Majalah
KEAMANAN PANGAN VOLUME 29 TAHUN XV 2016
PANGAN AMAN UNTUK SEMUA
Cemaran
Urgensi Peningkatan Riset Mikrobiologi Di Era MEA: Database Keragaman Genetik Mikrob Kontaminan Pangan
Profil Program
Pentingnya Implementasi Manajemen Keamanan Pangan bagi UMKM Pangan
BULAN KEAMANAN PANGAN NASIONAL 2016 “Pangan Aman Investasi Masa Depan”
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 1
8/2/16 4:54 PM
dari redaksi
Bulan Keamanan Pangan Wujudkan Pangan Aman untuk Investasi Masa Depan
DAFTAR ISI VOLUME 29 TAHUN XV 2016
M
eskipun sudah digembar-gemborkan bahwa keamanan pangan mutlak menjadi perhatian para produsen dan konsumen, namum masih saja ada kejadian keracunan pangan di negeri ini. Tantangan untuk mewujudkan keamanan pangan di Indonesia masih banyak, belum lagi semakin terbukanya perdagangan dan pasar global seperti diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Majalah Keamanan Pangan edisi ini secara khusus mengulas langkah Badan POM untuk mewujudkan visinya yakni obat dan makanan aman, meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa. Untuk mewujudkan pangan aman, Badan POM melakukan program pendampingan terhadap usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) pangan. Pendampingan ini dilakukan supaya UMKM pangan dapat mengimplementasikan manajemen keamanan pangan, sehingga meminimalkan kejadian keracunan pangan. Selain itu, agar pelaku usaha di Indonesia lebih berdaya saing, Badan POM meluncurkan importasi prioritas. Penyederhanaan prioritas diubah dari transaksional menjadi non transaksional dan menjadi e-payment, dan single sub mission sehingga dapat menurunkan dwelling time. Untuk meningkatkan keamanan pangan, upgrade riset mikrobiologi harus dilakukan untuk menambah database keragaman genetik mikrob kontaminan pangan, sehingga dapat memudahkan jika terjadi KLB keracunan pangan. Bahasan yang cukup menarik lainnya adalah wawasan mengenai kelebihan dan kekurangan beberapa jenis kemasan kertas dan karton, update regulasi pangan serta langkah Badan POM dalam mengenalkan budaya keamanan pangan ke sekolah-sekolah. Semoga informasi yang kami berikan bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Selamat membaca!
03
Info Utama
Bulan Keamanan Pangan Nasional 2016
“Pangan Aman Investasi Masa Depan” Profil Program
Pentingnya Implementasi Manajemen Keamanan Pangan bagi UMKM Pangan
Wawasan Kemasan Pangan Kertas dan Karton Isoflavon Tempe dan Manfaatnya bagi Kesehatan
8 12
Regulasi Pengawasan Produk Pangan Olahan Impor Di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Update Regulasi Pangan
16 20
Peristiwa Peluncuran Importasi Prioritas Pengembangan Keamanan Pangan Sekolah Tingkat Menengah di Kota Batu Jawa Timur Penganugerahan BPOM Awards
23 26 28
Cemaran Urgensi Peningkatan Riset Mikrobiologi Di Era MEA: Database Keragaman Genetik Mikrob Kontaminan Pangan
Penasehat : DR. Roy A. Sparringa, M.App.Sc, Pengarah : Drs. Suratmono, MP, Drs. Halim Nababan, MM, Drs. Mustofa, Apt, M.Kes, Ir. Tetty H Sihombing, MP, Dra. Elin Herlina, Apt, MP, Dra. Nany Bodrorini, Apt, Pemimpin redaksi/Penanggung Jawab : Drh. A.A. Nyoman Mertanegara, Redaktur pelaksana : Yustina Muliani, M.Si, Yanti Ratnasari, SP, MP, Yanti Kamayanti Latifa, S.P, M.Epid, Fauzi Achmadi, STP, MP, Indra Pramularsih, S.Farm, Apt, Chyntia Dewi Nurhayati S.,S.T.P Editor : Nurita Lastri Tampubolon, S.T.P., Vinni Rahayu Ningsih, S.Farm, Apt., Disainer layout: PT. Media Pangan Indonesia Sirkulator : Hasan Hidayat, Dadi Styawan, SH, Tri Purwanti, S.Farm, Apt., Verly Istari, Amd.
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 2
6
29
Alamat Redaksi Jl. Percetakan Negara No. 23, Gd. F. Lt. II Jakarta Pusat 10560 Tlp. 021 428 78701, Fax. 021 428 78701 e-mail
[email protected]
8/2/16 4:54 PM
Profil Program
BULAN KEAMANAN PANGAN NASIONAL 2016 “Pangan Aman Investasi Masa Depan” Oleh : Devi Riani, ST, M.Si. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
Gambar 1. Penandatanganan MoU Badan POM dan Seafast-IPB Sesuai Peraturan Kepala Badan POM No. 25 tanggal 31 Desember 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Bulan Keamanan Pangan Nasional, maka penyelenggaraan Bulan Keamanan Pangan disesuaikan dengan peringatan World Health Day. World Health Day 2016 jatuh pada tanggal 7 April 2016 dengan tema “Beat Diabetes”. Badan POM ikut menyukseskan World Health Day 2016 dengan serangkaian kegiatan di bidang keamanan dan mutu pangan yang diselenggarakan di pusat dan daerah dengan tema “Pangan Aman Investasi Masa Depan”.
S
eluruh kegiatan pada Bulan Keamanan Pangan Nasional dititikberatkan pada upaya atau tindakan untuk melindungi masyarakat dari pangan yang berisiko terhadap kesehatan. Sejalan dengan itu, penyelenggaraan Bulan Keamanan Pangan juga merupakan integrasi berbagai kegiatan sektor terkait di bidang keamanan pangan terutama untuk mengkampanyekan budaya keamanan pangan di Indonesia. Bulan Keamanan Pangan Nasional yang diinisiasi Badan POM bertujuan antara lain untuk: 1. Memberi dukungan untuk menyukseskan World Health Day 2016. 2. M e n i n g k a t k a n budaya keamanan pangan hingga tingkat individu sehingga secara mandiri mampu memastikan bahwa pangan
yang akan dikonsumsi selalu aman. Salah satu rangkaian acara Bulan Keamanan Pangan adalah Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Badan POM dengan South East Asia Food and Agricultural S c i e n c e a n d Te c h n o l o g y (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor yang diselenggarakan di Badan POM pada tanggal 15 April 2016. Kerjasama ini dilakukan dalam rangka pembentukan joint-center berupa Pusat Kajian Kebijakan Keamanan Pangan (Food safety center of excellence) atau disingkat PK3P yang merupakan rintisan awal untuk meningkatkan keamanan pangan dengan memperkuat implementasi kebijakan dan regulasi menggunakan pendekatan ilmiah dan obyektif. Kepala Badan POM, Dr. Roy A. Sparringa, M.App.
Sc. menyampaikan Food safety center of excellence berupa joint-center semacam ini diharapkan akan terus berkembang dengan perguruan tinggi lain di Indonesia sesuai spesialisasi dan potensinya untuk memperkuat aspek selain kebijakan. Sebagai contoh adalah center of excellence untuk keamanan pangan di industri khususnya UMKM atau IRTP; center of excellence untuk keamanan pangan di daerah; serta center of excellence untuk penanganan kejadian luar biasa keracunan pangan. Sementara itu, Rektor IPB, Prof. Dr. Herry Suhardiyanto menyampaikan PK3P adalah bentuk kemitraan strategis antara Badan POM dan IPB dengan SEAFAST Center sebagai pelaksananya dan akan terus didukung pengembangannya. PK3P diharapkan dapat Majalah Keamanan Pangan | 3
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 3
8/2/16 4:54 PM
meningkatkan jejaring kerjasama nasional dan internasional di bidang keamanan pangan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa. Pada kesempatan itu, Kepala Badan POM
juga menyerahkan sertifikat pelatihan kepada perwakilan fasilitator UMKM pangan yang dilatih pada tanggal 4-8 April; perwakilan UMKM pangan yang dilatih pada tanggal 11-15 April; dan perwakilan Balai Besar/Balai
POM yang mengikuti pelatihan KLB Keracunan Pangan pada tanggal 11-15 April 2016. Acara diakhiri dengan peninjauan Kepala Badan POM, Rektor IPB, Ketua GAPMMI (Bapak Adhi S. Lukman) dan Deputi
Rangkaian kegiatan dalam Bulan Keamanan Pangan Nasional 2016 Waktu
Acara
BULAN APRIL 4 – 8 April
Bimbingan Teknis Fasilitator UMKM Pangan
11 – 15 April
Pelatihan Implementasi GMP/HACCP untuk UMKM Pangan
11 – 16 April
On The Job Training di industri AMDK
11 April
Kuliah Umum Prof. Jorgen Schlundt: “Global Network and Multidiscipline Approach to Strengthen National Food Safety”
12 – 15 April
Pelatihan Surveilan Keamanan Pangan
15 April
Penandatangan Perjanjian Kerjasama antara Badan POM dan IPB
18 April
Workshop Viral Keamanan Pangan
18 – 22 April
Pelatihan Deteksi Molekuler Mikroba Patogen pada Pangan
19 April
Intensifikasi Komunikasi Penerapan Standar Pangan (BBPOM Kupang)
21 April
Workshop Budaya Keamanan Pangan: “Jambore Keamanan Pangan untuk Anak Sekolah”
21 April
Intensifikasi Komunikasi Penerapan Standar Pangan (BBPOM Gorontalo)
25 - 26 April
Sosialisasi Logo HALAL (180 perusahaan pangan dengan izin edar nomor MD)
25 – 26 April
Pelatihan Kemasan Pangan
BULAN MEI
2 – 4 Mei
1. Workshop Pengembangan Keamanan Pangan Tingkat Menengah bagi Kepala Sekolah dan Guru 2. Pelatihan Agent of Change Keamanan Pangan bagi Siswa SMP dan SMA
3 Mei
Intensifikasi Komunikasi Penerapan Standar Pangan (BBPOM Mataram)
9 Mei
Kick Off Bulan Keamanan Pangan
10 Mei
Pertemuan Scientific Opinion: Kajian GGL (Gula-Garam-Lemak)
13 Mei
11 – 14 Mei
17-18 Mei
Badan POM Goes to Pesantren di Padang: kunjungan Ka Badan POM ke Nagari Cupak, Solok (Nominator Desa Pangan Aman tahun 2015) Program Integrasi Keamanan Pangan di Malang § Sosialisasi Keamanan dan Kehalalan Pangan § Gerakan Keamanan Pangan Desa dan FGD Keamanan Pangan Sekolah § Pasar Aman dari Bahan Berbahaya § Edukasi Keamanan Pangan bagi Anak Sekolah (SD) § Sosialisasi Pendaftaran Pangan Olahan melalui E-Registration Intensifikasi Komunikasi Penerapan Standar Pangan (BBPOM Kepulauan Riau)
2 3– 24 Mei
Forum Komunikasi Inspektur Pangan
2 4– 25 Mei
Implementasi UMKM dalam Rangka Implementasi Standar Mutu dan Keamanan Pangan di Jawa Barat.
31 Mei– 03 Juni
§ Program Integrasi Keamanan Pangan di Sorong § Asistensi Regulasi Keamanan Pangan bagi Pemda Kabupaten/Kota dan IRTP § Gerakan Keamanan Pangan Desa § Pelatihan Fasilitator PJAS § Koordinasi Penanganan KLB Keracunan Pangan dan Keamanan Pangan untuk Daerah Wisata
4 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 4
8/2/16 4:54 PM
Gambar 2. Pemenang Power Branding Badan POM
Gambar 4. Foto Bersama di Commitment Wall
III (Drs. Suratmono, MP.) pada produk hasil UMKM pangan dari produsen yang telah mengikuti Bimbingan Teknis Desain dan Penerapan HACCP. Kick Off Bulan Keamanan Pangan Nasional 2016 telah diselenggarakan pada tanggal 9 Mei 2016 bertempat di Aula Gedung C dan penyelenggaraan Pasar Pangan Aman bertempat di Lapangan PPOMN Badan POM. Kick Off Bulan Keamanan Pangan Nasional 2016 dihadiri oleh 200 peserta yang terdiri dari Ketua dan Pengurus Persaudaraan Istri Anggota
Gambar 3. Pengguntingan pita Pasar Pangan Aman
Gambar 5. Kunjungan Keliling Pasar Pangan Aman
DPR (PIA), Ketua dan Pengurus Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI), Ketua Umum dan Pengurus Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Ketua dan Pengurus Salimah, Ketua dan Pengurus Wanita Tani, Fasilitator UMKM dan UMKM Binaan Badan POM, Fasilitator FKPS UNJ, eselon di semua unit di Kedeputian Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, dan lintas sektor. Kepala Badan POM juga berkesempatan memberikan apresiasi kepada pemenang
Lomba Penulisan Jurnalistik Power Branding Badan POM yang diadakan oleh Badan POM bekerjasama dengan PT. Sari Enesis Indah. Acara dilanjutkan dengan pembukaan Pasar Pangan Aman dan penandatanganan Commitment Wall serta Tour Pasar Pangan Aman. Pasar Pangan Aman ini diikuti oleh para UMKM Binaan Badan POM tahun 2013-2016. Pada makanan yang dijual oleh para UMKM juga dilakukan sampling dan pengujian oleh tim Mobil Keliling BBPOM di Jakarta.
Nama-nama pemenang Power Branding Badan POM adalah sebagai berikut: Juara I
:
Kisdiantoro (Tribun Jabar): Mendidik Masyarakat Jadi Konsumen Cerdas, Berani Menghukum Produsen “Nakal”
Juara II
:
Abd. Gopur (Riau Pos): Tugas Berat Badan POM di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN: Selamatkan Kami dari Kosmetik Berbahaya
Juara III
:
Iis Zatnika (Media Indonesia): Kerupuk di Tangan Boraks di Lidah + Mengikis Racun di Piring Kita
Juara Harapan I
:
Aep Mulyanto (Suara Pemred): Utamakan Pengawasan Berbasis Risiko + Perjuangkan Payung Hukum + Tindak Pelanggar Tanpa Tebang Pilih
Juara Harapan II
:
Amiruddin Zuhri (Harian Jogja): Dari Dikepung Preman Hingga Melawan Godaan Suap + Tidak Sekedar Butuh Penjaga, Jamu Butuh Penyelamat
Juara Harapan III
:
Raymundus Rikang (Koran Tempo): Teliti Label Sebelum Membeli Majalah Keamanan Pangan | 5
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 5
8/2/16 4:54 PM
Profil Program
Pentingnya Implementasi Manajemen Keamanan Pangan bagi UMKM Pangan Oleh : Teti Rosniawati, S.T.P. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
B
adan Pengawas Obat dan Makanan R I c . q . D i re k t o r a t S u r v e i l a n d a n Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, telah melakukan program Pendampingan terhadap UMKM pangan sejak tahun 2013. Pada tahun 2016, program Pendampingan terhadap UMKM Pangan telah dilanjutkan dengan program Pendampingan Implementasi Manajemen Keamanan Pangan (Good Manufacturing Practices/GMP dan Hazard Analysis Critical Control Point/HACCP). Untuk mengetahui pengalaman dan manfaat dari program ini telah dilakukan wawancara pada salah satu pengelola UMKM yang telah mengikuti program Pendampingan Penerapan GMP di sarana produksinya pada tahun 2015. UMKM ini adalah UMKM yang memproduksi produk olahan unggas. 1. Apa motivasi Anda berwirausaha di bidang pangan? Motivasi kami berwirausaha di bidang pangan terutama produk olahan unggas adalah: (1) karena ingin menyediakan makanan sehat; (2) ingin memberi kesempatan bekerja terutama untuk kaum perempuan; dan (3) merasa memiliki pengetahuan di bidang pengolahan pangan. 2. Apa modal Anda dalam mengembangkan usaha produksi pangan? Modal yang dibutuhkan untuk produksi pangan diantaranya adalah : (1) pengetahuan teknik pemprosesan dan pengawetan makanan, (2) pengetahuan keamanan pangan dan sistem Jaminan Mutu (Quality Assurance), (3) kemampuan desain dan marketing, (4) kemampuan memasak, dan (5) uang untuk mendirikan tempat produksi beserta sarana pendukung yang memadai. 3. Seberapa pentingkah modal pengetahuan
keamanan pangan untuk keberlangsungan usaha Anda? Sangat penting. Pemahaman keamanan pangan yang diproduksi sangat mempengaruhi kualitas produk akhir dari segi kebersihan/ higiene. Tentunya kami ingin memproduksi makanan yang aman dikonsumsi dan tidak membuat orang yang mengonsumsinya sakit/ keracunan. Pangan yang status keamanannya dipertanyakan, rawan memunculkan komplain dari pelanggan, yang dapat mengakibatkan pelanggan tidak ingin Gambar 1. Pemilik UMKM membeli lagi, menjadi viral ke masyarakat, dan dapat berdampak negatif terhadap brand kami. Sebaliknya, apabila kami berhasil mempersepsikan produk kami sebagai produk berkualitas tinggi dengan status keamanan pangan yang baik, pelanggan akan merasa puas dan akan berlangganan (repeated order). Dengan berjalannya waktu, brand kami akan mendapatkan kepercayaan pelanggan dan citra yang positif. 4. Ketentuan apa yang Anda ketahui terkait produk pangan yang akan dipasarkan? Produk dengan kategori berisiko tinggi (high risk) yang akan dipasarkan harus teregistrasi di Badan POM dengan Nomor Izin Edar MD dimana tempat produksinya harus memenuhi persyaratan GMP. 5. Adakah kendala yang dihadapi jika produk pangan yang Anda jual tidak memiliki legalitas dari pemerintah? Tentu ada. Apabila tidak memiliki nomor MD maka akan mempersempit pemasaran produk.
6 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 6
8/2/16 4:54 PM
6.
7.
8.
9.
Sebagai contoh, saat ini supermarket sudah mulai mensyaratkan nomor MD untuk produk UKM yang high risk. Apa upaya yang dilakukan untuk memperoleh legalitas pendaftaran produk pangan? Untuk memperoleh legalitas pendaftaran produk pangan tentu kami harus mencari informasi bagaimana caranya memperoleh nomor izin edar tersebut. Kebetulan tahun 2015 kami mendapat kesempatan mengikuti program pendampingan penerapan GMP dari Badan POM. Upaya lainnya adalah berusaha memenuhi persyaratan legalitas (administrasi) yang diminta untuk pendaftaran MD; dan yang lebih penting dari itu semua adalah menerapkan ilmu-ilmu yang didapatkan dari program pendampingan penerapan GMP. Apa yang Anda rasakan setelah mendapat pendampingan dari Badan POM terkait GMP? Kami merasa bersyukur diberikan kesempatan untuk mendapatkan pendampingan dari Badan POM karena ini merupakan kesempatan besar agar UKM dapat naik kelas. Kami juga merasa lebih percaya diri menjalankan usaha karena telah dibimbing dan menjadi lebih mengerti mengenai legalitas terkait produk kami. Kira-kira perubahan apa yang terjadi setelah Anda memperoleh pendampingan dari Badan POM? Tentunya perubahan sarana produksi yaitu semula kami proses produksi di rumah tinggal yang menyatu dengan dapur rumah tangga, tapi setelah mengetahui bahwa pangan yang aman itu penting, maka kami berkomitmen untuk menerapkan keamanan pangan di tempat produksi kami. Kami menyediakan tempat produksi yang memenuhi persyaratan GMP. Kemudian kami juga menyediakan peralatan-peralatan yang dibutuhkan sesuai proses produksi untuk menjamin keamanan pangan di sepanjang proses pengolahan pangan. Kami juga merasa dengan adanya pendampingan ini manajemen SDM lebih terorganisir dan dokumen-dokumen catatan kegiatan operasional sehari-hari dapat kami miliki. Apa manfaat yang diperoleh untuk perkembangan usaha Anda ke depan? Manfaat pendampingan untuk usaha kami yaitu kami merasa lebih memahami mengenai GMP dan mengapa GMP penting diterapkan. Kami merasa lebih percaya diri melakukan produksi pangan terutama pangan high risk. Pawon
Gambar 2. Praktek Penerapan GMP
Selera mendapat citra positif sebagai UKM yang paham dan mau menerapkan keamanan pangan serta kami merasa selangkah lebih maju dibandingkan sebelumnya 10. Apa yang menjadi kendala dalam implementasi GMP? Ada beberapa kendala yang kami hadapi dalam mengimplementasikan GMP diantaranya adalah : (1) sulitnya mengedukasi karyawan agar melakukan pencatatan kegiatan sesuai SOP, (2) biaya untuk renovasi, penambahan alat dan sarana yang cukup besar, (3) biaya pengujian di laboratorium dan kalibrasi alat setiap tahun cukup besar, dan (4) perlu menyesuaikan harga jual untuk menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengimplementasikan GMP. 11. Apakah kendala terbesar yang dialami untuk mengurus legalitas produk atau sarana Anda? Kendala terbesar ada di perizinan (tidak dapat menggunakan TDI IUI karena ada di zona perumahan). Saat audit PSB dan daftar akun, Balai Besar POM dan Badan POM masih meminta IUMK padahal di DKI tidak ada IUMK lagi. 12. Apa masukan saudara untuk kualitas program pendampingan pelaku usaha? Sebaiknya dipilihkan pendamping yang kompeten dan berpengalaman sehingga mampu memahami permasalahan UKM di lapangan. Jenis perizinan yang dibutuhkan sebaiknya diinformasikan dari awal agar dapat dipersiapkan, karena terkadang perlu waktu yang lama sampai perizinan tersebut keluar dan juga diinfokan jalur-jalurnya kemana saja 13. Apa masukan anda terhadap Badan POM dan atau instansi terkait yang melakukan pembinaan dan pengawasan produk pangan? Perizinan untuk UKM dibuat lebih mudah, karena kami berada di zona perumahan bukan zona bisnis. Majalah Keamanan Pangan | 7
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 7
8/2/16 4:54 PM
Wawasan
Fotolia
Kemasan Pangan Kertas dan Karton Oleh: Dwi Retno Widiastuti, S.T., M.Si. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Penggunaan kertas dan karton sebagai kemasan pangan telah dilakukan sejak abad ke-17 dan meningkat pada akhir abad ke-19. Kini, beragam jenis kemasan kertas dan karton untuk pangan mulai dari yang ringan seperti infusible tissue untuk kantong teh sampai karton yang tebal seperti kotak karton untuk distribusi, dapat ditemukan di berbagai tempat seperti supermarket, pasar tradisional, retail, restoran cepat saji, katering, tempat wisata dan lain-lain.
8 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 8
8/2/16 4:54 PM
K
ertas dan karton adalah bahan lembaran yang tersusun dari jaringan serat selulosa. Keduanya dibedakan berdasarkan gramatur (berat per luas) dan ketebalan. Kertas dengan gramatur lebih besar dari 200 g/m 2 menurut ISO (International Organisation for Standardization) didefinisikan sebagai karton. Karton lebih tebal dibandingkan kertas. Sedangkan secara umum di industri (General industrial practices) mendefinisikan kertas yang lebih tebal dari 300 µm sebagai karton.
Keunggulan dari kemasan kertas antara lain adalah:
• ringan, • dapat dilipat dan dilem, • mudah diprint atau dicetak baik dalam skala kecil maupun besar, • dapat dibuat menjadi kemasan fleksibel dan kemasan kaku, • terbuat dari bahan yang dapat diperbaharui dan dapat didaur ulang. Namun, kertas juga mempunyai kelemahan yaitu kertas tidak kedap air, gas, dan uap; dan tidak dapat disegel dengan cara heat seal (proses menyambung atau menyatukan dua area film yang saling bersentuhan dengan cara dipanaskan), kecuali jika kertas dilapis atau dilaminasi dengan plastik, aluminium foil, lilin, atau perlakuan lainnya.
Penggunaan
Kemasan kertas dan karton dapat digunakan untuk berbagai kategori pangan seperti pangan segar (buah, sayuran, daging, ikan), pangan beku (udang, daging, atau ikan beku, dll), es krim, pangan cair dan minuman (jus, susu, dll), pangan kering (biskuit, sereal, teh, kopi, gula, dll), coklat dan kembang gula, dan pangan cepat saji. Bentuk kertas dan karton untuk
kemasan bervariasi yaitu bentuk kantong, pembungkus, sachet, pouch, tabung, kotak, drum, dll. Di pasaran dapat ditemukan berbagai jenis kemasan pangan dari kertas dan karton yang digunakan sebagai kemasan primer (kontak langsung dengan pangan), kemasan sekunder (kemasan yang kontak dengan kemasan sekunder), atau kemasan tersier (umumnya untuk tujuan transportasi). Kemasan kertas dan karton juga dapat digunakan pada berbagai rentang suhu, yaitu untuk pangan suhu beku hingga yang diolah dengan suhu tinggi dan pemanasan dalam microwave maupun oven konvensional.
Kemasan kertas dan karton
Kertas dan karton dapat dibedakan dari wujudnya (appearance) seperti warna dan kehalusan permukaan, kekuatan, dan sifat-sifat lainnya bergantung dari jenis dan jumlah serat yang digunakan; serta proses pembuatannya. Berikut ini adalah beberapa jenis kertas dan karton yang digunakan untuk kemasan pangan:
Kertas kraft
Kertas kraft diproduksi melalui proses sulfat yaitu proses yang merubah kayu menjadi pulp menggunakan campuran larutan natrium hidroksida dan natrium sulfat untuk memisahkan serat selulosa dengan lignin dan zatzat lain yang tidak diinginkan. Kertas kraft umumnya berwarna coklat. Untuk meningkatkan penerimaan penampilannya kertas kraft dapat diputihkan (bleached). Kertas kraft merupakan kertas yang paling kuat dan umumnya digunakan sebagai kemasan dalam bentuk
kantong untuk pangan seperti tepung, biji kopi, gula, dan sayuran.
Kertas tahan minyak (grease proof) dan kertas glasin
Kertas tahan minyak dibuat dengan cara memperpanjang waktu pengadukan pulp sebelum masuk ke mesin pembuat kertas sehingga menghasilkan serat yang gelatinous. Serat yang halus tersebut kemudian dipadatkan untuk menghasilkan permukaan yang tahan terhadap minyak. Kertas glasin merupakan kertas tahan minyak yang mengalami proses supercalendering, yaitu melewatkan lembaran kertas di antara susunan silinder atau roller (yang disebut supercalender) untuk menekan kedua sisi permukaan. Proses ini menghasilkan kertas yang licin, transparan dan mengkilap. Penggunaan kertas tahan minyak antara lain untuk kemasan makanan ringan (snack), cookies, dan makanan berlemak lainnya.
Kertas perkamen
Jenis kertas ini memiliki ketahanan minyak dan kekuatan basah (wet strength) yang baik. Kertas ini dapat digunakan pada suhu beku dan oven konvensional maupun microwave.
Kertas lilin
Kertas lilin adalah kertas yang dilapisi lilin agar tahan terhadap minyak.
Kertas tisu
Tisu merupakan istilah umum untuk semua kertas yang tipis. Contoh penggunaan kertas tisu adalah untuk kantong teh dan kopi. Kertas tisu yang mengandung sejumlah serat Majalah Keamanan Pangan | 9
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 9
8/2/16 4:54 PM
b e r b a g a i p ro d u k p a n g a n seperti sereal, makanan beku dan makanan dingin, es krim, cokelat dan kembang gula, kue dan biskuit, kopi, teh, makanan kering, dll. Penggunaan karton lipat dapat sebagai kemasan primer maupun sebagai kemasan sekunder. Sifat perlindungan dari karton lipat dapat ditingkatkan antara lain dengan laminasi dan pelapisan untuk memenuhi spesifikasi yang diperlukan untuk setiap jenis produk pangan.
Karton kemasan cair (Liquid carton)
Gambar 2. Kertas tisu plastik polipropilen dapat disegel dengan cara heat seal.
Kertas laminasi
Kertas ini dapat dilaminasi dengan aluminium foil atau plastik. Sebagai contoh, kertas dapat dilaminasi dengan plastik polietilen (PE), polipropilen (PP), polietilen tereftalat (PET), etilen vinil alkohol (EVOH). Hal ini dilakukan agar kertas dapat di segel dengan heat seal dan untuk meningkatkan ketahanannya terhadap gas dan kelembaban.
Karton lipat (Folding carton)
Karton lipat digunakan secara luas dalam kemasan eceran produk pangan. Karton lipat digunakan untuk mengemas
Kemasan karton untuk produk pangan cair dibuat dengan mengombinasikan karton dengan beberapa bahan lain yang memiliki sifat perlindungan yang diperlukan dan dapat dilakukan heat seal. Kemasan ini digunakan untuk produk yang dikemas aseptik. Produk pangan disterilkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kemasan yang telah disterilisasi dalam mesin pengemas dan disegel (seal) pada kondisi steril. Laminasi karton yang sesuai dapat dilakukan untuk mempertahankan kualitas produk selama penyimpanan. Sebagai contoh, susu dengan umur simpan yang pendek dan didistribusikan menggunakan pendingin (suhu 0-4 °C), dapat menggunakan karton yang dilapisi dengan polietilen (PE) pada kedua sisinya. Untuk umur simpan yang lama dengan cara didistribusikan pada suhu ruang, atau untuk produk dengan pengisian panas (hot-filled), atau untuk jus segar dengan cara distribusi dingin; lapisan laminasinya ditambah dengan lapisan tipis aluminium foil. Sebagai contoh, laminasinya terdiri dari PE/karton/PE/ aluminium foil/PE.
Gambar 3. Kertas Laminasi Keterangan : 1. Polietilen (LDPE) – melindungi dari kelembaban luar 2. Karton/kertas – memberi stabillitas dan kekuatan 3. Polietilen (LDPE) – sebagai lapisan perekat 4. Alumunium foil – melindungi dari oksigen, rasa, aroma dan cahaya 5. Polimer adhesive – sebagai lapisan perekat 6. M-Polietilen – sebagai sealing
Composite can (container)
Kaleng komposit (composite can) tersusun dari kertas atau karton yang dilaminasi dengan plastik dengan atau tanpa aluminium foil. Kemasan ini umumnya berbentuk kaleng silinder dan banyak digunakan untuk mengemas pangan kering seperti makanan ringan.
Karton bergelombang (Corrugated box)
Jenis kemasan karton bergelombang (corrugated box) banyak digunakan untuk tujuan transportasi dan penyimpanan. Penggunaannya di industri pangan bervariasi baik sebagai kemasan primer, sekunder, maupun tersier. Jenis karton bergelombang adalah single wall, double wall, dan triple wall.
10 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 10
8/2/16 4:54 PM
Single wall terdiri dari tiga lapisan, yaitu dua liner bagian luar yang dipisahkan oleh lapisan bagian dalam bergelombang yang dikenal sebagai medium bergelombang. Bahan ini memiliki lenturan (bending stiffness) dan kekuatan kompresi yang tinggi. Karton bergelombang double wall tersusun dari tiga liner dan dua medium bergelombang. Karton bergelombang triple wall lebih tebal yang terdiri dari empat liner dan tiga medium bergelombang.
Regulasi
Dalam Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan, diatur persyaratan keamanan kertas dan karton yang digunakan sebagai kemasan pangan. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah tidak menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan serta persyaratan batas migrasi zat kontak pangan yang meliputi migrasi total dan migrasi spesifik senyawa logam berat dan senyawa ftalat. Persyaratan kemasan pangan kertas dan karton yang lebih lengkap diatur dalam SNI 8218: 2015 Kertas dan karton untuk Kemasan Pangan. SNI tersebut mengatur persyaratan mutu dan cara uji kemasan kertas dan karton untuk kemasan pangan. Persyaratan mutu untuk kertas dan karton meliputi persyaratan teknis (gramatur, kekuatan, ketahanan ikatan antar lembaran, ketahanan tarik, daya serap air), dan persyaratan keamanan seperti kandungan logam berat (Pb, Cd, Hg, Cr VI), kandungan formaldehid, pentaklorofenol, serta migrasi total dan migrasi senyawa ftalat (Dibutil ftalat - DBP, Dietilheksil ftalat - DEHP, total (Diisononil
ftalat - DINP dan Diisodesil ftalat - DIDP)).
Migrasi Zat Kontak Pangan
Pada beberapa kasus ditemukan zat yang berbahaya dalam kertas dan karton bermigrasi (berpindah) ke dalam pangan. Zat berbahaya yang menjadi perhatian dari kemasan berbasis kertas dapat berasal dari proses pemutihan (bleaching), pencetakan (printing), dan bahan baku yang berasal dari kertas daur ulang. Zat tersebut meliputi dioksin, benzofenon, Isopropylthioxantone (ITX), minyak mineral, dan kontaminan lainnya yang berasal dari kertas daur ulang.
Isu Keamanan Kemasan Kertas dan Karton Daur Ulang
Meskipun kemasan kertas dan karton dari bahan baku daur ulang lebih ekonomis dan ramah lingkungan, tetapi kertas daur ulang kualitas seratnya lebih rendah dan isu kesehatan mengenai keamanan penggunaannya pada pangan terus berkembang. Berbagai kontaminan ditemukan dalam kertas daur ulang antara lain adalah: minyak mineral yang digunakan sebagai pelarut dalam tinta cetak offset pada kertas; fotoinitiator tinta UV (seperti isopropylthioxantone ITX); diisopropyl naphthalenes (DIPN) yang digunakan sebagai bahan tambahan carbonless copy paper; senyawa ftalat dll. Zat – zat tersebut apabila bermigrasi ke dalam pangan berpotensi berdampak buruk bagi kesehatan. Proses yang digunakan untuk membersihkan serat kertas daur ulang tidak mungkin dapat menghilangkan semua residu zat atau kontaminan yang berasal dari penggunaan sebelumnya.
Gambar 4. Karton dupleks Lebih lanjut, diketahui bahwa kontaminan yang mudah menguap tidak hanya dapat bermigrasi dari karton (kemasan primer) ke pangan, tetapi juga dari karton lipat bergelombang (kemasan sekunder atau tersier) dan lapisan plastik (pada kertas yang dilaminasi plastik) ke dalam pangan. Referensi [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2015. SNI 8218: 2015 Kertas dan Karton untuk Kemasan Pangan. Coles R, McDowell D, Kirwan MJ. 2009. Food Packaging Technology. Blackwell Publishing, Ltd. Lorenzini R. 2012. Food safety and mineral oil contaminated paperboard packaging: an analytical challenge and a migration study (Thesis). Alma Mater Studiorum University of Bologna.
Majalah Keamanan Pangan | 11
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 11
8/2/16 4:54 PM
Wawasan
ISOFLAVON
TEMPE
DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN Oleh : Prof.Dr.Ir. Made Astawan, MS.
Proses fermentasi mampu mengubah berbagai komponen gizi dan non-gizi pada kedelai, sehingga tempe memiliki mutu gizi, komponen bioaktif, dan manfaat kesehatan yang lebih baik dibandingkan kedelai (Astawan, 2008). Salah satu komponen bioaktif penting pada tempe adalah isoflavon. 12 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 12
8/2/16 4:54 PM
K
adar isoflavon pada tempe termasuk tinggi d i b a n d i n g k a n p ro d u k berbasis kedelai lainnya (Tabel 1). Terdapat perbedaan komposisi isoflavon pada kedelai dan tempe. Isoflavon pada kedelai lebih dominan berbentuk glukosida (bentuk terikat), sedangkan pada tempe berbentuk aglikon (bentuk bebas). Isoflavon bentuk aglikon memiliki bioavaibilitas dan aktivitas fisiologis yang lebih baik dibandingkan isoflavon glukosida. Bioaksesibilitas isoflavon aglikon bahkan mencapai 100% (Mo et al., 2013). Oleh karena itu, bentuk aglikon juga disebut sebagai bentuk isoflavon aktif. Isoflavon aglikon pada tempe berasal dari proses hidrolisis isoflavon glukosida oleh enzim β-glukosidase yang dihasilkan oleh Rhizopus oligosporus. Pada tubuh manusia, isoflavon glukosida juga dapat dihidrolisis menjadi bentuk aglikonnya oleh bakteri di dalam usus. Selama fermentasi kedelai menjadi tempe, isoflavon glukosida menurun jumlahnya hingga 50% setelah 24 jam fermentasi, karena berubah ke bentuk aglikon sehingga total aglikon mencapai 15.7 mg/100 g tempe basis basah (Nakajima et al. 2005).
Antioksidan
Isoflavon adalah senyawa polifenolik yang ter masuk golongan flavonoid. Oleh karena itu, isoflavon merupakan senyawa antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas. Tiga jenis isoflavon aglikon yang bersifat sebagai antioksidan dan terdapat pada kedelai maupun tempe adalah daidzein, glisitein, dan genistein. Selain ketiga isoflavon tersebut, khusus pada tempe ditemukan antioksidan f a k t o r- 2 ( 6 , 7 , 4 - t r i h i d ro k s i
Tabel 1. Kandungan Isoflavon pada Berbagai Produk Kedelai Produk Kedelai
Kadar isoflavon (mg/100 g produk)
Kedelai mentah (hijau): edamame
48,95
Tempe
60,61
Kecambah kedelai
34,39
Tahu sutra
18,04
Yogurt kedelai
16,30
Sari kedelai (original, perisa vanila)
10,73
Kecap (kedelai+gandum; shoyu)
1,18
‘Hot dog’ kedelai (beku, belum diolah)
1,00
Sumber: USDA (2008)
isoflavon), yang tidak ditemukan pada kedelai. F a k t o r- 2 mempunyai kekuatan antioksidan dan antihemolisis paling kuat dibandingkan dengan isoflavon lainnya. Isoflavon jenis ini disintesis pada saat fermentasi kedelai menjadi tempe. Mekanisme terbentuknya f a k t o r- 2 t e r s e b u t a d a l a h proses demetilasi glisitein oleh Micrococcus luteus dan Brevibacterium epider mis, atau hidroksilasi daidzein oleh Microbacterium arborescens (Klus dan Barz, 1995).
Fitoestrogen
Isoflavon pada tempe memiliki struktur serupa dengan 17-β-estradiol, yaitu hormon estrogen pada manusia. Hal inilah yang menyebabkan isofl avon pada tempe disebut juga sebagai fitoestrogen, atau estrogen yang berasal dari tumbuhan. Mekanisme isoflavon yang paling populer dalam memberikan manfaat kesehatan adalah bertindak sebagai agonis sekaligus antagonis b a g i e s t ro g e n , s e h i n g g a menghasilkan efek estrogenik maupun antiestrogenik, tergantung kepada konsentrasi isoflavon, konsentrasi estrogen, dan organ tubuh yang terlibat (NAMS, 2011).
Isoflavon bersifat agonis d e n g a n e s t ro g e n k a re n a kemiripan strukturnya menyebabkan dapat berikatan dengan estrogen reseptor dan bertindak sebagai estrogen, sehingga meningkatkan kadar estrogen ketika kadar estrogen dalam tubuh rendah. Hormon estrogen sangat bermanfaat bagi kesehatan tulang, jantung, organ reproduksi, pembuluh darah, serta otak, sehingga kekurangan estrogen akan sangat berbahaya. Efek estrogenik isoflavon ini juga dapat membantu menjaga densitas massa tulang dan kadar kolesterol, sehingga membantu mencegah osteoporosis dan penyakit jantung. Isoflavon dengan estrogen juga dapat bersifat antagonis. Ketika kadar estrogen dalam tubuh berlebihan, akan terjadi persaingan dengan isoflavon untuk berikatan dengan estrogen reseptor, yang diakibatkan oleh kesamaan strukturnya. Hal tersebut dapat menurunkan aktivitas estrogen dalam tubuh. Hal ini bersifat menguntungkan, karena estrogen dalam jumlah berlebihan, ternyata memiliki dampak negatif bagi kesehatan, yaitu meningkatkan risiko kanker payudara dan kanker rahim (Effenberger et al., 2005). Efek antiestrogenik isoflavon pada jaringan reproduksi dapat Majalah Keamanan Pangan | 13
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 13
8/2/16 4:54 PM
Gambar 1. Tempe . berperan menurunkan risiko kanker yang berkaitan dengan hormon, yaitu kanker payudara dan kanker prostat.
Pencegahan Osteoporosis
Rendahnya angka o s t e o p o ro s i s d i n e g a r a negara Asia dibandingkan negara-negara Barat adalah terkait dengan kebiasaan mengonsumsi kedelai dan produk olahannya. Dewasa ini, konsumsi tempe telah dikaitkan dengan pencegahan osteoporosis, terutama osteoporosis pascamenopause dan osteoporosis senilis. Konsumsi tempe dalam mencegah osteoporosis pascamenopause berhubungan dengan kadar isoflavon tempe, terutama isoflavon aglikon, yang dapat ditransformasikan menjadi equol, suatu senyawa yang memiliki struktur mirip dengan hormon estrogen. Fungsi hormon estrogen sangat penting dalam mencegah osteoporosis karena berperan dalam metabolisme tulang, terutama dalam proses kalsifikasi. Oleh karena itu, keberadaan isoflavon tempe dapat menggantikan estrogen yang jumlahnya berkurang, terutama pada wanita menopause, untuk mencegah terjadinya osteoporosis. Isoflavon juga dapat
mengurangi resorpsi (pengambilan kalsium) tulang, sekaligus menstimulir proses pembentukan tulang pada wanita pascamenopause (Messina dan Messina, 2000). Umumnya, perlakuan yang diterapkan pada osteoporosis jenis ini adalah terapi sulih hormon. Namun, terapi tersebut ternyata dapat menimbulkan dampak negatif, seperti meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara dan uterus. Konsumsi isofl avon kedelai seperti yang terkandung pada tempe dinilai lebih aman dibandingkan terapi sulih hor mon, sehingga dapat menjadi solusi untuk penanganan osteoporosis pascamenopause (Messina, 2002).
Penurun Gejala Menopause
Menopause merupakan masa ketika seorang wanita mengalami perubahan produksi hormon estrogen dan progesteron, yang menyebabkan wanita tersebut berhenti mengalami menstruasi. Terdapat dua fase menopause, yaitu fase transisi yang juga disebut pramenopause dan fase pascamenopause. Pada fase pramenopause, wanita semakin mendekat ke fase menopause yang sesungguhnya dan mengalami perubahan siklus menstruasi. Pada fase pascamenopause, wanita sudah sama sekali tidak mengalami menstruasi. Usia menopause pada wanita umumnya lebih dari 50 tahun. Ketika wanita telah memasuki fase pramenopause, berbagai gejala atau gangguan kesehatan dapat dialami, seperti hot flashes (ruam panas di wajah), gangguan tidur, iritasi, dan menurunnya densitas massa tulang. Pada fase pascamenopause, gejala
atau gangguan kesehatan yang dapat terjadi antara lain adalah kehilangan densitas tulang, daerah vagina mengering, dan beberapa wanita masih mengalami hot fl ashes hingga usia 70 tahun. Konsumsi produk kedelai yang mengandung isoflavon tinggi, berkaitan dengan rendahnya jumlah wanita Asia yang mengalami hot flashes, yaitu hanya 10-20%. Penderita hot flashes pada wanita Amerika Utara, dilaporkan mencapai 7080% (NAMS, 2011). Tempe sebagai produk kedelai yang mengandung isoflavon dalam jumlah yang cukup tinggi, terutama dalam bentuk aglikon genistein, diduga berkontribusi besar pada pencegahan gejala menopause, seperti hot flashes. Konsumsi genistein lebih dari 15 mg/hari, dengan total isofl avon minimal 50 mg/hari, dapat mencegah hot flashes. Genistein yang terkandung dalam 100 gram tempe adalah 7,2-8,0 mg (Nakajima et al. 2005). Untuk dapat memperoleh 15 mg genistein, jumlah tempe yang perlu dikonsumsi adalah sekitar 200 g/hari.
Pencegah Kanker
Aktivitas antikanker pada tempe disebabkan oleh kandungan isoflavon yang tinggi dan keberadaan zat antigizi (oksalat, fitat, tanin, saponin, dan antitripsin) yang rendah. Secara umum, terdapat tiga mekanisme pencegahan kanker oleh isoflavon. Mekanisme pertama, isoflavon berperan sebagai antioksidan primer, sehingga mampu mengikat molekul-molekul reaktif yang merupakan prekursor atau penyebab kerusakan sel yang berujung pada timbulnya sel-sel kanker. Melalui mekanisme ini, molekul-molekul reaktif yang diikat oleh isofl avon menjadi
14 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 14
8/2/16 4:54 PM
stabil, sehingga tidak akan menyebabkan kerusakan sel lebih lanjut. Mekanisme kedua adalah dengan menurunkan aktivitas enzim tirosin kinase (Kim et al., 1998). Enzim ini selalu aktif pada sel-sel kanker, menyebabkan proliferasi sel kanker, sehingga akhirnya menyebabkan kanker. Mekanisme ketiga adalah dengan menginduksi terjadinya apoptosis. Apoptosis merupakan proses “bunuh diri” sel dengan memotong DNAnya sendiri. Proses apoptosis ini sebenarnya tidak hanya terjadi pada tumor atau sel kanker, namun juga pada sel normal karena setiap sel memiliki usia hidup tertentu. Proses apoptosis sel-sel kanker atau tumor dengan adanya isoflavon tempe, sangat berarti pada proses pencegahan kanker. Selain itu, isoflavon tempe terutama genistein, juga diketahui bersifat antiangiogenesis (Kiriakidis et al., 2005). Angiogenesis merupakan cikal bakal terjadinya kanker. Angiogenesis adalah situasi saat sel-sel tumor mulai tumbuh dan berkembang dengan cara memakan zat gizi dari sel atau pembuluh darah. Sel-sel tumor yang semakin membesar menyebabkan difusi zat gizi dalam pembuluh darah menjadi terganggu, hingga akhirnya sel tumor kelaparan dan membentuk enzim sendiri (lytic enzyme) agar tetap dapat memperoleh zat gizi untuk tumbuh. Enzim tersebut dapat membunuh selsel normal di sekitarnya, hingga menyebabkan kerusakan sel-sel normal dan tumbuhnya sel-sel kanker. Beberapa kanker yang disebutkan dapat dicegah dengan konsumsi tempe adalah kanker payudara, kanker paruparu, dan kanker prostat. Kanker payudara merupakan salah satu
kanker yang paling mematikan bagi wanita di dunia saat ini. Angka kematian akibat kanker payudara di Amerika Serikat dan Inggris merupakan yang terbesar kedua, setelah kanker paru-paru (Youlden et al., 2012). Tempe mengandung isofl avon dalam jumlah yang tinggi yang dipercaya berkolerasi dengan pencegahan kanker payudara. Kanker paru-paru merupakan kanker paling mematikan di dunia karena jumlah penderita kanker paru-paru yang meninggal paling banyak dibandingkan kanker lainnya. Mekanisme pencegahan kanker paru-paru dengan konsumsi tempe adalah karena genistein yang banyak terkandung pada tempe mampu menstimulasi terjadinya autophagy sekaligus apoptosis (Pan et al., 2013). Serupa dengan kanker payudara dan paru-paru, pencegahan kanker prostat oleh konsumsi produk kedelai, seperti tempe, disebabkan oleh isofl avon tempe yang mampu berikatan dan bersifat agonis dengan ERβ. ERβ merupakan reseptor yang membatasi terjadinya proliferasi epitelial. ERβ yang diaktifkan oleh isoflavon tempe akan memberikan efek antiproliferatif terhadap sel-sel yang akan berkembang menjadi kanker, termasuk kanker prostat (McCarty, 2006). Daftar Pustaka: Astawan M. 2008. Sehat dengan Tempe, Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan dengan Tempe. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Effenberger KE, Johnsen SA, Monroe DG, Spelsberg TC. 2005. Regulation of osteoblastic phenotype and gene expression by hop-derived phytoestrogens. The Journal of Steroid Biochemistry and Molecular Biology 96: 387-399. Kim H, Peterson TG, Stephen B. 1998. Mechanisms of action of the soy isoflavone genistein: emerging role for its effects via transforming growth factor β signaling pathways.
The American Journal of Clinical Nutrition 68: 1418-1425. Kiriakidis S, Högemeier O, Starcke S, Dombrowski F, Hahne JC, Pepper M, Jha HC, Wernert N. 2005. Novel tempeh (fermented soyabean) isoflavones inhibit in vivo angiogenesis in the chicken chorioallantoic membrane assay. British Journal of Nutrition 93: 317-323. Klus K, Barz W. 1995. Formation of polyhydroxylated isoflavones from the soybean seed isoflavones daidzein and glycitein by bacteria isolated from tempe. Archives of Microbiology 164(6):428-34. McCarty MF. 2006. Isofl avones made simple – genistein’s agonist activity for the beta-type estrogen receptor mediates their health benefits. Medical Hypotheses 66: 1093-1114. Messina M, Messina V. 2000. Soyfoods, soybean isoflavones, and bone health: a brief overview. Journal of Renal Nutrition 10(2):63-68. Messina M. 2002. Soy foods and soy isoflavones and menopausal health. Nutrition in Clinical Care 5:272– 282. Mo H, Susanna K, Vieno P, Yang Z, Mark GS, Jean-Paul V, Judith WR, Nout MJR. 2013. Effect of soybean processing on content and bioaccessibility of folate, vitamin B12, and isoflavones in tofu and tempe. Food Chemistry 141: 24182425. Nakajima N, Nozaki N, Ishihara K, Ishikawa A, Tsuji H. 2005. Analysis of isoflavone content in tempeh, a fermented soybean, and preparation of a new isoflavone-enriched tempeh. Journal of Bioscience and Bioengineering 100 (6): 685-687. [NAMS] The North American Menopause Society. 2011. Isoflavones reportThe role of soy isoflavones in menopausal health: report of The North American Menopause Society. Menopause: The Journal of The North American Menopause Society 18(7): 732-753. Pan X, Zhang X, Sun H, Zhang J, Yan M, Zhang H. 2013. Autophagy inhibition promotes 5-flourouraciinduced apoptosis by stimulating ROS formation in human non-small cell lung cancer A549 cells. PLoS ONE 8(2). [USDA] United States Department of Agriculture. 2008. USDA Database for the Isoflavone Content of Selected Foods, 2.0. 2008. Available at: http://www.ars.usda.gov/is/ pr/2008/080923.htm. Youlden DR, Cramb SM, Dunn NA, Muller JM, Baade PD. 2012. The descripstive epidemiology of female breast cancer: an international comparison of screening, incidence, survival and mortality. Cancer Epidemiology36(3): 237-248.
Majalah Keamanan Pangan | 15
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 15
8/2/16 4:54 PM
Regulasi
Pengawasan
Produk Pangan Olahan Impor Di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Oleh : Rosemerry Fatmawati, S.T.P. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan sebuah agenda integrasi ekonomi negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk meminimalisasi hambatan- hambatan di dalam kegiatan ekonomi lintas kawasan, seperti misalnya dalam perdagangan barang, jasa dan investasi. Sebelumnya, MEA baru akan dicanangkan pada tahun 2020 seperti keputusan Deklarasi ASEAN Concord II di Bali tahun 2003. Namun, adanya peningkatkan ketergantungan perekonomian di kawasan Asia Tenggara dan untuk mempersempit kesenjangan pembangunan, maka pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu pada tahun 2007, Filipina, menegaskan untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN, termasuk MEA di tahun 2015.
B
ML : 123456789012
Fotolia
Produk Pangan
adan POM sebagai lembaga di Indonesia yang mengawasi peredaran produk pangan olahan, salah satu misinya yaitu mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan obat dan makanan. Memasuki era MEA yang dimulai akhir tahun 2015 lalu, fokus Badan POM mengarah pada penguatan daya saing ekonomi produk Obat dan Makanan. Mengingat produk lokal harus mampu bersaing dengan produkproduk asing yang masuk ke pasar Indonesia. Salah satu karakteristik dalam MEA adalah single market and production base, yaitu kemudahan memasarkan barang di kawasan ASEAN tanpa terhalang oleh
batas teritorial negara. Pangan olahan dari negara-negara ASEAN dengan lebih mudah diimpor ke Indonesia, begitu pula sebaliknya, pangan olahan produksi Indonesia akan lebih mudah untuk diekspor ke negara-negara ASEAN. Untuk menjamin keamanan pangan yang diproduksi maupun yang akan beredar di Indonesia, Badan POM menerapkan pengawasan pangan secara pre market dan post market. Pengawasan pangan secara pre market adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pangan olahan diedarkan, antara lain standardisasi, pembinaan dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi serta penilaian dan mutu keamanan pangan olahan.
16 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 16
8/2/16 4:54 PM
Pengawasan post market adalah pengawasan yang dilakukan setelah pangan olahan diedarkan di masyarakat, antara lain inspeksi sarana produksi dan distribusi, sampling dan uji laboratorium untuk pangan olahan yang telah beredar, penilaian dan pengawasan iklan atau promosi, serta penyebaran infor masi melalui edukasi masyarakat dan public warning.
P e n d a f t a r a n P ro d u k Pangan Olahan Impor di Indonesia
Setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran wajib memiliki Surat Persetujuan Pendaftaran. Sebelum beredar di Indonesia, importir pangan olahan wajib mendaftarkan produknya ke Badan POM RI untuk mendapatkan Surat Persetujuan Pendaftaran. Pendaftaran produk pangan dapat dilakukan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan (PKP). Pendaftaran pangan olahan di Badan POM telah dapat dilakuakn secara online sejak bulan Maret 2012. Untuk pangan olahan yang belum dapat didaftarkan secara online, masih dilakukan secara manual, untuk saat ini misalnya Bahan Tambahan Pangan (BTP) dan pangan untuk ibu hamil, pangan diet khusus, dan pangan untuk kondisi kesehatan khusus. Te r d a p a t beberapa persyaratan untuk melakukan pendaftaran pangan secara elektronik. Hal yang perlu diperhatikan adalah pembuatan akun perusahaan terlebih dahulu. Pembuatan akun perusahaan dapat dilakukan melalui sistem e-registration di website Badan POM dengan alamat: e-reg.pom.go.id.
Pangan yang diproduksi oleh industri rumah tangga, masa simpan kurang dari tujuh hari, pangan yang dimasukkan ke Indonesia untuk sampel permohonan pendaftaran, penelitian, dan konsumsi sendiri, maupun digunakan sebagai bahan baku; tidak wajib didaftarkan. Pangan olahan impor yang akan didistribusikan di Indonesia wajib menggunakan label berbahasa Indonesia dan memenuhi peraturan label pangan di Indonesia. Apabila label kemasan pangan dari negara asal tidak dicantumkan dalam bahasa Indonesia, maka importir yang wajib menyesuaikan. Pelabelan kemasan pangan di Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Pencantuman label harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca. Keterangan yang tercantum pada label sekurang-kurangnya memuat: nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, dan tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa. Untuk pangan impor wajib mencantumkan nama dan alamat importir yang memasukkan pangan olahan tersebut ke wilayah Indonesia. Untuk pangan yang mengandung babi atau produk turunan babi, wajib mencantumkan logo mengandung babi, berupa gambar babi dengan tulisan “MENGANDUNG BABI” berwarna merah dan harus dicantumkan pada label bagian utama. Sedangkan makanan atau
minuman yang mengandung alkohol wajib mencantumkan tullisan mengandung alkohol (%) sesuai dengan hasil analisa yang diujikan.
Gambar 1. Logo Mengandung Babi (Sumber: PerKa BPOM RI Nomor HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011)
Pangan olahan impor yang masuk ke Indonesia harus memiliki sertifikat kesehatan atau Health certificate dari pemerintah atau instansi yang berwenang. Sertifikat kesehatan biasanya dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan negara asal yang menyatakan bahwa pangan yang diproduksi tersebut layak dikonsumsi manusia. Selain itu, juga dapat menggunakan Certificate of free sale atau sertifikat bebas jual yang dikeluarkan atau dilegalkan oleh Kamar Dagang negara setempat (chamber of commerce) . Sertifikat bebas jual menyatakan bahwa pangan yang dikeluarkan telah legal dijual dan didistribusikan di negara asal. Surat penunjukan importir yang dikeluarkan oleh produsen di negara asal kepada importir yang disebutkan di Indonesia. Importir yang ditunjuk nantinya akan mendaftarkan produk tersebut ke Indonesia dan memiliki nomor izin edar pangan. Untuk memastikan keamanan pangan yang beredar di Indonesia, semua produk pangan olahan yang didaftarkan wajib dianalisa cemaran fisik, kimia dan mikrobanya dengan parameter uji sesuai ketentuan yang berlaku. Pengujian pangan impor dapat dilakukan di dalam maupun di luar negeri. Persyaratan laboratorium penguji yaitu laboratorium pemerintah atau laboratorium swasta yang telah terakreditasi Majalah Keamanan Pangan | 17
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 17
8/2/16 4:54 PM
secara resmi oleh badan akreditasi negara setempat atau komite akreditasi nasional (KAN) untuk laboratorium di Indonesia.
Kasus Pangan Olahan Impor
Dalam delapan tahun terakhir, terdapat beberapa kasus yang terkait dengan produk pangan impor. Pada akhir tahun 2008 ditemukan susu ber melamin dapat membahayakan kesehatan konsumen. Setelah dilakuakn penelusuran, produk susu bermelanin tersebut ditemukan pada produk susu formula yang berasal dari Cina. Sebagai upaya pengendalian kontaminasi melamin dalam produk pangan, Direktorat Penilaian Keamanan Pangan mengeluarkan surat edaran yang menetapkan bahwa produk pangan impor yang mengandung susu, amonium bikarbonat dan tepung telur harus disertai dengan keterangan tentang negara asal. Apabila produk yang diduga mengandung melamin, maka perlu dilakukan analisa kadar melamin dengan hasil tidak terdeteksi. Pada awal tahun 2015, terdapat kejadian luar biasa (KLB) listeriosis yang disebabkan konsumsi Caramel Apples yang tercemar bakteri patogen Listeria monocytogenes di Amerika Serikat. Terkait isu tersebut Badan POM mengklarifikasi bahwa tidak ada importasi produk olahan Caramel Apples ke Indonesia. Namun, Badan POM tetap melakukan pengawasan melalui kerja sama dengan pihak terkait, yaitu dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan terkait pengendalian peredaran, serta Kementerian Kesehatan terkait antisipasi potensi KLB keracunan pangan di Indonesia
dan juga dengan Balai/Balai Besar POM melalui Jejaring Pengawasan Pangan Daerah untuk pengawasan di daerah. Lalu isu tentang penarikan produk cokelat yang diproduksi oleh Mars Nederland B.V yang beredar di Jerman. Dilaporkan bahwa produk cokelat tersebut terkontaminasi plastik. Kontaminasi plastik tersebut terjadi di batch tertentu pada produksi pabrik tanggal 27 Februari 2016, sehingga penarikan produk cokelat hanya dilakukan untuk batch yang tercemar saja. Terkait hal tersebut, Badan POM mengeluarkan klarifikasi b a h w a b e b e r a p a p ro d u k cokelat Mars memang diimpor ke Indonesia. Namun, importir tidak mengimpor produk cokelat yang diproduksi pada tanggal tersebut, sehingga produk cokelat Mars yang beredar di Indonesia masih layak untuk dikonsumsi dan tidak penarikan produk. Badan POM sebagai pengawas peredaran pangan olahan di Indonesia, dihrapkan memiliki kesigapan untuk memberikan penjelasan yang benar terkait isu-isu pangan yang beredar di masyarakat. Kasus pangan yang banyak terjadi sekarang ini adalah banyaknya pangan olahan ilegal yang beredar di Indonesia tanpa nomor izin edar yang sah. Sepanjang tahun 2015 Badan POM telah memusnahkan 17.984 jenis (4.875.329 kemasan) produk ilegal hasil pengawasan Badan POM di seluruh Indonesia. Pangan ilegal memiliki
dampak merugikan bagi masyarakat. Konsumen tidak mendapatkan jaminan atas keamanan pangan tersebut, sebab pangan ilegal tidak m e l a l u i p ro s e s p e n i l a i a n keamanan yang dipersyaratkan. Selain itu pangan ilegal dapat merugikan negara, sebab importir tidak melakukan kewajibannya dengan membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas pelayanan yang dilaksanakan pemerintah apabila produk tersebut didistribusikan ke wilayah Indonesia melalui jalur legal.
Pangan impor yang beredar di Indonesia
Pendaftaran pangan olahan di Badan POM telah dapat dilakukan secara online sejak bulan Maret 2012. Sepanjang tahun 2012 hingga 2015 jumlah berkas pendaftaran untuk pangan olahan mengalami peningkatan. Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa pendaftaran pangan olahan untuk produk dalam negeri maupun impor mengalami peningkatan dari tahun 2012 hingga 2015. Pada 2012 terdapat 4953 berkas pendaftaran pangan olahan impor yang disetujui oleh Badan POM RI. Berkas pangan olahan impor yang disetujui terus meningkat pada tahun 2013 menjadi 5500, tahun 2014 sejumlah 5749 hingga terakhir tahun 2015 menjadi 6798 berkas. Meskipun terdapat peningkatan pendaftaran pangan impor sepanjang
Tabel 1. Berkas Persetujuan Pendaftaran Pangan Olahan Tahun 2012-2015 2012
2013
2014
2015
Impor
4953
5500
5749
6798
Produksi Dalam Negeri
5272
6148
7051
10415
(Sumber: LAKIP Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 2015)
18 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 18
8/2/16 4:54 PM
empat tahun terakhir, akan tetapi produksi dalam negeri yang terdaftar di Badan POM masih lebih banyak. Pada tahun 2012 terdapat 5272, tahun 2013 sebanyak 6148, tahun 2014 sejumlah 7051 dan tahun 2015 meningkat menjadi 10415 berkas pendaftaran pangan olahan dalam negeri yang disetujui oleh Badan POM. Meningkatnya jumlah pangan olahan terdaftar di Badan POM mengindikasikan bahwa semakin meningkat pula kebutuhan masyarakat terhadap pangan olahan baik diimpor maupun produksi dalam negeri. Dari sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam pencanangan MEA, hanya enam negara yang mengekspor produk pangan olahannya ke Indonesia (Tabel 2). Dari yang terbanyak adalah Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Myanmar. Produk olahan pangan yang diimpor ke Indonesia tersebut bermacam-macam jenisnya. Diantaranya adalah: cokelat, permen, wafer, sereal, kopi instan, mie instan, bihun, dan tepung beras, dan sebagainya. Sebagian besar produk pangan olahan yang diimpor dari negara ASEAN sebenarnya merupakan produk pangan olahan yang juga banyak diproduksi di Indonesia, meskipun ada beberapa macam pangan olahan yang merupakan makanan khas yang diproduksi di negara tersebut. Misalnya
cokelat dengan bentuk khas negara tertentu, minuman khas dan mie instan dengan varian rasa yang berbeda dengan yang diproduksi di Indonesia. Dicanangkannya MEA sebagai jembatan bagi para produsen untuk memperluas pasar di kawasan Asia Tenggara memberikan dampak positif maupun negatif. Psikologi pasar masyarakat Indonesia yang lebih senang dengan produkproduk impor, tentu dapat menurunkan daya beli terhadap produk dalam negeri. Di sisi lain, dengan adanya MEA maka produsen dalam negeri akan tertantang untuk meningkatkan kualitas produknya, supaya memiliki daya saing dengan produk dari negara ASEAN lainnya, terlebih untuk pangan olahan yang jenisnya sama dengan pangan olahan yang banyak diimpor. Banyaknya pangan olahan impor, juga memperluas pilihan bagi konsumen untuk memilih pangan olahan yang akan dikonsumsi. Seiring dengan mudahnya produk pangan olahan yang diimpor ke Indonesia, maka pengawasan dari pemerintah juga harus lebih disiagakan. Badan POM sebagai institusi yang melakukan pengawasan pangan olahan di Indonesia, berperan penting dalam peningkatan pengawasan terhadap peredaran produk Obat dan Makanan di pasar
Tabel 2. Negara-Negara di ASEAN yang Mengimpor Pangan Olahan ke Indonesia Negara
2014
2015
Malaysia
681
1145
Singapura
291
389
Thailand
254
369
Myanmar
2
4
Filipina
13
39
Vietnam
17
57
nasional untuk menjamin keamanan, mutu, dan gizinya. Perlu dilakukan edukasi ke masyarakat mengenai pentingnya pendaftaran produk pangan yang akan diedarkan di Indonesia, baik itu produk pangan olahan impor maupun produk dalam negeri. Konsumen sendiri juga perlu diedukasi untuk tidak mengonsumsi pangan yang tidak mencantumkan nomor izin edar dari Badan POM. Referensi Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan POM. 2016. Peningkatan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Produk Obat dan Makanan. Laporan Kinerja Badan POM Tahun 2015 dan Fokus Tahun 2016. (diunduh dari http://pom.go.id. pada tanggal 23 Februari 2016). Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan POM. 2016. Penjelasan Badan POM Terkait Produk Coklat yang Diduga Tercemar Plastik. (diunduh dari http:// pom.go.id. pada tanggal 14 Maret 2016). Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan POM. 2015. Penjelasan Badan POM Mengenai Produk yang Diduga Terkontaminasi Listeria monocytogenes. (diunduh dari http://pom.go.id. pada tanggal 14 Maret 2016). Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan POM. 2015. 15 Tahun Kiprah Badan POM dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat: Penguatan Kemitraan untuk Pengawasan dan Pelayanan di Era MEA”. (diunduh dari http://pom.go.id. pada tanggal 10 Maret 2016). Direktorat Penilaian Keamanan Pangan. 2015. LAKIP. Jakarta: Badan POM. AbduRofiq, Atep. 2015. Menakar Pengaruh Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Terhadap Pembangunan Indonesia. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Peraturan Kepala Badan POM RI No. 1 Tahun 2013 tentang Penerapan Pendaftaran Pangan Olahan Secara Elektronik (E-Registration Pangan Olahan). Jakarta: Badan POM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011 tentang Tata Laksana Pendaftaran Pangan Olahan. Jakarta: Badan POM [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Pangan Olahan. Jakarta: Badan POM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Surat Edaran Direktur Direktorat Penilaian Keamanan Pangan No. PO.01.02.51.0499. Jakarta: Badan POM. [ASEAN] The Association of Southeast Asian Nations. 2008. Asean Aconomic Community Blueprint. Jakarta: ASEAN. Presiden Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 Tentang label dan Iklan Pangan. Jakarta: Sekretariat Kabinet RI.
(Sumber: e-reg.pom.go.id diakses pada tanggal 14 Maret 2016)
Majalah Keamanan Pangan | 19
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 19
8/2/16 4:54 PM
Regulasi
Update Regulasi Pangan Oleh : Siti Maemunah, S.Farm., Apt, Direktorat Standardisasi Pangan
Selamat datang era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 2016. Era MEA sudah berlaku di tahun 2016 ini dan pemberlakuannya akan menjadi tantangan karena konsenkuensi pemberlakuan MEA yang menyertainya. Aliran bebas perdagangan barang, jasa, dan tenaga terampil serta penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan maupun penghapusan hambatan non tarif sesuai skema AFTA menjadi konsekuensi pemberlakuan MEA. Sejumlah kerjasama antar negara anggota MEA sudah dilakukan termasuk diantaranya adalah harmonisasi standar dan kesesuaian (standard and conformance).
P
ada era MEA, terdapat 12 sektor prioritas yaitu 7 sektor barang dan 5 sektor jasa termasuk sektor pangan dalam sector agrobased products yang akan diintegrasikan. Pembahasan sektor pangan dilakukan melalui prepared foodstuff product working group (PFPWG) yang merupakan salah satu product working group (PWG) dibawah forum ASEAN consultative committee on standards and quality (ACCSQ). PFPWG mempunyai mandat untuk membantu ACCSQ dalam mengimplementasikan standar dan penilaian kesesuaian pada sektor agro-based products, khususnya produk pangan olahan. Badan POM sebagai salah satu instansi pemerintah yang memiliki tanggung jawab di bidang pengawasan keamanan pangan juga turut
berpartisipasi dalam era MEA. Badan POM telah berperan aktif dalam pembahasan mutual recognition arrangement (MRA) dan harmonisasi regulasi dengan memperhatikan kesesuaiannya dengan regulasi Indonesia. Sejumlah peraturan terkait pangan telah diterbitkan untuk menunjang pengawasan keamanan pangan. Peraturan tersebut menjadi acuan Badan POM dalam melaksanakan tugas pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan dan sebagai salah satu upaya untuk melakukan pembenahan keamanan, mutu dan gizi produk pangan olahan. Hal ini perlu dilakukan agar keamanan dan kualitas produk pangan olahan meningkat dan sesuai dengan standar/peraturan yang ada sehingga memiliki daya saing tinggi. Peraturan tersebut juga menjadi acuan bagi dunia
usaha dan masyarakat untuk mewujudkan pangan yang aman, bermutu dan bergizi. Berikut ini adalah ikhtisar beberapa peraturan baru terkait pangan hingga bulan April 2016. Peraturan selengkapnya dapat diunduh di website Badan POM dengan alamat: www.pom.go.id, pada bagian Peraturan/JDIH. 1.
Peraturan tentang Kategori Pangan Kategori pangan merupakan pengelompokan pangan berdasarkan jenis pangan yang bersangkutan. Pangan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran, wajib memenuhi ketentuan mengenai Kategori Pangan sebagaimana tercantum di
20 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 20
8/2/16 4:54 PM
dalam Peraturan Kepala Badan POM No.1 Tahun 2015 tentang Kategori Pangan. Sebagai informasi, Peraturan ini sedang dalam tahap proses revisi untuk beberapa Kategori Pangan. 2. Peraturan tentang Klaim Pelaku usaha yang ingin mencantumkan klaim pada produk pangannya harus memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum di dalam Peraturan Kepala Badan POM No.13 Tahun 2016 tentang Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan. 3. P e r a t u r a n tentang tentang Informasi Nilai Gizi (ING) Infor masi nilai gizi merupakan daftar kandungan zat gizi pangan pada label pangan sesuai dengan format yang dibakukan. Pencantuman ING pada produk pangan bersifat sukarela, dan pencantuman ini menjadi wajib jika produk pangan tersebut merupakan pangan fortifikasi, maupun pangan yang mencantumkan klaim. Pencantuman ING pada label pangan merupakan sarana komunikasi antara pelaku usaha dengan konsumen. Bagi pelaku usaha, ING merupakan sarana untuk menyampaikan informasi zat gizi yang terkandung dalam produk pangan kepada konsumen. Bagi konsumen, ING merupakan media penting untuk memilih produk pangan karena konsumen dapat melihat informasi yang dibutuhkan di label pangan sebelum memutuskan membeli suatu produk pangan. Peraturan yang mengatur persyaratan terkait ING yaitu Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.06.51.0475 Tahun
2005 tentang Pedoman Pencantuman Infor masi Nilai Gizi pada Label Pangan; dan Peraturan Kepala Badan POM No. HK.03.1.23.11.11.09605 Ta h u n 2 0 1 1 t e n t a n g Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.06.51.0475 Tahun 2005 tentang Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan. 4. Peraturan tentang Zat Gizi dan Non Gizi Peraturan Kepala Badan POM No. HK.03.1.23.11.11.09657 Ta h u n 2 0 1 1 t e n t a n g Persyaratan Penambahan Zat Gizi dan Zat Non Gizi dalam Pangan Olahan, mengatur zat gizi seperti asam dokosaheksaenoat (docosahexaenoic acid/ DHA); asam arakidonat (arachidonic acid/ARA); dan zat non gizi seperti lutein; sphingomyelin; dan gangliosida. Pelaku usaha yang akan menggunakan bahan baku DHA dan ARA atau zat non gizi dalam produk pangan olahan harus memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum di dalam peraturan ini. 5. P e r a t u r a n tentang Formula Bayi, Formula Lanjutan, Formula Pertumbuhan, dan Minuman Khusus Ibu Hamil dan/atau Ibu Menyusui Bayi, anak, ibu hamil dan ibu menyusui merupakan kelompok rentan dan memerlukan penanganan gizi khusus. Bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) membutuhkan formula bayi untuk memenuhi asupan gizinya. Ibu hamil dan Ibu menyusui yang membutuhkan tambahan nutrisi dapat memperoleh asupan gizi dari pangan, pangan olahan atau dari
suplemen. Badan POM menerbitkan sejumlah peraturan untuk kelompok rentan tersebut seperti peraturan yang mengatur persyaratan zat gizi untuk bayi normal maupun bayi dengan keperluan medis khusus; peraturan yang mengatur persyaratan zat gizi untuk bayi usia 6 bulan sampai 1 tahun; peraturan yang mengatur persyaratan zat gizi untuk anak usia 1 sampai 3 tahun; dan peraturan yang mengatur persyaratan zat gizi untuk ibu hamil maupun ibu menyusui. Berikut sejumlah peraturan tersebut: a. P e r a t u r a n Kepala Badan POM No. HK.03.1.52.08.11.07235 Tahun 2011 tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus. b. Peraturan Kepala Badan POM No. 3 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM No. HK.03.1.52.08.11.07235 Tahun 2011 tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi untuk Keperluan Medis Khusus. c. Peraturan Kepala Badan POM No. 30 Tahun 2013 tentang Pengawasan Formula Lanjutan. d. Peraturan Kepala Badan POM No. 31 Tahun 2013 tentang Pengawasan Formula Pertumbuhan. e. Peraturan Kepala Badan POM No. 33 Tahun 2013 tentang Pengawasan Minuman Khusus Ibu Hamil dan/atau Ibu Menyusui. 6. P e r a t u r a n tentang Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG) Pangan PRG harus melalui Majalah Keamanan Pangan | 21
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 21
8/2/16 4:54 PM
tahapan pengkajian/ penilaian keamanan pangan sebelum diedarkan ( pre-market food safety assesment ). Pengkajian keamanan pangan PRG d i l a k u k a n b e rd a s a r k a n Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK. 03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik sesuai dengan amanah PP No. 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Sebagai tambahan informasi, pedoman pengkajian tersebut sedang dalam tahap proses revisi. Sedangkan ketentuan pelabelan pangan PRG tercantum dalam Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.23.03.12.1564 Ta h u n 2 0 1 2 t e n t a n g Pengawasan Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik. 7. P e r a t u r a n tentang Pangan Iradiasi P ro d u k p a n g a n y a n g mengalami perlakuan iradiasi pangan harus memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum di dalam Peraturan Kepala Badan POM No. 26 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pangan Iradiasi. Peraturan ini merupakan amanah dari Permenkes No. 701/ MENKES/PER/VIII/2009 tentang Pangan Iradiasi. 8. Peraturan tentang Pangan Olahan Organik Pangan olahan organik merupakan makanan atau minuman yang berasal dari pangan segar organik hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan yang diizinkan. Badan POM sudah menerbitkan Peraturan Kepala Badan POM No.
HK.00.06.52.0100 Tahun 2008 tentang Pengawasan Pangan Olahan Organik. Sebagai tambahan informasi, peraturan ini sedang dalam tahap proses revisi mengikuti perkembangan terbaru dari Permentan No. 64/ Permentan/OT.140/5/2013 tahun 2013 tentang Sistem Pertanian Organik. 9. Peraturan tentang Ritel Pangan Badan POM sudah menerbitkan peraturan terkait ritel pangan modern dan tradisional yaitu Peraturan Kepala Badan POM No. HK.03.1.23.12.11.10569 Ta h u n 2 0 1 1 t e n t a n g Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik; dan Peraturan Kepala Badan POM No. 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional. Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik berlaku untuk toko modern dan tidak berlaku untuk kegiatan pengolahan pangan di toko modern. Sedangkan Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional merupakan acuan bagi pengelola pasar dan pelaku usaha pangan di pasar tradisional agar memenuhi persyaratan keamanan pangan. 10. Peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) Hingga saat ini, Badan POM sudah menerbitkan 26 peraturan terkait BTP. Penerbitan peraturan ini sesuai dengan amanah dari Permenkes No. 33 Ta h u n 2 0 1 2 t e n t a n g Bahan Tambahan Pangan. Permenkes ini mencabut Permenkes No. 722/ Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Bahan tambahan pangan yang diatur di
dalam peraturan Badan POM tersebut meliputi: Bahan Pengkarbonasi, Humektan, Pembawa, Te p u n g , Perlakuan Pengaturan Keasaman, Pengeras, Anti Kempal, Pengembang, Pelapis, Anti Buih, Propelan, Pengental, Pengemulsi, Garam Gas untuk Kemasan, Sekuestran, Pembentuk Gel, Pengemulsi, Peretensi Warna, Pembuih, Penguat Rasa, Penstabil, Peningkat Pengawet, Vo l u m e , Pewarna, Antioksidan, dan Pemanis. 11. Peraturan tentang Acuan Label Gizi (ALG) Acuan Label Gizi (ALG) adalah acuan untuk pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pada label produk pangan. Peraturan yang dapat diacu yaitu Peraturan Kepala Badan POM No. 9 Tahun 2016 tentang Acuan Label Gizi. Beragam upaya telah dilakukan Badan POM agar semua peraturan tersebut dapat diimplementasikan baik oleh pemerintah maupun dunia usaha. Upaya tersebut antara lain dimulai dari keterlibatan stakeholder dalam penyusunan s u a t u re g u l a s i / p e r a t u r a n , konsultasi pelaksanaan publik rancangan peraturan, dan sosialisasi peraturan. Sosialisasi peraturan yang sudah diterbitkan oleh Badan POM kepada stakeholder dimaksudkan agar stakeholder dapat memahami peraturan dengan benar. Diharapkan dengan semua pemenuhan peraturan tersebut, produk Indonesia dapat bersaing dengan produk dari negara anggota masyarakat ekonomi ASEAN lainnya.
22 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 22
8/2/16 4:54 PM
Peristiwa
Peluncuran Importasi Prioritas Oleh : Maresta Anindyani, S.Farm, Apt Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan
Pada akhir tahun 2015 Badan POM melakukan salah satu terobosan dalam rangka penurunan dwelling time melalui pelayanan importasi prioritas. Pelayanan ini diluncurkan secara simbolis pada tanggal 4 November 2015 yang dihadiri oleh Bapak Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian. Pelayanan prioritas merupakan salah satu dari implementasi pencapaian Visi Badan POM, yaitu Obat dan Makanan aman, meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa.
M
enurut Data Kemenko Perekonomian bulan Oktober 2015, subsektor industri yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB selama 5 tahun terakhir (20112015) secara berurutan adalah: industri makanan dan minuman; industri barang logam; industri alat angkutan; industri kimia, farmasi dan obat tradisional; dan industri tekstil dan pakaian jadi. Badan POM senantiasa mendukung kebijakan penataan kebijakan ekonomi nasional melalui deregulasi birokrasi untuk menunjang kelancaran perdagangan dan logistik dengan otomasi pengawasan peredaran obat dan makanan. Roadmap otomasi pengawasan peredaran
obat dan makanan telah direncanakan sejak tahun 2010 hingga saat ini seperti dapat dilihat pada Tabel 1.
Pelayanan Prioritas
Landasan hukum pelayanan prioritas adalah Peraturan Kepala Badan POM No.12 Tahun 2015 tentang Pengawasan Obat dan Makanan ke dalam wilayah Indonesia; dan Peraturan Kepala Badan POM No.13 Tahun 2015 tentang Pengawasan Bahan Obat dan Makanan ke dalam wilayah Indonesia. Kedua Perka ini menggantikan Perka No. 27 Tahun 2013 tentang Pengawasan Obat dan Makanan ke dalam wilayah Indonesia dan
TABEL 1. Roadmap e-BPOM
Majalah Keamanan Pangan | 23
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 23
8/2/16 4:54 PM
Gambar 1. Peluncuran layanan importasi
Gambar 2. Suasana Peluncuran layanan importasi
Perka No. 28 Tahun 2013 tentang Pengawasan Bahan Obat dan Makanan ke dalam wilayah Indonesia. Perbedaan Perka No. 12 dan 13 Tahun 2015 dibandingkan dengan Perka no. 27 dan 28 Tahun 2013, terletak pada penambahan ataupun revisi pada beberapa pasal, antara lain pada Pasal 6 Perka No. 13 Tahun 2015, yaitu pada pelayanan SKI Prioritas. Berdasarkan pasal ini Badan POM secara konsisten mendukung upaya penurunan dwelling time pemerintah. SKI Prioritas mengubah SKI dari transaksional (non prioritas) menjadi non transaksional (prioritas). Salah satu kemudahan bagi pelaku usaha yang telah ditetapkan untuk mendapatkan pelayanan prioritas adalah waktu penerbitan SKI yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan yang non prioritas. Penentuan pelaku usaha untuk mendapat SKI Prioritas dilakukan melalui pemilihan berdasarkan smart profiling dengan kriteria antara lain mempunyai API-U/ API-P; mempunyai rekam jejak yang baik; dan melakukan importasi dengan frekuensi dan volume tertentu selama 6 bulan terakhir. Penetapan SKI Prioritas ini dilakukan oleh Deputi III Badan POM dan dievaluasi secara berkala setiap 6 bulan. Berdasarkan risk profilling dan kondisi awal pelayanan prioritas, maka Deputi III Badan POM menetapkan komoditas bahan baku pangan dan bahan tambahan pangan yang mendapatkan pelayanan prioritas. Daftar ini akan dievaluasi setiap 6 bulan sekali, sehingga diharapkan lebih banyak lagi pelaku usaha yang mendapatkan pelayanan prioritas. Terobosan lainnya pada peningkatan pelayanan SKI adalah simplifikasi packing list serta bill of lading (B/L) atau airways of bill (AWB). Simplifikasi ini bertujuan agar pelaku usaha dapat mengajukan surat keterangan impor tanpa harus menunggu produk sampai di Indonesia terlebih dahulu agar pelaku usaha dapat secara aktif menurunkan dwelling time.
Pengawasan dan evaluasi pelayanan prioritas
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Kedeputian III Badan POM secara berkala mengevaluasi penetapan pelaku usaha untuk mendapatkan prioritas. Hal ini dilakukan dengan melihat kepatuhan pelaku usaha melalui dokumen yang diinput ke dalam sistem. Pelaku usaha yang telah mendapatkan prioritas diharapkan tetap memenuhi persyaratan yang diwajibkan untuk penerbitan SKI seperti pada pelayanan SKI transaksional. Merujuk pada Perka No. 12 dan 13 Tahun 2015, terdapat sanksi yang lebih tegas terhadap pelaku usaha dan importir yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pengajuan SKI, baik secara transaksional maupun non transaksional. Pada pasal 30 dan 31 dijelaskan bahwa sanksi dapat berupa administratif, peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemasukan dan/atau peredaran, dan pemusnahan barang atau re-ekspor. Dalam hal diketahui bahwa dokumen diduga palsu dan/ atau dokumen tidak absah maka sanksi berupa penolakan permohonan SKI dan pemohon tidak dapat mengajukan permohonan SKI selama 1 (satu) tahun. Dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan SKI Pelayanan Prioritas maka pemohon tidak diberikan pelayanan prioritas selama 2 (dua) tahun. Pelaku usaha diharapkan dapat secara aktif melakukan evaluasi internal terlebih dahulu terhadap dokumen yang akan diajukan dan bertanggung jawab terhadap dokumen tersebut. Hal ini mengingat upaya peningkatan pelayanan akan terus dilakukan dan sanksi terhadap pelanggaran tersebut telah tertuang dalam peraturan tertulis. Hal lain yang dilakukan sebagai upaya pelayanan percepatan dwelling time adalah pemberlakuan e-payment sehingga pelaku usaha
24 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 24
8/2/16 4:54 PM
Gambar 3. Foto Bersama Peluncuran layanan importasi
tidak perlu datang ke kantor Badan POM untuk menyerahkan bukti surat perintah bayar (SPB). Melalui sistem e-payment, pelaku usaha akan mendapatkan billing ID khusus untuk proses pembayaran. Setelah pelaku usaha melakukan
Darmin Nasution Menko Perekonomian RI (4 Nov 2015, Peluncuran SKI Prioritas)
Paradigma telah berubah di Badan POM, bahwa fungsi birokrasi dan pemerintahan adalah melayani dan mengawasi. Saya merasa bangga dalam peluncuran ini, karena terlihat filosofi melayani dan pengawasan sudah ada di BPOM. Ini merupakan tindakan yang modern dan cerdas. Tugas birokrasi modern dan cerdas adalah menjamin standar dan proses efisiensi terjadi. Kita perlu mendorong lahirnya industri nasional untuk menghasilkan (paling tidak) produk obat terlebih dahulu. Ucapan selamat kepada BPOM. BPOM tidak memerlukan arahan karena sudah berada pada jalur yang benar melalui sistem NSW, paperless, elektronik. Jika semua sudah dijalankan, maka kita siap bersaing dengan negara lain.
pembayaran, maka data yang diinput secara otomatis terdapat dalam sistem e-bpom yang siap dievaluasi. Melalui sistem ini, diharapkan proses pembayaran lebih efisien dan tidak membutuhkan waktu lama untuk melaporkan bukti SPB kepada petugas Badan POM. Hal ini tertuang pada Pasal 27 pada Perka No. 13 Tahun 2015 dan Pasal 26 Perka No. 12 Tahun 2015. Kerjasama antar lembaga antara Badan POM dengan Kementerian lainnya seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, dan Ditjen Bea Cukai terus ditingkatkan melalui pilot project single sub mission (SSM). Melalui program ini pelaku usaha hanya perlu menginput data yang akan secara otomatis terintegrasi pada Kementerian atau Lembaga terkait, sehingga tidak perlu ada penginputan data secara berulang. Badan POM secara konsisten senantiasa melakukan upaya agar daya saing bangsa meningkat melalui debirokratisasi dengan tidak mengurangi pengawasan keamanan pangan kepada pelaku usaha.
Roy A. Sparringa Kepala Badan POM RI
(4 Nov 2015, Peluncuran SKI Prioritas) Badan POM turut berupaya meningkatkan perekonomian melalui debirokratisasi nasional. Badan POM s e l a l u m e n g u p a y a k a n t e ro b o s a n untuk kemudahan pelaku usaha. Penyederhanaan prioritas diubah dari transaksional menjadi non transaksional dan menjadi e-payment, dan single sub mission. Dasar hukumnya adalah Perka Badan POM No 12 tahun 2015 yang mencabut Perka BPOM No. 27 tahun 2013 dan juga Perka BPOM No. 13 tahun 2015 yang mencabut Perka BPOM No. 28 tahun 2013. Diharapkan pemberlakuan SKI prioritas dapat menurunkan dwelling time dan meningkatkan daya saing bangsa.
Majalah Keamanan Pangan | 25
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 25
8/2/16 4:54 PM
Peristiwa
Pengembangan Keamanan Pangan Sekolah Tingkat Menengah di Kota Batu Jawa Timur Oleh :Yanti Kamayanti Latifa, SP, M.Epid Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
P
angan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) memiliki peran penting sebagai sumber energi dan nutrisi, namun di samping itu dapat berpotensi tercemar bahaya biologi, fisik, dan kimia. Upaya untuk peningkatan keamanan, mutu dan gizi PJAS di Indonesia telah dilakukan melalui Gerakan Aksi Nasional PJAS sejak tahun 2011 dengan fokus sasaran komunitas sekolah dasar. Pada tahap selanjutnya, telah dilakukan kegiatan pengembangan keamanan pangan di sekolah tingkat menengah. Program pengembangan keamanan pangan di Sekolah Tingkat Menengah menitikberatkan pada konsep p e m b e rd a y a a n k o m u n i t a s sekolah untuk peningkatan kesadaran keamanan pangan. Strategi peningkatan kesadaran keamanan pangan di komunitas sekolah dilakukan dengan perkuatan sistem manajemen keamanan pangan sekolah. Selain peran Kepala Sekolah, guru, komite sekolah dan penjaja kantin, peran siswa sebagai agent of change keamanan pangan merupakan peran yang sangat strategis. Agent of change keamanan pangan dapat diartikan sebagai orang yang mempengaruhi t a rg e t / s a s a r a n p e r u b a h a n agar mereka dapat mengambil keputusan yang benar dalam mencegah cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman
Gambar 1. Foto Bersama Peserta Pelatihan Agent of Change Keamanan Pangan di Batu, Jawa Timur
Gambar 2. Suasana Pelatihan Agent of Change Keamanan Pangan di Batu, Jawa Timur
Gambar 3. Pengujian Produk Pangan Menggunakan Rapid Test Gambar Kit
untuk dikonsumsi. Peran Agen of change Keamanan Pangan dalam manajemen keamanan pangan di sekolah antara lain adalah : 1. Sebagai penggerak komunitas sekolah (terutama sesama siswa) untuk membudayakan keamanan pangan 2. Sebagai penghubung antara siswa dan pihak sekolah untuk melakukan program keamanan pangan 3. Bekerja sama dengan Tim Keamanan Pangan Sekolah dalam merumuskan dan memberikan ide kreatif terkait kampanye keamanan pangan di sekolah Seorang agent of change keamanan pangan diharapkan memiliki pengetahuan keamanan pangan yang baik, inspiratif, inovatif, kreatif dan komunikatif sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam sistem manajemen keamanan pangan sekolah. Siswa perlu diberikan pelatihan dan bimbingan mengenai keamanan pangan untuk melakukan
fungsi representasi, sosialisasi, maupun promosi keamanan pangan di sekolahnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan telah mengadakan pilot project program pengembangan keamanan pangan di Sekolah Tingkat Menengah. Salah satu daerah yang dijadikan lokasi pilot project adalah Kota Batu yang merupakan salah satu destinasi pariwisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Penjaminan Keamanan Pangan di Kota Batu, selain untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, juga lebih meningkatkan “nilai jual” dan daya tarik Kota Batu sebagai destinasi pariwisata. Pada tanggal 3 Mei 2016 bertempat di Block Office Pemerintah Kota Batu, bekerja sama dengan Balai Besar POM di Surabaya, Dinas Pendidikan Kota Batu dan Dinas Kesehatan Kota Batu telah dilakukan
26 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 26
8/2/16 4:54 PM
Gambar 4. Peserta Workshop Keamanan Pangan Sekolah Tingkat Menengah
Pelatihan Agent Of Change Keamanan Pangan Sekolah Tingkat Menengah untuk siswa SMP dan SMU. Secara paralel juga diselenggarakan Workshop Keamanan Pangan untuk Guru dan Kepala Sekolah Tingkat Menengah. Acara ini bertujuan untuk mensosialisasikan keamanan pangan kepada komunitas sekolah tingkat menengah dan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran keamanan pangan komunitas sekolah tingkat menengah. Peserta Pelatihan Agent Of Change Keamanan Pangan Sekolah Tingkat Menengah adalah siswa dan siswi SMU yang merupakan anggota aktif dari kegiatan ekstrakurikuler seperti OSIS, Pramuka, atau PMR sebanyak masing-masing 2 orang dari 10 SMP dan 10 SMU. Siswa yang aktif di ekstrakurikuler tersebut diharapkan dapat mengkolaborasikan program keamanan keamanan pangan dengan program tahunan organisasinya masing-masing. Pada pelatihan tersebut siswa diberikan pembekalan materi keamanan pangan dalam bentuk penyuluhan dan penayangan video-video keamanan pangan, diantaranya pengenalan 5 Kunci Keamanan Pangan WHO, Membaca Label dan 3 Bahaya Keamanan Pangan. Selain itu diberikan pula praktikum langsung pengujian pangan dengan rapid test kit untuk parameter formalin, boraks, methanyl yellow dan Rhodamin B. Para siswa sangat antusias melakukan setiap langkah
pengujian karena mereka dapat melihat langsung hasil positif uji berupa perubahan warna dari setiap pengujian parameter. Selain itu pada kesempatan tersebut, setiap siswa diminta untuk membuat essay mengenai rencana program keamanan pangan yang akan mereka kembangkan di sekolah masingmasing. Evaluasi pelatihan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan keamanan pangan dilakukan dengan melaksanakan pre test dan post test mengenai materi keamanan pangan. Berdasarkan penilaian pre test, post test, essay dan keaktifan setiap siswa selama pelatihan, dipilih peserta terbaik dari tingkat SMP dan SMA. Peserta terbaik dari tingkat SMP adalah Chincin Veronica dari SMPN 01 Kota Batu dan Santi Nur Farida dari SMP Raden Fatah Kota Batu. Sedangkan dari tingkat SMA adalah Ade Hermawan Fajri dari SMAN 1 Kota Batu dan Christy Kamanuddin dari SMA Immanuel Kota Batu. Acara Workshop Keamanan Pangan Sekolah Tingkat Menengah dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Pendidikan Kota Batu, Dinas Kesehatan Kota Batu, serta Kepala Sekolah dan Guru UKS dari 10 SMP dan 10 SMA. Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Batu, mewakili Kepala Dinas Pendidikan Kota Batu membuka acara. Acara dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Narasumber dari Direktorat Surveilan dan
Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP) dan dari Balai Besar POM di Surabaya. Materi yang disampaikan narasumber dari Direktorat SPKP adalah Desain Program Pengembangan Keamanan Pangan di Sekolah Tingkat Menengah yang berisi penjelasan mengenai konsep dan program keamanan pangan di sekolah tingkat menengah yang dapat dikembangkan oleh Tim Keamanan Pangan Sekolah, termasuk Agent of Change Keamanan Pangan yang sudah dilatih. Selain itu, disampaikan juga materi 5 Kunci Keamanan Pangan untuk mengenalkan prinsip-prinsip keamanan pangan. Sedangkan narasumber dari Balai Besar POM di Surabaya, menyampaikan hasil Pengawasan PJAS di Provinsi Jawa Timur. Acara Workshop diakhiri dengan diskusi interaktif antara peserta dan narasumber mengenai pengembangan program keamanan pangan dan pengawasan PJAS di Sekolah Tingkat Menengah Kota Batu. Seluruh peserta sangat antusias mengikuti seluruh rangkaian acara dan menyatakan dukungannya terhadap program pengembangan keamanan pangan di sekolah tingkat menengah. Semoga dengan meningkatnya kesadaran dan komitmen komunitas sekolah tingkat menengah terhadap keamanan pangan, budaya keamanan pangan dapat terwujud.
Majalah Keamanan Pangan | 27
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 27
8/2/16 4:54 PM
Peristiwa
PENGANUGERAHAN BPOM AWARDS Oleh : Indra Pramularsih, S.Farm, Apt. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
P
ada ulang tahun Badan POM yang ke15, bertempat di aula Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan RI pada tanggal 10 Februari 2016, Kepala Badan POM, Dr. Roy A. Sparringa menyerahkan piagam penghargaan kepada tokoh, pemerintah daerah, media dan industri yang memberikan kontribusi yang nyata dalam membantu pengawasan obat dan makanan yang aman bagi masyarakat. Terdapat enam kategori penghargaan dengan penerima BPOM awards sebagai berikut: 1. Sistem keamanan obat dan makanan a. Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Nasional (SISPOM): Drs. Sampurno, MBA, Apt b. Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT): Prof .Dr. Dedi Fardiaz, M.Sc 2. Komitmen pemerintah daerah a. Penerbitan Perda tentang Pengawasan Obat Tradisional dan Kosmetik: Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten Tulungagung b. Penerbitan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) secara baik dan konsisten: Kota Tangerang, Kabupaten Subang, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Demak, Kota Palu, dan Kota Pontianak c. Kemandirian Program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya: Kota Pekalongan dan Kota Administrasi Jakarta Timur 3. Penerapan cara pembuatan obat dan Pangan yang baik: a. Industri Obat Tradisional: PT. Deltomed Laboratories, PT. Phytochemindo Reksa, dan CV. Al-Ghuroba b. I n d u s t r i K o s m e t i k : P T P a r a g o n Te c h n o l o g y dan Innovation, PT. Vitapharm, dan Sekar Wangi c. Industri Pangan Olahan : PT. Konimex (Divisi Food) dan PT. Prima Agritech Nusantara Dalam kategori ini penghargaan juga diberikan kepada penerima Piagam Bintang Dua dan Tiga Keamanan Pangan serta UMKM Berprestasi atas upayanya memperoleh sertifikat GMP. a. Piagam Bintang Tiga Keamanan Pangan: PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company TBK, PT. Perfetti Van Melle, PT. Indofood CBP Sukses Makmur (Nutrition
and Special Food Division), PT. Prima Agritech Nusantara, PT. Anugrah Mutu Bersama, PT. Indokuat Sukses Makmur, PT. Tirta Investama, PT. Yakult Indonesia Persada, dan PT. Yupi Indo Jelly Gum b. Piagam Bintang Dua Keamanan Pangan: PT. Calpis Indonesia, PT. Lasalle Food Indonesia, PT. Ceres, PT. Indofood CBP Sukses Makmur, dan PT. Amerta Indah Otsuka c. UMKM Pangan yang berpres tasi atas upayanya memperoleh sertifikat GMP: Kondang Rasa, Pawon Selera, PT. Moen Tri Sejahtera, CV. Djava Sukses Abadi, Madu Mutiara, La Rest, Amira Food, CV. Sakana Indo Prima, CV. Benning Jati Anugrah 4. Peningkatan kompetensi SDM di bidang obat dan makanan Peningkatan Kompetensi SDM di bidang pangan : SEAFAST CENTER IPB 5. Komitmen pakar obat dan makanan a. Keamanan Produk Obat sebagai Tim Ahli Cara Pembuatan Obat yang Baik: Dr. Uluan Sitorus dan Drs F.B. Mantik, Apt b. Keamanan Produk Obat atas komitmennya mendukung Badan POM dalam mengawal penilaian khasiat dan keamanan produk obat: Prof. Dr. dr. Iwan Dwi Prahasto, M.Med.Sc., Prof. Dr. Sri Suryawati, Prof. Dr. Arini Setiawati, Prof. Dr. Elin Yulinah Sukandar, Apt 6. Berita dan informasi keamanan obat dan makanan a. Berita dan Jurnalis: • Kompas TV, atas penayangan berita keamanan obat dan makanan yang edukatif dan informatif di media elektronik • Adhitya Ramadhan-Kompas, atas kontribusinya untuk pemberitaan positif bidang keamanan obat dan makanan di media cetak • Taufik Rahman-Republika Online, atas kontribusinya untuk pemberitaan positif bidang keamanan obat dan makanan secara online b. HALOBPOM 1500533: Meinardi Wibowo dan Emi Suryati sebagai promotor HALOBPOM 1500533
28 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 28
8/2/16 4:54 PM
Cemaran
URGENSI PENINGKATAN RISET MIKROBIOLOGI DI ERA MEA: DATABASE KERAGAMAN GENETIK MIKROB KONTAMINAN PANGAN Oleh : Dr. Diana E. Waturangi, MSi
Fotolia
Masyarakat Ekonomi ASEAN memiliki pola mengintegrasikan ekonomi ASEAN dengan cara membentuk sistem perdagangan bebas antara negara-negara anggota ASEAN. Era MEA baru dimulai di tahun 2016 ini.
N
amun untuk mikrob, lalu lintas keluar dan masuknya dari suatu negara ke negara lain selalu bersifat bebas. Mereka dapat menyebar baik melalui udara, air, makanan, bahkan melalui tumbuhan, hewan dan manusia, penyebaran tersebut tidak terkecuali mikrob yang bersifat patogen
atau dapat menimbulkan penyakit bagi manusia. Patogen yang bersifat epidemi di suatu daerah dapat dengan mudah berpindah ke negara lain melalui rute seperti yang sudah disebutkan di atas. Ironisnya suatu wabah di suatu negara dapat dengan mudah dideteksi, diatasi penyebarannya maupun pengobatannya karena sudah
baiknya teknik analisis mikrob di negara tersebut. Sementara patogen yang sama di negara yang berbeda bisa menjadi sangat sulit diatasi karena belum siapnya analisis deteksi maupun pencegahan di negara tersebut. Dimulainya era MEA, berdampak juga pada semakin bebas dan luasnya keluar masuk di antara sesama negara Majalah Keamanan Pangan | 29
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 29
8/2/16 4:54 PM
seperti pemisahan spasial, serta interaksi spesifik antara bakteri dengan inangnya (Souza et al., 1992). Pengaruh ini dapat berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya Keragaman bakteri patogen atau yang bersimbiosis umumnya lebih rendah dibandingkan yang hidup bebas (Latour et al., 1996). Dengan perkembangan teknik genetika molekuler kita menyadari bahwa pengetahuan kita akan keragaman bakteri sangat sedikit. Keragaman dari segi struktur dan fungsi pada tingkat di bawah spesies ternyata lebih besar. (Schloter et al., 2000).
Analisis Profil DNA
Fotolia
ASEAN, salah satu dampak yang dapat terjadi ialah penyebaran mikrob juga semakin terbuka lebar melalui manusia maupun barang yang keluar masuk tersebut. Berdasarkan pertimbangan di atas, sangat diperlukan persiapan dan strategi terkait analisis mikrob menghadapi dampak tersebut. Dimulainya MEA di tahun ini hendaknya dapat dijadikan momentum untuk juga memudahkan transfer teknologi khususnya yang berkaitan dengan analisis, maupun deteksi mikrob khususnya mikrob kontaminan pada pangan. Alangkah baiknya bila negara-negara ASEAN khususnya Indonesia memiliki database keragaman genetika mikrob khususnya bakteri terkait penyakit tropis dan yang lebih spesifi k ialah yang bersumber dari food-borne dan waterborne. Kesiapan database keragaman genetika tersebut akan sangat bermanfaat untuk dapat melakukan pelacakan sumber bakteri kontaminan bila terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
Keragaman Genetika Bakteri
Ada banyak hal yang mempengaruhi keragaman suatu mikrob khususnya bakteri
Beberapa metode telah dikembangkan untuk identifikasi, typing serta studi keragaman genetika prokariot dan eukariot pada tingkat DNA. Metode-metode tersebut berbeda baik dari segi taksonomi serta tingkat diskriminasi (Morel, 1997). Beberapa teknik mampu membuat diskriminasi sampai tingkat sub spesies seperti ARDRA (Hudson et al., 2000). Beberapa metode lain mampu melakukan diferensiasi hingga tingkat galur seperti sekuensing DNA, analisis MFLP menggunakan PFGE (Graf, 1999) serta analisis PCR menggunakan sekuen repetitif seperti elemen Repetitive Extragenic Palindromic (REP) dan sekuen Enterobacterial Repetitive Intergenic Consensus (ERIC) (Lupsky and Weinstock, 1992). Semua metode di bawah ini berdasarkan mutasi yang ada pada situs restriksi atau variasi pada fragmen hasil restriksi. Namun PFGE dan PCR repetitif juga dapat menganalisis mutasi yang tersebar pada DNA genom (Savelkoul et al., 1999). Kombinasi dari berbagai teknik menghasilkan tingkat diskriminasi yang lebih tinggi.
1. Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis (ARDRA)
Sel prokariot memiliki tiga tipe RNA yaitu: messenger RNA (mRNA), transfer RNA (tRNA), dan ribosomal RNA (rRNA). Ribosomal RNA jumlahnya sangat besar dalam sel (75%) dari selular RNA. Ada dalam ukuran 23S, 16S and 5S pada prokariot. Fungsinya sama pada setiap sel dan bersifat conserved (Clayton et al., 1995). Perbandingan sekuen rRNA sequences merupakan metode yang sangat potensial untuk melihat kekerabatan secara filogenetik serta hubungan evolusi. Analisis ini menggunakan amplifikasi gen 16S rRNA yang kemudian dilanjutkan dengan pemotongan menggunakan enzim restriksi (Borrell et al., 1997, Waturangi et al., 2011).
30 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 30
8/2/16 4:54 PM
2. Sekuen Repetitif
Sekuen yang bersifat repetitif tersebar pada DNA genom suatu organisme dan dapat digunakan untuk melakukan diferensiasi suatu organisme menggunakan PCR. Salah satunya adalah sekuen ERIC. Sekuen ini terletak pada area non coding dari suatu kromosom dan memiliki ulangan terbalik yang bersifat conserved. Repetitive element sequence-based PCR (repPCR) merupakan analisis keragaman genetika yang memungkinkan kita untuk melakukan analisis sidik jari DNA hingga tingkat galur. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa aplikasi dari repPCR menggunakan primer berdasarkan elemen repetitive extragenic palindromic (REP) dan sekuen Enterobacter Repetitive Intergenic Consensus Sequences (ERIC). Keduanya dapat digunakan untuk melihat variasi genetika dari berbagai bakteri (Hulton et al., 1991., de Brulin, 1992., Jersek et al., 1999, Waturangi et al., 2012),
3. Analisis Macrorestriction Fragment Length Polymorphism (MFLP) menggunakan Pulsed Field Gel Electrophoresis (PFGE).
Analisis fragmen restriksi DNA kromosom suatu bakteri menggunakan pulsed-field gel electrophoresis (PFGE) sangatlah informatif dan diskriminatif pada berbagai studi epidemiologi. Pedoman konsensus intrepetasi data dari PFGE tersebut telah ada, khususnya pada saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) (Tenover et al., 1995). Namun demikian, teknik ini memerlukan keahlian khusus serta waktu yang diperlukan cukup lama, dan pengoperasian alat ini juga cukup sulit. Dengan adanya berbagai pilihan teknik analisis keragaman genetika tersebut, maka kita dapat memilih berdasarkan berbagai pertimbangan antara lain: ketersediaan alat, dana yang tersedia, ketersediaan bahan, waktu, jumlah isolat yang dianalisis, serta tingkat diskriminasi keragaman genetika yang diharapkan. Standardisasi untuk setiap metode dan setiap jenis bakteri patogen baiknya mengacu pada standar internasional yang ada, kecuali untuk sesuatu yang bersifat spesifik Indonesia. Persiapan Indonesia khususnya Badan POM dalam hal database keragaman genetika kontaminan pangan sangat bermanfaat pada banyak hal, dan karena standar yang diacu ialah internasional, maka data yang dimiliki oleh Badan POM nantinya dapat dijadikan rujukan internasional pada berbagai kasus bukan hanya mewakili Indonesia, tapi dapat mewakili negaranegara ASEAN.
Referensi Borrell N, Acinas SG, Figueras MJ, and Martinez-Murcia AJ. 1997. Identification of Aeromonas clinical isolates by restriction fragment length polymorphism of PCRamplified 16S rRNA gene. Clin. Microbiol. 35:1671-1674. Clayton RA, Sutton G, Hinkie PSJr, Bult C, and Fields C. 1995. Intraspecific variation in small-subunit rRNA sequences in GenBank: why single sequences may not adequately represent prokaryotic taxa. Int. J. Syst. Bacteriol. 45:595599. De Brulin, F. J. 1992. Use of repetitive (repetitive extragenic palindromic and enterobacterial repetitive intergeneric consensus) sequences and the polymerase chain reaction to fingerprint the genomes of Rhizobium meliloti isolates and other soil bacteria. Appl. Environ. Microbiol. 58:21802187. Gilson, R., J. M. Clement, D. Brutlag, and M. Hofnung. 1984. A family of dispersed repetitive extragenic palindromic DNA sequences in E. coli. EMBO J. 3:1417-1421. Hudson CR, Quist C, Lee MD, Keyes K, Dodson SV, Morales C, Sanchez S, White DG, and Maurer JJ. 2000. Genetic relatedness of Salmonella isolates from non domestic birds in southern United States. Clin. Microbiol. 38:1860-1865. Hulton, C. S. J., C. F. Higgins, and P. M. Sharp. 1991. ERIC sequences: a novel family of repetitive elements in the genomes of Escherichia coli, Salmonella typhimurium and other enterobacteria. Mol. Microbiol. 5:825-834. Jersek, B., P. Gilot, M. Gubina, N. Klun, J. Mehle, E. Tcherneva, N. Rijpens, and L. Herman. 1999. Typing of Listeria monocytogenes strains by repetitive element sequence-based PCR. J. Clin. Microbiol. 37:103-109. Latour X, Corberand T, Laguerre G, Allard F, and Lemanceau P. 1996. The composition of fluorescent pseudomonad populations associated with roots is influenced by plant and soil type. Appl. Environment. Microbiol. 62:24492456. Lupsky JR, and Weinstock GM. 1992. Short, Interspersed repetitive DNA sequences in prokaryotic genomes. Bacteriol. 174:4525-4529. Morel V. 1997. Bacteria diversity through warfare. Science278:575. Savelkoul PHM, Aarts HJM, Haas JDe, Dijkshoorn L, Duim B, Otsen M, J.L.W. Rademaker., L. Schouls., and J.A. Lenstra. 1999. Amplified- fragment length polymorphism analysis: the state of an art. Clin. Microbiol. 37:3083-3091. Schloter M, Lebuhn M, Heulin T and Hartmann A. 2000. Ecology and evolution of bacterial microdiversity. FEMS. Microbiol. Rev. 24:647-660. Savelkoul PHM, Aarts HJM, Haas JDe, Dijkshoorn L, Duim B, Otsen M, J.L.W. Rademaker., L. Schouls., and J.A. Lenstra. 1999. Amplified- fragment length polymorphism analysis: the state of an art. Clin. Microbiol. 37:3083-3091. Schloter M, Lebuhn M, Heulin T and Hartmann A. 2000. Ecology and evolution of bacterial microdiversity. FEMS. Microbiol.Rev. 24:647-660. Souza V, Nguyen TT, Hudson RR, Pinero D, and Lenski RE. 1992. Hierachical analysis of linkage disequilibrium in Rhizobium population: evidence for sex?. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 89:8389-8393. Tenover F. C., Arbeit R. D., Goering R. V., Mickelsen P. A., Murray B. E., Persing D. H., Swaminathan B. (1995) Interpreting chromosomal DNA restriction patterns produced by pulsed-field gel electrophoresis: criteria for bacterial isolate typing. J. Clin. Microbiol. 33:2233–2239. Waturangi, DE, I. Fransiska, CO. Susanto. 2011. Genetic Diversity of Facultative Methylotroph bacteria from human mouth using Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis (ARDRA). Hayati Biosciences. Waturangi, DE, I. Joanito, Yogiara, S. Thomas. 2012. Use of REP- and ERIC-PCR to reveal genetic heterogeneity of Vibrio cholerae from edible ice in Jakarta, Indonesia. Gut Pathogens 4:2.
Majalah Keamanan Pangan | 31
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 31
8/2/16 4:54 PM
PUSAT INFORMASI DAN EDUKASI KEAMANAN PANGAN ANAK SEKOLAH
32 | Majalah Keamanan Pangan
Majalah Keamanan Pangan edisi 29-2016_rev_vini_220716.indd 32
8/2/16 4:54 PM