BAB IV INTEGRASI IMAN DAN ILMU PENGETAHUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM (KAJIAN SURAT AL MUJADALAH AYAT 11)
A. Integrasi Iman dan Ilmu pengetahuan dalam surat al-Mujadalah ayat 11 pendidikan Islam Bahwa antara keimanan dalam arti luas yaitu beriman dan bertakwa sepenuhnya kepada Allah SWT, beserta unsur-unsur keimanan harus di iringi dengan ilmu, dalam arti berpengetahuan bagaimana cara beriman yang benar. Ilmu pengetahuan di sini dalam arti luas yaitu tidak hanya menguasai ilmu-ilmu agama tapi juga mencakup ilmu pengetahuan umum beserta penerapannya yaitu teknologi. Ada dua pengetahuan yaitu pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah, pengetahuan biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan obyek, cara dan kegunaannya. Dalam bahasa inggris pengetahuan ini disebut knowledge.1 Pengetahuan
ilmiah
juga
merupakan
keseluruhan
bentuk
upaya
kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan obyek yang ditelaah, cara yang digunakan dan kegunaan pengetahuan itu. Dengan kata lain pengetahuan ilmiah memperhatiakan obyek ontologis, landasan epistimologis dan landasan aksiologis dari pengetahuan itu sendiri. Jenis pengetahuan ini dalam bahasa inggris disebut science.2 Ilmu yang dimaksud di sini adalah jenis pengetahuan kedua, orang yang di angkat derajatnya oleh Allah SWT sebagaiman disebutkan ayat di atas adalah orang yang memiliki pengetahuan atau science(sains). Dalam dunia Islam ilmu bermula dari keinginan untuk memahami wahyu yang terkandung dalam al-Qur'an dan bimbingan Nabi Muhammad SAW mengenai wahyu tersebut. Al-'Ilm itu sendiri dikenal sebagai sifat
1 2
H. Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), hlm. 156 Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hlm. 201
35
36
utama Allah SWT. Dalam bentuk kata yang berbeda Allah SWT juga disebut al-'Alim yang artinya "Maha Mengetahui atau yang Maha Tahu". Ilmu adalah salah satu dari sifat utama Allah SWT yang merupakan satusatunya kata yang komprehensif serta bisa digunakan untuk menerangkan pengetahuan. Ajaran Islam dari sejak awal meletakkan semangat keilmuan pada posisi yang amat penting, dan ayat al-Mujadalah ini berbicara tentang etika dan akhlak ketika berada di majlis ilmu. Etika dan akhlak tersebut antara
lain
ditujukan
untuk
mendukung
terciptanya
ketertiban,
kenyamanan dan ketenangan suasana dalam majlis sehingga dapat mendukung kelancaran kegiatan ilmu pengetahuan. Maka
pendidikan
Islam
dijadikan
sebagai
sarana
dalam
pengintegrasian ini dimana tujuan pendidikan Islam itu sendiri yang mengarah kepada terwujudnya insan kamil, di mana manusia yang beriman dan berilmu serta beramal saleh akan diangkat kedudukannya di sisi Allah SWT dan mendapat tempat yang baik di sisi manusia (masyarakat). Beriman yang hakekatnya menyerahkan hati dan jiwa untuk tunduk pada perintah Allah SWT dan mengimani seluruh rukun-rukun iman harus disertai dengan ilmu pengetahuan, baik ilmu tentang bagaimana beriman (tauhid), beramal beribadah dan semua ibadah untuk menyembah kepada Allah SWT (ilmu agama), maupun ilmu-ilmu umum yang sekarang ini lebih dikenal dengan penerapannya
yaitu teknologi
canggih dari komputer, internet, fisika, kimia, biologi tanpa memisahkan satu dengan yang lain (seimbang). Karena amat erat kaitannya antara iman dan ilmu pengetahuan yaitu dengan melihat sumber dari ilmu itu sendiri yaitu al-Qur'an yang di dalamnya terdapat bermacam-macam pengetahuan yang harus digali dan dipelajari. Sebagaimana asal mula manusia diciptakan itu untuk menjadi khalifah atau wakil yang diberi kesempatan untuk menggali potensi di alam ini sebagai bukti kebesaran Allah SWT.
37
( 56 :ﻭ ِﻥ )ﺍﻟﺬﺍﺭﻳﺎ ﺕﺒﺪﻌ ﻴﺲ ﺇِﻻ ِﻟ ﺍﹾﻟﺈِﻧﻦ ﻭ ﺠ ِ ﺍﹾﻟﺧﹶﻠ ﹾﻘﺖ ﺎﻭﻣ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku. (Qs. Ad-Dzariyat: 56).3 Dengan demikian tujuan utama manusia diciptakan adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan ridha-Nya, sementara ilmu sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan tentang Allah SWT, keridhaan dan kedekatan pada-Nya. Dan ilmu ini mencakup ilmu-ilmu kealaman maupun ilmu syariah, jadi beriman kepada Allah SWT tidak sekedar lewat sholat, puasa, tetapi sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah ibadah. Salah satunya yaitu mempelajari dan menguasai ilmu pengetahuan karena itu salah satu cara untuk menolong manusia untuk lebih dekat kepada Allah SWT. Jadi kemajuan yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan harus ditujukan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dan hal ini akan tercapai jika tujuan dari pengembangan ilmu pengetahuan itu didasarkan untuk meningkatkan ibadah dan akidah kepada Allah SWT. Karena dalam pandangan Islam seorang yang berilmu harus memelihara ilmu tersebut yaitu lebih condong untuk zuhud serta mengamalkan ilmu itu agar bermanfaat bagi sesama. Karena al-Qur'an tidak hanya menjelaskan tentang sumber ilmu (ontologi),
melainkan
juga
tentang
cara
mengembangkan
ilmu
(epistimologi) dan pemanfaatan ilmu (aksiologi). Sumber ilmu pada garis besarnya ada dua, yaitu ilmu yang bersumber pada wahyu (al-Qur'an) yang menghasilkan ilmu naqli; dan yang bersumber pada alam melalui penalaran yang menghasilkan ilm 'aqli. Ilmu yang bersumber pada naqli ini adalah ilmu-ilmu agama (tafsir, hadits, fiqh, tauhid, tasawuf dan sejarah). Sedangkan ilmu 'aqli seperti filsafat, ilmu sosial, teknik, biologi dan lain-lain. Ilmu-ilmu naqli dihasilkan dengan cara memikirkan secara
3
71), hlm.
A.
Soenarjo,
Al-Qur'an
dan
Terjemahnya,
(Semarang:
Thoha
Putra,
19
38
mendalam (ijtihad) dengan metode tertentu dan persyaratan tertentu; sedangkan ilmu-ilmu 'aqli dihasilkan melalui penelitian kuantitatif (di laboratorium dengan menggunakan alat ukur, timbangan) dan penelitian kualitatif (terjun langsung, mengamati, mewawancarai dan berdialog serta bergaul dengan masyarakat). Ilmu-ilmu tersebut harus digunakan untuk beribadah kepada Allah SWT dalam arti yang seluas-luasnya. Sebenarnya pendidikan Islam sarat dengan nilai dalam arti mencakup nilai keimanan dan juga nilai ilmu pengetahuan tetapi ada beberapa hal yang menjadi masalah dalam prakteknya yaitu adanya dikotomi antara ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu umum. Sebagaimana pandangan formisme dengan melihat segala sesuatu dengan sangat sederhana yaitu memandang sesuatu dari aspek dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani. Sehingga pendidikan Islam hanya diletakan pada pendidikan keagamaan dan non keagamaan (ukhrawi dan duniawi) yang berimplikasi pada penyempitan pengembangan pendidikan Islam yaitu akan muncul istilah pendidikan agama dan pendidikan umum.4 Dalam arti pendidikan Islam hanya dianggap berorientasi pada akhirat saja sedangkan urusan dunia dilepaskan. Maka upaya pengembangan pendidikan Islam harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu umum, sehingga tidak melahirkan jurang pemisah antara kedua ilmu tersebut. Sebab dalam pandangan umat Islam ilmu itu bersumber dari Allah SWT. Dalam al-Qur'an Allah SWT menganjurkan ada keseimbangan antara kehidupan dunia dan akherat. Jadi antara ilmu agama dan ilmu umum harus diseimbangkan melalui sistem yang terencana. Sebagaimana Fazlur Rahman yang menawarkan salah satu pendekatan yaitu, dengan menerima pendidikan sekuler modern sebagaimana telah berkembang secara umum di dunia barat, dan mencoba MengIslamkannya, yakni mengisinya dengan konsepkonsep tertentu dari Islam. 3
Ismail SM, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2000), hlm. 8
39
Pendekatan yang ditawarkan
ini mempunyai dua tujuan yaitu,
upaya membentuk watak pelajar dan mahasiswa dengan nilai-nilai Islam dalam kehidupan individu dan masyarakat. Para ahli berpendidikan modern untuk menamai bidang kajian masing-masing dengan nilai-nilai Islam pada perangkat-perangkat yang lebih menggunakan perspektif Islam untuk mengubah kandungan maupun orientasi kajian-kajian mereka.5 Sedangkan Ismail Razi al-Faruqi juga menyatakan pandangan yang sama yaitu sistem pendidikan Islam harus dipadukan dengan sistem pendidikan
sekuler,
perpaduan
kedua
sistem
pendidikan
tersebut
diharapkan kan lebih banyak dilakukan dari pada sekedar memakai caracara sistem Islam dan cara-cara otonomi sistem sekuler.6 Dari pandangan kedua tokoh tesebut pada dasarnya ada tiga pendekatan pembaharuan pendidikan Islam yaitu: pertama mengIslamkan pendidikan sekuler modern, artinya menerima pendidikan sekuler modern. kedua menyederhanakan silabus-silabus tradisional, artinya mereformasi silabus-silabus pendidikan tradisional yang sarat dengan materi tambahan yang
tidak
perlu.
Ketiga,
menggabungkan
cabang-cabang
ilmu
pengetahuan lama dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan baru.7 Untuk melakukan integrasi ilmu perlu melalui uji kebenaran ilmu dan metodologi yang selama ini disebut sekuler, sistem program kurikulum tidak lagi memilih ilmu umum sekuler dan ilmu agama, maka ilmu fisika, matematika, biologi, kimia, sejarah dapat dikatakan ilmu Islam sepanjang didukung dengan bukti kebenarannya. Sedangka Ilmu tauhid, ilmu tafsir, ilmu hadits dan ilmu lainnya yang selama ini disebut ilmu agama harus diubah penamaannya dan hanya disebut sebagai ilmu agama. Dari pengembangan ini 5
keyakinan tauhid mungkin saja dapat
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas dan Transformasi Intelektual, Terj., Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka Pelajar 1985),hlm. 160. 6 Ismail Razi al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka Perpustakaan Salman Institut Teknologi, 1984), hlm. 21. 7 Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Disekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hlm. 39.
40
tumbuh dan muncul melalui studi sejarah, fisika, matematika, kimia dan biologi. Dengan perpaduan itu Islam akan benar-benar ditempatkan sebagai akar semua ilmu, sistem pendidikan dan sistem sosial dan kedua sistem itu harus dipadukan secara integral dari rumusan filosofis, sistem metodologi, kurikulum, materi, manajemen. Kemudian sistem pendidikan itu harus diisi semangat Islam dan berfungsi sebagai bagian integral dari program idiologisnya, sehingga pendidikan Islam dapat meproduksi intelektual muslim dan mujtahid-mujtahid yang memiliki wawasan intelektual yang unggul. Dari pandangan tersebut di atas apabila proses integrasi dilakukan dengan menggunakan paradigma organisme, maka pendidikan Islam merupakan kesatuan atau sebagai sistem yang berusaha mengembangkan pandangan
dan
semangat
hidup
(weltanschaung)
Islam
yang
dimanifestasikan dalam kehidupan dan ketrampilan hidup yang Islami.8 Dalam konteks pandangan itu al-tarbiyah al-Islamiyah (pendidikan Islam), berarti al-tarbiyah fi al-Islam(pendidikan dalam Islam) dan (pendidikan dikalangan orang-orang muslim). Pengetian ini menggaris bawahi pentingnya kerangka pemikiran yang dibangun dari fundamental doktrin dan fundamental values yang terkandung dalam al-Quran dan sunnah sebagai sumber pokok kemudian dapat menerima kontribusi pemikiran dari para ahli dengan mempertimbangkan konteks historisnya. Dari kerangka pemikiran ini maka nilai-nilai Ilahi, agama dan wahyu didudukan sebagai sumber konsultasi, sementara aspek-aspek kehidupan lainnya didudukan sebagai nilai-nilai insani yang mempunyai relasi horisontal lateral atau lateral sekuensal yang harus berhubungan vertikal linear dengan nilai-nilai Ilahi atau agama.9 Dengan melalui upaya semacam ini maka sistem pendidikan Islam diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai8 9
Muhaimin, Op.Cit., hlm. 46. Ibid., 47.
41
nilai agama dan etik sehingga mampu melahirkan manusia-manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta memiliki kematangan profesional dan sekaligus hidup dalam nilai-nilai agama. Karena pendidikan Islam dalam prosesnya harus berusaha untuk membangun manusia yang berkualitas yang ditandai dengan peningkatan kecerdasan, pengetahuan, ketrampilan dan ketakwaan sebagai relasi vertikal dengan nilai-nilai Ilahiyah. Dengan demikian pendidikan Islam diharapkan menjadi sarana dan strategi untuk meningkatkan mutu kehidupan dan pengembanga diri di masa depan, sebab pendidikan Islam merupakan hal yang penting dalam mencapai kemajuan dalam semua aspek kehidupan yang berdasarkan nilai-nilai agama Islam. Pendidikan Islam diharapkan mampu menciptakan manusia yang menjadi pengendali kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta sekaligus menjadi daya tangkal terhadap dampak-dampak negatif lingkungan yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya pendidikan Islam harus mampu mengintegrasikan pendidikan Qalbiyah (afektif) yang selalu seiring dan berinteraksi dengan pendidikan Aqliyah (Kognitif) sehingga dapat menimbulkan perilaku manusia yang religius, memiliki integritas dan keceradasan.10 Pendidikan Islam seharusnya mampu menyiapkan manusiamanusia yang memiliki integritas dan kecerdasan yang siap menjadi khalifah di bumi ini, tetapi juga bisa menempatkan diri di masyarakat dalam kancah ekonomi, budaya, sosial. Integrasi antara pendidikan qalbiyah dan aqliyah akan dapat membangun dan melahirkan kualitas perilaku manusia yang unggul (insan kamil) yaitu, manusia yang memiliki ideologi, pengetahuan, idealisme, menghargai dan mentaati hukum, menghargai hak asasi manusia, menghargai perbedaan (pluralisme), memiliki etos kerja, memiliki cita10
Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam Membangun Masyarakat Madani Indonesia, (Yogyakarta: Satria Insani Press, 2003), hlm. 133.
42
cita perjuangan, serta siap membangun dan mewujudkan tatanan dunia yang rahmatan lil 'alamin. Peran pendidikan Islam dalam lembaga pendidikan sebagai tempat belajar mengajar yang dapat menghasilkan manusia berintelektual dan berakidah, dan juga dalam masyarakat luas di mana di dalamnya berkembang budaya, sosial dan ekonomi pendidikan Islam harus memberi keuntungan bagi sumber daya masyarakat itu, dalam arti luas maka pendidikan Islam harus mampu mengembangkan pemahaman kehidupan manusia, kondisi lingkungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Membangun dan menghasilkan manusia yang utama yaitu insan kamil yang memiliki ideologi, pengetahuan, idealisme dan memiliki citacita yang tinggi serta mampu membangun lingkungannya menghadapi tantangan
zaman,
hal
itu
akan
tercapai
jika
pendidikan
Islam
menyeimbangkan (balance) ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu agama dalam arti selain memberi wawasan tentang keimanan (Tauhid) dalam hati juga memberi wawasan luas tentang ilmu pengetahuan. Al-Qur'an
merupakan firman Allah SWT yang telah diyakini
kebenarannya sebagai sumber kehidupan manusia, dan juga dijadikan sebagai pedoman hidup manusia. Apabila dikaji dan diteliti sebagaimana mestinya ia dapat memberi arti yang lebih yang membawa kejayaan dan kesejahteraan di dunia dan akherat. Sebagai pedoman hidup bagi umat Islam, di dalam al-Qur'an terdapat bermacam-macam ajaran dan petunjuk, serta nasehat bagi kemaslahatan umat Islam diperintahkan untuk mempelajari kehidupan dengan pengetahuan, menggali potensi alam dengan akal dan pikirannya, dengan pengetahuan maka dia akan mengetahui segala sesuatu. Secara tegas al-Qur'an telah mengatakan bahwa tidak sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui.
43
.ﺏ ِ ـﺎﻭﻟﹸـﻮﺍ ﹾﺍ َﻷﹾﻟﺒ ﹸﺃـ ﹶﺬﻛﱠﺮﻳﺘ ﺎﻧﻤﻮ ﹶﻥ ِﺇﻌﹶﻠﻤ ﻳ ﻦ ﹶﻻ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻮ ﹶﻥ ﻭﻌﹶﻠﻤ ﻳ ﻦ ﺘﻮِﻱ ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﺴ ﻳ ﻫ ﹾﻞ ... (9:)ﺍﻟﺰﻣﺮ Adakah sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS. az-Zumar : 9).11 Pengetahuan itu tidak hanya ilmu yang membahas tentang alQur'an dan penafsirannya yang hanya menitik beratkan pada segi bahasa yang membedakan isim, fi'il, fa'il dan hurf, tetapi juga ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini sehingga umat Islam tidak menjadi umat yang tertinggal yang masih berfikir secara tradisional tapi juga modern, tetapi masih dalam kaidah-kaidah dan berdasar nilai-nilai ke-Islaman. Karena manusia telah diberi akal yang digunakan untuk berpikir, menganalisa, memahami apa-apa yang terjadi dalam hidupnya. Dengan akalnya ia mengembangkan pengetahuannya sehingga menghasilkan teknologi yang canggih yang memberi kemudahan dan kejayaan bagi kehidupannya. Apabila manusia hidup berdasarkan akal saja, terlalu memuja ilmu pengetahuan dan melupakan unsur keimanan maka ia akan sering terbentur perasaan gelisah dan cemas. Karena ilmu pengetahuan dimulai dari tidak percaya, mencari bukti dan akhirnya setelah ada pembuktian barulah dipercayai, sementara itu tidak dapat dipungkiri pada suatu saat kelak akan datang pakar lain, membuktikan bahwa temuan yang dulu tidak benar, segala sesuatu baik harta, pangkat, keturunan maupun ilmu pengetahuan tanpa disertai agama telah terbukti gagal mengantarkan manusia pada kehidupan bahagia dengan pelaksanaannya berpedoman kepada pokok-pokok ajaran Islam (Arkanul Islam) yang lima; dua
11
A. Soenarjo, Al-Qur'an dan Terjemahnnya, (Semarang: Thoha Putra, 1971), hlm. 747.
44
kalimah syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji, akan membawa manusia kepada kehidupan manusia yang tentram dan bahagia.12 Iman dan ilmu mengantarkan manusia menjadi makhluk yang utama sehingga kedudukannya dalam masyarakat pun dihormati, dihargai sementara di akherat mendapat kebahagiaan abadi. Seabagaimana dalam potongan ayat surat al-Mujadalah ayat 11
ﻤﻠﹸـﻮ ﹶﻥ ﻌ ﺗ ـﺎ ِﺑﻤﺍﻟﻠﱠﻪﺕ ﻭ ٍ ﺎﺭﺟ ﺩ ﻢ ﻮﺍ ﺍﹾﻟ ِﻌ ﹾﻠﻦ ﺃﹸﻭﺗ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻢ ﻭ ﻮﺍ ﻣِﻨ ﹸﻜﻣﻨ ﻦ ﺁ ﻪ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﺮﹶﻓ ِﻊ ﺍﻟﱠﻠ ﻳ... (11 :ﺪ ﻟﺔ )ﺍ.ﲑ ﺧِﺒ Pada bagian ayat ini Allah menegaskan bahwa orang-orang mukmin karena selalu mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya dan orangorang yang berilmu pengetahuan, yang ilmunya dapat mengantarkan mereka ke jalan iman, semuanya akan ditingkatkan derajatnya disisi Allah SWT. Ini berarti peranan iman dan ilmu dan meningkatkan derajat dan harkat manusia itu sama, iman yang tidak didasarkan pada ilmu pengetahuan adalah iman yang lemah sekali dan ilmu pengetahuan yang tidak bisa membuka hati untuk bertambahnya iman, maka ilmu itu sangat berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Manusia sebagai makhluk Tuhan tidak boleh mengingkari ke Esaan ciptaan Allah SWT wajib mengintegrasikan daya-daya rohani dan daya-daya jasmaninya, mengintegrasikan kehidupan lahir dan kehidupan batinnya, mengintegrasikan iman dan ilmu. Bila tidak maka ia berlaku tidak adil kepada dirinya sendiri, sehingga tidak ada keseimbangan antara daya-daya tadi dan akibatnya ia akan mengalami kesukaran-kesukaran yang dapat membinasakan dirinya sendiri. Bahwa pemujaan terhadap akal (ratio) saja dapat menyebabkan terjadinya masyarakat yang berperadaban sains atau teknik yang pada
12
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), hlm. 9-10.
45
hakikatnya merupakan peradaban materialistis di mana masyarakat tunduk pada kekuasaan duniawi dengan segala konsekwensinya.13 Maka sebagai umat Islam kita harus mendasari hati kita dan kehidupan kita dengan keimanan, jadi ketika kita telah menanamkan keimanan di dalam hati maka sepintar-pintarnya, sepandai-pandainya kita tentang ilmu pengetahuan dan teknologi maka kita tetap berada di jalan yang lurus. Dan mengimani bahwa di atas segala yang kita kuasai dan miliki ada dzat yang lebih Maha kuasa yaitu Allah SWT. Mengapa Allah memilih manusia untuk menjadi khalifah di bumi karena manusia telah dibekali dengan akal dan ilmu pengetahuan sehingga ia dapat mengembangkannya sebagai jalan untuk lebih mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, dengan menyeimbangkan antara kemajuan batinnya (rohani) dan akhlaknya dengan kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga ia dapat menguasai dunia serta menjadi manusia yang beriman dan berilmu dan menggunakannya dengan bijaksana. Disinilah pendidikan Islam memegang peranan yang strategis, sebagai usaha dan bimbingan dan pengembangan fitrah manusia, seharusnya pendidikan Islam dapat memberikan arti pendidikan di semua cabang ilmu pengetahuan dengan tetap berdasarkan norma Islam. Pendidikan Islam tidak hanya bertujuan untuk membentuk generasi yang Islami, tetapi lebih dari itu pendidikan Islam diharapkan dapat membentuk insan yang selain taat beribadah kepada Allah SWT, juga mempunyai kemampuan yang maksimal dalam melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi dengan segala pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk insan kamil sebagai generasi muslim yang berkualitas, beriman, berilmu, bertakwa dan berakhlak mulia. 13
Garnadi ProwiroSudirjo, Integrasi Ilmu dan Iman, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm.
17.
46
Maka untuk mencapai tujuan pendidikan Islam tersebut maka kurikulum pendidikan Islam yang dipandang baik untuk mencapai tujuan pendidikan Islam adalah yang bersifat integrated dan komprehensif, mencakup ilmu agama dan umum karena kesempurnaan manusia tidak dapat dicapai kecuali dengan menserasikan antara agama dan ilmu pengetahuan.14 Dengan bekal ilmu agama dan ilmu umum yang proposional maka akan terbentuk generasi yang beriman dan siap mengabdikan diri kepada Allah sekaligus generasi tangguh yang mempunyai multi skill dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi. Dari sini terlihat betapa pentingnya mempelajari ilmu agama dan ilmu umum yang akan mengangkat harkat dan martabat manusia di masyarakat maupun diri Allah SWT. Sebagaimana tersirat dalam surat alMujadalah ayat 11, yang mengungkapkan perintah Allah SWT dan RasulNya yang harus ditaati, karena orang yang beriman pasti taat dan taat itu dapat dicapai ketika ia berilmu (mengetahui). Ilmu
pengetahuan
membimbing
kearah
keimanan
artinya
pengetahuan bukanlah musuh atau lawan dari iman, melainkan petunjuk jalan yang membimbing kearah iman. Sebagaimana telah diketahui banyak ahli pengetahuan yang telah berpikir dalam telah dipimpin oleh pengetahuannya kepada suatu pandangan bahwa dibalik alam yang nyata ini ada kekuatan yang lebih tinggi. Ilmu yang benar oleh Islam dianggap sebagai pembawa petunjuk keimanan sebagaimana firman Allah SWT.
ﻪ ﻭِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﻢ ﻬ ﺑ ﹸﻗﻠﹸﻮﺖ ﹶﻟﻪ ﺨِﺒ ﻮﺍ ِﺑ ِﻪ ﹶﻓﺘﺆ ِﻣﻨ ﻚ ﹶﻓﻴ ﺑﺭ ﻖ ﻣِﻦ ﺤ ﻪ ﺍﹾﻟ ﻢ ﹶﺃﻧ ﻮﺍ ﺍﹾﻟ ِﻌ ﹾﻠﻦ ﺃﹸﻭﺗ ﻢ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﻌﹶﻠ ﻴﻭِﻟ (54 : ﺘﻘِﻴ ٍﻢ )ﺍﳊﺞﺴ ﻣ ﻁ ٍ ﺍﺻﺮ ِ ﻮﺍ ِﺇﻟﹶﻰﻣﻨ ﻦ ﺁ ﺎ ِﺩ ﺍﱠﻟﺬِﻳﹶﻟﻬ Dan orang-orang yang telah diberi ilmu, menyakini bahwasanya alQur'an inilah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk 14
H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1987), hlm. 94-95.
47
hati, sesungguhnya Allah SWT memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. (QS. Al-Hajj: 54).15 Orang yang telah diberi ilmu itu tahu lalu beriman dan iman itu adanya di dalam hati dan direalisasikan dalam bentuk ibadah kepada Allah SWT, takwa dan takut kepada-Nya, sementara ilmu yang membuahkan iman akan menghasilkan sikap tawadhu kepada Allah SWT. Ilmu yang benarlah yang menghayati iman dan iman yang haklah yang melapangkan ilmu, dengan demikian keduanya merupakan dua sejoli yang saling bertafahum, bahkan sebagai dua saudara yang saling bekerja sama. Ilmu inilah yang dikehendaki oleh Islam, apapun judul dan bidang bahasanya Islam menghendaki ilmu yang berada di bawah naungan Iman dan segala nilai yang luhur. Ilmu sebagai petunjuk beriman dan juga sebagai petunjuk beramal. Artinya bahwa manusia yang telah berilmu mengetahui segala sesuatu lalu ia teguhkan ilmu itu akidah dan keimanan kepada Allah SWT maka selanjutnya ia harus mengamalkan apa yang telah didapatkan itu dalam kehidupan seharihari. Ibadah jika dilakukan tanpa ilmu dalam arti ilmu yang menjelaskan tentang tata cara ibadah, syarat-syarat sah tidaknya ibadah, maka ibadahnya tidak sempurna (kosong). Karena dilihat dari dari kemanfaatannya ibadah itu bermanfaat
hanya untuk dirinya sendiri sementara ilmu brmanfaat untuk
dirinya dan orang lain. Ilmu juga menjadi bekal di akherat nanti karena merupakan salah satu amal yang dapat menyelamatkan kita setelah kematian. Jadi jelas bahwa antara iman dan ilmu itu saling berkaitan satu sama lain mendukung, sehingga ketika manusia sudah dibekali dengan keduanya ditambah dengan amal saleh maka ia menjadi manusia yang sempurna (insan kamil).
15
A. Soenarjo, Op.Cit., hlm. 520.