ANALISIS PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SHADAQAH SEBAGAI MODAL KERJA TERHADAP INDIKATOR KEMISKINAN DAN PENDAPATAN MUSTAHIQ (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)
OLEH WINA MEYLANI H14050860
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
WINA MEYLANI. Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah sebagai Modal Kerja terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh JAENAL EFFENDI. Kemiskinan merupakan masalah fundamental yang tengah dihadapi oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut adalah melakukan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin. Mengingat bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka peluang untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan dengan menggunakan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) terbuka lebar. Program Ikhtiar merupakan salah satu program pengentasan kemiskinan dengan memanfaatkan dana ZIS yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) Baytul Maal (BM) Bogor, Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu), dan Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK). Program Ikhtiar adalah program pendayagunaan ZIS yang dilakukan melalui pemberdayaan berbasis komunitas dengan mekanisme kelompok dan ditujukan secara khusus bagi kaum perempuan. Sejak pertama kali dijalankan pada tahun 1999, dana ZIS yang digulirkan hingga tahun 2008 telah mencapai Rp 7,353 milyar yang disalurkan kepada 5.115 orang anggota. Meski terus mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dari sisi penyaluran dana maupun jumlah anggota, namun upaya pemberdayaan ekonomi yang dilakukan melalui Program Ikhtiar belum dapat dikatakan berhasil apabila tidak terjadi perubahan pada indikator kemiskinan para anggotanya. Perubahan indikator kemiskinan tersebut antara lain dicerminkan oleh tingkat pendapatan anggota setelah mengikuti Program Ikhtiar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelaksanaan Program Ikhtiar terhadap indikator kemiskinan dan pendapatan per kapita mustahiq (penerima zakat). Penelitian dilakukan dengan mengambil studi kasus pada salah satu wilayah tempat dilaksanakannya program Ikhtiar, yaitu di desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pada desa tersebut, diambil 45 orang responden sebagai sampel penelitian. Responden adalah para mustahiq anggota Program Ikhtiar yang menggunakan pembiayaan terakhirnya dalam Program Ikhtiar untuk modal kerja. Indikator kemiskinan mustahiq dianalisis dengan menggunakan FGT Index yang terdiri dari headcount ratio (H) yang menggambarkan persentase orang miskin dalam suatu populasi yang diobservasi, indeks kedalaman kemiskinan/poverty depth index (P1) yang menggambarkan kesenjangan antara pendapatan orang miskin dengan garis kemiskinan, dan indeks keparahan kemiskinan/poverty severity index (P2) yang menggambarkan distribusi pendapatan di antara orang miskin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai H, P1, dan P2 mengalami penurunan setelah mustahiq mengikuti Program Ikhtiar.
Pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada taraf nyata 1 persen, variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah pendapatan mustahiq yang diperoleh dari usaha yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar dan variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq. Oleh karena itu, Yayasan Peramu sebagai salah satu lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan Program Ikhtiar khususnya dalam hal pembinaan dan pendampingan anggota perlu melakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang disesuaikan dengan potensi mustahiq dan lingkungannya. Pelatihan ini diperlukan untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan wirausaha mustahiq, apalagi jika mengingat tingkat pendidikan mustahiq tergolong rendah dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Besarnya modal/pembiayaan yang diterima dan banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan melalui Program Ikhtiar tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Hal ini karena modal yang didapatkan mustahiq tergolong relatif kecil dan pada sebagian mustahiq dana untuk modal tersebut justru digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Oleh karena itu, pihak manajemen Koperasi BAIK, Yayasan Peramu, dan BM Bogor perlu melakukan evaluasi terhadap tingkat plafon yang diberikan dalam pembiayaan produktif agar besarnya plafon tersebut efektif untuk meningkatkan pendapatan mustahiq. Proses monitoring penggunaan dana dengan meminta buktibukti transaksi dari mustahiq juga perlu diperketat agar penggunaan dana pembiayaan tetap sesuai dengan akad yang telah dibuat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa variabel jumlah tanggungan berpengaruh signifikan, namun berhubungan negatif dengan pendapatan per kapita mustahiq. Hal ini mengindikasikan pentingnya perencanaan dalam sebuah keluarga, khususnya perencanaan mengenai jumlah anak. Oleh karena itu, anggota perlu mendapatkan pendidikan mengenai perencanaan keluarga. Dalam hal ini Yayasan Peramu dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga terkait yang concern terhadap masalah keluarga dan kependudukan, misalnya dengan BKKBN untuk memberikan pendidikan mengenai perencanaan keluarga kepada para mustahiq.
ANALISIS PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SHADAQAH SEBAGAI MODAL KERJA TERHADAP INDIKATOR KEMISKINAN DAN PENDAPATAN MUSTAHIQ (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)
OLEH WINA MEYLANI H14050860
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Wina Meylani
Nomor Registrasi Pokok : H14050860 Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah sebagai Modal Kerja terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Jaenal Effendi, M.A. NIP. 19740729 200604 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 19641023 198903 2 002 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Wina Meylani H14050860
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Wina Meylani, lahir di Tasikmalaya, pada tanggal 3 Mei 1986. Penulis merupakan anak bungsu dari pasangan Bapak Endang Hidayat dan Ibu Jua. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan SD hingga SMA di Tasikmalaya, yaitu di SDN IPK Salawu III, SMPN 1 Salawu, dan SMAN 1 Tasikmalaya. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setahun kemudian, penulis memilih Program Studi Ilmu Ekonomi sebagai mayor (program studi utama) dan Ilmu Konsumen sebagai minor (program studi pendukung). Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu Shariah Economics Student Club (SES-C), Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (Formasi), dan Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (Himalaya). Selain itu, penulis juga pernah aktif sebagai Asisten Dosen Matakuliah Pendidikan Agama Islam IPB dan menjadi tenaga magang di The Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ) Dompet Dhuafa Republika. Kecintaan penulis pada ekonomi syariah, khususnya pada sektor keuangan mikro syariah dan filantropi Islam membuat penulis mantap mengambil zakat sebagai tema penelitian untuk skripsi ini.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah mengaruniakan begitu banyak nikmat sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya, diantaranya adalah: 1. Kedua orang tua penulis, Ibu Jua dan Bapak Endang Hidayat, atas segenap cinta, doa, dan kesabaran yang diberikan. Semoga Allah membalasnya dengan balasan yang sempurna. 2. Bapak Jaenal Effendi sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dan membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi. 3. Bapak Nunung Nuryartono dan Bapak Muhammad Findi sebagai dosen penguji sidang skripsi yang telah memberikan saran yang begitu berharga kepada penulis agar skripsi ini menjadi karya yang lebih baik. 4. Bapak Irfan Syauqi Beik, Bapak Suryana, dan Kak Hendro Wibowo atas saran dan bimbingan yang diberikan. 5. Kedua orang kakak penulis (Teh Ucu dan A Rahmat) atas motivasi dan nasihat yang diberikan, juga keponakan-keponakan tercinta (Fikri, Kiran, dan Tsabita) atas mimpi-mimpi dan keceriaan yang dibagi. 6. Pak Asad, Mba Titin, Pak Latif, Pak Azis, Pak Ahmad Laela, Pak Sholeh, Pak Agus, serta seluruh pengurus Yayasan Peramu, Koperasi BAIK, dan BM Bogor atas segala arahan, bantuan, dan informasi yang diberikan kepada penulis. 7. Teh Sundari, Rima, Pak Dini, Pak Komar, Heri, serta seluruh TPL dan anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir yang telah membantu penulis dalam proses pencarian data. 8. Ukhti Denok, Fitri, Ratna, Ratih, dan Nunung yang telah membantu penulis dalam proses pencarian dan pengolahan data.
9. Vivi, Lala, Nazrul, Iqbal, Rian, Uti, Diana, Putri, Nenech, Echa, Muth, serta sahabat-sahabat terbaik di IE 42, SES-C, dan Formasi atas kebersamaan dan bantuan yang diberikan. Semoga seluruh bantuan yang diberikan akan dibalas Allah dengan balasan yang jauh lebih baik. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat, baik bagi para civitas akademika, maupun bagi pihak lainnya, khususnya pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan sektor filantropi Islam.
Bogor, Agustus 2009
Wina Meylani H14050860
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
v
I.
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...........................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ...............................................................................
8
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................
8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................
9
II.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 10 2.1. Tinjauan Teoritis ...............................................................................
10
2.1.1. Konsep dan Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) ...... 10 2.1.2. Hikmah dan Manfaat Zakat .....................................................
12
2.1.3. Pendayagunaan ZIS .................................................................
13
2.1.3.1. Jenis-Jenis Pendayagunaan ZIS .................................. 13 2.1.3.2. Pendayagunaan ZIS melalui Program Ikhtiar ............. 15 2.1.4. Dimensi dan Konsep Kemiskinan ............................................ 30 2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ........................................................... 33 2.3. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 36 2.3.1. Indikator Kemiskinan ............................................................... 36 2.3.2. Pendapatan Per Kapita Mustahiq ............................................. 38 2.4. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 41 III.
METODE PENELITIAN ......................................................................... 43 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. 43 3.2. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 43 3.3. Sampel Penelitian ............................................................................... 43 3.4. Metode Analisis Data ......................................................................... 44
ii
3.4.1. FGT Index ................................................................................. 44 3.4.2. Analisis Regresi Linier Berganda ............................................. 48 IV.
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ................................. 53 4.1. Kondisi Geografi ................................................................................ 53 4.2. Kondisi Demografi ............................................................................. 53
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 57 5.1. Perubahan Indikator Kemiskinan Mustahiq Setelah Mengikuti Program Ikhtiar.................................................................................... 57 5.1.1. Karaktersistik Demografi Responden ....................................... 57 5.1.2. Indikator Kemiskinan Mustahiq ............................................... 59 5.2. Pengaruh Program Ikhtiar terhadap Pendapatan Per Kapita Mustahiq ............................................................................................. 64 5.2.1. Evaluasi Model ......................................................................... 64 5.2.2. Interpretasi Model ..................................................................... 67
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 73 6.1. Kesimpulan ......................................................................................... 73 6.2. Saran ................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76 LAMPIRAN ...................................................................................................... . 79
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Periode Maret 2007-Maret 2008 .............................................................................
1
1.2. Estimasi Potensi Zakat Indonesia Tahun 2009 ..........................................
2
1.3. Angka Kemiskinan Provinsi Jawa Barat Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005-2006 .......................................................................................
4
1.4. Pertumbuhan Jumlah Anggota dan Dana Bergulir Program Ikhtiar Tahun 2003-2008 .................................................................................................. 7 2.1. Sebaran dan Jumlah Anggota Program Ikhtiar Per April 2009 ................. 18 2.2. Komponen Angsuran Dana Program Ikhtiar Berdasarkan Plafon Pinjaman .................................................................................................... 28 2.3. Indikator Kemiskinan Sebelum dan Setelah Adanya Distribusi ZIS......... 34 4.1. Jumlah Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ............................................................................................ 54 5.1. Karakteristik Demografi Responden ......................................................... 57 5.2. Indeks Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar ........................................................................................................ 59 5.3. Hasil Estimasi Model Pendapatan Per Kapita Mustahiq .......................... 64 5.4. Hasil Uji Multikolinearitas ....................................................................... 66 5.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas .................................................................... 67 5.6. Komposisi Mustahiq Berdasarkan Plafon Pembiayaan Produktif ............ 68
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Lingkaran Setan Kemiskinan ....................................................................
6
2.1. Bagan Pendayagunaan ZIS ....................................................................... 14 2.2. Skema Manajemen Dana Koperasi BAIK ................................................ 22 2.3. Tahapan Pelaksanaan Program Ikhtiar ...................................................... 23 2.4. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ...................................................... 41 3.1. Teknik Penarikan Sampel Penelitian ......................................................... 44 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata Pencaharian ....... 55 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat Pendidikan .... 56
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Pendapatan Rumah Tangga Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar ............................................................................................ 80
2.
Data Kategori Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar ............................................................................................ 81
3.
Tabel Perhitungan FGT Index Sebelum Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar .......................................................................................................... 82
4.
Tabel Perhitungan FGT Index Setelah Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar .......................................................................................................... 83
5.
Data Persamaan Pendapatan Per Kapita Mustahiq ...................................... 84
6.
Hasil Pengolahan Data ................................................................................. 86
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah fundamental yang tengah dihadapi oleh seluruh bangsa di dunia, terutama oleh negara sedang berkembang seperti Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2008 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai angka 34,96 juta jiwa atau sebesar 15,42 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 226,72 juta jiwa. Sedangkan pada periode Maret 2009, jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan mengalami penurunan sebesar 2,43 juta jiwa. Meskipun telah mengalami penurunan, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu 32,53 juta jiwa atau sebesar 14,15 persen. Kemiskinan tersebut terutama terjadi di daerah pedesaan. Pada periode Maret 2009, jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan adalah 20,62 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan adalah 11,91 juta jiwa. Artinya, 63,39 persen penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pedesaan (BPS, 2009). Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Periode Maret 2007-Maret 2008 Daerah Perkotaan Pedesaan Total Sumber: BPS, 2009.
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Juta)
Persentase Penduduk Miskin (%)
2008 2009 2008 2009 2008 2009
12,77 11,91 22,19 20,62 34,96 32,53
11,65 10,72 18,93 17,35 15,42 14,15
2
Upaya pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin merupakan hal penting yang dapat menjadi solusi permasalahan kemiskinan di Indonesia. Islam sebagai agama yang syaamil (menyeluruh), memiliki instrumen khusus yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam bidang ekonomi sehingga dapat berfungsi untuk mengurangi tingkat kemiskinan di masyarakat. Instrumen tersebut adalah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS). Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia tentunya memiliki potensi ZIS yang besar pula. Nasution et al. (2008), memprediksi potensi zakat Indonesia pada tahun 2009 ini dapat mencapai hingga Rp 12,66 triliun. Angka tersebut tentunya akan bertambah besar apabila disertai dengan estimasi dana shadaqah dan infaq yang dapat dikumpulkan. Melihat besarnya potensi ZIS yang dimiliki, maka peluang untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan dengan menggunakan dana ZIS terbuka lebar. Tabel 1.2. Estimasi Potensi Zakat Indonesia Tahun 2009 Determinan Potensi Zakat 1
Keluarga muslim sejahtera 2
Jumlah muzakki
3
Muzakki yang membayar zakat Proyeksi zakat per muzakki
4
Proyeksi zakat nasional Potensi penghimpunan oleh BAZ dan LAZ
Skenario (a)
Skenario (b)
35,2 juta jiwa
35,2 juta jiwa
55,00%
55,00%
95,50%
95,50 %
Rp 684.550,00
Rp 664.014,00
Rp 12.655,86 milyar
Rp 12.276,18 milyar
Rp 911,22 milyar
Rp 883,88 milyar
Sumber: Nasution et al., 2008. 1
Berdasarkan data bahwa populasi muslim di Indonesia adalah 86 persen (BPS, 2008) dan jumlah keluarga sejahtera di Indonesia adalah 41,409 juta jiwa (BKKBN, 2008). 2 Berdasarkan hasil survei PIRAC, 2007. 3 Berdasarkan hasil survei PIRAC, 2007. 4 (a) Rp 684.550,00 (berdasarkan hasil survei PIRAC 2007) dan (b) Rp 664.014,00 (berdasarkan hasil survei PIRAC 2007 yang disesuaikan dengan asumsi penurunan ekonomi nasional sebagaimana yang digunakan dalam RAPBN 2009).
3
Besarnya potensi ZIS yang dimiliki menuntut adanya upaya pengelolaan ZIS yang lebih profesional. Pemerintah Indonesia merespon tuntutan tersebut dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Berdasarkan UU tersebut, pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh organisasi pengelola zakat yang terdiri dari Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atas prakarsa masyarakat/swasta. Terbentuknya BAZ dan LAZ menandai era baru pengelolaan ZIS di Indonesia agar mampu berjalan secara profesional, transparan, dan akuntabel. Hal ini didasari oleh semangat untuk mengelola ZIS secara optimal sehingga dapat berjalan efektif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi, terutama kemiskinan. Semangat ini pula yang kemudian melatarbelakangi Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu) membentuk LAZ Baytul Maal (BM) Bogor pada tahun 1999. Yayasan Peramu merupakan sebuah lembaga yang concern terhadap pemberdayaan masyarakat miskin dan keuangan mikro syariah. Melalui pembentukan BM Bogor, Yayasan Peramu berupaya melakukan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin dengan memanfaatkan dana ZIS. Program pemberdayaan ekonomi tersebut dinamakan Program Ikhtiar yang muncul akibat keprihatinan melihat realitas kemiskinan di Bogor. Tingkat kemiskinan Kabupaten Bogor tergolong tinggi jika dibanding dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Jawa Barat. Sebagai perbandingan, data mengenai angka kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada dapat dilihat melalui Tabel 1.3.
4
Tabel 1.3. Angka Kemiskinan Provinsi Kabupaten/Kota Tahun 2005-2006
Kabupaten/Kota
Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Purwakarta Kab. Karawang Kab. Bekasi Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Jawa Barat
Tahun 2005 Jumlah Persentase Penduduk Penduduk Miskin Miskin (%) (ribu jiwa) 476,7 12,50 364,9 16,57 369,4 17,57 550,1 13,33 386,1 17,43 296,2 18,23 228,6 15,07 196,7 18,65 386,1 18,59 227,4 19,39 137,5 13,34 312,1 18,43 232,7 16,67 111,1 14,37 285,6 14,93 137,5 7,01 79,3 8,31 21,9 7,09 84,6 3,71 21,2 6,91 71,5 3,42 39,6 2,88 50,8 8,44 52,9 9,12 17,1 10,07 5.137,6 13,06
Jawa
Barat
Menurut
Tahun 2006 Jumlah Persentase Penduduk Penduduk Miskin Miskin (%) (ribu jiwa) 536,4 13,83 384,6 17,66 415,7 19,81 619,0 15,15 434,5 19,61 331,3 20,27 244,1 16,13 196,7 18,69 434,5 21,13 255,9 21,82 154,7 15,12 351,2 20,66 261,9 18,90 125,0 16,34 321,4 16,51 154,7 7,58 89,2 9,64 24,6 8,20 95,2 4,09 27,4 8,70 104,4 5,07 35,3 2,48 42,2 7,41 59,5 10,23 13,0 7,96 5.712,5 14,49
Sumber: BPS, 2007.
Berdasarkan Tabel 1.3, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor pada tahun 2005 mencapai 476,7 ribu jiwa atau sebanyak 12,5 persen. Jumlah penduduk miskin tersebut kemudian meningkat menjadi 536,4 ribu jiwa atau sebanyak 13,83 persen pada tahun 2006. Tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Bogor pada tahun 2005 dan 2006 ini telah menempatkan Kabupaten
5
Bogor pada urutan kedua sebagai kabupaten/kota dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Provinsi Jawa Barat (BPS, 2007). Upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin yang dilakukan melalui Program Ikhtiar diharapkan mampu menurunkan tingkat kemiskinan masyarakat Bogor. Program Ikhtiar merupakan program pendayagunaan ZIS berbasis pemberdayaan komunitas yang dilakukan melalui pelayanan keuangan mikro. Sasaran program ini adalah kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah yang masih memiliki potensi ekonomi produktif. Program Ikhtiar terus mengalami peningkatan yang pesat, baik dari sisi jumlah anggota, maupun jumlah dana ZIS yang digulirkan. Sejak pertama kali dijalankan pada tahun 1999, dana ZIS yang digulirkan hingga tahun 2008 telah mencapai Rp 7,353 milyar yang disalurkan kepada 5.115 orang anggota program. Hal ini menunjukkan peran strategis Program Ikhtiar dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin di wilayah Bogor. Mengingat peran strategis tersebut, maka kajian untuk menganalisis pelaksanaan Program Ikhtiar dirasa penting untuk dilakukan.
1.2. Perumusan Masalah Angka
kemiskinan
yang
cenderung
tinggi
dari
tahun
ke
tahun
mengindikasikan sulitnya masyarakat miskin untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty). Teori lingkaran setan kemiskinan Nurkse menyatakan bahwa tingkat pendapatan yang rendah akan menyebabkan permintaan rendah (pada sisi permintaan) dan tabungan yang rendah (pada sisi penawaran), sehingga tingkat investasi pun rendah. Tingkat investasi yang rendah
6
menyebabkan kurangnya modal dan kembali menyebabkan produktivitas yang rendah (Jhingan, 2004). produktivitas rendah
pendapatan rendah
permintaan rendah (sisi permintaan) tabungan rendah (sisi penawaran)
kurang modal
investasi rendah Sumber: Jhingan, 2004.
Gambar 1.1. Lingkaran Setan Kemiskinan Salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan kemiskinan adalah dengan memberikan modal berupa modal kerja kepada masyarakat miskin agar mereka dapat melakukan usaha produktif sehingga mampu meningkatkan pendapatannya. Namun, akses masyarakat miskin terhadap sumber modal sangat terbatas. Kemiskinannya menyebabkan mereka dinilai tidak bankable sehingga tidak dapat mengakses dana untuk modal dari lembaga keuangan formal seperti bank. Oleh karena itu, Program Ikhtiar yang dijalankan oleh BM Bogor, Yayasan Peramu dan Koperasi BAIK berusaha membuka akses masyarakat miskin terhadap sumber dana untuk modal dengan cara menyederhanakan proses dan persyaratan dalam peminjaman dana. Program Ikhtiar mulai dijalankan pertama kali pada tahun 1999 di Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pada awalnya di Desa
7
Sukaluyu dibentuk tiga majelis (kelompok) yang terdiri dari 35 orang peserta sebagai pilot project. Setelah tiga tahun masa inisiasi program (1999-2002), jumlah anggota mengalami peningkatan yang signifikan. Bila pada tahun 2002 hanya terdapat 279 anggota, maka pada tahun 2003 jumlahnya meningkat menjadi 1.377 orang, dan hingga tahun 2008 jumlahnya telah mencapai 5.115 orang. Jumlah dana ZIS yang digulirkan juga terus mengalami peningkatan, dengan total penyaluran dana mencapai Rp 7,353 milyar hingga tahun 2008. Data pertumbuhan anggota dan penyaluran dana bergulir dalam Program Ikhtiar setelah tiga tahun masa inisiasi program dapat dilihat melalui Tabel 1.4. Tabel 1.4. Pertumbuhan Anggota dan Dana Bergulir Program Ikhtiar Tahun 2003-2008
2003
Jumlah Anggota (orang) 1.377
Penyaluran Dana Tahun Berjalan (Rp) Na
Total Penyaluran Dana (Rp) 725.986.000
2004
1.851
581.250.000
1.307.236.000
2005
2.244
874.750.000
2.181.986.000
2006
3.003
1.188.550.000
3.370.536.000
2007
3.572
1.616.820.000
4.703.546.000
2008
5.115
2.664.500.000
7.353.046.000
Tahun
Sumber: Koperasi BAIK, 2009.
Berdasarkan Tabel 1.4, pertumbuhan anggota Program Ikhtiar berkisar antara 19-43 persen per tahun dengan persentase pertumbuhan dana ZIS bergulir berkisar antara 40-80 persen per tahun. Meski terus mengalami pertumbuhan tiap tahunnya, namun pemberdayaan ekonomi yang dilakukan melalui Program Ikhtiar belum dapat dikatakan berhasil apabila tidak terjadi perubahan pada indikator kemiskinan para anggotanya. Perubahan indikator kemiskinan tersebut antara lain
8
dicerminkan oleh tingkat pendapatan anggota setelah mengikuti Program Ikhtiar. Oleh karena itu, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana perubahan indikator kemiskinan mustahiq setelah mengikuti program Program Ikhtiar?
2.
Bagaimana pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan per kapita mustahiq tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis perubahan indikator kemiskinan mustahiq setelah mengikuti program Program Ikhtiar.
2.
Menganalisis pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi BM Bogor, Yayasan Peramu, dan Koperasi BAIK untuk mengetahui bagaimana pengaruh Program Ikhtiar terhadap indikator kemiskinan dan tingkat pendapatan per kapita anggotanya. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan masukan dalam pelaksanaan Program Ikhtiar kedepannya agar dapat berjalan lebih optimal dalam hal pemberdayaaan ekonomi masyarakat miskin.
9
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah laporan empiris mengenai manfaat dana ZIS dalam upaya pengentasan kemiskinan, sehingga dapat membuka paradigma bahwa dana ZIS tidak hanya disalurkan dalam bentuk charity yang sifatnya konsumtif, tetapi juga dapat disalurkan dalam bentuk bantuan modal kerja yang bersifat produktif agar tercipta kemandirian para mustahiq.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil studi kasus pada Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pada desa tersebut, diambil 45 orang anggota sebagai sampel penelitian. Anggota yang menjadi sampel adalah anggota yang pengajuan pembiayaan terakhirnya dalam Program Ikhtiar ditujukan untuk modal kerja. Analisis pengaruh Program Ikhtiar terhadap indikator kemiskinan terbatas pada indikator kemiskinan absolut dengan menggunakan pendekatan pendapatan. Garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS. Pada penelitian ini dilakukan juga analisis mengenai pengaruh Program Ikhtiar terhadap tingkat pendapatan per kapita mustahiq. Analisis yang dilakukan terbatas pada uji nyata dan pengukuran pengaruh terhadap faktor-faktor terkait Program Ikhtiar yang diduga dapat mempengaruhi pendapatan per kapita mustahiq.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Konsep dan Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) Zakat ditinjau dari segi bahasa memiliki beberapa arti, yaitu al-barakatu yang berarti keberkahan, al-namma yang berarti pertumbuhan dan perkembangan, ath-thaharathu yang berarti kesucian, dan ash-shalahu yang berarti keberesan. Sedangkan menurut istilah, pengertian zakat adalah bagian dari harta yang telah memenuhi syarat tertentu, yang diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin, 2002). Orang yang mengeluarkan zakat disebut muzakki, sementara orang yang menerima zakat disebut mustahiq yang terdiri dari delapan golongan (ashnaf), yaitu orang-orang fakir, miskin, pengurus zakat (‘amilin), muallaf, memerdekakan budak (riqab), orang-orang yang berhutang (gharimin), untuk jalan Allah (fisabilillah), dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil). Kententuan mengenai golongan orang yang berhak menerima zakat ini telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam QS. At-Taubah ayat 60, yang berbunyi: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah binatang ternak (almawasyi), hasil tanaman (az-zuru’), emas dan perak (an-naqdain), perniagaan (attijarah), harta hasil temuan/harta karun (rikaz), dan hasil tambang (ma’din). Harta
11
tersebut wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi persyaratan harta wajib zakat, yaitu: a. Al-milk at-tam, artinya harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang didapat dari usaha, warisan, atau pemberian yang sah, dimungkinkan untuk dipergunakan, diambil manfaatnya, atau disimpan. Harta yang bersifat haram tidaklah sah dan tidak akan diterima zakatnya. b. An-namaa, yaitu harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki potensi untuk berkembang, misalnya harta perdagangan, peternakan, pertanian, dan deposito mudharabah. c. Telah mencapai nishab, maksudnya harta itu telah mencapai ukuran tertentu. Misalnya untuk binatang ternak jenis sapi, yaitu apabila jumlahnya telah mencapai 30 ekor atau untuk emas/perak nilainya telah mencapai 85 gram emas. d. Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan anggota keluarga yang menjadi tanggungannya untuk kelangsungan hidupnya. e. Telah mencapai haul, artinya harta itu telah dimiliki minimal satu tahun. Untuk beberapa harta jenis lain, misalnya harta pertanian dan harta temuan, terdapat pengecualian, zakatnya dikeluarkan pada saat panen/saat harta tersebut diperoleh. Berbeda dengan zakat yang memiliki persyaratan tertentu, infaq dan shadaqah lebih bersifat fleksibel karena tidak memiliki persyaratan nishab, haul, serta golongan yang wajib mengeluarkan dan yang berhak menerimanya. Infaq
12
berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk suatu kepentingan. Begitu pula dengan shadaqah yang berasal dari kata shadaqa yang secara bahasa berarti benar. Pengertian shadaqah sama dengan infaq, tetapi bentuk pemberiannya berbeda. Shadaqah tidak saja merupakan pemberian dalam bentuk materi, melainkan bisa juga dalam bentuk non-materi seperti memberi nasihat, tolong-menolong, dan berbuat baik pada orang lain (Hafidhuddin, 1998).
2.1.2. Hikmah dan Manfaat Zakat Setiap kewajiban yang diperintahkan Allah SWT, termasuk adanya kewajiban berzakat, pasti memiliki hikmah dan manfaat. Hafidhuddin (2002), mengemukakan beberapa peran dan hikmah zakat, yaitu: a) Zakat merupakan perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmatNya, menumbuhkan rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki. b) Zakat merupakan sarana untuk menolong dan membina mustahiq terutama ke arah kehidupan yang lebih sejahtera. Zakat sesungguhnya tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif yang bersifat sesaat, melainkan juga memberikan kecukupan kepada mustahiq dengan cara menghilangkan/memperkecil penyebab kemiskinan. c) Zakat sebagai pilar jama’i antara kelompok aghniya yang berkecukupan dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allah sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
13
d) Zakat merupakan salah satu bentuk konkrit jaminan sosial yang disyari’atkan oleh ajaran Islam bagi para mustahiq. e) Zakat merupakan salah satu sumber dana pembangunan sarana dan prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, sosial-ekonomi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia muslim. f) Zakat dapat memasyarakatkan etika bisnis yang benar. Hal ini karena zakat berarti mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta yang diusahakan dengan baik dan benar. g) Zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Melalui zakat, terjadi transfer kekayaan dari muzakki yang memiliki kelebihan harta kepada mustahiq yang kekurangan harta. h) Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat untuk berzakat, berinfaq, dan bershadaqah menunjukkan bahwa Islam mendorong umatnya untuk bekerja dan berusaha agar mampu memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, serta berlomba-lomba menjadi muzakki dan munfiq (orang yang berinfaq).
2.1.3. Pendayagunaan ZIS 2.1.3.1. Jenis-Jenis Pendayagunaan ZIS Pada pasal 16 ayat (1) dan (2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, secara eksplisit dinyatakan bahwa pendayagunaan zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq sesuai dengan ketentuan agama (delapan ashnaf) dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif. Secara lebih
14
spesifik, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 373 Tahun 20035 pasal 28 ayat (2) dijelaskan bahwa pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan apabila zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq dan ternyata masih terdapat kelebihan. Jadi, ZIS, terutama infaq dan shadaqah, dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif apabila terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan. Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif (Nasution et al., 2008). Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk menyelesaikan masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis setelah bantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan, kegiatan produktif adalah pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif sehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi para mustahiq. Pendayagunaan ZIS
Konsumtif
Kesehatan
Pendidikan
Produktif
Sosial (emergency fund, bencana alam, dll)
Pengembangan dan Pemberdayaan UMKM
Pemberdayaan Komunitas
Sumber: Nasution et al., 2008.
Gambar 2.1. Bagan Pendayagunaan ZIS 5
KMA No. 373 Tahun 2003 merupakan pengganti dari KMA No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
15
Pendayagunaan ZIS yang bersifat konsumtif dapat disalurkan dalam bentuk bantuan biaya kesehatan, pendidikan, serta kegiatan sosial lain yang bersifat insidental seperti bantuan penanganan bencana alam. Sedangkan pendayagunaan ZIS produktif dapat dilakukan melalui kegiatan pengembangan dan pemberdayaan UMKM serta pemberdayaan berbasis komunitas. Pendayagunaan ZIS secara produktif dapat dilakukan dengan memberikan pembiayaan produktif kepada para mustahiq. Menurut Antonio (2001), pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi) dan kualitatif (peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi) serta untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. 2) Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods). serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan investasi.
2.1.3.2. Pendayagunaan ZIS Melalui Program Ikhtiar Program Ikhtiar adalah program pendayagunaan ZIS yang dilakukan melalui pemberdayaan berbasis komunitas (community based empowerment) dengan mekanisme kelompok (parcipatory group) dan ditujukan secara khusus bagi kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah (women of the poor or
16
low income families). Konsep tersebut diadopsi dari konsep Grameen Bank yang diprakarsai oleh Muhammad Yunus, seorang profesor ekonomi di Universitas Chittagong, Bangladesh. Muhammad Yunus menekankan tiga ciri utama Grameen Bank (Kuncoro, 2008), yaitu: 1) Menggunakan prinsip tanpa surat perjanjian (paperless), 2) Kepercayaan adalah hal utama dan dalam pelaksanaannya tidak ada pemberlakuan sanksi, 3) Grameen Bank bertujuan untuk membuat sistem perbankan yang adil, prorakyat miskin, dan properempuan. Berbeda dengan sistem dan prinsip bank konvensional, Grameen Bank merancang kredit mikro berbasis kepercayaan. Teknisnya, peminjam diminta untuk membuat kelompok yang terdiri dari lima orang dengan satu pemimpin. Pinjaman bergulir diberikan secara berurutan sehingga orang kedua baru bisa mendapatkan pinjaman setelah pinjaman orang pertama dikembalikan. Jika terdapat nasabah yang tidak mampu membayar, maka teman dalam satu kelompoknya harus membantu supaya orang tersebut mampu membayar (tanggung renteng). Metode pelayanan keuangan mikro yang dilakukan oleh Grameen Bank telah sukses diterapkan di Bangladesh dan berhasil membawa Muhammad Yunus menjadi peraih penghargaan Nobel Perdamaian Tahun 2006. Mayoritas nasabah Grameen Bank adalah kaum perempuan, yaitu sebanyak 96 persen. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar kaum perempuan dan kualitas hidup anak. Riset membuktikan, peningkatan ekonomi perempuan berbanding lurus dengan tingkat pendidikan dan kesehatan anak. Selain itu,
17
perempuan juga merupakan pengelola keuangan dan aset rumah tangga, oleh karena itu pemberdayaan yang dilakukan diharapkan mampu meningkatkan kapasitas mereka dalam mengelola keuangan dan aset rumah tangga. Metode penyaluran kredit mikro yang digunakan oleh Grameen Bank ini kemudian dipadukan dengan prosedur dan praktik keuangan syariah serta panduan dari CGAP (Consultative Group to Assist The Poor) sebagai bahan acuan sistem dan prosedur pelaksanaan Program Ikhtiar. Program Ikhtiar merupakan perpaduan dari dua elemen penting dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu: 1) Membangun
kapasitas
sosial
masyarakat
sehingga
mampu
untuk
memberdayakan dirinya. Hal ini dilakukan melalui tiga pendekatan yang meliputi pelayanan keuangan mikro; pendidikan mengenai pengelolaan ekonomi keluarga, kewirausahaan, koperasi, dan pendidikan kewargaan; serta
penguatan
kapasitas
masyarakat
dalam
berorganisasi
dan
menyampaikan pendapat. 2) Pendayagunaan dana-dana ZIS untuk pemberdayaan mustahiq melalui proses secara sistematis, terencana, dan berkelanjutan. Secara operasional, program ini merupakan suatu proses untuk membangun keuangan mikro agar mampu memenuhi kebutuhan dasar peserta program, pendampingan pengelolaan aset ekonomi rumah tangga dan kewirausahaan, serta membangun proses pembelajaran dan pengorganisasian bagi perempuan keluarga miskin melalui kegiatan simpan pinjam secara berkelompok. Pelayanan simpan pinjam dimaksudkan untuk mengelola dan mengakumulasi kekuatan tabung
18
(saving power) mereka sehingga dapat dimanfaatkan dalam keadaan mendesak. Sementara itu, pinjaman yang diberikan merupakan stimulan untuk meningkatkan kapasitas mereka, sehingga sumber daya yang dikelola menjadi lebih besar. a. Latar Belakang Program Ikhtiar Program Ikhtiar dimulai pertama kali pada tahun 1999 di Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pada awalnya di desa tersebut dibentuk tiga majelis yang terdiri dari 35 orang peserta sebagai pilot project. Jumlah peserta Program Ikhtiar terus mengalami pertumbuhan yang signifikan setiap tahunnya. Data sebaran dan jumlah anggota Program Ikhtiar hingga bulan April 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Sebaran dan Jumlah Anggota Program Ikhtiar Per April 2009 No
Kecamatan
A 1
Kabupaten Bogor Tamansari
2 3 4 5 6 7 B 8
Ciomas Tenjolaya Ciampea Dramaga Cibungbulang Rumpin Kota Bogor Tanah Sareal
9
Bogor Barat
10 11 12
Bogor Tengah Bogor Selatan Bogor Utara
Desa/Kelurahan
Jumlah (jiwa)
Sukaluyu, Sukajaya, Sukaresmi, Sukajadi, Tamansari Sukamakmur, Ciomas Rahayu, Sukaharja Gunung Malang Ciampea Sukadamai, Sukawening Ciaruteun Ilir, Cijujung Cidokom
1.860
Kebon Pedes, Kedung Badak, Kedung Jaya Gunung Batu, Cilendek Timur, Cilendek Barat Cibogor Mulyaharja Tegal Gundil, Bantarjati, Tanah Baru, Ciluer
351
Jumlah Sumber: Koperasi BAIK, 2009.
527 508 357 232 605 170
232 36 147 438 5.463
19
Berkembangnya Program Ikhtiar tidak terlepas dari peranan tiga lembaga yang merupakan inisiator dan pelaksana program, yaitu Yayasan Peramu, BM Bogor, dan Koperasi BAIK. 1) Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu) adalah sebuah yayasan yang concern terhadap keuangan mikro syariah. Pembentukan yayasan ini diawali dengan terbentuknya Kelompok Simpan Pinjam (KSP) yang tersebar di berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Bogor. Pada awalnya, program tersebut dilaksanakan oleh Biro Pengembangan Masyarakat (BPM), sebuah unit kerja pada Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI). Pada tahun 1993, dilakukanlah pelembagaan BPM menjadi sebuah lembaga independen yang bernama Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu). Program yang dikembangkan oleh Yayasan Peramu adalah pemberdayaan ekonomi
rakyat
berbasis
syariah.
Program
tersebut
dilakukan
melalui
pengembangan skema kredit (pembiayaan) dengan sistem bagi hasil (profit and loss sharing). Dalam kurun waktu 1993-1997, Yayasan Peramu mulai merintis pemodelan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam bentuk Baytul Maal wat Tamwil (BMT) untuk memfasilitasi KSP-KSP yang telah terbentuk sebelumnya. Hal ini terrealisasi melalui penumbuhan tiga unit pilot project BMT di Bogor. Ketiga BMT tersebut adalah BMT Wihdatul Ummah (WU) yang didirikan pada tahun 1994, serta BMT Khidmatul Ummah (KU) dan BMT Tadbiirul Ummah (TBU) yang didirikan pada tahun 1995.
20
Dalam upaya mengembangkan LKMS, Yayasan Peramu juga merintis pembentukan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), hingga pada tahun 1998 didirikanlah sebuah BPRS bernama Bank Islam Rif’atul Ummah (BIRU). Pembentukan LKMS-LKMS tersebut bertujuan untuk memberikan akses modal kepada masyarakat yang selama ini tidak dapat memiliki akses terhadap lembaga keuangan seperti bank, karena dinilai tidak bankable. Selain pengembangan LKMS, Yayasan Peramu aktif melakukan pembinaan dan pendampingan. Program pembinaan dan pendampingan yang kini tengah dijalankan oleh Yayasan Peramu antara lain adalah penguatan organisasi yang meliputi proses capacity building bagi anggota LKMS, serta program Desa Siaga yang merupakan pelatihan bagi masyarakat desa mengenai pola hidup sehat, penanganan wanita yang melahirkan, dan kesiagaan menghadapi bencana. 2) Baytul Maal Bogor Berdirinya BMT dan BPRS ternyata belum bisa menjadi solusi atas keterbatasan akses masyarakat terhadap lembaga keuangan. Pada kenyataannya, masih banyak kelompok masyarakat miskin yang belum tersentuh oleh pelayanan keuangan dari BMT dan BPRS yang telah ada. Hal ini karena kedua lembaga tersebut dalam kegiatan operasionalnya memakai akad-akad komersil dan syaratsyarat tertentu yang tidak mampu dipenuhi oleh masyarakat yang tergolong masyarakat miskin/dhua’afa. Kenyataan ini memicu komunitas BMT dan BPRS yang difasilitasi oleh Yayasan Peramu untuk mendirikan sebuah lembaga keuangan yang dapat diakses oleh kaum dhu’afa yang selama ini termarjinalkan. Maka, pada tahun 1999 dibentuklah sebuah LAZ bernama Baytul Maal (BM)
21
Bogor
dengan
tujuan
melakukan
pemberdayaan
ekonomi
masyarakat
miskin/mustahiq melalui pendayagunaan dana-dana amanah seperti Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, dan Hibah (ZISWAH). Dalam usaha mencapai tujuannya untuk melakukan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin/mustahiq, dana ZISWAH yang dihimpun oleh BM Bogor disalurkan melalui dua program utama, yaitu: 1) Program Amanah Program Amanah merupakan program santunan yang diberikan kepada para mustahiq untuk mengatasi masalah rawan pangan, musibah, dan pemberian beasiswa pendidikan. 2) Program Ikhtiar Program Ikhtiar adalah program untuk memicu aksi kemandirian mustahiq yang bertumpu pada partisipasi masyarakat lokal. Program ini dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan dasar yang bersifat strategis, terintegrasi, dan berkesinambungan. 3) Koperasi Baytul Ikhtiar Terbentuknya Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) berawal dari pembentukan Unit Pelayanan Keuangan (UPK) Ikhtiar, sebuah UPK pada Yayasan Peramu yang dibentuk untuk menjalankan Program Ikhtiar bersama dengan BM Bogor. Pada Maret 2008, untuk meningkatkan kapasitas dan skala pelayanan, UPK Ikhtiar dibadanhukumkan menjadi Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK). Dalam teknis pelaksanakan Program Ikhtiar, Koperasi BAIK menghimpun dana yang berasal dari tabungan anggota, dana kerjasama program, serta dana-dana amanah seperti
22
ZIS. Dana tersebut kemudian disalurkan kepada masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro melalui pembiayaan produktif dalam bentuk modal bergulir. maupun pembiayaan multiguna (konsumtif) yang bertujuan memenuhi kebutuhan rumah tangga, kesehatan, dan pendidikan masyarakat miskin. Skema manajemen dana Koperasi BAIK dapat dilihat pada Gambar 2.2. Sumber Dana
Alokasi Dana
Tabungan
Pembiayaan Produktif
Dana Kerjasama Program
Koperasi BAIK
Dana Amanah
Pembiayaan Multiguna Non-Profit Loan
Kontribusi Anggota Anggota dan Masyarakat Sekitar (masyarakat miskin dan keluarga berpenghasilan rendah) Sumber: Baytul Maal Bogor, 2007 (dengan perubahan).
Gambar 2.2. Skema Manajemen Dana Koperasi BAIK b. Tujuan Program Ikhtiar Program Ikhtiar bertujuan untuk membangun kapasitas keluarga miskin agar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri melalui pelayanan keuangan mikro yang dilakukan dengan menyertakan proses pemberdayaan berbasis komunitas. c. Sasaran Program Ikhtiar Kelompok sasaran Program Ikhtiar adalah keluarga miskin di perkotaan dan pedesaan (urban dan rural poor) yang masih memiliki potensi produktif
23
(economically active). Pada umumnya mereka memiliki pekerjaan sebagai buruh kasar atau pelaku usaha mikro, seperti pedagang sayur di pasar/pedagang sayur keliling, pengrajin/pemilik bengkel sepatu, pedagang warungan, pedagang makanan jajanan, serta petani dan buruh tani. Sedangkan dilihat dari sisi wilayahnya, sasaran Program Ikhtiar adalah desa/kelurahan yang merupakan kantong kemiskinan di pedesaan atau pemukiman kumuh (slump area) di perkotaan, serta daerah yang merupakan cluster kegiatan ekonomi rakyat di sektor pertanian, industri rumah tangga, atau kelompok pekerja informal perkotaan. d. Mekanisme Pelaksanaan Program Ikhtiar Mekanisme pendayagunaan ZIS melalui Program Ikhtiar terdiri dari tujuh tahap, yaitu penentuan wilayah sasaran, persiapan sosial, rekrutmen anggota, pelayanan pinjaman, pertemuan rutin, monitoring kinerja majelis, serta tahap monitoring, evaluasi, dan perencanaan program.
Persiapan Sosial Penentuan Wilayah Sasaran
Rekrutmen Anggota
Monitoring, Evaluasi, dan Perencanaan Program
Pelayanan Pinjaman
Monitoring Kinerja Majelis
Pertemuan Rutin
Gambar 2.3. Tahapan Pelaksanaan Program Ikhtiar
24
1) Penentuan Wilayah Sasaran Wilayah sasaran Program Ikhtiar adalah desa/kelurahan yang merupakan kantong kemiskinan di pedesaan atau pemukiman kumuh di perkotaan serta daerah yang merupakan cluster kegiatan ekonomi rakyat di sektor pertanian, industri kecil rumahan atau kelompok pekerja informal perkotaan. Secara fisik, wilayah sasaran memiliki keterbatasan berbagai sarana, seperti jalan/perhubungan, angkutan, pendidikan, kesehatan, kondisi rumah dan sanitasi lingkungan, air bersih, listrik, telepon umum, dan layanan publik lainnya. Secara statistik, wilayah tersebut memiliki indikator kesejahteraan penduduk yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kemiskinan penduduk serta angka kematian ibu dan balita, juga rendahnya tingkat pendidikan warga. Secara teknis, suatu wilayah dinyatakan layak sebagai area pelaksanaan program jika memenuhi kriteria berikut: (i) Potensi keluarga miskin yang memiliki kegiatan produktif berjumlah minimal 30 persen dari total populasi penduduk di wilayah tersebut, (ii) Potensi pelayanan berkisar antara 300-500 KK, (iii) Memiliki jarak tempuh sekitar 30 km dan dapat dijangkau dalam waktu maksimal 30 menit dari kantor pelayanan. 2) Persiapan Sosial Persiapan sosial merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan dan dukungan masyarakat terhadap Program Ikhtiar yang dilakukan melalui pengenalan tujuan dan mekanisme program. Rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan sosial ini antara lain adalah kunjungan,
25
wawancara, dan diskusi dengan contact person (tokoh masyarakat setempat); presentasi mengenai Program Ikhtiar pada pertemuan warga; juga pendataan awal calon peserta program. Selain bertujuan untuk memperoleh data dasar calon peserta program, kegiatan ini juga diharapkan dapat menghasilkan data calon tenaga lokal yang nantinya akan menjadi pelaksana teknis Program Ikhtiar di wilayah sasaran. Dalam rangka menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi, kegiatan ini biasanya disertai dengan kegiatan bakti sosial (baksos), seperti pemberian santunan bahan pokok, distribusi daging kurban, dan kegiatan sosial lainnya. 3) Rekrutmen Anggota Proses penerimaan anggota Program Ikhtiar dimulai dengan pendaftaran secara berkelompok kepada petugas lapangan, setiap kelompok minimal terdiri dari 15 orang. Petugas kemudian akan melakukan uji kelayakan (UK) terhadap para calon anggota program dengan menggunakan indeks rumah, indeks pendapatan dan saving power, serta indeks aset rumah tangga. Keluarga miskin yang tidak memiliki sumber pendapatan tidak menjadi target group pelayanan Program Ikhtiar. Namun, meski sasaran program ini adalah keluarga miskin yang memiliki potensi ekonomi produktif, pada praktiknya tidak semua anggota program termasuk dalam kategori keluarga miskin. Pada beberapa majelis Program Ikhtiar terdapat anggota yang tergolong mampu atau tokoh masyarakat yang cukup memiliki pengaruh di wilayah setempat. Keberadaan mereka dalam program ini adalah sebagai reference group yang diharapkan dapat menarik minat masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam program.
26
Calon anggota yang telah lolos UK akan diikutsertakan dalam Latihan Wajib Kelompok (LWK) yang dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut dengan lama pertemuan maksimal satu jam setiap harinya. Setiap calon anggota wajib hadir secara penuh dalam LWK, bila ada calon anggota yang berhalangan, maka LWK akan dibatalkan dan ditunda hingga pekan berikutnya. LWK merupakan sarana untuk memperkenalkan hal-hal yang terkait dengan Program Ikhtiar, seperti lembaga yang terlibat, mekanisme pelayanan, dan produk-produk dalam Program Ikhtiar. Selain itu, LWK juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk menguji kejujuran dan kedisiplinan setiap calon anggota program. Apabila lulus dalam latihan wajib ini, maka kelompok dan majelis telah terbentuk, sehingga setiap anggotanya telah berhak atas pinjaman dari Koperasi BAIK. 4) Pelayanan Pinjaman Pinjaman dalam Program Ikhtiar diberikan secara bergiliran dengan menggunakan pola 2-2-1 dalam kelompok 5-an. Maksudnya, dalam kelompok yang terdiri dari lima orang tersebut hanya ada dua orang yang bisa mengajukan pinjaman pada saat pengajuan pertama (pekan ke-1). Begitupun pada saat pengajuan kedua (pekan ke-2), dua orang berikutnya akan mendapat giliran untuk mengajukan pinjaman. Sedangkan pada saat pengajuan ketiga (pekan ke-3), barulah orang terakhir (satu orang) dapat mengajukan pinjaman. Lama masa angsuran pinjaman adalah 50 pekan. Namun jika mampu, anggota juga diperbolehkan melunasi pinjamannya sebelum masa angsuran habis sehingga dapat mengajukan pinjaman berikutnya. Dalam satu tahun, setiap anggota berhak atas dua kali pinjaman, dengan syarat pinjaman pertama telah dilunasi.
27
Plafon pinjaman yang tersedia adalah mulai Rp 300 ribu-Rp 5 juta. Namun, pada praktiknya terdapat anggota majelis yang dana pinjaman pertamanya kurang dari Rp 300 ribu. Hal tersebut karena jumlah pinjaman disesuaikan dengan pendapatan dan saving power anggota. Kenaikan plafon pinjaman diberikan secara bertahap dengan mempertimbangkan disiplin kehadiran, disiplin angsuran, disiplin tabungan, dan kesepakatan tanggung renteng oleh anggota lainnya. Pengajuan pinjaman oleh anggota dilakukan pada saat pertemuan majelis. Peminjaman dana harus diputuskan oleh seluruh anggota majelis karena adanya mekanisme tanggung renteng di antara sesama anggota majelis. Artinya, jika pada suatu saat terjadi pinjaman bermasalah (peminjam tidak dapat membayar pinjaman), maka hutangnya akan menjadi tanggungan seluruh anggota majelis tersebut. Pengajuan pinjaman anggota yang telah mendapat persetujuan dari seluruh anggota majelis akan diproses oleh financial officer. Apabila pengajuan pinjaman tersebut disetujui, maka satu pekan kemudian pinjaman sudah dapat dicairkan dalam pertemuan majelis. Pembayaran angsuran pinjaman terdiri pembayaran angsuran pokok, tabungan wajib, tabungan kelompok, dan tabungan cadangan. Tabungan wajib adalah sejumlah uang yang wajib ditabungkan oleh seluruh anggota Ikhtiar dan tidak dapat diambil selama masih menjadi anggota majelis Ikhtiar. Tabungan kelompok adalah tabungan setiap anggota Ikhtiar yang hanya dapat diambil bila majelis mereka bubar. Sedangkan tabungan cadangan adalah tabungan anggota Ikhtiar yang dapat akan dikembalikan bila anggota telah melunasi pinjamannya. Besar tabungan wajib, tabungan kelompok, dan tabungan cadangan tergantung
28
pada besarnya plafon pinjaman. Ketentuan besar plafon beserta komponen angsuran yang harus dibayar dalam Program Ikhtiar dapat dilihat dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Komponen Angsuran Dana Program Ikhtiar Berdasarkan Plafon Pinjaman No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Plafon (Rp) 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 750.000 800.000 900.000 1.000.000 1.200.000 1.300.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000 3.000.000 3.500.000 4.000.000 4.500.000 5.000.000
Tabungan (Rp) Angsuran Pokok (Rp) Wajib Kelompok Cadangan 6.000 200 300 500 8.000 200 300 500 10.000 200 300 500 12.000 200 300 500 14.000 200 300 500 15.000 250 500 750 16.000 250 500 750 18.000 400 600 1.000 20.000 400 600 1.000 24.000 400 600 1.000 26.000 400 600 1.000 30.000 400 600 1.500 40.000 800 1.200 2.000 50.000 1.000 1.500 2.500 60.000 1.000 1.500 2.500 70.000 2.000 3.000 5.000 80.000 2.000 3.000 5.000 90.000 2.000 3.000 5.000 100.000 2.000 3.000 5.000
Sumber: Koperasi BAIK, 2009.
Bagi anggota yang melakukan pinjaman dengan akad komersil (murabahah, ijarah, dan hiwalah), maka bertambah lagi satu jenis komponen angsuran, yaitu profit/keuntungan yang diberikan anggota kepada lembaga (Koperasi BAIK). Besarnya profit tersebut tergantung pada kesepakatan antara lembaga dan anggota pada saat pengajuan pinjaman. Selain itu, pada setiap pertemuan majelis, setiap anggota juga mengumpulkan dana infaq dan dana sasarengan yang diperuntukkan bagi Koperasi BAIK, sebagai wujud kontribusi dan rasa memiliki anggota terhadap lembaga ini.
29
5) Pertemuan Rutin Pertemuan rutin majelis dipandu oleh fasilitator dan TPL. Pertemuan rutin merupakan sarana dalam melakukan pelayanan kas angsuran dan tabungan, serta pengajuan dan pencairan pinjaman. Agenda lain yang biasanya dilakukan pada pertemuan rutin adalah evaluasi mengenai kinerja kelompok dalam kehadiran, pinjaman, dan tabungan, serta pembahasan usulan-usulan yang diberikan oleh anggota. Pertemuan ini kemudian ditutup dengan pembacaan hasil transaksi dan validasi oleh ketua majelis, serta pembacaan kembali ikrar anggota majelis Ikhtiar. 6) Monitoring Kinerja Majelis Perkembangan kegiatan pendampingan majelis dimonitoring dalam briefing pekanan yang bertujuan untuk memperoleh informasi dan data mengenai kinerja majelis. Monitoring kinerja majelis didasarkan pada informasi lapangan dari fasilitator dan TPL, serta data prestasi majelis yang berupa prestasi angsuran, tabungan, dan kehadiran anggota. Pada setiap bulannya, data mengenai prestasi majelis akan dilaporkan oleh bagian operasional Koperasi BAIK. Data tersebut kemudian akan dibahas dalam rapat monitoring kinerja majelis yang dilakukan setiap satu kali per bulan. Output dari rapat monitoring kinerja majelis adalah pemetaan kualitas majelis dan rekomendasi bagi kegiatan pendampingan. 7) Monitoring, Evaluasi, dan Perencanaan Program Proses monitoring, evaluasi, dan perencanaan sangat diperlukan untuk mengetahui kinerja program dan memperbaikinya. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja yang optimum, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
30
Monitoring program dilakukan dalam rapat bulanan dan pekanan. Rapat bulanan dilakukan untuk membahas laporan dan proyeksi finansial, perkembangan kinerja majelis dan kelompok, serta evaluasi dan rencana pendampingan. Sedangkan rapat pekanan dilakukan sebagai sarana monitoring kinerja TPL. Evaluasi dan perencanaan program dilakukan selama satu kali dalam setahun melalui suatu lokakarya yang bertujuan untuk menghasilkan rumusan program tahunan. Rumusan program tahunan tersebut kemudian diterjemahkan menjadi rencana kerja dan anggaran tahunan (annual working plan and budget) serta proyeksi finansial.
2.1.4. Dimensi dan Konsep Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah kompleks dan multidimensional yang mencakup dimensi ekonomi, sosial, dan politik (Nasoetion, 1996). Dimensi kemiskinan ditinjau dari sisi ekonomi adalah kondisi yang menggambarkan rendahnya permintaan agregat yang menyebabkan berkurangnya insentif untuk mengembangkan sistem produksi, rasio kapital per tenaga kerja yang rendah sehingga menyebabkan produktivitas tenaga kerja rendah, serta penyebab misalokasi sumber daya, terutama tenaga kerja. Dilihat dari sisi sosial, kemiskinan mengindikasikan lemahnya potensi masyarakat untuk berkembang. Selain itu, kemiskinan juga terlihat dari minimnya aspirasi dan pendeknya horizon waktu wawasan ke depan suatu masyarakat. Sedangkan apabila dilihat dari sisi politik, kemiskinan dapat digambarkan melalui ketergantungan dan eksploitasi suatu kelompok
masyarakat
oleh
kelompok
masyarakat
lainnya.
Kemiskinan
31
sekelompok masyarakat akan menimbulkan kesenjangan yang dampaknya lebih buruk daripada kemiskinan itu sendiri. Pada umumnya ketika orang membicarakan mengenai kemiskinan, maka yang dimaksud adalah kemiskinan yang bersifat material. Seseorang termasuk dalam kategori miskin jika tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan dasar/pokok untuk dapat hidup layak (Rintuh dan Miar, 2003). Dalam Islam, kebutuhan dasar manusia tersebut mencakup lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan agar manusia dapat mewujudkan kemaslahatan di dunia dan akhirat (Djamil, 2004). Lima unsur pokok tersebut adalah: a. Terpeliharanya agama (Hifdz al-Din) b. Terpeliharanya jiwa (Hifdz al-Nafs) c. Terpeliharanya keturunan (Hifdz al-Nasl) d. Terpeliharanya akal (Hifdz al-Aql) e. Terpeliharanya harta/kekayaan (Hifdz al-Maal) Selain memiliki definisi yang bersifat multidimensional, kemiskinan juga memiliki konsep yang beragam. Konsep-konsep kemiskinan yang telah berkembang antara lain adalah kemiskinan absolut dan relatif, serta kemiskinan kultural dan struktural. a. Kemiskinan Absolut dan Relatif Tambunan (2003) menyatakan bahwa kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Pengukuran kemiskinan yang mengacu pada garis kemiskinan disebut dengan konsep kemiskinan absolut, sedangkan pengukuran kemiskinan yang tidak mengacu pada garis kemiskinan disebut
32
dengan konsep kemiskinan relatif. Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tidak memenuhi standar yang ditetapkan sebagai garis kemiskinan. Ukuran kemiskinan absolut bersifat tetap dan dapat diukur berdasarkan kebutuhan kalori minimum serta komponen-komponen nonpangan yang sangat diperlukan untuk bertahan hidup. Di Indonesia, BPS menetapkan garis kemiskinan dengan menggunakan pendekatan konsumsi. Garis kemiskinan tersebut diukur dari kemampuan membeli bahan makanan ekuivalen dengan 2100 kkalori per kapita per hari dan biaya untuk memperoleh kebutuhan minimal akan barang/jasa, pakaian, perumahan, kesehatan, transportasi, dan pendidikan. Sementara itu, Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan dari sisi pendapatan (income poverty), yaitu pendapatan di bawah $2 per hari (untuk kategori kemiskinan moderat) dan pendapatan di bawah $1 per hari (untuk kategori kemiskinan absolut). Kemiskinan relatif melihat kemiskinan yang didasarkan pada kondisi riil tingkat kemakmuran masyarakat. Misalnya, garis kemiskinan ditetapkan sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan penduduk di suatu daerah, serta ketertinggalan pendidikan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas. Sebagai ukuran relatif, kemiskinan relatif dapat berubah antartempat dan antarwaktu. b. Kemiskinan Kultural dan Struktural Hamid (2008) mendefinisikan kemiskinan kultural sebagai kemiskinan yang terjadi karena budaya masyarakat yang “menerima” kemiskinan yang terjadi pada dirinya. Mereka bahkan tidak merespons usaha-usaha pihak lain yang
33
membantunya keluar dari kemiskinan tersebut. Sedangkan kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh struktur dan sistem ekonomi yang timpang dan tidak berpihak pada si miskin. Menurut Nasoetion (1996), kemiskinan struktural memiliki beberapa hierarki, dan hierarki tertinggi dalam kemiskinan struktural disebabkan oleh adanya ketimpangan dalam struktur perekonomian nasional. Hal ini menimbulkan masalah-masalah struktural ekonomi yang semakin menyudutkan keberadaan orang miskin.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu a. Irfan Syauqi Beik (2008): Analysis on The Role of Zakat in Alleviating Poverty: Dompet Dhuafa Republika Case Study Penelitian Beik (2008) bertujuan untuk menganlisis perubahan indikator kemiskinan mustahiq setelah mendapat distribusi dana ZIS. Pada penelitian ini, indikator kemiskinan dianalisis dengan menggunakan beberapa macam indeks kemiskinan, yaitu: 1) Headcount ratio, yaitu ukuran yang menunjukkan persentase jumlah orang miskin dalam populasi. 2) Poverty gap ratio (P1) dan income-gap ratio (I), yaitu ukuran yang menggambarkan selisih pendapatan rata-rata masyarakat miskin dengan garis kemiskinan. 3) Sen index poverty (P2) dan FGT index (P3), yaitu ukuran yang menunjukkan distribusi pendapatan/pengeluaran di antara masyarakat miskin. Penelitian dilakukan terhadap 50 orang mustahiq penerima bantuan dari Dompet Dhuafa Republika dengan menggunakan garis kemiskinan yang
34
ditetapkan Jaring Pengaman Sosial (JPS) Jakarta tahun 2007 yaitu sebesar Rp 266.874,00/kapita/bulan. Garis kemiskinan tersebut kemudian dikonversi menjadi garis kemiskinan keluarga dengan cara mengalikannya dengan rata-rata jumlah orang dalam sebuah keluarga yang ditetapkan oleh BPS (2007), sehingga diperoleh garis kemiskinan/keluarga/bulan sebesar Rp 1.254.308,00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah adanya distribusi ZIS, indikator-indikator/ukuran kemiskinan mustahiq mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa distribusi dana ZIS terbukti mampu memperbaiki kondisi kemiskinan mustahiq. Perubahan indikator-indikator kemiskinan mustahiq sebelum dan setelah adanya distribusi ZIS berdasarkan hasil penelitian Beik (2008) dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Indikator Kemiskinan Sebelum dan Setelah Adanya Distribusi ZIS Indikator Kemiskinan H P1 (Rp) I P2 P3
Sebelum Distribusi ZIS 0,84 540.657,01 0,43 0,46 0,19
Setelah Distribusi ZIS 0,74 410.337,06 0,33 0,33 0,11
Sumber: Beik, 2008.
b. Irma Rahmawati (2005): Analisis Dampak Pendistribusian Zakat Melalui Kredit terhadap Pendapatan Mustahik (Studi Kasus: Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa) Pada penelitian ini, dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang penting dalam peningkatan pendapatan mustahiq dengan menggunakan metode regresi eksponensial yang kemudian dilinearkan dan diolah dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pendapatan per kapita mustahiq adalah jumlah dana Masyarakat Mandiri yang
35
diterima (pembiayaan), pembinaan yang diikuti, jumlah tanggungan, serta variabel dummy berupa tingkat pendidikan (SD atau tidak sekolah) dan cara pemasaran yang dilakukan oleh mustahiq (di dalam desa atau di luar desa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pendapatan per kapita mustahiq dipengaruhi secara signifikan dan positif oleh jumlah dana pembiayaan, jumlah pembinaan yang diikuti, dan variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq. Jumlah tanggungan mustahiq juga berpengaruh signifikan terhadap laju pendapatan per kapita mustahiq, namun dengan hubungan yang negatif. Sedangkan variabel dummy cara pemasaran tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap laju pendapatan per kapita mustahiq. c. Wirawan (2008): Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Dana Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (Studi Kasus: Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor) Salah satu tujuan dari penelitian Wirawan (2008) adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan mustahiq pengrajin tahu yang merupakan peserta program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa (MM DD) di Kampung Iwul. Variabel yang diduga berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan mustahiq adalah modal pinjaman dari MM-DD, pemakaian tenaga kerja, pendapatan harian dari usaha tahu, dan pendapatan harian lain-lain diluar usaha tahu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan harian dari usaha tahu dan pendapatan harian lain-lain di luar usaha tahu berpengaruh secara signifikan dan
36
positif terhadap peningkatan pendapatan peserta program. Sementara itu, modal pinjaman justru berpengaruh signifikan dengan hubungan yang negatif terhadap peningkatan pendapatan peserta program. Hal ini karena alokasi penggunaan modal pinjaman tidak hanya ditujukan untuk pemakaian jangka pendek, tetapi juga untuk keperluan investasi (jangka panjang), sehingga manfaatnya tidak semua dapat langsung dinikmati saat ini. Variabel lain yang dianalisis adalah pemakaian tenaga kerja. Hasilnya, pemakaian tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan peserta program. d. Mila Sartika (2008): Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi sederhana, sehingga hanya ada satu variabel bebas (dana zakat produktif yang diberikan LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta) yang diduga mempengaruhi variabel tak bebas (pendapatan mustahiq). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana zakat produktif berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan mustahiq.
2.3. Kerangka Pemikiran 2.3.1. Indikator Kemiskinan Tingkat pendapatan dapat menjadi salah satu indikator kemiskinan absolut. Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur indikator kemiskinan tersebut, namun menurut Sen (1976) yang diacu dalam Sowwam (2006), penghitungan ukuran kemiskinan yang ‘baik’ harus memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
37
(a) Aksioma fokus (focal axiom), yang menyatakan bahwa ukuran kemiskinan harus mengabaikan informasi yang berhubungan dengan pendapatan individu yang tidak miskin. (b) Aksioma kesamaan (monotonicity axiom), yang menyatakan bahwa sebuah ukuran kemiskinan akan meningkat ketika pendapatan dari individu miskin menurun. Hal ini berarti bahwa seharusnya ada korelasi antara indeks dengan jarak orang miskin ke garis kemiskinan. (c) Aksioma transfer (transfer axiom), yang menyatakan bahwa transfer pendapatan kepada mereka yang ’kurang miskin’ akan menaikkan indeks kemiskinan. Aksioma ini berarti bahwa ukuran kemiskinan seharusnya merefleksikan bagaimana pendapatan didistribusikan di antara orang miskin. (d) Kesamaan bagian (subgroup monotonicity), yang menyatakan bahwa jika sebuah ukuran kemiskinan dari bagian populasi meningkat, cateris paribus, ukuran kemiskinan untuk keseluruhan populasi akan meningkat. Salah satu alat untuk menganalisis indikator kemiskinan dengan menggunakan pendekatan pendapatan adalah FGT Index (Foster, Greer, dan Thorbecke, 1984). Indikator kemiskinan yang diukur dengan FGT Index terdiri dari headcount ratio (H) yang menggambarkan persentase orang miskin dalam suatu populasi yang diobservasi, indeks kedalaman kemiskinan/poverty depth index (P1) yang menggambarkan kesenjangan antara pendapatan orang miskin dengan garis kemiskinan, dan indeks keparahan kemiskinan/poverty severity index
38
(P2) yang menggambarkan distribusi pendapatan di antara orang miskin. Formula dasar FGT Index adalah sebagai berikut:
Dimana: P
= indeks kemiskinan (dengan
0
merupakan
parameter
‘penghindaran
kemiskinan’ yang memberikan bermacam pembobotan pada perbedaan pendapatan setiap individu yang miskin dan garis kemiskinan. Ketika headcount ratio; ketika
= 0, maka ukurannya sama dengan = 1, ukurannya sama dengan indeks
kedalaman kemiskinan; dan ketika
= 0, ukurannya sama
dengan indeks keparahan kemiskinan) n
=
jumlah observasi
q
=
jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan
z
=
garis kemiskinan
yi
=
pendapatan orang miskin ke-i
2.3.2. Pendapatan Per Kapita Mustahiq Program Ikhtiar yang dijalankan oleh BM Bogor, Yayasan Peramu, dan Koperasi BAIK merupakan salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan bagi masyarakat miskin dengan cara memberikan pinjaman dana untuk modal kerja. Pada fungsi produksi sederhana, modal (K) dan tenaga kerja (L) merupakan faktor-faktor yang menentukan tingkat output (q) yang dapat diproduksi. Fungsi
39
produksi sederhana yang melibatkan modal dan tenaga kerja sebagai input produksi adalah sebagai berikut: q = f (K, L) Fungsi produksi di atas memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal dan tenaga kerja (Nicholson, 2002). Dengan adanya bantuan modal kerja, para mustahiq dapat memulai atau mengembangkan usaha mereka, sehingga pendapatan mustahiq akan meningkat. Proses penyaluran dana dalam Program Ikhtiar dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria, diantaranya prospek usaha serta kinerja mustahiq yang dicerminkan oleh kedisiplinan kehadiran dan pembayaran angsuran. Oleh karena itu, banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan selama mengikuti Program Ikhtiar dapat mencerminkan kinerja dan kondisi ekonomi mustahiq sehingga memiliki korelasi yang positif dengan tingkat pendapatan mustahiq. Pada penelitian ini, analisis dilakukan tidak hanya pada tingkat pendapatan rumah tangga mustahiq. Namun lebih dalam dari itu, analisis dilakukan pada tingkat pendapatan per kapita mustahiq. Oleh karena itu, jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan mustahiq akan turut mempengaruhi pendapatan per kapita mustahiq. Hal ini karena pendapatan per kapita merupakan total pendapatan yang diperoleh dibagi dengan banyaknya jumlah tanggungan.
40
Bagi rumah tangga mustahiq yang memiliki lebih dari satu jenis mata pencaharian, pendapatan rumah tangga mereka tidak seluruhnya berasal dari usaha yang menggunakan modal kerja dari Program Ikhtiar. Pendapatan rumah tangga mustahiq merupakan penjumlahan dari pendapatan usaha yang menggunakan modal dari Program Ikhtiar dan pendapatan usaha lainnya. Pendapatan = Pendapatan usaha yang menggunakan modal dari Program Ikhtiar + Pendapatan usaha lain Namun, karena salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq, maka komponen pendapatan mustahiq yang akan digunakan untuk analisis adalah pendapatan mustahiq yang dihasilkan dari usaha yang menggunakan modal dari Program Ikhtiar. Bantuan modal kerja yang diperoleh melalui Program Ikhtiar juga dapat memotivasi mustahiq anggota program yang tadinya hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga untuk ikut aktif mencari sumber penghasilan keluarga. Oleh karena itu, keaktifan mustahiq untuk bekerja tersebut akan berpengaruh positif terhadap tingkat pendapatan per kapita mustahiq. Latar belakang tingkat pendidikan mustahiq dapat mempengaruhi wawasan dan skill mustahiq dalam mengelola dana dan menjalankan usaha. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan mustahiq, pendapatan per kapita mustahiq diharapkan juga akan lebih tinggi karena kemampuannya dalam mengelola dana dan menjalankan usaha. Berdasarkan uraian di atas, maka diperoleh kerangka pemikiran yang akan digunakan dalam penelitian ini. Bagan kerangka pemikiran tersebut dilihat pada Gambar 2.4.
41
BM Bogor, Yayasan Peramu, Koperasi BAIK
Program Ikhtiar
Pembiayaan Produktif
Non-Profit Loan
Pembiayaan Multiguna
Mustahiq
Indikator Kemiskinan Absolut: Pendapatan Per Kapita
Analisis FGT Index (H, P1, P2) Indeks Kemiskinan Mustahiq
Analisis Regresi Linier Berganda
• Besarnya pembiayaan • Banyaknya melakukan pembiayaan • Pendapatan usaha yang dibiayai • Jumlah tanggungan • Keaktifan bekerja • Tingkat pendidikan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Per Kapita Mustahiq
Keterangan: ----- = ruang lingkup penelitian. Gambar 2.4. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian
2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka diperoleh hipotesis penelitian sebagai berikut:
42
1) Program Ikhtiar mampu menurunkan indikator kemiskinan mustahiq yang menjadi anggotanya. 2) Besarnya modal kerja yang diberikan melalui Program Ikhtiar, banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan, pendapatan mustahiq yang diperoleh dari usaha yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar, keaktifan bekerja mustahiq, dan tingkat pendidikan mustahiq memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Sedangkan jumlah tanggungan akan mempengaruhi secara signifikan namun berhubungan negatif dengan pendapatan per kapita mustahiq.
43
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April-Juli 2009, dengan melakukan studi kasus pada salah satu daerah yang menjadi tempat pelaksanaan Program Ikhtiar, yaitu di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi selain berdasarkan rekomendasi dari pihak pelaksana Program Ikhtiar, juga karena Desa Ciaruteun Ilir termasuk salah satu desa yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi.
3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, yaitu mustahiq yang menjadi anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir. Sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS, Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, Baytul Maal Bogor, Yayasan Peramu, Koperasi BAIK, serta literatur seperti buku, jurnal, maupun informasi dari media elektronik.
3.3. Sampel Penelitian Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 45 orang yang merupakan anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu berdasarkan pertimbangan mengenai beberapa karakteristik terkait anggota
44
sampel yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2007). Dalam hal ini, anggota Program Ikhtiar yang menjadi sampel penelitian adalah anggota yang mengajukan pembiayaan terakhirnya dalam Program Ikhtiar untuk modal kerja. Teknik penarikan sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Anggota Program Ikhtiar di Kabupaten dan Kota Bogor
Terpilih Anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir (terdiri dari 569 orang anggota)
Terpilih 45 orang anggota Program Ikhtiar sebagai sampel
Berdasarkan rekomendasi pihak pelaksana Program Ikhtiar dan pertimbangan bahwa tingkat kemiskinan di Desa Ciaruteun Ilir tergolong tinggi
Purposive sampling: anggota Program Ikhtiar yang pembiayaan terakhirnya ditujukan untuk modal kerja
Gambar 3.1. Teknik Penarikan Sampel Penelitian
3.4. Metode Analisis Data 3.4.1. FGT Index Alat analisis kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah FGT Index (Foster, Greer, dan Thorbecke, 1984) dengan menggunakan dan
= 2. Ketika
= 0,
= 0, ukuran ini sama dengan headcount ratio (H); ketika
= 1, =
1, menunjukkan ukuran indeks kedalaman kemiskinan/poverty depth index (P1); dan ketika
= 2, ukurannya sama dengan indeks keparahan kemiskinan/poverty
severity index (P2). Formula dasar untuk mengukur indeks kemiskinan dengan FGT Index adalah sebagai berikut:
45
Dimana: P = indeks kemiskinan (dengan
0 merupakan parameter ‘penghindaran
kemiskinan’ yang memberikan bermacam pembobotan pada perbedaan pendapatan setiap individu yang miskin dan garis kemiskinan) n = jumlah observasi q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan z = garis kemiskinan yi = pendapatan orang miskin ke-i a. Headcount Ratio (H) Headcount Ratio (H) merupakan indikator kemiskinan yang paling sederhana, yang mengukur jumlah orang miskin sebagai persentase dari populasi yang diobservasi. Kategori miskin didasarkan pada standar garis kemiskinan. Seseorang dikategorikan miskin jika pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan. Pada penelitian ini, garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS. Pada FGT Index, headcount ratio merupakan indikator kemiskinan ketika nilai
= 0, sehingga formula untuk
mengukur headcount ratio dapat ditulis sebagai berikut:
P0 = Dimana: H = headcount ratio
46
q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan n = jumlah observasi Penggunaan headcount ratio sebagai alat analisis dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan jumlah orang miskin yang dapat dikurangi melalui pendayagunaan ZIS produktif dalam Program Ikhtiar. Semakin kecil nilai headcount ratio, maka jumlah penduduk miskin semakin sedikit. Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan headcount ratio telah memenuhi aksioma fokus, namun informasi kemiskinan yang diberikan masih sangat terbatas karena tidak bisa memberikan informasi ‘seberapa miskin’ orang miskin itu (aksioma kesamaan), serta tidak memperhatikan aspek distribusi pendapatan/pengeluaran di antara masyarakat miskin (aksioma transfer). b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks kedalaman kemiskinan atau dikenal juga sebagai poverty gap (PG) menunjukkan kesenjangan/selisih antara pendapatan orang miskin dengan garis kemiskinan, sehingga dapat menggambarkan ‘seberapa miskin’ orang miskin tersebut. Semakin kecil nilai indeks kedalaman kemiskinan, maka semakin kecil pula jarak antara pendapatan masyarakat miskin dengan garis kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan ini merupakan bagian dari pengukuran FGT Index ketika nilai
= 1. Formula untuk mengukur indeks kedalaman kemiskinan adalah
sebagai berikut:
P1 = Dimana: P1 = indeks kedalaman kemiskinan
47
n
= jumlah observasi
q
= jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan
z
= garis kemiskinan
yi
= pendapatan orang miskin ke-i
Analisis kemiskinan dengan menggunakan indeks kedalaman kemiskinan telah memenuhi aksioma fokus dan kesamaan, namun masih belum bisa memenuhi aksioma transfer sehingga belum bisa menggambarkan bagaimana distribusi pendapatan/pengeluaran di antara masyarakat miskin. c. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Indeks keparahan kemiskinan menggambarkan ketimpangan pendapatan antar penduduk miskin. Semakin kecil nilai indeks keparahan kemiskinan, maka distribusi pendapatan di antara masyarakat miskin semakin merata. Indeks keparahan kemiskinan merupakan sebuah ukuran tentang keparahan kemiskinan yang telah digunakan secara luas dengan menggunakan niali
= 2, sehingga
formulanya dapat ditulis sebagai berikut:
P2 Dimana: P2 = indeks keparahan kemiskinan n
= jumlah observasi
q
= jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan
z
= garis kemiskinan
yi
= pendapatan orang miskin ke-i
48
Indeks keparahan kemiskinan merupakan alat untuk mengukur kemiskinan yang lebih komprehensif dibanding menggunakan headcount ratio dan indeks kedalaman kemiskinan. Analisis kemiskinan dengan menggunakan indeks keparahan kemiskinan telah mampu memenuhi aksioma kesamaan, fokus, dan transfer.
3.4.2. Analisis Regresi Linier Berganda Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah metode regresi linier berganda dengan menggunakan metode estimasi kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program E-Views 6 dan Microsoft Excel 2007. Model yang digunakan untuk menganalisis pengaruh program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah sebagai berikut: YKapi =
+ 1Mi + DP 5 3i + i 0
2PYDi
+
3PUBi
+
4Tgi+
5DKi
+
5DP1i
+
5DP2i
+
Dimana : YKapi = Pendapatan per kapita mustahiq ke-i (Rp/bulan) Mi
= Besarnya modal kerja dari Program Ikhtiar yang diterima oleh mustahiq ke-i (Rp/periode pembiayaan)
PYDi = Banyaknya mustahiq ke-i melakukan pembiayaan selama mengikuti Program Ikhtiar PUBi = Pendapatan mustahiq ke-i yang berasal dari usaha yang menggunakan modal dari Program Ikhtiar (Rp/bulan)
49
Tgi
= Jumlah tanggungan mustahiq ke-i (jiwa)
DKi
= Variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq ke-i DK bernilai 1 jika mustahiq ikut aktif bekerja DK bernilai 0 jika mustahiq hanya menjadi ibu rumah tangga
DPi
= Variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq ke-i DP1 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SD, dan bernilai 0 untuk yang lain. DP2 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SLTP, dan bernilai 0 untuk yang lain. DP3 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SLTA, dan bernilai 0 untuk yang lain.
i
= Error term
0
= Konstanta
1,.., 5
= Koefisien masing-masing variabel bebas
a. Pengujian Kriteria Statistik 1) Uji F Statistik uji F digunakan untuk menguji model secara keseluruhan sehingga dapat dilihat bagaimana variabel bebas mempengaruhi variabel tak bebas secara keseluruhan. Apabila nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka secara statistik telah dibuktikan bahwa model tersebut dapat menjelaskan keragaman variabel tak bebas yang hendak diukur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada model tersebut terdapat minimal satu variabel bebas
50
yang dapat menjelaskan keragaman yang terjadi pada variabel bebas yang hendak diukur. 2) Uji Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) mengukur persentase kemampuan variabel bebas dalam menerangkan keragaman yang terjadi pada variabel tak bebas. Nilai R2 yang semakin mendekati 1 menunjukkan bahwa model regresi yang dihasilkan semakin baik. Namun, pengukuran menggunakan R2 memiliki kelemahan apabila dilakukan pada model regresi berganda, yaitu nilai R2 akan selalu meningkat apabila dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model (Pindyck dan Rubinfeld, 1983). Oleh karena itu, pengukuran goodness of fit suatu model regresi berganda sebaiknya menggunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan (adjusted R-squared). Berbeda dengan nilai R2 yang selalu meningkat apabila dilakukan penambahan variabel bebas pada model, nilai adjusted R-squared justru dapat menurun apabila terjadi penambahan variabel bebas yang tidak diperlukan pada model regresi berganda tersebut. 3) Uji t Jika dalam uji F disimpulkan bahwa model secara signifikan dapat menjelaskan keragaman variabel tak bebas yang hendak diukur, maka selanjutnya dilakukan statistik uji t untuk melihat variabel mana yang memiliki pengaruh nyata terhadap variabel tak bebas yang hendak diukur. Jika nilai probabilitas tstatistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka secara statistik telah dibuktikan bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh secara nyata terhadap variabel tak bebas yang hendak diukur.
51
b. Pengujian Kriteria Ekonometrik 1) Multikolinearitas Uji multikolinearitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear di antara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Gejala multikolinearitas dalam suatu model akan menimbulkan beberapa konsekuensi (Gujarati, 1995), diantaranya: (i) Meskipun penaksir OLS mungkin bisa diperoleh, tetapi standard error cenderung semakin besar dengan meningkatnya korelasi antara variabel. (ii) Standard error dari parameter dugaan akan sangat besar sehingga selang keyakinan untuk parameter populasi yang relevan cenderung lebih besar. (iii) Jika korelasi antara variabel bebas tergolong tinggi, kemungkinan probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah menjadi besar. (iv) Standard error akan semakin besar dan sensitif bila ada perubahan data. (v) Tidak memungkinkan untuk mengisolasi pengaruh individual dari variabel bebas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam suatu model adalah melalui correlation matrix. Jika terdapat koefisien korelasi antarvariabel bebas yang lebih besar dari |0,8| (rule of thumb), maka dapat disimpulkan bahwa terjadi masalah multikolinearitas pada model regresi tersebut.
52
2) Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah varians residual bersifat tidak konstan. Jika varians bersifat tidak konstan, maka timbul gejala heteroskedastisitas yang akan menyebabkan tidak efisiennya proses estimasi, sementara hasil estimasinya sendiri masih konsisten dan tak bias. Selain itu, konsekuensi dari adanya gejala heteroskedastisitas adalah mengakibatkan uji tstatistik dan uji F-statistik menjadi tidak berarti. Salah satu cara untuk menguji gejala heteroskedastisitas dalam sebuah model regresi adalah dengan melakukan uji White Heteroskedasticity Test. Apabila nilai probabilitas Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas dalam model regresi.
53
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Kondisi Geografi Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu dari 15 desa yang terdapat di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Secara geografis, batas wilayahnya adalah sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rumpin, b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ciampea, c. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Leuweungkolot, d. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Cijujung. Desa Ciaruteun Ilir secara administratif terdiri dari 4 Dusun, 10 RW, dan 35 RT dengan luas wilayah 392 ha. Sebagian besar lahan di desa ini dimanfaatkan penduduk sebagai lahan sawah, luasnya mencapai 200 ha (51,02 persen). Proporsi lahan yang digunakan untuk pemukiman dan pekarangan juga tergolong besar, yaitu seluas 160 ha (40,82 persen). Sedangkan sisanya, lahan seluas 32 ha dimanfaatkan penduduk untuk ladang/huma (19 ha), jalan (2 ha), pemakaman (3ha), lapangan olahraga (2 ha), serta lahan untuk bangunan sarana pendidikan dan peribadatan masing-masing seluas 0,5 ha.
4.2. Kondisi Demografi Berdasarkan data kependudukan Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir per April 2009, jumlah penduduk desa ini adalah 10.514 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.682 jiwa/km2. Mayoritas penduduk desa ini tergolong dalam kategori usia
54
produktif, yaitu penduduk yang berusia antara 15-64 tahun, jumlahnya adalah 6.475 jiwa atau sebesar 61,58 persen dari jumlah total penduduk. Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kelompok Umur (Tahun) 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-70 >70 Jumlah
Laki-Laki (Jiwa)
Perempuan (Jiwa)
Jumlah (Jiwa)
544 582 592 576 442 412 357 324 337 221 259 170 236 166 168 5386
583 618 562 532 477 348 358 315 304 216 176 181 234 109 115 5128
1127 1200 1154 1108 919 760 715 639 641 437 435 351 470 275 283 10514
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Sebagian besar penduduk Desa Ciaruteun Ilir bermata pencaharian sebagai pedagang, jumlahnya mencapai 922 orang. Komoditi yang diperdagangkan terutama adalah sayuran seperti kangkung dan bayam yang memang merupakan komoditi pertanian utama di desa ini. Lokasi mereka berdagang meliputi pasarpasar di wilayah Bogor, namun ada pula penduduk yang berdagang sampai ke luar Bogor seperti ke Depok dan Pulo Gadung. Jumlah terbesar kedua adalah penduduk yang bermata pencaharian sebagai tukang ojek, yaitu sebanyak 875 orang. Hal ini disebabkan jalan di Desa Ciaruteun Ilir dan wilayah sekitarnya
55
tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek menjadi satu-satunya satu satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe pencaharian sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung. Jenis pekerjaan lain yang juga cuk cukup up banyak digeluti oleh penduduk Desa Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas swasta, ta, buruh pabrik, pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan
Jumlah (jiwa)
lainnya. 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Jenis Mata Pencaharian encaharian
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata Pencaharian
56
Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah. Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai 672 orang atau sebesar 43,47 per persen. sen. Penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang tamat SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34 persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C Ciaruteun iaruteun Ilir ada juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau 0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan Tinggi/S1.
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat Pendidikan Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Cia Ciaruteun ruteun Ilir juga tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan 889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin6.
6
Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari Bulog RI.
57
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Perubahan Indikator Program Ikhtiar
Kemiskinan
Mustahiq
Setelah
Mengikuti
5.1.1. Karakteristik Demografi Responden Data karakteristik demografi mustahiq anggota Program Ikhtiar yang menjadi responden pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Karakteristik Demografi Responden Karakteristik Demografi
Klasifikasi
< 15 tahun Usia 15-64 tahun 65 tahun Belum menikah Status pernikahan Menikah Janda 0-3 orang Jumlah tanggungan 4-7 orang >7 orang Tidak sekolah Tidak tamat SD Pendidikan Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Ibu rumah tangga Petani Pekerjaan Pedagang Buruh Lainnya
Jumlah (Jiwa) 0 45 0 0 39 6 15 29 1 5 17 20 2 1 32 1 7 4 1
Persentase (%) 0 100 0 0 86,67 13,33 33,33 64,44 2,22 11,11 37,78 44,44 4,44 2,22 71,11 2,22 15,56 8,89 2,22
Berdasarkan Tabel 5.1, seluruh responden termasuk dalam kategori usia produktif, yaitu berusia antara 15-64 tahun. Sebagian besar responden berstatus menikah (86,75 persen) dengan jumlah tanggungan 0-3 orang sebanyak 33,3
58
persen, jumlah tanggungan 4-7 orang sebanyak 64,44 persen, dan jumlah tanggungan lebih dari 7 orang sebanyak 2,22 persen. Namun, di antara para responden tersebut, terdapat 13,33 persen yang berstatus sebagai janda sehingga mereka harus berjuang lebih keras sebagai kepala keluarga yang berkewajiban untuk menafkahi keluarganya. Ditinjau dari aspek pendidikan, kondisi pendidikan responden tergolong memprihatinkan. Persentase responden yang tidak pernah bersekolah mencapai angka 11,11 persen, sedangkan responden yang pernah memasuki jenjang pendidikan SD namun tidak menamatkannya berjumlah 37,78 persen. Mayoritas responden merupakan lulusan SD, yaitu sebanyak 44,44 persen. Sementara itu, persentase responden yang tamat SLTP hanya 4,44 persen dan responden yang tamat SLTA hanya 2,22 persen. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan rendahnya pula wawasan dan skill yang dimiliki, sehingga kemampuan untuk berkompetisi di dunia kerja relatif kurang. Kondisi ini berpotensi menimbulkan pengangguran yang sangat rentan terhadap kemiskinan. Hal tersebut menunjukkan hubungan yang erat antara kemiskinan dengan tingkat pendidikan. Seluruh responden pada penelitian ini adalah perempuan, karena seperti telah dijelaskannya sebelumnya bahwa sasaran Program Ikhtiar adalah kaum perempuan. Sebagian besar responden berstatus sebagai ibu rumah tangga dengan persentase sebesar 71,11 persen. Responden yang berstatus sebagai ibu rumah tangga tidak memiliki penghasilan sendiri, sehingga sangat tergantung pada penghasilan kepala keluarga (suami). Namun, di antara 45 orang responden tersebut, terdapat responden yang aktif bekerja sehingga bisa memiliki
59
penghasilan sendiri. Mereka mayoritas bekerja sebagai pedagang, jumlahnya adalah 15,56 persen. Sedangkan responden lainnya bekerja sebagai buruh (8,89 persen), petani (2,22 persen), dan jenis pekerjaan lainnya (2,22 persen).
5.1.2. Indikator Kemiskinan Mustahiq Hasil pengolahan data pendapatan per kapita responden sebelum dan setelah adanya mengikuti Program Ikhtiar yang dianalisis menggunakan FGT Index dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Indeks Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar
H
Sebelum Mengikuti Program Ikhtiar 0,49
Setelah Mengikuti Program Ikhtiar 0,44
P1
0,17
0,14
P2
0,09
0,06
Indeks Kemiskinan
Sumber: Lampiran 2, 3, dan 4.
a. Headcount Ratio (H) Hasil pengolahan data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa setelah mengikuti Program Ikhtiar, headcount ratio (H) mengalami penurunan dari 0,49 menjadi 0,44. Hal ini berarti jumlah mustahiq yang termasuk kategori miskin berkurang dari 49 persen menjadi 44 persen setelah adanya pendistribusian ZIS melalui Program Ikhtiar. Menurunnya nilai H tidak terlepas dari pengaruh peningkatan pendapatan mustahiq setelah mengikuti program Ikhtiar. Berdasarkan penelitian, sebanyak 64,44 persen mustahiq yang menjadi responden mengalami peningkatan pendapatan setelah mereka mengikuti Program Ikhtiar (lampiran 1).
60
Meski demikian, tidak semua mustahiq yang mengalami peningkatan pendapatan tersebut mampu keluar dari garis kemiskinan. Hal ini antara lain disebabkan oleh banyaknya jumlah tanggungan pada keluarga mustahiq. Semakin banyak jumlah tanggungan, maka pendapatan per kapita akan semakin rendah. Jadi, walaupun mustahiq anggota Program Ikhtiar ini telah mengalami peningkatan pendapatan, mereka tidak bisa keluar dari garis kemiskinan apabila peningkatan pendapatan tersebut tidak sebanding dengan jumlah orang yang menjadi tanggungannya. Sebagai contoh kasus, pada penelitian ini terdapat seorang responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak tujuh orang. Setelah mengikuti Program Ikhtiar, pendapatan rumah tangga responden tersebut meningkat sebesar 75 persen, yaitu dari Rp 600.000,00 menjadi Rp 1.050.000,00. Namun, banyaknya jumlah tanggungan yang dimiliki menyebabkan peningkatan pendapatan rumah tangga responden tersebut tidak signifikan untuk meningkatkan pendapatan per kapita anggota keluarganya. Hal ini menyebabkan anggota keluarga mustahiq tersebut masih tetap berada di bawah garis kemiskinan. Meskipun sebagian besar mustahiq, yaitu sebanyak 64,44 persen mengalami peningkatan pendapatan setelah mereka mendapatkan bantuan berupa pinjaman modal kerja melalui Program Ikhtiar, namun .pada penelitian ini terdapat mustahiq yang pendapatannya tidak mengalami perubahan, bahkan ada pula yang pendapatanya justru menurun. Persentase mustahiq yang pendapatannya tidak berubah adalah 24,44 persen. Sedangkan mustahiq yang pendapatannya justru menurun berjumlah 11,11 persen (lampiran 1). Faktor-faktor yang menyebabkan
61
pendapatan mustahiq tersebut tidak berubah atau bahkan justru menurun diantaranya adalah: 1) Faktor internal keluarga Faktor internal keluarga maksudnya adalah kondisi keluarga mustahiq yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan responden. Misalnya, mustahiq yang mengalami perceraian/suami mustahiq meninggal dunia. Karena sumber utama pendapatan yang sebelumnya berasal dari suami sudah tidak ada, maka mereka dituntut untuk bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah dan skill seadanya, tidak banyak lapangan kerja yang dapat mereka masuki, sehingga sebagian ada yang terpaksa harus menjadi buruh untuk memperoleh penghasilan. Contoh lain adalah mustahiq yang berhenti bekerja dengan pertimbangan kewajibannya sebagai seorang ibu. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan bahwa terdapat mustahiq yang memilih berhenti bekerja karena harus mengurus anaknya yang masih balita. Hal ini menyebabkan pendapatan keluarga mustahiq berkurang karena hanya suaminya yang bekerja. 2) Besarnya pembiayaan Responden yang tingkat pendapatannya tidak berubah setelah mendapatkan bantuan
modal
usaha
produktif
menyatakan
bahwa
jumlah
pinjaman/pembiayaan yang mereka terima relatif kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap tingkat pendapatan. Hasil survei di lapangan menunjukkan bahwa plafon pinjaman responden masih berkisar antara Rp
62
200 ribu–Rp 2,5 juta, namun mayoritas plafon pinjaman masih berada antara Rp 200 ribu-Rp 600 ribu. Menurut pihak pelaksana Program Ikhtiar, perkembangan perekonomian anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir memang tergolong lambat dibanding perkembangan anggota di daerahdaerah lain. Para TPL dan fasilitaor wilayah bahkan harus gencar memberikan motivasi pada angggota agar mereka mau mengajukan pembiayaan untuk modal usaha. Hal ini merupakan salah satu penyebab lambatnya perkembangan perekonomian anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir yang diindikasikan oleh relatif rendahnya plafon pinjaman anggota. b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks kedalaman kemiskinan mustahiq mengalami penurunan dari 0,17 menjadi 0,14 setelah mustahiq mengikuti Program Ikhtiar. Penurunan nilai indeks kedalaman kemiskinan ini mengindikasikan bahwa rata-rata pendapatan mustahiq cenderung semakin mendekati garis kemiskinan, sehingga kesenjangan antara pendapatan mustahiq dengan garis kemiskinan semakin berkurang. Berdasarkan hasil penelitian, pada awalnya rata-rata pendapatan per kapita mustahiq yang termasuk dalam kategori miskin adalah Rp 100.681,82. Namun setelah mengikuti Program Ikhtiar, rata-rata pendapatan per kapita tersebut kemudian meningkat 35,91 persen menjadi Rp 136.833,33 (lampiran 2 dan 3). c. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Pada Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa nilai indeks keparahan kemiskinan mustahiq sebelum mengikuti Program Ikhtiar adalah 0,09. Sedangkan setelah
63
mengikuti Program Ikhtiar, nilai indeks P2 menurun menjadi 0,06. Hal ini menunjukkan bahwa pendistribusian ZIS untuk modal kerja dapat mengurangi ketimpangan pendapatan di antara mustahiq, sehingga distribusi pendapatan di antara mereka relatif lebih merata dibanding dengan kondisi sebelum adanya program pendistribusian ZIS sebagai modal kerja melalui Program Ikhtiar. Penurunan indeks keparahan kemiskinan ini disebabkan terbukanya akses para mustahiq untuk memperoleh dana, karena sebelumnya mereka tidak mampu mengakses pinjaman dana dari lembaga keuangan formal dan komersil untuk modal usahanya. Dengan adanya Program Ikhtiar yang mendistribusikan dana ZIS untuk membantu modal usaha mustahiq, akses mereka terhadap sumber dana yang mereka perlukan untuk modal usaha telah terbuka. Beban mustahiq juga menjadi lebih ringan, karena pada pinjaman pertama, akad yang digunakan adalah qardhul hasan (pinjaman kebaikan), sehingga para mustahiq hanya perlu mengembalikan pokok pinjaman tanpa harus memberikan bagi hasil atau magrin. Hal tersebut dapat menambah motivasi para mustahiq untuk melakukan usaha/bekerja, sehingga mereka dapat memperoleh penghasilan secara mandiri dan distribusi pendapatan di antara mereka cenderung menjadi lebih merata dibandingkan dengan kondisi sebelum mereka mendapatkan bantuan berupa pinjaman modal kerja melalui Program Ikhtiar.
64
5.2. Pengaruh Program Ikhtiar terhadap Pendapatan Per Kapita Mustahiq 5.2.1. Evalusi Model Hasil estimasi model persamaan pendapatan per kapita mustahiq yang diolah dengan menggunakan program E-views 6 dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Hasil Estimasi Model Pendapatan Per Kapita Mustahiq Dependent variabel: YKAP Variable C M PYD PUB TG DK DP1 DP2 DP3
Coefficient 209710,4 0,000963 5264,729 0,311208 -74474,02 137283,0 48790,19 53667,35 -19526,90
Std. Error 90642,04 0,067982 20991,46 0,036091 16621,82 47567,27 39727,82 91915,37 127117,1
t-Statistic 2,313611 0,014161 0,250803 8,622774 -4,480497 2,886081 1,228111 0,583878 -0,153613
R-squared Adjusted R-squared Durbin-Watson stat F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0,0265 0,9888 0,8034 0,0000 0,0001 0,0066 0,2274 0,5629 0,8788 0,759395 0,705927 2,579226 14,20283 0,000000
Sumber: Lampiran 6.
Berdasarkan hasil estimasi tersebut, maka diperoleh model persamaan pendapatan per kapita mustahiq sebagai berikut: YKAP = 209710,4 + 0,000963*M + 5264,729*PYD + 0,311208*PUB – 74474,02*TG + 137283,0*DK + 48790,19*DP1 + 53667,35*DP2 – 19526,90*DP3 a. Uji Kriteria Statistik 1) Uji-F Hasil uji-F menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-statistik adalah 0,00000; lebih kecil daripada taraf nyata yang digunakan, yaitu
= 1 persen. Jadi,
65
dapat diambil kesimpulan bahwa pada model persamaan pendapatan per kapita mustahiq tersebut minimal terdapat satu variabel bebas yang dapat menjelaskan keragaman yang terjadi pada pendapatan per kapita mustahiq pada taraf nyata 1 persen. 2) Uji Koefisien Determinasi Berdasarkan Tabel 5.3, nilai adjusted R-squared pada persamaan model pendapatan per kapita mustahiq adalah 0,7059. Artinya, model tersebut dapat menjelaskan 70,59 persen keragaman yang terjadi pada pendapatan per kapita mustahiq, sedangkan sisanya sebesar 29,41 persen dijelaskan oleh variabelvariabel lain di luar model. 3) Uji-t Uji-t dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel bebas mana yang memiliki pengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Hasil uji-t menunjukkan bahwa pada model persamaan pendapatan per kapita mustahiq, variabel-variabel yang secara signifikan mempengaruhi pendapatan per kapita mustahiq pada taraf nyata 1 persen adalah pendapatan usaha yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar (PUB), jumlah tanggungan (Tg), dan variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq (DK). Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistik ketiga variabel tersebut yang lebih kecil daripada taraf nyata yang digunakan. Sedangkan variabel besarnya modal kerja yang diterima dari Program Ikhtiar (M), banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan (PYD), dan variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq (DP1, DP2, dan DP3) dapat disimpulkan tidak memiliki pengaruh yang
66
signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq karena probabilitas t-statistik pada kedua variabel tersebut lebih besar dari 1 persen. b. Uji Kriteria Ekonometrik 1) Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan correlation matrix. Masalah multikolinearitas terjadi apabila terdapat nilai koefisien korelasi antarvariabel bebas yang bernilai lebih besar dari
0,80 . Matriks korelasi
persamaan model pendapatan per kapita mustahiq dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Hasil Uji Multikolinearitas YKAP M PYD PUB TG DK DP1 DP2 DP3
YKAP M PYD PUB TG DK DP1 DP2 DP3 1.000000 0.316982 0.071362 0.618437 -0.313816 0.366676 0.139080 -0.056878 0.043248 0.316982 1.000000 0.581969 0.362356 0.119714 0.230325 -0.050528 -0.006412 0.116541 0.071362 0.581969 1.000000 0.191422 0.208494 -0.008886 -0.162103 0.019543 0.081967 0.618437 0.362356 0.191422 1.000000 0.322709 -0.135400 -0.140358 -0.132540 0.124402 -0.313816 0.119714 0.208494 0.322709 1.000000 -0.404773 -0.279934 0.014594 0.010202 0.366676 0.230325 -0.008886 -0.135400 -0.404773 1.000000 0.120595 0.100452 -0.096088 0.139080 -0.050528 -0.162103 -0.140358 -0.279934 0.120595 1.000000 -0.192897 -0.134840 -0.056878 -0.006412 0.019543 -0.132540 0.014594 0.100452 -0.192897 1.000000 -0.032513 0.043248 0.116541 0.081967 0.124402 0.010202 -0.096088 -0.134840 -0.032513 1.000000
Sumber: Lampiran 6.
Berdasarkan Tabel 5.4, dapat disimpulkan bahwa model persamaan permintaan per kapita mustahiq terbebas dari masalah multikolinearitas. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antarvariabel bebas yang lebih kecil dari 0,80 . 2) Uji Heteroskedastisitas Pada penelitian ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan White Heteroskedasticity Test. Hasil uji heteroskedastisitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.5.
67
Tabel 5.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared
14.08068 43.24501
Probability Probability
0.0000 0.0330
Sumber: Lampiran 6.
Pada Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Obs*Squared adalah 0,0330. Hal ini menunjukkan bahwa pada persamaan pendapatan per kapita mustahiq tidak terdapat masalah heteroskedastisitas karena nilai probabilitas Obs*R-squared yang lebih besar dari taraf nyata 1 persen.
5.2.2 Interpretasi Model a. Besarnya Pembiayaan untuk Modal Kerja (M) Berdasarkan hasil estimasi model, pada taraf nyata 1 persen, besarnya pembiayaan untuk modal kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa besarnya pembiayaan untuk modal kerja memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Ketidaksesuaian antara hipotesis awal dengan hasil estimasi ini diduga terjadi karena modal yang diterima mustahiq relatif kecil sehingga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan mereka. Besarnya pinjaman modal yang diterima belum cukup untuk meningkatkan skala usaha mustahiq yang akan menyebabkan pendapatan mereka turut meningkat. Meski demikian, para mustahiq
mengaku
bahwa
modal
tersebut
sangat
bermanfaat
untuk
mempertahankan kelangsungan usaha yang menjadi sumber mata pencaharian
68
bagi keluarga mereka. Besarnya plafon pembiayaan terakhir yang diterima mustahiq berkisar antara Rp 200 ribu-Rp 2,5 juta. Data sebaran plafon pembiayaan produktif mustahiq yang menjadi responden pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Komposisi Mustahiq Berdasarkan Plafon Pembiayaan Produktif No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Plafon Pembiayaan (Rp) 200.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000 1.000.000 1.200.000 2.500.000
Jumlah Mustahiq (Jiwa) 4 3 10 8 1 6 11 1 1
Persentase (Persen) 8,89 6,67 22,22 17,78 2,22 13,33 24,44 2,22 2,22
Berdasarkan Tabel 5.6, plafon pembiyaan produktif yang diterima mustahiq sebagian besar masih berkisar antara Rp 200 ribu-Rp 600 ribu, jumlahnya yaitu 55,56 persen. Dengan kata lain, lebih dari separuh mustahiq, plafon pembiayaannya masih berada di antara Rp 200 ribu-Rp 600 ribu. Meski demikian, lembaga pelaksana Program Ikhtiar tidak dapat serta-merta meningkatkan jumlah plafon pembiayaan untuk para mustahiq karena peningkatan plafon pembiayaan memang dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan potensi ekonomi, disiplin kehadiran, disiplin angsuran, disiplin tabungan, dan kesepakatan tanggung renteng oleh anggota lainnya. Pada penelitian ini, mustahiq yang telah mendapatkan plafon pembiayaan mencapai Rp 1 juta adalah sebanyak 24,44 persen, sedangkan mustahiq yang mendapatkan plafon pembiayaan Rp 1,2 juta dan Rp 2,5 juta jumlahnya masing-masing hanya 2,22 persen.
69
Selain relatif kecilnya jumlah pembiayaan yang diterima, faktor lain yang membuat besarnya modal yang diterima menjadi tidak signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah terjadinya penyalahgunaan alokasi dana pembiayaan yang diperoleh. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa mustahiq yang tidak sepenuhnya menggunakan pembiayaan produktif dari Program Ikhtiar untuk modal usaha, walaupun dalam akad telah dinyatakan bahwa dana tersebut akan digunakan untuk modal. Dana yang seharusnya digunakan sebagai modal usaha agar pendapatannya bisa meningkat justru digunakan mustahiq untuk memenuhi kebutuhan konsumtif mereka, sehingga adanya pembiayaan yang diterima tidak berdampak signifikan terhadap pendapatan. b. Banyaknya Mustahiq Melakukan Pembiayaan (PYD) Berdasarkan hasil estimasi, banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan (PYD) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq pada taraf nyata 1 persen. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Berdasarkan hasil wawancara, pembiayaan yang dilakukan mustahiq selama mereka menjadi anggota Program Ikhtiar (2006-2009) berkisar antara 1-5 kali. Namun, tidak semua pembiayaan yang diterima mustahiq ditujukan untuk kegiatan produktif. Beberapa mustahiq lebih cenderung untuk memenuhi kebutuhan konsumtif terlebih dahulu, sehingga pengajuan pembiayaan pada
70
periode awal mereka mengikuti Program Ikhtiar lebih ditujukan untuk kegiatan konsumtif, misalnya perbaikan rumah, pemasangan listrik, biaya pendidikan anak, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatannya. c. Pendapatan Usaha yang Menggunakan Modal dari Program Ikhtiar (PUB) Sesuai dengan hipotesis penelitian, pendapatan usaha mustahiq yang menggunakan modal dari Program Ikhtiar (PUB) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq pada taraf nyata 1 persen. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan bahwa dana yang berasal dari pembiayaan produktif yang diterima mustahiq digunakan sebagai modal pada usaha yang merupakan sumber mata pencaharian utama bagi keluarga mustahiq. Meski besarnya modal yang diperoleh tidak cukup signifikan untuk meningkatkan pendapatan per kapita mustahiq, namun modal tersebut telah membantu para mustahiq untuk menjaga kelangsungan usahanya. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai koefisien PUB sebesar 0,3112. Artinya, apabila terjadi peningkatan sebesar 1 rupiah pada pendapatan usaha mustahiq yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar, maka pendapatan per kapita mustahiq akan meningkat sebesar 0,3112 rupiah atau dengan kata lain, jika terjadi peningkatan pendapatan usaha mustahiq yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar sebesar Rp 100.000,00; maka pendapatan per kapita mustahiq akan meningkat sebesar Rp 31.120,00; cateris paribus.
71
d. Jumlah Tanggungan Mustahiq (Tg) Jumlah tanggungan yang menjadi beban mustahiq (Tg) berpengaruh signifikan dengan arah yang negatif terhadap pendapatan per kapita mustahiq pada taraf nyata 1 persen. Nilai koefisien variabel Tg yang diperoleh adalah sebesar 74474,02. Artinya, apabila terjadi penambahan jumlah tanggungan mustahiq sebanyak 1 jiwa, maka pendapatan per kapita mustahiq tersebut akan mengalami penurunan sebesar Rp 74.474,02; cateris paribus. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan mustahiq, maka pendapatan per kapita mustahiq akan semakin kecil. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, mayoritas jumlah tanggungan mustahiq adalah antara 4-7 orang, persentasenya adalah 64,44 persen. Sedangkan mustahiq yang memiliki jumlah tanggungan antara 0-3 orang berjumlah 33,33 persen dan mustahiq dengan jumlah tanggungan lebih dari 7 orang berjumlah 2,22 persen. e. Variabel Dummy Keaktifan Bekerja Mustahiq (DK) Variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq digunakan untuk melihat pengaruh jika para mustahiq yang merupakan ibu rumah tangga ini turut aktif bekerja agar dapat memperoleh tambahan penghasilan untuk keluarganya. Sesuai dengan hipotesis penelitian, hasil estimasi pada model menunjukkan bahwa DK berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq pada taraf nyata 1 persen. Hal tersebut berarti apabila para ibu rumah tangga yang merupakan mustahiq dalam Program Ikhtiar tersebut ikut aktif
72
bekerja, maka pendapatan per kapitanya akan lebih tinggi dibanding pendapatan per kapita mustahiq yang hanya menjadi ibu rumah tangga, cateris paribus. Berdasarkan hasil wawancara, jumlah responden yang ikut aktif bekerja masih tergolong sedikit, yaitu hanya 28,89 persen. Jenis usaha yang ditekuni sebagian besar dari mereka adalah usaha dagang dengan membuka warung di rumahnya. Dengan demikian, mereka bisa memperoleh penghasilan tambahan dari berjualan tanpa mengabaikan tugasnya dalam mengurus rumah dan keluarga. f. Variabel Dummy Tingkat Pendidikan Mustahiq (DP) Variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq digunakan untuk melihat pengaruh tingkat pendidikan mustahiq terhadap tingkat pendapatan per kapita mustahiq. Berdasarkan hasil estimasi, tingkat pendidikan mustahiq tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq pada taraf nyata 1 persen. Artinya, tidak ada perbedaan pendapatan per kapita yang nyata pada responden yang memiliki tingkat pendidikan SD (DP1), SLTP (DP2), SLTA (DP3), dan mustahiq yang tidak tamat SD atau tidak pernah sekolah. Hal ini terjadi karena tingkat pendidikan mustahiq tidak signifikan mempengaruhi jenis pekerjaan mustahiq. Jadi, walaupun tingkat pendidikan mustahiq berbeda-beda, jenis pekerjaan yang mereka tekuni hampir sama sehingga tidak berpengaruh terhadap pendapatan per kapita mereka. Berdasarkan hasil wawancara, tingkat pendidikan mustahiq sebagian besar adalah SD (44,44 persen). Mustahiq yang tamat SLTP hanya 4,44 persen dan tamat SLTA hanya 2,22 persen. Sedangkan sisanya, 37,78 persen tidak tamat SD dan 11,11 persen bahkan tidak pernah sekolah.
73
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai pengaruh pendistribusian ZIS sebagai modal kerja terhadap indikator kemiskinan dan tingkat pendapatan mustahiq yang dilakukan dengan mengambil studi kasus pada pelaksanaan Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1.
Indikator kemiskinan mustahiq mengalami penurunan setelah mustahiq tersebut mengikuti Program Ikhtiar. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya nilai headcount ratio (H), indeks kedalaman kemiskinan (P1), dan indeks keparahan kemiskinan (P2) mustahiq setelah mereka mengikuti Program Ikhtiar. Nilai H mengalami penurunan dari 0,49 menjadi 0,44; nilai P1 menurun dari 0,17 menjadi 0,14; dan nilai P2 menurun dari 0,09 menjadi 0,06.
2.
Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah pendapatan usaha mustahiq yang menggunakan modal dari Program Ikhtiar dan keaktifan bekerja mustahiq. Jumlah tanggungan mustahiq juga berpengaruh secara signifikan namun berhubungan negatif dengan pendapatan per kapita mustahiq. Sementara itu, besarnya modal yang diberikan dari Program Ikhtiar, banyaknya pembiayaan yang dilakukan mustahiq, dan tingkat pendidikan mustahiq tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq.
74
6.2. Saran 1.
Pelaksanaan Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir terbukti dapat menurunkan indikator-indikator kemiskinan mustahiq yang menjadi anggotanya. Oleh karena itu, program pendayagunaan dana ZIS produktif sebagai modal kerja seperti yang dilakukan melalui Program Ikhtiar perlu terus dikembangkan oleh lembaga-lembaga pengelola ZIS di Indonesia. Hal ini bertujuan agar fungsi ZIS sebagai instrumen untuk mengentaskan kemiskinan dapat berjalan lebih optimal.
2.
Lembaga-lembaga pelaksana Program Ikhtiar (BM Bogor, Yayasan Peramu, dan Koperasi BAIK) perlu melakukan evaluasi terhadap tingkat plafon yang diberikan dalam pembiayaan produktif agar besar plafon tersebut efektif untuk meningkatkan pendapatan mustahiq. Di samping itu, proses monitoring penggunaan dana dengan meminta bukti-bukti transaksi dari mustahiq perlu lebih diperketat agar penggunaan dana pembiayaan tetap sesuai dengan akad yang telah dibuat. Selain itu, Yayasan Peramu sebagai salah satu lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan Program Ikhtiar, khususnya dalam hal pembinaan dan pendampingan anggota, perlu melakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang disesuaikan dengan potensi mustahiq dan lingkungannya. Pelatihan tersebut sangat diperlukan untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan wirausaha mustahiq. Sementara itu, untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan mustahiq dari sisi perencanaan keluarga, maka para mustahiq tersebut perlu mendapatkan pendidikan mengenai perencanaan keluarga. Dalam hal ini, pihak pelaksana
75
Program Ikhtiar dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga terkait yang concern terhadap masalah keluarga dan kependudukan, misalnya dengan BKKBN untuk memberikan pendidikan mengenai perencanaan keluarga kepada para mustahiq. 3.
Pada penelitian lebih lanjut, perlu dilakukan analisis terhadap indikator kemiskinan
masyarakat
miskin
yang
tidak
mengikuti
program
pemberdayaan ekonomi. Hal ini bertujuan untuk melihat tingkat keberhasilan program dengan cara membandingkan perubahan indikator kemiskinan masyarakat miskin yang mengikuti program pemberdayaan ekonomi dengan masyarakat miskin yang tidak mengikutinya.
76
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. Badan Pusat Statistik. 2006. Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2005-2006. Berita Resmi Statistik No. 47/IX/1 September 2006. _______. 2007. Data dan Informasi Kemiskinan. Buku 2: Kabupaten dan Kota. Jakarta: BPS. _______. 2009. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009. Berita Resmi Statistik No. 43/07/Th. XII. Baytul Maal Bogor. 2007. Inovasi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Pendekatan Agama (Studi Kasus Pengembangan Program Ikhtiar oleh Baytul Maal Bogor). Warta Gubernur, 2: 48-68. Beik, I.S. 2008. Analysis on the Role of Zakat in Alleviating Poverty: Dompet Dhuafa Republika Case Study. Makalah Dipresentasikan pada Konferensi Internasional IDB di Bangladesh, Februari 2009. Departemen Agama Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Djamil, F. 2004. Pendekatan Maqashid Al-Syariah terhadap Pendayagunaan Zakat. Di dalam: Abidin, editor. Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan Zakat, Infak, Sedekah. Jakarta: PIRAMEDIA. Foster, J., J. Greer, dan E. Thorbecke. 1984. Notes and Comments: A Class of Decomposable Poverty Measures. Econometrica, 52(3): 761-766. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah]. Jakarta: Erlangga. Hafidhuddin, D. 1998. Panduan Praktis tentang Zakat Infak Sedekah. Jakarta: Gema Insani Press. _______. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press. Hamid, E.S. 2008. Kemiskinan di Indonesia. http://yuliandriansyah.multiply.com/journal/item/32 [12 Maret 2009].
77
Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor: IPB Press. Kuncoro, M. 2008. Grameen Bank dan Lembaga Keuangan Mikro. http://www.mudrajad.com/upload/Grameen_Bank%20&%20lemb%20keua ngan%20mikro.pdf [1 Juni 2009]. Nasoetion, L.I. 1996. Taksonomi Kemiskinan di Indonesia: Suatu Kajian Eksploratif. Di dalam: Sitorus, et al., editor. Memahami dan Menanggulangi Kemsikinan di Indonesia. Prof. Dr. Sajogyo 70 Tahun. Jakarta: PT Grasindo. Nasution, et al. 2008. Indonesia Zakat and Development Report 2009. Depok: CID. Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga. Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir. 2009a. Data Monografi Desa Ciaruteun Ilir. Bogor: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir. _______. 2009b. Data Kependudukan Desa Ciaruteun Ilir Periode April 2009. Bogor: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir. Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Pindyck, R.S. dan D.L. Rubinfeld. 1983. Econometric Models and Economic Forecasts. Second Edition. Jepang: McGraw-Hill Book Company. Rahmawati, I. 2005. Analisis Dampak Pendistribusian Zakat Melalui Kredit terhadap Pendapatan Mustahik (Studi Kasus: Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Rintuh, C. dan Miar. 2003. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat. Jakarta: DIKTI. Sartika, M. 2008. Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta. Jurnal Ekonomi Islam La_Riba, 2(1): 75-89. Sowwam, M. 2006. Pengaruh Infrasrtuktur terhadap Kemiskinan di Indonesia: Analisis Data Panel 1990-2004 [Skripsi]. Depok: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
78
Tambunan, T.T.H. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wirawan. 2008. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Dana Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (Studi Kasus: Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
79
LAMPIRAN
80
Lampiran 1. Pendapatan Rumah Tangga Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Pendapatan Sebelum Mengikuti Program Ikhtiar (Rp) 900.000 900.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 1.800.000 900.000 100.000 260.000 600.000 300.000 1.050.000 500.000 600.000 200.000 1.200.000 900.000 500.000 1.650.000 150.000 450.000 400.000 900.000 200.000 700.000 150.000 180.000 1.200.000 1.500.000 480.000 400.000 1.500.000 975.000 1.500.000 600.000 750.000 600.000 600.000 600.000 6.000.000 400.000 1.500.000 1.000.000
Pendapatan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar (Rp) 1.250.000 1.050.000 675.000 700.000 800.000 1.050.000 1.500.000 2.550.000 1.200.000 250.000 1.500.000 900.000 400.000 1.500.000 600.000 1.500.000 225.000 1.500.000 1.500.000 600.000 3.000.000 250.000 495.000 2.100.000 1.500.000 450.000 1.120.000 460.000 350.000 560.000 1.500.000 480.000 400.000 1.500.000 975.000 1.500.000 600.000 750.000 600.000 600.000 550.000 2.750.000 400.000 1.400.000 700.000
Kategori Perubahan Pendapatan Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Turun Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Turun Turun Tetap Turun Turun
81
Lampiran 2. Data Kategori Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar* 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Pendapatan/Kapt/Bln 180000 225000 125000 150000 120000 75000 75000 300000 180000 100000 65000 200000 60000 262500 500000 120000 66667 200000 300000 100000 330000 37500 150000 133333 300000 40000 175000 37500 90000 400000 500000 240000 100000 300000 243750 300000 120000 250000 150000 150000 150000 3000000 200000 375000 250000
Kategori7 Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Miskin Miskin Miskin Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin Miskin Miskin Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin Miskin Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin Miskin Miskin Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin
Pendapatan/Kapt/Bln 250000 262500 168750 175000 160000 131250 375000 425000 240000 250000 375000 300000 80000 375000 600000 300000 75000 250000 500000 120000 600000 62500 165000 700000 500000 90000 280000 115000 175000 186667 500000 240000 100000 300000 243750 300000 120000 250000 150000 150000 137500 1375000 200000 350000 175000
Kategori8 Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Miskin Miskin Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin Miskin Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin Miskin Miskin Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin Miskin Miskin Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin Miskin
*Dengan asumsi bahwa jumlah tanggungan mustahiq pada tahun 2006 dan 2009 adalah sama.
Kategori miskin didasarkan pada garis kemiskinan BPS tahun 2006 (sebelum mustahiq mengikuti Program Ikhtiar) yaitu Rp 152.847,00/kapita/bulan. 8 Kategori miskin didasarkan pada garis kemiskinan BPS tahun 2009 (pada saat mustahiq mengikuti Program Ikhtiar) yaitu Rp 200.262,00/kapita/bulan.
82
Lampiran 3. Tabel Perhitungan FGT Index Sebelum Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar No
z (Rp)
y (Rp)
1
152847
125000
2
152847
3
152847
4
152847
5 6 7
(z-y)/z
P =[(z-y)/z]/n
[(z-y)/z]²
P =[(z-y)/z]²/n
0,182188725
0,004048638
0,033192731
0,000737616
150000
0,01862647
0,000413922
0,000346945
0,000007710
120000
0,214901176
0,004775582
0,046182515
0,001026278
75000
0,509313235
0,011318072
0,259399971
0,005764444
152847
75000
0,509313235
0,011318072
0,259399971
0,005764444
152847
100000
0,34575098
0,007683355
0,119543740
0,002656528
152847
65000
0,574738137
0,012771959
0,330323926
0,007340532
8
152847
60000
0,607450588
0,013498902
0,368996217
0,008199916
9
152847
120000
0,214901176
0,004775582
0,046182515
0,001026278
10
152847
66666,6667
0,563833986
0,012529644
0,317908764
0,007064639
11
152847
100000
0,34575098
0,007683355
0,119543740
0,002656528
12
152847
37500
0,754656617
0,016770147
0,569506610
0,012655702
13
152847
150000
0,01862647
0,000413922
0,000346945
0,000007710
14
152847
133333,333
0,127667973
0,002837066
0,016299111
0,000362202
15
152847
40000
0,738300392
0,016406675
0,545087469
0,012113055
16
152847
37500
0,754656617
0,016770147
0,569506610
0,012655702
17
152847
90000
0,411175882
0,009137242
0,169065606
0,003757013
18
152847
100000
0,34575098
0,007683355
0,119543740
0,002656528
19
152847
120000
0,214901176
0,004775582
0,046182515
0,001026278
20
152847
150000
0,01862647
0,000413922
0,000346945
0,000007710
21
152847
150000
0,01862647
0,000413922
0,000346945
0,000007710
22
152847
150000
0,01862647
0,000413922
0,000346945
22150000 Rata-rata
0,166852982
100681,818
Keterangan: z = garis kemiskinan y = pendapatan orang miskin n = jumlah observasi Nilai FGT Index Sebelum Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar: • Headcount ratio (H) = 22/45 = 0,49 • Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) = 0,17 • Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) = 0,09
0,000007710 0,087502233
83
Lampiran 4. Tabel Perhitungan FGT Index Setelah Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar No
z (Rp)
y (Rp)
1
200262
168750
2
200262
3
200262
4
200262
5 6 7
(z-y)/z
P =[(z-y)/z]/n
[(z-y)/z]²
P =[(z-y)/z]²/n
0,157353866
0,003496753
0,024760239
0,000550228
175000
0,12614475
0,002803217
0,015912498
0,000353611
160000
0,201046629
0,004467703
0,040419747
0,000898217
131250
0,344608563
0,007657968
0,118755062
0,002639001
200262
80000
0,600523314
0,013344963
0,360628251
0,008013961
200262
120000
0,400784972
0,008906333
0,160628594
0,003569524
200262
75000
0,625490607
0,013899791
0,391238500
0,008694189
8
200262
62500
0,687908839
0,015286863
0,473218571
0,010515968
9
200262
165000
0,176079336
0,003912874
0,031003933
0,000688976
10
200262
90000
0,550588729
0,012235305
0,303147948
0,006736621
11
200262
115000
0,425752265
0,009461161
0,181264991
0,004028111
12
200262
175000
0,12614475
0,002803217
0,015912498
0,000353611
13
200262
186666,6667
0,067887734
0,001508616
0,004608744
0,000102417
14
200262
100000
0,500654143
0,011125648
0,250654571
0,005570102
15
200262
120000
0,400784972
0,008906333
0,160628594
0,003569524
16
200262
150000
0,250981215
0,00557736
0,062991570
0,001399813
17
200262
150000
0,250981215
0,00557736
0,062991570
0,001399813
18
200262
137500
0,313399447
0,006964432
0,098219213
0,002182649
19
200262
200000
0,001308286
0,000029073
0,000001712
0,000000038
20
200262
175000
0,12614475
0,002803217
0,015912498
0,000353611
2736666,667 Rata-rata
0,140768186
136833,3333
Keterangan: z = garis kemiskinan y = pendapatan orang miskin n = jumlah observasi Nilai FGT Index Setelah Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar: • Headcount ratio (H) = 20/45 = 0,44 • Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) = 0,14 • Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) = 0,06
0,061619985
84
Lampiran 5. Data Persamaan Pendapatan Per Kapita Mustahiq No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Ykap 250000 262500 168750 175000 160000 131250 375000 425000 240000 250000 375000 300000 80000 375000 600000 300000 75000 250000 500000 120000 600000 62500 165000 700000 500000 90000 280000 115000 175000 186666,6667 500000 240000 100000 300000 243750 300000 120000 250000 150000 150000 137500 1375000 200000 350000 175000
M 1200000 500000 500000 400000 600000 700000 600000 800000 400000 600000 1000000 800000 500000 800000 1000000 500000 500000 600000 200000 600000 2500000 400000 800000 1000000 500000 600000 1000000 800000 200000 500000 200000 800000 1000000 1000000 600000 500000 500000 1000000 1000000 1000000 600000 1000000 200000 1000000 500000
PYD 5 4 4 2 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 5 2 1 2 5 2 4 3 4 4 5 4 2 2 1 3 4 4 4 2 2 4 4 4 2 4 1 4 4
PUB 1250000 1050000 675000 700000 800000 1050000 1500000 2550000 1200000 250000 1500000 900000 400000 1500000 600000 1500000 225000 1500000 1500000 600000 2400000 250000 300000 600000 1500000 450000 420000 250000 200000 260000 1500000 480000 400000 1500000 975000 900000 600000 750000 600000 600000 550000 2100000 400000 1400000 700000
Tg 5 4 4 4 5 8 4 6 5 1 4 3 5 4 1 5 3 6 3 5 5 4 3 3 3 5 4 4 2 3 3 2 4 5 4 5 5 3 4 4 4 2 2 4 4
DK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0
DP1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1
DP2 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
DP3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Keterangan :
YKap = Pendapatan per kapita mustahiq (Rp/bulan) M = Besarnya modal kerja dari Program Ikhtiar yang diterima oleh mustahiq (Rp/periode pembiayaan) PYD = Banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan selama mengikuti program Ikhtiar PUB = Pendapatan mustahiq yang berasal dari usaha yang menggunakan modal dari Program Ikhtiar (Rp/bulan) Tg = Jumlah tanggungan mustahiq (jiwa) DKi = Variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq ke-i
85
DPi
DK bernilai 1 jika mustahiq ikut aktif bekerja DK bernilai 0 jika mustahiq hanya menjadi ibu rumah tangga = Variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq ke-i DP1 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SD, dan bernilai 0 untuk yang lain DP2 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SLTP, dan bernilai 0 untuk yang lain DP3 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SLTA, dan bernilai 0 untuk yang lain
86
Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data a. Hasil Estimasi Model Dependent Variable: YKAP Method: Least Squares Date: 08/09/09 Time: 07:05 Sample: 1 45 Included observations: 45 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C M PYD PUB TG DK DP1 DP2 DP3
209710.4 0.000963 5264.729 0.311208 -74474.02 137283.0 48790.19 53667.35 -19526.90
90642.04 0.067982 20991.46 0.036091 16621.82 47567.27 39727.82 91915.37 127117.1
2.313611 0.014161 0.250803 8.622774 -4.480497 2.886081 1.228111 0.583878 -0.153613
0.0265 0.9888 0.8034 0.0000 0.0001 0.0066 0.2274 0.5629 0.8788
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.759395 0.705927 122011.6 5.36E+11 -585.8657 14.20283 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
286175.9 224995.2 26.43848 26.79981 26.57318 2.579226
b. Hasil Uji Multikolinearitas YKAP M PYD PUB TG DK DP1 DP2 DP3 YKAP 1.000000 0.316982 0.071362 0.618437 -0.313816 0.366676 0.139080 -0.056878 0.043248 M 0.316982 1.000000 0.581969 0.362356 0.119714 0.230325 -0.050528 -0.006412 0.116541 PYD 0.071362 0.581969 1.000000 0.191422 0.208494 -0.008886 -0.162103 0.019543 0.081967 PUB 0.618437 0.362356 0.191422 1.000000 0.322709 -0.135400 -0.140358 -0.132540 0.124402 TG -0.313816 0.119714 0.208494 0.322709 1.000000 -0.404773 -0.279934 0.014594 0.010202 DK 0.366676 0.230325 -0.008886 -0.135400 -0.404773 1.000000 0.120595 0.100452 -0.096088 DP1 0.139080 -0.050528 -0.162103 -0.140358 -0.279934 0.120595 1.000000 -0.192897 -0.134840 DP2 -0.056878 -0.006412 0.019543 -0.132540 0.014594 0.100452 -0.192897 1.000000 -0.032513 DP3 0.043248 0.116541 0.081967 0.124402 0.010202 -0.096088 -0.134840 -0.032513 1.000000
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared
14.08068 43.24501
Probability Probability
0.0000 0.0330