-.
LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN
OPTIMAUSAsr PEMANFAATAN lAHAN BAWAH TEGAKAN DAlAM
MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN
PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN 2010
Fokus Bidang Prioritas:
Ketahanan Pangan
Kode Produk Target:
1.02
Teknologi Pertanian Lahan Sub Optimal
Kode Kegiatan:
1.02.02
Pengembangan Jenis Tanaman dan Teknik Budidaya yang paling Sesuai
untuk Masing-masing Tipe Lahan Sub Optimal
Tim Peneliti ;
Eva Fauziyah, Devy Priambodo KuswantQro, Tri Sulisyati W.,
Suyamo. dan Eyet Mulyati
BALAI PENELlTtAN KEHUTANAN CIAMIS
JI. Raya Ciamis-Banjar Km 4, PO BOX S, Ciamis 46201
Telp.(0265) 771352, Fax. {O2(5) 775866
JULl2010
[
e.
LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN
OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN BAWAH TEGAKAN DALAM
MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN
PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN 2010
Fokus Bidang Prioritas:
Ketahanan Pangan
Kode Produk Target:
1.02
Teknologi Pertanian Lahan Sub Optimal
Kode Kegiatan:
1.02.02
Pengembangan Jenis Tanaman dan Teknik Budidaya yang paling Sesuai
untuk Masing-masing TIpe Lahan Sub Optimal
Tim Peneliti :
Eva Fauzlyah, Oevy Priambodo Kuswantoro, Tri Sulisyati W.,
Suyamo, dan Eyet Mulyati
BALAI PENELITIAN KEHUTANAN CIAMIS
JI. Raya Ciamis-Banjar Km 4, PO BOX 5, Ciamis 46201
Telp.(0265) 771352, Fax. (0265) 715866
JUU 2010
· .
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN HASIL PENELITIAN
SUMBER DANA PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN
UNTUK PENELITI DAN PEREKAVASA
TAHLIN ANGGARAN 2010
OPTIMALlSASI PEMANFAATAN LAHAN BAWAH TEGAKAN DALAM
MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN
Fokus Bidang Prioritas : Ketahanan Pangan
Ciamis,
Juli 2010
Penanggung Jawab,
Eva Fauziyah, S.Hut.
NIP. 198103242003122002
Mengesahkan, Kepa/a Balai
Ir. Harry Budi Sa OSO, MP .
NIP. 195909271 89031002
OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN BAWAH TEGAKAN DALAM
MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN
Oleh:
Eva Fauziyah, Devy Priambodo K. , Tri Sulistyati W.,
Suyarno, dan Eyet Mulyati
RINGKASAN Masalah kemiskinan menyebabkan kerentanan ketahanan pangan masyarakat. Hal itu diantaranya juga disebabkan ofeh kondisi keterbatasan fahan yang dimifiki petani. Terkaff dengan hal terse but seldor kehutanan dapat berkontribusi dafam penyediaan pangan baik secara langsung maupun tidak /angsung. Salah satu kontribusi /angsung yang dapat difakukan ada/ah me/alui pemanfaatan fahan bawah tegakan (PLBT). Tujuan pene/itian ini adalah untuk mempero/eh data dan infonnasi po/a-pola pemanfaatan lahan bawah tegakan dan pola PLBT yang optimal dalam penyediaan pangan bagi petani, dan memperoleh informasi kontribusi pemanfaatan lahan bawah tegakan dalam penyediaan pangan bagi masyarakat. Pengumpulan data pnmer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner dan wawancara mendalam (indepth interview), serta pengamatan dan pengukuran di lapangan. Selain data primer juga dikumpulkan data sekunder yang berasa/ dari laporan hasH pene/itian yang re/evan dengan tujuan pene/itian, instansi terkait seperti Perum Pemutani, Dinas Kehutanan, BPS, dan sebagainya. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian sementara menunjukkan bahwa: kondisi sosial ekonomi petani di Oesa Tenggeraha~a adalah sebagai berikut : umur didominasi oleh umur yang masih produldif (f5-e4) sebanyak 86,67%, pendidikan tebanyak adalah tamat SO sebanyak 66,67%, jenis peke~aan sebagai petani sebanyak 83,3% dan jumlah tanggungan keluarga paling dominan 3-5 orang sebanyak 70 %. Sementara itu dengan rata-rata kepemilikan lahan 1,23 ha, pendapatan rata-rata petani di Oesa Tenggeraharja ini adalah Rp. 1.425.701 ,- per bulan dengan pengeluaran rata-rata Rp.1.202.838,- per bulan.
Kata kuncl: PLBT, hutan rakyat, ketahanan pangan, kondisi sosek
·. PRAKATA Hutan rakyat yang saat ini sudah semakin penting keberadaanya, oleh karena itu pengelolaan hutan rakyat sudah seharusnya dilakukan dengan lebih optimal. Untuk mengoptimalkan hasil dari hutan rakyat maka ada banyak hal yang harus dipematikan baik faktor internal maupun ekstemal. Hal ini karena selama Ini dalem mengelola hutan rakyat peteni dihadapkan pada berbagai kendala baik lahan, modal, maupun tenaga kerja.
Dengan kendala yang ada maka perlu
diupayakan strategi-strategi yang tepat dalam mengelola hutan rakyat, diantaranya adalah melalui optimasi sumberdaya-sumberdaya yang dimillki oleh petani., sehingga pola yang dikembangkan dapat memberikan hasH yang optimal. Harapan dari penelitian ini dapat dihasilkan pola yang optimal dalam pengelolaan hutan rakyat sehingga hutan rakyat dapat secara optimal berperan dalam peningkatan pendapatan
petani.
Pene!itian ini masih pada tahap
pendahuluan, sehingga didalam laporan ini informasi hasil penelitian masih sangat tematas.
Namun demikian tim
peneliti
berharap informasi awal ini dapat
memberikan gambaran untuk kegiatan tahap berikutnya, sehingga tujuan akhir dari
penelitian ini dapat tercapai dan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Ciamis, Juli 2010
Tim Peneliti
·. DAFTAR lSI HaJaman
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN .......... ................................................. i
RINGKASAN ... ....................................................... ................................................ ii
PRAKATA .. .~ .... ......·........ ... ... .......... .. .... .... .... ... ..... .................. .... ............................ iii
DAFTAR lSi .... ........................................ .. ... ... ................ ....... ....... .................... ..... iv
DAFTAR TABEL ........ .. .............. .... ............ ........... ...... . .... ... ............. ......... ...... ....... v
DAFTAR GAMBAR .......... ................. ........................................... .. .. .. .............. ..... . vi
DAFTAR LAMPIRAN ........ .......... ............ .. ........... ..... ....................... ...................... vii
BAB I. PENDAHULUAN .... .............................................................................. ....... 1
1.1. Latar Belakang .............................. .............................................................. 1
1.2. Perumusan masalah ... ..................................................................... .... ....... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................3
BAB III. TUJUAN DAN MAN FAAT ......... ........ ........................................................ 10
BAB IV.METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 11
4.1. Lokasi dan Waktu .....................................................................................11
4.2. Penentuan Lokasi Penelitian .................................................................... 11
4 .3. Metode ............... ............................. .. ....................................................... 11
4.5. Bahan dan Alat. ......................... ............................. ........................... ....... 14
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................... .... ............. .......... .................... 15
5.1. Kondisi Sosial Ekonomi Petani. ........... ......................... .... ... .......... ........ .. .15
5.2. Pengelolaan Hutan Rakyat di Lokasi Penelitian ......... .............................. 18
BAS VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................... ......................................22
6.1. Kesimpulan ........................................................................................... .... 22
6.2. Saran ... .. ........ ............... ....... .................... .... ............................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................23
e
.
DAFTAR TABEL Halaman
1. Jumlah dan Presentase responden berdasarkan umur .. ....... ... ... ...... ...... .. ......... 15
2. Jumlah dim Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan .. ...... ... .. ..... 16
3. Jumlah dan Persenatse responden berdasarkan jenis peke~aan utama .......... .. 16
4. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan
keluarga ........ ..... ........ ... ............. ...... ......... ... .......... .................... .. ...... .... ... ..... .. 17
e.
DAFTAR GAM BAR Halaman 1. Hutan rakyat kombinasi antara tanaman kayu+ Jagung .. ... .. ..... ... ... ........ ..... ... ... 19
2. Hutan rakyat kombinasi antaya tanaman kayu +Ganyong ..... .. ...... .......... ... .... .... 19
3. Hutan rakyat kombinasi antara tanaman kayu + Singkong ........ ... ....... .... ........... 19
4. Ganyong-yang dihasilkan dari lahan hutan rakyat .......... ....................... .... ......... 20
.0
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kondisi sosial ekonomi petani di Desa Tenggeraharja Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis ........................................................ ....................... .......... ..... 19
.J
·
.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar BeJakang Salah satu hasil pendampingan LSM Bina Swadaya dalam Perhutanan Sosial (Tim Bina Swadaya, 2001) menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di dalam atau dekat kawasan hutan adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah (miskin) dan menggantungkan hidupnya pada hutan . Masalah kemiskinan memang merupakan masalah yang tidak ada ujung pangkalnya di negara ini.
Kondisi
masyarakat yang miskin ini berakibat pada rentannya
pangan
ketahanan
masyarakat. Dalam beberapa tahun belakangan ini, masalah ketahanan pangan menjadi isu penting dengan adanya krisis pangan. Menurut Herald (2008) da/am Tambunan (2008), krisis pangan yang terjadi pada saat ini merupakan krisis pangan global terbesar abad ke-21 yang menimpa 36 negara di dunia termasuk Indonesia. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga
~emampuan
untuk mengakses (terrnasuk membeli) pangan
dan tidak terjadi ketergantungan pangan terhadap pihak manapun. Dalam hal inilah menu rut Galudra et.al., petani memiliki kedudukan yang strategis dalam ketahanan pangan. Petani harus memilki kemampuan untuk memproduksi pangan, seka/igus juga harus memilki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Oleh sebab itu, kesejahteraan petani ini akan sangat menetukan prospek ketahanan pangan. Kesejahteraan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor dan keterbatasan, salah satunya adalah luas tanah yang sempit. T erkait dengan permasalahan krisis pangan yang terjadi belakangan ini dan keterbatasan yang ada, pemerintah (Departemen Kehutanan) sebagai pihak yang juga mempunyai kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan pangan seperti yang dimanatkan UUD 1945 berupaya memberikan akses dalam penyediaan pangan bagi masyarat, yakni melaui optimalisasi kelembagaan pendukungnya.
pemanfaatan sumberdaya hutan dan
Dalam Departemen Kehutanan (2009) disebutkan
pemanfaatan sumberdaya hutan ini dapat secara tidak langsung (life supporting system), termasuk sistem pertanian tanaman pangan dan secara lang sung menjadikan hutan sebagai penyedia pangan (forest for food production). Kontribusi kehutanan
mela!ui fungsi hutan sebagai
penyedia pangan
merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Pemanfaatan ini dapat melalui dua cara yaitu pemanfaatan secara lang sung plasma nutfah flora dan fauna untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang,
-.
papan,
dan
obat-obatan
dan
pemanfataan
tidak
langsung,
yaitu
dengan
memanfaatkan kawasan hutan untuk memproduksi sumber pangan. Salah satu bentuk upaya penyediaan pangan dengan memanfaatkan kawasan
hutan adalah melalui pemanfaatan lahan bawah tegakan. Pemanfaatan lahan bawah teg_akan juga dapat juga dilakukan di bawah tegakan hutan rakyat (diantaranya dikembangkan oleh Dinas Kehutanan). Program pemanfaatan lahan bawah tegakan yang sudah berjalan pada lahan hutan rakyat di Kabupaten Ciamis diantaranya adalah pengembangan tanaman ganyong (Canna edulis) dan Kapu/aga (Amomum cardamomum) di bawah tegakan sengon (Paraserianthes fa/cataria).
Program PLBT ini merupakan salah satu program yang dilakukan daiam mendukung upaya ketahanan pangan nasiona!. Dengan adanya akses dan kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan lahan hutan untuk memproduksi pangan, diharapkan akan tercapai kondisi ketahanan pangan. Namun infonnasi sejauh mana kontribusi dan bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan lahan bawah tegakan untuk, mendukung ketahanan pangan masih terbatas. Oleh karen a itu pene/itian ini penting dan menarik untuk di/akukan agar kegiatan pemanfaatan /ahan bawah tegakan dapat memberikan dampak yang nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
1.2. Perumusan Masalah Dari uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang berusaha untuk dicari jawabannya dalam pene/itian ini ada/ah : 1. Bagimanakah petani memanfaatkan /ahan di bawah tegakan hutan selama ini untuk menyediakan pangan dan meningkatkan pendapatannya? 2. Seberapa besar kontribusi pemanfaatan lahan di bawah tegakan yang diberikan terhadap penyediaan pangan dan peningkatan pendapatan petani? 3. Bagaimanakah pola pemanfaatan lahan di bawah tegakan yang optimal yang mampu memberikan kontribusi dalam penyediaan pangan dan pendapatan petani?
2
-.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat Hutan rakyat ada/ah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan (lebih dan 50%), _dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang (SK Menten Kehutanan No. 49/Kpts-11/1997; Zain, 1998; dan Awang, 2001).
Hutan rakyat
adalah hutan yang berbeda pada tanah yang dibebani hak milik (UU No.41 Tahun 1999).
Sedangkan menurut Hardjosoediro, (1998) hutan rakyat adalah semua
hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada diatas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, dimiliki oleh masyarakat, proses dapat juga
te~ad!nya
te~adinya
dapat dibuat oleh manusia,
secara alami dan dapat juga karena upaya rehabilitasi tanah
kritis.
Pad a dasamya pengertian hutan rakyat dapat benainan.
Awang (2002)
berpendapat bahwa banyak sudut pandang yang digunakan untuk mengenal dan mengerti arti hutan rakyat.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sudut pandang yang
sering digunakan adalah sudut pandang pragmatisme, geografis, dan sistem tenurial. Pandangan pragmatisme melihat hutan rakyat yang dikelola hanya dan pertimbangan kepentingan pemerintah saja.
Semua pohon-pohon atau tanaman
keras yang tumbuh di luar kawasan hutan negara langsung diklaim sebagai hutan rakyat. Pandangan geografis menggambarkan aneka ragam bentuk dan pola serta sistem hutan rakyat tersebut berbeda satu sarna lain tergantung letak geografis, ada yang di dataran rendah, medium dan dataran tinggi, dan jenis penyusunnya berbeda menurut tempat tumbuh, dan sesuai dengan keadaan iklim mikro. Pandangan sistem tenurial berkaitan dengan status kepemilikan misalnya hutan negara yang dikelola masyarakat, hutan adat, hutan keluarga, dan lain-lain. Pengertian hutan rakyat memang memiliki banyak sekali perbedaan dalam perumusannya.
Namun dari berbagai pengertian tersebut dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa yang disebut dengan hutan rakyat adalah suatu areal atau lahan yang di dominasl o/eh tanaman berkayu yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik atau hak-hak lainnya atau juga pada kawasan hutan produksi (hutan negara) yang dapat dikonversi. Bentuk-bentuk hutan rakyat di Jawa dapat dikelompokkan ke dalam empat bentuk. yaitu: 1) Hutan rakyat talun, yang berada di atas lahan pekarangan dan tegalan; 2) Hutan rakyat atau sistem hutan kerakyatan yang "dimiliki" oleh 3
.
e.
masyarakat adat (seperti di Tengger, Badui, Suku Naga, dan Santen Selatan); 3) Hutan desa atau "wengkon" di Jawa tengah dan Jawa timur. Hutan desa biasanya di kembangkan di atas /ahan kas desa atau lahan yang menJadi tanggung jawab pamong desa yang ditanami kayu-kayuan; dan 4) Hutan rakyat yang dikembangkan dalam kaw_asan hutan negara atau hutan yang dike lola oleh Perum Perhutani (Awang , 2003). Menurut Simon (1995), ada tiga bentuk hutan rakyat yakni: 1) Pekarangan, sistem pengaturan tanaman yang jelas dan baik serta biasanya berada di sekitar rumah, luas minimal sekitar 0,1 ha, dipagar, dan ditanami dengan bennacam macam tanaman mulai dari jenis
sayur-sa~'Uran,
hingga pepohonan yang berukuran
sedang dengan ketinggian tajuk mencapai 20 m; 2) Tatun , mempunyai ukuran yang lebih luas, penanaman pohon sedikit rapat, tinggi pohonnya mencapai 35 m dan terdapat beberapa pohon yang tumbuh secara liar dan jenis herba dan liana; dan 3) Kebun campuran, terdiri dari jenis tumbuhan yang cenderung homogen dengan satu jenis tanaman pokok dan beberapa jenis tanaman herba, kebun tersebut seringkali ditemukan di sekitar wi/ayah pedesaan.
Suhardjito (2000) menyatakan bahwa
hutan rakyat mempunyai arti yang sarna dengan sebutan yang digunakan dalam kelompok-kelompok masyarakat, antara lain: talun,
leuweung, wono, limbo,
simpunk, khepong, dan lain-lain. Jika dilihat dari jenis tanaman yang dibudidayakan, pada umumnya bentuk hutan rakyat terbagi dua, yaitu hutan rakyat mumi dan hutan rakyat campuran. Namun Balai Informasi Pertanian (1982) dalam Waluyo (2003) membagi hutan rakyat menjadi tiga bentuk, yaitu: 1. Hutan rakyat murni, yaitu hutan murni dengan jenis kayu tertentu karena hanya ditanami tidak lebih dari satu jenis tanaman kayu-kayuan. 2. Hutan rakyat campuran, yaitu hutan campuran yang ditanami lebih dari satu jenis tanaman kayu-kayuan. 3. Hutan rakyat sistem agroforestry, yaitu hutan dengan tanaman kayu-kayuan, tanaman pangan, tanaman keras, hijauan pakan, dan pemeliharaan temak.
Dan ketiga bentuk tersebut sebagian besar dike lola dalam bentuk agroforestry, dan menurut APHI (1995) de/am Watuyo (2003), mengingat kepadatan penduduk, terbatasnya lahan dan lapangan kerja serta metonjaknya berbagai kebutuhan,
hutan
rakyat
pola
agroforestry
memang
paling
tepat
untuk
dikembangkan. sedangkan pota monokuftur sebalknya dihindarkan. Hutan rakyat agroforestry merupakan hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi 4
e.
kehutanan, pertanian, tanaman pangan, peternakan, dan lain-lain secara terpadu. Menurut Purwanto, et a/. (2003), pola tanam hutan rakyat yang sering diterapkan adalah wanatani (agroforestri) yang merupakan kombinasi antara kehutanan
dengan
cabang
usahatani
lainnya
seperti
tanaman
pangan,
perkebunan,
petemakan.1 perikanan, dan lain-lain yang dikembangkan secara terpadu. Hamparan dikatakan hutan rakyat menurut Hardjanto (2000), memiliki beberapa ciri sebagai berikut : 1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri dimana petani masih memiliki posisi tawar yang lebih rendah . 2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan prinsip kelestarian yang baik. 3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran, yang diusahakan dengan cara-cara sedemana. 4. Pendapatan
dari
hutan
rakyat
bagi
petani
masih
diposisikan
sebagai
pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total.
Penanaman
pepohonan
di
tanah
milik
masyarakat
oleh
pemiliknya,
merupakan salah satu butir kearifan masyarakat dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dengan semakin terbatasnya kepemilikan lahan, peran hutan rakyat bag! kesejahteraan masyarakat semakin penting. kondisi
tanah
dan
faktor-faktor
lingkungannya
untuk
Pengetahuan tentang dipadukan
dengan
pengetahuan jenis-jenis pohon yang akan di.tanam untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh pemilik !ahan, merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan rakyat. Tujuan dan paranan pambangunan hutan rakyat menurut Jaffar (1993) da/am Awang (2001) dan Djajapertjunda (1995) adalah: 1. Meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara optimal dan lestari. 2. Membantu penganekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat. 3. Membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku industri serta kayu bakar. 4. Meningkatkan
pendapatan
masyarakat
tani
di
pedesaan
sekaligus
meningkatkan kesejahteraannya. 5. Memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS. 5
..
Keberadaan hutan rakyat sesungguhnya tidak hanya memberikan keuntungan dari sisi ekologis, ekonomis, dan sosial tapi juga dari sisi psikologis, dan politis seperti dinyatakan Sumitro (1985) dalam Karyono (1997), keuntungan dari adanya hutan rakyat adalah sebagai berikut: 1. Keuntungan ekologis, yaitu pemanfaatan sumberdaya alam lebih efisien . 2. Keuntungan ekonomis, yaitu keanekaragaman hasH dan peningkatan volume produksi. 3. Keuntungan sosial, yaitu memberikan intensitas kesempatan kerja sepanjang musim, sehingga angka pengangguran di desa dapat dltekan sekecil mungkin. 4. Keuntungan psikoiogis, yaitu perubahan cara produksi tradisional lebih mudah diterima dari pada sistem usahatani monokultur. 5. Keuntungan politis, yaitu memberikan pelayanan sosial yang bail< kepada masyarakat sekaligus sebagai keamanan hutan negara dari penyerobotan lahan dan penebangan liar. lebih jauh AI Rasyid (1979) menyatakan bahwa hutan rakyat dapat memberikar.
keuntungan-keuntungan
antara
lain:
menambah
penghasilan
penduduk, sumber kayu bakar, sumber kayu pertukangan dan kayu per1
Sementara itu, Djajapertjunda (1995)
menyatakan bahwa hutan rakyat mempunyai peran da/am bidang ekonomi dan perfindungan tanan. Saragih, et al. (1995) dalam Waluyo (2003) menyebutkan bahwa hutan rakyat merupakan bagian integral dari ekonomi rumah tangga memiliki ciri multi purpose, yaitu: 1. Hutan rakyat memenuhi sebagian dari kebutuhan pangan anggota rumah tangga, pakan temak, bahan bangunan dan perkakas, dan sumber pendapatan (kayu, non kayu). 2. Hutan rakyat memberikan hasil sepanjang tahun, tidak terikat musim, karena cirinya yang polyculture, sehingga dapat mengisi kebutuhan pad a saat lahan lanan pertanian dengan tanaman semusim tidak menghasilkan. 3. Hutan rakyat di Jawa dapat berfungsi sebagai jaminan bagi kredit informal. 4. Selain mengisi kebutuhan ekonomi global, hutan rakyat dapat berperan sangat baik sebagai sumber ekonomi daerah akan kayu konstruksi dan kayu bakar, sayur dan buah-buahan. serta tanaman obat-obatan. 5. Hutan rakyat berperan positif dalam penyerapan air dan mencegah erosi. 6
e.
6. Hutan rakyat dapat menjadi sumber plasma nutfah, khususnya di luar jawa. Peranan hutan rakyat khususnya di Pulau Jawa memang cukup pentlng, seperti dinyatakan Lembaga Penelitian IPS (1990) da/am Herawati (2001), lebih kurang 70% konsumsi kayu di Pulau Jawa dipenuhi dari hasil hutan rakyat, baik berupa kayu bahan bangunan, bahan baku industri, maupun sumber energi. Selain itu, Haeruman (1987) dalam Herawati (2001), menyatakan bahwa kebutuhan kayu Jawa Barat dipenuhi dari kayu rakyat sebesar lebih kurang 50%, dari kayu seberang lebih kurang 30%, dan dari Perum Perhutani sebesar lebih kurang 20%.
2.2. Ketahanan Pangan Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya Conference of Food and Agncutture tahum 1943 yang mencanangkan konsep secure, adequate and suitable supply of food for everyone.
Definisi
ketahanan pangan sangat bervanasi, namun umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni "akses semua omng setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access at a/l times to sufficient food for a healthy life). Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999)
diperXirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingartner, 2000).
Berikut disajikan beberapa definisi ketahanan yang sering
diacu . 1. Undang-Undang Pangan NO.7 Tahun 1996, ketahanan pangan adalah kondisl terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan te~angkau . 2. USAID (1992), ketahanan pang an adalah kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif. 3. FAO (1997), ketahanan pangan adalah situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dim ana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut. 4. FIVIMS (2005), ketahanan pang an adalah kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat. 7
· .
5. Mercy Corps (2007), ketahanan pangan adalah keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat. Ber9asarkan definisi terse but dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki 5 (lima) unsur yang harus dipenuhi, diantaranya: 1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu. 2. Oimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses. 3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan sosial. 4. Berorientasi pada pemenuhan gizi. 5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif.
Oi Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (a) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (b) aman; (c) merata; dan (d) terjangkau. Oengan pengertian terse but, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih dipahami sebagai berikut: a. Terpenuhinya pangan dengan kondisl ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, temak, dan iken untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak,
vitamin
dan
mineral
serta
turunannya,
yang
bermanfaat
bagi
pertumbuhan kesehatan manusia. b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama. c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air. d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
2.3. Optimasi Untuk memperoleh hasil yang optimal dari pengusahaan hutan rakyat, maka pertu diupayakan kombinasi yang optimal dari sumberdaya yang dimiliki oleh petani. Menurut Andayani (2005), untuk dapat menentukan kombinasi antar produk yang terbaik (optimal), yaitu suatu kombinasi produksi yang mampu memberikan
8
..
keuntungan maksimum bagi produsen, secara teori dijelaskan dalam kurva kemungkinan produksi (KKP). Kurva tersebut menggambarkan secara grafis (untuk dua komodtti) kemungkinan alternative kombinasi dan dua produk yang bias dihasilkan dengan menggunakan factor produksi yang sarna. Kombinasi pada pola hutan
ra~t
campuran adalah kombinasi kompetitif, yaitu jika terjadi peningkatan
produk yang satu menyebabkan produk lain harus turun. Tetapi dari kombinasi yang ada dipastikan hanya ada satu kombinasi yang optimum (pendapatan/profrt maksimum). Untuk mendapatkan hasil yang optimum maka petani melakukan kebijakan diversifikasi pada lahan miliknya, dengan harapan akan diperoleh hasil/output yang lebih banyak. Salah satu teknik dalam memprogramkan sumber-sumber terbatas bagi pencapaian optimasi tujuan adalah melalui linier programming (Yulianto dan Sutopo. 2005).
9
e.
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT
3.1. Tujuan Pene'itjan
Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mem~roleh
data dan infonnasi pola PLBT yang optimal dalam penyediaan
pangan dan peningkatan pendapatan. 2. Memperoleh infonnasi kontribusi pemanfaatan
lahan di tegakan dalam
penyediaan pangan bagi masyarakat di dalam dan di luar kawasan hutan.
3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi pola-pots pemanfaatan lahan di bawah tegakan hutan dan pola yang paling banyak dikembangkan oleh masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan pendapatan masyarakat. 2. Memberikan infonnasi kontribusi hasil dari PLBT terhadap penyedlaan pangan dan peningkatan pendapatan masyarakat baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. 3. Memberikan rekomendasi kebijakan dalam pengembangan pola pemanfaatan lahan di bawah tegakan melalui pola PLBT yang optimal.
10
..
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian ini direncanakan akan dilakukan kawasan hutan negara dan di
lahan hutan rakyat di Jawa Barat yang mengembangkan PLBT. Sedangkan
-
waktu penelitian direncanakan akan dilakukan dari Bulan Februari sampai dengan Bulan Desember 2010.
4.2. Penentuan Lokasi Penefitian Penentuan
Iokasi
ditentukan
secara
purposif/sengaja
berdasarkan
informasi yang diperoleh dari data sekunder dan setelah berkoordinasi dengan instansi terkait. Lokasi tersebut adalah Iokasi dimana dikembangkan PLBT baik di lahan hutan rakyat dan lahan hutan negara, khususnya dengan komoditi tanaman bawah tegakannya adalah tanaman pangan.
4.3. Metode 1. Jenis Data dan Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dart data primer dan data sekunder.
Data
sekunder diperoleh dari laporan hasil penelitian yang rei evan dengan tujuan penelitian, instansi terkait seperti Perum Perhutani, Dinas Kehutanan, BPS, dan
sebagainya. Data primer yang dikumpulkan meliputi data kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan, dan data kondisi tanaman.
Pengumpulan data primer
dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam
(indepth interview). Sementara itu data yang terkait dengan tanaman dan kondisi fisik lahan dilakukan dengan melakukan pengukuran, pengamatan atau observasi di lapangan.
2. Rancangan Riset Metode yang dipakai dalam kajian In; adalah metode survai dan pengukuran. Surva; diJakukan terhadap masyarakat dan taoaman daJam pola PlBT. lokas; penelitian
ditentukan setelah
dilakukan
inventarisasi terhadap
petani
yang
mengembangkan PLBT baik di kawasan hutan maupun di lahan hutan rakyat. Rancangan penelitian meliputi:
11
..
a.
Survai Sosial Ekonomi: Survai sosial ekonomi dilakukan melalui wawancara terlebih dahulu dengan
tolcohlketua kelompok tanilaparat desa setempat dan kemudian wawancara temadap petani yang telah mengembangkan PLBT. Petani yang menjadi responden adalah sebanyak 30 orang, yang tergabung dalam kelompok tani Wibawa Mulcti , Desa Tenggeraharja Kecamatan Sukamantri. b.
Survai dan pengukuran tanaman Survai tanaman dilakukan di lahan petani dengan membuat petak ukur
lingkaran dengan panjang jari-jari 5,64 m (Iuas 0,01 ha) dengan menggunakan tali plastik. Setiap 0,1 ha (1000 m2) dibuat 1 petak ukur (PU), sehingga jumlah PU untuk setiap kepemilikan tergantung dari luas lahan yang dimiliki petani (baik lahan garapan maupun lahan milik. sistematis.
Penetuan letak petak ukur ditentukan secara
Pengamatan dan pengUkUran yang dilakukan dalam PU tersebut
berupa: pengamatan umur tegakan pohon, pengukuran diameter, tinggi dan jumlah pohon, pengamatan jenis dan jumlah tanaman bawah tegakan. 3. Analisis Data Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif. Data sosial ekonomi masyarakat baik dari data primer maupun sekunder kemudian di tabulasi, dimaknai dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan data hasil pengukuran dan pengamatan tegakan dan tanaman bawah (tanaman pangan), diolah menjad; potens; tegakan dan tanaman bawah tegakan. Selanjutnya data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis finansial untuk memperoleh poia-poia PLBT yang dikembangkan oleh masyarakat dan mengetahui nilailmanfaat yang diperoleh dan pola PLBT tersebut. Selanjutnya dan analisis finansial pola-pola pemanfaatan lahan tersebut, akan diketahui pola pemanfaatan yang paling optimal yang mampu menyediakan pangan dan meningkatkan kemampuan petani mengakses pangan (melalui peningkatan pendapatannya). Adapun rumus-rumus yang dipakai dalam analisis finansial tersebut adalah sebagai berikut:
12
e.
1. Net Present Value (NPV
NPV
=.I 1=0
Bt -Ct (l + i)'
Keterangan:
NPV = nilai keuntungan bersih pengusahaan saat ini
Bt _ = pendapatan (tahun ke-t)
Ct = biaya (tahun ke-t)
t = tahun
= tingkat suku bunga 2. Internal Rate of Return (I RR)
IRR
=i'+
NPV' + (1"_;') NPV'-NPV"
Keterangan :
IRR = tingkat kemampuan investasi usahatani yang diperhitungkan terhadap nilai peluang pemanfaatan modal tersebut NPV' = nilai keuntungan bersih pengusahaan saat ini pada suku bunga i' NPV" = nilai keuntungan bersih pengusahaan saat ini pada suku bunga i" i' = tingkat suku bunga rendah yang digunakan per tahun i" = tingkat suku bunga tinggi yang digunakan per tahun 3.Benefrt-Cost Ratio (BCR), I-If
BCR
=
Bt
f;O+i)1
I-n
Cr
f;(l+i)' Keterangan: BCR St Ct T
= nilai rasio tingkat keuntungan bersih saat ini
= pendapatan (tahun ke-t)
= biaya (tahun ke-t)
= tahun
=tingkat suku bunga
4. Present Worth of an Annuity Factor(AEV)
AEV
= NPV ,dimana
PWF
= (l + it -
PWF
1
i(l + i)"
Keterangan: n PWF
=suku bunga rata-rata
=jangka waktu ana lisa
Present Worth of an Annuity Factor
=
13
e.
5. Payback Period (PP)
Payback Periods=
1 Ab
Keterangan: I Ab
= Biaya investasi yang dipenukan = Benefit bersih yang diperoleh dalam dimensi waktu
4.4. Bahan dan Alat Bahan yang dipenukan dalam penelitian ini antara lain adalah:
peta
penggunaan lahan, blangko pengamatan, kuesioner, ATK dan bahan-bahan survey tainnya. Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah tape recorder, kompas. roJl meter, pita meter, tati tambang, tali rapia, kamera, gunting dan lain-!ain.
·f
14
e.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pene/man yang di/a/(u/(an pada tahap pertama (20%) ini adalah tahap penyusunan proposal,
koordinasi dan survey Iokasi penelitian serta
mengumpull5an data sekunder dan primer mengenai kondisi sosial ekonomi petani yang mengusahakan hutan rakyat.
5.1. Kondisi Sosial Ekonomi Petani Desa
Tenggeraha~a
merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan
Sukamantri, Kabupaten Ciamis.
Berdasarkan pertimbangan bahwa di desa ini
pemah ada pengembangan tanaman pangan berupa Ganyong di lahan hutan rakyat, maka /okas; in; dipiJih untuk menjadi Jokasi penelitian.
Kondis; sosial
ekonomi di desa ini tidak jauh berbeda dengan kondisi sosial ekonomi petani pada umumnya. Kondisi sosial ekonomi petani berperan besar terfladap kondisi hutan rakyat dan kondisi hutan rakyat juga akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi petani.
1. Umur Umur responden dibedakan ke dalam tiga kelompok umur.
Seperti terlihat
pada Tabel 1, umur responden (kepala keluarga) di desa ini didominasi oleh umur
15-64 tahun sebanyak 86,7 %. Usia ini termasuk usia kerja yang dianggap sudah produktif dan pads usia ini diduga petani memiliki motivas; yang t;ngg; untuk bekerjalberusaha memenuhi kebutuhan keluarganya.
Hal tentu akan menjadi
sumber pendukung dalam pengelolaan hutan rakyat. Tabel1. Jumlah dan persentase respond en berdasarkan umur
lNo.
Umur 1. 0-14
2. 15-64 >65
3.
Jumlah
Jumlah 0
Persentase 0
26
86,7
4 30
13,3 100
Sumber: Data pnmer, 2010
2. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu unsur yang cukup penting yang dapat mengubah sikap dan perilaku, meningkatkan pola pikir, wawasan serta lebih memudahkan seseorang menyerap informasi yang sifatnya membawa perubahan
15
e.
dan kemajuan.
Pada umumnya pendidikan responden tergolong masih rendah
dimana sebanyak 66,67% didominasi oleh respnden yang tamat SO. Tabet 2. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan
No. 1.
Tingkat pendidikan Tidak tamat SO
2. 3.
Tamat SO Tarnat SLTP
4 20 5
13,3 66,67 16,67
4.
Tamat SLTA Jumlah
1 30
3,33 100
Jumlah
Persentase
Sumber: Data pnmer, 2010
3. Pekerjaan
TIngkat pendidikan yang secara umumtergolong rendah mempengaruhi jenis pekerjaan yang ada di desa. Hal ini pulalah yang menyebabkan usahatani masih berkembang dan masih banyaknya tenaga produktif di pedesaan, karena ada kecenderungan dengan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin enggan berusaha di bidang pertanian dan lebih tertarik bekerja di sektor lain, yang tidak tersedia di dalam desa.
Seperti disebutkan oleh Mulyanto (2007) bahwa
pendidikan fonnal akan meningkatkan nilai gengsi
peke~aan-peke~aan
di luar
pertanian, terutama pekerjaan bergaji tetap dan buruh pabrik. Jumlah petani yang banyak tergolong pada usia yang produktif di kedua
desa berhubungan juga dengan beragam jenis pekerjaan yang dilakukan oleh petani.
Seperti terlihat pada Tabel 3 sebanyak 83,3% responden di Oesa
Tenggeraharja bekerja sebagai petani, baik petani sawah maupun petani kebunlhutan rakyat. Tabel 3. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan utama No. Pekerjaan utama 1. Tani 2. Buruh tanilbangunan 3. Oagang
4. 5.
PNS Lainnya Jumlah
Sumber: Data pnmer, 2010
16
Jumlah 25 5 5 0
Persentase 83.3 16,67 16,67
0
0 0
30
100
-.
Meskipun sebagian responden selain
beke~a
sebagai petani, juga memiliki
pekerjaan sampingan, untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Adanya pekerjaan sampingan yang dilakukan responden disebabkan karena pendapatan yang diperoleh dari
peke~aan
sehingga petani harus
utama dirasa belum dapat mencukupi kebutuhan keluarga, beke~a
keras melakukan
peke~aan
lainnya.
Kondisi ini
merupakan salah satu ciri rumah tangga di pedesaan, seperti dinyatakan oleh White (1976) da/am Riswan (1997) rumah tangga petani sering terpaksa menambah
kegiatan tani dengan
pekerjaan-peke~aan
lain, walaupun hasilnya sering lebih
rendah dibandingkan dengan hasil dari usahataninya.
4. Jumlah tanggungan keluarga Jumlah tanggungan keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini, tidak hanya istrilsuami dan anak saja, tetapi termasuk orang tua atau anggota keluarga lain yang hidup sepenuhnya bergantung pada responden. keluarga responden di Desa
Tengeraha~a
Jumlah tanggungan
didominasi oIeh jumlah tanggungan
antara 3-5 orang yaitu sebanyak 70%. Tabel 4. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga Jumlah tanggungan Jumlah No. % keluarga 0-2 orang 9 30 1 21 2. 3-5 orang (sedang) 70 3. ~ 6 orang 0 0 Jumlah 30 100 Sumber: Data prImer, 2010
5. Tingkat pendapatan dan pengeluaran Pendapatan
responden
dalam
penelitian
ini
dihitung
berdasarkan
pendapatan yang diperolehnya dalam setahun terakhir, dengan pertimbangan hampir seluruh responden tidak memiliki
peke~aan
tetap yang menghasilkan
pendapatan tetap dalam kurun waktu tertentu. Selain dapat mengetahui perkiraan jumlah pendapatan yang diperoleh petan; juga dapat diketahui sumber-sumber pendapatan petani. Bila dibuat rataan per bulan maka pendapatan responden di Desa
Tenggeraha~a
adalah Rp. 1.425.701,- per bulan, dengan pengeluaran rata
rata adalah 1.201.838,- per bulan.
17
e.
Pendapatan tersebut diperoleh dari berbagai sumber seperti hutan rakyat, sawah, dagang, dan jasa. Ragam sumber pendapatan terse but diduga dipengaruhi oleh
tingkat
pendapatan
itu
sendiri.
Tingkat
pendapatan
yang
rendah,
mengharuskan anggota rumah tangga untuk berusaha lebih keras untuk memenuhi kebutuhan r:umah tangganya. Bagi sebagian rumah tangga, upaya tersebut tidak hanya dilakukan dengan menambah jumlah curahan jam
ke~a
dari kegiatan yang
ada, tapi juga dengan melakukan kegiatan-kegiatan lain. Hal tersebut juga sejalan dengan pemyataan yang menyebutkan bahwa sebagian besar rumah tangga di wilayah pedesaan mempunyai lebih dari satu sumber pendapatan (Nurmanaf, 1988, Syukur et s/., 1988, Marisa, 1988 dan Rahman, 1989 da/am Darwis, 2008).
5.2. Pange/o/aan Hutan Rakyat di Lokasi Penelftian
Kepemilikan lahan responden di kedua Iokasi penelitian cukup bervariasi, namun beberapa petani hanya mengolah lahan milik des a dan tidak memiliki !ahan milik. Namun secara keseluruhan kepemilikan lahan di dominasi oleh lahan darat. Rata-rata luas lahan di lokasi panelitian adalah 880.65 bata atau 1,23 ha termasuk lahan garapan milik desa.
Namun demikian kepemilikan lahan "desa" ini tidak
menyunrtkan petani untuk mengolah lahannya secara intensif.
Hal ini karena
memang diakui petani, inilah pilihan pekerjaan yang dapat dialkukan di desa sesuai dengan pendidikan dan kemampuan petani. Adapun lahan milik sebagian besar merupakan warisan dan orang tuanya. Kondisi kepemilikan lahan yang terbatas terutama lahan darat menyebabkan penunya bagi petani untuk "pintar " memilih komoditi yang ditanam.
Dan hasit
wawancara diketahui sebagian besar petani mengolah lahannya secara agroforestri atau campuran sntara tanaman kayu dan tanaman pertanian. Kayu yang dominan ditanam di Iokasi ini adalah sengon (Paraserianthes fa/cataria).
Pola tanam
diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pota 1: Tanaman kehutanan (kayu) +tanaman pertanian (jagung, kacang tanah, kacang merah) 2. Pola 2: Tanaman kehutanan (kayu) +tanaman pertanian (jagung, kacang tanah, kacang merah, ganyong) 3. Pola 3 : Tanaman kehutanan (kayu) +Ganyong 4. Pola 4: Tanaman kehutanan (kayu) +Ganyong+ talas + pisang 5. Pola 5 : Tanaman kehutanan (kayu) + sing kong
18
·. i
- .i
~.
• • I~
Gambar 1. Hutan rakyat kombinasi antara tanaman kayu + Ganyong
Gambar 2. Hutan rakyat kombinasi antara tanaman kayu + Jagung
,,
'~~?':-~; ~.,:" ,
:',
;.~.
Gambar 3. Hutan rakyat kombinasi antara tanaman kayu + Sing kong
19
-.
Pola yang berkembang ini tidak tumbuh begitu saja melainkan ada peran dari luar seperti tersedianya pasar komoditi dan juga program pemerintah. Tanaman pertanian seperti jagung, kacang tanah dan kacang merah dapat dengan mudah dijual di bandar dalam desa. Selain itu Dinas Pertanian hampir setiap musim tanam memberikan_bantuan bibit jagung dan kacang kepada petani. Dengan kondisi keterbatasanl kendala dalam memperoleh hasil yang optimal dari hutan rakyat, pemerintah pernah berupaya meluncurkan Ganyong pada petani untuk meningkatkan pendapatan dan mencapai ketahanan pangan. Namun hingga saat ini, setelah hampir 2 tahun berjalan, pengembangan Ganyong masih menghadapi kendala terutama masalah harga yang masih rendah. Petani menilai harga yang berlaku sa at ini belum sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini karena mesfcipun biaya pemeliharaan dapat diminimalisir, namun tenaga kerja yang diperlukan khususnya untuk memanen tidak sedikit. Petani menganggap tidak mudah untuk memanen Ganyong pada saat harus membersihkan akamya. Ini menunjukkan masih banyak hal yang harus dibenahi dalam pengembangan hutan rakyat, baik untuk komoditi kayunya maupun
untuk komoditi penyusun lainnya.
Sehingga upaya mencapai ketahanan pangan melalui pengembangan hutan rakyat bisa tercapai.
Gambar 4. Ganyong yang dihasilkan dari lahan hutan rakyat
Hutan rakyat dinilai belum memiliki nilai ekonomi oleh petani, bahkan bila petani menanam tanaman Ganyong yang nyatanya dapat tumbuh baik di bawah tegakan kayu.
Oleh karena itu dari gambaran yang ada dengan segala
keterbatasan, perlu dibuat model optimasi pengelolaan hutan rakyat yang 20
e.
optimal.Ganyong sebenarnya bukan komoditi baru, meskipun program penanaman ganyong baru ada sekitar 2007/2008 yang lalu. Sebagian petani di desa ini sudah mengenal Ganyong jauh sebelum turuo program dari pemerintah, tentu dengan jenis yang beranekaragam. Namun diakui petani karena Ganyong belum memiliki pasar yang jelas bahkan hampir tidak ada harganya, tidak ada satupun petani yang melirik. Petani sudah memiliki gambaran yang jelas mengenai Ganyong terutama dan segi fisik dan budidayanya. Petani menilai budidaya Ganyong dan pemeliharaannya mudah dilakukan.
Namun pandangan petani terhadap Ganyong masih rendah,
karena harga ganyong masih rendah. Ganyong merupakan salah satu komoditi pangan, namun sejauh ini pemanfaatannya juga masih terbatas dikonsumsi sekali kali dengan dikukus atau hanya langsung dijual ke pabrik yang ada di desa terse but. Saat ini menaruh harapan pad a Ganyong karena rnemang Ganyong dapat tumbuh baik di bawah tegakan kayu yang sudah rimbun sekalipun. Namun untuk mencapai hasil yang optimal, pemilihan komoditi penyusun hutan rakyat harus benar-benar diperhitungkan.
21
..
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Kondisi 80sial ekonomi petani di Desa Tenggeraharja adalah sebagai berikut : umur did9minasi oleh umur yang masih procluktif (15-64) sebanyak 86,67%. pendidikan tebanyak adalah tamat SD sebanyak 66.67%, jenis pekerjaan sebagai petani sebanyak 83,3% dan jumlah tanggungan keluarga paling dominan 3-5 orang sebanyak 70 %.
Sementara itu dengan rata-rata kepemilikan lahan 1,23 ha,
pendapatan rata-rata petani di Desa Tenggeraharja ini adalah Rp. 1.425.701,- per bulan dengan pengeluaran rata-rata Rp.1.202.838,- per bulan.
Dengan kondisi
lahan yang terbatas hamper semua petani di desa ini mengelola hutan rakyat dengan pols campuran antara tanaman kayu (kehutanan) dengan tanaman pangan (pertanian).
6.2. Saran Dengan sejumlah kendala yang ada. maka perlu pengolahan lahan yang lebih intensif denga penerapan pola tanam yang tepat sehingga hutan rakyat dapat memberikan hasil optimal. Oleh karena itu dengan dasar kondisi social ekonomi ini hasil
akhir
panelitian
ini
ditujukan
usahatani/pengelolaan hutan rakyat.
22
untuk
membuat
optimasi
dalam
e.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, W. 2005. Ekonomi Agroforestry. Pustaka Hutan Rakyat. Debut Press. Yogyakarta. Alrasyid, H. 1979. Pemilihan Janis Tanaman Penghijauan untuk Pembangunan Hutan Rakyat. Makalah dalam Lokakarya Pemilihan Jenis Tanaman. Yogyakarta, 14-15 November 1979. Yogyakarta. Awang, S. A, W. Andayani, B. Himmah, W.T. Widayati, dan A Affianto. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi, dan Pemasaran. BPFE. Yogyakarta.
2002.
Darwis, V. 2008. Keragaan Penguasaan Lahan sebagai Faktor Utama Pendapatan Petani. Makalah dalam Prosiding Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani, tanggal 19 Nopember 2008 di 8ogor. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Departemen Kehutanan. 2009. Pangan dari Hutan (kontribusi Sektor Kehutanan dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Makalah dalam Seminar Nasional "Hari' Pangan Sedunia, 12 Oktober 2009" di Jakarta tang gal 1 Oktober 2009. Djajapertjunda, S. 1995. Prospek Hutan Rakyat dalam Industri dan Perdagangan. Makalah dalam Seminar Nasional Hutan Rakyat Menuju Model Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Berwawasan Ungkungan, tanggal 29 Agustus 1995, di Jakarta. Galudra, G., N. Rhamdhaniaty, F. Soenarto, B. Nurzaman, dan M. Sirait. 2005. Kondisi Ketanahan Pangan Masyarakat dalam Cengkraman Kebijakan Tata Ruang dan Penetapan Kawasan Halimun: Studi Kasus Desa Mekarsari (Lebak) dan Desa Malasari (Bogor). TBnah Masih Di Langft, penyelesa;an Masalah Penguasaan Tanah dan Kekayaan Alam di Indonesia yang Tak Kunjung Tuntas di Era RefonT1asi. Jakarta, Indonesia. Yayasan Kemala. P.
653- 674. Hardjanto. 2003. Keragaan dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat di Pulau Jawa. Disertasi Program Pasca Sarjana IPS. Bogor. Tidak diterbitkan. 1995. Aspek Sosial Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat. Mardikanto, T. Makalah dalam Prosiding Seminar/Diskusi Panel Pengembangan Hutan Rakyat, Bandung, 19-20 Januari 1995. Bandung. Mulyanto, D. 2007. Sumber Kehidupan dan Kemiskinan di Pedesaan Jawa. http://akatiga.org/index.php/penelitian/diseminasi/92-sumber-penghidupan. Diakses pada tanggal16 April 2009. Purwanto, S. A Cahyono dan D. R. Indrawati. 2003. Peranan Hutan Rakyat Rehabilitasi Lahan Kritis. Makalah dalam Prosiding Seminar Sehari Prospek Pengembangan Hutan Rakyat di Era Otonomi Daerah di Cilacap tanggal 16
23
e.
Desember 2003, him 27-44. Loka Penelitian dan Pengembangan Hutan Monsoon. Ciamis. Riswan. 1997. Studi Sosial Ekonomi pada Proyek Kredit Usahatani Konservasi Tanah di Derah Aliran Sungai di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbit1
Simon, H. 1995. Strategi Pengembangan Pengelolaan Hutan Rakyat. Makalah dalam Rangka Seminar/Diskusi Panel Pengembangan Hutan Rakyat. 14 20 Januari 1995. Bandung. SK Menhut No. 49/Kpts-II/1997 tentang Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat, tanggal 20 Januari 1997 Suharjito, D. 2000. Hutan Rakyat: Kreasi Budaya Bangsa da(am Hutan Rakyat di Jawa, Perannya dalam Perekonomian Desa. P9nyunting Didik Suharjito. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat. Bogor. Tambunan, T. 2008. Ketahanan Pangan di Indonesia: Inti Pennasalahan dan Altematif Solusinya. http://www.kadinIndonesia .or. id/enm/images/dokumen/KAD IN-98-2918-1 0062008 .pdf. Diakses pada tanggal 26 Juni 2008. Tim Bina Swadaya. 2001. Pengalaman Mendampingi Petani Hutan : Kasus Perhutanan Sosial di Pulau Jawa. Penebar Swadaya. Jakarta. Waluyo, H. 2003. Strategi Pengembangan Usaha Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Tidak diterbitkan. Yulianto, H.D, dan I.N. Sutopo. 2005. Riset Operasi dengan Excek. Penerbi Andi. Yogyakarta. Zain, AS. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratiflkasi Hutan Rakyat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
24
...... . ,. LAMPtRAN
Lampiran 1. Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Desa Tenggeraharja Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis JMl TGGN KLG (ORG)
JK (U P)
UMUR (THN)
PENDIDIK AN (TH)
P l P l P
37 40 39 52 56
6 6 6 2 6
L
56
3
1 Tani 2 Tani 3 Buruh tani 3 Tani 2 Tani 2 Dagang
7
L
32
12
3 tani/dagang
8
L
62
6
2
9
L
70
6
1 tani
10
L
70
6
1 tani
11
P
50
12
L
35
6 6
13
P
40
12
14
52
6
15
L L
36
6
3 tanl 3 buruh tani 3 tanl 4 buruh tani 4 dagang warung
16
L
44
NO.
1 2
3 4 5 6
-
-
6 L
PEKERJ. SAMPINGAN
PEKERJ. UTAMA
PGlM USTAN (THN)
Bandar sayuran Temak
10 15
-
20
tani
Pendapatan (RpfTahun)
Pengeluaran (Rpltahun)
•
20 45 35
2303 1015 422 205 825 1727
12,520,000 10,775,000 7,833,000 7,220,000 7,272,000 18,945,000
4
1265
17,095,000
12,967,000 11,959,000
38
471
7,550,000
5,662,000
45
620
7,555,000
6,166,000
46
367
6,475,000
5,271,000 •
32
660
18,258,000
13,573,000
3
215
10,020,000
7,929,000
buruh tan;
20
156.9
11,522,000
9,375,000
tani
260.0
14,185,000
12.957,500 ;
tani
20 4
892.1
56,450,000
36,175,000
tani
5
212
10,875,000
6,754,500
-
buruh tani
Tanl
~ dagang bakso tusuk
Kepemilikan lahan (bata)
temak tukang kayu tan;
18,096,000 8,101,000 15,068,000 13,103,000 9,244,000
I
I
1 I
I I
I
_ _
-
25 '
- -
•....... +,.
r--J NO I JK (U ' . P)
UMUR (THN)
PENDIDIK AN (TH)
65 37 63
6
t
~~ 18 19
L
20
25
P P P P P P
26
L
22 23 24
PEKERJ. SAMPINGAN
PEKERJ. UTAMA
I
PGLM USTAN (THN)
Kepemilikan Ishan (bata)
Pendapatan (RpfTahun)
Pengeluaran (Rp/tahun)
I
I
P P
21
JMl TGGN KlG (ORG)
3 tani 4 Tani 3 Temak
6 6
43 47
6 6 0 6 2 6 6
60
51 60 54
51
dagang
TANI
4 Tani 5 Buruh tani 1 Tani
-
4 Tani 3 Tani 3 Tani
-
4 Pengolah dan penjual
Tani
TANI BERLADANG nyadap aren Temak ayam
20 10 51
828 2314 1025
18,747,000
11,263,000
9,415,000
32,214,250
15,625,000
11,575,000 .
5
137 703 852 2552 1047.5 897 2368.4
31,263,333
22,499,000
8,645,000
4,777.000
11.901,250
4.744,000
67.705,000
54,487,000
4,502.000
17,983,000
18,575.000
13,797,500
62,680,000
9,685,000
13.205,000 7,995,000
6,166,000 9,433,000
2.640,000
2,000,000
15.804,000
9,637.000
20 46
30 30 28 25
beli singkong
6
L
31 36 58
p
52
6
27 28
L L
29 30
4 Tan; 2 Tani
7 6
-
3 Tani
__~l
Tani
-
Temak Temak
15
Temakdomba dan sapi
20
960 160 508
Buruh tani,
10
452
4
.
-
26
'----
-
.
!
•