ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN ISLAM YANG TERDAPAT DALAM SURAT AL-INSAN AYAT: 24-26 DAN APLIKASINYA DALAM BINGKAI PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam
Disusun Oleh: D A H L A N NIM 1020110 23492
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN U I N SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H/2007 M
ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN ISLAM YANG TERDAPAT DALAM SURAT AL-INSAN AYAT: 24-26 DAN APLIKASINYA DALAM BINGKAI PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S. Pd. I)
Oleh: DAHLAN
NIM 1020110 23492
Dibawah Bimbingan Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA NIP. 150 202 339
Drs. Sapiudin Sidhiq, M. Ag NIP. 150 299 477
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN U I N SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H/2007 M
KATA PENGANTAR
ﺣ ْﻴ ِﻢ ِ ﻦ اّﻟ َﺮ ِ ﺴ ِﻢ اﷲ اﱠﻟ َﺮﺣْﻤ ْ ِﺑ Maha suci engkau ya Allah, segala puja dan puji hanyalah bagi-Nya. Tuhan yang menggenggam alam dengan segala curahan nikmat dan karunia-Nya yang dianugerahkan kepada seluruh makhluk-Nya, sehingga berkat pertolongan dan rahmat-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada penegak kebenaran dan pendobrak kebatilan Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat, dan umatnya yang senantiasa istiqomah dalam memperjuangkan syari’at Allah SWT. Selanjutnya, penulis menyadari, bahwa skripsi ini terwujud bukan sematamata atas upaya pribadi penulis, melainkan berkat bantuan dan motivasi semua pihak. Oleh karena itu, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ketua dan skretaris jurusan Pendidikan Agama Islam, serta seluruh Bapak dan Ibu dosen jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan mendewasakan penulis dengan berbagi wawasan dan ilmu pengetahuan yang sangat berguna selama mengikuti studi di kampus tercinta ini. 3. Bapak Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA dan Bapak Drs. Sapiuddin Sidiq, M.Ag, yang dengan tulus dan keikhlasan beliau berkenan menjadi dosen pembimbing untuk membantu serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Kepala Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Bapak Kepala Perpustakaan Umum Islam Iman Jama yang telah memberikan izin dalam menggunakan literatur dan koleksi perpustakaan sebagai sumber referensi. 5. Kedua orang tuaku, Ayahanda H. Semin, HS dan Ibunda tercinta Hj. Jumiyati, yang dengan sabar dan penuh kasih sayang telah membesarkan dan mendidik penulis serta dengan penuh pengorbanan yang tidak terhitung nilainya hingga saat ini mudah-mudahan Allah swt memberikan umur yang panjang, juga kakak dan adikku yang selalu memberikan support dan motivasi kepada penulis dan keponakanku Ahmad Rahmadin, M. Hidayatul Muhtafidz, Dewi Wulandari, Siti Nur Khalifatul Jannah, Ahmad Naharawi yang selalu menghibur penulis dengan
canda dan tawanya, mudah-mudahan kamu menjadi anak yang berbakti kepada bapak dan ibumu. 6. Kepada istriku yang tercinta Siti Aminah, yang selalu setia menemani penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, mudah-mudahan kamu dijadikan istri yang shalihah yang patuh dan taat terhadap suami. 7. Sahabat Moch. Salman, S. Pd. I, Wissomudin, Tuti Alawiyah Alamsyah, Asep Jamaluddin, S. Pd. I dan teman-teman kampus Wabil khsus anak-anak kelas B Pendidikan Agama Islam 2002, serta keluarga besar Mts N 24 Jakarta, yang telah memberika support dan motivasi sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan. 8. Semua pihak yang berjasa baik secara langsung maupun tidak, dalam membantu kelancaran penulisan skripsi ini. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT jualah penulis berharap dan memanjatkan do’a semoga amal baik semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini senantias mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin Yaa Rabbal ‘alamiin.
Jakarta, 31 Mei 2007
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................ i DAFTAR ISI ......................................................................... BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah......................................... 6
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitan ................................................... 7
D.
Metodelogi Penelitian ................................................................ 8
E.
Sistematika Penulisan ................................................................ 10
BAB II TINJAUAN TEORITIK TENTANG PENIDIKAN ISLAM
Pengertian dan Tujuan Pendidikan Islam ........................... 11 Pengertian pendidikan Islam ...................................................... 11 Tujuan pendidikan Islam............................................................ 17
Dasar-Dasar Pendidikan Islam............................................ 19 Al-Qur’an ................................................................................... 19 Al-Sunnah .................................................................................. 21 Ijtihad ......................................................................................... 22 Metode dan Pendekatatan Dalam Pendidikan Islam.......................... 24
iv
Metode Pendidikan Islam............................................................ 24 Pendekatan Dalam Pendidikan Islam.......................................... 34 BAB III TAFSIR SURAT AL-INSAN A.
Tafsir Surat al-Insan Ayat 24-26................................................ 36 1. Teks ayat dan terjemah surat al-Insan ayat 24-26................... 36 2. Tafsir al-Mufradat ................................................................... 36 3. Asbabun nuzul surat al-Insan 24-26........................................ 37
B.
Pandangan Para Mufassir Terhadap Surat al-Insan Ayat 24-26.................................................................................. 39
C.
Kandungan Surat al-Insan ayat-24-26........................................ 49
BAB IV ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN DALAM SURAT AL-INSAN AYAT 24-26 DAN APLIKASINYA DALAM BINGKAI PENDIDIKA ISLAM A.
Aspek-Aspek Pendidikan Islam Dalam surat al-Insan ayat 24-26................................................................................... 52
B.
1.
Aspek Pendidikan Sabar .................................................... 52
2.
Aspek Pendidikan Zikir ..................................................... 54
3.
Aspek Pendidikan Shalat Malam ....................................... 63
Aplikasi Pendidikan Islam Dalam Surat al-Insan ayat 24-26
Dalam Bingkai Pendidikan Islam .............................................. 70 1.
Aplikasi Sabar dalam Pendidikan ...................................... 70
2.
Aplikasi Zikir dalam Pendidikan ....................................... 72
3.
Aplikasi Shalat Malam dalam Pendidikan ......................... 74
BAB V PENUTUP A.............................................................................................. Kesimpu lan............................................................................................... 79 B. ............................................................................................. Saran .................................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA ............................................................ LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pe ndidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan kepada manusia lain dengan harapan agar mereka ini, berkat pendidikan (pengajaran) itu kelak menjadi manusia yang shaleh, yang berbuat sebagaimana yang seharusnya diperbuat dan menjauhi apa yang tidak patut dilakukannya.1 Manusia yang baru lahir dari perut ibunya masih sangat lemah, tidak berdaya dan tidak mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah yang selalu menyembahNya dengan tulus dan menjadi khalifah-Nya dimuka bumi, anak tersebut membutuhkan perawatan, bimbingan dan pengembangan segenap potensinya kepada tujuan yang benar. Ia harus dikembangkan segala potensinya kearah yang positif melalui suatu upaya yang disebut sebagai al-Tarbiyah, al-Ta’dib, al-Ta’lim atau yang kita kenal dengan “pendidikan”.2 Manusia sebagai makhluk paedagogik membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik. Dengan potensi tersebut manusia mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa
1
Abdul Fattah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1998), h. 11 Syahidin, Pendidikan Qur’ani Teori dan Aplikasi, (Jakarta: CV. Misaka Galiza1999), h.1
2
keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.3 Sejalan dengan hal tersebut Allah SWT menjelaskan dalam al-Quran melalui firman-Nya:
☺ Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptkan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah” …. (Q.S ar-Ruum: 30).4 Dalam ayat lain Allah berfirman dalam surat al-Nahl: 78, yang berbunyi:
☺ ☺
⌧
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan dan hati agar kalian bersyukur”. (QS. Al-Nahl: 78).5 Hal ini pun ditegaskan kembali oleh Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya:
3
Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, 1992), h. 16 4 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya,( Semarang: CV Toha Putra,1989), h. 645 5 Ibid, h. 413
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ا َ ﷲ ُ لا ُ ﺳ ْﻮ ُ ل َر َ ﻗَﺎ:ل َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﻦ َاﺑِﻰ ُهﺮَﻳ َْﺮ َة َر ْﻋ َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ِﻟﺴَﺎ ُﻧ ُﻪ َﻓَﺄ َﺑﻮَا ُﻩ َ ب َ ﺣﺘﱠﻰ َﻳ ْﻌ ُﺮ َ ﻄ َﺮ ِة ْ ﻋﻠَﻰ ا ْﻟ ِﻔ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ُآﻞﱡ َﻣ ْﻮُﻟ ْﻮ ٍد ُﻳ ْﻮَﻟ ُﺪ َ َو ﺠﺴَﺎ ِﻧ ِﻪ ﺼﺮَا ِﻧ ِﻪ َا ْو ُﻳﻤ ﱢ ُﻳ َﻬ ﱢﻮ َداِﻧ ِﻪ َا ْو ُﻳ َﻨ ﱢ () رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya kedua orang tuanyalah yang menyahudikannya, menashranikannya atu 6 memajusikannya”. (HR. Muslim). Da ri kedua ayat dan hadits di atas sangatlah jelas, bahwa fitrah manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pendidikan. Oleh karena itu pendidikan Islam bertugas membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia tersebut sehingga terbentuk seorang yang berkepribadian muslim. Pot ensi dasar tersebut atau lebih dikenal dengan istilah fitrah harus terpelihara dan berkembang dengan baik. Sebab tugas pendidikan adalah menjadikan potensi dasar itu lebih berdaya guna, berfungsi secara wajar dan manusiawi. Potensi fitrah yang diberikan Allah itu, menurut Abdullah Nashih Ulwan sebagi “fitrah tauhid” aqidah iman kepada Allah dan atas dasar kesucian yang tidak ternoda.7 Menurut Prof. H.M. Arifin, M. Ed, fitrah adalah suatu kemampuan dasar berkembang manusia yang dianugerahkan Allah kepadanya, yang didalamnya 6
Imam Jamaludin Abdurrahman bin Abi Bakr al-Syuyuti, al-Jami’ al-Shaghir Fi Ahadits al-Basyir al-Nadzir, (Kairo: Dar al-Khatib al-Arabi, tt), h. 235 7 Abdullah Nashih Ulwan, Pemeliharaan Jiwa Anak, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), h. 148 8 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1996), Cet. 4, h. 97
terkandung berbagai komponen psikologis yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia.8 Seiring dengan lajunya pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peranan pendidikan akan menjadi semakin penting. Karena di samping kemajuan ilmu pengetahuan yang menuntut sumber daya manusia yang berkualitas (khalifah Allah dibumi). Juga pendidikan berperan sebagai pengarah dari lajunya perkembangan pengetahuan itu sendiri, sehingga hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak akan merusak nilai manusia itu sendiri.9 Al-Quran sebagai tumpuan dasar hidup dan kehidupan manusia dan sekaligus sumber ajaran Islam memuat begitu banyak segi kehidupan. Begitu banyak yang tercakup dalam ayat-ayatnya, baik yang tersirat maupun yang tersurat, dari prihidup kemanusiaan sampai menerobos keberbagai bidang ilmu pengetahuan. Salah satu yang terpenting dalam ajaran Islam adalah pendidikan, yang merupakan faktor fundamental dalam kehidupan manusia, telah menjadi salah satu bidang yang tercakup dalam kandungan ayat-ayat suci al-Quran dan bahkan menjadi topik yang utama. Sebab Rasulullah sendiri diutus oleh Allah untuk mengajarkan dan mendidik manusia untuk dapat mengenal Allah dan Rasulnya.
9
Syahidin, Op.Cit, h. 1-2 Fazlur Rahman, Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992),Cet. 2, h. 39
10
Sebagaimana Fazlur Rahman pernah menyatakan dalam bukunya, AlQuran mengajarkan bahwa kemajuan beragama terjadi melalui proses belajar dan amat menekankan pada pentingnya proses belajar.10 Dalam al-Quran terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca kisah Lukman ayat 12 sampai dengan ayat 19. cerita itu mengariskan prinsip-prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak, ibadat, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup dan tentang nilai suatu kegiatan dan amal saleh, itu berarti bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan al-Quran sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat al-Quran yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.11 Dengan memakai dasar al-Quran ini, maka pendidikan Islam harus mengarah kepada terciptanya manusia yang seimbang antara kehidupan di dunia dan akhirat, dalam rangka beribadah kepada Allah SWT sebagaimana yang telah Dia gariskan kembali dalam al-Quran “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
11
Zakiyah Darajat, Op.Cit,h. 22
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S al-Qashash: 77)12 . Untuk membina kepribadian yang sejalan dengan fitrah manusia sebagaimana ditunjukkan oleh al-Quran dan Sunnah, diperlukan proses pendidikan yang terarah dan bertujuan yaitu mengarahkan manusia kepada titik optimal kemampuannya. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan sosial serta hamba Allah yang mengabdikan diri kepada-Nya. Ber pijak dari uraian di atas, maka penulis mencoba untuk membahasnya dalam sebuah karya ilmiah dengan judul: ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN YANG TERDAPAT DALAM SURAT ALINSAN AYAT: 24-26 DAN APLIKASINYA DALAM BINGKAI PENDIDIKAN ISLAM
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Pembatasan Masalah Untuk lebih terarahnya pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis membatasi permasalahan yang di bahas pada:
12
Departemen Agama,Op.Cit, h. 623
Pembahasan surat al-Insan hanya dalam kandungan ayat yang berkaitan dengan aspek-aspek pendidikan Islam. Pembahasan pendidikan dilakukan dalam kerangka pendidikan yang universal, bukan hanya sebatas lingkup pendidikan formal. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini sebagai berikut; 1. Aspek pendidikan apa saja yang terkandung dalam surat al-Insan ayat: 2426? 2. Bagaimana pandangan para mufassir tentang kandungan surat al-Insan ayat: 24-26? 3. Bagaimana mengaplikasikan Q.S al-Insan ayat 24-26 dalam pendidikan Islam? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian adalah : 1. Mencari data tentang pandangan ahli tafsir terhadap surat al-Insan ayat 24-26, sehingga melalui data ini dapat diketahui aspek pendidikan apa saja yang terkandung dalam surat tersebut. 2. Penulis ingin menjelaskan isi dari kandungan surat al-Insan ayat 24-26 yang memuat beberapa aspek pendidikan.
3. Penulis ingin menjelaskan aplikasi pendidikan tersebut dalam bingkai pendidikan Islam 4. Menggali dan berupaya memahami nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam al-Quran surat al-Insan ayat: 24-26, dimana Allah dengan jelas memberikan pelajaran bagi manusia yang dapat menambah keimanan kepada kitab suci al-Quran sebagai wahyu Allah yang berisi ajaran-ajaran yang menuntun hidup dan kehidupan manusia kearah yang lebih baik. 5. Untuk melengkapi salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Agar dapat memberikan kontribusi pemikiran betapa pentingnya aspek sabar, shalat dan zikir dalam dunia pendidikan Islam terutama guru sebagai pendidik. 2. Agar dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat umum betapa pentingnya kesabaran, shalat serta zikir sebagai modal dasar dalam mengarungi bahtera kehidupan. 3. Untuk
memberikan
sumbangsih
pemikiran
terhadap
pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan pendidikan Islam. D. Metodelogi Penelitian 1. Sumber bahan
khazanah
ilmu
Sebagaiman layaknya penulisan ilmiah, maka dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode yang berlaku dalam penulisan karya ilmiah. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil data, pendapat para ahli yang kemudian diformulasikan dalam buku-buku, dalam istilah lain disebut dengan Library reseach, yaitu pengambilan data yang berasal dari buku-buku atau karya ilmiah dibidang tafsir dan pendidikan, baik yang primer maupun yang sekunder, dengan sumber bahan sebagai berikut: a. Tafsir al-Misbah b. Tafsir Fi Zhilalil Quran c. Tafsir Ibnu Katsir d. Tafsir al-Maraghi e. Tafsi al-Azhar, dan f. Buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini. 2. Pengolahan data Pengolahan data yang penulis lakukan adalah dengan cara membandingkan, menghubungkan dan kemudian diselaraskan serta diambil kesimpulan dari data yang terkumpul.
3. Analisis data Dalam menganalisis data yang telah terkumpul, penulis menggunakan metode tafsir tahlili, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-
ayat tersebut.13 Yang meliputi pengertian kosakata, konotasi kalimatnya, asbabun nuzul, serta kaitannya dengan ayat-ayat yang lain, baik sebelum maupun sesudahnya (munasabat), serta pendapat yang disandarkan kepada Nabi maupun para sahabat dan para ahli tafsir. 4. Pedoman penulisan Adapun pedoman penulisan skripsi ini, penulis berpegang kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2002”. Yang diterbitkan Oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
E. Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian ini, penulis membaginya menjadi 5 bab, masingmasing bab berisi sebagai berikut: BAB I
:
Pendahuluan, memuat: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
:
Kerangka Teori yang meliputi: pengertian pendidikan Islam, sumbersumber pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, metode dan pendekatan dalam pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam.
13
Nashrudin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), Cet. 2, h. 31
BAB III
:
Tafsir surat al-Insan ayat: 24-26 mengenai teks ayat dan asbabun nuzulnya, pandangan para mufassir terhadap surat al-Insan ayat: 24-26 serta kandungan didalamnya.
BAB IV
:
Aspek-aspek pendidikan dalam surat al-Insan ayat 24-26, mengenai, pendidikan sabar, pendidikan untuk selalu berzikir pada waktu pagi dan petang, pendidikan shalat malam (qiyamul lail) tahajjud.
BAB V
:
Penutup, meliputi: kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
Pengertian dan Tujuan Pendidikan Islam Pengertian pendidikan Sebelum menjelaskan pengertian pendidikan Islam secara panjang lebar ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu pengertian pendidikan secara bahasa (etimology) dan istilah (terminology). Dalam Islam ada beberapa istilah yang digunakan untuk pendidikan, yaitu: yang pertama, kata tarbiyah ( )ﺗﺮﺑﻴﺔyang berasal dari kata ﺗﺮﺑﻴﺔ- ﺗﺮﺑﻴًّﺎ-ﻳﺮﺑّﻰ- رﺑّﻰyang berarti mengasuh.14 Yang kedua kata ta’lim ( )ﺗﻌﻠﻴﻢyang berasal dari kata ﺗﻌﻠﻴﻤﺎ- ﻳﻌﻠّﻢ- ﻋﻠّﻢyang berarti mendidik, mengajarkan.15 Dan yang ketiga kata ta’dib ( )ﺗﺄدﻳﺒﺎyang berasal dari kata -أدّب ﺗﺄدﻳﺒﺎ- ﻳﺄدّبyang berarti mengajarkan.16 Irsyad Djuwaeli mengungkapkan pendapat Fuad Abd Al-Baqy dalam bukunya: Al-Mu’jam Al-Mufahras Li alfadz Al-Quran Al-Karim “ bahwa di dalan Al-Quran kata tarbiyah dengan berbagai kata yang serumpun dengannya diulang sebanyak lebih dari 872 kali. Kata tersebut pada mulanya digunakan dalam arti “Insya al-syai’ halan fa halan ila al-hadi al-tamam” yang artinya
14
Louis Ma’louf, Al-Munjid Fi Al-Lughah Wa Al-‘alam, (Beirut: Daar al-Mayriq,1986), Cet.
16, h. 247
15 16
Ibid, h. 526 Ibid, h. 5
mengembangkan atau menumbuhkan sesuatu setahap demi setahap sampai pada batas yang sempurna”. 17 Istilah tarbiyah, menurut para pendukungnya, berakar pada tiga kata: Pertama, kata raba yarbu( ﻳﺮﺑﻮ- )رﺑﺎyang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua, kata rabiya yarba( ﻳﺮﺑﻰ- )رﺑﻲyang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, kata rabba yarubbu ( َﻳ ُﺮبﱡ-)رَﺑَّﺎyang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Kata al-Rabb ( )اﻟﺮبjuga berasal dari kata tarbiyah dan berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaannya secara bertahap atau membuat sesuatu menjadi sempurna secara berangsurangsur.18 Kata Rabb digunakan untuk menjelaskan berbagai hal, antara lain menerangkan salah satu sifat atau perbuatan Tuhan, misalnya Rabbul ‘alamiin ( )رب اﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦyang berarti pemelihara, pendidik, penguasa, dan penjaga sekalian alam. Kata Rabb selain digunakan untuk arti sebagaimana diatas, digunakan pula untuk arti yang obyeknya lebih diperinci lagi, baik benda-benda yang bersifat fisik maupun non fisik. Dengan demikian pendidikan mengandung arti pemeliharaan terhadap seluruh makhluk Tuhan.19 Sedangkan “kata ta’lim yang berakar pada kata ‘allama digunakan secara khusus untuk menunjukkan sesuatu yang dapat diulang dan diperbanyak 17
Irsyad Djuwaeli, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, (Jakarta: Karsa Utama Mandiri, 1998), Cet. 1, h. 3 18 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 2, h. 4 19 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 2, h. 6
sehingga menghasilkan bekas atau pengaruh pada diri seseorang”.20 Kata “ta’lim” dengan berbagai kata yang serumpun dengannya didalam Al-Quran disebut sebanyak 840 kali dan digunakan untuk arti bermacam-macam seperti digunakan Tuhan untuk menjelaskan pengetahun-Nya yang diberikan kepada umat manusia, dan digunakan untuk menerangkan bahwa Tuhan Maha Mengetahui atas segala sesuatu.21 Adapun mengenai kata ta’dib yang berasal dari kata addaba tidak dijumpai didalam Al-Quran kata tersebut hanya dijumpai dalam hadits yang berbunyi:
ﺻﻠﱠﻰ اﷲ َ ل اﷲ ُ ﺳ ْﻮ ُ َﻗﺎَل َر:ل َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﺴ ٌﻌ ْﻮ ٍد َر ْ ﻦ َﻣ ِ ﻦ ِا ْﺑ ْﻋ َ (ﻦ َﺗ ْﺄ ِد ْﻳﺒِﻰ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى َﺴ َﺣ ْ ﺳﱠﻠ َﻢ أَ ﱠدﺑَﻨِﻰ َرﺑﱢﻰ َﻓَﺄ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ Artinya: Dari Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah SAW bersabda: Tuhanku telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku ( H.R. Bukhari).22 Meskipun kata ta’dib tidak terdapat didalam Al-Quran, tetapi kata ini menurut Naquib Al-Attas sebagaimana dikutip oleh Irsyad Djuwaeli justru memiliki fungsi dan arti yang lebih tepat bagi pendidikan karena kata tersebut lebih khusus ditekankan kepada pembinaan manusia. Sedangkan kata tarbiyah mengandung pengertian lebih luas mencakup pemeliharaan seluruh makhluk Tuhan, termasuk hewan.23 Berdasarkan pengertian dari ketiga kata di atas, dapat disimpulkan bahwa tarbiyah merupakan upaya sadar akan pemeliharaan, pengembangan seluruh 20
Ibid, h. 7 Irsyad Djuwaeli, Op.Cit, h. 4 22 Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar As-Suyuti, Op.Cit, h. 14 23 Irsyad Djuwaeli, Op.Cit, h. 5 21
potensi diri manusia sesuai fitrahnya dan perlindungan menyeluruh terhadap hak-hak kemanusiaannya, sementara kata ta’lim mengesankan proses pemberian ilmu pengetahuan dan penyadaran akan fitrah dan tugas-tugas kemanusiaannya yang harus diwujudkan dalam kehidupan nyata. Sedangkan kata ta’dib mengesankan proses pembinaan kepribadian dan sikap moral serta etika dalam kehidupan. Dengan demikian, ketiga kata tersebut pada dasarnya mengacu kepada pemeliharaan, perlindungan keseluruhan potensi diri manusia. Pengertian Pendidikan Menurut istilah Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu: Paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan Education yang berarti pendidikan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan. Banyak para ahli berbeda versi dalam memberikan pengertian pendidikan namun pada dasarnya mempunyai maksud yang sama. Tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata berpendapat bahwa: Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh kearah kemajuan, tidak boleh
melanjutkan keadaan kemarin, pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni melanjutkan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.24
Sedangkan Ahmad D Marimba berpendapat bahwa: Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusan ini Ahmad D Marimba, menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu: Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. Ada pendidik. Ada yang di didik. Adanya dasar dan tujuan dalam binbingan tersebut. Dalam usaha tersebut tentu ada alat-alat yang digunakan.25 Dan menurut Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional no. 20 Th 2003 arti pendidikan adalah: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
24
Abuddin Nata, Op.Cit, h. 9 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1986), Cet.4 , h. 19 25
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keteramapilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara ”.26 Dari beberapa rumusan pendidikan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, seksama, terencana dan bertujuan. Yang dilaksanakan oleh orang dewasa, yang berarti memiliki bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan menyampaikannya kepada anak didik. Dan apa yang diberikan kepada anak didik itu sedapat mungkin dapat menolong tugas dan perannya dimasyarakat dimana kelak mereka hidup. Kemudian tentang rumusan pendidikan Islam, para ahli pun berbeda pendapat dalam merumuskannya, misalnya Muhammad Athiyah Al-Abrasy memberikan pengertian pendidikan Islam sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis bahwa: “Tarbiyah Islamiyah adalah upaya mempersiapkan manusia hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya, baik dengan lisan atau tulisan”.27 Sementara menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Toumy, pendidikan Islam diartikan sebagai” Usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam
26 27
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003), h. 3 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet. 1, h. 3-4
sekitarnya melalui proses kependidikan. Perubahan itu dilandasi oleh nilai-nilai Islami”.28 Syahminan Zaini dalam bukunya Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi pendidikan Islam memaparkan bahwa “Pendidikan Islam ialah usaha mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran-ajaran Islam, agar terwujud (tercapai) kehidupan manusia yang makmur dan bahagia”.29 Sedangkan Ahmad D Marimba memberikan pengertian bahwa “ Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam”.30 Dari berbagai definisi di atas tentang pendidikan Islam terkandung hal-hal sebagai berikut: 1). Pendidikan Islam itu mempunyai dasar dan tujuan yang jelas, yang sesuai dengan ajaran Islam. 2). Pendidikan menurut Islam tidak terbatas sampai dewasa, tetapi sampai terwujud kehidupan yang sempurna.
28
Omar Muhammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet. 1, h. 399 29 Syahminan Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1986), Cet. 1, h. 4 30 Ahmad D Marimba, Op.Cit, h. 131
3). Hakikat pendidikan Islam adalah merupakan untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah manusia kearah titik maksimal perkembangan dan pertumbuhannya. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan ialah sasaran yang hendak dicapai oleh suatu aktivitas manusia. Setiap aktivitas manusia mesti mempunyai tujuan tertentu, sebab aktivitas yang tidak mempunyai tujuan adalah pekerjaan sia-sia. Tujuan berfungsi untuk mengarahkan, mengontrol dan memudahkan evaluasi suatu aktivitas. Karena itu tujuan suatu aktivitas haruslah dirumuskan dengan tegas dan jelas agar dapat mengarahkan, mengontrol dan mengevaluasi aktivitas tersebut. Banyak rumusan yang dikemukakan oleh para ahli tentang tujuan pendidikan Islam diantaranya: Menurut Ibnu Khaldun bahwa pendidikan Islam itu mempunyai dua tujuan, yaitu: 1. Tujuan keagamaan, maksudnya ialah beramal untuk akhirat, sehingga apabia ia menemui Tuhannya, ia telah menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan atasnya.
2. Tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.31 Sedangkan Ali Ashraf mengatakan bahwa pendidikan seharusnya bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual, intelek, rasional diri, perasaan dan kepekaan tubuh manusia. Karena itu pendidikan seharusnya menyediakan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspek spiritual, intelektual, imaginatif, fisikal, ilmiah, linguistik baik secara individual maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan muslim adalah perwujudan penyerahan mutlak kepada Allah, pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.32 Selanjutnya menurut H.M Arifin, tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berpribadi dan berbudi luhur menurut ajaran Islam.33 Dari beberapa rumusan diatas, penulis dapat menyimpulkan beberapa tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam, yaitu: 1. Membina dan mengarahkan manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT sebagai bentuk manifestasi pengabdiannya sesuai dengan tugasnya sebagai khalifah. 31
Ramayulis, Op.Cit, h. 25-26 Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), Cet. 3, h. 2 33 H.M Arifin, Op.Cit, h. 41 32
2. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga ia tidak menyalah gunakan fungsinya sebagai khalifah. 3. Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang semua ini dapat digunakan untuk menunjang kehidupan dan tugas kekhalifahannya. 4. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahgiaan hidup didunia dan akhirat sebagaiman yang diidam-idamkan manusia pada umumnya.
Dasar-Dasar Pendidikan Islam Dasar (Arab: asas; Inggris: Foundation; Perancis: Fodement; Latin: Fundementum) secara bahasa, berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu (pendapat, ajaran, aturan).34 Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu, fungsi dasar adalah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu.35 Pendidikan Islam sebagai aktifitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian tentunya memerlukan dasar/landasan kerja demi untuk memberi arah bagi programnya. Dasar ilmu pendidikan Islam adalah Islam dengan segala ajarannya. Ajaran itu bersumber pada Al-Quran, Sunnah Rasulullah SAW ( selanjutnya disebut Sunnah/Hadits), dan Ijtihad (hasil pikiran manusia).
34
Tim Penyusun Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet. 7, h. 211 35 Ramyulis, Op.Cit, h. 12
Dasar inilah yang membuat ilmu pendidikan disebut ilmu pendidikan Islam. Tanpa dasar ini, tidak akan ada ilmu pendidikan Islam. Al-Quran Al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan Allah menjadi pedoman bagi umat Islam, dengan segala petunjuknya yang lengkap, meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat universal. Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik pertama, (pada masa awal pertumbuhan Islam) telah menjadikan Al-qur’an sebagai dasar pendidikan Islam.
Kedudukan Al-Quran sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat Al-Quran itu sendiri dalam surat Al-‘Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
Artinya:
Bacalah. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. (Yang) menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajar manusia apa saja yang belum diketahuinya. (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5)36
Ahmad Ibrahim Muhanna sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan: bahwa Al-Quran membahas berbagai aspek kehidupan manusia, dan pendidikan merupakan tema terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku bangunan pendidikan yang dibutuhkan manusia. Hal itu tidak aneh mengingat Al-Quran merupakan kitab hidayah, dan seseorang memperoleh hidayah tidak lain karena pendidikan yang benar serta ketaatannya. Meskipun demikian, hubungan ayat-ayatnya dengan pendidikan tidak semua 36
Departemen Agama, Op.Cit, h.
sama. Ada yang merupakan bagian fondasional dan ada yang merupakan bagian parsial. Dengan perkataan lain hubungannya dengan pendidikan ada yang langsung dan ada yang tidak langsung.37 Al-Quran diperuntukkan bagi manusia untuk dijadikan pedoman hidupnya. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila manusia merupakan tema sentral pembahasannya. Didalamnya diterangkan hakikat manusia siapa dirinya, dari mana ia berasal, dimana dia berada, untuk apa ia diciptakan, apa yang harus dilakukannya, dan hendak kemana ia pergi. Karena masalah hakikat hidup, pandangan hidup, dan tujuan hidup memang merupakan masalah pendidikan. As-Sunnah Dasar yang kedua setelah Al-Quran adalah sunnah Rasulullah, amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW dalam proses perubahan sikap hidup sehari-hari tersebut menjadi dasar utama dan pertama pendidikan Islam setelah AlQuran, karena Allah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi umatnya, sebagaimana firmannya:
⌧ …… Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu…(Q.S. Al-Ahzab: 21).38 As-Sunnah
ialah
perkataan
(اﻗﻮال
),
perbuatan
()اﻓﻌﺎل,
ataupun
pengakuan( )ﺗﻘﺮﻳﺮRasulullah SAW. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan yang dilakukan oleh orang lain yang diketahui oleh Rasulullah SAW dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu terjadi. Sunnah merupakan ajaran kedua setelah Al-Quran, seperti Al-Quran sunnah juga
37
Hery Noer Aly, Op.Cit, h. 39 Departemen Agama, Op.Cit, h.
38
berisi petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya. Hery Noer Aly menguti perkataan Abdurrahman An-Nahlawi bahwa dalam lapangan pendidikan, sunnah mempunyai dua faedah: Menjelaskan sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat didalam Al-Quran dan menerangkan hal-hal rinci yang tidak terdapat didalamnya. Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat dipraktikkan.39 Sunnah memang berkedudukan sebagai penjelas (tabyin) bagi Al-Quran. Karena pengamalan ajaran Al-Quran yang bersifat global (mujmal) sering kali sulit terlaksana tanpa penjelasannay. Karenanya Allah memerintahkan kepada manusia untuk mentaati Rasul dalam kerangka ketaatan kepada-Nya.
Ijtihad Ijtihad ialah istilah para fuqaha, yaitu berefikir dengan menggunakan seluruh
ilmu
yang
dimiliki
oleh
ilmuwan
syari’at
Islam
untuk
menetapkan/menentukan sesuatu syari’at Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Quran dan Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasukaspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-quran dan Sunnah.40
39
Hery Noer Aly, Op.Cit, h. 43 Zakiyah Darajat, Op.Cit, h. 21
40
Ijtihad dalam bidang pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Quran dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal ytang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup disuatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup.41 Ijtihad dibidang pendidikan ternyata semakin perlu, sebab ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah sebagian besar bersifat pokokpokok dan prinsipnya saja termasuk dalam aspek pendidikan. Sejak diturunkannya ajaran Islam sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW, Islam telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang pula. Dengan demikian untuk melengkapi dan merealisir ajaran Islam itu memang sangat dibutuhkan ijtihad, sebab globalisasi dari Al-Quran dan Sunnah belum menjamin tujuan pendidikan Islam dapat tercapai. Dalam hal ini, pemikiran para ahli pendidikan muslim adalah salah satu bentuk ijtihad dibidang pendidikan, yang bisa dijadikan salah satu rujukan bagi kaum muslimin dalam bidang pendidikan Islam. Metode dan Pendekatan Dalam Pendidikan Islam 1. Metode Pendidikan Islam Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata, yaitu kata meta yang berarti melalui dan kata hodos yang berarti jalan atau cara, dengan demikian 41
Ibid, h. 22
metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.42 Dr. Jalaluddin dan Dr. Usman Said dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengemukakan bahwa makna pokok dari pengertian metode itu sendiri antara lain adalah: 1). Metode pendidikan adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan materi pendidikan kepada anak didik. 2). Cara yang digunakan merupakan cara yang tepat guna untuk menyampaikan materi pendidikan tertentu dalam kondisi tertentu. 3). Melalui cara itu diharapkan materi yang disampaikan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak didiik.43 Selanjutnya jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islam. Selain itu metode dapat pula membawa arti sebagi cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Ada beberapa metode dalam pendidikan Islam yang dikemukakan para ahli, diantaranya ialah: a. Keteladanan 42
Abuddin Nata, Op.Cit, h. 91 Jalaluddin, et all, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), Cet.
43
3, h. 53
Pendidikan dengan teladan berarti pendidikan dengan memberikan contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan sebagainya. Didalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang menunjukan kepentingan penggunaan teladan dalam pendidikan. Antara lain terlihat pada ayat-ayat yang mengemukakan pribadi-pribadi teladan seperti dibawah ini: 1). Pribadi Rasulullah SAW.
⌧ ….. Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu…(Q.S. Al-Ahzab:21) 2). Pribadi Nabi Ibrahim AS dan umatnya.
⌧ ….. Artinya: Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orangorang yang bersama dia…(Q.S. AlMumtahanah:4) Kepentingan penggunaan keteladanan juga terlihat dari teguran Allah terhadap orang-orang yang menyampaikan pesan itu. Allah menjelaskan:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak perbuat? Amat besar kebencian disisi Allah, bahwa kamu mengatakan apa-apa yang kamu tidak kerjakan. (Q.S. As-Shaff: 2-3)
b. Pembiasaan Yang dimaksud dengan pembiasaan/kebiasaan (habit) ialah caracara bertindak yang persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis (hampir-hampir tidak disadari oleh pelakunya). Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi anak-anak. Di dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang menunjuk kepada penggunaan metode pembiasaan. Diantaranya terdapat dalam surat An-Nur ayat: 58-59 yang berbunyi:
☺ ⌧
☯ ⌧ ⌧ ⌧ ⌧ ☺ ⌧ ⌧ ⌧
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (lua)mu ditengah hari, dan sesudah sembahyang isya. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta. Demikianlah Allah menjelaskan ayatayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Surat An-Nur: 58-59) As-Shabuni, ahli hukum Islam dan studi Islam dari Mekkah mengatakan bahwa pada lahirnya perintah pada ayat tersebut diarahkan kepada anak-anak, tetapi pada hakikatnya diperuntukkan bagi orang dewasa. Menanamkan kebiasaan itu sulit dan kadang-kadang memerlukan waktu yang lama. Kesulitan itu disebabkan pada mulanya seseorang atau anak belum mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakannya. Apalagi kalau yang dibiasakan itu dirasa kurang menyenangkan. Oleh sebab itu, dalam menanamkan kebiasaan diperlukan pengawasan. Pembiasaan hendaknya disertai dengan usaha membangkitkan kesadaran atau pengertian terus-menerus akan maksud dari tingkah laku yang dibiasakan. Sebab, pembiasaan digunakan bukan untuk memaksa peserta
didik agar melakukan sesuatu secara otomatis seperti robot, melainkan agar ia dapat melaksanakan segala kebaikan dengan mudah tanpa merasa susah atau berat hati. c. Pemberian Nasihat Yang dimaksud dengan nasihat ialah penjelasan tentang kebenaran dan kemashlahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasihati dari
bahaya
serta
menunjukkannya
kejalan
yang
mendatangkan
kebahagiaan dan manfaat. Banyak ayat di dalam Al-Quran yang mengilustrasikan tentang penggunaan metode memberi nasihat diantaranya:
☺ ⌧ Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anak-anaknya diwaktu dia memberi pelajaran kepada anaknya. Hai anakku, janganlah kamumempersekutukan Allah, sesungguhnya mepersekutukan Allah adalah benar-beanr kezaliman yang besar. (Q.S. Luqman: 13) Memberi nasihat merupakan salah satu metode penting dalam pendidikan Islam. Dengan metode ini pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik kedalam jiwa apabila digunakan dengan cara yang dapat mengetuk relung jiwa melalui pintunya yang tepat. Bahkan, dengan metode ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan
peserta didik kepada berbagai kebaikan dan kemashlahatan serta kemajuan masyarakat dan umat. d. Motivasi dan Intimidasi Metode motivasi dan intimidasi telah digunakan masyarakat secara luas; orang tua terhadap anak, pendidik terhadap murid, bahkan masyarakat luas dalam interaksi antar sesamanya. Al-Quran ketika menggambarkan surga dengan segala kenikmatannya dan neraka dengan segala siksanya menggunakan metode ini. Demikian pula ketika mengemukakan prinsip logis tentang keseimbangan antara balasan dan perbuatan. Banyak ayat di dalam Al-Quran yang mengilustrasikan tentang penggunaan metode memberi nasihat diantaranya:
☺
☺
☺ ☺ ⌧
Artinya:Pada hari ini manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun (sekecil apapun), niscaya ia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dai akan melihat (balasan) nya pula. (Q.S. Al-Zalzalah: 6-8) Motivasi dan intimidasi digunakan sesuai dengan perbedaan tabiat dan kadar kepatuhan manusia terhadap prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah islam, sebab pengaruh yang dihasilkan tiap-tiap metode itu tidaklah sama. Metode
motivasi lebih baik ketimbang metode intimidasi. Penggunaan metode motivasi dengan apa yang dalam psikologi belajar disebut law of happiness, prinsip yang mengutamakan suasana menyenangkan dalam belajar. Ajaran Islam, kata Abdul Fattah Jalal, memberikan prioritas pada upaya menggugah suasana gembira disbanding dengan ancaman dan hukuman. Dalam pelaksanaan prinsip ini hendknya guru atau pendidik tanggap akan adanya berbagai iklim dan kondisi yang dihayati peserta didik selama proses belajar mengajar. e. Metode Persuasif Yang dimaksud dengan metode persuasif ialah meyakinkan peserta didik tentang suatu ajaran dengan kekuatan akal. Metode dalam ini dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah uslub al-iqna’ wa al-iqtina. Penggunaan metode persuasi didasarkan atas pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Al-Quran sarat dengan contoh yang menunjukan penghargaan Islam terhadap akal, serta memerintahkan kepada manusia untuk menggunakan akal dalam membedakan antara yang benar dan yang salah serta antara yang baik dan yang buruk. Seruan Allah kepada Rasul-Nya agar menyeru manusia dengan cara yang bijaksana, memberi pengajaran yang baik, memberi pengajaran yang baik, dan berargumentasi secara baik, menunjukkan kepentingan penggunaan metode ini. Allah menjelaskan:
☺ ☺
☺ ☺ Artinya: Serulah manusia kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…(Q.S. An-Nahl: 16). Dengan metode persuasi, pendidikan Islam menekankan pentingnya memperkenalkan dasar-dasar rasional dan logis segala persoalan yang dimajukan kepada peserta didik. Mereka dihindarkan dari meniru segala pengetahuan secara buta tanpa memahami hakikatnya atau pertaliannya dengan realistis, baik individual maupun sosial. Mereka juga diberi kesempatan untuk melakukan diskusi secara benar dan konstruktif dalam menganalisis berbagai aspek obyek yang diduskisikan.44 f. Metode Bercerita Metode mendidik dengan bercerita yaitu dengan mengisahkan peristiwa sejarah manusia masa lampau yang menyangkut ketaatannya atau kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah tuhan yang dibawakan oleh Nabi atau Rasul yang hadir ditengah mereka. Misalnya sebuah ayat
44
Hery Noer Aly, Op.Cit , h. 178-204
yang mengandung nilai paedagogis dalam sejarah digambarkan Tuhan sebagai berikut:
⌧ ☯
…..
Artinya: Sesengguhnya didalam kisah-kisah mereka terdapat ibarat bagi orang yang beraka. (Q.S. Yusuf: 111)
☺ ⌧ ☺ Artinya: Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Quran ini kepadamu. Dan sesungguhnya kamu sebelum (Aku mewahyukannya) adalah termasuk orang-orang yang melupakan. (Q.S. Yusuf: 3) g. Metode Diskusi Metode diskusi juga diperhatikan oleh Al-Quran dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian, dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah. Perintah Allah dalam hal ini adalah agar kita mengajak kejalan yang benar dengan hikmah dan mau’idzah yang baik dan membantah mereka dengan berdiskusi dengan cara paling baik.
☺ ☺ .......
Artinya: Serulah manusia kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…( Q.S. An-Nahl: 125) Suatu diskusi baru dapat berjalan dengan baik bila dilakukan dengan persiapan dan bahan-bahannya yang cukup jelas, dengan pembicaraan yang berlangsung secara rasional, tidak didasarkan atas luapan emosi, dan lebih mengutamakan pada kesimpulan rasional dari pada kepentingan egoistis pribadi peserta. Diskusi ini bila diarahkan untuk tidak mengambil suatu kesimpulan disebut “dialog” yaitu sekedar memberitahukan tentang pendirian atas sikap masing-masing tentang suatu masalah yang telah lama dirasakan sebagai suatu permasalahan. Dalam dialog tidak ada yang menang
atau
yang
kalah,
masing-masing
tetap
berpegang
pada
pendiriannya, setuju tentang adanya perbedaan. h. Metode Tanya jawab Metode Tanya jawabb juga merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam pendidikan Islam. Metode ini sering dipakai oleh para Nabi dan Rasul-rasul Allah dalam mengajarkan agama yang dibawanya kepada umatnya, bahkan ahli fikir atau filosof pun banyak mempergunakan metode Tanya jawab. Firman Allah yang menyatakan bahwa hendaknya kita bertanya kepada orang-orang yang ahli bila memang tidak mengetahui, seperti:
...
Artinya: …maka bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Q.S. An-Nahl:43) Adalah benar-benar mendorong anak didik untuk berani bertanya agar tidak sesat dijalan. Hal demikian pernah berkali-kali dilakukan oleh Nabi dalam mengajarkan sesuatu pengertian atau pengetahuan tentang keimanan, keislaman, keihsanan serta masalah hukum syara’ dan lain sebagainya.45 Demikianlah beberapa metode dalam pendidikan Islam yang banyak digunakan dalam proses pendidikan dewasa ini, banyak lagi metode-metode lain yang tidak diuraikan dalam tulisan ini seperti: metode ceramah, pemberian tugas (resitasi), demonstrasi dan eksperimen, bekerja kelompok, sosiodrama, karya wisata, latihan siap (drill), system regu (team teaching), dan pemecahan masalah (problem solving). 2. Pendekatan Dalam Pendidikan Islam Pendekatan merupakan sarana penunjang dalam pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Dalam hal ini akan dijabarkan beberapa pendekatan yang dapat memudahkan dalam menerapkan pendidikan agama bagi anak didik. Adapun pendekatan-pendekatan itu antara lain: 45
H.M. Arifin, Op.Cit, h. 70-76
a. Pendekatan emosional, yaitu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi anak dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamnya. b. Pendekatan rsioanal, yaitu usaha untuk memberikan peranan rasio (akal) dalam memahami ajaran agama. c. Pendekatan fungsional, yaitu menyajikan ajaran bagi anak dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan perkembangan. d. Pendekatan pengalaman, yaitu memberikan pengalaman keagamaan pada anak dalam rangka penanaman nilai keagamaan. e. Pendekatan pembiasaan, yaitu memberikan kesempatan pada anak untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya.46 Itulah macam-macam metode dan pendekatan dalam pendidikan Islam yang banyak digunakan dalam kegiatan pendidikan dewasa ini, yang dapat penulis kemukakan dalam skripsi ini.
46
Ramyulis, Op.Cit, h. 151-153
BAB III TAFSIR SURAT AL-INSAN
A. Tafsir Surat al-Insan Ayat 24-26 1. Teks ayat dan terjemah surat al-Insan ayat 24-26
☺ ⌧ ⌧ ⌧
⌧
Artinya: ”Maka bersabarlah kamu untuk ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka,(24). Dan sebutlah nama Tuhanmu pada pagi dan petang,(25). Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepadaNya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari”. (26). 2. Tafsir Al-Mufradat
ﻚ َ ﺣ ْﻜ ُﻢ َر ﱢﺑ ُ اِ ْﺛ ٌﻢ َآ ُﻔ ْﻮرًا ﺻ ْﻴﻠًﺎ ِ ُﺑ ْﻜ َﺮ ًة َوَا ﺠ ْﺪ ُﺳ ْ ُا ﺤ ُﻪ ْ ّﺳ ِﺒ َ 47
: Menunda untuk menolongmu atas orang-orang kafir hingga waktu tertentu. : Orang jahat yang terang-terangan dalam bentuk maksiat. : Orang musyrik yang terang-terangan dalam mengkafirinya. : Pagi dan Petang. Maksudnya semua waktu. : Shalatlah. : Tahajjudlah.47
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Terj), Bahrun Abu Bakar, Juz XXIX, (Semarang: CV Toha Putra, 1993), Cet. 2, h. 297
3. Asbabun nuzul surat al-Insan ayat 24-26 Telah diketahui bahwa kebanyakan surat dan ayat al-Quran diturunkan sesuai dengan peristiwa yang melatar belakanginya. Kendati demikian, tidak semua ayat memiliki asbabun nuzul bahkan banyak ayat dan surat yang tidak memiliki asbabun nuzul. Adapun latar belakang turunnya ayat ini adalah keadaan kaum musyrikin yang terus menerus menentang dan mendustakan dakwah Rasulullah SAW, yang mereka tidak mengerti akan hakikat dari dakwah tersebut. Sehingga mereka melakukan perlawanan bahkan penawaran (keduniawian) kepada Rasulullah SAW agar beliau menghentikan dakwahnya atau berhenti dari mencela mereka. Allah mengingatkan kepada Nabi SAW dan kepada umatnya agar tidak mudah tergiur dengan bujukan dan rayuan itu, sebab nilai akidah dan perjuangan tidak dapat ditukar dengan kekayaan dunia.
Menurut Prof. Dr. Hamka dalam bukunya (tafsir al-Azhar), sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muqatil bahwa dua orang pemuka Quraisy
sangat
menolak
dakwah
Rasulullah,
dan
mempertahankan
kemusyrikan itu. Kedua orang tersebut adalah ‘Utbah bin Rabi’ah dan alWalid bin al-Mughirah pernah mendatangi Nabi SAW, yang tujuan keduanya adalah membujuk Nabi agar menghentikan dakwahnya ini. Bila ia menghentikan dakwah ini, perdamaian akan terjadi. Sebab hati mereka tidak akan disakitkan lagi. Hantaman dan caci makiannya kepada berhala yang mereka
sembah
itu
sangatlah
menyinggung
perasaan
dan
dapat
menghilangkan rasa hormat orang kepada mereka. Padahal mereka sebagai pemuka-pemuka Quraisy adalah keseganan bangsa Arab seluruhnya.48 Prof. Dr. Quraisy Shihab, juga mengatakan yang sama dalam bukunya (tafsir al-Misbah), bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan kedatangan tokoh kaum musyrikin yakni ‘Utbah bin Rabi’ah yang menawarkan kepada Nabi Muhammad SAW, agar berhenti melaksanakan dakwahnya. Sebagai 48
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1983), h. 283
imbalannya dia menjanjikan untuk mengawinkan beliau dengan anak gadisnya yang dikenal sangat cantik, sambil memberinya harta yang melimpah.49 Dalam riwayat lain yang dikemukakan oleh Abdur Razzaq, Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir yang bersumber dari Qatadah bahwa dia menerima khabar tentang Abu Jahal yang berkata: “Jika aku melihat Muhammad sedang shalat, aku akan injak tengkuknya”. Berkenaan dengan peristiwa itulah Allah SWT menurunkan ayat ini.
☺ ⌧ ”Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka,(24). Sebagai peringatan untuk tidak mengindahkan apa yang diucapkan oleh orang kafir.50 Tetapi meskipun dalam sebab-sebab turun ayat ini sebagaimana yang diungkapkan oleh beberapa pakar (ahli tafsir) di atas, ayat ini berlaku terus untuk selamanya. Jelasnya ayat ini melarang seorang mukmin, apalagi kalau ia sebagai pemimpin ummat agar tidak tergiur akan berbagai kesenangan duniawi yang ditawarkan oleh orang-orang yang penuh dosa dan maksiat, dengan tujuan hendak mematikan gerakan dakwah. 49
M. Quraish Sihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Cet. 1, h. 668. 50 Qamaruddin Shaleh, et all, Asbabun Nuzul Latar Belakang Turunnya Ayat-ayat al-Quran, (Bandung: CV. Dipenegoro, 1995), Cet. 17, h. 564.
B. Pandangan Para Mufassir Terhadap Surat al-Insan ayat 2426 1. Tafsir Q.S al-Insan ayat 24-26 menurut Prof. Dr. Hamka (Tafsir al-Azhar)
“Maka bersbar engkau atas ketentuan Tuhan engkau’. (pangkal ayat 24). Soal ketentuan Tuhan atau hukum Tuhan yang dimaksud di sini, yang Nabi SAW, hendaklah sabar menghadapinya dan menunggunya ialah soal waktu. Sudahlah pasti bahwa kebenaran itu akan menang juga pada akhirnya. Tetapi bilakah waktunya datang kemengan itu ? ini sangat bergantung kepada kesabaran manusia. Karena kadang-kadang, meskipun manusia telah yakin bahwa yang benar akan menang dan yang salah akan hancur, namun dia sebagai manusia tidak sabar menunggu. Maka sebagai seorang rasul, seorang Nabi yang memikul tanggung jawab seberat itu, Muhammad sangat memerlukan kesabaran dan tahan hati.
() وَﻟَﺎ ُﺗﻄِ ْﻊ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ ا ِﺛﻤًﺎ َا ْو َآ ُﻔ ْﻮرًا
“Dan
jangnlah engkau ikuti orang-orang yang berdosa atau yang kafir dikalangan mereka”. (ujung ayat 24). Orang yang berdosa, ialah dosa karena perbuatannya dan orang yang kafir ialah karena telah menolak sejak dari hati dan jiwanya. Untuk
menguatkan
jiwa
menghadapi
perjuangan
dan
untuk
meneguhkan hati dan melatih kesabaran, datanglah ayat Tuhan selanjutnya.
(ﻼ ً ﺻ ْﻴ ِ ﻚ ُﺑ ْﻜ َﺮ ًة ﱠوَا َ ﺳ َﻢ َر ﱢﺑ ْ )وَا ْذ ُآﺮِا “Dan sebutlah nama Tuhan engkau pagi dan petang”. (ayat 25). Menyebut nama Tuhan atau dzikir, yang dimaksud utama ialah sembahyang.
(ﺠ ْﺪﻟَﻪ ُﺴ ْ ﻞ َﻓ ِ ﻦ اﱠﻟ ْﻴ َ ) َو ِﻣ “Dan pada sebahagian malam hendaklah engkau sujud kepada-Nya”. (pangkal ayat 26). Dalam ayat 25 dan pangkal ayat 26 ini telah tercakup waktu sembahyang yang lima. Di ayat 25 disebutkan agar menyebut nama Allah pagi dan petang. Pagi ialah waktu subuh. Petang ialah waktu Zuhur dan ‘Ashar. Sebab masuknya waktu zuhur ialah setelah tergelincir matahari (zawaal) atau lepas tengah hari dan itulah disebut “setelah petang”. Di pangkal ayat 26 dikatakan, “dan pada sebagian malam hendaklah engkau sujud kepada-Nya. Ialah waktu Maghrib dan Isya. Kemudian ditambahkan pada lanjutan ayat:
(ﻼ ً ﻃ ِﻮ ْﻳ َ ﻼ ً ﺤ ُﻪ َﻟ ْﻴ ْ ﺳﱢﺒ َ ) َو
“Dan ucapkanlah tasbih terhadap-
Nya pada malam yang panjang”. (ujung ayat 26). Yang dimaksud mengucapkan tasbih pada malam yang panjang ialah shalat tahajjud atau qiyamul lail. Sembahyang lima waktu ditambah dengan tahajjud di malam yang panjang itu adalah alat penting bagi memperkaya jiwa dan memperteguh hati di dalam menghadapi tugas berat melakukan dakwah. Oleh sebab itu maka sesudah Nabi disuruh sabar menunggu keputusan Tuhan dan dilarang
mengikuti kehendak orang yang berdosa atau orang kafir, ibadat atau sembahyang atau zikir inilah yang disuruh sangat penting kepada Nabi.51 2. Tafsir Q.S al-Insan ayat 24-26 menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab (Tafsir al-Misbah).
☺ ⌧ ⌧ ⌧
⌧
Awal surah menguraikan bahwa Allah SWT, menciptakan manusia yang pada suatu ketika pernah tiada (ayat 1). Selanjutnya menyatakan bahwa Dia menciptakan manusia dan memberinya aneka potensi serta menunjuk jalan yang lurus dengan tujuan menguji mereka tetapi kemudian ternyata ada yang taat dan ada pula yang durhaka (ayat 2-3). Selanjutnya Allah menyinggung sanksi yang dipersiapkan untuk yang durhaka dan sedikit yang merinci ganjaran yang taat (ayat 4-22). Ayat diatas berbicara tentang petunjuk-Nya yakni al-Quran yang berfungsi sebagai petunjuk bagi umat manusia. Ayat-ayat diatas menyatakan: Sesungguhnya Kami hai Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril telah menurunkan kepadamu al-Quran dengan berangsur-angsur agar dengan mudah engkau menjawab setiap pertanyaan dan menyelesaikan setiap problem serta agar mudah dihafalkan dan diamalkan, dan kuat pula hatimu dengan kehadiran wahyu dari saat 51
Hamka, OpCit, h. 283-285
kesaat, maka bersabarlah sepanjang masa – apapun yang terjadi – menghadapi ketetapan Tuhanmu, antara lain menanggung beban penyampaian risalah dan pembangkangan umatmu. Dan janganlah ikuti siapapun dari mereka yakni masyarakat Mekkah yang berdosa dan yang sangat kafir yang mengusulkan agar engkau mengusulkan dakwahmu – walaupun mereka ditokohkan dan disegani oleh masyarakat, dan bersamaan dengan itu, untuk menguatkan hatimu menghadapi kesulitan serta agar engkau memiliki bekal yang cukup dalam mengatasi semua persoalan, maka berdzikirlah dengan mengingat-ngingat dan menyebut nama Tuhanmu antara lain dengan melaksanakan shalat pada waktu pagi yakni shalat subuh dan waktu petang yakni shalat Zhuhur dan Ashar; dan juga pada sebagian malam, maka sujudlah kepada-Nya yakni shalat Maghrib dan Isya dan bertasbihlah kepadaNya yakni laksanakan shalat Tahajjud pada bagian yang panjang di malam hari yakni setengah malam, atau lebih sedikit atau kurang sedikit.52 Tugas penyampaian risalah kenabian dinamai oleh ayat di atas hukum/ketetapn Tuhan karena risalah kenabian tidak dapat diusahakan. Ia adalah penunjukan Allah secara langsung tanpa keterlibatan siapapun selainNya. Konsekuensi penyampaian risalah bahkan dakwah kebenaran juga merupakan ketetapan Tuhan. Yakni telah merupakan keniscayaan bagi penganjur kebaikan bahwa ia pasti menghadapi tantangan dan rintangan.
52
M. Quraish Sihab, Op Cit, h. 667-668.
3. Tafsir Q.S al-Insan ayat 24-26 menurut Ahmad Musthafa al-Maraghi (Tafsir al-Maraghi). Maka bersabarlah kamu terhadap cobaan dan ujian dari Tuhanmu, karena ditunadanya pertolonganmu atas orang-orang musyrik. Dan bersabarlah kamu dalam menghadapi gangguan-gangguan dalam menyampaikan risalah dan wahyu yang diturunkan kepadamu, karena pada yang demikian, terdapat akibat terpuji dan tujuan yang menentramkan hatimu.
☺ ⌧ Janganlah kamu mengikuti setiap orang yang melakukan dosa dan melampaui batas dalam kekafiran. Apabila seseorang yang berdosa seperti ‘Utbah bin Rabi’ah mengatakan kepadamu, “Tinggalkanlah shalat, aku akan mengawinkan engkau dengan anak perempuanku dan dia akan aku berikan kepadamu tanpa mahar (maskawin).”Aku berikan kepadamu harta, hingga engkau merasa senang, apabila engkau mundur dari urusan ini.” Maka janganlah kamu menuruti seorangpun dari keduanya itu, dan jangan pula menuruti perkataan orang lain. Sungguh telah Aku sediakan bagimu kemenangan di dunia dan surga di akhirat. Ayat ini memuat larangan kepada Rasulullah SAW, agar ia tidak mengikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir, padahal dia memang tidak mengikuti sdeorang pun dari keduanya itu. Ini merupakan isyarat bahwa
manusia memerlukan petunjuk yang terus menerus, karena di dalam tabiat kejadiannya terdapat syahwat yang mengajaknya untuk mengerjakan keburukan-keburukan. Oleh karena itu, maka wajib bagi setiap muslim untuk memohon dan bersungguh-sungguh kepada Allah, agar Allah melindunginya dari memperturutkan hawa nafsu, dan menjaganya dari melakukan perbuatanperbuatan yang diharamkan, supaya dia selamat dari kebinasaan dan dosa, dan supaya Tuhannya menyampaikan kepadanya lembaran-lembaran amal dari dosa-dosa. Ringkasnya, janganlah kamu menuruti seorang pun dari orang-orang berdosa yang mengajakmu kepada dosa, dan jangan pula kamu menuruti seorang pun dari orang-orang kafir yang mengajakmu kepada kekafiran.
⌧ Kekalkanlah untuk mengingat Tuhanmu disegala waktu, dengan hati dan lisanmu.
Dan shalatlah kamu pada sebagian malam, seperti shalat maghrib dan ‘isya.
⌧
⌧
Dan bertahajjudlah karena-Nya pada sebagian malam.53
53
Ahmad Musthafa al-Maraghi,Op Cit, h. 299-300
Perintah mengerjakan shalat pada sebagian waktu malam, yakni shalat maghrib dan Isya, kemudian lagi dengan shalat tahajjud pada malam hari, sebagai mana yang disebutkan dalam ayat lain
☺ Artinya: “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu menganngkat kamu ke tempat yang terpuji”.(QS alIsra’:79) 54 4. Tafsir Q.S al-Insan ayat 24-26 menurut Bahtiar Surin (Tafsir Al-Dzikra).
☺ ⌧ Karena itu, bersabarlah terhadap segala ujian Tuhanmu, dan janganlah engkau turuti rayuan orang-orang berdosa atau bujukan orang-orang kafir. Diceritakan bahwa ‘Utbah bin Rabi’ah pernah merayu nabi Muhammad saw, untuk mengawinkan beliau dengan salah seorang anak gadisnya tanpa mahar Asal beliau mau meninggalkan shalat. Begitu juga
Walid bin Mughirah
pernah membujuk dengan harta benda asal mau berbalik surut dari menyebarkan agama Islam.
54
Departemen Agama, al-Quran dan Tafsirnya, (Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Quran, 1990),
h. 548
⌧ Dan sebutlah nama Tuhanmu pagi dan petang, (Ingatlah kepada Tuhan setiap saat dengan hati dan lisan). ⌧
⌧
Sedikit waktu dimalam hari kerjakanlah shalat, (maksudnya shalat maghrib dan isya). Dan dimalam yang panjang bertsabihlah kepada-Nya, (maksudnya shalat tahajjud).55 5. Tafsir Q.S al-Insan ayat 24-26 menurut Sayyid Quthb (Tafsir Fi Zhilalil Quran).
☺ ⌧ Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan)
ketetapan Tuhanmu, dan
janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka. Urusan-urusan itu (dakwah) digantungkan kepada qadar Allah. Dia memberi kesempatan kepada kebatilan dan keburukan, memberi waktu yang panjang untuk memberi ujian dan cobaan kepada orang-orang yang beriman.
55
Bahtiar Surin, Tafsir al-Dzikra, (Bandung: PT Angkasa, 1991), h. 2564-2565
Semua itu karena adanya hikmah yang hanya Dia yang mengetahui, yang dengannya Dia jalankan qadar-Nya dan Dia laksanakan ketetapan-Nya.
ﻚ َ ﺤ ْﻜ ِﻢ َر ﱢﺑ ُ ﺻﺒْﺮ ِﻟ ِْ ﻓَﺎ
“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan)
ketetapan Tuhanmu” ketika tiba waktu yang ditentukan. Bersabarlah menghadapi kebatilan yang menang dan kejahatan yang berkembang. Kemudian lebih bersabarlah berpegang kepada kebenaran yang diberikan kepadamu yang diturunkan bersama al-Quran. Bersabarlah dan janganlah kamu dengar tawaran mereka untuk berdamai dan berkompromi di tengah jalan menurut perhitungan akidah.
“ وَﻟَﺎ ُﺗﻄِ ْﻊ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ اﺛِﻤًﺎ َا ْو َآ ُﻔ ْﻮرًاDan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka”. Karena mereka tidak akan mengajakmu kepada ketaatan, kebajikan, dan kebaikan, sebab mereka adalah orang-orang yang suka berbuat dosa dan melakukan kekufuran. Mereka hanya akan mengajakmu kepada dosa dan kekufuran ketika mereka mengajakmu untuk berkompromi di tengah jalan dakwahmu, dan ketika mereka menawarkan kepadamu sesuatu yang mereka kira akan menyenangkanmu dan memuaskanmu.56
56
Yang dimaksud dengan (berkompromi) adalah tawaran damai yang dilakukan oleh orang kafir kepada Nabi, yang berupa hal keduniawian yaitu sebagaimana Uthbah bin Rabi’ah yang menjanjikan akan mengawinkan anak gadisnya dengan beliau tanpa mahar. Seperti juga yang dilakukan al-Walid bin Mughirah yang menjanjikan akan memberikan harta kekayaan kepadanya dengan syarat bilamana Nabi berhenti dari berdakwah. Lihat tafsir alKabir, 30/258, tafsir Qurthubi, 19/ 147, tafsir Hasyiat al-Shawy, 4/278, dan Shafwat alTafasir, 3/472.
⌧ ⌧
⌧
Dan sebutlah nama Tuhanmu pada pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari. Inilah bekal itu. Sebutlah nama Tuhanmu pada waktu pagi dan petang, dan bersujudlah dan bertasbihlah kepada-Nya pada malam yang panjang, karena yang demikian itu adalah berhubungan dengan sumber yang telah menurunkan al-Quran kepadamu, dan memberikan jaminan kepadamu di dalam melaksanakan dakwah. Dialah sumberkekuatan, perbekalan dan pertolongan. Berhubungan dengan-Nya melalui berdzikir, beribadah, berdo’a dan bertasbih dalam malam yang panjang, karena jalan dakwah itu panjang dan berat, dan sudah tentu membutuhkan perbekalan yang banyak dan dukungan yang besar. Sesungguhnya Allah maha penyayang. Ia menjamin dakwah hambaNya, menurunkan al-Quran kepadanya, serta mengetahui beban-beban tugasnya dan hambatan-hambatan jalannya. Karena itu, tidak dibiarkan-Nya nabi-Nya SAW tanpa pertolongan dan bantuan. Bantuan yang diberikan Allah SWT ini merupakan bekal yang sebenarnya serta layak bagi perjalanan berat yang penuh duri itu.
Hakikat yang seharusnya para juru dakwah hidup di dalmnya adalah hakikat yang diberitahukan Allah kepada shahibud da’wah pertama Nabi Muhammad SAW. Yaitu bahwa penugasan dakwah itu urusan dari sisi Allah SWT, karena Dialah pemilik dakwah itu, dan kebenaran yang diturunkan-Nya tidak mungkin boleh dicampur dengan kebatilan yang diserukan oleh orangorang yang berbuat dosa dan kafir itu. Karena keduanya merupakn dua sistem yang berbeda, dan dua jalan yang tidak mungkin bertemu. Jika kebatilan dengan segala kekuatan dan pasukannya dapat mengalahkan golongan mukmin yang minoritas dan lemah, maka hal itu adalah untuk suatu hikmah yang hanya Allah yang mengetahuinya. Karena itu, diperlukan kesabaran sehingga Allah mendatangkan keputusan-Nya. Hendaklah terus memohon kekuatan dan pertolongan kepada Allah dengan berdo’a dan bertsabih kepda-Nya pada malam-malam yang panjang, untuk menjadi bekal di dalam menempuh jalan dakwah ini.57
C. Kandungan Surat al-Insan Secara garis besar ketiga ayat ini mengandung dua unsur; Yang pertama, yaitu perintah yang diberikan Allah SWT kepada rasul-Nya. Dan kedua yaitu yang bersifat larangan.
57
191-193
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Quran, terj, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), Cet. 1, h.
Yang bersifat perintah, bahwasanya Allah SWT menyuruh kepada rasul-Nya untuk selalu bersikap sabar dalam menghadapi ketentuan yang telah digariskan Allah kepadanya. Dan yang bersifat larangan hendaknya Nabi Muhammad SAW jangan mengikuti bujukan dan rayuan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadapnya. Sebagai seorang rasul yang membawa misi risalah ilahiah (agama Islam) ini merupakan tugas yang sangat berat baginya. Karena beliau sendiri mengetahui persis bagaimana karakteristik masyarakat Arab pada saat itu, namun ini merupakan ketetapan tuhan yang memang sudah seharusnya dilaksanakan bagi seorang rasul. Para ahli tafsir memberikan penafsiran yang sama terhadap ayat ini, karena didalam tiga ayat ini tersimpan sebuah hakikat yang sangat besar dari hakikathakikat dakwah imaniah. Yaitu suatu hakikat bagaimana seharusnya para juru dakwah mengajak mereka kejalan keimanan yang sebenarnya. Rasulullah SAW, menghadapi kaum musyrikin dengan mengajak mereka kepada agama Allah yang Esa. Akan tetapi, beliau tidak hanya menghadapi persoalan akidah semata yang ada didalam jiwa mereka. Akan tetapi persoalan yang dihadapi Rasulullah pada saat itu, adalah kondisi lingkungan yang meliputi akidah dan sikap hidup mereka. Inilah yang membuat mereka menentang ajakan (dakwah) Rasulullah yang sedemikian keras.
Penentangan yang begitu keras yang dilakukan oleh orang-orang kafir bukan hanya dalam bentuk fisik dan physikis, tetapi kilauan dunia pun dilakukan oleh mereka terhadap Rasulullah dengan syarat beliau mau berhenti dari dakwahnya. Jadi pada hakikatnya ayat ini merupakan modal dasar bagi para juru dakwah agar tidak melupakan prinsip dasar dari ayat tersebut, yakni selalu bersikap sabar dan tidak melupakan ibadah baik yang bersifat mahdhah ataupun ghair mahdhah serta zikir sebagi pengingat kita akan kebesaran dan pertolongan Allah SWT. Disamping itu ayat ini melarang seorang mukmin, apalagi kalau ia sebagai pemimpin ummat atau pun pendidik jangan sampai tergiur akan kesenangan duniawi yang ditawarkan oleh orang-orang yang penuh dosa dan maksiat, dengan tujuan hendak mematikan gerakan dakwah.
BAB IV ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN DALAM SURAT AL-INSAN DAN APLIKASINYA DALAM BINGKAI PENDIDIKAN ISLAM
A. Aspek-aspek Pendidikan dalam surat al-Insan ayat 24-26 1. Sabar Aspek pendidikan pertama yang terkandung dalam surat al-Insan adalah tentang kesabaran. a. Pengertian Sabar Makna
sabar
ialah
اﻟﺤﺒﺲ
:
Menahan
dan
اﻟﻤﻨﻊ
:
Mencegah.58sedangkan menurut istilah, sabar yaitu tabah, yakni dapat menahan diri dari melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukumhukum Islam baik dalam keadaan lapang maupun sulit, mampu mengendalikan nafsu yang dapat mengguncang iman.59 b. Macam-macam sabar Menurut Said Hawwa dalam bukunya Mensucikan Jiwa kesabaran itu terbagi kepada tiga macam: Pertama, sabar atas ketaatan, Kedua, sabar dari kemaksiatan, Ketiga, sabar menerima cobaan.60
58
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Sabar Perisai Seorang Mukmin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 1999), h. 19 59 M. Abdul Mujieb, et, all, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), cet, ke 1, h. 302 60 Said Hawwa, Mensuciikan Jiwa: Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu, (Jakarta: Robbani Press, 1998), h. 370
Yusuf al-Qardhawi sebagaimana yang telah dikutip oleh Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., MA, bahwa sifat sabar terdiri atas enam macam, diantaranya: 1. Sabar menerima cobaan hidup. 2. Sabar dari keinginan hawa nafsu. 3. Sabar dalam taat kepada Allah. 4.
Sabar dalam berdakwah.
5. Sabar dalam perang. 6. Sabar dalam pergaulan.61 c. Keutamaan sabar Sifat sabar dalam Islam menempati posisi yang istimewa. Al-Quran mengaitkan sifat sabar dengan bermacam-macam sifat mulia lainnya. Antara lain dikaitkan dengan keyakinan, syukur, tawakkal dan taqwa, sebagaimana ayat-ayat berikut ini:
☺ ☺ Artinya: ” Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar . Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”.( QS. AsSajadah 32: 24).
61
sekian
H. Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1999), Cet, Ke 1, h.
☺
⌧ Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, : "Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah ". Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur. (Q.S Ibrahim 14: 5)
☺
⌧
Artinya: “Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui. (41) Orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal. (QS. Al-Nahl 16: 41-42) Karena sabar merupakan sifat mulia yang istimewa, tentu dengan sendirinya orang-orang yang sabar juga menempati posisi yang istimewa.misalnya dalam menyebutkan orang-orang beriman yang akan mendapat sorga dan keridhaan Allah SWT, orang-orang yang sabar
ditempatkan dalam urutan pertama sebelum yang lainnya.62 Perahatikan firman Allah berikut ini:
⌧
☺ ☺ Artinya: “Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?". Untuk orang-orang yang bertakwa , pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. Dan isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. orang-orang yang berdo'a: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka," orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta'at, yang menafkahkan hartanya , dan yang memohon ampun di waktu sahur .(QS. Ali ‘Imran: 15-17). 2. Dzikir a. Pengertian Dzikir 62
Ibid, h.
Secara etimologi dzikir berasal dari bahasa arab; yang artinya mengingat atau menyadari.63 Menurut DR. Asep Usman Ismail, dzikir adalah upaya menghubungkan diri secara langsung dengan Allah, baik dengan lisan maupun dengan hati atau dengan memadukan keduanya secara simfoni.64 Menurut Hasbi Ash-shiddiqy, dzikir adalah menyebut nama Allah SWT dengan membaca tasbih (subhanallah), tahmid (alhamdulillah), taqdis (quddusun), hauqalah (laa haulawalaquwwata illa billah), hasbalah (hasbiayallah), basmalah, dan membaca al-Quran serta doa-doa yang diterima dari nabi-nabi. Sedangkan menurut al-Hafizh dalam Fathul Barie, dzikir yaitu segala lafaz (ucapan) yang disukai para umat membacanya dan memperbanyak membacanya untuk menghasilakan jalan mengingat dan mengenang akan Allah SWT. Beliau juga mengatakan bahwasanya dipandang berdzikir juga mengerjakan segala tugas agama yang diwajibkan Allah dan menjauhi larangan-Nya.65 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwasanya dzikir yaitu upaya yang dilakukan untuk menghubungkan diri secara langsung kepada Allah SWT, melalui jalan 63
Luice Ma’luf, Al-Munjid Fi Lughati Wa al-A’alam, (Bairut: al-Maktabatu Syar’iyyah, 1986), h. 236 64 Qamaruddin (ed), Dzikir Sufi Menghampiri Ilahi Lewat Tasawuf, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2000), Cet. Ke-1, h. 26 65 Hasbi Ash shiddiqy, Pedoman Dzikir dan Doa, (tt: Thinkers Library, SDN BHD: 1994), Cet. Ke-5, 37-38
mengingat dan mengenang Allah SWT baik secara lisan maupun hati, agar dapat menjalankan segala yang diperintahkan (diwajibkan) Allah SWT dan meninggalkan segala yang dilarang Allah SWT dengan baik.
b. Dasar dan Tujuan Dzikir 1). Dasar dzikir Adapun nash yang menjadi dasar perintah berdzikir antara lain, firman Allah SWT :
(41 :)اﻻﺣﺰب.ﻳَﺄَ ﱡﻳﻬَﺎاﱠﻟﺬِ ْﻳﻦَ ﺁ َﻣﻨُﻮا ا ْذ ُآﺮُوا اﷲ ِذ ْآﺮًا َآ ِﺜ ْﻴﺮًا Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kamu sekalian (dengan menyebut nama Allah) dengan dzikir sebanyak-banyaknya”. (Q.S Al-Ahzab:41)
Firman Allah SWT: (152:ن )اﻟﺒﻘﺮة َ ﺷ ُﻜ ُﺮوْاﻟِﻰ َوﻟَﺎ َﺗ ْﻜ ُﻔ ُﺮ ْو ْ ﻓَﺎ ْذ ُآ ُﺮ ْوﻧِﻰ َا ْذ ُآ ْﺮ ُآ ْﻢ وَا Artinya: “Karena itu, ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu kufur”. (Q.S Al-Baqarah: 152) Ketika para sahabat kepada bertanya Abdullah bin Abbas mengenai interpretasi firman Allah: “Dzikrlah kamu sekalian kepadaKu; nantipun Aku ingat kepadamu”. Ia menjawab. “dzikirlah kamu sekalian kepada-Ku dengan jalan taat kepada-Ku nanti Aku ingat
kepadamu dengan pertolongan-Ku”. Seperti halnya dengan pernyataan di atas, Said bin Jubair berkata: Bahwasanya apabila hamba-Nya ingat kepada Allah dengannya dan dengan ampunan-Nya. Sedangkan sebagian ulama menafsirkan ayat dzikir di atas sebagai berikut :“Ingatlah kalian kepada-Ku dengan hikmah; niscaya Aku ingat kepadamu dengan nikmat-Ku untukmu”.66 Dzikir adalah tali yang menghubungkan antara hamba dengan Tuhannya. Dzikir adalah jalan yang menyampaikan kepada kecintaan Allah dan keridhaan-Nya. Dzikir adalah tangga yang dengannya engkau dapat sampai kepada nikmatnya keagungan dan keindahan.67 Oleh karena itu berdzikir kepada Alah SWT itu tidak terpaku pada situasi tertentu. Sebagaimana firman Allah:
☺ ⌧ ⌧
⌧ ⌧ Artinya:“orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi : "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-
66
Usman Said Sarqawi, Dzikir Itu Nikmat, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-1, h. 8-9 67 Ibid, h. xiii
sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’”. (Q.S Al-Imran: 191) Dari ayat di atas telah dijelaskan bahwasanya berdzikir kepada Allah itu tidak terbatas pada situasi tertentu, akan tetapi dapat dilakukan sambil duduk, berdiri maupun berbaring. Adapun Hadits yang dijadikan pegangan antara lain:
ﻲ ل اﻟ ﱠﻨِﺒ ﱡ َ ﻗَﺎ:ل َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﻲ اﷲ َﺿ ِ ﺚ أَﺑِﻰ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ٌ ﺣ ِﺪ ْﻳ َ ﻦ ﻇﱢ َ ﻋ ْﻨ َﺪ ِ ل اﷲ َﺗﻌَﺎﻟﻰ َأﻧَﺎ ُ َﻳ ُﻘ ْﻮ:ﺳﱠﻠ َﻢ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﷲ ُ ﺻَﻠﱠﻰ ا .ﺴ ِﻪ ِ ن َذ َآ َﺮﻧِﻰ ﻓِﻰ َﻧ ْﻔ ْ ﻋ ْﺒﺪِى َوَاﻧَﺎ َﻣ َﻌ ُﻪ اِذَا َذ َآ َﺮﻧِﻰ َﻓِﺎ َ ن َذ َآ َﺮﻧِﻰ ﻓِﻰ َﻣَﻠِﺈ َذ َآ ْﺮ َﺗ ُﻪ ﻓِﻰ َﻣَﻠِﺈ ْ ﺴِﻰ َوِا ِ َذ َآ ْﺮ ُﺗ ُﻪ ﻓِﻰ َﻧ ْﻔ ن ْ َوِا.ب ِاَﻟ ْﻴ ِﻪ ِذرَاﻋًﺎ َ ﺸ ْﺒ ٍﺮ َﺗ َﻘ ﱠﺮ ِ ﻲ ِﺑ ب ِاَﻟ ﱠ َ ن َﺗ َﻘ ﱠﺮ ْ ﺧ ْﻴ ٍﺮ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ َوِا َ ً ﻲ ِذرَا ب ِاَﻟ ﱠ َ َﺗ َﻘ ﱠﺮ .ن َاﺗَﺎﻟِﻰ ﻳَ ْﻤﺸِﻰ ْ َوِا. َﺗ َﻘﺮﱠ ْﺑ ُﺘ ُﻪ ِاَﻟ ْﻴ ِﻪ ﺑَﺎﻋًﺎ.ﻋﺎ ( )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى و ﻣﺴﻠﻢ.َا َﺗ ْﻴ ُﺘ ُﻪ ُه ْﺮ َوَﻟ ًﺔ Artinya: “Abu hurairah r.a berkata: Nabi SAW bersabda: “ Allah Ta’ala berfirman: “Aku selalu mengikuti hamba-hamba-Ku, dan selalu membantunya selama ingat kepada-Ku, jika ia ingat kepada-Ku dalam hatinya Aku ingat padanya dalam diri-Ku, dan jika ia ingat kepda-Ku ditengah-tengah orang banyak, Aku ingat padanya dihadapan malaikat yang jauh lebih baik dari pada masyarakatnya. Dan jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekatnya sedepa, dan bila ia datang kepada-Ku berjalan, maka Aku dating kepadanya berlari”. (H.R Bukhari, Muslim).68
Sabda Nabi yang lain adalah :
68
Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, Terj. H. Salim Bahreisy, al-Lu’lu Wa al-Marjan, (Surabaya: PT. Bina Offset), h.1017
ﺖ ﺑِﻰ ُ ﺤ ﱠﺮ ْآ َ ﻋ ْﺒﺪِى ِإذَا ُه َﻮ َذ َآ َﺮﻧِﻰ َو َﺗ َ َاﻧَﺎ َﻣ َﻊ:ل ُ ﷲ َﻳ ُﻘ ْﻮ َ نا ِإ ﱠ (ﺷﻔَﺎ َﺗ ُﻪ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ َ Artinya: “Telah berfirman Allah SWT (dalam suatu hadits qudsiy). “Aku bersama-sama hamba-Ku selama ia mengingat Aku dan bibirnya bergerak menyebut nama-Ku.69 Sabda Nabi :
ل اﷲ ُ ﺳ ْﻮ ُ ل َر َ ﻗَﺎ:ل َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﻞ َر ٍ ﺟ َﺒ َ ﻦ ِ ﻦ ُﻣﻌَﺎ ٍذِا ْﺑ ْﻋ َ ب اﷲ ِ ﻦ ﻋَﺬَا ْ ﺊ أَﻧْﺠﻰ َﻟ ُﻪ ِﻣ ٌ ﻣَﺎﺷَ ْﻴ:ﺳﱠﻠ َﻢ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﷲ ُ ﺻَﻠﱠﻰ ا (ﻦ ِذ ْآﺮُاﷲ )رواﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬى ْ َﻣ Artinya: “Tidak ada satupun yang lebih dapat menyelamatkan dari azab Allah kecuali zikrullah”70 2). Tujuan dzikir Dzikir yang dilakukan oleh seorang ahlu dzikir akan memberi dampak positif bagi jiwa. Salah satu tujuannya yaitu untuk menggapai mahhabah Ilahiah. Selain itu ada juga tujuan-tujuan lain yang terkandung dalam perintah dzikir diantaranya: a). Untuk mencapai kualitas keimanan seseorang. Sesuai dengan konsep kaum sufi, manusia mempunyai dua dimensi. Pertama disebut unsur lahut, yakni potensi Ilahiah yang selalu mendorong dirinya untuk merindukan kembali dan mencintai kebenaran. Kedua unsur nasut, sebagai makhluk bumi 69
Al-Ghazali, Rahasia Dzikir dan Doa, (Jakarta: Karisma), h. 14
70
Ibid, h. 882
yang memiliki kelemahan-kelemahan, sehingga pada saat tertentu ia mudah jatuh ke dalam kemerosotan moral dan spiritual.71 b). Untuk mensucikan hati . Manusia akan menemukan tingkat kedekatan pada tuhan selagi ia terus menerus berada dalam dzikir, dan terus-menerus menghindari dari segala sesuatu yang dapat melupakan Tuhan, dan merupakan pembuka kunci tabir yang menutupi hubungan hamba dengan Tuhan.72 c). Dzikir memberikan dorongan untuk memperoleh pahala dan ampunan juga keberuntungan syurga. Firman Allah SWT:
.... ⌧ ☺ Artinya: ….“Laki-laki dan wanita yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Q.S Al-Ahzab: 35).
c. Macam-Macam Dzikir Menurut Usman Sa’id Sarqawi dalam bukunya Dzikir Itu Nikmat, bahwa dzikir kepada Allah terbagi atas tiga macam: dzikir hati, dzikir
71 72
Qomaruddin, Op Cit, h. 26-27 Achmad Suyuti, Percik-percik Kesufian, (Jakarta: Amani, 1996), Cet Ke- 1, h. 160
lisan, dan dzikir ketika bertemu
dengan apa yang dilarang dan
diharamkan Allah. Dzikir dengan hati adalah dzikir yang paling tinggi; misalnya berpikir tentang keagungan alam, kegagahan, kerajaan, keindahan ciptaan-Nya, dan ayat-ayat-Nya di langit dan di bumi. Adapun dzikir dengan lisan adalah dzikir kepada Allah dengan membaca tasbih, tahlil, tahmid, membaca al-Quran, istigfar, doa dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan dzikir kepada Allah ketika hendak melakukan apa yang dilarang dan diharamkan Allah juga merupakan dzikir yang agung karena dengan demikian seorang muslim akan melaksanakan apa yang diperintahkan Allah, serta menjauhi apa yang dilarang bahkan yang syubhat.73 Menurut Ustadz Asy-Syaikh dzikir itu ada dua macam yaitu dzikir lisan dan dzikir hati. Menurutnya dzikir lisan bagi seorang hamba yang menggunakan tehniknya akan menghantarkannya pada kelanggengan dzikir hati. Dzikir lisan mempunyai pengaruh pada dzikir hati, jika hamba berdzikir dengan hati dan lisannya sekaligus, maka ia adalah ahli dzikir yang sempurna dalam sifat dan tingkah laku spiritualnya.74 Menurut Thariqah Naqsabandiyah dzikir itu terbagi dua macam: 1). Dzikir Qalbi (hati) 73
Usman Said Sarqawi, Op Cit, h. 3-4 Abul Qasim Abdul Kosim Hawazin, Al-Qusyairi An-Naisaburi Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tsawuf, (Jakarta: Pustaka Amani, 1998), Cet. Ke-1, h. 318 74
2). Dzikir lisan (lidah).75 Menurut Hujjatul Islam dzikir itu ada empat: dzikir lisan, dzikir lisan disertai hati secara dipaksa-paksa, dzikir dengan hati secara lugas dan hadirnya pada lisan tanpa dipaksa-paksa, dzikir yang benar-benar merasuk kedalam hati sanubari sehingga orang yang berdzikir merasa tenggelam didalamnya.76 Menurut Imam Fakhrur Razi, dzikir itu ada tiga macam: 1. Dzikir lisan, yaitu mengucapkan kalimat suci dengan lidah seperti mengucap subhanallah, al-Hamdulillah, La ilaha illallah, Allah, dan lain sebagainya. 2. Dzikir hati, ialah tafakkur mengingat Allah. 3. Dzikir anggota, yaitu tenggelam dalam ketatan.77 Sedangkan dikalangan tasawuf ada dua macam dzikir yang dikenal yaitu dzikir jail dan dzikir khafi. Dzikir jali yaitu dzikir yang diucapkan dengan suara keras secara bersama-sama sehingga membentuk paduan suara yang indah. Paduan suara ini membentuk suasana batin sendiri bagi kehidupan jiwa pendzikir. Sedangkan dzikir khafi yaitu dzikir yang diucapkan dalam hati.78 d. Adab Dalam Berdzikir 75
H.A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsabandiyah, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikr, 1996), Cet. Ke-2, h. 53 76 Syaikh Ratib Al-Haddad, Mutiara Dzikir dan Doa, (Bandung: PT. Pusaka Hidayah, 2000), Cet. Ke-1, h. 36 77 H.A. Fuad Said, Op Cit, h. 58-59 78 Qamaruddin (ed), Op Cit, h. 181
Agar dzikir itu terkesan di dalam hati, maka harus dilakukan dengan menjaga adab-adabnya, karena jika tidak maka ia hanya akan merupakan ucapan-ucapan belaka yang tidak mempunyai kesan sama sekali. Para ulama telah merumuskan adab dan tata cara dzikir yang diantaranya yang paling harus diperhatikan bagi seseorang yang berdzikir yaitu: a. Khusyu dan sopan, memperhatikan makna-makna lafal dan memahami tujuannya, serta memerangi kekusutan dalam pikiran. b. Merendahkan suara sedapat mungkin dengan disertai kesadaran dan kemauan yang sungguh-sungguh tidak dipengaruhi dengan yang lain. Sebagaimana firman-Nya:
⌧
Artinya; “Dan sebutlah nama tuhan mu dalam hati dengan hikmat dan penuh rasa takut, dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang. Dan janganlah engkau termasuk orang yang lalai”. (Q.S Al-A’raf: 205). c.
Bersesuaian dengan para jamaah, jika dilakukan dengan berjamaah.
d. Bersihkan pakian dan tempatnya. menjaga kekhusyuan dan adabadabnya.79
79
Al-Ikhwanul Muslimun, As’ad Yasin, Salimin BA, Pedoman Dzikir, Wirid, dan Doa, (Surabaya: Al-Ikhlas), h. 22-23
Selain adab-adab yang telah dianjurkan di atas ada juag waktu-waktu yang dimakhruhkan melakukan dzikir diantaranya: ketika sedang mengeluarkan hajat, melakukan jimak, ketika khutbah sedang dilakukan, ketika sedang berdiri dalam shalat, ketika sedang mengantuk, tetapi tidak makruh melakukan dzikir di jalanan begitu pula di kamar mandi.80 3. Shalat Tahajud a. Pengertian Shalat Tahajud Secara etimologi kata “tahajud” berasal dari fi’il tsulasi (terdiri dari tiga huruf), dalam kamus munjid berakar dari kata " "هﺠﺪyang maksudnya tidur di malam hari atau sebaliknya bangun diwaktu malam (tidak tidur). Bentuk kata “tahajjud” adalah masdar dari fi’il tsulasi mazid yaitu fi’il khumasi yang mempunyai arti shalat di malam hari.81 Ada juga yang mengatakan bahwa kata “Tahajjud berasal dari kata kerja fi’il ( )ﻓﻌﻞyaitu ( )ﺗﻬﺠﺪArtinya ﺗﻌﺒﺪ ﻟﻴﻼatau اﻣﻀﻲ اﻟﻠﻴﻞ ﻓﻲ اﻟﺼﻼةyakni melakukan ibadah atau shalat diwaktu malam (bertahajjud).82 Sedangkan menurut terminologi shalat tahajjud adalah shalat sunnah yang dikerjakan setelah tidur dimalam hari.83 Ada juga yang
80
Imam Nawawi, Khasiat Dzikir dan Doa, (Sinar Baru Al-Gesindo, 1995), h. 21 Louis Ma’luf, Al-Munjid, (Berirut: Al-AthbahAl-Kasulikiyyah, 1972), cet. Ke 5, h.938 82 Attabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pon-Pes Krapyak, 1996), cet, ke 1. h, 599 83 Kamaluddin El-Abad, Bimbingan Praktis Qiyamul Lail Lengkap Dengan Ilmu dan Amal, (Jakarta: Simpelx, 1996), cet, ke 1. h, 4 81
mendefinisikan shalat tahajjud yaitu shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu malam, mulai setelah shalat isya hingga shalat fajar.84 b. Kedudukan Shalat Tahajjud 1. Hukum melaksanakan shalat tahajjud Pada awal kemunculan dakwah dan risalah, shalat tahajjud hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW. Perintah wajib tersebut, berjalan selama setahun, kemudian menjadi sunnah. Hal ini berdasarkan jumhur ulama dan empat imam.85 An-Nawawi berkata, “lalu shalat malam (tahajjud) menjadi sunnah bagi rasulullah SAW dan umat Islam, sdang shalat malam (tahajjud) bagi umat sunnah hukumnya menurut ijma.86 Melihat Nabi SAW dan para sahabatnya senantiasa melaksanakan shalat tahajjud dan beliaupun menganjurkan umatnya supaya senatiasa melaksanakannya. Hal ini menunjukan kepada sangat pentingnya dan afdhalnya qiyamul lail (tahajjud). Dengan demikian maka shalat tahajjud hukumnya sunnah muakkadah.87 2. Keutamaan Shalat Tahajjud
84
Abdul Ghani Azmi bin Haji Idris, Pedoman Shalat-Shalat Sunnah Menurut Sunnah Rasulullah, (Kuala Lumpur: Darul Nu’man, 1996), cet, ke 2, h. 116 85 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, (Beirut: Darul Fikr, 1995), jilid IV, h. 3 86 Imam An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi An-Nawawi, (Beirut: Darrul Fikr, 1983), jilid VI, h. 26-27 87 Kamaluddin El-Abad, Op.Cit, h. 4
Sebagaimana kita ketahui bahwa shalat tahajjud mempunyai banyak keutamaan, diantara keutamaan tersebut adalah: 1). Shalat tahajjud merupakan shalat sunnah yang paling utama. Hal ini berdasarkan hadits Nabi:
ﷲ ِ لا ُ ﺳ ْﻮ ُ ل َر َ ﻗَﺎ:ل َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﻦ اَﺑِﻰ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ْﻋ َ ن َ ﺷ ْﻬ َﺮ َر َﻣﻀَﺎ َ ﺼﻴَﺎ ِم َﺑ ْﻌ َﺪ ﻞ اﻟ ﱢ ُﻀ َ ﺳﱠﻠ َﻢ َا ْﻓ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻَﻠﱠﻰ اﷲ ﺻﻠَﺎ َة َ ﻀ َﺔ َ ﻼ ِة َﺑ ْﻌ َﺪ ا ْﻟ َﻔ ِﺮ ْﻳ َﺼ ﻞ اﻟ ﱠ ُﻀ َ ﺤ ﱠﺮ َم َوَا ْﻓ َ ﺷ ْﻬ ُﺮ اﷲ اْﻟ ُﻤ َ ( )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ.ﻞ َ اﱠﻟ ْﻴ Artinya:“Dari Abi Hurairah berkata R. A: Rasulullah SAW pernah ditanya “ Puasa apakah yang lebih utama setelah ramadhan? Jawab beliau “ Puasa dibulan Allah muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim).88 2). Dalam shalat tahajjud terdapat saat ijabah.
ﺧ َﺮ ِة ِاﻟﱠﺎ اَﻋ ِ ﻦ َا ْﻣ ِﺮ اﻟﺪﱡ ْﻧﻴَﺎ َواْﻻ ْ ﷲ َﺗﻌَﺎﻟَﻰ ﺧَ ْﻴﺮًا ِﻣ َ لا ُ ﺴَﺄ ْ ﺴﻠِ ٌﻢ َﻳ ْ ﻞ ُﻣ ٌﺟ ُ َﻋ ًﺔ ﻟَﺎ ُﻳﻮَاﻓِ ُﻘﻬَﺎ ر َ ﻞ ﺳَﺎ ِ ن ﻓِﻰ اﱠﻟ ْﻴ ِا ﱠ Artinya: ” Sesungguhnya pada malam hari itu ada satu saat, tidaklah menempatinya seorang muslim yang memohon kebaikan kepada Allah dari urusan dunia maupun urusan akhirat melainkan dia memberinya kepada orang tersebut. Yang demikian terdapat pada setiap malam”. (HR. Muslim)
Yang dimaksud “malam hari” dalam hadits tersebut adalah tengah malam dari sepertiga malam yang terakhir.
3). Hati menjadi mudah khusyu dan perkataan lebih terkesan. Sebagaimana firman Allah SWT:
⌧
⌧
88
Abi Abdillah Muhammad bin Nash Al-Maruzy, Mukhtashar Qiyam al-Lail, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1994), h. 58
Artinya: “Sesungguhnya bangun diwaktu malam itu adalah lebih tepat untuk khusyu dan bacaan disaat itu lebih berkesan”. (Q.S . Al-Muzammil: 6) 4). Masuk surga dengan aman Sebagaimana firman Allah SWT :
☺
⌧ Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam taman-taman (surga) dan dimata air-mata air. Sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam”. (Q.S. Al-Dzariyat: 15-17).89 5). Mendapat tempat yang terpuji. Sebagaimana firman Allah SWT:
☺ Artinya: “Dan dari sebahagiaan malam maka bertahajjudlahkamu sebagai ibadah tambahan mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ketampat yang terpuji”. (Q.S. Al-Isra: 79).90 c. Kegiatan Shalat Tahajjud
89 90
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1990), h. 859 Ibid, h. 436
1) Waktu Shalat Tahajjud Shalat malam (tahajjud) boleh dilakukan setelah shalat isya hingga shalat shubuh. Namun ada sejumlah waktu utama untuk qiyamul lail yaitu: a. Sepertiga malam terakhir
ﺳﱠﻠ َﻢ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﷲ َ ﷲ َ لا َ ﺳ ْﻮ ُ ن َر ﻦ اَﺑِﻰ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َا ﱠ ْﻋ َ ﺴﻤَﺎ ِء ك َو َﺗﻌَﺎﻟﻰ ُآﻞﱢ َﻟ ْﻴَﻠ ٍﺔ اِﻟَﻰ اﻟ ﱠ َ ل رَﺑﱠﻨَﺎ َﺗﺒَﺎ َر ُ َﻳ ْﻨ ِﺰ:ل َ ﻗَﺎ ﻦ ْ َﻣ:ل ُ َﻓ َﻴ ُﻘ ْﻮ. ﺧ ُﺮ ِﻻ َ ﺚ اﻟﱠﻠ ْﻴﻞِ ْا ُ ﻦ َﻳ ْﺒﻘَﻰ ُﺛُﻠ َ ﺣ ْﻴ ِ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ ﻄ َﻴ ُﻪ ِﻋ ْ ﺴَﺄُﻟ ْﻮﻧِﻰ ؟ َﻓُﺄ ْ ﻦ َﻳ ْ ﺐ َﻟ ُﻪ َو َﻣ ُ ﺠ ْﻴ ِ ﺳ َﺘ ْ ﻋ ْﻮﻧِﻰ؟ َﻓَﺄ ُ َﻳ ْﺪ ( )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ.ﻏ ِﻔ ْﺮَﻟ ُﻪ ْ ﺴ َﺘ ْﻐ ِﻔ ُﺮ ْوﻧِﻰ ؟ ﻓَﺎ ْ ﻦ َﻳ ْ َو َﻣ Artinya: “Pada setiap malam Allah Tabaraka Wata’ala turun kelangit dunia, ketika malam tinggal tersisa sepertiga terakhir, lalu berfirman, “Siapa yang berdoa kepadaKu lalu Aku kabulkan doanya, siapa yang minta kepadaKu, lalu akan Aku berikan permintaannya, siapa yang minta ampun kepadaKu, lalu Aku ampuni dia.” (HR. Muslim)91 Menurut hadits di atas terkabulnya doa disepertiga malam terakhir adalah jaminan pasti dan penjaminnya adalah Allah SWT, karena huruf fa’( )ﻓﺎdikata ﻓﺴﺘﺠﻴﺐ ﻟﻪ, ﻓﺎﻋﻄﻴﻪ,ﻓﺎﻏﻔﺮﻟﻪ, menurut bahasa berarti kata sambung dan bermakna segera.92
b. Tengah malam
( )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ.ﻞ ِ ﻼ ُة اﻟﱠﻠ ْﻴ َﺻ َ ﻀ ِﺔ َ ﻼ ِة َﺑ ْﻌ َﺪ ا ْﻟ َﻔ ِﺮ ْﻳ َﺼ ﻞ اﻟ ﱠ ُﻀ َ َوَا ْﻓ 91
Imam Husen Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Darul Fikr: 1988), Juz I, h. 447 Bassam Athiyah, Nikmatnya Qiyamul Lail, (Jakarta: An-Nadwah, 2002), cet, ke 4, h. 42
92
Artinya: ”Dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim). 2) Pelaksanaan shalat tahajjud pada waktu ini ada dua macam, yaitu: a. Dengan dua kali tidur Tidur pada awal malam (setelah shalat isya) sampai tengah malam, kemudian shalat tahajjud pada akhir malam, tidur lagi sampai menjelang subuh. Cara ini dianggap afdhal oleh sebagian ulama, karena tidak tampak sudah berqiamul lail sehingga bersih dari sifat riya. b. Dengan satu kali tidur Shalat tahajjud di tengah malam dengan satu kali tidur, seluruh waktu malam dari setelah shalat isya dibagi dua. Jadi tidur diawal malam sampai tengah malam lalu qiyanul lail sampai terbit fajar.93 d. Upaya untuk memudahkan shalat tahajjud (qiyamul lail) Menurut Imam al-Ghazali ada beberapa cara untuk memudahkan qiyamul lail (shalat tahajjud) antara lain adalah sebagai berikut: 1. Jangan banyak makan hingga menyebabkan banya minum yang pada akhirnya diserang kantuk dan berat untuk bangun tidur.
93
Ibid, h. 13-14
2. Pada siang hari, jangan anda lelahkan diri anda dengan serangkaian kegiatan yang menguras tenaga dan melemahkan urat syaraf, karena hal itu mengundang rasa kantuk. 3. Jangan anda tinggalkan qailulah (tidur sebentar) di kala siang, karena merupakan sunnah yang dapat membantu qiyamul lail. 4. Hindari perbuatan dosa dan dusta, karena hal itu menyebabkan hati menjadi keras, kotor, dan berkarat, dan menghalangi anda dari sumber datangnya rahmat. 5. Bersihnya hati dari kedengkian terhadap orang-orang Islam, bid’ah, khurafat, dan maksud-maksud duniawi. Karena semua ini adalah penyakit yang dapat memalingkan manusia dari ketaatan kepada Allah. 6. Rasa takut yang selalu bercokol di hati dibarengi dengan rasa pendeknya
angan-angan
(terhadap
dunia),
mentafakkuri
kedahsyatan hari kiamat dan tingkatan-tingkatan jahannam.94
B. Aplikasi Pendidikan Dalam Surat al-Insan Ayat 2426 Dalam Bingkai Pendidikan Islam Tanggung jawab pendidikan diselengarakan dengan kewajiban mendidik. Secara umum mendidik adalah membantu anak didik dalam perkembangan dan daya94
A. Najiyullah, Qiyamul Lail Penyegar Jiwa, (Jakarta: Islamuna Press, 1996), cet ke, I, h.
84-85
dayanya didalam penetapan nilai-nilai. Bantuan dan bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tanga, sekolah maupun masyarakat. Anak didik dilatih sehingga mentalnya menjadi begitu disiplin, dengan demikian mereka mendapatkan pengetahuan bukan semata-mata untuk memusakan rasa ingin tahu intelektual mereka atau hanya untuk memperoleh keuntungan material saja. Melainkan untuk berkembang sebagai makhluk rasional yang berbudi luhur dan melahirkan kesejahteraan spiritual, moral dan fisik bagi keluarga, lingkungan, agam, bangsa dan seluruh umat manusia. Untuk memperoleh keberhasilan dalam memberikan bimbingan kepada peserta didik, sehingga seluruh aspek-aspek pendidikan yang terdapat dalam surat alInsan ini dapat teraplikasikan dengan baik, maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan: 1. Faktor Pendidik Pendidik adalah salah satu factor yang ada dalam proses pendidikan dan merupkan factor yang sangat penting. Pendidik mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan, karena pendidik sangat berperan dalam memberikan corak dan membentuk pribadi anak didiknya secara professional.
Oleh karena besarnya tugas dan tanggung jawab pendidik dalam proses pendidikan, mak setiap pendidik dituntut untuk bersikap professional, dalam arti seorang pendidik harus menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, memiliki keimanan yang teguh, bertanggung jawab penuh, ikhlas dalam melaksanakan tugasnya, dan berakhlak mulia serta menjaga diri agar selalu menjalankan perintah Allh dan menjauhi larangan-Nya. karena sikap dan tingkah laku seorang
pendidik itu senantiasa menjadi contoh teladan bagi anak didik dan masyarakat dilingkungan sekitarnya. Dan hal ini sangatlah besar pengaruhnya bagi perkembangan jiwa dan mental serta perasaan agama anak didik. 2. Faktor Anak Didik Secara kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup didunia ini. Anak didik dalam mencari nilai-nilai hidup harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam setiap manusia yang dilahirkan kedunia ini dalam keadaan suci, dan lingkungan sekitarnyalah yang akan memberi corak warna terhadap kepribadiannya. Untuk mencapai keberhasilan pendidikan diperlukan kerja sama antara penddik dan peserta didik. Walau bagaimanapun pendidik berusaha menanamkan pengaruhnya kepada peserta didik, apabila tidak ada kesediaan dan kesiapan dari peserta didik sendiri untuk mencapai tujuan, maka pendidikansulit dibayangkan dapat berhasil.95 3. Faktor Alat Pendidikan Yang dimaksud dengan alat pendidikan disini adalah segala sesuatu atau halhal yang dapat menunjang kelancaran dan keberhasilan proses pendidikan. Alat pendidikan itu berupa segala tingkah laku perbuatan atau teladan, anjuran atau perintah, larangan dan hukuman. 95
Hery Noer Aly, Op Cit, h. 129
i.
Tingkah laku perbuatan atau teladan Pendidikan dengan teladan berarti pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan sebagainya. Banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil guna. Karena dalam proses belajar anak didik pada umumnya lebih mudah menangkap yang konkrit ketimbang yang abstrak.96 Segala tingkah laku perbuatan dan perkataan pendidik akan mudah ditiru oleh anak didik. Oleh karena itu, sebagai pendidik harus memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak didiknya.
ii.
Anjuran atau perintah
Apabila dalam contoh perbuatan tingkah laku atau keteladanan anak didik dapat memperhatikan dan melihat apa yang dilakukan oleh pendidik, maka dalam anjuran atau perintah ini anak didik dapat mendengar apa yang harus dilakukan.
Dengan anjuran atau perintah ini pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik kedalam jiwa anak didik. Bahkan pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan anak didik kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan serta kemajuan bagi anak didik. iii.
Larangan Larangan adalah suatu usaha yang tegas untuk menghentikan perbuatn-perbuatan
96
Ibid, h. 178
yang
ternyata
salah
dan
merugikan
bagi
yang
bersangkutan dan bagi orang lain. Larangan ini merupakan suatu keharusan untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan. iv.
Hukuman Setelah ada larangan yng diberikan ternyata masih adanya pelanggaran yang dilkukan, maka yang harus dilakukan adalah meberikan hukuman. Pada umumnya hal ini akan membawa hal-hal yang tidak menyenangkan dan tidak diinginkan. Pemberian hukuman ini dimaksudkan agar anak didik tidak mengulangi lagi perbuatannya yang melanggar.
4. Faktor Lembaga Pendidikan Pada garis besarnya, lembaga-lembaga pendidikan itu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Keluarga Sebagai pusat pendidikan pertama, keluarga mempunyai tugas fundamental dalam mempersiapkan anak bagi pernannya dimasa depan. Dasar-dasar perilaku, sikap hidup dan berbagai kebisaan ditanamkan kepada anak sejak dalam lingkungan keluarga. Oleh sebab itu, penting sekali diciptakan lingkungan keluarga yang baik. Lingkungan keluarga yang baik sekurang-kurangnya mempunyai tiga cirri sebagai berikut:
a. Keluarga memberikan suasana emosional yang baik bagi anak-anak seperti perasaan senang, aman, disayangi dan dilindungi. Suasan demikian dapat tercipta manakala kehidupan rumah tangga (suami-isteri) sendiri diliputi suasana yang sama. b. Mengetahui dasar-dasar kependidikan, terutama yang berkenaan dengan kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak serta tujuan dan isi pendidikan yang diberikan kepadanya.
c.
Bekerjasama dengan pusat pendidikan tempat orang tua mengamanatkan pendidikan anaknya, seperti sekolah dan pesantren. Bentuk kerjasama yang dapat dilakukan orang tua, umpamanya memberikan kepercayaan kepada pendidik yang menggantikan tugasnya, memperhatikan kehidupan lembaga pendidikan anaknya, memperhatikan pengalaman anaknya dan menghargai usaha pendidikannya.97
2. Sekolah Sekolah adalah lembag pendidikan yang penting sesudah keluarga, karena makin besar kebutuhan anak, maka orang tua menyerahkan tanggung jawabnya kepada lembaga sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak dan sekaligus memberikan pengajaran kepada anak-anak mengenai apa yang mereka tidak dapat dalam keluarga.
Tugas guru dan pemimpin sekolah disamping mengajarkan ilmu pengetuhuan dan keterampilan juga mendidik anak beragama. Disinilah fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran keagamaan kepada anak didik sebagai pembantu pendidikan keluarga. 3. Masyarakat Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan ini sudah dimulai sejak anak-anak lepas dari asuhan keluarga dan sekolah. Corak ragam pendidikan yang diterima anak dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang baik pembentukan kepribadian, kebiasaan, sikap dan minat, maupun pembentukan moral dan keagamaan. 97
Ibid, h. 211-217
5. Faktor Lingkungan Lingkungan salah satu faktor pendidikan yang dapat menetukan corak pendidikan Islam yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap perkembangan anak didik. Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang mempengaruhi pendidikan anak. Pengaruh lingkungan terhadap anak didik dapat memberi dampak positif dan dapat pula negatif. Dikatakan positif jika lingkunngan itu memberi dorongan terhadap keberhasilan proses pendidikan, dan dikatakan negatif jika lingkungan itu menghambat keberhasilan proses pendidikan. Menurut Zuhairini, lingkungan yang dapat memberi pengaruh terhadap anak didik ini, dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
1. Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama. Peserta didik memiliki sikap dan kemauan yang beragam. Adakalanya peserta didik merasa keberatan terhadap pendidikan agama, dan ada kalanya menerima agar sedikit dapat mengetahui masalah itu. 2. Lingkungan yang berpegang teguh kepada tradisi agam tetapi tanpa keinsyafan batin, biasanya lingkungan yang demikian itu menghasilkan anakanak beragama yang secara tradisional tanpa kritik, atau dia beragam secara kebetulan. 3. Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam lingkungan agama.
Bagi lingkungan yang kurang kesadarannya, anak-anak akan mengunjungi tempat-tempat ibadah jika ada dorongan dari orang tua, tetapi tidak kritis dan tidak dapat bimbingan, sedangkan bagi lingkungan agama yang kuat, kemungkinan hasilnya akan lebih baik, dan bergantung kepada baik buruknya pimnpina dan kesempatan yang diberikan.98 Demikianlah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam upaya mencapai kelancaran dan keberhasilan dalam melaksanakan proses pendidikan, terutama pendidikan Islam.
98
Zuhairini, et. Al., Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. Ke-2, h. 175
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari berbagai uraian yang penulis paparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa perintah-perintah yang Allah SWT telah tetapkan dalam kandungan surat alInsan ayat 24-26, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa: 1. Surat al-Insan memiliki tiga tema sentral yang mengacu pada nilai-nilai pendidikan, pertama aspek pendidikan kesabaran. Hampir seluruh keadaan dan situasi yang dihadapi manusia membutuhkan kesabaran, maka kita dituntut memiliki sifat sabar tersebut. Sejak sedini mungkin sifat sabar harus bias ditanamkan dalam hati anak didik agar kelak mereka dapat menghadapi segala cobaan dan fenomena hidup ini dengan penuh kesabaran. Kedua, Aspek pendidikan dzikir. Dzikir merupakan salah satu upaya mengenalkan kepada anak didik akan ke-Esa-an Allah SWT. Sehingga secara tidak langsung akan menimbulkan keimanan yang mendalam terhadap perkembangan jiwa anak didik. Dengan demikian perkembangan jiwanya tidak mudah terkontaminasi dengan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan dirinya dan merusak imannya. Dan ketiga, Aspek pendidikan shalat malam (qiyamul lail). Tujuan dari pendidikan shalat malam ialah salah satu upaya untuk mendidik manusia (anak didik) untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dan meninggalkan sifat-sifat yang tercela,
sehingga dengan demikian setiap amaliah yang dilakukanny itu semata-mata hanya untuk mengharap keridhaan Allah SWT. 2. Adapun pandangan para mufassir tentang surat al-Insan ayat: 24-26, pada umumnya mereka memberikan pandangan yang sama dalam menafsirkan ayat tersebut. Karena di dalam tiga ayat ini tersimpan sebuah hakikat yang sangat besar dari hakikat-hakikat dakwah imaniah. Yaitu suatu hakikat bagaimana seharusnya para juru dakwah mengajak mereka ke jalan keimanan yang sebenarnya. Rasulullah SAW, menghadapi kaum musyrikin dengan mengajak mereka kepada agama Allah yang Esa. Akan tetapi, beliau tidak hanya menghadapi persoalan akidah semata yang ada di dalam jiwa mereka. Akan tetapi persoalan yang dihadapi Rasulullah pada saat itu, adalah kondisi lingkungan yang meliputi akidah dan sikap hidup mereka. Inilah yang membuat mereka menentang ajakan (dakwah) Rasulullah yang sedemikian keras. Penentangan yang begitu keras yang dilakukan oleh orang-orang kafir bukan hanya dalam bentuk fisik dan physikis, tetapi kilauan dunia pun dilakukan oleh mereka terhadap Rasulullah dengan syarat beliau mau berhenti dari dakwahnya. Jadi pada hakikatnya ayat ini merupakan modal dasar bagi para juru dakwah agar tidak melupakan prinsip dasar dari ayat tersebut, yakni selalu bersikap sabar dan tidak melupakan ibadah baik yang bersifat mahdhah ataupun ghair mahdhah serta zikir sebagi pengingat kita akan kebesaran dan pertolongan Allah SWT. Disamping itu ayat ini melarang seorang mukmin, apalagi kalau ia sebagai pemimpin ummat ataupun pendidik jangan sampai tergiur akan kesenangan duniawi yang ditawarkan oleh orang-
orang yang penuh dosa dan maksiat, dengan tujuan hendak mematikan gerakan dakwah. 3. Aplikasi pendidikan kesabaran. Untuk mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran diperlukan sebuah metode yang tepat, pendidikan kesabaran dapat teraplikasikan dengan menggunakan metode Qishah Qurani dan Nabawi, metode Ibrah,
dan
Mau’idzah.
Aplikasi
pendidikan
dzikir.
Untuk
dapat
mengaplikasikan pendidikan zikir ini, metode yang paling tepat untuk digunakan adalah metode keteladan (pemberian contoh). Yaitu hendaknya seorang guru memberikan contoh dalam berzikir, yaitu dengan mengajak para siswa/anak didik untuk melakukan shalat berjamaah yang kemudian diikuti dengan berdzikir secara bersama-sama. Jika hal ini dilakukan secara terus menerus maka siswa akan terbiasa melakukannya baik dalam keadaan shalat berjamaah ataupun sendiri. Disamping metode keteladanan, seorang guru juga dapat menggunakan metode targhib wa tarhib, yaitu dengan cara menampilkan ayat-ayat al-Quran yang mengilustrasikan kelompok orang-orang yang lupa kepada Tuhannya dan kelompok orang-orang yang mendapat ketentraman dari Tuhannya. Sehingga dengan demikian siswa dapat memilih kelompok mana yang dianggap baik dan yang buruk untuk dirinya. Aplikasi pendidikan shalat malam (qiyamul lail). Sebagai aplikasinya, metode yang dapat diterapkan adalah targhib dan tarhib yakni dengan mengungkapkan data empirik tentang orang-orang yang mengabaikan perintah shalat serta membandingkannya dengan orang-orang yang mengerjakan
shalat.
Dari
data
tersebut
para
siswa
diharapkan
dapat
mengidentifikasi ciri-ciri kedua kelompok manusia yang melaksanakan dan melanggar perintah Allah tersebut. Guru perlu membimbing dengan sungguhsungguh agar para siswa dapat menemukan fakta bahwa orang-orang yang enggan melaksanakan perintah Allah hidupnya di dunia sengsara. Sebaliknya orang-orang yang menaati perintah Allah kehidupannya di dunia bahagia.
B. Saran Kepada para peminat studi ini, kajian semacam ini sangat perlu untuk terus dapat dilakukan sebagai upaya untuk memberikan sumbangsih pemikiran dan untuk dapat mengembangkan dan memperkaya khazanah intelektual Islam, khususnya studi-studi ke-Islam-an. Kajian ini merupakan kajian parsial (juz’i), yang lingkup bahasannya sebatas pada surat al-Insan, menjadikan bahasan ini sangat begitu sempit. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi siapa saja yang berminat untuk dapat mengembangkan dan menuliskan sebuah bahasan kajian tafsir topical (maudhu’i), sekitar topik ini.
DAFTAR PUSTAKA Aly, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. 2,1999. Arifin, H.M., Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. 4, 1996. Al-Toumy, Omar Muhammad, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cet.1,1979. Ashraf, Ali, Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. 3, 1993. Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Semarang: CV Toha Putra, Juz XXIX, Cet. II,1993. Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, Sabar Perisai Seorang Mukmin, Jakarta: Pustaka Azzam, 1999. Ash shiddiqy, Hasbi, Pedoman Dzikir dan Doa, tt: Thinkers Library, SDN BHD:, Cet. 5,1994. Abdul Baqi, Muhammad Fuad, Terj. H. Salim Bahreisy, al-Lu’lu Wa al-Marjan, Surabaya: PT. Bina Offset, t.t. Al-Haddad, Syaikh Ratib, Mutiara Dzikir dan Doa, Bandung: PT. Pusaka Hidayah, Cet.1, 2000. Al-Ikhwanul Muslimun, As’ad Yasin, Salimin BA, Pedoman Dzikir, Wirid, dan Doa, Surabaya: Al-Ikhlas, t.t. Al-Ghazali, Rahasia Dzikir dan Doa, Jakarta: Karisma, t.t. Attabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pon-Pes Krapyak, Cet. 1, 1996. Abdul Ghani Azmi bin Haji Idris, Pedoman Shalat-Shalat Sunnah Menurut Sunnah Rasulullah, Kuala Lumpur: Darul Nu’man, Cet. 2, 1996. Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, Beirut: Darul Fikr, jilid IV, 1995. Al-Maruzy, Abi Abdillah Muhammad bin Nash, Mukhtashar Qiyam al-Lail, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1994. Athiyah, Bassam, Nikmatnya Qiyamul Lail, Jakarta: An-Nadwah, Cet. 4, 2002. A. Najiyullah, Qiyamul Lail Penyegar Jiwa, Jakarta: Islamuna Press, Cet. I, 1996. Baidan, Nashrudin, Metodologi Penafsiran al-Quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. II, 2000. Darajat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, 1992. Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV Toha Putra,1989 ________________, al-Quran dan Tafsirnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci alQuran, 1990.
Djuwaeli, Irsyad, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta: Karsa Utama Mandiri, Cet.1, 1998. Dirjen Bimbaga, Buku Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Agama Islam SLTP, Jakarta: Depag RI, 1998. El-Abad, Kamaluddin, Bimbingan Praktis Qiyamul Lail Lengkap Dengan Ilmu dan Amal, Jakarta: Simpelx, Cet. 1, 1996. Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1983. Hawwa, Said, Mensuciikan Jiwa: Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu, Jakarta: Robbani Press, 1998. Hawazin, Abul Qasim Abdul Kosim Al-Qusyairi An-Naisaburi, Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tsawuf, Jakarta: Pustaka Amani, Cet.1, 1998. Imam Husen Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Darul Fikr, Juz I, 1988. Imam An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi An-Nawawi, Beirut: Darrul Fikr, jilid VI, 1983. Ilyas, Yunahar, H., Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, Cet, 1, 1999. Jalaluddin, et all, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 3,1999. Mujieb, M. Abdul et, all, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. 1, 1994. Ma’luf, Luice, Al-Munjid Fi Lughati Wa al-A’alam, Bairut: al-Maktabat Syar’iyyah, 1986. Ma’luf, Louis, Al-Munjid, Berirut: Al-Athbah Al-Kasulikiyyah, Cet. 5, 1972. Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1986. Najiyullah. A, Qiyamul Lail Penyegar Jiwa, Jakarta: Islamuna Press, Cet. I, 1996. Nawawi, Imam, Khasiat Dzikir dan Doa, Sinar Baru Al-Gesindo, 1995. Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. 2, 1999. Qamaruddin (ed), Dzikir Sufi Menghampiri Ilahi Lewat Tasawuf, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, Cet.1, 2000. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 1, 1994. Rahman, Fazlur, Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 2, 1992. Syahidin, Pendidikan Qur’ani Teori dan Aplikasi, Jakarta: CV. Misaka Galiza,1999. Sihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Jakarta: Lentera Hati, Cet.1, 2003. Shaleh, Qamaruddin, et all, Asbabun Nuzul Latar Belakang Turunnya Ayat-ayat alQuran, Bandung: CV. Dipenegoro, Cet.17, 1995. Sarqawi, Usman Said, Dzikir Itu Nikmat, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.1, 2001. Suyuti, Achmad, Percik-percik Kesufian, Jakarta: Amani, Cet. 1, 1996. Said,. Fuad H.A, Hakikat Tarikat Naqsabandiyah, Jakarta: PT. Al-Husna Zikr, Cet. 2, 1996. Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 7, 1996.
UUSPN, Bandung: Citra Umbara, 2003. Ulwan, Abdullah Nashih Pemeliharaan Jiwa Anak, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992. Zarnuji, Syeikh, Ta’lim Muta’allim Thariqat Tha’alim, terj, KH. Ahmad Maki, Sukabumi: Percetakan kitab Pon-Pes Salafiyah. Zaini, Syahminan, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet.1, 1986. Zaini, Syahminan, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 1, 1986. Zuhairini, et. Al., Filsafat Pendidikan Islam,Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 2, 1995.