Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
PRODUK TERNAK DAN INOVASI TEKNOLOGI PETERNAKAN MENUNJANG KEAMANAN PANGAN HEWANI DI NUSA TENGGARA TIMUR ONIKE LAILOGO, DEBORA KANAHAU, dan J. NULIK Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT Jalan Timor Raya Km. 32 – Naibonat - Kupang, Kotak Pos 1022-Kupang 85000 Telp.0380-833766, Fax. 0380-829537 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pangan merupakan salah satu bahan pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa serta mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional. Manusia memerlukan bahan pangan unuk menunjang kelangsungan hidupnya. Bahan pangan berguna untuk membangun sel-sel tubuh dan menjaga agar tetap sehat dan berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Diantara beberapa sumber bahan pangan, produk hewani merupakan salah satu bahan yang penting sekali. Produk pangan hewani umumnya berupa daging, susu, telur dan ikan yang sangat kaya dengan protein. Protein ini juga mengandung asam amino esensial yang sangat sesuai dengan kebutuhan manusia. Inovasi teknologi penggemukan ternak sapi potong, pemeliharaan ternak ayam buras secara semi intensif di tingkat petani, dan pengawetan pakan merupakan berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan bahan pangan hewani sehingga kualitas dan kuantitas pangan hewani yang aman dikonsumi tetap tersedia untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Nusa Tenggara Timur. Faktor kebijakan juga sangat berperan dalam membatasi masuknya ternak sakit ke daerah NTT sebagai langkah antisipasi tertularnya penyakit hewan yang tergolong dalam penyakit zoonosis. Dendeng, abon dan daging se’i merupakan daging olahan yang selalu tersedia di NTT. Bahan pangan hasil olahan tersebut merupakan bahan pangan yang bebas dari cemaran mikroba. Kata kunci: Inovasi teknologi peternakan, keamanan pangan hewani
PENDAHULUAN Latar belakang Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan. Oleh karena itu industri pangan adalah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah (ANONIMOUS, 2003). Kemanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tapi juga menyangkut kepedulian individu. Jaminan akan keamanan pangan adalah merupakan hak asasi konsumen. Pangan
termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Walaupun pangan itu menarik, nikmat dan tinggi gizinya jika tidak aman dikonsumsi, praktis tida ada nilainya sama sekali. Salah satu dari pangan yang yang dapat dikonsumi oleh manusia adalah pangan hewani sebagai produk peternakan yang merupakan sumber gizi yang penting bagi manusia. Menurut BACTIAR MURAD (2005) bahwa pangan asal hewan ASUH harus: I) aman dari mikroba, ii) Aman dari residu dan kontaminasi bahan kimia berbahaya, iii) aman dari komposisi gizi dan pemalsuan, iv) aman dari kaidah agama. Sehingga diperlukan 3 lapisan pengawasan yaitu: I) dikendalikan oleh produsen, importir dan distributor, ii) disadari dan dituntut oleh konsumen, iii) diatur dan diawasi oleh pemerintah.
189
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
Justifikasi Kemanan pangan merupakan hal mutlak dan harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi. Inovasi teknologi peternakan sangat dibutuhkan untuk mempersiapkan bahan pangan hewani yang aman dikonsumi, karena dengan adanya inovasi tersebut, maka perlakuan-perlakuan dalam pemeliharaan ternak merupakan perlakuan yang dapat menjamin tersedianya daging dan telur baik dalam hal kualtias maupun kuntitasnya. Pemberian pakan yang baik dan berimbang, pembuatan kandang yang baik, pengontrolan penyakit yang teratur dan vaksinasi merupakan hal-hal penting yang sangat mendukung tersedianya bahan pangan hewani (daging dan telur) yang aman dikonsumsi. Tujuan Tujuan penulisan ini adalah untuk mempelajari masalah keamanan pangan di NTT khususnya yang berkaitan dengan bahan pangan produk peternakan. PERAN INOVASI TEKNOLOGI PETERNAKAN DAN PRODUK TERNAK Teknologi prapanen
Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) didominasi oleh tipe lahan kering beriklim kering sehingga mengakibatkan usahtani di bidang sub sektor tanaman pangan (jagung dan padi) hanya diusahakan selama musim hujan saja dan usaha peternakan merupakan usahatani yang diandalkan. Sebanyak 85% dari total produksi ternak di NTT terdiri dari jenis Sapi Bali di Pulau Timor dan selebihnya adalah sapi Ongole di Pulau Sumba dan Flores dengan sisitem pemeliharaan masih bersifat ekstensif tradisional (WIRDAHAYATI et al., 1999). Hal tersebut di atas juga didukung oleh potensi padang penggembalaan, dimana dari luas wilayah NTT 47.349,90 km2, luas padang penggembalaannya adalah 888.273 ha yang tersebar pada 15 kabupaten. Walaupun demikian, peran usaha peternakan tersebut tidak dapat dipungkiri sebagai sumber protein hewani bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur. Disamping peran ternak sapi, juga terdapat beberapa jenis ternak yang cukup diandalkan yaitu ternak kecil (kambing, domba dan babi), juga unggas (ternak ayam) baik sebagai penghasil daging maupun sebagai penghasil telur (ayam ras dan ayam bukan ras/buras). Berdasarkan Laporan Akuntantabilitas Kinerja DINAS PETERNAKAN PROPINSI NTT (2001) bahwa populasi ternak tahun 2000 berdasarkan hasil sensus pada akhir tahun 2000 menunjukkan bahwa populasi ternak menurun untuk semua jenis ternak kecuali unggas seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Populasi ternak di NTT tahun 2000 No
Jenis ternak
Populasi (ekor)
1 2 3 4 5 6 7
Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba Babi Unggas
486.323 125.797 838.546 377.463 48.745 731.959 9.749.963
Keterangan Kenaikan dari tahun 1999 (%) 0,51
Penurunan dari tahun 1999 (%) 33,0 23,63 44,65 42,36 67,78 67,99 -
Sumber: LAPORAN AKUNTANTABILITAS KINERJA DINAS PETERNAKAN PROPINSI NTT tahun 2001
Penyebab penurunan populasi juga produktivitas ini antara lain: • Makin terbatasnya lahan peternakan (padang rumput) dan sumber air minum
190
untuk ternak, sementara pola pemeliharaaan masih non intensif. • Pemotongan ternak produktif masih cukup tinggi.
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
• Pengeluaran ternak potong melampaui ketersediaan. • Pencurian ternak dan penyakit menular strategis cukup tinggi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT sebagai salah satu institusi penghasil teknologi pertanian yang spesifik lokasi telah melakukan berbagai upaya melalui penerapan dan difusi inovasi teknologi peternakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas daging maupun telur dengan berbagai sentuhan teknologi antara lain melalui kegiatan Pengkajian seperti Penggemukan Ternak Sapi Potong, Pemeliharaan Ternak Ayam Buras Secara Semi Intensif di Tingkat Petani (ANONIMOUS, 1999 dan 2000), Pengawetan Pakan dalam bentuk wafer maupun cubes. Hal tersebut karena masalah utama yang dihadapi dalam pemeliharaan sapi potong di Nusa Tenggara Timur adalah rendahnya tingkat pertumbuhan rata-rata ternak akibat kekurangan pakan pada waktu-waktu tertentu dan kurangnya perhatian petani terhadap cara pemberian pakan baik kualitas maupun kuantitas serta penyajian pakan secara langsung di atas tanah tanpa menggunakan tempat pakan. Sehingga diperlukan terobosan alternatif teknologi penggemukan sapi potong yang paket teknologinya antara lain menyangkut pemilihan sapi bakalan, kandang kelompok, pemberian pakan berimbang antara rumput dan legum (60:40) yang dilengkapi dengan suplemen mineral atau garam dapur serta pengendalian penyakit. Demikian pula halnya dengan Pemeliharaan Ayam Buras secara Semi Intensif di lahan Pekarangan yang menekankan pada pemilihan pejantan dan induk, kandang dan perlengkapannya, perawatan dan pemisahan anak ayam secara dini, pemberian pakan yang baik bagi induk dan anak ayam dan pencegahan penyakit. Sedangkan pengawetan pakan dilakukan dengan tujuan agar dapat mengurangi reesiko penurunan bobot badan selama musim kemarau karena terjadinya kekurangan hijauan. Inovasi-inovasi teknologi tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pemeliharaan petani menjadi semi intensif sehingga produksi dan produktivitas ternak dapat ditingkatkan. Selain itu agar ternak dapat menghasilkan daging dalam jumlah dan kualitas yang baik. Karena dengan pemberian pakan yang baik dan berimbang antara rumput
dan legum bagi ternak sapi dan kambing, juga dengan manajemen pemeliharaan yang baik misalnya dengan membuat kandang, memperhatikan sanitasi dan kesehatan ternak melalui vaksinasi dan pengobatan hewan sakit maka akan mempengaruhi kuatlitas daging yang dihasilkan. Hal ini karena penyakit pada hewan dapat ditularkan langsung dan atau melalui produknya (daging, susu dan telur) kepada manusia (zoonosis). Penyakit yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan (foodborne diseases) tersebut dapat terjadi karena: • Masuknya agen patogen ke dalam saluran penceranaan (food infection). • Terkonsumsinya racun dalam makanan (food intoxication). Teknologi pascapanen Bahan pangan merupakan semua jenis bahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan yang bersifat aman, memiliki palatabilitas dan menyehatkan bagi manusia. Namun, walaupun sifat dasar dari pangan itu baik, jika penanganannya kurang baik, maka akan menyebabkan terjadinya suatu penyimpangan yang mungkin dapat membahayakan bagi yang mengkonsumsinya (BADAN POM, 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa diantara beberapa sumber bahan pangan, produk hewani merupakan salah satu bahan yang penting sekali. Produk pangan hewani umumnya berupa daging, susu, telur dan ikan yang sangat kaya dengan protein. Protein ini juga mengandung asam amino esensial yang sangat sesuai dengan kebutuhan manusia. Sebagian besar manfaat dari produk pangan hewani yang dikonsumsi manusia adalah daging. Daging sangat penting dalam konsumsi manusia, karena daging merupakan salah satu pemasok utama protein, vitamin dan mineral. Selain pertimbangan gizi, daging mempunyai pengertian sosio ekonomis tertentu. Mengkonsumsi daging memberikan nilai sosial yang tinggi di masyarakat. Daging secara organoleptik memberikan penampilan (apperenace), rasa (flavor) dan sifat-sifat yang berkaitan dengan rasa yang dikehendaki oleh manusia. Untuk mendapatkan daging yang bermutu, pengadaan daging harus melalui tahap-tahap
191
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
perlakuan: memeriksa kesehatan hewan, pemotongan atau penyembelihan hewan, pelayuan (aging) pemotongan karkas dan pengambilan daging. Pemeriksaaan kesehatan hewan sebelum disembelih perlu dilakukan karena erat hubungannya dengan kemungkinan adanya penyakit pada hewan tersebut yang dapat menular pada manusia, misalnya penyakit Anthrax, penyakit Mulut dan Kuku, penyakit Cacing (Thrichinella spiralis), penyakit Radang Paha (Black leg), penyakit Sura dan sebagainya. Bila hewan tersebut mengidap suatu penyakit harus dikarantina untuk disembuhkan dan bila tidak dapat disembuhkan, hewan tersebut harus dibunuh/disembelih dan dagingnya tidak boleh dikonsumsi. Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino essensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Selain itu serat-serat dagingnya pendek dan lunak sehingga mudah dicerna. Daging unggas menghasilkan jumlah kalori yang rendah apabila dibandingkan dengan nilai kalori dari daging babi. Oleh karena itu daging unggas dapat dipakai sebagai bahan pangan yang baik untuk mengawasi pertambahan berat badan, penyembuhan dari orang sakit dan untuk orang-orang tua yang tidak aktif bekerja lagi. Hidangan daging ayam digunakan sebagai sumber protein dalam diet untuk mengurangi jumlah kalori yang diterima dalam tubuh. Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling bergizi dan dapat disiapkan dalam berbagai bentuk olahan. Telur dikatakan pula sebagai bahan pangan yang sempurna. Karena telur mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan
oleh suatu makhluk hidup seperti protein, lemak, vitamin dan minieral dalam jumlah yang cukup. Di samping itu protein telur merupakan protein yang bermutu tinggi dan memiliki susunan asam amino essensial yang lengkap. Sehingga protein telur sering dijadikan patokan dalam menentukan mutu dan protein dari berbagai bahan pangan lainnya. Disamping nilai gizinya yang tinggi dan sifat-sifat fungsionalnya yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan dalam pengolahan pangan, telur merupakan bahan pangan yang mudah atau cepat rusak sehingga tidak tahan lama disimpan tanpa perlakuan apa-apa. Umumnya telur yang masih segar yaitu yang baru keluar dari ayam adalah steril, akan tetapi segera setelah itu kulit telur dapat terkontaminasi oleh kotoran ayam, air cucian (bila telur dicuci), penanganan dan mungkin dari bahan pengepak. Jenis-jenis bahan pangan hewani tersebut dapat diperoleh oleh konsumen dalam bentuk segar baik di pasar-pasar maupun di perusahaan yang khusus menyediakan daging segar dalam ruang pendingi seperti Perusahaan Alidia. Dari hasil wawancara, dapat diketahui bahwa perusahaan tersebut dalam seharinya dapat mnyediakan daging segar dari 8-10 ekor sapi selain dalam bentuk daging olahan seperti dendeng, abon dan daging SE’I (Pengasapan). Namun, secara umum dapat diketahui tentang total pemotongan ternak di NTT tahun 2003. Jumlah pemotongan tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutusan konsumsi daging masyarakat NTT yang berjumlah kurang lebih 3.8888.735 jiwa. Sedangkan total daging segar yang dikonsumsi di NTT Tahun 2003 seperti pada Tabel 3.
Tabel 2. Pemotongan ternak di NTT tahun 2003 No
Jenis ternak
1 2 3 4 5 6 7
Sapi Kambing Domba Ayam petelur Ayam potong Ayam buras Itik
Jumlah pemotongan Tercatat (ekor) Tidak tercatat (ekor) 26.077 5.215. 34.812 14.437 98.003 392.013 -
Sumber: STATISTIK PETERNAKAN Tahun 2003
192
Jumlah (ekor) 31.293 139.249 490.016 68.460 454.743 14.889.052 110.754
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
Tabel 3. Total produksi karkas dan daging segar yang dikonsumsi di NTT tahun 2003 No
Jenis ternak
1
Sapi
2
Kerbau
3
Kambing
4
Domba
5
Babi
Produksi karkas (kg)
Produksi daging murni (kg)
3.755.154
2.816.365
728.462
546.346
1.907.718
1.392.495
278.177
203.049
18.375.599
16.538.039
6
Ayam ras petelur
-
61..614
7
Ayam ras pedaging
-
286.488
8
Ayam Buras
-
9.380.103
9
Itik
-
69.775
Sumber: STATISTIK PETERNAKAN Tahun 2003
Tabel 4. Total konsumi karkas, daging murni, telur dan konsumsi protein daging dan telur tahun 2003 No
Jenis produk yang dikonsumsi
Total konsumsi
1 2 3 4 4 5.
Karkas Daging Telur Protein karkas Protein daging Protein telur
9,01 kg/kapita/tahun 8,09 kg/kapita/tahun 9.403.627 kg/kapita/tahun 4,44 gram/kapita/tahun 3,99 gram/kapita/tahun 0,90 gram/kapita/tahun
Sumber: STATISTIK PETERNAKAN Tahun 2003
Total konsumsi karkas, daging murni, telur, dan konsumsi protein daging serta telur seperti disajikan pada Tabel 4 di atas. Selain dalam bentuk segar, bahan pangan hewani tersebut juga dapat diperoleh dalam bentuk dendeng, abon, daging Se’i (pengasapan). Khusus daging olahan tersebut, selain disediakan oleh Perusahaan Aldia, juga disediakan oleh Perusahaan Abon Jaya yang khusus memproduksi Abon dan Dendeng yang dalam saharinya memproduksi 50-60 kg Abon dan dendeng yang diperoleh dari total daging sapi segar 100 – 120 kg/hari. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT, selain menyediakan inovasi teknologi yang bertujuan memperbaiki manajemen pemeliharaan ternak, juga menyediakan teknologi-teknologi pascapanen untuk pangan asal ternak tersebut. Dari hasil kajian, diperoleh bahwa bahanbahan yang digunakan untuk pembuatan dendeng, daging sei dan abon (baik abon sapi)
merupakan bahan-bahan yang tidak menimbulkan adanya pencemaran bila dikonsumi oleh manusia. MASALAH KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI NTT Kebijakan kemanan pangan untuk produk peternakan diarahkan agar masyarakat menjadi terjamin dan aman mengkonsumsi pangan hewani terhadap adanya residu dan cemaran lainnya serta sesuai dengan keyakinan dan agamanya masing-masing: aman, sehat, utuh dan halal (SURDARDJAT, 2000 dalam DARMINTO, 2003 dalam DARMINTO, 2003). Dengan demikian pangan, termasuk pangan hewani, dinyatakan aman jika tidak mengandung bahaya biologis, bahaya kimiawi dan bahaya fisik Dalam kaitannya dengan bahaya biologis, Badan Kesehatan Dunia telah melaporkan bahwa ratusan juta orang di
193
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
berbagai belahan dunia menderita penyakit akibat dari kontaminasi makanan, dimana produk-produk asal ternak menempati urutan paling atas sebagai pnyebabnya (WHO, 1997 dalam DARMINTO, 2003). Terdapat enam jenis kuman patogen yakni: Campylobacter jejuni, Clostridium peerfringens, Escherdicia coli O157-H7, Kosterian monocytogenes, Salmonella spp, Stophylococus aureus dan Toxoplasma gondii diidentifikasi sebagai penyebab infeksi pada 3,3-12,3 juta orang dan menyebabkan kematian sebanyak 3.900 jiwa per tahun di Amerika Serikat. Badan Kesehatan Dunia lebih lanjut mengungkapkan bahwa kuman Salmonella spp dideteksi sebagai penyebab dari 50.000 kasus keracunan makanan di negara tersebut. Dalam hubungannya dengan bahaya kimiawi, bahan pangan asal ternak seperti daging, telur dan susu dapat mengandung cemaran atau residu obat hewan dan bahan kimia lainnya seperti mitotoksin (Alfatoksin), pestisida dan logam berat. Daging mudah sekali mengalami kerusakan mikrobiologi karena mengandung gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung vitamin dan mineral. Kerusakan pada daging ditandai dengan perubahan bau dan timbulnya lendir yang biasanya terjadi jika jumlah mikroba mnjadi jutaan atau ratusan juta sel atau lebih per 1 cm luas permukaan daging. Kerusakan mikrobiologi pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk dengan tanda-tanda sebagai berikut : • Pembentukan lendir • Perubahan warna • Perubahan bau menjadi busuk karena pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti ammonia, H2S dan senyawa lain-lain • Perubahan rasa menjadi asam karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam. • Ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging. Selain itu, penyakit pada hewan dapat pula ditularkan langsung dan atau melalui produknya (daging, susu dan telur) kepada manusia (zoonosis). Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya penularan penyakit kepada manusia, maka Pemerintah Daerah Propinsi NTT mengeluarkan Undang-undang
194
yang melarang masuknya ternak dari daerah yang tertular suatu penyakit ke NTT ataupun dari satu kabupaten yang terserang suatu penyakit tertentu ke kabupaten lainnya yang masih bebas dari penyakit tersebut. Misalnya dengan adanya kasus Flu Burung, maka pemerintah akan membatasi masuknya ayam dan telur dari tempat-tempat lain seperti dari Surabaya, dan membatasi perusahaanperusahaan yang akan memasok produk unggas maupun makanan ternak dari daerah tersebut. Dinas Peternakan Propinsi NTT dalam Operasional Program/Proyek Pembangunan Peternakan Propinsi NTT Tahun 2003 yang disampaikan pada Rapat Koordinasi Manajemen Program/Proyek Pembangunan Pertanian di NTT tanggal 26 Mei 2003, menuangkan beberapa kebijakan strategis antara lain : • Pengembangan wilayah berdasarkan komoditas ternak unggulan • Pembinaan dan pengawasan kesehatan hewan • Optimalisasi peranan berbagai kelembagaan • Pengembangan kemitraan yang luas dan saling menguntungkan. • Sedangkan program dan kegiatan prioritas di tingkat propinsi adalah: Program pembibitan ternak dengan tujuan meningkatkan produksi dan produktivitas ternak : 1. Pengembangan kawasan pembibitan ternak di pedesaan, 2. Pembuatan pagar hidup dan perbaikan padang penggembalaan 3. Pengolahan dan pengawetan pakan ternak. 4. Meningkatkan manajemen usaha ternak kecil dan unggas. Program pengamanan ternak • Dengan tujuan meningkatkan pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular: • Pengamatan penyakit hewan menular • Pencegahan penyakit hewan melalui vaksinasi
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
• Pemberantasan penyakit melalui pengobatan dan upaya lainnya seperti pemusnahan reaktor dan eliminasi • Pengawasan kesehatan masyarakat veterinier dan sosialisasi konsumsi produk ternak. Program pengembangan SDM dan Kelembagaan Peternakan, dengan tujuan meningkatkan keterampilan dan kemampuan sumberdaya manusia peternakan : • Pembinaan personalis dan ketatausahaan • Pendidikan dan latihan aparatur • Optimalisasi peranan Unit Pelaksana Teknis Dinas • Optimalisasi peranan kelompok tani ternak • Pemberdayaan masyarakat melalui penguatan modal usaha kelompok. Program Pengembangan Sarana dan Prasarana Peternakan, dengan tujuan meningkatkan pembinaan organisasi pemasaran dan industri pengolahan produk ternak : • Pembinaan organisasi profesi • Pengembangan Sistem Informasi peternakan • Pengadaan sarana dan prasarana peternakan. • Melengkapi sarana dan prasarana kelembagaaan Dinas/UPDT • Meningkatkan pemanfaatan teknologi pengolahan produk peternakan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh DEWI (2004) mengenai Residu Antibiotika dan Cemaran Mikroba di Propinsi Bali, NTB dan NTT, dapat diketahui bahwa residu obat antibiotika masih ditemukan pada beberapa sample produk asal hewan yang disurvei (12,7%). Adanya residu ini pada produk asal hewan diakibatkan oleh kurang tepatnya penggunaan antibiotika tersebut terutama dosis pemakaian maupun ketepatan dalam menentukan waktu henti obat (withdrawal) tersebut sebelum ternak dipotong. Residu antibiotika golongan makrolida merupakan residu yang paling banyak ditemukan pada sampel yang diambil dibandingkan dengan antibiotika yang lain. Hal ini karena antibiotika golongan makrolida terutama tylosin sering dipergunakan di
peternakan sebagai anti-mikoplasma, dan pemacu pertumbuhan ternak. Berdasarkan hasil pengujian cemaran mikroba, secara umum tingkat hygiene daging yang beredar di NTT masih dikategiorikan rendah bila dibandingkan dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional. Rendahnya tingkat hygiene daging tersebut disebabkan karena tingginya cemaran mikroba yang mencemari daging terutama total kuman (TPC) sebanyak 79,6% tidak sesuai SNI. Terjadinya kontaminasi oleh mikroba sudah terjadi pada tahap pemotongan yang dilakukan di rumah potong hewan (RPH) yang merupakan tempat hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan). Penanganan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higenis akan berdampak terhadap mutu dan keamanan daging yang dihasilkan. Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH sangat penting yang meliputi hygiene, sanitasi, kehalalan dan kesejahteraan hewan. Pencemaran mikroba yang cukup tinggi di RPH sangat memungkinkan mengingat secara umum kondisi RPH di NTT tidak memenuhi persyaratan minimum yang harus dimiliki oleh sebuah RPH terutama yang berkaitan dengan aspek hygiene dan sanitasi. Walaupun demikian, hingga saat ini. Khususnya di NTT, belum ada laporan ataupun hasil penelitian yang menyebutkan tentang kejadian keracunan pada manusia karena mengkonsumsi bahan pangan hewani baik dalam bentuk daging segar maupun hasil olahan seperti dendeng (daging, ikan), abon (daging, ikan), daging se’i (pengasapan) dan lain-lainnya. KESIMPULAN DAN SARAN Inovasi teknologi peternakan sangat dibutuhkan dalam upaya memperbaiki teknologi pemeliharaan ternak yang masih tradisional menjadi semi intensif atau intensif agar dapat menghasilkan produksi daging dan telur dalam jumlah dan kualtias yang baik, dalam memenuhi kebutuhan gizi pangan
195
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
hewani yang dibutuhkan masyarakat. Dengan tersedianya produk peternakan yang berkualitas, maka akan menjamin keamanan pangan produk peternakan tersebut. Dalam hal ini faktor kebijakan pemerintah daerah NTT juga sangat menentukan tingkat keamanan pangan di daerah tersebut. Walaupun belum pernah ada laporan tentang adanya kejadian keracunan akibat mengkonsumsi bahan pangan hewani tersebut, namun sangat perlu dilakukan suatu penelitian khusus mengenai kemungkinan adanya pencemaran bahan pangan produk peternakan yang selalu tersedia di NTT dan akibatnya terhadap manusia. DAFTAR PUSTAKA ANONYMOUS. 1999. Rekomendasi penerapan paket teknologi sistem usahatani di Nusa Tenggara Timur. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Naibonat ANONYMOUS. 2000. Rekomendasi penerapan paket teknologi sistem usahatani di Nusa Tenggara Timur. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Naibonat ANONYMOUS. 2003a. Pengetahuan bahan pangan. Modul Penyuluhan. Direktorat Survelian dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. ANONYMOUS. 2003b. Pengetahuan bahan pangan hewani. Modul Penyuluhan. Direktorat Survelian dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta.
196
ANONYMOUS. 2003. Keamanan pangan. Direktorat Survelian dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. DARMINTO. 2003. Peranan agroinovasi bidang veteriner dalam mendukung upaya peningkatan ketahanan pangan. Bulletin Ilmu Veteriner. Balai Penelitian Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. DEWI A.A.S, NMS HANDAYANI, N. RITI dan IG. P. SUKA ARDANA. 2004. Surveilans residu antibiotika dan cemaran mikroba di Propinsi Bali, NTB dan NTT. Laboratorium Kesmavet. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional VI Denpasar. DINAS PETERNAKAN PROPINSI NTT. 2001. Laporan Akuntantabilitas Kinerja Dinas Peternakan Propinsi NTT. DINAS PETERNAKAN PROPINSI NTT. 2003. Statistik Peternakan. DINAS PETERNAKAN PROPINSI NTT. 2003. Oprasional Program/Proyek Pembangunan Peternakan Propinsi NTT TA. 2003, disampaikan pada Rapat Koordinasi Manajemen Program/Proyek Pembangunan Pertanian di Kupang, tanggal 26 Mei 2003. WIRDAHAYATI RB, HH. MARAWALI, A. ILA, dan A. BAMUALIM. 1999. Pengkajian sistem usaha pertanian sapi potong menunjang usahatani terpadu di Pulau Timor. Prosiding Lokakarya Regional Penerapan Teknologi Indegenous dan Teknologi Maju Menunjang Pembangunan Pertanian di Nusa Tenggara, 12 Maret 1999. Kerja Sama Kantor Wilayah Departemen Pertanian Propinsi NTT dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Naibonat dengan Department of Primary Industry and Fisheries, Darwin, Northren Territory Australia.