NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-A’RAF AYAT 26-27 DAN APLIKASINYA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Jenjang Pendidikan Strata Satu (S-1)
Oleh: SITI NURBAITI 1110011000056
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AL.A'RAF AYAT 26-27 DAN APLIKASINYA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Islam (S.Pd.D
Oleh
Siti Nurbaiti
NrM. 11100110000s6
h Bimbingan
NrP. 19450612 196510l
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2015
LBMBAR PENGESAHAN DOSEN PBMBIMBING Skripsi berjuclul Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Al-
Qrrr'an Surat Al'A'raf ayat26-27 dan Aplikasinya disusun oleh Siti Nurbaiti, NIM. 111001 1000056, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegumau, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 14 Januari 201 5
Yang mengesahkan,
Pembimbing
NrP. 19450612 1965101
LBMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam AlQur'an Surat Al-A'raf ayat 26-27 dan aplikasinya disusun oleh SITI NURBAITI Nomor Induk Mahasiswa 1110011000056, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah lakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 02 Februari 2015 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana SI (S.Pd.l) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
Jakarta, Februari Panitia Ujian Munaqasah Ketua Panitia (Ketua Jurusan PAI)
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag NrP. 19s80707 198703 I 00s
Sekretaris (Sekretaris Jurusan PAI)
Marhamah Saleh. Lc. MA NIP. 19720313 200801 2 010 Penguji I
Dr. Sururin. M. Ag NrP. 19710319 199803 2 001 Penguji II
Drs. Masan AF. M. Pd NIP. 195107t6 t98103
1 005
Mengetahui:
Dr. FIj. Nurlena Rifa'i. MA. Ph.D NrP. 19s91020 198603 2 001
2015
SURAT PERI\YATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
Siti Nurbaiti
NIM
11
Jurusan
Pendidikan Agama Islam
Alamat
Jl. Utan Jati Kp. Wadas RT. 005 RW. 006 Kel. Pegadungan Kec.
1001 1000056
Kalideres Jakarta Barat 1 1830
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA Bahwa skripsi yang berjudul Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung
dalam Al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 26-27 dan Aplikasinya adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
H. Salman Harun
Nama Pembimbing
: Prof. Dr.
NIP
:19450612 1965101 001
Demikian surat pemyataan
ini
saya
buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, 14Januai2015
Yang Menyatakan
Siti Nurbaiti
KEMENTERIAN AGAMA UIN JAKARTA FITK
: Terbit :
No. Dokumen Tgl. No. Revisi:
FORM (FR)
Jl. h. H. Juada No 95 Ciputat 15412lndonesia
:
Hal
FITK-FR-AKD-089 1 Maret 2010 01
1t1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan
di bawah ini,
Nama
Siti Nurbaiti
Tempat/Tgl. Lahir
J
NIM
11
Jurusan/Prodi
Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi
Nilai-nilai Pendidikan Islam Yang Terkandung Dalam A1-
akarta, 07 Novemb er 1992 1001 1000056
Qur'an Surat Al-A'raf Ayat 26-27 dan Aplikasinya Dosen Pembimbing dengan
Prof. Dr. H. Salman Harun
ini menyatakan bahwa slaipsi yang
saya bertanggung
Pemyataan
saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan
jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
Jakarta, Januari
2015
NIM. 1110011000056
ABSTRAK Nama
: Siti Nurbaiti
NIM
: 1110011000056
Fak/Jur
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Agama Islam
Judul
: Nilai-nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf Ayat 26-27 dan Aplikasinya
Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan, di dalamnya menjelaskan berbagai aspek-aspek kehidupan termasuk mengenai pendidikan. Setiap ayat yang disebutkan di dalam al-Qur’an mempunyai makna dan nilai-nilai yang berarti, dan nilai-nilai yang terkandung adalah sebagai pembelajaran dan pendidikan bagi kehidupan umat manusia. Sebagai pedoman dan tuntunan hidup, al-Qur’an diturunkan oleh Allah bukan sekedar untuk dibaca secara tekstual melainkan dipahami dan diamalkan. Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27 merupakan ayat al-Qur’an yang di dalamnya menjelaskan hal-hal mengenai nilai-nilai pendidikan Islam, terutama dalam masalah pakaian. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam surat Al-A’raf ayat 26-27. Untuk memperoleh data yang refresentatif dalam pembahasan skripsi ini, digunakan metode penelitian studi kepustakaan (library research), yaitu dengan cara mencari, mengumpulkan, membaca, dan menganalisis buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini. Adapun jenis penelitian skripsi ini adalah kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa dalam al-Qur’an surat AlA’raf ayat 26-27 terdapat nilai-nilai pendidikan Islam, yaitu Pertama, nilai pendidikan ibadah, meliputi perintah menutup aurat dan perintah bersyukur yang mengajarkan kita untuk selalu bersyukur, karena pakaian juga merupakan nikmat. Kedua, nilai pendidikan aqidah, meliputi, pendidikan taqwa, yang mengajarkan kita bertaqwa kepada Allah dimana pun kita berada dan Pendidikan keimanan, yaitu mengajarkan kita untuk selalu beriman kepada Allah SWT.
i
ABSTRACT Name
: Siti Nurbaiti
NIM
: 1110011000056
Fak / Jur
: MT and Teaching Science / Islamic Education
Title
: Values of Islamic Education Contained in the Qur'an Surah AlAraf verse 26-27 and Applications
The Qur'an is the source of knowledge, in which explain various aspects of life including education about. Each verse is mentioned in the Qur'an has meaning and values are means, and values contained are as learning and education for human life. As a guideline and life guidance, the Qur'an was revealed by God not just to read textually but understood and practiced. Al Quran surah Al-Araf verse 26-27 is a verse from the Qur'an that in it explains things about the educational values of Islam, especially in the matter of clothing. The purpose of this study was intended to determine the values of Islamic education contained in the Al-Araf verse 26-27. To obtain data refresentatif in the discussion of this thesis, used research methods literature study (library research), that is by searching, collecting, reading, and analyzing the books that are relevant to the discussion of this thesis. The type of this thesis is a qualitative study. Based on the results of the study, showed that the Quran surah Al-Araf verse 26-27 are the values of Islamic education, namely First, the value of religious education, covering genitalia close command and command grateful that teaches us to be grateful, because clothing is also delicious. Second, the value of education aqidah, covers, education taqwa, which teaches us devoted to God wherever we are and faith education, which teaches us to always believe in Allah SWT.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, taufiq, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, Rasul pilihan yang membawa cahaya penerang dengan ilmu pengetahuan. Serta iringan do’a untuk keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya yang selalu setia sampai akhir zaman. Skripsi berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam AlQur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27 dan Aplikasinya” ini merupakan tugas akhir yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, selesainya penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan, motivasi serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungannya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu, penulis ingin mennghanturkan ucapan terima kasih kepada: 1.
Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Dosen Pembimbing Akademik.
3. Ibu Marhamah Shaleh, Lc. MA Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Prof. Dr. H. Salman Harun, Dosen Pembimbing yang telah membimbing, mendidik, memberikan saran dan motivasi, serta mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Alm. Dr. Anshori LAL, MA, Dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, mendidik, memberikan saran dan motivasi kepada penulis.
ii
iii
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) khususnya di Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah banyak membina, membimbing dan menyampaikan ilmu pengetahuannya kepada penulis, mudah-mudahan bermanfaat bagi penulis di dunia dan di akhirat. 7. Seluruh Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan FITK atas segala kemudahan yang diberikan kepada penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Kepada kedua Orang tua penulis ayahanda Alm. H. Abdul Razak dan uminda Hj. Iin Nurainah yang telah memberikan dukungan, do’a, pengorbanan, perjuangan serta semangat hingga dapat terselesaikannya skripsi ini. 9. Kakak-kakak penulis Asep Awaludin, Agus Rachman dan adik-adik penulis Nurrozzah Sylvianda, Dede Khairunnisa serta keluarga besar penulis yang telah banyak membantu baik moril maupun materil, memberikan do’a, dorongan dan semangat selama penulisan skripsi ini. 10. Sahabat terbaik Nurchoirum Mauzuroh, Isnin Nadra, Intan Rahma Yuri terimakasih atas segala canda, tawa, air mata, dukungan, dan mimpi-mimpi yang akan kita wujudkan dikemudian hari. 11. Teman seperjuangan teh uchie, mae, mimah, albert dan seluruh keluarga besar P20AI serta kawan-kawanku di PAI angkatan 2010, terimakasih atas dukungan, bantuan, dorongan serta motivasi kepada penulis. 12. Sahabat Baniez Eleven Maria Ulfah, Nur Azizah, Amanah terimakasih atas dukungan, bantuan dan motivasinya kepada penulis. 13. Sang Motivator pribadi Ahmad Abdul Hafiz, yang selalu setia menemani langkah penulis dan mengisi hari-hari dengan senyum dan tawa, terimakasih atas do’a, nasihat, saran, pengorbanan, serta bantuannya baik moril maupun materil selama ini, semoga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud. Aamiin. Tiada kata yang dapat melukiskan rasa syukur dan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini yang mungkin tidak dapat penulis sebutkan, semoga Allah SWT membalas kebaikan
iv
kalian semua. Akhir kata tiada gading yang tak retak, penulis menyatakan sebagai manusia tidak sempurna, dengan senang hati akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Jakarta, Januari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... v BAB I :
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 6 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 6 D. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ........................................... 7
BAB II : KAJIAN TEORETIK A. Nilai-nilai Pendidikan Islam .......................................................... 8 B. Pendidikan Berpakaian Islami ....................................................... 20 C. Hasil Penelitian yang Relevan ...................................................... 23 BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian ......................................................... 25 B. Metode Penulisan .......................................................................... 25 C. Fokus Penelitian ............................................................................ 26 BAB IV : TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tafsir Surat Al-A’raf ayat 26-27 .................................................. 28 B. Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Surat AlA’raf ayat 26-27 ............................................................................ 47 1.
Nilai-nilai Pendidikan Ibadah ................................................. 47 a. Menutup aurat ................................................................. 47 b. Perintah bersyukur ........................................................... 53
2.
Nilai-nilai Pendidikan Aqidah ................................................ 56 a. Pendidikan Taqwa ........................................................... 56 b. Pendidikan Keimanan ..................................................... 60
C. Aplikasi Pendidikan Berpakaian Islami ........................................ 63
v
vi
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................... 67 B. Implikasi ........................................................................................ 69 C. Saran ............................................................................................. 69 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 71
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah untuk menjadi pedoman bagi seluruh umat masuia, dengan segala petunjuknya yang lengkap, meliputi aspek kehidupan yang bersifat universal. Nabi Muhammad Saw sebagai pendidik pertama (pada masa awal pertumbuhan Islam) telah menjadikan al-Qur’an sebagai dasar utama dalam pendidikan Islam. Bahkan lebih dari itu, kedudukan al-Qur’an pun telah menjadi sumber pokok dalam pendidikan Islam. “Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syari’ah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsipil mengenai persoalan-persoalan tersebut; dan Allah SWT menugaskan Rasul saw., untuk memberikan
keterangan
yang
lengkap
mengenai
dasar-dasar
itu.
Sebagaimana dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 44 dijelaskan:”1
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. AnNahl [16]:44) Dapat kita ketahui, bahwa agama Islam ialah agama yang membawa manusia kepada kemajuan dan peradaban tinggi dalam masyarakat, yaitu
1
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1994), h. 33.
1
2
dengan menganjurkan memakai perhiasan yang sederhana dan pakaian yang layak bagi diri seseorang.2 Pelajaran pertama ihwal peradaban, yang diajarkan Islam kepada umatnya dalam soal pakaian ini, adalah dalam surat Al-A’raf ayat 26-27: 3
Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orangorang yang tidak beriman. (QS. Al-A’raf [7]: 26-27) Menurut M. Quraish Shihab, “ayat di atas menegaskan bahwa setiap lakilaki dan perempuan wajib menutup auratnya. Ayat ini berpesan kepada manusia bahwa sesungguhnya Allah telah menyiapkan bahan pakaian untuk menutupi aurat lahiriah serta bathiniah yakni bahan-bahan pakaian indah untuk menghiasi diri dan digunakan dalam peristiwa-peristiwa istimewa.”4
2
Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an karim, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2004), cet. Ke-73, h.
212. 3 4
Husein Shahab, Hijab menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, (Bandung: Mizania, 2013), h. 41. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), cet. Ke-1, h. 58.
3
Kemudian, setelah menyebut kedua macam pakaian itu, disebut Allahlah pakaian ketiga, pakaian takwa. Dengan ini diterangkan bahwasannya pakaian bukanlah semata-mata dua yang lahir itu saja, tetapi ada lagi pakaian ketiga yang lebih penting, yaitu pakaian takwa, pakaian jiwa.5 Mengenai nikmat Allah yang telah diberikan kepada manusia dan Adam dahulu. Manusia diperintahkan untuk menjauhkan diri dari perilaku maksiat dan durhaka, serta bertaqwa, baik dalam keadaan tertutup maupun nyata (terbuka). Karena Allah yang menurunkan kepada manusia hujan dan awan. Dengan diturunkannya air hujan itu tumbuhlah kapas dan katun, yang kemudian bisa dijadikan bahan baku untuk membuat wol dan bulu unta serta jenis-jenis pakaian lain yang dapat dipergunakan menutupi aurat ataupun pakaian untuk menutup badan, bahkan untuk menghiasi diri. Allah menurunkan yang demikian itu dari langit, dengan demikian Allah menurunkan materi atau bahan baku kapas, katun dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan sandang bagi manusia, yang bisa menutup tubuh dan auratnya. Di samping itu, Allah menciptakan beberapa sifat keingintahuan yang mendorong manusia untuk terus mempelajari cara-cara mempergunakan dan mengolahnya, sehingga menjadi pakaian yang baik dan menarik.6 Dari ayat di atas sebelumnya bisa dilihat bagaimana Islam memposisikan manusia dengan sangat mulia. Merupakan sebuah kenikmatan tentunya jika Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menutup aurat menghiasi diri dengan pakaian yang merupakan sebuah hiasan dan keindahan. “Fenomena terbuka aurat pernah terjadi puluhan ribu tahun yang lalu, dimana Adam dan Hawa melanggar perintah Allah karena termakan bujuk rayu setan. Maka tanggallah semua hiasan pakaian dan hiasan surga yang mereka kenakan. Dengan itu maka di turunkanlah mereka di dunia ini.”7 Aurat berasal dari bahasa Arab yang secara literal berarti celah, kekurangan, sesuatu yang memalukan atau sesuatu yang dipandang buruk 5
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), juz VIII, h. 197. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid, An-Nur, (Bandung: Mizan), vol 2, h. 1376. 7 Hamka, op. cit., h. 196. 6
4
dari anggota tubuh manusia yang membuat malu bila dipandang. Hal ini sebagaimana yang dapat difahami dari surat an-Nur ayat 31 yang diartikan sesuatu anggota tubuh manusia yang membuat malu bila dipandang, atau buruk untuk diperlihatkan.8 “Pada hakikatnya menutup aurat adalah fitrah manusia yang diaktualkan pada saat ia memiliki kesadaran. Hal lain yang mengisyaratkan bahwa berpakaian atau menutup aurat merupakan fitrah manusia adalah penggunaan istilah “Ya Bani Adam” (Wahai putra putri Adam) dalam ayat-ayat yang berbicara tentang berpakaian.”9
M. Quraish Shihab dalam bukunya mengatakan: Pada saat ini yang sering kali menjadi masalah bagi sementara orang adalah memadukan antara fungsi pakaian sebagai hiasan dengan fungsinya menutup aurat. Di sini tidak jarang orang tergelincir sehingga mengabaikan ketertutupan aurat demi sesuatu yang dinilainya keindahan dan hiasan. Agama Islam menghendaki para pemeluknya agar berpakaian sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut atau paling sedikit fungsinya yang terpenting yaitu menutup aurat. Ini karena penampakan aurat dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang menampakkan serta bagi yang melihatnya.10 Di zaman modern seperti sekarang ini, masih ada wanita-wanita yang memakai jilbab tetapi apa yang dipakainya itu atau gerak-gerik yang diperagakannya tidak sejalan dengan tuntutan agama dan budaya masyarakat Islam. “Allah SWT memang menciptakan manusia dengan keunikan dan kekhasan yang beragam dan membedakan antara yang satu dengan yang lain. Dengan keragaman yang ada ini akan terus berlaku sampai akhir zaman. Perkembangan zamanlah kemudian yang mengubah gaya berbusana orang-
8
Husen Muhammad, Fiqih Perempuan, (Yogyakarta: LKIS, 2001), h. 51. M. Quraish Shihab, op. cit., h. 158. 10 M. Quraish Shihab, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 529
53.
5
orang Barat, hingga akhirnya sampai pada model mutakhir seperti sekarang ini.”11 Islam sendiri telah meletakkan satu etika berpakaian yang prinsip asasnya ialah menutup aurat, ia cukup baik dan mempunyai tujuan yang amat jelas kebaikan dan manfaatnya kepada umat Islam, yaitu untuk menjaga kehormatan dan kesucian diri, sebagai tanda pengenalan umat Islam dan orang beriman, serta menjaga pandangan mata dari melihat suatu yang haram dipandang. Sebagaimana Allah telah memberi peringatakan kepada Adam dan anak cucunya, bahwa setan telah meminta kesempatan yang luas untuk memperdayakan Adam dan anak cucunya. Dia akan datang dari muka menggoda, dari belakang dan dari rusuk kanan dan rusuk kiri, dia tidak akan berhenti sebelum maksudnya berhasil. Sedangkan manusia telah diberi ilham oleh Allah untuk berpakaian yang perlu dan berpakaian perhiasan. Dalam memakai pakaian manusia hendak selalu mengingat akan perdaya setan dan iblis yang mula-mula menggoda dan menjebak untuk masuk dalam siasatnya, sehingga Adam dan Hawa melanggar larangan dari Allah untuk tidak mendekati pohon terlarang itu, maka yang mula-mula sekali terbuka ialah apa arti kemaluan, sehingga terbukalah aurat masing-masing sampai mereka cepat-cepat untuk mengambil daun-daun surga guna menutup aurat karena sangat malu. Oleh sebab itu hendaklah manusia untuk selalu berpakaian lengkap.12 Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti kandungan yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27, dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27 dan Aplikasinya”.
11
Mahmoud Hamdi Zaqzouq, Islam Dihujat Islam Menjawab, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 151-153. 12 Hamka, op. cit., h. 199.
6
B. Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: a.
Kurangnya penanaman nilai-nilai pendidikan berpakaian Islami bagi manusia berdasarkan surat Al-A’raf ayat 26-27.
b.
Masih banyak orang tua yang cuek dan bangga apabila anaknya tidak berpakaian Islami.
c.
Kurangnya kesadaran manusia akan berpakaian yang sesuai dengan ajaran Islam.
d.
Masih ada wanita-wanita yang memakai jilbab tetapi apa yang dipakainya tidak sejalan dengan tuntutan agama.
e.
Sedikitnya kajian tentang pengetahuan menanamkan makna pakaian bagi manusia berdasarkan surat Al-A’raf ayat 26-27.
C. Pembatasan Masalah Untuk lebih terarahnya pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis membatasi masalah yaitu: a.
Nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam al-Qur’an surat AlA’raf ayat 26-27.
b.
Aplikasi berpakaian Islami dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan alQur’an surat Al-A’raf ayat 26-27.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang penulis ajukan adalah : a.
Nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung di dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27.
b.
Bagaimana aplikasi berpakaian Islami dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27.
7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah: a.
Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26-27.
b.
Untuk
mengaplikasikan
pendidikan
berpakaian
Islami
dalam
kehidupan sehari-hari. 2. Manfaat Penelitian a.
Hasil penelitian ini diharapkan menarik minat peneliti lain, khususnya para mahasiswa untuk mengembangkan penelitian lanjutan tentang masalah yang sama.
b.
Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.
c.
Menambah pengetahuan masyarakat mengenai adab berpakaian sesuai syari’at Islam.
d.
Agar pesan-pesan yang terkandung didalamnya dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Nilai-nilai Pendidikan Islam Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya pendidikan. Pandangan Freeman But dalam bukunya Cultural History Of Western Education yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan bahwa “hakikat pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai. Proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian terhadap nilai”.1 Prof. Dr. Hasan Langgulung mengatakan sebagaimana dikutip oleh Jalaludin bahwa : Pendidikan dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu, dari sudut pandang individu dan masyarakat. Dari sudut individu pendidikan diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi individu, sedangkan dari sudut masyarakat pendidikan merupakan pewarisan nilainilai budaya kepada generasi muda agar tetap terpelihara dan terlestarikan. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan pewarisan nilainilai tersebut adalaha nilai-nilai ajaran Islam. Nilai-nilai yang telah terbentuk dalam tradisi dan budaya Islam dan menjadi sebuah peradaban Islam.2 Sedangkan Susanto dalam bukunya Pemikiran Pendidikan Islam mengatakan: Pendidikan Islam merupakan salah satu bentuk manifestasi dari cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan, menanamkan (internalisasi) dan mentransformasi nilai-nilai Islam yang meliputi proses perubahan sikap dan tingkah laku serta kognitif peserta didik, baik secara kelompok maupun individual ke arah kedewasaan yang optimal dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.3
1
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 127. 2 Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sejarah dan Pemikirannya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h. 134. 3 Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), cet. Ke-1, h. 3.
8
9
Transformasi nilai-nilai Islam tersebut juga berarti merubah bentuk kebiasaan masyarakat lama ke dalam bentuk kehidupan baru yang pada pengamatannya diketahui bahwa kehidupan masyarakat lama dibentuk oleh nilai-nilai adat yang diwariskan dari generasi sebelumnya yang berupa pola pikir, prilaku yang harus di taati. Dengan transformasi nilai ajaran Islam tersebut dapat mengarahkan kehidupan kita sesuai dengan ideologi Islam serta dapat dengan mudah membentuk kehidupan diri kita sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
1.
Pengertian Nilai “Menurut bahasa nilai artinya harga, hal-hal yang penting atau berguna
bagi kemanusiaan, sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya.”4 Nilai merupakan sesuatu yang dianggap berharga, yang dipergunakan sebagai landasan, pedoman atau pegangan seseorang dalam menjalankan sesuatu sebagai pengukuran terhadap apa yang telah kita kerjakan atau usahakan. Sesuatu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Menurut
pandangan
idealisme
para
pengikut
Hegel
(Hegelian)
sebagaimana dikutip Noor Syam, bahwa “nilai ialah suatu yang bersifat normatif dan objektif, berlaku umum. Bahkan nilai itu bersifat idealisme, citacita tiap pribadi yang mengerti dan menyadarinya, nilai itu menjadi norma, ukuran untuk suatu tindakan seseorang apakah itu baik, buruk dan sebagainya.”5 Lebih lanjut ditegaskan bahwa, nilai-nilai tidak hanya menurut pikiran dan keinginan manusia secara subjektif. Nilai-nilai itu bersifat objektif, universal, independen dalam arti bebas dari pengaruh rasioa dan keinginan manusia secara individual.
4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), edisi ke-3, h. 783. 5 M. Noor Syam, Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), cet. IV, h. 133.
10
Dalam nilai terkandung sesuatu yang ideal, harapan yang dicita-citakan untuk kebajikan. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan menghubungkan sesuatu dengan yang lain dan kemudian mengambil keputusan. Sesuatu dianggap punya nilai jika sesuatu itu dianggap penting, baik dan berharga bagi kehidupan umat manusia, baik ditinjau dari segi religius, politik, hukum, moral, etika, estetika, ekonomi dan sosial budaya. Nilai bukan semata-mata utuk memenuhi dorongan intelek dan keinginan manusia. Nilai justru berfungsi untuk membimbing dan membina manusia supaya menjadi lebih luhur, lebih matang, sesuai dengan martabat human dignity. Berdasarkan pada pendapat serta pengertian sebagaimana tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa nilai ialah suatu hal yang bersifat normatif dan objektif, sebagai ukuran atas suatu tindakan yang menjadi norma yang akan membimbing dan membina manusia supaya mejadi lebih luhur, berguna dan bermanfaat dalam kehidupannya. Nilai dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga, memiliki kualitas, baik itu kualitas tinggi atau kualitas rendah. Notonegoro dalam Kaelan, menyebutkan adanya 3 macam nilai. Dari ketiga jenis nilai tersebut adalah sebagai berikut: a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia. b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi: 1) Nilai Kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta manusia) 2) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emotion) manusia. 3) Nilai kebaikan atau nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia.6 Dari uraian mengenai macam-macam nilai di atas, dapat dikemukakan bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud 6
Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2008), h. 87.
11
material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non-material atau immaterial. Bahkan sesuatu yang immaterial itu dapat mengandung nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilai-nilai material relatif lebih mudah diukur, yaitu dengan menggunakan panca indera maupun alat pengukur seperti berat, panjang, luas, dan sebagainya. Sedangkan nilai kerohanian atau spiritual lebih sulit mengukurnya. Dalam menilai hal-hal tersebut, yang menjadi alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu oleh alat indra, cipta, rasa, karsa, dan keyakinan manusia.
2.
Landasan Nilai-nilai Pendidikan Islam “Setiap usaha, kegiatan, tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu
tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan Islam sebagai suatu usaha membentuk manusia harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan.”7 “Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan ajaran-ajarannya kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam itu sendiri, yaitu al-Qur‟an dan as-Sunnah.”8 Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan Islam ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat universal yakni al-Qur‟an dan as-Sunnah yang shahih juga pendapat para sahabat dan ulama sebagai tambahan. Hal ini senada dengan pendapat Ahmad D. Marimba yang menjelaskan bahwa “yang menjadi landasan atau dasar pendidikan sebagai sebuah bangunan sehingga isi al-Qur‟an dan al-Hadits
7
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara bekerja sama dengan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, 1992), h. 19. 8 Abdurrahman an Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1983), Cet-III, h. 28.
12
menjadi pedoman, karena menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya pendidikan.”9 a. Al-Qur’an Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, “Secara etimologi alQur‟an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qira’atan, yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dhammu) huruf-huruf atau kata-kata dari satu bagian ke bagian yang lain secara teratur.”10 Menurut Zakiyah Daradjat: Al-Qur‟an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh jibril kepada Nabi Muhammad SAW. didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam al-Qur‟an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syari‟ah.11 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, mengatakan: Al-Qur‟an dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam yang pertama dan utama karena ia memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Allah SWT menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik manusia, yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyuNya. Tidak ada satupun persoalan, termasuk persoalan pendidikan, yang luput dari jangkauan al-Qur‟an.12 b. As-Sunnah Setelah al-Qur‟an, pendidikan Islam menjadikan as-Sunnah sebagai dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah sunnah berarti jalan, metode dan program. Secara istilah sunnah adalah perkara yang dijelaskan melalui sanad yang shahih baik itu berupa perkataan, perbuatan, atau sifat Nabi Muhammad SAW.
9
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1989), h. 19. Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 32. 11 Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara bekerja sama dengan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, 1992), h. 19. 12 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op. cit., h. 32-33. 10
13
Abdurrahman An Nahlawi dalam bukunya Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam : Sebagaimana al-Qur‟an, sunnah berisi petunjuk-petunjuk untuk kemaslahatan manusia dalam segala aspeknya yang membina manusia menjadi manusia yang bertaqwa. Dalam dunia pendidikan sunnah memiliki dua faedah yang sangat besar, yaitu: 1) Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam alQur‟an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya. 2) Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah SAW bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan kedalam jiwa yang dilakukannya.13 3.
Pengertian Pendidikan Islam Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah “proses
perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.”14 “Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.”15 Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah dalam bukunya Pendidikan Islam, “Istilah pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat di dalam masyarakat dan bangsa.”16 Pendidikan Islam sebagaimana diketahui adalah pendidikan yang dalam pelaksanaannya berdasarkan pada ajaran Islam. Karena ajaran Islam berdasarkan al-Qur‟an, As-Sunnah, pendapat ulama serta warisan sejarah,
13
Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: Diponogoro, 1992), h. 47. 14 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 232. 15 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 13. 16 Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h. 1.
14
maka pendidikan Islam pun mendasarkan diri pada Al-Qur‟an, As-Sunnah, pendapat para ulama serta warisan sejarah tersebut.17 Pendidikan dalam pengertian luas adalah “meliputi semua perbuatan atau semua usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta ketrampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memnuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah.”18 Secara terminologi
pendidikan mempunyai
beberapa pengertian,
diantaranya menurut Anton Moeliono yang dikutip oleh Samsul Nizar, ia mendefinisikan pendidikan sebagai “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik.”19 Sedangkan menurut Langeveld sebagaimana dikutip oleh Alisuf Sabri, menyebutkan bahwa pendidikan itu ialah “pemberian bimbingan atau bantuan rohani bagi yang masih memerlukan, pendidikan itu terjadi melalui pengaruh dari seseorang yang telah dewasa kepada orang yang belum dewasa.”20 Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dan peserta didik atau dalam mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi antara pendidik dengan anak didik. Dalam saling mempengaruhi ini, peranan pendidik lebih besar dan lebih utama karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih berpengalaman, lebih banyak menguasai nila-nilai pengetahuan dan lingkungan dibanding dengan peserta didik.21 Pengertian pendidikan secara umum itu kemudian dihubungkan dengan Islam sebagai suatu sistem keagamaan menimbulkan pengertian-pengertian
17
Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press), h. 15. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. Ke-V h. 92. 19 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), cet. Ke-1, h. 92. 20 Alisuf Sabri, Pengaruh Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Press, 2005), cet. Ke-1, h. 8. 21 Zuhairini, loc. cit. 18
15
baru. Abdurahman An-Nahlawi menggambarkan hubungan antara Islam dan pendidikan sebagai berikut: “Islam merupakan syari‟at Allah bagi manusia yang dengan syari‟at itu manusia beribadah. Agar manusia mampu memikul dan merealisasikan amanat besar itu membutuhkan pengalaman, pengembangan, dan pembinaan. Pengembangan dan pembinaan itulah yang dimaksud dengan pendidikan Islam.”22 Dari definisi diatas baik secara etimologi maupun terminologi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha transfer nilai-nilai budaya dalam rangka penyempurnaan tingkah laku, pendewasaan dan pemahaman. Atau dengan kata lain bahwa orientasi dari pendidikan adalah pembentukan nilai-nilai kepribadian yang luhur dan berkualitas.
4.
Tujuan Pendidikan Islam Tujuan pendidikan agama Islam secara umum adalah “meningkatkan
keimanan, pemahaman, pengetahuan, pengalaman peserta didik tentang agama Islam. Sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt serta berakhlak mulia dan berguna bagi masyarakat, agama dan Negara.”23 “Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki kejelasan tujuan yang hendak dicapai. Banyak dari para ahli yang mengkaji dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi tujuan pendidikan tersebut. Hal ini bisa dimengerti karena tujuan pendidikan mempunyai kedudukan yang amat penting.”24
22
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam Di rumah, Sekolah Dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), cet. Ke-1, h. 28. 23 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), cet. Ke3, h. 79. 24 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 45.
16
Abuddin Nata berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Syar‟i: Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki kejelasan tujuan yang ingin dicapai. Sulit dibayangkan jika ada suatu kegiatan tanpa memiliki kejelasan tujuan. Menurutnya, perumusan dan penetapan tujuan pendidikan Islam harus memenuhi kriteria berikut: a. Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah di muka bumi dengan melaksanakan tugas-tugas memakmurkan dan mengelola bumi sesuai kehendak Tuhan. b. Mengarahkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas kekhalifahan di muka bumi dilakukan dalam rangka pengabdian atau beribadah kepada Allah. c. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia sehingga tidak menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya. d. Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa, dan jasmani guna pemilikan pengetahuan, akhlak dan keterampilan yang dapat digunakan mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahannya. Serta, e. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.25 Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani yang dikutip oleh Ahmad Syar‟i merumuskan tujuan pendidikan Islam sejalan dengan misi Islam itu sendiri, yaitu: “mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlakul karimah”. Sementara Jalaluddin dan Usman Said menyimpulkan tujuan pendidikan Islam telah terangkum dalam kandungan surah al-Baqarah ayat 201:
dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka".26
25
Ahmad Syar‟i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), cet. Ke-1, h. 24-
26
Ibid., h. 28.
25.
17
Dari berbagai tujuan pendidikan Islam di atas menggambarkan betapa luasnya ruang lingkup dan sasaran yang harus dicapai pendidikan Islam, namun demikian, pada hakikatnya tujuan pendidikan Islam identik dengan tujuan kehidupan manusia khususnya umat Islam, yang pada intinya untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.
5.
Dasar-dasar Pendidikan Islam Dasar secara bahasa, “berarti asa, fundamen, pokok atau pangkal segala
sesuatu (pendapat, ajaran, aturan)”.27 Lebih lanjut dikatakan bahwa, dasar adalah landasan berdirinya sesuatu. “Fungsi adalah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu.”28 Pendidikan Islam sebagai aktivitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian tertentu memerlukan dasar atau landasan kerja untuk memberi arah bagi programnya. Ajaran itu bersumber pada al-Qur‟an dan as-Sunnah Rasulullah saw dan ijtihad (hasil pikir manusia). Dasar inilah yang membuat ilmu pendidikan ini disebut sebagai ilmu pendidikan Islam. Tanpa dasar ini, maka tidak ada ilmu pendidikan Islam. a. Al-Qur’an “al-Qur‟an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh malaikat jibril kepada Nabi Muhammad saw. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut akidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syari‟ah.”29 Nabi Muhammad sebagai pendidik pertama, (pada masa awal pertumbuhan Islam) telah menjadikan al-Qur‟an sebagai sumber pokok serta dasar pendidikan Islam. Kedudukan al-Qur‟an sebagai sumber pokok 27
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus…. h. 121. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), cet. Ke-1, h. 12. 29 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. Ke-3, h. 21. 28
18
pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat al-Qur‟an itu yang berbunyi: surat Al-„Alaq 1-5
bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Al-Qur‟an diperuntukkan bagi manusia untuk dijadikan sebagai pedoman hidupnya. Sebab pada dasarnya al-Qur‟an banyak membahas tentang berbagai aspek kehidupan manusia, dan pendidikan merupakan tema terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku bangunan pendidikan yang dibutuhkan manusia. Hal ini tidak aneh mengingat al-Qur‟an merupakan kitab hidayah, dan seseorang bisa memperoleh hidayah tiada lain atas kehendak Allah, karena pendidikan yang benar serta ketaatannya. Menurut M. Quraish Shihab, al-Qur‟an secara garis besar mempunyai tiga tujuan pokok, diantaranya: 1) Petunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan, dan kepastian akan adanya hari pembalasan. 2) Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif. 3) Petunjuk mengenai syari‟ah dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Atau dengan kata lain yang lebih singkat al-Qur‟an adalah petunjuk bagi seluruh manusia kejalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.30
30
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), cet. Ke- 26, h. 40.
19
b. As-Sunnah Dasar yang kedua setelah al-Qur‟an ialah as-Sunnah Rasulullah saw, amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah dalam proses perubahan sikap hidup sehari-hari tersebut menjadi dasar utama pendidikan Islam setelah al-Qur‟an, karena Allah telah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi umatnya, sebagaimana firmannya dalam surah al-Ahzab ayat 21 berikut ini:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. As-Sunnah menurut bahasa artinya jalan, baik terpuji maupun tercela. Sedangkan menurut istilah ahli hadits, “sunnah ialah segala yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, taqrir, pengajaran, sifat, keadaan, maupun perjalanan hidup beliau: baik yang berupa demikian itu terjadi sebelum maupun sesudah diangkat menjadi Rasul.”31
c. Ijtihad “Adapun ijtihad menurut istilah ulama ushul ialah mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan hukum syara’ dari dalil-dalil syara’ secara terinci.”32 Menurut Zakiyah Daradjat: Ijtihad ialah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan mengunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syariat Islam untuk menetapkan atau menentukan suatu syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh al-Qur‟an dan as-Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan
31
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung Aksara, 1994), cet. Ke-2, h. 12. Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Terj. dari Ilmu Ushulul Fiqh oleh Noer Iskandar al-Barsany, dkk., (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Ed. I, cet. Ke-VIII, h. 348. 32
20
termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada al-Qur‟an dan as-Sunnah.33 Dari berbagai definisi di atas ijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan akal pikiran dalam menetapkan suatu permasalahan hukum yang belum ditemukan kepastian hukumnya dalam al-Qur‟an dan asSunnah. Ijtihad ini dilakukan oleh para ulama yang memenuhi persyaratan untuk berijtihad. Ijtihad dalam bidang pendidikan harus tetap bersumber dari al-Qur‟an dan as-Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Dengan demikian, untuk merealisasikan ajaran Islam itu sangat dibutuhkan ijtihad. Dan setiap muslim atau ulama yang berijtihad harus benar-benar mengetahui berbagai disiplin ilmu agar ijtihadnya dapat mengarahkan umat Islam kearah kebaikan dan kebenaran.
B. Pendidikan Berpakaian Islami Menurut M. Quraish Shibab, “al-Qur‟an paling tidak menggunakan tiga istilah untuk pakaian, yaitu libas, tsiyab, dan sarabil. Kata libas ditemukan sebanyak sepuluh kali, tsiyab ditemukan sebanyak delapan kali, sedangkan sarabil ditemukan sebanyak tiga kali dalam dua ayat”.34 Menurut Syaikh Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, “pakaian yaitu apa yang dikenakan oleh manusia untuk menutup anggota tubuhnya, keseluruhan atau sebagiannya, untuk melindungi dirinya dari panas dan bahaya, seperti gamis, pakaian, dan selendang, dan inti dari berpakaian adalah menutupi”.35 Menurut M. Quraish Shihab: Sejak dini Allah SWT telah mengilhami manusia sehingga timbul dalam dirinya dorongan untuk berpakaian, bahkan kebutuhan untuk berpakaian, sebagaimana diisyaratkan dalam QS. Tha-Ha [20]: 117-118, yang mengingatkan Adam bahwa jika ia terusir dari surga karena setan, tentu ia akan bersusah payah di dunia untuk mencari sandang, pangan, dan 33
Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. Ke-III, h.
21. 34
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2013), h. 205. Syaikh Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Adab Berpakaian dan Berhias, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014), h. 10. 35
21
papan. Dorongan tersebut diciptakan Allah dalam naluri manusia yang memiliki kesadaran kemanusiaan. Itu sebabnya terlihat bahwa manusia primitif pun selalu menutupi apa yang dinilainya sebagai aurat.36 Berpakaian dalam Islam dikenakan oleh seseorang sebagai ungkapan ketaatan dan ketundukan kepada Allah, karena itu berpakaian bagi orang muslim maupun muslimah memiliki nilai ibadah. Oleh karena itu dalam berpakaian seseorang harus mengikuti aturan yang ditetapkan Allah dalam alQur‟an dan as-Sunnah. Dalam berpakaian seseorang pun tidak dapat menentukan kepribadiannya secara mutlak, akan tetapi sedikit dari pakaian yang digunakannya akan tercermin kepribadiannya dari sorotan lewat pakaiannya. “Pakaian adalah nikmat dan anugerah Allah yang besar diberikan kepada hamba-hamba-Nya, Allah memuliakan mereka dengan pakaian tersebut, sebab ia dapat menutupi dan melindungi anggota tubuhnya, menghadirkan keindahan, karena itu kebutuhannya kepada pakaian merupakan hal pokok yang harus terpenuhi.”37 “Islam mengajarkan bahwa pakaian adalah penutup aurat. Islam mewajibkan setiap wanita dan laki-laki untuk menutupi anggota tubuhnya yang menarik perhatian lawan jenisnya. Langkah pertama yang diambil Islam dalam usaha mengukuhkan bangunan masyarakatnya adalah melarang bertelanjang dan menentukan aurat laki-laki dan wanita.”38 Berpakaian adalah mengenakan pakaian untuk menutupi aurat dan sekaligus perhiasan untuk memperindah jasmani seseorang. Berpakaian tidak hanya sekedar kain penutup badan, tidak hanya sekedar mode atau trend yang mengikuti perkembangan zaman. Islam mengajarkan tata cara atau adab berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama, baik secara moral, indah dipandang dan nyaman digunakan. Islam datang untuk menghadirkan masyarakat yang bersih dan menjaga diri, karena itu, Islam melarang menyingkap aurat secara umum, dan secara 36
Shihab, op. cit., h. 210. Abdussalam Thawilah, op. cit., h. 3. 38 Husein Shahab, Hijab menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, (Bandung: Mizania, 2013), h. 39. 37
22
khusus sangat menekankan kepada kaum wanita agar menjaga tubuhnya. Islam telah menata sebuah aturan dalam rangka menjaga kemuliaan dan kehormatan dirinya, Islam menyuruh kaum wanita untuk berhijab disertai keindahan.39 Menurut Syaikh Abdul Wahab Abussalam Thawilah, pakaian itu memiliki hukum taklif terdiri dari lima bagian: 1. 2.
3.
4.
5.
Pakaian yang wajib, yaitu yang berfungsi menutup aurat, menjaga dari panas serta bahaya-bahaya yang lain. Pakaian yang disukai, tujuannya berfungsi sebagai perhiasan dan memperlihatkan kenikmatan tanpa disertai sikap sombong dan berlebih-lebihan, hal ini bisa dilihat pada momentum hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, hari jum‟at, berkumpul untuk sebuah acara serta momentum-momentum lainnya. Allah berfirman, “Dan adapun dengan nikmat Tuhanmu maka ceritakanlah”. (QS. Adh-Dhuha: 11) Yang diharamkan, yaitu pakaian dan perhiasan yang Allah haramkan karena sebuah hikmah yang Allah kehendaki, seperti sutra, emas bagi laki-laki, wanita menampakkan perhiasannya, pakaian yang digunakan dengan maksud sombong. Yang dibenci (makruh), pakaian yang dikenakan secara berlebihlebihan dan sombong. Diriwayatkan dari Amru bin Syu‟aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW bersabda, “makan dan minumlah, berpakaianlah, dan bersedekahlah tanpa berlebihlebihan dan sombong.” Yang diperbolehkan (mubah), yaitu pakaian yang bagus untuk berhias, yang bersih dari sikap berlebih-lebihan.40
Islam tidak pernah menentukan bentuk pakaian tertentu, akan tetapi hanya meletakkan dasar-dasar dan kaidah pokok dalam aturan berpakaian dan memerintahkan untuk menaati aturan-aturan tersebut. Apabila seorang lakilaki dan wanita telah memerhatikan aturan dan kaidah tersebut, maka itulah pakaian yang sesuai dengan syari‟at, tanpa harus mempermasalahkan bentuk pakaian, jahitan, dan hal-hal yang lain. Dan di antara kaidah penting tersebut ialah hendaknya pakaian itu menutupi aurat. Semua ketentuan yang diwajibkan Islam kepada wanita dalam hal pakaian bertujuan untuk mencegah terjadinya fitnah dan kerusakan. Wanita benar-benar diperhatikan secara berlebihan di mana tidak dilakukan pada 39 40
Abdussalam Thawilah. loc. cit. Ibid., h. 13.
23
kaum laki-laki. Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan para istri Rasulullah saw. dan wanita-wanita mukmin untuk berhijab. Seperti yang sudah diketahui bahwa perintah berhijab datang setelah ditetapkan perintah wajibnya menutup aurat, karena itu batasan yang ditutup dalam berhijab lebih dari batasan kewajiban menutup aurat. Dapat penulis simpulkan bahwa berpakaian Islami merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan oleh setiap muslim dan muslimah karena sejak zaman Rasulullah saw. sampai sekarang ini berpakaian itu merupakan hal yang tidak boleh dilalaikan karena dengan berpakaian, aurat manusia akan tertutup dan terlindung dari segala penyakit. Dengan berpakaian Islami ini, kaum wanita akan lebih terhormat dan terpandang. Mereka juga akan terjaga dari gangguan orang-orang usil dan tidak bermoral.
C. Hasil Penelitian yang Relevan Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: 1. Adab Berpakaian Muslimah Dalam Al-Qur‟an Surat Al-A‟raf Ayat 26 (Studi Komparatif Sayyid Quthb dan Hamka), ditulis oleh Susilawati, NIM: 105034001190 mahasiswa jurusan Tafsir Hadits Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010, dengan hasil penelitian, bahwa analisis persamaan dan perbedaan pemikiran Sayyid Quthb dan Hamka dalam menafsirkan surat Al-A‟raf ayat 26 tentang adab berpakaian yaitu perbedaan dalam menafsirkan kata “Libaasut Taqwa”.41 Persamaan penelitian Susilawati dengan penelitian ini terletak pada ayat al-Qur‟an yang dikaji, yaitu sama-sama meneliti ayat 26 surat Al-A‟raf, sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang dikaji. Penelitian Susilawati
41
menggunakan
metode
komparatif
dengan
membahas
Susilawati, “Adab Berpakaian Muslimah Dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf Ayat 26 (Studi Komparatif Sayyid Quthb dan Hamka),” Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2010.
24
perbandingan antara pandangan Sayyid Quthb dengan Hamka dalam masalah pakaian. 2. Nilai-nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Surat Al-Ankabut Ayat 16-24, ditulis oleh Rahmat Hidayatullah, NIM: 105011000198 mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013, adapun nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam surat Al-Ankabut Ayat 16-24 adalah nilai pendidikan tauhid, yang pada intinya meng-Esakan Allah dalam Dzat maupun sifat, pendidikan kesabaran yang mengajarkan betapa pentingnya kesabaran dalam kehidupan, pendidikan syukur yang mengajarkan kita untuk selalu bersyukur ketika dalam keadaan apapun dan Allah akan menambahkan nikmat apabila kita selalu bersyukur kepada-Nya, pendidikan belajar mengajar, yang merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh seorang Muslim dalam rangka memanfaatkan potensi akal yang diberikan oleh Allah SWT, dan orang yang menuntut ilmu lalu mengajarkannya memiliki kedudukan yang sama dengan kebaikan orang yang jihad di medan perang melawan orang-orang kafir dan pendidikan iman kepada hari kebangkitan, keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan keimanan kepada hari akhir, keimanan kepada Allah tidak sempurna kecuali dengan keimanan kepada hari akhir, dengan beriman kepada hari akhir manusia akan sadar bahwa ada kehidupan setelah kematian yang didalamnya terdapat balasan ketika manusia hidup di dunia.42 Persamaan penelitian Rahmat Hidayatullah dengan penelitian ini terletak pada objek yang dikaji yaitu sama-sama meneliti tentang nilai-nilai pendidikan Islam, sedangkan perbedaannya terletak pada ayat al-Qur‟an yang dikaji. Penelitian Rahmat Hidayatullah membahas tentang Q.S AlAnkabut Ayat 16-24, sedangkan penulis membahas tentang Q.S. Al-A‟raf ayat 26-27. 42
Rahmat Hidayatullah, “Nilai-nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Surat Al-Ankabut Ayat 16-24”, Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian Objek yang dibahas pada penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27 dan aplikasinya. Adapun waktu yang dilalui penulis dalam penelitian ini adalah mulai bulan Oktober 2014 – Januari 2015.
B. Metode Penulisan Sebagaimana penulisan karya ilmiah lazimnya, maka dalam menulis dan menguraikan skripsi ini penulis menggunakan metode yang berlaku dalam penulisan ilmiah. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian
kepustakaan
(library
research),
yakni
mengambil
dan
mengumpulkan data berbagai pendapat dan pandangan para ahli yang telah termuatkan ke dalam berbagai buku-buku tafsir al-Qur’an dan buku-buku pendidikan Islam. Adapun sumber primer dalam penulisan skirpsi ini adalah al-Qur’an dan terjemahnya serta kitab-kitab tafsir para ulama yang meliputi kitab Tafsir AlMishbah, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Al-Azhar, dan Tafsir Ibnu Katsir. Sedangkan sumber sekundernya adalah buku-buku pendidikan Islam dan buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis metode tafsir tahlili, yaitu metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung
dalam
ayat-ayat
al-Qur’an
dengan
mengikuti
tertib
susunan/urutan surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri dengan sedikit banyak melakukan analisis di dalamnya. Metode tafsir tahlili juga bisa
25
26
disebut dengan metode tajzi’i tampak merupakan metode tafsir yang paling tua usianya.1 Metode tahlili merupakan metode paling tua. Metode ini paling banyak dipakai para mufassir klasik, namun di masa sekarang pun tafsir model ini masih dominan. Tafsir tahlili menonjolkan pengertian dan kandungan lafadz, hubungan ayat dengan ayat, sebab-sebab nuzulnya, hadis-hadis Nabi, aqwal sahabat atau tabi’in, dan pendapat mufassirin lainnya yang ada kaitannya dengan ayat-ayat yang akan diterangkan artinya tersebut. Lebih rinci lagi, Abd al-Hayy al-Farmawy mengatakan bahwa “tafsir tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya”. Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti urutan ayat, membahas mengenai asbabun nuzul dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul, sahabat atau tabi’in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat penafsir sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya.2 Analisis metode tahlili yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini, yaitu membahas surat Al-A’raf ayat 26-27, maka penulis menganalisis penjelasan mengenai nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ayat tersebut dengan mencari sumber-sumber yang dapat menjelaskan makna dan penafsiran dari Surat Al-A’raf ayat 26-27. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun akademik 2013.
C. Fokus penelitian Berdasarkan judul, maka penulis memfokuskan pada nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27 dan aplikasinya yang sifatnya mendeskripsikan dan menganalisa tentang 1
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013), cet. Ke-1 h. 379. 2 Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an, (Bogor:Granada Sarana Pustaka, 2005), h. 207-208 .
27
nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27.
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Tafsir Surat Al-A’raf Ayat 26-27 1. Teks Ayat dan Terjemah
Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orangorang yang tidak beriman. (QS. Al-A‟raf [7]: 26-27) 2. Arti Mufrodat : Segala sesuatu yang dipakai, baik penutup badan, kepala atau yang dipakai di jari dan lengan seperti cincin dan gelang.1
1
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol. 15, h. 58.
28
29
: Menutup aurat kalian dari mata kalian.2 : Pakaian harian maupun hiasan.3 : Mengisyaratkan pakaian ruhani.4 : Bukti-bukti yang menunjukkan kekusasan-Nya.5 : Mencabut, memberi isyarat bahwa pakaian yang dipakai oleh Adam dan Hawa ketika itu begitu kukuh.6 : Sekelompok orang yang mempunyai nenek moyang satu.7
3. Munasabah Ayat Ayat 27 merupakan kelanjutan dari pengertian ayat ke-26, yakni berada setelah penyebutan terbukanya aurat (Adam dan istrinya) karena terlepasnya daun-daun surga yang menutupi aurat keduanya ketika masih berada di dalamnya, setelah tergoda setan. Tujuan dikemukakannya ayat 26 tersebut ialah untuk menunjukkan karunia Allah yang telah menciptakan pakaian dan memerintahkan untuk menutup aurat. Terbukanya aurat bagi manusia merupakan kehinaan yang sangat memalukan. Selain itu, untuk memberikan pengertian bahwa menutup aurat termasuk masalah yang besar dari pengertian taqwa.
2
Abu ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 907. 3 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993), cet. Ke-2, h. 220. 4 Shihab, op. cit., h. 59. 5 Imam Jalaluddin Al-Mahalliy, Terjemah Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru, 1990), cet. Ke-1, h. 629. 6 Shihab, op. cit., h. 62. 7 Al-Maragi. loc. cit.
30
4. Penafsiran Ayat Menurut Para Ahli
Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orangorang yang tidak beriman. (QS. Al-A‟raf [7]: 26-27)
Ayat 26 a.
Tafsir Al Azhar Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga, yaitu karena keduanya telah
mengetahui apa artinya kemaluan alat kelamin. Mereka merasa malu karena melihat auratnya masing-masing, sehingga mereka mengambil daun-daun surga untuk menutupi kemaluannya itu. Dari sini dapat dibayangkan bahwa malu melihat kemaluan sendiri adalah kesadaran manusia pertama akan dirinya. Kemudian setelah mereka berketetapan di dunia dan mempunyai keturunan, Allah menurunkan pakaian. Maksdunya diturunkan kepada mereka wahyu atau ilham, untuk dapat membuat pakaian sekedar penutup kemaluan. Kemudian diturunkan pakaian perhiasan yang akan menjadi
31
perhiasan, dari sinilah manusia dituntun oleh Allah untuk mengenakan pakaian, dan mengenal keindahan dengan memakai pakaian.8 Menurut Hamka: Di dalam ayat ini disebut (
)
Riisy, diartikan dengan pakaian
perhiasan, sedangkan arti asalnya ialah bulu burung. Besar kemungkinan keindahan bulu burung merupakan salah satu yang memberi Adam dan Hawa ilham buat memakai perhiasan, sehingga berdirilah sampai ke zaman kita ini pabrik-pabrik pakaian. Terutama perhiasan pakaian perempuan. Sejak dari zaman pemulaan (primitif) bulu-bulu memegang peranan penting buat pakaian. Orang Indian Amerika menghiasi kepalanya dengan bulu burung. Raja-raja dan Jendral-jendral di Eropa begitu pula. Al-Qur‟an sendiri di dalam beberapa surat (Surat 16, AnNahl ayat 80), menyebut pula tentang kepentingan bulu unta dan bulu kambing. Sampai sekarang orang pergi ke Kutub Utara atau Selatan berburu beruang mengambil bulunya buat pakaian perempuan (mantel bulu). Kemudian setelah menyebut kedua macam pakaian itu, Allah menyebutkan pakaian ketiga, yaitu pakaian takwa. Dengan ini diterangkan bahwasannya pakaian bukanlah semata-mata dua yang lahir itu saja, tetapi adalagi pakaian ketiga yang lebih penting, yaitu pakaian takwa, pakaian jiwa.”9 Pakaian bermula sekedar penutup aurat, pendinding malu. Mengiringi pakaian perhiasan untuk hubungan dengan sesama manusia. Dan pada akhirnya intinya ialah pakaian taqwa untuk menangkis serangan musuh besar, yaitu Iblis. Pakaian yang tiga macam itu adalah termasuk sebagian dari ayatayat Allah. Artiya tanda kebesaran Allah yang telah memberi manusia kemajuan hidup. Memberi manusia hidup dan akal. 10 Dapat penulis simpulkan menurut padangan Hamka, ayat ini menjelaskan tiga macam pakaian, yaitu pakaian penutup aurat, pakaian perhiasan dan pakaian taqwa. Ayat tersebut juga mengisyaratkan adanya sesuatu yang indah di dalam menutup aurat, sebagaimana Allah berfirman dalam ayat di atas yang ditunjukkan kepada seluruh manusia baik itu laki-laki ataupun perempuan.
8
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), juz VIII, h. 196. Ibid., h. 197. 10 Ibid., h. 198. 9
32
b. Tafsir Al-Maraghi ( )
Menurut Ahmad Mustafa Al-Maragi: Allah menyeru kepada anak cucu Adam dan menyebutkan anugerah-Nya kepada mereka. Yakni tentang nikmat yang Dia anugerahkan kepada mereka berupa pakaian yang bermacam-macam tingkat dan kualitasnya, dari sejak pakaian rendah yang digunakan untuk menutup aurat, sampai dengan pakaian yang paling tinggi berupa perhiasan-perhiasan yang menyerupai bulu burung dalam memelihara tubuh dari panas dan dingin, disamping merupakan keindahan dan keelokan.11 Ayat ini menjelaskan bahwa Allah berfiman, hai anak cucu Adam, dengan kekuasaan Kami, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu dari langit Kami, untuk mengatur urusan kalian. Pakaian yang menutupi aurat kalian dan perhiasan yang kamu pakai di majlis-majlis dan pertemuanpertemuan. Yaitu pakaian yang paling tinggi dan sempurna, juga pakaian yang lebih rendah dari itu. yaitu pakaian yang digunakan untuk memelihara diri dari panas dan dingin. Maksud diturunkannya hal-hal tersebut dari langit, ialah diturunkannya bahan berupa kapas, wool bulu sutera, bulu burung, dan lainnya, yang ditimbulkan oleh kebutuhan, dan manusia telah terbiasa memakainya, setelah mereka mempelajari cara-cara membuatnya, berkat naluri dan sifat yang Allah adakan dalam diri mereka. Dengan naluri dan sifat-sifat tersebut, mereka dapat memintal, menenun, dan merajut semua itu dengan berbagai cara, lalu menjahitnya menurut bentuk yang beragam. Terutama di zaman sekarang pabrik-pabrik telah berkembang pesat dan modern.12 Tidak diragukan bahwa bila Allah menganugerahkan kepada kita pakaian dan perhiasan, merupakan dalil bahwa perhiasan dan keinginan untuk 11 12
Al-Maragi, op. cit., h. 221-222. Ibid., h. 222.
33
memakainya adalah dibolehkan. Jadi Islam adalah agama fitrah, tidak terdapat padanya sesuatu yang bertentangan dengan apa yang diperlukan oleh kebutuhan.
( Menurut riwayat Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud ialah iman dan amal saleh, karena iman dan amal saleh itu lebih baik dari perhiasan-perhiasan pakaian. “Disamping itu ada riwayat Zaid bin Ali bin Al-Husain, bahwa yang dimaksud ialah pakaian perang, seperti baju perang rompi besi dan alat-alat lain yang digunakan untuk memelihara diri dari serangan musuh.”13 (
“Kenikmatan-kenikmatan tersebut, berupa diturunkannya pakaianpakaian adalah diantara ayat-ayat yang menunjukkan kekuasaan Allah dan petunjuk-petunjuk yang menunjukkan kebajikan dan anugerah-Nya atas Bani Adam. Kenikmatan-kenikmatan ini menjadikan manusia pandai mengingat anugerah Allah dan melaksanakan syukur yang menjadi kewajiban manusia.”14 Dapat penulis simpulkan dalam tafsir Al-Maraghi, Allah telah menurunkan kepada Adam dan keturunannya segala kebutuhannya dalam urusan agama dan dunia, seperti pakaian. Pakaian tersebut merupakan anugerah dan nikmat Allah kepada manusia yang digunakan untuk menutup aurat dan perhiasan. Juga pakaian yang mereka gunakan dalam perang, seperti baju-baju dan rompi-rompi besi dan lain sebagainya. Selain itu Allah juga menurunkan bahan pakaian berupa kapas, wool, bulu sutera, bulu burung, dan lainnya. Akan tetapi pakaian yang terbaik ialah pakaian taqwa 13 14
Ibid. Ibid.
34
yang berarti iman dan amal shaleh karena iman dan amal shaleh lebih baik dari
perhiasan-perhiasan
pakaian.
Allah
telah
mengenalkan
dan
menganugerahkan kepada manusia sesuatu bernama pakaian, maka dari itu sudah seharusnya kita bersyukur. c.
Tafsir Ath-Thabari Menurut Abu ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari:
Allah SWT berfirman kepada orang-orang Arab bodoh yang melakukan thawaf di Baitullah dengan telanjang, karena mengikuti perintah setan dan tidak taat kepada Allah. Dia memberitahu mereka akan tertipunya mereka dengan tipuan setan hingga setan dapat menguasai mereka dan berhasil membuka tutupan Allah yang Dia karuniakan kepada mereka hingga aurat mereka nampak dan sebagian dari mereka melihat aurat sebagian lainnya, padahal Allah telah menganugerahkan apa yang dapat menutup aurat mereka. Mereka mengalami peristiwa yang telah dialami oleh kedua orangtua mereka, Ada dan Hawa, yang tertipu oleh tipuan iblis, hingga dia berhasil membuka tutupan Allah yang dikaruniakan kepada mereka, sehingga nampaklah bagi mereka aurat mereka. Iblis berhasil menelanjangi mereka.15 “Firman Allah,
“Hai anak Adam,
sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian.” Maksud lafadz “menurunkan kepadamu pakaian” adalah, Dia menciptakan pakaian untuk mereka dan mengaruniakannya kepada mereka.”16 “Dan pakaian takwa” adalah menghadirkan taqwa kepada Allah dalam diri saat meninggalkan kemaksiatanyang dilarang Allah dan mengamalkan ketaatan yang diperintahkan-Nya. Ini mencakup keimanan kepada-Nya, amal saleh, malu, takut kepada Allah, dan raut wajah yang baik. Sebab, barangsiapa takut kepada Allah, berarti telah beriman kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, takut kepada-Nya, selalu merasa diawasi, dan malu bila terlihat oleh-Nya sedang melakukan hal-hal yang tidak disukai-
15
Ath-Thabari, op. cit., h. 906-907. Ibid., h. 907.
16
35
Nya. Barangsiapa memiliki sifat dan sikap seperti ini maka tampaklah bekasbekas kebaikan. Jadi, raut wajahnya baik, petunjuknya baik, dan dirinya penuh dengan keimanan serta cahaya keimanan.17 Abu ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari mengatakan:
“Yang demikian itu adalah
Firman Allah
sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”. Maksudnya Allah SWT berfirman, “Apa yang telah Kusebutkan kepada kalian, bahwa Aku telah menurunkan kepada kalian, wahai manusia, pakaian, dan pakaian untuk perhiasan merupakan dalildalil Allah serta bukti-bukti-Nya yang dengannya dapat diketahui siapa yang tidak benar dalam mengesakan Allah dan siapa yang menetapi kesesatan.”18
“Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” Allah berfirman, “Aku jadikan itu semua untuk mereka sebagai dalil atas apa yang telah Kusebutkan, agar mereka mengambil pelajaran, lalu mereka merenungi dan kembali kepada kebenaran serta meninggalkan kebatilan. Itu semua merupakan rahmat dari-Ku untuk hamba-hamba-Ku.”19 Dapat penulis simpulkan menurut tafsir Ath-Thabari, ayat ini berkaitan dengan orang-orang Arab yang melakukan thawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang, dan tidak ada seorang pun yang mengenakan baju ketika thawaf, maka ayat ini mengingatkan kepada mereka akan besarnya nikmat Allah dan kekuasaan-Nya atas mereka agar mereka ingat, lalu beriman, berislam, serta meninggalkan syirik dan kemaksiatan. Di antara nikmat-Nya adalah diturunkannya pakaian bagi mereka.
17
Ibid., h. 922-923. Ibid., h. 924. 19 Ibid. 18
36
d. Tafsir Al Misbah “Pesan ayat ini dan ayat berikutnya (ayat 27) merupakan penyampaian Ilahi tentang nikmat-Nya, antara lain ketersediaan pakaian yang dapat menutup “sauat”mereka, dan peringatan agar tidak terjerumus dalam rayuan setan, serta perintah-Nya untuk berhias ketika beribadah kepada Allah swt.”20 Menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah: Ayat ini berpesan Hai anak Adam, yakni manusia putra putri Adam sejak putra pertama hingga anak terakhir dari keturunannya sesungguhnya Kami Tuhan Yang Maha Kuasa telah menurunkan kepada kamu pakaian, yakni menyiapkan bahan pakaian untuk menutupi aurat lahiriah serta kekurangan-kekurangan batiniah yang dapat kamu gunakan sehari-hari, dan menyiapkan pula bulu, yakni bahan-bahan pakaian indah untuk menghiasi diri kamu dan yang kamu gunakan dalam peristiwa-peristiwa istimewa. Dan di samping itu ada lagi yang Kami anugerahkan yaitu pakaian taqwa. Itulah pakaian yang terpenting dan yang paling baik. Yang demikian itu, yakni penyiapan aneka bahan pakaian adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan, yakni dimaksudkan dari penyiapan pakaian itu adalah agar mereka selalu ingat, kepada Allah swt. dan nikmat-nikmat-Nya.21 “Kata
risy pada mulanya berarti bulu, dan karena bulu binatang
merupakan hiasan dan hingga kini dipakai oleh sementara orang sebagai hiasan, baik di kepala maupun di leher, maka kata tersebut dipahami dalam arti pakaian yang berfungsi sebagai hiasan.”22 “Firman-Nya (
) libaasut-taqwa mengisyaratkan pakaian ruhani.
Rasul saw. melukiskan iman sebagai sesuatu yang tidak berbusana, dan pakaiannya adalah taqwa.”23 Ayat ini meyebut pakaian taqwa, yakni pakaian ruhani setelah sebelumnya menyebut pakaian jasmani yang menutupi kekurangan20
Shihab, op. cit., h. 57. Ibid., h. 58. 22 Ibid. 23 Ibid., h. 59. 21
37
kekurangan jasmaninya. Pakaian ruhani menutupi hal-hal yang dapat memalukan dan memperburuk penampilan manusia jika ia terbuka. Keterbukaan sau’at/ aurat jasmani dan ruhani dapat menimbulkan rasa perih dalam jiwa manusia, hanya saja rasa perih dan malu yang dirasakan bila aurat ruhani terbuka jauh lebih besar daripada keterbukaan aurat jasmani, baik di dunia lebih-lebih di akhirat.24 Thabathaba‟i memahami penutup ayat ini yang dikutip dalam Tafsir AlMisbah bahwa: Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. Sebagai isyarat terhadap fungsi pakaian ruhani dalam menghindarkan manusia dari keperihan dan siksa akibat terbukanya aurat tersebut dalam arti, bahwa pakaian yang ditemukan manusia untuk memenuhi kebutuhan menutup auratnya adalah bukti kekuasaan Allah yang bila diperhatikan oleh manusia akan mengantarnya menyadari bahwa ia juga memiliki aurat batiniahnya yaitu keburukan-keburukan nafsu yang buruk pula bila terbuka. Menutupnya merupakan hal yang lebih penting dari pada menutup aurat lahiriah. Penutup aurat batiniah itulah pakaian taqwa yang diperintahkan Allah dan dijelaskan oleh Rasul-Nya saw.25 Dapat penulis simpulkan bahwa dalam Tafsir Al-Misbah terdapat beberapa fungsi pakaian. Pertama, sebagai penutup bagian-bagian tubuh yang dinilai oleh agama atau dinilai oleh seseorang atau masyarakat sebagai buruk bila dilihat. Kedua, adalah sebagai hiasan yang menambah keindahan pemakaianya, merupakan isyarat bahwa agama memberi peluang yang cukup luas untuk memperindah diri dan mengekspresikan keindahan. Ketiga, pakaian taqwa mengisyaratkan pakaian ruhani. Rasul saw. melukiskan iman sebagai sesuatu yang tidak berbusana, dan pakaiannya adalah taqwa.
24 25
Ibid., h. 59-60. Ibid., h. 61.
38
e.
Tafsir Ibnu Katsir Menurut Muhammad Nasib ar-Rifa‟i: Allah memberikan karunia kepada hamba-hamba-Nya berupa pakaian dan perhiasan. Pakaian untuk menutupi aurat yaitu perkara yang dianggap buruk bila terlihat. Perhiasan ialah perkara untuk keindahan lahiriah. Yang pertama merupakan kebutuhan primer dan yang kedua sebagai kebutuhan sekunder. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ali r.a. (281), “Bahwasanya Ali mendatangi seorang pemuda. Dia membeli kemeja panjang seharga tiga dirham dari pemuda itu. Ali memakainya dan kemeja itu menutupi tubuhnya mulai dari pergelangan tangan hingga kedua mata kaki. Ketika dia memakainya, dia berkata, “Segala puji bagi Allah yang menganugerahkan perhiasan yang kugunakan untuk bergaya di antara manusia dan untuk menutupi auratku. Ali ditanya, „Apakah ungkapan itu kau dengar dari Rasulullah SAW. atau ungkapan engkau sendiri?‟ Ali berkata, „Saya mendengar ungkapan itu dari Rasulullah SAW. ketika berpakaian, beliau berkata,
“Segala puji bagi Allah yang menganugerahkan kepadaku pakaian dari bulu yang kugunakan untuk bergaya di antara manusia dan untuk menutupi auratku” Firman Allah Ta‟ala, “Dan pakaian takwa adalah lebih baik”. “Para mufassir berikhtilaf mengenai makna penggalan ini. Akramah berkata bahwa pakaian takwa ialah busana yang dipakai oleh orang-orang yang takwa pada hari kiamat. Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim. Adapula yang mengartikannya sebagai pakaian kemimanan, atau amal saleh, atau tanda kebaikan diwajah. Seluruh pengertian itu berdekatan maknanya.”26 Dapat penulis simpulkan menurut Ibnu Katsir, dalam ayat ini Allah memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan apa yang telah Dia jadikan bagi mereka berupa pakaian dan perhiasan. Pakaian untuk menutupi aurat yaitu perkara yang dianggap buruk bila terlihat. Perhiasan ialah perkara untuk keindahan lahiriah. Maka yang pertama merupakan kebutuhan primer dan yang kedua sebagai kebutuhan sekunder atau tambahan. 26
349.
Muhammad Nasib ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h.
39
Ayat 27 a.
Tafsir Al Azhar Sejak semula kita telah diberi peringatan oleh Allah, bahwa setan telah
meminta kesempatan yang luas untuk memperdayakan Adam dan anak cucunya. Dia akan datang dari muka, dari belakang dan dari rusuk kanan dan rusuk kiri, dia tidak akan berhenti sebelum maksudnya berhasil. Menurut Hamka: Berhias adalah salah satu alat utama perempuan, oleh sebab itu iblis pun bisa masuk dari pakaian perhiasan, dari hal ini Hamka menyatakan diantara tindakan yang perlu diwaspadai dan dilarang oleh syara‟ adalah menggunakan pakaian yang transparan, tipis dan tembus pandang, termasuk juga pakaian yang ketat dan terbatas untuk menonjolkan diri dan anggota tubuhnya, karena dari pakaian perhiasan itu iblis masuk untuk menghancurkan dunia di zaman modern ini. Seperti yang diisyaratkan oleh hadits Nabi: 27 “Berpakaian tetapi telanjang.” Kemudian Allah peringatkan lagi tentang setan itu: Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. “Di sini Allah menyatakan betapa sulit kita berjuang, karena setan selalu melihat dan memperhatikan gerak-gerik kita. Di sinilah perlunya pakaian taqwa, sebab taqwa mengandung berbagai arti; yaitu memelihara, awas, tidak putus berlindung kepada Allah, tawakkal, sabar, ikhlas, zikir (ingat kepada Allah).”28 Akhirnya diberikanlah kunci ayat, yaitu peringatan yang tegas dari Allah dan kepastian yang wajar. “Sesungguhnya Kami telah menjadikan setansetan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.”29 Dapat penulis simpulkan menurut tafsir Al-Azhar, Allah telah memberi peringatan kepada manusia, bahwa setan telah meminta kesempatan yang luas untuk memperdayakan Adam dan anak cucunya. Maka dari itu manusia
27
Hamka, op. cit., h. 199. Ibid., h. 199-200. 29 Ibid., h. 200. 28
40
diperintahkan untuk beriman, sebab orang yang tidak beriman adalah laksana telanjang. Tempat masuknya setan terbuka dimana-mana, di muka, di belakang, di rusuk kanan, di rusuk kiri. Tidak ada iman artinya tidak ada pegangan, karena orang yang tidak beriman berarti tidak percaya kepada Allah dan hari akhirat. b. Tafsir Al-Maraghi (
Menurut Ahmad Mustafa Al-Maragi : Maksud ayat tersebut janganlah kalian lalai hai anak-anak Adam terhadap diri kalian, sehingga kamu memberi kesempatan kepada setan untuk berbisik kepadamu dan berdaya upaya menipu kamu, bahkan menjerumuskan kamu dalam kemaksiatan-kemaksiatan, sebagaimana ia telah berbisik kepada nenek moyangmu, Adam dan Hawa. Setan telah membuat keduanya memandang baik kepada kemaksiatan terhadap Tuhan mereka, sehingga mereka memakan buah pohon yang oleh Allah mereka berdua dilarang memakannya. Yaitu yang menyebabkan mereka berdua dikeluarkan dari surga yang telah mereka nikmati, sekalipun mereka kelak diberi kesempatan untuk memasuki surga itu di zaman lain, setelah lebih dahulu mereka mengalami kesengsaraan penghidupan dan kesedihannya.30 ( ) “Sesungguhnya setan itu telah mengeluarkan Adam dan Hawa dari surga yang menjadi sebab terlepasnya daun-daun surga yang mereka gunakan sebagai
pakaian
mereka
berdua,
dengan
tujuan
setan
itu
dapat
memperlihatkan aurat mereka.”31 ( )
30 31
Al-Maragi, op.cit., h. 223. Ibid., h. 223.
41
“Sesungguhnya iblis dan tentara-tentaranya dari setan bangsa jin, mereka bisa melihat kamu, sedang kamu tak bisa melihat mereka.”32 Bahaya yang datang dari suatu tempat yang tidak diketahui, adalah lebih hebat dan mengharuskan perhatian yang lebih cermat, dengan cara meningkatkan kewaspadaan terhadapnya, sebagaimana hal itu bisa kita perhatikan pada beberapa jenis bibit penyakit yang terbukti wujudnya dewasa ini lewat kaca pembesar (microskop). Bibit penyakit bisa menembus ke dalam tubuh setelah dipindahkan oleh lalat atau nyamuk, atau masuk ke dalam tubuh bersama masuknya makanan, minuman, atau udara, lalu berkembang biaklah dan melahirkan anak-anaknya dengan cepat. Kadang-kadang menyebabkan manusia menderita penyakit yang sulit disembuhkan seperti demam kuning (malaria). typhus, TBC, kanker, dan lain sebagainya.33 Cara masuk bisikan-bisikan setan dan godaanya ke dalam jiwa manusia dan pengaruhnya terhadap pikiran-pikiran manusia, adalah seperti makhlukmakhluk halus atau bibit-bibit penyakit tersebut terhadap tubuh manusia, dan pengaruhnya terhadap tubuh manusia, yang sama-sama tidak diketahui. ( ) “Sesungguhnya Sunnah Kami telah berlaku, bahwa setan-setan yang merupakan makhluk-makhluk jahat dari bangsa jin, adalah menjadi pemimpin orang-orang jahat bangsa manusia. Yaitu orang-orang kafir yang tidak beriman kepada Allah Ta‟ala dan para malaikat-Nya, dengan keimanan yang sesungguhnya.”34 Dapat penulis simpulkan bahwa dalam ayat ini Allah memberi peringatan agar orang waspada terhadap setan. Juga peringatan tentang betapa hebat dan
32
Ibid., h. 224. Al-Maragi, op. cit., h. 224. 34 Ibid., h. 226. 33
42
bahayanya permusuhan setan. Serta peringatan agar beriman kepada Allah dan malaikat-Nya. c.
Tafsir Ath-Thabari
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya.” Abu Ja‟far berkata : Allah SWT berfirman, “ Hai bani Adam janganlah kalian tertipu oleh setan, karena ia akan menampakkan aurat kalian bagi manusia lantaran ketaatan kalian kepadanya ketika ia menggoda kalian, sebagaimana terjadi pada kedua orangtua kalian (Adam dan Hawa) ketika ia menggoda mereka. Mereka taat kepadanya dan bermaksiat kepada Tuhan mereka. Ia pun mengeluarkan mereka dengan sebab tipu-dayanya dari surga dan menanggalkan pakaian yang telah diberikan kepada mereka, untuk memperlihatkan kepada mereka aurat mereka setelah aurat itu tertutup.”35 Firman Allah:
“Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.” “Maksud firmanNya adalah “Sesungguhnya setan itu melihat kalian.” Dhamir huruf ha’ pada lafadz
“Sesungguhnya ia” kembali kepada setan.
“Dan pengikut-pengikutnya.” Maksudnya adalah golongannya dan
35
Ath-Thabari, op. cit., h. 925-926.
43
generasinya. Ini (adalah bentuk tunggal. Sedangkan bentuk jamaknya adalah . Mereka adalah jin.”36 “Firman Allah
“Dari suatu tempat yang kamu tidak
bisa melihat mereka.” Dia berfirman, “Dari suatu tempat yang kalian tidak bisa melihat setan golongannya.”37 “Firman Allah
“Sesungguhnya Kami
telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” Dia berfirman, “Kami menjadikan setan sebagai penolong orang-orang kafir yang tidak mengesakan Allah dan tidak membenarkan para rasul-Nya.”38 Dapat penulis simpulkan menurut tafsir ath-thabari, dalam surat Al-A‟raf ayat 27 Allah memberi peringatan dan pembelajaran kepada anak Adam (manusia) atas peristiwa diusirnya Adam dan Hawa dari surga akibat melanggar larangan Allah. Mereka memakan buah dari pohon yang diharamkan Allah akibat terkena bujuk rayu iblis dan setelah keduanya memakan buah dari pohon tersebut, maka tampaklah aurat keduanya.
d. Tafsir Al Misbah M. Quraish Shihab:
Ayat ini masih merupakan lanjutan tuntunan yang lalu yang ditujukan kepada putra putri Adam. Di sini Allah mengingatkan bahwa: Hai anakanak Adam, yakni semua manusia hingga akhir masa, janganlah sekalikali kamu terpedaya dan dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah menipu sehingga ia mengeluarkan, yakni menjadi sebab keluarnya kedua ibu bapak kamu dari surga. Ia secara terus menerus berupaya merayu dan menggoda dengan penuh kesungguhan sehingga akhirnya ia berhasil mencabut, yakni menanggalkan dengan paksa dari keduanya pakaian mereka berdua untuk mempelihatkan kepada keduanya sauat mereka 36
Ibid., h. 930. Ibid., h. 931. 38 Ibid. 37
44
berdua. Sesungguhnya ia, yakni iblis dan pengikut-pengikutnya atau anak cucunya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu memiliki potensi untuk menjadi pemimpin-pemimpin, yakni pembimbing dan pengarah bagi orang-orang yang terus menerus tidak beriman sama sekali, serta orang-orang yang tidak memperbaharui imannya dari saat ke saat.39 Kata
yanzi’u/ mencabut, memberi isyarat bahwa pakaian yang
dipakai oleh adam dan Hawa ketika itu begitu kukuh, serta mereka pun demikian kukuh ingin mempertahankan agar tidak tanggal dan agar aurat mereka tidak terlihat, tetapi kegigihan iblis menggoda mampu mencabut, yakni menarik dengan keras hingga pakaian mereka tanggal, dan aurat mereka terbuka.40 Menurut M. Quraish Shihab Firman-Nya: “Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka merupakan salah satu persoalan yang menjadi bahasan panjang para ulama, yakni apakah penggalan ayat ini menegaskan bahwa manusia tidak dapat melihat jin atau iblis?”41 Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya yang dikutip dalam Tafsir Al-Misbah: Sahabat-sahabat Nabi saw. pernah melihat malaikat Jibril as. ketika ia datang dalam bentuk manusia. Sahabat Nabi swa. Umar Ibnu alKhaththab menuturkan bahwa suatu ketika datang seorang yang tidak dikenal, berpakaian sangat putih, rambut teratur rapi, tidak Nampak dari penampilannya tanda-tanda bahwa ia datang dari perjalanan jauh. Orang itu bertanya kepada Nabi tentang Islam, iman, dan ihsan. Setiap Nabi menjawab, dia membenarkannya. Dia juga bertanya tentang Kiamat dan tanda-tandanya. Sayyidina Umar ra. perawi hadits itu dan juga sahabatsahabat Nabi saw. yang mendengarkannya terheran-hera. Bagaimana mungkin seorang yang berpenampilan rapi, berpakaian bersih, berarti yang bersangkutan tidak datang dari tempat jauh atau dengan kata lain dia adalah penduduk setempat tetapi dari tempat jauh atau dengan kata 39
Shihab, op. cit., h. 62. Ibid. 41 Ibid. 40
45
lain dia adalah penduduk setempat tetapi tidak mereka kenal? Mereka juga terheran-heran mengapa setiap pertanyaannya yang dijawab oleh Nabi, selalu yang bertnya itu sendiri yang membenarkannya? Apa makna dia bertanya dan membenarkan jawaban? Ketika percakapan Nabi dan pendatang itu selesai, Nabi saw. bertanya kepada sahabat-sahabat beliau, “Tahukah kalian siapa yang datang tadi?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang tahu.” Nabi saw. menjelaskan, “Itulah Jibril datang mengajar kalian agama kalian.” Mendengar penjelasan Nabi itu Umar ra. bergegas keluar hendak melihatnya, tetapi dia telah menghilang.42 Menurut M. Quraish Shihab “jika demikian, malaikat dapat dilihat, tetapi bukan dalam bentuk aslinya. Ia dapat dilihat apabila mengambil bentuk yang memungkinkan untuk dilihat manusia. Demikian juga halnya dengan jin. Ia dapat dilihat bukan dalam bentuk aslinya, tetapi ia mengambil bentuk yang sesuai dengan potensi penglihatan manusia.”43 Dapat penulis simpulkan menurut M. Quraish Shihab dalam ayat 27 surat Al-A‟raf menjelaskan tentang larangan mengikuti setan yang menyebabkan terbukanya aurat orangtua manusia yakni Adam dan Hawa. e.
Tafsir Ibnu Katsir Menurut Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i dalam ringkasan tafsir Ibnu Katsir
menjelaskan: Allah Ta‟ala menyuruh anak Adam supaya waspada terhadap iblis dan golongannya. Sesungguhnya iblis dan kelompoknya dapat melihat manusia sedangkan manusia sendiri tidak dapat melihat mereka. Kondisi inilah yang mengharuskan manusia agar tetap waspada terhadap mereka. Orang yang dapat melihatmu sementara kamu tidak dapat melihatnya akan sangat kuat tipu dayanya terhadapmu dan dia akan menipumu tanpa kamu sadari. Hal inilah menuntut manusia supaya berlindung kepada Allah dari gangguannya dengan jalan menaati-Nya dan meninggalkan perkara yang dilarang-Nya. Jika manusia berlindung kepda Allah, maka Dia tidak akan memberi jalan kepada setan untuk mengganggu seorang mukmin yang taat.44
42
Ibid., h. 64-65. Ibid., h. 65. 44 Muhammad Nasib ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 350. 43
46
Allah menjelaskan kepada mereka (manusia) permusuhan klasiknya terhadap bapak manusia yaitu Adam dalam upaya mengeluarkannya dari surga yang merupakan negeri kenikmatan ke negeri kepayahan dan penderitaan; dan mencari-cari cara untuk menelanjangi auratnya setelah sebelumnya tertutup. “Hal ini dilakukannya karena permusuhannya yang sangat kuat. Ayat 27 ini seperti firman Allah Ta‟ala dalam surat Al-Kahfi ayat 50:
“dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, Maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil Dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripadaKu, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.” 45 Dapat penulis simpulkan bahwa Allah SWT memberi peringatan kepada anak Adam supaya benar-benar waspada dan berhati-hati dari tipu daya setan, jangan sampai terjerumus ke dalam perangkap setan, sebab tujuan dari setan dalam menjerumuskan anak Adam hanya melalui pelanggaran terhadap perintah atau larangan Allah, maka untuk menjaga keselamatan kita harus benar-benar menjaga dan melakukan semua perintah Allah dan menjauhkan semua larangan-Nya. Diantara pendapat para mufassir mengenai Surat Al-A‟raf ayat 26-27 dapat disimpulkan bahwa : a.
Penafsiran Ayat 26, sebagian para mufassir berpendapat bahwasannya Surat Al-A‟raf ayat 26 ini berbicara masalah pakaian, yaitu pertama,
45
Ibid., h. 350.
47
fungsinya sebagai penutup aurat, kedua, sebagai perhiasan, ketiga, pakaian taqwa. b.
Penafsiran ayat 27, sebagian para mufassir berpendapat dalam ayat ini Allah memberi peringatan kepada anak Adam agar waspada terhadap setan dan berhati-hati dari tipu daya setan, jangan sampai terjerumus ke dalam perangkap setan, sebab tujuan dari setan dalam menjerumuskan anak Adam hanya melalui pelanggaran terhadap perintah atau larangan Allah, maka untuk menjaga keselamatan kita harus benar-benar menjaga dan melakukan semua perintah Allah dan menjauhkan semua laranganNya, serta peringatan agar beriman kepada Allah.
B. Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam al-Qur’an Surat AlA’raf ayat 26-27 1.
Nilai-nilai Pendidikan Ibadah a.
Menutup aurat
Sebagaimana firman Allah:
Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu…. “Ayat ini menjelaskan bahwa Allah berfirman, hai anak cucu Adam, dengan kekuasaan Kami, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu dari langit Kami, untuk mengatur urusan kalian. Pakaian yang menutupi aurat kalian.”46 Menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah: “ayat ini berpesan Hai anak Adam, yakni manusia putra putri Adam sejak putra pertama hingga anak terakhir dari keturunannya sesungguhnya Kami Tuhan Yang Maha Kuasa telah menurunkan kepada kamu pakaian, yakni menyiapkan bahan 46
Ibid., h. 222.
48
pakaian untuk menutupi aurat lahiriah serta kekurangan-kekurangan batiniah yang dapat kamu gunakan sehari-hari.”47 Surat Al-A‟raf ayat 26 menjelaskan bahwa Allah menurunkan pakaian yang baik untuk menutup aurat dan menghindarkan Manusia dari zalim terhadap dirinya dan orang lain. Menutup aurat itu adalah tindakan yang harus dilakukan oleh manusia sekalipun dihadapan jin dan malaikat baik dalam keadaan sendirian maupun dalam keadaan gelap gulita. 1) Pengertian Menutup aurat Secara etimologi, kata “aurat” berarti malu, aib dan buruk. Kata “aurat” ada yang mengatakan berasal dari kata “awira” )َعوِر َ (, artinya hilang perasaan, kalau dipakai untuk mata, maka mata itu hilang cahayanya dan lenyap pandangannya. Ada juga yang mengatakan kata “aurat” berasal dari “aara” )َ(عاَر, artinya menutup dan menimbun seperti menutup mata air dan menimbunnya. Ini berarti pula, bahwa aurat itu adalah sesuatu yang ditutup sehingga tidak dapat dilihat dan dipandang. Ada juga yang berpendapat, kata “aurat” berasal dari kata “a’wara” )َعوَر ْ َ(ا, yakni sesuatu yang jika dilihat, akan mencemarkan. Jadi, aurat adalah suatu anggota badan yang harus ditutup dan dijaga hingga tidak menimbulkan kekecewaan dan malu.48 Dari peristiwa terbukanya aurat Adam dan Hawa, para ulama menyimpulkan bahwa pada hakikatnya menutup aurat adalah fitrah manusia yang diaktualkan pada saat ia memiliki kesadarn. Dalam fungsinya sebagai penutup, tentunya pakaian dapat menutup segala yang tidak diperlihatkna oleh pemakai,
sekalipun seluruh badannya.
Tetapi dalam konteks
pembicaraan tuntunan atau hukum agama, aurat dipahami sebagai anggota badan tentunya yang tidak boleh dilihat kecuali oleh orang-orang tertentu.49
47
Shihab, op. cit., h. 58. Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), cet. Ke-1, h. 11. 49 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Jakatra: Mizan Pustaka, 2007), cet. Ke-XVIII, h. 161. 48
49
2) Aurat mempunyai batas-batas yang berbeda antara laki-laki dan wanita yaitu: a) “Bagi laki-laki yang dinamakan “aurat” itu ialah antara pusat dan lutut baik didalam sembahnyang maupun diwaktu lainnya, hanya didalam keadaan
bersendiri/khalwat
maka
aurat
itu
ialah
kedua
kemaluan/kelamin.”50 b) Batas aurat wanita berbeda-beda, perbedaannya tergantung pada dengan siapa wanita tersebut berhadapan. Secara umum, perbedaan itu dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Aurat wanita ketika “berhadapan” dengan Allah ketika shalat adalah seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan. (2) Aurat wanita berhadapan dengan mahramnya, dalam hal ini beberapa ulama berbeda pendapat. I. Ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa aurat wanita ketika berhadapan dengan mahramnya adalah antara pusat dan lutut, sama dengan aurat kaum laki-laki atau aurat wanita berhadapan dengan wanita. II. Ulama Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa aurat wanita ketika berhadapan dengan mahramnya yang laki-laki adalah seluruh badannya, kecuali muka, kepala, leher, dan kedua kakinya.51 3) Persyaratan pakaian wanita menurut ajaran Islam: a) Tebal Bahan pakaian wanita muslimah tak boleh sedemikian tipis sehingga tak menyembunyikan warna kulit yang ditutupinya. Pernah Rasulullah dihadiahi sepotong bahan pakaian tipis. Ia kemudian menghadiahkannya pada Usamah bin Zaid yang pada gilirinnya menghadiahkannya kepada istrinya. Mengetahui itu Rasulullah SAW bersabda: “Mintailah ia agar memakai ghalalah (suatu bahan pakaian 50
Fuad Mohd Fachruddin, Aurat Dan Jilbab Dalam Pandangan Mata Islam,(Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1991), cet. Ke-2, h. 23. 51 Huzaemah Tahido Yanggo, op, cit., h. 12.
50
tebal yang dipakai di bawah jilbab) karena aku khawatir bahwa jilbab itu akan menunjukkan ukuran tulang-tulangnya (atau bentuk tubuhnya).” b)
Tidak Mencolok dan Menarik Perhatian Seperti telah disebutkan sebelumnya, wanita muslimah dilarang
bertabarruj ala jahiliyah. Di dalamnya termasuk pula larangan untuk mengenakan pakaian yang mencolok atau menarik perhatian dengan tujuan memamerkan diri. Rasulullah bersabda:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Malik bin Abu As Syawarib telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari 'Utsman bin Al Mughirah dari Al Muhajir dari Abdullah bin Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengenakan pakaian dengan penuh kesombongan (pamer) di dunia, maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan pada hari Kiamat dan dia akan di masukkan ke dalam api Neraka. c) Tidak Menyerupai Laki-laki Rasulullah melaknat laki-laki yang bertingkah laku seperti wanita dan wanita yang bertingkah laku seperti laki-laki. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin Al Walid telah menceritakan kepada kami Khalid dari Yazid bin Abu Ziyad dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat kaum laki-laki yang bertingkah seperti wanita dan kaum wanita yang bertingkah seperti laki-laki. Lalu aku tanyakan; "Apa yang disebut kaum wanita bertingkah seperti laki-laki?" dia pun menjawab: "Yaitu kaum wanita yang menyerupai laki-laki." d) Tidak Menyerupai Pakaian Orang-orang Nonmuslim ataupun Kafir Allah berfirman:
51
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orangorang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah/5: 51)52
4) Hikmah menutup aurat Hikmah menutup aurat dan memakai busana muslimah, antara lain sebagai berikut: a) Wanita yang menutup aurat dan mengenakan busana muslimah akan mendapat pahala karena ia telah melaksanakan perintah yang diwajibkan Allah swt., bahkan ia mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda karena dengan menutup aurat, ia telah menyelamatkan orang lain dari berzina mata. b) Busana muslimah adalah identitas seorang muslimah. Artinya, dengan memakainya, berarti iatelah menampakkan identitas lahirnya., yang sekaligus membedakan secara tegas dengan wanita lainnya. Di samping itu, wanita yang memakai atau berbusana muslimah akan terlihat sederhana dan penuh wibawa hingga membuat orang langsung menaruh hormat, segan dan mengambil jarak atara perempuan dan laki-laki, sehingga godaan bisa dicegah secara maksimal, sebagaimana maksud firman Allah swt., dalam Surah Al-Ahzab ayat 59:
52
74-78.
Husein Shahab, Hijab menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, (Bandung: Mizania, 2013), h.
52
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Ahzab: 59) c) Busana muslimah merupakan refleksi dari psikologi berpakaian, sebab menurut kaidah pokok ilmu jiwa, pakaian adalah cermin diri seseorang. Maksudnya, kepribadian seseorang dapat terbaca dari cara dan model pakaiannya, misalnya seseorang yang bersikap sederhana, yang bersikap ekstrem dan lain-lain, akan dapat terbaca dari pakaiannya. Wanita terhormat jelas tidak mau menyamakan dirinya dengan wanita seksi atau bertingkah tidak sopan dan melanggar etika-moral. Di samping itu, ia menginginkan agar tidak mudah diganggu oleh orang lain karena biasanya model pakaian yang kurang sopan dapat mengundang kerawanan untuk terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Karena taat kepada perintah Allah dan sadar dengan identitas dari kepribadian mukminah inilah sehingga sebagaian dari siswi di seluruh penjuru nusantara tetap tidak mau melepaskan jilbabnya, meskipun mereka dipecat dari sekolah atau diusir dari rumah sendiri. d) Busana muslimah ada kaitannya dengan ilmu kesehatan/kimia. Menurut penelitian seorang dokter ahli yang menganalisis kandungan kimia rambut, berkesimpulan bahwa meskipun rambut memerlukan sedikit oksigen (O2), namun pada dasarnya rambut itu mengandung phosphor, kalsium, magnesium, pigmen, dan kholestryl dengan palmitate yang membentuk kholestryl palmitate (C27, H45, O, CO, C15, H13) yang sangat labil akibat penyinaran atau radiasi, sehingga memerlukan perlindungan yang dapat memberikan rasa aman terhadap rambut dan
53
kulit kepala untuk membantu rambut itu sendiri. Dalam hal ini, kerudung sebagai bagian dari busana muslimah kiranya cukup memenuhi syarat. e) Memakai busana muslimah, ekonomis dan dapat menghemat anggaran belajar. Kalau kita secara detail mempelajari antara wanita yang memakai jilbab (busana muslimah) akan lebih hemat dalam biaya hidup karena tidak membutuhkan uang untuk membeli macam-macam alat-alat kosmetik. Orang yang mengenakan busana muslimah biasanya gaya hidupnya tidak glamour. f) Memakai busana muslimah adalah menghemat waktu, berapa waktu yang diperlukan wanita yang suka berdandan (tabarruj) di depan cermin, berapa lama waktu yang diperlukan untuk memoles wajah, untuk menyisir rambut, apalagi kalau harus pergi ke salon kecantikan. Kalau rutinitas ini harus dilakukan setiap hari, berapa banyak waktu yang dipakai. Lain halnya dengan wanita yang memakai busana muslimah, mereka relatif sedikit butuh waktu untuk mempercantik dirinya karena mereka itu setiap hari tidak banyak untuk berdandan.53 b. Perintah bersyukur Dalam QS. Al-A‟raf ayat 26
“Mudah-mudahan mereka selalu
ingat.” Allah berfirman, “Aku jadikan itu semua untuk mereka sebagai dalil atas apa yang telah Ku-sebutkan, agar mereka mengambil pelajaran, lalu mereka merenungi dan kembali kepada kebenaran serta meninggalkan kebatilan. Itu semua merupakan rahmat dari-Ku untuk hamba-hamba-Ku.”54 Kenikmatan-kenikmatan
berupa
diturunkannya
pakaian-pakaian
menjadikan manusia pandai mengingat anugerah Allah dan melaksanakan syukur yang menjadi kewajiban manusia. Penyiapan aneka bahan pakaian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasan Allah. Penyiapan itu agar manusia selalu ingat kepada Allah serta bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah. 53 54
Huzaemah Tahido Yanggo, op, cit., h. 15-16. Ath-Thabari, op. cit., h. 924.
54
Dalam ayat tersebut menunjukkan soal aurat dan menutupnya hingga Allah menyuruh agar pakaian itu jangan disia-siakan yang termasuk sebagai rezeki yang diberikan-Nya untuk dijadikan sebagai perhiasan dari kesempurnaan hidup. “Kata “syukur” adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, kata ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah (mengatakan lega, senang, dan sebagainya).”55 Allah menciptakan segala sesuatu dengan tujuan tertentu, seperti anugerah-Nya. Setiap anugerah ini, hidup, keimanan, kesehatan, sepasang mata dan telinga kita merupakan anugerah kepada manusia agar bersyukur kepada-Nya. Rasa bersyukur merupakan ibadah dan juga cara untuk melindungi kita dari “penyimpangan”. Tidak bersyukur berarti melangkah menuju kerusakan dan kejahatan, merupakan kelemahan-kelemahan, dan menjadi takabbur ketika mereka semakin kaya dan berkuasa. Menunjukkan rasa bersyukur kita kepada Allah berarti melindungi diri dari “kerusakan”. Mereka yang menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah disertai ilmu bahwa semua yang mereka capai adalah pemberian Allah, berarti mereka mengetahui bahwasannya mereka bertanggung jawab menggunakan semua rahmat ini dijalan Allah seperti kehendak-Nya.56 Hakikat syukur adalah “menampakkan nikmat”, dan hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara lain berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah:57
55 56
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), cet. Ke-1, h. 215. Harun Yahya, Nilai-Nilai Moral Al-Qur’an, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003), h.
73-74. 57
Shihab, op. cit., h. 216.
55
dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan.(QS. AdDhuha/93: 11) Syukur dapat dikualifikasikan menjadi tiga macam: 1) Syukur dengan hati, yaitu dengan merenungkan nikmat itu sendiri. 2) Syukur melalui lisan, yaitu dengn memuji dan menyanjung Sang Pemberi Nikmat. 3) Syukur dengan anggota badan, yaitu dengan membalas nikmat (karunia) yang diterimanya sesuai dengan kemampuan dan etika bersyukur.58 Syukur terbentuk dari keterpaduan tiga aspek, yaitu pengetahuan, suasana hati, dan perbuatan. Pertama, pengetahuan terhadap nikmat, yaitu bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat memberi nikmat selain Allah swt. Kemudian, pengetahuan terhadap perincian-perincian nikmat Allah swt. atas seluruh anggota tubuh, jiwa, serta segala kebutuhan demi keberlangsungan hidup. Pengetahuan tersebut akan mendatangkan kebahagiaan bagi suasana hati sehingga dapat mendorong kesadaran untuk memiliki kewajiban dalam melaksanakan apa yang dikehendaki dan disukai oleh Pemberi nikmat. Dengan begitu, syukur diterapkan di dalam hati, ucapan, dan seluruh anggota tubuh.59 “Allah menyuruh kita mengucapkan syukur bahkan mengucapkan syukur itu akan menambah rezeki yang telah diberikan-Nya. Disamping itu Allah menyuruh agar aurat itu ditutup dan mereka yang melanggar diancam dengan api neraka.”60 Jika seorang wanita muslimah memakai pakaian atau sandal baru atau yang lainnya, maka hendaklah dia mengucapkan pujian kepada Allah dan
58
Abdullah bin Jarullah, Fenomena Syukur, Berzikir Dan Berfikir, (Surabaya: Risalah Gusti, 1994), h. 41. 59 Imam Gazali, Mukhtashar Ihya Ulumuddin, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2010) Cet. Ke-2. h. 379. 60 Fuad Mohd Fachruddin, op. cit., h. 22-23.
56
meminta kebaikan dari apa yang dipakainya serta berlindung dari keburukannnya. Ha litu didasarkan pada hadits Rasulullah SAW berikut ini:
“Ya Allah, untuk-Mu segala puji, karena Engkau telah memberi pakaianku dengannya. Aku mohon kebaikan dan kebaikan dari apa yang dibuat untuknya. Dan aku berlindung dari keburukannya dan dari apa yang dibuat untuknya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ahmad).61
Manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan dengan bentuk raga yang sebaik-baiknya dan rupa yang seindah-indahnya, dilengkapi dengan berbagai organ psikofisik yang istimewa seperti panca indra dan hati agar manusia bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahi keistimewaan yang dianugerahkan Allah kepada manusia yaitu dimulai sejak manusia dilahirkan dengan akal yang dimilikinya. Manusia telah berfikir kritis tentang alam dan kejadiannya. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengagumi dan bersyukur kepada Sang Pencipta. 2.
Nilai-nilai Pendidikan Aqidah a.
Pendidikan Taqwa
Dalam QS. Al-A‟raf ayat 26 disebut ( )لباس التقوىlibaasut-taqwa, pakaian taqwa yaitu menghadirkan taqwa kepada Allah dalam diri saat meninggalkan kemaksiatan yang dilarang Allah dan mengamalkan ketaatan yang diperintahkan-Nya. Ini mencakup keimanan kepada-Nya, amal saleh, malu, takut kepada Allah, dan raut wajah yang baik. Sebab, barangsiapa takut kepada Allah, berarti telah beriman kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, takut kepada-Nya, selalu merasa diawasi, dan malu bila terlihat oleh-Nya sedang melakukan hal-hal yang tidak disukai-Nya. Barangsiapa memiliki sifat dan sikap seperti ini maka tampaklah bekas-bekas kebaikan. Jadi, raut 61
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), cet. Ke-33, h. 702.
57
wajahnya baik, petunjuknya baik, dan dirinya penuh dengan keimanan serta cahaya keimanan.62 Fungsi perlindungan (taqwa) bagi pakaian dapat juga diangkat untuk pakaian ruhani, libas at-taqwa. Setiap orang dituntut untuk merajut sendiri pakaian ini. Benang atau serat-seratnya adalah tobat, sabar, syukur, qana’ah, ridha, dan sebagainya. Sabda Nabi Muhammad Saw:
Iman itu telanjang, pakaiannya adalah taqwa. “Al-Qur‟an mengingatkan kepada mereka yang telah berhasil merajut pakaian taqwa:
dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat (QS. Al-Nahl [16]: 92).” 63 Taqwa disebut pakaian, karena kadar taqwalah yang mencerminkan ukuran tinggi rendahnya martabat seorang manusia. Berkenaan dengan masalah ini, istilah taqwa itu luas dan dalam kandungan maknanya. Dalam Al-Quran kita temukan banyak sekali rumusan tentang taqwa. Diantaranya, tersirat dalam surat Ali Imran ayat 133-135 yang rasanya sangat serasi sebagai pakaian batin yang seharusnya melekat terus dalam diri kita, yaitu:
62 63
Ath-Thabari, op. cit., h. 922-923. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2013), h. 224.
58
“dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”. (Q.S. Ali Imran [3]: 133135) “Dalam ayat ini, mula-mula manusia diingat untuk bersegera mencari maghfirah, ampunan dari Allah dan mengejar surga. Upaya untuk mendapatkan ampunan dan menggapai surga itu hendaknya tidak pernah lepas dari kita, sebagaimana pula pakaian yang tidak pernah lepas dari badan kita.”64 “Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah yang berarti takut, menjaga, memelihara, dan melindungi. Sesuai dengan makna etimologis tersebut, taqwa dapat diartikam sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran Islam secara utuh dan konsisten (istiqmah).”65 Adapun menurut M. Quraish Shihab, Taqwa terambil dari akar kata yang bermakna menghindar, menjauhi, atau menjaga diri. Kalimat perintah ittaqullah secara harfiah berarti, “Hindarilah, jauhilah, atau jagalah dirimu dari Allah”. Tentu saja makna ini tidak lurus bahkan mustahil dapat dilakukan makhluk. Bagaimana mungkin makhluk menghindarkan diri dari Allah atau menjauhi-Nya, sedangkan “Dia (Allah) bersama kamu dimana pun kamu berada”. Karena itu, perlu disisipkan kata atau kalimat untuk meluruskan maknanya. Misalnya kata siksa atau yang semakna dengannya, sehingga 64
http://islamiccenter.upi.edu/2014/01/pakaian-taqwa/. Di akses pada tanggal 08 Oktober
2014. 65
Mukni‟ah, Materi Pendidikan Agama Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 177.
59
perintah bertaqwa mengandung arti perintah untuk menghindarkan diri dari siksa Allah.66 Dalam istilah syar‟i (hukum), kata taqwa mengandung pengertian “menjaga diri dari segala perbuatan dosa dengan meninggalkan segala yang dilarang Allah SWT. dan melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya”. Al-Ghazali mengatakan: Taqwa merupakan ketundukan dan ketaatan (manusia) kepada perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Ibnu Athaillah membagi taqwa mejadi dua macam: taqwa lahir dan taqwa batin. Taqwa lahir dilakukan melalui pemeliharan terhadap hukum-hukum Allah yang telah ditetapkan-Nya. Sedangkan taqwa batin dilakukan dengan menanamkan niat suci dan keikhlasan yang murni dalam beramal. Ketaqwaan ini akan tercapai karena adanya dorongan jiwa yang kuat. Dorongan ini, menurut mereka, terdiri dari peningkatan sikap lapang dad terhadap apa yang sudah dimiliki dan meningkatkan kesabaran terhadap yang hilang dari tangannya. Dasar semua ini adalah keimanan yang kuat dan keikhlasan yang benar.67 Taqwa kepada Allah merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan. Taqwa kepada Allah, menurut Muhammad Abduh, adalah menghindari siksaan Tuhan dengan jalan menghindarkan diri dari segala yang dilarang-Nya serta mengerjakan segala yang diperintahkan-Nya. Taqwa sebagai upaya melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya hanya dapat terwujud oleh dorongan harapan memperoleh kenikmatan surgawi serta rasa takut terjerumus ke dalam neraka. Karenanya, sebagaian ulama menggambarkan taqwa sebagai gabungan diantara harapan dan rasa takut. Dengan mengambil pengertian “takut”, taqwa berarti “takut kepada Allah”. Karena ketakutan ini, maka ia harus mematuhi segala “perintah Allah” dan “menjauhi segala larangan-Nya”.
66
M. Quraish Shihab, op. cit., h. 531. Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet. Ke-4, h. 232-233. 67
60
Dapat disimpulkan “taqwa” adalah perintah dan larangan Allah yang ditujukan kepada manusia beriman, sehingga muncul kesadaran untuk “takut” akan siksa dan murka Allah jika tidak melaksanakan segala perintah-Nya, untuk
menghindari
siksa
Allah
senantiasa
dilakukan
dengan
cara
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dari rasa taqwa kepada Allah dan malu kepada-Nya, lahirlah perasaan jijik dan malu kepada Allah kalau bertelanjang. Barang siapa yang tidak malu kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka ia tak akan peduli untuk berpenampilan telanjang dan menyeruhkan pornoaksi dan pornografi. b. Pendidikan Keimanan Dalam surat Al-A‟raf ayat 27 diperintahkan untuk beriman kepada Allah, artinya kita diperingatkan untuk memperwali Allah bukan memperwali setan. Sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpinpemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.” Dari Ayat di atas dijelaskan bagaimana setan telah meminta kesempatan yang luas untuk memperdayakan Adam dan anak cucunya. Dia akan datang dari muka, dari belakang dan dari rusuk kanan dan rusuk kiri, dia tidak akan berhenti sebelum maksudnya berhasil. Akhirnya Allah memberi peringatan yang tegas bahwa orang yang tidak beriman adalah laksana telanjang. Tempat masuknya setan terbuka dimana-mana, di muka, di belakang, di rusuk kanan, di rusuk kiri. Tidak ada iman artinya tidak ada pegangan, karena orang yang tidak beriman berarti tidak percaya kepada Allah dan hari akhirat. Menurut Heri Jauhari Muchtar: Beriman kepada Allah merupakan dasar utama keimanan, dari sini akan melahirkan ketaatan terhadap yang lainnya. Hanya ketaatan yang berdasarkan keimanan kepada Allah sajalah yang benar dan akan diterima. Kebalikan dari beriman kepada Allah adalah musyrik, meyakini
61
adanya Tuhan atau kekuasaan selain Allah. Perbuatan musyrik adalah dosa besar yang tidak akan diampuni Allah, kecuali bertaubat dengan sungguh-sungguh (taubatan nasuha).68 Menurut Rois Mahfud “Iman secara umum dipahami sebagai suatu keyakinan yang dibenarkan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan yang didasari niat yang tulus dan ikhlas dan selalu mengikuti petunjuk Allah SWT serta Sunnah Nabi Muhammad SAW.”69 Menurut Hannan Athiyah Ath-Thuri, “pendidikan keimanan adalah sinergi berbagai unsur aktivitas pedagogis: pengaitan anak-anak dengan dasar-dasar keimanan, pengakrabannya dengan rukun-rukun Islam, dan pembelajarannya tentang prinsip-prinsip syari‟at Islam.”70 Pendidikan keimanan bertujuan untuk menanamkan kepada anak dengan dasar-dasar iman, rukun Islam, dan dasar-dasar syari‟at. Pendidikan keimanan menempatkan hubungan antara hamba dengan khaliknya menjadi bermakna. Perbuatannya bertujuan dan berakhlak mulia, sehingga pada akhirnya ia akan memiliki kompetensi dalam memegang peranan khalifah di muka bumi. Pendidikan keimanan termasuk salah satu jenis pendidikan terpenting yang mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi orang yang cenderung kepada kebaikan, menghias diri dengan sifat-sifat terpuji dan selalu membiasakan diri dengan akhlakul karimah. Pendidikan keimanan merupakan implementasi perintah Allah yang menginstruksikan pendidikan dan pembinaan anak-anak dengan landasan keimanan. Allah berfirman: 71
68
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 26. Rois Mahfud, Al-Islam, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 12. 70 Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan Di Masa Kanak-kanak”, (Jakarta: AMZAH, 2007), h. 1. 71 Ibid., h. 3. 69
62
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS. At-Tahrim [66]: 6) “Esensi iman kepada Allah adalah pengakuan tentang keesaan (tauhid)Nya. Tauhid berarti keyakinan tentang kebenaran keesaan Allah, tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.”72 Tauhid ada tiga macam yaitu tauhid Rububiyah, tauhid Mulkaniyah dan tauhid Uluhiyah.73 Pertama, tauhid rububiyah adalah mengimani Allah sebagai satusayunya Rabb (Maha Mencipta, Mengelola dan Memelihara).74 Firman Allah dalam surat Fathir ayat 11:
“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.” Kedua, tauhid mulkaniyah adalah mengimani Allah sebagai satu-satunya Malik (Maha Memiliki, Penguasa, Pemimpin, dan tujuan segala sesuatu).75 Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 107:
72
Rois Mahfud, op. cit., h. 13. Ibid. 74 Ibid. 75 Ibid. 73
63
“Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.” Ketiga, tauhid uluhiyah adalah mengimani Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang disebah.76 Firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 36:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” Jadi, pendidikan keimanan ialah meyakini Allah sebagai pencipta, pemelihara, dan Tuhan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Beriman kepada Allah merupakan dasar utama keimanan, dari sini akan melahirkan ketaatan terhadap yang lainnya. Hanya ketaatan yang berdasarkan keimanan kepada Allah sajalah yang benar dan akan diterima.
D. Aplikasi Pendidikan Berpakaian Islami 1.
Di Sekolah Maksud berpakaian Islami bagi siswa ialah untuk menggambarkan
keimanan seseorang dan bertaqwa kepada Allah SWT serta taat mengamalkan 76
Ibid.
64
ajaran agama Islam. Sedangkan fungsi berpakaian Islami adalah untuk menjaga kehormatan dan harga diri, sebagai identitas seorang pelajar muslim dan muslimah. Pada sekolah-sekolah muslim, ketentuan berseragam sekolah disesuaikan dengan ajaran Islam, misalnya memakai jilbab bagi siswa wanita, atau bercelana panjang bagi siswa laki-laki. Tujuan berpakaian Islami bagi siswa yaitu membentuk sikap dan perilaku sebagai seorang muslim dan muslimah yang baik dan berakhlak mulia. Serta membiasakan diri berpakaian Islami dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah siswa diharuskan berpakaian sesuai aturan sekolah, sopan, dan rapih sesuai dengan ajaran Islam. Bagi siswa laki-laki memakai pakaian rapih dan sopan, sedangkan bagi siswa wanita memakai pakaian sesuai dengan kaidah syar‟i yatiu tidak ketat/longgar, memakai rok, dan jilbab sesuai dengan peraturan sekolah. Untuk mebiasakan diri mempraktikkan adab berpakaian secara Islami di sekolah, hendaklah terlebih dahulu untuk memperhatikan hal berikut ini : a.
Tanamkan keimanan yang kuat dalam hati, agar niat yang baik tidak tergoyahkan.
b.
Yakinkan dalam hati bahwa menutup aurat bagi seorang pelajar muslim dan muslimah adalah wajib hukumnya, sehingga akan mendapat dosa bagi yang meninggalkannya.
c.
Tanamkan keyakinan bahwa Islam tidak bermaksud memberatkan umatnya dalam berpakaian, bahkan sebaliknya memberikan kebebasan dan perlindungan bagi harkat dan martabat umatnya.
d.
Tanamkan rasa bangga telah berpakaian sesuai ajaran Islam, sebagai perwujudan keimanan yang kuat dari diri seorang pelajar muslim dan muslimah.
2.
Di Rumah Pakaian sebagai kebutuhan dasar bagi setiap orang dalam berbagai zaman
dan keadaan. Islam sebagai ajaran yang sempurna, telah mengajarkan kepada pemeluknya tentang bagaimana tata cara berpakaian. Berpakaian menurut
65
Islam tidak hanya sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi setiap orang, tetapi berpakaian sebagai ibadah untuk mendapatkan ridha Allah. Oleh karena itu setiap orang muslim wajib berpakaian sesuai dengan ketentuan yang ditetap Allah. Penampilan wanita di dalam rumah sendiri boleh membuka jilbabnya, kecuali jika ada tamu laki-laki non mahram. Pakaian wanita di dalam rumahnya cukup menggunakan pakaian yang biasa dipakai (kecuali jika ada tamu bukan mahram, maka wajib menutup aurat yang harus ditutup di hadapan yang bukan mahram). Pakaian adalah kebutuhan pokok bagi setiap orang sesuai dengan situasi dan kondisi dimana seorang berada termasuk di rumah. Pakaian memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan seseorang, guna melindungi tubuh dari semua kemungkinan yang merusak ataupun yang menimbulkan rasa sakit. Apabila seorang anak wanita telah terbiasa terbuka auratnya dihadapan non marham ketika di rumah, maka kebiasaan itu berpotensi selalu untuk berpakaian terbuka ketika keluar rumah, ia tidak merasa canggung dan menganggapnya sebagai hal yang biasa. Oleh sebab itu ia bisa seenaknya memakai pakaian-pakaian minim dan menampakkan anggota tubuhnya sehingga merusak penampilan dan membuka auratnya. Maka, orangtua harus mendidik anaknya sejak dini agar terbiasa berpakaian sopan di rumah dan menutup aurat dihadapan yang bukan mahram. 3.
Di Lingkungan/ Masyarakat Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk selalu tampil rapi dan
bersih dalam kehidupan sehari-hari. Karena kerapihan dan kebersihan ini, Rasulullah saw. menyatakan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Artinya, orang beriman akan selalu menjaga kerapihan dan kebersihan kapan dan di mana dia berada. Semakin tinggi imam seseorang maka dia akan semakin menjaga kebersihan dan kerapihan tersebut.
66
Dalam kehidupan umum atau di masyarakat, yaitu pada saat wanita berada di luar rumahnya/di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya, maka seorang wanita harus menggunakan pakaian secara sempurna, yakni: a. b. c. d. e.
Menutup aurat Tidak menunjukkan bentuk dan lekuk tubuhnya Tidak tabarruj Tidak menyerupai pakaian laki-laki Tidak menyerupai pakaian orang kafir. Setiap muslim diwajibkan untuk memakai pakaian, yang tidak hanya
berfungsi sebagai menutup aurat dan hiasan, akan tetapi harus dapat menjaga kesehatan lapisan terluar dari tubuh kita. Kulit befungsi sebagai pelindung dari kerusakan-kerusakan fisik karena gesekan, penyinaran kuman-kuman, panas zat kimia dan lain-lain. Di daerah tropis dimana pancaran sinar ultra violet begitu kuat, maka pakaian ini menjadi sangat penting. Pancaran radiasi sinar ultra violet akan dapat menimbulkan terbakarnya kulit, penyakit kanker kulit dan lain-lain. Seorang wanita dinilai baik oleh mayarakat jika baik dan sopan dalam berpakaian, begitu juga sebaliknya akan dinilai negatif oleh masyarakat jika tidak sopan dalam berpakaian dengan memperlihatkan bagian-bagian auratnya dan ini akan mengundang kejahatan. Sesungguhnya berpakaian merupakan pencerminan watak kepribadian seseorang. Namun yang perlu diperhatikan adalah kesederhanaan, bersih dan menutup aurat.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.
Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam surat Al-A’raf ayat 26-27 adalah sebagai berikut: a. Nilai Pendidikan Ibadah 1) Menutup aurat, merupakan kewajiban seorang muslim dan muslimah. Memakai pakaian yang menutupi aurat sebagaimana yang telah ditentukan oleh syara’ berarti mentaati perintah Allah. Secara tidak langsung pakaian yang menutup aurat dan sopan merupakan cara untuk menghindari fitnah dan pandangan yang jahat. Al-Qur’an jelas sekali menunjukkan bahwa menutup aurat secara sempurna adalah satu kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah atas setiap muslim dan muslimah. 2) Perintah bersyukur, Manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan dengan bentuk raga yang sebaik-baiknya dan rupa yang seindah-indahnya,
pakaian
juga
merupakan
nikmat,
penyiapan aneka bahan pakaian itu adalah sebagian dari tandatanda kekuasan Allah. Penyiapan itu agar manusia selalu ingat kepada Allah serta bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah. Dan Allah juga menjadikan Al-Qur’an nikmat yang agung untuk menuntun langkah manusia dan menggariskan tujuannya agar manusia bersyukur atas anugerah yang diberikan kepadanya.
67
68
b. Nilai Pendidikan Aqidah 1) Pendidikan Taqwa, merupakan sikap memelihara dan menjaga diri dari siksa dan murka Allah dengan jalan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Taqwa disebut pakaian, karena kadar taqwalah yang mencerminkan ukuran tinggi rendahnya martabat seorang manusia. 2) Pendidikan Keimanan, yaitu perintah untuk beriman kepada Allah. Iman merupakan suatu keyakinan yang dibenarkan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Beriman kepada Allah adalah meyakini dengan akal akan wujud (ada) dan keberadaan-Nya sebagai pencipta, pemelihara, dan Tuhan seluruh makhluk ciptaan-Nya.
2.
Aplikasi Pendidikan Berpakaian Islami adalah sebagai berikut: a. Di Sekolah Pada
sekolah-sekolah
muslim,
ketentuan
berseragam
sekolah
disesuaikan dengan ajaran Islam, misalnya memakai jilbab bagi siswa wanita, atau bercelana panjang bagi siswa laki-laki. b. Di Rumah Penampilan wanita di dalam rumah sendiri boleh membuka jilbabnya, kecuali jika ada tamu laki-laki non mahram. Pakaian wanita di dalam rumahnya cukup menggunakan pakaian yang biasa dipakai (kecuali jika ada tamu bukan mahram, maka wajib menutup aurat yang harus ditutup di hadapan yang bukan mahram). c. Di Lingkungan/ Masyarakat Dalam kehidupan umum atau di masyarakat, yaitu pada saat wanita berada di luar rumahnya/di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya, maka seorang wanita harus menggunakan pakaian secara sempurna, yakni; menutup aurat, tidak menunjukkan bentuk dan lekuk tubuhnya,
69
tidak tabarruj, tidak menyerupai pakaian laki-laki, dan tidak menyerupai pakaian orang kafir. B. Implikasi 1.
Begitu pentingnya pemahaman terutama untuk kaum muslimah bagaimana cara berpakaian yang benar menurut al-Qur’an, sehingga perlu adanya kitab-kitab dan buku-buku yang lainnya, akan tetapi langkannya literature yang tersedia, maka kepada pihak yang berwenang agar melakukan pengadaan kitab-kitab dan buku-buku lainnya untuk mempermudah proses pemahaman para mahasiswa dan masyarakat luas terhadap buku-buku tentang aturan berpakaian Islami.
2.
Berpakaian harus menutupi aurat, bersih dan rapih. Untuk laki-laki agar memakai pakaian yang panjang sampai menutupi auratnya, sedangkan wanita, harus menggunakan pakaian yang menutupi anggota tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan.
3.
Islam tidak memberi batasan mengenai bentuk dan model pakaian, oleh karena itu kita diperkenankan memakai pakaian dengan model apapun selama pakaian tersebut memenuhi persyaratan sebagai penutup aurat.
C. Saran Dari kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi salah satu upaya dalam mengembangkan nilai-nilai pendidikan Islam di Indonesia. 1.
Setelah memahami arti, pesan dan ajaran tentang kandungan al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 26-27, maka kepada orang tua disarankan hendaknya menanamkan pendidikan akhlak dalam berpakaian terhadap anaknya
70
sejak dini agar anak terbiasa menutup auratnya dan mengerti akan pentingnya menutup aurat. 2.
Al-Qur’an selain merupakan pedoman bagi umat Islam, juga merupakan sumber ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dunia pendidikan dalam setiap pembahasan dan kajiannya, hendaknya berpedoman dan tidak terlepas dari al-Qur’an.
3.
Bagi para pembaca, khususnya kaum wanita hendaklah berpakaian sesuai dengan ajaran Islam yang benar, jangan hanya mengikuti trend atau gaya busana yang sedang ramai di bicarakan yang jauh dari makna menutup aurat yang sesungguhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdussalam Thawilah, Syaikh Abdul Wahab. Adab Berpakaian dan Berhias. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014. Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Tafsir Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008. Al-Mahalliy, Imam Jalaluddin. Terjemah Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Baru, 1990. Al-Maragi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maragi. Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993. An Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam Di rumah, Sekolah Dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press, 1991. -------. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: Diponogoro, 1992. Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani, 1999. Ath-Thuri, Hannan Athiyah. Mendidik Anak Perempuan Di Masa Kanak-kanak. Jakarta: AMZAH, 2007. Bin Jarullah, Abdullah. Fenomena Syukur, Berzikir Dan Berfikir. Surabaya: Risalah Gusti, 1994. Buchori, Didin Saefuddin. Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an. Bogor:Granada Sarana Pustaka, 2005. Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah. Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang Press, 2007. Fachruddin, Fuad Mohd. Aurat Dan Jilbab Dalam Pandangan Mata Islam, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1991. Gazali, Imam. Mukhtashar Ihya Ulumuddin. Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2010. Hamka. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
71
72
Hasbi ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad. Tafsir Al-Qur’anul Majid, An-Nur. Bandung: Mizan. Hidayatullah, Rahmat. “Nilai-nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Surat AlAnkabut Ayat 16-24”. Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. http://islamiccenter.upi.edu/2014/01/pakaian-taqwa/. Di akses pada tanggal 08 Oktober 2014. Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung Aksara, 1994. Jalaludin. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sejarah dan Pemikirannya. Jakarta: Kalam Mulia, 2001. Kaelan. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma, 2008. Khalaf, Abdul Wahhab. Kaidah-kaidah Hukum Islam, Terj. dari Ilmu Ushulul Fiqh oleh Noer Iskandar al-Barsany, dkk. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Mahfud, Rois. Al-Islam, Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Erlangga, 2011. Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Al-Ma’arif, 1989. Muchtar, Heri Jauhari. Fikih Pendidikan. Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda Karya, 1993. Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004. Muhammad Uwaidah, Syaikh Kamil. Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010. Muhammad, Husen Fiqih Perempuan. Yogyakarta: LKIS, 2001. Mujib, Abdul dan Mudzakkir, Jusuf. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2008. Mukni’ah. Materi Pendidikan Agama Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011. Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997. -------. Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: UIN Jakarta Press. Nizar, Samsul. Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001.
73
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 1994. Sabri, Alisuf. Pengaruh Ilmu Pendidikan. Jakarta: UIN Press, 2005. Shahab, Husein. Hijab menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bandung: Mizania, 2013. Shihab, M. Quraish Jilbab. Pakaian Wanita Muslimah. Jakarta: Lentera Hati, 2004. -------. Membumikan Al-Qur’an. Bandung : Mizan, 1997. -------. Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati, 2002. -------. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2013. Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur’an. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013. Supiana dan M. Karman. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Susanto. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, 2009. Susilawati. “Adab Berpakaian Muslimah Dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf Ayat 26 (Studi Komparatif Sayyid Quthb dan Hamka)”. Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2010. Syam, M. Noor. Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional, 1988. Syar’i, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1994. Yahya, Harun. Nilai-Nilai Moral Al-Qur’an. Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003. Yanggo, Huzaemah Tahido. Fikih Perempuan Kontemporer, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010. Yunus, Mahmud. Tafsir Qur’an karim. Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2004. Zaqzouq, Mahmoud Hamdi. Islam Dihujat Islam Menjawab. Jakarta: Lentera Hati, 2008. Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
@, L_YEq!-l
No.
KEMENTERIAN AGAMA UIN JAKARTA FITK
Tgl.
FORM (FR)
No.
Jl. lt. H. Juanda No 95 Cioulat 15412 lndonesia
Dokumen
:
Terbit :
Revisi: :
FITK-FR-AKD-081
1 Maret
2010
01 111
Hal
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI Nomor : Un.0 1/F. 1/KM.O 1.31.?k$./20 Lamp. :Hal : Bimbingan SkriPsi
14
Jakarta, 09 Oktober 2014
Kepada Yth.
Prof. Dr. H. Salman Harun Pembimbing Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. A
ss
al amu' al aikurn w r.w b.
Dengan
ini
diharapkan kesediaan
Saudara untuk menjadi pembimbing UII
(materi/teknis) penulisan skripsi mahasiswa: Nama
Siti Nurbaiti
NIM
r1r0011000056
Jurusan
Pendidikan Agama Islam
Semester
IX (Sembilan)
JuduI Skripsi
Nilai-nilai Pendidikan Islam Yang Terkandung Dalam Al-Qur'an Surat
Al-A'raf Ayat26
Judul tersebuttelah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan padatanggal 07 Januari 2014, judul abstraksi/orztline ter:lampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi J urusan terlebih dahulu.
Bimbingan skripsi
ini
diharapkan selesai daiarn wak-tu
6
(enam) bulan, dan - dapat
diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. 14/cs s
al amu' al a ikum wr.v, b.
Agama Islam
96810231993031002 Tembusan:
L 2.
Dekan FITK Mahasiswa ybs.