MEMILIH BAHAN PANGAN YANG AMAN Di zaman modern ini, memang tak mungkin menghindari semua makanan berpengawet. Namun jika cukup jeli dalam berbelanja, Anda masih bisa membebaskan diri dari produk-produk berformalin maupun berklorin. Masih segar dalam ingatan kita kejadian tahun 2006 yang lalu, ketika berbagai media memberitakan bahwa beberapa macam bahan pangan seperti tahu, mie basah, ikan asin, ikan tahu segar, ternyata diawetkan dengan formalin, yaitu bahan pengawet mayat. Akibatnya, kita panik lalu berusaha menghindari mengkonsumsi makanan itu. Kita baru merasa tenang setelah melihat aparat yang berwenang giat merazia para pedagang di pasar-pasar. Kita pun kembali mengkonsumsinya karena mengira makanan-makanan tersebut sudah 'aman' dari formalin. Tapi apa yang terjadi? Bulan Februari 2007 lalu, sebuah harian menurunkan hasil uji sampel yang diambil tim penelitiannya dari lima wilayah Jakarta dan dua hypermarket. Hasilnya? Ternyata formalin masih digunakan untuk mengawetkan tahu dan ikan asin. Bahkan jumlah yang kini dipakai jauh lebih banyak dari sebelumnya. Beberapa hari sebelum muncul berita itu, sebuah mingguan melansir berita investigasi mengenai beras yang dioplos dengan klorin, yaitu bahan pemutih pakaian. Menurut mingguan tersebut, meskipun dikemas rapi dalam karung dengan label merek terkenal seperti Pandan Wangi, Rojolele, Cianjur, Ramos, hingga IR 64, isinya bisa saja dicampur dengan beras bermutu jelek yang telah diberi klorin. Peredaran beras oplosan ternyata tak cuma di seputar pasar-pasar tradisional saja, tapi juga sampai ke pasar induk hingga di supermarket dan hypermarket. Jadi beras putih yang setiap hari kita konsumsi itu pun ternyata tidak bisa kita anggap bahan pangan yang alami karena ada kemungkinan dioplos dengan beras berklorin. Kalau pun beras yang dicampurkan tidak mengandung klorin, tetap saja dari jenis beras berkualitas lebih rendah. Tapi konsumen tetap harus membayar dengan harga mahal, yaitu harga beras aslinya. Nampaknya kita memang harus semakin waspada dengan makanan dan minuman yang kita konsumsi. Sebaiknya kita tahu betul bahan apa saja yang terkandung di dalamnya, apa konsekuensi yang mungkin terjadi jika menyantapnya, dan bagaimana berkelit dari efek buruknya. Sama halnya ketika mulai muncul wabah flu burung. Setelah sempat ketakutan menyantap daging ayam, akhirnya kita terbiasa berhati-hati ketika membeli dan mengkonsumsi ayam. Begitu pula ketika diberitakan bahayanya residu pestisida sehingga kita lalu terbiasa mencuci bersih setiap buah dan sayuran di bawah air mengalir sebelum mengkonsumsinya. Memang penggunaan bahan pengawet maupun bahan aditif lainnya sudah diatur oleh pemerintah. Ada jenis bahan pengawet yang oleh pemerintah diizinkan untuk digunakan karena dianggap aman. Ada juga bahan pengawet yang meskipun dikatakan aman, tetapi penggunaannya diatur sesuai dengan jumlah yang diperbolehkan (Acceptable daily intake), seperti natrium benzoat, kalium sorbat, dll. Maksudnya, ada angka maksimum dalam penggunaannya. Juga ada bahan
Memilih Bahan Pangan Yang Aman
halaman 1 dari 9
pengawet yang tergolong dilarang digunakan untuk makanan, seperti formalin dan boraks. Tapi biarpun sudah diatur sedemikian rupa, tetap sulit bagi kita untuk berharap bahwa semua produsen akan mentaati. Formalin yang sudah jelas dilarang dari dulu saja ternyata masih terus dipakai sampai sekarang. Dan beberapa bulan yang lalu (tahun 2006), beberapa produk minuman terbukti melanggar ketentuan pelabelan. Ada yang menggunakan bahan pengawet tetapi tidak disebutkan dalam kemasannya, ada juga yang mencantumkan satu jenis pengawet pada labelnya padahal menggunakan dua macam pengawet. Lepas dari aman atau tidaknya produk tersebut untuk dikonsumsi, tetap saja hal itu melanggar peraturan pemerintah sekaligus menunjukkan kurangnya kepedulian produsen pada kesehatan konsumen. Jadi untuk membantu Anda dalam berbelanja, kali ini kami sengaja mendatangi beberapa ahli untuk mendapatkan penjelasan dan tip memilih bahan pangan yang aman, setidaknya dari formalin dan klorin. Kami juga ingin membuka mata Anda bahwa di sekitar kita, masih ada produsen yang peduli dengan kesehatan konsumennya. Karena itu, artikel ini juga kami lengkapi dengan liputan jajanan bebas pengawet seperti Mie Sehat Resto, Tahu Korea, serta Sanitas Bakery. Formalin Masalah yang Terus Berulang Sebenarnya kasus penggunaan formalin pada tahu, ikan asin, mie basah, ikan laut segar, daging ayam segar hingga bakso, bukanlah berita baru, tetapi selalu berulang setiap tahun. Hal itu disampaikan oleh Akhmad Sulaeman, PhD dari Bagian Manajemen Makanan dan Kesehatan Lingkungan, Departemen Gizi masyarakat, Fakultas Ekologi manusia, Institut Pertanian Bogor, dalam makalahnya pada sebuah seminar di Jakarta, Maret 2007. Kemudian sebagai respon terhadap penemuan tersebut, biasanya konsumen akan ramai-ramai berhenti membeli dan mengosumsi makanan tersebut. Namun biasanya hal itu hanya terjadi sesaat, yaitu ketika berbagai media heboh memberitakan hal tersebut. Setelah berita mulai reda, maka produsen akan kembali ke kebiasaannya yang lama, yaitu menggunakan formalin lagi. Konsumen pun tanpa curiga kembali membeli dan mengkonsumsi produk berformalin. Produsen dan konsumen akan kembali tersentak begitu ada proyek pengambilan dan pengujian sampel makanan lagi tahun berikutnya. Sudah lama dilarang pemerintah Masih menurut Akhmad Sulaeman PhD, ada beberapa alasan mengapa pengusaha senang menggunakan formalin. Penggunaan formalin pada tahu, mie basah, dan ikan asin jenis cumi-cumi misalnya, tidak hanya mampu mencegah kebusukan, tapi juga mampu mengawetkan dalam waktu lama, serta membuat tekstur bahan pangan lebih kenyal. Juga membuat ayam dan ikan segar nampak lebih bersih, putih dan berisi. Konsumen sendiri turut mendorong produsen menggunakan formalin, karena umumnya konsumen menginginkan tahu yang keras dan kenyal, mie yang kenyal,
Memilih Bahan Pangan Yang Aman
halaman 2 dari 9
daging ayam dan ikan yang tidak berbau, serta ikan asin yang putih dan bersih. Sayangnya, formalin atau larutan formaldehid dalam air, bukanlah jenis pengawet yang diperuntukkan bagi makanan. Formalin sering digunakan untuk mengawetkan mayat. Gas formalin sering digunakan pedagang untuk mengawetkan bahan tekstil agar tidak rusak oleh jamur dan rengat. Formalin telah dilarang digunakan untuk bahan pangan. Hal itu telah diatur dalam permenkes No.722/Menkes/Per/IX/88. Alasannya, pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia dengan gejala: sulit menelan, mual, sakit perut, yang akut disertai muntah-muntah, diare berdarah, gangguan pada susunan saraf atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin dosis tinggi bisa menyebabkan kejang-kejang, kencing darah, dan muntah darah yang bisa berakhir dengan kematian. Dalam dosis 0,5g/Kg BB atau 60-90 ml, formalin cukup mematikan. Bahkan bila tertelan sebanyak 30 ml saja, formalin sudah dapat menyebabkan kematian. Formalin juga bersifat karsinogenik atau dapat merangsang pembentukan sel kanker. Yang juga membahayakan adalah kandungan metanolnya yang sangat beracun dan bisa menyebabkan kebutaan bahkan kematian. Formalin sangat mudah didapat Tata cara perniagaan formalin sebenarnya telah diatur dengan surat keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.54/MPP/KEP/7/2000 dan impor formalin hanya boleh dilakukan importir yang diakui Dirjen Perdangan Luar Negeri. Perusahaan non pangan diperbolehkan mengimpor hanya untuk dipakai sendiri. Namun sampai saat ini tidak ada pengawasan peredaran formalin di pasaran. Para pengrajin atau pedagang tahu, mie, ikan, ayam, dapat membeli formalin dengan bebas di toko bahan kimia tanpa pernah ditanya untuk keperluan apa. Pengawasan penggunaan formalin pun tidak jalan, kalaupun ada, sifatnya hanya sementara saja dan merupakan kegiatan proyek yang sangat tergantung pada ketersediaan dana. Karena itu inspeksi di lapangan tidak bisa secara rutin dan kontinu. UU 07 tahun 1996 dan PP No. 28/2004 secara tegas sebenarnya telah mengancam pelaku-pelaku usaha yang dengan sengaja menggunakan bahan yang dilarang dalam makanan dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun dan denda 600 juta rupiah. Tapi peraturan dan perundang-undangan ini tidak pernah dengan tegas diberlakukan dengan alasan bisa mematikan usaha kecil. Disisi lain, konsumen sendiri kurang cerewet, cepat lupa, dan mudah memaafkan. Kondisi itu nampaknya dimanfaatkan benar oleh para pedagang yang ingin mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. Jadi konsumen sendirilah yang nampaknya harus pandai-pandai menjaga diri dan keluarganya dari makanan berformalin.
Memilih Bahan Pangan Yang Aman
halaman 3 dari 9
Beras Oplosan Membuat Konsumen Membayar Lebih Mahal Anda penggemar beras Pandan Wangi? Untuk informasi Anda, dari 9 merek beras Pandan Wangi yang beredar di pasaran ternyata kandungan Pandan Wanginya hanya sekitar 25-30 persen saja. Begitulah antara lain hasil penelitian Nugraha Edhi Suyatma, PhD (NES), DR.Ir.Dede R.Adawiyah, Msi (DRA), beserta timnya dari Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Inilah hasil wawancara selengkapnya dengan mereka.
Apa yang dimaksud dengan beras oplosan? Jawab:
Dalam studi kami, yang dimaksud dengan beras oplosan meliputi pemalsuan pelabelan beras sehingga beras yang terdapat dalam karung tidak sesuai dengan yang disebutkan pada labelnya. Di lapangan, kasus beras oplosan memang banyak terjadi, misalnya beras bulog atau raskin dioplos kemudian dijual dengan harga mahal. Studi kami terfokus kepada beras Pandan Wangi yang isinya dicampur dengan beras mutu rendah untuk mendapatkan keuntungan, sehingga akan merugikan konsumen.
Bagaimana hasil studi mengenai beras oplosan? Jawab:
Saat ini di pasaran banyak produsen yang mengklaim berasnya Pandan Wangi, tapi isinya bukan Pandan Wangi 100%, bahkan ada yang 100% bukan Pandan Wangi tetapi beras yang beraroma wangi pandan. Kami telah melakukan uji terhadap 9 merk beras yang mengklaim Pandan Wangi. Hasilnya, rata-rata kandungan beras Pandan Wangi pada beras-beras tersebut hanya 25-30%, bahkan ada yang kandungan Pandan Wanginya 0%. Dari semua merk beras, yang kandungan Pandan Wanginya paling tinggi hanya sebesar 49%.
Beras oplosan berasal dari pedagan atau petani? Jawab:
Beras oplosan berasal dari pedagang. Petani biasanya hanya menjual gabah, walaupun ada juga petani yang menjual beras, tapi lebih banyak yang hanya menjual gabah.
Apa tujuan dan keuntungan yang diperoleh pedagang dengan mengoplos beras? Jawab:
Lebih kepada faktor ekonomi, karena Pandan Wangi sudah merupakan trade mark dan mempunyai image yang bagus. Nasinya pulen, rasa dan aromanya enak. Dengan mengoplos beras Pandan Wangi yang harganya mahal dengan beras lain yang harganya lebih murah, lalu mengklaim beras mereka Pandan Wangi, mereka bisa menjual beras murah dengan harga yang tinggi.
Memilih Bahan Pangan Yang Aman
halaman 4 dari 9
Bagaimana membedakan beras Pandan Wangi asli dengan beras lain? Jawab:
Beras pandan Wangi memiliki ciri-ciri bentuk butirannya bulat, di tengah beras ada bintik-bintik berkapur, dan kalau dicium wangi. Ada beberapa jenis beras yang mirip dengan Pandan Wangi seperti jenis Cilamaya Muncul, BTN dan Morneng, tapi jenis-jenis ini kadang tidak ada bintik putihnya. Kalaupun ada bintik putih biasanya tidak di tengah beras, dan biasanya tidak wangi. Ketiga jenis ini sering dijadikan campuran untuk beras oplosan.
Adanya kasus beras oplosan itu sudah berapa lama? Jawab:
Sejak tahun 1980-an, mungkin sejak ada beras berlabel dan munculnya supermarket yang mengemas beras dengan berat 5 kiloan. Sebelumnya orang kurang memperhatikan urusan beras oplosan.
Adakah tempat belanja yang aman dari peredaran beras oplosan? Jawab:
Tidak ada. Kita sudah survei di supermarket maupun hypermarket. Tapi, sebentar lagi ada, yaitu CV. Quasindo yang sudah punya kontrak dengan petani yang benarbenar murni memproduksi Pandan Wangi.
Apa tujuan dan misi membina kelompok tani penghasil beras Pandan Wangi cap Hayam Pelung? Jawab:
Kebetulan di Cianjur yang paling besar produksinya berada di Warung Kondang, maka kami membina petaninya dengan tujuan membuat beras Pandan Wangi cap Hayam Pelung yang menjadi ciri khas daerah Cianjur.
Apakah beras Pandan Wangi cap Hayam Pelung bisa dibeli di supermarket atau lewat direct selling/MLM? Apakah sudah beredar di Jabotabek? Jawab:
Sementara ini belum. Tapi, nanti CV. Quasindo akan menjadi distributor yang memasukkan produk beras Pandan Wangi cap Hayam Pelung yang 100% asli ke supermarket. Beras Pandan Wangi cap Hayam Pelung dijamin 100% beras varietas Pandan Wangi tanpa dicampur varietas lain. Dan benar-benar ditanam di Cianjur, karena varietas Pandan Wangi memang hanya bisa ditanam di Cianjur.
Apakah beras oplosan selalu mengandung klorin? Jawab:
Hal ini sebenarnya bukan menjadi studi kami. Tapi, tidak semua beras oplosan mengandung klorin. Sebenarnya pemberian klorin merupakan kesalahan konsep. Pemberian klorin atau deterjen sering terjadi pada tahap penggilingan dengan tujuan memperoleh beras putih atau beras kristal. Sebenarnya diberi klorin belum tentu beras menjadi putih. Pada proses penggilingan beras yang benar dan
Memilih Bahan Pangan Yang Aman
halaman 5 dari 9
menggunakan alat modern, pada tahap tertentu memang dilakukan penyemprotan dengan air bukan dengan klorin. Pada tahap penyosohan kedua, beras kemudian akan menjadi mengkilat. jadi proses pemberian klorin merupakan kesalahan konsep produksi.
Apakah mengonsumsi beras berklorin ada dampaknya bagi kesehatan? Jawab:
Saya kurang begitu tahu, tapi sebetulnya klorin tidak boleh digunakan dalam produksi beras karena kadar klorin di tubuh harus ada batasannya. Bila berlebihan dapat menyebabkan penyakit. Selain klorin, biasanya produsen juga menggunakan deterjen atau benzoil peroksida sebagai oksidator pengganti klorin. Klorin tidak layak digunakan. Biasanya klorin dipakai oleh produsen penggilingan beras kecil untuk memutihkan beras karena mereka tidak tahu cara yang seharusnya digunakan.
Adakah bahan tertentu yang bisa digunakan untuk membersihkan beras dari klorin jika sudah terlanjur dibeli? Jawab:
Cuci saja dengan air panas, tidak perlu dengan bahan lain. Kenali ciri pangan yang mengandung bahan kimia Bakso berformalin dan boraks. Dengan formalin: bakso menjadi lebih putih warnanya, awet, bersih, kenyal dan membal jika dipantulkan. Dengan boraks: bakso juga bisa menjadi lebih kenyal dan awet. Namun beberapa boraks sintetis jika digunakan berlebihan membuat bakso berwarna kekuningan. Sebenarnya warna bakso sangat ditentukan kualitas bahan/dagingnya. Daging yang baik jika diolah menjadi bakso, warnanya abu-abu kemerahan. jika bakso berwarna abu-abu kebiruan, mungkin kualitas dagingnya sudah tidak segar lagi atau daging yang digunakan bukan daging kualitas prima. Jadi untuk membuat warnanya menjadi lebih menarik, digunakan pemutih.
Mie basah berformalin
Dengan formalin, mie terlihat bagus, mulus, liat (tidak mudah putus), dan awet. Sementara mie yang tidak berformalin helaiannya mudah patah dan dalam beberapa hari sudah berlendir. Namun begitu, daya tahannya juga tergantung pada kualitas bahan.
Beras berklorin
- Jika dicium berbau bahan kimia sedangkan beras alami memiliki bau alami beras. - Warnanya sangat putih atau putih bersih, sedangkan beras alami warna putihnya wajar bahkan sedikit kusam. - Setelah dimasak menjadi nasi, beras yang berklorin lebih cepat kuning dan lebih cepat basi dibandingkan beras alami.
Memilih Bahan Pangan Yang Aman
halaman 6 dari 9
Ayam dan ikan segar berformalin - Nampak lebih bersih, putih, segar, dan berisi - Tidak berbau - Tidak dikerubuti lalat - Tidak cepat busuk meskipun tidak disimpan dalam lemari pendingin Ikan asin berformalin - Tidak dikerubuti lalat - Tidak mudah busuk/rusak meskipun disimpan dalam suhu ruang hingga 1 bulan - Tahan lama - Lebih kenyal - Warnanya putih bersih Tahu berformalin - Tahu yang diberi formalin bentuk potongannya lebih rapi dan lebih bagus, karena tidak mudah pecah. Sedangkan tahu tanpa formalin biasanya rapuh dan mudah hancur. - Tahu yang diberi formalin bisa disimpan hingga 1 minggu, sedangkan tahu yang terbuat dari bahan-bahan prima sekalipun maksimal hanya tahan 3-4 hari. Lebih lama dari itu sudah berlendir. - Jika dipijit, tahu berformalin terasa kenyal, sedangkan yang tidak berformalin mudah sobek. - Jika dicium, tahu berformalin mengandung aroma yang tidak wajar sedangkan tahu tanpa formalin baunya agak asam khas kedelai. Memilih Bahan Pangan yang Aman Meskipun penambahan formalin dan klorin pada makanan cukup merisaukan, kita tak perlu cemas. Jika cukup jeli dalam berbelanja, kita bisa melindungi diri sendiri dan keluarga dari makanan yang mengandung bahan kimia terlarang. Caranya, simak baik-baik tip yang diberikan Ahmad Sulaiman PhD berikut ini: 1. Berbelajalah pada penjual yang dapat dipercaya dan jadilah konsumen yang 'cerewet'. 2. Kenali dengan baik bahan pangan yang mengandung bahan kimia terlarang seperti formalin dan klorin. 3. Bila tidak yakin apakah bahan pangan tersebut bebas formalin cuci dulu di air mengalir atau rendam dalam air panas atau direbus sebelum bahan pangan tersebut diolah. Tindakan ini diharapkan dapat mengurangi kandungan formalin pada tahu dan ikan. Untuk mie basah berformalin rebus dulu hingga matang, lalu air rebusannya dibuang dan diganti dengan air baru. Dengan cara ini, formalin yang terkandung dalam mie bisa hilang hingga 90%.
Memilih Bahan Pangan Yang Aman
halaman 7 dari 9
Konsumen di Indonesia posisinya lemah Penyalahgunaan formalin bukan hanya ada di Indonesia "Formalin itu sama sekali bukan pengawet untuk makanan, tapi untuk kayu, tekstil, sterilisasi alat-alat medis, jenazah," demikian menurut Dr. Marius Widjajarta, SE, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia. Kalau kita membeli formalin dalam bentuk tablet atau cair, di kemasannya ada gambar tengkorak. Berarti formalin termasuk racun. Tapi formalin itu harganya murah dan mudah didapat, jadi disukai produsen. Sebenarnya kasus penyalahgunaan formalin ini tak hanya terjadi di Indonesia. Juga di Srilanka. "Tapi Srilanka punya cara yang jitu untuk mengatasi hal itu. Caranya, sebelum beredar di masyarakat, formalinnya sudah lebih dulu dicampur dengan bitrex oleh pihak yang berwenang. Dengan begitu rasanya menjadi pahit. Meskipun tetap bisa berfungsi sebagai pengawet, tapi produsen makanan tidak mungkin lagi menggunakannya untuk mengawetkan makanan. Siapa yang mau makan bakso pahit dan tahu pahit? "Jadi kalaupun terjadi penyelewengan distribusi, tetap tidak akan dipakai mengawetkan makanan oleh industri makanan. Kalau mengatasi penyalahgunaan formalin dengan mengetatkan distribusi saja, pengawasannya akan sulit dilakukan." Seharusnya pengawet digunakan seminimal mungkin "Sebenarnya aneh juga mengapa produsen harus menggunakan formalin? Di negara-negara maju justru produsen sesedikit mungkin menggunakan pengawet. Impor daging dan ikan dari luar negeri dalam partai besar itu kok bisa tanpa menggunakan pengawet? Tapi kalau sudah ada di Indonesia dan diolah menjadi daging dan ikan kalengan, kenapa mesti diberi pengawet? Kalau saja teknik sterilisasi produknya bagus, tidak perlu lagi menggunakan pengawet. "Jika ditinjau dari undang-undang, masalah formalin ini memang agak sulit solusinya. Menurut undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun 1999, antara lain berbunyi konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur. Tapi produk-produk berformalin sebagian besar dijual tanpa label/ kemasan, meskipun beberapa merk tahu kini sudah menggunakan kemasan. Tetapi kemasan tersebut tidak memberi info bahan. Jadi hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang jelas dan jujur itu saja belum bisa terpenuhi. "Lalu ada hak untuk mendapatkan jaminan, keamanan, dan keselamatan. juga hak untuk memilih, didengar, mendapatkan advokasi, hak untuk mendapatkan ganti rugi: denda maksimum 2 Milyar/ penjara pidana kurungan 5 tahun. Ini yang mengatur pemerintah. Kalau pemerintah ingin memberikan hak konsumen, mungkin bisa meniru langkah yang dilakukan pemerintah Srilanka." Konsumen Indonesia posisinya masih dibawah produsen "Mengharapkan timbulnya kesadaran para produsen untuk lebih peduli dengan kepentingan konsumen memang masih sulit. Contohnya, sebuah produk minuman ringan akhir-akhir ini rajin beriklan di media cetak yang isinya anjuran untuk menggunakan pengawet dan bahwa pengawet itu aman. iklan seperti itu kan menyesatkan. Yang benar, seharusnya sebisa mungkin industri makanan dan
Memilih Bahan Pangan Yang Aman
halaman 8 dari 9
minuman tidak menggunakan pengawet. Sistem sterilisasinya saja yang diperbaiki. "Yang menganjurkan penggunaan pengawet itu adalah sebuah perusahaan besar, sama sekali bukan industri kecil yang masih membutuhkan pembinaan. Produk tersebut belum lama ini juga sempat ditarik dari peredaran karena menggunakan dua macam pengawet tetapi hanya mencantumkan satu macam pengawet di labelnya. Seharusnya produknya tidak sekedar ditarik, sebab dia melanggar undang-undang konsumen No. 8 tahun 1999, jadi bisa dipidana minimal 5 tahun. Dia sudah membohongi konsumen, tidak memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur. Tapi kenyataannya posisi konsumen di Indonesia memang masih tertindas."
Sumber: Majalah Nirmala
Memilih Bahan Pangan Yang Aman
halaman 9 dari 9