof.Dr M Umar Burhan, SE,MS. NIP. 19691210 199703 1 003 2
Analisis Pengaruh Pendidikan, Kesehatan, dan Angkatan Kerja Wanita Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Gresik (Studi Kasus Tahun 2008-2012)
Radhitya Widyasworo Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected] ABSTRAKSI
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari variabel Tingkat Pendidikan, Kesehatan dan Partisipasi Angkatan Kerja Wanita terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Gresik tahun 2008-2012. Pemilihan variabel tingkat pendidikan dan kesehatan karena kedua variabel ini merupakan investasi SDM untuk meningkatkan produktivitas seseorang. Dimana dengan tingginya angka produktivitas maka gaji yang diperoleh juga akan meningkat dan kesejahteraan tercapai. Sedangkan partisipasi angkatan kerja wanita dipilih karena Gresik adalah kabupaten yang berbasis industri yang menyerap banyak tenaga kerja wanita. Selain itu salah satu faktor utama wanita terjun kedunia kerja adalah untuk menopang perekonomian keluarga, membantu suami. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan data time series. Setelah dilakukan uji asumsi klasik, baru dilanjutkan dengan teknik analisis regresi linear berganda untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel terhadap tingkat kemiskinan dan untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh paling besar terhadap tingkat kemiskinan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Tingkat pendidikan dan partisipasi angkatan kerja wanita berpengaruh signifikan baik secara parsial maupun simultan sedangkan tingkat kesehatan berpengaruh namun tidak signifikan. Hubungan yang terjalin antara variabel bebas dengan variabel terikat adalah berlawanan arah. Ketika salah satu atau semua variabel bebas mengalami peningkatan maka tingkat kemiskinan akan menurun. Dan variabel partisipasi angkatan kerja wanita berpengaruh paling besar terhadap tingkat kemiskinan karena alasan wanita turun ke dunia kerja lebih dominan disebabkan oleh tuntutan ekonomi keluarga. Kata Kunci: Tingkat Pendidikan, Kesehatan, Partisipasi Angkatan Kerja Wanita, Tingkat Kemiskinan, Regresi Linear Berganda _______________________________________________________________________________ A. LATAR BELAKANG Pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan merupakan dua pilar untuk membentuk modal manusia (human capital) dalam pembangunan ekonomi yang tidak lain adalah investasi jangka panjang suatu negara. Tercapainya tujuan pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan, pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas penduduk, dimana pertumbuhan produktivitas penduduk tersebut merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan penduduk itu sendiri. Melalui investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang diperlihatkan oleh meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan yang akan mendorong peningkatan produktivitas kerja seseorang, dan pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik dan terhindar dari kemiskinan. Di Kabupaten Gresik, pada pertengahan tahun penelitian ini yaitu tahun 2010, jumlah penduduk miskin mencapai 193,9ribu dengan total pengeluaran per bulan sebesar 258.503 rupiah per kapita. Dibandingkan dengan garis kemisikinan Jawa Timur yang saat itu sebesar 218.568 rupiah per kapita per bulan, garis kemiskinan di Kabupaten Gresik masih berada diatas Jawa Timur. Dan masih diatas garis kemiskinan Lamongan yang merupakan regency terdekat Kabupaten Gresik, yaitu 221.413 rupiah per kapita per bulan.
3
Secara umum, di Jawa Timur tingkat pendidikan yang diselesaikan oleh penduduk miskin adalah Tamat SD/SLTP. Namun persentase tidak tamat SD juga tinggi. Program Wajib Belajar 9 Tahun masih perlu digalakkan untuk menunjang pendidikan dasar wajib bagi golongan miskin. Dan untuk Kabupaten Gresik sendiri, berdasarkan info yang diperoleh dari data dan informasi kemiskinan tahun 2010, mayoritas penduduk miskin tamat SD/SLTP. Persentase tamatan SLTA + juga tergolong tinggi yaitu 19,23%. Persentase ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan persentase tamatan SLTA + di wilayah Jawa Timur secara keseluruhan. Sama halnya dengan pendidikan, kesehatan pada dasarnya merupakan suatu investasi sumber daya manusia untuk mencapai masyarakat yang sejahtera. Tingkat kesehatan masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dan memiliki keterkaitan yang erat dengan kemiskinan. Sementara itu, tingkat kemiskinan akan terkait dengan tingkat kesejahteraan. Oleh karena kesehatan merupakan faktor utama dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka kesehatan selalu menjadi perhatian utama pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik. Pemerintah harus dapat menjamin hak masyarakat untuk sehat dengan memberikan pelayanan kesehatan secara adil, merata, memadai, terjangkau, dan berkualitas. Untuk Kabupaten Gresik sendiri, dilihat dari hasil Susenas 2008, mayoritas penduduknya juga tidak mengalami keluhan kesehatan. Namun dari total 25,80% yang mengalami keluhan kesehatan, sebesar 15,40% mengaku bahwa keluhan kesehatan yang mereka rasakan telah mengganggu aktivitas harian seperti pekerjaan, sekolah dan kegiatan harian. Dengan rata-rata jumlah hari sakit terbesar adalah kurang dari 4 hari (57,16%) dan antara 4 hari sampai 7 hari (27,62%), atau bisa dikategorikan penyakit ringan. Fasilitas kesehatan semakin mudah diakses oleh penduduk di Kabupaten Gresik. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase penduduk yang melakukan pengobatan dibantu tenaga medis (tidak melakukan pengobatan sendiri) dan menggunakan obat-obatan modern dibandingkan obat tradisional. Namun sebagian besar yang melakukan pengobatan tidak mendapatkannya secara gratis. Sebagian kecil yang mendapatkan pengobatan gratis, menggunakan jenis kartu diluar Askeskin, KKB dan Kartu Sehat. Bila menengok kembali akan tujuan negara yakni untuk menghidupi rakyatnya dengan penghasilan yang layak maka permasalahan ketenagakerjaan juga merupakan salah satu aspek kependudukan yang perlu dikaji. Apalagi dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan Angkatan Kerja Muda. Selain Angkatan Kerja yang tumbuh cepat, masalah pokok ketenagakerjaan di Indonesia adalah bagaimana meningkatkan produktivitas. Salah satu perkembangan sektor ketenagakerjaan yang perlu mendapat perhatian besar dalam pelaksanaan pembangunan adalah semakin pentingnya peranan Angkatan Kerja Wanita. Di Kabupaten Gresik, angkatan kerja wanita yang berusia 15 tahun ke atas dan mempunyai pendidikan tinggi setara S-1 cukup tinggi yaitu sebanyak 21.612 pekerja per Agustus 2012. Sedangkan secara global di Jawa Timur, mayoritas angkatan kerja wanita hanya mampu menamatkan pendidikan hingga SD saja. Pada peringkat kedua, tidak tamat SD dan peringkat ketiga tamat SLTP. Komposisi ini berbeda dengan yang terjadi di Kabupaten Gresik. Dimana setelah urutan pertama untuk tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh angkatan kerja wanita adalah SLTA umum, maka diposisi kedua adalah angkatan kerja wanita tamatan SD kemudian tamatan SLTP. Secara umum, angkatan kerja wanita di Kabupaten Gresik mengenyam pendidikan dengan baik. Dengan begitu, mereka akan lebih memiliki daya saing dalam pasar tenaga kerja. Besarnya tingkat partisipasi angkatan kerja wanita untuk bekerja di pasar kerja dipengaruhi oleh faktor umum, yakni tingkat kemiskinan ekonomi, serta keterbatasan suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Ketergantungan hidup pada pihak laki-laki yang tidak memadai mendorong kaum wanita untuk menawarkan dirinya di pasar kerja. Di samping faktor umum di atas meningkatnya partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi secara garis besar dapat disebabkan oleh tiga hal yang satu sama lainnya saling berkaitan. Pertama, lapangan kerja produktif yang tersedia semakin meningkat, yang sangat erat kaitannya dengan pembangunan ekonomi dan dukungan penguasaan Iptek serta perluasan pasar karena meningkatnya permintaan terhadap barang dan jasa. Kedua, semakin terbukanya kesempatan kerja yang jenis pekerjaannya lebih sesuai bila dikerjakan oleh wanita. Hal ini erat kaitannya dengan keberhasilan di bidang pendidikan, kesehatan dan program keluarga berencana serta perubahan pandangan masyarakat tentang bekerja bagi wanita. Ketiga, pembangunan secara keseluruhan telah meningkatkan kebutuhan masyarakat baik material maupun immaterial, sehingga mendorong masyarakat
4
terutama wanita untuk memenuhi pasar kerja guna memenuhi kebutuhan tersebut, baik secara pribadi maupun keluarga. Pada Kabupaten Gresik, lapangan pekerjaan utama yang banyak menyerap tenaga kerja wanita adalah dibidang industri pengolahan. Disamping itu, bidang jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan juga menyerap banyak tenaga kerja. Dan bidang terbesar ketiga yang banyak menyerap tenaga kerja wanita adalah bidang perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel. Bidang konstruksi adalah bidang yang paling sedikit menyerap tenaga kerja wanita. Permasalahan sumber daya manusia yang minim pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Gresik serta tingginya angka pertisipasi kerja wanita meski dengan kondisi berpendidikan rendah, memperkuat pendapat mengenai ketimpangan akibat perbedaan gender. Karena kondisi di wilayah Kabupaten Gresik adalah kabupaten yang sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan terbukti dengan lebih berkembangnya sektor industri pengolahan. Teori aglomerasi industri terjadi di Kabupaten Gresik berikut dengan dampak sosial yaitu kemiskinan dan tingginya penawaran tenaga kerja wanita dengan skill terbatas. Berangkat dari hal diatas penelitian ini berusaha untuk mengidentifikasi variabel-variabel yaitu tingkat pendidikan, kesehatan dan partisipasi angkatan kerja wanita, yang merupakan instrumen yang dapat membantu mengatasi masalah kemiskinan dan mengupayakan pemecahan yang sesuai guna membantu mengatasi masalah kemiskinan secara efektif sesuai dengan tujuannya.
B. TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Definisi Kemiskinan Suatu rumah tangga dikatakan miskin jika konsumsinya tidak mencukupi kebutuhan minimum akan makanan dan non-makanan dalam arti bahwa pendapatan yang diperoleh anggota keluarga yang bekerja tidak cukup untuk dikonsumsi oleh anggota keluarga yang menjadi tanggungannya (Basri,1995: 107). Jika tingkat pendapatan kecil, sedangkan jumlah jiwa yang harus ditanggung banyak, berarti sebagian besar porsi pendapatan adalah untuk konsumsi sedangkan porsi untuk ditabung kecil sekali bahkan tidak ada akibatnya pembentukan modal pada rumah tangga miskin sangat rendah sehingga kesempatan untuk memperbaiki taraf kehidupan juga sangat terbatas. Amartya Sen dalam Todaro (2006), berpendapat bahwa masalah kemiskinan tidak hanya masalah income semata melainkan terkait dengan kapabilitas-kapabilitas yang harus dimiliki oleh seseorang dalam hal ini salah satunya menyangkut masalah akses-akses, baik terhadap pendidikan, kesehatan dan kesempatan kerja. Dengan demikian penanganan kemiskinan akan lebih komprehensif. Jhingan (2007:417) mengatakan bahwa untuk mengubah keterbelakangan ekonomi dan membangkitkan kemampuan dan motivasi untuk maju, maka adalah penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan rakyat. Pada kenyataannya tanpa perbaikan kualitas faktor manusia tidak mungkin ada kemajuan. Jadi, dapat diketahui bahwa negara itu miskin karena memiliki penduduk yang tidak berkualitas. Meskipun dilakukan pembangunan fisik seperti jalan, pabrik, rumah sakit, dan lain sebagainya, tetapi manusianya tidak berkualitas modal fisik tersebut tidak akan bisa dimanfaatkan dengan baik. Mayoritas penduduk miskin di dunia adalah kaum wanita. Jika dibandingkan standar hidup penduduk termiskin di berbagai negara-negara berkembang, akan terungkap fakta bahwa hampir disemua tempat yang paling menderita adalah kaum wanita beserta anak-anak. Merekalah yang paling menderita kemiskinan atau kekurangan gizi, dan mereka pula yang paling sedikit menerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi dan berbagai bentuk jasa sosial yang lainnya (Todaro, 2003:256). Penggolongan Kemiskinan Para pemikir ekonomi menggolongkan kemiskinan kedalam tiga golongan yaitu: Kemiskinan Struktural, Kemiskinan Absolut dan Kemiskinan Relatif. Menurut Kuncoro (1997, 102), kemiskinan dapat ditinjau dari dua sisi. Pertama adalah kemiskinan absolut, dimana dengan pendekatan ini diidentifikasikan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tertentu. Kedua, kemiskinan relatif, yaitu pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing–masing
5
golongan pendapatan. Dengan kata lain, kemiskinan relatif amat erat kaitannya dengan masalah distribusi kemiskinan. Garis Kemiskinan Yang dimaksud dengan garis kemiskinan adalah salah satu ukuran atau batas dipisahkannya masyarakat miskin dan non-miskin. Dalam kasus Indonesia, secara umum memakai standar pengukuran kemiskinan dari standar Bank Dunia. Namun beberapa pendekatan atau tepatnya penyesuian dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dalam menghitung batas miskin. Kajian utama didasarkan pada ukuran pendapatan (ukuran finansial), dimana batas kemiskinan dihitung dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Untuk kebutuhan makanan digunakan patokan 2100 kalori perhari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. Pengeluaran bukan makanan ini dibedakan antara perkotaan dan pedesaan. Pola ini telah dianut secara konsisten oleh BPS sejak tahun 1976. Sayogyo dan Sam F.Poli dalam menentukan garis kemiskinan menggunakan ekuivalen konsumsi beras per kapita. Konsumsi beras untuk perkotaan dan pedesaan masing masing ditentukan sebesar 360 kg dan 240 kg per kapita per tahun (BPS, 1994). Sebaliknya Bank Dunia menggunakan standard mata uang dollar Amerika Serikat, yaitu untuk dekade 1980, standar pengeluaran untuk makanan adalah 50 dolar AS untuk pedesaan dan 75 dolar AS untuk per kapita per tahun (berdasarkan kurs dasar dollar 126 terhadap rupiah pada tahun 1971). BPS dalam mengadopsi ukuran dari Bank Dunia melakukan penyesuaian dengan pola dasar konsumsi pada tahun 1971, dan kemudian disesuikan dengan kenaikan harga (inflasi) dari bahan makanan pokok. Pendidikan Banyak orang miskin yang mengalami kebodohan atau mengalami kebodohan bahkan secara sistematis. Karena itu, menjadi penting bagi kita untuk memahami bahwa kemiskinan bisa mengakibatkan kebodohan,dan kebodohan jelas identik dengan kemiskinan. Untuk memutus rantai sebab akibat diatas, ada satu unsur kunci yaitu pendidikan. Karena pendidikan adalah sarana menghapus kebodohan sekaligus kemiskinan. Namun ironisnya, pendidikan di Indonesia selalu terbentur oleh tiga realitas (Winardi, 2010). a) Pertama, Kepedulian pemerintah yang bisa dikatakan rendah terhadap pendidikan yang harus kalah dari urusan yang lebih strategis yaitu Politik. Bahkan, pendidikan dijadikan jargon politik untuk menuju kekuasaan agar bisa menarik simpati di mata rakyat. Jika melihat Negara lain, ada kecemasan yang sangat mencolok dengan kondisi sumber daya manusia (SDM) ini. Misalnya, Amerika serikat. Menteri Perkotaan di era Bill Clinton, Henry Cisneros, pernah mengemukakan bahwa dia khawatir tentang masa depan Amerika Serikat dengan banyaknya penduduk keturunan Hispanik dan kulit hitam yang buta huruf dan tidak produktif. Menurut Marshal (Tambunan, 1997) bahwa suatu bangsa tidak mungkin memiliki tenaga kerja bertaraf internasional jika seperempat dari pelajarnya gagal dalam menyelesaikan pendidikan menengah. Kecemasan yang sederhana, namun penuh makna, karena masyarakat Hispanik cuma satu diantara banyak etnis di Amerika Serikat. Dan di Indonesia, dapat dilihat adanya pengabaian sistematis terhadap kondisi pendidikan, bahkan ada kecenderungan untuk menganaktirikannya, dan harus kalah dari dimensi yang lain. b) Kedua, penjajahan terselubung. Di era globalisasi dan kapitalisme ini, ada sebuah penjajahan terselubung yang dilakukan negara-negara maju dari segi kapital dan politik yang telah mengadopsi berbagai dimensi kehidupan di negara-negara berkembang. Umumnya, penjajahan ini tentu tidak terlepas dari unsur ekonomi. Dengan hutang negara yang semakin meningkat, badan atau organisasi donor pun mengintervensi secara langsung maupun tidak terhadap kebijakan ekonomi suatu bangsa. Akibatnya, terjadilah privatisasi di segala bidang. Bahkan, pendidikan pun tidak luput dari usaha privatisasi ini. Dari sini pendidikan semakin mahal yang tentu tidak bisa di jangkau oleh rakyat. Akhirnya, rakyat tidak bisa lagi mengenyam pendidikan tinggi dan itu berakibat menurunnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Sehingga, tidak heran jika tenaga kerja di Indonesia banyak yang berada di sektor informal akibat kualitas sumber daya manusia yang rendah, dan ini salah satunya karena biaya pendidikan yang memang mahal. Apa lagi ditengah iklim investasi global yang menuntut pemerintah memberikan kerangka hukum yang dapat melindungi Investor dan juga buruh murah. Buruh murah ini merupakan hasil dari adanya privatisasi (otonomi kampus), yang membuat
6
pendidikan tidak lagi bisa dijangkau rakyat. Akhirnya, terbentuklah link up sistem pendidikan, dimana pendidikan hanya mampu menyediakan tenaga kuli dengan kemampuan minim. c) Ketiga, adalah kondisi masyarakat sendiri yang memang tidak bisa mengadaptasikan dirinya dengan lingkungan yang ada. Tentu hal ini tidak terlepas dari kondisi bangsa yang tengah dilanda krisis multidimensi sehingga harapan rakyat akan kehidupannya menjadi rendah. Bisa dikatakan, telah terjadi deprivasi relatif (istilah Karl Marx yang di populerkan Ted R.Gurr) dalam diri masyarakat. Hal ini akan berdampak pada kekurangannya respek terhadap dunia pendidikan, karena mereka lebih mementingkan urusan perut daripada sekolah. Akibatnya, kebodohan akan menghantui, dan kemiskinan pun akan mengiringi. Sehingga, kemiskinan menjadi sebuah reproduksi sosial, dimana dari kemiskinan akan melahirkan generasi yang tidak terdidik akibat kurangnya pendidikan, dan kemudian menjadi bodoh serta kemiskinan pun kembali menjerat. Kesehatan Juanita (2002) menyatakan salah satu modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi adalah kondisi kesehatan masyarakat yang baik. Di dalam pembangunan ekonomi juga harus diperhatikan pelaksanaan pembangunan kesehatan. Keduanya ini harus berjalan seimbang agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan bagi semua yaitu kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan kesehatan yang dimaksud merupakan proses perubahan tingkat kesehatan masyarakat dari tingkat yang kurang baik menjadi yang lebih baik sesuai dengan standar kesehatan. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan merupakan pembangunan yang dilakukan sebagai investasi untuk membangun kualitas sumber daya manusia. Sedangkan dalam penelitian ini, digunakan indikator banyaknya kunjungan ke puskesmas (public health centre) karena menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik, tren yang terjadi dilingkungan masyarakat miskin adalah melakukan pemeriksaan awal di puskesmas terdekat dengan alasan mudah dijangkau, dekat dengan pemukiman dan biaya relatif lebih murah serta lebih cepat mendapat penanganan dalam artian proses administrasi lebih mudah dan tidak berbelit. Apabila mengharuskan pasien ke rumah sakit umum, maka puskesmas yang akan memberikan surat rujukan. Konsep Ketenagakerjaan dan Penawaran Tenaga Kerja Tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja ( working-age population ). Sedangkan pengertian tenaga kerja yang dimuat dalam Undang-undang No. 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan / atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya oleh batas umur, dan diketahui tiap-tiap negara memberikan batas umur yang berbeda. Untuk Indonesia, sejak tahun 1997 mempunyai batas umur 15 tahun ke atas. Tujuan dari pemilihan dari batas umur tersebut adalah supaya definisi yang diberikan sedapat mungkin menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Penawaran atau penyediaan tenaga kerja mengandung pengertian jumlah penduduk yang sedang dan siap untuk bekerja serta pengertian kualitas usaha kerja yang diberikan. Secara umum, penyediaan tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja, jumlah jam kerja, pendidikan produktivitas dan lain-lain. Untuk pengaruh jumlah penduduk dan struktur umur, semakin banyak penduduk dalam umur anak-anak, semakin kecil jumlah yang tergolong tenaga kerja. Secara tradisional teori penawaran tenaga kerja didasarkan pada pemikiran bahwa “Leisure” mempunyai utility terhadap manusia. Sedangkan pendapatan (Income/Y) diperoleh dari hasil pekerjaan tertentu, maka jumlah waktu kerja yang optimum bagi seorang konsumen dapat diturunkan dari analisis utility maximization. Tentu saja hal ini didasarkan pada asumsi bahwa leisure dan pendapatan dapat saling mengganti satu sama lain. Dampak dari tingkat upah dapat dipisahkan menjadi income effect dan price (substitution) effect. Jika dianggap bahwa leisure adalah merupakan normal goods, suatu kenaikan income secara serentak akan diikuti oleh peningkatan leisure atau penurunan penawaran tenaga kerja. Price effect adalah selalu negatif, karena suatu kenaikan dari tingkat upah akan berakibat meningkartnya opportunity cost terhadap leisure dan akhirnya mengakibatkan pengurangan permintaan terhadapnya. Total effect dari suatu kenaikan tingkat upah terhadap penawaran tenaga kerja tergantung kepada arti relatif dari income effect dan price effect.
7
Dalam sebuah rumah tangga, penawaran tenaga kerja seorang Ibu tidak hanya tergantung pada income dan leisure saja tetapi juga dipengaruhi oleh non–market activities seperti: mengurus suami, mengasuh anak, memasak, membersihkan rumah dan sebagainya. Oleh karena itu J. Mincer (Wirosuhardjo, dkk; 1986), menganggap bahwa konsep income yang relevan di dalam permintaan terhadap leisure dan non–market activity adalah family income. Encarnation (Wirosuhardjo, dkk; 1986), mengemukakan sebuah hipotesis bahwa rumah tangga yang berpendapatan rendah (poor family) di negara berkembang mempunyai suatu target level dari income (FY) sejalan dengan tingkat subsistence. Dia menyatakan bahwa partisipasi angkatan kerja wanita kawin akan tergantung kepada kemampuan suami untuk menghasilkan pendapatan dibandingkan dengan target income tersebut. Jika pendapatan suami berada di bawah target income, isteri akan bekerja lebih banyak untuk mencapai kebutuhan subsistence tersebut. Semakin dekat pendapatan rumah tangga kepada garis target income tersebut, semakin berkurang keinginan isteri untuk bekerja, atau semakin sedikit jumlah jam kerjanya di pasar tenaga kerja. Target income tersebut disebutkannya sebagai “Threshold Hypothesis”. Dalam kaitan dengan pola partisipasi kerja wanita menurut umur dan status kawin, kenyataan menunjukkan bahwa struktur rumah tangga berpengaruh pada pola partisipasi tersebut. Analisis berdasarkan data tahun 1970-an ditemukan empat pola partisipasi wanita menurut umur: (a) Central peak (contoh: Thailand) dimana wanita tidak keluar dari angkatan kerja selama tahuntahun kelahiran anak; (b). The late peak (Contoh: Ghana), wanita masuk angkatan kerja setelah cukup melahirkan anak; (c) The early peak (Contoh: Argentina), terdapat partisipasi dalam angkatan kerja sebagian besar wanita belum kawin atau wanita muda kawin sebelum melahirkan anak, kemudian keluar selama dan sesudah melahirkan anak; (d). The double peak (Contoh: Korea), partisipasi wanita dalam angkatan kerja menurun selama kelahiran anak dan kemudian naik lagi setelah itu (Standing, 1978). Angkatan Kerja Wanita Perempuan memiliki peran yang sangat berarti bagi keluarga, dimana sebagian besar waktunya sekitar 8-16 jam per hari dalam pekerjaan domestik seperti memasak, membersihkan rumah, menyetrika, mengasuh anak, dan sebagainya. Hal ini jelas tidak dapat dilakukan oleh perempuan atau istri yang memutuskan untuk bekerja di luar rumah (Zehra 2008). Terdapat beberapa alasan perempuan bekerja di luar rumah meskipun mereka menyadari peranannya dalam sektor domestik. Salah satu yang menjadi alasan utamanya untuk menambah pendapatan bagi keluarga. Perempuan memiliki peranan sosial yang beragam dalam kehidupan perekenomian dimana perempuan dituntut untuk mampu menjalani fungsinya dalam keluarga serta sebagai pencari nafkah tambahan atau bahkan pencari nafkah utama (main breadwinner) bagi keluarga dan membina hubungan sosial yang baik. Hal ini membuktikan bahwa perempuan memiliki eksistensi dalam bersosialisasi dengan lingkungan disekitarnya terutama dalam kehidupan perekonomian keluarga (Gulcubuk 2010). Menurut Sumarwan (1993) peningkatan jumlah angkatan tenaga kerja wanita disebabkan oleh beberapa fakor, diantaranya: 1) Peningkatan tuntutan ekonomi yang menyebabkan sebagian keluarga tidak dapat mempertahankan tingkat kesejahteraannya hanya dari satu pendapatan; 2) Perubahan gaya hidup atau selera keluarga dalam mengkonsumsi barang dan jasa; 3) Semakin terbukanya kesempatan kerja bagi semua warga negara Indonesia, baik perempuan maupun lakilaki, untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Sedangkan Hoffman & Nye (1974) mengemukakan bahwa terdapat tiga faktor yang mendorong perempuan mencari penghasilan tambahan, yaitu alasan ekonomi, mengangkat status diri dan motif intrinsik untuk menunjukkan eksistensinya. Pengaruh Pendidikan terhadap Kemiskinan Todaro (1994) menyatakan bahwa selama beberapa tahun, sebagian besar penelitian dibidang ilmu ekonomi, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara sedang berkembang, menitik beratkan pada keterkaitan antara pendidikan, produktifitas tenaga kerja, dan tingkat output. Hal ini tidak mengherankan karena, sasaran utama pembangunan di tahun 1950-an dan 1960-an adalah memaksimumkan tingkat pertumbuhan output total. Akibatnya, dampak pendidikan atas distribusi pendapatan dan usaha menghilangkan kemiskinan absolut sebagian besar telah dilupakan. Selanjutnya Todaro (2000) menyatakan bahwa pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Yang mana pendidikan memainkan peranan kunci dalam
8
membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Pengaruh Kesehatan terhadap Kemiskinan Menurut Kartasasmita (1996) kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan pisik, daya pikir dan prakarsa. Besarnya investasi baik dalam bentuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) memainkan peranan penting dalam menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi dan upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Kegiatan investasi yang dilakukan tidak saja investasi yang bersifat pisik, juga investasi non pisik seperti investasi sumber daya manusia di bidang kesehatan dan pendidikan. Di mana dengan melakukan investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang diperlihatkan oleh meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Peningkatan pengetahuan dan keahlian akan mendorong peningkatan produktivitas kerja seseorang. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada yang bersangkutan. Rendahnya produktivitas tenaga kerja kaum miskin dapat disebabkan oleh karena rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, sehingga mereka dapat keluar dari jeratan kemiskinan. Selanjutnya, Lincolin (1999) menjelaskan intervensi untuk memperbaiki kesehatan dari pemerintah juga merupakan suatu alat kebijakan penting untuk mengurangi kemiskinan. Salah satu faktor yang mendasari kebijakan ini adalah perbaikan kesehatan akan meningkatkan produktivitas golongan miskin. Kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan menaikkan output energi. Pengaruh Angkatan Kerja Wanita terhadap Kemiskinan Perekonomian sebuah keluarga sangat dipengaruhi oleh pendapatan keluarga. Yang bersumber dari pendapatan kepala keluarga atau suami. Namun pada suatu kondisi kemiskinan pada saat ini maka istri juga akan berkontribusi bagi pendapatan keluarga. Bekerja sebagai ibu rumah tangga adalah sebuah pilihan yang tidak selalu karena kekurangan pendapatan, tetapi pada rumah tangga miskin adalah sebuah keharusan bagi istri pada rumah tangga miskin yang dituntut agar dapat berperan ganda dalam rumah tangganya dengan mengalokasikan waktu sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Faktorfaktor yang berpengaruh seperti: umur, tingkat pendidikan, jam kerja, sifat pekerjaan dan jumlah tanggungan terhadap pendapatan perempuan (Sudarmini, 2006). Umur sangat berpengaruh terhadap pendapatan karena semakin tua umur istri, maka produktifitasnya semakin menurun dan kondisi fisiknya semakin lemah sehingga tidak mampu menyumbangkan pendapatan dalam keluarga. Pada kebanyakan keluarga miskin di Indonesia, peran perempuan sebagai aset ekonomi rumah tangga menjadi sangat penting karena secara batin dan etos pengorbanan mereka bekerja untuk bertahan hidup atau paling tidak demi anaknya, meskipun dengan pendapatan sangat minim dan prasarana yang kurang mendukung keberadaannya. Karenanya dukungan dan kesempatan bagi perempuan dalam memberdayakan dirinya dan lebih meningkatkan kesejahteraannya menjadi hal sangat strategis.
C. METODE PENELITIAN Dilihat dari pendekatan analisisnya, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Azwar (2001:5) mengungkapkan bahwa penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan metode statistik. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian explanatory (penjelasan). Alasan penggunaan penelitian jenis ini adalah karena titik fokus dari penelitian ini adalah untuk menguji hipotesa yang ditetapkan yaitu bahwa diduga ada pengaruh dari variabel pendidikan, kesehatan, dan angkatan kerja wanita terhadap kemiskinan di Kabupaten Gresik tahun 2008-2012. Dalam proses perhitungannya, penelitian ini akan mengukur pengaruh Tingkat Pendidikan (X1) dalam penelitian ini merujuk pada jumlah siswa SMP Negeri dan Swasta mengingat bahwa pemerintah mencanangkan program wajib belajar 9 tahun bagi seluruh warga negaranya. Tingkat
9
Kesehatan (X2) dinilai berdasarkan jumlah kunjungan atau visitor ke public health centre dimana dalam penelitian ini adalah jumlah visitor ke puskesmas. Angkatan kerja wanita (X 3) merujuk pada jumlah tenaga kerja wanita terdaftar dan Kemiskinan (Y) sendiri dalam penelitian ini menggunakan standar dari BPS sebagai acuan dimana masyarakat tergolong miskin berdasarkan pada konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini sepenuhnya diperoleh melalui studi pustaka sebagai metode pengumpulan datanya, sehingga tidak diperlukan teknik sampling serta kuesioner. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif. Data sekunder yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik, Pemda, dan sumber lainnya. Dengan dasar teori dan data-data, serta penjelasan pada bagian terdahulu, maka penelitian ini menggunakan metode OLS (Ordinary Least Squares). Inti metode OLS ini adalah mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah dari kuadrat kesalahan setiap observasi terhadap garis tersebut (Ghozali, 2006:82).
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kemiskinan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Gresik. Jika pendidikan suatu daerah sudah baik berarti mutu sumber daya manusia di daerah tersebut juga baik. Pendidikan memainkan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2000). Jadi, orang yang mempunyai kualitas pendidikan tinggi akan mampu menghasilkan barang dan jasa secara optimal sehingga akan memperoleh pendapatan yang optimal juga. Apabila pendapatan penduduk tinggi maka seluruh kebutuhan akan terpenuhi dan jauh dari lingkaran kemiskinan. Untuk meningkatkan pendidikan masyarakat di Kabupaten Gresik, pemerintah daerah setempat juga melaksanakan program wajib belajar 9 tahun bagi masyarakat. Termasuk mengadakan program paket A, B dan C guna menampung keinginan masyarakat untuk terus melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda. Tidak hanya lembaga pendidikan negeri yang tersedia di Kabupaten Gresik, lembaga pendidikan swasta juga banyak terdapat disana. Bahkan jumlah lembaga pendidikan swasta lebih banyak dan tersebar diwilayah-wilayah seputar ibukota kabupaten yang artinya sekolah-sekolah tersebut telah menjangkau daerah-daerah pinggiran sekalipun. Tingkat kepekaan dari variabel tingkat Pendidikan sebesar 0,872 dimana angka ini mengindikasikan besarnya pengaruh tingkat Pendidikan terhadap tingkat Kemiskinan di Kabupaten Gresik. Pengaruh yang diberikan tingkat Pendidikan terhadap tingkat Kemiskinan adalah negatif. Ketika tingkat Pendidikan mengalami peningkatan, maka angka Kemiskinan akan berkurang atau mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Todaro di atas, karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan memadai, akan menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan memiliki daya saing. Sehingga kesempatan untuk mendapatkan income yang lebih tinggi, akan terjamin. Dengan income yang lebih tinggi, kemungkinan untuk berputar di dalam lingkar kemiskinan akan semakin kecil. Yang artinya dengan pendidikan tinggi, skill bertambah, kesempatan mendapat income tinggi lebih terbuka dan kesejahteraan tercapai. Fenomena yang terjadi di Kabupaten Gresik, kualitas sumber daya manusianya terjamin dengan banyaknya lulusan SMA, D-III dan Sarjana yang terjun ke dalam dunia kerja. Namun jumlah tersebut juga hampir sama banyaknya dengan jumlah pekerja yang hanya berijasahkan SD. Ada kemungkinan tingkat kesadaran warga yang masih kurang dalam memahami arti penting pendidikan dimasa sekarang. Karena jika dilihat dari fasilitas sekolah untuk sarana wajib belajar yang sudah memadai baik dari lembaga negeri maupun lembaga swasta, seharusnya setiap lapisan masyarakat sudah tertampung untuk mendapatkan pendidikan dasar sebelum terjun ke dunia kerja. Kebijakan yang dijalankan hanya satu arah tanpa ada respon dari pihak lainnya, akan berjalan kurang optimal. Meski pemerintah daerah mendukung penyelenggaraan pendidikan dasar dan pihak swasta juga memberikan dukungan, jika masyarakatnya tidak begitu antusias memanfaatkan tawaran tersebut, tetap saja akan berjalan kurang optimal.
10
Ada pendapat yang berlaku dimasyarakat bahwa menghasilkan uang jauh lebih menarik daripada duduk dibangku sekolah. Jika dengan berbekal ijasah SD/SMP saja sudah bisa masuk ke dunia kerja dan mendapatkan penghasilan, kenapa harus duduk diam dibangku sekolah. Pendapat inilah yang banyak ditemui peneliti ketika melakukan observasi di beberapa wilayah di Kabupaten Gresik. Jika hal ini sudah menyebar dimasyarakat, pemerintah daerah perlu melakukan pendekatan persuasif mengenai pentingnya edukasi sejak dini. Masyarakat yang sudah terlanjur masuk dalam dunia kerja, masih bisa mengenyam pendidikan lagi melalui program kesetaraan yang tidak mengganggu aktifitas kerja hariannya yaitu melalui program kejar paket A,B dan C. Karena bagaimanapun juga, tingkat pendidikan angkatan kerja akan menentukan income yang mereka terima. Dan dengan pendidikan memadai, bisa menunculkan ide-ide kreatif sehingga mereka tidak harus bergantung selamanya pada perusahaan untuk mendapatkan penghasilan, tetapi mereka bisa menciptakan sendiri lapangan kerja masing-masing sesuai skill dan pengetahuan yang dimiliki. Kemandirian masyarakat yang seperti itu yang diharapakan pemerintah daerah pada nantinya sehingga bisa menopang perekonomian secara umum dan menjamin kesejahteraan keluarga pada khususnya. Pengaruh Tingkat Kesehatan Terhadap Kemiskinan Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Gresik, tingkat Kesehatan berpengaruh terhadap tingkat Kemiskinan meskipun tidak signifikan. Kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan karena kesehatan merupakan syarat untuk meningkatkan produktifitas seseorang. Orang yang kondisi kesehatannya buruk, tidak akan melakukan pekerjaan dengan efektif. Jika seseorang tidak efektif dalam bekerja, maka produktifitasnya juga rendah. Jika produktifitasnya rendah, berarti penghasilannya juga rendah. Penghasilan seseorang yang rendah akan membuat orang tersebut kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga orang tersebut bisa terjebak dalam kemiskinan. Tingkat Kesehatan dalam penelitian ini menggunakan indikator jumlah pengunjung ke public health center. Dari data yang terkumpul, jumlah pengunjung atau visitor yang melakukan pemeriksaan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Namun dari sekian banyak pengunjung yang melakukan pemeriksaan, sangat sedikit sekali penduduk miskin yang menggunakan kartu layanan kesehatan gratis. Bahkan hampir 90% tidak mendapatkan layanan kesehatan secara gratis, ketika melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara medis. Keluhan kesehatan yang dirasakan oleh penduduk miskin sekitar 15% dari total 26% yang mengeluhkan kesehatan terganggu, merasakan bahwa keluhan kesehatan mereka sangatlah mengganggu aktivitas hariannya. Pekerjaan, sekolah dan kegiatan rutin harian semua ikut terganggu apabila kondisi sedang drop atau menurun. Gangguan kesehatan yang sering dialami masyarakat pada golongan usia 25-44 tahun adalah penderita kelainan refraksi dengan penderita sebanyak 2.166 jiwa. Penderita kecelakaan/rudapaksa juga tergolong banyak dengan jumlah penderita sebanyak 1.291 jiwa pada golongan umur 25-44 tahun. Selain kedua penyakit diatas, masyarakat miskin juga rawan menderita penyakit TB Paru. Gresik Dalam Angka 2013 mencatat sebanyak 749 jiwa menderita penyakit TB Paru pada golongan umur 25-44 tahun. Dimana golongan umur ini merupakan golongan umur yang seharusnya memiliki produktivitas tinggi dalam melakukan pekerjaan. Fasilitas kesehatan di Kabupaten Gresik sudah memadai. Setiap kecamatan memiliki paling tidak satu Puskesmas. Namun rata-rata memiliki dua bahkan lebih dari dua puskesmas. Total puskesmas yang tersebar dalam 18 kecamatan se Kabupaten Gresik adalah 32 unit Puskesmas. Dan didukung oleh 1.132 Posyandu paripurna serta 325 posyandu non-paripurna. Rumas sakit umum yang ada sebanyak 8 buah. Separuh dari total jumlah itu merupakan rumah sakit umum swasta. Fasiltas kesehatan tersebut masih ditopang pula dengan adanya puskesmas pembantu yang jumlahnya mencapai 77 buah. Sedangkan praktek dokter swasta yang terdaftar sebanyak 613 buah tempat praktek. Ditinjau dari ketersediaan fasilitas kesehatan yang ada, seharusnya sudah cukup mengcover kebutuhan layanan kesehatan masyarakat. Namun rendahnya penggunaan kartu layanan sehat gratis dan kesulitan masyarakat miskin mendapatkan layanan kesehatan gratis bisa disebabkan karena hanya beberapa tempat saja yang menerima pasien melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara gratis. Terutama bila fasilitas kesehatan tersebut milik pemerintah daerah. Apabila fasilitas kesehatan tersebut milik swasta, kecil kemungkinan bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan layanan pemeriksaan dan pengobatan secara gratis.
11
Disini, pemerintah daerah setempat diharapkan untuk lebih mengoptimalkan kerja sama dengan berbagai pihak untuk memberikan layanan kesehatan pada masyarakat miskin secara gratis. Selain menjalin kerja sama dengan berbagai pihak terkait, sosialisasi kepada masyarakat miskin akan pentingnya budaya hidup sehat, pentingnya kartu layanan sehat gratis, perlu digalakkan. Meskipun tempat yang menerima kartu tersebut masih terbatas, namun tetap perlu dioptimalkan. Hal ini akan menjadi barometer bagi pemerintah daerah untuk meingkatkan fasilitas layanan kesehatan gratis khususnya pada masyarakat miskin. Apabila sosialisasi dan upaya menjalin kerja sama dengan berbagai pihak terkait sudah berjalan namun belum bisa optimal, setidaknya pemerintah daerah sudah mendapatkan data terbaru mengenai jumlah penduduk miskin dengan keluhan kesehatan. Dengan begitu bisa disusun program lain yang tujuannya langsung fokus pada masalah kesehatan penduduk miskin. Dari hasil uji statistik, tingkat Kesehatan pengaruhnya negatif terhadap tingkat Kemiskinan. Hal itu mengindikasikan bahwa apabila tingkat Kesehatan masyarakat miskin semakin membaik, maka tingkat Kemiskinan akan menurun. Hal ini sejalan dengan pernyataan diatas bahwa kualitas kesehatan sumber daya manusia berpengaruh terhadap produktifitasnya, yang mana akan mempengaruhi tingkat pendapatan dan pada akhirnya menentukan kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup mendasarnya. Dengan tingkat kepekaan sebesar 0,108 dan tidak signifikan, namun tetap penting bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk menjaga tingkat kesehatan. Apalagi di Kabupaten Gresik yang sudah terkenal dengan daerah industri, dimana rata-rata tingkat kesehatan sangat rawan. Karena dengan adanya industri, polusi sedikit banyak sudah pasti ada. Dan hal ini merupakan pemicu menurunnya tingkat kesehatan penduduk sekitar. Pengaruh Partisipasi Angkatan Kerja Wanita Terhadap Kemiskinan Menurut Sudarmini (2006), bagi perempuan, profesi sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja adalah sebuah pilihan yang tidak selalu karena kekurangan pendapatan, tetapi pada rumah tangga miskin adalah sebuah keharusan bagi seorang istri untuk dapat berperan ganda dalam rumah tangganya dengan mengalokasikan waktu untuk mengurus rumah tangga dan bekerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Sedangkan pendapatan perempuan yang berperan ganda, dipenagruhi oleh faktor-faktor seperti umur, tingkat pendidikan, jam kerja, sifat pekerjaan dan jumlah tanggungan dalam keluarga. Dalam penelitian ini, di Kabupaten Gresik, partisipasi angkatan kerja wanita mempunyai pengaruh paling dominan terhadap tingkat Kemiskinan dengan sifat hubungan negatif. Dimana hal ini dapat diartikan bahwa partisipasi angkatan kerja wanita sangat berpengaruh terhadap tingkat Kemiskinan. Semakin tinggi angka partisipasi kerja wanita, pendapatan rumah tangga miskin tersebut akan semakin meningkat yang kemudian akan meningkatkan kesejahteraan keluarga karena kebutuhan dasar hidupnya mampu dipenuhi dan ini menandakan perlahan mereka meninggalkan lingkar kemiskinan. Dengan pengaruh kepekaan sebesar 0,955, partisipasi angkatan kerja wanita mendominasi apabila dibandingkan dengan dua variabel bebas lainnya yaitu tingkat Pendidikan dan tingkat Kesehatan. Bagi rumah tangga miskin, peran ganda perempuan dalam rumah tangga memang merupakan keharusan untuk membantu meningkatkan perekonomian rumah tangganya. Dan pendapat dari Sudarmini di atas memang mewakili untuk fenomena partisipasi kerja wanita di Kabupaten Gresik. Mereka adalah angkatan kerja wanita yang mayoritas terjun ke dunia kerja dengan bekal ijasah SD dan SMA. Dimana angka partisipasi angkatan kerja wanita dengan menggunakan ijasah ini merupakan porsi tertinggi. Sedangkan pendapat Alatas, ada benarnya juga dan memang terjadi di Kabupaten Gresik terutama menjadi alasan bagi angkatan kerja wanita yang terjun ke dunia kerja dengan bekal ijasah D-III maupun Sarjana yang merupakan porsi terbesar kedua bagi angkatan kerja wanita berdasarkan tamatannya. Angkatan kerja wanita tidak seperti angkatan kerja laki-laki yang bisa memasuki dunia kerja dengan bebas. Angkatan kerja wanita tidak bisa menjalani kerja serabutan. Harapan perempuan bekerja atau melakukan kegiatan yang bersifat ekonomis adalah untuk mendapatkan imbalan atau upah. Upah merupakan sumber utama penghasilan seseorang, oleh sebab itu upah harus cukup memenuhi kebutuhan rumah tangganya dengan wajar. Besarnya upah yang diterima tergantung dari tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki jenis pekerjaan itu sendiri dan curahan jam kerja yang dikeluarkan. Faktor-faktor inilah yang membatasi individu terutama perempuan sehingga menyebabkan mereka memasuki jenis-jenis pekerjaan dan keterampilan khusus.
12
Pengaruh Tingkat Pendidikan, Tingkat Kesehatan dan Partisipasi Angkatan Kerja Wanita Terhadap Kemiskinan Dari hasil temuan dalam penelitian ini, ketiga variabel bebas yaitu tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan partisipasi angkatan kerja wanita secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Namun, jika dilihat secara parsial, ditemukan satu variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan namun tidak signifikan yaitu variabel tingkat kesehatan. Ketiga variabel bebas, memiliki sifat hubungan yang negatif terhadap tingkat Kemiskinan. Yang artinya, secara bersama-sama ketika tingkat Pendidikan keluarga miskin meningkat lebih baik, ketika tingkat Kesehatan mereka juga meningkat lebih baik dan ketika partisipasi angkatan kerja wanita semakin tinggi, maka tingkat Kemiskinan akan menurun. Karena ketika pendidikan sudah memadai, angkatan kerja wanita bisa lebih leluasa memasuki dunia kerja dengan tingkat penghasilan yang lebih disesuaikan dengan tingkat pendidikan. Dan derajat kesehatan seseorang akan mempengaruhi produktivitasnya sehingga dengan kesehatan yang baik, produktivitas optimal maka hasil yang diperoleh juga akan maksimal. Pendapatan dari angkatan kerja wanita yang meningkat ini akan membuat kesejahteraan keluarga juga ikut meningkat. Dan mereka secara perlahan bisa keluar dari lingkar kemiskinan. Untuk mencapai itu semua, dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Baik itu pemerintah daerah sebagai penyelenggara program dan penyedia fasilitas, maupun dari masyarakat miskin agar mereka termotivasi dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai penerima program dan juga pelaku bagi pemutus rantai kemiskinan. Upaya pemerintah daerah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dan stakeholder juga dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan di lapangan. Sehingga ada kontrol dan evaluasi. Karena dari hasil penelitian ini, fasilitas pendidikan dan kesehatan berupa sarana dan prasaran cukup memadai. Seharusnya apabila dimanfaatkan dengan maksimal bisa meningkatkan pendidikan dan kesehatan masyarakat miskin. Namun memang sebagian merupakan milik swasta, oleh karena itu pemerintah perlu melakukan upaya kerja sama agar semua fasilitas pendidikan dan kesehatan bisa dimasuki program bantuan bagi masyarakat miskin sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku. E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam rentang waktu antara 2008-2012, secara simultan, semua variabel independen, yaitu Tingkat Pendidikan (X1), Tingkat Kesehatan (X2) dan Partisipasi Angkatan Kerja Wanita (X3), di Kabupaten Gresik pada khususnya mempunyai pengaruh negatif terhadap Tingkat Kemiskinan. Peningkatan dan perbaikan pada ketiga variabel bebas tersebut, mampu mengurangi Tingkat Kemiskinan yang ada secara signifikan. Hal ini didukung oleh hasil regresi, dimana diperoleh hasil uji F sebesar 5,962 dengan sig.F sebesar 0,027. 2. Variabel bebas Tingkat Pendidikan (X1) yang dilihat dari jumlah siswa SMP se-Kabupaten Gresik baik itu siswa SMP negeri maupun swasta, secara parsial selama lima tahun penelitian, memiliki pengaruh negatif terhadap Tingkat Kemiskinan. Besar perubahan yang dihasilkan ketika terjadi perubahan satu nilai Tingkat Pendidikan, adalah berupa pengurangan sebesar 0,872 pada Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Gresik. Perubahan ini signifikan karena nilai signifikansi uji t yang kurang dari 0,05 yaitu 0,004. 3. Variabel bebas Tingkat Kesehatan (X2) yang dilihat dari jumlah visitor atau pengunjung ke Puskesmas, secara parsial selama tahun penelitian (2008-2012) memiliki pengaruh negatif terhadap Tingkat Kemiskinan. Besar perubahan yang dihasilkan ketika terjadi perubahan satu nilai Tingkat Kesehatan, adalah berupa pengurangan sebesar 0,108 pada Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Gresik. Perubahan ini tidak begitu signifikan karena nilai signifikansi uji t yang lebih dari 0,05 yaitu 0,058 namun cukup berpengaruh. 4. Variabel bebas Partisipasi Angkatan Kerja Wanita (X3) yang dilihat dari jumlah Angkatan Kerja Wanita yang terdaftar pada Disnaker, secara parsial selama lima tahun penelitian (2008-2012) memiliki pengaruh negatif terhadap Tingkat Kemiskinan. Besar perubahan yang dihasilkan ketika terjadi perubahan satu nilai pada Partisipasi Angkatan Kerja Wanita, adalah
13
5.
6.
berupa pengurangan sebesar 0,955 pada Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Gresik. Perubahan ini signifikan karena nilai signifikansi uji t yang kurang dari 0,05 yaitu 0,003. Variabel yang berpengaruh dominan dalam mengatasi tingkat Kemiskinan di Kabupaten Gresik adalah Partisipasi Angkatan Kerja Wanita, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah daerah setempat agar bisa diarahkan dan didukung secara optimal. Hal ini didukung oleh nilai koefisien beta hasil regresi linear berganda sebesar 0,721. Hasil ini sekaligus menolak hipotesis ketiga penelitian yang menyebutkan bahwa variabel bebas yang memiliki pengaruh dominan terhadap Tingkat Kemiskinan adalah Tingkat Pendidikan. Besarnya pengaruh yang dimiliki oleh ketiga variabel bebas dalam penelitian ini, hanya berlaku dalam kurun waktu penelitian dan khusus terjadi di Kabupaten Gresik saja. Secara empiris, hasil penelitian ini menggunakan model yang tepat yaitu: Y = 3522,168 - 0,872 X1 - 0,108 X2 - 0,955 X3 + e Analisa ketepatan model dalam artian variabel bebas yang digunakan cukup merepresentasikan variabel terikat yaitu tingkat Kemiskinan, didukung oleh hasil regresi yang diwakili oleh nilai R square. Semakin mendekati angka 1 maka ketepatan model dan ketepatan pengambilan variabel bebas, semakin bagus. Dalam penelitian ini besarnya nilai R square adalah 0,944. Tidak kurang dari 94,4% model mampu menjelaskan fenomena yang terjadi. 94,4% tingkat Kemiskinan di Kabupaten Gresik mampu dijelaskan oleh ketiga variabel bebas dimana pengaruh masing-masing bisa dilihat pada model persamaan regresi. Sedangkan sisanya yaitu 5,6% merupakan pengaruh dari variabel bebas lainnya diluar model atau variabel bebas lain yang tidak dimasukkan kedalam model oleh peneliti.
Saran 1.
2.
3.
4.
Beberapa saran yang dapat diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: Diharapkan pemerintah daerah setempat dapat mengupayakan penyediaan lapangan kerja yang pro perempuan untuk menampung angkatan kerja wanita yang menurut hasil penelitian ini, merupakan variabel dominan untuk mengurangi tingkat Kemiskinan. Tingkat Pendidikan masyarakat miskin juga perlu mendapatkan perhatian khusus terutama untuk penyetaraan tamatan melalui program paket A,B dan C karena mayoritas angkatan kerja wanita tamatan SD/SMP sehingga butuh solusi agar mereka bisa tetap melanjutkan pendidikannya disamping terus bekerja. Penggunaan layanan kesehatan gratis dan pemanfaatan kartu layanan sehat gratis milik masyarakat miskin masih kurang optimal. Harus ada sinergi peran baik dari pemerintah daerah maupun pihak terkait lainnya agar masalah kesehatan masyarakat dapat ter-cover dengan baik. Fenomena yang menjadi bahasan dalam penelitian ini hanya terjadi dalam rentang waktu 5 tahun sejak tahun 2008 hingga 2012. Untuk peneliti yang tertarik dengan bahasan yang sama, bisa ditambahkan rentang waktu dan diperdalam hingga tingkat kecamatan pada kabupaten yang sama yaitu Kabupaten Gresik.
DAFTAR PUSTAKA Alatas, Secha. 1990. The effect of change in life cycle strage on the migration behavior of individuals in Javanese communities in Indonesia. PhD Disertation. Brown University Arief, Sritua. 1979. Pertumbuhan Ekonomi, Disparitas Pendapatan Dan Kemiskinan Masal. Jakarta Pusat: Lembaga Studi Pembangunan Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi IV. Jakarta: Renika Cipta Arsyad, Lincolin. 1999, Ekonomi Pembangunan, Edisi Kedua. Yogyakarta: STIE- YKPN
14
Bakir, Z dan Manning, Chris. 1983. Partisipasi Angkatan Kerja, Kesempatan Kerja dan Pengangguran di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan, Universitas Gadjah Mada Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Gresik Dalam Angka 2008. Gresik: BPS Kabupaten Gresik Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Gresik Dalam Angka 2009. Gresik: BPS Kabupaten Gresik Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Gresik Dalam Angka 2010. Gresik: BPS Kabupaten Gresik Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Gresik Dalam Angka 2011. Gresik: BPS Kabupaten Gresik Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Gresik Dalam Angka 2012. Gresik: BPS Kabupaten Gresik Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Gresik Dalam Angka 2013. Gresik: BPS Kabupaten Gresik Basri, Faishal. 1995. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI. Jakarta: Erlangga Boediono. 1999. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi. No.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta : BPFE Bukit, D, dan Bakir, Z. 1983. Partisipasi Angkatan Kerja Indonesia: Hasil sensus Penduduk 1971 dan 1980 dalam Partisipasi angkatan kerja, Kesempatan Kerja dan Pengangguran di Indonesia. Zainab Bakir dan Criss Manning (Ed.) Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Studi kependudukan, Universitas Gadjah Mada Dayan, Anto. 1996. Pengantar Metode Statistik. Jakarta: LP3S Effendi, Noer. 1995. Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan. Yogyakarta: Tiara Wacana Firdausi, Nur Tsaniyah. 2010. “Proyeksi Tingkat Kemiskinan di Indonesia” Skripsi (S1). Universitas Diponegoro Semarang. Fitri, Reni Mustika. 2012. Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia, Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio Gender Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat: Jurnal Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Gujarati, Damodar N. 2006. Basic Econometric. Thirt Edition. Inc.Alfabeta. Gulcubuk B. 2010. The Dimensions of Women Contribution to the Wokforce in Agriculture: The Turkey Case. The International Business and Economics Research Journal, 9: 5, 143149 Hoffman LW, Nye FI. 1974. Working Mothers. San Francisco: Jossey-Bass Hubeis A. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor: IPB Press
15
Jhingan, M.L. 2007. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Jonaidi, Arius. 2012. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia: Jurnal Kajian Ekonomi Vol. 1, No. 1: pp.140-164 Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: Pustaka CIDESINDO Khotimah, Khusnul. 2009. Diskriminasi Gender Terhadap Perempuan Dalam Sektor Pekerjaan: Yingyang Jurnal Studi Gender dan Anak Vol. 4, No. 1. Pusat Studi Gender STAIN Purwokerto Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Mulyono, Sri. 1991. Statistik Untuk Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Nazir, Mochamad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survey. Cetakan Keempat. Jakarta: LP3ES Sinha, J.N. 1965. Dynamics of Female Partisipation in Economic Activity in Developing Economy. Belgrade. Proceedings of the World Population Conference IV Sudarmini, Ni Nyoman. 2006. Peranan Pekerja Perempuan dalam Menunjang Pendapatan Keluarga Pada Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga di Kabupaten Gianyar, Program Studi Magister Ilmu Ekonomi. Tesis tidak diterbitkan. Denpasar: PPS Universitas Udayana Sumardi, Mulyanto dan Hans Dieter Evers. 1982. Sumber Pendapatan, Kebutuhan Pokok Dan Perilaku Penyimpang. Jakarta: CV. Rajawali Sumarwan U. 1993. “Keluarga Masa Depan dan Perubahan Pola Konsumsi”. Warta Demografi, Tahun ke-23 No.5. Jakarta: LD FEUI Suryahadi, A., D. Suryadarma. dan Sumarto,A. 2006. Economic Growth andPoverty Reduction in Indonesia: The Effects of Location and Pectoral Components of Growth. SMERU Working Paper Tambunan, Dr. Tulus T.H. 2001. Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tjiptoherijanto, Prijono. 1997. Prospek Perekonomian Indonesia Dalam Rangka Globalisasi. Jakarta: PT Rineka Cipta Todaro, Michael P. 1994. Ekonomi Untuk Negara Berkembang. Jakarta: Bumi Aksara. . 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga . 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga . 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga Widiastuti, Ari. 2010. “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi di Jawa Tengah Tahun 2004 – 2008” Skripsi (S1).Universitas Diponegoro Semarang.
16
Wijayanto, Ravi Dwi. 2010. “Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Kabupaten / Kota Jawa Tengah Tahun 2005 – 2008” Skripsi (S1). Universitas Diponegoro Semarang. Zannatos, T. dan Zafiris. 1994. Growth Adjusment and the Labour Market, Effect on Women Workers Paper Presented at 4th Conference of the International Association for Feminist. Economics Universite, Francoise, Tabelis, Tours France, july 5-7 Zehra A. 2008. The Economic Contribution of Pakistani Women through their Unpaid Labour. Pakistan: Society for Alternative Media and Research and Health Bridge
Sumber Internet: Pengertian Kemiskinan. http://Wikipedia.com. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2011. Pengertian Fakir PP No. 42/1981. http://Wikipedia.com. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2011. World Bank Annual Report. http://web.worldbank.org. Diakses pada tanggal 12 November 2013. Profil Kabupaten Gresik. http://gresikkab.go.id. Diakses pada tanggal 12 November 2013 Sugeng Haryanto. 06 Mei 2009. Peran Aktif Wanita Dalam Meningkatkan Pendapatan Rumah Tangga Miskin. Model Ekonomi Rumah Tangga Miskin, (Online),(http:/www.google.com./htm), diakses 08 Mei 2009) Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti. 2008. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS_2008_MAK3.pdf. Diakses tanggal 29 Oktober 2009 www.ilo.org/publns ; www.un.or.id
17