PATOLOGI BIROKRASI PADA BADAN PELAYANAN PERIZINAN DAN PENANAMAN MODAL KOTA BAU-BAU THE BUREAUCRATIC PATHOLOGY IN THE LICENSING SERVICE AGENCY AND INVESTMENT BOARD, BAU-BAU CITY La Ode Muh. Nuzul Ansi, Andi Samsu Alam , Nurlinah M Jurusan Administrasi Pembangunan, Jurusan Administrasi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik ,Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: La Ode Muh. Nuzul Ansi Jln. La Ode Boha, Kota BauBau, Sulawesi Tenggara Hp 085255657987 Email :
[email protected]
ABSTRAK Patologi dapat menjangkiti pejabat atau lembaga birokrasi yang menyelenggarakan pelayanan public yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis patologi birokrasi pada badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Bau-bau dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi patologi birokrasi pada Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Bau-Bau. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa patologi birokrasi dari penerapan prinsip struktur birokrasi Weberian yang ditinjau dari empat aspek yakni hierarki, formalisasi, spesialisasi, dan impersonalitas terdiagnosa terdapat efek negatif yang muncul diantaranya pada aspek hierarki, aspek formalisasi, dan pada aspek spesialisasi memunculkan efek negatif. faktor lingkungan diantaranya lingkungan ekternal mempengaruhi birokrasi menjadi lambat. Kemudian lingkungan internal internal organisasi mengharuskan semua harus sesuai dengan tupoksi. Hal ini berdampak pada efek negatif menciptakan proses kerja yang rigid, rutin dan tidak respontif. Kemudian budaya organisasi mengarahkan terjadi efek negatif fragmentasi pengambilan keputusan karena adanya nilai penghargaan berlebihan terhadap pimpinan. Sifat lingkungan yang melingkupi birokrasi juga sangat berpengaruh terhadap pencapaian titlk optimalitas birokratisasi. Kata Kunci : Patologi Birokrasi, Pelayanan ABSTRACT Pathology may affect official or bureaucratic institutions that organize public services in direct contact with the public. This research amed (1) to investigate and analyze the bureaucratic pathology of the Licensing Service and Investment Board in Bau-Bau City; and (2) to investigate the factors affecting the bureaucratic pathology in the Licensing Service and Investment Board in Bau-Bau City. The research method used was the qualitative method with a descriptive research. The data werw collected through observation, and documentation. The research results indicated that the bureaucratic pathology of the implementation of the principles Weberian bureaucratic structure was seen from four aspects, namely the hierarchy, formalization, and diagnosed impersonality. Such implementation had resulted in the negative effects arising from the hierarchical aspect and formal aspect, while from the specialization aspect had risen a negative effect, an environment factor, suach as the external environment had caused the bureaucracy running slow. In addition, the internalenvironment and the internal organization had required everyone to comly with their duties. Consequently, the impact was the negative effect which demanded a rugid, routine and unresponsive work process. Furthemore, the organizational culture had the tendency to lead to the negative effect, such as the fragmented decision making because of the excessive appreciation values fr the leadership. Also, the environmental characteristics which surrounded the bureaucracy was very influential on the optimum achievement ogf the bureaucracy. Keywords: Bureaucratic Pathology, Service.
PENDAHULUAN Birokrasi pemerintahan memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi pelayanan, fungsi pembangunan, dan fungsi pemerintahan umum. Fungsi yang pertama, yaitu pelayanan, dilakukan terutama oleh unit organisasi pemerintahan yang berhubungan langsung untuk melayani masyarakat. Fungsi kedua, yaitu pembangunan, terutama dilakukan oleh unit oganisasi pemerintahan yang memiliki bidang tugas tertentu disektor pembangunan. Fungsi ketiga, yaitu pemerintahan umum, berhubungan dengan rangkaian kegiatan organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum (regulasi), temasuk di dalamnya menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban. Ketiga fungsi tersebut harus dijalankan dengan baik agar keberadaan pemerintahan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia (LAN, 2007). Birokrasi dapat menjadi pilar keempat dalam kekuasaan setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif. Karena itu pula reformasi birokrasi profesional diperlukan untuk meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan publik yang efektif, efesien akuntabel (Sedarmayanti, 2009). Permasalahan dalam birokrasi pemerintahan pada saat ini antara lain birokrasi pemerintah belum efisien, kebijakan belum stabil, dan masih ada praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Bidang peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara masih tumpang tindih, inkonsisten, tidak jelas, multi tafsir, pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain dan pelayanan publik belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Kenyataan yang ada mengisyaratkan hal yang kurang melegakan, hal tersebut terkait dengan kepuasan masyarakat yang belum terpenuhi dengan kata lain pelayanan yang diberikan selama ini masih belum memenuhi harapan pelanggan atau masyarakat, bahkan seringkali terjadi mal-pelayanan. Berbagai jenis atau bentuk penyakit birokrasi yang sudah sangat dikenal dan dirasakan masyarakat, antara lain ketika setiap mengurus sesuatu di kantor pemerintah merasakan prosedur yang berbelit-belit, lamban atau membutuhkan waktu yang lama, membutuhkan biaya yang besar termasuk biaya-biaya tambahan, pelayanan yang kurang ramah, terjadinya praktek kolusi, korupsi dan nepotisme, dan lain-lain. Menghadapi berbagai penyakit birokrasi tersebut menyebabkan kinerja birokrasi sampai dewasa ini belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Kenyataan ini memberi suatu isyarat bahwa reformasi birokrasi memang perlu
dilakukan dalam rangka perubahan yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat. Menurut Hughes alasan untuk melakukan reformasi adalah dalam rangka: (1) merealisasikan pendekatan baru untuk menjalankan fungsi pelayanan publik yang lebih baik ke arah manajerial daripada sekedar administratif, (2) sebagai respon terhadap skala penanganan dan cakupan tugas pemerintah, (3) perubahan dalam teori dan masalah ekonomi, dan (4) perubahan peran sektor swasta dalam penyelenggaraan pelayanan public (Widaningrum, 2009). Salah satu penelitian yang berkaitan dengan patologi birokrasi dilakukan oleh Monsod dkk (2008), terhadap birokrasi pemerintah di Philipina. Birokrasi yang diteliti adalah depertemen pemerintah dan hubungannnya dengan pimpinan politik tertinggi, yakni presiden dan kongres. Fokus penelitian ini adalah fitur bureau-pathology. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa birokrasi pemerintah Philipina memiliki tiga fitur bureau-pathology. Pertama tidak ada kejelasan kontrol atas jabatan: mana yang tunduk pada kewenangan prerogatif presiden, penunjukan politis dari kongres, dan sistem karir. Kedua, struktur insentif moneter dan non-moneter tidak berbasis kontribusi. Ketiga, kurangnya transparansi dalam peran dan kewenangan penasehat presiden, tidak ada kerangka acuan kerja yang jelas, dan tidak ada kerangka akuntabilitas terhadap entitas lain di luar kepresidenan. Penelitian yang masih berkaitan dengan patologi birokrasi pelayanan publik, yaitu Studi Etika Pelayanan Publik (Sudana dkk., 2009). yang dilakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Denpasar. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu: (1) Etika birokrasi dalam pelayanan publik masih jauh dari harapan pada umumnya. Oleh karena itu timbul ketidakpuasan masyarakat sebagai pengguna jasa yang nampak pada keluhan yang disampaikan dalam hal pelayanan KTP. (2) Berdasarkan indikator penelitian, etika birokrasi dalam pelayanan publik masih sangat jauh dari yang diharapkan. Fenomena pemberian pelayanan ini terlihat seperti tindakan aparat yang lebih mengharapkan balas jasa, adanya penyalahgunaan wewenang, menghindar dari tanggung jawab, pelanggaran terhadap aturan yang ditetapkan, dan munculnya diskriminasi dalam pelayanan. Melalui pemaparan diatas menarik mengkaji patologi dari persfektif yang berbeda yaitu mengindentifikasi patologi yang muncul dari struktur birokrasi seprerti hierarki, formalisasi, spesialisasi, dan impersonalitas sehingga dapat diarahkan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini yakni mengetahui dan menganalisis patologi birokrasi pada Badan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif, kemudian penelitian ini disusun secara deskriptif untuk mengetahui dan menggambarkan tentang patologi yang dilihat dari struktur birokrasi yang ada pada Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Bau-bau berserta faktor-faktor yang mempengaruhi patologi tersebut. Informan Penelitian Informan penelitian terdiri atas Pejabat dan pegawai di Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Bau-bau. Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive sampling yaitu dengan melihat kesesuaian antara calon informan dengan informasi yang dibutuhkan. Artinya, informan yang akan dipilih adalah mereka yang betul-betul memiliki kompetensi untuk menjelaskan tentang proses pelayanan yang nantinya dapat diindetifikasi didalam. Disamping itu penentuan informan untuk masyarakat pengguna layanan dilakukan dengan teknik Accidental Sampling. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu : observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung dilapangan sesuai dengan obyek yang diteliti; interview, yaitu wawancara langsung kepada informan dengan menggunakan alat penelitian verbal (voice recording) dan pedoman wawancara; Dokumentasi, yaitu kajian literatur/kepustakaan, dokumen, dan sumber tertulis lainnya yang ada kaitannya dengan kebutuhan data dan informasi dalam penelitian ini (Sugiyono, 2011). Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dkk, dimana data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, yakni analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Rangkaian prosesnya mencakup reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data (Sugiyono, 2011). Rangkaian inilah yang digunakan peneliti dalam memaparkan hasil penelitian tentang patologi yang terjadi pada Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Bau-bau berserta faktor-faktor yang mempengaruhi patologi tersebut.
HASIL PENELITIAN Adapun penelitian secara garis besar difokuskan pada indikator hierarki, spesialisasi, formalisasi, dan impersonalitas yang bertujuan untuk menganalisis patologi birokrasi yang dilihat dari struktur organisasi pada badan perizinan dan penanaman modal kota Baubau. Kemudian untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi struktur birokrasi sehingga terjadi patologi birokrasi pada badan perizinan dan penanaman modal kota Bau-bau digunakan indikator lingkungan organisasi serta budaya dan nilai organisasi. Hierarki Berdasarkan hasil wawancara diperoleh pemahaman bahwa ketergantungan bawahan terhadap atasan tidak terjadi secara langsung dalam kinerja organisasi karena pegawai lebih terfokus pada tugas pokok dan fungsi serta SOP yang telah diberikan sebelumnya sehingga untuk persoalan pekerjaan yang masih diwilayah kerja pegawai dapat dilaksanakan sendiri tanpa meminta petunjuk kepada pimpinan. Hal ini juga memberikan arti bahwa diskresi tidak mengalami pembatasan selama berada pada cakupan pekerjaan yang sesuai tupoksi dan SOP. Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diperoleh penjelasan bahwa fragementasi terjadi pada pengambilan keputusan yang melibatkan pimpinan dan fokus pada bidang masing-masing seperti yang digambarkan pada penjelasan diatas yang menjelaskan tentang komunikasi dengan pimpinan terkait dengan bidang tertentu tanpa menunjukkan keterlibatan bidang yang lain dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dapat diperoleh gambaran bahwa budaya paternalisme tidak muncul di Kantor Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau. Pegawai bekerja tidak melayani pimpinan tetapi fokus pada tugas pokok organisasi yakni memberikan pelayanan perizinan. Selanjutnya melalui hasil wawancara dapat diketahui bahwa komunikasi yang terjadi adalah pada segmentasi kepala badan dangan kepala bidang tetapi pada tingkatan hierarki yang dibawah informasi dapat diterima tanpa terjadi distorsi. Sementara hasil wawancara yang kedua menunjukkan terjadinya kerjasama secara horizontal antar bidang yang berbeda hal ini mengartikan bahwa efek negative hierarki yang menghambat kerja sama horizontal tidak terjadi pada Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau. Formalisasi Berdasarkan hasil wawancara menjelaskan bahwa perubahan dan inovasi didalam pelayanan perizinan tidak tergambar pegawai hanya mengacu pada pelayanan yang sifatnya
procedural dalam SOP namun ruang yang memungkinkan untuk terjadinya inovasi cukup terbuka Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa pelayanan yang diberikan terkesan kurang responsive terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan perizinan. Efek negative dari aspek formalitas yakni menciptakan proses kerja yang rigid, rutin, dan tidak responsive muncul dalam serangkaian hasil wawanacara yang dilakukan menunjukkan proses penerbitan yang memerlukan waktu yang lama. Spesialisasi Berdasarkan berbagai hasil wawancara dan observasi dapat diperoleh gambaran bahwa efek negative dari dari aspek spesialisasi yakni menimbulkan fragmentasi birokrasi, proses kerja dan pelayanan menjadi lambat dan berbelit-belit terjadi di Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau. Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diperoleh pemahaman bahwa efek negative dari aspek spesialisasi ketika melampaui titik optimalitas dapat dikatakan muncul secara implisit dari keterangan yang diberikan informan yakni menciptakan egoisme pekerja dan menciptakan ketergantungan antar bagian sehingga terjadi ketidakpastian dalam penyelesaian pekerjaan dan ini tentu mengorbankan kepentingan masyarakat penguna layanan yang menginginkan pelayanan yang tidak lambat dan efesien. Impersolitas Berdasarkan berbagai pemaparan hasil wawancara dapat diperoleh gambaran bahwa efek negative dari aspek impersolitas setelah melampaui titik optimal ini tidak muncul yakni tidak ada keberpihakan pada kaum marginal namun manfaat dari penerapan impersonalitas yakni mendorong aparat bertindak adil, objektif, dan nonpartisipan dalam melayani warga juga tidak terjadi kecenderungan yang muncul adalah faktor lain yakni faktor kedekatan dan adanya hubungan kekerabatan yang menyebabkan manfaat dari penerapan impersonalitas ini tidak dapat dikatakan objektif. Faktor lingkungan Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa faktor lingkungan ekternal merupakan salahsatu yang mempengaruhi birokrasi itu menjadi lambat yakni adanya pungli yang dilakukan oleh beberapa oknum untuk memperlancar urusannya sehingga otomatis mempengaruhi pelayanan yang lain karena ada penguna layanan yang diprioritaskan. Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa lingkungan internal organisasi mengharuskan semuanya sesuai dengan tupoksi padahal pengguna layanan perizinan seharus
tinggal mengambil resi penerimaan berkas yang dimiliki tetapi petugas kurang responsive untuk membantu pelanggan. Hal ini terkait dengan aspek formalisasi dengan efek negatif menciptakan proses kerja yang rigid, rutin dan tidak responsive. Selain itu menyebabkan efek negative lain pada aspek spesialisasi yaitu menciptakan egoisme pekerja dan menciptakan ketergantungan antar bagian. Budaya Organisasi Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa budaya organisasi yang ada pada badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau yakni nilai penghargaan berlebihan terhadap pimpinan dapat berpengaruh pada struktur birokrasi, secara spesifik dapat memberikan pengaruh pada salah satu aspek prinsip birokrasi weberian yakni aspek hierarki yaitu efek negative terjadi fragmentasi keputusan yang berakar dari penghargaan berlebihan terhadap pimpinan.
PEMBAHASAN Keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik secara garis besar ditentukan oleh 3 (tiga) aspek, yaitu: bagaimana pola penyelenggaraannya, dukungan sumber daya manusia dan kelembagaan (organisasi). Perilaku birokrasi yang bersifat patologis bukanlah merupakan hal yang berdiri sendiri, tetapi merupakan hasil interaksi antara berbagai aspek, seperti struktur birokrasi, serta berbagai aspek yang ada dalam lingkungan, terutama aspek budaya, serta aspek penerapan teknologi, terutama teknologi informasi sebagai penunjang dalam pemberian layanan (Rusli, 2012). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek hierarki belum melampaui titik optimalitas. Penerapan hierarki bermanfaat memberi batasan kewenangan, memfasilitasi pemimpin dalam melakukan supervise dan control, koordinasi, sebagai instrument pengendalian serta mempermudah koordinasi dan memperjelas saluran komuniasi (vertikal) dan pertanggung jawaban.
Namun jika melampaui titik optimalitas maka akan menimbulkan ketergantungan
bawahan terhadap atasan, membatasi diskresi, terjadi fragmentasi pengambilan keputusan, melembagakan budaya paternalisme dan menghambat kerja sama horizontal serta menimbulkan distorsi dan menghambat kerjasama horizontal. Efek negative yang muncul pada aspek hierarki di Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau tidak terjadi secara keseluruhan diantaranya ketergantungan bawahan terhadap atasan, membatasi diskresi, melembagakan paternalism, menghambat kerja
sama horizontal serta menimbulkan distorsi dan menghambat kerjasama horizontal. Namun salah satu efek negatif yang muncul adalah fragmentasi pengambilan keputusan. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan (Dwiyanto, 2011). Hierarki juga membuat proses pengambilan keputusan dalam birokrasi menjadl sangat terkotak-kotak (fragmented) karena arus informasl dan perintah hanya berjalan secara vertikal. Pada organisasi yang hierarkis, setiap bagian cenderung menyelesaikan urusan yang menjadl tanggung jawabnya tanpa melibatkan bagian-bagian lainnya. Situasi yang sama juga terindentifikasi di Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau dimana pengambilan keputusan terdapat fragmentasi berdasarkan bidang yang dikerjakan tanpa melakukan komunikasi dengan bidang lainnya hanya mengikuti alur hierarki dengan garis koordinasi pimpinan. Dari hasil penelitian pada aspek formalisasi diketahui bahwa efek negative yakni menghambat munculnya perubahan, kreatifitas, dan inovasi dalam pelayanan maupun kehidupan birokrasi tidak dapat diketagorikan terjadi pada Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau. Sementara efek negative yang terjadi adalah menciptakan proses kerja yang rigid, rutin dan tidak responsive. Pada prinsip Birokrasi Weberian aspek formalisasi memiliki manfaat dalam penerapannya diantaranya memandu penyelenggara maupun pengguna layanan sehingga pelayanan berlangsung cepat, pasti, dan adil, standarisasi prosedur dan proses kerja serta meningkatkan kepastian pelayanan (Dwiyanto, 2011). Namun apabila penerapan pada prinsip tersebut melampaui titik optimalitas maka akan muncul efek negative sebagaimana yang telah diuraikan dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian pada aspek spesialisasi diketahui bahwa efek negatifnya seperti menimbulkan fragmentasi birokrasi, proses kerja dan pelayanan menjadi berbelit-belit sehingga pelayanan menjadi lambat, menciptakan egoisme pekerja, dan menciptakan ketergantungan antar bagian sehingga terjadi ketidakpastian dalam penyelesaian pekerjaan. Keseluruhan efek negative tersebut muncul dalam aspek spesialisasi pada struktur birokrasi Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau. Manfaat yang muncul dari aspek spesialisasi berdasarkan prinsip birokrasi Weberian yakni menyederhanakan proses kerja untuk mencapai efesiensi dan menjadi basis pengembangan keahlian dan profesionalisme (Dwiyanto, 2011). Namun di Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau telah melampaui titik optimalitasnya sehingga memunculkan efek negative seperti yang telah dijelaskan hal ini tentu memberikan
dampak yang negative bagi masyarakat pengguna layanan proses yang lambat dan ketidakpastian dalam penyelesaian pekerjaan. Dari hasil penelitian pada aspek impersonalitas efek negative dari aspek impersolitas setelah melampaui titik optimalitasnya tidak muncul yakni tidak ada keberpihakan pada kaum marginal namun manfaat dari penerapan impersonalitas yakni mendorong aparat bertindak adil, objektif, dan nonpartisipan dalam melayani warga juga tidak terjadi. Kecenderungan yang muncul adalah faktor lain yakni faktor kedekatan dan adanya hubungan kekerabatan yang menyebabkan manfaat dari penerapan impersonalitas ini tidak dapat dikatakan objektif. Secara keseluruhan patologi birokrasi dari penerapan prinsip struktur birokrasi Weberian yang ditinjau dari empat aspek yakni hierarki, formalisasi, spesialisasi, dan impersonalitas terdiagnosa terdapat efek negative yang muncul diantaranya pada aspek hierarki terjadi fragmentasi pengambilan keputusan, pada aspek formalisasi menciptakan proses kerja yang rigid,rutin dan tidak responsive, pada aspek spesialisasi memunculkan banyak efek negative diantaranya menimbulkan fragmentasi birokrasi, proses kerja dan pelayanan yang lambat dan berbelit-belit, menciptakan egoisme pekerja dan menciptakan ketergantungan antar bagian. Sebagaimana yang dijelaskan Osborne dkk (2000), patologi birokrasi adalah penyakit, perilaku negatif, atau penyimpangan yang dilakukan pejabat atau lembaga birokrasi dalam rangka melayani publik, melaksanakan tugas, dan menjalankan program pembangunan. Patologi Birokrasi terjadi di Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan diagnosa peneliti menunjukkan terdapat tiga aspek yang bermasalah memberi efek negative yakni aspek hierarki, formalisasi dan spesialisasi. Setiap aspek dan struktur birokrasi seperti hierarki, spesialisasi dan formalisasi selain memiliki manfaat dan kontribusi terhadap efisiensi dan kinerja birokrasi, juga memiliki potensi untuk menciptakan penyakit birokrasi. Struktur birokrasi memiliki berbagai masalah internal yang pada tingkat tertentu berpotensi menyebabkan birokrasi mengalami disfungsi (Caiden, 1991). Namun dapat dilihat pada Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau penerapan prinsip struktur birokrasi weberian berfungsi dengan baik dalam aspek Hierarkhi, formalisasi, dan spesialisasi meskipun diantaranya terdapat efek negative karena melampaui titik optimalitas tetapi secara keseluruhan struktur birokrasi Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau ini tidak mengalami disfungsi. Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi struktur birokrasi pada Badan Pelayanan Perizinan dan
Penanaman Modal kota Baubau dapat diperoleh gambaran bahwa faktor lingkungan diantaranya lingkungan ekternal mempengaruhi birokrasi menjadi lambat yakni adanya pungli yang dilakukan oleh beberapa oknum untuk memperlancar urusannya sehingga otomatis mempengaruhi pelayanan yang lain karena ada penguna layanan yang diprioritaskan. Kemudian lingkungan internal lingkungan internal organisasi mengharuskan semuanya sesuai dengan tupoksi hal ini berdampak pada efek negatif menciptakan proses kerja yang rigid, rutin dan tidak responsive. Selain itu menyebabkan efek negative lain pada aspek spesialisasi yaitu menciptakan egoisme pekerja dan menciptakan ketergantungan antar bagian. Kemudian budaya organisasi di Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau mengarahkan terjadi efek negative fragmentasi pengambilan keputusan karena adanya nilai penghargaan berlebihan terhadap pimpinan. Sifat lingkungan yang melingkupi birokrasi juga sangat berpengaruh terhadap pencapaian titlk optimalitas birokratisasi.
KESIMPULAN DAN SARAN Patologi birokrasi dilihat dari struktur birokrasi menunjukkan hasil diagnosa efek negative penerapan struktur birokrasi Weberian terdapat tiga aspek yang bermasalah yakni aspek hierarki, formalisasi dan spesialisasi. terjadi fragmentasi pengambilan keputusan, menciptakan proses kerja yang rigid,rutin dan tidak responsive, memunculkan banyak efek negative diantaranya menimbulkan fragmentasi birokrasi, proses kerja dan pelayanan yang lambat dan berbelit-belit, menciptakan egoisme pekerja dan menciptakan ketergantungan antar bagian. Faktor lingkungan diantaranya lingkungan ekternal mempengaruhi birokrasi menjadi lambat. Kemudian lingkungan internal lingkungan internal organisasi mengharuskan semuanya sesuai dengan tupoksi hal ini berdampak pada efek negatif menciptakan proses kerja yang rigid, rutin dan tidak responsive serta menciptakan egoisme pekerja dan menciptakan ketergantungan antar bagian. Kemudian budaya organisasi di Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kota Baubau mengarahkan terjadi efek negative fragmentasi pengambilan keputusan karena adanya nilai penghargaan berlebihan terhadap pimpinan. Fragmentasi pengambilan keputusan agar tidak menjadi efek negative memerlukan komunikasi dua arah antar staf dan pimpinan agar masukan dalam hal-hal permasalahan teknis dalam pelayanan dapat diatasi dengan baik, disamping itu Badan Pelayanan Perizinan juga perlu membangun koordinasi yang berkelanjutan dengan lembaga teknis SKPD dalam pembuatan rekomendasi agar tidak terjadi kesalapahaman.
DAFTAR PUSTAKA Caiden G.E. (1991). Administrative Reforms Comes of Age, New York : Walter de Gruyter. Dwiyanto. (2011). Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Lembaga Administrasi Negara. (2007). Modul 1. Paradigma Kebijakan Pelayanan Publik di Era Otonomi Daerah. Diklat Teknis Pelayanan Publik, Akuntanbilitas, dan Pengelolaan Mutu (Public Service Dilivery, Acountability, and Quality Management) Eselon 4. Jakarta: LAN. Monsod T.C. (2008). The Philippine Bureaucracy: Incentive Structures and implications for Performance. Human Development Network (HDN) Discussion Paper Series, No.4. Osborne. (2000). Memangkas Birokrasi: Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha (Terjemahan Ramelan Abdul Rosyid), Jakarta: PPM. Rusli. (2012). Disertasi Patologi birokrasi dalam pelayanan publik (Pelayanan Administrasi Pertanahan) di Kota Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin Sedarmayanti. (2009). Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan: Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik. Bandung: Refika Aditama. Sudana I W. dkk. (2009). Mewujudkan Birokrasi Yang Mengedepankan Etika Pelayanan Publik, Bali : Universitas Marwadewa. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kulaitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Widaningrum. A. (2009). Reformasi Manajemen Pelayanan Kesehatan, dalam Pramusinto dan Purwanto (ed). Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan, dan Pelayanan Publik: Kajian tentang pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Yogyakarta; Gaya Media.