PUTUSAN Nomor: 1108/Pdt.G/2014/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan dalam perkara cerai talak antara: PEMOHON, umur 47 tahun, agama Islam, pendidikan terakhir STM, pekerjaan buruh, bertempat tinggal di Kabupaten Malang, selanjutnya disebut Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi; melawan TERMOHON, umur 44 tahun, agama Islam, pendidikan terakhir S1, pekerjaan tidak bekerja bertempat tinggal di Kota Pasuruan, selanjutnya disebut Termohon Konvensi/Penggugat Rekonvensi; Pengadilan Agama tersebut; Telah membaca berkas perkara; Telah mendengar keterangan kedua belah pihak; Telah memeriksa bukti-bukti di persidangan; DUDUK PERKARA Bahwa, Pemohon dengan surat permohonannya bertanggal 01 Juli 2014 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Pasuruan pada tanggal yang sama dengan register perkara nomor: 1108/Pdt.G/2014/PA. Pas, telah mengajukan hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa Pemohon telah melangsungkan perkawinan dengan Termohon pada tanggal 26 April 2007 sebagaimana tercantum dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: 123/31/IV/2007, tanggal 26 April 2007 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan;
Halaman 1 dari 30
2. Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon membina rumah tangga sebagai suami istri bertempat tinggal di rumah orangtua Termohon selama 1 bulan, dan terakhir di rumah kontrakan selama 6 tahun 1 bulan, telah melakukan hubungan sebagaimana layaknya suami istri namun belum dikaruniai keturunan; 3. Bahwa semula kehidupan rumah tangga Pemohon dan Termohon harmonis dan bahagia, namun sejak bulan April 2008 keadaannya mulai tidak harmonis dan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran; 4. Bahwa terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut disebabkan Termohon bersikap kurang hormat kepada orangtua Pemohon beserta keluarga besar Pemohon karena Termohon merasa mempunyai darah keturunan ningrat. Selain itu setelah sekian lama berumah tangga antara Pemohon dan Termohon masih belum dikaruniai keturunan anak meskipun Pemohon dan Termohon telah berikhtiar secara medis maupun alternatif dan ketika Pemohon ingin mengadopsi anak, Termohon menolak dengan alasan Termohon meresa repot jika memilik anak atau bayi; 5. Bahwa akibat perselisihan dan pertengkaran tersebut, Pemohon mengantar sekaligus memasrahkan Termohon kepada orangtua Termohon sehingga antara Pemohon dan Termohon berpisah tempat tinggal sejak bulan Juli 2013 sampai sekarang berlangsung selama 1 tahun; 6. Bahwa selama berpisah tersebut antara Pemohon dan Termohon sudah tidak melakukan hubungan layaknya suami istri lagi; 7. Bahwa melihat keadaan rumah tangga Pemohon yang demikian ini, Pemohon sudah tidak sanggup lagi untuk mempertahankannya dan jalan yang terbaik adalah bercerai dengan Termohon; 8. Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Pemohon mohon agar Ketua Pengadilan Agama Pasuruan c.q. Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk memanggil para pihak, memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan yang amarnya sebagai berikut:
PRIMER: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
Halaman 2 dari 30
2. Memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj‟i kepada Termohon; 3. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara menurut hukum; SUBSIDER: Mohon putusan yang seadil-adilnya; Bahwa, pada hari dan tanggal sidang yang telah ditetapkan, Pemohon dan Termohon hadir dalam persidangan kemudian Majelis Hakim berupaya mendamaikan kedua belah pihak agar dapat membina serta membangun kehidupan rumah tangganya kembali dengan rukun dan harmonis, akan tetapi tidak berhasil, kemudian Majelis Hakim memerintahkan kepada kedua belah pihak yang bersengketa untuk melaksanakan prosedur penyelesaian perkara dengan cara mediasi, atas kesepakatan dari para pihak Majelis Hakim telah menunjuk salah seorang Hakim bernama Dra. Hj. HASNAWATY A, S.H., M.H. sebagai mediator terhadap penyelesaian perkara a quo, akan tetapi tidak tercapai kesepakatan (tidak berhasil); Bahwa, selanjutnya persidangan dinyatakan tertutup untuk umum lalu dibacakan permohonan Pemohon yang isinya tetap dipertahankan oleh Pemohon dengan tanpa ada perubahan; Jawaban Dalam Konvensi: Bahwa, Termohon Konvensi memberikan jawaban secara tertulis bertanggal 1 Agustus 2014 dan mengajukan gugatan rekonvensi secara lisan sebagai berikut: 1. Poin 1, sudah benar. 2. Poin 2, tidak benar, karena tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan yang ada. Kurang dari 3 bulan Pemohon “belum bekerja” dan ikut dengan tante saya (saya sudah tidak punya orangtua, dan ikut dengan tante sejak bayi ). “ Tidak benar dan tidak sesuai dengan kenyataan, bila Pemohon dan termohon tinggal di rumah kontrakan selama 6 tahun 1 bulan “Pemohon kemudian mendapatkan pekerjaan di Tulungagung selama kurang lebih 1 tahun. Saya tidak ikut, karena secara ekonomi masih belum mampu ( ini juga atas saran Pemohon, untuk ikut tante dulu ), karena setelah menikah,
Halaman 3 dari 30
kita menanggung hutang. Pemohon sambang ke Pasuruan 1 bulan sekali selama 2 hari. Bila Pemohon baru datang kita melakukan hubungan suami istri. Saat berjauhan komunikasinya lewat handphone ( telephone/sms ). Lebih sering telephone. Otomatis dengan kurangnya kwantitas dan kwalitas kita bertemu, menyebabkan kita tidak bisa melakukan hubungan suami istri secara rutin. 3. Poin 3, tidak benar, tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan yang ada. Malah pada tanggal 26-4-2008, kita merayakan Hari Ulang Tahun Perkawinan 1 di Pasuruan. Dirayakan secara sederhana bersama keluarga saya, saya dan Pemohon. Tante saya memberi kado untuk kami “kue tart kecil”. Pada tanggal itu juga, kita baru memiliki motor “Honda Revo”, walaupun secara kredit. Saya ada buktinya. Jadi sama sekali tidak benar, bila kehidupan rumah tangga Pemohon dan Termohon mulai tidak harmonis, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran. Contoh-contoh keharmonisan dan kebersamaan Pemohon dan Termohon (saat Pemohon sambang): 1) Bayar kredit Revo bersama-sama ke Adira. 2) Saya selalu diajak keluar ke toko elektronik langganannya (biasanya keluarnya malam hari). 3) Bila tidak ada acara keluar, kita lakukan dengan ngobrol dan nonton tv bersama-sama. 4) Dan masih banyak sekali contoh keharmonisan dan kebersamaan kami.
sebelum saya menikah dan sampai menikahpun, saya punya aktivitas memberi les pelajaran untuk anak SD dan SMP, juga dagangan MLM (Multi Level Marketing), seperti “Sophie Martin” aktivitas tersebut atas ijin dan dukungan dari Pemohon.
Tahun 2008, Pemohon pindah kerja di Kepanjen (Malang). Saya tidak ikut, karena Pemohon tinggal serumah dengan pekerja yang lain. Pemohon sambang ke Pasuruan 1 bulan sekali selama 2 hari. Saat berjauhan komunikasinya lewat handphone ( telephone/sms ). Lebih sering telephone. Bila ketemu kita melakukan hubungan suami istri.
Halaman 4 dari 30
Januari 2009, Pemohon pindah kerja di Pujon (Malang), Pemohon tinggal di Stall (kandang sapi), milik bosnya bernama XXXXXXX. Tinggal di Stall bersama temannya.
Pemohon sambang ke Pasuruan 1 bulan sekali selama 2 hari. Saat berjauhan komunikasinya lewat handphone ( telephone/sms). Lebih sering telephone. Bila ketemu kita melakukan hubungan suami istri.
Saya beri lagi contoh-contoh keharmonisan dan kebersamaan Pemohon dan Termohon (saat Pemohon Sambang): 1) Berdua berwisata ke Madakaripura saat lebaran dengan naik motor (Probolinggo,2009). 2) Berdua berwisata ke Pemandian Air Hangat Cangar dengan naik motor (2009). 3) Settiap sambang ke Pasuruan, Pemohonselalu membelikan oleh-oleh. 4) Dan masih banyak sekali contoh keharmonisan dan kebersamaan kami.
Tahun 2010, Pemohon pindah dan kost 1 kamar di rumah pak XXXXXXXXXXXXXX (dekat balai desa Ngroto). Saya tetap di pasuruan,
karena
kata
Pemohon
“kasihan
bila
saya
harus
meninggalkan murid-murid saya dan down line-down line saya di MLM” . Bila Pemohon tidak bisa ke pasuruan (1 bulan serkali selama 2 hari), saya yang ke Pujon dan menginap kurang lebih 14 hari . Setiap ada kesempatan ketemu kita melakukan hubungan suami istri . Saat berjauhan komunikasinya lewat handphone (telephone/sms) . Lebih sering telephone.
Saya beri lagi contoh-contoh keharmonisan dan kebersamaan Pemohon dan termohon (saat Pemohon sambang):
Pemohon merayakan Ulang Tahun saya , bersama keluarga saya di „Green Garden” Pasuruan (2010).
Setiap sambang ke Pasuruan, saya selalu di ajak ke tempat favorit kita untuk makan yakni ke “Bakso Kepala Sapi” Pasuruan . Karena Pemohon memang suka sekali berwisata kuliner.
Diajak Pemohon maen kerumah teman-temannya di Pujon (saat saya menginap di Pujon).
Halaman 5 dari 30
Dan masih banyak sekali contoh keharminisan dan kebersamaan kami.
Sekitar Agustus 2011, Pemohon pindah, dan kost 1 kamar, di rumah Jayadi (di desa Gloyong), kurang lebih 4 bulan . Saya pernah tinggal di situ kurang lebih 1 bulan, Cuma sebentar, karena yang punya rumah suka hutang pada kiota . Setiap ada kesempatan ketemu kita melakukan hubungan suami istri.
Januari 2012, Pemohon baru mengontrak rumah. Mencari kontrakan rumah juga dengan saya, Pemohon dan teman Pemohon (sebagai perantara). Saya, Pemohon dan teman Pemohon, ketemu langsung dan berbicara dengan Bapak dan Ibu XXXX (pemilik rumah). Maaf, yang membayar kontrakan rumah bos Pemohon bernama XXXXXXX.
Sejak menikah, walaupun hidup berjauhan (April 2007-Desember 2011), sampai hidup satu rumah di rumah kontrakan (Januari 2012Juli 2013), banyak sekali tercipta kenangan indah dan amnis. “Jadi jauh sekali dengan yang namanya perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga kami”. Saya berani disumpah “Alqur‟an atas kebenaran dan kenyataan yanga da. Saya kutip omongan Pemohon pada saya saat Pemohon ke Pasuruan tanggal 25-6-2014:
Kata Pemohon: “Awak e dewe nggak tau yo mi tukaran rame.”
Saya jawab : “Iyo sam, nggak tau.”
4. Poin 4, sama sekali tidak benar.
Tahun 2008, saya dan Pemohon silaturahmi ke bu XXXXXXX (keluaga Pemohon di Surabaya).
Tahun 2009, kebetulan saya dan Pemohon ada keperluan ke Bondowoso, sekalian kita silaturahmi ke Pak Dhe nya Pemohon di Jember.
Januari 2011, ibu Pemohon silaturahmi ke Pasuruan, kebetulan bertepatan dengan Ulang Tahun saya. Ibu Pemohon, keluarga saya, Pemohon semua saya belikan bakso “Kepala Sapi” dan dimakan bersama-sama di rumah.
Halaman 6 dari 30
November 2011, saya dan Pemohon silaturahmi ke Ibu Pemohon di Solo dengan naik motor. Sekalian silaturahmi ke bude XXXXXXXXXX, di Kleco Solo.
Saya dan Pemohon menyempatkan wisata ke Kraton Solo dan Kraton Jogya (saya masih menyimpan video di handphone saya, saat wisata ke Kraton Jogya).
Usaha medis dilakukan dari tahun : 1) Tanggal : 20-10-2008 dan 17-11-2008 : ke dokter Wayan SpOG (Pasuruan), ada bukti catatan saya. 2) Tanggal : 16-12-2008 ke RSUD Pasuruan, ada bukti catatan saya. 3) Tanggal 1-10-2010 dan 19-10-2010 : ke dokter Djauhar SpOG (Probolinggo), ada bukti kartu berobat. 4) Tanggal 19-9-2011 : ke dokter Wayan SpOG (Pasuruan), ada bukti kartu berobat.
Dari usaha medis tersebut di atas, setiap dokter kandungan, suami selalu diberi “Surat Pengantar Untuk Periksa Sperma ke Laboratorium” tapi sayangnya, Pemohon tidak melaksanakannya. Hanya saya saja yang mau diperiksa. Dari dokter kita selalu, diberi resep vitamin untuk suami dan istri. Kata dokter Djauhar (Probolinggp,2010), karena haid saya teratur, saya dinyatakan masih sehat dan subur. Mungkin Allah SWT belum waktunya memberi kita rezeki (anak). Atau mungkin karena kurangnya kita berdoa ?
Untuk usaha alternatif dilakukan dari tahun 2008 – 2012, kita kompak kerjasamanya, karena Cuma dpijet dan minum jamu.
Saya menolak keras kata-kata Pemohon. Saya tidak pernah merasa repot jika memiliki anak atau bayi. Sudah menjadi kodrat alami wanita punya instinc/naluiri untuk merawat anak/bayi. Apalagi saya sudah pernah merawat keponakan saya dari umur 4-7 bulan, karena ibunya sakit. Saya juga pernah merawat keponakan saya di Surabaya yang masih umur 3 bulan selama 1 bulan, karena ibunya juga sakit.
Halaman 7 dari 30
Pertanyaannya sekarang : saat Pemohon ke Pasuruan tanggal 25-6-2014, saya bercerita bahwa istri adik saya yang bernama Herdianto, sedang hamil (diperkirakan kembar, lahir November nanti). Saya katakan : “Bagaimana kalau kita adopsi satu bayi tersebut.”Tapi sayangnya Pemohon tidak ada respon.
5. Poin 5, saya merasa dengan Pemohon tidak berselisih dan bertengkar atas masalah tersebut, dari poin 2, 3, 4, 5, 6 dan 7, semua yang ditulis Pemohon tidaklah sesuai dengan kebeneran dan kenyataan yang ada. Dengan terpaksa sekali, saya buka fakta yang sebenarnya, ya mohon maaf banget sebelumnya. Sehubungan dengan pekerjaan Pemohon di “Mesin Dindong” ada operasi dari Polda Jatim, hal itulah sebenarnya yang menyebabkan “Guncangan Dalam Rumah Tangga Kami.” Demi keselamatan saya, makanya saya dipulangkan ke Pasuruan tanggal 16-7-2013. Secara tidak sengaja,
saya
mendengar
percakapan
Pemohon
dan
Mas
XXXXXXXXXXXX (teman Pemohon), bahwa ada rotasi/mutasi besarbesaran di Polda Jatim pada bulan Mei dan Juni 2013. Kebenaran info tersebut juga saya cari dan saya baca di GOOGLE. tanggal 13-7-2013, Pemohon pernah tanya ke saya. Dan ini saya kutip percakapan kita: - “ Mi kapan dirimu balik Pasuruan?” tanya Pemohon -“ Soale wingi bengi onok polisi 2, teko nang omah, ngandani nek situasine gawat.” Kata Pemohon. - “ Soale nek onok opo-opo aku iso mlayu, lha terus nek dirimu terus piye ? “ kata Pemohon. Saya diam saja, karena saya kaget dan bingung. Akhirnya tanggal 16-72013, saya dipulangkan ke Pasuruan, waktu itu juga, saat Pemohon masih di Pasuruan, sekitar jam 19.00, Pemohon di telephone XXXXXXX (bosnya) untuk menutup lokasi Mesin Dindong di rumah mbak XXX. Percakapan lewat telephone tersebut saya dengar sendiri. Benar-benar luar biasa dampak/imbas dari pekerjaan tersebut pada rumah kami. Sehingga saya tidak bisa ke Pujon, dan Pemohon tidak bisa meninggalkan pekerjaan tersebut. saking gawatnya sikonnya. Dibuktikan dengan sms Pemohon pada
Halaman 8 dari 30
saya yang menggambarkan keadaan tersebut. Sms-sms tersebut masih saya simpan di handphone saya. 6. Poin 6, tidak benar, karena tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan yang ada : 1) Tanggal: 11-12-2013, Pemohon datang ke Pasuruan untuk mengurus surat Boro Kerja, esok harinya, saya yang membantu menguruskan surat Boro Kerja sampai selesai. Pada siang hari kita melakukan hubungan suami istri (peristiwa ini saya catat di catatan saya). Agak sore Pemohon pulang ke Pujon. Tanggal 23-12-2013 Pemohon ke Pasuruan bersama temannya untuk mengambil surat Boro Kerja. 2) Tanggal 7-1-2014, Pemohon datang ke Pasuruan dan bermalam sehari. Dua kali kita melakukan hubungan suami istri. Pertama : pada siang hari, ke dua : menjelang tidur malam (peristiwa ini saya catat di catatan saya). Kenapa Pemohon mesti menulis seperti itu di poin 6 ? “Bagaimana dengan nafkah lahir yang tidak bisa dipenuhi oleh Pemohon selama saya di Pasuruan? “ Tapi saya diam saja, karena saya mengerti dan maklum dengan “sikon Pemohon” terutama sikon ekonominya Pemohon”. Terus terang, melihat, mendengar dan merasakan keadaan Pemohon seperti itu, saya sering menangis, sedih dan prihatin , apalagi Pemohon pernah bercerita pada : 1) Tante saya lewat telephone (27-10-2013), bahwa Pemohon sedang nganggur. Disarankan oleh tante saya untuk pulang ke Pasuruan dan buka usaha “Toko Sembako” dan akan diberi modal oleh tante saya. 2) Sms Pemohon ke saya pada tanggal 6-1-2014 (smsnya yang menggambarkan hal itu). Sms itu masih saya simpan. 3) Saat Pemohon datang ke Pasuruan (7-1-2014), Pemohon curhat ke saya, bahwa Pemohon sering tidak makan (lebih banyak berpuasa) 4) Saat Pemohon ke Pasuruan bersama temannya (1-7-2014) yang bernama Sulton, bahkan makan dan minta rokok pada dia. 7. Menanggapi poin 7, saya berusaha “berpikir positif “ karena poin demi poin yang ditulis Pemohon, maaf banget sebelumnya, sepertinya “terlalu direkayasa dan didramatisir” jadi pekewuh bila saya tulis di sini. Dan mohon
Halaman 9 dari 30
maaf banget sekali lagi, apa karena Pemohon sedang mengalami kesulitan ekonomi, Pemohon bersikeras ingin bercerai? Kalau saya merespon prahara/badai dalam rumah tangga kami, adalah suatu ujian dan cobaan dari Alloh SWT, karena selama menikah (2007) baru di tahun 2013 kita mendapat ujian dari-Nya yang begitu dahsyat. Tiada hidup dan kehidupan dalam rumah tangga tanpa ujian dan cobaan dari Yang Maha Kuasa. Kalau saya pribadi masih ingin tetap meneruskan dan mempertahankan rumah tangga kami. Apalagi dulu mengingat saat melangkah ke jenjang pernikahan juga begitu banyak ujian dan cobaan. Masalah kesulitan ekonomi masih bisa dicari bersama-sama bagaimana solusinya dan bisa kita bangun secara bersama-sama. Awalnya dulu kita ya merangkak dari bawah. Apalagi saya teringat omongan Pemohon pada saya saat di Pujon tanggal 15-7-2013, kata Pemohon: “aku pingin ngiyup melu dirimu sampek tuwek yo mi, soale aku nggak duwe omah. Terus saya jawab: “iyo sam, ayo wis wong dirimu bojoku”. Dalam Rekonvensi: -
Penggugat rekonvensi menuntut kepada Tergugat rekonvensi secara lisan berupa: 1) Nafkah madliyah selama 12 bulan sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah); 2) Nafkah iddah sebesar Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah); 3) Mut‟ah berupa 1 buah sepeda motor merk Pulsar;
Replik Dalam Konvensi: Bahwa Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi menyampaikan replik secara tertulis bertanggal 16 September 2014 sebagai berikut: 1. Satu tahun setelah pernikahan kami kira-kira pertengahan tahun 2008 awal mulainya
permasalahan
diantara
kami.
Benih
permasalahan
yang
disebabkan oleh Termohon (Jenny Windarini) ialah melayangkan secarik kertas surat yang ditujukan/dialamatkan kepada ibu Pemohon yang mana isi surat tersebut sebenarnya tidaklah pantas dilakukan oleh seorang menantu kepada mertua. Inti dari isi surat tersebut ialah, Termohon merasa keberatan jika ibu saya memanggil saudari TERMOHON dengan tanpa
Halaman 10 dari 30
menyertakan embel-embel sebutan “nak” di depan namanya. Secara pribadi saya maupun ibu saya merasa amat tersinggung dengan adanya surat tersebut. Walaupun begitu, saya mencoba meredakan permasalahan tersebut
dan
mencoba
memperbaiki
hubungan
dengan
Termohon
sebagaimana layaknya hubungan suami istri pada umumnya. Jadi, kemesraan-kemesraan yang diceritakan oleh Termohon
menurut saya
sangatlah lumrah sebagaimana mestinya orang berumah tangga. 2. Permasalahan ke 2 (dua) yang membuat kekecewaan saya bertambah yaitu pada hari Minggu 14 Oktober 2012 Termohon tidak mau untuk saya ajak ataupun saya tinggal untuk menghadiri acara pernikahan sepupu Pemohon yang berdomisili di Surakarta. Pada akhirnya, hari Minggu 14 Oktober 2012 waktu sore hari Termohon saya titipkan kepada mertua (orangtua Termohon) selama kurang lebihnya satu bulan yang bertujuan untuk agar orangtua Termohon bisa menasehati dan juga sebagai intropeksi dari kami masing-masing. Dan satu bulan berikutnya pada pertengahan bulan Nopember 2012 atas permintaan Pemohon, Jenny Windarini dengan diantar adiknya untuk kembali ke Pujon dengan harapan bisa memperbaiki hubungan
rumah
tangga
kami
yang
mulai
renggang.
Tapi
pada
kenyataannya, di awal Tahun 2013 Pemohon dan Termohon ditawari oleh tetangga bahwa ada seorang bayi untuk diadopsi. Saya pribadi amatlah senang karena dalam 6 tahun pernikahan belum dikaruniai seorang anak. Karena bagi saya, kehadiran anak sangatlah penting mengingat usia kami tidaklah muda lagi entah itu anak kandung ataupun anak hasil adopsi. Ternyata Termohon tidak mau saya ajak adopsi, dan memilih untuk mundur jika saya mengadopsi seorang anak. Termohon menyatakan keberatan, repot jika punya seorang bayi apalagi bayi tersebut adalah hasil adopsi. Dari situlah seperti uraian di atas, saya sebagai Pemohon merasakan kekecewaan yang teramat sangat. Disinilah puncak kekecewaan saya. Dan pada malam itu juga Termohon saya talak “cerai”. Dan 6 (enam) bulan kemudian pada bulan Juli 2013 seminggu sebelum puasa, Termohon saya pulangkan ke rumah orang tuanya di Pasuruan. Saya antar bersama dua rekan-rekan saya. Di depan orang tua Termohon saya pasrahkan untuk
Halaman 11 dari 30
saya ceraikan, karena saya sudah tidak ada kecocokan lagi membina rumah tangga dengan saudari PEMOHON. Maka pada tanggal 1 Juli 2014, saya datang ke Pangadilan Agama Pasuruan untuk mengurus perceraian kami. Dan sejak saat itu pula, kami sudah tidak melakukan hubungan suami istri lagi. Dengan hidup pisah rumah selama 1 (satu) tahun terakhir, menunjukkan sudah tidak ada kecocokan ataupun keharmonisan lagi. Bagi saya, perselisihan, kesalahpahaman ataupun pertengkaran tidaklah harus teriak-teriak untuk didengar tetangga apalagi kontak fisik. Karena niat saya menikahi Termohon untuk tujuan kebaikan/ibadah, dan bukan untuk saling menyakiti baik lahir maupun batin. 3. Menanggapi point 7 dan point tambahan dari Termohon. Pada waktu Termohon saya serahkan/pulangkan kepada orantuanya (bulan Juli 2013), Termohon mempunyai uang dalam bentuk tabungan di bank dan asset yang ada di Pasuruan sebesar lebih kurang 10 juta rupiah. Uang tersebut didapat dari gaji utuh yang saya berikan tiap bulannya sebesar 2 juta rupiah/bulan. Adapun untuk kebutuhan rumah tangga sehari-harinya saya yang menanggungnya. Pada waktu itu kerjaan saya lumayan mapan dengan upah 70 ribu rupiah plus ceperan per harinya. Dan pada akhir bulan Juni 2014 atau seminggu sebelum saya mengajukan perkara cerai, Termohon saya berikan uang kontan sebesar 5 (lima) juta rupiah sebagai bentuk kompensasi satu tahun selama pisah rumah. Uang tersebut (5.juta rupiah) adalah hasil dari penjualan mobil merek Daihatsu Charade tahun 1982 yang laku terjual 7,5 juta rupiah. Saya menjual mobil tersebut dikarenakan mulai satu tahun terakhir ini saya tidaklah bekerja seperti yang dulu lagi. Kerjaan saya yang sekarang sebagai buruh serabutan yang hasil upahnya tidaklah seberapa. Untuk saat ini harta satu-satunya yang saya miliki adalah sepeda motor pulsar yang biasanya saya pergunakan untuk mencari nafkah. Dan kami sudah tidak punya harta lagi untuk disengketakan/diperebutkan. Jawaban Dalam Rekonvensi: Bahwa Tergugat Rekonvensi menyatakan tidak mampu untuk memenuhi 3 (tiga) tuntutan Penggugat Rekonvensi, yaitu: -
12 juta rupiah sebagai nafkah lahir selama 12 bulan (1 tahun);
Halaman 12 dari 30
-
6 juta rupiah untuk masa iddah;
-
Dan 1 sepeda motor Pulsar;
Akan tetapi Pemohon memberi jawaban secara lisan yang menyatakan bersedia memberikan 1 sepeda motor merk pulsar, pada kesimpulannya, perceraian ini bukan dikarenakan permasalahan financial, tapi dikarenakan sudah tidak ada kecocokan lagi untuk membina rumah tangga. Untuk itu mohon kepada majelis hakim untuk memutuskan perkara ini seadil-adilnya. Duplik Dalam Konvensi: Bahwa Termohon Konvensi/Penggugat Rekonvensi menyampaikan duplik secara tertulis bertanggal 23 September 2014 sebagai berikut: 1. Saya ingin bila ibu Pemohon memanggil saya ada embel-embel nak. Karena di keluarga saya, pak PEMOHON(Pemohon), oleh tante, pak dhe dan bu dhe saya dipanggil nak PEMOHON. Keluarga saya kepada siapa saja ya ngajeni, apalagi kita sebagai orang Jawa yang terkenal dengan menjujung tinggi tata krama/unggah ungguh. Mungkin maksud saya benar, tapi cara saya yang keliru. Atas kelancangan saya tersebut, saya minta maaf yang sebesar-besarnya kepada Ibu Sugiyem (ibu Pemohon) dan pak PEMOHON (Pemohon). Sebenarnya saya juga merasa amat tersinggung, juga tante saya, atas perkataan-perkataan pak PEMOHON pada saat saya diantar pulang ke Pasuruan tanggal 16 Juli 2013. Karena sempat terjadi ketegangan antara tante saya dengan pak PEMOHON. Saya juga kaget pak PEMOHON kok bisa begitu kurang sopan/nglamak kata-katanya pada tante saya. Tapi kita menyikapinya dengan bersabar dan bijaksana. Boleh nanti tante saya dijadikan saksi. 2. Menanggapi permasalahan ke 2. Tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Begini, saat menjelang resepsi pernikahan kita dulu (29 April 2007), Rinanto (adik Pemohon), yang saya rencanakan untuk damping ibu pak PEMOHON di kuade, akan pulang mengantarkan Iin (sepupu pak PEMOHON) ke Solo. Saya jadi panik, akhirnya saya sempat marah ke Iin. Tari kakak Iin tidak terima, saya didamprat habis-habisan oleh Tari lewat telephone. Ada-ada saja cobaan orang nikah. Saya sebagai manusia biasa, juga punya rasa sakit hati. Karena itulah sampai terjadi seperti yang ditulis pak PEMOHON.
Halaman 13 dari 30
hal tersebut, saya juga minta maaf pada keluarga pak dhe Harno (orangtua Iin),
dan
juga
minta
maaf
pada
pak
PEMOHON.
Pernah
saya
mengungkapkan etikat baik saya, pada Lebaran tahun 2013, bila pak PEMOHON ke Solo, saya ikut. Mumpung Lebaran, moment yang baik untuk saling meminta maaf pada mereka. Tapi pak PEMOHON tidak mengijinkan ikut. Ya sudah, saya tidak memaksa. Yang penting saya sudah ada etikat baik. Karena hal tersebut, saya ditirahkan ke Pasuruan tanggal 22 Oktober 2012, bukan tanggal 14. Kebetulan saat saya ditirahkan, pak dhe saya opname karena stroke. Jadi saya baru pulang ke Pujon awal Desember 2012. Bukan pertengahan November. kebetulan juga adik saya Wawan yang baru pulang dari Malang (menjaga pak de opname), mampir ke Pasuruan, untuk selanjutnya pulang ke Jombang bareng saya ke Pujon (menginap satu malam). Ok lah saya berharap seperti yang ditulis Pemohon, apalagi saya tidak enak lama di Pasuruan, karena saya punya kewajiban pada suami. Tapi walaupun saya di Pasuruan, komunikasi tetap terjalin lewat telephone. Setiap malam Pemohon telephone saya. Saya khilaf kepleset berbicara seperti itu, bukan karena tanpa alasan. Karena saya juga sebenarnya kecewa berat sama pak PEMOHON, karena selama usaha medis, pak PEMOHON tidak pernah mau di test sperma, padahal dapat surat pengantar dari dokter kandungan. Tapi hal itu sudah kita bicarakan, kebetulan waktu itu saya sudah telat 2 bulan, saya bilang pada pak PEMOHON, bila saya jadi hamil kita tidak perlu adopsi.Tapi bila gugur, kita adopsi anak. Dan pak PEMOHON acc. Atas ucapan saya tersebut saya minta maaf. Saya tidak pernah merasa keberatan, apalagi meresa repot merawat anak. Masya Allah, kenapa pak PEMOHON bisa tega menuduh saya seperti itu? Saya punya pengalaman merawat keponakan saya saat bayi (1989) dari umur 4-7 bulan, apalagi waktu itu saya masih kuliah, buktinya saya bisa menghandlenya. Saya juga pernah merawat keponakan saya di Surabaya (2007) yang masih berumur 3 bulan, selama 1 bulan. Mungkin Allah SWT belum mengijinkan kita mengadopsi bayi, karena Allah lebih tahu kalau ekonomi kita akan mengalami cobaan. Kita lihat dan kita rasakan saja kenyataannya. Atau itu adalah sebuah “Karma” atas apa yang
Halaman 14 dari 30
telah pak PEMOHON perbuat di masa lalu, karena siapa yang menanam dia yang akan menuai. Mohon maaf saya terpaksa menulis seperti itu. Saya juga tidak ingin saling melempar kesalahan, coba kita saling instropeksi, apalagi usia kita juga sudah dewasa banget, malulah dengan usia kita, wong sama-sama sudah bau tanah. Saya ditalak cerai, pada tanggal 14 Juli 2013 (6 Ramadhan 1434 H), pada saat adzan Dhuhur. Saya sebagai obyek, saya ingat betul dan terekam dengan baik dalam memori otak saya, dan langsung saya catat dalam catatan harian saya. Saya cuma bisa istighfar, kenapa itu dilakukan saat saya menjalankan ibadah puasa, di bulan penuh Rahmat dan Berkah? Ya Allah astaghfirullahalazim… Dan saya dipulangkan pada tanggal 16 Juli 2013 (8 Ramadhan 1434 H), saya bawakan kalendernya sebagai bukti. Dan juga ada saksinya, yaitu tante saya dan 2 rekan pak PEMOHON, bahwa saya dipulangkan pada saat puasa, bukan seminggu sebelum puasa, seperti yang ditulis pak PEMOHON. Pada saat itu juga (16 Juli 2013), pak PEMOHON dan tante saya bersitegang, di situ saya kaget, pak PEMOHON begitu nglamak kata-katanya pada tante saya. Apa itu juga pantas dilakukan oleh seorang menantu kepada mertua? 3. Pak PEMOHON jangan lupa, bahwa saya walaupun tidak bekerja, saya juga punya aktivitas dagang dan kasih les sebagai pemasukan pribadi saya (saat saya hidup berjauhan dengan pak PEMOHON, dari
sejak nikah/2007
sampai awal Januari 2012). Walaupun saya bisa mencari uang sendiri, memang sudah menjadi kewajiban pak PEMOHON sebagai kepala keluarga memberikan nafkah lahir, dengan memberikan uang sejumlah 2 juta/bulan. Pemberian 2 juta/bulan itu kan juga atas kemauan pak PEMOHON sendiri, iya kan? Menanggapi tulisan pak PEMOHON “ Adapun untuk kebutuhan rumah tangga sehari-harinya saya yang nanggung “ Saya jadi geli membacanya, ya mesti saja pak PEMOHON yang nanggung, kan pak PEMOHON kepala keluarga? masa tetangga yang nanggung?
yang
mengatur managemet seperti itu juga pak PEMOHON sendiri kan? Sebenarnya pak PEMOHON menulis seperti itu kurang pantas, orang sudah jadi kotoran/feces kok dibahas. Sekedar kilas balik saja, masa pak PEMOHON lupa? Sekitar September 2006, saat kita masih pacaran,
Halaman 15 dari 30
pekerjaan pak PEMOHON di mesin Dingdong (di Kepanjen Malang), di obrak Polisi. Pak PEMOHON mau pulang ke Solo tidak punya uang, kebetulan saya tidak ada uang, makanya saya pinjamkan adik saya Rp 450.000 untuk ongkos pulang ke Solo. Dan saya akhirnya yang membayar ke adik saya. Sekitar Desember 2006 pak PEMOHON sms saya minta dijemput, karena mau ke Pasuruan tidak punya uang dan di Solo jarang makan. Saya kasihan, akhirnya pak PEMOHON saya jemput. Saya di Solo selama 2 minggu. Selama 2 mingguan (sekitar bulan Januari 2007), pak PEMOHON tinggal di Perum Kebon Candi Pasuruan (rumah tante saya), karena belum mukhrim, selama itu saya yang nanggung makannya pak PEMOHON. Semua pengorbanan tersebut, saya lakukan dengan hati yang tulus dan ikhlas, walaupun saya belum jadi istrinya. Sebelum nikah pak PEMOHON belum punya pekerjaan sampai setelah nikah (± 3 bulan), kita berdua (saya dan pak PEMOHON), makan ikut tante saya. Tapi tante saya juga tidak mempermasalahkan. Sebenarnya ini juga kurang pantas saya ungkap di sini. Karena sepertinya jadi “itung-itungan.‟ Masalah hasil penjualan mobil (25 Juni 2014) Daihatsu Charade (1982), yang merupakan harta Gono-Gini kita berdua, itu memang hak saya juga untuk menerima hasil penjualan, iya kan? Coba dipikir dengan pikiran /logika yang sehat. Iya saya memang dikasih 5 juta. 4. Begini bapak dan ibu majelis hakim, sebenarnya saya teramat sangat kecewa
juga
dengan
pak
PEMOHON,
kenapa
pak
PEMOHON
mempermainkan saya? 1) Dulu melalui telephone (sekitar pertengahan November 2013), pak PEMOHON
mengatakan
pada saya.
Saya
kutip
omongan pak
PEMOHON: Saya punya 2 opsi (kata pak PEMOHON): 1. Bila saya (Jenny Windarini) setuju dan mau mengadopsi anak, ya rumah tangga kita diteruskan dan kita hidup di Pasuruan dengan membuka toko Sembako, (saya memilih opsi ini). Dan kita sudah sepakat/deal. 2. Bila saya tidak setuju dengan opsi ke 1, kata pak PEMOHON, kita lanjut ke PA. Saya berani disumpah dibawah ALQUR`AN bahwa memang benar pak PEMOHON mengeluarkan Statement seperti itu. Tapi sayangnya
Halaman 16 dari 30
kesepakatan kita dingkari oleh pak PEMOHON. Dalam 2 minggu pak PEMOHON berubah lagi, katanya lagi lewat telephone (setelah saya tanya realisasi atas opsi yang sudah kita sepekati), ini saya kutip omongan pak PEMOHON “ lek XXXXXXX nggak nyambut gawe mesin iso gendeng, aku iso edan, terus mbokku mangan opo, terus sopo sing bayar sppne ando “ Saya tidak dipikiri. 2) Waktu ke Pasuruan (25 Juni 2014), dia mengatakan tidak bisa neruskan rumah tangga kita. Terus saya complain (kasep, 1 tahun baru diurus, saya nggak mau, lha kok enak temen ), kata pak PEMOHON : 1. sek tak pikir-pikir ) mikir saja sampai 1 tahun, 2. soale aku sek nggak duwe duwik. Jadi diurus setelah dapat duit dari hasil jual mobil. Terus terang saya sudah merasa dilecehkan oleh pak PEMOHON. Jangan samakan saya dengan wanita-wanita lain yang pernah ada/ hidup di masa lalu anda. Habis maunya, terus dibuang. Maaf banget saya terpaksa ngomong begini di depan Majelis Hakim. Saya sebenarnya juga kecewa sama anda, kenapa anda membohongi saya tentang masa lalu anda? Anda baru bercerita pada tahun 2013 tentang masa lalu anda. Saya sebenarnya tidak mau membuka aib anda di sini. Karena itu masalah privacy anda. Dan satu lagi sebenarnya saya tidak mempermasalahkan masa lalu anda. Saya sudah berusaha meminta maaf atas segala kesalahan saya dan sudah ada etikat baik, tetapi tetap saja saya diperlakukan seperti ini. Makanya saya tetap bersikeras tidak mau dicerai oleh pak PEMOHON. 3) Terus terang saya juga kecewa berat, telah diperlakukan seperti ini oleh pak PEMOHON. Makanya saya bersikeras tidak mau dicerai oleh pak PEMOHON. Mengenai 3 tuntutan saya, untuk pak PEMOHON tetap harga mati. Karena secara tidak langsung pak PEMOHON telah mengajari saya, bahwa saya tetap akan dicerai dengan harga mati. Makanya tuntutan saya tersebut ya tetap harga mati. Sudah tahu kan resikonya kalau menggugat, pasti ada tuntutan. Karena saya dengan anda menikah sah, bukan nikah siri. Jadi hak-hak istri dilindungi oleh hukum dan undang-undang.
Halaman 17 dari 30
Replik Dalam Rekonvensi: Bahwa Penggugat rekonvensi menyatakan tetap pada tuntutannya (harga mati): -
12 juta rupiah sebagai nafkah lahir selama 12 bulan (1 tahun);
-
6 juta rupiah untuk masa iddah;
-
Dan 1 sepeda motor Pulsar yang digunakan oleh pak PEMOHON; Bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya, di persidangan
Pemohon mengajukan bukti-bukti berupa: A. Surat 1) Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor: 123/31/IV/2007 tanggal 26 April 2007 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan, bermeterai cukup dan telah dicocokkan dan ternyata cocok dengan aslinya serta isinya tidak dibantah oleh pihak Termohon (Bukti P-1); B. Saksi Saksi-saksi Pemohon 1) SAKSI 1, umur 42 tahun, agama Islam, pekerjaan karyawan pabrik, tempat kediaman di Kota Surakarta, di bawah sumpah yang bersangkutan menerangkan sebagai berikut: -
Bahwa saksi adalah saudara seibu Pemohon;
-
Bahwa Pemohon dan Termohon menikah pada tanggal 26 April 2007;
-
Bahwa setelah menikah tinggal di rumah orangtua Termohon selama 1 bulan, dan terakhir di rumah kontrakan selama 6 tahun 1 bulan, namun belum keturunan;
-
Bahwa setahu saksi, sekitar April 2008 antara Pemohon dan Termohon sering berselisih dan bertengkar, yang disebabkan Termohon bersikap kurang hormat kepada orangtua Pemohon beserta keluarga besar Pemohon, karena Termohon merasa mempunyai darah keturunan ningrat. Selain itu setelah sekian lama berumah tangga antara Pemohon dan Termohon masih belum dikaruniai keturunan, meskipun Pemohon dan Termohon telah berikhtiar secara medis maupun alternatif dan ketika Pemohon ingin mengadopsi anak, Termohon menolak dengan alasan Termohon merasa repot jika memiliki anak atau bayi;
Halaman 18 dari 30
-
Bahwa akibat perselisihan dan pertengkaran tersebut, Pemohon mengantar
sekaligus
memasrahkan
Termohon
kepada
orangtua
Termohon, sehingga antara Pemohon dan Termohon berpisah tempat tinggal sampai sekarang berlangsung selama 1 tahun; -
Bahwa, saksi pernah berusaha memberi nasihat kepada kedua belah pihak agar dapat rukun kembali, namun tidak berhasil;
2) SAKSI 2, umur 30 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, tempat kediaman di Kabupaten Malang, di bawah sumpah yang bersangkutan menerangkan sebagai berikut: -
Bahwa saksi adalah tetangga Pemohon;
-
Bahwa Pemohon dan Termohon menikah pada tanggal 26 April 2007;
-
Bahwa setelah menikah tinggal di rumah orangtua Termohon selama 1 bulan, dan terakhir di rumah kontrakan selama 6 tahun 1 bulan, namun belum keturunan;
-
Bahwa setahu saksi, sekitar April 2008 antara Pemohon dan Termohon sering berselisih dan bertengkar, yang disebabkan Termohon bersikap kurang hormat kepada orangtua Pemohon beserta keluarga besar Pemohon, karena Termohon merasa mempunyai darah keturunan ningrat. Selain itu setelah sekian lama berumah tangga antara Pemohon dan Termohon masih belum dikaruniai keturunan anak meskipun Pemohon dan Termohon telah berikhtiar secara medis maupun alternatif dan ketika Pemohon ingin mengadopsi anak, Termohon menolak dengan alasan Termohon merasa repot jika memiliki anak atau bayi;
-
Bahwa akibat perselisihan dan pertengkaran tersebut, Pemohon mengantar
sekaligus
memasrahkan
Termohon
kepada
orangtua
Termohon, sehingga antara Pemohon dan Termohon berpisah tempat tinggal sampai sekarang berlangsung selama 1 tahun; -
Bahwa, saksi pernah berusaha memberi nasihat kepada kedua belah pihak agar dapat rukun kembali, namun tidak berhasil; Bahwa terhadap keterangan saksi-saksi tersebut, baik Pemohon
maupun Termohon tidak membantah dan dapat menerimanya; Saksi Termohon:
Halaman 19 dari 30
1) SAKSI 3, umur 66 tahun, agama Islam, pekerjaan pensiunan PNS, tempat kediaman di
Kota Pasuruan, di bawah sumpah yang bersangkutan
menerangkan sebagai berikut: -
Bahwa saksi adalah bibi Termohon;
-
Bahwa Pemohon dan Termohon menikah pada tanggal 26 April 2007;
-
Bahwa setelah menikah tinggal di rumah orangtua Termohon selama 1 bulan, dan terakhir di rumah kontrakan selama 6 tahun 1 bulan, namun belum keturunan;
-
Bahwa setahu saksi, sekitar April 2008 antara Pemohon dan Termohon sering berselisih dan bertengkar, yang disebabkan antara Pemohon dan Termohon masih belum dikaruniai keturunan, karena Pemohon sendiri tidak mau diajak control/periksa dokter secara rutin ketika Pemohon ingin mengadopsi anak, Termohon mengatakan jangan dulu agar diperiksa secara rutin namun Pemohon malah marah-marah kepada Termohon;
-
Bahwa akibat perselisihan dan pertengkaran tersebut, Pemohon mengantar
sekaligus
memasrahkan
Termohon
kepada
orangtua
Termohon, sehingga antara Pemohon dan Termohon berpisah tempat tinggal sampai sekarang berlangsung selama 1 tahun; -
Bahwa, saksi pernah berusaha memberi nasihat kepada kedua belah pihak agar dapat rukun kembali, namun tidak berhasil; Bahwa atas keterangan saksi tersebut, Pemohon dan Termohon
membenarkan; Bahwa,
baik
Pemohon
maupun
Termohon
menyatakan
tidak
mengajukan alat bukti atau saksi–saksi dan menganggap cukup dengan bukti yang telah ada; Bahwa, antara Pemohon dan Termohon telah diupayakan rukun kembali oleh masing-masing dari pihak keluarga, akan tetapi tidak berhasil; Bahwa, dalam kesimpulannya Pemohon tetap mengajukan cerai terhadap Termohon, sedangkan Termohon keberatan untuk bercerai, serta menuntut nafkah madliyah, iddah dan mut‟ah;
Halaman 20 dari 30
Bahwa, terhadap tuntutan balik tersebut Pemohon menyatakan sanggup memberikan nafkah seluruhnya sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan 1 buah sepeda motor merk pulsar; Bahwa, untuk mempersingkat uraian putusan ini, maka segala sesuatu yang terjadi di persidangan yang termuat dalam berita acara persidangan dianggap termasuk pula dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari putusan ini; PERTIMBANGAN HUKUM DALAM KONVENSI Menimbang,
bahwa
maksud
dan
tujuan
permohonan
Pemohon
sebagaimana telah terurai di atas ; Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berupaya memberikan nasehat serta pandangan kepada kedua belah pihak, agar mereka dapat membina serta membangun kehidupan rumah tangganya kembali dengan rukun dan harmonis, sebagaimana yang diatur oleh Pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, akan tetapi tidak berhasil; Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 1 angka (13) juncto Pasal 2 angka (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008, para pihak yang bersengketa di Pengadilan Agama telah mengikuti prosedur penyelesaian perkara dengan cara mediasi terhadap perkara a quo, akan tetapi tidak tercapai kesepakatan (mediasi tidak berhasil); Menimbang, bahwa Pemohon dalam permohonannya mendalilkan bahwa Pemohon telah melangsungkan perkawinan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah KUA Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan dengan kutipan akta nikah nomor: 123/31/IV/2007 tanggal 26 April 2007 dan rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak harmonis, oleh karena itu Pemohon memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan cerai sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 juncto Pasal 73 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang sudah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009;
Halaman 21 dari 30
Menimbang, bahwa Pemohon dan Termohon beragama Islam dan perkawinan mereka dilangsungkan berdasarkan hukum Islam oleh karena itu berdasarkan Pasal 40 dan Pasal 63 Ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 junctis Pasal 14 dan Pasal 1 huruf (b) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Pasal 49 huruf (a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006 dan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, Pengadilan Agama berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo; Menimbang, bahwa dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kemudian dibacakan permohonan Pemohon yang isinya tetap dipertahankan Pemohon; Menimbang, bahwa alasan yang mendasari Pemohon untuk mengajukan cerai secara ringkas sebagai berikut: Pertama, bahwa sejak bulan April 2008 sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan Termohon bersikap kurang hormat kepada orangtua serta keluarga besar Pemohon, karena Termohon merasa mempunyai darah keturunan ningrat. Kedua, antara Pemohon dan Termohon belum dikaruniai keturunan, meskipun Pemohon dan Termohon telah berikhtiar secara medis maupun alternatif, dan ketika Pemohon ingin mengadopsi anak, Termohon menolak dengan alasan repot jika memilik anak atau bayi; Ketiga, antara Pemohon dan Termohon telah berpisah hingga sekarang kurang lebih selama 1 tahun, dan selama berpisah tidak melakukan hubungan layaknya suami istri; Menimbang, bahwa terhadap alasan atau dalil-dalil yang dikemukakan oleh Pemohon, Termohon memberikan jawaban secara tertulis yang pada pokoknya mengakui bahwa rumah tangga yang bersangkutan sudah tidak terwujud keharmonisan, karena permasalahan dengan orangtua Pemohon, dengan saudara sepupu Pemohon dan permasalahan tidak mempunyai keturunan;
Halaman 22 dari 30
Menimbang, bahwa di samping menyampaikan jawaban secara tertulis Termohon juga menuntut balik kepada Pemohon berupa nafkah madliyah, iddah dan mut‟ah, di mana tuntutan tersebut akan dipertimbangkan lebih lanjut; Menimbang, bahwa di persidangan Pemohon menyampaikan replik dan Termohon menanggapi dengan duplik; Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil permohonan tersebut, maka Pemohon telah mengajukan bukti surat berupa Kutipan Akta Nikah (P-1) yang merupakan akta otentik dengan nilai pembuktian sempurna dan mengikat (Volledig en Bindende Bewijskracht) sehingga harus dinyatakan telah terbukti bahwa antara Pemohon dengan Termohon telah terikat oleh suatu perkawinan yang sah dan belum pernah bercerai hingga sekarang; Menimbang, bahwa terhadap bukti surat (P-1) yang diajukan oleh Pemohon di persidangan telah diakui dan dibenarkan oleh Termohon ; Menimbang, bahwa sebagai bahan pertimbangan dalam persidangan Majelis Hakim memerintahkan kepada Pemohon dan Termohon untuk menghadirkan saksi – saksi dari pihak keluarga dan/atau orang dekat dengan Pemohon dan Termohon guna didengar keterangannya (vide Pasal 76 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang sudah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 juncto Pasal 22 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975); Menimbang, bahwa di persidangan Pemohon telah menghadirkan 2 (dua) orang saksi, di mana saksi-saksi tersebut memenuhi syarat formil dan materiil pembuktian, oleh karenanya patut untuk dipertimbangkan lebih lanjut; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan 2 (dua) orang saksi yang diajukan oleh Pemohon, di persidangan memberikan keterangan yang pada pokoknya adalah sebagai berikut : -
Bahwa hubungan Pemohon dengan Termohon adalah suami isteri sah, selama dalam ikatan perkawinan belum dikaruniai anak;
-
Bahwa antara Pemohon dan Termohon sering bertengkar, disebabkan Termohon bersikap kurang hormat kepada orangtua Pemohon beserta keluarga besar Pemohon. Di samping itu Pemohon dan Termohon belum
Halaman 23 dari 30
dikaruniai keturunan, meskipun Pemohon dan Termohon telah berikhtiar secara medis maupun alternatif; -
Bahwa antara Pemohon dengan Termohon telah berpisah kurang lebih selama 1 tahun, dan selama berpisah tidak pernah rukun lagi;
-
Bahwa, pihak keluarga dari pihak Pemohon dan Termohon telah berupaya merukunkan kembali, namun tidak berhasil; Menimbang, bahwa sesuai dengan azas audi et alteram partem (vide
Pasal 131 Ayat (1) dan (2) HIR). Majelis Hakim telah memberi kesempatan yang sama baik kepada pihak Pemohon maupun Termohon masing–masing untuk membuktikan dan/atau membantah pihak lawan (tegen bewijs), kemudian Termohon menghadirkan 1 (satu) orang saksi yang menerangkan pada pokoknya adalah sebagai berikut : -
Bahwa hubungan Pemohon dengan Termohon adalah suami isteri sah, namun belum keturunan;
-
Bahwa Pemohon dan Termohon sering bertengkar, disebabkan belum dikaruniai
keturunan,
karena
Pemohon
sendiri
tidak
mau
diajak
control/periksa dokter secara rutin, ketika Pemohon ingin mengadopsi anak, Termohon mengatakan jangan dulu agar diperiksa secara rutin namun Pemohon malah marah-marah kepada Termohon; -
Bahwa Pemohon dan Termohon berpisah tempat tinggal sampai sekarang berlangsung selama 1 tahun;
-
Bahwa, saksi pernah berusaha memberi nasihat kepada kedua belah pihak agar dapat rukun kembali, namun tidak berhasil; Menimbang, bahwa di persidangan telah ditunjuk keluarga dari pihak
Pemohon dan Termohon untuk mendamaikan kedua belah pihak, akan tetapi tidak berhasil; Menimbang, bahwa dalam fakta di persidangan serta diperkuat dengan bukti saksi telah terungkap sebagai fakta tetap bahwa Pemohon dengan Termohon sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan Termohon kurang menghormati orangtua Pemohon, saudara sepupu Pemohon dan permasalahan tidak mempunyai keturunan. Pada puncaknya Pemohon dan Termohon telah berpisah tempat tinggal kurang lebih selama 1 tahun dan
Halaman 24 dari 30
selama itu pula kedua belah pihak tidak menjalankan kewajiban sebagaimana layaknya suami istri, oleh karenanya Majelis Hakim berpendapat bahwa rumah tangga tersebut telah retak, tidak terwujud tujuan perkawinan yang digariskan dalam ketentuan hukum positif maupun hukum Islam (vide Pasal 1 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 juncto Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam); Menimbang, bahwa dengan demikian telah terbukti bahwa kondisi rumah tangga Pemohon dan Termohon tidak harmonis, telah retak dan pecah sebagaimana yang telah didalilkan oleh Pemohon, hal tersebut sejalan dengan yurisprudensi Mahkamah Agung RI. Nomor : 379 K/AG/1995 tanggal 26 Maret 1997, menyatakan bahwa : ”Suami-isteri yang tidak berdiam serumah lagi dan tidak ada harapan untuk dapat rukun kembali, maka rumah tangga tersebut telah terbukti retak dan pecah”. Menimbang, bahwa selama dalam persidangan Pemohon menunjukkan sikap dan i‟tikad yang kuat untuk bercerai, sedangkan Termohon keberatan terhadap kehendak Pemohon untuk bercerai, namun demikian telah dilakukan upaya damai diawali dari proses mediasi dan nasihat dari Majelis Hakim dilanjutkan dengan mengutus dari pihak keluarga Pemohon dan Termohon yang pada kesimpulannya tidak berhasil, oleh karenanya Majelis Hakim berkeyakinan bahwa rumah tangga kedua belah pihak antara Pemohon dan Termohon telah retak dan sulit untuk dirukunkan kembali, sehingga cukup alasan untuk mengabulkan permohonan Pemohon menjatuhkan talak satu kepada Termohon”. (vide Putusan MARI Nomor: 09 K/AG/1994 Tanggal 25 Nopember 1994); Menimbang, bahwa dengan mengingat firman Allah SWT. dalam surah Al-Baqarah ayat 227 yang artinya : “dan jika mereka ber’azam (bertetap hati) untuk mentalak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”. Menimbang, bahwa memperhatikan pendapat pakar hukum Islam dalam kitab Madza Khurriyatuzzaujaini Fith Tholaq halaman 83, oleh Majelis Hakim diangkat sebagai pendapat hukum artinya : “Dan Islam telah memilih peraturan perceraian pada saat kehidupan rumah tangga telah mengalami kegoncangan sehingga tidak berguna
Halaman 25 dari 30
lagi nasehat dan upaya perdamaian dan ikatan perkawinan merupakan bentuk tanpa ruh, oleh karena itu tetap berlangsung ikatan perkawinan berarti telah menghukum salah satu di antara suami isteri tersebut dengan semacam penjara yang berkekalan dan demikian itu merupakan suatu penganiayaan yang ditentang oleh jiwa keadilan”. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim dalam permusyawaratannya telah mengambil kesimpulan bahwa permohonan Pemohon telah sesuai dengan maksud yang terkandung dalam Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 juncto Pasal 116 huruf (f) Buku I Kompilasi Hukum Islam, oleh karenanya permohonan a quo patut dikabulkan ; Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 71 Ayat (2) dan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang sudah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, Majelis Hakim memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Pasuruan untuk mengirim salinan penetapan ikrar talak yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan dan Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan guna dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu; DALAM REKONVENSI Menimbang, bahwa di dalam jawabannya Termohon di samping memberikan jawaban mengenai pokok perkara, juga telah mengajukan gugatan rekonvensi maka untuk selanjutnya sebutan Termohon konvensi disebut Penggugat rekonvensi dan Pemohon konvensi disebut Tergugat rekonvensi; Menimbang, bahwa di persidangan Penggugat rekonvensi menuntut terhadap Tergugat rekonvensi atas nafkah madliyah selama 12 bulan sebesar Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah), nafkah selama masa iddah sebesar Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan mut‟ah berupa 1 buah sepeda motor merk Pulsar; Menimbang, bahwa Tergugat rekonvensi menyampaikan jawaban secara tertulis pada awalnya tidak sanggup memberikan tuntutan balik seluruhnya, hanya sanggup memberi Penggugat rekonvensi 1 buah sepeda
Halaman 26 dari 30
motor merk Pulsar, namun pada tahap kesimpulan Tergugat rekonvensi menyatakan kesanggupan membayar tuntutan nafkah semuanya sebesar Rp2.000.000,00 dan 1 buah sepeda motor merk Pulsar; Menimbang, bahwa oleh karena gugatan balik (counter claim) yang telah diajukan oleh Penggugat Rekonvensi tersebut pada dasarnya telah sesuai dengan maksud Pasal 86 ayat (1) Undang–Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan ditambahkan pula bahwa gugatan balik tersebut diajukan sebelum tahap pembuktian (vide pasal 132a dan 132b HIR), yakni telah memenuhi syarat formil peraturan perundang–undangan, oleh karenanya Majelis Hakim berpendapat dapat menerima dan mempertimbangkannya; Menimbang, bahwa gugatan nafkah madliyah, iddah dan mut‟ah tersebut diajukan oleh Penggugat rekonvensi masih dalam batas waktu yang dibenarkan oleh hukum, dan Penggugat rekonvensi tidak terbukti melakukan perbuatan nusyuz atau durhaka kepada suami, hanya sebatas pertengkaran mulut dan salah paham, oleh karenanya Penggugat rekonvensi mempunyai alas hak untuk mengajukan tuntutan nafkah akibat terjadinya cerai talak tersebut; Menimbang, bahwa Tergugat rekonvensi menerangkan bahwa ketika kedua belah pihak masih hidup rukun yang bersangkutan bekerja sebagai tukang servis mesin Ding-Dong dengan pendapatan sekitar Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah) sampai dengan Rp.4.000.000,00 (empat juta rupiah) setiap harinya, dan pernyataan tersebut tidak dibantah oleh Penggugat rekonvensi, akan tetapi pada akhir-akhir ini Tergugat rekonvensi sudah berhenti dari pekerjaan tersebut di atas dan sekarang tidak mempunyai pekerjaan tetap; Menimbang, bahwa terhadap gugatan rekonvensi atas nafkah akibat putusnya perceraian, Majelis Hakim berpendapat bahwa apabila telah terjadi cerai talak, maka untuk melindungi hak-hak istri yang diceraikan suaminya, maka ia (istri) mempunyai hak untuk mendapatkan hak-haknya sebagai akibat kerugian immateriil sepanjang tidak terbukti nusyuz. Hal tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 41 huruf (c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juncto Pasal 149 huruf (a), (b) dan (d) Buku I Kompilasi Hukum Islam, oleh karenanya Tergugat rekonvensi harus dihukum memenuhi kewajiban memberi
Halaman 27 dari 30
biaya penghidupan yang layak pasca perceraian sesuai dengan kemampuan dan kepatutan, dengan mengingat firman Allah SWT dalam surat At-Thalaq ayat 75 yang artinya: “Hendaklah
orang
yang
kemampuannya, dan
mampu
memberikan
nafkah
menurut
orang yang disempitkan rizkinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya “; Menimbang, bahwa dengan mempertimbangkan secara seksama penghasilan Tergugat rekonvensi yang pada saat ini bekerja sebagai tenaga serabutan yang tidak mempunyai penghasilan tetap, namun demikian Tergugat rekonvensi memberikan
pada
tahap
nafkah
kesimpulan
akibat
menyatakan
putusnya
perceraian
kesanggupan seluruhnya
untuk sebesar
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan 1 buah sepeda motor merk Pulsar, sedangkan Penggugat rekonvensi menyatakan tetap pada tuntutan baliknya dan merupakan harga mati; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka Majelis Hakim berpendapat terdapat cukup alasan untuk mengabulkan gugatan
Penggugat
rekonvensi
sesuai
dengan
kemampuan
Tergugat
rekonvensi, kepatutan serta rasa keadilan, selanjutnya Majelis Hakim menghukum Tergugat rekonvensi untuk membayar kepada Penggugat rekonvensi berupa nafkah madliyah seluruhnya sebesar Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah), nafkah iddah sebesar Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan mut‟ah berupa 1 buah sepeda motor merk Pulsar; Menimbang, bahwa dalil-dalil dan bukti-bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak telah diperiksa secara seksama dan dijadikan bahan pertimbangan hukum sepanjang terdapat relevansi dengan pokok perkara ini, sedangkan dalil-dalil, bukti-bukti, atau tuntutan-tuntutan Penggugat rekonvensi selebihnya yang dipandang tidak relevan lagi tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut; Menimbang, bahwa karena gugatan Penggugat rekonvensi dinyatakan tidak dapat diterima dan dikabulkan untuk sebagian, maka ditolak untuk selebihnya; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka gugatan Penggugat rekonvensi dikabulkan ;
Halaman 28 dari 30
DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI Menimbang, bahwa oleh karena perkara tersebut termasuk dalam bidang perkawinan, maka sesuai Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka biaya perkara dibebankan kepada Pemohon konvensi/Tergugat rekonvensi; Mengingat,
segala
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku
maupun ketentuan hukum syar‟i yang berkaitan dengan perkara ini;
MENGADILI DALAM KONVENSI 1. Mengabulkan permohonan Pemohon; 2. Memberi izin kepada Pemohon (PEMOHON) untuk menjatuhkan talak satu raj‟i terhadap Termohon (TERMOHON) di depan sidang Pengadilan Agama Pasuruan; 3. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Pasuruan untuk mengirimkan salinan penetapan ikrar talak kepada Pegawai Pencatat Nikah KUA Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan dan Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan guna dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu; DALAM REKONVENSI 1. Mengabulkan gugatan Penggugat rekonvensi sebagian; 2. Menghukum Tergugat rekonvensi untuk membayar kepada Penggugat rekonvensi sebagai berikut: 2.1. Nafkah madliyah seluruhnya sebesar Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah); 2.2. Nafkah iddah sebesar Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah); 2.3. Mut‟ah berupa 1 buah sepeda motor merk Pulsar; 3. Menolak selain dan selebihnya; DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI
Membebankan kepada Pemohon konvensi/Tergugat rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang hingga kini dihitung sebesar Rp221.000,00 (dua ratus dua puluh satu ribu rupiah) ;
Halaman 29 dari 30
Demikian putusan dijatuhkan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Agama Pasuruan pada hari Selasa tanggal 28 Oktober 2014 Miladiyah yang bertepatan dengan tanggal 04 Muharram 1436 Hijriyah yang dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh SLAMET, S.Ag. S.H. sebagai Ketua Majelis, dihadiri oleh Hj. SITI AISYAH, S.Ag. dan Drs. MOH. HOSEN, S.H. masing–masing sebagai Hakim Anggota yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama Pasuruan
untuk memeriksa dan mengadili
perkara ini pada tingkat pertama, dibantu oleh Drs. A. DARDIRI, S.H. sebagai panitera
pengganti,
dengan
dihadiri
oleh
Pemohon
konvensi/Tergugat
rekonvensi dan Termohon konvensi/Penggugat rekonvensi; Hakim Anggota
Ketua Majelis
Hj. SITI AISYAH, S.Ag.
SLAMET, S.Ag. S.H.
Hakim Anggota
Drs. MOH. HOSEN, S.H. Panitera Pengganti
Drs. A. DARDIRI, S.H. Perincian Biaya Perkara : 1. 2. 3. 4. 5.
Biaya Pendaftaran Biaya Proses Biaya Panggilan Redaksi Meterai Jumlah
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
30.000,00 50.000,00 135.000.00 5.000,00 6.000,00 221.000,00
Halaman 30 dari 30
Halaman 31 dari 30