Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Unluk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL AHMAD SURYANA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
ABSTRAK Berbagai lapisan masyarakat Indonesia sangat membutuhkan pangan hewani guna mendapatkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas . Akan tetapi ketersediaan pangan hewani ini sangat ditentukan pula oleh tingkat pendapatan masyarakat dan kesadaran akan gizi yang baik. Dari berbagai jenis pangan hewani asal peternakan, maka negara Indonesia sudah dapat berswasembada untuk telur dan daging ayam broiler, akan tetapi belum dapat mencukupi kebutuhan akan pangan hewani asal daging sapi dan susu . Apresiasi masyarakat terhada pangan hewani asal ternak cukup tinggi, walaupun secara umum masyarakat Indonesia baru dapat memenuhi 69,8% dari kebutuhan protein hewani . Berbagai strategi untuk meningkatkan kesediaan pangan hewani asal ternak telah pula dilakukan . Sementara ini, telah tersedia beragam rakitan teknologi dari Badan Litbang Pertanian menyangkut aspek budidaya peternakan dan pencegahan penyakit hewan serta pengolahan produk pangan hewani yang aman dan halal . Implementasi rakitan teknologi di masyarakat luas diharapkan dapat membantu penyediaan pangan hewani asal ternak . Kata kunci : Peternakan, teknologi, pengolahan
PENDAHULUAN Populasi penduduk Indonesia yang sekitar 220 juta orang memerlukan kesediaan pangan hewani bermutu tinggi, halal dan aman dikonsumsi . Rataan konsumsi pangan hewani asal daging, susu dan telur masyarakat Indonesia adalah 4,1 ; 1,8 dan 0,3 gram/ kapita/ hari (DIREKTORAT JENDRAL PETERNAKAN, 2006) . Angka angka tersebut barangkali jauh lebih rendah dari angka konsumsi standar Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (Lwi, 1989) yaitu sebanyak 6 gram/kapita/hari atau setara dengan 10,3 kg daging/kapita/tahun, 6,5 kg telur /kapita/ tahun, dan 7,2 kg susu/kapita/ tahun (DIREKTORAT JENDRAL PETERNAKAN, 2006) . Konsumsi pangan asal hewani akan meningkat sejalan dengan membaiknya keadaan ekonomi masyrakat maupun meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi baik . Di antara ketiga jenis pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu), sejak tahun 1955 Indonesia sudah mampu berswasembada telur dan daging ayam, akan tetapi sampai dewasa ini kita belum untuk daging sapi dan susu . Secara Nasional, produksi telur ayam didukung oleh industri unggas swasta dari ras petelur yang sebagian dicukupi oleh telur ayam buras maupun
32
telur itik, berturut-turut adalah 751,1 ; 181,1 dan 201,7 ton (DIREKTORAT JENDRAL PETERNAKAN, 2006) . Tidak demikian halnya dengan kesediaan susu, dimana dari konsumsi susu nasional yang sebesar 4-4,5 juta liter/hari, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 30% saja (l,2 juta liter/hari) . Produksi susu dalam negeri tersebut terutama dipenuhi dari industri persusuan Nasional berlokasi di Jawa Barat (450 ton), Jawa Tengah (110 ton) dan Jawa Timur (510 ton), sementara sisanya masih harus diimpor dari luar negeri . Di antara pangan hewani asal daging, maka sebagian besar masyarakat Indonesia mengandalkan pada penyediaan daging unggas (ayam dan itik), daging sapi, kerbau dan babi . Kesediaan daging unggas dari broiler (955 .756 ton) sudah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat luas, sedangkan populasi ayam lokal sejumlah 298,4 juta ekor, mempunyai produksi sekitar + 322 .8 ribu ton . Populasi sapi potong yang 11 juta ekor hanya memenuhi produksi daging sapi nasional sebesar 306 ribu ton (pemotongan sekitar 1,5 juta ekor/tahun) atau baru memenuhi 70% dari kebutuhan nasional . Sehingga pemerintah masih memerlukan importasi bakalan sapi potong sejumlah 408 ribu ekor/tahun (setara dengan 56 ribu ton). Pada tahun 2005 importasi
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
daging (terdiri dari daging sapi, kambing, domba, ayam dan babi, termasuk hati dan jeroan sapi) mencapai 634 .315 ton dan produk susu mencapai 173 .084 ton, belum lagi mentega (60 .176 ton), keju (9 .883 ton), sedikit telur dan yoghurt (DIREKTORAT JENDRgL PETERNAKAN, 2006) . Besarnya importasi bakalan sapi potong tentu saja akan sangat menguras devisa negara dan membuat ketergantungan pada pihak luar. Stimulasiproduktivitastemakdapatditingkatkan melalui implementasi kebijakan pemerintah untuk mendukung pengembangan sistem produksi ternak maupun dengan perakitan inovasi teknologi yang sesuai. Inovasi teknologi, selain menyangkut produktivitas ternak, juga harus menyentuh aspek penangan kesehatan hewan maupun pengolahan produk ternak yang aman dan halal . Naskah ini akan menyampaikan dukungan teknologi Badan Litbang Pertanian guna penyediaan produk pangan asal peternakan dan asal peternakan, yaitu daging, telur dan susu . APRESIASI MASYARAKAT PADA PRODUK TERNAK Sudah diketahui bersama bahwa produk ternak sangat dibutuhkan dalam menopang kehidupan tubuh manusia . Kualitas pangan berasal dari hewan ini pada batas-batas cukup sangat dibutuhkan untuk menopang hidup pokok, aktivitas dan reproduktivitas umat manusia . Akan tetapi belum semua maasyarakat Indonesia yang dapat memenuh i kebutuhan pangan asal hewan . SOEDJANA (1996) mengindikasikan bahwa pada masyarakat Indonesia yang berpenghasilan rendah, pangsa pengeluaran rumah tangganya sebagian besar (lebih dari 50%) masih didominasi oleh pengeluaran pangan, terutama beras sebagai makanan pokok . Dijumpai pula bahwa , masyarakat di perkotaan, yang berpendapatan tinggi dan berpendidikan menengah ke atas, pangsa anggaran belanja makanannya diperkirakan kurang dari separuh pendapatan rumah tangga. Yang sangat menarik dari fenomena ini adalah dijumpainya kecenderungan penurunan konsumsi pangan yang bersumber karbohidrat dan beralih pada pangan bersumber protein seperti hasil ternak dan ikan .
Diduga konsumen pangan sumber produk ternak ini lebih banyak untuk masyarakat di perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan, meskipun pada akhir-akhir ini ada juga masyarakat dengan berpenghasilan menengah ke atas mulai mengkhawatirkan kelebihan konsumsi pangan sumber hewan, sehingga ada kecenderungan untuk menurunkan konsumsi pangan berasal produk ternak dan beralih pada buah dan sayur . Fenomena di atas ini tentunya masih merupakan perbandingan yang kurang pro-porsional jika berpenghasilan melihat pangsa masyarakat rendah di Indonesia ini boleh dikatakan paling besar dibandingkan dengan pangsa masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi . Mengingat bahwa masyarakat di Indonesia barn mengkonsumsi protein hewani sebanyak 4,19 gr/kapita/hari, artinya berdasar-kan norma gizi minimal bangsa ini baru mengkonsumsi 69,8% protein hewani . Saat ini, masyarakat Indonesia baru bisa memenuhi konsumsi daging sebanyak 5,25 kg, telur 3,5 kg, dan susu 5,5 kg/kapita/tahun (StswoNo, 2005) . Jelas sekali terlihat bahwa kesenjangan yang sekitar 30,2% masih merupakan tantangan yang harus dihadapi guna memenuhinya . Keterbukaan pangsa pasar produk ternak ini begitu lebar, sehingga upaya-upaya peningkatan produksi ternak melalui berbagai jurus sistem seperti sistem ektensif di pulau-pulau yang kurang penduduknya sampai sistem intensif yang berada di pulau yang dihuni banyak manusia . Namun kembali lagi pada fenomena yang dikemukakan SOEDJANA (1996), besarnya pendapatan keluarga sangat menentukan besarnya konsumsi produk ternak, sehingga keterbukaan pasar yang kelihatannya menggiurkan, tenyata ada keterbatasan . Upaya pemerintah tentunya tidak berhenti, karena tujuan utamanya adalah meningkatkan konsumsi produk pangan berasal dari ternak, sehingga faktor daya beli masyarakat sebaiknya bukan penghalang serius . Berbagai cara untuk meningkatkan konsumsi pangan berasal produk ternak ini, misalnya peningkatan pemilikan ternak yang disertai dengan promosi utamanya peningkatan konsumsi untuk keluarga, yang pada gilirannya dapat juga berakhir untuk dijual untuk mendapat tambahan uang tunai untuk keluarga .
33
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Unluk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
TEKNOLOGI BUDIDAYA MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUK PANGAN HE WANI Ternak merupakan komoditas yang memiliki peluang pengembangan, melalui industri pengolahan basil temak, mudah pemeliharaan, bisa kawin secara alami maupun dengan teknik IB, mudah dalam penyediaan pakan . Ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba sebagai penghasil daging, susu dan limbah (kotoran sebagai pupuk), unggas (ayam dan itik) yang semula hanya dipelihara sebagai penghasil telur, saat ini telah populer juga sebagai penghasil daging yang berpotensi menghasilkan olahan yang bernilai gizi tinggi seperti sosis, abon, nuget, itik asap dan dendeng, dan mempunyai nilai tambah yang signifikan, serta potensi lain dalam menghasilkan kulit (sapi, kambing/domba, kelinci), bulu itik, wool domba dan ceker (ayam/itik) yang nilai ekonominya cukup tinggi . Peningkatan produk pangan hewani tentu saja bisa diupayakan dengan beberapa cara, yakni melalui (i) peningkatan populasi ternak, (ii) importasi bahan-bahan pangan produk ternak untuk kemudian dibuat berbagai macam pangan berbahan produk ternak, dan (iii) importasi pangan jadi berbahan produk ternak . Sementara untuk meningkatkan konsumsi produk hewani itu sendiri akan ditentukan oleh pendapatan keluarga dalam masyarakat dan gaya hidup masyarakat sebagai konsumen pangan berbahan produk hewani . Adapun dalam upaya peningkatan populasi temak, pemerintah sebagai inisiator dan facilitator peningkatan populasi ternak harus fokus untuk terus berusaha mencari dan melaksanakan berbagai upaya mewujudkan program-program peningkatan populasi ternak baik itu yang pemeliharaannya dilaksanakan oleh masyarakat kecil, menengah maupun pihak industri swasta. Sementara itu masyarakat produsen yang sebagian besar tinggal di pedesaan, pada umumnya mempunyai peluangpeluang untuk melakukan peningkatan produksi ternak, karena mereka memiliki sumberdaya lahan dan pakan yang relatif masih luas, terutama bagi penduduk yang tinggal di luar Pulau Jawa .
34
Ternak besar Budidaya ternak ruminansia besar, seperti sapi potong dan sapi perah pada dasarnya memerlukan investassi dan lingkungan memadai, seperti modal dan lahan serta dukungan pasar . Upaya peningkatan konsumsi protein hewani untuk meningkatkan gizi masyarakat melalui peningkatan populasi sapi secara tidak langsung dapat tercapai . Namun pada kenyataannya saat ini para masyarakat produser sapi potong maupun perah, terutama peternak kecil (smallholder) belum merasakan peningkatan konsumsi hewani yang signifikan, karena pada umumnya mereka lebih mengutamakan untuk mendapatkan uang tunai untuk keperluan seharihari . Diduga uang basil penjualan tersebut dipakai sebagian besar untuk membeli pangan berasal karbohidrat ketimbang protein . Pilihan untuk meng-konsumsi harian daging sapi sangat kecil sekali, sementara untuk meminum air susu sapi, meskipun peluangnya lebih besar, namun agak segan d ilakukan, karena petemak cenderung terlebih dahulu mencicil pinjaman modal ke koperasi . Berbagai teknologi telah tersedia untuk mendukung peningkatan daging, diantaranya : tanaman pakan ternak unggul limbah-limbah perkebunan dan jerami tanaman palawija . Selain itu, telah tersedia pejantan unggul sebagai sumber mani beku yang dapat diperoleh dengan relatif mudah, sampai aspek kebijakan, strategi dan program pengembangan . Tindak lanjut implementasi strategi dan program tersebut tentunya harus diupayakan untuk secara serius diinisiasi terutama oleh pemerintah yang berperan sebagai motivator dan facilitator masyarakat produsen sapi (SURYANA et al., 2005 dan SuRYANA, 2007) . Sedangkan untuk meningkatkan produksi susu sapi, sudah tersedia berbagai teknologi, namun dalam mewujudkan tujuan di atas, masih perlu diupayakan terobosan-terobosan, seperti : (i) Dukungan kebijakan yang kondusif dari pemerintah pada tingkat pusat maupun daerah dengan bekerjasama dengan organisasi koperasi susu sapi yang sudah berjalan dengan baik . (ii) Importasi sapi dilakukan dalam jumlah terbatas dan selektif, mulai dari proses pembelian temak (identitas, kondisi dan prestasi produksi), target
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
pemilihan lokasi dan peternak . (iii) Persilangan untuk menciptakan bangsa baru yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat, ataupun grading up kearah darah sapi Holstein . (iv) Penjaringan dan pembesaran sapi perah pedet betina terpilih perlu dilakukan di daerah sentra produksi baik oleh peternak, KUD dan pihak terkait untuk dipakai sebagai replacement stock. (v) Pengembangan jenis sapi perah yang adaptif terhadap iklim tropis seperti sapi Hissar yang banyak berkembang di Sumbawa dan Sumatera Utara merupakan alternatif lain dalam upaya peningkatan produksi susu di Indonesia khususnya untuk wilayah Indonesia Timur. (vi) Memperpendek lamanya waktu kawin kembali setelah beranak yaitu 60 hari dan kembali bunting sekitar 90 hari setelah beranak; menurunkan servis per konsepsi menjadi kurang dari dua kali . Peningkatan kinerja reproduksi sebenarnya tidak terlepas dari kinerja IB yang diupayakan melalui perbaikan kesehatan reproduksi sapi betina, efisiensi deteksi birahi, kualitas semen, penyempurnaan teknik dan pelaksanaan IB di lapangan, serta peningkatan keterampilan inseminator . IB yang baik mampu meningkatkan kemampuan produksi susu minimal 2% . (vii) KUD atau koperasi dapat menjadi produsen pakan konsentrat untuk membantu ketersediaannya . Selain konsentrat, juga diperlukan penyediaan hijauan pakan ternak (HPT) secara ber-kelanjutan mendukung peningkatan produksi susu nasional . Pasokan limbah tanaman pangan merupakan potensi dan peluang bagi pengembangan sapi perah di daerah pertanian . Integrasi ternak dengan perkebunan memberi-kan harapan bagi masalah kekurangan HPT. Pemberian pakan berkualitas baik dan benar memberikan peningkatan produksi susu antara 11-25% (8) Promosi untuk meningkatkan konsumsi susu segar misalnya dengan mensosialisasikannya pada anak sekolah dasar untuk meningkatkan gizi anak-anak . Sebagai contoh pemerintah Daerah Sukabumi telah menggencarkan program "Gerimis Bagus" yaitu Gerakan Intensifikasi Minum Susu Bagi Anak Usia Sekolah (PRAHARANI . 2007) . Ternak kecil Komoditas ternak dengan modal relatif kecil dan produknya dapat dikonsumsi sehari-hari oleh
keluarga adalah pemeliharaan ternak unggas, kelinci maupun kambing perah . Kontribusi ternak kecil ini sebagai sumber pangan hewani yang dikonsumsi harian untuk keluarga adalah cukup besar, mengingat bahwa produk dari temak tersebut dapat diatur untuk disediakan setiap hari . Dengan berkurangnya pemelihara unggas kar ena merebaknya kasus flu burung, maka pemeliharaan kelinci merupakan laternatif pengganti . Urutan kemudahan pemeliharaan ketiga komoditas ternak terakhir ini adalah kelinci, karena sebagai ternak pemakan rumput dan mem-punyai tingkat produktivitas tinggi (32 kg karkas/ekor/tahun) sangat cocok sekali jika dipelihara guna masyarakat bermodal kecil . Dengan pemilikan 5 ekor induk saja, diperkira-kan sudah dapat menyediakan 160 kg daging per tahun . Namun untuk mengkonsumsi daging kelinci ini, meskipun dagingnya halal, masih terdapat keengganan pada masyarakat . Padahal daging kelinci mempunyai kualitas daging yang relatiftinggi (protein 21 %, lemak 8%) versus daging sapi (protein 20, lemak 24%) (RAHARJO, 2006). Sehingga perlu diupayakan sosialisasi keunggulan pemeli-haraan kelinci sebagai pemenuhan gizi masyarakat maupun sumber pendapatan di berbagai agroekosistem pemeliharaan. Urutan prioritas kedua kemungkinan adalah kambing perah, dengan modal relatif kecil, para peternak kecil masih mampu untuk mengusahakannya . Kambing sebagaimana kelinci merupakan ternak pemakan hijauan, kiranya dapat bertahan pada kondisi pedesaan . Kambing perah mempunyai produktifitas susu jauh lebih rendah dari sapi perah, namun pemilikannya dapat lebih banyak dibandingkan dengan sapi perah . Kisaran produksi susu kambing Peranakan Etawah (PE) adalah 0,75-1,5 liter/hari/ekor, maka dengan pemilikan 2 ekor induk memungkinkan dalam setiap keluarga dipedesaan, kiranya dapat meyediakan produk hewani yang istimewa guna konsumsi harian keluarga (Su -rAMA, 2007). Unggas lokal baik itu ayam kampung, itik, entog maupun bung puyuh dapat dikategori-kan pula sebagai komoditas ternak yang dapat secara signifikan meningkatkan konsumsi pangan hewani keluarga, namun kadang kala ternak ini memerlukan pakan butiran dan sisa basil pertanian seperti dedak padi yang harus dibeli . Sistem umbaran (scavanging) tentunya banyak juga dilakukan
35
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
oleh masyarakat pedesaan dengan kondisi lahan yang memungkinkan . Dengan merebaknya kasus flu burung (Avian influenza) akhir-akhir ini, maka aktivitas di bidang perunggasan rakyat sedikit menurun . Akan tetapi, dengan penerapan sistem biosekuriti untuk peternak unggas di level 4, paling tidak dapat mencegah dan mengurangi timbulnya kasus baru penyebaran flu burung . Sehingga kegiatan budidaya unggas lokal oleh masyarakat luas masih dapat dilakukan . DUKUNGAN PENGOLAHAN PASCA PANEN PRODUK PETERNAKAN Peningkatan produksi pertanian belum dikatakan berhasil apabila tidak diikuti dengan penyelamatan hasil panen dan peningkatan nilai tambah melalui penerapan teknologi pascapanen . Selain itu penerapan teknologi pascapanen untuk mengembangkan model agroindustri bertujuan juga untuk memperluas kesempatan kerja, meningkatkan penghasilan dan memacu pembangunan ekonomi pedesaan . Dengan memperhatikan tersedianya peluang pasar yang sangat potensial, pengembangan agribisnis dapat dilaksanakan dengan : (i) Memprioritaskan kelompok masyarakat ber-penghasilan rendah seperti petani, pengusaha industri kecil, pengrajin dsb dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk hasil pertanian . (ii) Pemilihan bidang agroindustri yang akan dikembangkan dengan lebih mengutamakan bidang usaha yang dapat menciptakan lapangan usaha baru yang padat karya. (iii) Mengusahakan distribusi agro-industri yang lebih tersebar di pusat-pusat pertanian di pedesaan . (iv) Mendorong perubahan struktur ekspor dari komoditi pertanian ke arah komoditas olahan . Langkah langkah pokok dalam pengembangan agro-industri sebagai usaha meningkatkan nilai tambah yang lebih besar melalui pembangunan industri pengolahan hasil pertanian yang mencakup : (i) . Dukungan penyediaan bahan sarana produksi maupun mesin dan peralatan pertanian . (ii) . Peningkatan nilai tambah dari produk-produk pertanian melalui pertumbuhan industri kecil pedesaan maupun melalui pengembangan kelompok industri hulu dan hilir.
36
Potensi agro-industri untuk meningkatkan nilai tambah pada sektor peternakan, untuk pengembangan agribisnis masih sangat luas . Hasil peternakan merupakan bahan yang sangat mudah rusak sehingga perlu segera penanganan. Berbagai teknologi pengawetan dan pengolahan dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah produk . Limbah hasil peternakan juga merupakan sumber bahan baku untuk berbagai kegiatan industri kecil dalam menghasilkan produk akhir maupun produk setengah jadi . Peningkatan produksi hasil petemakan yang sudah baik telah mendorong dan sekaligus merupakan tantangan dalam penanganan dan pengolahan hasilnya, sehingga produksi hasil temak dapat dimanfaatkan secara optimal guna meningkatkan pendapatan petemak, meningkatkan gizi masyarakat, memperluas lapangan kerja, meningkatkan ekspor dan mengurangi impor serta memberikan dukungan terhadap pembangunan terutama dipedesaan . MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK TERNAK HALAL Sifat produksi hasil ternak yang mudah rusak dan kondisi lingkungan Indonesia dengan temperatur dan kelembaban yang cukup tinggi akan mempercepat proses kerusakan komoditi sehingga memerlukan penanganan pasca panen yang baik dan tepat. Teknik-teknik penanganan dan pengolahan basil ternak yang dilakukan melalui penelitian diharapkan dapat mengamankan basil produksi terhadap penurunan mutu agar dapat meningkatkan nilai tambah hasil ternak, baik dari segi bobot, bentuk fisik, rupa dan gizi maupun rasa, bebas dari jazat renik patogen serta residu bahan kimia, sehingga dapat memenuhi persyaratan pasar dalam dan luar negeri serta agroindustri pengolahan . Komoditas daging hams memenuhi syarat, keamanan, kehalalan, dan kebersihan . Daging yang akan kita konsumsi haruslah daging yang baik dan sehat, aman dan halal dengan tanda-tanda : bersih/ terang, lapisan luar kering, berasal dari rumah potong (RPH/RPA) dengan sistem pemotongan yang halal, sudah ditiriskan, aroma tidak amis dan tidak bau asam, daging masih elastik dan tidak
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gi±i Masyarakat
kaku, tidak ada memar. Menurut BADAN STANDARISAsI NASIONAL (2000) model proses produksi menggunakan pendekatan proses yang melibatkan kegiatan identifikasi, interaksi antara proses dan pengelolaan prosesproses . Pendekatan proses menekankan kepada pentingnya memahami dan memenuhi syarat, kebutuhan untuk mempertimbangkan proses dalam pengertian nilai tambah, memperoleh kinerja proses dan keefektifannya dan perbaikan berkesinambungan proses berdasarkan pengukuran objektif . Model pendekatan proses terdiri dari tujuan, pelanggan, masukan, proses, hasil, luaran dan pengukuran umpan balik . Tujuan dari proses produksi pemotongan ternak yang merupakan bahan baku olahan hasil ternak adalah untuk menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan atau memuaskan pelanggan, yaitu produk daging yang halal . Oleh karena itu, identifikasi kebutuhan konsumen oleh produsen pangan harus dilakukan sebagai salah satu masukan dalam proses . Produsen pangan dalam proses produksinya harus menerapkan suatu sistem yang dapat menjamin proses yang dilakukan dan produk yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan pelanggan . Untuk menjamin proses sesuai dengan persyaratan halal, maka diterapkan sistem jaminan halal (HrACCP) . Sistem HrACCP adalah pendekatan sistem yang digunakan untuk memberikan jaminan kehalalan produk . Sistem ini terdiri atas penerapan 6 prinsip HrACCP yaitu : (i) Identifikasi bahan haram atau najis, (ii) Penetapan titik-titik kritis kontrol kritis keharaman, (iii) Prosedur monitoring, (iv) Pembuatan lembar status preventif dan tindakan koreksi, (vi) Pencatatan dokumentasi dan (vi) Prosedur verifikasi . Sistem jaminan halal yang harus digunakan di RPH/RPA untuk memudahkan produsen atau pelaku usaha yang bergerak dalam usaha pemotongan temak dalam menjalankan sistem penyembelian ternak yang memenuhi syarat agama Islam . Beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam pemotongan ternak adalah : orang yang menyembelih adalah orang yang berakal sehat dan beragama Islam, alat yang digunakan harus tajam sehingga memungkinkan mengalirnya darah dan terputusnya tenggorokan serta saluran makanan
dan minuman dan hares menyebut nama Allah saat menyembelih . Beberapa definisi istilah yang telah dituangkan dalam rancangana Peraturan Pemerintah tentang jaminan produk halal tahun 2003 dan pedoman produksi halal (APRiYANTONo et al., 2003) sebagai berikut : (i) Halal merupakan sesuatu yang diperkenankan dan diizinkan oleh Allah SWT, (ii) Jaminan halal adalah kepastian hukum yang menjamin bahwa produk makanan, minuman, obat, kosmetika dan produk halal lainnya untuk dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat, (iii) Kebijakan halal adalah persyaratan tertulis dari pimpinan puncak pelaku usaha yang berupa komitmen atau janji untuk melaksanakan dan menegakkan serta memelihara sistem jaminan halal, (iv) Sasaran halal adalah hasil produksi yang memenuhi persyaratan halal, (v) Organisasi halal adalah pelaksanaan sistem produksi halal yang terdiri dari perwakilan masing-masing bagian/ divisi seperti bagian pembelian, pengendalian mutu, produksi dan pemasaran serta auditor internal halal yang dikoordinasi oleh koordinator halal, (vi) Koodinator halal adalah orang yang bertanggung jawab atas seluruh proses yang diperlukan untuk sistem produksi halal agar dapat dilaksanakan dan dipelihara dengan baik, (vii) Auditor halal internal adalah orang yang merencanakan dan melaksanakan tanggung jawab audit penyembelihan dan produksi halal dan melaporkan hasil internal audit kepada koordinator halal . (viii) Diagram alir adalah suatu gambaran yang sistematis dari urutan tahapan pekerjaan yang dipergunakan dalam produksi atau dalam menghasilkan pangan tertentu . DUKUNGAN TEKNOLOGI PENANGANAN KESEHATAN HEWAN DALAM PENYEDIAAN PRODUK PETERNAKAN Seiring dengan meningkatnya kesejah-teraan, pendapatan dan pendidikan masyarakat, maka kebutuhan akan pangan yang berkualitas, bergizi dan aman dikonsumsi, akan terus menjadi tuntutan masyarakat . Hal ini sejalan dengan deklarasi yang dihasilkan dalam FAO/WHO Conference on Nutrition pada tahun 1992, bahwa mendapatkan pangan yang bergizi dan aman dikonsumsi adalah hak setiap orang . Dalam rangka memenuhi
37
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
kebutuhan pangan yang berkualitas tersebut di atas, maka diperlukan teknologi yang tepat guna pada semua rantai produksi baik pada saat masa pra produksi, produksi dan pasca produksi (pasca panen) . Dalam pengembangan produksi pangan asal hewani/temak, kita masih dihadapkan kepada permasalahan yang diakibatkan oleh munculnya berbagai penyakit hewan dan masalah kesehatan masyarakat veteriner, baik yang diakibatkan oleh penyakit hewan menular dan/atau penyakit zoonosi s, serta masalah cemaran mikroba dan cemaran kimia (residu pestisida, hormon, logam berat, toksin dll .) . Contoh nyata yang tengah dihadapi oleh masyarakat perunggasan Indonesia, adalah kejadian penyakit Avian influenza (AI) yang berkepanjangan dan sangat mengganggu pada masa pra produksi, produksi dan pasca panen . Penyakit lainnya yang sesekali muncul seperti Antraks, Brucellosis, dan wabah penyakit Septichaemia epizootica (SE) pada sapi . Selain itu, penggunaan bahan kimia berupa hormon, antibiotik dan pestisida yang kurang terkendali masih merupakan tantangan yang perlu dihadapi . Tentunya untuk mengatasi permasalahan yang tengah dihadapi tersebut di atas maka diperlukan dukungan teknologi yang berkaitan dengan kesehatan ternak seperti tersedianya vaksin yang bermutu, teknik diagnosa penyakit yang cepat dan tepat, pakan ternak yang bebas cemaran serta kontrol kualitas mutu pakan/ pangan hewani . Badan Litbang Pertanian, telah berupaya mengembangkan teknologi yang terkait dengan aspek kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. Hasil-hasil penelitian dan pengembangan berbagai teknologi veteriner yang telah diperoleh sampai dengan saat ini seperti tersebut di bawah ini : Teknologi veteriner mendukung keamanan pangan/pakan a . Kit ELISA aflatoksin untuk meng-analisis kandungan aflatoksin pada pakan dan bahan baku pakan . b . Teknik deteksi cemaran dan residu mikotoksin secara HPLC dan TLC .
38
c . Teknik deteksi antibiotika (tetrasiklin, khloramfenikol dan penicillin) dan hormon trenbolone secara HPLC . d . Teknik deteksi cemaran dan residu pestisida (organophosphat dan organo-khlorin) secara gas chromatography (GC) . e . Teknik deteksi cemaran dan residu logam berat (Cd dan Pb) dan mineral (Cu, Zn, Mg dan Ca) . f. Teknik pengujian bahan toksik (nitrat, nitrit, ammonia, histamin, sianida, oksalat, sulfat dan khlorin) secara kuantitatif dan kualitatif. Teknologi veteriner untuk pengendalian penyakit menular unggas a. Teknik diagnosis Avian influenza (Al) dengan RT PCR, Real time RTPCR, serta analisis gene virus/sekuensing . b . Deteksi kekebalan/antibodi terhadap virus Avian influenza (AI) dengan uji HI . c . Deteksi infeksi virus Avian Influenza (Al) pada organ dengan uji immuno-histokimia . d. Antigen Al untuk mendeteksi adanya kekebalan pada unggas yang terinfeksi penyakit Avian influenza . e . Antigen berwarna Mycoplasma gallisepticum (MG) untuk mendiagnosa adanya infeksi Mycoplasma gallisep-ticum pada ayam . f. Antigen berwarna Mycoplasma synoviae (MS) untuk mendeteksi adanya infeksi Mycoplasma synoviae pada ayam . g . Antigen Pullorum Polivalen untuk diagnosa cepat penyakit salmonellosis pada ayam . h . Antigen ND (Newcastle disease) untuk mendeteksi adanya kekebalan unggas terhadap penyakit ND . i . Vaksin ND inaktif isolat lokal untuk ayam petelur yang dibuat dari virus ND velogenik galur ITA untuk vaksinasi booster. Vaksin ND aktif RIVS2 berisi virus ND asimptomatik k . Vaksin kombinasi (ND+IBD) inaktif untuk pencegahan penyakit Newcastle disease
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
yang dikembangkan dari isolat lokal . Vaksin IB inaktif untuk pengebalan ayam terhadap penyakit infektius bronkhitis. m . Vaksin Kolera Unggas adalah vaksin bivalen isolat lokal untuk pengendalian penyakit kolera unggas. n . Vaksin Snot trivalen untuk pencegahan penyakit snot (coryza) pada ayam . . 1
Teknologi veteriner mendukung pengendalian penyakit menular pada ruminansia a. Vaksin Eschericia coli Polivalen untuk pengendalian kolibasillosis anak sapi . b . Vaksin ETEC multivalen untuk pencegahan kolibasillosis pada anak babi . c . Vaksin Blackleg bivalen, untuk mencegah penyakit blackleg, gangrene dan malignant oedema pada sapi . Closvak multivaksin inaktif untuk pengendalian penyakit enterotoksemia pada sapi dan kerbau Budidaya ternak ruminansia besar, seperti sapi potong dan sapi perah pada dasarnya memerlukan investassi dan lingkungan memadai, seperti modal dan lahan serta dukungan pasar . Upaya peningkatan konsumsi protein hewani untuk meningkatkan gizi masyarakat melalui peningkatan populasi sapi secara tidak langsung dapat tercapai . Namun pada kenyataannya saat ini para masyarakat produser sapi potong maupun perah, terutama peternak kecil (smallholder) belum merasakan peningkatan konsumsi hewani yang signifikan, karena pada umumnya mereka lebih mengutamakan untuk mendapatkan uang tunai untuk keperluan seharihari . Diduga uang hasil penjualan tersebut dipakai sebagian besar untuk membeli pangan berasal karbohidrat ketimbang protein . Pilihan untuk mengkonsumsi harian daging sapi sangat kecil sekali, sementara untuk meminum air susu sapi, meskipun peluangnya lebih besar, namun agak segan dilakukan, karena peternak cenderung terlebih dahulu mencicil pinjaman modal ke koperasi . a . Aerovak SE 34 merupakan vaksin hidup untuk penyakit Septichamia aerosol epizootica (ngorok) pada sapi . b . Antigen Brucella rose bengal untuk deteksi
serologis penyakit brucellosis . c . Antigen Brucella MRT (Milk ring test) untuk diagnosa penyakit brucellosis pada sapi . d . PPD Tuberkulin untuk diagnosa penyakit tuberkulosis pada sapi dan hewan primata . Dengan tersedianya teknologi veteriner tersebut diatas, upaya pencegahan penyakit ternak serta kontrol penyakit ternak dapat lebih baik yang akan menghasilkan ternak yang sehat dan akhimya dihasilkan produk pangan hewani yang memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) bagi Indonesia. masyarakat d PENUTUP Mengingat bahwa rataan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia yang masih rendah dan baru memenuhi sekitar 69,8% dari standar diusulkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, maka perlu dilakukan langkah-langkah antisiptif untuk pemenuhan gizi masyarakat . Sebagian besar kebutuhan pangan hewani berasal dari daging ayam broiler dan petelur sudah dapat dicapai, tetapi belum untuk susu dan daging sapi . Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai teknologi pendukung berupa aspek budidaya, penanganan kesehatan ternak serta pengolahan paska panen produk peternakan dalam rangka meningkatkan suplai bahan pangan asal hewan di Indonesia. Namun demikian, masih diperlukan upaya sosialisasi dan diseminasi berbagai teknologi yang dihasilkan untuk diterapkan pada level produsen peternakan rakyat . DAFTAR PUSTAKA
2006 . Statistik Peternakan Peternakan, 2006 . Direktorat Jenderal Departemen Pertanian RI .
DITJEN PETERNAKAN.
Liri . 1998 . Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi . 2007 . Revolusi putih . Wartalitbang (in press) .
PRAHARAN[, L .
39
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XAVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
RAHARJO, Y.C . 2006 . Potensi dan peluang budidaya
SURYANA, A ., K . DIwYANTo, S . BAHRI, B . HARYANTO,
temak kelinci untuk produksi daging, kulit-
IW RUSASTRA, A . PRIYANTI dan H . HASINAH .
bulu dan hewan kesayangan . Bahan Road
2005 .
Show Primatani Balai Penelitian Ternak .
agribisnis
SIswoNo . 2005 . Konsumsi protein hewani di
Penkembangan
bawah standar.
Pertanian .
h ttp : //www.reaublika.co.id /
Prospek dan arah pengembangan sapi .
Badan Penelitian Pertanian,
dan
Departemen
28 September 2005 SUTAMA, I-K .
SOEDJANA, T.D .
1996 .
Perkembangan konsumsi
daging dan telur ayam di Indonesia . Media Komunikasi & Informasi Pangan, Agribisnis Unggas, No . 29 (VIII): 35-44 .
2007 .
kerjasama dengan P4MI, Badan Litbang Pertanian .
ti
40
Petunjuk teknis beternak
kambing perah . Balai Penelitian Ternak