STUDI KOMPARASI HUKUM MODEL PENGATURAN ASAS-ASAS PENINJAUAN KEMB ALI PUTUSAN MENURUT KUHA P DENGAN ARTICLE 203 dan 20 4 CRIMINAL PROCEDURE LAW OF THE PEOPLE’S REPUBLIC OF CHINA NO. 64
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengk api Se bagian Pe rsyaratan guna Me mpe roleh De rajat Sarjana SI dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Unive rsitas Sebelas Maret Surak arta Ole h: Atrya Yusnidhar NIM. E 000 6088
FAKULTAS HU KUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 201 0
PERSETUJUAN PEMB IMB ING Pe nulisan Hukum (Skripsi) STUDI KOMPARASI HUKUM MODEL PENGATURAN ASAS-ASAS PENINJAUAN KEMB ALI PUTUSAN MENURUT KUHA P DENGAN
i
ARTICLE 203 dan 204 CRIMINA L PROCEDUR E LAW OF THE PEOPLE’S REPUBLIC OF CHINA NO. 64
Ole h Atrya Yusnidhar NIM. E0 0060 88 Dise tujui untuk dipe rtahankan di hadapan De wan Pe nguji Penulisan Huk um (Skripsi) Fakultas Huk um Unive rsitas Se be las Maret Surakarta Surak arta, Dosen Pembimbing I
J uni 2010 Dosen Pembimbing II
Edy He rdyanto, S.H.,M. H NIP. 195 70629 198503 1 002
Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H NIP. 19 8210082005011001
ii
PENGESAHAN PENGUJ I Pe nulisan Hukum (Skripsi) STUDI KOMPARASI HUKUM MODEL PENGATURAN ASAS-ASAS PENINJAUAN KEMB ALI PUTUSAN MENURUT KUHA P DENGAN ARTICLE 203 dan 20 4 CRIMINAL PROCEDURE LAW OF THE PEOPLE’S REPUBLIC OF CHINA NO. 64 Ole h Atrya Yusnidhar NIM. E0 0060 88 Te lah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Huk um Unive rsitas Se be las Maret Surakarta P ada: Hari : Selasa Tanggal : 29 Juni 2010 DEWAN PENGUJI 1. Kristiyadi.,S.H. ,M.Hum :………………………………………… Nip 195812251986011001 KETUA 2. Bambang Santoso.,S.H.,M.Hum Nip 196202091989031001 SEKRETARIS
:…………………………………………
3. Edy Herdyanto.,S.H.,M.H Nip 195706291985031002 ANGGOTA
:…………………………………………
Mengetahui Dekan,
Mohammad Jamin, S.H, M.Hum NIP. 19610930 198601 001
iii PERNYATAAN
Nama
: Atrya Yusnidhar
iii
NIM
: E0006088
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: STUDI KOMPARASI HUKUM MODEL PENGATURAN ASAS-ASAS PENINJ AUA N KEMBALI PUTUSAN MENURUT KUHAP DENGAN ARTICLE 203 dan 204 CRIMINAL PROCEDURE LAW OF THE PEOPLE’S REPUBLIC OF CHINA NO. 64 adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya
tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan penulisan hukum (Skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi ini.
Surakarta,
Juni 2010
Yang membuat pernyataan
Atrya Yusnidhar NIM. E0006088 ABSTRAK Atrya Yusnidhar, E 0006088. 2010. STUDI KOMPARASI HUKUM MODEL PENGATURAN ASAS-ASAS PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN MENUR UT KUHAP DENGAN ARTICLE 203 dan 20 4 CRIMINAL PROCEDURE LAW OF THE PEOPLE’S REPUBLIC OF CHINA NO. 64. Fakultas Huk um Universitas Se be las Mare t. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai persamaan dan perbedaan peninjauan kembali putusan perkara pidana menurut Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP ) dengan Article 203 dan 204 Crimina l iv
Procedure Law Of The People’s Republic of Chin a no. 64 serta kelebihan dan kelemahan peninjauan kembali putusan perkara pidana menurut KUHAP dengan Article 203 dan 204 Crimina l Pro cedure Law Of The People’s Republic of Ch ina no. 64 Penelitian ini merupakan penelitian normatif besifat preskriptif, untuk menemukan tidaknya persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kelemahan peninjauan kembali menurut KUHAP diperbandingkan dengan Crimina l Procedure Law Of The People’s Republic Of China No. 64. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan cyber media. Teknik Pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Analisis data yang dilaksanakan menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan kemudian memperbandingkan serta menghubungkan dengan teori yang berhubungan dengan masalah dan menarik kesimpulan untuk menentukan hasil. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, Persamaannya kesatu bahwa praperadilan dan supervisi memiliki kesamaan dalam hal putusan yang diajukan, pihak yang mengajukan, alasan pengajuan serta asas pengajuan peninjauan kembali tidak menangguhkan pelaksanaan putusan. Perbedaannya kesatu dalam supervisi terdapat satu alasan mengenai hakim yang membengkokkan hukum. Kedua, tempat pengajuan supervisi. Ketiga, sistem hukum civil law berkarakteristik Cina. Keempat, putusan peninjauan kembali harus berkekuatan hukum tetap kecuali putusan bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum. Kelima, supervisi jangka waktu nya ditetapkan. Kelebihan peninjauan kembali adalah memberikan perlindungan terhadap terdakwa. Kelemahan peninjauan kembali tidak ada pengaturan yang jelas mengenai kewenangan jaksa mengajukan peninjauan kembali dan penumpukan perkara di Mahkamah Agung. Kelebihan supervisi dilakukan lebih cepat, efisien dan tidak erjadi penumpukan perkara di satu tingkat lembaga peradilan.. Kelemahan supervisi kurangnya perlindungan terhadap terdakwa dikarenakan Procurato rates diberi hak untuk mengajukan supervisi. Kata kunci : P erbandingan hukum, peninjauan kembali, trial supervision
ABSTRACT Atrya Yusnidhar, E 00 06 088. 201 0. A COMPARATIVE STUDY O F THE DECISION JUDICIAL REVIEW PRINCIPLE REGULATION LEGAL MODEL ACCORDING TO PENAL CODE AND ARTICLES 203 AND 2 04 OF CRIMINAL PROCEDURE LAW OF THE PEOPLE’S REPUBLIC OF CHINA NO.6 4. Law Faculty o f Se be las Maret Unive rsity. This research aims to find out the similarity and difference of criminal case decision judicial review according to Penal Code and the articles 203 and 204 of Criminal Procedure Law of The People’s Republic of China No.64 as well as
v
the strength and weakness of criminal case decision judicial review according to Penal Code and the articles 203 and 204 of Criminal P rocedure Law of The People’s Republic of China No.64. This study belongs to a normative research that is prescriptive in nature, to find whether there is or not the similarity and difference as well as the strength and weakness of criminal case decision judicial review according to P enal Code compared with the Criminal Procedure Law of The People’s Republic of China No.64. The type of data employed was secondary data. The secondary data included primary, secondary law materials and cyber media. Technique of collecting data employed was literary study. Technique of analyzing data used was qualitative data analysis by collecting data, qualifying and then comparing as well as connecting the theory relevant to the problem and drawing conclusion to determine the result. Considering the result of research and discussion, it can be concluded: The similarities include: the judicial review and supervision has similarity in the term of decision proposed, the party filing, the rationale of filing as well as the principle of judicial review does not delay the decision implementation. The differences include: in the supervision there is one reason for judge to bend the law, the supervision filing place, china characteristics law civil law, the decision of judicial review should have fixed law power unless the decision is free or independent of all law prosecution, supervision time is defined and may present Procuratorates . The strength of judicial review is that it gives protection to the accused. The weakness of judicial review is that there is no clear regulation about the public prosecutor’s authority to propose judicial review and the case accumulation occurring in the Supreme Court. The strength of supervision is that it is done more quickly, efficient, and there is no case accumulation in one level of justice institution. The weakness of supervision includes the lack of protection for the accused because Procuratorates is given the right to propose supervision. Keywords: Law comparison, judicial review, trial supervision. MOTTO
Se sungguhnya sesudah k esulitan ada k emudahan ( Q.S Al Insyirah: 6)
Awalnya, cita-cita be sar itu dipandang tidak mungkin te rjadi (impossible), lalu mungkin (probable), dan ke mudian seringk ali te rjadi
vi
(Christope r Re eve)
Ubahlah ke sedihan jadi k ebahagiaan, ubahlah kelemahan jadi kekuatan, wujudkan mimpimu k arena mimpi hari ini adalah k eberhasilan e sok
Jangan kau le pask an apa yang sudah ada De mi sesuatu hal yang be lum pasti, hidup hanya sek ali namun sangat berarti
PERSEMBAHAN
vii
Penulisan
hukum
ini
SWT
yang
penulis
persembahkan
telah
memberikanku
kepada: v Alloh
kesempatan menjadi pelaku hidup di dunia dan semoga selamat di akhirat. v Bapak dan Ibu belahan jiwa yang selalu memberi kasih sayang, support dan ramburambu hidup terhadap apa yang telah aku lakukan. Semoga aku bisa mencapai yang dicitakan v My little family, kakaku Mas Ramang dan Mbak
Wee
atas
kasih
sayang
dan
bantuannya, serta My Niece kedua bidadari kecil Una ma Atta kalian adalah penerus keluarga
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis persembahkan kepada Allah SWT., karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya
yang
telah
menyertai
P enulis,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penyusunan penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “ STUDI KOMPARASI
HUKUM
MODEL
PENGATURAN
ASAS-ASAS
PENINJ AUA N KEMBALI PUTUSAN MENURUT KUHAP DENGAN ARTICLE 203 dan 204 CRIMINAL PROCED URE LAW OF THE PEOPLE’S REPUBLIC OF CHINA NO. 64“.
viii
Penulisan Hukum ini merupakan rangkaian persyaratan dan tugas yang harus dipenuhi guna mencapai gelar Sarjana Strata-1 pada Ilmu hukum khususnya Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan terselesaikannya P enulisan Hukum ini, P enulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyelesaian Penulisan Hukum ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasihyang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Dr. dr. M. Syamsulhadi, Sp, Kj, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta . 3. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara sekaligus arahan
pembimbing dan
yang
pengetahuan
telah sehingga
memberikan
bimbingan,
mempermudah
masukan,
penulis
untuk
menyelesa ikan penulisan hukum ini serta memberi semangat penulis. 4. Bapak Bambang Santosa, S.H., M.Hum selaku Dosen Acara Pidana sekaligus pemberi judul skripsi ini dan
membimbing
penulis
serta
memberikan arahan dan pemberian bahan dalam pengerjaan skripsi ini. 5. Bapak Kristiyadi, SH.M.Hum, selaku Dosen Acara Pidana yang telah berbagi ilmu. 6. Ibu Diana Tantri, S.H, M. Hum. selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing, memberi saran dan arahan selama penulis kuliah di Fakultas Hukum UNS. 7. Pengelola P enulisan Hukum (P PH), bapak dan juga ibu dosen Bp Lego Karjoko, Ibu Subekti, Ibu Djuwita Astuti serta Mas Wawan yang telah membantu
dalam
mengurus
prosedur-prosedur
skripsi
mulai
dari
pengajuan judul, pelaksanaan seminar proposal sampai pendaftaran ujian skripsi. 8. Bapak Bambang Santosa, S.H, M.Hum dan Bapak Mohammad Rustamaji, S.H, M.H selaku dosen dan pembimbing MCC, Orang Tua dan Keluarga
ix
di kampus yang telah memberi banyak ilmu bagi penulis, membimbing penulis
untuk
belajar
membuat
berkas-berkas
persidangan.
Sebuah
pengalaman dan pengetahuan yang sangat berharga dan berguna bagi penulis. 9. Kedua orang tua penulis, Bapak (terima kasih atas semua kesabaran dan kebaikan hati untuk selalu mendukung anakmu tercinta ini), Ibu ( engkaulah ibu sekaligus teman terbaik dalam hidupku), dan Mas Ramang (engkau satu-satunya kakakku yang aku punya, little family ada di tangan kita), kakak iparku Mb Wee (belajar untuk saling memberi,menerima dan saling menghormati serta saling mengingatkan, itulah persaudaraan kita), My Niece kedua bidadari kecil Una ma Atta (kalian adalah penerus keluarga sayangilah sesama dan kita adalah keluarga, tante sayang kalian). 10. My Lovely, thanks for loving, caring, and praying me. 11. Sahabatku Ikul, Mas Topik, Teteh Heni, Mb Yuni dan Mas Ryan, Uli, Mb Ajeng atas persahabatan dan ketulusan kasih kepada P enulis. 12. Karib terbaikku Nia Novianty
and Inyun Ma’rifah thanks atas bantuan
selama ini untuk penulis. Bwt Nia thx telah menemaniku slama 7 (tujuh) tahun ini dan Terutama di detik terakhir kuliah dengan diujung tongkat. 13. Temen-temenku di Mootcourt Community (MCC) angkatan 2006 Dcy yang telah memperkenalkan aku dengan MCC dan permainan hidup, Nonie ma Anis yang selalu sibuk enjoy dengan kalian dan kalian adalah keluarga serta saudara baru bagiku,
Ratna terima kasih telah saling
membantu mencairkan dana beasiswa bsamaku, Rere adik kecil yang manis yang selalu care dan membantuku, Sasong&Qomar kalian adalah saudara baru bagiku, eki ma nanang butuh kesabaran untuk ngobrol dengan kalian, mb mega, ari ma yurista, kalianlah yg memperkenalkan aku dengan arti memilah dan memilih untuk hidup, Jojo partner baruku didetik penerbangan terakhir. 14. .Keluarga Besar MCC semua baik event UNPAD, ALSA, UND IP maupun PERS terima kasih telah berbagi petualangan bersama.
x
15. Keluarga Baru MCC semoga kalian bisa jadi penerus MCC yang solid dan membanggakan, amin. 16. Keluarga Besar sesepuh MCC 2004, sekelompok manusia yang dengan bangga selalu menyebut identitas dengan nama Panitia Delapan, bang Fadli, mbak Dhaning, mbak Very Bos Genk, mas Juned, mas Oday, mas Eka, mbak Nita, mbak Dilla, terima kasih untuk pelajaran berharganya, petualangannya, semoga sesukses dan seberuntung kalian. 17. Lestari Budi Utami (oets), Dani imut, Teni, Eliz, Wisnu, Citra, AShinta, Arki, Bellinda, Dwi, Ibnu, Ari, Vera, Mas Ganjar, Andri, Agung Juragan Hiks, Jati, Adi, thanks buat kebersamaannya dan kenangannya selama kuliah dan ujian. 18. temen-temen Magang di P N KLATEN Cha-cha, Gita, Nia, Farid, Mega, Adi terima kasih atas segala bantuan dan perhatiannya sehingga kita bisa menyelesaikan semua misi tepat pada waktunya bersama-sama dan juga kenangan-kenangan manis yang indah bersama xan serta tak lupa pisang goreng panas pak Slamet... 19. Anak-anak 2006, terima kasih bisa menjadi bagian dari kalian selama hampir 4 tahun yang dahsyat ini. 20. Keluarga baruku di solo yang selalu menemaniku dan saling membantu Erva Ndezzmoo, Jane, Shinto, Lele, Ervi, Tika, Devita, Rika, Nia Pertanian, Tike, Siwi, Ayu, Mia, Mb Wida, Mb Nophie, Mb Mawar, Mb Ida,
Mb Mila, Mb Fitri,
Mb Alif dan Mb Aldiana semoga walaupun
besok kita berjauhan tapi perasaan saudara ini masih terbawa dimanapun kita berada 21. Semua pihak yang tidak bisa P enulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu baik moril maupun material dalam Penulisan Hukum ini. Mengingat keterbatasan kemampuan diri penulis, penulis sadar bahwa P enulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh sempurna. Oleh karena itu adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.
xi
Akhir kata penulis berharap semoga P enulisan Hukum (Skripsi) ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama untuk perkembangan Hukum acara pidana, kalangan akademisi, praktisi dan masyarakat umum.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................
iv
ABSTRAK ..............................................................................................
v
HALAMAN MOTTO .............................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................................
vii
KATA PENGANTAR.............................................................................
viii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. P erumusan Masalah ...............................................................
6
xii
C. Tujuan P enelitian ...................................................................
6
D. Manfaat Penelitian .................................................................
7
E. Metode P enelitian .................................................................
8
F.
Sistematika Penulisan Hukum ..............................................
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................
16
A. Kerangka Teori .....................................................................
16
1. Tinjauan Umum Tentang Perbandingan Hukum ...........
16
a) Istilah dan Definisi Perbandingan Hukum .................
16
b) Karakteristik Sistem Common Law dan Civil Law .....
18
2. Tinjauan Umum Tentang Praperadilan ...........................
25
a) P engertian Praperadilan ................................................. 25 3. Tinjauan Umum Tentang Prelimina ry Hearings ...........
31
a) P engertian Prelimina ry Hearings ...............................
31
B. Kerangka P emikiran ..............................................................
32
BAB III HA SIL PENELITIAN DAN P EMBAHASAN ........................
35
A. P ersamaan dan P erbedaan Sistem Praperadilan Sebagai P encerminan Asas Pengawasan Horizontal Menurut KUHAP Dengan Sistem Preliminary Hearing s Menurut USA’s Criminal Procedure Code ......................................................................
35
1. Pengaturan Sistem P raperadilan Dalam KUHAP ………
35
a. Latar Belakang Sistem P raperadilan …………………
35
b. Tujuan Sistem Praperadilan ………………………….
38
c. Pengertian P raperadilan ……………………………...
40
d. Wewenang Praperadilan …………………………….
41
e. Proses Pemeriksaan Praperadilan …………………...
42
f. Gugurnya Pemeriksaan P raperadilan ……………….
47
2. Pengaturan Sistem Preliminary Hearing s menurut USA’s Crimina l Pro cedure Code................................................. a. Latar Belakang Sistem Preliminary Hearing s
xiii
48
menurut USA’s Criminal Procedure Code …………… 48 b. Tujuan Sistem Prelimina ry Hearings menurut US A’s Crimina l Pro cedure Cod e ……………………
52
c. Pengertian Sistem Preliminary Hearing s menurut USA’s Criminal Procedure Cod e ……………………………
54
d. Proses Sistem Preliminary Hearings menurut USA’s Criminal Procedure Cod e ……………………………
57
3. Persamaan dan Perbedaan ………………………………
63
4. Pembahasan ……………………………………………..
66
B. Kelebihan dan Kelemahan Sistem Praperadilan Sebagai P encerminan Asas Pengawasan Horizontal menurut KUHAP dengan Sistem Prelimina ry Hearings ……………… 70 1. Pengaturan Sistem P raperadilan menurut KUHAP ……
70
a. Kelebihan Sistem Praperadilan ……………………..
70
b. Kelemahan sistem P raperadilan ……………………
71
2. Pengaturan Sistem Preliminary Hearing s menurut US A’s Crimina l Procedure Cod e ………………………..
73
a. Kelebihan Preliminary Hearing s …………………….
73
b. Kelemahan Preliminary Hearings ………………...
75
BAB IV PENUTUP ...........................................................................
77
A. Simpulan ............................................................................
77
B. Saran .................................................................................
78
xiv
1
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Be lakang Masalah
Kitab Undang-undang Hukum Acara P idana
(
KUHAP)
dalam
kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materil maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP ) telah memiliki rumusan sistem pembuktian tersendiri. Adapun rumusan sistem pembuktian tersebut tentunya untuk mendukung tujuan dari hukum acara pidana, yaitu untuk mencari dan memperoleh kebenaran materiil. Dengan tercapainya kebenaran materiil maka akan tercapai pula tujuan akhir hukum acara pidana, yaitu untuk mencapai suatu ketertiban, ketentraman, keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat. Kitab undang-undang hukum acara
pidana (KUH AP) di dalamnya juga
telah mengatur mengenai adanya upaya hukum. Dimana upaya hukum dibagi menjadi dua yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luara biasa. Upaya hukum biasa meliputi banding dan kasasi sementara upaya hukum luara biasa meliputi kasasi demi kepentingan hukum dan Peninjauan Kembali. Sebelum KUHAP berlaku belum ada undang-undang yang mengatur ketetuan mengenai peninjauan kembali. Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman pada P asal 21 menyebut adanya kemungkinan melaksanakan peninjauan kembali namun pelaksanaan sesuai Undang-undang. Tanggal 19 Juli 1969 dikeluarkan P eraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 1 tahun 1969 yang mengatur mengenai kemungkinan mengajukan Peninjauan
Kembali,
namun
dengan Surat
Edaran Mahkamah Agung
Republik Indonesia nomor 18 Tahun 1969 tertanggal 23 Oktober 1969, menunda keberlakuan PERMA tersebut, dengan alasan masih membutuhkan pengaturan lebih lanjut mengenai permasalahan biaya perkara. Kemudian keluar P ERMA No. 1 Tahun 1971 tanggal 30 November 1971 PERMA dan SEMA tersebut dicabut. Dan ini menentukan bahwa permohonan P K perkara
2
perdata dapat diajukan ke requ est civiel dan belum ada pengaturan bagi pengajuan kasus pidana. Pada
tanggal 19 November
1980 Mahkamah Agung mengeluarkan
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1980 untuk menampung masalah yang timbul karena adanya P ermohonan Peninjauan Kembali baik bagi perkara perdata maupun perkara pidana. Mengenai perkara pidana diatur dalam P asal 9 yang menyatakan bahwa Mahkamah Agung dapat melakukan Peninjauan Kembali terhadap suatu perkara pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yang mengandung pemidanaan, dengan alasan : 1. apabila
ada
putusan-putusan
yang berlainan
terdapat
keadaan-
keadaan yang dinyatakan terbukti, tetapi satu sama lain bertentangan. 2. apabila terdapat suatu keadaan sehingga menimbulkan persangkaan yang kuat bahwa apabila keadaan itu diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, putusan yang akan
dijatuhkan akan mengandung
pembebasan terpidana dari tuduhan, pelepasan dari tuntutan hukum atas dasar bahwa perbuatan yang akan dijatuhkan itu tidak dapat dipidana,
pernnyataan
tidak
diterimanya
tuntutan
jaksa
untuk
menyerahkan perkara ke persidangan pengadilan atau penerapan ketentuan-ketentuan pidana lain yang lebih ringan. Kini P K dalam perkara pidana telah mendapat pengaturannya dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan P K. Peninjauan Kembali sebagai upaya hukum luar biasa dalam KUHAP diatur dalam Pasal 263-269 KUH AP. Ketentuan P asal 263 KUHAP menetapkan syarat-syarat yang memungkinkan pengajuan P K ke Mahkamah Agung, Sedangkan pihak yang dapat mengajukan PK sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan P asal 263 ayat 1 menyatakan bahwa pihak yang mengajukan peninjauan kembali adalah pihak terpidana
atau ahli warisnya. Adapun
alasan-alasan untuk dapat mengajukan peninjauan kembali adalah sebagai berikut (Pasal 263 ayat (2) KUH APidana): 1. Apabila ada "keadaan baru" atau
3
novum; 2. Apabila dalam berbagai putusan terdapat saling pertentangan; 3. Apabila terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan. Masalah Peninjauan kembali (PK) adalah suatu upaya hukum yang dipakai untuk memperoleh penarikan kembali atau perubahan terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sebelum berlakunya UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP ), dalam sistem tata cara peradilan di Indonesia, suatu kasus yang berakhir dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, guna kepastian hukum maka tidak dapat dibuka kembali. Kekecualian dimungkinkan apabila terjadi ketidakadilan. Mempertahankan suatu putusan yang tidak adil bukan merupakan syarat bagi hukum dan juga tidak merupakan tuntutan kepastian hukum. Suatu upaya atau sarana untuk memperbaiki kekhilafan harus dimungkinkan, tetapi harus disertai dengan syarat-syarat yang ketat, bukan sebaliknya. Untuk menempatkan putusan tetap yang tidak adil itu kembali pada posisinya yang benar, yaitu memberikan kebenaran, maka perlu ada upaya hukum luar biasa, sarana luar biasa itu adalah peninjauan kembali (P K). (http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/pk_pollycarpus.pdf> {24 februari 2010 09.38 WIB}) Dengan munculnya kasus Sengon dan Karta yang menghebohkan, dapat menjadikan titik tolak yang luar biasa bagi kemajuan hukum saat itu. Kasus perkara yang dihebohkan tersebut diselesaikan melalui upaya peninjauan Kembali. Semual keduanya dipidana oleh Pengadilan Negeri Bekasi masingmasing 12 tahun dan 7 tahun dengan dakwaan pembunuhan. Dilanjutkan dan diperkuat dengan P utusan Pengadilan Tinggi Bandung (P utusan No. Reg. 38/1978/Pid/P TB) yang tetap menjatuhkan pidana terhadap keduanya dengan masa hukuman yang sama dengan P utusan Pengadilan Negeri Bekasi. Yang kemudian Gunel bin Kuru, Siih bin Siin dan Warnita bin Jaam dipidana oleh Pengadilan Negeri Bekasi dengan perbuatan yang sama dengan Putusan tanggal 15 Oktober 1980 No. 6/1980/pid/PN BKS, kemudian oleh Mahkamah Agung Sengkon dan Karta dibebaskan pada tanggal 24 Januari 1981. karena yang telah melakukan tindak pidana tersebut adalah bukan Sengkon dan Karta melainkan Gunel, Siih dan Warnita. PK merupakan upaya hukum luar biasa. Ia merupakan terobosan keadilan hukum materiil dari pihak terpidana atau ahli warisnya yang mengalami
4
ketidakadilan akibat kekeliruan dalam penerapan hukum. Putusan kasasi yang semestinya sudah berkekuatan hukum tetap (ink racht van gewisde), bisa diterobos
atas
nama
keadilan.
(http://jurnalnasional.com/show/kolom?berita=97725&page=47&pagecomme nt=1&rmt=false&rubrik=Sikap>{24 Februari 2010 pukul 07.09 WIB}) Perbincangan mengenai P eninjauan Kembali mulai mencuat kembali di tanah air sebenarnya mulai mencuat sejak adanya pengajuan Peninjauan Kembali oleh Kasus Muchtar P akpahan adalah kasus pertama di Tanah Air dengan jaksa yang mengajukan upaya hukum P K kepada MA. Dalam kasus ini, Muchtar Pakpahan, Ketua Umum DPP Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), yang pada 1995 oleh majelis hakim pada tingkat kasasi telah dibebaskan dari tuntutan jaksa, dibatalkan putusan kasasinya pada 1996 oleh majelis hakim PK Mahkamah Agung berdasarkan upaya hukum P K yang diajukan
jaksa.
(http://www.mediaindonesia.com/read/2009/08/20/91317/68/11/PeninjauanKembali-PK-Keadilan-untuk-S iapa>{24 februari 2010 pukul 07.34 WIB}) Selain itu kasus-kasus peninjauan kembali yang di Indonesia juga semakin banyak yaitu mengenai Kasus Budihari Priyanto, kasus Gandhi Memorial School, Kasus dr. Lenus Woworuntu dan terakhir adalah kasus Tjoko Chandra, dan masih banyak lagi kasus P eninjauan Kembali yang lain, baik yang telah mendapat Putusan maupun yang belum mendapat putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Sementara itu negara China adalah salah satu negara Komunis yang masih bertahan, walaupun dalam kehidupan ekonominya telah membuka diri kepada public namun dalam hal-hal tertentu masih mengambil jalur-jalur kapitalisme demi memenuhi kebutuhannya.
Negara
China
juga memiliki peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai sistem peradilan di negaranya, khusus untuk sistem peradilan di Negara China yang mengatur mengenai sistem beracara sutau perkara di Pengadilan di atur di dalam Crimina l Procedure Law Of The People’s Republic Of China no. 64. Diadopsi pada Sesi Kedua Kelima Kongres Rakyat Nasional pada 1 Juli 1979, diresmikan
5
oleh Orde No.6 Ketua Komite Tetap dari Kongres Rakyat Nasional pada 7 Juli 1979 dan berlaku 1 Januari 1980. Kemudian dilakukan amandemen sesuai dengan Keputusan untuk Merevisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana dari People's Republic of China yang diadopsi pada Sidang Forth Kedelapan Kongres Rakyat Nasional pada 17 Maret 1996. China adalah suatu negara yang sangat besar dengan jumlah penduduk lebih dari 1 miliar dan luas wilayahnya nomor 2 (dua) di dunia. KUHAP China inipun juga tergolong baru, ia diciptakan tahun 1979 dan berlaku pada tahun1980. begitupun KUH P
di China masih sangat berciri komunisme,
dengan tiadanya ketentuan mengenai asas legalitas, juga tidak ada ketentuan mengenai perubahan perundang-undangan yang pada umumnya ditentukan oleh negara-negara lain. Ditegaskan dalam Pasal 2 bahwa pidana di China dipergunakan sebagai alat perjuangan untuk menghadapi perbuatan yang kontra
revolusioner,
untuk mempertahankan sikap kediktatoran proletariat
untuk melindungi harta benda sosialis dan seterusnya (Jur Andi Hamzah, 2009:37). Khusus berbicara mengenai Peninjauan Kembali, sistem hukum Negara China memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan dengan Negara Indonesia khususnya dalam hal pengaturan
peninjaun kembali seperti misalnya pihak-
pihak yang mengajukan, asas dan syarat pengajuan peninjauan kembali. Perlu diketahui dengan jelas bahwa dalam pengajuan peninjauan kembali di negara China seorang Jaksa atau Procuratorate diperbolehkan untuk mengajukan Peninjauan kembali berbeda dengan negara Indonesia yang hingga saat ini hal tersebut masih menjadi conflict law tersendiri. Dan satu-satunya negara di dunia ini yang memberikan pengaturan secara tegas dalam undang-undangnya memperbolehkan seorang Jaksa mengajukan Peninjauan Kembali hanya ada di Negara China.
Peninjauan Kembali Di Negara China disebut juga dengan
Trial Supervision di atur di dalam bab V pasal 203 dan 204 antara lain adalah sebagai berikut :
6
Article 203 : “A party or his legal representative or his near relative may present a petition to a People's Court or a P eople's Procuratorate regarding a legally effective judgment or order, however, execution of the judgment or order shall not be suspended.” Article 204 : “If a petition presented by a party or his legal representative or his near relative conforms to any of the following conditions, the People's Court shall retry the case: (1) There is new evidence to prove that the confirmation of the facts in the original judgment or order is definitely wrong; (2) The evidence upon which the condemnation was made and punishment meted out is unreliable and insufficient, or the major pieces of evidence for supporting the facts of the case contradict each other; (3) The application of law in making the original judgment or order is definitely incorrect; or (4) The judges in trying the case committed acts of embezzlement, bribery, or malpractices for personal gain, or bended the law in making judgment.” Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian ini lebih lanjut akan membahas mengenai asas-asas Upaya Hukum P eninjauan Kembali yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP ) dan diperbandingkan dengan sistem peradilan pidana yang berlaku di Negara China terkait dengan Upaya Hukum P eninjauan Kembali menurut versi Crimina l Procedure Law Of The People’s Repub lic Of China no. 64 khususnya yang diatur di dalam pasal 203 dan 204. oleh karena itu penulis tertarik
untuk
KOMPARA SI
menyusun HUKUM
penulisan
hukum
MODEL
dengan
judul
PENGATURAN
: “STUDI ASAS-ASAS
PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN MENUR UT KUHAP DENGAN ARTICLE 20 3 dan 204 CRIMINAL PROCEDURE LAW OF THE PEOPLE’S REPUBLIC OF CHINA NO. 64”
7
B. PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangatlah penting, yaitu untuk menegaskan dan membatasi pokok masalah sehingga mempermudah penulis dalam mencapai sasaran. Perumusan masalah dalam suatu penelitian diperlukan untuk memfokuskan masalah agar dapat dipecahkan secara sistematis. Cara ini dapat memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pemahaman terhadap permasalahan serta mencapai tujuan yang dikehendaki . Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti merumuskan
permasalahan
untuk
dikaji
lebih
rinci.
Adapun
beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu : 1. Apakah persamaan dan perbedaan model pengaturan asas-asas peninjauan kembali perkara pidana menurut KUHAP dengan article 203 dan 204 Criminal Procedure Law Of The people’s Republic Of Ch ina No.64 ? 2. Apakah kelebihan dan kekurangan asas-asas peninjauan kembali perkara pidana menurut KUHAP dengan article 203 dan 204 Crimina l Procedure Law Of The people’s Repu blic Of China No.64 ?
C. TUJ UAN PENELITIAN Tujuan merupakan target yang ingin dicapai sebagai pemecahan atas permasalahan
yang
dihadapi (tujuan obektif)
maupun untuk memenuhi
kebutuhan perorangan (tujuan subyektif). Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Tujuan Obyektif : a. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan model pengaturan asas peninjauan kembali perkara pidana menurut Kitab Undang-undang
8
Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan Criminal Procedure Law Of The People’s Republic Of China No. 64. b. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan mengenai pengaturan asas-asas peninjauan kembali pada perkara pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP)
dengan
Crimina l Procedure Law Of The People’s Republic Of Ch ina No. 64 2. Tujuan subyektif : a. Untuk memperoleh data serta informasi yang penulis pergunakan dalam penyusunan skripsi sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata satu dalam Ilmu hukum pada Fakultas Hukum di Unversitas sebelas Maret Surakarta. b. Untuk memperdalam pengetahuan penulis mengenai hukum acara pidana, terkhusus dalam segi pengaturan asas peninjauan kembali perkara pidana. c. Sebagai cara untuk menerapkan serta mendalami teori dan ilmu pengetahuan
yang
telah
diperoleh selama
menempuh kuliah di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya, dan terkhusus dalam hukum acara pidana dalam kaitanya dengan asas peninjauan kembali terhadap putusan pidana, serta guna menambah literatur dan bahan-bahan informasi ilmiah. b. Memperkaya
referensi tentang kajian perbandingan hukum guna
mengetahui lebih dalam, sejauh mana suatu produk hukum dan atau penerapan suatu sistem hukum telah berjalan secara berhasil guna dan berdaya
guna bagi masyarakat dengan cara
membandingkannya
dengan produk hukum dan atau sistem hukum yang lainnya.
9
2. Manfaat Praktis a. Meningkatkan
wawasan
dalam
pengembangan
pengetahuan bagi
peneliti akan permasalahan yang diteliti, dan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti, dan berguna bagi para pihak yang berminat pada masalah yang sama. b. Memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti
E. METODE PENELITIAN Penelitian hukum adalah merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum , maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (P eter Mahmud Marzuki, 2005: 35 ). Ada dua syarat yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan adalah peneliti harus terlebih dulu memahami konsep dasar ilmunya dan metodologi penelitian disiplin ilmunya (Johnny Ibrahim, 2006:26). Dalam penelitian hukum, konsep ilmu hukum dan metodologi yang digunakan di dalam suatu penelitian memainkan peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dam aktualitasnya (Johnny Ibrahim, 2006: 28). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Pe ne litian Jenis penelitian dalam penyusunan
penulisan hukum ini adalah
penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. P enelitian hukum menurut Johny Ibrahim adalah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuwan hukum dari sisi
10
normatifnya (Johny Ibrahim, 2008: 57). Pendapat ini kemudian dipertegas oleh pendapat Sudikno Mertokusumo yang menyatakan bahwa disiplin ilmiah dan cara kerja ilmu hukum normatif adalah pada obyeknya, obyek tersebut adalah hukum yang terutama terdiri atas kumpulan peraturanperaturan hukum yang bercampur aduk merupakan chaos:tidak terbilang banyaknya
peraturan
perundang-undangan
yang
dikeluarkan
setiap
tahunnya. Dan ilmu hukum (normatif) tidak melihat hukum sebagai suatu chaos atau mass of rules tetapi melihatnya sebagai suatu structured whole of system (Johny Ibrahim, 2008: 57). P enulis
memilih jenis
penelitian hukum yang normatif, karena
menurut penulis sumber penelitian yang digunakan adalah bahan hukum sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Selain itu menurut Johny Ibrahim berkenaan dengan penelitian yang dilakukan penulis terhadap perbandingan asas-asas peninjauan kembali putusan menurut KUHAP dengan Crimina l Procedure Law Of The People’s Republic Of China No. 64 Article 203 dan 204 disandarkan pada analisis hukum positif yang berlaku di Indonesia dan di Republic Of China
sehingga dibutuhkan penalaran dari aspek hukum
normatif, yang merupakan ciri khas hukum normatif (Johny Ibrahim, 2006: 127). Jadi berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian hukum normatif yang dipilih oleh penulis sudah seuai dengan obyek kajian atau isu hukum yang diangkat. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum ini tentunya haruslah sejalan dengan sifat ilmu hukum preskriptif.
sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang Sebagai
ilmu
yang
bersifat
preskriptif
ilmu
hukum
mempelajari tujuan hukum, nilai keadilan, konsep-konsep dan norma hukum (P eter Mahmud Marzuki, 2005: 22). Penelitian ini oleh penulis akan memberikan preskriptif mengenai persamaan dan perbedaan Asas Peninjauan Kembali putusan menurut
11
KUHAP dengan article 203 and 204 Criminal Procedure Law Of The People’s Republic Of China No. 64 serta kelebihan dan kelemahan Asas Peninjauan Kembali putusan menurut KUH AP dengan article 203 an d 204 Criminal Procedure Law Of The People’s Republic Of Ch ina No. 64.
3. Pende katan Pe nulisan Menurut P eter Mahmud Marzuki pendekatan yang digunakan di dalam penelitian
ilmu
hukum
adalah
pendekatan
undang-undang
(statute
app roach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach ), pendekatan komaparatif (comparative approach), pendekatan konseptual (conceptual ap proa ch ) (P eter Mahmud Marzuki, 2005: 93). a. Pendekatan P erundang-undangan Dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani. Dan hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. Dengan pendekatan ini penulis perlu mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya undang-undang yang akan diteliti. Dengan mempelajari
hal
tersebut penulis
filosofis
undnag-undang
mampu
menyimpulkan
yang
mampu
menangkap kandungan
diteliti.
Dengan
demikian
penulis
mengenai ada
tidaknya
benturan filosofis
antara undang-undang dengna isu yang dihadapi. b. Pendekatan Kasus Dilakukan dengan telaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum yang tetap. Yang menjadi kajian pokok adalah ratio decidendi atau reason ing yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada putusan. Ratio decidendi atau reasoning merupakan referansi bagi
penyusunan
argumentasi
dalam
pemecahan
isu
hukum.
Pendekatan Kasus (case approach ) berbeda dengan studi kasus ( case study), dalam pendekatan kasus ( case ap proach ) beberapa kasus
12
ditelaah untuk referensi bagi suatu isu hukum sementara studi kasus (case study) merupakan suatu studi terhadap kasus tertentu dari berbagai aspek hukum.
c. Pendekatan Historis Dilakukan dengan menelaah latar elakang apa yang dipelajari dan perkembangan
pengaturan
mengenai
isu
yang
dihadapi.
Telaah
demikian diperlukan manakala peneliti memang ingin mengungkapkan filosofis
dan
pola
pikir
yang
melahirkan
sesuatu
yang sedang
dipelajari. Pendekatan ini diperlukan jika memang peneliti dianggap bahwa pengungkapan filosofis dan pola pikir ketika sesuatu yang dipelajari itu dilahirkan memang memiliki relevansi dengan masa kini. d. Pendekatan Komparatif Dilakukan dengan membandingkan undang-undang suatu negara dengan
undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal
yang sama. Dapat juga diperbandingkan selain undang-undang juga putusan pengadilan di beberapa negara dengan kasus yang sama. Kegunaan perbandingan ini adalah untuk memperoleh persamaan dan perbedaan
diantara keduanya. Hal ini untuk menjawab isu anatara
ketentuan undang-undang dengan filosfis yang melahirkan undangundang tersebut.dengan melakukan perbandingan peneliti memperoleh gambaran mengenai konsistensi anatar filosofi dan undang-undang diantara negara-negara tersebut. Hal yang sama juga dapat dilakukan dengan
memnbandingkan
putusan
pengadilan
antara
suatu
negra
dengan negara lain untuk kasus yang serupa. e. Pendekatan Konseptual Pendekatan ini Beranjak daripandangan-pandangan dan doktrindoktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan dan doktrin ilmu hukum peneliti menemukan ide yang melahirkan pengertian hukum, konsep hukum, dan asas hukum yang
13
relevan dengan isu yang diihadapi. Pemahaman akan pandanganpandangan dan
doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi
peneliti
membangun
dalam
suatu
argumentasi
hukum
dalam
memecahkan isu yang dihadapi. Dari kelima pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan dengan penelitian hukum ini adalah pendekatan undang-undang, dan pendekatan perbandingan. P endekatan Undang-Undang untuk mengkaji persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kelemahan sistem hukum yang dianut oleh Indonesia dan China. Sedangkan pendekatan perbandingan digunakan untuk
mengetahui
penerapan
hukum
acara
memperbandingkan
kegunaan
sistem
hukum
kedua
negara,
dengan
masing-masing
dalam
mengatur mengenai peninjauan kembali perkara pidana.
4. Bahan Hukum Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder.
Dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter Mahmud
Marzuki, mengatakan bahwa pada
dasarnya penelitian hukum tidak
mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum dalam hal ini bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. a. Bahan Hukum P rimer Yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempaunyai otoritas , yang terdiri dari; 1)
UUD 1945 amandemen ke IV.
2)
UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
3)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
4)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
5)
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1980
14
6)
Criminal Procedure Law Of The P eople’s Republic Of China No. 64
b. Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen
2005:141).
Bahan
hukum
resmi
(P eter
sekunder
Mahmud
sebagai
pendukung
Marzuki, dalam
penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.
5. Pros edur Pengumpulan Bahan Hukum Prosedur
pengumpulan
bahan
hukum
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi maupun literature-literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan data sekunder. Dari data tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai data penunjang di dalam penelitian ini. Pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari suatu
permasalahan
yang
bersifat
umum
terhadap
permasalahan konkret yang dihadapi (Johnny Ibrahim, 2006: 393). 6. Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum Bahan-bahan hukum yang telah terkumpul selanjutnya dianalisa dengna metode silogisme dan interpretasi. Dalam hal ini analisa dilakukan dengan
menyusun
argumentasi berdasar
pendekatan
penelitian guna
mendapatkan jawaban atas rumusan masalah yang telah ditentukan. Pengolahan dan analisis data pada dasarnya tergantung pada jenis datanya, untuk penelitian normatif misalnya yang hanya menggunakan bahan hukum sekunder, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa terpisah dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum. P enafsiran memiliki karakter hermeutik yang diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti (Amiruddin, H Zainal Asikin. 2006: 163).
15
F. Siste matika Penulisan Hukum Untuk sistematika
memberikan
gambaran
penulisan hukum
serta
secara
menyeluruh
mengenai
untuk mempermudah pemahaman
mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis menyajikan sistematika
penulisan hukum ini menjadi 4 (empat) Bab. Adapun
sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUA N Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode
penelitian
yang
digunakan
dalam
penyusunan penulisan hukum ini. BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis menguraikan mengenai toeri yang menjadi landasan atau memberikan penjelasan secara teoritik berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan penulisan hukum ini. Kerangka teori tersebut meliputi tinjauan tentang peristilahan atau definisi perbandingan hukum, tinjauan tentang civil
law
sistem
tinjauan
tentang
peninjauan
kembali, dan tinjauan tentang Crimina l Procedure Law Of The People’s Repub lic Of China . BAB III
: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada
bab
ini
penulis
menguraikan
mengenai
pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses meneliti. diteliti,
Berdasarkan terdapat
hal
rumusan pokok
masalah
yang
permasalahan
yang
16
dibahas dalam bab ini yaitu mengenai persamaan dan
perbedaan
pengaturan
asas-asas
peninjauan
kembali perkara pidana menurut KUHAP dengan Criminal Procedure Law Of The People’s Republic Of China No. 64 Article 203 dan 204 beserta kelebihan dan kekurangan kedua sistem hukum tersebut. BAB IV
: PENUTUP Pada
bab
ini
penulis
menguraikan
mengenai
kesimpulan yang dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saransaran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
17
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ke rangk a Te oritis
1.
Tinjauan tentang Teori Perbandingan Hukum Istilah perbandingan hukum dalam bahasa asing, diterjemahkan sebagai comparative law (bahasa inggris), droit compa re (bahasa Prancis) dan vergleihende rechtstlehre (bahasa Belanda).
Dalam
pendidikan di Amerika Serikat, istilah ini sering diterjemahkan lain, yaitu sebagai conflict law atau dialih bahasakan menjadi hukum perselisihan, yangartinya menjadi lain bagi pendidikan hukum di Indonesia (Romli Atmasasmita, 2000: 6). . Istilah yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini, adalah perbandingan hukum yang mengarah dan berfokus pada hukum pidana. Istilah ini sudah memasyarakat di kalangan teoritikus hukum di Indonesia, dan tampaknya sudah sejalan dengan istilah yang telah dipergunakan untuk hal yang sama baik dibidang perdata, hukum tata negara maupun administrasi negara. Untuk
memperoleh
bahan
yang
lebih
lengkap
maka
perlu
dikemukakan definisi perbandingan hukum dari beberapa pakar yang terkenal, yang diambil dari buku Romli Atmasasmita yang antara lain adalah: a. Winterton P erbandingan perbandingan
hukum
sistem
hukum
adalah dan
suatu
metoda
perbandingan
yaitu tersebut
menghasilkan data sistem hukum yang dibandingkan b. Rudolf B. Schlesinger Perbandingan hukum merupakan metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu.
Perbandingan hukum adalah bukanlah
18
perangkat peraturan dan asas-asas hukum dan bukan suatu cabang hukum, melainkan merupakan teknik untuk menghadapi unsur hukum asing dari suatu masalah hukum. c. Lemaire P erbandingan hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan (yang juga mempergunakan metoda perbandingan) mempunyai lingkup: (isi dari)
kaidah-kaidah hukum, persamaan dan perbedaannya,
sebab-sebabnya dan dasar-dasar kemasyarakatannya. d. Ole Lando P erbandingan hukum mencakup : ”ana lysis and comparison of the laws”. P endapat tersebut sudah menunjukkan kecenderungan untuk mengakui perbandingan sebagai cabang ilmu hukum. e. Orucu Mengemukakan suatu definisi perbandingan hokum sebagai berikut :comparative law is lega l d iscipline aiming at ascertaining similarities and differences and finding out relation ship between variou s legal systems, their essence and style, looking at comparable legal institutions and concepts an d typing to determine solutions to certain p roblems in these systems with a definite goa l in mind, such as la w refo rm, unification etc. ( Perbandingan hukum merupakan suatu disiplin ilmu hukum yang bertujuan menemukan persamaan dan perbedaan serta menemukan pula hubunganhubungan erat perbandingan
antara
berbagai sistem-sistem hukum, melihat
lembaga-lembaga
hukum
konsep-konsep
serta
mencoba menentukan suatu penyelesaian atas masalah-masalah tertentu dalam
system-sistem hukum
dimaksud dengan tujuan
seperti pembaharuan hukum, unifikasi hukum dan lain-lain).
19
f. Hesel Yutena P erbandingan hukum adalah sebagai berikut: comapa rative law is simply another name for legal science, or lik e other bran ches of science it has a universal hu manistic outlook ; it contemplates hat while the technique nay vary, the problems o f justice are basically the same in time and space throughout the world. ( P erbandingan hukum hanya suatu nama lain untuk ilmu hukum dan merupakan bagian yang menyatu dari suatu ilmu social, atau seperti cabang ilmu lainnya perbandingan hukum memiliki wawasan yang universal, sekalipun caranya berlainan, masalah keadilan pada dasarnya baik menurut waktu dan tempat di seluruh dunia). g. Zweigert dan Kort Comparative Lawis the comparison of the spirit and style of different legal system or of comparable legal institution s of the solutions of comparab le legal problems in different system. ( Perbandingan hukum adalah perbandingan dari jiwa dan gaya dari system hukum yang berbeda-beda atau lembaga-lembaga hukum yang berbeda-beda atau penyelesaian masalah hukum yang dapat diperbandingkan dalam system hukum yang berbeda-beda). Gutteridge Membedakan antara comparative law dan foreign law (hukum asing), pengertian istilah yang pertama untuk membandingkan dua sistem hukum atau lebih, sedangkan pengertian istilah yang kedua, adalah
mempelajari
membandingkannya
hukum
dengan
sistem
asing hukum
tanpa
secara
nyata
yang lain. (Winterton,
dalam The Am.J.of Comp. L., 1975 : 72). Mencermati arti definisi-definisi di atas dan menurut analisa dari penulis bahwa terdapat dua kelompok definisi perbandingan hukum, yaitu kelompok pertama merupakan
suatu
menyatakan bahwa perbandingan hukum
metoda
sementara
kelompok
yang
kedua
20
menyatakan bahwa perbandingan hukum merupakan cabang dari ilmu hukum. Kedua kelompok definisi tersebut dikemukakan sesuai dengan masanya
sehingga
dapat
diakui kebenarannya.
Namun
demikian
definisi dari kelompok yang kedua yang dianggap paling relevan dengan keadaan sekarang karena perbandingan hukum tidak lagi semata-mata sebagai alat untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dua sistem hukum melainkan sudah merupakan suatu studi tersendiri yang mempergunakan metoda dan pendekatan khas yaitu metoda perbandingan, sejarah dan sosiologi serta objek pembahasan tersendiri yaitu sistem hukum asing tertentu. Penulis sependapat dengan pemikiran Romli Atmasasmita yang berpendapat bahwa perbandingan hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari secara sistematis hukum (pidana) dari dua atau lebih sistem hukum dengan mempergunkaan metoda perbandingan. 2.
Tinjauan Tentang Karakteristik Sistem Civil Law a. Karakteristik Sistem Hukum Belanda pada umumnya, khususnya dalam hukum pidana dan acara pidana Pertama. Sistem hukum Belanda (Civil Law System) bersumber pada : 1.) Undang-Undang Dasar; 2.) Undang-undang; 3.) Kebiasaan case-law; 4.) Doktrin Peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur
hukum
pidana umum adalah sebagai berikut : 1.) Kitab Undang-Undang Hukum P idana (Penal Code atau Wetboek van Strafrecht). 2.) Kitab Undang-Undang Hukum Acara P idana (Code of Crime Procedure atau Wetboek van Strafvordering ).
21
3.) Undang-Undang tentang Susunan, organisasi, kekuasaan dan tugas-tugas P engadilan dan Sistem Penuntutan (Judicial Act atau Wet op de Rechterlijke Organ isa tie). Kedua. Karakateristik kedua dari sistem hukum Belanda (Civil Law System) adalah dianutnya asas legalitas atau “the principles of legality”. Asas ini mengandung makna sebagi berikut: 1.)
Tiada suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana, kecuali
telah
ditentukan
dahulu.
Undang-undang
dalam
undang-undang
dimaksud
adalah
terlebih
hasil
dari
perundingan Pemerintah P arlemen. 2.)
Ketentuan undang-undang harus ditafsirkan secara harfiah dan
pengadilan
penafsiran
tidak
analogis
diperkenankan
untuk
memberikan
menetapkan
suatu
suatu
perbuatan
sebagai tindak pidana. 3.)
Ketentuan undang-undang tidak berlaku surut.
4.)
Mentapkan bahwa hanya pidana yang tercantum secara jelas dalam undang- undang yang boleh dijatuhkan. Dalam
praktik penyelesaian
perkara
pidana di negeri
belanda prinsip legalitas dan penafsiran yang diperbolehkan dari prinsip tersebut diserahkan sepenuhnya kepada para pelaksana / praktisi hukum, seperti, jaksa dan hakim. Mengingat penafsiran yang bersifat kaku terhadap ketentuan undang-undang menurut asas legalitas
ini, maka
peranan putusan Mahkamah Agung
menjadi lebih penting. (Romli Atmasasmita, 2000 : 48) Ketiga. dalam
butir
Dianutnya
asas legalitas sebagaimana diuraikan
kedua diatas, sangat
berpengaruh terhadap soal
pertanggungjawaban pidana (criminal liab ility atau strafba arheid). Syarat umum bagi adanya pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana Belanda adalah adanya gabungan antara perbuatan yang dilarang dan pelaku yang diancam dengan pidana. P erbuatan
22
pelanggaran hukum dari pelaku harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1.) Bahwa
perbuatan
tersebut
(berbuat
atau
tidak
berbuat)
termasuk
lingkup
dilakukan seseorang. 2.) Diatur
dalam
ketentuan
undang-undang
definisi pelanggaran. 3.) Bersifat melawan hukum. Ketiga
syarat
bagi
adanya
suatu
pertanggungjawaban
pidana tersebut di atas sesungguhnya merupakan suatu konstruksi gabungan pidana
dari syarat-syarat dan
adanya
sifat
pertanggungjawaban
kekecualian-kekecualian
dari
pertanggungjawaban
pidana. Keempat. Dianutnya asas legalitas dalam sistem hukum pidana Belanda mengakibatkan keterikatan hakim terhadap isi ketentuan undang-undang dalam menyelesaikan perkara pidana. Hakim tidak diperbolehkan memperluas penafsiran terhadap isi ketentuan
undang-undang
sedemikian
rupa
sehingga
dapat
membentuk delik-delik baru. Kelima. pembedaan
Sistem
antara
hukum
Kejahatan
pidana
belanda
(M isdrijven)
dan
mengenal P elanggaran
(Overtredingen). Pembedaan dimaksud berasal dari perbedaan antara mala in se dan mala prohibita yaitu perbedaan yang dikenal dalam hukum Yunani. Mala in se adalah perbuatan yang disebut sebagai kejahatan karena menurut sifatnya adalah jahat. Sedangkan Mala prohibita , suatu perbuatan yang dilarang. Pembedaan antara kejahatan karena undang-undang menetapkan sebagai perbuatan yang dilarang. tersebut semula
Pembedaan anatara kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas pertimbangan tentang adanya
pengertian istilah “rechtedelict” dan ”wetdelict”; namun perbedaan tersebut tidak dianut lagi dalam doktrin. Perbedaan kejahatan dan pelanggaran dewasa ini didasarkan atas ancaman hukumannya;
23
kejahatan memperoleh ancaman hukum yang lebih berat dari pelanggaran. Keenam. Sistem peradilan yang dianut di semua negara yang berlandaskan “Civil Law System” pada umumnya adalah sistem In quisatoir. Sistem In quisatoir menempatkan tersangka sebagai
objek
pemeriksaan
baik
pada
tahap
pemeriksaan
pendahuluan maupun pada tahap pemeriksaan di muka sidang pengadilan. Ketujuh. Sistem pemidanaan yang dianut pada umumnya di negara-negara yang berlandaskan civil law system adalah sistem pemidanaan
Alternatif
dan
Alternatif-kumulatif,
dengan
batas
minimum dan maksimum anaman pidana yang diperkenankan menurut Undang-Undang.
3.
Tinjauan tentang Peninjauan Kembali Berdasarkan Pasal 1 butir 12 KUHAP Upaya Hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau Banding atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
KUHAP
membedakan upaya hukum menjadi dua yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa diatur dalam Bab XVII yaitu upaya hukum banding dan kasasi. Sedangkan upaya hukum luar biasa diatur didalam Bab XVIII yaitu Kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali . Dimana pembahasan mengenai peninjauan kembali adalah sebagai berikut : a. P engertian Peninjauan Kembali Beberapa ahli menyebutkan pengertian dari peninjauan kembali adalah sebagai berikut:
24
1) Soenarto Soerodibroto Herziening adalah Peninjauan Kembali terhadap keputusan-keputusan kekuatan
pidana
hukum
pasti
yang
yang
telah
memperoleh
berisikan
pemidanaan,
dimana tidak dapat diterapkan terhadap keputusan dimana tertuduh
telah
(vrijgesprok en )(Wahyu
dibebaskan
Wiriadinata, 2008:27). 2) Irdan Dahlan dan A. Hamzah P eninjauan
Kembali,
yaitu
hak
terpidana
untuk
meminta memperbaiki keputusan pengadilan yang telah menjadi tetap, sebagai akibat kekeliruan atau kelalaian hakim
dalam
menjatuhkan
putusannya
(Wahyu
Wiriadinata, 2008:27). 3) Leden Marpaung Herzeinin g atau Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa sifatnya dan ditujukan untuk mendampingi
upaya
hukum
lainnya (banding,
kasasi,
Kasasi demi kepentingan hukum). Bahwa ada pakar yang menyatakan
bahwa
P eninjauan
kembali
selalu
berdampingan dengan kasasi demi kepentingan hukum sebagai upaya hukum luar biasa hanya diajukan leh tertuduh dan jaksa. Begitu juga dengan pendapat yang menyatakna bahwa terhadap suatu perbuatan tercela atau atas suatu perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan hukum
merupakan
tugas
Mahkamah
Agung
meluruskannya ( Leden Marpaung, 2000:12) 4) Mangasa Sidabutar Peninjauan
kembali dalam
konteks
penyelesaian
perkara tingkat upaya hukum luar biasa dapatlah diartikan melihat atau mengamati, apakah hal-hal tertentu yang
25
dirumuskan secara konkret oleh undang-undang dapat dijumpai atau tidak dalam uraian alasan yang diajdikan dasar permintaan peninjauan kembali yang bersangkutan dan hal yang dirumuskan oleh undang-undang yang dimaksud adalah : a). keadaan baru b). alasan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain c). kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata d). perbuatan dinyatakan terbukti namun tidak diikuti oleh suatu pemidanaan (Mangasa Sidabutar, 1999: 153) b. Aturan P eninjauan Kembali secara lengkap dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel. 1 Ketentuan KUHAP terk ait Peninjauan Kemba li No. P asal Bunyi P asal 1.
Pasal 226
(1)Petikan
suratputusan
pengadilan
diberikan
kepada
terdakwa
penasihat
hukumnya
segera
atau setelah
putusan diucapkan. (2)
Salinan
surat
putusan
pengadilan
diberikan kepada penuntut umum dan penyidik,
sedangkan
kepada
terdakwa
atau penasihat hukumnya diberikan atas permintaan. (3) Salinan surat putusan pengadilan hanya boleh
diberikan
kepada
orang
lain
dengan seizin ketua pengadilan setelah
26
mempertimbangkan
kepentingan
dari
permintaan tersebut. 2.
Pasal 243
(1) Salinan surat putusan pengadilan tinggi beserta
berkas perkara dalam waktu
tujuh
hari
dijatuhkan, negeri
setelah dikirim
yang
putusan kepada
memutus
tersebut Pengadilan
pada
tingkat
pertama. (2) Isi surat putusan setelah dicatat dalam buku
register
segera
diberitahukan
kepada terdakwa dan penuntut umum oleh
panitera
selanjutnya dicatat
pengadilan
negeri
pemberitahuan
dalam
salinan
surat
dan
tersebut putusan
pengadilan tinggi. (3) Ketentuan mengenai putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud Pasal 226 berlaku
juga
bagi putusan pengadilan
tinggi. (4) Dalam hal terdakwa bertempat tinggal diluar daerah hukum pengadilan negeri tersebut, panitera minta bantuan kepada panitera pengadilan negeri yang dlama daerah hukumnya
terdakwa
bertempat
tinggal untuk memberitahukan isi surat putusan itu kepadanya. 3.
Pasal 263
(1)
Terhadap P utusan P engadilan yang telah memperoleh hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli
27
warisnya
dapat
mengajukan
permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. (2)
Permintaan
peninjauan
kembali
dilakukan atas dasar: a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan
dugaan kuat, bahwa
jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu
sidang
masih
berlangsung,
hasilnya akan berupa putusan bebas atau
putusan
tuntutan
lepas
hukum
dari
segala
atau
tuntutan
penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan; b.
apabila
dalam
pelbagai
putusan
terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan
yang
telah
ternyata
telah
terbukti
bertentangan
itu, satu
dengan yang lain; c.
apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan hakim
suatu
kekhilafan
atau suatu kekeliruan yang
nyata. (3)
Atas
dasar
alasan
yang
sama
sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap yang hukum
suatu putusan Pengadilan
telah
memperoleh
tetap
dapat
kekuatan diajukan
28
permintaan apabila
peninjauan
dalam
itu
suatu
didakwakan
telah
dinyatakan terbukti akan tetapi
tidak
perbuatan
yang
putusan
kembali
diikuti oleh suatu pemidanaan. 4.
Pasal 264
(1)Permintaan
peninjauan
kembali
oleh
pemohon sebagaimana dimaksud dalam P asal 263 ayat (1) diajukan kepada P anitera Pengadilan yang telah memutus perkaranya dengan
dalam
tingkat
menyebutkan
pertama
secara
jelas
alasannya; (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam P asal 245 ayat (2) berlaku juga bagi permintaan peninjauan kembali. (3)Permintaan
peninjauan
kembali
tidak
dibatasi dengan suatu jangka waktu. (4) Dalam hal pemohon peninjauan kembali adalah terpidana yang kurang memahami hukum panitera pada waktu menerima permintaan
peninjauan
menanyakan mengajukan
apakah permintaan
kembali
wajib
alasan
ia
tersebut
dan
untuk itu panitera membuatkan surat permintaan peninjauan kembali. (5) Ketua Pengadilan segera mengirimkan surat
permintaan
peninjauan
kembali
berkas
perkaranya
kepada
beserta
Mahkamah Agung, disertai suatu catatan penjelasan. .
29
5.
Pasal 265
(1)
Ketua
pengadilan setelah
permintaan
menerima
peninjauan
kembali
sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat (1) menunjuk hakim yang tidak memeriksa
perkara
semula
yang
dimintakan peninjuan kembali itu untuk memeriksa
apakah
permintaan
peninjauan kembali tersebut memenuhi alasan
sebagaimana
dimaksud
dalam
pasal 263 ayat (2). (2)
Dalam
pemeriksaan
sebagaimana
tersebut pada ayat (1) pemohon dan jaksa
ikut
hadir
dan
dapat
menyampaikan pendapatnya. (3) Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksana yang ditandatangani oleh
Hakim,
Jaksa,
pemohon
dan
panitera dan berdasarkan berita acara itu dibuat
berita
acara
pendapat
yang
ditandatangani oleh hakim dan panitera. (4) Ketua P engadilan segera melanjutkan permintaan
peninjauan
kembali
yang
dilampiri berkas perkara semula, berita acara
pemeriksaan
pendapat yang
dan
kepada
tembusan
berita
Mahkamah surat
acara Agung
pengantarnya
disampaikan kepada pemohon dan jaksa. (5)
Dalam dimintakan putusan
hal
suatu
peninjauan pengadilan
perkara
yang
kembali
adalah
banding,
maka
tembusan surat pengantar tersebut harus
30
dilampiri
tembusan
berita
acara
pemeriksaan serta berita acara pendapat dan
disampaikan
kepada
Pengadilan
banding yang bersangkutan. 6.
Pasal 266
(1) Dalam permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut
pada
P asal
263
ayat
(2),
Mahkamah Agung menyatakan bahwa permintaan dapat
peninjauan
diterima
kembali
tidak
dengan disertai
dasar
Mahkamah
Agung
alasannya. (2)
Dalam
hal
berpendapat
bahwa
permintaan
peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa,
berlaku
ketentuan
sebagai
berikut : a.
apabila
Mahkamah
membenarkan Mahkamah
Agung
tidak
alasan
pemohon,
Agung
menolak
permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan
bahwa
dimintakan
peninjauan
tetap
berlaku
putusan
yang
kembali
disertai
itu dasar
pertimbangannya. b.apabila
Mahkamah
Agung
alasan
pemohon,
membenarkan Mahkamah putusan
Agung
yang
membatalkan
dimintakan
peninjauan
kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa : 1.putusan bebas;
31
2. putusan lepas dari segala tuntutan hukum; 3.putusan
tidak
dapat
menerima
tuntutan penuntut umum; 4.putusan
dengan
menerapkan
ketentuan pidana yang lebih ringan. (3) pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan
kembali
melebihi
pidana
tidak
boleh
yang
telah
dijatuhkan dalam putusan semula. 7.
Pasal 267
(1)
Salinan
putusan
Mahkamah
Agung
tentang Peninjauan kembali eserta berkas perkaranya
dalam
setelah
putusan
dikirim
kepada
melanjutkan
waktu
tujuh
tersebut
dijatuhkan,
P engadilan
permintaan
hari yang
peninjauan
kembali. (2) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam P asal 243 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat
(5)
berlaku
juga
bagi putusan
Mahkamah Agung mengenai peninjauan kembali. 8.
Pasal 268
(1) P ermintaan suatu
peninjauan
putusan
tidak
kembali
atas
menangguhkan
maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut. (2) Apabila
suatu
permintaan
peninjuan
kembali sudah diterima oleh Mahkamah Agung
dan
meninggal
sementara
dunia,
itu P emohon
mengenai
diteruskan
32
atau
tidaknya
tersebut
peninjauan
diserahkan
kembali
kepada
kehendak
ahli warisnya. (3) P ermintaan
peninjauan
kemblai
atas
suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.
9.
Pasal 269
Ketentuan sebagaimana tersebut pada Pasal 263 sampai dengan P asal 268 berlaku bahi acara terhadap
permintaan
peninjauan
putusan
kemblai
pengadilan
dalam
lingkungan peradilan militer.
4. Tinjauan Tentang Crimina l Procedure Law Of The People’s Republic Of Ch ina No. 64 Criminal Procedure Law Of The P eople’s Repbulic Of China adalah hukum acara bagi Negara China yang sampai sekarang ini masih digunakan. Diadopsi pada Sesi Kedua Kelima Kongres Rakyat Nasional pada 1 Juli 1979, diresmikan oleh Orde No.6 Ketua Komite Tetap dari Kongres Rakyat Nasional pada 7 Juli 1979 dan berlaku 1 Januari
1980.
Kemudian
dilakukan
amandemen
sesuai
dengan
Keputusan untuk Merevisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana dari People's
Republic
of
China
yang
diadopsi pada
Sidang Forth
Kedelapan Kongres Rakyat Nasional pada 17 Maret 1996. Bab ke V dari bagian ke III undang-undang ini yaitu pasal 203 dan pasal 204 keduanya mengatur mengenai Prosedur Peninjauan Kembali. Article 203 : “A party or his legal representative or his near relative may present a petition to a People's Court or a P eople's Procuratorate regarding a
33
legally effective judgment or order, however, execution of the judgment or order shall not be suspended.” Pasal 203: (Terpidana atau penasehat hukumnya atau kerabat dekatnya atau orang yang telah memperoleh putusan pengadilan yang tetap menurut hukum dapat mengajukan surat permohonan ke Pengadilan Rakyat atau Jaksa Rakyat
meskipun pelaksanaan dari putusan tersebut tidak
dapat ditangguhkan.) Article 204 : “If a petition presented by a party or his legal representative or his near relative conforms to any of the following conditions, the People's Court shall retry the case: (1) There is new evidence to prove that the confirmation of the facts in the original judgment or order is definitely wrong; (2) The evidence upon which the condemnation was made and punishment meted out is unreliable and insufficient, or the major pieces of evidence for supporting the facts of the case contradict each other; (3) The application of law in making the original judgment or order is definitely incorrect; or (4) The judges in trying the case committed acts of embezzlement, bribery, or malpractices for personal gain, or bended the law in making judgment.” Pasal 204: ( Surat permohonan yang diajukan oleh terpidana atau penasehat hukumnya atau kerabat dekatnya apabila memenuhi beberapa keadaan, maka P utusan Pengadilan Negeri dapat diajukan kembali dengan alas an: (1). Adanya bukti baru yang menunjukkan bahwa penentuan faktafakta pada putusan atau perintah asli pasti tidak benar;
34
(2). Bukti bahwa penentuan fakta sehingga putusan dijatuhkan tidak berkaitan atau tidak cukup atau bagian-bagian pembuktian yang penting untuk menunjang fakta perkara itu bertentangan satu sama lain; (3)
Penerapan hukum untuk membuat putusan atau perintah asli tidak benar;
(4)
Hakim
dalam
penggelapan
atau
memutus penyuapan,
perkara
melakukan
malpraktik
untuk
perbuatan keuntungan
pribadi atau membengkokkan hukum dalam membuat putusan.)
5. Kerangka P emikiran
35
PERBANDINGAN HUK UM INDONESIA
CHINA
KUHAP
CPL RRC NO. 64
Peninjauan Kembali
Procedure For Trial Supervision
Pasal 263 s/d
Article 203 &
Pasal 269
Article 204 Persamaan dan Perbedaan
Kelebihan dan Kelemahan
Gambar 1.Bagan Kerangka Pemikiran Keterangan : Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur mengenai adanya upaya hukum , dimana upaya hukum dibagi menjadi dua yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum Luar biasa. Upaya hukum luar biasa salah satunya dikenal dengan Peninjauan Kembali yang diatur di dalam Pasal 263 sampai Pasal 269 KUHAP. Ketentuan P asal 263 KUHAP menetapkan Mahkamah
syarat-syarat
yang
memungkinkan
pengajuan
Agung, Sedangkan pihak yang dapat
PK
ke
mengajukan
PK
36
sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 263 ayat 1
menyatakan
bahwa pihak yang mengajukan peninjauan kembali adalah pihak terpidana atau
ahli warisnya.
peninjauan
kembali
Adapun adalah
alasan-alasan sebagai
untuk dapat mengajukan
berikut
(Pasal
263
ayat
(2)
KUHAPidana): 1. Apabila ada "keadaan baru" atau novum; 2. Apabila dalam berbagai putusan terdapat saling pertentangan; 3. Apabila terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan. Negara
China
juga
mengenal
adanya
Peninjauan
Kembali
(P rocedure for Trial Supervision), hal ini diatur di dalam Crimina l Procedure Law Of The People’s Republic Of China No. 64 khususnya di Bab V pasal 203 dan pasal 204. Dalam pasal 203 menjelaskan bahwa pihak yang dapat mengajukan adalah Terpidana, penasihat Hukum, Jaksa atau Procuratorate dan atau kelurga dekatnya. Sementara itu bagi Republic Negara China yang menganut paham Komunis, lebih menekan kan pada penerapan hukum yang banyak dikuasai oleh Negara. Segala kegiatan baik ekonomi, pemerintahan dan politik segalanya dikuasai oleh Negara demi alas an mensejahterakan rakyatnya. Kebebasan dalam hukum sangat terbatas di dalamnya, sehingga dalam penjaminan hak-haknya bagi terdakwa/terpidana
sangat
kurang.
Sangat
berbeda
dengan
negara
Indonesia yang sangat demokratis yang memberikan keleluasaan kepada warga negara di depan hukum dan diatur bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama di depan hukum. Sehingga dari persamaan dan perbedaan di atas maka penulis ingin mengkaji kedua sistem hukum tersebut, dan kelemahan serta kelebihan kedua sistem tersebut.
37
BAB III HASIL PENELITIAN DA N PEMBAHASAN
A. Pe rsamaan dan Perbedaan Mode l Pe ngaturan Asas-Asas Peninjauan Ke mbali Pe rk ara Pidana Menurut KUHAP de ngan Article 203 dan 2 04 Criminal Procedure Law Of The People’s Republic Of China No.64 1. Pe ngaturan Siste m Peninjauan Kembali Menurut KUHAP a.
Putusan P engadilan Yang Dapat Dimintakan Peninjauan Kembali 1).
Dapat
Diajukan Terhadap Semua
Putusan
Pengadilan Yang
Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap Terhadap
putusan P engadilan yang telah memeperoleh
kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) peninjauan kembali dapat
dimintakan kepada
belum
mempunyai
Mahkamah Agung. Selama putusan
kekuatan
hukum
tetap,
upaya peninjauan
kembali dapat dipergunakan. Upaya hukum peninjauan kembali baru terbuka setelah upaya hukum biasa (banding dan kasasi) telah tertutup. Upaya hukum peninjauan kembali tidak boleh melangkahi upaya hukum banding dan kasasi. Selama upaya hukum biasa masih terbuka, upaya hukum biasa itu dulu yang seharusnya di lalui. Tahap proses upaya hukum peninjauan kembali adalah tahap proses yang telah melampaui upaya hukum biasa. 2).
Dapat Diajukan Terhadap Semua Putusan Pengadilan Upaya hukum peninjauan kembali dapat diajukan terhadap semua
putusan
instansi P engadilan,
dapat
diajukan
terhadap
putusan Pengadilan Negeri, asalkan putusan instansi tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Demikian juga terhadap putusan dari Pengadilan Tinggi, terhadap permintaan
putusan kasasi.
dapat tersebut Sebab
diajukan peninjauan kembali apabila sudah putusan
tertutup
jalan
Pengadilan
mengajukan Tinggi
yang
38
demikian telah melekat sifat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga terbuka kemungkinan untuk mengajukna permintaan peninjauan kembali. Putusan
Mahkamah
Agung
dapat
diajukan
upaya
peninjauan kembali setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Berarti setelah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, sejak saat itu melekat sifat P utusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sehingga terbuka jalan untuk mengajukan peninjuan
kembaliterhadap
Putusan
Mahkamah
Agung
yang
dimaksud. 3).
Kecuali Terhadap Putusan Bebas dan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum Sekalipun upaya hukum peninjauan kembali dapat diajukna terhadap semua putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
namun
undang-undang
sendiri
telah
menentukan
pengecualian. Pengecualian yang dimaksud adalah bahwa dalam Pasal 263 ayat (1): Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum , terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Dari P asal di atas jelas bahwa terhadap P utusan yang bebas (vrijspraak ) atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag rechts vervolgin g) upaya hukum peninjauan kembali tidak dapat diajukan.
Hal
ini
memang
logis,
dikarenakan
tujuan
dari
peninjauan kembali dimaksudkan sebagai upaya yang memberi kesempatan kepada terpidana untuk membela kepentingannya, agar dia terlepas dari pemidanaan yang telah menjerat kepadanya. Apabila ia telah dibebaskan maka tidak ada lagi alasan atau urgensi untuk meninjau kembali putusan yang menguntungkan dirinya.
39
b.
Pihak Yang Dapat Mengajukan P ermintaan P eninjauan Kembali Berdasar pada P asal 263 ayat (1) maka yang berhak mengajukan peninjuan kembali adalah terpidana atau ahli warisnya. Sehubungan dengan
masalah
orang
yang
berhak
mengajukan
permintaan
peninjauan kembali, terdapat beberapa penjelasan sebagai berikut: 1). Hak Prioritas antara Terpidana dan Ahli Waris Menurut M. Yahya Harahap bahwa Undang-undang tidak menentukan kedudukan prioritas antara terpidana dan ahli waris. Sekalipun terpidana masih hidup dan menjalani hukuman, ahli waris dapat langsung mengejukan permintaan peninjauan kembali. Hak ahli waris
untuk mengajukan peninjauan kembali bukan
merupakan ”hak substitusi” melainkan ”hak orisinil” yang dimiliki oleh ahli waris. Hal ini pun beralasan karena sekalipun terpidana masih hidup kemungkinan besar ahli waris lebih mampu dapat leluasa dan berdaya upaya untuk memikirkan dan menangani pengajuan permintaan peninjauan kembali. Hak untuk mengajukan peninjauan kembali dapat dilakukan oleh terpidana maupun oleh ahli warisnya. Hak ahli waris telah dilekatkan
di dalam undang-undang kepada
mereka
sekalipun
terpidana masih hidup dan bukan merupakan hak yang timbul sebagai akibat dari kematian terpidana. 2). Ahli Waris Meneruskan Permintaan Terpidana Jika yang mengajukan P K adalah ahliwarisnya maka harus dapat
membuktikan bahwa
yang mengajukan tersebut adalah
ahliwaris terpidana. Sebaiknya hal ini dibuktikan dengan penetapan pengadilan Negeri. Sebelum mengajukan PK, ahliwaris terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri
40
setempat untuk memperoleh penetapan pengadilan Negeri. (Leden Marpaung, 2000:75).
Berdasarkan P asal 263 ayat (1)
KUHAP tersebut, maka
permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh penasehat hukum tanpa ada kuasa dari terpidana sendiri harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena diajukan oleh orang yang tidak berhak. Demikian juga permohonan P eninjauan Kembali yang diajukan oleh istri terpidana juga harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena sebagai istri belum menjadi ahli waris berhubung terpidana masih hidup dan tidak mendapat surat kuasa dari terpidana sehingga
belum
berhak
mengajukan
permohonan
Peninjauan
Kembali (Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003:298 ).
Permintaan pengajuan peninjauan kembali oleh terpidana atau ahli waris beserta kedudukannnya telah diterangkan pada poin pertama di atas. Namun apabila terdapat suatu keadaan dimana terpidana yang mengajukan peninjauan kembali kemudian sebelum peninjauan
kembali
tersebut
diputus
oleh Mahkamah Agung
terpidana meninggal dunia, menurut Pasal 268 ayat (2) maka hak untuk meneruskan atau tidakanya peninjauan kembali tersebut adalah ahli warisnya. Keadaan yang semacam ini kedudukan ahli waris menduduki ’hak substitusi’ dari terpidana. Bunyi dari Pasal 268 ayat (2) adalah sebagai berikut : Apabila suatu permintaan peninjauan kembali sudah diterima oleh Mahkamah Agung dan sementara itu pemohon meninggal dunia, mengenai diteruskan atau tidaknya peninjauan kembali tersebut diserahkan kepada kehendak ahli warisnya. Ketentuan P asal 268 ayat (2) di atas maka dapat diringkas sebagai berikut:
41
a)
Yang
mengajukan
permintaan
peninjauan
kembali adalah
terpidana sendiri; b) Sementara
peninjauan
kembali sudah
diterima
Mahkamah
Agung tapi belum diputus, terpidana meninggal dunia; c) Diteruskan
atau
tidak
permohonan
peninjauan
kembali
sepenuhnya menjadi hak ahli waris. Atau terdapat keadaaan lain yaitu sebagai berikut: a) Terpidana telah meninggal dunia dan permohonan peninjauan kembali diajukan oleh ahli waris; b) Sementara peninjauan
itu
ahli
kembali
waris
yang
meninggal
mengajukan permohonan
dunia
sebelum
Mahkamah
Agung memutus; c) Diteruskan
atau
tidak
permohonan
peninjauan
kembali
dilanjutkan oleh ahli waris yang meninggal tersebut. Apabila terpidana meninggal dunia sebelum permohonan peninjaun kembali dikirm ke Mahkamah Agung, ahli waris dapat meneruskan atau tidaknya peninjaun kembali. Dengan demikian, ketentuan Pasal 263 ayat (2) bukan saja berlaku pada taraf permohonan peninjauan kembali berada di Mahkamah Agung, tapi berlaku pada permohonan peninjauan kembali masih berada pada taraf pemeriksaaan di sidang Pengadilan Negeri atau pada taraf permohonan peninjauan kembali belum dikirimkan Pengadilan Negeri ke Mahkamah Agung (M.Yahya Harahap, 2008:618) 3) Permintaan Peninjauan Kembali oleh Kuasa Berdasar pada ketentuan Pasal 263 ayat (1) apakah melarang penasihat hukum atau seorang yang dikuasakan terpidana atau
ahli warisnya untuk mengajukan
permintaan peninjauan
kembali. Berpegang dari P asal 263 ayat (1) memang tidak mengatur mengenai kebolehan pengajuan peninjauan kembali oleh
42
kuasanya. Ketentuan seperti ini juga dijumpai di dalam P asal 244 KUHAP,
yang
mana
P asal tersebut
menerangkan
bahwa
permohonan kasasi hanya dapat dilakukan oleh Terdakwa yang bersangkutan tidak dapat dikuasakan kepada penasihat hukum atau orang lain. Akan tetapi ketentuan pasal ini diperlunak dengan angka 24 Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-P W. 07 .03 Tahun 1983 tanggal 10 desember 1983. Oleh angka 24 Lampiran tadi yang merupakan tambahan pedoman pelaksanaan KUHAP, telah memperkenankan kuasa mengajukan permohonan kasasi. Hal ini dengan syarat pemberian kuasa itu harus dibuat oleh terdakwa
“secara
khusus”.
Artinya
penunjukan
kuasa
untuk
mengajukan permohonan kasasi harus dibuat terdakwa dalam surat kuasa yang khusus untuk tujuan permintaan permohonan kasasi. Permohonan peninjuan kembali dapat juga diajukan oleh seorang
kuasa. Dasar hukumnya diterapkan secara
konsisten
pedoman yang terdapat di angka 24 Lampiran Menteri Kehakiman tersebut. Alasan penerapan pedoman petunjuk yang terdapat dalam angka 24 ini ke dalam proses permohonan peninjauan kembali, berdasar pada
motivasinya.
Motivasi memperbolehkan seorang
kuasa mengajukan permintaan kasasi, tiada lain demi kepentingan dan perlindungan hak asasi terdakwa. Sehingga dengan motivasi yang sama, pedoman petunjuk angka 24 dapat juga diterapkan pada peninjauan kembali demi kepentingan dan perlinndungan hak asasi terpidana. Dan setiap orang berhak menunjuk penasihat hukum atau kuasa yang dapat diharapkan membela kepentingan dan melindungi hak asasi. c.
Alasan P eninjauan Kembali Hal ini dengan jelas termaktub di dalam pasal 263 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut :
43
Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar : 1. apabila terapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. 2. apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain. 3. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata. Pasal ini memuat alasan yang dijadikan dasar permintaan peninjauan kembali yang tertuang dalam ’surat permohonan peninjauan kembali’. Oleh sebab itu penulis urai satu persatu dari 3 (tiga) keadaan yang dapat dijadikan dasar pengajuan peninjauan kembali. 1). Apabila terdapat keadaan baru Alasan
pertama
yang
dijadikan
dasar
permintaan
peninjauan kembali adalh keadaan baru atau novum. Keadaan baru yang dapat dijadikan landasan yang mendasari permintaan adalah keadaan baru yang mempunyai sifat dan kualitas menimbulkan dugaan kuat: a) jika seandainya keadaan baru itu diketahui atau ditemukan dan dikemukakan pada waktu sidang berlangsung, dapat menjadi faktor dan alasan untuk menjatuhkan putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, atau b) keadaan baru itu jika ditemukan dan diketahui pada waktu sidang berlangsung dapat menjadi alasan dan faktor untuk menjatuhkan putusan yang menyatakan tuntutan umum tidak dapat diterima, atau
penuntut
44
c) dapat dijadikan alasan dan faktor untuk menjatuhkan putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. 2) Apabila dalam berbagai putusan terdapat saling pertentangan Alasan kedua
yang dapat dipergunakan sebagai dasar
permintaan peninjauan kembali yakni apabila
dalam
berbagai
putusan terdapat: a) pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti b)
kemudian pernyataan tentang terbuktinya hal atau keadaan itu dijadikan sebagai dasar dan alasan putusan dalam suatu perkara
c) akan tetapi dalam putusan perkara lain hal atau keadaan yang dinyatakan terbukti saling bertentangan antara putusan yang satu dengan putusan yang lain. 3) Apabila terdapat kekhilafan yang nyata dalam Putusan Alasan ketiga yang dijadikan dasar mengajukan permintaan peninjauan kembali
apabila dalam putusan terdapat dengan jelas
ataupunterlihat dengan nyata: a) kekhilafan hakim, atau b) kekeliruan hakim Hakim sebagai manusia tidak luput dari kekhilafan dan kekeliruan.
Kekhilafan dan kekeliruan ini dapat terjadi dalam
semua tingkat Pengadilan. Kekhilafan yang dibuat pada tingkat Pengadilan Negeri dapat diajukan banding, dan kekhilafan di tingkat pertama dan tingkat banding itu tidak tampak dalam tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung.
45
d.
Asas yang ditentukan dalam Upaya P eninjauan Kembali 1.) Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula. Asas tersebut diatur dalam P asal 266 ayat (3) KUHAP yang menegaskan
bahwa
pidana
yang
dijatuhkan
dalam
Peninjauan Kembali tidak boleh melebihi pidana
putusan
yang telah
dijatuhkan dalam putusan semula. Mahkamah Agung tidak boleh menjatuhkan putusan yang melebihi putusan pidana semula, yang diperkenankan adalah menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan sebagaimana yang ditentukan dalam P asal
266 ayat (2)
huruf b angka 4 KUHAP. Asas pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula ini sejalan dengan tujuan yang terkandung dalam lembaga upaya Peninjauan Kembali yaitu membuka kesempatan kepada terpidana
untuk
membela
kepentingannya
agar
terlepas
dari
ketidakbenaran penegakan hukum ( M.Yahya Harahap, 2008:639 ).
2.) Permintaan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan pelaksanaan putusan. Asas
tersebut
tidak
mutlak
menghentikan pelaksanaan eksekusi. merupakan pelaksanaan
alasan
yang
menangguhkan
maupun
Peninjauan Kembali tidak
menghambat
apalagi
menghapus
pelaksanaan putusan sehingga proses permohonan
Peninjauan Kembali dapat berjalan namun pelaksanaan putusan juga tetap berjalan. Dalam
hal-hal
yang
eksepsional
dapat
dilakukan
penangguhan penghentian pelaksanaan putusan sehingga ketentuan Pasal 268 ayat (1) KUHAP dapat sedikit diperlunak menjadi permintaan menangguhkan
Peninjauan maupun
Kembali
tidak
menghentikan
Anjuran Pasal 268 ayat (1) KUHAP
secara
mutlak
pelaksanaan
putusan.
tersebut banyak yang
46
menyalahgunakan menimbulkan
sehingga
bahaya
sikap
dan
yang
seperti
itu
dapat
keguncangan
dalam
pelaksanaan
penegakan hukum, yang dikehendaki dalam pasal tersebut ialah sikap
dan
kebijaksanaan
yang matang dan
beralasan serta
mengkaitkan dengan jenis pidana maupun sifat dan kualitas yang menjadi landasan permintaan Peninjauan Kembali ( M.Yahya Harahap, 2008 : 640 ). 3.) Permintaan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan satu P asal
283
ayat
(3)
KUH AP
membenarkan
kali. atau
memperkenankan P eninjauan Kembali atas suatu perkara hanya satu kali saja. Asas ini disebut sebagai asas Nebis In Idem yang dikemukakan dalam Pasal 76 KUH P, sedang dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 1918 BW. Asas ini juga berlaku terhadap permintaan Kasasi dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum. Dalam P eninjauan Kembali, asas ini lebih menyentuh rasa keadilan karena asas ini merupakan suatu tantangan antara dengan
kepastian hukum dengan rasa keadilan dan
berani mengorbankan
keadilan
dan
kebenaran
demi
tegaknya kepastian hukum ( M.Yahya Harahap, 2008 : 640 ).
2. Pe ngaturan Siste m Peninjauan Ke mbali Me nurut Criminal Procedure Law Of The People Republic Of China No . 64 a. Putusan Pengadilan Yang Dapat Dimintakan Peninjauan Kembali 1.) Dapat Diajukan Terhadap Semua Putusan pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap Di Negara Cina permintaan peninjauan Kembali disebut juga dengan supervisi atau trial supervision . Diatur di dalam Article 203 Criminal Procedure Law Of The
47
People Republic Of China No. 64, yang menyebutkan bahwa permintaan supervisi hanya dapat diajukan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pengertian dari putusan yang berkekuatan tetap dalam hal ini adalah sama dengan ketika putusan tersebut sudah tidak ada lagi upaya hukum lagi. Upaya hukum yang ada di Negara Cina adalah upaya hukum banding dan supervisi. Sehingga putusan yang bisa diajukan supervisi adalah putusan yang telah melalui upaya hukum banding terlebih dahulu.
2.) Dapat Diajukan Terhadap Semua P utusan Pengadilan Adapun tingkatan Pengadilan di China adalah sebagai berikut : Supreme People’s Court
Higher People’s Courts
Intermediate People’s Courts
Grassroots People’s Courts
Special People’s Courts
People Military Courts
Maritime Courts
Railway Transportation Courts
Gambar 2: Struktur Organisasi Sistem Peradilan China
48
Berdasar pada struktur organisasi sistem peradilan People’s Court
di negara China ini setiap tingkatan memiliki
kewenangan
mengadili
yang
berbeda-beda
disesuaikan terhadap jenis kejahatan yang dilakukan. Dan begitupun berlaku juga bagi Special People’s Court. Kekhususan yang dimiliki oleh sistem Peradilan yang ada di Negara Cina adalah dikarenakan suatu perkara yang masuk pada semua tingkatan peradilan akan mendapat putusan, dimana putusan ini dapat diajukan banding apabila para pihak masih merasa belum puas terhadap putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim. Terhadap putusan Banding hanya dapat diajukan supervisi atau Peninjauan Kembali. Dan pengadilan yang mengadilinya adalah Pengadilan 2 (dua) tingkat diatas Pengadilan yang menjadi pengadilan tingkat pertama atau pengadilan tempat pertama kali tindak pidana tersebut diajukan. Sistem ini lazim disebut dengan ’four levels and two instance of trials’. Permintaan supervisi tidak selalu diajukan kepada MAhkamah Agung atau Su preme People Courts. Sehingga permintaan supervisi
bias diajukan pada semua tingkat
People Cou rts. b. Yang Dapat Mengajukan P ermintaan P eninjauan Kembali (Supervisi) Pihak-pihak
Yang
dapat
mengajukan
Peninjauan
Kembali
menurut Article 203 Crimina l Procedure Law Of The People Republic Of Ch ina No. 64 adalah : 1.) A Party Dijelaskan dalam Pasal 82 Crimina l Procedure Law Of The People Republic Of China adalah berarti korban, jaksa swasta,
49
kejahatan tersangka, terdakwa atau penggugat atau terdakwa dari tindakan sipil insidental. A Party atau P ihak dalam hal ini adalah terpidana, terdakwa maupun tersangka sendiri, yang akan
mengajukan
permintaan
supervisi.baik
dengan
lisan
maupun secara tulisan. 2.) Legal Representa tive Seorang wakil hukum berarti orang tua, orang tua asuh atau wali dari orang yang sedang mewakili atau perwakilan dari organ atau organisasi yang bertanggung jawab untuk melindungi orang. 3.) Near Relatives Dekat kerabat" berarti suami, istri, ayah, ibu, anak lakilaki, anak perempuan, dan saudara-saudara yang lahir dari orangtua yang sama.
c. Alasan Peninjauan Kembali ( Su pervisi) Berdasar pada Article 204 Crimina l Procedure Law Of The People Republic Of China
No. 64 ditentukan bahwa perkara dapat
disidang kembali dengan 4 (empat) alasan, yakni sebagai berikut : a. Terdapat bukti baru yang menunjukkan bahwa penentuan fakta-fakta pada putusan atau perintah asli pasti tidak benar. Bukti baru atau yang sering disebut no vum ini apabila telah ditemukan pada saat sidang berlangsung maka putusan atau perintah asli tersebut akan berlainan dengan putusan atau perintah yang telah dijatuhkan.
50
b. Bukti bahwa penentuan fakta sehingga putusan dijatuhkan tidak
berkaitan
atau
tidak
cukup
atau
bagian-bagian
pembuktian yang penting untuk menunjang fakta perkara itu bertentangan satu dengan yang lain. Fakta-fakta yang dibuktikan di dalam persidangan tidak sesuai atau tidak mampu untuk membuktikan bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana yang telah didakwakan terhadapnya. Atau keadaan yang terjadi adalah fakta dalam persidangan saling bertentangan satu dengan yang lain . c. Penerapan hukum untuk membuat putusan atau perintah pasti tidak benar Penerapan hukum yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa
hakim
telah
salah
dalam
menggunakan
atau
menerapkan pasal dalam membuat putusan. Atau Procurates atau Jaksa telah salah dalam menggunakan atau menerapkan P asal dalam membuat dakwaannya sehingga hal ini juga berdampak dan berlanjut dalam hal pembuatan putusan oleh Hakim terhadap perkara yang didakwakan. d. Hakim
dalam
memutus
perkara
melakukan
perbuatan
penggelapan atau penyuapan, malpraktik untuk keuntungan pribadi atau membengkokkan hukum dalam membuat putusan. Dalam hal ini untuk membuktikan diperlukan data-data yang cukup, dimana data yang diperoleh berada di luar materi atau
konteks
perkara
terpidana.
Data-data
yang
dapat
dijadikan bukti bahwa Hakim telah berbuat penggelapan, penyuapan, malpraktik dan membengkokkan hukum adalah tidak
mudah
untuk
mendapatkannya.
Sehingga
untuk
mendapatkan bukti ini bagi para pihak yang mengajukan supervisi butuh data yang absolut dan susah dijangkau atau
51
diperoleh. Dan hal ini berkaitan pula terhadap kode etik Hakim. d. Asas Yang Ditentukan Dalam Upaya Peninjauan Kembali ( Sup ervisi) Satu-satunya
asas yang ada di dalam su pervisi adalah bahwa
pengajuan supervisi
tidak dapat menangguhkan putusan atau tidak
dapat menunda pelaksanaan putusan atau perintah. Hal ini di atur denagn jelas di Article 203 Crimina l Procedure Law Of The People Republic Of Ch ina No. 64.
3. Pe rsamaan dan Perbe daan Dengan
memperbandingkan
antara
P eninjauan Kembali dan
Su pervisi seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik suatu pembahasan yang menjelaskan mengenai persamaan dan perbedaan di antara keduanya. Agar lebih mempermudah dalam pembahasan, maka sebelumnya akan dipaparkan terlebih dahulu persamaan dan perbedaan antara keduanya dalam format yang berbentuk tabel sebagai berikut : a. Persamaan
:
Tab el 2. Persamaan Peninjauan Kembali dan Sup ervisi Peninjauan Kembali
Supervisi (CPL of The People’s Republic Of China) Putusan yang berkekuatan
No.
Keterangan
1.
P utusan
Terhadap
yang
yang
diajukan
tetap ( inkracht van gewisjde) gewisjde) yang telah melewati
(KUH AP) semua
berkekuatan
putusan
hukum hukum tetap ( inkracht van
upaya hukum banding. 2.
P ara Yang
P ihak -
Terpidana
- Terpidana
-
Ahli waris
- Kerabat Dekatnya
52
Mengajukan
-
Penasihat Hukumnya
- Penasihat hukumnya atau Legal Representative
3.
Alasan
a. apabila
keadaan a. Terdapat bukti baru yang
terapat
P eninjauan
baru
yang
menimbulkan
menunjukkan
bahwa
Kembali
dugaan kuat, bahwa jika
penentuan fakta-fakta pada
keadaan
itu
sudah
putusan atau perintah asli
diketahui
pada
waktu
pasti tidak benar.
sidang masih berlangsung, b. Bukti
bahwa
hasilnya
akan
sehingga
putusan
bebas
berupa atau
fakta
dijatuhkan atau
tuntutan
hukum
atau
bagian-bagian
tuntutan
penuntut
umum
tidak
menunjang
terhadap
itu
diterapkan
itu
ketentuan
pidana yang lebih ringan. b. apabila
dalam
putusan
fakta
bertentangan
untuk perkara satu
dengan yang lain.
berbagai
membuat
putusan
atau
terdapat
perintah pasti tidak benar
dasar dan alasan putusan terbukti itu, telah
bertentangan satu dengan yang lain. c. apabila putusan itu dengan jelas
pembuktian
untuk
hal atau keadaan sebagai
ternyata
atau
hukum
telah terbukti, akan tetapi
telah
cukup
c. P enerapan
pernyataan bahwa sesuatu
yang
berkaitan
penting
tidak dapat diterima atau perkara
putusan
tidak
putusan lepas dari segala
yang
penentuan
memperlihatkan
53
suatu
kekhilafan
hakim
atau
kekeliruan
yang
nyata.
4.
Asas
a. P utusan
yang
P eninjauan
dijatuhka
tidak boleh
Kembali
melebihi
putusan
Permintaan su pervisi menangguhkan
tidak
pelaksanaan
putusan.
semula b. P ermintaan peninjauan tidak
kembali
menangguhkan
putusan semula c. P ermintaan peninjauan hanya
kembali
bisa dilakukan
satu kali
b. Perbedaan
:
Tabel 3 . Perbedaan Peninjaua n Kemba li dan Supervisi No. Keterangan Peninjauan Kembali Sup ervisi (KUHAP ) (CPL of The People’s Repub lic Of China ) a. apabila terapat keadaan baru a. Terdapat bukti baru yang 1. Alasan peninjauan
yang
menimbulkan
kembali
kuat, bahwa jika keadaan itu
penentuan
sudah diketahui pada waktu
pada
sidang
perintah asli pasti tidak
hasilnya
masih akan
dugaan
berlangsung, berupa
menunjukkan
benar.
bahwa fakta-fakta
putusan
atau
54
putusan bebas atau putusan b. Bukti bahwa lepas
dari segala
hukum
atau
tuntutan
fakta
tuntutan
dijatuhkan
penentuan
sehingga
putusan tidak
penuntut umum tidak dapat
berkaitan
atau
tidak
diterima
atau
terhadap
cukup atau bagian-bagian
perkara
itu
diterapkan
pembuktian yang penting
ketentuan pidana yang lebih
untuk
ringan.
perkara itu bertentangan
b. apabila
dalam
berbagai
menunjang
fakta
satu dengan yang lain.
putusan terdapat pernyataan c. P enerapan hukum untuk bahwa
sesuatu
telah
terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan
satu
dengan
yang lain. c. apabila putusan itu dengan jelas
memperlihatkan
kekhilafan
hakim
suatu atau
membuat
putusan
atau
perintah pasti tidak benar d. Hakim
dalam
memutus
perkara
melakukan
perbuatan atau
penggelapan penyuapan,
malpraktik
untuk
keuntungan
pribadi atau
membengkokkan
hukum
dalam membuat putusan.
kekeliruan yang nyata.
2.
Tempat
Diajukan Ke Mahkamah Agung
People’s Court, People’s Procuratorates
pengajuan
atau
Supreme People’s Court 3
Sistem
Civil Law
Civil
Hukum 4
Law
dengan
Karakteristik China
Putusan
Terhadap semua putusan yang P utusan
yang
berkekuatan
hukum
tetap
yang berkekuatan
( hukum tetap ( ink racht van
55
diajukan
ink racht van gewisjd e) kecuali gewisjde) putusan bebas atau lepas dari melewati segala
yang
telah
upaya
hukum
tuntutan hukum (pasal banding. (Article 203)
263 ayat (1) ) 5
Waktu
Tidak
ada
batasan
putusan
memberi putusan
untuk 3 (tiga) bulan sejak perkara disidangkan
dan
selambat-
lambatnya 6 (enam) bulan. Yang
mengadili
P eople
Court
dibawahnya
maka
harus
dibuat
putusan
minimal 1 (satu ) sejak perkara diterima.
4. Pe mbahasan : Persamaan dan Pe rbedaan Pe ninjauan Kembali dan Supervisi Setiap negara memiliki aturan untuk mengatur warga negaranya. Hal ini membuat setiap negara mengacu dan berpedoman kepada hukum sebagai salah satu penyelesaian tingkat akhir untuk memecahkan dan memberikan solusi terhadap setiap perkara atau permasalahan. Setiap negara selalu berusaha untuk memberikan rasa keadilan dan perlindungan terhadap warga negaranya, begitupun bagi Indonesia dan Cina. Oleh sebab itu, meskipun negara melalui alat negaranya dalam hal ini adalah Hakim telah memberikan putusan terhadap suatu perkara maka terhadap para pihak yang masih merasa belum puas diberikan hak untuk mengajukan upaya hukum. Indonesia mengatur dalam KUH AP adanya upaya hukum yang bertingkat yaitu banding, kasasi, kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali. Sementara Cina dalam Crimina l Procedure Law Of The People Republic Of China hanya memiliki dua upaya hukum yaitu
bulan
56
banding dan Supervisi. Su pervisi di Cina adalah sama dengan Peninjauan kembali di Indonesia yang keduanya diajukan untuk merevisi putusan pengadilan sebelumnya yang diajukan oleh terpidana, ahli waris maupun melalui penasihat hukumnya. Masalah pengaturan waktu atau lamanya penjatuhan putusan peninjauan kembali di Dilihat dari table di atas maka, terlihat dengan jelas bahwa terdapat persamaan dan perbedaan antar peninjuan kembali dan supervisi. Persamaan
diantara
keduanya
adalah
mengenai
para
pihak
yang
mengajukan yaitu terpidana, ahli waris atau kerabat dekat dan penasihat hukumnya. Hal ini di anggap logis dikarenakan yang akan mencari keadilan adalah terpidana beserta keluarganya dan atau diwakili oleh penasihat hukumnya. Mengenai putusan yang dapat diajukan dalam peninjauan kembali maupun supervisi adalah sama yaitu putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hanya saja perbedaannya adalah putusan bagi pengajuan peninjauan kembali seperti yang diatur dalam Pasal 263 ayat (1) adalah kecuali bagi putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Hal
ini
tidak
diperbolehkan
Sementara bagi Supervisi
bagi
pengajuan
peninjauan
kembali.
tidak mengatur demikian. P utusan yang telah
berkekuatan hukum tetap dalam hal ini adalah putusan dari semua Pengadilan yang sudah tertutup kemungkinan untuk melakukan upaya hukum lagi. Jadi bisa dikatakan bahwa peninjauan kembali maupun supervisi adalah sama-sama upaya hukum terakhir. Alasan
pengajuan
peninjauan
kembali
maupun
supervisi
diantaranya terdapat beberapa kesamaan, antara lain mengenai : a. Adanya bukti baru atau yang lebih sering disebut dengan Novum b. Terdapat putusan yang saling bertentangan satu dengan yang lain c. Terdapat kekhilafan atau kekeliruan yang nyata oleh Hakim Dan di Cina masih di tambah dengan satu persyaratan lagi yaitu
57
‘Hakim dalam memutus perkara melakukan perbuatan penggelapan atau penyuapan,
malpraktik
untuk
memperoleh
keuntungan
pribadi
atau
membengkokkan hukum dalam membuat putusan’. Syarat ini terbilang susah untuk dibuktikan ataupun ditempuh sebagi salah satu syarat karena pembuktiannya tidak mudah. Perbedaan yang lain adalah mengenai tempat pengajuan nya. Indonesia pengajuan peninjauan kembali hanya bisa ditujukan kepada Mahkamah Agung
meskipun pendaftaran melalui P engadilan Negeri
masing-masing tempat pertama kali pertama perkara tersebut disidang. Sup ervisi bisa diajukan baik ke People’s Court sesuai tingkatan perkara yang diajukan, People Procuratorates maupun Su preme People Court. Hal ini dikarenakan sistem peradilan Cina yang menganut sistem fou r levels and two instance of trials, dimana Pengadilan tingkat pertama putusannya dapat
diajukan
banding, dan
putusan
banding ini diajukan kepada
pengadilan yang diatasnya. Selain itu para pihak juga dapat mengajukan permohonan ke People Procuratora tes bahkan People Procurates dapat mengajukan protes kepada People Cou rt pada tingkat yang sama terhadap putusan. Mengenai sistem hukum antar Indonesia dan Cina menganut sistem hukum yang sama yaitu sistem hukum civil law. Hal ini ditandai dengan adanya
kodifikasi terhadap
peraturan-peraturan
yang
digunakan,
dan
kesaamaan yang lain yaitu mengenai pemakain yurisprudensi dalam mengembangkan hukum. Namun dikarenakan Cina adalah negara yang masih hidup dengan sistem komunis, maka hal ini secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap sistem hukum yang dianutnya. Sehingga Cina menganut sistem hukum civil law dengan karakteristik Cina. Karakteristik disini yang dimaksud adalah seperti a. kurangnya
penghormatan
terhadap
kekayaan
karena kekayaan intelektual adalah milik negara.
intelektual
individu,
58
b. Warga negara dilarang memiliki hak milik terhadap suatu lahan, dikarenakan lahan adalah milik negara dan warga negara hanya memiliki hak sewa atau pun hak guna bangunan. c. keragaman pandangan politik secara langsung dilarang atau dihukum oleh undang-undang. Lamanya
penjatuhan putusan peninjauna kembali di Indonesia
menjadi permasalahan tersendiri dikarenakan menumpuknya pengajuan permintaan peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Namun hal itu tidak berlaku bagi negara China karena Supervisi Cina terdapat waktu yang jelas untuk rule of play bagi Su pervisi. Karena sesuai dengan prosedur pengadilan supervisi, harus menyelesaikan persidangannya dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak hari dia mengambil keputusan untuk melimpahkan perkara untuk diadili sendiri atau putusan diambil untuk menyidangkan perkara itu. Jika perlu menambah jangka waktu lamanya tidak boleh lebih dari 6 (enam) bulan (Jur Andi Hamzah, 2008:310).
B. Ke le bihan Dan Ke k urangan Asas-Asas Peninjauan Ke mbali Pe rk ara Pidana Menurut KUHAP De ngan Article 203 Dan 204 Criminal Procedure Law Of The People’s Republic Of China No .64 Berdasarkan pada
perbandingan
antara
P eninjauan Kembali dan
Supervisi sebagaimana telah diuraikan pada point sebelumnya, maka dapat dijelaskan suatu pembahasan mengenai kelebihan dan kekurangan keduanya, antara lain sebagai berikut : 1. Pengaturan Peninjauan Kembali menurut KUHAP a. Kelebihan Sistem Peninjauan Kembali Dilihat dari sejarah lahirnya peninjuan kembali dimana terjadi kasus sengkon dan karta seperti yang sudah diuraikan di latar belakang masalah.
Sengkon
dan
Karta
adalah
terdakwa
dalam
kasus
pembunuhan namun ternyata di kemudian hari terdapat pelaku yang lain yang ternyata mengaku melakukan pembunuhan tersebut dan bukti-bukti mendukung kebenaran bahwa pembunuh adalah Gunel dkk
59
bukan Sengkon dan Karta. Sehingga dengan Putusan Mahkamah Agung tanggal 24 Januari 1981 Sengkon dan Karta dibebas kan. Dari sejarahnya KUHAP
terlihat bahwa
peninjauan kembali di
memang dibuat dan disediakan bagi terpidana maupun
keluarga atau ahli warisnya dan atau bisa di wakili oleh penasihat hukumnya. Hal ini oleh beberapa ahli dianggap sebagai alasan yang logis, karena berdasar pada syarat mengajukan peninjauan kembali untuk meluruskan kembali hukum yang telah salah diterapkan oleh Hakim atau terdapat kekeliruan maupun kekhilafan yang nyata oleh Hakim selain adanya
novum dan putusan yang saling bertentangan.
Peninjauan kembali adalah tempat terakhir bagi terpidana untuk mencari keadilan. Berdasar uraian di atas terlihat dengan jelas bahwa KUHAP memberikan kesempatan dan keleluasaan bagi terpidana untuk bisa mendapatkan keadilan dari hukum yang telah salah diterapkan oleh Hakim. Selain itu KUHAP memberikan perlindungan yang jelas bagi terpidana untuk memperoleh hak-haknya, sekalipun terpidana sudah meninggal dunia pun masih diberikan hak bagi ahli waris untuk melanjutkan
permintaan
peninjauan
kembali
yang
diajukan
oleh
terpidana. Meskipun seperti yang terurai di atas bahwa hak ahli waris untuk mengajukan peninjauan kembali adalah bukan hak substitusi melainkan hak orisinil dari undang-undang yang jelas, undang-undang dalam hal ini yang dimaksud adalah KUH AP. KUHAP memberikan hak
kepada
peninjauan
ahli waris kembali,
terpidana untuk mengajukan permintaan
meskipun
hal
ini
terkesan
hanya
sebagai
pengembalian atau pemulihan atau rehabilitasi nama baik terpidana. b. Kelemahan Sistem P eninjauan Kembali Mengenai KUHAP,
kelemahan
akhir-akhir
sistem
peninjauan
kembali
dalam
ini sering menjadi perbincangan di dalam
masyarakat kita. Hal ini dikarenakan adanya Kasus Muktar P akpahan,
60
Memorial Gandhi School serta kasus yang terakhir adalah KAsus pembunuhan aktivis HAM Munir yaitu terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto. Kasus-kasus tersebut adalah merupakan beberapa kasus yang mana
seorang
Jaksa
telah
mengajukan
peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung, dan diterima. Hal ini menjadi Conflict Law dalam ranah ilmu hukum. Ketidakjelasan pengaturan mengenai kewenangan Jaksa mengajukan Peninjauan kembali menjadikan kesimpang siuran dalam ilmu hukum Secara eksplisit memang KUHAP tidak mengatur bahwa seorang Jaksa diperbolehkan untuk mengajukan peninjauan kembali. Namun beberapa pakar salah satunya adalah P austinus Siburian, SH.,M.H yang menyatakan bahwa kewenangan Jaksa mengajukan permintaan peninjauan kembali diatur secara implicit dalam P asal 263 ayat (3). Karena dari P asal ini menjelaskan bahwa perbuatan yang didakwakan
terbukti
namun
tidak
diikuti
oleh
adanya
suatu
pemidanaan. Dan untuk hal ini tidak mungkin seorang terpidana,ahli waris dan atau penasihat hukum mengajukan peninjauan kembali terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum sehingga yang
mengajukan
peninjauan
kembali
adalah
Jaksa(http://www.ipaust.co.id/tinjau.pdf >{29 april 2010 09.37 WIB}). Selain itu terdapat kelemahan lain dari peninjauan kembali di KUHAP adalah mengenai pengajuan permintaan peninjauan kembali ditujukan ke Mahkamah Agung. Hal ini dianggap hal yang lumrah atau biasa
karena
sistem
peradilan Indonesia yang bertingkat, dan
mengingat bahwa peninjauan kembali adalah upaya hukum terakhir. Namun hal ini pun berdampak negatif terhadap peninjauan kembali itu sendiri, karena hal ini memberikan kerugian baik oleh pihak yang mengajukan peninjauan kembali maupun oleh Mahkamah Agung. Pihak yang mengajukan peninjauan kembali berada dalam keadaan yang tidak pasti, karena pemberian putusan oleh Mahkamah Agung
61
menjadi sangat lama dan dalam waktu yang tidak menentu sementara permintaan pengajuan peninjauan kembali tidak dapat menangguhkan atau menunda pelaksanaan putusan. Lamanya pemberian putusan oleh Mahkamah Agung juga dapat dikatakan logis atau masuk akal karena terdapat penumpukan berkas perkara yang diajukan ke Mahkamah Agung
kususnya
mengenai
pengajuan
permintaan
peninajauan
kembali.
2. Pengaturan Supervisi Menurut Crimina l Procedure Law Of The People’s Republic Of China No.64 a. Kelebihan Sistem Su pervisi Mengingat bahwa sistem peradilan di Cina yang menganut asas ‘four levels an d two instance of trials’ maka peradilan di Cina lebih cepat, efektif dan efisien dikarenakan tidak lagi terjadi penumpukan perkara pada satu tingkat People Courts tertentu maupun di Supreme People Cou rts. Dikatakan lebih cepat dikarenakan terdapat pembagian yang jelas pada setiap tingkat People Court’s untuk mengadili perkara sesuai dengan kewenangan yang ada. Perkara yang diadili oleh People Courts sesuai dengan prosedur pengadilan Supervisi, harus menyelesaikan persidangan dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan sejak pihak yang mengajukan mengambil keputusan untuk melimpahkan perkara untuk diadili sendiri. Jika perlu menambah waktu maksimal lamanya adalah 6 (enam) bulan. Dan apabila People Courts diatasnya menunjuk kepada P eople Courts dibawahnya
untuk
menyidangkan perkara tersebut maka perkara
tersebut harus diputus dalam kurun waktu 1 (satu) bulan sejak protes diterima (Jur Andi Hamzah, 2008: 309). People Cou rts
di Cina memiliki daerah kewenangan dan juga
kewenangan mengadili yang berbeda-beda pada setiap tingkatan. Cina hanya mengenal upaya hukum banding dan Su pervisi atau peninjauan
62
kembali.
Jadi ketika suatu perkara
masuk
pada
suatu
tingkat
Pengadilan maka terhadap putusan Pengadilan tersebut diperbolehkan atau diberikan hak untuk mengajukan banding, dan dari putusan banding tersebut kepada terpidana, kerabat dekat dan atau penasihat hukumnya untuk mengajukan
peninjauan kembali atau Supervisi
kepada Pengadilan di atasnya. Jika pengadilan diatasnya ini telah mencapai Supreme Courts maka perkara tersebut memang baru masuk menjadi kewenangan Supreme Cou rts untuk menanganinya. Bahkan di Cina
pengadilan
rakyat
memerintahkan kepada
yang
lebih
tinggi
diberi
hak
untuk
Pengadilan di bawahnya untuk membuka
kembali perkara yang diajukan Supervisi sesuai dengan Pengadilan supervisi. Satu-satunya Negara yang mengatur dlaam sistem hukumnya memperbolehkan Jaksa mengajukan P eninjauan Kembali adalah Cina. Hal ini di atur dalam Article 203 Crimina l Procedure Law Of The People’s Republic Of China No.64. karena Negara ini menganut sistem komunis maka sistem hukumnya pun juga berkarakteristik komunis yang mana yang berkuasa adalah partai pemegang pemerintahan. Dan pemerintah adalah pemegang otoritas tertinggi. Ketika Jaksa atau People Procuratorates menemukan beberapa kekeliruan pasti pada suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dari People Cou rts yang lebih rendah dapat mengajukan protes ke People Courts pada tingkat yang sama terhadap putusan sesuai dengan prosedur pemeriksaan supervisi. Setelah itu People Courts akan membentuk Majelis Kolegial atau Collegial Panels untuk mengadili kembali (Jur Andi Hamzah, 2008: 309). b. Kelemahan Sistem Sup ervisi Mengingat
bahwa
Cina
sebagai
Negara
komunis
maka
kebebasan terhadap terdakwa atau terpidana sangat susah didapat. Karena seperti layaknya Negara komunis kediktatoran melekat kuat
63
dalam sistem ini. Partai yang menang itulah partai yang berkuasa dan juga pemegang pemerintahan sehingga secara tidak langsung otoritas tertinggi berada di tangan mereka. Di negara ini People Procuratorates diperbolehkan untuk mengajukan supervisi. Hal ini telah menjadi salah satu kerugian bagi terdakwa atau terpidana. Karena terpidana harus tetap berhadapan dengan pihak yang lebih kuat. Selain itu salah satu alasan atau syarat mengajukan supervisi adalah mengenai keadaan bahwa Hakim yang mengadili perkara telah melakukan penggelapan, penyuapan, atau malpraktik sehingga telah membengkokkan hukum meskipun ini menjadi salah satu kelengkapan dalam pengajuan supervisi, tapi syarat ini terbilang susah sekali untuk dibuktikan oleh pihak terpidana. Karena terpidana harus mampu untuk membuktikan bahwa Hakim yang mengadili perkaranya telah berbuat curang dalam pemberian putusan.
64
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan 1. Persamaan Dan Perbe daan Mode l Pengaturan As as-Asas Peninjauan Ke mbali Perkara Pidana Menurut Kuhap Dengan Article 203 Dan 204 Criminal Procedure La w Of The People’s Republic Of China No .64 Persamaan antara pengaturan asas-asas peninjauan kembali perkara pidana menurut KUHAP dan Criminal Procedure Law Of The People’s Republic Of China No.64 adalah yang pertama peninjauan kembali maupun supervisi sama-sama diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (ink racht van gewijsde). Kedua para pihak yang mengajukan adalah terpidana, kerabat dekat atau ahli waris dan juga penasihat hukumnya. Ke tiga, alas an pengajuan peninjauan kembali atau Su pervisi adalah adanya novum atau bukti baru, adanya pertentangan antar putusan satu dengan yang lain dan terdapat kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam putusan. Ke e mpat,
bahwa pengajuan
peninjauan kembali atau Supervisi sama-sama tidak dapat menunda atau menangguhkan pelaksanaan putusan atau perintah. Perbedaan antara pengaturan asas-asas peninjauan kembali perkara pidana menurut KUHAP dan Criminal Procedure Law Of The People’s Republic Of China No.64 adalah yang pe rtama alas an Su pervisi selain ketiga alas an diatas masih ditambah satu alasan yaitu Hakim dalam memutus perkara melakukan perbuatan penggelapan atau penyuapan, malpraktik untuk keuntungan pribadi atau membengkokkan hukum dalam membuat putusan. Kedua,
Supervisi diajukan ke People’s Court,
People’s Procuratorates atau Supreme People’s Cou rts
sementara
peninjauan kembali diajukan ke Mahkamah Agung. Ke tiga, Sistem hukum Cina yang menganut sistem Civil Law karena segala aspek hukumnya terkodifikasi dengan cukup baik namun masih diiringi dengan karakteristik China sebagai Negara sosialis komunis. Ke empat, peninjauan kembali
65
terdapat pengecualian bagi putusan yang berkekuatan hukum tetap yaitu putusan yang memuat putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum tidak diperbolehkan untuk diajukan peninjauan kembali. Ke lima, Supervisi dalam memberikan putusan diatur dan ditentukan 3 (tiga) bulan sejak perkara disidangkan dan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan dan jika yang mengadili P eople Court dibawahnya maka putusan harus dibuat minimal 1 (satu ) bulan sejak perkara diterima.
2. Ke lebihan Dan Ke k urangan Asas-Asas Pe ninjauan Ke mbali Pe rk ara Pidana Menurut Kuhap De ngan Article 203 Dan 204 Criminal Procedure La w Of The People’s Republic Of China No .64 Kelebihan
dari
peninjauan
kembali
perkara
pidana
menurut
KUHAP adalah KUHAP memberikan perlindungan terhadap terdakwa. Hal ini dikarenakan terlihat dari sejarah lahirnya peninjauan kembali itu sendiri hingga pengaturannya di dalam KUH AP. Yaitu melalui perkara Sengkon dan Karta. Kelemahan dari peninjauan kembali menurut KUHAP adalah tidak adanya pengaturan yang jelas mengenai kewenangan Jaksa mengajukan peninjauan kembali, apabila memang dalam perkembangan hukum hal ini diperlukan untuk menjaga eksistensi KUHAP sendiri sebagai sumber hukum formil dalam Indonesia.
Selain
itu
penegakan hukum kususnya hukum pidana di dikarenakan
pengajuan
permintaan
peninjauan
kembali hanya dilakukan ke Mahkamah Agung menyebabkan terjadi penumpukan terhadap perkara di Mahkamah Agung dan putusan yang dinantikan oleh pemohon yang lama karena tidak ada batas waktu pemberian putusan. Kelebihan dari Su pervisi menurut Crimina l Procedure Law Of The People’s Republic Of China No.64 adalah lebih cepat, efektif dan efisien dan
tidak
terjadi penumpukan pada
suatu tingkat
People
Court
tertentu.Karena sistem peradilan di Cina yang menganut sistem four levels and two instance of trials.
66
Kelemahan dari Su pervisi menurut Crimina l Procedure Law Of The People’s Repub lic Of China No.64 adalah kurangnya memberikan perlindungan
terhadap
terpidana
karena
kurangnya
keleluasaan
bagi
terpidana untuk memperoleh haknya, selain itu syarat yang keempat untuk mengajukan Supervisi lebih sulit untuk dibuktikan bagi terpidana.
B. Saran 1. Sebaiknya KUHAP
memberikan penentuan yang jelas mengenai
keberadaan kewenangan Jaksa dalam mengajukan peninjauan kembali, dimana dalam hal ini berkaitan dengan Pasal 263 KUHAP, sehingga peraturan
secaa
eksplisit
mengenai
kewenangan
tersebut
dapat
dijadikan pedoman untuk memenhi kebenaran formil dalam perkara pidana. 2.
Untuk memberikan kepastian hukum bagi terpidana maka diberikan jangka waktu untuk pemberian putusan terhadap pengajuan peninjauan kembali, dan hal ini diatur secara jelas dalam KUHAP sehingga rujukan yang dipakai telah jelas dan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA Bambang Santoso. 2010. Criminal Procedure Law Of The People’s Repub lic Of Chin a No. 64. www.bbgstoso.gmail.c om [ 25 Februari 2010 pukul 08.19] Damar Swarno Dwipo. 2009. Peninjauan Kembali, Keadialn Untuk Siapa? http://www.mediaindonesia.com/read/2009/08/20/91317/68/11/Peninjaua n-Kembali-PK-Keadilan-untuk-Siapa [ 27 Februari 2010 pukul 10.03] Hari Sasangka dan Lily Rosita. 2003. Komentar KUHAP. Bandung : Mandar Maju. I. Tajuddin. 2009. Peninjauan Kembali (PK) Yang Diajukan Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Kasus Po llycarpus Budihariyanto http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/11/pk_pollycarpus.pdf [ 27 februari 2010 pukul 10.09] Johnny Ibrahim. 2008. Teori dan Metod ologi Penelitian Hu kum Normatif. Malang: Bayu Media Publishing. Jur Andi Hamzah. 2008. Huk um Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. . 2009. Perband ingan Huk um Pidana Beberapa Negara. Jakarta: Sinar Grafika. Leden Marpaung. 2000. Perumusan M emori Kasasi dan Peninjauan Kembali Perk ara Pida na . Jakarta :Sinar Grafika. Mangasa Sidabutar. 1999. Hak Terd ak wa Terpida na Penuntut Umum Menempuh Upaya Huk um. Jakarta: Raja Grafindo Persada M.Yahya Harahap.2002. Pembahasan Permasalah an dan Penerapan KUHAP. Jakarta : Sinar Grafika. Paustinus Siburian. 2009. Ha k Jak sa Mengajuk an PK dan Batasann ya http://www.ipaust.co.id/tinjau.pdf [ 29 April 2010 pukul 07.10] Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1980. Peter Mahmud. 2006. Penelitian Hu kum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Retno Kustiati. 2009. PK Kon troversial, Antara Kepastian Huk um dan Keadilan Vol 3 No.2
http://jurnalnasional.com/show/k olom?be rita=97 725&page=47& page comment=1&rmt=false& rubrik =Sik ap [27 februari 2010 pukul 10.20] Romli Atmasasmita. 2000. Perbandinga n Huk um Pida na. Bandung: Mandar Maju. Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung Wahyu Wiriadinata. 2008. Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum. Bandung: Java P ublishing Winterton. 1975. The American Journal Of Comparative Law. Vol 23