BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
POTRET KEAMANAN PANGAN
DI RITEL MODERN
SWAMEDIKASI
CARA JITU ATASI
PEDIKULOSIS [KUTUAN] Siaran Pers:
Penjelasan Badan POM Mengenai Beras yang Diduga Mengandung Plastik
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
Perkembangan Integrasi dan Kesiapan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 ARTIKEL
Senyawa Ftalat
dari Kemasan Pangan, Berbahayakah?
1
editorial Pembaca yang terhormat, Pasar tradisional dan pasar modern sudah sangat dikenal oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia sebagai tempat jual beli kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk pangan. Melalui Sajian Utama “Potret Keamanan Pangan di Ritel Modern”, pembaca dapat mengetahui gambaran kondisi keamanan pangan di ritel modern Indonesia saat ini. Terkait pangan yang dijual di pasar tradisional, BPOM telah meluncurkan buku “Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 5Tahun 2015 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional”. Buku yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional ini dibahas singkat dalam rubrik Publikasi. Pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mulai diberlakukan pada tahun 2015 ini. Pemberlakuan MEA tentunya akan membuka peluang perluasan pasar bagi berbagai produk nasional, termasuk produk pangan hasil UMKM. Pada artikel “Perkembangan Integrasi dan Kesiapan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015” diulas mengenai peranan UMKM pangan serta partisipasi BPOM terkait peningkatan mutu dan keamanan pangan produk UMKM dalam rangka menghadapi MEA.
Plastik merupakan salah satu material yang banyak digunakan dalam kehidupan manusia, antara lain sebagai bahan kemasan pangan. Agar plastik bersifat lunak atau lentur, maka pada pembuatannya ditambahkan bahan pemlastis antara lain senyawa ftalat atau esternya. Keamanan kandungan ftalat dalam kemasan pangan plastik dibahas dalam artikel “Senyawa Ftalat dari Kemasan Pangan, Berbahayakah?”. Masih terkait dengan plastik, isu adanya beras plastik cukup meresahkan masyarakat di Indonesia. Penjelasan BPOM mengenai hal ini tersaji pada Siaran Pers “Penjelasan Badan POM Mengenai Beras yang Diduga Mengandung Plastik”. Rambut yang bersih, berkilau, dan sehat tentu merupakan dambaan setiap orang. Adanya kutu pada rambut tentu dapat merusak atau mengganggu penampilan dan kesehatan. Langkahlangkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kutu rambut dapat disimak pada rubrik Swamedikasi. Pada Forum PIO Nas dibahas mengenai keamanan pemberian kombinasi setirizin dan ketokonazol pada ibu menyusui, sedangkan pada Forum SIKer Nas berisi tanya jawab terkait pertolongan pertama pada keracunan biji jarak. Selamat membaca.
tim redaksi Penasehat : Pengarah : Penanggung jawab : Redaktur : Editor
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Sekretaris Utama Badan POM Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan Kepala Bidang Informasi Obat
: • • • •
Arief Dwi Putranto, S.Si, Apt., MT (PIOM) Tanti Kuspriyanto, S.Si, M.Si (PIOM) Arlinda Wibiayu, S.Si, Apt (PIOM) Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt (PIOM)
Kontributor : • Yanti Kamayanti Latifa, SP (Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan) • Hidayati Hasanah, ST (Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya) • Siti Maemunah, S.Farm, Apt. (Direktorat Standardisasi Produk Pangan) • Judhi Saraswati, SP, MKM (PIOM) • Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt (PIOM) Sekretariat : • • • • • • • • • •
Ridwan Sudiro, S.IP (PIOM) Netty Sirait (PIOM) Surtiningsih (PIOM) Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt (PIOM) Syatiani Arum Syarie, S.Farm, Apt (PIOM) Riani Fajar Sari, A.Md (PIOM) Khafidloh Tri Rusdaniati, A.Md (PIOM) Tri Handayani, S.Farm, Apt (PIOM) Endah Nuftapia, S.Farm, Apt (PIOM) Prapanca Fitria Sutomo, S.Farm, Apt (PIOM)
Fotografer : • Khafidloh Tri Rusdaniati, A.Md (PIOM) • Syatiani Arum Syarie, S.Farm, Apt (PIOM) Redaksi menerima sumbangan artikel yang berisi informasi terkait dengan obat, makanan, kosmetika, obat tradisional, komplemen makanan, zat adiktif dan bahan berbahaya. Kriteria penulisan yaitu berupa tulisan ilmiah populer dengan jumlah karakter tidak lebih dari 10.000 karakter. Kirimkan tulisan melalui alamat redaksi dengan melampirkan identitas diri penulis. Alamat redaksi: Ged. Pusat Informasi Obat dan Makanan lt. 5 BPOM, Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat.Telepon/fax: 021-42889117. Email ke:
[email protected]
2
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
SAJIAN UTAMA
POTRET KEAMANAN PANGAN
DI RITEL MODERN
Kemanakah Anda pergi membeli kebutuhan pokok sehari-hari? Tentu jawabannya beragam. Ada banyak pilihan tempat mulai dari pasar tradisional, toko kelontong, warung, dan yang sedang marak saat ini adalah beragam brand ritel modern dalam bentuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket atau pun grosir yang berbentuk perkulakan. Anda yang ingin mendapatkan kebutuhan pokok sehari-hari dengan harga yang bisa ditawar meskipun tempatnya agak kurang nyaman tentu akan memilih pasar tradisional. Namun jika anda menginginkan kenyamanan lebih dalam berbelanja serta kemudahan akses mungkin akan menjatuhkan pilihan pada ritel modern. Keberadaan ritel modern di berbagai pelosok tanah air terutama daerah perkotaan mulai menggeser pasar tradisional sebagai rantai pangan terakhir yang dekat dengan konsumen. Mengusung konsep One Stop Shopping, ritel modern kelompok Makanan, Minuman dan Rokok memiliki tingkat pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan kelompok ritel modern lainnya. Pada kuartal awal tahun 2015 diperkirakan angkanya mencapai 25,9%. Sebagai primadona baru tempat membeli kebutuhan sehari-hari terutama pangan, tentunya keamanan pangan merupakan aspek yang mutlak harus diperhatikan pengelola ritel pangan. Lalu seperti apa potret keamanan pangan di ritel modern saat ini? Potret Keamanan Pangan di Ritel Modern Badan POM telah mengeluarkan Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik (CRPB) No. HK.03.1.23.12.11.10569 Tahun 2011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik (CRPB). Pedoman ini dibuat sebagai acuan bagi pemilik/penanggung jawab ritel untuk menerapkan prinsip-prinsip dasar keamanan pangan dalam ritel pangan mulai dari penerimaan, penyimpanan, pemajangan hingga diterima konsumen untuk dikonsumsi. Pada tahun 2013, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Badan POM telah melakukan survei untuk memotret penerapan prinsip-prinsip keamanan pangan berdasarkan pedoman CRPB. Survei dilakukan di Ritel modern, meliputi InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
Ritel besar (hypermarket), Ritel sedang (supermarket )dan Ritel kecil (minimarket) yang tersebar di 13 kota di Indonesia, meliputi Banda Aceh, DKI Jakarta, Bandung, Pontianak, Batam, Samarinda, Palembang, Manado, Jambi, Makassar, Pangkal Pinang, Ambon, dan Jayapura. Penilaian aspek keamanan pangan dilakukan pada 10 parameter yang terdapat pada Pedoman CRPB yaitu (1) sumberdaya manusia; (2) rancang bangun dan fasilitas ritel pangan; (3) pembersihan dan sanitasi serta pemeliharaan fasilitas ritel pangan; (4) penerimaan dan pemeriksaan pangan; (5) penyimpanan pangan; (6) penyiapan, pengemasan dan pelabelan produk pangan; (7) penyusunan, pemajangan dan penyerahan pangan pada konsumen; (8) produk kedaluwarsa dan pengaturan rotasi stok pangan; (9) penyimpanan dan penggunaan bahan kimia beracun (zat pembersih dan sanitasi, pestisida) untuk pemeliharaan sarana ritel pangan; serta (10) pencatatan dan dokumentasi. Sumber Daya Manusia Setiap karyawan yang bekerja di ritel pangan harus memenuhi persyaratan kesehatan dan mampu menerapkan higiene perorangan yang baik, sehingga tidak berpotensi menularkan penyakit melalui pangan. Untuk menghindari pencemaran terhadap produk pangan yang dijual, karyawan ritel yang sedang bekerja tidak diperbolehkan bercakap-cakap terutama di sekitar area pemajangan pangan segar dan pangan siap saji, sedangkan karyawan ritel yang menunjukkan gejala atau gangguan kesehatan sebaiknya tidak bekerja. Hasil survei menunjukkan bahwa pada umumnya karyawan ritel sudah tampil bersih, rapi dan memakai seragam namun beberapa ritel pangan membiarkan karyawan
3
SAJIAN UTAMA
yang sakit (batuk, pilek) bertugas sekitar area perbelanjaan (9,45%) dan mengobrol pada saat bertugas (41,51%). Rancang Bangun dan Fasilitas Ritel Pangan Sarana ritel pangan hendaknya berada di lokasi yang bebas dari pencemaran dan jauh dari daerah yang dapat membahayakan kesehatan. Pengelolaan sampah dan buangan ritel sebaiknya ditangani sedemikian rupa sehingga menjamin kebersihan lingkungan, tidak menimbulkan bau dan tidak mengakibatkan pencemaran terhadap pangan yang disimpan. Fasilitas yang harus disediakan di ritel modern antara lain fasilitas umum yang terkait penerangan, ventilasi dan pengatur suhu; fasilitas penyimpanan untuk produk dingin, beku dan kering; fasilitas penyiapan pangan; dan fasilitas sanitasi seperti sarana penyediaan air, pembuangan limbah dan sampah, sarana pembersihan dan pencucian, sarana toilet, dan sarana higiene karyawan. Hasil survei menunjukkan pada umumnya ritel berlokasi pada daerah yang indah, nyaman serta mudah dijangkau oleh pengunjung, namun beberapa ritel masih belum menyediakan tempat sampah yang cukup (31,06%)
serta ditemukan serangga atau hama yang melintas di area belanja (18,92%). Sedangkan terkait fasilitas, pada umumnya ritel pangan telah memiliki fasilitas pendingin dan pembeku serta pencahayaan yang cukup di area belanja, namun sekitar 28,80% ritel pangan belum menyediakan toilet. Pembersihan dan Sanitasi serta Pemeliharaan Fasilitas Ritel Pangan Fasilitas ritel pangan harus terjaga kebersihannya untuk mencegah pencemaran dan berkembangbiaknya hama. Hasil survei menunjukkan bahwa pada umumnya pengelola ritel telah mengatur peralatan yang bersentuhan dengan pangan berada pada tempat yang mudah dibersihkan dan dirawat. Pembersihan dan sanitasi yang efisien dapat menurunkan jumlah mikroba pada permukaan yang bersentuhan dengan pangan. Oleh karena itu sebaiknya pada ritel pangan ada program dan jadwal pembersihan yang dipantau pelaksanaannya.
4
Penerimaan dan Pemeriksaan Pangan Sarana ritel pangan sebaiknya memiliki sistem penerimaan dan pemeriksaan pangan yang efektif untuk menjamin keamanan pangan yang diterima. Sebaiknya ditunjuk minimal satu orang karyawan sebagai penanggung jawab untuk mengawasi penerimaan pangan dari pemasok. Pengecekan kondisi pangan yang diterima harus dilakukan secara teliti untuk memastikan semua produk pangan tidak cacat atau rusak. Produk yang tidak memenuhi spesifikasi ataupun kedaluwarsa tidak boleh diterima. Untuk menghindari kontaminasi, sebaiknya ritel modern memiliki area khusus untuk penerimaan pangan. Hasil survei menunjukkan 12,76% ritel modern tidak memiliki ruangan khusus untuk penerimaan dan pemeriksaan bahan pangan yang masuk. Pencatatan, seleksi dan sortasi terhadap bahan pangan yang masuk, umumnya sudah dilakukan oleh ritel modern agar produk yang masuk sesuai dengan spesifikasi. Lebih dari 90% ritel pangan telah menunjuk petugas khusus untuk melakukan proses tersebut. Penyimpanan Pangan Ritel modern sebaiknya mempunyai sistem khusus untuk pengendalian penerimaan, penyimpanan dan penanganan produk di gudang, terutama untuk produk rusak, produk yang akan dikembalikan, dan produk yang keluar dari gudang. Sistem penyimpanan harus memastikan bahwa produk dirotasi berdasarkan First In First Out (FIFO). Lebih dari 90% ritel pangan telah memiliki sistem FIFO, dan 68,50% diantaranya dilengkapi dengan pencatatan cara penyimpanan pangan. Tempat penyimpanan pangan harus disesuaikan dengan karakteristik produk, baik pangan kering, pangan dingin maupun pangan beku. Fasilitas tersebut harus mudah dibersihkan serta mempunyai pengontrol suhu untuk tempat penyimpanan pangan dingin dan beku. Hasil survei menunjukkan terdapat 11,70% ritel modern yang memiliki fasilitas penyimpanan dingin dan beku tanpa dilengkapi pengontrol suhu. Penyiapan, Pengemasan dan Pelabelan Produk Pangan Ritel modern hendaknya menjual produk pangan olahan terkemas yang mempunyai label sesuai persyaratan label pangan. Hasil survei menemukan adanya produk pangan dengan label yang tidak memenuhi persyaratan peraturan dijual di ritel modern (17,35%). Selain menjual produk pangan terkemas, beberapa ritel modern menjual produk pangan siap saji yang disiapkan langsung di area ritel. Tentunya untuk menjamin keamanan pangan, ritel modern harus memperhatikan kualitas bahan baku pangan yang dibuatnya. Hasil survei menunjukkan 9,63% ritel modern masih menggunakan bahan baku pangan yang tidak diijinkan maupun yang tidak jelas kehalalannya. Bila pangan tidak langsung disajikan, hendaknya ritel modern memperhatikan penyimpanannya. Produk matang dan mentah dikemas dan disimpan terpisah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Masing-masing produk tersebut sebaiknya diberi label dengan jelas. Penyusunan, Pemajangan dan Penyerahan Pangan Pada Konsumen Karyawan perlu memiliki pemahaman mengenai pangan agar ketika memajang dan menyusun produk pangan tersebut InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
SAJIAN UTAMA
tidak salah dan berisiko terhadap keamanan pangan. Hasil survei menunjukkan bahwa lebih dari 90% ritel modern telah melakukan pengaturan pemajangan pangan kering maupun basah sedemikian rupa sehingga tidak tercemar oleh produk bukan pangan atau cemaran yang berasal dari lingkungan. Rak untuk memajang pangan dikelompokkan berdasarkan jenis produk pangan dan dijaga kebersihannya. Pemeriksaan terhadap kondisi produk pangan juga perlu dilakukan, jangan sampai produk pangan yang sudah rusak atau tidak baik mutunya dikonsumsi oleh konsumen. Seperti produk pangan dalam kemasan kaleng, karyawan ritel hendaknya memeriksa apakah kaleng tersebut penyok, gembung, dan berkarat. Pangan kaleng seperti ini sebaiknya dibuang, karena
kondisi tersebut biasanya mengindikasikan adanya pencemaran dan dapat menimbulkan keracunan pangan. Hasil survei menunjukkan masih ditemukan pangan kaleng yang penyok, gembung dan berkarat (13,31%), pangan dengan kemasan kardus yang robek (8,31%) serta pangan dengan label yang rusak (12,32%) di rak pemajangan. Produk Kedaluwarsa dan Pengaturan Rotasi Stok Pangan Ritel modern sebaiknya memiliki kebijakan penarikan produk untuk menentukan kapan produk sebaiknya ditarik dari rak pemajangan ataupun dari gudang penyimpanan sebelum menimbulkan risiko bagi konsumennya. Hendaknya ada sistem yang memastikan bahwa produk yang sudah melewati masa kedaluwarsa tidak lagi dipajang di area belanja. Oleh karenanya perlu diterapkan rotasi produk pangan dengan sistem FEFO (First Expired First Out). Stok lama sebaiknya disimpan di depan/ di atas sedangkan stok baru disimpan di belakang/di bawah. Untuk produk curah yang diisikan di tempat pemajangan, stok lama dan stok baru tidak boleh dicampur. Pemeriksaan tanggal kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala dan efektif, terutama pada produk pangan dengan masa simpan singkat. Hasil Pustaka 1. Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. No. HK.03.1.23.12.11.10569 Tahun 2011. InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
survei menunjukkan terdapat produk yang telah lewat masa kedaluwarsanya (20,65%) dan dijumpai kegiatan pencampuran produk stok lama dan stok baru untuk produk curah (7,51%). Penyimpanan dan Penggunaan Bahan Kimia Untuk Pemeliharaan Sarana Ritel Pangan Sarana ritel pangan diijinkan menggunakan bahan kima beracun yang diperlukan untuk penunjang kegiatan dan pemeliharaan sarana ritel pangan, seperti untuk membersihkan dan mensanitasi peralatan dan perkakas serta mengontrol serangga atau binatang pengerat. Bahan-bahan kimia tersebut sebaiknya disimpan di tempat khusus sehingga tidak mencemari pangan dan peralatan. Wadah yang sebelumnya digunakan untuk menyimpan bahan kima beracun atau berbahaya tidak boleh digunakan untuk menyimpan, memindahkan atau mengemas pangan demikian juga sebaliknya. Hasil survei menunjukkan terdapat 7,59% ritel yang tidak memiliki tempat khusus untuk menyimpan bahan kimia beracun. Selain bahan kimia berbahaya, obat-obatan yang disimpan di ritel pangan terutama untuk perlengkapan P3K hendaknya diperhatikan penyimpanannya dan diberi label yang jelas dan mudah terbaca, namun 33,94% ritel modern belum melakukan hal tersebut. Pencatatan dan Bahan Dokumentasi Dokumentasi pada sarana ritel pangan merupakan bagian dari sistem informasi manajemen untuk menjamin keamanan pangan yang diterima, disimpan, dipajang hingga dijual ke konsumen. Dokumentasi meliputi prosedur, metode dan instruksi, catatan, laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan sarana ritel pangan. Sistem dokumentasi hendaknya menggambarkan secara lengkap dan jelas asal-usul setiap jenis produk sehingga mudah penelusuran kembali. Hasil survei menunjukkan pada umumnya ritel modern telah memiliki sistem dokumentasi, terutama untuk pencatatan penerimaan produk, pencatatan produk yang dipajang, pencatatan penjualan produk, serta pencatatan pemeriksaan peralatan. Simpulan dan Langkah Selanjutnya Secara umum keamanan pangan di ritel pangan dapat dikategorikan baik, namun pada beberapa ritel masih teridentifikasi beberapa faktor ketidaksesuaian ritel pangan terhadap aspek yang diatur dalam pedoman, diantaranya aspek sumber daya manusia, rancang bangun dan fasilitas, serta penerimaan dan pemeriksaan pangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan karyawan ritel tentang keamanan pangan, melalui sosialisasi Pedoman CRPB, pembinaan serta pemantauan yang dilakukan secara sinergi oleh Pemerintah dan APRINDO. Mari bersama meningkatkan keamanan pangan di Ritel Modern untuk melindungi masyarakat dari pangan tidak aman ! Penulis: Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 2. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2013. Laporan Kajian Awareness Keamanan Pangan di Ritel. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI. 3. Retail Sales Survey. www.bi.go.id. [Diakses pada Februari 2015]
5
ARTIKEL
SENYAWA FTALAT DARI KEMASAN PANGAN, BERBAHAYAKAH? Senyawa ftalat merupakan bahan pemlastis yang umum digunakan pada pembuatan plastik, termasuk plastik kemasan pangan. Bagaimanakah potensi efek senyawa ftalat terhadap kesehatan baik jangka pendek maupun jangka panjang? Senyawa ftalat atau ester senyawa ftalat merupakan bahan kimia yang secara umum digunakan sebagai pemlastis atau pelunak untuk menambah fleksibilitas polimer plastik dalam pembuatan plastik, termasuk plastik kemasan untuk kemasan pangan, agar lentur sehingga dapat dicetak dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Selain digunakan pada pembuatan plastik, senyawa ftalat juga digunakan pada pembuatan produk mainan anak, kosmetik, tinta cetak, cairan pemoles kayu, dan lain-lain. Dengan struktur molekul gugus karboksilat yang berdekatan, serta adanya inti lingkar benzena, maka senyawa ftalat memiliki kereaktifan oksidasi dan reaksi organik lainnya yang cukup tinggi. Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kemasan pangan, isu terkait keamanan kemasan pangan juga menjadi semakin beragam. Kemasan pangan dari plastik sangat banyak digunakan sebagai wadah untuk membungkus makanan. Salah satu jenis plastik yang banyak dipakai sebagai kemasan pangan dan mengandung senyawa ftalat adalah polivinil klorida, biasa Gambar 1. Struktur Kimia senyawa ftalat disingkat PVC, yang merupakan polimer termoplastik urutan ketiga dalam hal jumlah pemakaiannya di dunia, setelah polietilena dan polipropilena. PVC banyak digunakan karena harganya relatif murah, tahan lama, dan mudah dirangkai. Jenis kemasan pangan plastik PVC yang ada di pasaran dikenal masyarakat dengan sebutan “mika”. Kemasan ini ada yang berbentuk wadah kotak yang biasa digunakan untuk mewadahi pangan, seperti nasi uduk, nasi goreng dan mie, serta ada pula yang berupa plastik pembungkus berbentuk lembaran atau gulungan (cling wrap). Jenis plastik ini memiliki ciri kuat, keras, dapat jernih dan melunak pada suhu 80 ºC. Terkait dengan penggunaannya sebagai kemasan pangan, sebaiknya hindarkan penggunaan jenis plastik ini untuk mewadahi pangan yang panas, asam dan berminyak karena dapat terjadi migrasi bahan kimia penyusun plastik dari kemasan ke dalam pangan yang dikemas dan dikhawatirkan dapat merugikan kesehatan. Untuk mengenali jenis plastik PVC ini, produsen mencantumkan simbol/logo daur ulang berbentuk segitiga bernomor 3 pada kemasan.
6
Sesuai sifat plastik PVC yang keras, jenis plastik ini banyak digunakan untuk bahan bangunan, tetapi untuk penggunannya pada kemasan pangan biasanya ditambahkan bahan pemlastis/ pelunak. Umumnya senyawa ftalat yang banyak digunakan sebagai pemlastis pada PVC adalah di(2-ethylhexyl pthalate) (DEHP), yang berdasarkan Gambar 2. Logo jenis plastik PVC International Agency for Research on Cancer (IARC) termasuk dalam grup karsinogen 2B, yaitu kemungkinan dapat menyebabkan kanker pada manusia. Beberapa jenis senyawa ftalat lain, seperti di-nbutyl phthalate (DBP), di-n-octyl phthalate (DNOP), diisononyl phthalate (DINP), dan diisodecyl phthalate (DIDP), meskipun tidak menyebabkan kanker, namun dapat menyebabkan iritasi pada saluran napas, kulit dan mata. Menurut penelitian, senyawa DBP, DEHP dan DNOP dapat membahayakan organ reproduksi. Pada paparan jangka panjang atau kronik, senyawa ftalat dapat berpengaruh pada hati dan ginjal. Pada studi menggunakan mencit dan tikus hamil, paparan ftalat dosis tinggi melalui mulut dapat berdampak pada perkembangan janin, seperti cacat lahir serta kematian janin. Dari uji tersebut menunjukkan kemungkinan dampak yang sama dapat pula terjadi pada manusia, yaitu DEHP atau produk hasil uraiannya dapat melewati plasenta bayi sehingga ibu hamil yang terpapar DEHP dosis tinggi kemungkinan dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan gangguan perkembangan sistem saraf atau kerangka. Selain itu DEHP dan beberapa produk uraiannya dapat bermigrasi dari tubuh ibu ke bayi melalui ASI. Studi paparan jangka panjang pada mencit dan tikus menunjukkan bahwa DEHP dosis tinggi dapat menyebabkan dampak buruk, terutama pada hati dan testis. Hingga saat ini risiko kesehatan akibat DEHP pada anak dan orang dewasa belum diketahui perbedaannya.
Gambar 3. Macam-macam bentuk kemasan plastik PVC
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
ARTIKEL
No 2.1.1
Fungsi Pemlastis
No
Senyawa
Migrasi spesifik (bpj)
Nama Indonesia
Nama Inggris
1
Ester asam senyawa ftalat, benzil butil (Butil benzil senyawa ftalat – BBP)
Phthalic acid, benzyl butyl ester (Butyl benzyl phthalate – BBP)
30
2
Ester asam senyawa ftalat, bis (2-etilheksil) (Dietilheksil senyawa ftalat – DEHP)
Phthalic acid, bis (2ethylhexyl) ester (Diethyl hexyl phthalate – DEHP)
1,5
3
Ester asam senyawa ftalat, dibutil (Dibutil senyawa ftalat – DBP)
Phthalic acid, dibutyl ester (Dibutyl phthalate – DBP)
0,3
4
Diester asam senyawa ftalat, dengan cabang alkohol primer jenuh C8-C10, lebih dari 60% C9 (Diisononil senyawa ftalat – DINP)
Phthalic acid, diesters with primary, saturated C8-C10 branched alcohols, more than 60 % C9 (Diisononyl phthalate –DINP)
9 (jumlah migrasi dari DIDP dan DIDP)*
5
Diester asam senyawa ftalat, dengan alkohol primer jenuh C9-C11, lebih dari 90% C10 (Diisodesil senyawa ftalat – DIDP)
Phthalic acid, diesters with primary, saturated C9-C11 alcohols more than 90 % C10 (Diisodecyl phthalate DIDP)
6
Minyak terepoksidasi
Soybean oil, epoxidised (Epoxidised soybean oil ESBO)
- 60
Adipic acid, bis(2ethylhexyl) ester (Diethyl hexyl adipate - DEHA)
18
7
kedelai,
Ester asam adipat, bis(2-etilheksil) (Dietil heksil adipat – DEHA)
- 30 (bayi dan anakanak)
Tabel 1. Zat Kontak Pangan yang Diizinkan Digunakan dengan Persyaratan Batas Migrasi
Tubuh manusia memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap dan memecah DEHP dibandingkan dengan tikus dan mencit. Oleh karena itu, efek yang terlihat pada tikus dan mencit setelah terpapar DEHP mungkin tidak muncul pada manusia dan hewan tingkat tinggi, seperti monyet (primata). Namun kehati-hatian tetap diperlukan karena pada manusia paparan DEHP dapat terjadi melalui pangan, air, atau udara yang masuk ke darah melalui saluran pencernaan dan paruparu.
2. Tidak menggunakan kemasan plastik PVC untuk mewadahi pangan yang panas, berminyak dan asam.
Di Indonesia, batas migrasi senyawa ftalat sebagai bahan pemlastis pada kemasan plastik ke dalam pangan diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan.
1. Mohammad Sulchan, Endang Nur. W. 2007. Food Safety of Plastic and Styrofoam Packaging.
Masyarakat diharapkan dapat lebih cermat dalam memilih dan menggunakan kemasan pangan plastik untuk mengurangi risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh senyawa ftalat yang umum digunakan sebagai bahan pemlastis.
3. Public Health Statement. 2002. Di(2-ethylhexyl)phthalate (DEHP). www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp9-c1-b.pdf [diakses pada April 2015]
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kesehatan akibat paparan senyawa ftalat dari kemasan pangan plastik antara lain: 1. Cermat dan bijak dalam memilih dan menggunakan kemasan pangan plastik
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
3. Tidak menggunakan kemasan plastik PVC untuk memanaskan pangan di dalam microwave. Penulis: Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Pustaka
2. Chemical Class – Phthalates. www.atsdr.cdc.gov/substances/ toxchemicallisting.asp?sysid=41 [diakses pada April 2015]
4. Di(2-Ethylhexyl) Phthalate. http://monographs.iarc.fr/ENG/ Monographs/vol77/mono77-6.pdf [diakses pada April 2015] 5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan.
7
SIARANPERS Penjelasan Badan POM Mengenai Beras yang Diduga Mengandung Plastik Sehubungan adanya pemberitaan terkait dugaan beredarnya beras yang mengandung plastik, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) memberikan penjelasan kepada masyarakat sebagai berikut:
Bantargebang untuk digunakan dalam proses penyidikan tindak pidana. 6. Bahwa Badan POM telah menghubungi The International Food Safety Authorities Network (INFOSAN) atau lembaga otoritas pangan di bawah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 21 Mei 2015 untuk menanyakan apakah ada kasus beras plastik yang beredar di negara lain. INFOSAN memastikan tidak ada kasus beras plastik di negara lain.
1. Bahwa Badan POM tidak pernah menerima email/telepon/SMS/ tweet tentang pengaduan mengenai beras yang diduga mengandung plastik dari Sdri. Dewi Septiani, alamat email Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM adalah
[email protected] dan ulpk_
[email protected] 2. Bahwa Badan POM menerima sampel beras yang diduga mengandung plastik, dengan status sebagai barang bukti, dari Penyidik Polri pada Polsek Bantargebang pada Selasa Sore, 19 Mei 2015 untuk dilakukan pengujian laboratorium.
7. Bahwa pada 27 Mei 2015, Kepala Badan POM bersama dengan Kapolri, Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, dan Kepala BIN telah memberikan penjelasan kepada publik, termasuk penjelasan tentang hasil pengujian Badan POM terhadap sampel beras yang diduga mengandung plastik dengan hasil negatif.
3. Bahwa Badan POM telah melakukan pengujian laboratorium terhadap sampel beras sebagaimana dimaksud pada angka 2 dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform InfraRed Spectroscopy) untuk mengidentifikasi gugus fungsi bahan, identifikasi jenis polimer yang mungkin terkandung dalam beras. Selain itu juga dilakukan pengujian titik leleh beras menggunakan alat DSC (Differential Scanning Calorymeter), untuk memperkuat hasil uji, dilakukan uji kesetaraan substansi dengan beras standard, meliputi analisis proksimat dan logam berat.
8. Sebagai perlindungan terhadap masyarakat, Badan POM, melalui Balai Besar/Balai POM di 32 provinsi akan mengawal pengawasan di daerah melalui Jejaring Pengawasan Pangan Daerah, dimana focal point keamanan pangan di daerah adalah Balai Besar/Balai POM, jika ada informasi lebih lanjut terhadap kasus ini akan segera diumumkan kepada masyarakat. Badan POM akan tetap memantau dan mengawasi isu ini, jika memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Contact Center HALOBPOM 1-500-533, SMS 0-8121-9999-533, email halobpom@ pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
4. Bahwa selanjutnya hasil uji dari laboratorium Badan POM tersebut diserahkan kembali kepada Penyidik Polri pada Polsek Bantargebang pada 22 Mei 2015.
Jakarta, 29 Mei 2015 Biro Hukum dan Humas Badan POM
PUBLIKASI
5. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 Huruf a angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Badan POM tidak mengumumkan hasil uji laboratorium tersebut, tetapi menyerahkan hasil uji kepada Penyidik Polri pada Polsek
Judul buku
:
Penerbit : Tahun : Penulis :
Pasar tradisional hingga saat ini masih menjadi tempat bagi masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, diantaranya kebutuhan pangan. Berbagai jenis pangan diperjualbelikan di pasar tradisional, mulai dari pangan segar hingga pangan siap saji. Di sisi lain, banyak kegiatan di pasar tradisional yang berpotensi menyebabkan kontaminasi khususnya terhadap pangan, seperti kontaminasi silang dan penyimpanan pangan yang kurang tepat. Hal tersebut dirasakan cukup mengkhawatirkan mengingat kegiatan ritel di pasar tradisional merupakan rantai pangan terakhir yang langsung berhubungan dengan konsumen. Untuk memberikan jaminan keamanan terhadap produk pangan yang dijual, pasar tradisional hendaknya menerapkan cara-cara yang baik dan benar (best practices) dalam sistem usahanya. Terkait dengan hal tersebut, Badan POM menetapkan suatu Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional. Muatan dalam rancangan peraturan tersebut telah dibahas bersama dengan Tim
8
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional Badan POM RI 2015 Direktorat Standardisasi Produk Pangan - Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Pakar dan stakeholder terkait dan untuk pemantapannya telah dilakukan kunjungan ke beberapa pasar tradisional yang termasuk dalam pasar percontohan (pasar aman dari bahan berbahaya) dan proyek pasar rakyat. Pedoman ini disusun sebagai acuan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional. Dalam peraturan ini diuraikan berbagai macam tindakan pencegahan untuk memperkecil risiko keamanan dan kerusakan pangan akibat kesalahan dalam penanganan, pemajangan dan penyimpanannya. Seiring dengan terbitnya Peraturan ini, diperlukan upaya tindaklanjut diantaranya pembuatan media informasi bagi pedagang agar pedoman ini lebih mudah diaplikasikan serta usaha membangun komitmen penjual, pembeli, pengelola, dan pengawas pasar dalam menerapkan pedoman melalui penyuluhan langsung oleh Badan POM.
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
SWAMEDIKASI
CARA JITU ATASI PEDIKULOSIS “KUTUAN” Pernahkah Anda membayangkan jika ada hewan kecil yang selalu menggigit dan menghisap darah dari kulit kepala serta hidup dan bersarang di kepala? Belum lagi rasa gatal yang mengganggu dan efek yang ditimbulkan seperti infeksi. Ternyata hal ini dapat terjadi bila kita tidak menjaga kebersihan diri kita sendiri. Selain itu, kontak fisik dengan penderita dan penggunaan bersama barangbarang pribadi seperti handuk, topi, ikatan rambut dan lain-lain juga dapat menjadi penyebabnya. Pedikulosis atau menetapnya kutu di tubuh manusia biasa dikenal dengan istilah “kutuan”. Kutu yang biasanya identik dengan rambut kepala (Pediculus humanus capitis) ternyata juga dapat berada di area lainnya yaitu kutu badan (Pediculus humanus corporis) dan kutu pubis (Phthirus pubis). Kutu kepala merupakan jenis kutu yang paling banyak menetap pada manusia. Sebelum mengetahui pengobatannya, ada baiknya kita memahami siklus hidup hewan bernama kutu ini. KUTU Siklus hidup kutu melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa. Telur kutu berdiameter kurang lebih 1 mm dan bewarna kekuningan atau putih keabu-abuan. Setelah menetas, kutu harus makan dalam waktu 24 jam atau kutu tersebut akan mati. Kutu yang baru menetas (nimfa) akan menjadi dewasa dalam 8 sampai 9 hari. Apabila tidak diterapi, siklus hidup kutu ini akan berulang setiap 3 minggu sekali.
KUTU KEPALA Gigitan kutu kepala dapat menyebabkan bentol pada area sekitar gigitan. Rasa gatal dan luka kecil akibat garukan dapat timbul dan menyebabkan infeksi. Kutu dewasa yang berukuran sebesar biji wijen, biasanya lebih sulit ditemukan karena mereka berpindah-pindah. Sementara telur maupun cangkang telur dari kutu dapat lebih mudah ditemukan di dasar atau kulit kepala saat helaian rambut dibagi menjadi beberapa bagian. Ini merupakan pemeriksaan langsung terhadap pedikulosis dimana pemeriksaan dapat difokuskan pada area puncak kepala, dekat telinga dan bawah leher. Telur kutu maupun cangkang telur kutu dapat dibedakan dengan ketombe atau kotoran lainnya karena mereka melekat di batang rambut meliputi helaian rambut. Pada infeksi yang berat, helaian rambut akan melekat satu dengan yang lainnya dan mengeras, dapat ditemukan banyak kutu rambut dewasa, telur dan eksudat nanah yang berasal dari gigitan yang meradang. KUTU BADAN
Gambar 1. Siklus Hidup Kutu Kepala
Keterangan: Siklus hidup kutu kepala memiliki tiga tahap: telur, nimfa, dan dewasa. Telur:
Nimfa:
Telur kutu adalah telur kutu kepala, telur diletakkan oleh kutu betina, di batang rambut dekat kulit kepala (1), mereka berukuran 0,8 mm 0,3 mm, oval dan biasanya berwarna kuning hingga putih. Telur-telur membutuhkan waktu sekitar 1 minggu untuk menetas (kisaran 6 sampai 9 hari). Telur yang akan menetas biasanya terletak 6 mm dari kulit kepala. Telur menetas untuk melepaskan nimfa (2). telur kemudian menjadi lebih terlihat kusam kuning dan tetap melekat pada batang rambut. Nimfa tampak seperti kutu kepala dewasa (3,4) dan menjadi dewasa sekitar 7 hari setelah menetas.
Dewasa: Kutu dewasa seukuran biji wijen, memiliki 6 kaki (masingmasing dengan cakar), dan berwarna keabu-abuan-putih (5).
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
Kutu badan hidup, bersembunyi dan menempatkan telur mereka di pakaian terutama pada bagian lipatan dan jahitan. Secara periodik, kutukutu ini menggigit badan penderita untuk mendapatkan makanan yaitu darah dan dapat menyebabkan infeksi seperti tifus atau demam. Kutu badan ini biasanya dijangkit oleh orang yang tidak mandi dan tidak mengganti pakaiannya secara rutin. KUTU PUBIS Kutu yang berada di daerah kemaluan biasanya menular melalui hubungan seksual maupun melalui toilet umum atau karpet dan tempat tidur yang digunakan bersama. Kutu ini biasanya ditemui di daerah kemaluan namun juga dapat menginfeksi ketiak, bulu mata, kumis, jenggot atau alis mata.
9
SWAMEDIKASI
PENGOBATAN PEDIKULOSIS Berada bersama penderita pedikulosis dalam satu ruangan yang sama atau lingkungan umum seperti sekolah, asrama, tempat penitipan anak dan lain-lain terlebih dengan kuantitas kontak fisik, sering merupakan penyebab tertularnya penyakit ini antar satu individu dengan individu lainnya. Terlebih lagi jika kondisi kebersihan yang tidak terjaga dengan baik (misalnya jarang membersihkan rambut, jarang mandi atau menggunakan pakaian yang tidak dicuci bersih) serta tukar menukar atau pemakaian bersama barang-barang pribadi seperti sisir, topi, handuk , bantal dan lain-lain dengan penderita pedikulosis. TERAPI NONFARMAKOLOGI (TANPA OBAT) • Cuci dan bersihkan sikat rambut, sisir, mainan, pakaian, sprei, handuk dan barang-barang lain yang digunakan penderita pedikulosis dengan air dengan temperatur 55 ºC atau lebih selama 10 menit.
pengeringan serta menyetrika dengan suhu > 60 ºC selama 30 menit dapat membunuh kutu beserta telurnya. Jika memerlukan pengobatan dapat digunakan permetrin dengan mengoleskan krim keseluruh tubuh selama 8 jam kemudian bilas/mandi dengan air hangat dan/atau dengan mencampur permetrin pada saat mencuci pakaian. Kutu Pubis Standar pengobatan yang digunakan untuk mengatasi infeksi kutu pubis yaitu dengan permetrin 1% yang dioleskan selama 10 menit kemudian dibilas dengan air hangat. Permetrin 5% digunakan apabila pengobatan dengan permetrin 1% tidak memberikan perubahan. Permetrin hanya menyerang sistem saraf kutu tetapi tidak mempengaruhi telur kutu. Pengobatan sebaiknya diulang setelah 1 (satu) minggu untuk membunuh kutu yang belum menetas.
• Barang-barang atau pakaian yang tidak dapat dicuci, dapat dibungkus dengan plastik selama masa siklus hidup kutu yaitu 2 minggu sehingga kutu-kutu tersebut tidak dapat mendapatkan makanan dari inangnya. • Hindari kontak fisik dengan penderita serta pengunaan barangbarang atau pakaian bersamaan. • Vakum rumah atau area lingkungan sekitar secara rutin selama masa pengobatan. • Secara kasat mata, periksa rambut dan kulit kepala sebelum, selama, dan setelah pengobatan untuk mencegah terkenanya pedikulosis. Gunakan sisir kutu secara rajin dan rutin untuk menghilangkan telur kutu dan sisir rambut dengan membagi menjadi beberapa bagian dimana pemeriksaan pada setiap helai rambut akan lebih mudah dilakukan untuk mendeteksi adanya kutu, telur kutu maupun kutu yang telah mati. • Pada penderita pedikulosis di rambut kepala, memangkas rambut hingga habis (botak) merupakan penanganan yang mungkin dapat ditempuh meskipun stigma sosial masih cukup menjadi pertimbangan • Bila telah sembuh dari pedikulosis, pasien harus diberikan pengetahuan dan pemahaman untuk mencegah terjangkitnya lagi di kemudian hari. TERAPI FARMAKOLOGI (DENGAN OBAT TANPA RESEP DOKTER) Perlu tidaknya pengobatan pada penderita pedikulosis, dapat ditentukan oleh banyak dan tidaknya kutu maupun telur kutu, serta frekuensi kontak dengan yang lainnya. Obat yang dapat digunakan tanpa resep dokter adalah permetrin. Pasien harus diingatkan mengenai cara dan ketentuan penggunaan obat ini karena dapat berisiko timbulnya resistensi kutu bila tidak tepat dalam pemakaian. Kekeliruan pemakaian dapat berupa penggunaan dosis yang berlebihan, pengunaan yang tidak tepat, maupun waktu kontak yang tidak benar. Kutu Kepala Permetrin yang digunakan untuk mengatasi infeksi kutu kepala yaitu permetrin 1 %. Cara permetrin dalam membasmi pedikulosis adalah dengan menyerang sistem saraf kutu (neurotoksik) sehingga melumpuhkan kutu dan memudahkan untuk dihilangkan dari rambut dan kulit kepala. Permetrin digunakan dengan cara mengoleskan secara merata pada rambut yang telah dibasahi kemudian didiamkan selama 10 menit, setelah itu dibilas hingga bersih. Pemberian permetrin dapat diulang pada hari ketujuh setelah pemakaian untuk memastikan tidak ada kutu yang tersisa. Permetrin dilarang diberikan untuk penderita pedikulosis yang usianya kurang dari 2 (dua) bulan. Efek samping yang sering terjadi adalah bercak-bercak sementara, rasa terbakar, rasa seperti tersengat, dan iritasi pada kulit kepala. Kutu Badan Penanganan utama untuk mengatasi kutu badan adalah dengan menerapkan pola hidup higienis. Kutu badan terutama hidup di pakaian, karena itu mandi dan mencuci pakaian, selimut dan handuk adalah langkah yang paling penting dalam mengobati kutu badan. Pencucian,
10
PENGOBATAN TAMBAHAN Penggunaan shampo yang mengandung 10% tea tree oil dan 1% minyak lavender yang diaplikasikan setiap minggunya selama 3 minggu dapat dijadikan pilihan pengobatan pedikulosis. Namun, penggunaan produk ini harus hati-hati karena dapat beresiko terhadap kerusakan hati maupun reaksi alergi. Produk berbahan dasar minyak lainnya adalah petrolleum jelly dan mayonaise yang dipercaya dapat merusak sistem pernafasan kutu. Sejauh ini, pengobatan ini dapat menghambat pertumbuhan kutu meskipun belum terbukti efektif dalam penyembuhan pedikulosis. PENGOBATAN DARURAT Pengobatan baru yang berpotensi untuk pengobatan pedikulosis berdasarkan penelitian adalah produk losion. Penggunaannya adalah dengan cara mengaplikasikan di rambut lalu dikeringkan dengan menggunakan hair-dryer. Losion ini dapat menutupi lubang pernapasan kutu dan mencegah tumbuh kembangnya kutu. Losion yang mengandung dimetikon 4% terbukti dapat dipilih sebagai pengobatan pedikulosis dengan tingkat kemampuan mengiritasi yang rendah dibandingkan pengobatan tradisional. Cara kerja dimetikon adalah dengan membalut tubuh kutu dan melumpuhkan kutu dengan penggunaan selama 5 menit pada rambut. Penulis: Bidang Informasi Obat - Pusat Informasi Obat dan Makanan Pustaka 1. Badan POM RI. 2014. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan POM, Jakarta. 2. Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Pediculosis. www.cdc.gov/dpdx/pediculosis/ [diakses pada tanggal 20 Mei 2015] 3. Habif, T et al. 2005. Skin Disease Diagnosis and Treatment. Elsevier, Philadelphia. 4. Krinsky, D.L et al. 2012. Handbook of Nonprescription Drugs 17th Edition. American Pharmacist Association, Washington DC. 5. C. W. Scherer, P. G. Koehler, and J. W. Diclaro. 2013. Body Lice and Pubic Lice. https://edis.ifas.ufl.edu/ig084 [diakses pada tanggal 18 Juni 2015] 6. Karen Gunning. 2012. Pediculosis and Scabies: A Treatment Update. http://www.aafp.org/afp/2012/0915/p535.html [diakses pada tanggal 18 Juni 2015] 7. Harvard Health Publication. Body Lice Guide : Causes, Symptoms, and Treatment Options. http://www.drugs.com/health-guide/body-lice. html [diakses pada tanggal 18 Juni 2015] InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
FORUMPIONas Keamanan Pemberian Kombinasi Obat Setirizin dan Ketokonazol Pada Ibu Menyusui Pertanyaan: Saya suami dari seorang ibu yang sedang menyusui, istri saya menderita gatal-gatal, dokter memberikan resep setirizin dan ketokonazol. Apakah setirizin dan ketokonazol aman dikonsumsi ibu menyusui? Mengingat pada waktu berkonsultasi dengan dokter istri saya tidak menyebutkan bahwa kondisinya sedang menyusui.Terimakasih. (R, PNS) Jawaban: Pada prinsipnya, penggunaan setirizin dan ketokonazol aman pada wanita menyusui. Meskipun obatnya masuk juga ke ASI tapi jumlah yang terdistribusi sangat sedikit dan tidak berefek yang membahayakan bagi bayi. Adapun efek dari obat tersebut pada bayi, kemungkinan bayi akan mengantuk (efek dari setirizin). Namun efek itu belum tentu terjadi pada semua bayi. Hal ini berdasarkan informasi dari masingmasing obat tersebut sebagai berikut: 1. Setirizin merupakan golongan antihistamin generasi dua (terbaru). Indikasi setirizin diantaranya untuk radang selaput hidung (yang ditandai dengan gejala kompleks yang terdiri dari kombinasi bersin-bersin, hidung tersumbat, gatal hidung) menahun atau musiman, gatal-gatal/biduran. Efek samping yang mungkin timbul dalam penggunaannya jika sesuai dengan dosis yang dianjurkan adalah efek kantuk yang ringan, tetapi harus tetap hati-hati bila mengendarai kendaraan atau mengoperasikan mesin. Untuk penggunaan pada ibu menyusui tidak banyak dilaporkan terkait keamanannya. Beberapa informasi menyatakan bahwa walau setirizin dikeluarkan lewat air susu ibu, akan tetapi dalam jumlah yang sangat rendah. Walau dapat menyebabkan efek yang sampai pada bayi yaitu efek mengantuk, namun tidak semua bayi mengalaminya.
2. Ketokonazol merupakan golongan anti jamur. Indikasi ketokonazol diantaranya untuk infeksi pada kulit, rambut dan kuku (kecuali kuku kaki) yang disebabkan oleh jamur, infeksi pada rongga pencernaan, infeksi pada vagina (kelamin wanita). Efek samping yang mungkin timbul diantaranya adalah mual, sakit perut, diare, pusing dan reaksi alergi. Ketokonazol juga digunakan untuk pencegahan pada pasien yang daya tahan tubuhnya menurun sehingga resiko infeksi jamur meningkat. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita penyakit hati, alergi terhadap ketokonazol dan ibu hamil (khususnya trimester pertama). Pada beberapa laporan, ketokonazol telah dapat menimbulkan kecacatan janin pada penggunaan trimester pertama. Tidak ada laporan penggunaan ketokonazol terkait efek yang membahayakan pada ibu menyusui.Tetapi beberapa produsen menyatakan bahwa ketokonazol mungkin dikeluarkan lewat air susu ibu, tetapi efek bagi bayi akibat paparan ketokonazol belum diketahui.
Pustaka Briggs G, Roger K, Summer J. Yaffe. 2011. Drugs in Pregnancy and Lactation 9th ed. Lippincott William and Wilkins, Philadelphia.
FORUMSIKerNas Kandungan senyawa kimia lain dalam biji jarak adalah asam galat. Menelan asam galat dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan iritasi lambung dan gagal ginjal. Gejala yang paling sering muncul pada keracunan biji jarak adalah mual, muntah, nyeri perut dan diare. Gejala lainnya dapat berupa kedutan pada otot, keluar air liur yang banyak, berkeringat, pembesaran pupil, detak jantung tak beraturan, dan kejang.Terpapar kadar racun yang tinggi dapat mengakibatkan perdarahan saluran cerna, syok hipovolemik hingga kematian. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah: • Jangan merangsang muntah, karena dapat mengakibatkan iritasi saluran cerna. • Pada korban yang sadar dan dapat menelan, dapat diberikan karbon aktif untuk membantu penyerapan racun jika diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam setelah terpapar biji jarak melalui oral. Gejala keracunan umumnya muncul setelah 1-6 jam terpapar racun, dan hepatotoksisitas dapat terjadi setelah 48-72 jam racun masuk ke dalam tubuh. • Segera bawa korban ke rumah sakit
Keracunan Biji Jarak Pertanyaan: Sebanyak 13 siswa SMK mengalami keracunan setelah mengonsumsi biji jarak yang digoreng. Biji jarak tersebut diperoleh dari salah satu siswa yang dikatakan sebagai kacang arab. Biji tersebut kemudian dimakan bersama – sama. Pertolongan pertama apa yang dapat dilakukan pada keracunan biji jarak? (NN, Pelajar) Jawaban: Biji jarak yang berasal dari tanaman jarak kepyar (Ricinus communis, L..) mengandung senyawa protein beracun yang disebut ricin. Sedangkan biji jarak jenis lain yaitu biji jarak pagar (Jatropha curcas, L.) mengandung protein beracun yang disebut curcin. Ricin dan curcin merupakan zat beracun yang dikenal sebagai toksalbumin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak biji jarak mampu menggumpalkan sel darah merah. Curcin dan ricin yang tertelan dapat mengakibatkan radang saluran cerna parah yang kadang ditandai dengan pendarahan, mengakibatkan gangguan sensorik dan kejang, mengiritasi mukosa lambung, mengakibatkan pendarahan, dan mempengaruhi pembekuan darah.
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
Bagi petugas kesehatan, tindakan yang dapat dilakukan pada pasien adalah dengan pengobatan simptomatis dan suportif terhadap gejala keracunan yang muncul dan memantau kondisi pasien agar gejala tidak bertambah buruk. Tidak tersedia antidotum khusus untuk keracunan biji jarak.
Pustaka 1. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Ricin: Biotoxin. http:// www.cdc.gov/niosh/ershdb/emergencyresponsecard_29750002.html [Diakses pada tanggal 26 Mei 2015] 2. Cornell University College of Agriculture and Life Sciences. Ricin Toxin from Castor Bean Plant, Ricinus communis. http://www.ansci.cornell.edu/plants/ toxicagents/ricin.html; [Diakses pada tanggal 31 maret 2015] 3. National Poison Control and Information Service. 1997. Targeting the Poisoned Patient: A Manual on Clinical Toxicology. Philippines. 173-174. 4. New Zealand National Poisons Centre. Castor Oil Seeds. http://toxinz.com/ Spec/2339848/214580; [Diakses pada tanggal 30 Maret 2015]
11
ARTIKEL
PERKEMBANGAN
INTEGRASI DAN KESIAPAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) JELANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 Komunitas ASEAN terdiri dari tiga pilar yang terkait satu sama lain, yaitu Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, Masyarakat Sosial Budaya ASEAN, dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang diharapkan dapat bekerja secara bersamaan untuk membentuk Masyarakat ASEAN. MEA merupakan kesepakatan yang dibangun oleh sepuluh negara ASEAN meliputi Indonesia,Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam,Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. MEA merupakan realisasi dari Visi ASEAN 2020, yaitu untuk melakukan integrasi terhadap ekonomi negara-negara ASEAN dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi bersama. Pembentukan MEA bermula dari disepakatinya ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) pada tahun 1992 dimana AFTA akan ditetapkan pada tahun 2020. Pada tahun 2007 para Kepala Negara ASEAN sepakat untuk mempercepat pencapaian MEA dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Konsekuensi diberlakukannya MEA adalah liberalisasi perdagangan barang, jasa, dan tenaga terampil secara bebas, penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan serta penghapusan hambatan non tarif sesuai skema AFTA. Untuk memperlancar arus perdagangan ASEAN, maka perlu dilakukan peningkatan fasilitas perdagangan diantaranya melakukan harmonisasi standar dan kesesuaian (standard and conformance). Indonesia harus siap dalam menghadapi MEA dengan melakukan perencanaan dan strategi yang tepat agar mampu bersaing dengan negara ASEAN lainnya, terutama untuk menyiapkan industri UMKM agar mampu berkompetisi saat diberlakukannya MEA. Industri UMKM sebagai salah satu komponen dalam industri nasional, mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu pemerintah pusat dan daerah harus mulai intens dalam memberdayakan pelaku UMKM agar dapat memenuhi standar internasional yang berlaku. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 tercatat jumlah UMKM sebanyak 56.534.592, dengan jumlah penduduk BPOM Jl Percetakan Negara 23 Jakarta Pusat 10560
12
021 4244691 081 21 9999 533 021 4263333
[email protected] www.pom.go.id @HaloBPOM1500533 Bpom RI
Indonesia tercatat 245,19 juta jiwa dengan pertumbuhan ratarata per tahun mencapai 1,66%. Kondisi ini menggambarkan betapa besarnya potensi pasar Indonesia untuk berbagai produk, termasuk produk makanan dan minuman. Diharapkan UMKM Pangan Indonesia dapat mampu bersaing dan menjadi pemimpin ekonomi di kawasan ASEAN dalam pasar bebas ASEAN Tahun 2015. Badan POM sebagai salah satu instansi pemerintah yang memiliki tanggungjawab di bidang pengawasan keamanan pangan juga turut berpartisipasi dalam kegiatan peningkatan mutu dan keamanan produk UMKM dalam rangka menghadapi MEA. Bentuk partisipasi tersebut antara lain dengan melakukan bimbingan teknis kepada UMKM terkait mutu dan keamanan pangan. Dalam bimbingan teknis tersebut UMKM Pangan dibekali pengetahuan mengenai Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), pengetahuan mengenai bahan tambahan pangan, pelabelan dan iklan, aspek yang akan diharmonisasi oleh ASEAN, proses pendaftaran produk pangan MD, serta proses sertifikasi halal dan eksportasi pangan. BPOM juga melakukan pendampingan terhadap UMKM untuk mendapatkan nomor pendaftaran MD dan proses sertifikasi halal. Badan POM juga memiliki program Piagam Bintang yang merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan pemerintah untuk peningkatan UMKM Pangan. Siap atau tidak siap, MEA sudah menjadi keputusan dan ketetapan politik yang harus dihadapi semua negara ASEAN. Oleh karena itu, Badan POM berupaya untuk terus meningkatkan pengawasan pre dan post market berbasis risiko, dalam rangka perlindungan kesehatan masyarakat, sekaligus menjadi barier terhadap produk dari luar negeri yang tidak memenuhi syarat. Penulis: Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan institusi pemerintah yang melaksanakan tugas di bidang pengawasan Obat dan Makanan agar produk Obat, Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, Kosmetik, dan Makanan/Minuman yang beredar terjamin keamanan, mutu, dan khasiat/manfaatnya dalam upaya melindungi kesehatan masyarakat. Untuk menghubungi, menyampaikan pengaduan maupun permintaan informasi ke BPOM dapat menghubungi Contact Center Halo BPOM. InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015