PROSES PERKAWINAN DAN PERCERAIAN ANGGOTA TNI AD DITINJAU DARI HUKUM ISLAM, UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN PERATURAN NIKAH CERAI TNI AD (ANALISIS YURIDIS PUTUSAN NOMOR 1684/PDT.G/2011/PA.CBN DAN NOMOR 153/PDT.G/2012/PA.SRG) Nindya Wulandari Surini Ahlan Sjarief Farida Prihatini Progam Studi Ilmu Hukum, Kekhususan Hukum tentang Hubungan Antar Anggota Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Abstrak Skripsi ini memberikan gambaran mengenai proses perkawinan dan perceraian anggota TNI AD. Proses perkawinan dan perceraian anggota TNI AD selain tunduk pada hukum agamanya dan Undang-Undang Perkawinan juga tunduk pada Peraturan Nikah Cerai yang tertuang dalam Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang 11/VII/2007 Tanggal 4 Juli 2007 dan Surat Keputusan KASAD Nomor SKEP/491/XII/2006 Tanggal 21 Desember 2006. Namun masih terdapat perbedaan pelaksanaan prosedur perceraian bagi anggota TNI AD, seperti
dalam
Putusan
Nomor
1684/Pdt.G/2011/PA.Cbn
dan
Putusan
Nomor
153/Pdt.G/2012/PA.Srg. Masih adanya Pengadilan Agama yang tidak teliti dalam memeriksa syarat administratif anggota TNI AD yaitu Surat Izin Cerai menyebabkan anggota TNI AD tersebut dapat melanjutkan persidangan padahal menurut aturan anggota TNI AD harus menyelesaikan proses izin cerai dahulu di Satuan. Kata Kunci: Perkawinan; Perceraian; Tala;, Rujuk; TNI AD
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
Abstract This research aims to describe about the proccess of marriage and divorce among the members of The Indonesian National Army (TNI-AD). This proccess not only subject to the Islamic Law and The Law Number 1 Year 1974 regarding Marriage (“Marriage Law”), but also to the internal regulations within The Indonesian National Army (TNI-AD), which are set out in The Procedure of Marriage and Divorce for The Soldiers, The Regulation of The Commander of The Indonesian National Armed Forces No. Perpang/11/VII/2007 dated 4 July 2007 and KASAD Letter of Decision No. SKEP/491/XII/2006 dated 21 December 2006. But there are differences in the implementation of the procedure of divorce for the members of TNI AD, such as in verdict No. 1684/Pdt.G/2011/PA.Cbn
and verdict No.
153/Pdt.G/2012/PA.Srg. There are still a religious Courts that is not precision in examining the administrative terms the member of TNI AD. This causes the members of TNI AD can continue the proceedings without Divorce Permission Letter even though according to the rules the member of TNI AD should complete the process permission for divorce once in the Unit. Key words: marriage;divorce; talaq; rujuk;The Indonesian National Army (TNI-AD) PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia merupakan makluk yang tidak bisa hidup sendiri dan telah
diciptakan berpasang-pasangan oleh Allah SWT Bahkan sejak awal adanya manusia di bumi ini, Allah SWT telah menciptakan Nabi Adam AS dan Siti Hawa untuk saling melengkapi dan melanjutkan keturunan. Hasrat manusia tersebut dituangkan dalam bentuk suatu hidup bersama. Untuk mengatur kehidupan bersama sepasang manusia tersebut dibutuhkan aturanaturan untuk mengatur syarat-syarat dalam membentuk suatu lembaga yang bernama perkawinan. Di Indonesia, terdapat pluralisme hukum dimana hukum barat, hukum adat, dan hukum Islam berlaku. Namun masalah perkawinan maupun perceraian sendiri dewasa ini sudah terjadi unifikasi hukum yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perkawinan).
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
Menurut hukum Islam, perkawinan sendiri baru dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan.1 Rukun adalah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum.2 Kaitannya dengan Undang-Undang Perkawinan terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) yang menyebutkan bahwa perkawinan baru dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Seperti warga negara lainnya, anggota TNI AD yang akan menikah maupun bercerai tunduk pada hukum perkawinan nasional (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Namun bagi anggota TNI AD yang memiliki struktur dan organisasi tersendiri, selain tunduk pada ketentuan atas harus tunduk pula pada peraturan-peraturan internal TNI yang
tertuang
dalam
Peraturan
Panglima
Tentara
Nasional
Indonesia
Nomor
Perpang/11/VII/2007 tentang Tata Cara Pernikahan, Perceraian dan Rujuk Bagi Prajurit tanggal 4 Juli 2007, dan Surat Keputusan KASAD Nomor SKEP/491/XII/2006 tanggal 21 Desember 2006. proses perceraian bagi anggota TNI AD tidaklah sesederhana seperti masyarakat lainnya, karena proses perceraian harus memiliki Surat Izin Cerai yang dikeluarkan oleh Ankum ( Atasan yang Berhak Menghukum). Undang-Undang Perkawinan memiliki prinsip mempersukar terjadinya perceraian, yang diterapkan dengan menegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan.3 TNI AD pun sejalan dengan prinsip mempersukar terjadinya perceraian tersebut, bahkan apabila seorang anggota TNI AD melakukan perceraian yang tidak sesuai dengan proses yang telah ditentukan maka anggota TNI AD tersebut akan menerima sanksi. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis meneliti lebih lanjut dan membahasanya dalam skripsi yang berjudul “Proses Perkawinan dan Perceraian Anggota TNI AD Ditinjau dari Hukum Islam dan Peraturan Nikah Cerai TNI AD (Analisis Yuridis Putusan Nomor 1684/Pdt.G/2011 dan Putusan Nomor 153/Pdt.G/2012/PA. Srg).
1
Djubaedah, op.cit., hlm. 61.
2
Departemen Agama RI, Pedoman Pegawai Pencatat Nikah (PPN), (Jakarta:Proyek Pembinaan Sarana Keagamaan Islam, Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Departemen Agama, 1984), hlm. 34. 3
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, cet.5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2007), hlm. hlm. 98.
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
B.
Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka masalah pokok yang akan diteliti adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan perkawinan dan perceraian anggota TNI AD ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, hukum Islam dan peraturan internal TNI yaitu Peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesia Nomor Perpang/11/VII/2007 tentang Tata Cara Pernikahan, Perceraian dan Rujuk Bagi Prajurit serta Surat Keputusan KASAD Nomor SKEP/491/XII/2006? 2. Apakah
Putusan
Nomor:
1684/Pdt.G/2011/PA.Cbn
dan
Putusan
Nomor
153/Pdt.G/2012/PA.Srg sesuai dengan hukum perkawinan yang berlaku bagi anggota TNI AD? 3. Bagaimana
perbandingan
proses
perceraian
antara
Putusan
Nomor:
1684/Pdt.G/2011/PA.Cbn dan Putusan Nomor 153/Pdt.G/2012/PA.Srg? C.
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan perkawinan dan perceraian bagi anggota TNI AD ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Islam dalam prakteknya; 2. Untuk mengetahui perbandingan dari proses perceraian yang diajukan anggota TNI AD dan perceraian oleh istri/suami dari anggota TNI AD; 3. Untuk mengetahui apakah Putusan Nomor 1684/Pdt.G/2011/PA.Cbn dan Putusan Nomor 153/Pdt.G/2012/PA.Srg sesuai hukum perkawinan yang berlaku bagi TNI AD.
TINJAUAN TEORITIS Menurut Hukum Islam, perkawinan merupakan aqad antara calon suami istri untuk membolehkan keduanya bergaul sebagai suami istri.4 Hukum Islam memiliki dasar hukum perkawinan yang dapat berubah berdasarkan sebab-sebab khusus dan memiliki rukun perkawinan yang harus dipenuhi. Rukun perkawinan itu antara lain adanya calon suami dan calon istri, adanya wali nikah, adanya dua orang saksi, ijab dan qabul. Setiap rukun pun 4
Asmin, Status Perkawinan Antaragama Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hlm. 28.
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
memiliki syarat-syarat tertentu. Perceraian (thalaq) merupakan perbuatan halal yang paling dibenci Allah Swt namun dalam Di dalam Hukum Islam putusnya perkawinan dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu meninggal dunia dan putusnya perkawinan atas kehendak suami oleh alasan tertentu dengan ucapan tertentu pula.5 Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), pengertian perkawinan yaitu miitsaaqon gholiidhan yang diambil dari surah An-Nisa ayat 21. Dalam KHI diatur pula sebab putusnya perkawinan karena perceraian dapat disebabkan atas kehendak suami disebut cerai talak dan baru dapat dikatakan sah apabila cerai talak ini diucapkan di hadapan sidang Pengadilan Agama dan dilakukan sesuai tata cara perceraian yang diatur dalam Pasal Pasal 129, 130 dan 131 (Pasal 117 KHI) atau gugatan perceraian oleh istri. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Undang-Undang Perkawinan) memberikan landasan hukum nasional bagi berbagai golongan masyarakat yang beraneka ragam di Indonesia. Undang- Undang Perkawinan ini memiliki perbedaan dengan KUHPerdata yang memandang perkawinan sebagai perjanjian lahiriah atau keperdataan belaka sama seperti perjanjian keperdataan lainnya, yang tidak mengandung nilai atau ikatan agama.6 Adapun mengenai putusnya perkawinan diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan. Selain Undang-Undang Perkawinan dan hukum agamanya, anggota TNI harus tunduk pula pada peraturan internalnya yang tercantum dalam Peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesia Nomor Perpang/11/VII/2007 tentang Tata Cara Pernikahan, Perceraian dan Rujuk Bagi Prajurit serta Surat Keputusan KASAD Nomor SKEP/491/XII/2006. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan data sekunder.7 Tipologi penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris yaitu yaitu menggambarkan tata cara pernikahan dan perceraian bagi anggota TNI AD berdasarkan peraturan yang berlaku dan bagaimana prakteknya. 5
Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Perkawinan dan Hukum Perdata/BW, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1981), hlm.38-39. 6
Islam, Undang-Undang
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, cet I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 269.
7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2010)
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat umum dan data sekunder yang diperoleh dari wawancara. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif yang menghasilkan data atau bentuk hasil penelitian berupa deskriptif analitis. Hasil penelitiannya adalah laporan laporan yuridis normatif yakni menggambarkan situasi atau proses perkawinan dan perceraian bagi anggota TNI AD yang dianalisis dari hukum perkawinan nasional yang berlaku bagi seluruh subjek hukum yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta hukum Islam dan peraturan-peraturan internal TNI AD lainnya. PEMBAHASAN 1.
Pelaksanaan Perkawinan dan Perceraian Ditinjau Dari Hukum Islam
Perkawinan yang berasal dari kata “kawin” merupakan terjemahan dari bahasa Arab “nikah” dan perkataan zawaaj. Istilah kawin itu tidak digunakan di negeri yang berbahasa Arab, mereka memakai istilah nikah atau lengkapnya Aqnun niqah, yang artinya penandatanganan suatu kontrak perkawinan.8 Menurut Syara’, nikah adalah aqad antara calon suami istri untuk membolehkan keduanya bergaul sebagai suami istri.9 Aqad nikah artinya perjanjian untuk mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang wanta dengan seorang laki-laki.10 Dalam hukum Islam, Asal hukum perkawinan adalah mubah (ibahah), tetapi hukum tersebut dapat berubah berdasarkan sebab-sebab yang khusus, yaitu hukumnya beralih menjadi sunnah, hukumnya beralih menjadi wajib, hukumnya beralih menjadi makruh, dan hukumnya beralih menjadi haram.11 Menurut hukum Islam, syarat yang harus dipenuhi agar suatu perkawinan dinyatakan sah adalah: 1. Syarat Umum
8
Suharyadi Sumhudi, Perkawinan, (Jakarta: Penerbit Iqro, 1990), hlm. 3.
9
Asmin, Status Perkawinan Antaragama Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hlm. 28. 10
Thalib, op.cit., hlm. 63.
11
Thalib, op.cit., hlm. 49-50.
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan larangan perkawinan dalam Alquran yang termuat dalam QS. Al-Baqarah (2): 221 tentang larangan perkawinan karena perbedaan agama, QS. An-Nisaa’ (4): 22, 23, dan 24 tentang larangan perkawinan karena hubungan darah, semenda dan saudara sesusuan. 2. Syarat khusus a. Adanya persetujuan calon mempelai laki-laki dan perempuan. Calon mempelai ini harus bebas dalam menyatakan persetujuannya tidak dipaksa oleh pihak lain; b. Harus ada persetujuan bebas antara kedua calon mempelai. Perkawinan tidak boleh dipaksa; c. Ada wali nikah; d. Saksi; e. Mahar atau sad. Mahar merupakan kewajiban yang harus dibayar; f. Ijab Kabul. Putusnya perkawinan itu ada dalam beberapa bentuk tergantung dari segi siapa sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya perkawinan itu. Dalam hal ini ada empat kemungkinan:12 1.
Putusnya perkawinan atas kehendak Allah SWT sendiri melalui matinya salah seorang suami istri. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan.
2.
Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh alasan tertentu dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu. Perceraian dalam bentuk ini disebut thalaq.
3.
Putusnya perkawinan atas kehendak istri karena istri melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan, sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak untuk putusnya perkawinan yang disampaikan oleh si istri dengan cara tertentu ini diterima oleh suami dan dilanjutkan ucapannya untuk memutus perkawinan itu. Putus perkawinan dengan cara ini disebut dengan khulu’.
4.
Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan/atau isteri yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan dalam bentuk ini disebut fasakh.
12
Syarifuddin, op.cit., hlm. 190.
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
2.
Pelaksanaan Perkawinan dan Perceraian Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Unsur-unsur suatu perkawinan dari rumusan yang terdapat dalam Pasal 1 UndangUndang Perkawinan adalah: a. Ikatan lahir dan batin Ikatan lahir ini merupakan hubungan formal yang sifatnya nyata, baik yang mengikatkan dirinya maupun bagi orang lain atau masyarakat.13 Ikatan batin adalah ikatan yang tidak tampak namun terjalin dan hanya dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan b. Antara seorang pria dan seorang wanita Pada dasarnya, Undang-Undang Perkawinan menganut asas monogami namun bukan monogami mutlak. Syarat-syarat untuk dapat melakukan poligami tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1). c. Membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal d. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Adanya rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa menandakan bahwa unsur agama/kepercayaan menjiwai perkawinan. Undang-Undang Perkawinan mengatur bahwa perkawinan dapat putus karena sebab yang disebutkan dalam Pasal 38 yaitu kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan. Alasan-alasan perceraian diatur lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UndangUndang Perkawinan. 3.
Perkawinan dan Perceraian Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pengertian perkawinan di dalam KHI diatur dalam Pasal 2 yaitu perkawinan menurut
hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah. Syarat dan rukun perkawinan diatur dalam Pasal 14 KHI. Putusnya perkawinan dalam KHI sama dengan Undang-Undang Perkawninan yaitu dalam Pasal 113 KHI yang mengatur bahwa putusnya perkawinan dapat dikarenakan 3 (tiga) alasan sebagai berikut: 13
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976), hlm.14-15
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
1) Kematian; 2) Perceraian; 3) Putusan Pengadilan. Menurut Pasal 114 KHI menyatakan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak oleh suami atau gugatan perceraian oleh isteri. Adapun alasan-alasan perceraian disebutkan dalam Pasal 116 KHI. 4.
Pengaturan Perkawinan dan Perceraian Bagi Anggota TNI AD Peranan dan tugas pokok anggota TNI yang dahulu dikenal dengan ABRI (TNI-POLRI) pada
dasarnya mengemban pertahanan nasional dengan melakukan segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman militer serta ancaman bersenjata terhadap keutuhan bangsa dan negara. Peranan TNI yang berat ini harus ditunjang pula dari faktor keluarga yaitu kehidupan suami istri yang harmonis sehingga diharapkan dapat membantu konsentrasi anggota TNI yang melaksanakan tugas negara. Untuk dapat mewujudkan maksud tersebut, Panglima TNI selaku pimpinan TNI tertinggi mengeluarkan Peraturan Panglima TNI Nomor 11 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pernikahan, Perceraian dan Rujuk Bagi Prajurit. Sebagai pelaksanaan dari Peraturan Panglima TNI ini, maka KASAD selaku pimpinan tertinggi TNI AD mengeluarkan Surat Keputusan Kasad Nomor SKEP/491/XII/2006 tentang Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk (NTCR) bagi anggota TNI AD
Anggota TNI AD sebagai subyek hukum merupakan bagian dari Pegawai Negeri seperti yang dinyatakan dalan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Adapun tata cara pernikahan bagi prajurit TNI sebagai berikut:14 1. Prajurit TNI yang akan melaksanakan pernikahan harus mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang; 2. Izin nikah hanya diberikan apabila pernikahan yang akan dilakukan itu tidak melanggar hukum agama yang dianut oleh kedua belah pihak yang bersangkutan. Untuk ini perlu adanya pernyataan/pendapat pejabat agama Angkatan yang bersangkutan;
14
Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, Buku Petunjuk Teknik tentang Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk bagi Anggota TNI AD, SKEP Kasad No 491/XII/2006, Ps. 7.
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
Izin nikah itu pada prinsipnya diberikan kepada prajurit yang bersangkutan jika pernikahan itu memperlihatkan prospek kebahagiaan dan kesejahteraan bagi calon suami istri yang bersangkutan dan tidak akan membawa pengaruh atau akibat yang dapat merugikan kedinasannya. Izin nikah tersebut dikeluarkan dalam bentuk surat izin nikah yang harus dilengkapi berbagai persyaratan lainnya pula. Surat izin nikah hanya berlaku selama enam bulan terhitung dari tanggal dikeluarkannya.15 Surat permohonan izin nikah ini harus disertai berbagai lampiran yang telah disebutkan dalam Lampiran Perpang TNI Pasal 16 ayat (1). Pengaturan perceraian bagi anggota TNI secara umum dijelaskan dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang /11/VII/2007. Namun apabila terdapat pelanggaran ketentuan perkawinan dan perceraian yang dilakukan oleh anggota TNI AD diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 Tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Di dalam ini dikenal 2 (dua) jenis pelanggaran hukum disiplin yaitu:16 a. Pelanggaran hukum disiplin murni merupakan setiap perbuatan yang bukan tindak pidana, tetapi bertentangan dengan perintah kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit. b. Pelanggaran hukum disiplin tidak murni merupakan setiap perbuatan yang merupakan tindak pidana yang sedemikian ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara hukum disiplin prajurit Pelanggaran ketentuan perkawinan dan perceraian yang telah diatur dalam Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/11/VII/2007 dan Surat Keputusan KASAD Nomor SKEP/491/XII/2006 termasuk dalam pelanggaran hukum disiplin murni karena bertentangan dengan kedua peraturan yang dikeluarkan oleh Panglima TNI dan KASAD. Untuk pelanggaran ketentuan kawin dan cerai memang termasuk pelanggaran hukum disiplin militer dimana sanksinya sebagai berikut: 17 a) Teguran; b) Penahanan ringan paling lama 14 (empat belas) hari; 15
Ibid.,Ps. 8 ayat (1).
16
Indonesia, Undang-Undang tentang Hukum Displin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, UU No. 26 Tahun 1997, LN No. 74 Tahun 1997, TLN No. 3703, Ps.5. 17
Ibid., Ps. 8.
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
c) Penahanan berat paling lama 21 (dua puluh satu) hari. Sanksi hukum disiplin militer juga terdapat dampak-dampak lainnya bagi anggota TNI AD yang melanggar, yaitu:18 a. Skorsing atau pencabutan jabatan Pencabutan jabatan ini juga disertai dengan pemotongan gaji sebesar 25% yang masuk ke kas negara sehingga bagi anggota TNI AD yang melanggar hanya menerima sisa 75%. b. Sanksi administratif Sanksi administratif ini dapat berupa penundaan sekolah/kursus maupun penundaan pangkat selama 3 periode. Dalam TNI AD terdapat 2 (dua) periode
kenaikkan
pangkat yaitu periode pertama pada tanggal 1 bulan April (1/4) dan periode kedua pada tanggal 1 bulan Oktober (1/10). Ketentuan Khusus untuk KOWAD Di Indonesia, sesuai dengan Surat Keputusan KASAD No KPTS/455/6/1961, tanggal 6 Juni 1961 tentang tugas pokok KOWAD yaitu bersama-sama dengan cabang-cabang lain dalam Angkatan Darat ikut serta dalam pertahanan negara dengan menggunakan keahlian dan kemahiran anggotanya untuk tugas-tugas tertentu bukan tempur (non combat functions) sesuai dengan kodrat dan sifat kewanitaannya setaraf dengan emansipasi wanita Indonesia sehingga tercapai efisiensi yang sebesar-besarnya dalam organisasi Angkatan Darat. Dalam Juklak (Petunjuk Pelaksanaan) Nomor 1 Tahun 1986 pelaksanaan tugas KOWAD disesuaikan dengan bidang kecabangan yang dimilikinya dan dalam lapangan kekuasaan dari cabang yang bersangkutan. Undang-Undang Perkawinan juga berlaku bagi anggota TNI termasuk KOWAD dan ada pula berlaku aturan internalnya. Salah satu aturan internal itu bagi KOWAD adalah aturan mengenai pernikahan yang diatur dalam Buku Petunjuk Teknik tentang Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk
yang tercantum dalam Lampiran Surat Keputusan KASAD Nomor
SKEP/491/XII/2006 Tanggal 21 Desember 2006 dan Juklak/1/II/1986 tanggal 27 Februari
18
Hasil wawancara dengan Kepala Hukum Korem 161/Wirasakti Mayor Chk Yacobus Bula pada 18 Januari 2013 pukul 12.00 WITA
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
1986 tentang Pembinaan Korps Wanita Angkatan Darat. Namun ada aturan persyaratan khusus bagi anggota KOWAD tersebut adalah:19 1) Pernikahan a) Selain berkewajiban menghadap Pejabat Agama, anggota KOWAD juga wajib menghadap Pembina KOWAD; b) Yang berstatus Milsuk (Militer Sukarela), ijin nikah diberikan setelah menjalankan dinas sekurang-kurangnya dua tahun bagi Bintara dan satu tahun bagi Perwira terhitung mulai pengangkatan pertama dalam pangkat efektif; c) Yang berstatus Milwa (Militer Wajib), ijin nikah diberikan setelah menjalankan dinas sekurang-kurangnya tiga tahun bagi Bintara dan dua tahun bagi Perwira; d) Setelah pernikahan dilangsungkan, salinan surat-surat beserta lampirannya diserahkan kepada Pembina KOWAD; e) Tidak diperkenankan memberi persetujuan lisan/tertulis bagi suaminya yang akan menikah lagi; f) Calon suami dari anggota TNI/POLRI/PNS tidak berpangkat lebih rendah. Bagi Kowad selain mengikuti ketentuan yang sudah disebutkan dalam tata cara perceraian di SKEP Kasad maka juga: a. Diharuskan menghadap Pembina Kowad untuk mendapatkan pertimbangan dan nasehat. b. Salinan surat cerai. Surat Ijin Cerai beserta lampirannya diserahkan juga kepada Pembina Kowad.
4.
Analisis
Kasus
Putusan
Pengadilan
Agama
Serang
Nomor
153/Pdt.G/2012/PA.Srg 4. 1 Posisi Kasus Pada tanggal 20 Pebruari 2012 pihak suami (Pemohon) mengajukan permohonan cerai talak terhadap pihak istri (Termohon) yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan 19
Ibid., Angka 13 huruf C.
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
Agama Serang di bawah Register Perkara Nomor: 153/Pdt.G/2012/PA.Srg tanggal 20 Pebruari 2012. Rumah tangga Pemohon dan Termohon mulanya berjalan harmonis , namun sejak tahun 1990 rumah tangga mulai goyah. Rumah tangga mulai sering terjadi perselisihan dan pertengkaran karena Termohon dicurigai memiliki hubungan dengan laki-laki lain, Termohon menjadi Tenaga Kerja (TKW) tanpa izin Pemohon dan sudah tidak ada kecocokkan lagi. Pemohon meminta Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan sebagi berikut: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon; 2. Memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon; 3. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Serang untuk menyampaikan salinan penetapan ikrar talak kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama di tempat perkawinan Pemohon dan Termohon lakukan dan kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama di tempat tinggal Pemohon dan Termohon; 4. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon; Majelis Hakim menjatuhkan Putusan sebagai berikut: 1. Menyatakan bahwa Termohon telah dipanggil secara sah dan patut untuk datang menghadap ke persidangan, tidak hadir; 2. Mengabulkan permohonan Pemohon dengan verstek; 3. Memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Serang; 4. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 291. 000,- (dua ratus sembilan puluh satu ribu rupiah); 4. 2 Analisis Kasus Pemohon merupakan seorang anggota TNI Angkatan Darat (AD) yang pengaturan nikah dan cerainya selain tunduk pada hukum agamanya dan Undang-Undang Perkawinan, berlaku pula Peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesia Nomor Perpang/11/VII/2007 tentang Tata Cara Pernikahan, Perceraian dan Rujuk Bagi Prajurit serta Surat Keputusan
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
KASAD Nomor SKEP/491/XII/2006. Mengenai perkawinan antara Pemohon dan Termohon di Putusan Pengadilan Agama Serang, Majelis Hakim berpendapat bahwa perkawinan tersebut telah memenuhi syarat serta tidak ada halangan kawin antara keduanya Dengan status Pemohon sebagai anggota TNI AD, maka Pemohon harus melampirkan surat izin atasan agar dapat diproses perceraiannya di pengadilan. Penggugat yang merupakan seorang anggota TNI AD telah melampirkan bukti P-3 yaitu Surat Izin Atasan Pemohon untuk bercerai, yang dikeluarkan oleh Komando Daerah Militer III/Siliwangi, Komando Resort 064/Maulana Yusuf Nomor : SIC/03/II/2012, dikeluarkan di Serang, tanggal 9-2-2012. Surat izin bercerai ini merupakan syarat
anggota TNI dapat melaksanakan perceraian di
Pengadilan Agama, sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/11/VII/2007 yaitu: “Prajurit TNI yang akan melaksanakan perceraian harus mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.
Dengan adanya surat izin
bercerai ini, maka gugatan perceraian ini adalah sah.” Alasan perceraian yang ada di dalam pertimbangan hukum
Putusan Pengadilan
Agama Serang Nomor 153/Pdt.G/2012/PA.Srg dapat diterima sesuai dengan alasan yang disebutkan dalam Pasal 19 huruf b dan huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Dalam Kompilasi Hukum Islam, perceraian dengan alasan terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sampai menyebabkan pisah rumah bertahun-tahun lamanya ini diatur dalam Pasal 116 huruf f. Alasan-alasan perceraian yang disebutkan dalam Surat Keputusan KASAD Nomor SKEP/491/XII/2006 Bab II Pasal 13 huruf B angka 2 tentang perceraian/talak sama dengan alasan-alasan perceraian yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Namun dengan keluarnya Surat Izin Atasan untuk Bercerai maka alasan perceraian dapat diterima oleh kesatuannya karena izin bercerai pada prinsipnya diberikan kepada prajurit apabila pernikahan yang telah dilakukan tidak memberikan manfaat ketentraman jiwa dan kebahagiaan hidup sebagai suami istri. Surat izin tersebut dapat keluar walau sebenarnya dibutuhkan surat kesepakatan bercerai yang ditandatangani suami/istri maupun Berita Acara Pemeriksaan dari suami/istri yang hendak bercerai, namun karena istri sebagai pihak Tergugat di luar negeri bahkan dalam persidangan pun tidak hadir sehingga tidak bisa dimintai surat kesepakatan bercerai dan pemanggilan sebanyak 3 kali untuk BAP tidak dipenuhi maka dapat dilimpahkan kepada Pengadilan Agama.
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
5.
Posisi Kasus Putusan Pengadilan Agama Nomor: 1684/Pdt.G/2011/PA.Cbn 5. 1 Duduk Perkara Pada tanggal 8 Desember 2011, pihak Penggugat (istri) mendaftarkan surat
gugatannya di kepaniteraan Pengadilan Agama Cibinong dalam register perkara nomor: 1684/Pdt.G/2011/PA/Cbn tanggal 9 Desember 2011.
Puncak perselisihan rumah tangga
Penggugat dan Tergugat terjadi pada bulan Agustus 2009 dimana Tergugat telah menyerahkan Penggugat kepada kedua orang tua Penggugat. Tergugat pernah menjanjikan akan menyelesaikan perceraian antara Penggugat dan Tergugat namun pada kenyataannya sampai sekarang tidak menjadi kenyataan sehingga Penggugat mengajukan gugatannya dan meminta majelis hakim untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 2. Menjatuhkan talak satu bain sugro dari Tergugat terhadap Penggugat; 3. Memerintahkan kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor untuk mencatat putusan Pengadilan Agama Cibinong Kabupaten Bogor; 4. Menetapkan biaya perkara sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku; Adapun Putusan Hakim sebagai berikut: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat; 2. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat terhadap Penggugat; 3. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Cibinong untuk mengirimkan salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat tinggal Penggugat dan Tergugat melangsungkan perkawinan untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu; 4. Membebankan Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 416.000 (empat ratus enam belas ribu rupiah);
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
E.2
Analisis Putusan Pengadilan Agama Nomor 1684/Pdt.G/2011/PA.Cbn Dalam
kasus
kedua
yaitu
Putusan
Pengadilan
Agama
Nomor
1684/Pdt.G/2011/PA.Cbn termasuk dalam cerai gugat yang dilakukan oleh seorang anggota istri TNI AD. Pada dasarnya baik istri atau suami seorang anggota TNI tunduk terhadap peraturan-peraturan tentang tata cara pernikahan, perceraian dan rujuk bagi prajurit yang terdapat dalam Peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesia Nomor Perpang/11/VII/2007 tentang Tata Cara Pernikahan, Perceraian dan Rujuk Bagi Prajurit serta Surat Keputusan KASAD
Nomor
SKEP/491/XII/2006
karena
pada
saat
pengajuan
nikah
telah
menandatangani Surat Tanda Kesanggupan (Dari Calon Suami/Istri) menjadi istri ataupun suami dari seorang anggota TNI. Sesuai dengan Pasal 11 Ayat (1) Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/11/VII/2007, sebelum mengajukan perceraian kepada Pengadilan Agama, permohonan gugatan perceraian terhadap prajurit TNI tersebut disampaikan langsung oleh yang berkepentingan (dalam hal ini Penggugat) kepada atasan prajurit yang bersangkutan. Namun ternyata yang diserahkan kepada Majelis Hakim adalah Surat Pernyataan Pendapat Pejabat Agama TNI AD Nomor B/08/SPPA/IS/III/2012 tertanggal 26 Maret 2012 yang dikeluarkan oleh Kepala Pembinaan MentaLl Komando Daerah Militer III/Siliwangi. Surat Pernyataan Pendapat Agama tersebut bukanlah surat izin cerai yang merupakan dasar kebolehan bagi prajurit TNI AD untuk dapat bercerai di Pengadilan Agama melainkan hanya merupakan surat pendapat dari Pejabat Agama Islam TNI AD yang berwenang member bimbingan/nasehat dan meneliti persyaratan perceraian apakah proses perceraian ini dapat dilanjutkan atau sebaiknya tidak. Namun dalam putusan tersebut, anggota TNI AD tersebut tidak melampirkan surat izin cerai yang berarti dapat disimpulkan bahwa sebenarnya proses perceraiannya di kesatuannya masih dalam proses izin cerai sehingga Satuan yang bersangkutan dapat mengajukan surat keberatan kepada Pengadilan Cibinong terhadap proses pengadilan yang sedang berlangsung atau kepada Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap putusan Pengadilan yang dijatuhkan.20
Pada kasus seperti ini yang tidak melampirkan izin cerai, biasanya
Pengadilan Agama akan memberikan waktu 3 bulan kepada anggota TNI AD tersebut untuk melampirkan surat izin cerai. Namun apabila tetap tidak dilampirkan sedangkan yang bersangkutan bersikeras tetap ingin bercerai maka Pengadilan Agama memerintahkan anggota TNI AD tersebut membuat surat pernyataan bermaterai yang intinya menyampaikan 20
Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, op.cit., Bab IV angka 25 huruf b.
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
bahwa anggota TNI AD tersebut siap menanggung risiko dari pengajuan cerai di Pengadilan Agama.21 Alasan perceraian yaitu adanya perselisihan dan pertengkaran terus menerus, dapat diterima berdasarkan Pasal 19 (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Dalam hukum Islam sendiri, perceraian yang terjadi karena keinginan istri disebut Khulu’. Perceraian yang terjadi karena kehendak istri ini dapat dikatakan terjadi karena syiqaq yang timbul karena Tergugat selaku suami tidak melaksanakan kewajiban yang mesti dipikulnya yaitu menafkahi lahir dan batin sehingga menimbulkan perselisihan.
Alasan perceraian dalam putusan
Pengadilan Cibinong ini pun dapat diterima sesuai dengan Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dari skripsi ini dapat ditarik beberapa simpulan, yaitu: 1. Bagi anggota TNI AD, selain berlaku Undang-Undang Perkawinan dan peraturan pelaksanaanya, berlaku juga ketentuan khusus mengenai pengaturan perkawinan dan perceraian yaitu Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/11/VII/2007 Tanggal 4 Juli 2007 Tentang Tata Cara Pernikahan Perceraian dan Rujuk Bagi Prajurit dan Surat Keputusan Kasad Nomor SKEP/491/XII/2006 Tanggal 21 Desember 2006 Tentang Nikah Talak Cerai dan Rujuk. 2. Putusan Nomor 1684/Pdt.G/2011/PA.Cbn tidak sesuai dengan hukum perkawinan yang berlaku bagi TNI AD karena anggota TNI AD tersebut hanya melampirkan Surat Pernyataan Pendapat Pejabat Agama TNI AD Nomor B/08/SPPA/IS/III/2012 yang bukan merupakan syarat kebolehan anggota TNI AD dapat berperkara cerai di Pengadilan. Seharusnya anggota TNI AD melampirkan Surat Izin Cerai yang dikeluarkan oleh Ankum (Atasan yang Berhak Menghukum). Putusan Nomor 153/Pdt.G/2012/PA.Srg sudah sesuai dengan hukum perkawinan yang berlaku bagi TNI AD karena anggota TNI AD yang menggugat cerai tersebut melampirkan Surat Izin Cerai yang menandakan anggota tersebut telah mendapat izin untuk bercerai secara sah dari Satuannya. 21
Wawancara dengan hakim Rasyid Muzhar, S.Ag., M.H di Pengadilan Agama Kupang pada tanggal 12 Januari 2013
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
3. Perbandingan
proses
perceraian
antara
antara
Putusan
Nomor:
1684/Pdt.G/2011/PA.Cbn dan Putusan Nomor 153/Pdt.G/2012/PA.Srg adalah Pengadilan Agama lebih menekankan adanya Surat Izin Cerai apabila anggota TNI AD yang mengajukan gugatan cerai, sedangkan apabila suami/istri anggota TNI AD yang mengajukan gugatan cerai Pengadilan Agama kurang mempertimbangkan adanya Surat Izin Cerai karena beranggapan suami/istri anggota TNI AD tersbut bukanlah militer yang harus tunduk pada peraturan di TNI AD. Persamaan dari proses cerai dari kedua putusan tersebut adalah Majelis Hakim mewajibkan adanya surat pernyataan yang menyatakan bahwa anggota TNI AD tersebut sudah mendapat izin untuk bercerai baik kedudukannya sebagai Penggugat atau Tergugat. Perbedaannya adalah Majelis Hakim tidak memandang pihak istri/suami yang menggugat cerai anggota TNI AD juga harus melampirkan Surat Izin Cerai karena kedudukannya yang bukan militer (sipil). SARAN 1. Sebaiknya
Markas
Besar
TNI
maupun
Mahkamah
Agung
membuat
Memorandum of Understanding (MoU) tentang syarat-syarat pengajuan perkara perceraian oleh anggota TNI maupun suami/istri anggota TNI yang mengajukan proses perceraian di Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri. 2. Sebaiknya Mahkamah Agung melakukan sosialisasi mengenai peraturan nikah, talak, cerai dan rujuk kepada masyarakat maupun hakim-hakim Pengadilan Negeri dan Agama karena seringkali Pengadilan Negeri/ Pengadilan Agama tidak mengetahui seperti apa bentuk maupun isi dari Surat Izin Cerai. Sosialisasi ini dapat dilakukan dengan adanya kerja sama dari Mabes TNI berupa seminar. Hal ini diperlukan untuk mencegah anggota TNI dengan mudahnya mengajukan proses cerai tanpa melalui izin Satuan. 3. Pengadilan Agama tidak lagi menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan PP Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS/ABRI karena Peraturan Pemerintah tersebut sudah tidak berlaku (ABRI sudah dipisahkan menjadi TNI dan POLRI). 4. Hakim-hakim Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri lebih cermat dalam memeriksa persyaratan cerai anggota TNI.
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
KEPUSTAKAAN Buku Asmin. Status Perkawinan Antaragama Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986. Departemen Agama Republik Indonesia. Pedoman Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Jakarta: Proyek Pembinaan Sarana Keagamaan Islam, Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Departemen Agama, 1984.
Djubaedah, Neng, Sulaikin Lubis dan Farida Prihatini. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Hecca Mitra Utama, 2005. Rahman, Bakri A. dan Ahmad Sukardja. Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Perdata/BW. Jakarta: Hidakarya Agung, 1981. Saleh, K. Wantjik. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 2010 Sumhudi, Suharyadi. Perkawinan. Jakarta: Penerbit Iqro, 1990. Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh
Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Prenada Media, 2007. Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Cet.5. Jakarta: Penerbit
Universitas
Indonesia, 2007. Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia. Cet.1. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Peraturan Perundang-undangan Indonesia. Undang-Undang tentang Hukum Displin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. UU No. 26 Tahun 1997. LN No. 74 Tahun 1997. TLN No. 3703.
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
Indonesia. Undang-Undang tentang Perkawinan. UU No. 1 Tahun 1974. LN No. 1 Tahun 1974. TLN No. 3019. Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. PP No. 9 Tahun 1975. LN No. 12 Tahun 1975. TLN No. 3050. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Cet-40. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2009. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Fokusmedia, 2007. Tentara Nasional Indonesia. Peraturan Panglima TNI tentang Tata Cara Pernikahan, Perceraian dan Rujuk Bagi Prajurit. Perpang No. Perpang/11/VII/2007 tanggal 4 Juli 2007. Kepala Staf Angkatan Darat. Surat Keputusan KASAD tentang Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk bagi anggota TNI AD. SK No. SKEP/491/XII/2006 tanggal 21
Desember
2006.
Hasil Wawancara Wawancara dengan hakim Rasyid Muzhar, S.Ag., M.H di Pengadilan Agama Kupang pada tanggal 12 Januari 2013 Hasil wawancara dengan Kepala Hukum Korem 161/Wirasakti Mayor Chk Yacobus Bula pada 18 Januari 2013 pukul 12.00 WITA
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013
Proses perkawinan..., Nindya Wulandari, FH UI, 2013