36
BAB II PERATURAN TENTANG MENGEDARKAN PRODUK HORTIKULTURA YANG TIDAK SESUAI DENGAN STANDAR MUTU DAN/ATAU KEAMANAN PANGAN A. Hirarki Peraturan perundang-undangan berkaitan dengan kegiatan mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan dihubungkan dengan Undangundang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan Dalam kehidupan masyarakat selalu terdapat berbagai macam norma yang mempengaruhi tata cara berperilaku atau bertindaknya masyarakat. Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesama ataupun dengan lingkungannya. Norma sering disebut sebagai pedoman, aturan, ukuran bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat yang harus dipatuhi. Norma yang paling tegas adalah norma hukum negara yang bersifat mutlak bahwa setiap norma hukum berlaku bagi seluruh masyarakat yang berada di suatu negara. Norma hukum dapat dilekati dengan sanksi pidana ataupun sanksi pemaksa secara fisik. Teori Hans Kelsen dan Hans Nawiansky 84 mempengaruhi sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hans Kelsen mengemukakan teori norma hukum 84
Dalam Bukunya Maria Farida Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya Disarikan dari Perkuliahan A.Hamid S. Attamimi, Teori Hans Nawiasky disebutkan bahwa norma hukum dari negara manapun selalu berjenjang atau berlapis, dimana norma yang dibawah berlaku, berdasar dan bersumber pada norma yang lebih tinggi sampai pada suatu norma yang tertinggi yang disebut norma dasar yang dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok besar yaitu Norma fundamental Negara ( Staatsfundamentalnorm), Undang-undang Formal (Formell Gesetz), Aturan Dasar atau Pokok Negara (Staatsgrundgesetz), Aturan Pelaksana dan Aturan Otonom (Verordnung & Autonome Satzung).
36
37
yaitu teori norma hukum berjenjang (Stufentheorie) berpendapat bahwa norma hukum berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hirarki tata susunan, dimana norma ditingkat lebih tinggi mengatur norma ditingkat lebih rendah. Norma ditingkat lebih rendah tidak bertentangan logis asli dengan norma ditingkat lebih tinggi. 85 Norma ditingkat lebih tinggi diterapkan dan norma ditingkat rendah diciptakan. Norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar dari norma yang lebih tinggi dan norma yang lebih tinggi lagi didasari oleh norma dasar (Grundnorm). 86 A.Hamid S.Attamimi membandingkannya dengan teori Hans Kelsen 87 dan menerapkannya pada struktur tata hukum di Indonesia yang digambarkannya dengan bentuk piramida. 88 Sistem norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam suatu sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang, berkelompok dimana suatu norma selalu berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi sampai pada suatu norma dasar negara (Staatsfundamentalnorm) yaitu Pancasila. 89 Rumusan Pancasila yang berlaku secara sah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang
85
Hans Kelsen diterjemahkan oleh Siwi Purwandari (2), Pengantar Teori Hukum, (Penerbit: Nusa Media, 2010), hlm. 119. 86 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya Disarikan dari Perkuliahan A. Hamid S. Attamimi, (Penerbit: Kanisius, 1998), hlm.25. 87 Dalam Bukunya Maria Farida Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya Disarikan dari Perkuliahan A.Hamid S. Attamimi, Teori Hans Kelsen diilhami oleh muridnya bernama Adolf Merkl mengemukakan suatu norma hukum selalu mempunyai dua wajah (das Doppelte Rechtsantlitz), suatu norma hukum keatas ia bersandar dan berdasar pada norma yang diatasnya, tetapi kebawah ia juga menjadi dasar dan menjadi sumber bagi norma hukum dibawahnya sehingga suatu norma hukum mempunyai masa berlaku yang relatif tergantung oleh pada norma hukum diatasnya, apabila norma hukum yang berada diatasnya dicabut atau dihapus maka normanorma hukum yang berada dibawahnya dicabut atau terhapus pula.87 88 A.Hamid S.Attamimi dalam Jimly Assidiqqie dan Ali Safa’at, hlm.155, dan Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan, hlm. 38 dan 55. 89 Maria Farida, Op.cit., hlm. 39.
38
ditegaskan dengan Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968 Tanggal 13 April 1968 yaitu sebagai berikut: 90 1) 2) 3) 4)
Ketuhanan Yang Maha Esa Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia diatur
berdasarkan Undang-undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia. 91 Setiap jenis peraturan perundangundangan didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pancasila
norma
fundamental
Negara
sebagai
dasar
mengatur
penyelenggaraan negara. Sumber dari segala sumber hukum di Negara Indonesia adalah Pancasila. 92 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea ke Empat menempatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara dan dasar filosofis sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Jenis
90
M.Solly Lubis, Manajemen Strategis Pembangunan Hukum, (Penerbit: Mandar Maju, 2011), hlm. 17-18. 91 Sebelumnya diatur pada Ketetapan MRRS No.XX/MPRS/1996 kemudian diganti dengan Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber hukum dan tata Peraturan Perundang-undangan dan Pada tahun 2003 ditetapkan Undang-undang No.10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 92 Pasal 2 Undang-undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan.
39
dan Hirarki Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia menurut Pasal 7 Undang-undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan adalah sebagai berikut: 93 a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. b) Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat,
Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003. c) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Materi muatan yang diatur merupakan pengaturan lebih lanjut dari UUD 1945, pengesahan perjanjian internasional yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat terkait dengan beban keuangan negara dan/atau perjanjian mengharuskan perubahan atau pembentukan Undangundang di Indonesia dengan persetujuan DPR.
93
undangan.
Pasal 7 Undang-undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
40
d) Peraturan Pemerintah Materi muatan untuk menjalankan Undang-undang, merupakan bentuk kewenangan yang dideligasikan (delegated legislation) oleh pembentuk undang-undang kepada Presiden selaku kepala pemerintahan yang akan menjalankan undang-undang (principal legislator). 94 e) Peraturan Presiden Materi muatan berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Peraturan Presiden bersifat
mengatur
(regeling)
dan
bersifat
penetapan
ada yang administratif
(beschikking). 95 f) Peraturan Daerah Provinsi Materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. g). Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
94
Jimly Asshiddiqie (3), Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara I, (Jakarta: Sekretariat Jenderal Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm. 215. 95 Ibid, hlm.217 dan 219.
41
Hirarkhi peraturan perundang-undangan di Indonesia menurut Pasal 2 dan Pasal 7 Undang-undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada gambar 1 (satu) adalah sebagai berikut: Gambar 1 Hirarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Menurut Pasal 2 dan Pasal 7 UU NO.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Pancasila (Pembukaan UUD 1945) merupakan Sumber Dari Segala Sumber Hukum (Pasal 2) UUD 1945
Ketetapan MPR UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU
Pasal 7
Peraturan Pemerintah Peraturan Presiden Peraturan Peraturan Daerah Provinsi Peraturan kabupaten/kota Sumber: A.Hamid A.Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I sampai Pelita I V, Disertasi Ilmu Hukum Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta, 1990 dan Pasal 2, Pasal 7 UU NO.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan di Indonesia didasarkan asas peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
42
perundang-undangan yang lebih tinggi (asas lex superior derogat legi inferior). Pancasila merupakan norma fundamental Negara, sebagai dasar mengatur penyelenggaraan negara dan merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sila-sila yang terkandung dalam Pancasila baik secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, baik tunggal maupun berpasangan merupakan norma dasar atau norma tertinggi bagi berlakunya semua norma hukum dalam kehidupan rakyat di Indonesia, berbangsa dan bernegara. Pancasila terkandung dalam Alinea ke Empat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 mencerminkan Pancasila dan menciptakan pasal-pasal dalam batang tubuh UUD 1945 sehingga Pancasila mempunyai kedudukan sebagai norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm). 96 Penjabaran pokok-pokok yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 termasuk juga penjabaran dari Kelima Sila dari Pancasila ditegaskan, dirincikan dan dijabarkan dalam pasal-pasal batang tubuh UUD 1945 dalam norma-norma yang ada didalamnya. 97 Setiap aturan perundang-undangan (norma hukum) didasari atas Nilai dan Asas. Nilai Pancasila menjadi dasar bagi pembentukan norma hukum di Indonesia. Terdapat hubungan yang Sequential hubungan yang berurutan sebagai berikut: 98
96
Maria Farida Indrati Soeprapto, Op.cit. hlm. 40. A.Hamid A.Attamim, Op.cit., hlm. 310. 98 M.Solly Lubis, “Hubungan Nilai, Asas dan Norma”, Catatan Perkuliahan pada Mata Kuliah Politik Hukum Universitas Sumatera Utara Tanggal 10 Oktober 2011. 97
43
Skema 1 Hubungan Nilai, Asas dan Norma
Nilai/ Value
Asas/ Principle Beginsel
Norma
Norma Asas Nilai Sumber : Hubungan Nilai, Asas dan Norma Catatan pada Perkuliahan Politik Hukum Universitas Sumatera Utara Tanggal 10 Oktober 2011.
Hirarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia menurut Pasal 2 dan Pasal 7 Undang-undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan kegiatan mengedarkan produk segar hortikultura impor tertentu yang tidak memenuhi standar mutu dan/atau keamanan pangan sebagai berikut: 1. Pancasila Mengedarkan Produk segar Hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yang diatur dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura Pasal 88 (4) jo Pasal 128, 129 didasarkan pada Pasal 27 ayat 2 dan 33 UUD 1945 yang didasari atas Nilai Pancasila Sila kedua dan Sila ke Lima Pancasila. Pancasila merupakan norma fundamental Negara, sebagai
44
dasar mengatur penyelenggaraan negara dan merupakan sumber dari segala sumber hukum. 99 Pancasila terkandung dalam Alinea ke Empat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Sila-sila yang terkandung dalam Pancasila baik secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, baik tunggal maupun berpasangan merupakan norma dasar atau norma tertinggi bagi berlakunya semua norma hukum dalam kehidupan rakyat di Indonesia, berbangsa dan bernegara. Penjabaran pokok-pokok yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 termasuk juga penjabaran dari Kelima Sila dari Pancasila ditegaskan, dirincikan dan dijabarkan dalam pasal-pasal batang tubuh UUD 1945 dalam norma-norma yang ada didalamnya. 100 Setiap jenis peraturan perundangundangan di Indonesia didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sila Kedua dan Kelima Pancasila adalah sebagai berikut: a. Sila Kedua Pancasila yaitu: “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Sila Kedua yang didasari dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Mengedarkan Produk segar Hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan bersumber pada nilai filosofis antropologis bahwa hakekat manusia adalah susunan kodrat rohani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Negara 99
Pasal 2 Undang-undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. 100
A.Hamid A.Attamimi, Op.cit., hlm. 310.
45
menjamin bahwa dalam kehidupan kenegaraan terutama peraturan perundangundangan harus mewujudkan tercapainya harkat dan martabat manusia, terutama hakhak kodrat manusia sebagai hak dasar. 101 Dalam Sila Kedua kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan baik terhadap diri sendiri, sesama manusia dan lingkungan. Hakikat manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap sesama, masyarakat bangsa dan negara, adil terhadap lingkungannya. Konsekuensi nilai yang terkandung dalam kemanusiaan yang adil dan beradab adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama, mengembangkan sikap saling mencintai terhadap sesama manusia, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. 102 Pada prinsipnya kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sikap dan perilaku manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang berbudi, sadar nilai dan budayanya. 103 Setiap orang yang mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan tidak sesuai dengan sikap moral, nurani manusia baik dalam hubungannya dengan sesama
dan
101
lingkungannya
sebab
dapat
membahayakan
kesehatan
H.Kaelan, Op.cit., (Paradigma: Yogyakarta, 2001), hlm. 186. Darmodihardjo Darji dalam bukunya Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma Yogyakarta, 2001), hlm. 187. 103 Darmodihardjo Darji, Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2008), hlm. 241. 102
46
manusia/konsumen, tidak menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yaitu harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan. b. Sila ke Lima Pancasila yaitu: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh Sila Pertama sampai ke Empat Pancasila. Terkandung tujuan negara dalam hidup bersama, dan terkandung nilai keadilan dalam kehidupan bersama yang didasari dan dijiwai oleh keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara, serta hubungan manusia dengan Tuhannya. Konsekuensi keadilan terwujud dalam hidup bersama meliputi: 104 1) Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara terhadap warga negaranya, baik dalam bentuk kesejahteraan, kesempatan dalam hidup bersama, keadilan memberikan bantuan kepada masyarakatnya. 2) Keadilan Legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara, warga negara wajib menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3) Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan yang lain secara timbal balik. Nilai keadilan merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh warga negara serta melindungi seluruh warga, wilayah negara dan mencerdaskan warganya. Setiap orang yang mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan dapat merugikan dan membahayakan kesehatan setiap orang yang mengkonsumsinya hal ini tidak mencerminkan rasa keadilan kemanusiaan dalam hubungan dengan sesama,
104
Kaelan, Op.cit., hlm. 189.
47
bermasyarakat, bangsa dan negara, serta hubungan manusia dengan Tuhannya. Hubungan antara konsumen dan pelaku usaha seimbang, masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Keadilan sosial mengandung arti bahwa setiap orang khususnya masyarakat Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam segala bidang baik dalam bidang politik, sosial, hukum dan
termasuk dalam bidang perekonomian
perdagangan, perlakuan yang adil antara pelaku usaha yang menjalankan usaha dengan konsumen sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing. 2. Undang-undang Dasar 1945 Sila kedua dan Kelima dari Pancasila dijabarkan dalam Undang-undang Dasar 1945. Pancasila memuat Dasar Negara dan Garis-garis Besar Hukum dalam penyelenggaraan negara khususnya dibidang ekonomi dan kesejahteraan sosial yang berkaitan dengan hak hak asasi setiap orang. Undang-undang Dasar 1945 merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan dibawah Undangundang Dasar. Pasal-pasal dari UUD 1945 yang berkaitan dengan kegiatan mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak memenuhi standar mutu dan/atau keamanan pangan adalah sebagai berikut: a. Pasal 33 UUD 1945 yaitu: 1)
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. 2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
48
4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Pasal 33 UUD 1945 merupakan landasan konstitusional perekonomian Nasional di Indonesia dengan didasari demokrasi ekonomi. Didasari atas usaha bersama dan asas kekeluargaan dan kemakmuran masyarakat yang diutamakan. Pelaksanaan ketentuan konstitusi di bidang ekonomi akan selalu bersentuhan dengan kecendrungan perkembangan masyarakat, 105 demi mencapai kesejahteraan rakyat maka negara melakukan pengaturan dan atau pembatasan untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Negara mempunyai kewenangan
untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak hal ini adalah merupakan kewajiban negara sebagaimana yang disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu:”.... Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum ... dan juga mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. 106 Negara harus menjadikan penguasaan terhadap cabangcabang produksi yang dikuasainya itu untuk memenuhi 3 hal yang menjadi kepentingan masyarakat yang merupakan cita hukum dari UUD 1945 yaitu:
105
Jimly Asshiddiqie (2), Op.cit., hlm. 135. Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 Alinea ke Empat.
106
49
ketersediaan yang cukup, distribusi yang merata dan terjangkaunya harga bagi banyak orang. 107 Disektor
Pertanian
khususnya
produk
segar
hortikultura,
negara
mempunyai kewenangan untuk membuat kebijakan, tindakan pengurusan, ketersediaan produk pertanian kebutuhan sehari-hari masyarakat (kebutuhan pangan pokok masyarakat), pengaturan dan pengelolaan serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan produksi distribusi dan konsumsi hasil pertanian khususnya produk hortikultura yang merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan. Produk hasil pertanian sangat penting bagi kebutuhan sehari-hari masyarakat, produk pertanian juga berhubungan dengan kegiatan ekonomi (sektor perdagangan). Pada tahun 1981 di Universitas Sumatera Utara mengadakan suatu pendidikan hukum tentang Hukum Ekonomi Pertanian (Agrobisiness Law atau Agro Economic Law) sebagai pengembangan bahwa sektor pertanian amat penting dalam kehidupan masyarakat. 108 Produk pertanian merupakan bagian dari kebutuhan pokok yang penting karena menguasai hajat hidup orang banyak. 109 Banyak aturan-aturan yang berhubungan dengan pengaturan di sektor pertanian khususnya mengatur hubungan antara negara dengan faktor produksi, pemasaran
107
Jimly Asshiddiqie (2), Op.cit., hlm. 139. Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional Dan Permasalahannya, Hukum Ekonomi Pertanian Sebagai Penjabaran Pola Ilmiah Pokok, (Medan: Alumni, 1981 ), hlm. 225. 109 Pasal 33 (2) UUD 1945, Produk Pertanian adalah salah satu cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak yang harus dikuasai oleh negara. 108
50
dan konsumsihasil-hasil pertanian, hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen. 110 Produk Hortikultura khususnya produk segar hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, bahan obat nabati baik produksi hortikultura dalam negeri maupun produk hortikultura impor, negara mempunyai kewenangan untuk melakukan fungsi pengurusan dengan kewenangan untuk mengeluarkan izin dan mencabut fasilitas perizinan khususnya izin usaha, izin impor dan termasuk sanksi pidana jika melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Fungsi pengawasan oleh negara dilakukan oleh pemerintah dan penegak hukum untuk mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan produksi dan peredaran produk hortikultura dalam negeri maupun produk hortikultura impor yang memiliki manfaat yang penting bagi kebutuhan dan kesehatan masyarakat yang sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan. Produk Hortikultura merupakan cabang produksi penting, menguasai hajat hidup orang banyak benarbenar harus sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan termasuk penegakan hukum pidana. Fungsi pengelolaan yaitu dengan mendayagunakan penguasaan dalam sektor pertanian untuk kesejahteraan masyarakat. Fungsi pengaturan oleh negara dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemerintah dan regulasi oleh Pemerintah (Eksekutif).
110
Mariam Darus Badrulzaman menyebutnya dengan Hukum Ekonomi dalam bukunya “Pembentukan Hukum Nasional Dan Permasalahannya, Hukum Ekonomi Pertanian Sebagai Penjabaran Pola Ilmiah Pokok”, (Medan: Alumni, 1981 ), hlm. 225.
51
Prinsip efisiensi berkeadilan dinyatakan dalam Pasal 33 (4) UUD 1945 yang menyatakan “perekonomian diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. b. Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 adalah sebagai berikut: “ tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Produk segar hortikultura impor
yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau
keamanan pangan dapat membahayakan kesehatan masyarakat/ konsumen, membahayakan kehidupan masyarakat/konsumen juga mengancam kualitas kehidupan dan kelangsungan bagi generasi yang akan datang sehingga tidak sesuai dengan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Produk hortikultura yang tidak sesuai dengan standar mutu misalnya produk yang di impor ke Indonesia terkandung/terdapat organisme pengganggu tumbuhan yang dapat menyebabkan masuknya hama penyakit, organisme pengganggu tanaman yang dapat merusak tanaman masuk ke Indonesia, hama penyakit atau organisme pengganggu tanaman itu dapat menyebar ke tanaman petani yang ada di Indonesia dan dapat merusak lingkungan sebagai media tanam dari tumbuhan, penggunaan bahan tambahan berbahaya pada produk segar hortikultura misalnya formalin dapat membahayakan kesehatan konsumen yang
52
mengkonsumsinya. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan konsumen/masyarakat. Kegiatan mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan tidak sesuai dengan pasal 27 (2) UUD 1945 yang terkandung nilai dari Sila ke Dua Pancasila yaitu nilai kehidupan yang layak bagi kemanusiaan (prinsip peri kemanusiaan) karena dapat mengancam keselamatan masyarakat/konsumen. 3. Undang-undang Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. 111 Undang-undang merupakan pengaturan lebih lanjut dari UUD 1945. Undang-undang yang berkaitan dengan kegiatan mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak memenuhi standar mutu dan/atau keamanan pangan adalah sebagai berikut: a. Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini merupakan payung hukum bagi perundang-undangan yang lain yang bertujuan untuk melindungi konsumen baik yang sudah ada sebelum Undang-undang No.8 Tahun 1999 ini diundangkan maupun undang-undang yang akan datang. 112 Dapat dilihat dalam penjelasan umum alinea ke sepuluh Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen bahwa: “
111
Dapat dilihat Pasal 5, Pasal 20 (1),( 2) UUD 1945. Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Citra Aditya Bakti: Bandung, 2010), hlm. 51. 112
53
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen sebab telah ada sebelumnya beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen”. Seperti Undang-undang tentang Pangan, Kesehatan, Pengelolaan Lingkungan hidup dan lainnya. Undang-undang perlindungan konsumen memuat garis-garis besar tentang perlindungan konsumen sehingga memungkinkan lagi untuk diatur didalam perundang-undangan baru tersendiri secara khusus yang berkaitan tentang konsumen. Mengintegrasikan perundangundangan tersebut dapat memperkuat penegakan hukum dibidang perlindungan konsumen. Ketentuan impor diatur pada Pasal 21 Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagai berikut: 1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri. 2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing. b. Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5360). Sebelumnya Undang-undang No.7 Tahun 1996 Tentang Pangan. c. Undang-Undang No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5170).
54
d. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang telah di ubah dengan Undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063). e. Undang-undang No.44 Tahun 2007 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.1 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undangundang No.36 Tahun 2000 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2000 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4775). f. Undang-undang No.4 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International Treaty On Plant Denetic Resources For Food And Agriculture (Perjanjian Mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman Untuk Pangan dan Pertanian). (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4612). g. Undang-undang No.17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeaan (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4661). h. Undang-undang No.36 Tahun 2006 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063). i. Undang-undang No.29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman, (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 241). j. Undang-undang No.7 Tahun 1994
Tentang
Pengesahan Agreement
Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
55
Organisasi Perdagangan Dunia). Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 35. k. Undang-undang No. 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482). l. Undang-Undang No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478). m. Undang-undang No.36 Tahun 2000 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.1 Tahun 2000 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-undang, (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4053). 4. Peraturan Pemerintah Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah untuk menjalankan Undangundang. Adapun peraturan pemerintah yang berkaitan dengan mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan adalah sebagai berikut: a. Peraturan Pemerintah No.102 tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional. b. Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman, (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3586).
56
c. Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 12). d. Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 2002 Tentang Karantina Tumbuhan, (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4196). e. Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424). f. Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2007 Tentang
Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4757). g. Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 2007 Tentang
Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4758). h. Peraturan Pemerintah No.48 Tahun 2007 Tentang
Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4759). i. Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhan, (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 511, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5070).
57
j. Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4196). k. Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867 ). l. Peraturan Pemerintah No.102 Tahun 2000 Tentang Standarisasi Nasional Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020). m. Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Pembiayaan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. n. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Untuk menjalankan peraturan pemerintah terdapat peraturan-peraturan lain sebagai pelaksanaan peraturan pemerintah yang dapat dilihat sebagai berikut: a. Keputusan Presiden Untuk pelaksanaan dan menjalankan Peraturan Pemerintah (PP) Presiden dapat mengeluarkan peraturan yang disebut sebagai Surat Keputusan Presiden. Keputusan Presiden yang berkaitan dengan mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yaitu:
58
1. Keputusan Presiden No.58 Tahun 1992 Tentang Pengesahan Asian Plant Protection Convention. b. Peraturan Menteri Presiden dalam menjalankan pemerintahan negara dibantu oleh Menteri Negara, 113 Menteri Negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden 114 dan setiap Menteri ditugasi membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. 115 Menteri dapat mengeluarkan Peraturan, dan peraturan itu hanya diakui keberadaannya sepanjang yang diperintahkan (delegasi). Peraturan yang dikeluarkan Menteri disebut dengan Keputusan Menteri yang merupakan kewenangan atributif menteri untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas dan fungsinya. Keputusan Menteri bersifat Atribusi yaitu pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh peraturan perundangundangan kepada suatu lembaga negara/lembaga pemerintahan. Kewenangan atribusi ini melekat terus menerus dan dapat dilakukan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan. 116 Di Indonesia Kementerian Negara diatur dalam Undangundang No.39 Tahun 1998 Tentang Kementeri Negara, Lembaran Negara RI No.166 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara No.4916. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya diantara kementerian yang membidangi urusan tertentu (yang 113
Pasal 17 (1) Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. Pasal 17 (2) Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. 115 Undang-undang No.39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara (LN nomor 166, TLN No. 4916). 116 Gunawan Suswantoro, Kedudukan Peraturan/keputusan Menteri, Peraturan Daerah dan Peraturan Desa, (Jakarta: Biro Hukum Departemen Dalam Negeri, 2005), dalam www.parlemen.net Diakses hari kamis tanggal 16 Mei 2013, Pukul 20:00 Wib. 114
59
memimpin lembaga departemen) saling berkordinasi antara yang satu dengan yang lain. Di Indonesia Presiden juga dalam menjalankan pemerintahan dibantu oleh Menteri baik yang merupakan Lembaga Departemen maupun Lembaga Pemerintahan Nondepartemen. Lembaga Pemerintah Departemen dan Lembaga Pemerintah Nondepartemen dalam menjalankan tugas dan fungsinya dapat berkoordinasi satu dengan yang lain dan bertanggungjawab kepada Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Lembaga Non Departemen yang diatur dalam Keputusan Presiden No.3 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Kepres No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Lembaga pemerintah nondepartemen diantaranya adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan
yang diatur dalam Keputusan Presiden No.3 Tahun 2003 tentang
Perubahan atas Kepres No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Dalam melaksanakan tugasnya BPOM dikordinasi oleh Menteri Kesehatan. Peraturan Menteri yang berkaitan dengan mengedarkan Produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan dari Tahun 2012 sampai Tahun 2006 adalah sebagai berikut:
60
1) Peraturan Menteri Pertanian Peraturan Menteri Tahun 2012 Yang berkaitan dengan mengedarkan Produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yaitu: a) Peraturan Menteri Pertanian No.03/Permentan/OT.140/1/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. b) Peraturan Menteri Pertanian No. 05/Permentan/OT.140/2/2012 Pemasukan dan Pengeluaran Benih Hortikultura. c) Peraturan Menteri Pertanian No.42/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar Dan Sayuran Buah Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia (Berita Negara tahun 2012 Nomor 631) dengan adanya peraturan tersebut maka Peraturan Menteri Pertanian No. 15/Permentan/OT.140/3/2012 Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian No. No. 89/ Permentan/OT.140/12/2011 Tentang
Perubahan
37/Kpts/HK.060/1/2006
Atas
Peraturan
Menteri
Pertanian
No.
Tentang Persyaratan Teknis Dan Tindakan
Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah-buahan Dan/Atau Sayuran Buah Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia dinyatakan tidak berlaku lagi. d) Peraturan Menteri Pertanian No.43/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia Dengan Adanya
61
peraturan
tersebut
maka
No.16/Permentan/OT.140/3/2012
Peraturan Perubahan
Menteri Atas
Pertanian
Peraturan
Menteri
Pertanian Nomor 90/Permentan/OT.140/12/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/OT.140/2/2008 Tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia dinyatakan tidak berlaku lagi. e) Peraturan Menteri Pertanian No.48/Permentan/SR.120/8/2012 Tentang Produksi, Sertefikasi Dan Pengawasan Peredaran Benih Hortikultura. f) Peraturan Menteri Pertanian No.60/Permentan/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (Berita Negara Tahun 2012 Nomor 947). Dengan adanya peraturan tersebut maka Peraturan Menteri Pertanian No.03/Permentan/OT.140/2/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (Berita Negara tahun 2012 Nomor 148) dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. g) Peraturan Menteri Pertanian No. 73/Permentan/OT.140/12/2012 Tentang Persyaratan
Teknis
Penetapan
Instalasi
Karantina
Tumbuhan
Milik
Perseorangan Atau Badan Hukum, (Berita Negara tahun 2012 Nomor 1296). h) Peraturan Menteri Pertanian No. 75/Permentan/OT.140/12/2012 Tentang Pedoman dan Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan Dan Sertifikasi Kompetensi Sumber Daya Manusia Hortikultura, (Berita Negara RI Tahun 2012 No. 1335).
62
i)
Peraturan Menteri Pertanian No.76/Permentan/OT.140/12/2012 Tentang Syarat Dan Tata Cara Penetapan Produk Unggulan Hortikultura, (Berita Negara RI Tahun 2012 No. 1354).
j)
Peraturan Menteri Pertanian No.77/Permentan/OT.140/12/2012 Tentang Sistem Informasi Hortikultura, (Berita Negara RI Tahun 2012 No. 1355).
Peraturan Menteri Tahun 2011 yang berkaitan dengan mengedarkan Produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yaitu: a) Peraturan Menteri Pertanian No.18/Permentan/OT.140/3/2011 Tentang Pelayanan Dokumen Karantina Pertanian Dalam Sistem Elektronik Indonesia National Single Window (INSW), (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 178). b) Peraturan Menteri Pertanian No.20/Permentan/OT.140/3/2011 Tentang Pengawasan Keamanan Pangan Segar Asal Hewan Dan/atau Pangan Segar Asal Tumbuhan dari Negara Jepang Terhadap Kontaminan Zat Radioaktif, (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 180). c) Peraturan Menteri Pertanian No.24/Permentan/SR.140/4/2011 Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 232). d) Peraturan Menteri Pertanian No.38/Permentan/OT.140/7/2011 Tentang Pendaftaran Varietas Tanaman Hortikultura, Berita Negara Tahun 2011 Nomor 436).
63
e) Peraturan Menteri Pertanian No.88/Permentan/PP.340/12/2011 Tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 842), dengan dikeluarkannya peraturan ini maka Peraturan Menteri Pertanian No.27/Permentan/PP.340/5/2009 Error! Bookmark not defined. dan Peraturan Menteri Pertanian No.38 Tahun 2009 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Pertanian No.27/Permentan/PP.340/5/ 2009 Tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan dinyatakan tidak berlaku lagi. f) Peraturan Menteri Pertanian No.93/Permentan/OT.140/12/2011 Tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (Berita Negara Tahun 2012 Nomor 6). g) Peraturan Menteri Pertanian No.94/Permentan/OT.140/12/2011 Tentang Tempat-tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (Berita Negara Tahun 2012 Nomor 7). Peraturan Menteri Tahun 2010 Yang berkaitan dengan mengedarkan Produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yaitu: a) Peraturan Menteri Pertanian No.20/Permentan/OT.140/2/2010 Tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian.
64
b) Peraturan Menteri Pertanian No.46 Tahun 2010 Tentang Tempat-tempat Pemasukan Dan Pengeluaran Media Pembawa Hama Dan Penyakit Hewan Karantina Dan Organisme Pengganggu Tumbuhan. c) Peraturan Menteri Pertanian No.56/Permentan/OT.140/9/2010 Tentang Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan Diluar Tempat Pemasukan Dan Pengeluaran, Pengeluaran Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina & Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Peraturan Menteri Tahun 2009 Yang berkaitan dengan mengedarkan Produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yaitu: a) Peraturan Menteri Pertanian No.09/Permentan/OT.140/2/2009 Tentang Persyaratan Dan Tatacara Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pemasukan Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 35). b) Peraturan Menteri Pertanian No.11/Permentan/OT.140/2/2009 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pengeluaran dan Pemasukan Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina di Suatu Area Lain di Dalam Wilayah Negara Indonesia.
65
c) Peraturan Menteri Pertanian No. 12/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Persyaratan dan Tatacara Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pemasukan Kemasan Kayu ke Dalam Wilayah NKRI . d) Peraturan Menteri Pertanian No.37/Permentan/OT.140/7/2009 Tentang Pestisida Berbahan Aktif Metil Bromida Untuk Tindakan Perlakuan Karantina Tumbuhan Dan Perlakuan Pra Pengapalan. e) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38/Permentan/PP.340/8/2009 Tentang Perubahan
Permentan
No.27/Permentan/PP.340/5/2009
Tentang
Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan, peraturan ini tidak berlaku lagi dengan keluarnya Peraturan Menteri Pertanian No.88/Permentan/PP.340/12/2011 Tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 842). f) Peraturan Menteri Pertanian No. 48/Permentan/OT.140/10/2009 Tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur Yang Baik (Good Agriculture Pratices For Fruit and Vegetables). g) Peraturan Menteri Pertanian No. 3237/Kpts/HK.060/9/2009 Tentang Bentuk Dan Jenis Dokulen Tindakan Karantina Tumbuhan Dan Keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan.
66
Peraturan Menteri Tahun 2008 yang berkaitan dengan mengedarkan Produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yaitu: a) Peraturan Menteri Pertanian No. 13/Permentan/OT.140/2/2008 Tentang Persyaratan Dan Penetapan Pihak Lain Dalam Membantu Pelaksanaan Tindakan Karantina Hewan. b) Peraturan Menteri Pertanian No.18 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis segar Ke Dalam Wilayah Republik Indonesia, sudah tidak berlaku lagi dengan keluarnya Peraturan Menteri Pertanian No.43/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia. c) Peraturan Menteri Pertanian No. 22/Permentan/OT.140/4/2008 Tentang Organisasi Teknis Karantina Pertanian. d) Peraturan Menteri Pertanian No. 51/permentan/OT.140/10/2008 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan. Peraturan Menteri Tahun 2007 Yang berkaitan dengan mengedarkan Produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yaitu:
67
a) Peraturan Menteri Pertanian No.01/Permentan/OT. 140/1/2007 Tentang Daftar Bahan Aktif Pestisida Yang Dilarang Dan Pestisida Terbatas. b)
Peraturan Menteri Pertanian No.07/Permentan/SR.140/2/2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida.
c) Peraturan Menteri Pertanian No.58/Permentan/OT.140/8/2007 Tentang Pelaksanaan Sistem Standarisasi Nasional di Bidang Pertanian. Peraturan Menteri Tahun 2006 Yang berkaitan dengan mengedarkan Produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yaitu: a) Peraturan Menteri Pertanian No.18/Permentan/OT.140/5/2006 Tentang Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan Diluar Tempat Pemasukan Dan Pengeluaran
telah
diganti
dengan
Peraturan
Menteri
Pertanian
No.56/Permentan/OT.140/9/2010 Tentang Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan Diluar Tempat Pemasukan Dan Pengeluaran, Pengeluaran Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina & Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. b) Peraturan Menteri Pertanian No. 41/Permentan/OT.140/9/2006 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Standar Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. c) Peraturan Menteri Pertanian No. 43/Permentan/OT.140/9/2006 Tentang Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian.
68
d) Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.160/11/2006 tentang Pedoman Budidaya Buah Yang Baik (Good Agriculture Practices). Keputusan Menteri Pertanian a)
Keputusan Menteri Pertanian NOMOR : 276/Kpts/OT.160/4/2008 Komisi Pestisida.
b)
Keputusan
Menteri
Pertanian
No.348/Kpts/TP.240/6/2003
Tentang
Pedoman Perizinan Usaha Hortikultura. c)
Keputusan Menteri Pertanian NO. 511/Kpts/PD.310/9/2006 Tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Dan Direktorat Jenderal Hortikultura.
d) Keputusan
Menteri
Pertanian
No.517/kpts/TP.270/9/2002
Tentang
Pengawasan Pestisida. e)
Keputusan Menteri Pertanian 434.1/Kpts/TP.270/7/2001 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida.
f)
Keputusan Menteri Pertanian No.940/Kpts/OT.210/10/97
Tentang
Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian. g) Keputusan
bersama
Menteri
Kesehatan
Dan
Menteri
Pertanian
No.881/MENKES/SKB/VIII/1996, 771/Kpts/TP.270/8/1996 Tentang Batas Maksimum Residu Pertisida Pada Hasil Pertanian. h) Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No.1409/KPTS/ OT.160/L/
69
10/2012 Tentang Pedoman Kegiatan Pre-Emtif
Dalam Membina
Kesadaran Masyarakat Di Bidang Karantina Hewan, Karantina Tumbuahan Dan Pengawasan Keamanan Hayati. 2) Peraturan Menteri Perdagangan Peraturan Menteri Perdagangan Tahun 2013 yang berkaitan dengan mengedarkan Produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yaitu: a) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/M-IND/PER/1/2013 Tentang Pemberian Surat Pertimbangan Teknis Impor Produk Hortikultura, (Berita Negara Tahun 2013 Nomor 71). b) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor.06/M.Dag/PER/1/2013 Tentang Pelimpahan
Kewenangan
Penerbitan
Perizinan
Impor
Produk
Hortikultura Kepada Pengusaha Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Badan Pengusaha Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan Badan Pengusaha Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun. c) Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. d) Peraturan Menteri Perdagangan No.47/M-Dag/PER/8/2013 tentang Perubahan
Atas
Peraturan
Menteri
Perdagangan
Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.
No.16/M-
70
Peraturan Menteri Perdagangan Tahun 2012 yang berkaitan dengan mengedarkan Produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yaitu: a) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-Dag/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API). b) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/M-Dag/PER/10/2012 Tentang Ketentuan Umum Dibidang Impor. c) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60/M-Dag/PER/9/2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/MDag/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. d) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 38/M-Dag/PER/6/2012 Tentang Perubahan
atas
Peraturan
Menteri
Perdagangan
Nomor
30/M-
Dag/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API). e) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84/M-Dag/PER/12/2012 Tentang Perubahan
atas
Peraturan
Menteri
Perdagangan
Nomor
27/M-
Dag/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API). f) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 59/M-Dag/PER/9/2012 Tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/MDag/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API). g) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 59/M-DAG/PER/9/2012 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No.27/M-DAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API).
71
h) Peraturan Menteri Perindustrian No.24/M-IND/PER/2/2010 Tentang Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang Pada Kemasan Pangan Dari Plastik. 3) Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 2012 yang berkaitan dengan mengedarkan Produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yaitu: (1) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan. 4) Peraturan Lembaga Non Departemen Peraturan Lembaga Non Departemen yang berkaitan dengan mengedarkan Produk segar hortikultura Impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan
adalah Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan lembaga pemerintah non departemen yang diatur dalam Keputusan Presiden No.3 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Kepres No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.
72
Dalam melaksanakan tugasnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dikordinasi oleh Menteri Kesehatan. Peraturan tersebut yaitu: a) Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor
Hk.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 Tentang Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik. b) Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor
Hk.00.06.1.52.4011 Tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan.
73
B. Sinkronisasi Peraturan Perundang-undangan Mengenai Mengedarkan Produk Produk Segar Hortikultura Impor Yang Tidak Sesuai Dengan Standar Mutu dan/atau Keamanan Pangan Sinkronisasi berasal dari kata sinkron yang artinya pada waktu yang sama, serentak, sejalan, sesuai, selaras. Dalam Kamus Bahasa Indonesia Sinkronisasi artinya perihal menyingkronkan, penyerentakan. 117 Maksud dan tujuan dari kegiatan sinkronisasi adalah: 118 “maksudnya agar substansi yang diatur dalam produk perundang-undangan tidak tumpang tindih, saling melengkapi, saling terkait dan semakin rendah jenis pengaturannya maka semakin detail dan operasional materi muatannya dan tujuan dari kegiatan sinkronisasi adalah untuk mewujudkan landasan pengaturan suatu bidang tertentu yang dapat memberikan kepastian hukum yang memadai bagi penyeleggaraan bidang tersebut secara efisien dan efektif”. Melalui proses sinkronisasi materi muatan undang-undang akan mendukung pelaksanaan harmonisasi sehingga dapat mencegah terjadinya pengaturan ganda dan pertentangan antara berbagai undang-undang. 119 Sinkronisasi dapat dilakukan dengan cara yaitu: 120 1. Sinkronisasi Vertikal dilakukan dengan melihat apakah suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu bidang tertentu tidak saling bertentangan antara yang satu dengan yang lain, dilihat dari sudut hirarki perundang-undangan. 2. Sinkronisasi Horizontal dilakukan dengan melihat pada berbagai peraturanperundang-undangan yang sederajat dan mengatur bidang yang sama atau terkait. 117
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka, Jakarta, 2005. 118 Prosedur Penyusunan Sinkronisasi, http://www.penataanruang.net/ta/lapan04 /P2/singkronisasiUU/Bab.4, diakses pada hari Rabu tanggal 26 Agustus 2013 Pukul 19:00 Wib. 119 Anto Sibarani, Tesis Sinkronisasi Antara Hukum Pajak Dengan Undang-undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR), Medan, Pasca Sarjana Fakultas Hukum USU Tahun 2013, hlm. 124. 120 Prosedur Penyusunan Sinkronisasi, Ibid.
74
1. Sinkronisasi Horizontal Ketentuan Pidana Mengedarkan Produk Pegar Hortikultura Impor Yang Tidak Sesuai Dengan Standar Mutu dan/atau keamanan Pangan Dalam Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura Dengan Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan Peraturan perundang-undangan yang sederajat dan mengatur bidang yang sama, terkait dengan Hortikultura adalah Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur secara umum dan Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura mengatur secara khusus. Mengedarkan produk segar hortikultura impor secara khusus diatur dalam Pasal 88 ayat 1 dan 4 jo Pasal 128 dan Pasal 129 Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura, Undang-undang ini dilatar belakangi dengan Undang-undang No.7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization, ketentuan yang mewajibkan dan mengharuskan negara-negara anggota WTO (World Trade Organization) khusus untuk perjanjian/persetujuan dibidang pertanian mengacu pada Perjanjian SPS (Sanitary and Phytosanitary). Pasal 88 ayat 1 Undang-undang No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura produk impor Hortikultura wajib memperhatikan aspek: a. b. c. d. e.
Keamanan Pangan Produk Hortikultura Ketersediaan Produk Hortikultura Dalam Negari Penetapan sasaran Produksi dan konsumsi produk Hortikultura Persyaratan kemasan dan Perlabelan Standar mutu dan Ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan. Pasal 88 ayat 4 UU No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura bahwa: “Setiap
orang dilarang mengedarkan produk segar hortikultura impor tertentu yang tidak memenuhi standar mutu dan/atau keamanan pangan”. Ketentuan pidana dengan tegas
75
dinyatakan pada Pasal 128 Undang-undang No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura yaitu: “Setiap orang yang mengedarkan produk segar hortikultura impor tertentu yang tidak memenuhi standar mutu dan/atau keamanan pangan sebagaimana dimaksud pasal 88 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”. Pasal 129 Undangundang No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura adalah sebagai berikut: 1. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 124 sampai pasal 128 dilakukan oleh korporasi, maka selain pengurusnya dipidana berdasarkan pasal 124 sampai dengan Pasal 128, korporasinya dipidana dengan pidana denda maksimum ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda dari masing-masing tersebut. 2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 124 sampai pasal 128 dilakukan oleh pejabat sebagai orang yang diperintahkan atau orang yang karena jabatannya memiliki kewenangan dibidang hortikultura, dipidana dengan pidana sebagaimana ancaman pidana dalam undang-undang ini ditambah 1/3 (sepertiga). Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan merupakan peraturan yang sederajat dan mengatur bidang yang sama dengan Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura yaitu berkaitan dengan pangan khususnya pangan segar. Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan mengatur secara umum tentang keamanan pangan untuk produk pangan yang diedarkan dan diperdagangkan wajib memenuhi keamanan pangan yang diatur pada Pasal 67 sampai Pasal 95, sanksi pidana juga diatur pada pasal 135, 136, 140, 141 Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pasal 93 Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan mengatur bahwa: “setiap orang yang mengimpor pangan untuk diperdagangkan wajib
76
memenuhi standar keamanan pangan dan mutu pangan,” sanksi yang diberikan apabila melanggar kewajiban tersebut tidak dengan tegas diatur dalam satu pasal khusus pada Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan, terutama sanksi pidananya. Hanya mengatur kewajiban dari pengimpor saja untuk memperdagangkan pangan yang memenuhi standar keamanan pangan dan mutu pangan sehingga pasal tersebut tidak efektif. Agar pasal tersebut efektif maka sebaiknya diatur dalam satu pasal khusus dalam Undang-undang tersebut tentang sanksi yang diberikan kepada setiap orang yang melanggar kewajiban dari pasal 93 Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan terutama sanksi pidana. Pasal 140 Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang pangan menyebutkan bahwa: “Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan pangan yang dengan sengaja tidak memenuhi standar keamanan pangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 86 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)”. Pasal 86 ayat 2 : ”setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan pangan wajib memenuhi standar keamanan pangan dan mutu pangan”. Ketentuan Pasal 140 tersebut hanya mengatur secara umum mengenai pangan yang tidak memenuhi standar keamanan pangan dan mutu pangan, produk segar hortikultura dikategorikan sebagai pangan segar. Secara khusus produk segar hortikultura impor diatur pada pasal 128 Undang-undang No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura. Ancaman sanksi pidana penjara pada kedua Undang-undang tersebut adalah sama yaitu paling lama 2 (dua) tahun. Ancaman sanksi pidana denda pada kedua Undang-undang tersebut yaitu
77
1) Pada Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang pangan lebih tinggi, dengan ancaman pidana denda paling banyak Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). 2) Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura ancaman sanksi pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”. Terlihat bahwa ancaman pidana denda yang diatur dalam pasal 88 ayat (4) Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura (Undang-undang khusus tentang hortikultura) ancaman pidana dendanya lebih rendah dari pada Undangundang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan (yang merupakan peraturan secara umum mengatur tentang pangan). Kategori pangan yaitu pangan segar dan pangan olahan yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman yang dapat dikonsumsi manusia. Pada
undang-undang
pangan
membagi/memisahkan,
mengkategorikan
beberapa ketentuan pidana yang berkaitan dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan diantaranya yang berkaitan dengan persyaratan sanitasi dan penggunaan bahan tambahan pangan. Suatu produk yang dikatakan sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan diantaranya bebas dari bahan tambahan pangan yang dilarang dan sesuai dengan persyaratan sanitasi. Sanksi pidana pada Pasal 135 Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang pangan yaitu tidak memenuhinya persyaratan sanitasi pangan yaitu sebagai berikut: “Setiap Orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran Pangan yang tidak memenuhi Persyaratan Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)”. Pasal 136 Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan sanksi pidana terhadap penggunaan bahan tambahan pangan adalah sebagai berikut:
78
“Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan yang dengan sengaja menggunakan: a. bahan tambahan Pangan melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; b.bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Menentukan kedudukan antara peraturan perundang-undangan yang sederajat yang mengatur hal yang sama mengenai kegiatan mengedarkan produk segar hortikultura impor tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan maka dapat diselesaikan/dibantu dengan asas lex specialis derogat legi generali yaitu peraturan yang khusus mengesampingkan atau membatalkan peraturan bersifat umum. 121 Pasal 88 jo 128 dan 129 Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura mengatur secara tegas mengenai ketentuan mengedarkan produk segar hortikultura impor tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan. Dari aturan tersebut ancaman pidana denda pada aturan khusus lebih rendah dari aturan yang bersifat umum yang diatur dalam Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan Pasal 135, Pasal 136, Pasal 140 sebaiknya ancaman hukuman pada aturan yang bersifat khusus diatur lebih tinggi dari ancaman pidana denda yang diatur pada aturan yang bersifat umum, atau setidaknya sama ancaman hukumannya. Sehingga perlu diselaraskan agar ketentuan pidana yang mengatur tentang mengedarkan produk segar hortikultura impor tertentu yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan sinkron dengan dengan peraturan
121
M. Solly Lubis, Catatan Perkuliahan Politik Hukum Tanggal 10 Oktober 2011 Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
79
perundang-undangan yang sederajat yaitu Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan yang mengatur bidang yang sama atau terkait dengan Pangan segar khususnya produk segar hortikultura. Mengingat perbuatan mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan merupakan perbuatan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat luas/konsumen yang mengkonsumsinya. Ancaman pidana denda yang tinggi sebagai upaya agar setiap orang tidak melakukan perbuatan yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan
masyarakat
luas/konsumen
yang
mengkonsumsi
produk
segar
hortikultura impor. Penjatuhan/penerapan pidana denda terhadap pelaku tindak pidana adalah kewenangan Hakim, diperlukan penjatuhan pidana denda yang maksimum diberikan oleh Hakim kepada pelaku tindak pidana yang mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan, perbuatan
tersebut
merupakan
tindak
pidana
yang
dapat
mengancam
keselamatan/kesehatan masyarakat luas dan menyangkut kesejahteraan sosial sehingga perlu dicegah dan perlu menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana. Kewenangan menjatuhkan pidana oleh Hakim didasari pada Pasal 183 Undang-undang No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana: “Hakim menjatuhkan pidana kepada pelaku apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
80
2. Sinkronisasi Vertikal Tentang Sanksi atas Ketentuan Mengedarkan Produk Pegar Hortikultura Impor Yang Tidak Sesuai Dengan Standar Mutu dan/atau keamanan Pangan Dalam Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura Sanksi pidana mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan diatur pada Pasal 88 jo 128 dan 129 Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura. Selain sanksi pidana, sanksi administratif juga diatur pada Pasal 122 Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura. Sinkronisasi Vertikal dilakukan dengan melihat apakah dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam bidang produk segar hortikultura impor tertentu selain sanksi pidana yaitu sanksi administratif tidak saling bertentangan antara yang satu dengan yang lain dalam peraturan pelaksanaanya dilihat dari sudut hirarki perundang-undangan. Pasal 122 Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura mengatur sanksi administrasi yang dapat diberikan kepada setiap orang yang melanggar Pasal 88 ayat 1 Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura yaitu: “mengimpor produk hortikultura yang tidak memperhatikan aspek keamanan produk, ketersediaan produk hortikultura, penetapan sasaran produksi dan konsumsi produk hortikultura, persyaratan kemasan dan pelabelan, standar mutu, ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan”. Sanksi administrasi yaitu berupa: 122 peringatan secara tertulis, denda administratif, penghentian sementara kegiatan, penarikan produk dari peredaran oleh pelaku usaha, pencabutan izin dan/atau penutupan usaha. Ketentuan mengenai tata
122
Pasal 122 ayat 2 Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura.
81
cara pengenaan sanksi, besarnya denda dan mekanisme pengenaan sanksi administrasi diatur dengan peraturan menteri. 123 Sanksi administrasi Pasal 122 Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura pelaksanaanya diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Apabila mengedarkan produk segar hortikultura impor tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan ternyata terindikasi Perusahaan melakukan perbuatan pidana yang telah diatur dalam Pasal 88 jo 128 dan 129 Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura maka dapat dilakukan tindakan penyidikan terhadap pelaku dan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Perbuatan mengedarkan produk segar hortikultura impor tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan dapat membahayakan kesahatan, keselamatan kosumen yang mengkonsumsi secara langsung, maupun secara berlahan-lahan namun pasti dapat merusak kesehatan, perbuatan tersebut menyangkut kepentingan sosial yang luas dari mulai anak-anak hingga orang dewasa yang mengkonsumsinya sehingga amat penting sanksi pidana diberikan kepada pelaku yang melakukan tindak pidana tersebut. Sanksi pidana diberikan sebagai premium remedium yaitu obat yang utama untuk melindungi kesehatan dan kualitas masyarakat Indonesia masa kini maupun masa yang akan datang. Kedudukan antara Undang-undang lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri yang terkait terhadap kegiatan mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan, 123
Pasal 122 ayat 3 Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura.
82
aturan ini didasari asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi ( asas lex superior derogat legi inferior) dan Pasal 7 Undang-undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Penerapan sanksi administrasi yang telah diatur dalam Pasal 122 Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura, tidak mengesampingkan penerapan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 128 dan 129 Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura. Kepada pelaku tindak pidana yang terbukti melakukan tindak pidana tersebut wajib mempertanggungjawabkan perbutannya, sanksi pidana diberikan sebagai Premium Remedium. 124 Sinkronisasi Vertikal peraturan perundang-undangan dilihat dari sudut hirarki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perbuatan mengedarkan produk segar hortikultura impor tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan mengenai tata cara pengenaan sanksi, besarnya denda dan mekanisme pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri yaitu sebagai berikut: a.
Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Mengenai standar mutu dan/atau keamanan pangan diatur lebih lanjut pada
Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
124
Obat yang utama untuk melindungi kesehatan dan kualitas masyarakat Indonesia masa kini maupun masa yang akan datang.
83
Pasal 39 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan mengatur “setiap orang yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan bertanggung jawab atas keamanan, mutu dan gizi pangan”. Apabila terjadi pelanggaran hukum di bidang pangan segar Gubernur atau Bupati/Walikota berwenang melakukan pemeriksaan (Pasal 46 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan). Kewenangan Gubernur, Bupati/Walikota atau Kepala Badan adalah sebagai berikut: 125 1) Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan pangan untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh pangan dan segala sesuatu yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau perdagangan pangan. 2) Menghentikan, memeriksa, dan mencegah setiap sarana angkutan yang diduga atau patut diduga digunakan dalam pengangkutan pangan serta mengambil dan memeriksa contoh pangan. 3) Membuka dan meneliti setiap kemasan pangan 4) Memeriksa setiap buku, dokumen, atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau perdagangan pangan, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut; dan/atau 5) Memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha dan/atau dokumen lain sejenis. Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, patut diduga merupakan tindak pidana di bidang pangan, segera dilakukan tindakan penyidikan oleh penyidik berdasarkan
125
peraturan
perundang-undangan
yang berlaku, 126
Pasal 46 ayat 4 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. 126 Pasal 49 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
84
khususnya produk hortikultura berdasarkan Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura. Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) berwenang melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar, mengambil contoh pangan yang beredar,dan/atau melakukan pengujian terhadap contoh pangan. Hasil pengujian untuk pangan segar (termasuk produk buah, sayur dan umbi lapis segar) disampaikan kepada dan ditindaklanjuti olah instansi yang bertanggung jawab di bidang pertanian. Berdasarkan hasil pengujian terjadi pelanggaran Gubernur, Bupati/Walikota atau Kepala Badan, berwenang mengambil tindakan administratif. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 127 1) Peringatan secara tertulis 2) Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah menarik produk pangan dari peredaran 3) Pemusnahan pangan, jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia 4) Penghentian produksi untuk sementara waktu 5) Pengenaan denda paling tinggi sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan/atau 6) Pencabutan izin produksi, izin usaha, persetujuan pendaftaran atau sertifikasi produksi pangan industri rumah tangga. Dilakukan oleh pejabat penerbit izin produksi, izin usaha, persetujuan pendaftaran atau sertifikasi produksi pangan industri rumah tangga yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas kewenangan masing-masing. Penarikan dan/atau pemusnahan pangan untuk pangan segar dilaksanakan atas perintah Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan
127
Pangan.
Pasal 47 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
85
masing-masing. 128 Pangan segar termasuk produk hortikultura yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia terlebih dahulu diuji dan/atau diperiksa sesuai dengan pasal 37 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan yaitu: 1) Pangan telah diuji, diperiksa dan/atau dinyatakan lulus dari segi keamanan, mutu dan/atau gizi oleh instansi yang berwenang di negara asal. 2) Pangan telah memenuhi ketentuan Pasal 21 yaitu: “ Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan bertanggung jawab menyelenggarakan sistem jaminan mutu sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi” dan memperhatikan perjanjian SPS WTO atau perjanjian yang telah diratifikasi Pemerintah. 3) Pangan dilengkapi dengan dokumen hasil pengujian dan/atau pemeriksaan instansi yang berwenang di negara asal. 4) Pangan terlebih dahulu diuji dan/atau diperiksa di Indonesia dari segi keamanan, mutu dan/atau gizi sebelum peredarannya. b. Peraturan Menteri Pertanian No.
60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang
Rekomendasi Impor Produk Hortikultura Pelaksanaan lebih lanjut dari undang-undang No.13 Tahun 2013 Tentang Hortikultura dan Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. Perusahaan yang melakukan impor Produk segar hortikultura kedalam wilayah Indonesia harus mendapat persetujuan keterangan tertulis dari Menteri Pertanian dengan
menebitkan
Rekomendasi
Impor Produk
Hortikultura.
Pengawasan
pemeriksaan dokumen impor produk segar sebagai konsumsi dan bahan baku industri 128
Pasal 48 ayat 3 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
86
di tempat pemasukan dilakukan oleh Petugas Karantina Tumbuhan. Pemeriksaan dokumen impor produk hortikultura untuk mengetahui kelengkapan, keabsahan, dan kebenaran isi dokumen. 129 Pemeriksaan Kelengkapan dokumen impor meliputi RIPH dan Persetujuan Impor. Pemeriksaan keabsahan dokumen impor meliputi:130 Kesesuaian dengan formulir yang ditetapkan, bentuk RIPH dan pejabat penerbit RIPH, jumlah yang diberikan dalam RIPH belum terpenuhi, jumlah kelebihan dilakukan tindakan penolakan, kesesuaian masa berlaku RIPH, persetujuan impor dan masa berlaku Persetujuan Impor. Pemeriksaan kebenaran meliputi tempat pemasukan, jenis produk hortikultura yang diimpor sesuai dengan yang tercantum dalam RIPH. 131 Hasil pemeriksaan dokumen terbukti tidak dilengkapi RIPH dan Persetujuan Impor dilakukan tindakan penahanan, kepada pemilik atau kuasanya diberikan waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal penahanan harus sudah dapat menyerahkan RIPH dan Persetujuan Impor kepada petugas karantina ditempat pemasukan. Tidak menyerahkan RIPH dan Persetujuan Impor, dilakukan tindakan Penolakan. Persetujuan Impor tidak sah atau tidak benar, dilakukan tindakan penolakan. Persetujuan Impor dan dokumen persyaratan lainnya sah dan benar, dilakukan tindakan karantina sesuai peraturan perundang-undangan di bidang
129
Pasal 20 Permentan No. 60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. 130 Pasal 23 Permentan No. 60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. 131 Pasal 24 Permentan No. 60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.
87
karantina tumbuhan. 132 Produk Hortikultura yang ditolak harus segera dibawa keluar dari wilayah Republik Indonesia. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja pemilik atau kuasanya setelah menerima surat penolakan tidak segera mengeluarkan produk hortikultura dari wilayah negara Republik Indonesia dilakukan tindakan pemusnahan. 133 Sanksi administratif dikenakan apabila Perusahaan yang telah memperoleh Persetujuan Impor tidak memberikan laporan realisasi sesuai dengan Pasal 19 ayat 2 Permentan No. 60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang
Rekomendasi Impor
Produk Hortikultura. Sanksi administratif diusulkan oleh Menteri Pertanian kepada Menteri Perdagangan berupa: 134 1) Penghentian sementara dari kegiatan peredaran diusulkan oleh Menteri Pertanian kepada Menteri Perdagangan. 2) Penarikan produk hortikultura dari peredaran. 3) Pencabutan Persetujuan Impor. c.
Peraturan
Menteri
Pertanian
No.43/Permentan/OT.140/6/2012
Tentang
Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia Dalam wawancara yang dilakukan oleh salah satu Harian Surat Kabar di Medan yaitu Harian Sumut Pos, menurut Parlin R. Sitanggang menjelaskan bahwa: 135 132
Pasal 25 Permentan No. 60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. 133 Pasal 28 Permentan No. 60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. 134 Pasal 31 Permentan No. 60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. 135 Memutus Jalur Buah Impor, http://www.hariansumutpos.com/2013/02/51416/memutusjalur-buah-impor#axzz2bZ6flLcR, diakses Tanggal 24 April 2013 Pukul 19:00 Wib.
88
“Sebelum buah dan sayuran segar dimuat keatas alat angkut di Negara asal, importir wajib memberitahukan rencana masuknya produk tersebut. Laporan tersebut dimasukkan dalam buku agenda dan dilanjutkan pemeriksaan kelengkapan serta keabsahan. Jika dokumen tidak lengkap dilakukan penahanan terhadap komoditas tersebut diberikan surat penahanan bagi pemilik barang atau kuasanya (KT-24). Jika persyaratan terpenuhi dan lengkap yang meliputi instruksi pemeriksaan, berita acara pemeriksaan, foto copy Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Invoice, Packing list dan brosur, maka dilakukan pemeriksaan fisik dan kesehatan produk yang masuk dengan diberikan surat Persetujuan Pelaksanaan Tindakan Karantina”. Petugas Karantina melakukan tindakan pemeriksaan administratif terhadap dokumen yang dipersyaratkan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran dan keabsahan dokumen. Pemeriksaan dilakukan perhadap Sertifikat Kesehatan Tumbuhan yang tidak mencantumkan pernyataan: 136 1) Berasal dari area produksi di negara asal yang bebas dari infestasi OPTK, bebas dari akar dan daun, dan bebas dari partikel tanah/kompos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. 2) Telah dilakukan tindakan perlakuan, bebas dari akar dan daun, dan bebas dari partikel tanah/kompos. Dilakukan tindakan penolakan apabila produk tidak bebas dari ketentuan huruf a dan b
tersebut. Hasil pemeriksaan administratif terbukti tidak lengkap
dilakukan penahanan. Jika lengkap, sah dan benar, dilakukan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya OPTK dan mengetahui kondisi fisik Umbi Lapis. 137 Dalam hal hasil pemeriksaan kesehatan Umbi Lapis terbukti tidak bebas OPTK golongan I, busuk atau rusak, dilakukan
136
Pasal 8 Ayat 2 Peraturan Menteri Pertanian No.43/Permentan/OT.140/6/2012 Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar Kedalam Negara Republik Indonesia. 137 Pasal 12 ayat 1 Peraturan Menteri Pertanian No.43/Permentan/OT.140/6/2012 Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar Kedalam Negara Republik Indonesia.
Tentang Wilayah Tentang Wilayah
89
tindakan pemusnahan. Tidak bebas dari akar, daun, atau partikel tanah/kompos, dilakukan penolakan. Tidak bebas OPTK golongan II, dilakukan perlakuan. Bebas OPTK, akar, daun, dan partikel tanah/kompos dilakukan pembebasan. 138 Pemeriksaan kesehatan bertujuan agar produk yang akan diedarkan sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yang tidak membahayakan serta aman dikonsumsi oleh masyarakat selaku konsumen. d. Peraturan
Menteri
Pertanian
No.42/Permentan/OT.140/6/2012
Tentang
Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar Dan Sayuran Buah Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia Tindakan Karantina Tumbuhan Pasal 8 Buah Segar atau Sayuran Buah Segar yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib: 139 1) Dilengkapi Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari negara asal dan negara transit yang memuat pernyataan yaitu Buah Segar 140 atau Sayuran Buah Segar berasal dari area produksi yang bebas dari infestasi lalat buah atau Buah Segar atau Sayuran Buah Segar telah dilakukan tindakan perlakuan di negara asal. 2) Melalui Tempat Pemasukan yang ditetapkan 3) Dilaporkan dan diserahkan kepada Petugas Karantina di Tempat Pemasukan untuk keperluan tindakan karantina tumbuhan. Pemilik atau Kuasanya wajib melaporkan dan menyerahkan
Buah Segar
dan/atau Sayuran Buah Segar kepada Petugas Karantina di tempat pemasukan paling
138
Pasal 12 ayat 2 Peraturan Menteri Pertanian No.43/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia. 139 Pasal 8 Peraturan Menteri Pertanian No.42/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar Dan Sayuran Buah Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia. 140 Pasal 9 Peraturan Menteri Pertanian No.42/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar Dan Sayuran Buah Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
90
lambat saat kedatangan Buah Segar dan/atau Sayuran Buah Segar tiba di Tempat Pemasukan, dengan di lengkapi dokumen yang dipersyaratkan. 141 Petugas Karantina melakukan
tindakan
pemeriksaan
administratif
terhadap
dokumen
yang
dipersyaratkan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran dan keabsahan dokumen. Hasil pemeriksaan administratif terhadap Sertifikat Kesehatan Tumbuhan Buah Segar atau Sayuran Buah Segar berasal dari area produksi yang 142 : “bebas terbukti tidak mencantumkan pernyataan berasal dari area produksi di negara asal yang bebas dari infestasi lalat buah dilakukan penolakan, tidak bebas terbukti tidak mencantumkan telah dilakukan tindakan perlakuan; dilakukan penolakan”. Hasil pemeriksaan administratif terbukti tidak lengkap dilakukan penahanan. Jika lengkap, sah dan benar, dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk mendeteksi kemungkinan adanya OPTK dan mengetahui kondisi fisik Buah Segar atau Sayuran Buah Segar. Hasil pemeriksaan kesehatan terbukti jika tidak bebas OPTK golongan I, busuk atau rusak, dilakukan tindakan pemusnahan, tidak bebas OPTK golongan II diberi perlakuan, atau bebas OPTK, dilakukan pembebasan. 143 Pembebasan dapat dilakukan apabila Buah Segar atau Sayuran Buah Segar memenuhi ketentuan peraturan perundangan di bidang keamanan pangan segar asal tumbuhan.
141
Pasal 9 Peraturan Menteri Pertanian No.42/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar Dan Sayuran Buah Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia. 142 Pasal 10 Peraturan Menteri Pertanian No.42/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar Dan Sayuran Buah Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia. 143 Pasal 12 Peraturan Menteri Pertanian No.42/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar Dan Sayuran Buah Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
91
Tempat Pemasukan Buah Segar dan Sayuran Buah Segar terdiri atas Pelabuhan Laut Tanjung Perak di Surabaya, Pelabuhan Laut Belawan di Medan, Bandar Udara Soekarno-Hatta di Jakarta dan Pelabuhan Laut Soekarno-Hatta di Makasar. 144 Peraturan sanksi administrasi yang diatur pada Pasal 122 Undang-undang No. 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura telah diatur secara sinkron dalam peraturan pelaksanaannya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan,
Mutu
dan
Gizi
60/PERMENTAN/OT.140/9/2012
Pangan, Tentang
Peraturan
Menteri
Rekomendasi
Pertanian Impor
No.
Produk
Hortikultura, Peraturan Menteri Pertanian No.43/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia dan Peraturan Menteri Pertanian No.42/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar Dan Sayuran Buah Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Pelaksanaan pengawasan terhadap produk segar hortikultura impor meliputi beberapa instansi pemerintah yang saling berkoordinasi sesuai dengan kewenagannya yaitu Kepala Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM), Direktorat Jenderal Kementerian Pertanian yang dilaksanakan oleh Badan Karantina Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Gubernur, Bupati/Walikota. 144
Pasal 14 Peraturan Menteri Pertanian No.42/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar Dan Sayuran Buah Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
92
C. Perusahaan Yang Dapat Mengedarkan Produk Segar Hortikultura Impor 1. Bentuk-bentuk Badan Usaha Badan usaha adalah suatu badan yang menjalankan usaha/kegiatan perusahaan. 145 Secara teoritis badan usaha dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu badan usaha yang bukan berbadan hukum dan badan usaha yang berbadan hukum. 146 Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. 147 Produk hortikultura terdiri produk segar hortikultura dan produk olahan hortikultura. Produk hortikultura terdiri dari buah, sayuran, bahan obat nabati dan florikultura (tanaman hias). Penelitian ini hanya membahas mengenai produk segar hortikultura yang terdiri dari buah-buahan segar dan sayuran segar termasuk sayuran umbi lapis segar. Mengedarkan produk segar hortikultura impor berhubungan dengan ruang lingkup perdagangan yang meliputi perdagangan luar negeri yang dilakukan antara dua negara atau lebih dan termasuk juga dalam ruang lingkup perdagangan dalam negeri untuk mengedarkan produk segar hortikultura impor sampai ke tangan konsumen. Perdagangan merupakan salah satu dari kegiatan suatu perusahaan. Perusahaan dalam menjalankan usahanya
terlebih dahulu wajib mendaftarkan
perusahaannya dalam daftar perusahaan sesuai dengan ketentuan Undang-undang 145
Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, (Citra Aditya Bakti: Bandung, 1998), hlm.23. 146 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Citra Aditya Bakti: Bandung, 2001), hlm.17. 147 Pengertian Badan Usaha, http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_usaha, diakses pada hari Rabu Tanggal 13 Maret 2013, Pukul 18:00 Wib.
93
No.3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan. Adapun pengertian Perusahaan Pasal 1 huruf b Undang-undang No.3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan adalah sebagai berikut: “Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba”. Pengertian Perusahaan pada Pasal 1 ayat 1 UU No.8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan adalah sebagai berikut : “Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang-perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia”. Kedua rumusan pengertian perusahaan tersebut menurut Abdulkadir Muhammad maknanya adalah sama, hanya rumusan kata-kata yang digunakan saja yang berbeda. 148
Dari pengertian tersebut terdapat unsur-unsur dari perusahaan
yaitu: 149 a. Merupakan badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang perekonomian meliputi bidang perindustrian, perdagangan, perjasaan. Perindustrian antara lain kegiatan percetakan, penerbitan, makanan dan minuman, obat-obatan dan lainnya. Perdagangan meliputi kegiatan jual beli, ekspor-impor, toko swalayan, restoran, valuta asing. Perjasaan meliputi kegiatan transportasi, konsultasi, perbankan dan lainnya. b. Kegiatan dalam bidang perekonomian dilakukan secara terus menerus, merupakan kegiatan sebagai mata pencaharian, bukan pekerjaan sambilan dan tidak insidental. Bersifat tetap untuk jangka waktu yang lama ditentukan 148
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia,(Citra Aditya Bakti: Bandung, 2010), hlm.10. 149 Ibid, hlm. 10-12.
94
dalam akta pendirian perusahaan atau izin usaha misalnya 5 tahun, 10 tahun atau 20 tahun. Dengan adanya izin usaha, akta pendaftaran perusahaan maka diakui dan dibenarkan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang dan diketahui oleh umum secara terang-terangan yang berhubungan dengan pihak lain. c. Tujuan menjalankan perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan dan atau laba. d. Adanya pembukuan yang berhubungan dengan dasar perhitungan pajak yang diwajibkan dibayar perusahaan kepada pemerintah. Perdagangan merupakan salah satu kegiatan perusahaan yang sering disebut perusahaan perdagangan, orang yang menjalankan perusahaan disebut pengusaha perdagangan contohnya: perusahaan ekspor impor dijalankan oleh pengusaha ekspor impor, pengusaha toko swalayan dijalankan oleh pengusaha swalayan. Perusahaan perdagangan tidak hanya dijalankan oleh pengusaha perdagangan tetapi juga dengan bantuan pengantara hal ini berkaitan dengan luasnya jangkauan pemasaran yang dilakukan baik antar pulau, negara. Besarnya volume usaha diperlukan pengantaraan misalnya membeli dan menjual barang dilakukan oleh pengusaha dengan pengantara seorang agen, penyalur, makelar dan komisioner. Penyerahan barang dilakukan oleh pengusaha angkutan, penyimpanan barang dilakukan oleh pengusaha pergudangan dan pembayaran dilakukan oleh pengusaha perbankan. Orang yang menjalankan pekerjaan perdagangan disebut pedagang. Contoh pekerjaan perdagangan adalah perdagangan kaki lima yang dijalankan oleh pedagang kaki lima, perdagangan sayur-mayur dijalankan oleh pedagang sayurmayur, perdagangan buah-buahan dijalankan oleh pedagang buah-buahan. Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau orang yang menyuruh menjalankan perusahaan. Dalam menjalankan perusahaan pengusaha dapat
95
mengelola sendiri perusahaan yang disebut dengan perusahaan perseorangan, maupun dengan bantuan orang lain atau pekerja yang menjalankan dan mengelola perusahaan dengan dikuasakan kepada orang lain, 150 biasanya dapat dijumpai pada perusahaan yang besar karena akan sulit menjalankan perusahaan sendiri tanpa bantuan pekerja atau adanya kerja sama dengan pengusaha lain. Dilihat
dari
klasifikasi
perusahaan
dibedakan
menjadi
perusahaan
perseorangan dan perusahaan persekutuan. Dilihat dari segi jenis hukum perusahaan perusahan terdiri dari yaitu: 151 a. Perusahaan perseorangan didirikan dimiliki satu orang pengusaha, perusahaan persekutuan didirikan oleh beberapa pengusaha yang bekerja sama dalam suatu persekutuan. Usaha Perseorangan adalah “bentuk usaha yang didirikan oleh satu orang perseorangan yang melakukan kegiatan usaha secara terusmenerus dengan nama tertentu, mempunyai tempat kedudukan tetap, dan mempunyai tujuan mencari keuntungan.” 152 Pemilik usaha perseorangan bertanggungjawab secara pribadi atas seluruh kegiatan usahanya, bertanggungjawab penuh atas seluruh kekayaannya. b. Perusahaan/badan usaha/korporasi bukan badan hukum yaitu perusahaan persekutuan, perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara kerja sama. Badan Usaha Bukan badan hukum adalah sebagai berikut: 153 “bentuk usaha bukan badan hukum, didirikan berdasarkan perjanjian persekutuan antara dua orang atau lebih yang mengikatkan diri untuk bekerja sama secara terus-menerus dengan memberikan pemasukan berupa uang, barang, tenaga, keahlian, dan/atau klien/pelanggan guna
150
Ibid., hlm. 25. Ibid., hlm. 83. 152 Pasal 1 Butir 1 Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan Usaha Bukan Badan Hukum http://www.djpp.kemenkumham.go.id/, diakses hari Senin, April 2013 Pukul 20.00 Wib. 153 Pasal 1 ayat 2 Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan Usaha Bukan Badan Hukum dalam http://www.djpp.kemenkumham.go.id/, diakses Tanggal 15 April 2013, Pukul 20.00 Wib. 151
.
Dan Badan Tanggal 15 Dan Badan hari Senin,
96
diusahakan bersama, mempunyai nama dan tempat kedudukan tetap dengan tujuan mencari dan membagi bersama keuntungan yang diperoleh”. Bentuk perusahaan yang bukan badan hukum yaitu Firma, Persekutuan Komanditer (CV), Persekutuan Perdata. Badan Usaha/Korporasi Bukan Berbadan Hukum diatur dalam pasal 16-35 KUHD dan Buku ke tiga, Bab VIII Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUHPerdata, aturan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan dunia usaha yang semakin kompleks/rumit. Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata merupakan peraturan warisan pemerintah Belanda sehingga ada upaya untuk memperbaharui aturan tersebut oleh pemerintah Indonesia dengan adanya Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum karena tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan dunia usaha di Indonesia. Bentuk-bentuk dari badan usaha/perusahaan/korporasi tidak berbadan hukum adalah sebagai berikut: a. Firma adalah “persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama” (Pasal 16 KUHD), Didirikan dengan perjanjian dua orang atau lebih mengikatkan diri dengan menyetorkan sesuatu kepada persekutuan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan”. 154 Pengertian firma lebih jelas terlihat pada Pasal 1 butir 4 Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan Dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum, Persekutuan Firma adalah “badan usaha bukan badan
154
Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm. 88
97
hukum yang setiap sekutunya berhak bertindak untuk dan atas nama Persekutuan Firma serta bertanggung jawab terhadap pihak ketiga secara tanggung renteng sampai harta kekayaan pribadi”. 155 Pada umumnya para sekutu firma diutamakan bersifat keluarga ataupun teman sejawat dengan bercirikan menggunakan nama bersama. Firma didirikan dengan akta otentik yang dimuat di muka notaris 156 dan didaftarkan dikepaniteraan pengadilan negeri dimana tempat kedudukan firma 157. Firma dalam memulai usahanya diwajibkan memiliki surat izin usaha yang dikeluarkan oleh kantor Direktorat Perindustrian dan Perdagangan dan surat izin tempat usaha dari pemeritah kabupaten/kota setempat. Firma bukanlah badan hukum oleh karena tidak ada pemisahan antara harta kekayaan antara persekutuan dengan pribadi para sekutu dan setiap waktu bertanggungjawab secara pribadi untuk keseluruhan. Sekutu yang menjalankan tugas pengurusan dan bertindak
keluar atas nama firma 158 ditentukan dalam anggaran dasar firma.
Kekuasaan tertinggi ada ditangan semua sekutu, setiap pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah. Semua sekutu merupakan pengurus firma dan dapat melakukan hubungan hukum keluar untuk dan atas nama firma. Perbuatan hukum salah seorang sekutu firma dengan pihak ketiga akan mengikat sekutu-sekutu lain, tanggungjawab para sekutu bersifat pribadi untuk keseluruhan (tanggung renteng: 155
Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan Dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum Dalam http://www.djpp.kemenkumham.go.id/, diakses hari Senin, Tanggal 15 April 2013, Pukul 20.00 Wib. 156 Pasal 22 Kitab Undang-undang Hukum Dagang. 157 Pasal 23 Kitab Undang-undang Hukum Dagang. 158 Pasal 17 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
98
solider). 159 Namun jika para sekutu menyepakati di dalam akta pendirian mengenai sekutu tertentu yang menjadi pengurus, dan sekutu yang menjadi pemegang kuasa untuk melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga dan termasuk mewakili firma di forum pengadilan. 160 Tanggungjawab antara sekutu firma adalah sama, baik secara internal maupun eksternal kepada pihak ketiga. 161 Tanggungjawab sekutu dalam firma menurut Partadireja yaitu: 162 1) Tanggungjawab tidak terbatas bahwa harta kekayaan pribadi sekutu dapat disita apabila terjadi kerugian yang diderita oleh firma dan anggota sekutu bertanggungjawab atas perbuatan hukum yang dilakukan untuk kepentingan firma. 2) Tanggungjawab solider atau tanggungjawab renteng, hubungan keuangan pada pihak ketiga, sekutu firma bertanggungjawab atas perjanjian yang dibuat oleh rekannya untuk dan atas nama firma. Semua sekutu bertanggungjawab atas perjanjian yang dibuat oleh salah satu rekannya dan bertanggungjawab sampai pada harta benda kekayaannya jika akibat perjanjian tersebut mengalami kerugian atau terdapat perbuatan melawan hukum. b. Persekutuan Komanditer landasan hukumnya Pasal 19-21 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Persekutuan Komanditer (CV) adalah firma yang mempunyai satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Menurut Pasal 19 KUHD Persekutuan Komanditer adalah “persekutuan yang didirikan oleh satu atau lebih yang secara tanggung menanggung bertanggungjawab seluruhnya pada pihak pertama (sekutu komplementer) dan satu atau lebih sebagai pelepas uang (sekutu komanditer)
159
Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk Badan Usaha Di Indonesia, (Ghalia Indonesia: Medan, 2010), hlm. 49. 160 Ibid. 161 Ibid, hlm.50. 162 Ibid, hlm.52.
99
pada pihak lain”. Menurut RUU Tentang Usaha Perseorangan Dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum pengertian Persekutuan Komanditer adalah “badan usaha bukan badan hukum yang mempunyai satu atau lebih Sekutu Komplementer dan satu atau lebih sekutu Komanditer”. 163 Persekutuan komanditer mempunyai dua macam sekutu yaitu: “sekutu komplementer yaitu sekutu aktif yang menjadi pengurus persekutuan dan sekutu komanditer yaitu sekutu pasif yang tidak ikut mengurus persekutuan. 164 Sekutu komanditer keuntungan sesuai dengan anggaran dasar jika tidak ditentukan maka sebanding dengan pemasukan dan jika terjadi kerugian bertanggungjawab sebatas pemasukan. Sekutu komplementer beban kerugian tidak terbatas, kekayaannya ikut menjadi jaminan seluruh kerugian persekutuan (Pasal 18 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata). Sekutu komanditer dilarang melakukan pengurusan meskipun dengan surat kuasa, tetapi hanya boleh mengawasi pengurusan jika ditentukan dalam anggaran dasar persekutuan. Namun jika sekutu komanditer melanggar ketentuan tersebut maka sekutu komanditer bertanggungjawab secara pribadi untuk keseluruhan. 165 Sekutu komanditer tidak boleh mencampuri tugas sekutu kerja (komplementer). 166 c. Persekutuan Perdata adalah “badan usaha bukan badan hukum yang setiap sekutunya bertindak atas nama sendiri serta bertanggung jawab sendiri terhadap pihak 163
Pasal Butir 5 RUU Tentang Perseorangan Dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum dalam http://www.djpp.kemenkumham.go.id/, diakses hari Senin, Tanggal 15 April 2013, Pukul 20:00 Wib. 164 Maria Farida Hasyim, Hukum Dagang, ( Sinar Grafika, Bandar Lampung, 2009), hlm.144. 165 Pasal 21 KUHD dan Pasal 63 RUU Tentang Perseorangan Dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum. 166 H.M.N. Purwosutjipto, Op.cit., hlm. 76.
100
ketiga”. 167 Persekutuan perdata menurut Pasal 1618 KUHPerdata adalah “suatu perjanjian, dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam perserikatan dengan maksud untuk membagikan keuntungan atau kemanfaatan yang diperoleh”. Menurut H.M.N. Purwosutjipto Persekutuan perdata adalah “sekelompok orang merupakan suatu badan dengan unsur adanya kepentingan bersama, kesepakatan, tujuan dan kerja sama dengan unsur pemasukan, pembagian keuntungan atau kemanfaatan dalam menjalankan perusahaan”. 168 Setiap sekutu wajib memberikan pemasukan berupa uang, barang, tenaga, keahlian, dan/atau klien/pelanggan dengan jelas rincian dan nilainya. Sekutu persekutuan perdata disebut sekutu statuter (gerant statutaire) sebagai sekutu pengurus yang tercantum dalam akta pendirian tidak boleh diberhentikan dalam persekutuan perdata kecuali ada alasan-alasan dasar dalam hukum misalnya tidak cakap, menderita sakit dalam waktu yang lama yang tidak mungkin melakukan tugas dengan baik (Pasal 1633 ayat 2 KUHPerdata) dan sekutu mandater (gerant mandataire) sama dengan pemegang kuasa diatur setelah persekutuan perdata berdiri dengan akta khusus, kekuasaannya dapat dicabut sewaktu-waktu. Para sekutu dapat membuat perjanjian khusus menunjuk salah satu dari mereka atau pihak ketiga sebagai pengurus yang dapat bertindak atas nama persekutuan. Mengikat para sekutu terhadap pihak ketiga dan pihak ketiga terhadap mitra selama masa penunjukan (kuasa) berlaku, sekutu yang bukan pengurus tidak mempunyai kewenangan untuk bertindak atas nama 167
Pasal 1 Butir 3 RUU Tentang Perseorangan Dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum dalam http://www.djpp.kemenkumham.go.id/, diakses hari Senin, Tanggal 15 April 2013, Pukul 20:00 Wib. 168 H.M.N. Purwosutjipto, Op.cit, hlm.18.
101
Persekutuan perdata/Maatschap dan tidak bisa mengikat para sekutu lainnya dengan pihak ketiga. Sekutu Maatschap bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan dengan pihak ketiga walaupun sekutu Maatschap bertindak untuk kepentingan persekutuan. 169 Bentuk-bentuk dari perusahaan badan hukum yaitu terdiri atas perusahaanperusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara kerja sama dan perusahaan negara yang didirikan dan dimiliki oleh negara. Dapat berupa yaitu Perseroan Terbatas, Koperasi. Istilah badan hukum disebut juga dengan korporasi yang merupakan pengindonesiaan istilah “corporate” atau “corporation”. Menurut Munir Fuady pengertian badan hukum adalah sebagai berikut: 170 “suatu organisasi, badan, kumpulan, institusi atau harta benda yang dibentuk atau dikukuhkan oleh hukum, dimaksudkan sebagai pemangku hak, kewenangan, kewajiban, kekayaan, tugas, status, privilege sendiri yang pada prinsipnya terpisah dari yang dimiliki oleh manusia individu, memiliki pengurus yang mewakili dan menjalankan kepentingan badan hukum dari anggotanya, sehingga badan hukum dapat menuntut/menggugat atau dituntut/digugat didepan pengadilan, badan hukum dapat juga menjadi korban tindak pidana dan dapat juga melakukan suatu tindak pidana dan dapat dihukum”. Karakteristik perusahaan/korporasi yang berbadan hukum yaitu: 171 a. Anggaran dasar disahkan oleh pemerintah, dibuat dengan akta notaris dan disahkan oleh Pemerintah/ Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, sejak tanggal pengesahan oleh keputusan Menteri maka status badan hukum telah melekat pada perusahaan/korporasi.
169
Mulhadi, Op.cit, hlm. 42. Munir Fuady, Teori-teori Besar (grand Theory) Dalam Hukum, (Kencana Prenada Media Group: Jakarta, 2012), hlm. 168 dan 169. 171 Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm. 101 dan 102. 170
102
b. Merupakan pendukung hak dan kewajiban, memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pengurus atau pendirinya, pribadi para anggotanya/ pemegang saham. c. Diwakili oleh pengurus, pengurus/organ bertindak untuk kepentingan dan atas nama badan hukum. Perbuatan pengurus merupakan perbuatan badan hukum. d. Badan hukum dapat lebih lama hidup dari manusia (badan hukum tidak mengenal mati seperti manusia) walaupun kemungkinan bergantinya para anggota/pemegang saham. Badan hukum dapat berakhir jika terjadi likuidasi, pailit. Perusahaan/korporasi yang berbentuk badan hukum di Indonesia terdiri dari Perseroan Terbatas, Dana Pensiun, Yayasan, Koperasi. Untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan Koperasi yang dimungkinkan dapat mengedarkan produk segar hortikultura impor. Adapun korporasi yang berbentuk badan hukum di Indonesia yang dapat mengedarkan produk segar hortikultura impor adalah sebagai berikut: a. Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas adalah “badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. 172 Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Perseroan Terbatas memenuhi unsur-unsur sebagai badan hukum memiliki pengurus dan organisasi yang teratur, dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum termasuk dapat digugat atau menggugat didepan pengadilan, mempunyai harta 172
Pasal 1 Angka 1 Undang-undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
103
kekayaan sendiri, mempunyai hak dan kewajiban dan memiliki tujuan sendiri.173 Organ Perseroan terdiri dari: 174 1) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam Undang-nndang dan/atau anggaran dasar. 2) Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 3) Dewan Komisaris melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi 4) Karyawan/Pekerja adalah sebagai pelaksana kegiatan sehari-hari perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimilikinya, tidak berlaku apabila persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum terpenuhi, pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi, pemegang saham terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan. b. Koperasi diatur dalam Undang-undang No.17 Tahun 2012 tentang Koperasi. Landasan yuridis koperasi sebagai badan usaha diatur pada Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 “perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan” Koperasi adalah “badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang 173
Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia, (Ghalia Indonesia: Medan, 2010), hlm.83. 174 Pasal 1 Angka 2 dan 4-6 Undang-undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
104
ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi”. 175 Koperasi mempuyai ciri-ciri sebagai badan usaha yaitu bukan merupakan kumpulan modal, merupakan suatu bentuk kerjasama dalam bentuk gotong-royong berdasarkan asas kesamaan derajat, didasarkan atas kesadaran para anggota, tujuan koperasi untuk kemakmuran bersama bagi anggota-anggotanya/sekutunya. 176 Koperasi memperoleh pengesahan sebagai badan hukum setelah Akta Pendirian Koperasi yang memuat Anggaran Dasar disahkan oleh Menteri. Perangkat koperasi terdiri atas Rapat Anggota, Pengawas, dan Pengurus. Rapat Anggota berwenang: 177 “menetapkan kebijakan umum Koperasi, mengubah Anggaran Dasar. Memilih, mengangkat, dan memberhentikan Pengawas dan Pengurus. Menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, menetapkan batas maksimum Pinjaman yang dapat dilakukan oleh Pengurus untuk dan atas nama Koperasi, meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban Pengawas dan Pengurus. Menetapkan pembagian Selisih Hasil Usaha. Memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran Koperasi dan menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang”. Pengawas bertugas mengusulkan calon Pengurus, memberi nasihat dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh Pengurus, melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota. Mendapatkan laporan berkala
175
Pasal 1 Butir 1 Undang-undang No.17 Tahun 2012 tentang Koperasi. Mulhadi, Op.cit,. hlm.113. 177 Pasal 33 Undang-undang No.17 Tahun 2012 tentang Koperasi. 176
105
tentang perkembangan usaha dan kinerja Koperasi dari Pengurus, memberikan persetujuan atau bantuan kepada Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pengurus bertugas mengelola Koperasi berdasarkan Anggaran Dasar. Menyusun rancangan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja, laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada Rapat Anggota. Menyusun rencana pendidikan, pelatihan dan komunikasi, menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib, menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien, memelihara Buku Daftar Anggota, Buku Daftar Pengawas, Buku Daftar Pengurus, Buku Daftar Pemegang Sertifikat Modal Koperasi, dan risalah Rapat Anggota. Melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan, dan kemajuan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota. Pengurus berwenang mewakili Koperasi di dalam maupun di luar pengadilan.
2. Batasan Badan Usaha/Perusahaan Yang Berbentuk Badan Hukum Dan Tidak Berbentuk Badan Hukum Dalam Mengedarkan Produk Segar Hortikultura Impor Produk segar hortikultura terdiri dari buah-buahan segar dan sayuran segar termasuk sayuran umbi lapis segar. Buah dan sayuran segar adalah hasil tanaman buah atau sayuran yang berupa buah berdaging, baik utuh atau bagiannya yang belum diproses menjadi bahan olahan, yang masih berpotensi sebagai media pembawa
106
organisme pengganggu tumbuhan karantina. 178 Sayuran umbi lapis segar adalah bagian dari tumbuhan yang berupa umbi lapis (bulb) yang termasuk dalam famili Allium, baik utuh atau bagiannya yang belum diproses menjadi olahan. 179 Mengimpor produk hortikultura adalah serangkaian kegiatan memasukan produk hortikultura dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. Produk segar hortikultura impor masuk ke wilayah Indonesia melalui suatu Perusahaan yang berbadan hukum yang mengimpor produk tersebut dari negara asal produk. Perusahaan/korporasi yang mengimpor adalah pelaku usaha hortikultura yang berwarga Negara Indonesia atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia dan yang mengelola usaha hortikultura dengan skala tertentu, 180 perusahaan tersebut wajib terlebih dahulu mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen Produk Hortikultura (IP-Produk Hortikultura) atau Importir Terdaftar Produk Hortikultura (IT-Produk Hortikultura) yang memiliki Angka pengenal importir (API) dari Menteri Perdagangan, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.84/M-DAG/PER/12/2012 Tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan No.27/M-DAG/PER/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Impor, Peraturan Menteri Perdagangan No.59/M-DAG/PER/2012 tentang Perubahan Atas
178
Pasal 1 butir 1 Peraturan Menteri Pertanian No. 42/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina tumbuhan untuk Pemasukan buah segar dan sayuran buah segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. 179 Pasal 1 butir 1 Peraturan Menteri Pertanian No. 43/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. 180 Pasal 1 butir 4 Peraturan Menteri Pertanian No.60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.
107
Peraturan Menteri Perdagangan No.27/M-DAG/PER/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Impor. 181 Perusahaan yang mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen Produk Hortikultura (IP-Produk Hortikultura) atau Importir Terdaftar Produk Hortikultura (IT-Produk Hortikultura) wajib memiliki Izin Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian. Importir Terdaftar Produk Hortikultura (perusahaan/korporasi yang berbentuk badan hukum) tidak dapat mengedarkan, menjual produk segar hortikultura impor langsung kepada konsumen/masyarakat. Importir Terdaftar Produk Hortikultura hanya dapat memindahtangankan atau menjual produk segar hortikultura impor kepada Perusahaan Distributor yang berbadan hukum yang memiliki hubungan kerjasama penjualan produk segar hortikultura impor, perjanjian kerja sama didasari Pasal 1320 KUHPerdata. 182 Importir Terdaftar Produk Hortikultura minimal memiliki hubungan kerja sama dengan tiga perusahaan distributor. Perusahaan Ritel yang dapat langsung menjual/mengedarkan produk segar hortikultura impor langsung kepada konsumen, Perusahaan Ritel membeli produk segar hortikultura impor dari Perusahaan Distributor.
181
Wawancara dengan Bapak Parlindungan Lubis Kepala Seksi Impor Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara. 182
R.Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Pradnya Paramita: Jakarta, 1986), hlm. 305. Sahnya Persetujuan Pasal 1320 KUHPerdata diperlukan empat syarat yaitu: sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal.
108
Perusahaan Ritel dapat berbentuk perusahaan berbadan hukum dan tidak berbadan hukum. Perusahaan yang bukan berbentuk badan hukum yaitu Perusahaan Perseorangan (pedagang sayur-mayur, buah-buahan) sebagai pengecer dari produk segar hortikultura impor, Persekutuan Perdata, Firma dan Persekutuan Komanditer (CV). Perusahaan yang berbentuk badan hukum yaitu Swalayan berbentuk Perseroan Terbatas dan Koperasi yang mengadakan hubungan perdagangan. Perdagangan adalah “merupakan suatu kegiatan perusahaan yaitu kegiatan dalam bidang perekonomian
yang
berupa
membeli
barang
dan
menjualnya
lagi
atau
menyewakannya dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba”. 183 Perusahaan Ritel secara garis besar terdiri dari Ritel Tradisional dan Ritel Modern. Ritel Tradisional adalah: 184 “ritel sederhana, tempatnya tidak terlalu luas, barang yang dijual juga tidak begitu banyak jenisnya, sistem managemen sederhana, tidak menawarkan kenyamanan berbelanja dan masih ada proses tawar menawar harga dengan pedagang. Ritel modern adalah menawarkan tempat yang luas, menawarkan kenyamanan berbelanja, harga sudah tetap dan adanya sistem swalayan”. Produk segar hortikultura impor sebelum masuk ke wilayah Indonesia dilakukan tindakan karantina oleh Direktorat Kementerian Pertanian yang didelegasikan kepada Balai Besar Karantina Pertanian pada daerah pemasukan yang telah ditetapkan. Tindakan karantina bertujuan untuk pencegahan masuknya dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri atau keluarnya wilayah
183
Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm.17. Widi Nugroho, Analisis Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Supermarket Super indo Cabang Taman Harapan Baru Bekasi Jawa Barat, Program Studi Manajemen dan Bisnis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, 2010. 184
109
Negara Republik Indonesia dan memeriksa kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dimiliki oleh seorang importir (baik Importir Terdaftar Produk Hortikultura atau Importir Produsen Produk Hortikultura). Tindakan karantina diatur dalam Undangundang No.16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, yang diatur lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2002 Tentang Karantina Tumbuhan. Tindakan karantina atas pemasukan produk buah segar dan sayuran buah segar dan sayuran umbi lapis segar dilakukan untuk mencegah dan memeriksa produk yang masuk agar sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan, pemeriksaan kelengkapan administrasi dan pemeriksaan kesehatan atas produk segar hortikultura impor. Produk yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan misalnya: produk yang sampai mengalami pembusukan, terdapat organisme pengganggu tumbuhan yang menempel pada buah, terdapat infestasi lalat buah yang berasal dari area produksi negara asal. Mencegah dan mengendalikan masuknya produk hortikultura yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan maka pemerintah membatasi tempat pemasukan produk segar hortikultura atas 5 daerah pemasukan yaitu: Pelabuhan Laut Tanjung Perak (Surabaya), Pelabuhan Laut Belawan (Medan), Bandar Udara Soekarno Hatta (Jakarta), Pelabuhan Laut Soekarno Hatta (Makasar), 185 dan tiga Tempat Kawasan Perdagangan Bebas yaitu Pelabuhan Bebas
185
Pasal 14 Peraturan Menteri Pertanian No. 42/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina tumbuhan untuk Pemasukan buah segar dan sayuran buah segar ke dalam wilayah negara
110
Batam, Pelabuhan Bebas Bintan, pelabuhan Bebas Karimun. 186 Dikonfirmasi oleh Harian Andalas kepada Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Belawan Aswin Amir mengatakan berdasarkan kebijakan Pemerintah bahwa Pelabuhan Belawan merupakan pintu masuk buah impor. 187 Beberapa Peraturan Menteri Pertanian yang berkaitan dengan tindakan untuk mencegah dan memeriksa produk segar hortikultura impor yang masuk ke Indonesia agar sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yaitu Peraturan Menteri Pertanian No. 43/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pertanian No. 42/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina tumbuhan untuk pemasukan buah segar dan sayuran buah segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, serta Peraturan Menteri Pertanian No. 60/Permentan/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. Sosialisasi atas aturan yang dibuat oleh pemerintah tersebut diadakan pertemuan antara Pelaku Usaha Importir Produk Hortikultura dengan Balai Besar Karantina Pertanian Belawan yang diwakili Kepala Bidang Karantina Tumbuhan
Republik Indonesia, Pasal 14 Peraturan Menteri PertanianNo. 43/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. 186 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor.06/M.Dag/PER/1/2013 Tentang Pelimpahan Kewenangan Penerbitan Perizinan Impor Produk Hortikultura Kepada Pengusaha Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Badan Pengusaha Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan Badan Pengusaha Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun. 187 Wawancara yang dilakukan oleh Harian Andalas, Buah Impor Banjiri Sumut Matikan Petani Lokal, http://harianandalas.com/Ekonomi/Buah-Impor-Banjiri-Sumut-Matikan-Petani-Lokal, diakses hari Selasa, Tanggal 7 Mei 2013 Pukul 20:30 Wib.
111
Parlin R. Sitanggang, Kepala Seksi Informasi dan Sarana Teknik Karantina Tumbuhan Bambang Sayudi pada tanggal 10 April 2013 mengarahkan agar Pelaku Usaha Importir Produk Hortikultura mentaati semua peraturan serta prosedur karantina yaitu: 188 “Peraturan Menteri Pertanian No. 43/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pertanian No. 42/Permentan/OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina tumbuhan untuk Pemasukan buah segar dan sayuran buah segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, serta Peraturan Menteri Pertanian No. 60/Permentan/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura”.
D. Mekanisme Mengedarkan Produk Segar Hortikultura Impor Hingga Sampai Ketangan Konsumen Produk segar hortikultura impor dapat diedarkan hingga sampai ke tangan konsumen melalui beberapa tahapan. Mekanisme tahapan tersebut bertujuan untuk membatasi jumlah produk segar hortikultura impor yang masuk ke Indonesia dan bertujuan untuk mengawasi agar produk yang masuk sesuai dengan standar mutu dan sesuai dengan keamanan pangan. Mekanisme produk segar hortikultura impor dapat diedarkan hingga sampai ketangan konsumen adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan yang berbadan hukum harus terlebih dahulu mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) 189 dari Menteri Pertanian dan mendapatkan
188
Pertemuan BBKP Belawan dengan Pelaku Usaha (Importir Hortikultura), http://bbkpbelawan.deptan.go.id diakses hari Selasa, Tanggal 7 Mei 2013 Pukul 20:30 Wib. 189 Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk olehnya kepada perusahaan yang akan melakukan
112
pengesahan dan pengakuan dari Menteri Perdagangan sebagai Perusahaan Importir Produsen
Produk
Hortikultura dan
Perusahaan
Importir Terdaftar Produk
Hortikultura. Menurut Kepala Seksi Impor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Parlindungan Lubis menyatakan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60/M-Dag/PER/9/2012 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang telah diubah menjadi Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura 190 bertujuan untuk melindungi petani lokal dan produk pertanian untuk jenis hortikultura, membatasi masuknya produk impor sehingga produk lokal menjadi tuan rumah dinegerinya sendiri (menjaga pasar lokal), menjaga standar dan kualitas produk yang masuk ke pasar Indonesia, buah impor hanya dapat masuk ke Sumatera Utara hanya melalui Pelabuhan di Belawan. 191 Perusahaan yang memperoleh Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dari Direktorat Kementerian Pertanian RI didelegasikan pada PPVT-PP (Pusat Perlindungan Varietas tanaman dan Perizinan Pertanian) dengan pertimbangan sesuai pasal 7 dan memenuhi persyaratan administrasi dan dilengkapi persyaratan teknis
impor produk hortikultura ke dalam wilayah negara Republik Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 60/Permentan/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. 190 Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura pada tanggal 30 Agustus 2013 mengalami perubahan yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan Peraturan No.47/M-Dag/PER/8/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Pasal 1 diubah, diantara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) Pasal yaitu Pasal 13 A, antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 2 Pasal yaitu Pasal 14 A dan 14 B. Antara Pasal 25 dan 26 disisipkan 1 (satu) Pasal dan Pasal 26 diubah. 191 Dampak Kebijakan Pembatasan Impor Produk Hortikultura, http://www.hariansumutpos.com, diakses hari Senin, Tanggal 11 Maret 2013 Pukul 20:30 Wib.
113
pasal
10 ayat 1 huruf a dan Pasal 10 ayat 2 Permentan No.60/PERMENTAN
/OT.140/9/2012 Tentang RIPH. 2. Importir Produsen Produk Hortikultura, selanjutnya disebut IP-Produk Hortikultura adalah “perusahaan industri yang menggunakan Produk Hortikultura sebagai bahan baku atau bahan penolong pada proses produksi sendiri dan tidak memperdagangkan atau memindahtangankan kepada pihak lain”. 192 Importir Terdaftar Produk Hortikultura, yang selanjutnya disebut IT-Produk Hortikultura adalah “perusahaan yang melakukan impor Produk Hortikultura untuk keperluan kegiatan usaha dengan memperdagangkan dan/atau memindahtangankan kepada pihak lain”. 193 Perusahaan yang mendapat pengakuan
dari Menteri Perdagangan yang didelegasikan pada
koordinator Pelaksana Unit Pelayanan Perdagangan sebagai Importir Produsen Produk Hortikultura dan Importir Terdaftar Produk Hortikultura sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang ketentuan impor Produk Hortikultura, Peraturan Menteri Perdagangan No.47/M-Dag/PER/8/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 3. Importir Terdaftar Produk Hortikultura dapat memperdagangkan dan/atau memindahtangankan kepada distributor yaitu perusahaan berbadan hukum.
192
Pasal 1 butir 6 Peraturan Menteri Perdagangan No.47/M-Dag/PER/8/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 193 Pasal 1 dan 7 Peraturan Menteri Perdagangan No.47/M-Dag/PER/8/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.
114
4.
Distributor
dapat
memperdagangkan
dan/atau
memindahtangankan
kepada
Perusahaan Ritel, termasuk juga perusahaan perseorangan. Distributor adalah “perusahaan perdagangan nasional yang bertindak untuk dan atas namanya sendiri, yang ruang lingkupnya meliputi kegiatan pembelian, penyimpanan, penjualan, serta pemasaran barang, khususnya menyalurkan barang dari importir ke pengecer (retailer)”. 194 5. Perusahaan Ritel dapat memperdagangkan langsung kepada konsumen. Perusahaan ritel dapat berbentuk perusahaan berbadan hukum dan tidak berbadan hukum. Secara harafiah kata ritel di artikan sebagai pengecer atau pengusaha perdagangan eceran, menurut Hendri Ma’ruf Ritel atau pengecer adalah “pengusaha yang menjual barang atau jasa secara eceran kepada masyarakat sebagai konsumen, ritel perorang atau peritel kecil memiliki jumlah gerai bervariasi, mulai dari satu gerai”. 195 Fungsi Perusahaan Ritel adalah menjual produk akhir proses distribusi
langsung pada konsumen, merupakan
sebagai perantara antara distributor (wholesaler ataupun
importer) dengan konsumen akhir. Tipe Bisnis Retail Atas Kepemilikan (Ownership) menurut Asep S.T. Sujana yaitu : 196 a. Single-store Retailer merupakan tipe binis retail yang paling banyak jumlahnya dengan ukuran toko umumnya dibawah 100 M² (seratus meter kuadrat) mulai
194
Pasal 1 Ayat 8 Peraturan Menteri Perdagangan No.47/M-Dag/PER/8/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 195 Yogi Prayogi, Laporan Kerja Praktek Prosedur Tata Cara Pelayanan Terhadap Konsumen di Minimarket Yomart Rukun Selalu Cabang Permata, http://elib.unikom.ac.id, Fakultas Ekonomi Manajemen Pemasaran Unikom, diakses Hari Senin Tanggal 6 Mei 2013 Pukul 21:00 Wib. 196 Ibid
115
dari kios atau toko dipasar tradisional sampai dengan minimarket modern dengan kepemilikan secara individual. b. Rantai Toko Retail adalah toko retail dengan banyak (lebih dari satu) cabang dan biasanya dimiliki oleh institusi bisnis bukan perorangan, melainkan dalam bentuk perorangan (company owned retail chain). Bentuknya mulai dari rantai toko minimarket sampai dengan Mega Hyperstore, Supermarket, Departemen Store dan sebagainya. c. Toko Waralaba (Franchise Stores) adalah toko retail yang di bangun berdasarkan kontrak kerja waralaba (bagi hasil) antara terwaralaba (franchisee) yakni pengusaha investor perseorangan (independent business person) dengan pewaralaba (franchisor) yang merupakan pemegang lisen bendera/nama toko, sponsor dan pengelola usaha). Tipe bisnis ritel berdasarkan merchandise category menurut Asep S.T. Sujana yaitu sebagai berikut: 197 a. Special store /Toko Khas merupakan toko retail yang menjual satu jenis kategori barang. b. Toko Serba Ada/Toserba (Grocery store) merupakan toko ritel yang menjual sebagian besar kategori barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari (basic needs) harian bagi pribadi, keluarga, atau rumah tangga. Produk makanan (freshfood), perishable, dry-food, beverages, cleanings dan kosmetik serta household items. Termasuk produk hortikultura segar sebagai kebutuhan sehari-hari. c. Departement Store menjual bukan kebutuhan pokok (non-basic items) yaitu produk pakaian yang bermerek. d. Hyperstore menjual barang-barang dengan kategori yang sangat luas, menjual hampir semua jenis barang kebutuhan setiap lapisan konsumen, mulai dari barang Grosir, tekstil, alat-alat rumah tangga, optikal dan lainya dengan konsep one-stop-shopping (everything-inoneroof), dengan luas areal sedikitya 10.000 M² (meter persegi). Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, memberikan batasan pasar tradisional dan toko modern dalam pasal 1 sebagai berikut: 198
197
Ibid. Pasal 1Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. 198
116
a. Pasar Tradisional adalah “pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. b. Toko Modern adalah “toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departement Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan”. Batasan Toko Modern berdasarkan luasnya diatur pada Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yaitu sebagai berikut: a. Minimarket dengan luas kurang dari 400 M² (empat ratus meter per segi) b. Supermarket dengan luas 400 M² (empat ratus meter per segi) sampai dengan 5.000 M² (lima ribu meter per segi) c. Hypermarket diatas 5.000 M² (lima ribu meter per segi) d. Department Store diatas 400 M² (empat ratus meter per segi) e. Perkulakan diatas 5.000 M² (lima ribu meter per segi)
117
Berikut ini adalah skema produk segar hortikultura impor dapat sampai ketangan konsumen: Skema 2 Mengedarkan Produk Segar Hortikultura Impor A
B
Perusahaan memperoleh RIPH dari Direktorat Kementerian Pertanian RI didelegasikan pada PPVT-PP (Pusat Perlindungan Varietas tanaman dan Perizinan Pertanian) dengan pertimbangan sesuai pasal 7 dan memenuhi persyaratan administrasi dan dilengkapi persyaratan teknis pasal 10 ayat 1 huruf a dan Pasal 10 ayat 2 Permentan No.60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang RIPH.
Perusahaan mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen Produk Hortikultura (IPProduk Hortikultura) dan Importir Terdaftar Produk Hortikultura (ITProduk Hortikultura) oleh Menteri Perdagangan yang didelegasikan pada Kordinator Pelaksana Unit Pelayanan Perdagangan sesuai dengan Permendag No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang ketentuan impor Produk Hortikultura.
Penetapan IP-Produk Hortikultura dan IT- Produk Hortikultura dapat dicabut apabila melanggar ketentuan Pasal 26 Permendag No.47/MDag/PER/8/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. dapat mengajukan kembali paling cepat 2 tahun sejak tanggal pencabutan (Pasal 27 A Permendag No.47/M-Dag/PER/8/2013).
Perusahaan Ritel/ Pengecer/ Pedagang ecer (Perusahaan Berbadan hukum dan tidak berbadan hukum)
Konsumen/masyarakat
Distributor (Perusahaan Berbadan hukum) dapat Memperdagangkan/ Memindahtangankan
IT-Produk Hortikultura (perusahaan berbentuk badan hukum) dapat Memperdagangkan/ Memindahtangankan
IP- Produk Hortikultura (perusahaan berbentuk badan)
Tidak dapat memindahtangankan kepada distributor, Perusahaan Ritel dan kepada konsumen/masyarakat
118
Sumber : Dirangkum dari Peraturan Menteri Pertanian No.60/ PERMENTAN/ OT.140/ 9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura, Permendag No.47/M-Dag/PER/8/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.
Penetapan dan pengakuan sebagai Importir Produsen Produk Hortikultura dan Importir Terdaftar Produk Hortikultura dapat dicabut apabila Perusahaan: 199 1. Tidak melaksanakan kewajiban menyampaikan laporan secara tertulis atas pelaksanaan impor Produk Hortikultura yang dimaksud Pasal 24 Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura sebanyak 3 kali. 2. Terbukti mengubah informasi yang tercantum dalam dokumen impor produk hortikultura. 3. Terbukti menyampaikan data dan/atau informasi yang tidak benar sebagai persyaratan untuk mendapatkan pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura, IT-Produk Hortikultura dan Persetujuan Impor. 4. Terbukti melanggar ketentuan kemasan (Pasal 18 Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura) dan/atau pencantuman label (Pasal 19 Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura). 5. Importir Produsen Produk Hortikultura terbukti memindahtangankan Produk Hortikultura yang di impor (Pasal 7 Peraturan Menteri Perdagangan No.16/MDag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura). 6. Importir Terdaftar Produk Hortikultura terbukti memperdagangkan dan/atau memindah tangankan produk hortikultura yang diimpor kepada selain distributor yang dimaksud Pasal 15 Peraturan Menteri Perdagangan No.16/MDag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 7. Dinyatakan bersalah oleh Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan dokumen impor produk hortikultura.
199
Pasal 26 Permendag No.47/M-Dag/PER/8/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.
119
E. Penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) oleh Menteri Pertanian Perusahaan importir yang berbadan hukum dapat mengimpor produk segar hortikultura ke Indonesia harus terlebih dahulu memperoleh Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dari Direktorat Kementerian Pertanian yang didelegasikan pada PPVT-PP (Pusat Perlindungan Varietas tanaman dan Perizinan Pertanian). Pengajuan permohonan Persetujuan Impor Produk Hortikultura ditentukan untuk dua semester yaitu sebagai berikut: 200 1. Semester pertama dengan periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni hanya dapat diajukan pada Bulan Desember. 2. Semester kedua dengan periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember hanya dapat diajukan pada Bulan Juni. Penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) oleh Menteri Pertanian dengan pertimbangan sesuai pasal 7 dan memenuhi persyaratan administrasi dan dilengkapi persyaratan teknis pasal 10 ayat 1 huruf a dan Pasal 10 ayat 2 Permentan No.60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) oleh Menteri Pertanian dengan mempertimbangkan yaitu: 201 1. 2. 3. 4.
Produksi produk sejenis di dalam negeri sesuai analisa kebutuhan nasional; Konsumsi dalam negeri terhadap produk hortikultura yang akan diimpor; Ketersediaan produk hortikultura sejenis di dalam negeri; Potensi produk mendistorsi pasar; 200
Pasal 13 A Peraturan Menteri Perdagangan No.47/M-Dag/PER/8/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 201 Pasal 7 Permentan No.60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.
120
5. Waktu panen produk hortikultura; 6. Pemenuhan keamanan pangan dan Keamanan terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan dan Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan dan Perjanjian SPS (Perjanjian Sanitary and Phitosanitary) merupakan salah satu perjanjian putaran Uruguay-GATT/WTO (General Agreement on Tariffs and Trade/ World Trade Organization) yang berlaku untuk setiap anggota WTO (World Trade Organization). 7. Persyaratan kemasan dan pelabelan berbahasa Indonesia. Untuk memperoleh Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) segar harus dilengkapi dengan persyaratan teknis dan administrasi, persyaratan teknis sebagai berikut: 202 1. 2. 3. 4.
Keterangan Registrasi Produsen Registrasi packing house Implementasi Good Agriculture Practices dan/atau keamanan pangan Surat Keterangan Kesanggupan Memberikan Sertifikat Sanitary and Phytho Sanitary apabila sudah dilaksanakan importasinya 5. Waktu panen 6. Waktu simpan di gudang 7. Butir a sampai dengan f tersebut di atas dalam bahasa Indonesia. Persyaratan administrasi terdiri dari Akte pendirian dan perubahannya, Kartu
Tanda Penduduk (KTP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Keterangan domisili, IT-Produk Hortikultura dari Kementerian Perdagangan dan Surat pertimbangan teknis dari Kementerian Perindustrian. 203 Permohonan tertulis yang ditujukan pada Kepala Pusat Perlindungan Varietas tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVT-PP) maka ditindak lanjuti oleh
Kepala
Pusat Perlindungan Varietas tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVT-PP) untuk 202
Pasal 10 Ayat 2 Permentan No.60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. 203 Pasal 10 ayat 1 butir b dan c Permentan No.60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.
121
dilakukan pemeriksaan kebenaran dokumen dan kelengkapan persyaratannya, jika lengkap maka disampaikan kepada Direktur Jenderal
PPVT-PP, oleh direktur
jenderal meminta masukan dari Tim yang beranggotakan wakil unsur Kementerian Koordinator
Bidang
Perekonomian,
Perdagangan,
Kementerian
Kementerian
Perindustrian,
Badan
Pertanian,
Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional, Badan Pusat Statistik, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Instansi/Lembaga terkait yang diperlukan. 204 Jika persyaratan teknis dan administrasi lengkap maka permohonan RIPH dapat diberikan dalam bentuk surat keputusan menteri. Perusahaan yang memperoleh RIPH dalam jangka waktu 10 hari sejak diterbitkannya Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) harus mengajukan permohonan Persetujuan Impor kepada Menteri Perdagangan. Jika persyaratan teknis dan administrasi tidak lengkap dan tidak benar dilakukan penolakan. Perusahaan yang telah mendapat rekomendasi persetujuan impor hortikultura wajib melakukan impor melalui pintu pemasukan yang telah ditetapkan dalam Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. Pada saat produk segar hortikultura impor tiba ditempat pemasukan yang telah ditentukan selanjutnya diadakan tindakan karantina oleh Badan Karantina Pertanian sebagai pengawasan dan pemeriksaan dokumen impor meliputi kelengkapan, keabsahan dan kebenaran isi dokumen.
204
Pasal 17 Permentan No.60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. .
122
Produk segar hortikultura yang telah di impor selanjutnya oleh Perusahaan IPProduk Hortikultura dapat menggunakannya sebagai bahan baku atau bahan penolong proses produksi dan tidak boleh memperdagangkannya dan/atau memindahtangankan kepada orang lain. Untuk perusahaan IT-Produk Hortikultura hanya dapat memindahtangankan kepada distributor dan dilarang untuk memperdagangkan dan/atau memindahtangankan produk segar hortikultura impor langsung kepada konsumen atau pengecer (retailer), 205 jika terbukti melanggar Pasal 15 Permendag No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura maka penetapan sebagai Perusahaan Importir Terdaftar Produk Hortikultura dicabut. 206 Distributor dapat memindahtangankan atau memperdagangkan produk segar hortikultura impor kepada Perusahaan Ritel/Pengecer, kemudian pengecer dapat lengsung memperdagangkannya kepada konsumen. Perusahaan yang telah melakukan impor wajib memberitahukan laporan realisasi impor kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian dan Kepala PPVT-PP. 207
205
Pasal 15 Permendag No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 206 Pasal 26 Permendag No.47/M-Dag/PER/8/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 207 Pasal 19 ayat 2 Permentan No.60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.
123
F. Pengesahan Perusahaan Importir Produsen Hortikultura dan Importir Terdaftar Hortikultura oleh Menteri Perdagangan Suatu perusahaan dapat menjadi Importir Produsen Hortikultura dan Importir Terdaftar Hortikultura setelah mendapat pengesahan dari Menteri Perdagangan adapun mekanisme pengesahan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Suatu Perusahaan dapat menjadi Importir Produsen Produk Hortikultura (IPProduk Hortikultura) dengan mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri Perdagangan melalui Koordinator dan Pelaksanaan Unit Pelayanan Perdagangan 208 dengan melampirkan 209 Surat izin usaha industri (SIUI), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), bukti penguasaan tempat penyimpanan, bukti penguasaaan alat transportasi, Rekomendasi impor produk Hortikultura (RIPH), Angka pengenal Importir Produsen (API-P). 210 Permohonan diperiksa dengan pemeriksaan atas kelengkapan data kemudian dilakukan pemeriksaan kebenaran dokumen dan pemeriksaan lapangan 211 jika data benar diterbitkan IP-Produk Hortikultura yang berlaku sesuai dengan masa berlaku RIPH. 2. Perusahaan dapat menjadi Importir Terdaftar Produk Hortikultura (IT- Produk Hortikultura) dengan mengajukan permohonan secara elektronik kepada menteri perdagangan 208
melalui
Koordinator
dan
Pelaksanaan
Unit
Pelayanan
Pasal 4 Permentan No.60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang RIPH. Layanan Produsen Importir Produk Hortikultura dalam http://www.inatrade.co.id, diakses pada hari Jum’at tanggal 8 Maret 2013 Pukul 20:00 wib. 210 API-Produsen diatur pada Peraturan Menteri Perdagangan No.84/M-DAG/PER/12/2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.27/M-Dag/Per/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Impor. 211 Pasal 5 Ayat 3 Permendag No.16/M-DAG/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 209
124
Perdagangan 212 dengan melampirkan 213 Surat izin usaha perdagangan (SIUP), NPWP, tanda daftar perusahaan (TDP), bukti kepemilikan tempat penyimpanan, bukti kepemilikan alat transportasi, bukti kontrak kerjasama penjualan produk hortikultura paling sedikit 3 distributor sedikitnya dalam satu tahun, bukti pengalaman distributor sedikitnya selama 1 tahun, surat pernyataan tidak akan menjual produk kepada konsumen langsung atau pengecer (retailer) dan Rekomendasi impor produk Hortikultura (RIPH), Angka Pengenal Importir Umum (API-P). 214 Permohonan diperiksa dengan pemeriksaan kelengkapan data kemudian dilakukan pemeriksaan kebenaran dokumen dan pemeriksaan lapangan, 215 jika data benar maka diterbitkan penetapan perusahaan sebagai IPProduk Hortikultura dengan masa berlaku dua tahun sejak diterbitkan 216 kemudian diteruskan dengan pengakuan online keportal Indonesia Nasional Single
Windows
(INSW).
Perusahaan
dapat
memindah
tangankan,
memperdagangkan kepada distributor, dan dilarang memindahtangankan kepada konsumen langsung atau pengecer. Importir Terdaftar Produk Hortikultura yang telah memperoleh Persetujuan Impor wajib merealisasikan impor Produk Hortikultura paling sedikit 80 % (Delapan Puluh Persen) dari persetujuan Impor 212
Pasal 4 Permentan No.60/PERMENTAN/OT.140/9/2012 Tentang RIPH. Layanan Importir Terdaftar Produk Hortikultura dalam http://www.inatrade.co.id, diakses pada hari Jum’at tanggal 8 Maret 2013 Pukul 20:00 wib. 214 API-Produsen diatur pada Peraturan Menteri Perdagangan No.84/M-DAG/PER/12/2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.27/M-Dag/Per/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Impor. 215 Pasal 8 Ayat 3 Permendag No.16/M-DAG/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 216 Pasal 9 Permendag No.16/M-DAG/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 213
125
dalam setiap periode sebagaimana yang tercantum dalam Persetujuan Impor,217 apabila tidak melaksanakan realisasi impor tersebut maka dikeluarkan penetapan pembekuan sebagai Importir Terdaftar Produk Hortikultura. 218 3. Importir Terdaftar Produk Hortikultura dapat memindahtangankan dan mendistribusikan produk segar hortikultura kepada Distributor. Distributor adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak untuk dan atas nama sendiri, yang ruang lingkupnya meliputi kegiatan pembelian, penyimpanan, penjualan serta pemasaran barang khususnya menyalurkan barang dari importir ke pengecer. 219 Perusahaan perdagangan nasional yang bertindak sebagai distributor dapat dilakukan oleh perusahaan/korporasi yang berbentuk badan hukum (Perseroan Terbatas, Koperasi) yang memiliki hubungan kerjasama perdagangan dengan perusahaan yang terdaftar sebagai Importir Terdaftar Produk Hortikultura (IT-Produk Hortikultura) dibuktikan dengan adanya perjanjian kontrak kerjasama penjualan produk segar hortikultura impor. 4. Distributor
dapat
memindahtangankan
atau
memasarkan
produk
segar
hortikultura impor kepada pengecer (penjual ecer) untuk memperdagangkan produk segar hortikultura impor kepada konsumen. Pengecer (penjual ecer)
217
Pasal 14 A Peraturan Menteri Perdagangan No.47/M-Dag/PER/8/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 218
Pasal 25 A Peraturan Menteri Perdagangan No.47/M-Dag/PER/8/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 219 Pasal 1 Butir 8 Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-DAG/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.
126
adalah perusahaan perdagangan pada umumnya (kebanyakan) perusahaan perseorangan yang dijalankan oleh pedagang yang menjual langsung produk segar hortikultura impor kepada masyarakat/konsumen melalui pasar tradisional. Perusahaan berbentuk badan hukum (Perseroan Terbatas, Koperasi) dan tidak berbadan hukum (Firma, Persekutuan Komanditer (CV) dapat juga menjual langsung produk segar hortikultura impor kepada masyarakat/konsumen melalui pasar moderen misalnya swalayan/supermarket, toko-toko moderen.
G. Produk Segar Hortikultura Impor Yang Sesuai Dengan Standar Mutu Dan/Atau Keamanan Pangan Organisasi Perdagangan dunia (World Trade Organization/WTO) satusatunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO (World Trade Organization) diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhi pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Indonesia telah menandatangani persetujuan pembentukan Organisasi perdagangan dunia tanggal 15 April 1994 pada pertemuan tingkat menteri di Marrakesh (Maroko). 220 Tujuan utama
220
Konsinderan huruf e Undang-undang No.7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
127
persetujuan/kontrak negara-negara anggota untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan. 221 Sistem perdagangan multilateral WTO (World Trade Organization) diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Standar mutu dan/atau keamanan pangan merupakan isu global yang ditandai dengan penandatanganan perjanjian Sanitary and Phitosanitary (SPS) oleh negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Persetujuan di Bidang Pertanian mengacu pada Perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS) yaitu masalah pengaturan perdagangan yang berkaitan dengan kesehatan manusia, hewan dan tanaman dan mengacu pada sistem klasifikasi HS (harmonized system of product classification). Bahan pangan segar adalah produk yang memiliki karakteristik mudah rusak akibat terkontaminasi oleh cemaran fisik, kimia maupun mikrobiologi. Keamanan pangan tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan manusia, akan tetapi juga menentukan nilai ekonomi dari bahan pangan itu sendiri. Tujuan Perjanjian SPS (sanitary dan phytosanitary) didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk: 222 221
Iskandar Panjaitan, Ratna Juwita Supratiwi, Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), Biro Kerjasama Luar Negeri Departemen Pertanian dalam http://www.deptan.go.id/kln/berita/ttg-wto.htm, diakses hari Rabu tanggal 1 Mei 2013 Pukul 21:30 Wib. 222 The Sanitary Phytosanitary Measures dalam http://www.wto.org/english, diakses hari Rabu Tanggal 27 Februari 2013, Pukul 15:00 Wib.
128
1. Melindungi kehidupan manusia atau hewan dari risiko yang timbul dari aditif, kontaminan, toksin atau organisme penyebab penyakit dalam makanan mereka; 2. Melindungi kehidupan manusia dari tanaman atau hewan-menanggung penyakit; 3. Melindungi hewan atau tumbuhan dari hama, penyakit, atau organisme penyebab penyakit; 4. Mencegah atau membatasi kerusakan lainnya ke negara dari entri, pendirian atau penyebaran hama. Tujuan
Sanitary
and
Phytosanitary
(SPS)
untuk
melindungi
dan
meningkatkan kesehatan manusia, hewan dan kondisi tanaman guna menunjang kelancaran arus perdagangan. Peraturan SPS ini diseragamkan dengan menggunakan standar Internasional terutama Codex Alimentarius Commission, International Office of Epizootic (IOE) dan International Plant Protection Convention (IPPC) tanpa mengabaikan penggunaan peraturan negara anggota lokal dalam melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat, tanaman termasuk lingkungan hidup sebagai media tanam bagi tanaman atau produk pertanian. Ketentuan SPS ini diberlakukan untuk semua negara anggota WTO. Indonesia sebagai salah satu negara anggota WTO telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-undang NO. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). 223 Implementasi perjanjian SPS di Indonesia telah ditetapkan Sekretariat Jenderal-DEPTAN cq Pusat Standarisasi dan Akreditasi (Badan Standarisasi
223
Ibid.
129
Nasional) 224 sebagai lembaga yang menjalankan kewenangan otoritas pemerintah (Central Goverment Autority /Notifikasi Body) dan Badan Karantina Pertanian sebagai Enquiry Point (memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan karantina terhadap hewan, ikan dan tumbuhan dengan melakukan pemeriksaan, penyelidikan sesuai dengan perjanjian SPS dan sesuai dengan tempat pemasukan produk segar hortikultura impor yang telah ditetapkan. 225 Tindakan SPS (Sanitary and Phytosanitary) diterapkan untuk melindungi kehidupan atau kesehatan tanaman dalam wilayah negara anggota dari resiko yang disebabkan oleh masuk, pembentukan atau penyebaran hama, penyakit organisme pembawa penyakit atau organisme penyebab penyakit, melindungi kehidupan atau kesehatan manusia atau hewan dalam wilayah negara anggota dari resiko yang disebabkan oleh bahan tambahan, cemaran, racun, atau bahan organisme penyebab penyakit yang terkandung dalam makanan, melindungi produk pangan agar terjaga kebersihannya, untuk tanaman atau produk pertanian dari masuknya pembentukan dan penyebaran hama penyakit yang masuk melalui tanaman. Materi Pokok dari Perjanjian SPS (Sanitary and Phytosanitary) terutama bahwa : 226 1. Setiap anggota dibenarkan untuk memperlakukan peraturan sanitasi dan phitosanitasi untuk melindungi keselamatan dan kesehatan konsumen, hewan dan tanaman. Persetujuan di Bidang Pertanian dengan mengacu pada sistem klasifikasi HS (harmonized system of product classification). 224
Diatur dalam Peraturan pemerintah No.102 tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional Yang diatur dalam UU Undang-undang No. 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482), Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 2002 Tentang Karantina Tumbuhan, (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4196). 226 Pusat Standarisasi Dan Akreditasi Departemen Pertanian, Perjanjian Sanitary and Phitosanitary Agreement Establishing The World Trade Organization. 225
130
2. Setiap peraturan SPS (Sanitary and Phytosanitary) dilandasi prinsip dan kajian ilmiah 3. Peraturan SPS (Sanitary and Phytosanitary) tidak boleh dipakai sebagai hambatan terselubung dalam perdagangan komoditi pertanian pangan. Berlakunya
ketentuan
mengenai
kesehatan
tumbuhan
Sanitary
and
Phytosanitary (SPS) maka perdagangan global produk pertanian mengikat setiap negara anggotanya untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Pemerintah Indonesia melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (agreement establishing the world trade organizatin) telah meratifikasi ketentuan WTO tersebut. Diratifikasinya ketentuan tersebut maka diperlukan adanya suatu upaya sinergi dalam sistem perlindungan tanaman hortikultura di Indonesia dengan pemenuhan persyaratan SPS-WTO. Upaya peningkatan produksi yang selaras dengan peningkatan ekspor produk hortikultura yang memenuhi persyaratan perdagangan dunia, mengembangkan sinergisme sistem perlindungan tanaman hortikultura dengan pemenuhan persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) WTO, mendukung penyediaan produk hortikultura bermutu yang bebas cemaran Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), dan mendukung akselerasi ekspor produk segar hortikultura di Indonesia, 227 sehingga Indonesia tidak tergantung akan produk segar hortikultura impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
227
SPS Indonesia, http://www.deptan.go.id/buletin/infomutu/SPS_r.pd, diakses hari Senin, Tanggal 20 Mei 2013, Pukul 20:00 Wib.s
131
Perdagangan internasional atas produk segar hortikultura (produk pertanian) mengharuskan produk dengan kualitas yang aman, bermutu, bebas dari kandungan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Peran perlindungan tanaman akan semakin penting, tidak semata-mata dalam pengamanan produksi, termasuk juga untuk perlindungan kesehatan konsumen/masyarakat secara global. Pengaturan produk segar hortikultura impor di Indonesia yang sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan merupakan amanah dari Pasal 27 ayat 2 dan pasal 33 UUD 1945, Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Konsumen sebagai payung hukum terhadap perlindungan konsumen dan diatur lebih khusus lagi dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain mengenai perlindungan konsumen terhadap berbagai bidang, Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagai pelaksanaan dari undang-undang tersebut maka terbitlah Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Mutu, Keamanan dan Gizi Pangan. Setiap produk harus sesuai dengan SPS (Sanitary and Phytosanitary) dan standar nasional Indonesia. Pengaturan mengenai sistem standarisasi di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No.102 Tahun 2000 Tentang Standarisasi Nasional, instansi yang terlibat sebagai fungsi pengembangan standarisasi nasional untuk produk olahan yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan lembaga pemerintah non kementerian, Kementerian Kesehatan. Instansi yang terlibat sebagai fungsi pengembangan standarisasi nasional untuk produk segar yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Kehutanan sesuai dengan ruang lingkup dan wewenang dari masing-masing kementerian. Perjanjian
132
SPS selaras dan bertujuan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan khususnya produk hortikultura. Produk hortikultura yang diimpor dikategorikan atas produk olahan hortikultura dan produk segar hortikultura. Pembahasan dalam penelitian ini adalah produk segar hortikultura, produk segar hortikultura adalah “produk yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan Pangan”. 228 Produk hortikultura segar terdiri: buah-buahan, sayur mayur, sayur umbi lapis segar yang dikategorikan sebagai pangan segar. Produk segar hortikultura impor yang masuk ke wilayah Indonesia harus sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan. Standar adalah “spesifikasi atau persyaratan teknis yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang memperhatikan keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan” sesuai dengan ketentuan SPS yang memperhatikan mutu pangan yang didasarkan kriteria kandungan gizi, keamanan pangan dan standar perdagangan”. 229 Standar mutu berkaitan dengan pengawasan kualitas/ mutu dari suatu produk, dalam kesepakatan WTO yang telah dicapai dalam Persetujuan tentang Hambatan Teknis Dalam Perdagangan Yang Mengikat Negara Yang Menandatanganinya yaitu aturan standar teknis untuk keperluan keselamatan umum, kesehatan, perlindungan
228
Pasal 1 Butir 5 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. 229 Pasal 1 Butir 21 dan 22 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
133
terhadap konsumen dan lingkungan hidup. Produk yang masuk dalam suatu negara harus memenuhi standar yang telah ditetapkan tujuannya untuk mengawasi kualitas mutu produk. 230 Produk segar hortikultura impor tertentu yang masuk ke Indonesia harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Di Indonesia dibentuk Dewan Standarisasi, Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1991 Tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Keppres No.21 Tahun 1991 Tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan SNI dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Standarisasi Secara Nasional. 231 Pengertian Keamanan pangan adalah “kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia”. 232 Secara khusus Keamanan Pangan diatur dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan pada Bab VII pasal 67 sampai pasal 95. Keamanan pangan adalah “kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi”.233 Tujuan diselenggarakannya keamanan pangan untuk menjaga Pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan 230
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grafindo Persada, 2008), hlm. 66. 231 Ibid, hlm 67. 232 Pasal 1 Butir 7 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. 233 Pasal 1 Butir 5 UU No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan.
134
budaya masyarakat, mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Penyelenggaraan keamanan pangan untuk produk hortikultura impor meliputi sanitasi pangan, pengaturan bahan tambahan, penetapan standar kemasan, jaminan keamanan pangan dan mutu pangan dan jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan. Peraturan Pelaksanaan keamanan pangan diatur pada Bab II Pasal 2 sampai pasal 28 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Produk segar hortikultura yang sesuai dengan keamanan pangan meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan sanitasi. Tujuan diselenggarakannya keamanan pangan untuk menjaga pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Penyelenggaraan keamanan pangan untuk produk hortikultura impor meliputi sanitasi pangan, pengaturan bahan tambahan, penetapan standar kemasan, jaminan keamanan pangan dan mutu pangan dan jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan. Persyaratan sanitasi pangan meliputi cara budidaya yang baik, cara produksi pangan segar yang baik, distribusi, pengangkutan dan/atau peredaran pangan yang
135
baik dan ritel yang baik. 234 Cara produksi pangan segar yang baik dengan memperhatikan aspek keamanan pagan yang meliputi: 235 1. Mencegah tercemarnya pangan segar oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan dari udara, tanah, air, pakan, pupuk, pestisida, obat hewan atau bahan lain yang digunakan dalam produksi pangan segar 2. Mengendalikan kesehatan hewan dan tanaman agar tidak mengancam keamanan pangan atau tidak berpengaruh negatif terhadap pangan segar. Cara memproduksi pangan mempengaruhi kualitas produk pangan yang dihasilkan, memproduksi produk pangan dengan penggunaan pestisida yang berlebihan dapat merusak lingkungan, terjadi pencemaran lingkungan khususnya tanah sebagai media tanam, dan udara. Sebaiknya menggunakan pupuk organik yang ramah lingkungan untuk proses produksi produk pangan. Menggunakan pestisida yang tepat dan tidak melebihi ambang batas yang dianjurkan. Penggunaan pestisida yang berlebihan pada saat perawatan tanaman dan menjelang panen menghasilkan buah yang mengandung cemaran pestisida, apabila dikonsumsi dapat membahayakan kesehatan konsumen/masyarakat yang mengkonsumsinya. Cara distribusi yang baik merupakan rangkaian yang harus diperhatikan agar produk segar hortikultura impor sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan yang meliputi: 236 1. Melakukan cara bongkar muat pangan yang tidak menyebabkan kerusakan pada pangan; 234
Pasal 3 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
235
Pasal 5 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan. Pangan. 236
Pasal 7 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan.
136
2. Mengendalikan kondisi lingkungan, distribusi dan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara; dan 3. Mengendalikan sistem pencatatan yang menjamin penelusuran kembali pangan yang didistribusikan. Pedoman cara ritel pangan yang baik memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara: 237 1. Mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar tidak terjadi pencemaran silang; 2. Mengendalikan stok penerimaan dan penjualan; 3. Mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kedaluwarsanya 4. Mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara. Pangan yang diedarkan khususnya produk segar hortikultura impor dilarang menggunakan bahan tambahan yang terlarang. Bahan Tambahan Pangan/BTP (Food Additive) diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan (yang ditetapkan tanggal 12 Juli 2012). Definisi bahan tambahan pangan adalah “bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan”. 238 Penggunaan bahan tambahan pangan diperbolehkan dengan beberapa syarat, bahwa bahan tersebut dapat dipergunakan dengan konsentrasi (kadar atau dosisnya) sesuai dengan aturan yang berlaku.
237
Pasal 8 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan. 238
Pasal 1 Butir 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan.
137
Beberapa bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaannya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 adalah sebagai berikut: 239 “Asam borat dan senyawanya (Boric acid), Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC), Dulsin (Dulcin), Formalin (Formaldehyde), Kalium bromat (Potassium bromate), Kalium klorat (Potassium chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Dulkamara (Dulcamara), Kokain (Cocaine), Nitrobenzen (Nitrobenzene), Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate), Dihidrosafrol (Dihydrosafrole), Biji tonka (Tonka bean), Minyak kalamus (Calamus oil), Minyak tansi (Tansy oil), Minyak sasafras (Sasafras oil)”. Produk segar hortikultura dilarang menggunakan bahan tambahan dengan menggunakan formalin untuk mencegah proses pembusukan. Pangan yang diedarkan juga wajib menggunakan kemasan yang aman, tidak mengandung bahan yang dinyatakan terlarang dan/atau dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia. 240 Pengemasan produk segar hortikultura impor yang akan diedarkan atau dikirim harus menggunakan bahan kemasan yang aman, pengemasan pangan dilakukan secara benar untuk menghindari, memperlama proses pembusukan, terjadinya pencemaran terhadap produk pada saat diedarkan. Penggunaan pengemasan pangan ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM).
239
Lampiran 2 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan. 240 Pasal 17 dan 18 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
138
Produk segar hortikultura yang sesuai dengan Keamanan pangan merupakan pangan yang dikategorikan produk yang tidak tercemar. Pangan
yang tercemar
meliputi sebagai berikut: 241 “pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya. Mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan. Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau yang berasal dari bangkai sehingga pangan tidak layak dikonsumsi manusia. Rangkaian untuk menghasilkan produk segar hortikultura yang baik, sesuai dengan standar mutu dan /atau keamanan pangan dimulai dari: 1. Sanitasi produk segar hortikultura impor yang baik, cara produksi yang baik (Good Agricultural Practice/GAP), pelaksanaan budidaya tanaman secara benar dan tepat dari pemilihan bibit, pemeliharaan tanaman, panen, penggunaan alat dan mesin yang baik sehingga dapat menghasilkan produk yang baik dan aman dikonsumsi. Lahan atau media tanam yang bebas dari cemaran bahan berbahaya beracun. Pencemaran produk dapat terjadi misalnya akibat limbah beracun, penggunaan pestisida berlebihan,
penggunaan
bahan
tambahan
pangan
yang
dilarang
misalnya
menggunakan formalin untuk mencegah proses pembusukan. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat merusak lingkungan sebagai wadah tanam bagi tanaman hortikultura. Pada saat menjelang panen dan panen tidak boleh melakukan penyemprotan pupuk cair. Tidak menggunakan bahan tambahan pangan yang 241
Pangan.
Pasal 23 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
139
dilarang. Budidaya tanaman hortikultura yang baik dengan memperhatikan penggunaan lahan yang baik dan tidak tercemar, misalnya tanah/lahan sebagai media tanam tidak tercemar limbah berbahaya dan beracun. Tercemarnya limbah berbahaya akan membuat hasil produksi dari tanaman hortikultura terkontaminasi dan dapat membahayakan kesehatan. Budidaya yang baik menekan residu kimia yang terdapat pada bahan baku pangan/produk segar hortikultura dari penggunaan pupuk, obat pengendali hama dan penyakit, bahan pemacu pertumbuhan, mengendalikan pencemaran biologis hama dan penyakit tanaman. 2. Pengemasan produk dan pencantuman label dilakukan dengan benar, bahan yang digunakan untuk pengemasan adalah bahan yang aman. Kemasan pangan berfungsi mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan, melindungi produk dari kotoran, membebaskan pangan dari jasad renik patogen. Pencantuman label bertujuan memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat terkait dengan asal produk, keamanan, mutu dan kandungan gizi dan keterangan lain yang diperlukan. Produk pangan impor yang akan diperdagangkan wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan pada saat memasuki wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pencantuman label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia serta memuat paling sedikit yaitu: “keterangan mengenai Nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor, halal bagi yang dipersyaratkan, tanggal dan kode produksi, tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa, nomor izin edar bagi Pangan Olahan, dan asal usul
140
bahan Pangan tertentu”. 242 Secara khusus produk hortikultura impor persyaratan kemasan wajib menggunakan bahan yang diizinkan pangan, menggunakan plastik yang mencantumkan logo tara pangan dan kode daur ulang. 243 pencantuman label wajib berbahasa Indonesia pada setiap produk dan/atau kemasan dengan mencantumkan yaitu: ”nama dan/atau merek produk, berat bersih atau jumlah produk, nama dan alamat produsen dan/atau eksportir, dan nama dan alamat importir”. 244 3. Pendistribusian produk hortikultura yang baik (Good Distribution Practice/GDP), tidak menggunakan bahan tambahan yang dilarang agar dapat tahan lama atau tidak cepat mengalami pembusukan. Tidak boleh menggunakan bahan yang dapat membahayakan kesehatan manusia (formalin). Buah-buahan, sayuran merupakan produk segar hortikultura, panduan pedoman buah yang baik diatur pada Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.160/11/2006 tentang Pedoman Budidaya Buah Yang Baik (Good Agriculture Practices). 4. Ritel produk hortikultura yang baik Langkah awal pangan segar impor yang akan dimasukkan kedalam wilayah Indonesia untuk diedarkan harus sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan pengaturan dan persyaratannya diatur lebih lanjut oleh Menteri pertanian dengan syarat: 245
242
Pasal 97 ayat 3 UU No.18 tahun 2012 Tentang Pangan. Peraturan Logo Tara diatur pada Peraturan Menteri Perindustrian No.24/MIND/PER/2/2010 Tentang Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang Pada Kemasan Pangan Dari Plastik. 244 Pasal 18 dan 19 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M/PER/4/2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. 245 Pasal 37 PP No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. 243
141
a.
b. c.
Pangan telah diuji, diperiksa dan/atau dinyatakan lulus dari segi keamanan, mutu dan/atau gizi oleh instansi yang berwenang negara asal dan Pangan dilengkapi dengan dokumen hasil pengujian dan/atau pemeriksaan Sesuai dengan perjanjian TBT/SPS WTO atau perjanjian yang telah diratifikasi Pemerintah. Pangan terlebih dahulu diuji dan/atau diperiksa di Indonesia dari segi keamanan, mutu dan/atau gizi sebelum peredarannya. Pangan yang akan diedarkan dilarang mengandung bahan beracun, berbahaya
atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia, mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan, mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia, pangan yang sudah kedaluwarsa. 246 Standar mutu pangan ditetapkan oleh kepala badan yang bertanggungjawab dibidang Standarisasi Nasional Indonesia. Ketentuan mengenai standar mutu dan/ keamanan pangan produk segar hortikultura impor mengacu pada Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Pengawasan dan pembinaan keamanan pangan segar menjadi tugas Direktorat Kementerian Pertanian mengenai: “penetapan persyaratan dan tata cara sertifikasi mutu pangan yang mempunyai tingkat resiko keamanan pangan yang tinggi, menetapkan persyaratan pengujian dan pemeriksaan serta ketentuan lain terhadap pangan segar yang masuk dan keluar wilayah Indonesia, memberikan persetujuan 246
Pasal 23 PP No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
142
terhadap pangan yang masuk yang harus diuji terlebih dahulu, melakukan pembinaan terhadap produsen segar, menindaklanjuti hasil pengujian”. 247 Produk segar hortikultura yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan meliputi: 1. Produk yang mengandung bahan tambahan yang terlarang misalnya formalin, mengandung bahan berbahaya dan beracun misalnya mengandung pestisida melampaui batas maksimum pada kulit dan daging buah dan sayuran. 2. Tidak menggunakan kemasan yang aman dan tidak mencantumkan label yang berisi keterangan produk dalam bahasa Indonesia yang memuat: ”nama dan/atau merek produk, berat bersih atau jumlah produk, nama dan alamat produsen dan/atau eksportir, dan nama dan alamat importir”. 3. Produk segar hortikultura impor mengandung organisme pengganggu tanaman, mengandung cemaran biologis, kimia bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati yang berpenyakit. 4. Ritel produk hortikultura yang tidak baik, tidak adanya tempat penyimpanan khusus untuk produk segar hortikultura impor. Tempat penyimpanan bertujuan untuk menjaga suhu, kelembaban, dan tekanan udara agar produk hortikultura impor tidak cepat mengalami pembusukan.
247
Ahmad Sulaeman, Food Safety Regulation Pelatihan PPNS Keamanan Pangan, Pusdik Reskrim Lemdiklat Polri Megamendung tanggal 17-30 Maret 2010 dan 31 Maret – 17 April 2010, Dept Gizi Masyarakat – Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
143
5. Pendistribusian produk hortikultura impor yang tidak baik, misalnya tidak memperhatikan kebersihan alat angkut yang digunakan, waktu pendistribusian sayuran dan buah untuk sampai ketangan konsumen yang tidak efisien yang dapat mengurangi mutu produk. 6. Sanitasi produk segar hortikultura impor yang tidak baik, cara produksi produk yang tidak baik, produk hortikultura impor yang berasal dari daerah yang terkena wabah penyakit tanaman. 7. Tidak memiliki surat keterangan sertefikat Sanitary and Phythosanitary dari negara asal. Perwujudan produk segar hortikultura yang sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan dimulai dari dilakukannya cara bercocok tanam yang baik, penanganan pasca panen dan pengemasan produk sampai pada pendistribusian yang baik dan benar sehingga bebas dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Tempat penyimpanan/lemari gerai yang baik dengan suhu yang benar dan terjaga diperlukan pada saat produk segar hortikultura dipasarkan tujuannya agar produk segar hortikultura impor tidak mudah mengalami proses pembusukan sehingga tetap terjaga mutu dan keamanan produk segar hortikultura impor tersebut. Standar mutu produk hortikultura impor adalah yang sesuai dengan kriteria keamanan dan kandungan Gizi Pangan. Mutu dibidang pangan dalam arti luas menggunakan penafsiran yang beragam, menurut Kramer dan Twigg (1983) mutu
144
adalah “ merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa, bau), oleh Kramer dan Twigg mutu pangan diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu sebagai berikut: 248 1. Karakteristik fisik/tampak meliputi penampilan warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik. 2. Karakteristik tersembunyi yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. 3. Spesifikasi dan fungsi produk sesuai dengan standar estetika yang terdiri dari warna, rasa, bau. Tidak mengandung bahan kimiawi yaitu logam-logam berat. Produk segar hortikultura impor yang tidak sesuai dengan standar mutu merupakan kebalikan dari pangan yang kategorikan sebagai pangan yang baik yang bermutu. Karakteristik fisik dari produk yang mengalami perubahan warna, penampilan, cacat fisik. Karekteristik produk yang mengandung mikrobiologis, produk yang mengalami perubahan warna yang tidak sebenarnya dari karakter produk, mengalami perubahan bau dan rasa. Mengandung bahan kimiawi yang melampaui batas maksimum misalnya mengandung pestisida yang melampaui ambang batas pada buah dan sayuran, mengandung formalin dan mengandung bahan tambahan terlarang. Mutu berdasarkan ISO/DIS 8402-1992 didefinisikan sebagai karateristik menyeluruh dari suatu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.
248
Kramer dan Twigg dalam Buletin Pusat Standardisasi Dan Akreditasi Info Mutu Edisi Bulan Juli 2004, Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian, hlm.6.