LABEL HALAL DAN HUKUM ASAL BAHAN PANGAN Oleh: Arif Al Wasim Dosen Program Studi Ilmu Qur’an dan Tafsir Fakultas Syari’ah dan Hukum UNSIQ Email:
[email protected] Abstract The consumption of halal is one of the important suggestions of the Sharia for Muslims. Nowadays, public awareness of the importance of halal consumption is increasing. The guarantee of foodstuffs in Indonesia is halal certificates and labels as regulated in Undang-Undang No. 33 tahun 2014 on Guarantee of Halal Products. Not all of food products circulating and distributed in Indonesia has halal certificates and labels. This study was conducted to assess the assurance of halal food that does not have halal certificates and labels, and how to consume it in dealing with the law of sharia. The study was conducted with approach of Jurisprudential Rules (Qawâ’id Fiqhiyyah), focusing the discussion of the status of "legal origin" and it’s continuity of the validity on the foodstuffs, and to what extent the effectiveness of the halal certificates and labels toward the guarantee of halal food. Conclusions from the study shows that the “legal origin” of food is halal and it is still valid as long as no valid and explicit information nor indications that is prohibited. In case of consuming foods that are halal in origin, but it is unknown the halal assurance, no need to complicate by questioning the validity and legality of its halal status. By affirming the confidence and steadiness and accompanied by reading Basmalah is enough to be a halal guarantee of food consumed. Keywords: Foodstuffs, Halal, Legal Origin
A. Pendahuluan Pangan kebutuhan
merupakan primer
sandang
kewajiban, salah
satu
manusia,
disamping
papan.
Dalam
dan
terlebih jika motifasi dan
tujuan konsumsi bahan pangan untuk memunculkan ritual-ritual
energi ibadah
kesehariannya, manusia tidak dapat lepas
Zuhaili, 1985: 3/505)
dari aktifitas konsumsi, terlebih konsumsi
Konsumsi halal
guna
melakukan
syari’at
(Wahbah
merupakan
salah
bahan pangan. Konsumsi bahan pangan
satu anjuran syari’at bagi umat Islam.
merupakan
dari
Dalam Al-Qur’an, kata halal terulang
eksistensi manusia sebagai mahluk hidup.
sebanyak enam kali, dua di antaranya
Syari’at memandang
konsumsi
adalah kecaman atas orang-oang yang
bahan pangan dalam batas minimumnya
mencampur-adukkan yang halal dengan
untuk
dan
yang haram. Empat kata halal yang lain
melestarikan kehidupan merupakan suatu
mempunyai ciri yang sama, yaitu dalam
konsekuensi
menjaga
logis
bahwa
eksistensi
Vol. II No. 02, November 2016
konteks perintah makan (konsumsi), dan
Produsen dan distributor produk-produk
berbarengan dengan kata Thayyib. Kata
konsumsi
makan dalam Al-Qur’an sering diartikan
dalam
“melakukan aktivitas apapun”. Hal ini
yang
terjamin
agaknya disebabkan
hanya
bahan
merupakan sumber utama asupan energi
fashion
dan
untuk
berlabel
halal
bahwa
menghasilkan
makan
aktivitas
(Quraish
Shihab, 2002: 320). Seiring
semakin
berlomba-lomba
menyediakan
produk-produk
kehalalannya, pangan, jasa pun
bukan
produk-produk
bersertifikat semakin
dan
banyak
meramaikan pasar barang dan jasa di
perkembangan
zaman
Indonesia.
kesadaran masyarakat akan pentingnya
Membanjirnya
produk-produk
konsumsi halal semakin meningkat. Hal
berlabel halal di masyarakat merupakan
tersebut tidak lepas dari peranan berbagai
hal
pihak
Sayangnya,
dalam
mengembangkan
meningkatkan
awareness
konsumsi
halal.
Kampanye
konsumsi
halal
dapat
berbagai
media,
baik
dan
positif
yang
patut
sertifikat
dan
disyukuri. label halal
terhadap
hanya menjangkau produk-produk dari
terhadap
industri besar, sementara industri kecil
dijumpai media
di
dan rumah tangga masih banyak yang
cetak
belum memiliki sertifikat dan label halal,
maupun media elektronik. Hal ini sejalan
terlebih
dengan
yang beredar di pasar-pasar tradisional.
kebijakan
melindungi Peraturan halal
konsumen hukum
telah
pemerintah di
Indonesia.
terhadap
tertuang
untuk
Hal
produk-produk
ini
konsumsi
pertanyaan
Undang-
kehalalan
dalam
rumah
kemudian
tangga
menimbulkan
bagaimanakah bahan
pangan
jaminan yang
tidak
Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang
memiliki sertifikat dan label halal? Dan
Jaminan Produk Halal.
bagaimana
Dewasa ini konsumsi bahan pangan halal tidak konsumen, lomba
hanya menjadi kesadaran produsenpun
menawarkan
berlomba-
beragam
jenis
hukum
mengkonsumsinya?
Tulisan ini akan mengangkat pertanyaan tersebut, dan mengkaji kehalalan bahan pangan
dengan
qa’idah
pendekatan
fiqhiyah. Pembahasan difokuskan pada “hukum
produk halal kepada konsumen. Dari
status
sudut
bisnis,
keberlakuannya terhadap bahan pangan,
terhadap
dan sejauh mana efektifitas label halal
pandang
kesadaran
ekonomi masyarakat
dan
konsumsi halal di Indonesia membuka
terhadap
ruang tersendiri bagi perkembangan dan
pangan.
asal” dan
jaminan
kontinuitas
kehalalan
bahan
pertumbuhan pasar dan peluang usaha. 312
Label Halal
Vol. II No. 02, November 2016
B. Hasil Temuan dan Pembahasan dan
1. Dinamika Fiqih Fiqhiyyah Syari'at Canon
dapat
Law
perintah
Allah. hukum
sedangkan
fiqih,
umat muslim di berbagai tempat. Hukum Islam mencakup berbagai dimensi, mulai
Islam,
dinamakan
Qawa’id sebagai
dari yang abstrak sampai kepada yang
keseluruhan
kongkret, antara lain dimensi syari'ah,
diartikan
of
empiris dijadikan hukum terapan oleh
Perintah
tersebut
dimensi
(jamak:
aḣkâm),
dimensi amal. Dimensi syari'ah bersifat
atau
hukum
Islam
fiqih,
larangan
kewajiban
Sedangkan
diketahui
dalam
sebagaimana
dan
Allah
dan
dimensi
Rasul-Nya. amal
bersifat
dan
as-
kongkret (terukur dan teramati dalan
disimpulkan
dari
wujud perilaku aktual di kalangan umat
keduanya, atau tentang apa yang telah
Islam sebagai upaya untuk melaksanakan
disepakati
perintah
Sunnah,
atau
Al-Qur'an
qanun,
abstrak, dalam wujud segala perintah dan
adalah pengetahuan tentang hak-hak dan seseorang,
dimensi
yang
oleh
para
intelektual muslim (Cik
ulama
dan
Hasan Basri,
2003: 3). Hukum Islam memiliki fungsi ganda, yaitu fungsi syari'ah dan fungsi fiqih.
Syari'ah
merupakan
fungsi
Allah
dan
Rasul-Nya,
baik
individual maupun kolektif (Cik Hasan Basri, 2003: 4). Hukum-hukum syari'at yang tertuang dalam Al-Qur'an
dan
Sunnah
Rasul
kelembagaan yang diperintahkan Allah
dinyatakan dengan penunjukan yang pasti
untuk dipatuhi sepenuhnya, atau intisari
(qaṭ'i) dan dugaan (ẓanni). Selain nash-
dari petunjuk Allah untuk perseorangan
nash di dalam hukum-hukum syari'at,
dalam mengatur
tersirat
pula
Allah, sesama muslim, sesama manusia,
dapat
dipahami
dan semua makhluk Allah yang ada di
(pengkajian mendalam dan menyeluruh)
dunia
yang
ini.
hubungannya
Fiqih
manusia
merupakan
usaha
dengan
daya
yang
intelektualnya
dengan
mencoba
menafsirkan
penerapan prinsip-prinsip syari'ah secara sistematis
(Hammudah
Abd
al-'Ati,
1984: 16).
petunjuk-petunjuk
dijalin
dengan
menjadi
yang istiqra`
qaidah-qaidah
hukum dalam pembinaan hukum Islam (Rachmat
Djantnika
dalam
Amrullah
Ahmad (ed), 1996: 108). Qaidah
Fiqhiyah
adalah
kaidah
hukum yang bersifat umum yang meliputi
Fiqih diidentikkan sebagai salah satu dimensi hukum Islam,
yakni produk
seluruh
cabang
masalah-masalah
yang
menjadi
pedoman
fiqih untuk
penalaran fuqaha yang dideduksi dari Al-
menetapkan hukum setiap peristiwa fiqih
Qur'an
atau kasus hukum, baik yang ditunjuk
dan
Label Halal
as-Sunnah,
yang
secara
313
Vol. II No. 02, November 2016
oleh nash yang sharih, maupun yang tidak
sehingga mampu berperan dengan baik
ditemukan nashnya sama sekali. Qaidah-
sebagai hamba Tuhan maupun sebagai
qaidah fiqhiyah berisikan prinsip-prinsip
khalifah-Nya
umum yang bisa menampung berbagai
mengandung arti “keburukan budi pekerti
ketentuan yang sifatnya terinci. Artinya,
dan
suatu kaidah umum (kulli) bisa mencakup
apabila Al-Qur’an menyebut makanan
sekian
tertentu dan menilainya dengan rijs maka
banyak
kaidah-kaidah
tertentu
di
bumi.
kebobrokan
Kata
moral”.
Sehingga
(juz`i) yang lebih terinci. Kaidah-kaidah
makanan tersebut
itu dibangun berdasarkan prinsip-prinsip
efek negatif terhadap budi pekerti dan
umum yang terdapat dalam sejumlah
moral yang mengkonsumsinya.
nash, baik ayat-ayat Al-Qur`an maupun hadis Nabi.
dapat
rijs
menimbulkan
Bertolak dari Q.S. Al-Baqarah 29; dan Q.S. Al-Jatsiyah 13; para ulama berkesimpulan bahwa pada prinsipnya
2. Bahan Pangan Halal Kehalalan ketenteraman dalam
segala sesuatu yang ada di alam raya ini
merupakan batin
jaminan
adalah halal untuk digunakan, sehingga
muslim
makanan yang terdapat di dalamnya juga
seorang
konsumsi
bahan
pangan.
halal. Karena itu dengan tegas Al-Qur’an
dapat
dipandang
sebagai
mengecam
Kehalalan
orang-orang
yang
sebagai jaminan keamanan ruhani bagi
mengharamkan rizqi yang telah Allah
konsumsi bahan pangan, sehingga untuk
hamparkan untuk manusia. Pengharaman
kebutuhan
segala sesuatu harus bersumber
fisik
jasmani
tetap
harus
dari
memperhatikan keamanan dan kesehatan
Allah, baik melalui Al-Qur’an maupun
(hygiene)
Rasul. Pengharaman timbul dari kondisi
bahan
dikonsumsi. jaminan
pangan
Keamanan
bahwa
bahan
yang
merupakan pangan
yang
manusia.
Mengingat
ada
di
antara
makanan yang dapat memberi dampak
dikonsumsi terbebas dari bahan-bahan
negatif
beracun, bibit penyakit, atau bahan-bahan
(Quraish Shihab, 2002: 184-186).
terhadap
jasmani
manusia
tubuh.
Ketentuan hukum syari’at adalah hak
Kesehatan pangan merupakan kecukupan
prerogatif Allah SWT. Demikain juga
nutrisi yang
dalam
lain
yang
membahayakan
dibutuhkan
tubuh
dalam
ketetapan
hukum
makanan,
bahan pangan. Dengan memperhatikan
minuman, atau barang-barang konsumsi
kehalalan dan keamanan pangan tentu
yang
seorang muslim akan menjadi individu
apresiasi terhadap eksistensi akal dan
yang
rasionalitas,
314
sehat
ruhani
dan
jasmaninya,
lain.
Namun
Allah
sebagai
SWT
bentuk
menetapkan Label Halal
Vol. II No. 02, November 2016
syari’at
hukum-hukum alasan-alasan
yang
berdasarkan
rasional
(ma’qûl).
menghilangkan
nyawa,
atau
merusak
kesehatan.
Makanan yang halal adalah makanan
Jenis-jenis binatang yang dagingnya
yang baik dan bermanfaat, sebaliknya
boleh dimakan terdiri atas dua kelompok,
makanan yang haram adalah makanan
yaitu : (1) Binatang yang boleh dimakan
yang buruk dan berbahaya. Demikain
tanpa melalui proses penyembelihan, yaitu
juga jika di dalam bahan
belalang dan semua jenis ikan; dan (2)
makanan
terdapat manfaat dan bahaya, maka perlu
Binatang yang
hanya boleh
dikaji
melalui proses
penyembelihan,
proporsi
atau
perbandingan
dimakan seperti
manfaat dan bahayanya, jika manfaatnya
binatang ternak pada umumnya, selain
lebih besar maka hukumnya halal, jika
babi.
bahayanya lebih besar maka hukumnya
hukum
haram. (Yusuf Qardhawi, 1980: 28).
sedangkan binatang darat memiliki status
Al-Ghazali (Tt: 2/92) menjelaskan bahwa
secara
makanan
umum sumber
dan
minuman
dikelompokkan
menjadi
3
Binatang-binatang halal
dan
laut
boleh
berstatus dikonsumsi,
hukum berbeda-beda. Dari semua jenis
bahan
binatang darat, Al-Qur’an menyebutkan
dapat
secara gamblang 4 (empat) bahan-bahan
(tiga)
hewani
yang
diharamkan
untuk
golongan, yaitu (1) sumber bahan pangan
dikonsumsi, yaitu bangkai, darah, daging
yang
secara
babi, dan binatang yang disembelih bukan
langsung, dalam hal ini air yang memang
karena Allah SWT. Dengan demikian,
keluar dari tanah; (2) sumber bahan
semua deferensiasi produk olahan pangan
pangan
yang berasal dari keempat bahan-bahan
dihasilkan
dari
nabati,
tetumbuhan;
yang
dan
(3)
bumi
berasal sumber
dari bahan
hewani tersebut adalah haram.
pangan hewani, yang berasal dari hewan
Quraish Shihab
(2002: 185-188)
yang berupa susu, telur, dan/atau olahan
menyatakan
daging
dan
produk
terhadap beberapa jenis hewan darat
Semua
jenis
bahan
sampingannya. pangan
yang
merupakan
bahwa
perbedaan
pengharaman
pendapat
para
bersumber dari bumi secara langsung
ulama. Bahkan pengharaman ini bukan
jelas kehalalannya. Bahan pangan dari
dari
tetumbuhan
riwayat
tidak
diharamkan
jenis-jenis
tetumbuhan
membahayakan,
dalam
dapat
Label Halal
menghilangkan
hal
ini
kecuali
Al-Qur’an, yang
tetapi
berdasarkan
dinisbatkan
kepada
yang
Rasulullah SAW. Keharaman binatang-
yang
binatang darat didasarkan pada beberapa
kesadaran,
hal, yaitu:
315
Vol. II No. 02, November 2016
ṣarîh
Dalam hadits tersebut terdapat dua
melarang konsumsi daging binatang
masalah: (1) Haramnya keledai jinak,
tersebut.
termasuk
dimana hal ini merupakan pendapat
dalam kategori ini adalah babi dan
jumhur ulama dari kalangan sahabat,
anjing.
babi
tabi’in dan ulama berdasarkan hadits
disebutkan dalam al-Qur’an (Q.S. Al-
tersebut. Adapaun keledai liar, maka
Maidah: 3). Sedangkan pengharaman
hukumnya
anjing bedasarkan ayat (Q.S. Al-A’raf:
kesepakatan para ulama fiqih; dan (2)
157) dan hadits Riwayat Muslim dari
Halalnya daging kuda.
1) Adanya
nash
yang
Binatang
secara
yang
Pengaharaman
daging
Rafi’ ibn Khudaij.
halal,
sesuai
dengan
5) Al-jallâlah, yaitu setiap hewan baik
2) Binatang buas bertaring atau berkuku
hewan berkaki empat maupun berkaki
tajam yang digunakan untuk melawan
dua yang makanan pokoknya adalah
manusia seperti serigala, singa, macan
kotoran-kotoran
tutul,
manuasia,
harimau,
beruang,
kera
dan
seperti
hewan
kotoran
dan
Rawwas
sejenisnya. Qal’aji
&
sejenisnya. Hal ini berdasarkan hadits
(Muhammad
riwayat Muslim Dari Abu Hurairah
Hamid Shadiq Qunaibi, 1988: 165).
dari Nabi saw bersabda: “Setiap
Sebab diharamkannya jallâlah adalah
binatang buas yang bertaring adalah
perubahan bau dan rasa daging dan
haram dimakan” (HR. Muslim no.
susunya. Apabila pengaruh kotoran
1933)
pada daging hewan yang membuat
3) Burung yang berkuku tajam. Hal ini berdasarkan
kepada
keumuman
keharamannya itu hilang, maka tidak lagi
haram
hukumnya,
bahkan
redaksi hadits : Dari Ibnu Abbas
hukumnya halal. Hal ini berdasarkan
berkata:
hadits : “Dari Amr bin Syu’aib dari
“Rasulullah
melarang
dari
setiap hewan buas yang bertaring dan
ayahnya
berkuku
Rasulullah melarang dari keledai jinak
tajam” (HR
Muslim no.
1934) 4) Khimâr ahliyyah (keledai jinak). Hal
dari
kakeknya
berkata:
dan jallâlah, menaiki dan memakan dagingnya” (HR Ahmad (2/219) dan
ini berdasarkan hadits: “Dari Jabir
dihasankan
berkata: “Rasulullah melarang pada
dalam Fathul Bari 9/648).
perang khaibar dari (makan) daging
Menghukumi
khimar dan memperbolehkan daging
memakan kotoran sebagai jallâlah
kuda”. (HR Bukhori no. 4219 dan
perlu diteliti. Apabila hewan tersebut
Muslim no. 1941).
memakan
316
Al-Hafidz
suatu
kotoran
Ibnu
Hajar
hewan
yang
hanya
bersifat
Label Halal
Vol. II No. 02, November 2016
kadang-kadang,
maka
ini
tidak
tersebut
halal
termasuk kategori jallâlah dan tidak
dialarang
haram dimakan, seperti ayam dan
keadaan ihram.
sejenisnya.
3891,
(Al-Baghawi
tentu
membunuhnya
dalam
8) Hewan yang dilarang untuk dibunuh. Berdasarkan hadits “Dari Ibnu Abbas
11/254) 6) Aḍ-ḍab (hewan sejenis biawak) bagi yang
dagingnya
merasa
Berdasarkan
jijik hadits:
terhadapnya. “Dari
Abdur
berkata:
Rasulullah
melarang
membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad. ”
Rahman bin Syibl berkata: Rasulullah
(HR
melarang dari makan ḍab (hasan. HR
hewan yang dilarang dibunuh berarti
Abu Daud (3796). Adapun jika tidak
tidak
measa jijik maka boleh memakannya.
seandainya boleh dimakan, tentu tidak
Hadits Abdullah bin Umar secara
akan dilarang membunuhnya.
marfu’ (sampai pada nabi) “Dhab,
Ahmad
(1/332,347).
boleh
dimakan,
Setiap
karena
Untuk mendapatkan produk pangan
saya tidak memakannya dan saya juga
halal
tidak
(HR
disyaratkan agar daging yang menjadi
dan Muslim no.
bahan baku produk olahan harus benar-
mengharamkannya.”
Bukhari no.5536 1943). 7) Hewan
benar
yang
berasal
daging
dari
yang
Kehalalan
yang
diperintahkan
untuk
daging
membunuhnya.
Berdasarkan
hadits
melakukan prosedur pemotongan hewan
“Dari
berkata:
Rasulullah
yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Aisyah
bersabda: Lima hewan fasik
yang
dapat
halal.
daging,
syari’at.
diperoleh
Dalam
dengan
melaksanakan
hendaknya dibunuh, baik di tanah
penyembelihan Yusuf Qardhawi (1980:
halal maupun haram yaitu ular, tikus,
55-57)
anjing hitam. ” (HR. Muslim no. 1198
penyembelihan
dan Bukhari no. 1829 dengan lafadz
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
kalajengking’ sebagai ganti dari lafadz
1) Binatang
“ular”).
Setiap
binatang
menjelaskan
bahwa
menurut
harus
tersebut
syari’at
harus
disembelih
yang
atau ditusuk (naḣr) dengan suatu alat
diperintahkan oleh Rasulullah supaya
yang tajam yang dapat mengalirkan
dibunuh maka tidak berlaku hukum
darah dan mencabut nyawa binatang
sembelihan,
tersebut, baik berupa senjata tajam,
karena
Rasulullah
melarang membunuhnya baik dalam keadaan Seandainya Label Halal
ihram
ataupun
batu, ataupun kayu.
tidak.
2) Penyembelihan atau penusukan (naḣr)
binatang-binatang
itu harus dilakukan di leher binatang 317
Vol. II No. 02, November 2016
tersebut, kematian binatang tersebut benar-benar
disebabkan
terputusnya
urat
nadi
kerongkongannya. yang
paling
oleh dan/atau
Penyembelihan sempurna
penyembelihan
yang
adalah meutuskan
kerongkongan, tenggorokan dan urat nadi.
Persyaratan
ini dapat
gugur
4) Harus
disebutnya
(membaca
nama
Allah
basmalah)
ketika
menyembelih. Ini menurut zahir nash al-Quran yang menyatakan: "Makanlah dari apa-apa yang disebut asma' Allah atasnya, jika kamu benarbenar beriman kepada ayat-ayatNya." (al-An'am: 118)
yang biasa, misalnya karena binatang
"Dan janganlah kamu makan dari apa-apa yang tidak disebut asma' Allah atasnya, karena sesungguhnya dia itu suatu kedurhakaan." (alAn'am: 121)
tersebut jatuh dalam sumur, sedang
Sebagaian
kepalanya berada di bawah dan tidak
berpendapat, bahwa penyebutan asma'
memungkinkan
Allah
apabila
penyembelihan
itu
ternyata
tidak dapat dilakukan pada tempatnya
untuk
melaksanakan
penyembelihan pada
lehernya; atau
ulama
ada
(membaca
merupakan
suatu
yang
basmalah)
keharusan,
akan
karena binatang tersebut berontak dan
tetapi tidak harus dilakukan ketika
menyerang. Jika hal ini terjadi, boleh
proses penyembelihan itu, penyebutan
diperlakukan seperti binatang buruan,
asma'
yang cukup dilukai dengan alat yang
ketika hendak mengkonsumsinya.
tajam
di
bagian
manapun
Allah dapat juga dilakukan
yang 3. Sistem jaminan halal
mungkin. 3) Tidak disebut selain asma' Allah; ini
Penjaminan
bahan
pangan
yang
merupakan konsensus semua ulama.
berlaku di Indonesia adalah sertifikat
Hal ini disebabkan karena kebiasaan
dan label halal pada produk-produk
orang-orang
bahan pangan. Undang-Undang Nomor
jahiliah
melakukan dan
33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk
berhalanya dengan cara menyembelih
Halal telah mengatur mekanisme untuk
binatang, yang ada kalanya mereka
menjamin
sebut
penyimpanan,
pemujaan
kepada
berhala-berhala
menyembelih,
dan
Tuhan
itu ada
ketika kalanya
pendistribusian,
penyediaan
bahan, pengemasan,
penjualan,
penyajian
Produk
kepada sesuatu berhala tertentu. Untuk
Undang
tersebut
itulah maka al-Quran melarang hal
dilatarbelakangi oleh masih banyaknya
tersebut.
produk bahan pangan yang beredar di
penyembelihannya
318
itu
diperuntukkan
Halal.
dan Undang-
diantaranya
Label Halal
Vol. II No. 02, November 2016
masyarakat
yang
kehalalannya.
belum
Jaminan
terjamin
produk
halal
benar-benar Adapun
terjamin
bahan
kehalalannya.
pangan
yang
tidak
dapat diketahui oleh masyarakat dalam
bersertifikat dan berlabel halal, memiliki
bentuk sertifikat halal dan label halal
2 (dua) kemungkinan, yaitu (1) bahan
yang terdapat pada kemasan produk.
pangan
Untuk mendapatkan sertifikat halal dari
produsennya
Lembaga
Jaminan
sertifikat dan label halal; atau (2) bahan
dapat
pangan yang tidak lulus dalam uji halal.
mengajukan permohonan sertifikat halal,
Khusus untuk bahan pangan yang dalam
selanjutnya
proses produksi atau
Produk
Penyelenggara Halal,
Pelaku
akan
Usaha
dilakukan
pengujian
yang
tidak
didaftarkan
untuk
oleh
mendapatkan
ingredients-nya
terhadap produk yang didaftarkan. Jika
mengandung bahan-bahan yang haram,
produk
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014
uji
yang
didaftarkan
kehalalan,
Penyelenggara akan
maka
Jaminan
menerbitkan
sebaliknya
jika
lulus Lembaga
Produk sertifikat
produk
yang
mengharuskan
pencantuman
informasi
Halal
mengenai kandungan ingredients atau
halal,
proses produksi yang haram, sehingga
tidak
konsumen
didaftarkan tidak lulus uji halal, maka
muslim
dapat
menghindari
konsumsi bahan pangan tersebut.
berkas permohonan sertifikat halal akan dikembalikan kepada pemohon dengan disertai alasan.
4. Hukum Asal Bahan Pangan Ketika
Dengan adanya sertifikat halal dan
yang tidak
menjumpai bahan
pangan
bersertifikat dan
berlabel
label halal pada kemasan produk, dapat
halal (dalam hal ini produk
diperoleh jaminan dan kepastian hukum
rumahan
bahwa produk yang dimaksud adalah
sertifikat dan label halal, atau jajanan
halal. Namun demikian tidak serta merta
tradisional)
dapat diasumsikan bahwa produk yang
kemungkinan-kemungkinan
tidak memiliki sertifikat halal dan label
yang
halal pada kemasannya adalah produk
tersebut.
yang haram dikonsumsi. Implikasi logis
mengenai
yang muncul dari penerapan peraturan
produk
perundang-undangan
jajanan tradisional tersebut sering kali
bahwa
bahan
tersebut
pangan
yang
adalah telah
mendapatkan sertifikat dan label halal merupakan bahan pangan yang sudah Label Halal
yang
kita
dikandung
tidak
didaftarakan
dihadapkan
oleh
ingredients rumah
kepada hukum
bahan
Keterbatasan
industri
industri
pangan informasi
bahan tangga,
pangan atau
mengaburkan status kehalalannya. Dalam
kajian
fiqih
mubâḣ
didefinisikan sebagai sesuatu yang boleh 319
Vol. II No. 02, November 2016
dilakukan atau dijauhi oleh mukallaf.
sesuatu adalah haram (as-Suyuti, 1990:
Sesuatu yang memiliki hukum mubah
60). Namun demikian pendapat Imam
tidak memiliki konsekuensi dosa atau
Abu Hanifah tersebut tidak
pahala jika dilakukan atau ditinggalkan.
ulama-ulama Hanafiyah lebih cenderung
Ketetapan hukum mubah dapat berasal
kepada pendapat bahwa hukum asal
dari hukum asalnya, atau indikasi dalam
segala sesuatu adalah boleh (Ali Burnu,
nash
1996: 194).
yang
“boleh”,
menggunakan
“tidak
ada
redaksi
dosa”
(Wahbah
Zuhaili, 1986: 88). Istishab
sesuatu
hukum
sampai
argumen
yang
dikemukakan oleh para ulama mengenai
adalah
pemberlakuan
Landasan
populer,
ada
kontinuitas
hukum asal sesuatu adalah boleh, adalah
terhadap
sebagai berikut (Ali Burnu, 1996: 190-
asal
dalil-dalil
yang
merubah status hukumnya. Jika tidak ada nash atau indikasi hukum yang merubah
193): 1) QS. Al-Baqarah [2] : 29
ﯬ ﯭ ﯮﯯﯰﯱ ﯲ ﯳ
status hukum sesuatu maka hukum yang pada
hukum
jika
hukum
“Dan Dialah Allah yang telah menciptakan segala sesuatu di muka bumi untukmu sekalian”
asalnya boleh maka kebolehan itulah
Partikel iḍâfah yang terdapat dalam
status hukum yang berlaku. Namun jika
ayat tersebut adalah lam (dalam lafadz
terdapat
mengindikasikan
lankum) yang mengandung faidah makna
haram, maka dengan sendirinya status
kepemilikan atau kemanfaatan. Konteks
hukum asal terhapus oleh nash tersebut.
yang dikandung ayat tersebut adalah
Sebagai
kasih sayang Allah SWT. kepada umat
berlaku
adalah
asalnya,
dalam
nash
tetap hal
yang
contoh
ini
adalah
keharaman
daging babi yang disebutka secara jelas
manusia,
di dalam Al-Qur`an. Dengan adanya
ditimbulkan
nash keharaman “lahm al-khinzîr” maka
memanfaatkan
status hukum asal terhadap daging babi
diciptakan oleh Allah SWT.
tidak dapat diterapkan.
2) QS. Al-A’raf [7] : 32
Dalam hal
hukum asal
sesuatu,
ulama-ulama pemuka mazhab berbeda pendapat.
Imam
Syafi’i
berpendapat
bahwa hukum asal sesuatu adalah boleh, sementara
Imam
Abu
Hanifah
berpendapat bahwa hukum asal segala 320
sehingga
konsekuensi
adalah segala
yang
kebolehan sesuatu
yang
ﭣﭤﭥﭦﭧ ﭨﭩﭪ ﭫ ﭬ ﭭﭮ "Katakanlah:Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah dikeluarkan untuk hambaNya dan rezeki-rezeki yang baik itu?" Label Halal
Vol. II No. 02, November 2016
3) Q.S. Al-An’am [6]: 145
ﮙﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧﮨﮩﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ "Katakanlah! Aku tidak menemukan tentang sesuatu yang telah diwahyukan kepadaku soal makanan yang diharamkan untuk dimakan, melainkan bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi; karena sesungguhnya dia itu kotor (rijs), atau binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belaskasih." 4) Hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
ْ ن سأ ل ع ْ إن أ ْعظم الْم ْسلمني ج ْر ًما م ْ ن َش ٍء َّل ْم َّ َّ َّ َّ َّ َّ ُ َّ ِ ِ ُ َّ َّ َّ َّ ِ ْ نأ ْ ْ ج ِل م ْسأ َّ َّل ِت ِه َّ ح ِر َّم ِم ُ َّ ف،ُي َّح َّرم َّ “Sesungguhnya kecelakaan terbesar kaum muslimin adalah ketika seseorang mempertanyakan sesuatu yang tidak diharamkan, kemudian menjadi diharamkan karena pertanyaannya itu”.
5) Hadits riwayat Abu Daud, Al-Bazzar, dan Thabrani. ٌ الّل ف َّ ُهو ح ََّل ل وما حرم ف َّ ُهو حرامٌ وما ما أَّح َّل َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ ُ َّ َّ َّ ْ ٌْ ْ ْ ن ِ َّ فَّاق َّبلُوا ِمن،ت َّعن ُه ف َّ ُه َّو َّعفو َّ َّس َّ الّل َّعافِ َّي َّت ُه ف َّ ِِإ َّ ك ْ ْ ن ِلينسى َّشيْ ًئا الّل ل ْم يك َّ َّ َّ ُ َّ َّ َّ "Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka dia Label Halal
itu adalah haram; sedang apa yang Ia diamkannya, maka dia itu dibolehkan (ma'fu). Oleh karena itu terimalah dari Allah kemaafannya itu, sebab sesungguhnya Allah tidak bakal lupa sedikitpun." 6) Hadits
riwayat
Daraquthni,
yang
dihasankan oleh an-Nawawi.
ْ ْ ن أ َّشياء ف َّ ََّل و َّنى َّع،ض ِي ُع ْو َّها إن َّ ُُ ض ف َّ ََّل َّ الّل ف َّ َّر َّ َّ َّ َّ ِ َّ َّ ْ ً ْ ْ ْ ت وحد،ُنتك ْوها َّ َّو َّس،ح ُدودا ف َّ ََّل َُّ ع َّت ُدو َّها َّ ك ُ َّ َّ َّ َّ ُ ِ َّ َّ ْ ْ ْ ْ ن غ ْي ن ْ ن أ ْشياء م ْ نا ع ا و ث ح ب ُ َل ف ان ي س ِ َّ َّ َّ َّع ِ َّ ٍ َّ ِ ُ َّ َّ َّ َّ َّ َّ "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia." 7) Hadits
riwayat
Tarmizi
dan
lbnu
Majah ْ أن رس ْو ل الّل ص َّل الّل عليْه وسلم سئل ع ن َّ ُ َّ َّ َّ َّ َّ ِ ُ َّ َّ َّ َّ ِ َّ َّ ُ َّ ِ ْ ْ ْ ( َّا ل َّح ََّل ُل ما أ َّح َّل:ال ق ف ، ء ا ر ف ال و ن م الس و جنب ال ِ َّ ِ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ ْ وما.اب ِه ِت ِ ف الّل م ر ح ا م ام ر ح وال،الّل ف ِتابه ِ ِ َّ َّ َّ ُ َّ َّ َّ َّ ُ َّ َّ َّ ِ ِ َّ ِ ِ ُ ْ ْ ت َّعن ُه ف َّ ُهو ِم َّما َّع َّفا َّعن ُه َّ َّس َّ ك َّ "Rasulullah s.aw. pernah ditanya tentang hukumnya keju, samin, dan keledai hutan, maka jawab beliau: “Apa yang disebut halal ialah: sesuatu yang Allah halalkan dalam kitabNya; dan yang disebut haram ialah: sesuatu yang Allah haramkan dalam kitabNya; sedang apa yang Ia diamkan, maka itu merupakan salah satu yang Allah maafkan untuk kamu." 321
Vol. II No. 02, November 2016
Qaidah
keberlakuan
hukum
asal
binatang
penghasil
daging
tersebut
boleh tersebut mengikat segala sesuatu,
disembelih dengan penyembelihan yang
termasuk
adalah
bahan
syar’i. Penyembelihan atau pemotongan
pangan
nabati
adalah alur proses untuk memproduksi
hewani.
daging yang aman dan halal. Daging yang
Demikian juga keberlakuan hukum asal
aman berarti aman untuk dikonsumsi dan
tersebut berlaku tetap selama tidak ada
tidak
dalil
yang
sedangkan halal berarti kejelasan dan
Dalil-dalil
kepastian hukum bahwa daging tersebut
yang merubah status hukum tersebut
benar-benar halal baik zat/substansinya
adalah dalil-dalil nash. Disamping itu,
ataupun cara penyembelihannya. Dengan
status hukum dapat berubah menjadi
demikian
terlarang jika terdapat indikasi adanya
terhadap produk-produk
bahaya, dalam hal ini berubahnya hukum
berasal dari olahan daging adalah haram,
tidak disebabkan oleh indikasi bahaya
selama tidak ada jaminan bahwa daging
tersebut
tetapi
sebagai bahan baku produk diperoleh
bergesernya hukum asal yang diterapkan
dengan metode dan sistem yang halal,
dimana
namun jika ada jaminan kehalalan maka
pangan
di dalamnya baik
maupun
bahan
bahan
atau
merubah
pangan
indikasi-indikasi
status
hukumnya.
secara
hukum
langsung,
asal
sesuatu
yang
berbahaya adalah terlarang.
mengandung
hukum
bahan
asal
yang
berlaku
pangan yang
status hukumnya berubah menjadi halal.
Pemberlakuan qaidah hukum asal
Dalam hal Bacaan basmalah dalam
terhadap bahan pangan, khususnya bahan
penyembelihan
pangan hewani juga dibatasi oleh qaidah
pendapat
mengenai
yang lain yang menyatakan :
Rusyd
(2001:
ْ ْ ْا التح ِر ْي ائ ِح اذب َّ َّ ََّّ لص ُل ِف ِ َّ ُ “Hukum asal binatang adalah haram.”
berbahaya,
sembelihan
terdapat
perbedaan
hukumnya.
2/211)
Ibnu
menjelaskan
perbedaan-perbedaan pendapat tersebut sebagai berikut: 1) Bacaan
basmalah
dalam
penyembelihan binatang wajib secara
Pada dasarnya hukum asal daging
mutlak,
jika
penyembelih
tidak
binatang yang boleh dikonsumsi adalah
membaca basmalah, maka binatang
halal
sembelihan haram dikonsumsi.
apabila
telah
melalui
proses
penyembelihan
yang
sesuai
dengan
2) Basmalah
wajib
dibaca
ketika
tuntunan syari’at. Dengan kata lain hukum
penyembelih
asal daging adalah haram, status hukum
ketika
haram
tersebut gugur. Konsekuensi hukum
322
tersebut
dapat
berubah
jika
dalam keadaan
terlupa
maka
ingat,
kewajiban
Label Halal
Vol. II No. 02, November 2016
yang ditimbulkan adalah jika sengaja
mendokumentasikan
tidak
maka
bahwa
haram
prinsip
membaca
binatang
basmalah
sembelihan
tasyri'
bukti
kongkrit
senantiasa
dilandasi
kemudahan.
Dua
prinsip
dikonsumsi, namun jika timbul dari
kemudahan yang dapat ditelusuri dalam
ketidaksengajaan
jejak-jejak
maka
binatang
sembelihan halal dikonsumsi. 3) Bacaan
basmalah
penyembelihan.
Artinya
motivasi
adalah
benar-benar
SWT,
adalah menghilangkan kesukaran ('adam
sunah
bahwa
pada
al ḣaraj) dan penahapan pensyari'atan
adalah
(at-tadarruj fî at-tasyrî'). (Zainal Abidin
penyembelihan karena
Amir, 2004: 48-50)
Allah
meskipun
dalam
tidak
membaca
pelaksanaannya
pensyari'atan hukum Islam
Tujuan
hukum
Islam
adalah
mencegah kerusakan pada manusia dan mendatangkan
kemaslahatan
bagi
basmalah. Dalam hal ini konsekuensi
mereka; mengarahkan mereka kepada
hukumnya
kebenaran,
lebih
sembelihan
ringan,
halal
sepanjang
proses
dilakukan
karena
binatang dikonsumsi
penyembelihan Allah,
bukan
dengan motif yang lain.
serta
keadilan,
menerangkan
hukum
Islam
keseimbangan
dalam
adalah
skala
aspek-aspek
keturunan; dan
harus
pemeliharaan
prioritas
diurutkan
(5) harta.
pengertian
pemeliharaan mencakup dua aspek, yaitu
satu
aspek
(1)
syari'at
adalah
mengokohkan
Salah
yang
antara (1) agama; (2) jiwa; (3) akal; (4)
Syari’at diturunkan oleh Allah SWT
keseimbangan.
jalan
terhadap 5 (lima) hal yang penting, yang
5. Kemudahan dalam Islam.
memperhatikan
kebijakan,
ditempuh manusia. Tujuan pensyari’atan
berdasarkan
senantiasa
dan
memperkuat
unsur-unsurnya
landasannya
(hifẓ
yang min
keseimbangan tasyri', dimana penentuan
jânib al-wujûd), dan (2) mengantisipasi
halal dan haram yang selalu mengacu
agar
kepada asas manfa'at-madharat,
suci-
terganggu dan tetap terjaga (hifẓ min
najis, dan bersih-kotor. tolok ukur yang
jânib al-‘adam). Dalam menggali dan
digunakan dalam penentuan halal-haram
mencari hukum untuk
adalah mashlahat, yang dalam bahasa
belum ada nash-nya, umat Islam harus
qaidah fikih menggunakan redaksi jalbu
berpegang pada
al-maṣâliḣ
bertindak
wa
dar`u
al-mafâsid.
hal-hal
yang
masalah
prinsip
demi
berfikir
terwujudnya
Keseimbangan dalam Islam menyiratkan
hukum,
yaitu
kelapangan. Sejarah pensyari'atan Islam
kesejahteraan
hamba
Label Halal
dipelihara
tidak
yang
dan tujuan
kemaslahatan/ di
dunia
dan 323
Vol. II No. 02, November 2016
akhirat.
aktivitas
berpikir
hendaknya
Dalam
beberapa
sebagaian
yaitu (1)
(2)
kekhawatirannya kemudian mencari-cari
tidak memperbanyak beban; dan (3)
masalah syubhat hingga permasalahan-
menempuh jalan pentahapan (tadarruj)
permasalahan yang sangat detil, sehingga
(Rachmat
ditemukan hal-hal yang mengindikasikan
Djatmika,
kepicikan;
dalam
Ahmad
Amrullah, 1996: 106-107) Allah
SWT
dalam syari’at
hukum-hukum kemudahan,
dan
kesukaran
bagi
Dalam
praktik
Rasulullah
keharaman. menurunkan
yang
ada
berpegang ada asas-asa hukum Islam, meniadakan
orang
kejadian,
karena
Hal tersebut justru akan
mempersempit
ruang
gerak
yang
menghendaki
sebenarnya diluaskan oleh Allah SWT.
menghendaki
dan mempersulit dirinya sendiri. Dalam
hamba-hamba-Nya.
hal mengkonsumsi makanan yang status
tidak
dan
hukum asalnya adalah halal, namun tidak
memilih
hal-hal
diketahui
yang lebih mudah di antara
hal-hal
perlu mempertanyakan keabsahan dan
lainnya
senantiasa
kesehariannya,
selama
tidak
berdosa
dan
legalitas
jaminan
status
kehalalannya,
halalnya.
tidak
Dengan
bertentangan dengan nilai-nilai syari'at.
meneguhkan keyakinan dan kemantapan
Selama proses pewahyuan Al-Qur'an,
hati dan diiringi bacaan Basmalah, cukup
umat
bertanya-tanya
menjadi jaminan kehalalan bahan pangan
tentang sesuatu yang apabila dijawab
yang dikonsumsi. Hal ini dapat dilakukan
justru
dengan landasan Hadits riwayat Bukhari
Islam
akan
dilarang
memberatkan
mereka,
sebagaima tercermin dalam Q.S.
Al-
dan Muslim dari Umar bin Abi Salamah:
ْ يك ل ي ا م م ل ِ َّ سم ِ ِ ُ َّو،الّل َّ َّ َّ َّ ِ َّ
Ma`idah [5]: 101).
ﮮﮯﮰﮱﯓ ﯔﯕ ﯖ ﯗ
“sebutlah nama Allah dan makanlah”.
ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟﯠﯡ
Imam Ibnu Hazm mengambil hadits
ﯢ ﯣ ﯤﯥ ﯦ ﯧ ﯨ
ini sebagai suatu kaidah : suatu perkara yang
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang diterangkan kepadamu, (justru) menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakannya ketika AlQur`an sedang diturunkan, (niscaya) akan diterangkan kepadamu. Allah telah memaafkan (kamu) tentang hal itu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun”.
324
tidak
kami
tidak
ada
pada
akan
kami,
maka
menanyakannya.
Diriwayatkan bahwa Umar r.a. bersama seorang
rekannya
pernah
melintasi
sebuah jalan, kemudian ia tersiram air dari saluran air rumah seseorang. Maka kawannya berkata “hai pemilik saluran air, airmu ini suci atau najis?” kemudian
Label Halal
Vol. II No. 02, November 2016
Umar berkata “Hai pemilik saluran air, jangan beri tahu kami karena kami dilarang
mencari-cari
masalah”
(Nadirsyah Hosen, 2015: 15).
Hukum adalah
Asal dari bahan pangan
halal.
kontinuitas
Berdasarkan
(istiṣḣâb)
status
prinsip hukum
halal tersebut tetap berlaku selama tidak ada informasi yang valid dan gamblang
C. Simpulan
atau
Kehalalan ketenteraman dalam
merupakan batin
seorang
konsumsi
bahan
jaminan muslim pangan.
Penjaminan bahan pangan yang berlaku di Indonesia adalah sertifikat dan label halal pada produk-produk bahan pangan. Sertifikat halal dan label halal pada kemasan
produk
merupakan
jaminan
bahwa produk yang dimaksud adalah halal. Namun demikian tidak serta merta dapat diasumsikan bahwa produk yang tidak memiliki sertifikat halal dan label
indikasi
keharaman
yang
atau
larangan
mengkonsumsi. mengkonsumsi
menunjukkan
Dalam makanan
yang
untuk hal status
hukum asalnya adalah halal, namun tidak diketahui
jaminan
kehalalannya,
tidak
perlu mempersulit diri sendiri dengan mempertanyakan keabsahan dan legalitas status
halalnya.
keyakinan dan
Dengan
meneguhkan
kemantapan hati dan
diiringi bacaan Basmalah cukup menjadi jaminan kehalalan bahan pangan yang dikonsumsi.
halal pada kemasannya adalah produk yang haram dikonsumsi.
***
DAFTAR PUSTAKA Abd al 'Ati, Hammudah. 1984. The Family Structure in Islam. Diterjemahkan oleh Anshari Thayib. Keluarga Muslim. Surabaya: Bina Ilmu. Al-Baghawi, Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud. 1983. Syarḣ as-Sunnah. Beirut: al-Maktab al-Islami. Cet. II. Ali Burnu, Muhammad Shidqi. 1996. AlWajîz fî Iḍâḣ Qawâ’id al-Fiqh alKulliyah. Beirut : Muassasah arRisalah. Cet. IV. Amir, Zainal Abidin. 2004. Islam Akomodatif: Rekonstruksi Pemahaman Islam sebagai Agama Universal. Yogyakarta: LkiS. Cet I. Label Halal
Arifi, Ahmad. 2008. Pergulatan Pemikiran Fiqih "Tradisi" Pola Madzhab. Yogyakarta: Bidang Akademik UIN SUKA. Basri, Cik Hasan. 2003: Model Penelitian Fiqih. Jakarta: Prenada Media. Djatnika, Rachmat. 1996. Jalan Mencari Hukum Islami Upaya ke Arah Pemahaman Metodologi Ijtihad. dalam Ahmad, Amrullah (et.al). 1996. Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional: Mengenang 65 tahun Prof. Dr. H. Busthanul Arifin, S.H. Jakarta: Gema Insani Press. Cet I.
325
Vol. II No. 02, November 2016
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. Tt. . Iḣyâ` ‘ulûm ad-Dîn. Juz III. Beirut: Dar Ihya` al-Kutub. Hasan, Muhammad Thalhah. 2005: Ahlussunnah wal Jama'ah dalam Persepsi dan Tradisi NU. Jakarta: Lantabora Press.
Qal’aji, Muhammad Rawwas dan Hamid Shadiq Qunaibi. 1988. Mu’jam Lughat Fuqahâ`. Tp: Dar an-Nafais li aṭṬab’ah wa an-Nasyr wa at-Tauzi’ Qardhawi, Yusuf. 1980. Al-Halâl wa alHarâm fi al-Islâm. Beirut: al-Maktab al-Islami. Cet XIII.
Hosen, Nadirsyah. 2015. Dari Hukum Makanan tanpa Label Halal hingga Memilih Mazhab yang Cocok. Bandung 2015.
Quraish Shihab. 2002. Wawasan AlQur’an. Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.
Ibnu Rusyd, Muhammad bin Muhammad. 2004. Bidâyat alMujtahid wa Nihâyat al-Muqtaṣid. Juz II. Cairo: Dar al-Hadits.
Az-Zuhaili, Wahbah. 1985. al-Fiqh alIslâm wa `Adillatuhu, Juz III. Damascus: Dar al Fikr. Cet II.
An-Nawawi, Yahya bin Syaraf. Tt. Kitâb al-Majmû’ Syarḣ al-Muhażżab. Jeddah: Dâr al-Irsyâd.
326
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014
________________. 1986. Uṣûl al-Fiqh al-Islâmi. Juz I. Damascuss: Dar alFikr.
Label Halal