ANALISIS PENGARUH PDRB, PENDIDIKAN DAN PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005-2010
JURNAL ILMIAH Disusun oleh :
Van Indra Wiguna 0610213085
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : ANALISIS PENGARUH PDRB, PENDIDIKAN DAN PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005-2010
Yang disusun oleh : Nama
:
Van Indra Wiguna
NIM
:
0610213085
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 02 Agustus 2013.
Malang, 01 Agustus 2013 Dosen Pembimbing,
Dr. Rachmad Kresna Sakti, SE., Msi. NIP. 19631116 199002 1 001
ANALISIS PENGARUH PDRB, PENDIDIKAN, DAN PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005-2010 Van Indra Wiguna Rachmad Kresna Sakti1 Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB Malang Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected]
ABSTRACT This study aims to: (1) determine the negative effect of Gross Domestic Product (GDP) on the poverty in the Central of Java in the period year of 2005-2010, (2) determine the negative effect of the education rate on the poverty in the Central of Java in the period year of 2005-2010, (3) determine the negative effects of unemployment rate on the poverty in the Central of Java in the period year of 2005-2010. The method used is the method of multiple linear regression analysis (Ordinary Least Squares Regression Analysis) using panel data through fixed effects approach (Fixed Effects Model) with the help of software of E-Views 6. The data obtained from the Central Statistics Agency (CSA) in the of Central Java. The results showed that the GDP variable is negative and significant effect on poverty in the Central of Java, the education rate effect is negative and significant on poverty in the Central of Java, the unemployment rate effect is positive and significant on poverty in the Central of Java. This is the basis for the information and the policy considerations related parties to improve the system of growth and development in the Central of Java in the country in particular and Indonesia in general. Therefore, the results of this study are expected to provide a reference for the creation of growth and improvement of equitable development of all regions. Keywords: Poverty rate, GDP, level of education, Unemployment Rate
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh negatif Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, (2) mengetahui pengaruh negatif tingkat pendidikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, (3) mengetahui pengaruh negatif tingkat pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis regresi linier berganda (Ordinary Least Squares Regression Analysis) dengan menggunakan panel data melalui pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model) dengan bantuan software E-Views 6. Data yang diperoleh adalah dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah, tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah, tingkat pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah. Hal tersebut kemudian yang menjadi dasar informasi dan pertimbangan kebijakan pihak-pihak yang berkaitan untuk memperbaiki sistem pertumbuhan dan pembangunan di Jawa Tengah pada khususnya dan di negara Indonesia pada umumnya. Oleh sebab itu, dari hasil penelitian ini selanjutnya diharapkan mampu memberikan referensi perbaikan demi terciptanya pertumbuhan dan pembangunan yang merata bagi semua daerah. Kata kunci: Tingkat Kemiskinan, PDRB, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengangguran. A. PENDAHULUAN Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat yang merata. Pemerataan pembangunan adalah pemerataan pembangunan pusat dan daerah seperti yang diharapkan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah. Maka, pemerintah pusat memberikan otonomi pemerintah daerah yang didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab sehingga daerah memiliki kewenangan untuk mengatur kepemerintahan daerahnya berdasarkan aspirasi masyarakatnya. Untuk keperluan tersebut diperlukan perencanaan yang lebih baik dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu jumlah penduduk, jumlah modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat
pendidikan dan teknologi yang digunakan, meskipun pertumbuhan ekonomi dapat bergantung kepada banyak faktor. Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang termasuk dalam kriteria provinsi yang relatif tertinggal, karena nilai pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapitanya masih berada dibawah nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita rata-rata nasional. Dalam suatu proses pertumbuhan ekonomi, salah satu indikator yang digunakan untuk melihat adanya gejala pertumbuhan ekonomi dalam suatu Negara atau wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Melalui proses pertumbuhan ekonomi tersebut, dapat melihat kegiatan ekonomi yang telah dilaksanakan dan dicapai di Jawa Tengah selama periode tertentu. Laju pertumbuhan ekonomi dapat dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk, karena pada prinsipnya pertumbuhan ekonomi harus dinikmati oleh penduduk. Jumlah penduduk perlu diperhatikan, karena selain sebagai subjek, penduduk juga merupakan objek pembangunan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek kependudukan akan mempengaruhi proses pembangunan serta tujuan yang hendak dicapai. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyebabkan peningkatan jumlah angkatan kerja yang cepat dan menyebabkan jumlah lapangan kerja menjadi sempit atau sedikit. Hal ini dapat menyebabkan masalah pengangguran yang ada di suatu daerah. Tingkat pengangguran yang tinggi di suatu daerah menunjukkan kurang berhasilnya pembangunan. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh PDRB, tingkat pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Tengah selama enam tahun terakhir dengan judul Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2010. Berdasarkan judul tersebut, maka penulis akan memfokuskan penelitian pada permasalahan sebagai berikut : (1) Bagaimana pengaruh negatif PDRB terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2010? (2) Bagaimana pengaruh negatif tingkat pendidikan terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2010? (3) Bagaimana pengaruh negatif tingkat pengangguran terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2010?. Dengan memperhatikan rumusan masalah tersebut, maka penelitan ini bertujuan sebagai berikut : (1) Untuk mengetahui pengaruh negatif PDRB terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, (2) untuk mengetahui pengaruh negatif tingkat pendidikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, dan (3) untuk mengetahui pengaruh negatif tingkat pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010. B. KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Kemiskinan Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain, serta suramnya masa depan bangsa dan negara. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan kemiskinan bersifat multidimensional, artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan, dan keterampilan serta aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan, dan informasi. Menurut Sumitro Djojohadikusumo, pola kemiskinan ada empat yaitu, persistent poverty, cyclical poverty, seasonal poverty, dan accidental poverty. Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan yang mempunyai pengertian tentang sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumber daya. Secara sosial, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan informasi dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan peningkatan produktivitas. Ukuran kemiskinan menurut Nurkse (1953) dalam Kuncoro, (1997) secara sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (Anonymous, 2012) Kemiskinan Absolut, Relatif dan Kultural. Menurut Paul Spicker, penyebab kemiskinan dibagi menjadi empat mahzab, yaitu Individual explanation, Familial explanation, Subcultural explanation, dan Structural explanation.
Gambar 1 : Alur Lingkaran Setan Kemiskinan
Sumber: Anonymous, 2010 Menurut gambar di atas, apabila ditinjau lebih jauh lagi tentang kemiskinan, setidaknya akan didapati beberapa akar masalah yang harus segera dituntaskan agar dapat mengatasi semua permasalahan dari segala akar kemiskinan tersebut. Akar masalah kemiskinan ini dapat diilustrasikan sebagai berikut : pertama, karena miskin, seseorang pasti memiliki pendapatan yang kecil. Karena pendapatannya kecil, daya beli informasi dan pengetahuannya rendah. Daya beli pengetahuan dan informasi yang rendah ini, akan menyebabkan si miskin tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Pengetahuan yang kurang, akan menyebabkan produktivitas seseorang menjadi kecil. Karena produktivitasnya yang kecil, akan menyebabkan jatuh miskin lagi. Kedua, karena miskin, seseorang pasti hanya akan memiliki tabungan yang kecil. Karena memiliki tabungan yang kecil, akan membuat kepemilikan modal seseorang menjadi rendah yang akan mengakibatkan produksinya rendah serta pendapatannya kecil. Karena pendapatannya kecil, akan mennyebabkan jatuh miskin lagi. Ketiga, karena miskin, seseorang pasti hanya akan memiliki kemampuan konsumsi yang rendah. Kemampuan konsumsi yang rendah akan membuat seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan papan, sandang, dan pangannya secara layak. Hal ini juga akan berdampak pada buruknya status gizi seseorang. Seseorang dengan status gizi yang buruk hanya akan memiliki produktivitas kerja yang buruk akan menyebabkan produksinya menjadi rendah, sehingga akan menyebabkan jatuh miskin lagi. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa penyebab kemiskinan adalah pemerataan pembangunan yang belum merata terutama di daerah pedesaan. Penduduk miskin di daerah pedesaan diperkirakan lebih tinggi dari penduduk miskin di daerah perkotaan. Penyebab yang lain adalah masyarakat miskin belum mampu menjangkau pelayanan dan fasilitas dasar seperti pendidikan, kesehatan, air minum dan sanitasi, serta transportasi. Gizi buruk juga masih terjadi di lapisan masyarakat miskin. Hal ini disebabkan terutama oleh cakupan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin yang belum memadai. Bantuan sosial kepada masyarakat miskin, pelayanan bantuan kepada masyarakat rentan (seperti penyandang cacat, lanjut usia, dan yatim-piatu), dan cakupan jaminan sosial bagi rumah tangga miskin masih kurang memadai. Makna dari lingkaran setan kemiskinan tersebut adalah keharusan semua pihak terutama pemerintah untuk memiliki keinginan yang kuat untuk memutus alur tersebut. Lingkaran itu tidak akan pernah terpotong apabila tidak ada satu bagian saja yang dihilangkan. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan pendapatan riil, juga untuk meningkatkan produktivitas, (Irawan dan M. Suparmoko, 1992). Dalam melaksanakan kegiatan pembangunannya, ada faktor-faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara. Menurut Irawan dan M. Suparmoko, faktor-faktor tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi yang meliputi sistem hukum, pendidikan, kesehatan, agama, pemerintah, dan sebagainya. Untuk mencapai keberhasilan kegiatan pembangunan, maka harus ada optimalisasi kinerja terhadap faktor-faktor penentu tersebut. Pertumbuhan Ekonomi dan Permasalahan Yang Dihadapi Menurut Prof. Simon Kuznets dalam P. Todaro (2000), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, kelembagaan (institutional) dan ideologis. Kuznets juga mengemukakan bahwa ada enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh negara berkembang yang telah menjadi negara maju (developed country) atau wilayah maju, antara lain : 1. Tingkat pertumbuhan output per kapita dan pertumbuhan penduduk yang tinggi. 2. Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi. 3. Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi. 4. Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi.
5.
6.
Adanya kecenderungan negara-negara yang mulai atau yang sudah maju perekonomiannya untuk berusaha menambah bagian-bagian dunia lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku yang baru. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sekitar sepertiga bagian penduduk yang ada.
Sedangkan menurut Sadono Sukirno (2004), menjelaskan bahwa dalam analisis makroekonomi, pertumbuhan ekonomi memiliki dua pengertian yang berbeda. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menggambarkan suatu perekonomian yang telah mengalami perkembangan ekonomi dan mencapai taraf kemakmuran yang tinggi. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk menggambarkan permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh suatu negara atau suatu wilayah dalam jangka panjang. Masalah pertumbuhan ekonomi tersebut dibagi menjadi tiga aspek, yaitu : Aspek pertama adalah bersumber dari perbedaan antara tingkat pertumbuhan potensial yang dapat dicapai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya tercapai. Investasi yang dilakukan pada saat ini dapat menambah persediaan barang-barang modal di masa yang akan datang, sehingga potensi suatu negara atau wilayah untuk menghasilkan barang dan jasa akan bertambah. Kemajuan teknologi, pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan produktivitas juga dapat menambah produksi barang dan jasa. Namun, kenaikan faktor-faktor tersebut tidak selalu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Aspek kedua adalah meningkatkan potensi pertumbuhan. Ketika suatu negara atau wilayah akan meningkatkan pertumbuhan GDP pada jumlah tertentu untuk mengurangi permasalahan pengangguran yang terjadi, namun pada kenyataannya pertumbuhan GDP yang tercapai tidaklah sesuai yang direncanakan. Akibatnya, permasalahan pengangguran tidak dapat teratasi sehingga menyebabkan negara atau wilayah tersebut memikirkan cara untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonominya. Aspek ketiga adalah mengenai ketetapan pertumbuhan ekonomi yang berlaku dari satu tahun ke tahun selanjutnya. Perubahan pertumbuhan ekonomi yang dihadapi suatu negara atau wilayah bersifat fluktuatif. Di satu waktu dapat berkembang pesat, dan waktu tertentu dapat berjalan lambat atau lebih rendah dari tahun sebelumnya. Faktor-faktor Penentu Pertumbuhan Ekonomi Kesejahteraan masyarakat dapat diukur dengan menggunakan tingkat pendapatan nasional per kapita dari aspek ekonominya. Dalam suatu wilayah regional atau daerah, maka kesejahteraan masyarakat diukur melalui Produk Domestik Regional bruto (PDRB) per kapita. Pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui PDRB per kapita tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya, Jumlah dan Kualitas Dari Penduduk dan Tenaga kerja, Kapital, Tingkat Teknologi, Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat. Pertumbuhan Ekonomi Regional Dalam pertumbuhan ekonomi regional, unsur regional atau wilayah dapat berbentuk provinsi, kabupaten, atau kota. Target pertumbuhan ekonomi antara satu wilayah dengan wilayah lain berbeda satu sama lain, hal ini dikarenakan potensi ekonomi yang ada di setiap wilayah juga berbeda, sehingga kebijakan yang diterapkan harus sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah atau daerah. Dikarenakan Indonesia telah masuk dalam era otonomi daerah, maka setiap daerah harus membuat dan menerapkan kebijakan yang dapat memaksimalkan potensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Teori Pertumbuhan Dan Pembangunan Ekonomi Perkembangan teori-teori pertumbuhan dan pembangunan bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme proses pembangunan ekonomi di suatu negara atau wilayah, variabel-variabel yang digunakan dalam proses pembangunan, serta tingkat pertumbuhan suatu negara atau wilayah. Perkembangan teori-teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tersebut terdiri dari Mazhab Historis dan Mahzab Analitis yang terdiri dari teori Klasik, Teori Neo Klasik, Teori Keynesian, dan Teori Schumpeter. (Anonymous, 2012) Mazhab Historis Mazhab Historismus melihat pembangunan ekonomi berdasarkan suatu pola pendekatan yang berpangkal pada perspektif sejarah. Fenomena ekonomi adalah produk perkembangan menyeluruh dan dalam tahap tertentu dalam perjalanan sejarah. Mazhab ini mendominasi pemikiran ekonomi di Jerman selama abad XIX sampai awal XX. 1. FRIEDRICH LIST (Cara Produksi) List dipandang sebagai pelopor yang memberikan landasan bagi pertumbuhan pemikiran ekonomi mazhab Historismus. Menurut List, sistem liberalisme yang laissez-faire dapat menjamin alokasi sumberdaya secara maksimal. Perkembangan ekonomi tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swasta dan lingkungan kebudayaan. Perkembangan ekonomi terjadi, jika dalam masyarakat ada kebebasan dalam
organisasi politik dan kebebasan perorangan. Perkembangan ekonomi, menurut List, melalui 5 tahap yaitu tahap primitif, beternak, pertanian, pertanian dan industri pengolahan (manufacturing), dan akhirnya pertanian, industri pengolahan (manufacturing) dan perdagangan. (Anonymous, 2012) 2. BRUNO HILDEBRAND (Cara Distribusi) Pemikiran Hildebrand menekankan evolusi dalam perekonomian masyarakat. Sebagai kritiknya terhadap List, Hildebrand mengatakan bahwa perkembangan ekonomi bukan didasarkan pada cara produksi ataupun cara konsumsi, tetapi pada cara distribusi yang digunakan. Oleh karena itu Hildebrand mengemukakan 3 sistem distribusi yaitu Perekonomian Barter (natura), Perekonomian Uang, Perekonomian Kredit. (Anonymous, 2012). 3. KARL BUCHER (Produksi & Distribusi) Pendapat Bucher merupakan penggabungan atau sintesa dari pendapat List dan Hildebrand. Menurut Bucher, perkembangan ekonomi melalui 3 tahap yaitu Produksi untuk kebutuhan sendiri (subsistem), Perekonomian kota di mana pertukaran sudah meluas, Perekonomian nasional di mana peran pedagang menjadi penting. 4. W. W. ROSTOW Teori pembangunan ekonomi dari Rostow sangat terkenal dan paling banyak mendapatkan komentar dari para ahli ekonomi. Teori ini berawal dari artikel Rostow yang dimuat dalam Economics Journal (Maret 1956) dan kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam bukunya yang berjudul The Stages of Economic Growth (1960). Menurut pengklasifikasian Todaro, teori Rostow dikelompokkan ke dalam model jenjang linear (linear stages mode). Menurut Rostow, proses pembangunan ekonomi dibedakan ke dalam 5 tahap, yaitu Masyarakat tradisional (the traditional society), Prasyarat untuk tinggal landas (the preconditions for take-off), Tinggal landas (the take-off), Menuju kekedewasaan (the drive to maturity), dan Masa konsumsi tinggi (the age of high mass-consumption). Dasar pembedaan tahap pembangunan ekonomi menjadi 5 tahap adalah karakteristik perubahan keadaan ekonomi, sosial, dan politik yang terjadi. (Anonymous, 2012) Mazhab Analitis Teori-teori pembangunan ekonomi yang termasuk dalam mazhab ini mengungkapkan proses pertumbuhan ekonomi secara logis dan konsisten, tetapi bersifat abstrak dan kurang menekankan kepada aspek empiris atau historisnya. A. TEORI KLASIK : A.1 ADAM SMITH (1723 - 1790) Adam Smith terkenal sebagai pelopor pembangunan ekonomi dan kebijaksanaan laissez-faire, serta ekonom pertama yang banyak memberikan perhatian terhadap permasalahan pertumbuhan ekonomi. Adam Smith mengemukakan tentang proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang secara sistematis. Menurut Smith, inti dari proses pertumbuhan ekonomi dibedakan menjadi dua aspek utama pertumbuhan ekonomi yaitu, pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Terdapat tiga unsur pokok dari sistem produksi suatu negara yaitu, sumber daya alam yang tersedia atau faktor produksi tanah, sumber daya insani atau jumlah penduduk, stok barang modal yang ada. (Anonymous, 2012) Teori Adam Smith telah memberikan kontribusi yang besar dalam menunjukkan pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor penghambatnya. Namun demikian, ada beberapa kritik terhadap teori Adam Smith antara lain: 1. Pembagian Kelas dalam Masyarakat 2. Alasan Menabung 3. Asumsi Persaingan Sempurna 4. Pengabaian Terhadap Peranan Entrepreneur 5. Asumsi Stasioner A.2 DAVID RICARDO (1772 - 1823) Pada intinya, proses pertumbuhan dan kesimpulan-kesimpulan dari Ricardo tidak jauh berbeda dengan teori Adam Smith. Ciri-ciri perekonomian Ricardo, (Anonymous, 2012) sebagai berikut: 1. Jumlah tanah yang terbatas. 2. Peningkatan atau penurunan tenaga kerja (penduduk) tergantung pada tinggi rendahnya tingkat upah minimal. 3. Akumulasi modal terjadi bila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik modal berada di atas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk melakukan investasi. 4. Kemajuan teknologi yang terjadi sepanjang waktu. 5. Sektor pertanian yang dominan.
Dengan terbatasnya luas tanah, maka pertumbuhan.penduduk (tenaga kerja) akan menurunkan produk marginal (marginal product) yang dikenal dengan istilah the law of diminishing returns. Jika tenaga kerja yang dipekerjakan pada tanah tersebut menerima tingkat upah di atas tingkat upah minimal, maka jumlah penduduk (tenaga kerja) akan meningkat, sehingga dapat menurunkan produk marginal tenaga kerja dan pada akhirnya akan menurunkan tingkat upah. Jika tingkat upah berada di bawah tingkat upah minimal, maka jumlah penduduk (tenaga kerja) menurun. Tingkat upah akan meningkat lagi sampai tingkat upah minimal, sehingga menyebabkan jumlah penduduk konstan. Jadi, dari segi faktor produksi tanah dan tenaga kerja, terdapat suatu kekuatan dinamis yang selalu menarik perekonomian ke arah tingkat upah minimum, yaitu berjalannya proses the law of diminishing returns. Terdapat beberapa kritik terhadap teori David Ricardo, (Anonymous, 2012) antara lain : 1. Pengabaian Terhadap Pengaruh Kemajuan Teknologi 2. Pengertian yang Salah tentang Keadaan Stasioner 3. Pengabaian Terhadap Faktor-Faktor Kelembagaan 4. Teori Ricardo Tidak Termasuk Dalam Teori Pertumbuhan 5. Pengabaian Terhadap Suku Bunga B. TEORI NEO KLASIK (Solow-Swan) Teori pertumbuhan ekonomi Neo Klasik berkembang sejak tahun 1950-an. Teori ini berkembang berdasarkan analisis-analisis mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi Klasik. Ekonom yang menjadi pelopor dalam mengembangkan teori tersebut adalah Robert Solow (Massachussets Institute of Technology) dan Trevor Swan (The Australian National University). Solow memenangkan hadiah Nobel Ekonomi pada tahun 1987 atas karyanya tentang teori pertumbuhan ekonomi yang dikenal dengan teori Solow-Swan. Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini didasarkan pada anggapan yang mendasari analisis Klasik, yaitu perekonomian akan tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Dengan kata lain, proses peningkatan pertumbuhan perekonomian akan berkembang tergantung pada pertambahan penduduk, akumulasi kapital, dan kemajuan teknologi. (Alexander,2006) Selanjutnya, menurut teori ini, rasio modal-output (capital-output ratio = COR) dapat berubah. Dengan kata lain, untuk menciptakan sejumlah output tertentu, digunakan jumlah modal yang berbeda dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda, sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika lebih banyak modal yang digunakan, maka tenaga kerja yang dibutuhkan akan lebih sedikit. Begitu juga sebaliknya, jika modal yang digunakan lebih sedikit, maka akan lebih banyak tenaga kerja yang digunakan. Dengan adanya fleksibilitas ini, suatu perekonomian mempunyai kebebasan yang tidak terbatas dalam menentukan kombinasi modal dan tenaga kerja yang akan digunakan untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Sifat teori pertumbuhan Neo Klasik dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.2. Fungsi produksinya ditunjukkan oleh I2, I2, dan seterusnya. Dalam fungsi produksi tersebut, suatu tingkat output tertentu dapat diciptakan dengan menggunakan berbagai kombinasi modal dan tenaga kerja. Sebagai contoh, untuk menciptakan output sebesar I, kombinasi modal dan tenaga kerja yang dapat digunakan antara lain, (a) K3 dengan L3, (b) K2 dengan L2, dan (c) K1 dengan L1. Dengan demikian, meskipun jumlah modal berubah tetapi tingkat output tidak mengalami perubahan. Selain itu, jumlah output dapat mengalami perubahan meskipun jumlah modal tetap. Sebagai contoh, meskipun jumlah modal tetap berada pada sebesar K3, jumlah output dapat diperbesar menjadi I2, jika tenaga kerja digunakan ditambah dari L3 menjadi L3. Teori pertumbuhan Neo Klasik ini mempunyai banyak variasi, tetapi pada umumnya didasarkan kepada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas yang dikenal dengan fungsi produksi Cobb- Douglas.
Gambar 2 : Fungsi Produksi Neo-Klasik
Sumber: Anonymous, 2012 Fungsi tersebut bisa dituliskan dengan cara berikut: ........(2.1) di mana: = tingkat produksi pada tahun t = tingkat teknologi pada tahun t = jumlah stok barang modal pada tahun t = jumlah tenaga kerja pada tahun t a = pertambahan output yang diciptakan oleh pertambahan satu unit modal. b = pertambahan output yang diciptakan pertambahan satu unit tenaga kerja. Nilai Tt, a dan b dapat diestimasi secara empiris. Tetapi pada umumnya, nilai a dan b ditentukan dengan menganggap bahwa a + b = 1, yang berarti bahwa a dan b nilainya adalah sama, dengan batas produksi dari masing- masing faktor produksi tersebut. Dengan kata lain, nilai a dan b ditentukan dengan melihat peranan tenaga kerja dan modal dalam menciptakan output. C. TEORI KEYNESIAN (Harrod-Domar) Teori pertumbuhan Harrod-Domar dikembangkan oleh dua ekonom setelah Keynes, yaitu Evsey Domar dan R. F. Harrod. Domar mengemukakan teorinya tersebut pertama kali pada tahun 1947 dalam jurnal American Economic Review, sedangkan Harrod mengemukakan teorinya pada tahun 1939 dalam Economic Journal. Dikarenakan inti dari teori yang dicetuskan oleh Harrod dan Domar adalah sama, maka teori tersebut dikenal sebagai teori Harrod-Domar. Teori Harrod-Domar merupakan perkembangan dari analisis Keynes mengenai kegiatan ekonomi secara nasional dan masalah tenaga kerja. Analisis Keynes dianggap kurang lengkap, karena tidak membicarakan permasalahan ekonomi jangka panjang. Sedangkan teori Harrod-Domar menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang (steady growth). (Anonymous,) Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi, yaitu : 1. Perekonomian dalam keadaan ketenagakerjaan yang penuh (full employment) dan barang-barang modal yang tersedia didalam masyarakat digunakan secara penuh. 2. Terdiri atas 2 sektor, yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan, yang berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak termasuk. 3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, yang berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol. 4. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya adalah tetap, demikian juga dengan ratio antara modal-output (capital-output ratio = COR) dan rasio pertambahan modal-output (incremental capital-output ratio = ICOR). COR dan ICOR yang tetap ini bisa dilihat pada Gambar 2.3. Dalam teori Harrod-Domar ini, fungsi produksinya berbentuk L, karena sejumlah modal hanya dapat menciptakan suatu tingkat output tertentu (modal dan tenaga kerja tidak substitutif). Untuk menghasilkan output sebesar Q1 diperlukan modal K1 dan tenaga kerja L1. Apabila kombinasi ini berubah, maka tingkat output juga akan mengalami perubahan. Untuk output sebesar Q2, maka diperlukan stok modal sebesar K2. Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan
nasionalnya untuk mengganti barang-barang modal seperti, gedung-gedung, peralatan, material yang telah mengalami penurunan fungsi (kerusakan). Namun demikian, untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Terdapat hubungan ekonomis secara langsung antara besarnya stok modal (K) dan output total (Y), sebagai contoh, jika 3 rupiah modal diperlukan untuk menghasilkan kenaikan output total sebesar 1 rupiah, maka setiap tambahan bersih terhadap stok modal (investasi baru) akan mengakibatkan kenaikan output total sesuai dengan rasio modaloutput tersebut. Gambar 3 : Fungsi Produksi Harold-Domar
Sumber: Anonymous, 2012 Besaran rasio modal-output (COR), yaitu 3 berbanding 1. Jika COR=k, rasio kecenderungan menabung (MPS)=s, yang merupakan proporsi tetap dari output total, dan investasi ditentukan oleh tingkat tabungan, maka dapat disusun model pertumbuhan ekonomi yang sederhana seperti berikut: 1. Tabungan (S) merupakan suatu proporsi (s) dari output total (Y), oleh karena itu, persamaannya adalah S = s.Y ........(2.2) 2. Investasi (2.2), didefinisikan sebagai perubahan stok modal dan dilambangkan dengan (K), maka persamaannya adalah : I = (K) ........(2.3) Tetapi, karena stok modal (K) mempunyai hubungan langsung dengan output total (Y), seperti ditunjukkan oleh COR atau k, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
K Y 3.
k atau
ΔK ΔY
k atau ∆K = k . ∆Y
........(2.4)
Akhirnya, karena tabungan total (S) harus sama dengan investasi total (2.2), maka persamaannya adalah : S=I ........(2.5) Tetapi dari persamaan (2.2) di atas kita tahu bahwa S= s.Y dan dari persamaan (2.3) dan (2.4), kita tahu bahwa I = (K) = k.(Y). Oleh karena itu, model persamaan dari tabungan yang sama dengan investasi pada persamaan (2.4) itu sebagai: S = s . Y = k . ∆Y = ∆K = I atau s . Y = k . ∆Y sehingga dapat didapatkan persamaan sebagai berikut :
ΔY s ........(2.6) Y k ΔY pada persamaan (2.6), menunjukkan tingkat pertumbuhan output (persentase perubahan Y output). Persamaan (2.6), merupakan persamaan Harrod-Domar yang disederhanakan, menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan output ditentukan secara bersamaan oleh rasio tabungan (s) dan rasio modal-output (COR = k). persamaan tersebut menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan output secara positif berhubungan dengan rasio tabungan. Semakin tinggi tabungan dan investasi, maka semakin tinggi output
yang dihasilkan. Sedangkan, hubungan antara COR dengan tingkat pertumbuhan output adalah negatif. Semakin besar COR, maka semakin rendah tingkat pertumbuhan output. Semakin tinggi tabungan dan investasi, maka akan meningkatan laju pertumbuhan perekonomian. Tingkat pertumbuhan ekonomi tergantung pada produktivitas dari investasi. Produktivitas investasi, yaitu jumlah tambahan investasi, yang dapat dihitung dengan kebalikan dari rasio modal - output (COR atau k),
1 ) menggambarkan rasio output-modal atau rasio output- investasi. Selanjutnya, dengan k I 1 mengalikan tingkat investasi baru yaitu s= dengan produktivitasnya yaitu , akan menghasilkan k Y S 1 1 tingkat kenaikan output total. Dikarenakan s = , dan dapat dirumuskan dengan , maka 1 k Y ΔY 1 I ΔY ΔY didapatkan persamaan s . = . (Anonymous, 2010) k Y I Y karena (
Sebagai contoh perhitungan dari tingkat pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar ini adalah seperti di bawah ini; 1. Rasio modal-output (COR atau k) dari suatu negara adalah 3 dan rasio tabungan adalah 6 persen dari output total. Dengan menggunakan persamaan (2.6), akan didapatkan hasil bahwa pertumbuhan ekonomi per tahun negara tersebut adalah 2 persen.
ΔY Y 2.
s k
6 3
2 persen
Jika tingkat tabungan sebesar 15 persen, maka pertumbuhan ekonomi negara terbentuk naik dari 2 persen menjadi 5 persen per tahun.
ΔY Y
s k
15 3
5 persen
Ada beberapa kelemahan dari teori Harrod-Domar, antara lain : 1. MPS dan ICOR Tidak Konstan 2. Proporsi Penggunaan Tenaga Kerja dan Modal Tidak Tetap 3. Harga Tidak akan Tetap Konstan 4. Suku Bunga Berubah F.
TEORI SCHUMPETER Teori Schumpeter pertama kali dikemukakan dalam bukunya yang berbahasa Jerman pada tahun 1911 dan diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1934 dengan judul The Theory of Economic Development. Kemudian, Schumpeter menggambarkan teorinya lebih lanjut tentang proses pembangunan dan faktor utama yang menentukan pembangunan dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1939 dengan judul Business Cycle. Salah satu pendapat Schumpeter yang penting, yang merupakan landasan teori pembangunannya, adalah keyakinannya bahwa sistem kapitalisme merupakan sistem yang paling baik untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat. Namun, Schumpeter beranggapan bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalisme akan mengalami kemandegan (stagnasi). Pendapat ini sama dengan pendapat kaum Klasik. Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi, dan pelakunya adalah para inovator atau wiraswasta (entrepreneur). Kemajuan ekonomi suatu masyarakat dapat diterapkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur. Dan kemajuan ekonomi tersebut diartikan sebagai peningkatan output total masyarakat. (Anonymous, 2012). Schumpeter membedakan pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi, meskipun keduanya merupakan sumber peningkatan output masyarakat. Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi produksi itu sendiri. Sebagai contoh, kenaikan output yang disebabkan oleh pertumbuhan stok modal tanpa perubahan teknologi produksi yang lama. Sedangkan pembangunan ekonomi adalah kenaikan output yang disebabkan oleh inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta. Inovasi ini berarti perbaikan teknologi, seperti penemuan produk baru, pembukaan pasar baru, dan sebagainya. Inovasi tersebut menyangkut perbaikan kuantitatif dari sistem ekonomi yang bersumber dari kreativitas para wiraswastanya. (Anonymous, 2012)
Pembangunan ekonomi berawal pada suatu lingkungan sosial, politik, dan teknologi yang menunjang kreativitas para wiraswasta. Adanya lingkungan yang menunjang kreativitas akan menimbulkan beberapa wiraswasta perintis (pioneer) yang menerapkan ide-ide baru dalam kehidupan ekonomi, seperti cara berproduksi baru, produk baru, bahan mentah, dan sebagainya. Namun, tidak semua perintis tersebut akan berhasil dalam melakukan inovasi. Bagi yang berhasil melakukan inovasi tersebut, akan menimbulkan posisi monopoli bagi pencetusnya. Posisi monopoli ini akan menghasilkan keuntungan di atas keuntungan normal yang diterima para pengusaha yang tidak berinovasi. Keuntungan monopolistis ini merupakan imbalan bagi para inovator dan juga merupakan faktor yang mempengaruhi para calon inovator untuk berinovasi, dikarenakan terdorong oleh adanya harapan memperoleh keuntungan monopolistis tersebut. Inovasi mempunyai 3 pengaruh yaitu : 1. diperkenalkannya teknologi baru 2. menimbulkan keuntungan lebih (keuntungan monopolistis) yang merupakan sumber dana penting bagi akumulasi modal. 3. inovasi akan diikuti oleh timbulnya proses peniruan (imitasi) yaitu adanya pengusaha-pengusaha lain yang meniru teknologi baru tersebut. Proses peniruan (imitasi) tersebut pada akhirnya akan diikuti oleh investasi (akumulasi modal) oleh para peniru (imitator). Proses peniruan ini mempunyai pengaruh pada menurunnya keuntungan monopolistis yang dinikmati oleh para inovator, dan penyebaran teknologi baru di dalam masyarakat, yang berarti teknologi tersebut tidak lagi menjadi monopoli bagi pencetusnya. Menurut Schumpeter, sumber kemajuan ekonomi yang lebih penting adalah proses pembangunan ekonomi karena dapat meningkatkan output masyarakat. Schumpeter membedakan inovasi dan invensi (penemuan). Sebagai contoh, seseorang yang menemukan mesin uap dapat dikatakan sebagai inventor (penemu), namun bukan inovator. Sedangkan, pengusaha yang mendirikan perusahaan kereta api adalah inovatornya. Dengan kata lain, inovasi adalah penerapan pengetahuan teknologi di dunia ekonomi, komersial, dan kemasyarakatan. Sehingga, dapat dikatakan seorang inventor belum tentu sebagai seorang inovator, dan begitu pula sebaliknya. Menurut Schumpeter, ada 5 macam kegiatan yang termasuk sebagai inovasi yaitu : (Anonymous, 2012) 1. diperkenalkannya produk baru yang sebelumnya tidak ada. 2. diperkenalkannya cara berproduksi baru. 3. pembukaan daerah-daerah pasar baru. 4. penemuan sumber-sumber bahan mentah baru. 5. perubahan organisasi industri sehingga efisiensi industri. Menurut Schumpeter, syarat-syarat terjadinya inovasi adalah tersedianya calon-calon pelaku inovasi (inovator dan wiraswasta) di dalam masyarakat dan adanya lingkungan sosial, politik, dan teknologi yang dapat menunjang semangat untuk berinovasi dan pelaksanaan ide-ide inovasi tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan inovator atau entrepreneur adalah orang-orang yang masuk dalam dunia bisnis, yang mempunyai semangat dan keberanian untuk menerapkan ide-ide baru untuk menjadi kenyataan. Para inovator atau entrepreneur berani untuk mengambil resiko usaha, dikarenakan ide-ide baru (inovasi) tersebut belum pernah diterapkan secara ekonomis sebelumnya. Para inovator atau entrepreneur berani untuk mengambil resiko usaha, dikarenakan oleh adanya kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan monopolistis jika usahanya berhasil, dan adanya semangat dan keinginan untuk bisa mengalahkan persaingan inovasi melalui ide baru. Menurut Schumpeter, seorang inovator atau entrepreneur bukan hanya seorang pengusaha atau wiraswasta biasa. Para pengusaha yang berani mencoba dan melaksanakan ide-ide baru dapat dikatakan sebagai entrepreneur. Sedangkan, pengusaha yang hanya mengelola secara rutin perusahaannya bukanlah seorang entrepreneur, tetapi hanyalah seorang manajer. Kunci dalam proses inovasi adalah terdapatnya lingkungan yang menunjang terjadinya inovasi. Menurut Schumpeter, sistem kapitalis dan bebas berusaha, yang didukung oleh lembaga-lembaga sosial politik yang sesuai, merupakan lingkungan yang paling dominan bagi timbulnya inovator dan semangat berinovasi. Selain itu, terdapat dua faktor lain yang menunjang terlaksananya inovasi yaitu tersedianya cadangan ide-ide baru secara memadai dan adanya sistem perkreditan yang dapat menyediakan dana bagi para entrepreneur untuk merealisasikan ide-ide tersebut. (Anonymous, 2012) Cadangan ide-ide baru merupakan hasil-hasil penemuan para inovator. Peranan masyarakat yang berkembang dan dinamis merupakan salah satu unsur utama dari lingkungan inovasi. Sistem perkreditan, yang menyediakan dana bagi para pengusaha yang tidak memiliki dana yang memadai tetapi mempunyai rencana penggunaan dana, juga merupakan faktor penunjang bagi terwujudnya inovasi. Tanpa adanya sistem kredit, hanya para pengusaha yang mempunyai dana yang bisa menjadi inovator. Oleh karena itu, antara penyedia dana (lembaga perkreditan) dan calon inovator perlu bekerjasama. Berkaitan dengan sistem
kapitalis, Schumpeter mengemukakan beberapa pendapat. Pertama, yaitu sistem kapitalis merupakan sistem yang paling dominan bagi timbulnya inovasi, pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, menurut Schumpeter, bagi negara-negara sedang berkembang yang berusaha mengejar kemajuan ekonomi (pertumbuhan output) maka sistem kapitalis sesuai untuk diterapkan. Kedua, Schumpeter berpendapat bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalis akan meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat dan distribusi pendapatannya akan lebih merata. Distribusi pendapatan merata disebabkan oleh adanya inovasi-inovasi yang akan mengarah kepada barang-barang yang di konsumsi oleh masyarakat, sehingga barang-barang konsumsi ini menjadi banyak atau berlimpah. Ketiga, menurut Schumpeter bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalis akan runtuh, karena adanya transformasi di dalam sistem tersebut menuju ke arah sistem yang lebih bersifat sosialistis. Ciri dari sistem kapitalis itu sendiri akan berubah dikarenakan keberhasilannya dalam mencapai kemajuan ekonomi dan kesejahteraan, sehingga akan menyebabkan terjadinya proses perubahan kelembagaan dan perubahan pandangan masyarakat yang jauh dari sistem kapitalis asli, seprti sistem tunjangan sosial bagi pengangguran dan orangtua yang semakin meluas, sistem sekolah murah atau gratis menjadi banyak, sistem asuransi yang semakin meluas, dan sebagainya. (Anonymous, 2012) Gambar 4 : Proses Kemajuan Ekonomi Menurut Schumpeter Secara Skematis
Sumber: Anonymous, 2012 Gambar 4 merupakan skema teori pembangunan berdasarkan lima golongan teori yakni Teori aliran klasik yang dianut oleh Adam Smith, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus, Teori Karl Marx, Teori Neo-Klasik, Teori Keynesian, dan Teori Schumpeter. Banyak teori pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh para ahli ekonom, namun yang paling terkenal adalah model pertumbuhan ekonomi Harord-Domar dan model pertumbuhan Solow-Swan (Neo-Klasik). (Anonymous, 2012) Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Sedangkan pengertian pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Perbedaan antara keduanya adalah keberhasilan pertumbuhan ekonomi lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan. Sedangkan keberhasilan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, yaitu bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknologi. Pendidikan Pendidikan adalah pionir dalam pembangunan masa depan suatu negara. Jika dunia pendidikan suatu negara rendah, maka akan menyebabkan proses pembangunan menjadi terhambat. Sebab, pendidikan menyangkut pembangunan karakter dan juga mempertahankan jati diri manusia suatu negara. Sehingga, setiap negara yang ingin maju, maka pembangunan dunia pendidikan selalu menjadi prioritas utama karena pendidikan merupakan sarana untuk menghapus kebodohan serta kemiskinan. Namun, pendidikan di Indonesia selalu terhambat oleh tiga permasalahan, antara lain :
1.
2.
3.
Kepedulian pemerintah yang rendah terhadap pendidikan dikarenakan kalah dari urusan yang lebih strategis yaitu Politik. Bahkan, pendidikan dijadikan sasaran politik untuk menuju kekuasaan agar dapat menarik simpati dari masyarakat. Penjajahan terselubung. Di era globalisasi dan kapitalisme, dengan hutang negara yang semakin meningkat, badan atau organisasi donor pun mengintervensi secara langsung maupun tidak terhadap kebijakan ekonomi suatu bangsa. Akibatnya, terjadi privatisasi di segala bidang. Bahkan, pendidikan tidak luput dari proses privatisasi ini yang menyebabkan pendidikan menjadi semakin mahal yang tidak bisa di jangkau oleh masyrakat. Dan pada akhirnya, masyarakat tidak bisa mencapai pendidikan yang tinggi dan berakibat pada penurun kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Kondisi masyarakat yang tidak bisa mengadaptasikan dengan lingkungan yang ada. Hal ini akan berdampak pada kurangnya perhatian terhadap dunia pendidikan, dikarenakan masyarakat lebih mengutamakan kepentingan kebutuhan pangan daripada pendidikan. Akibatnya, kebodohan dan kemiskinan pun akan terjadi. Sehingga, kemiskinan menjadi sebuah reproduksi sosial, yang akan melahirkan generasi yang tidak terdidik akibat kurangnya pendidikan, dan kemudian menjadi bodoh serta akan mengalami kemiskinan.
Pengangguran Sesuai dengan berlakunya Undang-Undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan pada 1 Oktober 1998, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih. Perlu diketahui bahwa Indonesia tidak menentukan batas usia maksimum tenaga kerja, hal ini dikarenakan Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua golongan, yaitu : (Rukmana, 2012) 1. Angkatan kerja yang terdiri dari masyarakat yang bekerja dan masyarakat yang menganggur dan mencari pekerjaan. 2. Bukan angkatan kerja yang terdiri dari masyarakat yang bersekolah, golongan mengurus rumah tangga, dan golongan lain-lain. P. Todaro (2000), menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jumlah angkatan kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan ukuran pasar domestiknya. Dengan kata lain, semakin banyak angkatan kerja yang digunakan dalam proses produksi maka output hasil produksi akan mengalami peningkatan sampai batas tertentu. Dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara internasional, yang dimaksudkan dengan pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Oleh sebab itu, menurut Sadono Sukirno (2000) pengangguran dibedakan atas 3 jenis berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, antara lain: 1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seseorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih baik atau sesuai dengan keinginannya. 2. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur dalam perekonomian. 3. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengurangan dalam permintaan agregat. Menurut Edwards, 1974 dalam Lincolin (1997), bentuk-bentuk pengangguran adalah: 1. Pengangguran terbuka (open unemployment), adalah para tenaga kerja yang mampu dan ingin untuk bekerja, tetapi tidak tersedia pekerjaan yang sesuai. 2. Setengah pengangguran (under unemployment), adalah para tenaga kerja yang secara nominal bekerja penuh namun produktivitasnya rendah, sehingga pengurangan dalam jam kerjanya tidak mempunyai arti atas produksi secara keseluruhan. 3. Tenaga kerja yang lemah (impaired), adalah para tenaga kerja yang bekerja penuh, tetapi intensitasnya lemah dikarenakan kekurangan gizi atau bernyakit. 4. Tenaga kerja yang tidak produktif, adalah para tenaga keja yang mampu bekerja secara produktif tetapi tidak bisa menghasilkan sesuatu yang baik. Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai cara, antara lain: 1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income poverty rate dengan consumption poverty rate.
2.
Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek.
Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada di negara yang sedang berkembang. Tingginya tingkat pengangguran, luasnya kemiskinan, dan distribusi pendapatan yang tidak merata memiliki hubungan yang saling berkaitan. Bagi para tenaga kerja yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, atau hanya bekerja paruh waktu (part time) selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat miskin. Mereka yang bekerja dengan bayaran tetap di sektor pemerintah dan swasta biasanya termasuk diantara kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. Namun demikan, adalah salah jika beranggapan bahwa setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedang yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Masyarakat miskin pada umumnya menghadapi permasalahan terbatasanya kesempatan kerja, terbatasnya peluang mengembangkan usaha, melemahnya perlindungan terhadap aset usaha, perbedaan upah, serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumah tangga. Oleh karena itu, salah satu mekanisme pokok untuk mengurangi kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan di Negara sedang berkembang adalah memberikan upah yang memadai dan menyediakan kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat miskin (Arsyad, 1997). Oleh sebab itu, pemerintah dapat menjalankan berbagai rencana untuk memenuhi hak masyarakat miskin atas pekerjaan dan pengembangan usaha yang layak guna mengurangi tingkat pengangguran. Rencana tersebut antara lain: 1. Meningkatkan efektifitas dan kemampuan kelembagaan pemerintah dalam menegakkan hubungan industrial yang manusiawi. 2. Meningkatkan kemitraan global dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan perlindungan kerja. 3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat miskin dalam rangka mengembangkan kemampuan kerja dan berusaha. 4. Meningkatkan perlindungan terhadap buruh migran di dalam dan luar negeri. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang kemiskinan di berbagai negara telah dilakukan oleh sejumlah peneliti, antara lain: 1. Rasidin K. Sitepul dan Bonar M. Sinaga (2004) dengan judul Dampak Investasi Sumberdaya Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia : Pendekatan Model Computable General Equilibrium. Penelitiannya menganalisis tentang pengaruh investasi sumberdaya manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan in Indonesia dengan menggunakan kombinasi model Komputasi Keseimbangan umum dengan metode Foster-Greer-Thorbecke. 2. Prima Sukmaraga (2011) dengan judul Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB Per Kapita,dan Jumlah Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah. Penelitiannya menganalisis tentang pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per kapita, dan jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008. Analisis yang dilakukan adalah analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) yang menggunakan data antar ruang (cross section) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 dengan bantuan software Eviews 4.1. Model yang digunakan adalah modifikasi model ekonometri sebagi berikut: Log(POVt)= β0 + β1Log(IPMt)+ β2Log(PDRBKt)+ β3Log(Ut)+е ........(2.7) 3. Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2008) dengan judul Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Penelitiannya menganalisis tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Analisis yang dilakukan adalah analisis Deskriptif dan ekonometrika dengan menggunakan metode Panel Data. Model yang digunakan adalah modifikasi model ekonometri sebagi berikut: Poverty = β0 + β1 PDRB + β2 Populasi + β3 Agrishare + β4 Industrieshare + β5 Inflasi + β6 SMP + β7 SMA + β8 DIPLOMA + β9 Dummy Krisis + ε ........(2.8) 4. Dicky Wahyudi, Tri Wahyu Rejekingsih (2013) dengan judul Analisis Kemiskinan Di Jawa Tengah. Penelitiannya menganalisis tentang kemiskinan di Jawa Tengah dan melihat pengaruh kesehatan, pendidikan, pengeluaran pemerintah, pertumbuhan ekonomi dan pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah. Model yang digunakan adalah modifikasi model ekonometri Least Square Dummy Variabel (LSDV), yaitu : Kit=β0+β1Hit+β2Eit+β3GEit+β4Git+β5Uit+α1D1+α2D2+α3D3+α4D4+α5D5+α6D6+α7D7 +α8D8+α9D9+α10D10+α11D11+α12D12+α13D13+α14D14+α15D15+α16D16+α17D17+α
18D18+α19D19+α20D20+α21D21+α22D22+α23D23+α24D24+α25D25+α26D26+α27D27+ α28D28+α29D29+α30D30+α31D31+α32D32+α33D33+α34D34+εit ........ (2.9) C. METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional Variabel penelitian merupakan construct atau konsep yang dapat diukur dengan berbagai macam nilai untuk memberikan gambaran yang nyata mengenai fenomena yang diteliti. Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. 1. Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemiskinan yang ada di Provinsi Jawa Tengah menurut kota dan kabupaten pada tahun 2005-2010. 2. Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pendidikan dan pengangguran yang ada di Jawa Tengah menurut kota dan kabupaten pada tahun 2005-2010. Jenis Dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan penggabungan dari deret berkala (time series) dari tahun 2005 - 2010 dan deret lintang (cross section) sebanyak 35 data mewakili kota dan kabupaten di Jawa Tengah yang menghasilkan 140 observasi. Adapun data dan sumber data yang diperlukan adalah: 1. Data persentase jumlah penduduk miskin daerah untuk masing-masing kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 - 2010, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam terbitan Data dan Informasi Kemiskinan. 2. Data persentase laju Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan untuk masingmasing kota dan kabupaten Jawa Tengah tahun 2005-2010, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam terbitan PDRB Jawa Tengah. 3. Data persentase tingkat pendidikan yang diproksi dengan angka melek huruf untuk masing-masing kota dan kabupaten Jawa Tengah tahun 2005-2010, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam terbitan Jawa Tengah Dalam Angka. 4. Data persentase jumlah pengangguran terbuka untuk masing-masing kota dan kabupaten Jawa Tengah tahun 2005-2010, yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam terbitan Keadaan Angkatan Kerja di Provinsi Jawa Tengah. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data kuantitatif, dan memiliki fungsi teknis untuk para peneliti dalam melakukan pengumpulan data sehingga angkaangka dapat diberikan pada obyek yang diteliti. Data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka sebagai metode pengumpulan datanya, sehingga tidak diperlukan teknik sampling atau kuesioner. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2005 – 2010. Sebagai pendukung, digunakan buku referensi, jurnal, surat kabar, serta browsing website internet terkait dengan masalah kemiskinan dan bahan kajian dalam peneltian ini. Metode Analisis Data Metode Analisis Data Panel Penelitian ini menggunakan analisis panel data sebagai alat pengolahan data dengan menggunakan program Eviews 6, dengan kombinasi antara deret waktu (time-series data) dan deret lintang (cross-section data). Gujarati (1995), menyatakan bahwa untuk menggambarkan data panel secara singkat, sebagai contoh pada data cross section, nilai dari satu variabel atau lebih dikumpulkan untuk beberapa unit sampel pada suatu waktu. Dalam data panel, unit cross section yang sama di teliti dalam beberapa waktu. Dalam model panel data, persamaan model dengan menggunakan data cross-section dapat ditulis sebagai berikut : Yi = β0 + β1 Xi+ εi ………..(3.1) i = 1, 2, ..., N , dimana N adalah banyaknya data cross-section Sedangkan persamaan model dengan time-series adalah : Yt = β0 + β1 Xt + εt ………..(3.2) t = 1, 2, ..., T , dimana T adalah banyaknya data time-series Mengingat data panel merupakan gabungan dari time-series dan cross-section, maka model dapat ditulis sebagai berikut: Yit = β0 + β1 Xit + εit ………..(3.3)
i = 1, 2, ..., N ; t = 1, 2, ..., T dimana : N = banyaknya observasi T = banyaknya waktu N × T = banyaknya data panel Dalam analisis model panel data terdapat dua macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). Kedua pendekatan yang dilakukan dalam analisis panel data dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Pendekatan efek tetap (Fixed effect) Salah satu kesulitan prosedur panel data adalah bahwa asumsi intersep dan slope yang konsisten sulit terpenuhi. Untuk mengatasi hal tersebut, yang dilakukan dalam panel data adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk memperbolehkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit (cross section) maupun antar waktu (time-series). Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka dikenal dengan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variable (LSDV). 2. Pendekatan efek acak (Random effect) Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap (fixed effect) akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Model panel data yang melibatkan korelasi antar error term karena perubahan waktu dan observasi dapat diatasi dengan pendekatan model komponen error (error component model) atau disebut juga dengan model efek acak (random effect). Ada empat pertimbangan pokok untuk memilih antara menggunakan pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect) dalam data panel, yaitu : 1. Apabila jumlah time-series (T) besar sedangkan jumlah cross-section (N) kecil, maka hasil fixed effect dan random effect tidak jauh berbeda sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk dihitung yaitu fixed effect model (FEM). 2. Apabila cross-section (N) besar dan time-series (T) kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan berbeda jauh. Jadi, jika unit cross-section yang dipilih dalam penelitian diambil secara acak (random) maka random effect harus digunakan. Jika unit cross-section yang dipilih dalam penelitian tidak diambil secara acak maka dapat menggunakan fixed effect. 3. Apabila komponen error εi individual berkorelasi maka penaksir random effect akan bias dan penaksir fixed effect tidak bias. 4. Apabila cross-section (N) besar dan time-series (T) kecil, dan asumsi yang mendasari random effect dapat terpenuhi, maka penggunaan model random effect lebih efisien dibandingkan model fixed effect. Pengujian Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas, berdistribusi normal atau tidak. Ada beberapa metode untuk mengetahui berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan menggunakan metode J-B test dan metode grafik. Penelitian ini menggunakan metode J-B test yang dilakukan dengan menghitung skweness dan kurtosis, apabila nilai J-B hitung lebih kecil daripada nilai X² (Chi Square) tabel, maka nilai residual berdistribusi normal. Model untuk mengetahui uji normalitas adalah sebagai berikut:
S2 J – B hitung = 6
k 3 24
2
………..(3.4)
Dimana S = Skewness statistik dan K = Kurtosis Jika nilai J–B hitung lebih besar daripada nilai J-B tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual Ut terdistribusi tidak normal dan begitu pula sebaliknya. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas memiliki pengertian bahwa ada hubungan linear yang pasti diantara beberapa atau semua variabel independen (variabel yang menjelaskan) dari model regresi. Konsekuensi adanya multikolinearitas adalah koefisien regresi variabel tidak tentu dan kesalahan menjadi tidak terhingga. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji dalam model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas (independen). Jika tidak terjadi korelasi di antara variabel independen, maka model regresi tersebut sesuai (model regresi yang bagus).
Namun, jika saling berkorelasi, maka variabel-variabel tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. 2
Salah satu munculnya multikolinearitas adalah R sangat tinggi dan tidak satupun koefisien regresi yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak bebas secara skolastik. Model untuk mengetahui uji multikolinearitas adalah: KM = f (PDRB, MH, PG) ………..(3.5) PDRB = f (MH, PG) ………..(3.6) MH = f (PDRB, PG) .............(3.7) PG = f (PDRB, MH) ....…….(3.8) Penelitian menggunakan Auxiliary Regression untuk mengetahui adanya multikolinearitas. Kriterianya 2 2 adalah jika R regresi persamaan utama lebih besar dari R regresi auxiliary, maka di dalam model tidak terdapat multikolinearitas. Uji Autokorelasi Autokerelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deret waktu) atau ruang (seperti dalam data deret lintang). Uji autokorelasi bertujuan menguji dalam model regresi linear terdapat korelasi antara faktor pengganggu pada periode waktu atau ruang tertentu dengan faktor pengganggu pada waktu atau ruang sebelumnya. Untuk melihat gejala autokorelasi, maka dilakukan pengujian menggunakan uji Durbin Watson. Tabel 1 : Kriteria Pengujian Durbin-Watson Hipotesis Nol Ada atokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi
Keputusan
Kriteria
Tolak
0 < d < dl
Tidak ada keputusan
dl < d
Tolak
4-dl < d < 4
Tidak ada keputusan
4-du < d < 4-dl
Jangan tolak
du < d < 4-du
Sumber : Anonymous, 2012 Gambar 5 : Aturan Membandingkan Uji Durbin-Watson dengan Tabel Durbin-Watson
Sumber : Anonymous, 2012 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas berarti bahwa variasi residual tidak sama untuk semua pengamatan. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi biar homoskedastisitas yaitu variasi residual sama untuksemua pengamatan. Secara ringkas walaupun terdapat heteroskedastisitas maka penaksir OLS (Ordinary Least Square) tetap tidak bias dan konsisten tetapi penaksir tadi tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar (yaitu asimtotik). Menurut Gujarati (1995) bahwa masalah heteroskedastisitas nampaknya menjadi
lebih biasa dalam data cross section dibandingkan dengan data time series. Penelitian ini menggunakan uji Park untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas. Uji Park pada prinsipnya meregres residual yang dikuadratkan dengan variabel bebas pada model. Jika t-statistik > t-tabel maka ada heterokedastisitas, jika tstatistik < t-tabel maka tidak ada heterokedastisitas. atau Jika nilai Prob > 0,05 maka tidak ada heterokedastisitas, jika nilai Prob < 0,05 maka ada heterokedastisitas. Pengujian Kriteria Statistik Gujarati (1995) menyatakan bahwa uji signifikansi merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji kebenaran atau kesalahan dari hasil hipotesis nol dari sampel. Ide dasar yang melatarbelakangi pengujian signifikansi adalah uji statistik (estimator) dari distribusi sampel dari suatu statistik dibawah hipotesis nol. Keputusan untuk mengolah Ho dibuat berdasarkan nilai uji statistik yang diperoleh dari data yang ada. Uji statistik terdiri dari pengujian koefisien regresi parsial (uji t), pengujian koefisien regresi secara bersama-sama 2
(uji F), dan pengujian koefisien determinasi (uji- R ). Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) Uji signifikansi parameter individual (uji t) dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara individual dan menganggap variabel lain konstan. (Bagus suryono, 2012). Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. H0 : b1 = 0 tidak ada pengaruh antara variabel PDRB dengan kemiskinan. H1 : b1 < 0 ada pengaruh negatif antara variabel PDRB dengan kemiskinan. 2. H0 : b2 = 0 tidak ada pengaruh antara variabel melek huruf dengan kemiskinan. H1 : b2 < 0 ada pengaruh negatif antara variabel melek huruf dengan kemiskinan. 3. H0 : b3 = 0 tidak ada pengaruh antara variabel tingkat pengangguran dengan kemiskinan. H1 : b3 > 0 ada pengaruh positif antara variabel tingkat pengangguran dengan kemiskinan. Nilai t hitung dapat dicari dengan rumus:
t
Bi Bi* SE( Bi )
……….(3.9)
dimana: Bi = parameter yang diestimasi Bi* = nilai hipotesis dari BI ( Ho : BI = Bi* ) SE(Bi) = simpangan baku Bi Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Jika nilai t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel, maka H0 ditolak, yang berarti salah satu variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. 2. Jika nilai t-hitung lebih kecil daripada nilai t-tabel, maka H0 diterima, yang berarti salah satu variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Uji statistik F bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yang secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Hipotesis yang digunakan : (Bagus suryono, 2012) 1. H0 : b1, b2, b3 = 0 semua variabel independen tidak mampu mempengaruhi variabel dependen secara bersama-sama 2. H1 : b1, b2, b3 ≠ 0 semua variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen secara bersama-sama Nilai F hitung dirumuskan sebagai berikut :
F
R 2 /( k 1 ) 1 R 2 /( N
...……..(3.10)
dimana: k = jumlah parameter yang diestimasi termasuk konstanta N = jumlah observasi Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut : 1. H0 diterima dan H1 ditolak apabila nilai F hitung lebih kecil daripada nilai F tabel, yang berarti variabel bebas secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel terikat secara signifikan.
2. H0 ditolak dan H1 diterima
apabila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, yang berarti variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat secara signifikan.
Uji Koefisien Determinasi (uji R2) 2 Koefisien determinasi ( R ) menunjukkan ukuran atau kemampuan suatu model dalam menerangkan 2
2
variasi variabel terikat. Kriteria nilai R adalah antara nol dan satu. Jika nilai R kecil atau mendekati nol, hal ini berarti kemampuan satu variabel dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Namun, jika mendekati satu, hal ini berarti variable-variabel independen dapat memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Kelemahan dalam penggunaan determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Hal ini dikarenakan setiap tambahan satu variabel berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted 2 ( R ) pada saat mengevaluasi model regresi yang terbaik. Nilai koefisien determinasi diperoleh dengan rumus : (Bagus suryono, 2012)
R
2
y*2 y2
………(3.11)
dimana: y*2 = nilai y estimasi y = nilai y aktual
D. HASIL DAN ANALISIS Deskripsi Obyek Penelitian Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang letaknya diapit oleh dua provinsi, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara geografis Jawa Tengah terletak antara 5040’ dan 8030’ Lintang Selatan dan antara 108030’ dan 110030’ Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 263 km dan dari utara ke selatan adalah 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Luas wilayah Jawa Tengah sebesar 3.254.412 hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa dan 1,70 persen dari luas Indonesia, yang terdiri dari 991 ribu hektar (30,45 persen) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,55 persen) bukan lahan sawah. Provinsi Jawa Tengah dengan pusat pemerintahan di Kota Semarang, secara administratif terbagi dalam 35 bagian, yaitu 6 kota dan 29 kabupaten dengan 565 kecamatan yang meliputi 7872 desa dan 622 kelurahan. Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jawa Tengah terdiri atas 4 kota administratif, yaitu Purwokerto, Purbalingga, Cilacap, dan Klaten. Namun, sejak diberlakukannya Otonomi Daerah tahun 2001, kota-kota administratif tersebut dihapus dan menjadi bagian dalam wilayah kabupaten. Menyusul otonomi daerah, 3 kabupaten memindahkan pusat pemerintahan ke wilayahnya sendiri, yaitu Kabupaten Magelang (dari Kota Magelang ke Mungkid), Kabupaten Tegal (dari Kota Tegal ke Slawi), serta Kabupaten Pekalongan (dari Kota Pekalongan ke Kajen). Secara administratif Provinsi Jawa Tengah berbatasan oleh : Sebelah Utara adalah Laut Jawa, Sebelah Timur adalah Jawa Timur, Sebelah Selatan adalah Samudera Hindia, Sebelah Barat adalah Jawa Barat. Persebaran penduduk pada umumnya terkonsentrasi di pusat-pusat kota, baik kabupaten maupun kota. Kawasan permukiman yang cukup padat berada di daerah Semarang Raya (termasuk Ungaran dan sebagian wilayah Kabupaten Demak dan Kendal), Solo Raya (termasuk sebagian wilayah Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, dan Boyolali), serta Tegal-Brebes-Slawi. Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,67% per tahun. Pertumbuhan penduduk tertinggi berada di Kabupaten Demak (1,5% per tahun), sedang yang terendah adalah Kota Pekalongan (0,09% per tahun). Dari jumlah penduduk ini, 47% di antaranya merupakan angkatan kerja. Mata pencaharian terbanyak adalah di sektor pertanian (42,34%), diikuti dengan perdagangan (20,91%), industri (15,71%), dan jasa (10,98%). (Badan Pusat Satistik Jawa Tengah) Deskripsi Data Kemiskinan Dari data kemiskinan menunjukan bahwa persentase penduduk miskin provinsi Jawa Tengah tahun 2005 2010 tertinggi berada di Kabupaten Brebes yaitu sebesar 39,44 persen di tahun 2009. Dan persentase penduduk miskin terendah berada di Kota semarang yaitu sebesar 4,22 persen di tahun 2005.
Tabel 2 : Data Persentase Kemiskinan Jawa Tengah Tahun 2005-2010 No.
Kota/Kab.
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1
Kab. Banjarnegara
27.35
29.40
27.18
23.34
19.25
18.72
2
Kab. Banyumas
22.02
24.44
22.46
22.93
31.72
28.59
3
Kab. Batang
18.15
19.99
20.79
18.08
29.36
22.54
4
Kab. Blora
21.73
23.95
21.46
18.79
30.30
23.43
5
Kab. Boyolali
17.75
20.00
18.06
17.08
25.50
21.30
6
Kab. Brebes
27.79
30.36
27.93
25.98
39.44
32.39
7
Kab. Cilacap
22.25
24.93
22.59
21.40
31.90
26.68
8
Kab. Demak
23.60
26.03
23.50
21.24
33.18
26.48
9
Kab. Grobogan
28.00
27.60
25.14
19.84
35.50
24.74
10
Kab. Jepara
10.39
11.75
10.44
11.05
14.74
13.78
11
Kab. Karanganyar
16.14
18.69
17.39
15.68
24.56
19.55
12
Kab. Kebumen
29.83
32.49
30.25
27.87
32.04
34.75
13
Kab. Kendal
20.06
21.59
20.70
17.87
29.23
22.28
14
Kab. Klaten
22.48
22.99
22.27
21.72
31.45
27.08
15
Kab. Kudus
10.93
12.05
10.73
12.58
15.15
15.68
16
Kab. Magelang
15.42
17.36
17.37
16.49
24.53
20.56
17
Kab. Pati
19.82
22.14
19.79
17.90
27.95
22.32
18
Kab. Pekalongan
20.47
22.80
20.31
19.52
28.68
24.34
19
Kab. Pemalang
22.59
25.30
22.79
23.92
32.18
29.82
20
Kab. Purbalingga
29.95
32.38
30.24
27.12
32.03
33.81
21
Kab. Purworejo
22.77
22.75
20.49
18.22
28.93
22.72
22
Kab. Rembang
30.72
33.20
30.71
27.21
32.52
33.93
23
Kab. Semarang
13.16
13.62
12.34
11.37
17.43
14.18
24
Kab. Sragen
24.28
23.72
21.24
20.83
29.99
25.97
25
Kab. Sukoharjo
13.67
15.63
14.02
12.13
19.80
15.12
26
Kab. Tegal
19.60
20.71
18.50
15.78
26.12
19.67
27
Kab. Temanggung
14.50
16.62
16.55
16.39
23.37
20.43
28
Kab. Wonogiri
25.21
27.01
24.44
20.71
34.51
25.82
29
Kab. Wonosobo
31.68
34.43
32.29
27.72
34.20
34.56
30
Kota Magelang
12.94
11.19
10.01
11.16
14.14
13.91
No.
Kota/Kab.
2005
2006
2007
2008
2009
2010
31
Kota Pekalongan
6.37
7.38
6.62
10.29
9.35
12.83
32
Kota Salatiga
8.81
8.90
9.01
8.47
12.72
10.56
33
Kota Semarang
4.22
5.33
5.26
6.00
7.43
7.48
34
Kota Surakarta
13.34
15.21
13.64
16.13
19.26
20.11
35
Kota Tegal
8.96
10.40
9.36
11.28
13.22
14.06
Sumber: Data dan Informasi Kemiskinan Jateng 2010 Produk Domestik Regionl Bruto (PDRB) Dari data laju pertumbuhan PDRB menunjukkan bahwa laju PDRB yang terjadi di kota dan kabupaten di provinsi Jawa Tengah tahun 2005–2010 menunjukkan angka yang fluktuatif dari masing-masing daerah. Laju PDRB dapat menunjukan kondisi perekonomian. Tabel 3 : Data Persentase Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Tahun 2005-2010 No.
Kota/Kab.
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1
Kab. Cilacap
5.33
4.72
4.87
4.92
4.69
4.48
2
Kab. Banyumas
3.21
4.48
5.30
5.41
5.13
4.88
3
Kab. Purbalingga
4.18
5.06
6.19
5.30
5.03
4.79
4
Kab. Banjarnegara
3.95
4.35
5.01
4.98
4.74
4.53
5
Kab. Kebumen
3.20
4.08
4.52
5.61
5.31
5.04
6
Kab. Purworejo
4.85
5.23
6.08
5.62
5.32
5.05
7
Kab. Wonosobo
3.19
3.23
3.58
3.69
3.56
3.44
8
Kab. Magelang
4.62
4.91
5.21
4.99
4.75
4.54
9
Kab. Boyolali
4.08
4.19
4.09
4.04
3.88
3.73
10
Kab. Klaten
4.59
2.30
3.31
3.93
3.78
3.64
11
Kab. Sukoharjo
4.11
4.53
5.11
4.84
4.62
4.42
12
Kab. Wonogiri
4.31
4.07
5.07
4.27
4.09
3.93
13
Kab. Karanganyar
5.49
5.08
5.74
5.75
5.43
5.15
14
Kab. Sragen
5.16
5.18
5.73
5.69
5.38
5.11
15
Kab. Grobogan
4.74
4.00
4.37
5.33
5.06
4.81
16
Kab. Blora
4.07
3.85
3.95
5.62
5.32
5.06
17
Kab. Rembang
3.56
5.53
3.81
4.67
4.46
4.27
18
Kab. Pati
3.94
4.45
5.19
4.94
4.71
4.50
19
Kab. Kudus
4.40
2.48
3.03
3.71
3.57
3.45
20
Kab. Jepara
4.23
4.19
4.74
4.49
4.30
4.12
No.
Kota/Kab.
2005
2006
2007
2008
2009
2010
21
Kab. Demak
3.86
4.02
4.15
4.11
3.95
3.80
22
Kab. Semarang
3.11
3.81
4.72
4.26
4.09
3.93
23
Kab. Temanggung
3.99
3.31
4.03
3.54
3.42
3.31
24
Kab. Kendal
2.63
3.66
4.32
3.92
3.77
3.64
25
Kab. Batang
2.80
2.51
3.49
3.67
3.54
3.42
26
Kab. Pekalongan
3.98
4.21
4.59
4.78
4.56
4.36
27
Kab. Pemalang
4.05
3.72
4.47
4.99
4.76
4.54
28
Kab. Tegal
4.72
5.19
5.59
5.32
5.05
4.80
29
Kab. Brebes
4.80
4.71
4.79
4.81
4.59
4.39
30
Kota Magelang
4.33
2.44
5.17
5.05
4.81
4.59
31
Kota Surakarta
5.15
5.43
5.82
5.69
5.39
5.11
32
Kota Salatiga
4.15
4.17
5.39
4.98
4.74
4.53
33
Kota Semarang
5.14
5.71
5.98
5.59
5.29
5.03
34
Kota Pekalongan
3.82
3.06
3.80
3.73
3.59
3.47
35
Kota Tegal
4.87
5.15
5.21
5.15
4.90
4.67
Sumber: PDRB Jawa Tengah 2005-2010
Pendidikan (Angka Melek Huruf) Dari data tingkat melek huruf menunjukan bahwa tingkat Melek huruf di provinsi Jawa Tengah tahun 20052010 terbesar yaitu berada di kota Pekalongan yaitu sebesar 97,30 persen di tahun 2007 dan yang terendah berada di Kabupaten Kudus yaitu sebesar 75,20 persen pada tahun 2005. Tabel 4 : Data Persentase Pendidikan (Angka Melek Huruf) Jawa Tengah Tahun 2005-2010 No.
Kota/Kab.
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1
Kab. Banjarnegara
87.45
88.30
88.70
90.42
91.35
92.28
2
Kab. Banyumas
88.45
88.80
89.05
88.71
88.96
88.62
3
Kab. Batang
92.05
92.30
93.30
92.21
93.21
92.12
4
Kab. Blora
90.40
90.75
91.15
90.66
91.06
90.57
5
Kab. Boyolali
86.85
87.15
88.10
87.06
88.01
86.98
6
Kab. Brebes
89.40
89.75
90.10
89.66
90.01
89.57
7
Kab. Cilacap
87.85
88.20
88.35
88.11
88.26
88.02
8
Kab. Demak
87.45
87.80
88.30
87.71
88.21
87.63
9
Kab. Grobogan
89.55
89.90
90.30
89.81
90.21
89.72
10
Kab. Jepara
85.10
85.65
86.60
85.56
86.51
85.48
No.
Kota/Kab.
2005
2006
2007
2008
2009
2010
11
Kab. Karanganyar
83.00
83.35
89.35
83.27
89.26
83.18
12
Kab. Kebumen
88.40
88.90
90.20
88.81
90.11
88.72
13
Kab. Kendal
80.10
80.35
81.40
80.27
81.32
80.19
14
Kab. Klaten
82.05
82.50
84.25
82.42
84.17
82.34
15
Kab. Kudus
75.20
76.45
81.25
76.37
81.17
76.30
16
Kab. Magelang
85.15
85.35
88.35
85.26
88.26
85.18
17
Kab. Pati
78.75
78.95
81.50
78.87
81.42
78.79
18
Kab. Pekalongan
87.65
88.85
89.40
88.76
89.31
88.67
19
Kab. Pemalang
86.30
86.80
87.20
86.71
87.11
86.63
20
Kab. Purbalingga
90.50
91.00
92.15
90.91
92.06
90.82
21
Kab. Purworejo
89.50
90.15
92.60
90.06
92.51
89.97
22
Kab. Rembang
88.00
88.65
90.80
88.56
90.71
88.47
23
Kab. Semarang
92.65
93.60
94.05
93.51
93.96
93.41
24
Kab. Sragen
94.55
95.25
95.70
95.16
95.60
95.06
25
Kab. Sukoharjo
88.50
88.95
89.70
88.86
89.61
88.77
26
Kab. Tegal
83.70
84.15
86.35
84.07
86.26
83.98
27
Kab. Temanggung
86.95
87.15
87.85
87.06
87.76
86.98
28
Kab. Wonogiri
86.90
87.25
87.55
87.16
87.46
87.08
29
Kab. Wonosobo
82.80
83.40
88.55
83.32
88.46
83.23
30
Kota Magelang
84.85
85.50
86.45
85.41
86.36
85.33
31
Kota Pekalongan
96.10
96.50
97.30
96.40
97.20
96.31
32
Kota Salatiga
94.95
95.05
95.45
94.96
95.35
94.86
33
Kota Semarang
96.55
96.65
96.70
96.55
96.60
96.46
34
Kota Surakarta
96.10
96.25
97.05
96.15
96.95
96.06
35
Kota Tegal
93.25
93.35
95.15
93.26
95.06
93.16
Sumber: PDRB Jawa Tengah 2005-2010
Pengangguran Dari data tingkat pengangguran menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di provinsi Jawa Tengah tahun 2005 - 2010 terbesar berada di kota Magelang yaitu sebesar 17,81 persen ditahun 2005. Dan yang terendah berada di Kabupaten Jepara yaitu sebesar 3,10 persen di tahun 2006.
Tabel 5 : Data Persentase Pengangguran Jawa Tengah Tahun 2005-2010 No.
Kota/Kab.
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1
Kab. Banjarnegara
9.61
6.82
6.39
4.91
7.11
6.46
2
Kab. Banyumas
10.72
8.36
8.07
8.05
7.25
6.12
3
Kab. Batang
11.80
9.33
8.13
8.77
7.30
6.67
4
Kab. Blora
4.60
3.94
3.92
5.71
3.52
4.34
5
Kab. Boyolali
7.94
4.27
7.25
5.90
6.51
4.48
6
Kab. Brebes
12.23
11.53
9.01
7.92
8.09
6.02
7
Kab. Cilacap
17.76
10.27
11.48
10.16
10.31
7.72
8
Kab. Demak
9.77
6.66
7.04
6.64
6.32
5.05
9
Kab. Grobogan
6.49
5.30
5.83
6.19
5.24
4.70
10
Kab. Jepara
8.16
3.10
5.78
5.76
5.19
4.38
11
Kab. Karanganyar
6.69
5.79
6.63
5.70
5.96
4.33
12
Kab. Kebumen
13.17
9.61
7.18
6.12
6.45
4.65
13
Kab. Kendal
7.15
8.05
5.42
6.39
4.87
4.86
14
Kab. Klaten
7.73
8.14
8.19
7.26
7.36
5.52
15
Kab. Kudus
7.76
5.14
7.03
6.15
6.31
4.67
16
Kab. Magelang
9.62
6.15
6.26
5.06
5.62
3.85
17
Kab. Pati
7.49
8.50
8.38
9.36
7.53
7.11
18
Kab. Pekalongan
8.24
7.31
7.93
7.38
7.12
5.61
19
Kab. Pemalang
10.19
11.44
8.53
9.97
7.66
7.58
20
Kab. Purbalingga
9.47
4.45
7.56
7.08
6.79
5.38
21
Kab. Purworejo
6.59
4.19
5.43
4.32
4.88
3.28
22
Kab. Rembang
9.40
7.59
5.70
5.89
5.12
4.48
23
Kab. Semarang
6.08
5.61
9.36
7.39
8.41
5.62
24
Kab. Sragen
10.95
4.31
6.21
5.64
5.58
4.29
25
Kab. Sukoharjo
10.39
8.01
9.45
8.12
8.49
6.17
26
Kab. Tegal
11.50
9.14
9.39
9.56
8.43
7.27
27
Kab. Temanggung
6.08
4.46
6.77
4.90
6.08
3.72
28
Kab. Wonogiri
9.53
5.07
5.20
5.73
4.67
4.36
29
Kab. Wonosobo
5.78
3.11
5.68
5.50
5.10
4.18
30
Kota Magelang
17.81
9.16
12.37
12.28
11.11
9.33
No.
Kota/Kab.
2005
2006
2007
2008
2009
2010
31
Kota Pekalongan
16.03
10.57
9.64
9.75
8.66
7.41
32
Kota Salatiga
14.93
13.20
11.35
11.27
10.19
8.57
33
Kota Semarang
12.14
9.80
11.39
11.51
10.23
8.75
34
Kota Surakarta
10.48
9.32
9.31
9.57
8.36
7.27
35
Kota Tegal
14.55
8.60
14.75
13.32
13.25
10.12
Sumber: Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Jawa Tengah 2005 – 2010
Tabel dan Persamaan Berdasarkan rumusan masalah yang dijelaskan pada Bab I, maka diambil model persamaan pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di kota dan kabupaten Provinsi Jawa Tengah yaitu sebagai berikut : Y = AX1 + BX2 + CX3 ………..(4.1) Dimana : Y : Kemiskinan X1 : PDRB X2 : Pendidikan (angka melek huruf) X3 : Pengangguran A, B, C : Koefisien Pengujian Statistik Analisis Regresi Uji Signifikansi parameter Individual (Uji t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variable dependen. Dalam regresi pengaruh jumlah penduduk, PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 - 2010, dengan α = 5 persen dan degree of freedom (df) = 213 (n-k = 210-3), maka diperoleh nilai tabel sebesar 1,657 Tabel 5 : Nilai T-Statistik Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010
Sumber : Pengolahan Data Eviews 6
Table di atas menunjukkan bahwa nilai probabilitas variabel PDRB sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari nilai α (5%), maka variable PDRB berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan. Nilai probabilitas variabel PENDIDIKAN sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari nilai α (5%), maka variable PENDIDIKAN
berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan. Nilai probabilitas variabel PENGANGGURAN sebesar 0,0014. Nilai ini lebih kecil dari nilai α (5%), maka variable PENGANGGURAN berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model dapat dilakukan dengan uji simultan (uji F). Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan variabel independen yang dimasukkan kedalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dari regresi pengaruh jumlah penduduk, PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 – 2010 yang menggunakan taraf keyakinan 95 persen (α = 5 persen), dengan degree of freedom for numerator (dfn) = 2 (k-1 = 3-1) dan degree of freedom for denominator (dfd) = 213 (n-k = 210-3), maka diperoleh F tabel sebesar 4,61. Dari hasil regresi pada Tabel 5, diperoleh F-statistik sebesar 1203,882 dan nilai probabilitas F-statistik 0,000000. Maka dapat disimpulkan bahwa variable independen secara bersama-sama berpengaruh variabel dependen (nilai F-hitung lebih besar daripada nilai F-tabel). Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)
R 2 ) mengukur kemampuan model dalam menerangkan variasi-variabel dependen. 2 Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu. Nilai R yang kecil berarti kemampuan variable-variabel Koefisien determinasi (
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi 2
variasi-variable dependen. Dari hasil regresi pada Tabel 5 diperoleh nilai R sebesar 0,993044. Hal ini berarti sebesar 99,3044 persen variasi kemiskinan di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh variasi tiga variabel independennya yaitu PDRB (PDRB), Pendidikan (Melek huruf/MH), Pengangguran (PG). Sedangkan sebesar 0,6856 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Hasil Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Dari hasil regresi pada Tabel 5, maka didapatkan hasil Uji J-B Test dapat dilihat pada Gambar berikut: Gambar 6 : Hasil Uji Jarque-Bera Pengaruh PDRB, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010 Series : Standartdized Residuals Sample 2005 2010 Odservations 210
Sumber : Pengolahan Data Eviews 6 Pada model persamaan pengaruh jumlah penduduk, PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 - 2010 dengan n = 210 dan k = 3, maka diperoleh degree of freedom (df) = 213 (n-k), dan menggunakan α = 5 persen diperoleh nilai χ2 tabel sebesar 124,34. Dibandingkan dengan nilai Jarque-Bera pada Gambar 6 sebesar 16,40643, maka dapat disimpulkan bahwa probabilitas gangguan μ1 regresi terdistribusi secara normal, karena nilai Jarque-Bera lebih kecil dibandingkan nilai χ2 tabel. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan keadaan dimana terdapat hubungan linear atau terdapat korelasi antar variabel independen. Dalam penelitian ini untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas dilihat dari perbandingan antara nilai
R2
regresi parsial (auxiliary regression) dengan nilai
R2
regresi utama. Apabila nilai
R2
regresi
parsial (auxiliary regression) lebih besar dibandingkan nilai
R2
regresi utama, maka dapat disimpulkan bahwa
dalam persamaan tersebut terjadi multikolinearitas. Tabel 6 menunjukkan perbandingan antara nilai parsial (auxiliary regression) dengan nilai R2 regresi utama.
R2
regresi
Tabel 6 : R2 Auxiliary Regression Pengaruh PDRB, Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010 No.
Persamaan
R2 Regresi Utama
R2 Regresi Parsial
1
PDRB MH PG
0.009
0,993
2
MH PDRB PG
0.033
0,993
3
PG PDRB MH
0,027
0,993
Sumber : Pengolahan Data Eviews 6 Tabel diatas menunjukkan bahwa model persamaan pengaruh PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 – 2010 tidak mengandung multikolinearitas karena nilai regresi parsial (auxiliary regression) tidak ada yang lebih besar dibandingkan nilai R2 regresi utama.
R2
Pengolahan Data Panel dengan E-Views Estimasi model Fixed Effect (FEM) Dalam estimasi ini dilakukan pengujian F-Test dan Chi-Square. Jika p-value lebih kecil dari 5% maka H0 ditolak dan H1 diterima. Demikian juga sebaliknya. H0 : model mengikuti model pool. H1 : model mengikuti model Fixed Hasil estimasi model Fixed adalah sebagai berikut: Tabel 7 : Hasil Regresi Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010 menggunakan Model Fixed.
Sumber : Pengolahan Data Eviews 6 Sedangkan hasil redundant fixed effects tests adalah sebagai berikut:
Tabel 8 : Hasil redundant fixed effects tests pada Model Fixed.
Sumber : Pengolahan Data Eviews 6 dari hasil test tersebut di atas, diperoleh nilai Cross-section F sebesar 0,0039 dan Cross-section Chi-square sebesar 0,0014. Nilai ini lebih kecil dari 5% (0,05). Sehingga H0 ditolak dan menerima H1, dan model mengikuti model fixed. Estimasi model Random Effect (REM) Dalam estimasi ini dilakukan pengujian Hausman (Hausmantest). Jika p-value lebih kecil dari 5% maka H0 ditolak dan H1 diterima. Demikian juga sebaliknya. H0 : model mengikuti model random. H1 : model mengikuti model fixed Hasil estimasi model Random adalah sebagai berikut: Tabel 9 : Hasil Regresi Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010 menggunakan Model Random.
Sumber : Pengolahan Data Eviews 6 Sedangkan hasil redundant fixed effects tests adalah sebagai berikut: Tabel 10 : Hasil Hausman-tests pada Model Random.
Sumber : Pengolahan Data Eviews 6
dari hasil test tersebut di atas, diperoleh nilai Cross-section random 0,0000 lebih kecil dari 5% (0,05). Sehingga H0 ditolak dan menerima H1, dan model mengikuti model fixed. Interpretasi Hasil dan Pembahasan Persamaan regresi pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2001 – 2010 dengan pengolahan data panel, adalah sebagai berikut : KEMISKINAN = 6,214 – 0,309 * PDRB + 1,612 * PENGANGGURAN – 0,016 * PENDIDIKAN ….. (4.1) PDRB dan Kemiskinan Variabel PDRB menunjukkan tanda negatif dan berpengaruh secara signifikan terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah. Kenaikan tingkat pengangguran terbuka sebanyak 1 (satu) tidak menaikkan kemiskinan, tetapi dari hasil penelitian ini akan menurunkan kemiskinan sebesar 0,309. Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Kuznet dalam Tulus Tambunan (2001), pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan, jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Selanjutnya menurut Hermanto S. dan Dwi W. (2008) mengungkapkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan jumlah penduduk miskin. Karena dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menurunkan jumlah kemiskinan yang merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan daerah. Pendidikan dan Kemiskinan Variabel Pendidikan yang diproksi dengan besarnya tingkat melek huruf menunjukkan tanda negatif dan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengangguran di Jawa Tengah. Peningkatan angka melek huruf sebagai indikator pendidikan di Jawa Tengah sebesar 1 (satu) akan menurunkan kemiskinan sebesar 0,016. Yang berarti bahwa peningkatan angka melek huruf akan menurunkan kemiskinan di jawa Tengah. Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Simmons (dalam Todaro, 2000), pendidikan merupakan cara untuk menyelamatkan diri dari kemiskinan. Seorang miskin yang mengharapkan pekerjaaan baik serta penghasilan yang tinggi, maka harus mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi. Akan tetapi, pendidikan tinggi hanya mampu dicapai oleh orang kaya. Sedangkan, orang miskin tidak mempunyai kecukupan dana untuk membiayai pendidikan hingga ke tingkat yang lebih tinggi, seperti sekolah lanjutan dan universitas. Pengangguran dan Kemiskinan Dari hasil regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini, menunjukan bahwa variabel pengangguran menunjukkan tanda positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah. Kenaikan tingkat pengangguran terbuka sebanyak 1 (satu) tidak menurunkan kemiskinan akan tetapi dari hasil penelitian ini justru menaikkan kemiskinan sebesar 16,12. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, jumlah pengangguran terbuka Jawa Tengah tahun 2010 mencapai 1,23 juta jiwa dan mengalami peningkatan pengangguran dari tahun ke tahun. Jumlah pencari kerja di Jawa Tengah sebanyak 689.415 jiwa, sedangkan lowongan kerja yang ada sebanyak 92.357 jiwa. Sehingga, sebanyak 597.058 jiwa terserap ke sektor informal dan mencari pekerjaan diluar kota. Selain itu, ada yang berusaha atau mempersiapkan untuk membuka usaha sendiri, ada yang sedang menunggu untuk memulai bekerja, dan lain sebagainya merupakan termasuk kedalam kategori pengangguran terbuka. E. PENUTUP Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh variabel PDRB, Pendidikan (melek huruf) dan pengangguran terhadap kemiskinan menurut kota dan kabupaten di Jawa Tengah pada tahun 2005 - 2010. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab IV, maka dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut: 1. Variabel PDRB mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi kemiskinan. Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan PDRB yang terjadi di Jawa Tengah diikuti oleh penurunan kemiskinan di Jawa Tengah. 2. Variabel Pendidikan (melek huruf) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi kemiskinan. Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan angka melek huruf di Jawa Tengah diikuti penurunan kemiskinan. 3. Variabel Pengangguran mempunyai pengaruh positif dan signifikan mempengaruhi kemiskinan. Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan pengangguran di Jawa Tengah diikuti peningkatan kemiskinan.
Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka dapat diberikan saran, yaitu sebagai berikut : 1. Dari hasil penelitian, pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan, sehingga diharapkan pemerintah dapat melaksanakan pembangun yang berorientasi pada pemerataan pendapatan serta pemerataan hasil-hasil ekonomi kepada seluruh golongan masyarakat, serta dilakukan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah dengan mengandalkan potensi-potensi yang dimiliki. 2. Dari hasil penelitian, tingkat pendidikan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, sehingga diharapkan pemerintah propinsi Jawa Tengah kembali menambahkan program pemberantasan buta aksara agar dapat menekan kemiskinan di seluruh kota dan kabupaten di Jawa Tengah. Serta memberikan jaminan pendidikan bagi orang miskin serta meningkatkan fasilitas-fasilitas pendidikan secara merata tidak hanya terpusat di suatu daerah tetapi merata ke seluruh daerah 3. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan. Dengan hasil tersebut diharapkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah lebih menggerakkan sektor perekonomian sehingga dapat membuka lapangan kerja di Jawa Tengah. Karena pengangguran dalam penelitian ini memiliki pengaruh cukup besar terhadap kemiskinan, sehingga dengan semakin luasnya lapangan pekerjaan, pengangguran akan berkurang dan kemiskinan juga akan berkurang. 4. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih terbatas, karena hanya melihat pengaruh variabel PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu, diperlukan studi lanjutan yang lebih mendalam dengan data dan metode yang lebih lengkap sehingga dapat melengkapi hasil penelitian yang telah ada dan hasilnya dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan berbagai pihak yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dalam hal penekanan kemiskinan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga artikel ilmiah ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang memungkinkan artikel ini bisa dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (JIMFEB). DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.2010. http://baitulmaaltijarah.blogspot.com/2013/02/lingkaran-malaikat-sedekah.html . (diakses pada tanggal 07 agustus 2012). Anonymous.2012.http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ekonomi_pembangunan/bab_3_teori_pertumbuh an_dan_pembangunan_ekonomi.pdf . (diakses pada tanggal 14 agustus 2012). Anonymous.2012.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/57315/BAB%20III%20Metode%20Pe nelitian.pdf?sequence=7 . (diakses pada tanggal 14 agustus 2012). Arsyad, Licolin.1997. The Pattern Of Manufacturing Development In Indonesia In The Period 1976-1993. Journal Of Indonesia Economics and Business (JEBI), vol-non, pp.non Badan Pusat Statistik. 2010. Berita Resmi Statistik Jawa Tengah. Jawa Tengah _________________. 2010. Data Dan Informasi Kemiskinan Jawa Tengah.Jawa Tengah _________________. Jawa Tengah Dalam Angka Berbagai Tahun Terbitan.Jawa Tengah _________________. PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Berbagai Tahun Terbitan. Jawa Tengah Bagus Suryono, Wiratno.2012. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Tingkat Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Jawa Tengah. http://Eprints.undip.ac.id/26434/2/jurnal.pdf. (diakses pada tanggal 23 agustus 2012)
Bappenas.2008.http://www.bappenas.go.id/node/123/3/UU-no22-tahun-1999-tentang-pemerintahan-daerah/ (diakses pada tanggal 07 agustus 2012).
.
Djojohadikusumo, Sumitro. 1995, Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, Penerbit LP3ES, Jakarta. Firmansyah .2009. Modul Praktek Regresi Data Panel dengan Eviews 6. Semarang : Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi Undip. Gujarati, Damodar .1995. Ekonometri Dasar Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Irawan dan Suparmoko, 1992, Ekonomika Pembangunan, Edisi Kelima, Penerbit BPFE, Yogyakarta. K. Sitepu, Rasidin dan Bonar M. Sinaga, 2004. Dampak Investasi Sumber Daya ManusiaTerhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia: Pendekatan Model Computable General Equilibrium. http://ejournal.unud.ac.id/?module=detailpenelitian&idf=7&idj=48&idv=181&idi=48&idr=191 . (Diakses pada tanggal 28 Agustus 2012) Kuncoro, Mudrajad.1997, Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan, Edisi Ketiga, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Marzuki, 2005, Metodologi Riset, Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta. Rukmana, Indra.2012. Pengaruh Dispanitas Pendapatan, Jumlah Penduduk, dan Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Tengah Tahun 1984 – 2009. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj.article/view/323/373 (diakses pada tanggal 28 agustus 2012) Siregar, Hermanto dan Dwi Wahyuniarti, 2008, Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS_2008_MAK3.pdf . (Diakses pada tanggal 28 Agustus 2012) Sukirno, Sadono.2000, Makro Ekonomi Modern, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. ______________. 2004, Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta Sukmaraga, Prima. 2011. Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB Per Kapita,dan Jumlah Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah. http://eprints.undip.ac.id/26773/1/jurnal.pdf (diakses pada tanggal 23 agustus 2012) Spicker, Paul.2002. Poverty and The Walfare State : Dispelling the Myths, A Catalyts Working Paper. London : Catalyts. Todaro, Michael P, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh, Terjemahan Haris Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta. Tulus H. Tambunan, 2001, Perekonomian Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Wahyudi, Dicky dan Tri Wahyu Rejekingsih.2013. Analisis Kemiskinan Di JawaTengah. http://ejournal-S1.undip.ac.id/index.php/jme/article/view/1914 (diakses pada tanggal 23 Juli 2013)